• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA BISNIS BERBENTUK PERJANJIAN DIBAWAH TANGAN YANG DILEGALISASI OLEH NOTARIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA BISNIS BERBENTUK PERJANJIAN DIBAWAH TANGAN YANG DILEGALISASI OLEH NOTARIS"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA BISNIS BERBENTUK PERJANJIAN DIBAWAH TANGAN YANG

DILEGALISASI OLEH NOTARIS

2.1 Perjanjian Pada Umumnya

2.1.1 Pengertian Perjanjian dan Pola Perjanjian Kerjasama Bisnis

Menurut Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Para sarjana hukum perdata pada umumnya berpendapat bahwa definisi perjanjian yang terdapat di dalam ketentuan di atas adalah tidak lengkap karena hanya mengenai perjanjian sepihak saja, dan pula terlalu luas karena dapat mencakup perbuatan di dalam hukum keluarga.

Jika diperhatikan rumusan ketentuan Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, maka dari suatu perjanjian lahirlah kewajiban atau prestasi dari satu orang atau lebih kepada pihak lainnya yang berhak atas prestasi tersebut.

Definisi perjanjian dapat dilihat dari beberapa pendapat sarjana yang berbeda-beda dan masing-masing ingin mengemukakan juga memberi pandangan yang dianggap lebih tepat. Berikut ini dikemukakan beberapa pendapat para sarjana yaitu:

Menurut R. Subekti memberikan pengertian tentang istilah perjanjian

adalah suatu peristiwa dimana ada seorang berjanji kepada seorang lain atau dua

orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal. Dari peristiwa itu

(2)

timbullah suatu hubungan antara dua orang tersebut yang dinamakan “perikatan”.

Oleh karena itu, perjanjian menerbitkan perikatan antara dua orang yang membuatnya.

1

Menurut Mariam Darus Badrulzaman perjanjian adalah sebagai perbuatan hukum yang menimbulkan perikatan, yaitu hubungan hukum yang terjadi diantara dua orang atau lebih, yang terletak didalam lapangan kekayaan dimana pihak yang satu berhak atas prestasi dan pihak lainnya wajib memenuhi prestasi.

2

Berdasarkan pendapat-pendapat para sarjana tersebut dapat diartikan bahwa perjanjian adalah sebagai perbuatan hukum yang menimbulkan perikatan, yaitu hubungan hukum yang terjadi diantara dua orang atau lebih, yang terletak di dalam lapangan kekayaan dimana pihak yang satu berhak atas prestasi dan pihak lainnya wajib memenuhi prestasi.

Dalam sebuah perjanjian kerjasama bisnis yaitu akan ada hubungan kerjasama diantara kedua belah pihak. Kerjasama adalah suatu interaksi yang sangat penting bagi manusia karena hakekatnya manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa orang lain sehingga ia senantiasa membutuhkan orang lain. Kerjasama dapat berlangsung manakala suatu orang atau kelompok yang bersangkutan memiliki kepentingan yang sama dan memiliki kesadaran untuk bekerjasama guna mencapai kepentingan mereka tersebut.

3

1R.Subekti, Loc.Cit.

2Mariam Darus Badrulzaman, Op.Cit, h.64

3 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (Tim Penyusunan Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa),1990,Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, h. 728

(3)

Kerja sama bisnis adalah suatu usaha bersama antara orang perorangan atau kelompok untuk mencapai suatu tujuan bersama. Perjanjian kerjasama dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) pola yaitu:

4

1. Usaha bersama (joint venture)

2. Kerjasama operasional (joint operational) 3. Operasional sepihak (single operational)

Ad.1 Usaha bersama (joint venture) merupakan bentuk kerjasama umum, dapat dilakukan dalam berbagai bentuk bidang usaha, dimana para pihak masing-masing menyerahkan modal untuk membentuk badan usaha yang mengelola usaha bersama. Contohnya: para pihak sepakat mendirikan toko lukisan, untuk mendirikan usaha tersebut masing-masing pihak menyerahkan modal sesuai dengan yang telah disepakati untuk mendirikan toko lukisan.

Ad.2 Kerjasama operasional (joint operational) adalah bentuk kerjasama khusus yang dimana bidang usaha yang dilaksanakan merupakan bidang usaha yang merupakan hak/kewenangan salah satu pihak yang bidang usaha sebelumnya sudah ada dan sudah beroperasi, dimana pihak investor memberikan dana untuk melanjutkan/mengembangkan usaha yang semula merupakan hak/wewenang pihak lain, dengan membentuk badan usaha baru.

Ad.3 Operasional Sepihak (single operational) merupakan bentuk kerjasama dimana bidang usahanya berupa “bangunan komersial”.

4 Johanes Ibrahim dan Lindawaty Sewu, 2003, Hukum Bisnis (Dalam Persepsi Manusia Modern), Reika Aditama, Bandung, 42

(4)

Salah satu pihak dalam kerjasama ini adalah pemilik yang menguasai tanah, sedangkan pihak lain (investor) diijinkan untuk membangun suatu bangunan komersial diatas tanah milik yang dikuasai pihak lain, dan diberi hak untuk mengoperasikan bangunan tersebut untuk jangka waktu tertentu dengan pemberian fee tertentu selama jangka waktu operasional dan setelah jangka waktu operasional berakhir investor wajib mengembalikan tanah beserta bangunan komersial diatasnya kepada pihak pemilik/yang menguasai tanah.

2.1.2 Asas-Asas Perjanjian

Suatu perjanjian juga mempunyai asas-asas yang melandasinya. Setiap perjanjian yang dibuat oleh para pihak harus memperhatikan asas-asas yang melandasinya. Dalam membuat perjanjian dikenal ada beberapa asas adalah sebagai berikut:

1. Asas Itikad Baik

Asas ini berkaitan dengan pelaksanaan perjanjian. Setiap perjanjian

harus dilaksanakan dengan itikad baik. Asas itikad baik dapat

disimpulkan dalam pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata bahwa perjanjian

harus dilaksanakan dengan itikad baik. Pentingnya itikad baik tersebut

sehingga dalam perundingan atau perjanjian antara para pihak, kedua

belah pihak akan berhadapan dalam suatu hubungan khusus yang

dikuasai oleh itikad baik.

(5)

2. Asas Konsesualisme

Berdasarkan asas ini suatu perjanjian telah dianggap lahir pada detik adanya kata sepakat diantara para pihak. Suatu perjanjian cukup ada kata sepakat dari mereka yang membuat perjanjian itu tanpa diikuti dengan perbuatan hukum lain kecuali perjanjian yang bersifat formal.

3. Asas Kebebasan Berkontrak

Asas kebebasan berkontrak terdapat di dalam ketentuan pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.

Kebebasan berkontrak memberikan jaminan kebebasan kepada seseorang untuk secara bebas dalam beberapa hal yang berkaitan dengan perjanjian, yaitu:

a. Bebas menentukan apakah ia akan melakukan perjanjian atau tidak;

b. Bebas menentukan dengan siapa ia akan melakukan perjanjian;

c. Bebas menentukan isi atau klausul perjanjian;

d. Bebas menentukan bentuk perjanjian; dan

e. Kebebasan-kebebasan lainya yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

5

4. Asas Kepatutan

Asas ini dituangkan dalam pasal 1339 KUHPerdata yang menyatakan bahwa persetujuan tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang secara

5 Ahmadi Miru, 2010, Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak, PT. Raja Grafindo, Persada, Jakarta, h.4

(6)

tegas dinyatakan di dalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian, diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan dan undang-undang. Jadi dalam membuat suatu perjanjian harus diperhatikan kepatutan, kebiasaan dan undang-undang.

2.1.3 Syarat Sahnya Perjanjian

Suatu perjanjian dianggap mempunyai kekuatan mengikat, maka perjanjian tersebut harus memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan oleh undang-undang sehingga diakui oleh hukum. Berdasarkan ketentuan pasal 1320 KUHPerdata, syarat sahnya perjanjian diperlukan 4 (empat) syarat, yaitu:

1. Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya 2. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian 3. Suatu hal tertentu

4. Suatu sebab yang tidak terlarang.

Guna lebih jelasnya mengenai syarat-syarat sahnya perjanjian sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata, maka dapat diberikan penjelasan sebagai berikut:

a. Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya

Kesepakatan yang dimaksud dalam pasal 1320 KUHPerdata adalah penyesuaian kehendak antara para pihak, yaitu bertemunya antara penawaran dan penerimaan. Kesepakatan ini dapat dicapai dengan berbagai cara, baik dengan tertulis maupun secara tidak tertulis.

Ada 5 (lima) cara terjadinya penyesuaian kehendak yaitu dengan;

1. Bahasa yang sempurna dan tertulis.

(7)

2. Bahasa yang sempurna secara lisan.

3. Bahasa yang tidak sempurna asal dapat diterima oleh pihak lawan, karena dalam kenyataan seringkali seorang menyampaikan dengan bahasa yang tidak sempurna tetapi dimengerti oleh pihak lawannya.

4. Bahasa isyarat asal dapat dimengerti oleh lawannya.

5. Diam atau membisu tetapi asal dipahami atau diterima pihak lawannya.

6

Cara yang dilakukan oleh para pihak yaitu dengan bahasa yang sempurna secara lisan dan secara tertulis. Tujuannya dibuat secara tertulis agar memberikan kepastian hukum bagi para pihak dan sebagai alat bukti yang sempurna, dikala timbul sengketa diantara kedua belah pihak.

b. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian

Kecapakan adalah kemampuan menurut hukum untuk melakukan perbuatan hukum (perjanjian). Hakikatnya setiap orang yang sudah dewasa (sudah mencapai umur 21 tahun atau sudah menikah walaupun belum mencapai umur 21 tahun) dan akal sehat cakap menurut hukum.

Aspek keadilan dilihat dari orang yang membuat perjanjian dan nantinya akan terikat oleh perjanjian itu, harus mempunyai cukup kemampuan untuk menyadari benar-benar akan tanggung jawab yang dipikul atas perbuatannya itu.

6 Salim HS, 2003, Perkembangan Hukum Kontrak Innominant di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, h.23

(8)

c. Suatu hal tertentu

Sebagai syaratnya ketiga untuk sahnya perjanjian ini menerangkan tentang harus adanya objek perjanjian yang jelas. Jadi suatu perjanjian tidak bisa dilakukan tanpa objek yang tertentu.

d. Suatu sebab yang tidak terlarang

Mengenai suatu sebab yang halal (suatu sebab yang tidak dilarang), merupakan syarat tentang isi perjanjian. Dalam pengertian ini yang dimaksud dengan kata halal yaitu bahwa isi perjanjian tersebut tidak dapat bertentangan dengan undang-undang kesusilaan dan ketertiban umum.

2.1.4 Jenis-Jenis Perjanjian

Perjanjian yang melibatkan para pihak dapat dibedakan menurut berbagai aspek tinjauan, sehingga timbullah berbagai jenis perjanjian. Adapun jenis-jenis perjanjian yang dimaksud adalah :

1. Perjanjian timbal balik

Perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang menimbulkan kewajiban pokok bagi kedua belah pihak.

2. Perjanjian bernama dan perjanjian tidak bernama

Perjanjian bernama (khusus) adalah perjanjian yang mempunyai nama

sendiri. Ialah perjanjian-perjanjian tersebut diatur dan diberi nama oleh

pembentuk undang-undang, berdasarkan tipe yang paling banyak

terjadi sehari-hari. Perjanjian bernama terdapat dalam Bab V sampai

dengan XVIII KUHPerdata. Diluar perjanjian bernama tumbuh

(9)

perjanjian tidak bernama, yaitu perjanjian-perjanjian yang tidak diatur dalam KUHPerdata, tetapi terdapat di masyarakat. Jumlah dari perjanjian ini tidak terbatas. Lahirnya perjanjian ini berdasarkan asas kebebasan mengadakan perjanjian atau partij otonomi yang berlaku di dalam hukum perjanjian.

3. Perjanjian campuran

Perjanjian campuran adalah perjanjian yang mengandung berbagai unsur perjanjian. Terhadap perjanjian campuran ada berbagai paham yaitu:

a. Paham pertama mengatakan bahwa ketentuan-ketentuan mengenai perjanjian khusus diterapkan secara analogis sehingga setiap unsur dari perjanjian khusus tetap ada (constractus sui generis).

b. Paham kedua mengatakan bahwa ketentuan-ketentuan yang dipakai adalah ketentuan dari perjanjian yang paling menentukan (teori absorpsi).

c. Paham ketiga mengatakan bahwa ketentuan-ketentuan undang- undang yang diterapkan terhadap perjanjian campuran itu adalah ketentuan undang-undang yang berlaku untuk itu.

4. Perjanjian cuma-cuma dan perjanjian atas beban

Perjanjian dengan cuma-cuma adalah perjanjian yang memberikan

keuntungan bagi salah satu pihak saja misalnya hibah. Sedangkan

perjanjian atas beban adalah perjanjian terhadap prestasi dari pihak

(10)

yang satu selalu terdapat kontra prestasi dari pihak lain, dan antara kedua prestasi itu ada hubungannya menurut hukum.

5. Perjanjian kebendaan (zakelijke overeenkomst)

Perjanjian kebendaan adalah perjanjian hak atas benda dialihkan atau diserahkan kepada orang lain.

6. Perjanjian konsensual dan perjanjian riil

Perjanjian konsensual adalah perjanjian diantara kedua belah pihak yang telah tercapai persesuaian kehendak untuk mengadakan perikatan. Menurut KUHPerdata perjanjian ini sudah mempunyai kekuatan mengikat (Pasal 1338 KUHPerdata) namun demikian didalam KUHPerdata ada juga perjanjian-perjanjian yang hanya berlaku sesudah terjadi penyerahan barang. Misalnya perjanjian penitipan barang ( Pasal 1694 KUHPerdata), pinjam-pakai (Pasal 1740 KUHPerdata).

7. Perjanjian obligatoir

Perjanjian obligatoir adalah perjanjian antara pihak-pihak yang

mengikatkan diri untuk melakukan penyerahan kepada pihak lain

(perjanjian yang menimbulkan perikatan).

(11)

2.2 Tinjauan Umum Tentang Jabatan Notaris 1.2.1 Pengertian Jabatan Notaris

Secara kebahasaan notaris berasal dari kata notaris untuk tunggal dan notarii untuk jamak. Notaris merupakan istilah yang digunakan masyarakat romawi untuk menamai mereka yang melakukan pekerjaan menulis.

7

Didalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris yang selanjutnya disebut dengan UUJN menyebutkan bahwa notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan kewenangan lainnya. Undang- Undang ini mengatur secara detail tentang praktik kenotariatan di Indonesia.

Definisi notaris yang diberikan oleh UUJN merujuk pada tugas dan wewenang notaris. Artinya notaris memiliki tugas sebagai pejabat umum dan memiliki kewenangan untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya yang telah diatur dalam UUJN.

Notaris adalah seorang pejabat umum yang memiliki kewenangan untuk membuat akta autentik mengenai sebuah perbuatan, perjanjian dan penetapan yang diharuskan oleh suatu peraturan umum atau oleh yang berkepentingan dikehendaki dibuat dalam suatu akta autentik, menjamin kepastian tanggalnya, menyimpan akta dan memberikan grosse, salinan dan kutipannya, semua sepanjang pembuatan akta itu oleh suatu peraturan umum.

8

7 Abdul Ghofur Anshori, 2009, Lembaga Kenotariatan Indonesia, UII Press, Yogyakarta, h.7

8 Ibid

(12)

2.2.2 Kewenangan Notaris

Profesi notaris sangat penting dibutuhkan dalam masyarakat mengingat fungsi dari notaris adalah sebagai pembuat alat bukti tulis mengenai akta-akta autentik, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 1868 KUHPerdata yang menyatakan bahwa “akta autentik adalah suatu akta yang didalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu ditempat dimana akta dibuatnya”.

Notaris sebagai pejabat umum memperoleh wewenang secara Atribusi.

9

Dapat dilihat dalam Pasal 2 UUJN yang menyebutkan bahwa notaris diangkat dan diberhentikan oleh Menteri.

Philipus M. Hadjon menyebutkan bahwa Atribusi merupakan cara normal untuk memperoleh wewenang pemerintahan, yang dapat membentuk wewenang adalah wewenang berdasarkan peraturan perundang-undangan.

10

Kewenangan notaris menurut UUJN diatur dalam Pasal 15 ayat (1) yang menyatakan bahwa :

“notaris berwenang membuat akta autentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta autentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh Undang-Undang”.

Pasal 15 ayat (1) UUJN menegaskan bahwa salah satu kewenangan notaris yaitu membuat akta secara umum, hal ini disebut sebagai kewenangan umum notaris dengan batasan:

9 Habib Ajie, 2009, Hukum Notaris di Indonesia, Rafika Aditama, Jakarta, h. 78

10Philipus M. Hadjon, dkk, 2001, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Gadjah Mada University Pres, Yogyakarta, h. 130

(13)

1. Tidak dikecualikan kepada pejabat lain yang ditetapkan oleh undang- undang.

2. Menyangkut akta harus dibuat atau berwenang membuat akta autentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh aturan hukum atau dikehendaki oleh yang bersangkutan.

3. Mengenai subjek hukum (orang atau badan hukum) untuk kepentingan siapa akta itu dibuat atau dikehendaki oleh yang berkepentingan.

Dalam Pasal 15 UUJN, wewenang notaris dan kekuatan pembuktian akta notaris yaitu:

1. Tugas pejabat notaris adalah memformulasikan keinginan atau tindakan para pihak ke dalam akta autentik, dengan memperhatikan aturan hukum yang berlaku.

2. Akta notaris sebagai akta autentik mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna, sehingga tidak perlu dibuktikan atau ditambah dengan alat bukti lainnya, jika ada orang atau pihak yang menilai atau menyatakan bahwa akta tersebut tidak benar, maka orang atau pihak yang menilai atau menyatakan tidak benar tersebut wajib membuktikan penilaian atau pernyataan sesuai aturan hukum yang berlaku. Kekuatan pembuktian akta notaris ini berhubungan dengan sifat publik dari jabatan notaris.

11

Selain kewenangan yang itu notaris juga diberi kewenangan lain yang sebagaimana diatur dalam Pasal 15 ayat (2) huruf e yaitu kewenangan untuk

11Habib Adjie, op.cit, h. 80

(14)

memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta.

Berdasarkan ketentuan ini, notaris dalam menjalankan jabatannya harus berpegang dan berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang berlaku dan wajib menolak untuk membuat akta atau memberikan jasa hukum lain yang tidak sesuai atau bahkan menyimpang dari Undang-Undang. Kewenangan notaris yang dimaksud dalam ketentuan Pasal 15 ayat (2) seperti:

1. Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat dibawah tangan dengan mendaftarkan dalam buku khusus, ketentuan ini merupakan legalisasi terhadap akta dibawah tangan yang dibuat sendiri oleh orang perseorangan atau oleh para pihak didalam kertas yang berisi materai dengan jalan pendaftaran dalam buku khusus yang disediakan oleh notaris.

2. Membukukan surat-surat dibawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus.

3. Membuat copyan dari surat-surat dibawah tangan yang asli berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan.

Tindakan ini sebagai langkah tertib administrasi sehingga jika ada yang

menyangkal surat-surat dibawah tangan tersebut maka sang notaris

memiliki bukti.

(15)

2.2.3 Kewajiban Notaris

Di dalam Undang-Undang Jabatan Notaris telah diatur tentang kewajiban notaris sebagai pejabat umum. Kewajiban notaris merupakan sesuatu yang wajib dilakukan oleh notaris. Kewajiban notaris telah diatur dalam Pasal 16 UUJN, dimana kewajibannya sebagai berikut:

1) Dalam menjalankan jabatanya, notaris berkewajiban :

a. Bertindak jujur, mandiri, tidak berpihak dan menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum;`

b. Membuat akta dalam bentuk Minuta Akta dan menyimpannya sebagai bagian dari Protokol Notaris;

Kewajiban dalam ketentuan ini untuk menjaga keautentikan akta dengan menyimpan akta dalam bentuk aslinya, sehingga apabila ada pemalsuan kutipannya dapat segera diketahui dengan mudah mencocokkannya dengan akta yang asli.

c. Melekatkan surat dan dokumen sidik jari penghadap pada Minuta Akta;

d. Mengeluarkan Grosse Akta, Salinan Akta, atau Kutipan Akta berdasarkan Minuta Akta;

e. Memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang, kecuali ada alasan untuk menolaknya;

Yang dimaksud dengan alasan untuk menolaknya yaitu alasan yang

mengakibatkan notaris tidak berpihak, seperti adanya hubungan

(16)

darah dengan notaris sendiri atau dengan suami/istrinya, atau hal lain yang tidak diperbolehkan oleh undang-undang.

f. Merahasiakan segala sesuatu mengenai akta yang dibuatnya dan segala keterangan yang diperoleh guna pembuatan akya sesuai dengan sumpah/janji jabatan, kecuali undang-undang menentukan lain;

Kewajiban notaris untuk merahasiakan segala sesuatu yang berhubungan dengan akta atau surat lainnya adalah untuk melindungi kepentingan semua pihak yang terkait dengan akta.

g. Menjilid akta yang dibuatnya dalam 1 (satu) bulan menjadi buku yang memuat tidak lebih dari 50 (lima puluh) akta, dan jika jumlah akta tidak dapat dimuat dalam satu buku, akta tersebut dapat dijilid menjadi lebih dari satu buku, dan mencatat jumlah Minuta Akta, bulan, dan tahun pembuatannya pada sampul setiap buku;

h. Membuat daftar dari akta protes terhadap tidak dibayar atau tidak diterimanya surat berharga;

i. Membuat daftar akta yang berkenaan dengan wasiat menurut urutan waktu pembuatan akta setiap bulan;

j. Mengirimkan daftar akta sebagaimana dimaksud dalam huruf i atau

daftar nihil yang berkenaan dengan wasiat ke daftar Pusat Wasiat

Departemen yang bertugas dan tanggung jawabnya di bidang

kenotariatan dalam waktu 5 (lima) hari pada minggu pertama

setiap bulan berikutnya;

(17)

k. Mencatat dalam repertorium tanggal pengiriman daftar wasiat pada setiap akhir bulan;

l. Mempunyai cap/stempel yang memuat lambang Negara Republik Indonesia dan pada ruang yang melingkarinya dituliskan nama, jabatan, dan tempat kedudukan yang bersangkutan;

m. Membacakan akta dihadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling sedikit 2 (dua) orang saksi dan ditandatangani pada saat itu juga oleh penghadap, saksi, dan notaris;

n. Menerima magang calon notaris.

Kewajiban notaris dalam ketentuan ini yaitu menerima magang calon notaris agar mampu menjadi notaris yang professional dan kegiatan calon notaris selama magang yaitu:

a. Pengetahuan yang bersifat umum selama 1 (satu) tahun.

b. Latihan ketrampilan yang bersifat teknis selama 1 (satu) bulan.

c. Latihan ketrampilan tugas notaris dalam pembagian:

1. Sebagai saksi selama 1 (satu) bulan.

2. Konsep pembuatan akta selama 3 (tiga) bulan.

3. Menerima tamu/klien dan persiapan pembuatan akta selama 6 (enam) bulan.

2) Berkewajiban menyimpan minuta akta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b tidak berlaku dalam hal notaris mengeluarkan akta in originali.

3) Akta in originali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:

(18)

a. Akta pembayaran uang sewa, bunga, dan pension;

b. Akta penawaran pembayaran tunai;

c. Akta protes terhadap tidak dibayarnya atau tidak diterimanya surat berharga;

d. Akta kausa;

e. Akta keterangan kepemilikan; dan

f. Akta lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.

4) Akta in originali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dibuat lebih dari 1 (satu) rangkap, ditandatangani pada waktu, bentuk, dan isi yang sama, dengan ketentuan pada setiap akta tertulis kata-kata

“berlaku sebagai satu dan satu berlaku untuk semua”.

5) Akta in originali yang berisi kausa yang belum diisi nama penerima kuasa hanya dapat dibuat dalam 1 (satu) rangkap.

6) Bentuk dan ukuran cap atau stempel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf l ditetapkan dengan Peraturan Menteri.

7) Pembacaan akta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf m tidak

wajib dilakukan, jika penghadap menghendaki agar akta tidak

dibacakan karena penghadap telah membaca sendiri, mengetahui, dan

memahami isinya, dengan ketentuan bahwa hal tersebut dinyatakan

dalam penutup akta serta pada setiap halaman minuta akta diparaf oleh

penghadap, saksi, dan notaris.

(19)

8) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dikecualikan terhadap pembacaan kepala akta, komparasi, penjelasan pokok akta secara singkat dan jelas, serta penutup akta.

9) Jika salah satu syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf m dan ayat (7) tidak dipenuhi, akta yang bersangkutan hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta dibawah tangan.

10) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (9) tidak berlaku untuk pembuatan akta wasiat.

11) Notaris yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sampai dengan huruf I dapat dikenakan sanksi berupa:

a. Peringatan tertulis;

b. Pemberhentian sementara;

c. Pmberhentian dengan hormat; atau d. Pemberhentian dengan tidak hormat.

12)selain dikenai sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (11), pelanggaran terhadap ketentuan pasal 16 ayat (1) huruf j dapat menjadi alasan bagi pihak yang menederita kerugian untuk menuntut penggantian biaya, ganti rugi, dan bungan kepada notaris.

13) Notaris yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf n dapat dikenai sanksi berupa peringatan tertulis.

Dalam praktek ditemukan alasan-alasan, sehingga notaris menolak memberikan jasanya, antara lain:

12

12 Habib Adjie, op.cit, h.87

(20)

a. Apabila notaris sakit sehingga tidak dapat memberikan jasanya, jadi berhalangan secara fisik.

b. Apabila notaris tidak ada karena dalam cuti, jadi karena ada sebab yang sah.

c. Apabila notaris karena kesibukan pekerjaannya tidak dapat melayani orang lain.

d. Apabila surat-surat yang diperlukan untuk membuat sesuatu akta, tidak diserahkan kepada notaris.

e. Apabila penghadap atau saksi instrumentair yang diajukan oleh penghadap tidak dikenal oleh notaris atau tidak dapat diperkenalkan kepadanya.

f. Apabila yang berkepentingan tidak mau membayar materai yang diwajibkan.

g. Apabila karena pemberian jasa tersebut, notaris melanggar sumpahnya atau melakukan perbuatan melanggar hukum.

h. Apabila pihak-pihak menghendaki bahwa notaris membuat akta dalam bahasa yang tidak dikuasai olehnya, atau apabila orang-orang yang menghadap berbicara dengan bahasa yang tidak jelas, sehingga notaris tidak mengerti apa yang dikehendaki oleh mereka.

2.2.4 Larangan Notaris

Seorang notaris dalam menjalankan tugasnya dibatasi oleh koridor-koridor

aturan agar seorang notaris tidak keblablasan dalam menjalankan praktiknya dan

bertanggung jawab atas segala yang dilakukan. Undang-undang Jabatan Notaris

(21)

mengatur bahwa seorang notaris dilarang menjalankan jabatannya diluar wilayah jabatannya.

13

Berdasarkan ketentuan pasal 17 Undang-Undang Jabatan Notaris, notaris dilarang:

a. Menjalankan jabatan diluar wilayah jabatannya;

b. Meninggalkan wilayah jabatannya lebih dari 7 (tujuh) hari kerja berturut-turut tanpa alasan yang sah;

c. Merangkap sebagai pegawai negeri;

d. Merangkap jabatan sebagai pejabat Negara;

e. Merangkap jabatan sebagai advokat;

f. Merangkap jabatan sebagai pemimpin atau pegawai badan usaha milik Negara, badan usaha milik daerah atau badan usaha swasta;

g. Merangkap jabatan sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah dan/ Pejabat Lelang kelas II diluar tempat kedudukan notaris;

h. Menjadi notaris pengganti;

i. Melakukan pekerjaan lain yang bertentangan dengan norma agama, kesusilaan, atau kepatutan yang dapat mempengaruhi kehormatan dan martabat jabatan notaris.

13 Ira Koesoemawati dan Yunirman Rijan, op.cit, h. 46

Referensi

Dokumen terkait

Sebagaimana diatur dalam Pasal 1874, 1874 (a), dan 1880 KUHPerdata terhadap bukti surat tersebut harus ada legalisasi.. dari pejabat yang berwenang. Penelitian ini bertujuan

Dalam jurnal ini , penulis membuat sistem pengenalan wajah dengan membandingkan tingkat akurasi antara metode LNMF dan NMFsc.Dimana sistem ini dapat melakukan

Hasil pengujian (Uji F) menunjukkan bahwa nilai F sebesar 22,991 dan nilai probabilitas (p value) sebesar 0,000 yang signifikan pada sebesar 5% (0,00 < 0,05) maka dapat

Yaitu para pihak bebas untuk memilih bentuk dari perjanjian kerjasama bisnis yang akan dibuat, seperti perjanjian yang dibuat oleh notaris atau akta autentik,

Untuk mengetahui nilai bit yang dihasilkan dari sistem Huffman Coding, maka dalam pengujian kali ini dilakukan dengan 2 tipe pembangkit probabilitasnya yaitu

Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian yang berjudul “Tinjauan Pengetahuan Petugas dan Beban Kerja pada Sistem Penyimpanan Berkas Rekam Medis di Rumah Sakit umum Imelda

Promo Yogya merupakan aplikasi berbasis Elektronik yang menampilkan informasi promo produk, berita dan lokasi supermarket Yoya yang berada di Bandung, Jawa Barat..

Ketegangan regional antara Arab Saudi yang mendukung kelompok Presiden Hadi dengan Al-Houthi yang didukung oleh Iran telah membuat selat Hormuz menjadi rute yang tidak dapat