• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penelitian yang sejenis dengan yang dilakukan oleh peneliti. Penelitian terdahulu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penelitian yang sejenis dengan yang dilakukan oleh peneliti. Penelitian terdahulu"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

19 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Pembahasan pada bab II ini dimana peneliti akan memaparkan riset dari penelitian terdahulu dari aspek tori maupu konsep yang digunakan peneliti sebelumnya. Dalam penelitian terdahulu yang dijadikan seabagai rujukan adalah penelitian yang sejenis dengan yang dilakukan oleh peneliti. Penelitian terdahulu nantinya digunakan sebagai acuan mendasar dalam penyelesaian permasalahan berdasarkan sebuah teori yang digunakan maupun konsepnya. Tujuannya adalah agar peneliti mengetahui berbagai macam perbedaan penelitian yang dilakukan oleh peneliti sebelum-sebelumnya. Berikut beberapa penelitin terdahulu dari aspek teori dan konsep penelitian sebagai berikut :

2.1 Penelitian Terdahulu

Esti Haryanti Putri (2018 Putri, 2018) dalam penelitian ini membahas tentang pentingnya program peremajaan sarana transportasi umum di Kota malang.

Hal ini diatur dalam Peraturan Daerah Kota Malang No. 5 tahun 2011 yaitu tentang penyelenggaraan angkutan orang dijalan dengan kendaraan bermotor. Kebijakan yang diterapkan di Kota Malang adalah dilakukannya peremajaan angkutan umum dengan cara memperbaharui alat transportasi umum. Pada kenyataannya, masyarakat sering mengeluh mengenai kondisi angkutan umum yang sudah tidak layak pakai sehingga berpengaruh pada kenyamanan masyarakat. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Dalam hal ini teknik pengumpulan data adalah dengan observasi, wawancara, dan dokumentasi.

(2)

20 Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Sumber data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Teknik pengumpulan data dengan observasi, wawancara dan dokumentasi. Isntrumen penelitian yang digunakan yaitu penelitian sendiri, pedoman wawancara dan catatan lapangan. Metode analisis dayta yang diguakan adalah analisis medel interaktif oleh miles dan huberman (2007) Yaitu dengan cara mengumpulkan data, reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.

Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa peremajaan angkutan umum memiliki dampak positif, karena akan terciptanya keamanan, keselamatan, serta kenyamanan bagi masyarakat. Tidak dipungkiri bahwa hal ini memiliki dampak negatif juga bagi pemilik angkutan umum yaitu masalah ekonomi. Pemilik angkutan umum harus menyediakan biaya yang cukup banyak untuk mengganti alat transportasi mereka yang lebih layak. Penelitian ini berfokus pada efektivitas kebijakan peremajaan angkutan kota, efisiensi kebijakan peremajaan angkutan kota, kecukupan kebijakan peremajaan angkutan kota, respon masyarakat pada kebijakan peremajaan angkutan kota, dan ketepatan kebijakan peremajaan angkutan kota. Upaya peningkatan pelayanan publik juga menjadi fokus pembahasan dilihat dari faktor pendukung serta faktor penghambat.

Ratna Puspita Sari (2015) dalam hal ini membahas tentang kondisi penyelenggaraan angkutan umum di Kota Surabaya. Kebijakan tentang penyelenggaraan angkutan umum di Kota Surabaya belum efektif dan efisien. Dari seluruh jumlah angkutan umum di Surabaya, lebih dari 50% yang tidak memenuhi persyaratan layak jalan serta tidak sesuai dengan kebijakan yang telah dibuat sehingga berpengaruh pada tujuan penyelenggaraan angkutan umum di Surabaya

(3)

21 yang ingin menciptakan kondisi angkutan umum yang aman, nyaman, dan berkualitas.

Metode penelitian ini adalah kualitatif deskriptif. Adapun sumber data dari penelitian ini adalah data primer berupa dokumentasi dan wawancara dan data sekunder (buku, internet, dan jurnal). Selanjutnya, metode pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara, dan dokumentasi.

Hasil penelitian ini adalah adanya faktor yang menyebabkan penyelenggaraan angkutan umum di Kota Surabaya belum maksimal sebagai berikut :

1. Kecurangan marak terjadi di Kota Surabaya tentang jual beli surat izin trayek angkutan umum yang tidak dilaporkan pada Dinas Perhubungan.

2. Banyak pemilik angkutan umum menyelenggarakan angkutan umum mereka secara individu dan tidak sesuai dengan prosedur yang sudah ditetapkan.

3. Terjadinya penyimpangan pada saat Uji KIR, sehingga angkutan umum yang tidak layak tetap bisa beroperasi.

4. Kurangnya pengawasan sehingga masih banyak pengemudi yang menaikkan tarif harga yang tidak sesuai dengan ketentuan.

5. Masih menggunakan sistem setoran.

Nabila Ulfah Dewi (2017) Peneliti mengemukakan bahwa jumlah transportasi di Sulawesi Sealatan sudah didominasi oleh transportasi pribadi yang menyebabkan terjadinya kemacetan dijalan. Dampaknya ada pada kenyamanan masyarakat yang terganggu pada saat melakukan perjalanan sehingga penting untuk

(4)

22 dilakukan peningkatan pelayanan transportasi yang ada. Transportasi Bus Rapid Transit (BRT) Mamminasata merupakan salah satu pelayanan publik yang dilakukan oleh pemerintah untuk menekan angka transportasi pribadi di Sulawesi Selatan. Transpostasi ini merupakan transportasi umum yang berfokus pada keamanan, kenyamanan, dan kelancaran penumpang pada saat melakukan perjalanan. Pada dasarnya pelayanan ini dapat mengalihkan masyarakat untuk lebih menggunakan transportasi umum daripada transportasi pribadi.

Metode penelitian ini adalah kualitatif deskriptif yang berusaha menjelaskan upaya meningkatkan pelayanan publik dalam konteks transportasi umum. Untuk pengumpulan data diambil dari data primer (wawancara secara langsung dengan informan) dan data sekunder (buku, internet, jurnal).

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa upaya peningkatan pelayanan transportasi umum di Sulawesi Selatan sudah berjalan dengan baik meskipun belum cukup efektif. Ada banyak aspek yang masih harus diperhatikan diantaranya fasilitas penunjang seperti pembangunan halte, harus adanya kerjasama dengan instasi lain untuk mengatasi masalah kerugian pada saat pengoperasiannya, serta belum maksimalnya penyuluhan pada masyarakat tentang pentingnya beralih menggunakan transportasi umum daripada transportasi pribadi untuk mengurangi resiko kemacetan, polusi udara, serta mengurangi resiko kecelakaan dijalan.

Muhammad Royhyadi (2015) pada ini membahas tentang Peraturan Daerah Tanggerang No. 5 Tahun 2011 mengenai Retribusi Jasa Usaha yang berfokus pada Penarikan Retribusi di Terminal Balaraja yang dalam pelaksanaannya masih belum maksimal. Kondisi dilapangan pada kenyataannya masih tidak sesuai dengan isi Peraturan Daerah tersebut. Faktor internal yang mempengaruhi terjadinya hal

(5)

23 tersebut antara lain belum maksimalnya kerjasama antara Dinas Perhubungan, Petugas UPT Terminal, serta Petugas yang turun langsung dilapangan, kemudian kurangnya kompetensi petugas dalam melaksanakan tugasnya, kurangnya jumlah petugas di lapangan.

Faktor eksternal juga menjadi sorotan seperti belum maksimalnya penggunaan fasilitas sarana dan prasarana di Terminal Balaraja, pelaksanaan sosialisasi yang tidak dilakukan secara rutin sehingga petugas dan supir angkutan umum kurang mengerti apa saja hak dan kewajiban yang harus dilakukan di Terminal. Metode penelitian ini memanfaatkan data kualitatif dan dijabarkan secara deskriptif dengan menganalisis kejadian, fenomena, dan keadaan secara sosial.

Pengolahan data dilakukan dengan beberapa tahap : Klasifikasi data, reduksi data, dan editing data.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa perlu dibahas lagi tentang Peraturan Daerah Tangerang No. 5 Tahun 2011 tentang Retribusi Jasa Usaha, utamanya pada penarikan retribusi di Terminal Balaraja karena pada dasarnya isi Peraturan Daerah tersebut berbeda dengan yang terjadi langsung dilapangan. Pihak Dinas Perhubungan serta Kepolisian harus bekerja sama untuk lebih memperhatikan berjalannya Peraturan Daerah tersebut secara optimal.

Herbowo Widiantoro (2014) Penelitian ini mengemukakan hasil evaluasi pelaksanaan kebijakan Trans Jogja, Faktor pendukung dan faktor penghambat dalam pelaksanaan moda transportasi massal Trans Jogja di daerah Istimewa Yogyakartan(DIY).

Desain Penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Subjek penelitian adalah Staff UPTD Trans Jogja Dinas Perhubungan DIY, Staff PT. Jogja Tugu Trans, awak

(6)

24 bus serta masyarakat pengguna jasa Trans Jogja. Instrumen atau alat pengumpulan data menggunakan teknik wawancara, observasi dan dokumentasi. Pemeriksaan keabsahan data menggunakan teknik triangulasi sumber. Analisis data yang digunakan bermodel analisis interaktif.

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa evaluasi pelaksanaan kebijakan moda transportasi massal Trans Jogja sudah berhasil direalisasikan. Akan tetapi masih ada kekurangan yang terjadi seperti problematika internal yang rumit, kesepahaman kerja sama dan saknsi yang ditegakkan. Evaluasi kebijakan yang diharapkan menjadi jalan keluar dari permasalahan yang terjadi. Dinas Perhubungan (DISHUB) DIY khususnya unit pelaksanaan teknis daerah Trans Joga memiliki peranan penting dalam keberlanjutan pelaksanaan moda transportasi massal trans jogja sesuai dengan Undang-undang No 22 tahun 2009 tetang lalulintas angkutan jalan.

2.2 Kajian Teori

Landasan teori merupakan salah satu bagian penting untuk menuntaskan sebuah penelitian. Kerangka teori menjadi bahan atau pisau analisis terhadap suatu kondisi yang sedang diteliti. Peneliti menggunakan suatu teori yang dianggap relevan bagi penelitiannya untuk menunjang hasil yang akan dicapai dari penelitian tersebut. Dalam hal ini peneliti menggunakan teori maupun konsep “Evaluasi Kebijakan” sebagai suatu landasan teori yang relevan dan memiliki kesistematisan dengan konteks penelitian ini pada Dinas Perhubungan dalam merancang sarana transportasi umum di Kota Balikpapan.

(7)

25 2.2.1 Evaluasi Kebijakan William Dunn

Pada akhirnya laporan penelitian ini akan membahas mengenai Tahap-Tahap dalam Proses Kebijakan dengan berfokus pada Tahap Evaluasi Kebijakan. Evaluasi kebijakan adalah tahapan yang paling penting dalam sebuah proses kebijakan, tanpa ada evaluasi suatu kebijakan itu tidak akan ada nilainya karena di dalamnya evaluasi berusaha memberikan nilai dari suatu kebijakan yang telah diimplementasikan dan kita juga bisa mengetahui seberapa jauh para birokrat yang berperan dan memiliki wewenang di dalamnya mampu bekerja dengan baik dan hasil akhir dari evaluasi nantinya kita juga akan tahu tercapaikah indikator keberhasilan dalam suatu program serta dampak yang dihasilkan dari adanya program tersebut entah dampak positif juga dampak negatif juga perlu diketahui.

Penelitian ini akan membahas mengenai tahapan proses kebijakan pada Evaluasi Kebijakan, dengan berpacu pada teori atau konsep Evaluasi Kebijakan milik William Dunn. Nantinya peneliti akan mengevaluasi proses implementasi kebijakan karena menurut Dunn tahapan evaluasi ialah usaha dalam menilai kebijakan hingga hasilnya, sehingga sumber dari evaluasi tersebut ada pada proses implementasinyaatau saat proses kinerja kebijakan dan evaluasi dampak kebijakan program untuk mengetahui faktor pendukung hingga penghambat; memberikan masukan (input) guna kebijakan yang akan datang.

(8)

26 Untuk itu, William Dunn dalam menilai keberhasilan sebuah kebijakan publik melalui proses evaluasi tersebut menurutnya perlu mempertimbangkan beberapa indikator, William Dunn mengembangkan 5 (lima) indikator atau kriteria dalam evaluasi kebijakan (Dunn 2003) yaitu :

No Kriteria Pertanyaan Ilustrasi

1 Efektifitas Apakah hasil yang diinginkan sudah tercapai?

Unit Pelayanan

2 Efesiensi Seberapa banyak usaha yang diperlukan untuk mencapai tujuan yang diinginkan?

Unit Biaya, Manfaat Bersih, Rasio cost- benefit

3 Kecukupan seberapa jauh pencapaian hasil yang diinginkan dalam

memecahkan masalah?

Biaya tetap Efektivitas tetap

4 Perataan Apakah biaya dan manfaat didistribusikan merata pada kelompok yang berbeda?

Kriteria Pareto, Kriteria Kaldor- Hicks, Kriteria Rawls

5 Responsivitas Apakah hasil kebijakan memuaskan kebutuhan mereka?

Konsistensi dengan survai warga negara

6 Ketepatan Apakah hasil (tujuan) yang diinginkan benar-benar berguna atau bernilai?

Program publik harus merata dan efisien

Tabel 1

Sumber : William Dunn (2003)

(9)

27 Dari tabel di atas dapat dijabarkan mengapa evaluasi itu penting dilakukan, berikut sedikit argument yang ditemukan :

1. Dalam evaluasi kebijakan nanti tujuan utamanya adalah mengukur sejauh mana nilai tujuan dan sasaran yang telah dicapai. Lebih pada alternatif yang digunakan untuk mencapai hasil.

2. Efisiensi dalam kriteria Dunn dimaksudkan untuk menseleksi alternatif yang digunakan tersebut didasarkan pada pertimbangan biaya.

3. Dalam konteks evaluasi kebijakan, kecukupan menurut Dunn ialah kriteria yang digunakan untuk mengetahui seberapa kebijakan tersebut dapat dirasakan (memenuhi tingkat kebutuhan) dan dapat memecahkan masalah.

4. Kebijakan publik di dalamnya terdapat sasaran penerima program, dalam konteks kriteria pemerataan diartikan bahwsannya lapisan masyar akat sasaran penerima program harus sama-sama rata merasakan manfaat dan dampak dari sebuah kebijakan tersebut.

5. Untuk mengukur kebijakan publik, salah satu kriteria yang dibutuhkan adalah respon dari sasaran penerima program, yang merupakan sebuah tanggapan (misal kepuasan) untuk pemerintah dalam menyelesaikan permasalahan publik yang terjadi di masyarakat.

6. Kriteria ketepatan digunakan untuk memberikan penilaian suatu tujuan dalam memecahkan masalah kebijakan publik dengan mengukur bahwasannya program kebijakan itu harus merata dan efisien berdasarkan tujuan kebijakan publik.

(10)

28 Untuk mengukur evaluasi sebuah program dengan menggunakan Teori Evaluasi William Dunn, beberapa kriteria di atas dapat disesuaikan kembali sesuai dengan keadaan di lapangan.

2.2.2 Tahapan Kebijakan

Menurut Nugroho Kebijakan merupakan suatu pengambilan keputusan yang memang sengaja dibuat oleh suatu lembaga pemerintahan maupun organisasi yang memiliki sifat mengikat para pihak yang berada pada posisi lembaga tersebut. Kata kebijakan dapat diartikan sebagai sauatu definisi yang memiliki beragam paradigma. Dengan demikian istilah kata ini menjadi suatu definisi yang berkaitan dengan urusan pemerintahan atau administrasi pemerintahan (Nugrho 2014).

Secara orientasi, kebijakan yang telah direncanakan maupun dihasilkan sekirannya mampu memberikan prubahan dan perbaikan pada tatanan ekonomi maupun struktur sosial. Kebijakan merupakan suatu prodak kesepakatan antara legislative dengan eksekutif. Hoferbert memberikan pengertian ebijakan sebagai hasil keputusan bersama yang diambil oleh actor-aktor tertentu untuk tujuan dan kepentingan publik.

Dalam hal ini maka klasifikasi kebijakan dapat dipahami sebagai dua aspek yaitu dalam aspek perumusan, redaksi suatu kebijakan serta orientasinya yang hendak ingin dicapai. Dan kedua adalah melihat dari prospek kerja yang mampu membeberkan hasil yang bersifat sementara maupun hasil kebijakan yang sudah bersifat final.

Garis besar kebijakan public menekankan pada apa yang telah dilakukan oleh actor kebijakan (Winarno, 2004). Sifat kebijakan publik

(11)

29 sebagai arah dan tindakan dapat dipahami menjadi beberapa kategori seperti kebijakan maupun putusan kebijakan, pernyataan kebijakan dan hasil kebijakan serta dampak kebijkana. Dengan demikian posisi kebijakan menempati posisi yang signifikan serta mampu memberikan dampak dan perubahan terhadap subjek maupun objek dari kebijakan tersebut.

Tahapan kebijakan merupakan suatu proses pembuata kebijakan yang sangat kompleks serta adanya keterlibatan maupun variable yang harus dikaji oleh setiap actor pembuat kebijakan. Pengkajian kebijakan publik membagikan kebijkan melalui berbagai proses-proses penyusunan kebijakan dalam beberapa tahap. Tahap kebijkana public yang telah diklasifikasikan oleh William Dunn adalah sebagai berikut :

a. Tahap Penyusunan Agenda. Tahap penyusunan ini

merupakan tahap awal pentabulasian permasalaha yang pada nantinya menjadi subjek maupun objek dari kebijakan yag telah dibuat.dengan demikian tahapan penysunan akan merumuskan beragam persoalan maupun masalah yang sedang terjadi untuk menentukan dan memberikan solusi.

b. Tahap Formulasi Kebijakan. Formulasi kebijakan merupakan

tahap pasca pentabuasian permasalahan di tahap awal. Hal ini akan memasuki tahap pembahasan oleh aktor pembuat kebijakan. Pasca pengidentivikasin permasalah, hal yang dilakukan pada tahap ini adalah perumusan kebijakan

(12)

30 masing-masing sebagai sebuah alternative yang telah dipilih dalam perumusannya.

c. Tahap Adopsi Kebijakan. Adposi kebijakan merupakan

alternative kebijakan yang ditawarkan oleh pembuat kebijakan yang mana nantinya dari salah satu alternative kebijakan tersebut akan diadopsi setelah melewati tahap tindak lanjut dari kebijakandan mendapatkan mayoritas dukungan legislatif.

d. Tahap Implementasi Kebijakan. Implementasi kebijakan

merupakan tahap dimana pelaksanaan kegiatan dalam agenda dan program kebijakan yang dicanangkan untuk memberikan perubahan pada tatanan sosial maupun ekonomi.

Pengimplementasian kebijakan yang diambil oleh pemerintah harus menadaptkan dukungan dari aktor pengambil dan pelaksanaan kebijakan.

e. Tahap Evaluasi Kebijakan. Evaluasi kebijakan merupakan

kebijakan yang telah dilaksanakan lalu mendapatan perbaikan setelah melewati tahap pelaksanaan dan pengambaran kondisi dalam merai dampak yang diinginkan.

Oleh karenanya, tahap evaluasi kebijakan mampu memperbaiki beragam kekurangan yang terjadi selam masa pengimplementasian kebijakan secara bertahap sehingga mampu mencapai tujuan serta perubahan yang dituju.

(13)

31 Dilihat dari uraian di atas mengenai tahapan pembuatan kebijakan publik, maka dapat dimengerti bahwa evaluasi kebijakan memegang peranan penting dalam tahapan kebijakan publik. Mengingat banyaknya masalah-masalah yang ada dalam vmasyarakat tentunya juga membutuhkan pemecahan masalah yang tepat dan sesuai untuk kondisi masyarakat yang ada.

2.2.3 Evaluasi Kebijakan

Evaluasi merupakan suatu penilaian yang sistematis yang mencakupi dalam penilaian, atribut, apresiasi, dan hasil pentabulasian permasalahan sejak berlangsunya sebuah program. Adanya bentuk pemberian solusi pada sebuah program yang ditemukan sejak kali pertamanya dilaksanakan menjadi bagian dari pemerbaikan atau bagian dari evaluasi (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan 2002)

Selain itu evaluasi kebijakan biasanya ditujukan pada sebuah penilaian sejauh mana efektivitas kebijakan publik dapat dipertanggungjawabkan kepada konstituennya dan untuk memberikan penilaian pada penerapan dalam tujuan yang akan dicapai. Menrut Nurdi (2017) secara tujuan pokok dalam evaluasi dalah sebagai salah satu bentuk untuk pemberian perbaikan seberapa besar pencapaian dan harapan pada suatu kebijakan public. Dengan demikian evaluasi kebijakan harus dipahami sebagai sesuatu yang bersifat posistif. Evaluasi kebijakan memiliki orientasi untuk mencari kekurangan dan kelemahan serta menutupi beragam kekurangan.

(14)

32 Adapun dalam evaluasi kebijakan terdapat beberapa ciri khusus dalam proses evaluasi itu sendiri (Nugroho 2014). Ciri evaluasi kebijakan publik adalah sebagai berikut :

a. Tujuannya menemukan hal-hal strategis untuk mengingkatkan kinerja kebijakan.

b. Evaluator mampu mengambil kebijakan dari pembuat kebijakan, pelaksanaan kebijakan.

c. Prosedur dapat dipertaggungjawabkan secara metodeologis.

d. Dilaksanakan tidak dalam suasana permusuhan atau kebencian.

e. Mencakup rumusan, implementasi dan kinerja kebijakan.

Evaluasi kebijakan dalam paradigma Wiliam, N. Dunn merupakan sebuah istilahyang disamakan dengan penaksiran, pembagian kerja, dan penilaian. Evaluasi berkenaan dengan bagaimana sebuah nilai dapat menghasilkan informasi yang dapat dipertanggungjawabkan, valid dan manfaat hasil dari kebijakan tersebut. Evaluasi dapat memberikan informasi yang dapat dipercaya mengenai kebijakan yaitu seberapa valid kebutuhan, nilai dan kesempatan yang telah mampu diraih melalui tindakan dari kebijakan publik yang dapat memberikan sumbangsi pada klarifikasi dan kritik terhadap nilai-nilai yang mendasari pemilihan tujuan dan target.

Evaluasi kebijakan harus mampu memberikan resolusi pada aplikasi metode analisis kebijakan yang telah dijalankan. Dalam hal ini yang berkenaan dengan keseluruhan proses kebijakan, evaluasi lebih berkenan dengan kinerja dari kebijakan khususnya pada proses

(15)

33 pengimplementasiannya (Nugroho 2014). Orientasi evaluasi sangat dibutuhkan guna mencapai dan menemukan titik problem maupun permasalahan selama masa pengimplementasian kebijakan dan menemukan resolusi untuk mencapai kebijakan yang lebih baik lagi.

Evaluasi implementasi kebijakan dapat diklasifikasikan menjadi tiga bagian menurut waktunya yaitu Pada saat sebelum dilaksanakan, saat dilaksanakan dan pasca pelaksanaan. Evaluasi pada waktu pelaksanaan biasanya disebut sebagai evaluasi proses, sedangkan evaluasi yang dilakukan pasca pelaksanaan disebut evaluasi konsekwensi kebijakan atau evaluasi pngaruh kebijakan. Selain itu juga evaluasi pasca pelaksanaan juga dapat disebut sebagai evaluasi sumatif (Nugroho 2014).

2.2.4 Menejemen Angkutan Umum

Angkutan umum merupakan salah satu dari sekian banyaknya sarana trasnportasi angkutan masal. Transportasi merupakan aktivitas berpindahnya manusia dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan berupa mesin, tenaga manusia maupun hewan. Adanya perpindahan ini dikarenakan banyaknya kebutuhan manusia dan adanya interaksi dalam ruang lingkup sosial. Menurut Morlok dalam Adjisasmita (2011) Transportasi merupakan aktivitas memindahkan atau mengangkat sesuatu dari satu tempat ke tempat lain. Transportasi juga bias diartikan sebagai suatu usaha pemindahan menggunakan suatu alat tertentu.

Menurut Warpani Angkutan umum merupakan suatu sarana kendaraan atau moda transportasi yang bertujuan untuk mengangkut

(16)

34 orang maupun barang dari satu tempat ke tujuan lainnya dengan menggunakan bayaran atau upah (Adjisasmita, 2011). Dalam hal ini angkutan umum menjadi hal yang signifikan dalam memberikan bantuan pada kehidupan manusia. Selain itu juga angkuta umum berfungsi sebagai salah satu tonggak dalam meningkatkan ekonomi. Maka dari itu, perlu adanya penataan terhadap transportasi dalam suatu wilayah.

Secara paradigmatik, angkutan umum juga dapat didefinisikan sebagai sebuah sarana tempat tujuan dan pemberhentian pada sebuah lokasi yang mana penumpangnya dapat naik dan turun ke angkutan umum, juga lokasi yang mana angkutan umum dapat berhenti untuk menarik dan menurunkan penumpang. Kebijakan oprasional angkutan umum berhenti dipengaruhi oleh dua faktor yaitu (Adjisasmita, 2011) : 7. Level Of Travel Demand. Dalam artian bahwa banyaknya pergerakan penumpang yang perlu diantisipasi oleh oprasional angkutan umum pada lintasan dan rutenya.

8. Jarak Berjalan Kaki yang Masih Ditolerir. Dalam artian bahwa jarak berjlanan kaki yang masih dapat ditolerir yaitu jarak yang masih dianggap nyaman dari tempat calon penunmpang ke perhentian yang terdekat.

Menurut Warpani (Adjisasmita, 2011) sebuah kota yang memiliki lebih dari 1 Juta jiwa seharusnya sudah memiliki sarana transportasi angkutan umum penumpang maupun angkutan umum masal. Dalam hal ini Angkutan masal terbagi menjadi dua yaitu sebagai Paratransit dan Masstransit. Paratransit merupakan angkutan umum yang melayani

(17)

35 penumpang dengan memiliki ciri tarif dan lintasan rute yang dapat disesuaikan dengan keinginan pengguna jasa. Paratransit pada umumnya memiliki trayek sendiri dan jadwal yang telah ditetapkan. Sebagai contoh adalah travel maupun taksi.

Masstransit merupakan angkutan umum yang menyediakan jasa angkutan untuk mengangkut banyaknya penumpang dengan menggunakan trayek pada suatu lokasi. Selain itu juga Masstransit memiliki jadwal yang tetap serta bayran upah maupun tarif pada sebuah perjalanan dari satu titik menuju titik selanjutnya dengan tetap (Adjisasmita, 2011). Perubahan tariff akan terjadi dengan mempertimbangkan kondisi serta kebutuhan khsusu maupun adanya penambahan fasilitas. Dalam hal ini yang menjadi contoh adalah transportasi Bus.

Guna mencapai program layanan transportasi maka hendaknya instansi yang berkaitan dengan transportasi mampu mengatur, mengelola dan memenejemen bagaimana transportasi bekerja setiap saatnya. Dalam hal ini, manajemen transportasi merupakan hal yang signifikan dalam pengaturan moda transportasi pada sebuah kota maupun wilayah.

Pemaknaan menejemen transportasi dapat diartikan sebagai sebuah kegiatan yang dilaksanakan oleh bagian transportasi atau unit dalam organisasi industry dalam organisasi industry atau perdagangan jasa lainnya untuk memindahkan atau mengangkut barang atau penumpang dari satu lokasi ke lokasi lain secara efektif dan efisien (Musawa, 2009)

Menurut Abbas Salim dalam Musawa (2009), manajemen transportasi dapat diklasifikasikan menjadi 2 yaitu menejemen pemasaran

(18)

36 dan penjualan jasa angkutan. Sekla pembagian fungsi kerjanya adalah, manejemen pemasaran bertugas dan berfungsi sebaga penanggung jawab untuk pengusahaan dan pengoprasian dalam bidang pengangkutan barang ataupun manusia dari satu lokasi ke lokasi lainya. Sedangkan manejemen lalulintas angkutan umum memiliki peranan dan fungsi serta tangguung jawab untuk menyediakan jasa-jasa angkutan umum yang mengangkut muatan, alat angkut, dan segala bentuk pembiayaan untuk oprasional kendaraan.

Menurut Ketut Dewi Martha Erli dalam manajemen transportasi angkutan umum maka terdapat beberapa langkah signifikan untuk menciptkan sistem manajemen angkutan umum. Langkah-langkah strategis dalam melakukan menejerialisasi transportasi adalah sebaga berikut (Erli, 2019) :

a. Pelayanan angkutan Umum : pelayanan angkutan umum ini dapat dimaknai sebagai penyediaan transportasi angkutan wilayah perkotaan menjadi prioritas dalam manajemen transportasi angkutan umumdi perkotaan. Selain itu sarana dan prasarana fasilitas dalam penyediaan ini terdapat beberapa faktor pendukung berupa Faktor Fisik, Faktor Alam dan Faktor Sosial.

Adapun pertimbangan aspek pendukung dalam pelayanan berupa kenyamanan, keamanan, keselamatan, kesetaraan, keterjangkauan, keandalan, kecepatan dan fekwensi.

b. Rute dan Jaringan Trayek : setelah penyediaan fasilitas, maka penyediaan teretorial transportasi berupa rute dan trayek menjadi

(19)

37 bagian dari pelayanan fasilitas saran dan prasarana. Melihat bahwa transportasi jenis angkutan umum termasuk kedalam kategori transportasi yang memiliki rute dan ruangan yang tetap.

Untuk menunjang penyediaan rute jaringan trayek maka ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan berupa a) pelayanan angkutan umum diusahakan mampu menyediakan akses bilitas yang baik. b) rute angkutan umum yang baik adalah rute yang mengikuti pola pergerakan penumpang angkutan sehingga menciptakan pergeseran yang lebih efisien.

c. Penentuan Jumlah Armada Angkutan Umum : dasar perhitungan dalam mempersiapkan armada angkutan umum adalah faktor muat merupakan perbandingan kapasitas terjual dan kapasitas tersedia untuk satu perjalanan yang biasanya dinyatakan dalam persenan. Selain itu kapasitas merupakan daya muat pada setiap kendaraan transportasi.

d. Penjadwalan Angkutan Umum : dasar penentuan jadwal angkutan umum penumang mempertimbangkan beberapa aspek yakni Waktu Antara (headway) Jumlah Armada dan Jam Perjalanan dari/ke asal/ tujuan serta waktu singgah pada tempat- tempat pemberhentian.

e. Tarif/Biaya Transportasi Angkutan Umum : penentuan tariff angkutan umum ditentukan berdasarkan tariff pokok berupa biaya produksi yang menghasilkan jasa angkutan dan jarak

(20)

38 kilometer dalam rata-rata perjalanan serta adanya tambahan 10 % sebagai keuntungan jasa perusahaan.

2.2.5 Program Sarana Transportasi

Untuk mengembangkan dan mewujudkan sistem transportasi sangat diperlukanberagam kebijakan dan perencanaan yang tepat dalam menunjang berjalannya sistem transportasi angkutan umum. Penetapan kebijakan transportasi dapat dilaksanakan perencanaan yang baik dan perlu didujukng oleh sejumlah informasi diantaranya adalah pola pemerintahan perjalanan an pendekatan Bottom Up, sehingga kebijakan yang dibuat benar-benar relevan dan sesuai kebutuhan daerah.

Sistem kebijakan pada Sistranas salah satunya disebutkan bahwa perlu adanya peningkatan kapasitas dan kualitas pelayanan (Novianti 2010).

Peningkatan ini adalah sebagai berikut :

1. Meningkatkan kualitas jasa transportasi meliputi selamat, aksesibikitas tinggi, terpadu, kapasitas mencukupi, teratur, lancer, cepat dan mudah.

Selain itu juga efisiensi waktu, tepat waktu, nyaman, tariff terjangkau, tertib, aman, polusi rendah, dan efisien. Keutamaan ini harus ada pada transportasi angkutan umum.

2. Menyempurnakan bagian informasi untuk kelancaran transportasi khususnya di bandara, pelabuhan dan terminal.

3. Meningkatkan layanan transportasi internasional dalam rangka mengantisipasi perkembangan globalisasi khususnya untuk mendapatkan akses ke jaringan perdagangan internasional.

(21)

39 Proses perencanaan strategi peningkatan sarana transportasi menempati posisi yang signifikan guna terwujudnya transportasi yang aman, nyaman, tertib, dan lancar (Dinas Perhubungan, 2015). Dengan demikian bahwa peningkatan pelayanan yang menjadi tanggung jawab DISHUB bertanggung jawab dalam mewujudkan transportasi pelayanan prima, sistem transportasi yang kondusif dan adanya pemberdayaan masyarakat dalam pemakaian jasa transportasi (Dinas Perhubungan, 2015).

Dalam mewujudkan sarana transportasi yang ideal, Strategi yang dilakukan dinas perhubungan dalam mengurai permasalahan serta adanya kebijakan dan program kerja selama masa pengimplementasian program mencakup sebagai berikut (Dinas Perhubungan, 2015) :

1. Perlu adanya pelayanan dalam meningkatkan keamanan, kenyamanan, kelancaran lalu lintas angkutan jalan. Selain itu kebijakan yang digagas dalam programnya berupa Program pembangunan prasarana dan fasilitas perhubungan, program rehabilitasi dan pemeliharaan prsarana dan fasilitas LLAJ,Program pengendalian dan pengamanan lalulintas, dan program peningkatan pelayanan angkutan.

2. Adanya bentuk kesiagaan dalam pelayanan dan pengantisipasian kecelakaan. Bentuk pengantisipasian ini tertuang dalam kebijakan sebagai suatu Program pengadaan sarana dan prasarana pada lokasi- lokasi yang rawan kecelakaan serta adanya sosialisasi tentang pencegahan kecelakaan.

Program penyediaan sarana transportasi seperti penjelasan yang diatas merupakan sebuah program yang idela dalam menciptakan pelayanan

(22)

40 sarana pada program transportasi. Pada dasarnya bahwa secara fungsional, program tersebut berorientasi untuk memberikan bantuan terhadap pemerintah daerah dalam menyelenggarakan program kerja pada DISHUB yang ada di setiap Kota di Indonesia.

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Pasal 1 angka 28 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) berbunyi bahwa: “Keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seoang yang

1) Pengukuran kinerja meningkatkan mutu pengembalian keputusan. Pemerintah sering kali mengambil keputusan dengan keterbatasan data yang dan berbagai kepentingan politik

Penelitian sekarang dilakukan oleh Wisnu Aditya Nurkamal untuk menguji ulang pengaruh dimensi gaya hidup terhadap keputusan pembelian dengan menggunakan objek yang berbeda dengan

Dengan demikian membuktikan bahwa hubungan antara kredibilitas narasumber terhadap perilaku wajib pajak pribadi akan semakin positif karena adanya tingkat pemahaman yang tinggi

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa strategi marketing politik yang digunakan pada saat pemilu 2014 berhasil untuk mendapatkan dukungan dari para pemilih pada

Semakin jauh jarak pelanggan dari sentral, maka akan semakin kecil nilai SNR (Signal to Noise Ratio) yang dihasilkan. Hal ini membuktikan bahwa jarak berbanding

dalam rangkaian acara yang digelar hingga 12 Februari ini juga terdapat prosesi pengangkatan jabatan yang dilakukan langsung oleh Dirut Sumber Daya Manusia

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya, peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Hubungan Aktivitas Fisik Sehari-hari Dengan