• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pedagogical Content Knowledge (PCK) guru matematika di SMA Negeri 1 Klaten terkait pengetahuan guru tentang konsepsi dan miskonsepsi yang dimiliki oleh siswa dalam pembelajaran materi fungsi naik, fungsi turun, dan titik stasioner.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pedagogical Content Knowledge (PCK) guru matematika di SMA Negeri 1 Klaten terkait pengetahuan guru tentang konsepsi dan miskonsepsi yang dimiliki oleh siswa dalam pembelajaran materi fungsi naik, fungsi turun, dan titik stasioner."

Copied!
321
0
0

Teks penuh

(1)

PEDAGO

Diaajukan Untuuk Memenuuhi Salah Saatu Syarat Memperoleh Gelar Saarjana Pendiidikan Program Studi Pendiddikan Matemmatika

Oleh

DI PENDIDDIKAN MAATEMATIKA

TEMATIKAA DAN ILMUU PENGETTAHUAN ALLAM

URUAN DAAN ILMU PENDIDIKKAN SITAS SANNATA DHAARMA

YOGYAKAARTA 20122

(2)

 

 

ii 

(3)

iii 

 

(4)
(5)

Dan

Allah

mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam

keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan

Dia

memberimu

pendengaran, penglihatan, dan hati nurani agar kamu

bersyukur.

(Q.S An-Nahl :78)

  

Sesungguhnya semangat untuk terus berbenah ketidaktahuan ini   hanya dari‐MU  Wahai Allah…  

 Segala puji bagi MU 

 

 

“HANYA ADA SATU KEPASTIAN, TENTANG HIDUP. IA ADALAH KEMENANGAN.

KEMENANGAN BAGI TAK SEMBARANG ORANG.

(6)

ORANGG –ORANG IITU ADALAAH ORANGG-ORANG YAANG MEMIILIKI IMANN.”

 

Sebuah tapal

Semoga tidak

ataupun kert

Melainkan m

Mewajahkan

 

batas hitam pu

k hanya terhen

as usang di sud

menjadi energi y

kebajikan, men

utih sejarah ya

ti sebagai ongg

dut gelap guda

yang akan tetap

nebarkan manf

vi ang telah teruki

gokan ilmu di k

ang.

p tersimpan, h

faat bagi sekita

untuk ir.

kolong pikiran

hanya akan beru

ar.

k bapak fx.

Juga Alm n

ubah bentuk d

sudira & ibu

an tidak akan

mamaterku

terima kasih

u sri setyan hilang.

ingsih

, sanata dhharma

(7)

ABSTRAK

Fransidha Sidhara Hadi, 081414030, 2012. Pedagogical Content Knowledge (PCK) Guru Matematika di SMA Negeri 1 Klaten terkait Pengetahuan Guru tentang Konsepsi dan Miskonsepsi yang Dimiliki oleh Siswa dalam Pembelajaran Materi Fungsi Naik, Fungsi Turun, dan Titik Stasioner. Skripsi. Program Studi Pendidikan Matematika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Penelitian dalam skripsi ini bertujuan untuk mengungkap pengetahuan guru terkait pengetahuan guru tentang konsepsi dan miskonsepsi siswa dalam pembelajaran matematika di SMA Negeri 1 Klaten.

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif. Subjek penelitian adalah guru matematika kelas XI IPA 2 SMA N 1 Klaten dalam pembelajaran Kompetensi Dasar 3.4: Menggunakan turunan untuk menentukan karakteristik suatu fungsi aljabar dan memecahkan masalah dengan materi pokok Turunan dan sub-pokok materi Fungsi Naik, Fungsi Turun, dan Titik Stasioner. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dengan guru dan siswa, serta observasi proses pembelajaran di kelas yang direkam dalam bentuk video. Analisis data dilakukan dengan langkah-langkah, yaitu : (i) transkripsi data, (ii) reduksi data, (iii) kategorisasi data, (iv) penarikan kesimpulan.

Hasil penelitian berupa PCK guru matematika terkait konsepsi dan miskonsepsi siswa dalam pembelajaran Fungsi Naik, Fungsi Turun, dan Tiitk Stasioner. PCK dalam penelitian ini terwujud dalam pengetahuan guru terkait konsepsi dan miskonsepsi siswa dalam pembelajaran materi Fungsi Naik, Fungsi Turun, dan Titik Stasioner. Guru memiliki pengetahuan tentang mana saja bagian materi yang dimengerti dengan baik dan tidak dimengerti dengan baik oleh siswa. Melalui analisis pengenalan guru terhadap siswanya diperoleh kesimpulan bahwa guru cenderung mengenali siswa-siswinya dan melihat situasi kelas secara global, beberapa siswa yang dikenali dengan baik adalah siswa-siswi yang tergolong aktif dalam pembelajaran. Guru memperoleh pengetahuan mengenai siswanya kebanyakan ketika proses pembelajaran berlangsung, sebagian melalui rekan guru lain, dan selain itu guru mengenali konsepsi siswa ketika mengoreksi ulangan/test siswa.

PCK guru tentang konsepsi siswa yang tergolong mantap antara lain adalah pengetahuan guru bahwa : (i) semua siswa sudah mampu menentukan turunan fungsi; (ii) semua siswa mampu menentukan syarat fungsi naik (f ‘(x) > 0), fungsi turun (f ‘(x) < 0); (iii) ada siswa yang mampu mengenali bahwa sifat-sifat/ karakteristik suatu fungsi dapat ditentukan melalui turunan, tidak ada siswa yang sangat kurang dalam mengerti bahwa titik stasioner memiliki syarat f ‘(x) = 0, tidak ada siswa yang sangat kurang dalam menentukan titik koordinat stasioner dengan benar, semua siswa sudah tahu tentang menguji titik stasioner dengan turunan pertama ataupun kedua untuk diketahui jenisnya meski terkendala pada prosedur hitungan; (iv) ada siswa yang sempat keliru dalam menyebut titik ekstrim; (v) semua siswa sudah mengerti syarat titik belok yaitu f “(x) = 0; guru mengetahui ada hal yang belum dipahami tentang titik belok; (vi) semua siswa sudah bisa menggambar grafik.

PCK guru tentang konsepsi siswa yang tidak mantap antara lain adalah pengetahuan guru bahwa : (i) semua siswa sudah mengerti dengan baik bahwa titik stasioner bisa berupa titik ekstrim, hanya ada satu dua siswa yang bisa memahami definisi formal pengertian titik maksimum dan minimum.

vii 

(8)

viii 

 

Guru juga memiliki pengetahuan tentang miskonsepsi siswa. PCK guru tentang miskonsepsi siswa yang tergolong mantap antara lain : (i) guru mengetahui miskonsepsi siswa dalam prosedur menentukan interval fungsi naik dan turun; (ii) siswa pada umumnya keliru dalam menentukan titik stasioner (karena salah mensubstitusi nilai x); pernah ada siswa yang hanya menyebutkan x hasil hitungan f‘(x) =0 saja ketika ditanya “maksimum di mana?”; (iii) kebanyakan para siswanya kurang memahami bahwa titik stasioner itu bisa menjadi titik belok, tidak hanya titik ekstrim; (iv) kebanyakan para siswanya sempat kesulitan pada uji turunan pertama (hanya ada beberapa siswa yang baik dalam hal ini); (v) guru mengarahkan siswa yang keliru menentukan titik potong grafik dengan sumbu y.

Dalam penelitian kali ini tidak ditemukan adanya pengetahuan guru tentang miskonsepsi siswa yang tidak mantap.

Kata kunci : Pedagogical Content Knowledge (PCK), konsepsi siswa, miskonsepsi siswa, fungsi naik, fungsi turun, titik stasioner

(9)

ix

ABSTRACT

Fransidha Sidhara Hadi, 081414030, 2012. The Pedagogical Content Knowledge (PCK) of Mathematics Teacher at SMA Negeri 1 Klaten Related to Her Knowledge on Students’ Conception and Misconception in the Learning Process of Increasing Functions, Decreasing Functions, and Stationery Point Learning Materials. Undergraduate Thesis. Mathematics Education Study Program, Department of Mathematics and Science Education, Teachers Training and Education Faculty, Sanata Dharma University, Yogyakarta.

This research in this undergraduate thesis was aimed to reveal the teacher’s knowledge related to students’ conception and misconception in the mathematics learning process in SMA Negeri 1 Klaten.

This was a descriptive-qualitative research. The subject of this research was the mathematics teacher of class XI IPA 2 in SMA Negeri 1 Klaten in basic competence 3.4: Using derivative to decide characteristics of an algebra function and to solve problems with main topic of Derivative and sub-topic of Increasing Functions, Decreasing Functions, and Stationery Point. Data gathering was done by interviewing the teacher and the students, also by observing the learning process in class which was recorded in video. Data analysis was done by the following steps, namely: (i) data transcription, (ii) data reduction, (iii) data categorization, (iv) conclusion.

Research result showed the teacher’s PCK on students’ conception and misconception in the learning process of Increasing Functions, Decreasing Functions, and Stationery Point. PCK in this research was showed in the form of the teacher’s knowledge about the students’ conception and misconception in the learning process of Increasing Functions, Decreasing Functions, and Stationery Point. The teacher had the knowledge about the concepts which the students understand well and the concepts which they do not understand well. From the analysis of teacher’s recognition towards her students, it could be concluded that the teacher tended to know her students and saw the class’ situation globally; some students she knew well were the active students in the learning process. The teacher had knowledge about her students mostly during the teaching-learning process, besides the teacher recognized the students’ conception from correcting their paper tests and also from the discussion with the other teachers.

The teacher’s PCK about students’ conception which was sound consisted of the following : (i) all students were able to decide the derivative of function; (ii) all students were able to decide the condition of increasing function (f ‘(x) > 0), decreasing function (f‘(x) < 0); (iii) some students were able to recognize that the characteristics of certain function could be decided using derivative, none of the students had less understanding about the f ‘(x) = 0 condition for a stationery point, none of the students had less understanding in deciding the coordinate of stationery point correctly, all students were able to test the stationery point using first or second derivative to know the type although they had problems with the calculation procedure; (iv) some students were wrong in mentioning the extreme point; (v) all students had understood the condition of inflection point, f “(x) = 0; the teacher noticed that some things were still not understood by the students concerning the inflection point; (vi) all students were able to draw graphs. The teacher’s PCK about students’ conception which was not sound consisted of: (i) all students understood well that a stationery point could be an extreme point, only one or two students understood the formal definition of maximum point and minimum point.

(10)

x

functions procedure; (ii) students were commonly wrong in deciding the stationery point (because they were wrong in substituting the x value); at a particular time, there were some students mentioned only the x (the absis) from the calculation result of f ‘(x) =0 when they was asked, “where is the maximum point?”; (iii) most students did not understand well that stationery point could be an inflection point, not just an extreme point; (iv) most students seemed troubled with the first derivative test (only few students did it well); (v) the teacher guided the students who were wrong in deciding the intersection point of the graph with the y axis.

In this research, it was not found the teachers’ knowledge of students’ misconception that was not sound.

(11)
(12)

xii

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Semoga keselamatan dan

kesejahteraan selalu terlimpah bagi kita semua.

Segala puji bagi Allah S.W.T atas berkah dan ridhonya, skripsi dengan judul

“Pedagogical Content Knowledge (PCK) Guru Matematika di SMA Negeri 1

Klaten terkait Pengetahuan Guru tentang Konsepsi dan Miskonsepsi yang

dimiliki oleh Siswa dalam Pembelajaran Materi Fungsi Naik, Fungsi Turun,

dan Titik Stasioner” dapat terselesaikan dengan baik. Penyusunan skripsi ini

merupakan salah satu syarat untuk perolehan gelar sarjana pada program studi

Pendidikan Matematika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta.

Penulis juga ingin menghaturkan terima kasih kepada:

1. Bapak St. Suwarsono selaku dosen pembimbing skripsi yang telah

membimbing dan mendukung penulis dengan sabar dalam penyusunan

skripsi ini dari awal hingga akhir.

2. Bapak M. Andy Rudhito selaku Kaprodi Pendidikan Matematika segenap

staff Prodi Pendidikan Matematika atas dukungan yang telah diberikan.

3. Ibu Tri Suwarni, selaku guru mata pelajaran Matematika dan Bapak

Suharjo selaku Wakasek Kurikulum SMA Negeri 1 Klaten atas

pengorbanan waktu, perhatian dan dukungan demi terlaksananya

(13)

xiii

4. Bapak Tantyo Hatmono, selaku kepala Sekolah SMA Negeri 1 Klaten

yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan

kegiatan penelitian.

5. Keluarga, Bapak, Mamah, Mas Alexander Frandy, Dek Ririn, Dek Pipit

atas dorongan dan pengertiannya, lahir dan batin.

6. Teman-teman Forum Keluarga Muslim atas inspirasi semangat

kebaikannya, kekokohan jiwa, dan kelapangan hati dalam menjalani

hidup.

7. Para rekan BEM USD 2011-2012 atas kerjasama yang tak pernah

terbayangkan, salut  dan segenap adik-adik HMPS Pendidikan

Matematika USD angkatan perdana, semoga HMPS bisa terus ‘menyala’

untuk prodi tercinta.

8. Dita, Sinta, Wiwik, Titi, Ambar, Linda, yang telah berbagi rasa keluarga

selama jauh dari orang tua dan segenap rekan-rekan Prodi Pendidikan

Matematika yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu, atas

diskusinya, saran dan dorongan moralnya dalam saling menyemangati

selama berproses di Prodi hingga saat ini.

Semoga karya tulis ini dapat berguna dan menambah wawasan bagi

pembacanya. Karya tulis ini tidaklah sempurna, untuk itu, kritik dan saran yang

membangun sangat penulis harapkan.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Yogyakarta, 17 Desember 2012

(14)

xiv

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... ix

PERNYATAAN PERSETUJUAN ... xi

KATA PENGANTAR ... xii

DAFTAR ISI ... xiv

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 4

C. Pembatasan Masalah ... 5

D. Rumusan Masalah ... 5

E. Tujuan Penelitian ... 6

F. Batasan Istilah ... 6

G. Manfaat Penelitian ... 8

BAB II KAJIAN TEORI A. Pedagogical Content Knowledge (PCK) ... 10

B. Konsepsi Siswa ... 19

C. Miskonsepsi Siswa ... 21

D. Penggunaan Turunan ... 23

1. Maksimum dan Minimum ... 23

2. Kemonotonan dan Kecekungan ... 25

3. Maksimum Lokal dan Minimum Lokal ... 33

4. Penggambaran Grafik Canggih (Polinom) ... 35

E. Kerangka Berpikir ... 38

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 40

B. Subyek Penelitian ... 40

C. Tempat dan Waktu Penelitian ... 41

D. Metode Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian ... 41

E. Validitas Data ... 49

F. Metode Analisis Data ... 50

BAB IV PELAKSANAAN PENELITIAN DAN ANALISIS DATA A. Pelaksanaan Penelitian di Lapangan ... 56

B. Analisis Data ... 64

1. PCK Guru Terkait Konsepsi Siswa ... 64

(15)

xv

3. Pengenalan Guru Terhadap Siswa ... 125

4. Sumber Pengetahuan Guru Berasal ... 131

C. Pembahasan Hasil Penelitian ... 132

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 141

B. Kelebihan dan Kekurangan Penelitian ... 147

C. Saran ... 147

DAFTAR PUSTAKA ... 149

(16)

xvi

DAFTAR TABEL

Tabel Keterangan Judul Halaman

2.1 Pengembangan kategorisasi PCK oleh Baker,dkk (2006 : 299). 12 2.2 Tabel kategorisasi PCK dari Baker,dkk. 17-19 2.3 Sebab utama dan sebab khusus miskonsepsi siswa. 21-22 2.4 Kerangka berpikir penelitian PCK guru tentang konsepsi siswa. 39 3.1 Kisi-kisi observasi proses pembelajaran-pengamatan guru. 43

3.2 Kisi-kisi wawancara awal dengan guru. 47

3.3 Kisi-kisi wawancara lanjutan dengan guru. 48-49

4.1 PCK-konsepsi menentukan turunan fungsi. 67

4.2 PCK-konsepsi materi fungsi naik dan fungsi turun. 71

4.3 PCK-konsepsi titik stasioner. 89-90

4.4 PCK-konsepsi titik ekstrim. 96-97

4.5 PCK-konsepsi titik belok. 98

4.6 PCK-konsepsi pengetahuan sketsa grafik. 101

4.7 PCK-miskonsepsi fungsi naik dan fungsi turun. 106

4.8 PCK-miskonsepsi titik stasioner. 111

4.9 PCK-miskonsepsi titik belok. 115

4.10 PCK-miskonsepsi uji turunan pertama. 119

4.11 PCK-miskonsepsi pengetahuan sketsa grafik. 121

4.12 Kategorisasi data awal penelitian. 133-136

5.1 PCK guru terkait konsepsi dan miskonsepsi siswa. 122-

125,143-146 6.1 Macam titik stasioner beserta syarat prosedur hitungannya. 264

DAFTAR GAMBAR

Gambar Keterangan Judul Halaman

2.1 Fungsi f dengan domain S. 23

(17)

xvii

Gambar Keterangan Judul Halaman

2.5 Macam-macam Titik Kritis. 27

2.6 Garis bilangan f ’(x) = 6x2-6x-12. 32

4.1 Ilustrasi fungsi naik & fungsi turun oleh guru. 68, 271 4.2 Kekeliruan hitungan dari ide siswa(kiri) dan koreksi

hitungan dari guru (kanan).

118

4.3 Guru menunjuk kembali titik potong dengan sumbu y

sambil berkata : “Lho kok 2? Sini kok?”.

121, 272

4.4 S14 menyadari kekeliruannya sendiri saat menentukan titik stasioner f (x) = 2x3-3x2-12x+7.

130

4.5 Perhitungan S14 dalam menentukan ordinat titik stasioner dari 2x3+3x2-72x+5.

130

4.6 Kategorisasi Chick et al(2006) yang diacu oleh peneliti (lihat selengkapnya pada tabel 2.1).

132

4.7 PCK termasuk pengertian guru tentang materi spesifik apa yang mudah dan sulit bagi siswa : konsepsi dan miskonsepsi siswa dari berbagai latar belakang dan usia (Shulman :1986).

133

6.1 Illustrasi fungsi naik, fungsi turun, dan titik stasioner oleh guru.

6.10 Guru sedang mengingatkan kembali materi dengan menggunakan rumusan kunci.

277

6.11 Ketika guru menerangkan menggambar sket grafik f(x) =

x2-4x+1.

281

6.12 Contoh soal oleh guru. 286

6.13 Pekerjaan M di whiteboard. 290

(18)

xviii

Gambar Keterangan Judul Halaman

siswa Y dengan peneliti.

W.III.S14.1 S14 sempat keliru mengunakan prosedur penyelesaian pertidaksaman dalam menentukan naik turunnya f(x)= x2 -4x+1.

103, 258

W.III.S14.2 S14 menyelesaikan permasalahan menentukan naik turunnya fungsif(x)= x2-4x+1.

104, 259

W.III.S14.3 Hasil akhir pekerjaan S14 dalam menentukan naik turunnya fungsi f(x)= x2-4x+1.

105

K.I.1 Guru menuliskan hitungan untuk menentukan sketsa grafik.

152

K.I.2 Operasi hitungan uji f ’(x) awal (yang keliru). 156 K.I.3 Operasi hitungan uji f ’(x) yang sudah dibetulkan guru. 158, 275 K.II.1 Guru mengarahkan siswa untuk menentukan titik

stasioner.

160

K.II.2 Catatan milik B. 165

K.II.3 Hitungan yang ditanyakan M. 165

K.III.1 Guru menebalkan garis untuk mempertegas penjelasan tentang interval.

171, 288

K.III.2 Kurva cekung ke bawah yang dibuat guru. 173 K.III.3 Guru usai memperagakan sketsa grafik fungsi x2-9=0 174 K.III.4 Guru memperagakan bagaimana interval berlaku pada

sketsa grafik x2-9=0.

175

K.III.5 Soal yang diberikan kepada siswa. 176

K.IV.1 Guru mendemonstrasikan prosedur hitungan uji f ’(x). 185

K.IV.2 Pekerjaan M yang dikoreksi guru. 190

WS_M.1 Pemfaktoran f(x) = 2x3+3x2-72x+5 256

DAFTAR LAMPIRAN

Keterangan Halaman

Lampiran 1 Transkrip Data Observasi Kelas 152

Lampiran 2 Transkrip Data Wawancara dengan Guru 204

Lampiran 3 Transkrip Data Wawancara dengan Siswa 254

Lampiran 4 Ringkasan Materi Pembelajaran di Kelas 260

Lampiran 5 Deskripsi Pembelajaran di Kelas 269

Lampiran 6 Daftar Nilai Turunan dari Guru 294

Lampiran 7 Lembar Instrumen Wawancara Pengetahuan Guru Tentang Konsepsi Siswa

295

(19)

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Generasi muda merupakan tumpuan harapan bangsa. Merekalah

harapan bagi suatu bangsa untuk dapat meningkatkan taraf peradaban

menjadi lebih baik. Oleh karena itu, diupayakanlah pendidikan bagi

generasi muda melalui sebuah sistem yang konkretnya kita lihat sebagai

institusi-institusi pendidikan –baik formal maupun non formal- sebagai

tempat persemaian embrio-embrio penerus bangsa yang tangguh. Dengan

institusi ini potensi-potensi sumber daya manusia terus diupayakan menuju

peradaban yang lebih baik.

Berbicara tentang pendidikan, tidak asing jika kita berbicara

tentang guru. Sudah menjadi rahasia umum jika guru memainkan peran

penting dalam dunia pendidikan. Guru merupakan ujung tombak dalam

mencerdaskan anak bangsa (Pujiono, 2012). Berkaitan dengan hal ini

tugas yang dihadapi oleh seorang guru tidaklah sederhana.

Guru, selain menguasai materi pelajaran yang menjadi bidang

spesialisasi, juga diharapkan memiliki keterampilan pedagogis. Tidak

hanya itu, subjek yang dihadapi guru adalah para siswa. Sebagai

masing-masing individu, para siswa ini tentu saja memiliki cara berpikir serta latar

belakang kehidupan sosial dan budaya yang berbeda-beda. Hill, Ball, dan

Schilling (2008:372) mengungkapkan bahwa sudah menjadi kesepakatan

bersama bahwa guru matematika yang efektif adalah guru yang memiliki

(20)

pengetahuan khusus tentang cara berpikir siswa dan ide-ide siswa dalam

matematika.

Sejalan dengan pengalaman penulis pada saat melaksanakan

program pengalaman lapangan. Menciptakan paduan yang harmonis antara

kemampuan secara materi dengan kemampuan menyajikan materi di

dalam kelas bukanlah perkara yang mudah, apalagi yang berkaitan dengan

siswa. Ketika penulis mengkonsultasikannya dengan pihak terkait

mengenai permasalahan tersebut, mereka menyatakan bahwa para

mahasiswa calon guru harus menyadari bahwa kesulitan yang dialami

tersebut salah satunya dikarenakan minimnya pengalaman, hanya sebatas

itu saja, tanpa ada kejelasan solusi pada bagian mana dan harus mulai

darimana jika ingin mengatasi kesulitan tersebut. Berkaitan dengan hal ini

penulis secara tidak sengaja menemukan istilah Pedagogical Content

Knowledge (PCK) ketika membaca sebuah karya ilmiah di perpustakaan

universitas.

Setelah ditelusur lebih jauh, Pedagogical Content Knowledge

(PCK) merupakan salah satu istilah yang diangkat dalam menanggapi

ketidakseimbangan prioritas antara kemampuan penguasaan materi guru

dengan kemampuan pedagogisnya yang berakibat ke kecenderungan

pemisahan praktek antara keduanya. PCK merupakan teori yang mengkaji

tentang bagaimana bentuk-bentuk transformasi yang dilakukan guru dalam

menyampaikan materi pelajaran kepada para siswanya. PCK diusulkan

pertama kali oleh Shulman yang mengungkapkan dalam tulisannya pada

(21)

tahun 1986 bahwa kesuksesan mengajar tidak akan bisa tercapai hanya

dengan penguasaan materi saja atau penguasaan pedagogi saja.

Menilik PCK secara dekat lagi, PCK ini terbagi dalam beberapa

kategori. Secara umum, Shulman (1986:9) membaginya menjadi dua

kategori yaitu:

1. Pengetahuan mengenai berbagai macam bentuk representasi

dan bagaimana bahan ajar disampaikan agar bisa dipahami oleh

orang lain.

2. Pengetahuan guru mengenai pemahaman siswa terkait materi

termasuk kesulitan siswa tentang suatu topik, pra-konsepsi,

konsepsi dan miskonsepsi siswa dari berbagai usia dan latar

belakang.

Pembahasan mengenai PCK ini sudah cukup lama dilakukan oleh

berbagai aktivis-aktivis pendidikan di luar negeri maupun di dalam negeri.

Mereka mengadakan penelitian-penelitian mengenai PCK ini tidak lain

adalah untuk meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas-kelas dari sisi

guru/pendidik, baik guru yang sudah memiliki pengalaman yang lama

dalam mengajar maupun para pre-service teachers.

Berangkat dari beberapa hal tersebut di atas, penulis tertarik untuk

meneliti lebih jauh tentang PCK, dan penulis akan berfokus pada

penelitian mengenai “Pedagogical Content Knowledge (PCK) Guru

Matematika di SMA N 1 Klaten Tentang Konsepsi dan Miskonsepsi yang

Dimiliki oleh Siswa dalam Pembelajaran Materi Fungsi Naik, Fungsi

(22)

Turun, dan Titik Stasioner”. Materi fungsi naik, fungsi turun, dan titik

stasioner dipilih karena bersesuaian dengan waktu penelitian ketika itu.

B. Identifikasi Masalah

Melalui pemaparan permasalahan yang telah dipaparkan dalam

latar belakang, akan diperjelas mengenai permasalahan yang lebih spesifik

yaitu :

1. Sebagai seorang calon guru matematika, ada kesulitan-kesulitan

dalam praktek mengajar terutama berkaitan dengan pengelolaan

siswa agar materi pembelajaran dapat tersampaikan dengan baik

kepada mereka.

2. Masih banyak guru matematika, apalagi di kota-kota kecil, yang

membutuhkan masukan untuk meningkatkan kualitas dirinya

sehingga mampu mengoptimalkan perannya sebagai pendidik di

instansinya masing-masing.

3. Kebijaksanaan Pengembangan Profesi Berkelanjutan bagi Guru

dari pemerintah masih membutuhkan masukan-masukan positif

untuk merealisasikannya agar mampu mengoptimalkan

peningkatan kualitas guru.

4. Kajian PCK berpotensi memberikan andil dalam upaya

meningkatkan kualitas guru, khususnya matematika, tetapi kategori

PCK kaitannya pengetahuan guru matematika terhadap siswanya

belum banyak diteliti lebih lanjut.

(23)

C. Pembatasan Masalah

Mengingat keterbatasan waktu, tenaga, biaya dan pengetahuan

peneliti, maka dalam penelitian ini perlu adanya pembatasan masalah.

Pembatasan masalah dilakukan hanya untuk menyederhanakan dan

menyempitkan lingkup masalah, akan tetapi tidak akan mengurangi sifat

ilmiah dari suatu pembahasan. Penelitian ini membatasi subyek sebagai

berikut:

1. Subyek guru adalah seorang guru Matematika SMA N 1 Klaten

yang mengajar kelas XI IPA 2 Tahun Ajaran 2011/2012.

2. Kategori pengetahuan PCK yang akan diteliti adalah pengetahuan

guru mengenai konsepsi dan miskonsepsi siswa selama

pembelajaran berlangsung.

3. Subyek siswa terdiri dari para siswa kelas XI IPA 2 SMA N 1

Klaten Tahun Ajaran 2011/2012.

4. Materi pembelajaran yang diteliti adalah tentang Fungsi Naik,

Fungsi Turun, Titik Stasioner.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan yang ada, ditentukan

rumusan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah Pedagogical Content Knowledge (PCK) guru

matematika di SMA terkait pengetahuan guru tentang konsepsi yang

dimiliki oleh siswa-siswinya pada materi fungsi naik, fungsi turun,

titik stasioner?

(24)

2. Bagaimanakah Pedagogical Content Knowledge (PCK) guru

matematika di SMA terkait pengetahuan guru tentang miskonsepsi

yang dimiliki oleh siswa-siswinya pada materi fungsi naik, fungsi

turun, titik stasioner?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mencari tahu bagaimana

PCK guru matematika di SMA, khususnya menyangkut konsepsi dan

miskonsepsi yang ada pada siswa-siswinya dalam pembelajaran Materi

Fungsi Naik, Fungsi Turun, dan Titik Stasioner.

F. Batasan Istilah

1. Pedagogical Content Knowledge (PCK)

Pedagogical Content Knowledge (PCK) merupakan

pengetahuan yang ada dalam diri guru, yakni produk pengetahuan

yang merupakan sinergi antara kedua pengetahuan guru, yakni

pengetahuan tentang materi (mata pelajaran yang menjadi spesialisasi)

dan pengetahuan pedagogis, yang terwujud dalam bentuk-bentuk

representasi, analogi-analogi, ilustrasi, contoh-contoh, eksplanasi dan

demonstrasi (dalam kata-kata) yang dipergunakan guru dalam

mengupayakan pembelajaran yang efektif dan efisien.

Basis PCK adalah pengetahuan yang ada pada guru. Oleh

karena itu PCK akan diukur dengan menggali pengetahuan yang ada

pada guru melalui wawancara kemudian mengkategorikannya sesuai

dengan fokus penelitian PCK kategori tertentu. Setelah itu dilakukan

(25)

verifikasi kembali pengetahuan guru melalui kenyataan di lapangan,

yakni melalui pengamatan proses pembelajaran dan wawancara siswa.

2. Konsepsi yang Dimiliki Oleh Siswa

Konsepsi yang dimiliki oleh siswa adalah kumpulan-kumpulan

pengertian yang dimiliki oleh siswa terhadap konsep-konsep yang

terlibat dalam topik-topik tertentu dalam pembelajaran, khususnya

yaitu terkait dengan mudah sulitnya topik-topik tersebut bagi siswa.

Konsepsi siswa dalam penelitian ini akan dilihat dalam

kerangka PCK guru (pengetahuan yang ada pada guru). Jadi konsepsi

yang dimilki oleh siswa ini akan diukur melalui kategorisasi PCK

guru yaitu pengetahuan guru tentang konsep-konsep yang dimengerti

dengan baik dan konsep-konsep yang dimengerti dengan tidak baik

oleh siswa (lihat Tabel 2.3).

3. Miskonsepsi yang Dimiliki Oleh Siswa

Menurut Suparno (2005:4), miskonsepsi atau salah konsep

menunjuk pada suatu konsep yang tidak sesuai dengan pengertian

ilmiah atau pengertian yang diterima para pakar dalam bidang itu.

Miskonsepsi siswa dalam penelitian ini akan dilihat dalam

kerangka PCK guru (pengetahuan yang ada pada guru). Jadi

miskonsepsi yang dimiliki oleh siswa akan diukur menggunakan

kategorisasi yang ada dalam framework peneliti PCK sebelumnya

(lihat penjelasan lebih lanjutnya pada bab IV-C tentang pembahasan

hasil penelitian) dan melalui perincian yang lebih mendalam terkait

(26)

kategorisasi PCK guru yang sudah terhimpun ke dalam kategori

“topik-topik yang tergolong sulit bagi siswa”.

4. Materi Fungsi Naik, Fungsi Turun, dan Titik Stasioner.

Materi Fungsi Naik, Fungsi Turun, dan Titik Stasioner ini

merupakan sub materi dari materi pokok Turunan. Materi ini bagian

dari K.D 3.4: Menggunakan turunan untuk menentukan karakteristik

suatu fungsi aljabar dan memecahkan masalah.

G. Manfaat Penelitian

1. Bagi Peneliti

a. Peneliti yang sekaligus calon guru dapat memperoleh kejelasan

mengenai PCK guru khususnya terkait pengetahuan guru tentang

konsepsi dan miskonsepsi siswa dalam pembahasan materi

matematika di kelas. Dengan kejelasan PCK tersebut, peneliti yang

sekaligus sebagai calon guru akan memperoleh pembelajaran, salah

satunya adalah memberi pencerahan terkait pengalaman yang

dialami peneliti ketika PPL, juga hasil penelitian ini dapat dijadikan

sebagai bahan referensi, kelak ketika peneliti melanjutkan

pergulatan profesi di bidang pendidikan dan keguruan.

2. Bagi Guru

a. Guru dapat memperoleh kejelasan mengenai PCK khususnya

terkait pengetahuan guru tentang konsepsi dan miskonsepsi siswa.

Hal ini diharapkan dapat menjadi bahan untuk pengembangan

kemampuan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran.

(27)

   

3. Bagi Ilmu Pengetahuan

a. Dapat memberikan salah satu bukti perwujudan PCK guru di SMA

(bahan studi kasus) yang berkaitan dengan pengetahuan guru

mengenai konsepsi dan miskonsepsi siswa dalam pembelajaran

materi matematika dalam suatu kelas.

b. Dapat memperkaya kajian PCK, khususnya mengenai khazanah

bukti perwujudan PCK dalam tindakan nyata guru SMA dalam

pembelajaran matematika di kelas. Hasil identifikasi PCK ini

diharapkan bisa menjadi modal pelengkap bagi pengembangan

kemampuan guru-guru matematika, terutama calon-calon guru

(pre-service teachers) matematika.

(28)

10

BAB II

KAJIAN TEORI

Pada bab ini akan diuraikan beberapa kajian teori yang dipergunakan dalam

pembahasan hasil penelitian. Teori tersebut antara lain Pedagogical Content

Knowledge , konsepsi dan miskonsepsi siswa.

A. Pedagogical Content Knowledge (PCK)

Shulman (1986:7), dalam tulisannya : Knowledge Growth in

Teaching, merumuskan permasalahan pada awal penelitiannya tentang

PCK sebagai berikut:

“What are the resources of teacher knowledge? What does a

teacher know and when did he or she come to know it?

How is new knowledge acquired, old knowledge retrieved,

and both combined to form a new knowledge base?”

Shulman (1986:9), menititikberatkan PCK pada knowledge base. Secara

lebih rinci, guru sebagai pendidik tidak hanya memiliki pengetahuan

tentang mata pelajaran yang menjadi spesialisasinya, tetapi juga

pengetahuan tentang pedagogi (cara mengajar) yang telah diperoleh

melalui bangku perkuliahan. Untuk bisa melaksanakan pembelajaran

dengan baik, dibutuhkan sinergi antara dua hal tersebut.

Pedagogical Content Knowledge (PCK) merupakan pengetahuan

yang ada pada guru, tidak sekedar melingkupi hal-hal yang berkaitan

(29)

dengan pengetahuan materi (dalam penelitian ini) matematika saja. Dalam

memutuskan aspek-aspek dalam mengajar, guru mempergunakan

pengetahuan pedagogis sekaligus pengetahuan isi (materi matematikanya).

Perpaduan antara keduanya diistilahkan dengan PCK. Lebih tepatnya lagi

adalah tentang bagaimana guru bisa mentransformasikan pengetahuan

pedagogis dan pengetahuan isi yang dimilikinya ke dalam kegiatan belajar

mengajar yang sesuai bagi para siswanya tanpa mengesampingkan

ketercapaian tujuan dari proses pembelajaran matematika juga situasi dan

kondisi tempat belajar mengajar. Proses transformasi ini melibatkan

“sebuah pemahaman mengenai bagaimana topik-topik, permasalahan, atau

isu-isu tertentu dikelola, direpresentasikan, dan diadaptasikan dengan

ketertarikan dan kemampuan para siswa yang berbeda-beda, menjadi

instruksi yang tampak dalam pembelajaran” (Shulman, 1987 dalam Chick,

Baker, Pham, dan Cheng, 2006 : 2)

Baker, Chick, Pham, dan Cheng (2006) berhasil merumuskan

framework mengenai PCK guru dalam penelitiannya. Kerangka berpikir

ini dipergunakan untuk mengidentifikasi komponen-komponen kunci

PCK, bagaimana komponen tersebut tampak dalam kegiatan belajar

mengajar, dan sejauh mana pengetahuan isi dan pedagogi saling

bersinergi. Usulan Baker, Chick, Pham, dan Cheng (2006) tertuang dalam

(30)

Tabel 2.1: Pengembangan Kategorisasi PCK oleh Chick, Baker, Pham dan Cheng(2006).

Mengadaptasi kategori-kategori yang diusulkan oleh Chick, Baker,

Pham dan Cheng (2006) kategorisasi PCK dalam pembelajaran

(31)

1. Jelas-jelas PCK

Kategori Jelas-jelas PCK merupakan kategori dimana

pengetahuan pedagogis dan pengetahuan isi benar-benar saling

terjalin(Chick et al, 2006:2). Kategori ini dijabarkan lagi ke

dalam sub-sub kategori antara lain :

a. Strategi Mengajar

Sub kategori ini membahas bagaimana guru

menentukan pendekatan, tujuan, bahan serta alat evaluasi

dalam pembelajaran dalam rangka memfasilitasi siswa

untuk mencapai tujuan pembelajaran yang sudah ditetapkan.

b. Cara Berpikir Siswa

Sub kategori ini membahas bagaimana pengetahuan

guru mengenai cara berpikir siswa-siswinya. Pengetahuan

ini salah satunya terlihat dari cara guru mengarahkan

siswanya tentang suatu konsep, juga dapat dilihat melalui

pengetahuan guru tentang tipe-tipe level pemahaman siswa.

Kategori ini berangkat dari gagasan Shulman

(1986:9) seperti yang sudah diungkapkan dalam bab I

terdahulu (lihat pada halaman 3) sebagai berikut :

“Pedagogical content knowledge also

(32)

Melalui hal ini diperoleh sebuah kejelasan peran

konsepsi siswa dalam proses pembelajaran. Setiap siswa

membawa konsepsi dan prakonsepsinya masing-masing.

Tidak semua konsepsi dan prakonsepsi yang dimiliki oleh

siswa bisa mendukung proses pembelajaran. Menghadapi

hal tersebut, guru memiliki peran untuk bisa mengolah hal

tersebut agar pembelajaran dapat berjalan efektif,

mengarahkan siswa agar sampai pada tujuan pembelajaran.

c. Cara Berpikir Siswa-Miskonsepsi

Sub kategori ini meliputi strategi guru untuk menata

kembali pemahaman siswa (dari miskonsepsinya). Hal ini

bisa terlihat melalui cara-cara guru mendiskusikan atau

membenahi miskonsepsi siswa tentang sebuah konsep.

d. Pemberian Tugas-Tugas

Sub kategori ini meliputi identifikasi guru terhadap

aspek-aspek dari tugas sehingga bisa menentukan

kompleksitas yang sesuai dari tugas tersebut terhadap tujuan

pembelajaran pada saat tertentu.

e. Penyajian Konsep yang Detail dan Sesuai

Sub kategori ini dapat terlihat dari cara guru

menyajikan sebuah konsep melalui illustrasi ataupun cara

(33)

matematika (termasuk di dalamnya diagram, alat peraga,

dan lain-lain).

f. Eksplanasi

Chick dan kawan-kawan menyebutnya sebagai

explanations. Kamus Oxford mendefinisikan kata

explanation sebagai “a statement, fact, or situation that

tells you why something happened; a reason given for

something”. Sub kategori ini menunjuk kepada PCK guru

yang tampak ketika guru memberikan

keterangan/penjelasan mengenai materi pembelajaran

tertentu kepada para siswanya.

g. Pengetahuan akan Contoh

PCK guru akan terlihat dari cara guru

mempergunakan contoh-contoh yang bisa membantu

memperjelas konsep atau prosedur. Lebih dalam lagi, sub

kategori ini membahas bagaimana guru menentukan

contoh-contoh yang sesuai untuk para siswanya dalam

pembelajaran materi tertentu.

h. Pengetahuan akan Sumber Belajar

Sumber belajar merupakan sarana bagi pembelajar

untuk bisa mengeksplorasi pengetahuan seluas-luasnya.

Dengan mengetahui berbagai macam sumber belajar, guru

(34)

kondisi lapangan yang dinamis ketika mengajar. Sub

kategori ini menjelaskan penggunaan sumber

belajar-sumber belajar yang tersedia oleh guru untuk mendukung

proses pembelajaran.

i. Pengetahuan akan Kurikulum

Kurikulum merupakan pedoman dari pemerintah

dalam melaksanakan pendidikan di sekolah-sekolah dalam

sebuah negara. Sub kategori PCK guru ini membahas

bagaimana suatu topik/materi pembelajaran sesuai dengan

kurikulum. Pengetahuan akan kurikulum memiliki peranan

strategis dalam menentukan topik/materi yang tetap pada

jalur yang sudah ditetapkan oleh pemerintah.

j. Tujuan Pembelajaran

Sub kategori ini tampak dalam pembahasan yang

dipaparkan guru tentang mengapa sebuah konten (materi

matematika) bisa termasuk di dalam kurikulum dan

bagaimana konten (materi matematika) itu bisa bermanfaat

bagi para siswanya.

2. Pengetahuan Isi (Materi Matematika) dalam Konteks Pedagogis

Kategori kedua ini, meliputi kemampuan guru untuk

menterjemahkan pengetahuan matematika yang dimilikinya ke

(35)

hubungan dan struktur-struktur di dalam matematika serta

pengetahuan dasar matematika (Chick et all, 2006:2).

3. Pengetahuan Pedagogis dalam Konteks Isi (Materi Matematika)

Kategori PCK tentang “pengetahuan pedagogis dalam

konteks isi (materi matematika) menunjukkan pengetahuan

guru tentang bagaimana menerapkan pengetahuan

pedagogisnya pada aspek-aspek isi (materi matematika)

tertentu. Kategori ini meliputi pengetahuan guru mengenai

strategi agar siswa fokus dalam pembelajaran dan pengetahuan

guru tentang teknik-teknik pengelolaan pembelajaran. (Chick

et all, 2006:2)

Tabel 2.2: Tabel Kategorisasi PCK yang diadaptasi dari ide Chick, Baker, Pham& Cheng (2006).

Kategori PCK Tampak ketika guru ...

Jelas-jelas PCK

Strategi Mengajar

Cara Berpikir Siswa

Cara Berpikir Siswa-tentang Miskonsepsi

Pemilihan Tugas

Mendiskusikan atau menggunakan

strategi-strategi/pendekatan-pendekatan, baik umum atau spesifik, untuk mengajarkan konsep atau keterampilan matematika

Mendiskusikan atau mengarahkan cara berpikir siswa tentang sebuah konsep, atau mengenali tipe dari level-level pemahaman siswa

Mendiskusikan atau mengarahkan miskonsepsi siswa tentang suatu konsep

(36)

Kategori PCK Tampak ketika guru ... Representasi Konsep yang Sesuai

dan Detail

Menjelaskan/menerangkan

Pengetahuan akan Contoh-contoh

Pengetahuan akan Sumber-sumber

Pengetahuan Kurikulum

Pengetahuan Mengenai Tujuan dari Materi/Konten

Mendeskripsikan atau

mendemonstrasikan cara-cara untuk memodelkan atau mengilustrasikan sebuah konsep (bisa mencakup materi atau diagram)

Menerangkan sebuah topik, konsep atau prosedur

Penggunaan sebuah contoh yang menggarisbawahi sebuah

konsep/prosedur

Mendiskusikan/menggunakan sumber-sumber yang tersedia untuk mendukung guru ketika mengajar

Mendiskusikan bagaimana materi/topik pelajaran sesuai dengan kurikulum

Mendiskusikan alasan-alasan bagi materi yang dimasukkan ke dalam kurikulum atau bagaimana materi itu akan digunakan

Pengetahuan akan Materi dalam Konteks Pedagogis

Pemahaman yang Mendalam Tentang Matematika Dasar

Menguraikan dan Menyusun Kembali Materi Ke Dalam Komponen-Komponen Kunci

Struktur Matematika dan Hubungan-Hubungan

Pengetahuan tentang Teknik Mengajar Untuk Materi Tertentu

Menunjukkan pemahaman konseptual yang luas dan mendalam dari aspek-aspek matematika yang teridentifikasi

Mengidentifikasi komponen

matematika penting ke dalam konsep dimana komponen tersebut mendasari dalam pemahaman dan penerapan konsep

Membuat hubungan antara konsep dengan topik, termasuk interdependensi antar konsep

(37)

Kategori PCK Tampak ketika guru ...

Metode-metode Penyelesaian Masalah

Mendemonstrasikan sebuah metode untuk memecahkan sebuah

permasalahan matematika

Pengetahuan akan Pedagogik dalam Konteks Materi

Tujuan Pembelajaran

Menarik Perhatian Siswa dan Menjaga Fokus Siswa

Teknik-teknik Kelas

Mendeskripsikan sebuah tujuan dari pembelajaran siswa

Mendiskusikan atau menggunakan strategi untuk menarik perhatian siswa

Mendiskusikan atau menggunakan hal-hal praktis dalam kelas secara umum

Seperti yang sudah disinggung dalam penjelasan sebelumnya,

bahwa secara umum Shulman (1986:9) membagi PCK menjadi dua

kategori. Salah satu kategorinya adalah tentang bagaimana pengetahuan

guru mengenai pemahaman siswa terkait materi termasuk kesulitan siswa

tentang suatu topik, pra-konsepsi, konsepsi dan miskonsepsi siswa dari

berbagai usia dan latar belakang. Kategori pengetahuan guru mengenai

siswa inilah yang akan diambil peneliti sebagai fokus, terkhusus lagi

mengenai konsepsi dan miskonsepsi siswa.

B. Konsepsi Siswa dalam Pembelajaran Fungsi Naik, Fungsi Turun, dan

Titik Stasioner

Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005:520) menyebutkan, konsepsi

berarti pengertian, rancangan cita-cita yang telah ada di pikiran, sedangkan

merujuk pada “A Comprehensive Dictionary of Psychological and

(38)

berikut : 1 kb. proses memahami (semua pengertian/rasa), 2 proses

pembentukan konsep (concept formation), 3 =konsep (dalam konteks

“konsep” yang umum, yang merupakan induk dari sub-sub konsep), 4

sebuah kelompok yang mengandung hubungan antar konsep-konsep.

Dalam sudut pandang PCK, konsepsi siswa menduduki posisi yang

strategis. Shulman (1986) dalam artikelnya “Those Who Understand :

Knowledge Growth in Teaching”, menyebutkan bahwa pengetahuan guru

tentang konsepsi dan prakonsepsi yang dimiliki oleh siswa dari berbagai

usia dan latar belakang tercakup dalam PCK guru.

“Pedagogical content knowledge also includes an

understanding of what makes the learning of specific topics easy or difficult: the conceptions and preconceptions that students of different ages and backgrounds bring with them to the learning of those most frequently taught topics and lessons...” (Shulman, 1986:9)

Posisi konsepsi siswa dalam pembelajaran kaitannya dengan

pengetahuan guru adalah tentang apa yang membuat suatu materi mudah

atau sulit dipelajari di dalam suatu proses pembelajaran. Untuk mengetahui

sulit mudahnya suatu materi untuk dipelajari dalam suatu proses

pembelajaran tidak bisa dilepaskan dari kemampuan guru dalam

mengenali para siswanya.

Mempertimbangkan beberapa informasi di atas, peneliti

mendefinisikan konsepsi siswa dalam pembelajaran Fungsi Naik, Fungsi

Turun, dan Titik Stasioner sebagai kumpulan-kumpulan pengertian yang

dimiliki oleh siswa-siswi terhadap konsep-konsep yang terlibat, khususnya

(39)

Titik Stasioner. Konsep-konsep ini kemungkinan sudah dimengerti dengan

baik dan mampu mendukung siswa menuju proses pembelajaran yang

selanjutnya. Meskipun demikian, ada kemungkinan juga bahwa siswa

belum sepenuhnya mengerti atau bahkan –dimungkinkan juga- sama sekali

tidak mengerti akan materi yang sudah diajarkan. Jika siswa mengalami

hal seperti ini, konsepsi akan bergeser menjadi miskonsepsi.

C. Miskonsepsi Siswa

Suparno (2005:4) menjelaskan bahwa miskonsepsi atau salah

konsep menunjuk pada suatu konsep yang tidak sesuai dengan pengertian

ilmiah atau pengertian yang diterima para pakar dalam bidang itu. Bentuk

miskonsepsi dapat berupa konsep awal, kesalahan, hubungan yang tidak

benar antara konsep-konsep, gagasan intuitif atau pandangan yang naif.

Secara lebih rinci, Fowler (1987, dalam Suparno, 2005:5)

memandang miskonsepsi sebagai pengertian yang tidak akurat akan

konsep, penggunaan konsep yang salah, klasifikasi contoh-contoh yang

salah, kekacauan konsep-konsep yang berbeda, dan hubungan hierarkis

konsep-konsep yang tidak benar.

Menurut Suparno (2005), beberapa faktor penyebab miskonsepsi

siswa antara lain adalah dari siswa itu sendiri, dari guru, buku/teks,

konteks, dan cara mengajar.

Tabel 2.3 : Sebab-sebab miskonsepsi siswa.

Sebab Utama Sebab Khusus

Siswa • Prakonsepsi

(40)

• Pemikiran humanistik

Reasoning yang tidak lengkap/salah • Intuisi yang salah

• Tahap perkembangan kognitif siswa

• Kemampuan siswa

• Minat belajar siswa

Guru/Pengajar • Tidak menguasai bahan, tidak kompeten

• Bukan lulusan dari bidang ilmu terkait

• Tidak membiarkan siswa

mengungkapkan gagasan/ide

• Relasi guru-siswa tidak baik

Buku Teks • Penjelasan keliru

• Salah tulis, terutama dalam rumus

• Tingkat kesulitan penulisan buku terlalu tinggi bagi siswa

• Siswa tidak tahu membaca buku teks

• Buku fiksi sains kadang-kadang

konsepsnya menyimpang demi menarik pembaca

• Kartun sering memuat miskonsepsi

Konteks • Pengalaman siswa

• Bahasa sehari-hari berbeda

• Teman diskusi yang salah

• Keyakinan dan agama

• Penjelasan orangtua/orang lain yang

keliru

• Konteks hidup siswa (TV, radio, film

yang keliru)

• Perasaan senang/tidak senang; bebas atau

tertekan

Cara Mengajar • Hanya berisi ceramah dan menulis

• Langsung ke dalam bentuk matematika

• Tidak mengungkapkan miskonsepsi

siswa

• Tidak mengoreksi PR yang salah

• Model analogi

• Model praktikum

• Model diskusi

• Model demonstrasi yang sempit

(41)

Penyebab miskonsepsi siswa yang terurai di atas adalah penyebab

miskonsepsi siswa khususnya dalam pembelajaran fisika. Meskipun

berbeda konteks, yakni fisika dan matematika, tetapi dalam

penggunaannya terdapat beberapa macam kemiripan. Beberapa hal di atas

yang kurang relevan dengan pembelajaran matematika tidak akan dipakai

dalam penelitian kali ini misalnya saja pada poin Buku fiksi sains

kadang-kadang konsepnya menyimpang demi menarik pembaca dan model

praktikum. Di sini maksudnya adalah, bahwa dalam pembelajaran

matematika buku yang utama dipakai umumnya bukan buku fiksi sains

dan hampir tidak mungkin dalam pembelajaran matematika ada praktikum

seperti yang ada dalam pembelajaran sains (dalam hal ini adalah fisika).

D. Penggunaan Turunan

Pembahasan teori Penggunaan Turunan berasal dari buku

“Kalkulus dan Geometri Analitis” karangan Purcell&Varberg.

1. Maksimum dan Minimum

a. Definisi (Purcell&Varberg, 1987:185)

Gambar 2.1 : Fungsi f dengan domain S.

y

x S

y=f(x)

Perhatikan gambar 2.1.

Andaikan kita mengetahui

fungsi f dengan domain S. Akan

ditentukan apakah f memiliki

nilai maksimum atau minimum

(42)

Dalam hal ini asumsikan nilai-nilai tersebut ada. Kita ingin mengetahui

lebih lanjut di mana dalam S nilai-nilai itu berada. Kita mulai dengan

mendefinisikan dengan kosakata yang tepat.

Andaikan S, daerah asal f memuat titik c. Kita katakan bahwa :

(i) f(c) adalah nilai maksimum f pada S jika f(c) ≥ f(x) untuk

semua x di S;

(ii) f(c) adalah nilai minimum f pada S jika f(c) ≤ f(x) untuk

semua x di S.

(iii) f(c) adalah nilai ekstrim f pada S jika ia adalah nilai

maksimum atau nilai minimum.

b. Teorema Eksistensi Maks-Min (Purcell&Varberg, 1987:186)

Jika f kontinu pada selang tertutup [a,b], maka f

mempunyai nilai maksimum dan nilai minimum pada selang

tersebut.

Gb. 2.2 : Grafik fungsi y= f(x) = 1/x.

Perhatikan gambar 2.2.

Apakah f memiliki nilai

maksimum atau nilai minimum pada S (domain f )?

Jawabannya bergantung,

pertama-tama, pada himpunan S tersebut.

- Pada (0,∞) f tidak

memiliki nilai maks atau min.

- Pada [1,3] nilai maks =

1, nilai min = 1/3

- Pada (1,3] tanpa nilai

(43)

Jawaban selanjutnya tergantung pada jenis fungsi. Perhatikan

contoh kasus berikut ini. Fungsi

Perhatikan bahwa meskipun dalam interval tertutup suatu fungsi

akan memiliki nilai maksimum dan minimum (gambar 2.2) tetapi jika

diterapkan pada fungsi yang tidak kontinu (meskipun sudah dibatasi

oleh selang tertutup, lihat gambar 2.3) ternyata fungsi tidak memiliki

nilai maksimum dan minimum (dalam kasus ini, hanya memiliki nilai

minimum).

2. Kemonotonan dan Kecekungan

a. Teorema Nilai Rata-rata

Secara geometris, jika pada grafik sebuah fungsi

kontinu terdapat garis singgung tak vertikal melalui A dan B, jika 1 ≤x < 2

jika 2 ≤x≤ 3

jika 1 ≤ x < 2

(44)

maka diantara titik A dan B tersebut terdapat paling tidak satu

titik C sehingga garis singgung di titik C sejajar talibusur AB.

Seperti tampak pada sketsa gambar berikut :

Bukti teorema ini akan dipaparkan kemudian (lihat

pada sub poin b- Teorema Titik Kritis).

b. Teorema Titik Kritis (Purcell&Varberg, 1987:187)

Andaikan f didefinisikan pada selang I yang memuat titik c.

Jika f(c) adalah titik ekstrim, maka c haruslah suatu titik kritis;

yakni c berupa salah satu :

(i) titik ujung dari I;

(ii) titik stasioner dari f (f’(c)=0);

(iii) titik singular dari f (f’(c) tidak ada). A

B C

Gb 2.4 : Garis singgung yang sejajar dengan talibusur AB.

�(�)− �(�)

� − � =�′(�)

�(�)− �(�) =�′(�)(� − �)

Teorema Nilai Rata-rata untuk Turunan

Jika f kontinu pada selang tertutup [a,b] dan terdiferensial pada titik-titik dalam dari (a,b), maka terdapat paling sedikit satu bilangan c dalam (a,b) di mana :

atau, secara setara, dimana

(Purcell&Varberg, 1987:233 )

A

C3

B

C2

(45)

Bukti : Andaikan f(c) nilai maksimum f pada I dimana c

bukan titik ujung maupun titik singular. Akan cukup untuk

memperlihatkan bahwa c adalah titik stasioner.

f(c) nilai maksimum maka f(x) ≤ f(c) untuk semua x dalam I,

Titik ujung, titik stasioner dan titik singular merupakan

titik-titik kunci dari teori maks-min. Pada titik-titik ini nilai

ekstrim seringkali terjadi.

(i) (ii) (iii)

(46)

Sebarang titik dalam dalam daerah asal fungsi f yang termasuk

salah satu dari tiga tipe ini disebut sebuah titik kritis.

Bukti Teorema Nilai Rata-rata

Perhatikan gambar 2.10.

s(x)= f(x) – g(x) ...(1)

Persamaan y = g(x) melalui (a, f(a)), (b, f(b)). Gradien g(x)

adalah [f(b)-f(a)/b-a]. Maka persamaan g(x) diperoleh:

Gb 2.10 :Sketsa grafik f(x), g(x) dan s(x) dalam pembuktian Teorema Nilai Rata-rata.

�(�)− �(�) =�(�)− �(�)

� − � (� − �) … . (2)

�(�) =�(�) +�(�)− �(�)

� − � (� − �) … . (3)

Melalui persamaan (1) dan (3) dapat kita peroleh bentuk lain dari persamaan s(x) = f(x) – g(x), yaitu :

�(�) =�(�)− �(�)−�(�)− �(�)

� − � (� − �) … . (4)

Untuk x = a, persamaan (4) akan menjadi (a, f(a))

(b, f(b))

y = f(x)

s(x)

y = g(x)

b

a x x

(47)

�(�) =�(�)− �(�)−�(�)−�(�)

�−� (� − �) = 0

Untuk x = b, persamaan (4) akan menjadi

�(�) =�(�)− �(�)−�(�)− �(�)

� − � (� − �) = 0

Perhatikan bahwa s(a) = s(b) = 0 dan untuk x dalam (a,b) berlaku

�′(�) =�′(�)−�(�)− �(�)

� − �

Akan dibuktikan bahwa ada bilangan c diantara (a,b) sedemikian

sehingga s’(c) = 0 atau

�′(�) =�′(�)−�(�)− �(�)

� − �

0 =�′(�)−�(�)− �(�)

� − �

�′(�) =�(�)− �(�)

� − � .

S kontinu pada [a,b], karena merupakan selisih dua fungsi kontinu.

Menurut Teorema Eksistensi Maks-Min, S memiliki baik nilai maksimum

maupun minimum pada [a,b]. Akibatnya s’(x) = 0 untuk semua x dalam

(a,b).

Jika salah satu nilai tersebut (maksimum atau minimum) bukan nol, maka

nilai tersebut dicapai pada titik c (karena s(a) = s(b) = 0). Menurut

Teorema Titik Kritis s’(c) = 0.

c. Kemonotonan

1) Definisi menurut Purcell&Varberg (1987:193)

Andaikan f terdefinisi pada selang I (terbuka, tertutup,

(48)

a) f adalah naik pada I jika untuk setiap pasang

bilangan x1 dan x2 dalam I,

x1 < x2 => f(x1) < f(x2)

b) f adalah turun pada I jika untuk setiap pasang

bilangan x1 dan x2 dalam I,

x1 > x2 => f(x1) > f(x2)

c) f adalah monoton murni pada I jika ia naik pada I

atau turun pada I.

2) Turunan Pertama dan Kemonotonan

Kembali memperhatikan Teorema Nilai Rata-rata yang

sudah dibahas terdahulu. Kita andaikan bahwa f kontinu

pada I dan bahwa f’(x) > 0 di setiap titik x dalam I. Ambil

sembarang titik x1 dan x2 dengan x1 < x2. Berdasarkan

Teorema Nilai Rata-rata yang ditetapkan pada selang [x1,

x2], terdapat sebuah bilangan c dalam (x1, x2) yang

memenuhi :

f(x2) – f(x1) = f ’(c)( x2 – x1)

Karena f ’(x) > 0 maka diperoleh f(x2) > f(x1). Sesuai

dengan definisi dapat disimpulkan ketika f’(x) > 0 maka

f(x) naik.

Sedangkan andaikan f ’(x) < 0 di setiap titik dalam I.

Ambil sembarang titik titik x1 dan x2 dengan x1 < x2.

(49)

selang [x1, x2], terdapat sebuah bilangan c dalam (x1, x2)

yang memenuhi :

f(x2) – f(x1) = f ’(c)( x2 – x1)

Karena f ’(x) < 0 maka diperoleh f(x2) < f(x1). Sesuai

dengan definisi dapat disimpulkan ketika f ’(x) < 0 maka

f(x)turun.

Dengan ini dapat ditetapkan Teorema Kemonotonan

(Purcell&Varberg, 1987:194) : Andaikan f kontinu pada

selang I dan dapat didiferensialkan pada setiap titik dalam

dari I.

a) Jika f ’(x) > 0 untuk semua titik dalam x dari I, maka f

naik pada I.

b) Jika f ’(x) < 0 untuk semua titik dalam x dari I, maka f

turun pada I.

Contoh:

Jika f(x) = 2x3-3x2-12x+7, cari di mana f naik dan di mana f

turun.

Penyelesaian: f ’(x) = 6x2-6x-12 = 6(x+1)(x-2)

f ’(x) < 0 => f turun, berarti untuk mengetahui di mana f

turun maka 6(x+1)(x-2) < 0 dan 6(x+1)(x-2) > 0 perlu

dicari. Dengan mempergunakan prosedur penyelesaian

pertidaksamaan diperoleh :

f ’(x) < 0 => f turun

(50)

Gb. 2.6 : Garis bilangan f ’(x) = 6x2-6x-12.

Titik-titik pemisah adalah -1 dan 2 yang membagi

sumbu –x atas 3 selang, yaitu (-∞, -1), (-1,2), dan (2,∞).

Dengan mempergunakan titik-titik uji -2, 0, 3 dapat dilihat

bahwa f ’(x) > 0 pada x≤ -1 dan x ≥ 2 dan f ’(x) < 0 pada -1

x ≤ 2. Berdasarkan teorema kemonotonan dapat

disimpulkan bahwa f naik pada (-∞, -1] dan [2,∞); f turun

pada [-1,2].

3) Turunan Kedua dan Kecekungan

Purcell&Varberg (1987:196) menyebutkan dalam

bukunya tentang turunan kedua dan kecekungan sebagai

berikut :

a) Definisi : Andaikan f terdeferensial pada selang terbuka

I = (a,b). Jika f ’ naik pada I, f (dan grafiknya) cekung

ke atas di sana; jika f ’ turun pada I, f cekung ke bawah

pada I.

b) Teorema Kecekungan : Andaikan f terdeferensial dua

kali pada selang terbuka (a,b).

i. Jika f ”(x) > 0 untuk semua x dalam (a,b), maka f

cekung ke atas pada (a,b).

ii. Jika f ”(x) < 0 untuk semua x dalam (a,b), maka f

cekung ke bawah pada (a,b).

-1 2

(0) (0)

+ ++ - - - - + + +

(51)

Contoh : Di mana f(x) = 1/3x3-x2-3x+4 naik, turun, cekung ke atas, dan cekung ke bawah?

Penyelesaian:

f ’(x) = x2-2x-3= (x+1) (x-3)

f ”(x) = 2x-2 = 2(x-1). Akan diselidiki di mana f naik (f’(x)>0), f turun (f’(x)<0), cekung ke atas (f”(x)>0), cekung ke bawah (f”(x)<0). Dengan mempergunakan penyelesaian pertidaksamaan diperoleh:

Gb. 2.7: Garis bilangan f ’(x) = x2-2x-3 dan f ”(x) = 2x-2.

Berdasarkan teorema kemonotonan, f naik pada (-∞, -1] dan

[3, ∞); f turun pada [-1,3]; cekung ke atas pada [1, ∞); cekung ke bawah pada (-∞,1].

4) Titik Balik

Purcell&Varberg (1987: 198) menyebutkan

penjelasan mengenai titik balik seperti berikut ini :

“Andaikan f kontinu di c. Kita sebut (c,f(c))

suatu titik balik dari grafik f jika f cekung ke

atas pada satu sisi dan cekung ke bawah pada

sisi lainnya dari c.”

Pada buku Kalkulus karangan Ayres&Mendelson

(2006:84), istilah titik balik disebut dengan titik belok

(inflection point).

3. Maksimum Lokal dan Minimum Lokal

a. Definisi (Purcell&Varberg, 1987:202) : Andaikan S daerah asal

f, memuat titik c. Kita katakan bahwa :

(i) f (c) nilai maksimum lokal jika terdapat selang (a,b)

yang memuat c sedemikian sehingga f (c) adalah nilai

maksimum f pada (a,b) ∩ S; 1

(0) + + + - - - -

f’’

-1 3

(0) (0)

+ ++ - - - - + + +

(52)

(ii) f (c) nilai minimum lokal f jika terdapat selang (a,b)

yang memuat c sedemikian sehingga f(c) adalah

minimum f pada (a,b) ∩ S ;

(iii) f(c) nilai ekstrim lokal f jika ia berupa nilai

maksimum lokal atau minimum lokal.

b. Teorema Uji Turunan Pertama untuk Ekstrim Lokal

Menurut Purcell&Varberg (1987:203), andaikan f kontinu

pada selang terbuka (a,b) yang memuat titik kritis c.

(i) Jika f ’(x) > 0 untuk semua x dalam (a,c) dan f ‘ (x) < 0

untuk semua x dalam (c, b), maka f(c) adalah nilai

maksimum lokal f.

(ii) Jika f ’(x) < 0 untuk semua x dalam (a,c) dan f ‘ (x) > 0

untuk semua x dalam (c, b), maka f(c) adalah nilai

minimum lokal f.

(iii) Jika f ’(x) < 0 bertanda sama pada kedua pihak c, maka

f(c) bukan nilai ekstrim lokal f.

Bukti :

(i) Karena f ’(x) > 0 untuk semua x dalam (a,c), maka

menurut Teorema Kemonotonan f naik pada (a,c].

Menurut teorema yang sama, karena f ’(x) < 0 untuk

semua x dalam [c,b), maka f turun pada [c,b).

Sehingga, f (x) < f (c) untuk semua x dalam (a,b),

kecuali tentu saja di x = c. Jadi f(c) adalah

maksimum lokal.

(ii) Karena f ’(x) < 0 untuk semua x dalam (a,c), maka

menurut Teorema Kemonotonan f turun pada (a,c].

Menurut teorema yang sama, karena f ’(x) > 0 untuk

semua x dalam [c,b), maka f naik pada [c,b).

Sehingga, f (x) > f (c) untuk semua x dalam (a,b),

kecuali tentu saja di x = c. Jadi f(c) adalah minimum

(53)

(iii) Karena f ’(x) < 0 untuk semua x dalam (a,c), maka

menurut Teorema Kemonotonan f turun pada (a,c].

Menurut teorema yang sama, karena f ’(x) < 0 untuk

semua x dalam [c,b), maka f juga turun pada [c,b).

Sehingga, tidak terjadi f (x) > f (c) untuk semua x

dalam (a,b). Jadi f(c) bukan minimum lokal.

Dan karena f ’(x) > 0 untuk semua x dalam (a,c),

maka menurut Teorema Kemonotonan f naik pada

(a,c]. Menurut teorema yang sama, karena f ’(x) > 0

semua x dalam [c,b), maka f juga naik pada [c,b).

Sehingga, tidak terjadi f (x) < f (c) untuk semua x

dalam (a,b). Jadi f(c) bukan maksimum lokal.

4. Penggambaran Grafik Canggih (Polinom)

Polinom derajat 1 atau 2 sudah tidak asing lagi untuk digambar

grafiknya; yang berderajat 50 hampir mustahil untuk digambarkan.

Jika terdapat derajat yang cukup ukurannya (katakanlah 3 sampai 6),

kalkulus bisa membantu kita untuk menggambarkan. Perhatikan

contoh di bawah ini.

1) Contoh : Sketsakan grafik �(�) =3�5−20� 32

3

Penyelesaian : karena f(-x) = -f(x), f adalah fungsi ganjil, oleh

karena itu grafikya simetri terhadap titik asal. Dengan

menetapkan f(x)=0, kita temukan perpotongan sumbu x adalah

0 dan ±�20�3 ≈ ±2,6. Kita dapat melangkah sejauh ini

Gambar

Tabel 2.1: Pengembangan Kategorisasi PCK oleh Chick, Baker, Pham dan Cheng (2006).
Tabel 2.2: Tabel Kategorisasi PCK yang diadaptasi dari ide Chick, Baker, Pham& Cheng (2006)
Tabel 2.3 : Sebab-sebab miskonsepsi siswa.
Tabel 2.4 : Kerangka berpikir penelitian PCK guru terkait konsepsi siswa.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kurangnya sarana dan prasarana dalam ketersediaan abate, kurang maksimal nya penyuluhan, dana, dan pemeriksaan jentik

Setelah dilakukan analisis dan pembahasan mengenai pengelompokan rumah tangga di pulau Madura menggunakan tiga metode, dapat diambil kesimpulan bahwa hasil

Alternatif perbaikan 2 yaitu menggunakan kembali malam yang telah digunakan pada proses pelorodan memenuhi syarat sustainable production untuk faktor lingkungan

Kelompok manusia yang bermukim pada suatu tempat atau ruang belumlah merupakan komunitas jika tidak ada keterikatan hubungan diantara mereka yang dapat terjadi secara sosial,

menggunakan skala likert bahwa rerata skor pernyataan sangat tidak setuju dengan peraturan pemerintah untuk menerapkan isu lingkungan dalam aktivitas usaha (

Melaksanakan pengawasan terhadap urusan Pemerintah Daerah dan kasus pengaduan bidang pemerintahan;. Melakukan pengusulan program pengawasan di wilayah kerja bidang pemerintahan;

Dari cara meningkatkan unjuk kerja mesin yang telah dilakukan, proses memperpanjang volume ruang bakar (stroke) menunjukkan pengaruh yang lebih besar, dari volume

Dari paparan tabel diatas juga dapat diambil kesimpulan bahwa hipotesis kedua (H2b) yang menyatakan bahwa: terdapat perbedaan keinginan etis antara mahasiswa akuntansi yang