JENIS TINDAK TUTUR, TINGKAT KESANTUNAN TUTURAN, DAN PENANDA LINGUAL KESANTUNAN TUTURAN
CALON GUBERNUR DAN WAKIL GUBERNUR PROVINSI DKI JAKARTA DAN PARA PENDUKUNG
DALAM BERITA BEBERAPA SURAT KABAR NASIONAL TAHUN 2012
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah
Disusun oleh: Eduardus Sateng Tanis
091224001
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA, SASTRA INDONESIA, DAN DAERAH JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
i
JENIS TINDAK TUTUR, TINGKAT KESANTUNAN TUTURAN, DAN PENANDA LINGUAL KESANTUNAN TUTURAN
CALON GUBERNUR DAN WAKIL GUBERNUR PROVINSI DKI JAKARTA DAN PARA PENDUKUNG
DALAM BERITA BEBERAPA SURAT KABAR NASIONAL TAHUN 2012
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah
Disusun oleh: Eduardus Sateng Tanis
091224001
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA, SASTRA INDONESIA, DAN DAERAH JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
ii
SKRIPSI
JENIS TINDAK TUTUR, TINGKAT KESANTUNAN TUTURAN, DAN PENANDA LINGUAL KESANTUNAN TUTURAN
CALON GUBERNUR DAN WAKIL GUBERNUR PROVINSI DKI JAKARTA DAN PARA PENDUKUNG
DALAM BERITA BEBERAPA SURAT KABAR NASIONAL TAHUN 2012
Disusun oleh: Eduardus Sateng Tanis
091224001
Telah disetujui oleh:
Dosen Pembimbing I
Dosen Pembimbing II
Dr. B. Widharyanto, M.Pd. Tanggal 25 Juli 2013
iii
SKRIPSI
JENIS TINDAK TUTUR, TINGKAT KESANTUNAN TUTURAN, DAN PENANDA LINGUAL KESANTUNAN TUTURAN
CALON GUBERNUR DAN WAKIL GUBERNUR PROVINSI DKI JAKARTA DAN PARA PENDUKUNG
DALAM BERITA BEBERAPA SURAT KABAR NASIONAL TAHUN 2012
Dipersiapkan dan Disusun oleh: Eduardus Sateng Tanis
091224001
Telah dipertahankan di depan Panitia Penguji pada tanggal 31 Juli 2013
dan dinyatakan telah memenuhi syarat
Susunan Panitia Penguji
Nama Lengkap
Ketua : Dr. Yuliana Setiyaningsih
Sekretaris : Rishe Purnama Dewi, S.Pd., M.Hum. Anggota 1 : Dr. B. Widharyanto, M.Pd.
Anggota 2 : Dr. R. Kunjana Rahardi, M.Hum. Anggota 3 : Prof. Dr. Pranowo
Yogyakarta, 31 Juli 2013
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma
Dekan,
iv
MOTO DAN PERSEMBAHAN
“Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan
Firman itu Allah.” (Yohanes 1:1)
“Wovon man nicht sprechen kann, darüber muß man schweigen” – Tentang apa
yang tidak dikatakan orang harus diam” (Ludwig Wittgenstein, 1889 – 1951)
Skripsi ini saya persembahkan kepada: 1. Keuskupan Ruteng
Terima kasih kepada YM Mgr. Hubertus Leteng dan rekan-rekan imam serta biarawan-biarawati yang selalu mendukungku dalam tugas belajar selama ini. Melalui doa-doa dan sapaanmu, Tuhan telah meneguhkanku untuk semakin mengenal FirmanNya dan bersaksi tentang Firman itu kepada semua orang.
2. Seminari Pius XII Kisol
Terima kasih atas dukungan dari para Romo, Frater, Suster, para Guru, Karyawan dan karyawati serta para seminaris yang selalu memberikan semangat dan dukungan tiada henti sejak awal perkuliahan sampai saat ini. Kalian adalah rekan ziarahku dalam tugas pengabdian sebagai guru dan pendidik.
3. Keluargaku dan para Sahabatku
v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan di dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya penulisan karya ilmiah.
Yogyakarta, 31 Juli 2013 Penulis
vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:
Nama : Eduardus Sateng Tanis
Nomor Mahasiswa : 091 224 001
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:
JENIS TINDAK TUTUR, TINGKAT KESANTUNAN TUTURAN, DAN PENANDA LINGUAL KESANTUNAN TUTURAN CALON GUBERNUR DAN WAKIL GUBERNUR PROVINSI DKI JAKARTA DAN PARA PENDUKUNG DALAM BERITA BEBERAPA SURAT KABAR NASIONAL TAHUN 2012
beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan memublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.
Yogyakarta, 31 Juli 2013
vii
ABSTRAK
Tanis, Eduardus Sateng. 2013. Jenis Tindak Tutur, Tingkat Kesantunan Tuturan, dan Penanda Lingual Kesantunan Tuturan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi DKI Jakarta dan Para Pendukung dalam Berita Beberapa Surat Kabar Nasional Tahun 2012. Skripsi. Yogyakarta: PBSID, JPBS, FKIP, USD.
Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan (1) jenis-jenis tindak tutur di dalam tuturan calon gubernur, wakil gubernur, para pendukung dalam berita surat kabar nasional, (2) tingkat kesantunan tuturan calon gubernur, wakil gubernur, dan para pendukung dalam berita surat kabar nasional, dan (3) jenis-jenis penanda lingual yang menunjukkan kesantunan di dalam tuturan calon gubernur, wakil gubernur, dan para pendukung dalam berita surat kabar nasional dalam konteks pemilukada Provinsi DKI Jakarta tahun 2012.
Penelitian ini tergolong penelitian kualitatif sesuai dengan objek dan tujuannya. Objek penelitian ini adalah tuturan langsung di dalam berita surat kabar dan tujuannya adalah mendeskripsikan fenomena penggunaan bahasa, khususnya tuturan langsung calon gubernur, wakil gubernur, dan para pendukung. Fenomena penggunaan bahasa yang dicermati adalah jenis-jenis fungsi tindak tutur, tingkat kesantunan tuturan, dan penanda lingual kesantunan tuturan. Sumber data dan data diperoleh dari surat kabar sebagai sumber tertulis berupa tuturan-tuturan langsung. Instrumen penelitian ini adalah peneliti sendiri yang dilengkapi dengan instrumen pengumpulan data berupa kartu data utama yang berisi data tindak tutur, konteks tuturan, fungsi tuturan, tingkat kesantunan tuturan, dan penanda lingual kesantunan.Teknik pengumpulan datanya adalah teknik dokumentasi dan teknik sadap bebas libat cakap. Teknik ini diwujudkan peneliti dengan cara menginventarisasi, mencatat, mengidentifikasi, mengklasifikasi, mengkategorisasi, dan membuat kode data untuk selanjutnya peneliti menganalisis data-data tersebut. Selanjutnya, peneliti membuat pemaknaan atas tuturan-tuturan dengan memperhatikan konteks yang melingkupi terjadinya tuturan-tuturan itu.Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan metode kualitatif dan metode kontekstual.
viii
ABSTRACT
Tanis, Eduardus Sateng. 2013. Types of Speech Acts, Degree of Politeness, and Lingual Politeness Markers in Utterances of Candidates of Governor, Vice Governor of DKI Jakarta Province and Their Constituencies in National Newspapers in 2012. Thesis. Yogyakarta: PBSID, JPBS, FKIP, USD.
This research tried to describe three main goals, namely (1) kinds of speech act in utterances of candidates of governor, vice governor of DKI Jakarta Province and their constituencies in national newspapers in 2012; (2) politeness degree in utterances of candidates of governor, vice governor of DKI Jakarta Province and their constituencies in national newspapers in 2012; and (3) the lingual politeness markers in utterances of the candidates of governor, vice governor of DKI Jakarta Province and their constituencies in national newspapers in 2012.
According to its objects and goal, this research was classified as a qualitative research. The objects of the research were direct speeches in newspaper and its goal is to describe the phenomena of language used in utterances of candidates of governor, vice governor of DKI Jakarta Province and their constituencies. The phenomena of language used to be described were the kinds of functions of speech act, the politeness degree in utterances, and the lingual politeness markers in utterances. The researcher became the main instrument complemented by the collecting data instruments. The methods used in collecting data in this research were scrutinized methods, with tapping technique as basic technique and free-scrutinizing-involving-talking and writing techniques as the follow-up technique. By the methods and techniques, the researcher then inventoried, collected, identified, classified, and coded all data, then interpreted the data.
ix
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur dihaturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena penyelenggaraanNyalah penulis dapat menyelesaikan tugas akhir berjudul Jenis Tindak Tutur, Tingkat Kesantunan Tuturan, dan Penanda Lingual Kesantunan
Tuturan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi DKI Jakarta dan Para
Pendukung dalam Berita Beberapa Surat Kabar Nasional Tahun 2012 dengan lancar
dan baik. Tugas akhir dalam bentuk skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan studi strata satu dan meraih gelar sarjana pendidikan sesuai kurikulum Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah (PBSID), Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP), Universitas Sanata Dharma (USD) Yogyakarta.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat diselesaikan karena bantuan dan dukungan dari banyak pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih berlimpah kepada:
1. Rohandi, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Yogyakarta.
2. Dr. Yuliana Setiyaningsih, sebagai Ketua Program Studi PBSID yang telah mendampingi dan mendukung penulis secara akademis selama penulis menempuh pendidikan di Program Studi PBSID, USD Yogyakarta.
3. Dr. B. Widharyanto, M.Pd., sebagai dosesn pembimbing I yang dengan pengertian dan kesabaran telah membimbing, memotivasi, berdiskusi, dan memberikan berbagai masukan yang sangat berharga bagi penulis sejak proses awal hingga akhir penulisan skripsi ini.
x
5. Segenap dosen Program Studi PBSID yang telah mendidik, mengarahkan, dan menuntun penulis selama masa studi dan berproses bersama dalam usaha mendalami berbagai ilmu kependidikan dan kebahasaan, khususnya bahasa dan sastra Indonesia, sebagai bekal dan harta berharga bagi penulis untuk terjun ke dunia pendidikan yang sesungguhnya sebagai guru dan pendidik.
6. R. Marsidiq, selaku karyawan Sekretariat Program Studi PBSID yang dengan sabar memberikan pelayanan kepada penulis dalam menyelesaikan berbagai urusan administratif.
7. Drs. Paulus Suparmo, S.S. M.Hum., selaku Kepala Perpustakaan USD Yogyakarta dan segenap staf yang memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi penulis untuk mengumpulkan data penelitian dan mengerjakan tugas ini di ruang perpustakaan Universitas Sanata Dharma.
8. Rm. Emanuel Haru, Pr dan Rm. Stephanus T. Rahmat, Pr di Komunitas Projo Keuskupan Ruteng, yang senantiasa mendukung dan mendoakan penulis selama tugas belajar di Program Studi PBSID Universitas Sanata Dharma. 9. Rekan-rekan biarawan, biarawati, dan religius dalam Forum Birawan Biarawati
dan Religius Kevikepan Yogyakarta yang selalu memberikan dukungan, baik rohani maupun jasmani, sehingga menguatkan penulis dalam melewati masa-masa studi dengan baik.
10. Keluarga Bapak dan Ibu N. Sukiryadi di Pringwulung yang menjadi tempat naungan penulis selama berdomisili di Yogyakarta.
xi
melewati segala batas-batas dan sekat-sekat perbedaan demi tujuan yang mulia: menjadi guru bahasa Indonesia.
Penulis menyadari bahwa masih ada banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Semoga karya ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca dan menjadi inspirasi bagi peminat studi kebahasaan, khususnya ilmu pragmatik dan sosiopragmatik, untuk penelitian lebih lanjut.
Penulis
xii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL………...
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ……….
HALAMAN PENGESAHAN………...………
HALAMAN MOTO DAN PERSEMBAHAN………...……….
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA……….………..
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI………
ABSTRAK………..
ABSTRACT……….
KATA PENGANTAR.………...
DAFTAR ISI………..
DAFTAR TABEL………..
DAFTAR GRAFIK………
BAB I PENDAHULUAN………..
1.1 Latar Belakang Masalah... 1.2 Rumusan Masalah ... 1.3 Tujuan Penelitian ... 1.4 Manfaat Penelitian ... 1.5 Definisi Istilah ... 1.6 Ruang Lingkup Penelitian ... 1.7 Sistematika Penyajian ...
BAB II LANDASAN TEORI………
2.1 Penelitian yang Relevan ... 2.2 Teori Tindak Tutur ... 2.2.1 Jenis-jenis Tindak Tutur ...
i ii iii iv v vi vii viii ix xii xviii xix
1 1 11 12 12 14 16 18
xiii
2.2.1.1Tindak Tutur Lokusi ... 2.2.1.2Tindak Tutur Ilokusi ... 2.2.1.3Tindak Tutur Perlokusi ... 2.2.1.4 Jenis-jenis Tindak Tutur Berdasarkan Teknik Penyampaian
dan Interaksi Makna ... 2.2.1.4.1 Tindak Tutur Langsung dan Tindak Tutur Tidak Langsung………. 2.2.1.4.2 Tindak Tutur Literal dan Tindak Tutur Tidak
Literal……….. 2.2.2 Fungsi-fungsi Tindak Tutur ... 2.3 Teori Kesantunan Berbahasa ... 2.3.1 Beberapa Teori Kesantunan Berbahasa ... 2.3.1.1Teori Kesantunan Berbahasa Menurut Geoffrey Leech ... 2.3.1.2Teori Kesantunan Berbahasa Menurut Pranowo ... 2.4 Penanda Lingual Kesantunan ... 2.4.1 Diksi ... 2.4.2 Gaya Bahasa ... 2.4.3 Pronomina ... 2.4.4 Modalitas ... 2.5 Kerangka Berpikir ...
BAB III METODOLOGI PENELITIAN………
3.1Jenis Penelitian………..
3.2Data dan Sumber Data ... 3.3Instrumen Penelitian... 3.4Metode Pengumpulan Data ... 3.5Teknik Analisis Data ... 3.6Triangulasi Data ...
35 36 38
40
40
43 45 50 50 51 59 61 68 69 70 71 73
xiv
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN……….
4.1Deskripsi Data ... 4.2Hasil Analisis Data ... 4.2.1 Jenis-jenis Tindak Tutur ... 4.2.1.1 Tindak Tutur Konvivial ... 4.2.1.1.1 Tindak Tutur Konvivial dengan Ilokusi Ekspresif ... 4.2.1.1.1.1 Tindak Tutur Konvivial dengan Ilokusi Ekspresif
Mempersilakan ………..
4.2.1.1.1.2 Tindak Tutur Konvivial dengan Ilokusi Ekspresif
Mengucapkan Terima Kasih ………..
4.2.1.1.1.3 Tindak Tutur Konvivial dengan Ilokusi Ekspresif
Mengajak ………...
4.2.1.1.1.4 Tindak Tutur Konvivial dengan Ilokusi Ekspresif Meneguhkan ... 4.2.1.1.1.5 Tindak Tutur Konvivial dengan Ilokusi Ekspresif
Meminta Maaf ... 4.2.1.1.1.6 Tindak Tutur Konvivial dengan Ilokusi Ekspresif
Mengucapkan Salam ………..
4.2.1.1.1.7 Tindak Tutur Konvivial dengan Ilokusi Ekspresif Menghargai ... 4.2.1.1.1.8 Tindak Tutur Konvivial dengan Ilokusi Ekspresif
Menyanjung………
4.2.1.1.2 Tindak Tutur Konvivial dengan Ilokusi Direktif Menawarkan Janji ………... 4.2.1.1.3 Tindak Tutur Konvivial dengan Ilokusi Komisif
Mengundang………..
87 87 92 93 94 95
96
97
98
100
101
102
102
104
105
xv
4.2.1.2Tindak Tutur Kolaboratif ... ………... 4.2.1.2.1 Tindak Tutur Kolaboratif dengan Ilokusi Representatif
Menyatakan ………
4.2.1.2.2 Tindak Tutur Kolaboratif dengan Ilokusi Representatif
Menginformasikan ……….
4.2.1.2.3 Tindak Tutur Kolaboratif dengan Ilokusi Representatif
Menyatakan Pendapat ………
4.2.1.2.4 Tindak Tutur Kolaboratif dengan Ilokusi Representatif Menjelaskan ………... 4.2.1.2.5 Tindak Tutur Kolaboratif dengan Ilokusi Representatif
Menyimpulkan ………... 4.2.1.3Tindak Tutur Kompetitif ...
4.2.1.3.1 Tindak Tutur Kompetitif dengan Ilokusi Direktif Memprotes………... 4.2.1.3.2 Tindak Tutur Kompetitifdengan Ilokusi Direktif
Meminta……….. 4.2.1.3.3 Tindak Tutur Kompetitif dengan Ilokusi Direktif
Menyindir ………... 4.2.1.3.4 Tindak Tutur Kompetitif dengan Ilokusi Direktif
Menuntut………. 4.2.1.3.5 Tindak Tutur Kompetitif dengan Ilokusi Direktif
Mengkritik………... 4.2.1.3.6 Tindak Tutur Kompetitif dengan Ilokusi Direktif Menyuruh ... 4.2.1.3.7 Tindak Tutur Kompetitif dengan Ilokusi Direktif Melarang ... 4.2.1.3.8 Tindak Tutur Kompetitif dengan Ilokusi Direktif
Menyangkal ...
4.2.1.4Tindak Tutur Konfliktif ………..
4.2.1.4.1 Tindak Tutur Konfliktif dengan Ilokusi Ekspresif 107
109
110
112
113
115 116
117
118
119
121
122 124 125
xvi
Menuduh………..
4.2.1.4.2 Tindak Tutur Konfliktif dengan Ilokusi Ekspresif
Mengancam ………
4.2.1.4.3 Tindak Tutur Konfliktif dengan Ilokusi Ekspresif
Menantang ………..
4.2.1.4.4 Tindak Tutur Konfliktif dengan Ilokusi Ekspresif
Mengecam ………..
4.2.1.4.5 Tindak Tutur Konfliktif dengan Ilokusi Ekspresif Meremehkan ………...
4.2.2 TingkatKesantunan Tuturan………..………
4.2.2.1Tingkat Kesantunan Tuturan Pasangan Foke–Nara ……….. 4.2.2.2Tingkat Kesantunan Tuturan Pasangan Hendradji–Riza …………... 4.2.2.3Tingkat Kesantunan Tuturan Pasangan Jokowi–Basuki…………... 4.2.2.4Tingkat Kesantunan Tuturan Pasangan Hidayat–Didik ………. 4.2.2.5Tingkat Kesantunan Tuturan Pasangan Faisal–Biem ……… 4.2.2.6Tingkat Kesantunan Tuturan Pasangan Alex –Nono……….
4.2.3 Penanda Lingual Kesantunan Tuturan………..
4.2.3.1Diksi………
4.2.3.2Gaya Bahasa ………...
4.2.3.3Pronomina………...………
4.2.3.4Modalitas………
4.3Pembahasan Temuan……….…………
4.3.1 Jenis-jenisTindak Tutur..……….………
4.3.2 Tingkat Kesantunan Tuturan..……….…………
4.3.3 Penanda Lingual Kesantunan.……….…………
128
130
131
132
xvii
BAB V PENUTUP……….
5.1Simpulan………
5.2Saran ………...
DAFTAR PUSTAKA……….
LAMPIRAN………
195 195 197
xviii
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Jenis Ilokusi dalam 11 SKH Bulan Agustus 1997 ... Tabel 2 Jenis Tindak Tutur Bedasarkan Modus Kalimat ... Tabel 3 Lima Fungsi Umum Tindak Tutur ... Tabel 4 Tindak Tutur dan Fungsi Tindak Tutur ... Tabel 5 Fungsi, Tujuan, dan Jenis Tindak Tutur ... Tabel 6 Kartu Data Utama Tindak Tutur Surat Kabar ... Tabel 7 Kartu Analisis Data Tuturan Surat Kabar ... Tabel 8 Jumlah Data Tuturan Surat Kabar Nasional ... Tabel 9 Jumlah dan Jenis Tindak Tutur Calon Gubernur, Calon Wakil
Gubernur, dan Pendukung ... Tabel 10 Jumlah dan Jenis Tindak Tutur Pasangan Petahana VS Penantang ... Tabel 11 Tingkat Kesantunan Pasangan Foke – Nara ………... Tabel 12 Tingkat Kesantunan PasanganHendardji – Riza………. Tabel 13 Tingkat Kesantunan PasanganJokowi – Basuki ………. Tabel 14 Tingkat Kesantunan Pasangan Hidayat –Didik ………. Tabel 15 Tingkat Kesantunan Pasangan Faisal –Biem ………. Tabel 16 Tingkat Kesantunan Pasangan Alex – Nono ……….
23 42 50 50 54 79 79 87
xix
DAFTAR GRAFIK
Tabel 1 Jenis-jenis Tindak Tutur ... Tabel 2 Tingkat Kesantunan Tuturan ... Tabel 3 Jenis Penanda Lingual Kesantunan ...
1
BAB I PENDAHULUAN
Bab pendahuluan ini berisi tujuh hal, yaitu: (1) latar belakang masalah, (2)
rumusan masalah, (3) tujuan penelitian, (4) manfaat penelitian, (5) definisi istilah, (6)
ruang lingkup penelitian, dan (7) sistematika penyajian.
1.1Latar Belakang Masalah
Media massa saat ini telah menjadi salah satu kekuatan yang menopang
demokrasi suatu bangsa. Hal itu tercermin melalui perannya dalam komunikasi antara
berbagai elemen masyarakat. Pemberitaan media massa merupakan bentuk
komunikasi yang paling efektif untuk memengaruhi publik (pembaca atau
masyarakat). Salah satu topik utama pemberitaan media massa, misalnya media cetak,
adalah peristiwa politik. Aktivitas media massa cetak dalam pemberitaan peristiwa
politik turut memberi andil pada perkembangan politik secara signifikan. Media
massa menjadi sumber informasi politik sekaligus menjadi faktor pendorong
terjadinya perubahan politik.
Peristiwa politik yang cukup populer pada kurun waktu bulan Juni sampai
dengan Agustus 2012 adalah Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) Provinsi
Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta. Ada enam pasangan calon yang maju dan
hendak dipilih oleh warga Provinsi DKI Jakarta, yaitu (sesuai nomor urut) (1) Fauzi
Widodo-Basuki Tjahaja Purnama, (4) Hidayat Nur Wahid-Didik J. Rachbini, (5) Faisal
Batubara-Biem Benjamin, dan (6) Alex Noerdin-Nono Sampono (Republika, Senin,
25 Juni 2011:21). Pasangan calon ini diusung baik oleh partai-partai politik maupun
jalur independen.
Selama masa persiapan pemilihan (kampanye) sampai dengan pemilihan
putaran pertama dan penghitungan suara, setiap pasangan calon mengkomunikasikan
visi dan misi pembangunannya kepada warga (pemilih) di daerah Provinsi DKI
Jakarta. Bentuk komunikasi itu terjadi secara verbal langsung oleh tiap pasangan
calon dan tidak langsung, misalnya melalui spanduk, iklan, baliho, dan siaran media
massa. Dari berbagai bentuk komunikasi itu, melalui bahasalah tiap pasangan calon
menyampaikan visi dan misinya. Dari berita media massa, bentuk tuturan langsung
banyak dijumpai. Hal ini dapat kita lihat pada contoh berikut.
(1) “Dana besar ini harusnya dikelola dengan baik. APBD yang besar seharusnya pembangunan fisik dan nonfisik bisa terlihat.” (Joko Widodo, dalam Republika, Senin, 25 Juni 2012, hlm. 21).
Konteks tuturan:
Tuturan ini disampaikan oleh salah satu calon gubernur DKI, Joko Widodo, yang diusung oleh PDI-P dalam pemaparan visi-misinya membangun Jakarta pada kampanye hari pertama.
(2) “Ke depan, faktor komunikasi dengan rakyat ini akan menjadi salah satu perhatian utama kami untuk makin diperbaiki.” (Fauzi Bowo, dalam Republika, Senin, 25 Juni 2012, hlm. 21).
Konteks tuturan:
Tuturan ini disampaikan oleh salah satu calon gubernur DKI, Fauzi Bowo, yang diusung oleh Partai Demokrat, dalam pemaparan visi-misinya membangun Jakarta pada kampanye hari pertama. Fauzi Bowo adalah calon petahana (incumbent).
Konteks tuturan:
Tuturan ini disampaikan salah seorang calon wakil guburnur, Nono Sampono, yang berpasangan dengan Alex Noerdin terkait kinerja kerja gubernur Fauzi Bowo bersama wakilnya, Prijanto.
(4) “Kami hanya meminta KPU mempertanggungjawabkan kejanggalan yang muncul dalam DPT.” (Tosca Santosa, manajer kampanye Faisal-Biem, Koran Tempo, 6 Juni 2012, hlm. A4)
Konteks tuturannya:
Tuturan ini disampaikan terkait dengan daftar pemilih tetap (DPT) yang masih dianggap bermasalah. Karena itu masalah DPT ini dibawa ke ranah hukum oleh beberapa tim sukses pasangan calon gubernur dan wakil gubernur.
Tuturan (1) dan (2) adalah contoh tuturan dua calon gubernur DKI Jakarta,
yaitu Joko Widodo dan Fauzi Bowo pada saat kampanye hari pertama pemilukada,
Minggu, 24 Juni 2012 (Republika, Senin, 25 Juni 2012:21). Tuturan (1) dan (2)
adalah paparan rencana para kandidat membangun DKI Jakarta. Tuturan Joko
Widodo bermaksud menyampaikan informasi bahwa dana APBD besar, tetapi tidak
dikelola dengan baik oleh gubernur Fauzi Bowo APBD. Tuturan (1) dalam kategori
Searle dalam Leech (1983:106; Oka, 1993:164-165) adalah jenis ilokusi ekspresif
karena fungsi tuturan ini mengungkapkan atau mengutarakan sikap psikologis
penutur terhadap keadaan tersirat dalam ilokusi. Tuturan ini dapat dikategorikan jenis „menuduh‟ secara halus yang secara intrinsik kurang santun. Fungsi atau tujuan
tuturan yang demikian menurut Leech bersifat konfliktif atau bertentangan dengan
tujuan sosial. Dengan demikian, tuturan (1) memiliki tujuan konfliktif, disampaikan
dalam ilokusi ekspresif, dan bermaksud menuduh. Tuturan seperti ini dapat dipersepsi
tidak santun (lebih tidak sopan). Penggunaan modalitas harusnya dan seharusnya
Tuturan (2) disampaikan Fauzi Bowo adalah tuturan menyatakan janji
sebagai bentuk tanggung jawabnya selaku gubernur yang masih memimpin dan
berharap akan dipilih lagi oleh warga DKI Jakarta. Tuturan yang bermaksud „berjanji‟ secara pragmatik adalah tindak tutur ilokusioner, yaitu tuturan komisif
karena penutur sedikit banyak terikat pada suatu tindakan di masa depan, yaitu „menjanjikan‟. Hal ini dapat dilihat pada penanda keterangan waktu ke depan dan
akan yang disertai frasa tindakan makin diperbaiki. Tujuan tuturan demikian menurut
Leech menyenangkan (konvivial) sehingga dapat dipersepsi sebagai tuturan yang
santun (sopan).
Tuturan (3) bersifat menuduh langsung pada pribadi tertentu. Tuturan ini
memiliki tujuan konfliktif, disampaikan dalam ilokusi ekspresif, dan bermaksud
menuduh. Tuturan seperti ini dapat dipersepsi lebih tidak santun (lebih tidak sopan).
Denominalisasi kata kerja memimpin menjadi kata benda kepemimpinan pada struktur
kalimat Kepemimpinan Foke yang lemah…menunjukkan tekanan informasi yang
disampaikan penutur difokuskan pada kualitas kepemimpinan pribadi Foke.
Tuturan (4) menggunakan rumusan kalimat deklaratif permintaan demi
menghindari tuturan yang bersifat perintah (imperatif). Hal ini ditandai dengan
kalimat Kami meminta KPU…. Tuturan ini memiliki tujuan kompetitif atau bersaing
secara sosial dan disampaikan dalam bentuk tuturan direktif, yaitu meminta. Jenis
ilokusi seperti ini dipersepsi tidak sopan, yaitu kesopanan negatif karena
Contoh-contoh tersebut di atas menunjukkan bahwa setiap bentuk
pemakaian bahasa menggambarkan maksud atau tujuan tertentu dari pemakai bahasa
yang terikat konteks. Pemakaian bahasa yang terikat konteks inilah yang disebut
tuturan atau tindak tutur atau tindak ujar. Dalam bidang ilmu bahasa masalah tindak
tutur ini dikaji oleh pragmatik (Gunarwan, 1994:81-84). Bahasa atau tuturan yang
disampaikan para tokoh politik itu, yang diberitakan melalui media massa, menjadi
salah satu contoh objek kajian bidang pragmatik. Oleh karena itu, pelbagai jenis
tuturan langsung yang terdapat di dalam wacana berita surat kabar dapat dijadikan
objek kajian pragmatik dan/atau sosiopragmatik.
Setiap tuturan tidak semata-mata mengandung maksud, tetapi terutama
tujuan atau fungsi tertentu. Pragmatik dapat dikatakan menunjuk pada
aktivitas-aktivitas kebahasaan yang berorientasi pada tujuan, bukan maksud. Pragmatik itu
merupakan tindakan-tindakan yang beroritensi pada tujuan (Rahardi, 2011:163).
Terkait dengan kajian pragmatik dalam bidang tindak tutur, Leech (1983:104; Oka, 1993:161-166; Subagyo dalam Suwarno, 2000:171–174) menyebutkan empat fungsi
tuturan ilokusi, yaitu berupa ilokusi kompetitif, ilokusi konvival, ilokusi kolaboratif,
dan ilokusi konfliktif. Lebih lanjut, Leech juga membandingkan fungsi ilokusi ini
sesuai dengan kategori tindak tutur Searle. Kelima kategori tindak tutur Searle, yaitu
representatif, direktif, komisif, ekspresif, dan deklarasi, mengandung di dalamnya
fungsi-fungsi ilokutif tersebut.
Selain jenis-jenis tindak tutur, hal yang penting untuk dikaji dari tuturan para
berbahasa atau kesantunan tuturan. Tingkat kesantunan tuturan semakin jelas
ditunjukkan dalam penggunaan ungkapan-ungkapan penanda kesantunan (Rahardi,
2005:125); penggunaan kosakata/diksi dan tata bahasa (Fairlclough dalam Eriyanto,
2006:285; Fairclough dalam Widharyanto, 2000; Fowler, dkk. dalam Eriyanto,
2006:133-134); penggunaan gaya bahasa, seperti metafora, hiperbola, litotes,
eufemisme, ironi (Leech, 1983 dalam Oka, 1993), penggunaan modalitas (Fowler,
1986; 1991 dalam Widharyanto, 2000; Sudiati, 1996:53), dan penggunaan analogi
dan pronomina (Pranowo, 2009). Contoh-contoh tuturan berikut menunjukkan
penggunaan penanda lingual kesantunan.
(5) “PNS jangan coba-coba mencari muka di pemilukada ini dengan mendukung salah satu calon.” (Nono Sampono, Republika, 14 Juni 2012, hlm. 18)
Konteks tuturannya:
Tuturan ini disampaikan Nono Sampono terkait dengan masalah ketidaknetralan PNS dalam mendukung pasangan calon. Ketidaknetralan ini dianggap mencederai demokrasi.
(6) “Hindari cara memilih kucing di dalam karung , pilih calon gubernur yang punya kumis seperti saya, karena yang berkumis punya nyali untuk memimpin.” (Ongen Sangaji, Ketua DPD Partai Hanura DKI Jakarta, Media Indonesia, 28 Juni 2012, hlm. 7).
Konteks tuturannya:
Tuturan ini disampaikan Ongen Sengaji, Ketua DPD Partai Hanura yang mengusung pasangan calon gubernur dan wakil gubernur
(7) “Semoga hubungan ini terus membawa hoki.” (Hidayat Nur Wahid, Republika, 11 Juni 2012, hlm. 21)
Konteks tuturannya:
Tuturan ini disampaikan Hidayat Nur Wahid dalam kesempatan sosialisasinya di komunitas Tionghoa.
Pada tuturan (5) tampak penggunaan imperatif larangan secara eksplisit
melarang seseorang melakukan sesuatu, atau meminta (memerintah) seseorang tidak
melakukan sesuatu. Dengan melarang atau memerintah, penutur sesungguhnya tidak
memberikan peluang kepada mitra tutur untuk memilih alternatif yang lain, karena itu
tuturan tersebut potensial mengakibatkan penutur kehilangan muka. Tuturan (5)
dipersepsi tidak santun dengan penanda lingual kesantunan pada diksi jangan sebagai
bentuk imperatif larangan. Tindak tutur demikian berujuan kompetitif atau tidak
menyenangkan, dan dikategorikan dalam ilokusi direktif, yaitu ilokusi yang bertujuan
menghasilkan suatu efek berupa tindakan yang dilakukan mitra tutur. Selain
penggunaan diksi jangan, dalam tuturan (5) terdapat pemakaian gaya bahasa
eufemisme pada frasa mencari muka. Eufemisme adalah gaya bahasa berupa
ungkapan-ungkapan yang halus untuk menggantikan acuan-acuan langsung yang
mungkin dirasakan menghina. Mencari muka berarti ingin mendapatkan perhatian
lebih dari orang lain yang memiliki pengaruh.
Tuturan (6) secara sturktural disampaikan dalam bentuk imperatif pasif.
Jenis tuturan ini banyak digunakan dalam bahasa komunikasi sehari-hari. Bentuk
imperatif pasif mengurangi kadar suruhan di dalam tuturan tersebut. Pemakaian
imperatif pasif bermaksud untuk penyelamatan muka yang melibatkan muka si
penutur dan muka diri si mitra tutur. Struktur formal kalimat pasif (imperatif pasif)
pada tuturan (6) merupakan contoh yang menunjukkan penada lingual kesantunan
tata bahasa. Dengan bentuk Hindari….., pilih…. tuturan (6) dapat dipersepsi kurang
santun karena tergolong ilokusi direktif yang bertujuan bersaing dengan tujuan sosial,
mitra tutur. Selain itu terdapat penggunaan metafora dalam tuturan (6) yaitu frasa
kucing dalam karung. Frasa kucing dalam karung merujuk pada sesuatu yang belum
dikenal, belum diketahui, sehingga tuturan (6) mengandung perintah dan ajakan
untuk memilih yang sudah dikenal atau diketahui. Untuk itu, dalam kalimat selanjutnya, penutur menawarkan pilihan: … pilih calon gubernur yang punya kumis
seperti saya, karena yang berkumis punya nyali untuk memimpin. Demikian pun
pilihan kosakata (diksi) kumis dan yang berkumis merujuk pada pribadi Fauzi Bowo
yang telah dikenal untuk dipilih. Fauzi Bowo adalah calon gubernur yang didukung
Partai Hanura dan dikenal karena memiliki kumis, atau lebih dikenal karena
kumisnya.
Tuturan (7) mengandung makna pragmatik imperatif harapan. Penanda
lingual kesantunannya terdapat pada semoga. Penanda kesantunan lain yang terdapat
pada tuturan tersebut adalah pilihan kata hoki yang merupakan kosakata yang
merujuk pada identitas budaya orang Tionghoa. Tuturan itu disampaikan oleh
Hidayat Nur Wahid ketika berkunjung ke komunitas Tionghoa. Jenis ilokusi tuturan
(7) adalah ilokusi komisif yang menyatakan harapan untuk sesuatu yang akan datang
dan bertujuan menyenangkan baik penutur maupun mitra tutur. Persepesi
kesantunannya adalah tindak tutur yang sopan.
Studi tentang tindak tutur telah cukup banyak dilakukan. Beberapa studi itu
di antaranya menganalisis tindak tutur ilokusi di dalam surat kabar (Sarwoyo, 2009),
implikatur iklan layanan masyarakat (Yuliani, 2009), tindak tutur dalam iklan
tindak tutur dalam wacana kampanye pilpres 2009 (Jauhari, 2009). Sejauh
pengamatan penulis, penelitian-penelitian ini belum banyak mengkaji jenis tindak
tutur dari sudut pandang fungsi tindak tutur ilokusi yang merujuk pada pemikiran
Geoffrey Leech (1983, bdk. terjemahan Oka, 1993), kecuali P.Ari Subagyo (2000)
yang meneliti tentang wacana pojok dalam surat kabar di Indonesia dan menemukan
empat fungsi tuturan ilokusi di dalam wacana pojok, yaitu berupa ilokusi kompetitif,
ilokusi konvival, ilokusi kolaboratif, dan ilokusi konfliktif. Oleh karena itu, penelitian
ini mendalami tindak tutur ilokusi dari sudut pandang fungsi atau tujuan tuturan.
Tuturan yang diteliti adalah tuturan langsung para kandidat gubernur dan wakil
gubernur Provinsi DKI Jakarta dan para pendukung (tim sukses, tokoh partai politik
pendukung, tokoh organisasi massa, dan simpatisan). Tuturan-tuturan itu terdapat di
dalam berita beberapa surat kabar nasional, khususnya dalam pemberitaan peristiwa
pemilukada Provinsi DKI Jakarta tahun 2012 pada bulan Juni sampai dengan
Agustus.
Asumsi dasar dari penelitian ini adalah bahwa tuturan para kandidat dan
pendukung itu memiliki fungsi dan tujuan tertentu dalam berkomunikasi tentang
suatu hal, misalnya tentang visi dan misi, strategi, dan rencana membangun DKI
Jakarta. Pada gilirannya, tuturan-tuturan para pelaku politik dalam kaitannya dengan
peristiwa politik tersebut setidak-tidaknya membawa efek tertentu dalam masa
kampanye dan pemilihan gubernur dan wakil gubernur Provinsi DKI Jakarta 2012.
Hal ini dapat dirujuk pada pendapat Campbell, bersama-sama dengan Gurin dan
apakah suatu kampanye politik dapat memengaruhi seseorang memberikan suara
pada saat mereka pergi ke kotak-kotak suara. Surat kabar menjadi salah satu saluran
kampanye politik yang efektif. Kesimpulan mereka adalah media massa tidak saja
mampu membentuk pendapat, akan tetapi juga mengubah sikap seseorang pada saat
mereka mau memberikan keputusan kepada siapa suara mereka diberikan.
Pemberitaan surat kabar nasional tentang pemilukada Provinsi DKI Jakarta
menarik untuk diteliti karena beberapa alasan. Pertama, setiap surat kabar nasional
memberikan porsinya tersendiri untuk pemberitaan pemilukada Provinsi DKI Jakarta.
Provinsi DKI Jakarta dan pemimpinnya merupakan daerah sentral ibu kota sekaligus
pusat negara sehingga berita seputar pemilukada Provinsi DKI Jakarta sekaligus
berskala nasional dan internasional. Kedua, setiap pasangan calon menggunakan
segala daya kemampuannya untuk menang dalam pemilukada, termasuk melalui
publikasi pemberitaan oleh media surat kabar nasional. Tuturan-tuturan langsung
yang diungkapkan dalam pemberitaan media surat kabar menunjukkan tujuan sosial
yang ingin dicapai oleh setiap kandidat dan pendukung. Selain memberikan informasi
dan maksud tertentu, tuturan yang disampaikan selalu bertujuan sosial. Ketiga, di
dalam tuturan-tuturan tersebut terdapat tingkat kesantunan dan penanda lingual
kesantunan yang menggambarkan bagaimana fungsi tindak tutur itu diwujudkan.
Dengan demikian, tuturan-tuturan langsung para tokoh politik tersebut mengandung
fakta kesantunan baik dari segi fungsi atau tujuan tuturan dan tingkat kesantunan
Berdasarkan pembahasan di atas, penulis tertarik meneliti tuturan para calon
gubernur, calon wakil gubernur, dan para pendukung dalam peristiwa politik
pemilukada Provinsi DKI Jakarta tahun 2012. Studi tentang tuturan para calon
gubernur, calon wakil gubernur, dan para pendukung itu dalam penelitian ini terfokus pada jenis-jenis tindak tutur – dari sudut pandang fungsi atau tujuan tuturan menurut
Leech –, tingkat kesantunan tuturan, dan penanda lingual kesantunan tuturan. Untuk
itu, penelitian ini diberi judul “Jenis Tindak Tutur, Tingkat Kesantunan Tuturan, dan
Penanda Lingual Kesantunan Tuturan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi
DKI Jakarta dan Para Pendukung dalam Berita Beberapa Surat Kabar Nasional Tahun 2012”.
1.2Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada bagian latar belakang di atas, permasalahan yang
dikaji dalam penelitian ini adalah tentang jenis tindak tutur, tingkat kesantunan, dan
penanda lingual kesantunan tuturan dari tuturan para calon gubernur dan wakil
gubernur dan pendukung yang terdapat di dalam berita beberapa surat kabar nasional
terkait pemilihan umum kepala daerah Provinsi DKI Jakarta tahun 2012. Dengan
demikian, rumusan masalah penelitian ini adalah:
1. Jenis tindak tutur apa saja yang terdapat di dalam tuturan calon gubernur
dan wakil gubernur Provinsi DKI Jakarta dan para pendukung dalam
2. Bagaimanakah tingkat kesantunan tuturan dari tuturan calon gubernur
dan wakil gubernur Provinsi DKI Jakarta dan para pendukung dalam
berita beberapa surat kabar nasional?
3. Jenis penanda lingual apa saja yang menunjukkan kesantuanan tindak
tutur di dalam tuturan calon gubernur dan wakil gubernur Provinsi DKI
Jakarta dan para pendukung dalam berita beberapa surat kabar nasional?
1.3Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah:
1. mendeskripsikan jenis-jenis tindak tutur di dalam tuturan calon gubernur
dan wakil gubernur Provinsi DKI Jakarta dan para pendukung dalam
berita surat kabar nasional,
2. mendeskripsikan tingkat kesantunan tuturan dari tuturan calon gubernur
dan wakil gubernur Provinsi DKI Jakarta dan para pendukung dalam
berita surat kabar nasional, dan
3. mendeskripsikan jenis-jenis penanda lingual yang menunjukkan
kesantunan di dalam tuturan calon gubernur dan wakil gubernur Provinsi
DKI Jakarta dan para pendukung dalam berita surat kabar nasional.
1.4Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam pengetahuan tentang
jenis tindak tutur dan penanda lingual kesantunan ini diharapkan juga bermanfaat
bagi mahasiswa bahasa dan sastra Indonesia, guru, linguis atau peminat studi bahasa.
1. Manfaat bagi mahasiswa bahasa dan sastra Indonesia
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran kepada
mahasiswa bahasa dan sastra Indonesia tentang jenis-jenis tindak tutur, tingkat
kesantunan, dan penanda lingual kesantunan tuturan calon gubernur dan wakil
gubernur Provinsi DKI Jakarta dan para pendukung dalam berita surat kabar
nasional, khususnya periode bulan Juni sampai Agustus 2012.
2. Manfaat bagi guru bahasa dan sastra Indonesia
Hasil penelitian ini kiranya dapat memberikan gambaran kepada guru-guru
bahasa dan sastra Indonesia di sekolah menengah tentang jenis-jenis tindak
tutur, tingkat kesantunan tuturan, dan penanda lingual kesantunan dalam jenis
wacana pemberitaan media massa, khususnya dalam surat kabar. Para guru
juga dapat menjadikan contoh-contoh dalam penelitian ini sebagai referensi
dalam pembelajaran tentang wacana yang sesuai dengan materi pembelajaran
di sekolah menengah.
3. Manfaat bagi linguis dan peneliti lain
Penelitian ini sebagai salah satu bentuk sumbangan gagasan dalam studi
tentang penggunaan bahasa di dalam surat kabar dengan pendekatan
pragmatik, khususnya dari perspektif Geoffrey Leech tentang fungsi tindak
tutur. Para linguis dan peneliti lainnya dapat mengembangkan gagasan Leech
1.5Definisi Istilah
Beberapa istilah yang terkait dengan penelitian ini adalah:
1. Pragmatik
Pragmatik adalah studi kebahasaan yang terikat konteks (Wijana, 2010:13).
Pragmatik adalah ilmu yang mengkaji bagaimana satuan-satuan bahasa (dalam
bentuk tuturan atau tindak tutur) digunakan dalam pertuturan sesuai konteks
penutur dan lawan tutur, serta waktu dan tempat pengutaraannya dalam rangka
melaksanakan komunikasi (Wijana, 2010:17; Chaer, 2010:23).
2. Sosiopragmatik
Sosiopragmatik adalah ilmu bahasa yang mempelajari kondisi penggunaan
bahasa manusia, yang pada dasarnya sangat ditentukan oleh konteks situasi
yang mewadahi bahasa itu. Konteks yang dimaksud terkait dua hal, yaitu
konteks sosial dan konteks sosietal (Rahardi, 2009:21).
3. Tindak Tutur
Tindak tutur adalah tuturan dari seseorang yang bersifat psikologis dan yang
dilihat dari makna tindakan dalam tuturannya itu. Serangkaian tindak tutur akan
membentuk suatu peristiwa tutur (speech event) (Chaer, 2010:27). Menurut
Searle (1969, dalam Rahardi, 2009:17; Wijana, 2009), ada tiga jenis tindak
tutur, yaitu tindak lokusioner, tindak ilokusioner, dan tindak perlokusioner.
yaitu berupa ilokusi kompetitif, ilokusi konvival, ilokusi kolaboratif, dan
ilokusi konfliktif.
4. Kesantunan
Kesantunan adalah properti yang diasosiasikan dengan ujaran dan di dalam hal
ini menurut pendapat si pendengar, si penutur tidak melampaui hak-haknya atau
tidak mengingkari memenuhi kewajibannya (Fraeser dalam Gunarwan,
1994:88). Kesantunan berbahasa atau sopan santun berbahasa adalah
seperangkat prinsip yang disepakati oleh masyarakat bahasa untuk menciptakan
hubungan yang saling menghargai antara anggota masyarakat pemakai bahasa
yang satu dengan anggota yang lain (Suwadji, 1995:12 dalam Baryadi,
2000:71).
5. Penanda Lingual Kesantunan
Penanda atau penentu lingual kesantunan adalah segala hal atau unsur yang
berkaitan dengan masalah bahasa yang dapat memengaruhi pemakaian bahasa
menjadi santun atau tidak santun. Dalam hal ini santun tidaknya bahasa tidak
terlepas dari konteks pemakaian bahasa dan terikat pada aspek linguistik dan
pragmatik dari tuturan (Pranowo, 2009:90; Rahardi, 2005:118). Selain penanda
lingual kesantunan, ada juga penanda nonlingual atau penanda nonkebahasaan,
yaitu faktor-faktor ekstralingual atau hal-hal di luar kebahasaan yang turut
menentukan santun tidaknya suatu tuturan yang terikat pada konteks tuturan
1.6Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini tergolong jenis penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian ini
bertujuan mendeskripsikan jenis-jenis tindak tutur, tingkat kesantunan tuturan, dan
penanda lingual kesantunan tuturan calon gubernur dan wakil gubernur Provinsi DKI
Jakarta dan para pendukung dalam berita beberapa surat kabar nasional pada bulan
Juni sampai dengan Agustus 2012. Ada lima surat kabar nasional yang dipilih, yakni
Kompas, Koran Tempo, Media Indonesia, Jawa Pos, dan Republika.
Pemilihan sumber data penelitian ini atas kelima surat kabar nasional, yaitu
Kompas, Koran Tempo, Republika, Media Indonesia, dan Jawa Pos didasarkan pada
alasan bahwa kelima surat kabar nasional ini termasuk enam surat kabar yang
memiliki oplah terbesar di Indonesia dan memiliki jangkauan pembaca luas di seluruh
Indonesia (Wikan, 2005 dalam Yusuf, 2013). Di dalam catatan Media Directory Pers
Indonesia 2006 berdasarkan penelitian Nielsen Media Research (2004) dan Media
Scene (2004-2005) kelima surat kabar tersebut menduduki sepuluh surat kabar
dengan jumlah pembaca terbanyak di Indonesia. Secara khusus, ada beberapa alasan
yang dapat dikemukakan mengapa kelima surat kabar nasional ini dipilih sebagai
sumber data. Pertama, berdasarkan studi pendahuluan, informasi terkait fenomena
bahasa, khususnya fungsi tuturan dan penanda lingual kesantunan terdapat dalam
semua koran tersebut. Kedua, koran-koran tersebut merupakan media massa cetak
yang konsisten menggunakan bahasa Indonesia, meskipun ragam jurnalistiknya
memiliki corak dan gaya yang khas. Ketiga, masing-masing surat kabar tersebut
dikenal sebagai koran yang berwawasan nasional dengan visi humanisme yang
membangun komunitas Indonesia yang lebih harmonis, toleran, aman, dan sejahtera
sesuai dengan cita-cita pendirinya (Sularto, 2007:66). Koran Tempo merupakan
perwakilan dari koran beraliran baru, dengan semangat jurnalisme fakta serta
mengusung pembaruan dalam konteks dan isi berita. Wawasan atau halauan koran ini
bersifat nasionalis murni. Republika merupakan koran yang mengemban nilai-nilai
Islam (Hamad, 2004 dalam Badara, 2012:62). Media Indonesia adalah koran
nasionalis sekuler yang tidak condong pada visi agama tertentu kecuali cita-cita
perintis atau pendirinya. Koran Jawa Pos sebenarnya berskala regional Jawa-Bali,
tetapi tetap menarik sebagai industri media terbesar kedua di Indonesia dengan visi
keislaman. Keempat, informasi terkait peristiwa politik, khususnya pemilihan
gubernur dan wakil gubernur Provinsi DKI Jakarta 2012 selama bulan Juni sampai
Agustus cukup banyak tersedia di dalam koran-koran tersebut. Dengan demikian,
tuturan yang diambil sebagai data dalam penelitian ini dapat terwakili oleh setiap
koran tersebut. Kelima, secara praktis koran-koran tersebut dapat dijangkau. Dalam
arti bahwa pada saat studi pendahuluan dan penelitian lanjutan, peneliti mudah
memperoleh data sebagai sampel dari koran-koran tersebut.
Sumber data tuturan yang menjadi fokus analisis dari penelitian terdapat di
dalam kelima surat kabar nasional tersebut di atas. Yang menjadi acuan data adalah
data tuturan langsung dari calon gubernur, calon wakil gubernur Provinsi DKI Jakarta
dan para pendukung di dalam berita kelima surat kabar nasional tersebut pada bulan
selanjutnya mengkaji jenis-jenis tindak tutur, tingkat kesantunan tuturan, dan penanda
lingual kesantunan tuturan setiap pasangan calon gubernur dan wakil gubernur
Provinsi DKI Jakarta tahun 2012 dan para pendukung.
1.7Sistematika Penyajian
Penelitian ini terdiri dari lima bab. Bab I adalah bab pendahuluan yang berisi
latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,
definisi istilah, ruang lingkup penelitian, dan sistematika penyajian.
Bab II memuat landasan teori yang diintegrasikan dengan beberapa
penelitian relevan yang terkait dengan topik penelitian ini. Dalam bab II ini
berturut-turut dibahas (1) penelitian yang relevan, (2) teori tindak tutur, (3) teori kesantunan,
(4) penanda lingual kesantunan, dan (5) kerangka berpikir.
Bab III berisi metodologi penelitian yang memuat cara dan prosedur kerja
yang akan ditempuh peneliti. Hal-hal yang dibahas adalah (1) jenis penelitian, (2)
data dan sumber data, (3) instrumen penelitian, (4) metode pengumpulan data, (5)
teknik analisis data, dan (6) triangulasi data.
Bab IV membahas tiga hal, yakni (1) deskripsi data, (2) analisis data, dan (3)
pembahasan hasil temuan.
Bab V berisi dua hal, yaitu (1) simpulan dan (2) saran untuk penelitian
19
BAB II
LANDASAN TEORI
Bab ini memaparkan lima hal, yaitu (1) penelitian yang relevan, (2) teori
tindak tutur, (3) teori kesantunan, (4) penanda lingual kesantunan, dan (5) kerangka
berpikir.
2.1 Penelitian yang Relevan
Penelitian tentang tindak tutur dan kesantunan berbahasa memang telah
cukup banyak dilakukan. Meskipun demikian, kajian pada penelitian-penelitian
tersebut sangat beragam sesuai dengan permasalahan dan sumber data yang
dianalisis. Ada empat penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini, yaitu
penelitian Asim Gunarwan (1992 dan 1994), penelitian P.Ari Subagyo (2000),
penelitian Ventianus Sarwoyo (2009), dan penelitian Edy Jauhari (2009). Penelitian
mereka terkait dengan tindak tutur dan kesantunan berbahasa. Berikut ini adalah
paparan ringkas penelitian-penelitian relevan tersebut.
Asim Gunarwan menulis kajian tentang kesantunan berbahasa. Dua
penelitian pentingnya termuat dalam buku kajian linguistik, yaitu Pellba 5 dan Pellba
7. Penelitian Asim Gunarwan (1992) yang termuat dalam Pellba 5 berjudul “Persepsi
Kesantunan Direktif di Dalam Bahasa Indonesia di Antara Beberapa Kelompok Etnik di Jakarta”. Penelitian ini ingin menjawab bagaimana persepsi sopan-santun bahasa
khusus yang coba dijawab adalah (1) bagaimana hierarki kesantunan sejumlah
bentuk-bentuk ujaran yang (dapat) dipakai untuk menyatakan tindak ujaran direktif
itu; (2) apakah ada korelasi di antara ketaklangsungan dan kesantunan berbahasa,
seperti yang dicanangkan oleh Brown dan Levinson (1978); (3) apakah ada
perbedaan-perbedaan persepsi sopan santun penggunaan direktif di antara beberapa
suku bangsa di Indonesia; dan (4) apakah ada perbedaan persepsi sopan-santun
penggunaan direktif itu di antara tiga kelompok usia (-25, 25-50, dan 50+). Dari
penelitian ini, Gunarwan berkesimpulan bahwa
a) Secara umum, bagi semua responden, hierarki kesantunan bentuk-bentuk
ujaran yang dipakai untuk menyatakan direktif tidak sama dengan hierarki
kesantunan yang dipositkan atau dipakai di dalam proyek penelitian
Cross-Cultural Speech Act Realization Patterns. Yang dipakai di dalam proyek itu
mempunyai hierarki (menurut derajat ketaklangsungan):
MI-Pf-PB-PKh-PKi-FS-Pt-IK-IH. Yang ditemukan di dalam penelitian ini adalah:
MI-PKh-IH-IK-PKi-Pf-PB-Pt-FS.
b) Hasil penelitian ini mengisyaratkan bahwa memang ada kesejajaran di antara
ketaklangsungan tindak ujaran direktif dan kesantunan pemakaiannya. Hanya
saja, kesejajaran itu tidak selamanya berlaku.
c) Hierarki kesantunan direktif bagi para responden mempunyai varian-varian di
antara kelompok-kelompok sosial yang dibedakan satu dari yang lain menurut
d) Perbedaan persepsi kesantunan direktif di antara kelompok-kelompok etnik
Jawa, Sunda, Minang, dan Batak di Jakarta kecil saja. Perbedaan “yang kecil”
ini mengisyaratkan adanya kecenderungan penyatuan norma-norma
kebudayaan Jawa, Sunda, Minang, dan Batak di daerah Jakarta.
Penelitian yang kedua dari Asim Gunarwan (1994) termuat dalam Pellba 7
berjudul “Kesantunan Negatif di Kalangan Dwibahasawan Indonesia-Jawa di Jakarta:
Kajian Sosiopragmatik”.Dari penelitian ini, Gunarwan memberikan kesimpulan:
a) Hierarki kesantunan direktif bahasa Indonesia dan bahasa Jawa ternyata pada
dasarnya sama. Hal ini mengisyaratkan bahwa para subjek penelitian ini
menggunakan satu norma kebudayaan di dalam menilai kesantunan
bentuk-bentuk ujaran direktif di dalam kedua bahasa tersebut. Para dwibahasawan
bahasa Indonesia-bahasa Jawa itu adalah dwibahasawan yang monokultural,
atau situasi kedwibahasaan di kalangan masyarakat tutur Jawa di Jakarta itu
dapat dikatakan sebagai bilingualisme tanpa bikulturalisme.
b) Tidak ada perbedaan penilaian kesantunan direktif bahasa Jawa menurut
variabel kelompok umur. Dari temuan ini diperoleh dua hal, pertama, derajat
kesamaan kedua hierarki kesantunan bahasa Jawa (menurut kelompok umur)
ternyata lebih kecil daripada derajat kesamaan yang bahasa Indonesia; dan
kedua, kesamaan kedua hierarki kesantunan direktif bahasa Jawa itu
c) Ketaklangsungan tindak ujaran tidak sejajar dengan kesantunan, seperti yang
terlihat dari adanya perbedaan di antara hierarki penelitian dan hierarkis
teoretis.
Temuan-temuan Asim Gunarwan melalui dua penelitiannya ini berguna
sebagai panduan memahami dan menganalisis jenis tindak tutur, tingkat kesantunan
tuturan, dan penanda lingual kesantunan sesuai topik penelitian ini. Gunarwan
memberikan gambaran dasar tentang beberapa teori tindak tutur dan teori kesantunan
berbahasa dengan merujuk pada pemikiran ahli pragmatik, seperti Brown dan
Levinson (1978) dan Geoffrey Leech (1983).
Penelitian P.Ari Subagyo (2000) terfokus pada masalah wacana surat kabar,
khususnya wacana pojok yang terdapat dalam berbagai surat kabar di Indonesia.
Penelitiannya berjudul Wacana Pojok: Cara Mengkritik Khas Surat Kabar Indonesia
dimuat dalam buku Sejarah dan Bahasa dalam Membangun Integrasi Bangsa
Menuju Milenium Ketiga. Penelitian ini menganalisis sejauh mana wacana pojok
dalam beberapa surat kabar di Indonesia memberikan kritik berupa sentilan sambil
lalu. Subagyo menemukan bahwa betapapun tidak terlalu diacuhkan, pojok tetap
memerankan diri sebagai jendela yang menyalurkan hasrat mengkritik lewat surat
kabar. Ada dua pertanyaan pokok dalam penelitian ini, yaitu (1) apakah
kolom/wacana pojok itu dan (2) mengapa kritik yang dilontarkan lewat kolom/wacana pojok tidak mengganggu “keselamatan” surat kabar pemuatnya?
Wacana pojok yang diteliti terdapat dalam beberapa Surat Kabar Harian
terdiri atas dua subbagian ISI, yakni KUTIPAN BERITA dan SENTILAN. Kutipan
berita dan sentilan ini membentuk wacana yang mirip dengan sebuah dialog
sederhana. Kolom pojok atau wacana pojok merupakan rubrik khas pada surat-surat
kabar di Indonesia, made in Indonesia, “buatan asli Indonesia” (Assegaff, 1991:134
dan Naomi, 1996:288 dalam Subagyo, 2000:168-169). Dengan berdasar pada kaca
mata pragmatik, khususnya teori tindak tutur Searle dan Leech, Subagyo menegaskan
bahwa menyentil atau mengkritik dalam wacana pojok merupakan tindak ilokusi.
Temuan Subagyo menggambarkan bahwa wacana pojok selama bulan Agustus 1997
dalam sebelas surat kabar harian (SKH) (berupa data 728 pasang kutipan
berita-sentilan) menunjukkan fakta berikut.
Tabel 1. Jenis Ilokusi dalam11 SKH bulan Agustus 1997
Jenis Ilokusi Jumlah Persentase
Konfliktif 476 65,39 %
Kompetitif 167 22,94 %
Konvivial 71 9,75 %
Konvivial-Kompetitif 11 1,51 %
Konvivial-Konfliktif 3 0,41 %
Temuan tersebut menunjukkan bahwa kolom/wacana pojok pada masa Orde
Baru sebenarnya memang kritis. Sekalipun demikian, ada pula yang cenderung
mencari aman sehingga (sama sekali) tidak kritis. Ketidakkritisan itu menjadi
pertanyaan peneliti dan ditemukan tiga jawaban, yaitu pertama, ketidakkritisan itu
karena wacana pokok tersebut terkesan tidak serius; kedua, wacana pojok tidak
Hubungan antara penelitian Subagyo dan penelitian ini ialah bahwa jika
Subagyo menggunakan teori fungsi tindak tutur Leech untuk membahas wacana
pojok pada surat kabar harian di Indonesia periode Agustus 1997, penelitian ini akan
menggunakan teori fungsi tindak tutur Leech untuk menganalisis jenis-jenis tindak
tutur dari tuturan calon gubernur, calon wakil gubernur, dan para pendukung dalam
berita pemilukada Provinsi DKI Jakarta di dalam beberapa surat kabar nasional
periode Juni sampai Agustus 2012. Penelitian ini akan terfokus pada wacana berita
yang memuat lebih banyak tuturan langsung daripada wacana pojok yang berisi
sentilan berupa dialog sederhana.
Penelitian tentang tindak tutur ilokusi dan penanda kesantunan dibuat oleh
Ventianus Sarwoyo (2009) dalam skripsinya berjudul Tindak Ilokusi dan Penanda
Tingkat Kesantunan Tuturan di Dalam Surat Kabar. Dengan data dari berita surat
kabar nasional, Sarwoyo menemukan: (1) ada empat jenis tindak ilokusi tuturan
dalam surat kabar, yaitu tindak ilokusi direktif, komisif, representatif, dan ekspresif.
Pengungkapan keempat tindak ilokusi tersebut terwujud dalam tiga bentuk tuturan,
yaitu tuturan imperatif, deklaratif, dan interogatif; dan (2) ada enam penanda tingkat
kesantunan di dalam surat kabar, yaitu analogi, diksi atau pilihan kata, gaya bahasa,
penggunaan keterangan atau kata modalitas, penyebutan subjek yang menjadi tujuan
tuturan, dan bentuk tuturan.
Penelitian Sarwoyo ini memiliki kesamaan dengan penelitian ini, yaitu
dalam hal sumber data yaitu tindak tutur dalam surat kabar. Sarwoyo memfokuskan
ini berkaitan dengan topik khusus, yaitu jenis-jenis tindak tutur dari tuturan calon
gubernur dan wakil gubernur dan para pendukung dalam berita pemilihan umum
kepala daerah Provinsi DKI Jakarta tahun 2012. Dalam kaitannya dengan penanda
tingkat kesantunan, penelitian Sarwoyo dan penelitian ini memiliki kesamaan yaitu
mendeskripsikan jenis-jenis penanda lingual kesantunaan yang terdapat dalam setiap
tuturan langsung sebagai datanya.
Penelitian Edy Jauhari tentang tindak tutur dalam kampanye pemilihan
presiden tahun 2009 menggunakan pendekatan tindak tutur. Penelitiannya berjudul “Wacana Politik dalam Kampanye Pilpres 2009: Kajian Tindak Tutur”. Di dalam
penelitiannya ini, berbagai statemen dan slogan politik dianalisis untuk memperoleh
gambaran tentang: (a) tindak tutur yang terdapat dalam statemen-statemen politik dari
kubu JK-Wiranto, baik dalam bentuk iklan, slogan, maupun statemen politik yang
lain, baik yang diungkapkan oleh capres-cawapres JK-Wiranto sendiri maupun oleh
tim sukses dan pendukung-pendukung; (b) strategi-strategi atau modus-modus yang
digunakan untuk mengekspresikan tindak tutur-tindak tutur tersebut; dan (c)
implikatur daya pragmatik dari statemen-statemen politik atau slogan-slogan politik
yang dikemukakan kubu JK-Wiranto kepada publik atau masyarakat luas. Jauhari
menemukan bahwa (1) di dalam masa kampanye, kubu pasangan JK-Wiranto (juga
pasangan yang lain) melakukan berbagai aktivitas bertutur yang berupa statemen,
jargon, ataupun slogan politik untuk merebut hati rakyat dan (2) tindakan bertutur
yang menonjol yang dikembangkan kubu JK-Wiranto dapat diklasifikasikan menjadi
Penelitian Jauhari dan penelitian ini menggunakan pendekatan teori tindak
tutur. Jauhari menggunakan teori tindak tutur Searle (1975) yang mengklasifikasikan
tindak ilokusi menjadi lima macam, yaitu representatif, direktif, komisif, deklarasi,
dan ekspresif untuk menganalisis statemen dan slogan politik selama masa pilpres
2009, sedangkan penelitian ini memakai teori tindak tutur Leech, khususnya tentang
fungsi tindak tutur, untuk menjelaskan berbagai jenis tindak tutur, tingkat kesantunan
tuturan, dan penanda lingual kesantunan tuturan para calon gubernur dan wakil
gubernur DKI Jakarta 2012dan para pendukungyang terdapat di dalam berita
beberapa surat kabar nasional.
2.2 Teori Tindak Tutur
Kajian tentang tindak tutur dipelajari dalam linguistik, khususnya pragmatik.
Sebagai salah satu bidang linguistik, pragmatik berhubungan dengan tindak verbal
(verbal act) yang terjadi dalam konteks tertentu. Konteks yang dianalisis termasuk
ihwal siapa yang mengatakan, kepada siapa, tempat dan waktu diujarkannya suatu
kalimat, dan anggapan-anggapan mengenai yang terlibat di dalam mengutarakan
kalimat itu. Adapun topik-topik kajian pragmatik adalah deiksis, praanggapan, tindak
tutur, dan implikatur percakapan (Purwo, 1990).Dalam penelitian ini, bidang tindak
tuturlah yang menjadi fokus kajian.
Yule (1996:3 dalam Wahyuni, 2006:3-4) mengatakan bahwa “Pragmatics is
dengan memperhatikan konteks pemakaiannya dan bagaimana konteks itu itu
memengaruhi penutur dalam menentukan suatu tuturan. Pragmatik adalah disiplin
ilmu bahasa yang memelajari makna satuan kebahasaan dikomunikasikan. Yule
menguraikan empat ranah yang menjadi kajian utama pragmatik, yaitu (1) pragmatik
adalah studi tentang maksud penutur, (2) pragmatik adalah studi tentang makna
kontekstual, (3) pragmatik adalah studi bagaimana agar lebih banyak yang
disampaikan daripada dituturkan, dan (4) pragmatik adalah studi tentang ungkapan
dari jarak hubungan.
Pandangan tersebut sesuai dengan pendapat Parker (dalam Wijana,1996:2)
yang mengemukakan bahwa “Pragmatics is distinct from grammar, which is the
study of the internal structure of language. Pragmatics is the study of how language
is used to communicate”(Pragmatik berbeda dengan gramatika yang memelajari
struktur bahasa secara internal. Pragmatik adalah kajian tentang bagaimana bahasa
digunakan untuk berkomunikasi). Oleh karena yang dikaji adalah makna bahasa,
pragmatik dapat dikatakan sejajar dengan semantik. Namun, diantara keduanya
terdapat perbedaan yang mendasar. Perbedaannya ialah semantik menelaah makna
sebagai relasi dua segi (dyadic),sedangkan pragmatik menelaah makna
sebagairelasitigasegi (triadic) (Rahardi, 2005:50). Kedua jenis relasi ini secara
berurutan dirumuskan oleh Leech (1983:5-6; Oka, 1993:8) ke dalam dua kalimat
berikut.
[1] What does X mean? (Apa artinya X?)
Berdasarkan kedua rumusan di atas, dapat dilihat bahwa makna dalam
semantik semata-mata sebagai hubungan satuan lingual dalam bahasa tertentu yang
terlepas dari situasi penutur (context independent). Berbeda dengan makna semantik,
makna dalam pragmatik berhubungan dengan penutur yang terikat pada situasi
(context dependent), atau dengan tegas Leech (1983:6) katakan, “I shall redefine
pragmatics for the purposes of linguistics, as the studyof meaning in relation to
speech situation.”(Dalam kaitannya dengan tujuan-tujuan linguistik, saya hendak
mendefinisikan kembali pragmatik sebagai studi tentang makna dalam hubungannya
dengan situasi-situasi ujar). Konteks inilah yang disebut dengan konteks situasi tutur
(speech situational contexts). Lebih lanjut Leech (1983:13-15; Oka 1993:19-21;
Wijana, 1996:10-11; Rahardi, 2005:51-52) mengungkapkan bahwasituasi ujar/tutur
terdiri atas beberapa aspek, yakni:
a. Penutur dan lawan tutur (addressers or addressees)
Penutur adalah orang yang menyapa dan lawan tutur adalah orang yang disapa.
Searle (1983 dalam Rahardi:2005) penutur dilambangkan dengan S (speaker) yang berarti „pembicara atau penutur‟ dan lawan tutur dilambangkan dengan H
(hearer) yang dapat diartikan dengan „pendengar atau mitra tutur‟.
Istilah-istilah ini tidak terbatas pada cakupan pragmatik dalam ragam lisan saja, tetapi
juga dapat mencakup ragam bahasa tulis, dalam hal ini merujuk pada
b. Konteks tuturan (The context of an utterance)
Konteks tuturan dalam penelitian linguistik mencakup semua aspek fisik dan
seting sosial (nonfisik) yang relevan dari sebuah tuturan. Konteks yang bersifat
fisik disebut koteks (cotext), sedangkan konteks sosial sering disebut konteks.
Dalam kerangka pragmatik, konteks merupakan semua latar belakang
pengetahuan yang diasumsikan sama-sama dimiliki penutur dan mitra tutur
serta yang mendukung interpretasi mitra tutur atas apa yang dimaksudkan
penutur itu di dalam proses bertutur.
c. Tujuan tuturan (The goal(s) of an utterance)
Penutur dan lawan tutur terlibat dalam suatu kegiatan yang berorientasi pada
tujuan tertentu.Tujuan tuturan berkaitan erat dengan bentuk tuturan seseorang.
Bentuk-bentuk tuturan muncul karena dilatarbelakangi oleh maksud dan tujuan
tertentu. Secara pragmatik, satu bentuk tuturan dapat memiliki maksud dan
tujuan yang bermacam-macam. Sebaliknya, satu maksud atau tujuan tuturan
akan dapat diwujudkan dengan bentuk tuturan yang berbeda-beda.
d. Tuturan sebagai bentuk tindakan atau aktivitas: tindak ujar (The utterance as a
form of act or activity: a speech act)
Pragmatik menangani bahasa dalam suatu tingkatan yang lebih konkret
dibandingkan dengan gramatika. Pragmatik mengkaji tindak atau performansi
verbal yang ada dalam pertuturan tertentu yang sesungguhnya ada pada sebuah
masyarakat sehingga jati diri penutur, latar waktu, dan latar tempat tampak