• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENARAPAN METODE BERCERITA BERBANTUAN MEDIA GAMBAR UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENARAPAN METODE BERCERITA BERBANTUAN MEDIA GAMBAR UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

PENARAPAN METODE BERCERITA BERBANTUAN MEDIA GAMBAR UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA

1Komang Uning Mahendri Ariadi, 2Gede Raga, 3Mutiara Magta

1,3 Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini Fakultas Ilmu Pendidikan

Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia

e-mail: uningmahendri@yahoo.co.id, ragapgpaud@g.mail.com, m_magta@yahoo.com

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan keterampilan berbicara anak setelah diterapkannya metode bercerita pada anak Kelompok B TK Widya Sesana Sangsit Tahun Ajaran 2013/2014. Subjek penelitian ini adalah anak Kelompok B TK Widya Sesana Sangsit yang berjumlah 9 orang. Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (PTK) yang dilaksanakan dalam dua siklus, terdiri atas 6 kali pertemuan dalam 1 siklus. Setiap pertemuan secara berbaur mulai perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi.

Teknik mengumpulkan data dalam penelitian ini melalui observasi. Observasi merupakan penilaian dengan mengamati secara langsung serta mendokumentasikan hal-hal penting yang terjadi dalam penelitian. Dalam penelitian ini data yang dikumpulkan melalui lembar observasi. Data dianalisis dengan menggunakan teknik analisis deskriptif kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan penerapan metode bercerita dapat meningkatkan keterampilan berbicara pada anak kelompok B TK Widya Sesana Sangsit Tahun Ajaran 2013/2014.

Keterampilan berbicara anak meningkat secara signifikan. Kemampuan berbicara anak meningkat dari siklus I sebesar 62,22% menjadi 80,00% pada siklus II.

kata kunci: metode bercerita, keterampilan berbicara.

Abstract

This study aims to determine the child's speaking skills improvement after the implementation of children's storytelling in Group B TK Widya Sesana Sangsit Academic Year 2013/2014 . The subjects were children Kindergarten Group B Widya Sesana Sangsit totaling 9 people . This study is a classroom action research ( CAR), which was conducted in two cycles , consisting of 6 meetings in one cycle . Each blend meetings from planning , implementation , observation and reflection . Techniques to collect data in this study through observation . Observation is an assessment by directly observing and documenting important things that happened in the study . In this study data was collected through observation sheet . Data were analyzed using quantitative descriptive analysis techniques . The results suggest the application of storytelling can improve speaking skills in group B children TK Widya Sesana Sangsit Academic Year 2013/2014 . Child speaking skills improved significantly . The ability to speak the child increased from the first cycle of 62.22 % to 80.00 % in the second cycle .

keywords : method of storytelling , speaking skills .

(2)

PENDAHULUAN

Program pendidikan di Indonesia tidak terlepas dari upaya pengembangan sumber daya manusia yang berpotensi, kritis berkualitas dan mampu bersaing dalam era teknologi yang akan datang khususnya di bidang pendidikan. Pengembangan potensi sumber daya manusia harus dilakukan sejak dini. Salah satu pengembangan potensi dari usia dini melalui Lembaga pendidikan anak usia dini. Berdasarkan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem Pendiikan Nasional Pasal 1 (dalam Permendiknas No 58 Tahun 2009).

Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditunjukan kepada anak sejak lahir sapai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmni dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.

Berdasarkan uraian di atas pendidikan anak usia dini merupakan langkah awal yang tepat untuk menempak dini pendidikan untuk menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas. Masa perkembangan anak usia dini adalah masa yang paling tepat untuk mengembangkan semua potensi yang dimiliki anak usia dini.

Salah satu potensi yang perlu dikembangkan adalah wawasan bahasa, budaya serta seni sesuai dengan perkembangan anak usia dini. Kecerdasan dan keterampilan dasar anak usia dini merupakan suatu potensi yang kini dikembangkan pada anak usia dini yang diupayakan sesuai kebutuhan masa umurnya. Oleh karena itu, para pakar dan pendidik PAUD berperan menjadi fasilitator dalam usaha pengembangan peningkatan strategi metode bercerita kepada anak usia dini sebagai bekal dikemudian hari untuk melanjutkan pada pendidikan formal.

Pendidikan anak usia dini menjadi sangat strategis, sebab masa ini merupakan masa yang penting, baik untuk meletakkan dasar yang kokoh bagi perkembangan mental, emosional, akhlak dan potensi otak anak.

Usia 4-6 tahun merupakan masa peka bagi anak, masa yang penting bagi anak untuk memperoleh pendidik Keberhasilan dalam melaksanakan program belajar-mengajar pada anak usia dini sangat tergantung pada

pengelolaan sumber belajar. Guru yang mengajar ikut aktif dalam mengelola aspek- aspek sumber belajar yang diterapkan pembelajaran program secara efektif, tetapi juga menyenangkan bagi anak usia dini.

Profesi guru sebagai pelaku langsung dengan anak didik pengembangan secara profesionalis memiliki kemampuan kebutuhan belajar pada anak didik sesuai tingkat usia tertentu. Berbicara mengandung makna belajar mewujudkan kemampuan berbahasa reseptif dan ekspresif.

Penguasaan bahasa respektif ialah semakin banyaknya kata-kata baru yang dikuasi anak didik yang diperolehnya dari kegiatan berbicara. Kemampuan berbahasa ekspresif, ialah semakin seringnya anak didik menyatukan keinginan, kebutuhan, pikiran dan perasaan orang lain secara lisan. Pada kegiatan berbicara kedua kemampuan berbahasa itu harus mendapat perhatian yang seimbang.

Sesuai dengan fungsi kemampuan berbahasa yang berkembang, maka fungsi itu dapat dimanfaatkan dan dapat dipergunakan untuk melaksanakan kegiatan belajar dengan menggunakan berbicara sesuai dengan tujuan dan tema yang ditetapkan oleh guru. Dalam berbicara diperlukan kemampuan berbahasa baik, secara reseptif maupun ekpresif.

Kemampuan bahasa reseptif meliputi kemampuan mendengarkan dan memahami percakapan orang lain, sedangkan bahasa ekspresif meliputi kemampuan menyatakan gagasan, perasaan dan kebutuhan kepada orang lain. Kegiatan pembelajaran pada dasarnya merupakan proses komunikasi.

Dalam proses komunikasi tersebut, guru bertindak sebagai komunikator yang bertugas menyampaikan pesan pembelajaran kepada penerima pesan, yaitu anak didiknya. Agar pesan-pesan pembelajaran yang disampaikan guru dapat diterima dengan baik oleh anak didik maka dalam proses komunikasi pembelajaran tersebut diperlukan wahana penyalur pesan disebut media pembelajaran. Banyak hasil penelitian menunjukkan bahwa proses pembelajaran akan lebih berhasil, bila anak didik turut aktif dalam proses pembelajaran tersebut. Dengan perkataan lain yang menjadi pusat kegiatan dalam kegiatan pembelajaran bukanlah guru melainkan anak

(3)

didik. Hal ini mengandung pengertian perlunya fasilitas belajar, termasuk media pembelajaran.

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan Guru Kelompok B TK Widya Sesana Sangsit, terdapat beberapa permasalahan yang diidentifikasi sehubungan masih rendahnya keberhasilan anak dalam proses pembelajaran penerapan keterampilan berbahasa dalam berbicara serta penggunaan media gambar untuk mempelajari secara konkret pengetahuan, sikap dan kecakapan. Hal tersebut dapat diamati berdasarkan faktor gejala-gejala yang pertama, keterampilan berbicara masih rendah hasilnya, yang kedua, anak masih malu-malu mengungkapkan perasaanya secara lisan, yang ketiga, guru masih mengajar pembelajaran konvensional, yang keempat anak kurang mampu menyambung pembicaraan karena keterbatasan kosa kata.

Berdasarkan permasalahan di atas dilakukan identifikasi untuk mengetahui faktor penyebab rendahnya keterampilan berbicara anak. Hasil identifikasi terungkap bahwa metode yang digunakan dalam proses pembelajaran bahasa kurang memberikan kesempatan dalam mengembangkan keterampilan berbicara. Menurut Agung, Ekasriadi, 2006: 7.4) "keterampilan berbicara adalah interaksi yang terjadi antara guru dengan anak didik, atau antara anak dengan anak bersifat menyenangkan berupa dialog yang tidak kaku". Topik pembicaraan dapat bebas ataupun ditentukan. Dalam pembicaraan tersebut, guru bertindak sebagai fasilitator. Artinya, guru lebih banyak memotivasi anak dengan harapan anak menjadi lebih aktif dalam mengemukakan pendapatnya atau mengekspresikan secara lisan.

Moeslichatoen, (1999: 91) dinyatakan bahwa "berbicara merupakan salah satu bentuk komunikasi antarpribadi".

Berkomunikasi merupakan proses dua arah.

Untuk terjadinya komunikasi dalam pembicaraan diperlukan keterampilan mendengar dan keterampilan berbicara.

Berdasarkan pendapat di atas melalui penggunaan keterampilan berbicara dapat mengembangkan kecakapan dan keberanian anak ketika menyampaikan pendapatnya kepada guru dan orang lain, mampu memberikan kesempatan pada anak untuk

berekspresi secara lisan, dengan sering mengajak anak berbicara, menjadikan mereka sebagai partner dalam berbicara dan mencoba berdialog secara interaktif tidak mengarahkan. Semakin terampil semakin terlatih anak, maka mereka akan secara bebas menggunakannya, melatih kosa kata yang telah dimilikinya untuk mengungkapkan perasaan dan pikirannya. Dengan menggunakan keterampilan berbicara dalam kegiatan pembelajaran akan dapat melatih keterampilan anak sesuai dengan pendapat Guntur Tarigan (2003: 35) dinyatakan

"berbicara merangsang kemampuan berkomunikasi, dan menguasai pola bergiliran bicara pada anak".

Berdasarkan data hasil awal observasi di TK Widya Seasana Sangsit masih terdapat anak Kelompok B ada diantaranya rendah keterampilan berbicara maka perlu diasah aktivitas belajar anak didik tersebut yang sesuai dengan kemampuan anak serta ditingkatkan latihan secara teratur dan menyenangkan. Untuk meningkatkan keterampilan berbicara, hal ini diperoleh dengan implementasi metode bercerita. Dengan demikian maka peneliti tertarik untuk meningkatkan kecerdasan dan keterampilan berbicara berbantuan media gambar untuk mengoptimalkan keterampilan kemampuan anak Kelompok B TK Widya Sesana Sangsit Tahun Ajaran 2013/2014.

Anak usia dini adalah anak yang berada pada rentan usia 0-8 tahun, yang tercakup dalam program pendidikan ditaman penitipan anak, penitipan anak pada keluarga, pendidikan prasekolah baik swasta maupun negeri. Sedangkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal 1 ayat 14 menyatakan bahwa pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditunjukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut (Depdiknas 2003) Anak usia dini adalah anak berusia 4 sampai 6 tahun. Masa ini disebut juga masa emas, karena peluang perkembangan anak yang sangat berharga. Hurlock (1978:1) menyatakan bahwa “lima tahun pertama

(4)

kehidupan anak merupakan peletak dasar bagi perkembangan selanjutnya. Anak yang mengalami masa bahagia terpenuhinya segala kebutuhan fisik maupun psikis di awal perkembanganya, diramalkan akan dapat melaksanakan tugas-tugas perkembangan selanjutnya”.

Adapun metode yang digunakan sebagai suatu cara dalam menyampaikan suatu pesan atau materi pelajaran kepada anak didik. Metode mengajar yang tidak tepat akan menjadi penghalang kelancaran jalannya suatu proses belajar mengajar sehingga banyak waktu dan tenaga terbuang sia-sia. Oleh karena itu metode yang diterapkan guru baru berhasil, jika mampu dipergunakan untuk mencapai tujuan.

Romawanti (2006:17) menyatakan metode bercerita sebagai berikut. Metode bercerita merupakan salah satu metode yang banyak digunakan di Taman kanak-kanak dan Sekolah Dasar. Metode bercerita mengundang perhatian anak terhadap pendidik sesuai dengan tema pengajaran.

Bila isi cerita dikaitkan dengan dunia kehidupan anak, maka mereka dapat memahami isi cerita tersebut, mereka akan mendengarkannya dengan penuh perhatian, dan dengan mudah dapat menangkap isi cerita.

Menurut Nata (2009 : 97) menyatakan metode bercerita sebagai berikut. Metode bercerita adalah suatu metode yang mempunyai daya tarik yang menyentuh perasaan anak. Dunia kehidupan anak-anak itu dapat berkaitan dengan lingkungan keluarga sekolah, dan luar sekolah. Kegiatan bercerita harus diusahakan menjadi pengalaman bagi anak- anak yang bersifat unik dan menarik yang menggetarkan perasaan anak dan memotivasi anak untuk mengikuti cerita sampai selesai. Dari pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan metode bercerita adalah menuturkan atau menyampaikan cerita secara lisan kepada anak didik sehingga dengan cerita tersebut dapat disampaikan pesan-pesan yang baik. Dengan adanya proses belajar mengajar, maka metode bercerita merupakan suatu cara yang dilakukan oleh guru untuk menyampaikan pesan atau materi pelajaran yang disesuaikan dengan kondisi anak didik. Melalui metode bercerita anak

diharapkan dapat membedakan perbuatan yang baik dan buruk sehingga dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam kegiatan bercerita anak dibimbing untuk mengembangkan kemampuan untuk mendengarkan cerita dari gur, dengan jelas metode bercerita disajikan kepada anak didik bertujuan agar mereka memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran-ajaran agama dan dapat berkomunikasi dengan baik dalam kehidupan sehari-hari. Secara umum metode bercerita berfungsi sebagai pemberi atau cara yang sebaik mungkin bagi pelaksanaan operasional dari ilmu pendidikan tersebut.

Bercerita bukan hanya berfungsi sebagai hiburan tetapi juga merupakan suatu cara yang dapat digunakan dalam mencapai sasaran-sasaran atau target pendidikan.

Metode bercerita dapat dijadikan suasana belajar menyenangkan dan menggembirakan dengan penuh dorongan dan motivasi sehingga pelajaran atau materi pendidikan itu dapat mudah diberikan.

Menurut Ronawati (2006 : 21) fungsi metode bercerita adalah sebagai berikut, Menanamkan nilai-nilai pendidikan yang baik melalui metode bercerita ini sedikit demi sedikit dapat ditanamkan hal-hal baik kepada anak didik dan pemahaman bahasa anak dapat berkembang sesuai usianya. Cerita hendaknya dipilih dan disesuaikan dengan tujuan yang hendak dicapai dalam suatu pelajaran, yang kedua dapat mengembangan imajinasi anak. kisah-kisah yang disajikan dalam sebuah cerita dapat membantu anak didik dalam mengembangkan imajinasi mereka. Dengan hasil imajinasinya diharapkan mereka mampu bertindak seperti tokoh-tokoh dalam cerita yang disajikan oleh guru, yang ketiga, membangkitkan rasa ingin tahu, mengetahui hal-hal yang baik adalah harapan dari sebuah cerita sehingga rasa ingin tahu tersebut membuat anak berupaya memahami isi cerita. Isi cerita yang dipahami tentu saja akan membawa pengaruh terhadap anak didik dalam menentukan sikapnya.

Menurut Nuarca (2009) dalam proses belajar mengajar, cerita merupakan salah satu metode yang terbaik. Dengan adanya metode bercerita diharapkan mampu menyentuh jiwa jika didasari dengan

(5)

ketulusan hati yang mendalam. Kelebihan Metode Bercerita antara lain yang pertama yaitu kisah dapat mengaktifkan dan membangkitkan semangat anak didik.

Karena anak didik akan senantiasa merenungkan makna dan mengikuti berbagai situasi kisah, sehingga anak didik terpengaruh oleh tokoh dan topik kisah dalam cerita tersebut, yang kedua mengarahkan semua emosi sehingga menyatu pada satu kesimpulan yang terjadi pada akhir cerita, yang ketiga kisah selalu memikat, karena mengundang untuk mengikuti peristiwanya dan merenungkan maknanya, yang ketiga Dapat mempengaruhi emosi. Seperti takut, senang, sungkan, atau benci sehingga bergelora dalam lipatan cerita. Adapun kekurangan Metode Bercerita yaitu yang pertama yaitu pemahaman anak didik akan menjadi sulit ketika kisah itu telah terakumulasi oleh masalah lain, yang kedua Bersifat menolong dan dapat menjenuhkan anak didik, yang ketiga sering terjadi ketidakselarasan isi cerita dengan konteks yang dimaksud sehingga pencapaian tujuan sulit diwujudkan. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa bercerita merupakan menyampaikan materi pelajaran dengan cara menceritakan kronologis terjadinya sebuah peristiwa baik benar atau bersifat fiktif semata.

Dari metode bercerita yang dapat meningkatkan keterampilan berbicara didukung oleh teori-teori yang sudah ada sehingga metode tersebut dinyatakan dapat meningkatkan keterampilan berbicara, teori- teori yang mendukung diantaranya yaitu, Menurut Heinich, dkk (1993) dalam Badru. Z, dkk. (2008:4.4) dinyatakan media merupakan saluran komunikasi. Kata media berasal dari bahasa Latin dan merupakan bentuk jamak dari kata medium yang secara harfiah berarti perantara, yaitu perantara sumber pesan dengan penerima pesan. Media pendidikan pada dasarnya merupakan wahana dari pesan yang oleh sumber pesan (guru) ingin diteruskan kepada penerima pesan (anak).

Pesan yang disampaikan adalah isi pembelajaran dalam bentuk / tema topik pembelajaran dengan tujuan agar terjadi proses belajar pada diri anak. Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian media merupankan sesuatu yang

bersifat menyalurkan pesan dan dapat merangsang pikiran, perasaan dan kemauan anak sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar pada dirinya.

Media pembelajaran merupakan salah satu komponen yang tidak berdiri sendiri, tetapi saling berhubungan dengan komponen lainnya dalam rangka menciptakan situasi belajar yang diharapkan. Tanpa media maka proses pembelajaran tidak akan berjalan dengan efektif. Zaman (2008:46) ”media pebelajaran mempunyai beberapa fungsi diantaranya membantu mempermudah anak dalam belajar, memberikan pengalaman lebih nyata (yang abstrak dapat menjadi konkret) menarik perhatian anak lebih besar (jalan pelajaran tidak membosankan) semua indra murid dapat diaktifkan”. Kelemahan satu indra dapat diimbangi oleh kekuatan indra lainnya, lebih menarik perhatian dan minat murid dalam belajar, dan dapat membangkitkan dunia teori dengan realita anak. Berdasarkan fungsi media pembelajaran diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa media pembelajaran memiliki peranan yang penting dalam kegiatan pembelajaran.

Salah satu kelebihan media pembelajaran adalah dapat mempermudah guru dalam mengajar dan mempermudah anak dalam memahami pelajaran yang diberikan sehingga proses pembelajaran akan berjalan efektif dan tujuan pembelajaran akan tercapai dengan optimal.

Menurut Arief S. Sadiman, (2007: 6), media adalah berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsangnya untuk belajar.Selain itu media adalah segala alat fisik yang dapat menyajikan pesan serta merangsang siswa untuk belajar. Maka dapat disimpulkan bahwa media adalah alat bantu apa saja yang dapat dijadikan sebagai penyalur pesan guna merangsang pikiran, perasaan, dan kemauan siswa untuk belajar. Media pembelajaran banyak sekali jenis dan macamnya, salah satunya adalah media visual yaitu media gambar.Di antara media pembelajaran, media gambar adalah 12 media yang paling umum dipakai. Dia merupakan bahasa yang umum, yang dapat dimengerti dan dinikmati dimana-mana (Arief S. Sadiman, 1986: 29)

(6)

Menurut Sudjana (2007: 68), pengertian media gambar adalah media visual dalam bentuk grafis. Media grafis didefinisikan sebagai media yang mengkombinasikan fakta dan gagasan secara jelas dan kuat melalui suatu kombinasi pengungkapan kata-kata dan gambar-gambar. Sedangkan Azhar Arsyad (1995: 83), mengatakan bahwa media gambar adalah berbagai peristiwa atau kejadian, objek yang dituangkan dalam bentuk gambar-gambar, garis, katakata, simbol-simbol, maupun gambaran.

Adapun cara penggunaan media gambar menurut Suratmini (2011:11) adalah sebagai berikut: Pertama, perkenalkan pada anak terlebih dahulu tentang media gambar yang sudah disiapkan sebelumnya. Biarkan anak untuk melihat, meraba media tersebut, setelah anak-anak terlihat mulia tertarik ajak mereka untuk mendengarkan arahan dari guru.yang kedua, bagilah anak menjadi kelompok-kelompok kecil, dengan satu kelompok terdiri dari empat orang anak, yang ketiga guru mulai menceritakan media gambar, yang keempat lakukan hal tersebut berulang-ulang, agar anak memahami isi cerita tersebut, yang klima langkah selanjutnya, setelah selesai bercerita ajak anak untuk tanya jawab tentang warna- warna, jumlah serta jenis buah apa saja yang ada pada media gambar tersebut.

Berdasarkan uraian diatas, bahwa dalam cerita yang ada pada media gambar harus disesuikan dengan tema yang digunakan di TK.

Keterampilan berbahasa merupakan keterampilan, yang pertama menyimak atau mendengarkan, yang kedua berbicara, yang ketiga membaca,dan yang keempat menulis.

Pengelompokan ini dimaksudkan agar tampak perbedaan mana materi yang berupa pengetahuan atau konsep bahasa dan mana materi yang berupa keterampilan. Oleh karena itu keterampilan berkomunikasi atauberbahasa harus menjadi perhatian utama dalam menyajikan kegiatan belajar bahasa dengan diikutsertakan pengetahuan bahasa. Secara umum berbicara dapat diartikan suatu penyampaian ide,pikiran,gagasan atau isi hati kepada orang lain dengan menggunakan bahasa lisan,sehingga maksud tersebut dapat dipahami oleh orang lain,sehingga maksud

tersebut dapat dipahami oleh orang-orang yang tinggal disekitarnya. Tarigan (1993: 21) mengemukakan bahwa "berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan". Senada dengan pendapat di atas Hurlock (1978:176) dinyatakan bahwa berbicara adalah suatu untuk bahasa yang menggunakan kata-kata yang digunakan untuk menyampaikan maksud, karena berbicara merupakan bentuk komunikasi yang paling efektif dalam penggunaannya dan paling luas serta penting. Berbicara menurut Muljana (dalam Yeti, 2009:6.3) adalah "bentuk komunikasi dengan menggunakan media lisan". Suhendar (1992:

20) juga mengatakan bahwa "berbicara adalah proses perubahan wujud pikiran, perasaan menjadi wujud ujaran (bunyi-bunyi bahasa yang bermakna). Berdasarkan beberapa pendapat di atas maka pengertian berbicara adalah kemampuan anak dalam mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan yang digunakan maksud tersebut dapat dipahami oleh orang- orang yang berada di sekitarnya.

Tujuan perkembangan berbicara menurut Tarigan (1992:15) tujuan utama dari berbahasa bicara adalah untuk berkomunikasi, supaya dapat menyampaikan pikiran secara efektif. Maka seyoganya sang pembicara memahami makna segala sesuatu yang ingin dikomunikasikan terhadap para pendengarnya dan dia harus mengetahui prinsip-prinsip yang mendasari segala sesuatu pembicara, baik secara umum maupun perorangan. Dari pendapat Tarigan disimpulkan tujuan pengembangan berbahasa bicara anak agar mereka mampu untuk mengungkapkan pendapat, memberitahukan, melaporkan, menghibur, membujuk, meyakinkan secara lisan dengan mengucapkan kata yang tepat untuk berkomunikasi dengan orang di sekitarnya dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu tujuan pembelajaran berbahasa adalah agar anak didik dapat menyimak pembicaraan orang lain dengan benar, dapat mengungkapkan gagasan, bertanya, menolak pendapat, memperoleh informasi

(7)

dari membaca dan menulis berbagai keperluan untuk orang lain yang dipusatkan pada kebenaran struktur bahasa / tata bahasa, tetapi pada kesesuaian fungsi komunikasi. Artinya, dalam kegiatan berkomunikasi, baik secara lisan maupun tulisan perlu memperhatikan faktor-faktor seperti dengan siapa berkomunikasi, di mana, dalam situasi apa. Dengan kata lain guru hendaknya dapat menyajikan materi pengajaran bahasa yang komunikatif dan pragmatif.

Dapat disimpulkan bahwa tahapan perkembangan berbicara menurut Vgotsky, pada dasarnya anak telah melewai tahap perkembangan berbicara sebelumnya. Hal tersebut anak akan mampu menyampaikan semua keinginannya dalam bentuk berkomunikasi sehari-hari akan mempengaruhi berhasilnya pada tahap selanjutnya. Hambatan-hambatan dalam berbicara Aminah (2006: 19), dinyatakan bahwa hambatan-hambatan seorang akan berbicara diantaranya sebagai berikut. Yaitu yang pertama Keberanian Percaya Diri, semua orang mampu berbicara dengan cara berbicara yang dapat diterima publik, kalau dia mempunyai rasa percaya diri dan sebuah ide yang mendidih dan membara di dalamnya. Cara mengembangkan rasa percaya diri adalah dengan mengerjakan hal yang mereka takutkan dan memperoleh satu catatan dari pengalaman orang-orang yang sukses. Hambatan berbicara dapat diatasi dengan adanya pemaksaan dan pelatihan yang dilakukan terus-menerus. Yang kedua Rasa Grogi atau Gugup, rasa grogi dan gugup biasanya dialami sebagian orang pada saat berbicara, terlebih berbicara di depan umum. Rasa grogi dan gugup dapat muncul karena ketidaksiapan dengan bahan pembicaraan. Yang ketiga Gejala-gejala Tertekan, gejala fisik ditunjukkan seperti detak jantung yang semakin cepat, lutut gemetar atau sulit berdiri dengan tenang di muka pendengar, suara yang bergemetar gelombang hawa panas atau perasaan akan pingsan, kesulitan untuk bernafas dan mata berair atau hidung berlendir. Yang kempat Gejala mental, gejala ini timbul seperti tidak menyadari mengulang kata, kalimat atau pesan dan ketidakmampuan, mengingat isi pembicaraan dan melupakan hal-hal penting.

METODE

Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan di TK Widya Sesana Desa Sangsit Kecamatan Sawan pada kelas B. Penentuan waktunya disesuaikan dengan kalender pendidikan di TK Widya Sesana Sangsit. Subjek penelitian ini adalah siswa kelompok B TK Widya Sesana Desa Sangsit Kecamatan Sawan yang berjumlah 9 orang dengan 5 orang siswa laki-laki dan 4 orang siswa perempuan. Siswa ini dipilih menjadi subjek penelitian mengingat di kelompok B TK Widya Sesana, ditemukan permasalahan- permasalahan seperti yang telah dipaparkan dalam latar belakang. Objek yang ditangani dalam penelitian ini adalah meningkatkan keteramplan berbicara pada siswa kelompok B TK Widya Sesana Sangsit.

Penelitian ini tergolong Penelitian Tindakan Kelas ( PTK ). Agung (2010:2) menyatakan “ PTK sebagai bentuk penelitian yang bersifat reflektif dengan melakukan tindakan-tindakan tertentu agar dapat memperbaiki dan atau meningkatkan praktek-praktek pembelajaran di kelas secara lebih profesional”. Rencana tindakan adalah perencanaan yang dilakukan untuk memperbaiki, meningkatkan proses pemblajaran. Kegiatan yang dilakaukan pada rencana tindakan ini yaitu yang pertama, menyamakan persepsi dengan metode dan media yang akan digunakan, yang kedua menyusun rencana kegiatan harian (RKH), yang ketiga, menyiapkan alat dan bahan yang akan dipakai dalam kegiatan pembelajaran, yang keempat mengatur posisi anak dalam melaksanakan kegiatan, yang kelima menyiapkan instrumen penilaian. Pelaksanaan tindakan merupakan upaya yang dilakukan oleh guru/peneliti untuk melakukan perbaikan atau peningkatan yang diinginkan. Kegiatan yang dilakukan pada rancangan pelaksanaan ini adalah melaksanakan proses pembelajaran sesuai dengan rencana kegiatan harian (RKH) yang telah dipersiapkan.

Setelah data yang diperlukan dalam penelitian ini terkumpul, maka dilakukan analisis data. Dalam menganalisis data ini digunakan metode analisis statistik deskriptif dan metode analisis deskriptif kuantitatif.

Dalam hubungan ini Agung, (2010: 76) dinyatakan bahwa: metode analisis deskriptif

(8)

Mo = 8 M = 9,33 Md = 9

kuantitatif adalah cara pengolahan data yang dilakukan dengan jalan menerapkan teknik dan rumus-rumus statistik deskriptif seperti frekwensi, grafik, angka rata-rata (Mean), median (Me), dan modus (Mo) untuk menggambarkan keadaan suatu objek tertentu sehingga diperoleh kesimpulan umum. Dalam penerapan metode analisis statistik deskriptif ini, data yang diperoleh dari hasil penelitian dianalisis dan disajikan ke dalam: a) tabel distribusi frekuensi, b) menghitung angka rata-rata (mean), c) menghitung median, d) menghitung modus, e) menyajikan data ke dalam grafik polygon.

Dalam pengantar metodologi penelitian dinyatakan bahwa "Metode analis deskriptif kuantitatif adalah suatu cara pengolahan data yang dilakukan dengan jalan menyusun secara sistematis dalam bentuk angka-angka dan atau persentase mengenai keadaan suatu objek yang diteliti sehingga diperoleh kesimpulan umum" (Agung, 2011: 67).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian dilaksanakan pada siswa kelompok B TK Widya Sesana Sangsit dengan jumlah siswa 9 orang. Penelitian ini dilaksanakan dalam dua siklus dimana siklus I terdiri dari 6 kali pertemuan, yaitu 6 kali pertemuan untuk pembelajaran dan pelaksanaan evaluasi dilakukan pada siklus akhir pertemuan keenam. Sedangkan pada siklus II terdiri 4 kali pertemuan, yaitu 4 kali pertemuan untuk pembelajaran dan pelaksanaan evaluasi dilakukan pada siklus akhir pertemuan keempat.

Data hasil belajar anak pada keterampilan berbicaranya disajikan dalam bentuk grafik polygon. Dari hasil observasi yang dilaksanakan pada saat penerapan metode bercerita anak menggunakan media gambar dengan menggunakan lima indikator, dan masing-masing indikator yang muncul dalam pembelajaran akan diberi skor. Data yang didapat disajikan kedalam grafik polygon pada hasil belajar anak pada siklus I dapat digambarkan menjadi grafik sebagai berikut.

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

Berdasarkan perhitungan dari grafik di atas terlihat Mo < Md < M (8 < 9 < 9,33), sehingga dapat disimpulkan bahwa sebaran data hasil belajar kemampuan berbicara pada anak kelompok B semester II TK Widya Sesana Sangsit pada siklus I dapat diinterpretasikan cendrung rendah. Dari hasil pengamatan dan temuan penulis selama pelaksanaan tindakan pada siklus I terdapat beberapa masalah yang menyebabkan hasil belajar anak masih berada pada kreteria rendah, maka masih perlu ditingkatkan pada siklus II.

Adapun kendala-kendala yang dihadapi peneliti saat penerapan siklus I antara lain yaitu yang pertama anak masih kurang pokus dalam kegiatan, proses pembelajaran dengan demonstrasi, bercerita, pemberian tugas yang peneliti lakukan atau berikan, serta ada beberapa anak yang tidak merespon kegiatan pembelajaran yang sedang berlangsung, yang kedua beberapa anak saja merespon apa yang diperintah peneliti, bahkan ada anak yang tidak mau sama sekali melakukan kegiatan yang diperintahkan peneliti

Adapun solusi yang bisa dilakukan untuk mengatasi kendala-kendala di atas adalah sebagai berikut, yang pertama mensosialisasikan kembali demonstrasi yang ingin dilakukan, diberikan dan menyusun rancangan kegiatan pembelajaran yang menyenangkan dan tidak membosankan seperti pertemuan yang lalu agar anak akan lebih terbiasa dalam mengikuti pembelajaran mengasikkan dan menyenangkan, yang

(9)

M = 12,33 Md = 13 Mo = 13

kedua senangkan hati anak supaya minat anak tumbuh dengan sendirinya, dengan menyenangkan hati anak secara otomatis motivasi, dorongan hati anak semakin kuat ingin melakukan kegiatan yang diberikan sebelumnya, agar apa yang peneliti harapkan tercapai.

Siklus II dilaksanakan selama empat kali pertemuan, yaitu empat kali pertemuan untuk pembelajaran dan pelaksanaan evaluasi dilakukan pada siklus akhir pertemuan keempat. Pertemuan pertama sampai dengan pertemuan keempat pada siklus II yaitu menerapkan RKH dan lembar evaluasi..

Data hasil belajar perkembangan bahasa yang diperoleh oleh anak disajikan dalam bentuk grafik polygon pada siklus II dapat digambarkan menjadi grafik polygon sebagai berikut.

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16

Berdasarkan perhitungan dari grafik polygon di atas terlihat M < Md = Mo (12,22

< 13,00 = 13), sehingga dapat disimpulkan bahwa sebaran data kemampuan berbicara pada anak TK Widya Sesana Sangsit pada siklus II dapat diintepretasikan cendrung tinggi. Adapun temuan-temuan yang diperoleh selama tindakan pelaksanaan siklus II adalah yang pertama secara garis besar proses pembelajaran dapat berjalan sesuai dengan rencana kegiatan harian yang direncanakan oleh peneliti, sehingga hasil belajar yang diharapkan dapat tercapai dengan memuaskan, yang kedua anak yang awal kemampuannya bercerita berbantuan media buku cerita bergambar kurang dalam proses pembelajaran menjadi baik, dan yang

ketiga peneliti dalam hal ini berperan sebagai guru yang memberi motivasi pada anak apabila ada anak yang belum bisa berperilaku moral sesuai dengan yang diharapkan

Secara umum proses pembelajaran dengan penerapan media menggunakan buku cerita bergambar untuk meningkatkan keterampilan berbicara anak sudah berjalan dengan baik, hal ini terlihat dari adanya peningkatan rata-rata prsentase (M%) hasil belajar dari siklus I ke siklus II, sehingga peneliti memandang penelitian ini cukup sampai di siklus II dan tidak dilanjutkan ke siklus berikutnya.

Berdasarkan hasil analisis memberikan gambaran bahwa dengan penerapan media dengan berbantuan buku cerita bergambar untuk meningkatkan keterampilan berbicara anak diperoleh rata-rata hasil belajar kemampuan berbicara anak pada siklus I sebesar 62,22% dan rata-rata hasil belajar anak pada siklus II sebesar 80,00%. Ini menunjukan adanya peningkatan rata-rata persentase hasil belajar anak dari siklus I ke siklus II sebesar 17,78%.

Keberhasilan dalam penelitian ini menunjukan bahawa penerapan media buku cerita bergambar untuk meningkatkan keterampila berbicara anak ternyata sangat efektif untuk meningkatkan hasil belajar, dan oleh karenanya para guru sangat perlu menerapkan media buku cerita bergambar untuk meningkatkan keterampilan berbicara anak secara intensif dan berkelanjutan guna meningkatkan hasil belajar para anak didik.

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil analisis data sebagaimana disajikan di depan, maka dapat disimpulkan terjadi peningkatan perkembangan kemampuan berbicara anak setelah penerapan metode bercerita pada anak kelompok B semester II TK Widya Sesana Sangsit Tahun pelajaran 2013/2014.

Hal ini terlihat dari rata-rata persen kemampuan berbicara pada siklus I sebesar 62,22% yang berada pada kategori rendah, meningkat pada siklus II menjadi 80,00%

yang berada pada kategori tinggi. Dengan demikian terjadi peningkatan sebesar 17,78%

(10)

Berdasarkan simpulan di atas, dapat diajukan saran-saran sebagai berikut yang pertama kepada siswa diharapkan dapat meningkatkan kemampuannya dalam berdoa sebelum dan sesudah melaksanakan kegiatan setiap hari. Yang kedua kepada guru diharapkan mampu untuk meningkatkan kemampuan berbicara kepada anak didik, sebagai modelling, pigur dalam berdoa sebelum dan sesudah melaksanakan kegiatan baik di dalam maupun di luar kelas yang diharapkan bahkan lebih efektif, efisien dan sesuai dengan harapan semua pihak yang ada di sekolah. Yang ketiga kepada kepala sekolah diharapkan mampu memberikan suatu informasi mengenai metode bercerita yang dapat digunakan atau dilakukan oleh guru dalam proses pembelajaran terhadaap anak didiknya.

Sesudah melakukan kegiatan, sehingga berlangsung sacara efektif, efisien dan kontinyu setiap saat di sekolah. Yang keempat kepada peneliti lain, disarankan untuk mengadakan penelitian lebih lanjut sebagai penyempurnaan dari kemampuan berbicara dengan mengembangkan metode bercerita pada anak didik di TK Widya Sesana Sangsit.

DAFTAR RUJUKAN

Agung.A. A. Gede. 2010. Bahan Kuliah Statistika Deskriptif. Singaraja : Fakultas Ilmu Pendidikan Ganesha Singaraja.

…….., 2005. Metodologi Penelitian Pendidikan Suatu Pengantar.

Singaraja: FIP Undiksha Singaraja.

---, 2011. Metodologi Penelitian Pendidikan Suatu Pengantar.

Singaraja : Fakultas Ilmu Pendidikan Ganesha Singaraja.

…….., 2012. Metodologi Penelitian Pendidikan. Singaraja: FIP Undiksha Singaraja.

Anita, W. 2001. Strategi belajar-mengajar.

Jakarta : Universitas terbuka

Armai, Arief. 2002. Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam.

Jakarta: Intermasa.

Badru Zaman, 2008. Media dan Sumber Belajar TK. Jakarta : Universitas Terbuka

Dhieni, N, dkk. 2008. Metode Pengembangan Bahasa. Jakarta:

Universitas Terbuka.

Depdiknas (2006). Panduan Pengelolaan Taman Kanak - kanak. Jakarta : Badan Litbang Depdiknas

Djamarah, Bahri & Aswar Z. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Rineka.

---, 2006. Strategi Belajar Mengajar.

Jakarta : Rineka Cipta

Guntur Tarigan. 1993. Berbicara. Bandung : Angkasa.

Halim Malik. Pengertian Data. Analisis Data dan Cara Menganalisis Data Kualitatif. http://id.wikipedia.or/wiki/.

Penelitian Kualitatif (diakses Januari 2009).

Hamalik, Oemar (1986). Media Pendidikan.

Bandung : Alumni.

Hurlock, E. 1993. Perkembangan Anak.

Jakarta : Erlangga.

Koyan, I Wayan. 2009. Statistik Dasar Dan Lanjut (Teknik Analisis Data Kuantitatif). Singaraja: Program Studi Penelitian dan Evaluasi Pendidikan Pasca Sarjana Uneversitas Pendidikan Ganesha Singaraja.

Peraturan Mentri Pendidikan Nasional Republik Nasional Indonesia Nomor 58 Tahun 2009, tentang Standar Pendidikan Anak Usia Dini.

Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar Dan

(11)

Menengah Direktorat Pembina TK dan SD.

Sadiman, Arief S. dkk. 2008. Media Pendidikan. Pengertian

Pengembangan Dan

Pemanfaatannya. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Sriyono, dkk. 1992. Teknik Belajar Mengajar Dalam CBSA. Jakarta: Rineka Cipta.

Subana & Sunarti, 1998 Strategi Belajar Mengajar di Kelas. Yogyakarta : graha ilmu

Sujana N, 2008. Teknologi Pengajaran.

Bandung: Sinar Baru

Suyanto, Kasihani K.E.2007. Penelitian Tindak Kelas : Pengembangan Dan Ferleksi Dosen Dan Guru. Makalah Disajikan Pada Kegiatan Semlok PTK dan Inovasi Pembelajaran Yang Mendidik di SD Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Singaraja.

Referensi

Dokumen terkait

1) Pengembangan SDM yang memiliki daya dukung terhadap peningkatan kinerja. 2) Peningkatan mutu pendidikan sesuai ketentuan perundangan baru (BAN PT). 4) Peningkatan

Hubungan life form karang di perairan Pantai Blebak sendiri dengan kondisi lingkungannya dapat terlihat yaitu pada persebaran life form di suatu perairan sangatlah di

Ada pengaruh penyuluhan kesehatan tentang rokok terhadap keinginan merokok di masa depan pada siswa Madrasah Ibtidaiyah YAPPI Paliyan Gunungkidul, hal ini

Saya percaya dengan impian saya meskipun orang lain tidak dapat memahami semua itu. Ketika dihadapkan dengan pilihan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, maka saran yang dapat direkomendasikan kepada perusahaan diantaranya perusahaan sebaiknya tidak memasukkan biaya pembelian plastik packing,

Dengan ditetapkan status desa menjadi kelurahan sebagaimana dimaksud pada pasal 8, Kewenangan Desa sebagai satu kesatuian masyarakat umum yang berhak mengatur dan mengurus

Masing-masing kelompok yang terdiri dari 3 ekor mencit betina galur Swiss dengan berat antara 20-30 gram, umur 2-3 bulan yang telah dipuasakan selama 24 jam, diinjeksi dengan

Dari beberapa sampel tersebut dianggap sudah cukup mewakili populasi karena informasi yang didapat dan beberapa data yang ditulis dan dicatat terdiri dari jumlah