SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam memperoleh Gelar Sarjana Pertanian
Program Studi : Agribisnis
Diajukan Oleh :
Arnisa Pr atiwi
0924010017
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR
S U R A B A Y A
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
segala rahmat dan hidayahNya yang telah dilimpahkan sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi, dengan judul “ PENGAMBILAN KEPUTUSAN
PRODUSEN TEMPE UNTUK KEBERLANJUTAN USAHA PADA SAAT HARGA
BAHAN BAKU NAIK ( Studi Kasus di Desa Sepande, Kecamatan Candi,
Kabupaten Sidoarjo )”
Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu persyaratan dalam
memperoleh gelar Sarjana Pertanian Program Studi Agribisnis di Fakultas
Pertanian UPN “Veteran” Jawa Timur.
Penulis menyadari bahwa segala keberhasilan dan kesuksesan sebagai
makhluk yang diciptakan tidak terlepas dari sang khaliq dan juga tidak lepas dari
bantuan berbagai pihak. Rasa terima kasih yang sebesar-besarnya, penulis
sampaikan kepada : Dr. Ir. Eko Nurhadi, MS selaku dosen pembimbing utama
dan Ir. Effi Damaijati,MS selaku dosen pembimbing pendamping yang sudah
memberikan pengarahan, dan masukan serta memberikan banyak petunjuk
kepada penulis.
Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih sebesar
besarnya kepada :
1. Dr. Ir. Ramdan Hidayat MS, selaku Dekan Fakultas Pertanian UPN “Veteran”
Jawa Timur Surabaya.
2. Dr. Ir. Eko Nurhadi,MS, selaku Ketua Prorgam Studi Ilmu Agribisnis
3. Ayahku Haryono dan ibuku Pariyem yang selalu memberikan segenap jiwa
4. Terimakasih untuk Victor Andy Pranyoto yang selalu mendukung, memberikan
semangat dan membantu segala hal dalam meraih cita-citaku dan Bilqis
Aurora Davina kau adalah masa depanku.
5. Teman seperjuanganku Andi Dharma Wijaya, Krisna Aji Wardana, dan tak
lupa juga buat Iqri, kalian temanku yang baik semoga tuhan memberkati
kalian.
6. Teman angkatan 2009 jurusan Agribisnis UPN “Veteran” Jawa Timur yang
selalu memberikan semangat.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih belum
sempurna, untuk itu penulis mengharapkan adanya kritik dan saran dari semua
pihak yang bersifat membangun. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini
dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan.
Surabaya, Juli 2013
Halaman
Kata Pengantar ... i
Daftar Isi ... iii
Daftar Tabel ... v
Daftar Gambar ... vi
I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Perumusan Masalah ... 5
C. Tujuan Penelitian ... 5
D. Manfaat Penelitian ... 6
E. Ruang Lingkup Penelitian ... 6
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7
A. Penelitian Terdahulu ... 7
B. Teori Pengambilan Keputusan ... 10
C. Teori Harga ... 16
D. Komoditas Kedelai ... 21
E. Kerangka Penelitian dan Hipotesis ... 28
III. METODE PENELITIAN ... 31
A. Penentuan Objek Penelitian ... 31
B. Penentuan Responden ... 31
C. Pengumpulan Data ... 31
D. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 32
IV. KEADAAN UMUM DAERAH DESA SEPANDE ... 37
A. Keadaaan Geografi ... 37
B. Keadaan Penduduk ... 38
C. Keadaan Sosial Ekonomi ... 39
D. Keadaan Pertanian ... 42
V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 43
A. Karakteristik Responden ... 43
B. Usaha Tempe di Desa Sepande ... 46
C. Pembentukan Harga Tempe di Desa Sepande ... 48
D. Biaya Produksi, Biaya Variabel, Biaya Tetap Produksi Tempe pada saat Harga Bahan Baku Naik ... 49
E. Keputusan Produsen Tempe Secara Empirik ... 54
F. Keputusan Produsen Tempe Secara Teoritis ... 57
G. Upaya yang dilakukan Produsen Tempe dalam Menghadapi Kenaikan Harga Kedelai ... 66
VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 72
Daftar Pustaka ... 74
( Studi Kasus di Desa Sepande, Kecamatan Candi, Kabupaten Sidoarjo )
Oleh :
Arnisa Pr atiwi
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keputusan produsen tempe dalam
keberlanjutan usaha pada saat harga kedelai naik secara empirik dan secara teori analisis
biaya variabel. Pengambilan sampel menggunakan metode purposive sampling diperoleh 40
produsen tempe. Analisis data yang digunakan yaitu deskriptif dan teori biaya variabel.
Keputusan produsen secara empirik yaitu tetap melanjutkan usaha dipengaruhi oleh usaha
tempe merupakan mata pencaharian utama, berdasarkan pengalaman usaha yang telah
bertahun-tahun berjalan, dan pertimbangan kepentingan karyawan. Keputusan produsen
tempe secara teori analisis biaya variabel adalah sebaiknya menutup usaha tempe
sementara. Hal ini disebabkan oleh biaya variabel yang dikeluarkan oleh produsen tempe
lebih besar dibandingkan biaya variabel minimum yang berakibat produsen dapat merugi
dan apabila hal ini terjadi secara terus menerus maka usaha tempe akan mengalami
kebangkrutan. Dari berbagai upaya yang dilakukan produsen tempe dalam menghadapi
kenaikan harga kedelai yaitu mencampur bahan baku kedelai dengan jagung atau singkong,
menaikkan harga penjualan dan mengurangi ukuran tempe maka upaya terbaik yang tidak
menyebabkan kerugian bagi produsen maupun konsumen adalah mengurangi ukuran
tempe.
Kata kunci : pengambilan keputusan produsen tempe
Abstract
This study aims for know the decisions manufacturers of tempe in sustainability
venture at the time of price of soybeans rose is empirically and in theory analysis variable
costs. Sampling was purposive sampling method obtained 40 soybean producers. Analysis
of the data used is descriptive and theoretical variable costs. Decisions manufacturers of is
empirically namely remain continue the effort is influenced by effort tempe constitute main
livelihood, based experience of effort who has for many-years running, and consideration
interests of the employees. Decisions manufacturers of tempe it is theoretically analysis
basis then the effort tempe will be experiencing bankruptcy. From the various efforts who
done producers tempe in the face of price increase soybean namely mix the raw material
soybean with corn or cassava, raise the price of sales and reduce the size of tempe then it
best effort which does not cause losses for producers nor the consumers is reduce the the
size of tempe.
Key words: decision-making manufacturers tempe
I. PENDAHULUAN
Setiap usaha baik dalam skala besar maupun kecil, dapat terjadi
perubahan-perubahan kondisi yang dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan eksternal dan internal
perusahaan. Dalam menghadapi perkembangan dan perubahan yang terjadi maka
diperlukan pengambilan keputusan yang cepat dan tepat. Pengambilan keputusan tidak
hanya berlaku pada perusahaan yang memiliki skala besar namun usaha menengah hingga
usaha kecil pun perlu adanya pengambilan keputusan sesuai situasi yang dihadapi saat itu.
Pengambilan keputusan menurut Syamsi (2000) menyatakan bahwa keputusan itu
sesungguhnya merupakan jawaban terhadap suatu pertanyaan.
Keputusan harus dapat menjawab pertanyaan tentang apa yang seharusnya dilakukan
dan apa yang dibicarakan dalam hubungan dengan perencanaan keputusan pun dapat
merupakan tindakan terhadap pelaksanaan yang sangat menyimpang dari rencana semula.
Keputusan yang baik pada dasarnya dapat digunakan untuk membuat rencana dengan baik
pula. Dasar pengambilan keputusan itu bermacam macam tergantung dari
permasalahannya. Keputusan dapat diambil berdasarkan perasaan semata mata, dapat
pula keputusan dibuat berdasarkan rasio tetapi tidak mustahil, bahkan banyak terjadi
terutama dalam lingkungan instansi pemerintah maupun di perusahaan, keputusan diambil
berdasarkan wewenang yang dimilikinya. Dasar dan teknik pengambilan keputusan yaitu :
1. Pengambilan keputusan berdasarkan intuisi yaitu keputusan yang diambil
berdasarkan pada intuisi atau perasaan itu jelas bersifat subjektif. “inner feeling “
yang bersifat subjektif ini mudah terkena sugesti, pengaruh luar, rasa lebih suka
yang satu daripada yang lain dan faktor kejiwaan lainnya.
2. Pengambilan keputusan rasional yaitu keputusan yang bersifat rasional banyak
berkaitan dengan pertimbangan dari segi daya guna. Masalah masalah yang
dihadapinya juga merupakan masalah masalah yang memerlukan pemecahan
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap usaha baik dalam skala besar maupun kecil, dapat terjadii
perubahan-perubahan kondisi yang dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan
eksternal dan internal perusahaan. Dalam menghadapi perkembangan dan
perubahan yang terjadi maka diperlukan pengambilan keputusan yang cepat dan
tepat. Proses pengambilan keputusan yang cepat dan tepat dilakukan agar
perusahaan berjalan terus dengan lancar.
Pengambilan keputusan merupakan bagian utama dalam pekerjaan
seseorang disemua tingkatan perusahaan. Beberapa kondisi keputusan ditemuii
dan terjadi berulang ulang dalam bentuk yang sama. Keputusan keputusan
serupa ini dapat didekati secara efektif dengan mengikuti aturan dan pola
perilaku tertentu yang dipelajari dari pengalaman terdahulu. Manajer juga
menemui situasi keputusan dengan karakteristik tertentu dan baru.
Pengambilan keputusan diperlukan pada semua tahap kegiatan
organisasi dan manajemen. Misalnya, dalam tahap perencanaan diperlukan
banyak kegiatan pembuatan keputusan sepanjang proses perencanaan tersebut.
Keputusan-keputusan yang dibuat dalam proses perencanaan ditujukan kepada
pemilihan alternatif program dan prioritasnya. Dalam pembuatan keputusan
tersebut mencakup kegiatan identifikasi masalah, perumusan masalah, dan
pemilihan alternatif keputusan berdasarkan perhitungan dan berbagai dampak
yang mungkin timbul. Begitu juga dalam tahap implementasi atau operasional
dalam suatu organisasi, para manajer harus membuat banyak keputusan rutin
dalam rangka mengendalikan usaha sesuai dengan rencana dan kondisi yang
berlaku. Sedangkan dalam tahap pengawasan yang mencakup pemantauan,
pemeriksaan, dan penilaian terhadap hasil pelaksanaan dilakukan untuk
Pengambilan keputusan tidak hanya berlaku pada perusahaan yang
memiliki skala besar namun usaha menengah hingga usaha kecil pun perlu
adanya pengambilan keputusan sesuai situasi yang dihadapi saat itu. Pada
situasi kenaikan harga kedelai impor yang diakibatkan pasokan kedelai dari luar
negeri berkurang akibat cuaca buruk di negara penghasil utama kedelai seperti
Amerika, Argentina, Brasil.
Kedelai yang merupakan bahan baku pilihan produsen olahan kedelai
sebagai bahan baku utama pembuatan hasil olahan kedelai meningkat, biaya
produksi yang biasanya kecil sekarang biaya produksi menjadi meningkat dan
mempengaruhi besarnya pendapatan yang diterima. Hal ini menyebabkan usaha
tempe yang berskala kecil kesulitan untuk melakukan proses produksi jika harga
kedelai impor terus meningkat dikhawatirkan usaha tempe akan gulung tikar.
Produksi kedelai lokal dari tahun ke tahun semakin menurun juga tidak dapat
memenuhi permintaan kedelai dalam negeri. Produksi kedelai lokal dari tahun ke
tahun semakin menurun karena luas areal tanam yang juga menurun.
Berdasarkan penelitian Sayaka (1996), bagi petani kedelai merupakan tanaman
sampingan dari tanaman utama (padi dan jagung), sehingga pembudidayaan
kedelai belum seoptimal tanaman utama. Ditambah lagi luas lahan semakin
menurun yang mengakibatkan berkurangnya luas panen, sehingga petani
berupaya memaksimumkan pendapatan usahataninya melalui usaha yang beraneka
ragam. Untuk memenuhinya sejak tahun 1975 posisi Indonesia bergeser dari
negara eksportir menjadi negara importir kedelai. Hal ini menyebabkan menurunnya
rasio penerimaan dengan pengeluaran (R/C) petani kedelai.
Pada situasi ini produsen olahan kedelai diharapkan mampu membuat
sebuah keputusan bagi keberlangsungan usahanya, mampu menekan biaya
produksi untuk memperoleh keuntungan dan upaya yang diambil dalam
Tabel 1. Produksi Kedelai di Indonesia Tahun 2008 - 2012
No Tahun Luas Panen Ha Produksi Ton/Ha Produktivitas Ton
1 2008 590.956 779,7 13,76
2 2009 660.823 966,4 13,48
3 2010 722.791 907,0 13,73
4 2011 662.254 851,3 13,68
5 2012 566.693 775,7 13,13
Sumber Litbang.Deptan Tahun 2008-2012
Tabel 1 menunjukkan produksi kedelai yang semakin menurun pada tahun
2010 hingga tahun 2012 namun pada tahun 2009 produksi kedelai mengalami
kenaikan. Pada Tabel 1 yang memperlihatkan produksi kedelai nasional dari tahun 2008
sebesar 779,7 ton/Ha menurun hingga tahun 2012 menjadi sebesar 775,7 ton/Ha yang
cenderung menurun yang diakibatkan luas panen dari tahun 2008 seluas 590.956 Ha
yang cenderung menurun hingga tahun 2012 menjadi seluas 566.693 Ha. Hal ini
berarti besarnya kenaikan produksi kedelai ditentukan pula oleh peningkatan
luas areal tanam. Dengan kata lain, tingkat produksi kedelai yang menurun
disebabkan oleh makin berkurangnya luas areal tanam
Setiap tahun permintaan konsumsi kedelai di Indonesia terus meningkat
namun tidak diimbangi dengan produksi kedelai lokal sehingga untuk memenuhii
kebutuhan kedelai dalam negeri maka pemerintah melakukan upaya dengan
cara mengimpor kedelai dari berbagai negara. Impor kedelai yang dilakukan
pemerintah memberikan keuntungan bagi produsen olahan kedelai seperti
tempe. Keuntungan tersebut yaitu harga kedelai impor yang lebih murah
dibandingkan harga kedelai lokal dan kualitas dari kedelai impor lebih baik dari
kedelai lokal.
Salah satu produk yang dikembangkan dari hasil olahan kedelai adalah
tempe dengan sentra pembuatannya adalah di Kecamatan Spande. Tempe
dan manfaat yang ditawarkan makanan ini menjadikan banyak negara asing
yang mulai memproduksi tempe dengan membangun industri-industri tempe
dinegara mereka. Cahyadi Wisnu (2007) mengemukakan bahwa tempe adalah
campuran biji kedelai dengan massa kapang. Hifa kapang tumbuh dengan
intensif dan membentuk jalinan yang mengikat biji kedelai yang satu dengan biji
yang lain.
Usaha tempe dipengaruhi oleh bahan baku namun terjadinya kenaikan
harga kedelai impor yang merupakan pilihan bagi produsen tempe untuk
berproduksi dibandingkan kedelai lokal menyebabkan produsen tempe
mengalami kerugian. Jika produsen tempe menggunakan kedelai lokal maka
kerugian akan menjadi semakin besar lagipula hasil produksi kedelai lokal tidak
mampu mencukupi kebutuhan sehingga perajin tempe sulit memenuhii
pemintaan konsumen dalam mengkonsumsi tempe yang juga semakin
meningkat dan pendapatan yang diterima juga semakin berkurang. Menurut
Usilan sebagai perajin tempe dalam koran Sindo edisi Kamis 26 Juli 2012 bahwa
sebelum kenaikan harga kedelai, setiap harinya mampu memproduksi tahu
tempe lebih dari 1 ton, sedangkan pasca kenaikan harga hanya mampu
memproduksi 800 kilo gram setiap harinya. Pendapatan yang diterima oleh
perajin tempe pun menurun. Akibat kenaikan harga kedelai impor, penjual tempe
tahu merugi.
Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan diatas, penelitian ini
bertujuan untuk menganalisis tentang pengambilan keputusan yang dilakukan
oleh produsen tempe untuk keberlanjutan usahanya pada saat harga kedelai
impor naik dengan dasar pertimbangan secara emprik dan secara teori analisis
biaya variabel dan upaya yang dilakukan produsen tempe agar tetap dapat
B. Perumusan Masalah
Produksi kedelai lokal tidak bisa memenuhi kebutuhan kedelai dalam negeri
sedangkan permintaan konsumen akan kedelai dan olahan dari kedelai seperti
tempe semakin meningkat. Peningkatan permintaan akan kebutuhan kedelai
sebagai bahan baku utama olahan tempe ini mengakibatkan pemerintah harus
mengimpor kedelai dari luar negeri guna memenuhi kebutuhan permintaan
kedelai dalam negeri. Berbagai keunggulan kedelai impor membuat produsen
olahan kedelai seperti tempe pada akhirnya lebih menggunakan kedelai impor
dibandingkan kedelai lokal karena harga kedelai impor jauh lebih murah
dibandingkan harga kedelai lokal yang mahal. Namun naiknya harga kedelai
impor mengakibatkan produsen olahan kedelai yaitu tempe mengalami kerugian
karena biaya yang seharusnya dapat ditekan menggunakan kedelai impor
sekarang biaya yang dikeluarkan untuk berproduksi menjadi meningkat sehingga
dapat berpengaruh terhadap keberlanjutan usaha tempe.
Dari hasil uraian tersebut dapat dirumuskan permasalahan yaitu
1. Keputusan apa yang diambil oleh produsen tempe berkaitan dengan
keberlanjutan usaha pada saat harga bahan baku naik ?
2. Keputusan apa yang diambil produsen tempe berkaitan dengan keberlanjutan
usaha tempe berdasarkan analisis biaya variabel ?
3. Langkah apa yang dilakukan produsen tempe dalam mengahadapi naiknya
harga kedelai untuk memproduksi tempe ?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini memiliki tujuan yaitu :
2. Menganalisis dasar pengambilan keputusan yang digunakan produsen tempe
untuk tetap melanjutkan atau menutup usaha tempe dengan teori analisis
biaya variabel
3. Mengetahui upaya yang dilakukan pengusaha tempe dalam menghadapii
kenaikan harga kedelai.
D. Manfaat dalam penelitian ini yaitu :
Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi produsen tempe sebagai
pertimbangan pengambilan keputusan untuk keberlanjutan usaha pada saat
harga kedelai naik dan bagi pembaca penelitian diharapkan dapat bermanfaat
sebagai tambahan informasi dan literatur untuk penelitian selanjutnya.
E. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup pada penelitian ini dilakukan mengenai pengambilan
keputusan produsen tempe pada saat harga kedelai naik dengan menggunakan
pertimbangan berdasarkan empirik dan berdasarkan teori analisis biaya variabell
rata-rata. Dimana data keputusan produsen berdasarkan empirik, data jumlah
produksi dan data biaya variabel diperoleh dari wawancara langsung dengan
produsen tempe. Penelitian ini memiliki keterbatasan yaitu data yang digunakan
merupakan data dalam satu kali produksi. Asumsi dari penelitian ini adalah
pengambilan keputusan produsen hanya didasarkan pada teori analisis biaya
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Penelitian Terdahulu
Meningkatnya harga kedelai menyebabkan dampak yang cukup besar
bagi produsen olahan kedelai seperti perajin tempe, dampak tersebut antara lain
yaitu berkurangnya pendapatan perajin tempe. Hal ini juga disampaikan oleh
Wibowo (2008) dalam studi kasus yang berjudul “Analisis dampak kenaikan
harga bahan baku kedelai terhadap industri kecil tempe” yaitu dampak sebelum
maupun sesudah kenaikan harga kedelai memiliki perbedaan nyata pada biaya
bahan baku, kayu bakar, biaya total, harga jual, penerimaan, pendapatan serta
efisiensi, sedangkan pada biaya tenaga kerja tidak berbeda nyata.
Rahmanta dan Nancy (2008) dalam penelitian yang berjudul “Dampak
kenaikan harga kedelai terhadap pendapatan industri pengolahan tempe di kota
Medan” menyatakan bahwa dampak kenaikan harga kedelai mengakibatkan
perbedaan yang signifikan terhadap biaya produksi, curahan tenaga kerja dan
penerimaan antara sebelum dan sesudah kenaikan harga kedelai kemudian
upaya upaya yang dilakukan industri pengolahan tempe dalam menghadapi
kenaikan harga kedelai adalah memperkecil ukuran produk dan mengurangi
penggunaan bahan baku kedelai.
Menurut penelitian yang dilakukan Octaviani (2006) yang berjudul “
Peranan Agroindustri Tempe dalam Menunjang Pendapatan dan Penyerapan
Tenaga Kerja di Desa Sepande, Kecamatan Candi, Kabupaten Sidoarjo” dalam
penelitiannya, peneliti menggunakan model analisis keuntungan dan analisis
kelayakan usaha, menyimpulkan bahwa agroindustri tempe di desa Sepande
sangat berperan dalam menunjang pendapatan rumah tangga perajin tempe dan
agroindustri tempe lebih besar daripada pendapatan luar sektor agroindustri
tempe.
Maretnawati (2007) dalam penelitiannya yang berjudul “ Kontribusi
Agroindustri Keripik Tempe terhadap Pendapatan Keluarga di Desa Buluharjo,
Kecamatan Plaosan, Kabupaten Magetan “ menyimpulkan bahwa pendapatan
dari sektor agroindustri keripik tempe berperan besar didalam memberikan
kontribusi pendapatan rumah tangga pengusaha keripik tempe setiap bulan. Hal
tersebut dapat dilihat dari besarnya penerimaan, total biaya produksi yang
dikeluarkan dan nilai tambah produk.
Sulandari (2008) dalam penelitiannya yang berjudul “ Dampak Kenaikan
Harga Kedelai terhadap Usaha Pembuatan Tempe di Desa Sepande,
Kecamatan Candi, Kabupaten Sidoarjo “ menyimpulkan bahwa adanya dampak
kenaikan harga kedelai berpengaruh pada total biaya produksi, jumlah produksi,
penerimaan, pendapatan sebelum kenaikan dan setelah kenaikan harga kedelai.
Amalia (2008) dalam penelitiannya yang berjudul “ Dampak Kenaikan
Harga Kedelai Terhadap Efisiensi Teknis dan Pendapatan Usaha Tempe
Dengan Pendekatan stochastic frontier di Desa Citeureup, Kecamatan Citeureup,
Kabupaten Bogor “ menyimpulkan bahwa berdasarkan hasil indeks efisiensi
teknis diketahui bahwa setelah terjadi kenaikan harga kedelai, efisiensi teknis
rata rata usaha tempe di Desa Citeureup meningkat sebesar 19,4%. Hal ini
diduga karena penggunaan input yang lebih sedikit untuk menghasilkan output
dalam jumlah yang sama. Biaya total usaha tempe mengalami kenaikan sebesar
6,38%.
Hal ini dikarenakan kedelai merupakan penggunaan input terbesar untuk
memproduksi tempe. Pendapatan atas biaya tunai merupakan pendapatan kotor
usaha tempe yang merupakan ukuran kemampuan usaha dalam menghasilkan
persen. Pendapatan atas biaya total merupakan pendapatan bersih usaha
tempe. Besarnya pendapatan bersih mengalami penurunan sebesar 50,27
persen. Usaha tempe yang dijalankan masih memberikan keuntungan bagi
pengrajin setelah kenaikan harga kedelai. Hal ini dapat dilihat dari pendapatan
yang positif dan nilai R/C rasio yang lebih besar dari satu. Nilai R/C rasio atas
biaya total setelah kenaikan harga kedelai sebesar 1,11. Sedangkan R/C rasio
atas biaya tunai setelah kenaikan harga kedelai memiliki nilai 1,12.
Agustine ,Husinsyah dan Maryam (2011) dalam penelitiannya yang
berjudul “Analisis Rentabilitas Usaha Pembuatan Tempe Di Kelurahan Sidodadi
Kota Samarinda” menyimpulkan bahwa Hasil penelitian menunjukkan usaha
pembuatan tempe di Kelurahan Sidodadi masih merupakan industri rumah
tangga dan merupakan mata pencaharian utama pengusaha pengolah tempe.
Produksi dan biaya produksi usaha pembuatan tempe di Kelurahan Sidodadi
antar pengusaha tidak terlalu berbeda karena teknik produksi, peralatan yang
digunakan, tenaga kerja, bahan baku, sarana dan prasarana pengolahan tidak
jauh berbeda masih menggunakan peralatan sederhana serta tempat
pengolahan pengusaha saling berdekatan.
Analisis pulang pokok (Break Even Point) usaha pembuatan tempe di
Kelurahan Sidodadi adalah 106,2 kg atau menghasilkan penerimaan penjualan
sebesar Rp 853.854,30 artinya apabila pengusaha menjual tempe sebesar 106,2
kg bulan-1, maka pengusaha berada pada titik pulang pokok. Namun rata-rata
produksi usaha pengolahan tempe di Kelurahan Sidodadi mencapai 4.169 kg
sehingga usaha pembuatan tempe mampu mendatangkan laba. Tingkat
rentabilitas yang dapat dicapai usaha pembuatan tempe di Kelurahan Sidodadi
adalah sebesar 93,01% artinya pendapatan bersih yang dapat diperoleh
dan kemampuan pengusaha pengolah tempe di Kelurahan Sidodadi memperoleh
laba sudah cukup optimal.
Penelitian tentang pengambilan keputusan produsen tempe untuk
keberlanjutan usaha pada saat harga bahan baku naik merupakan penelitian
yang belum pernah dilaksanakan penelitian sehingga dengan adanya penelitian
ini di harapkan produsen tempe dapat menganalisis dasar pengambilan
keputusan untuk melanjutkan atau menutup usaha tempe menggunakan analisis
biaya variabel dan menganalisis upaya yang harus dilakukan pengusaha tempe
jika menghadapi kenaikan harga kedelai.
B. Teori Pengambilan Keputusan
Pengambilan keputusan menurut Syamsi (2000) menyatakan bahwa
keputusan itu sesungguhnya merupakan jawaban terhadap suatu pertanyaan.
Keputusan harus dapat menjawab pertanyaan tentang apa yang seharusnya
dilakukan dan apa yang dibicarakan dalam hubungan dengan perencanaan
keputusan pun dapat merupakan tindakan terhadap pelaksannan yang sangat
menyimpang dari rencana semula. Keputusan yang baik pada dasarnya dapat
digunakan untuk membuat rencana dengan baik pula.
Menurut Sondang (2001) menyatakan bahwa pada hakikatnya
pengambilan keputusan itu dapat ditarik kesimpulan bahwa keputusan itu diambil
dengan sengaja tidak secara kebetulan dan tidak boleh sembarangan.
Masalahnya harus diketahui terlebih dahulu dan dirumuskan dengan jelas,
sedangkan pemecahannya harus didasarkan pemilihan alternatif terbaik dari
alternatif yang disajikan. Pengambilan keputusan juga dapat dikatakan bahwa
tindakan pimpinan untuk memecahkan masalah yang dihadapinya dalam
organisasi yang dipimpinnya dengan melalui pemilihan diantara alternatif
adalah suatu pendekatan sistematis terhadap hakikat alternatif yang dihadapi
dan mengambil tindakan yang menurut perhitungan merupakan tindakan yang
paling tepat.
Winardi (2011) menyatakan bahwa pengambilan keputusan merupakan
sebuah proses intelektual yang bersifat dasar bagi perilaku manusia dan kita
dapat menyatakan bahwa setiap orang dalam sebuah organisasi merupakan
seorang pembuat keputusan sudah tentu dengan derajat dan arti yang berbeda.
Manajer memiliki peran dalam pengambilan keputusan managerial.
Seorang manajer harus memiliki keterampilan dalam membuat keputusan yaitu
kemampuan untuk mendefinisikan masalah dan menentukan cara terbaik dalam
memecahkannya. Kemampuan membuat keputusan adalah yang paling utama
bagi seorang manajer, terutama bagi kelompok manajer atas (top manager). Tiga
langkah manajer dalam pembuatan keputusan yaitu Pertama, seorang manajer
harus mendefinisikan masalah dan mencari berbagai alternatif yang dapat
diambil untuk menyelesaikannya. Kedua, manajer harus mengevaluasi setiap
alternatif yang ada dan memilih sebuah alternatif yang dianggap paling baik. Dan
terakhir, manajer harus mengimplementasikan alternatif yang telah ia pilih serta
mengawasi dan mengevaluasinya agar tetap berada di jalur yang benar.
Pengambilan keputusan dimaksudkan untuk memecahkan masalah
tersebut. Kerap kali pengambilan keputusan itu hanya merupakan satu segi saja,
misalnya hanya menyangkut segi keuangan saja dan kalau dipecahkan tidak
menimbulkan efek sampingan atau akibat lain tetapi ada kemungkinan dapat
saja terjadi masalah yang pemecahannya menghendaki 2 hal kontradiksi
terpecahkan sekaligus. Kesimpulan yang diperoleh mengenai tujuan
pengambilan keputusan adalah :
1. Tujuan pengambilan keputusan bersifat tunggal dalam arti bahwa sekali
2. Tujuan kedua adalah pengambilan keputusan dapat bersifat ganda dalam
arti bahwa satu keputusan yang diambilnya itu sekaligus memecahkan 2
masalah yang sifatnya kontradiktif atau yang tidak kontradiktif. (Syamsi,
2000)
Dasar pengambilan keputusan itu bermacam macam tergantung dari
permasalahannya. Keputusan dapat diambil berdasarkan perasaan semata
mata, dapat pula keputusan dibuat berdasarkan rasio tetapi tidak mustahil,
bahkan banyak terjadi terutama dalam lingkungan instansi pemerintah maupun di
perusahaan, keputusan diambil berdasarkan wewenang yang dimilikinya. Dasar
dan teknik pengambilan keputusan yaitu :
1. Pengambilan keputusan berdasarkan intuisi yaitu keputusan yang diambil
berdasarkan pada intuisi atau perasaan itu jelas bersifat subjektif. “inner
feeling “ yang bersifat subjektif ini mudah terkena sugesti, pengaruh luar,
rasa lebih suka yang satu daripada yang lain dan faktor kejiwaan lainnya.
2. Pengambilan keputusan rasional yaitu keputusan yang bersifat rasional
banyak berkaitan dengan pertimbangan dari segi daya guna. Masalah
masalah yang dihadapinya juga merupakan masalah masalah yang
memerlukan pemecahan rasional.
3. Pengambilan keputusan berdasarkan fakta yaitu ada yang berpendapat
bahwa sebaiknya pengambilan keputusan itu didukung oleh sejumlah
fakta yang memadai sebenarnya istilah fakta disini perlu dikaitkan dengan
istilah data dan informan. Kumpulan fakta yang telah dikelompokkan
secara sistematis dinamakan data, sedangkan data itu merupakan bahan
mentahnya informasi dengan demikian data tersebut harus diolah lebih
dulu menjadi informasi, kemudian informasi inilah yang dijadikan dasar
4. Pengambilan keputusan berdasarkan pengalaman, pengalaman memang
dapat dijadikan pedoman dalam penyelesaian masalah. Keputusan yang
didasarkan pengalaman sangat bermanfaat bagi pengetahuan praktis.
Pengalaman dan kemampuan memprakirakan apa yang menjadi latar
belakang masalah dan bagaimana arah penyelesaiannya sangat
membantu memudahkan pemecahan masalah
5. Pengambilan keputusan berdasarkan wewenang, banyak sekali
keputusan yang diambil karena wewenang yang dimilikinya, setiap orang
yang menjadi pimpinan organisasi mempunyai tugas dan wewenang
untuk mengambil keputusan dalam rangka menjalankan kegiatan demi
tercapainya tujuan organisasi dengan berhasil dan berdaya guna.
Pengambilan keputusan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain :
1. Keadaan intern organisasi yaitu keadaan intern meliputi dana yang
tersedia, kemampuan karyawan, kelengkapan dari peralatan, struktur
organisasinya, tersediannya informasi yang dibutuhkan pimpinan
2. Tersedianya informasi yang diperlukan, untuk dapat memecahkan
masalah yang dihadapi organisasi, lebih dulu harus diketahui apa yang
menjadi penyebab dan apa akibatnya kalau masalah itu tidak segera
dipecahkan maka diperlukan pengumpulan informasi yang berkaitan
dengan masalah tersebut.
3. Keadaan ekstern organisasi yaitu pengambilan keputusan harus
mempertimbangkan lingkungan diluar organisasi keadaan diluar
organisasi itu dapat berupa keadaan ekonomi, sosial, politik, hukum,
budaya dll
4. Kepribadian dan kecakapan pengambil keputusan yaitu tepat tidaknya
keputusan yang diambil juga sangat tergantung kecakapan dan
kebutuhannya, tingkatan intelegensinya, kapasitasnya, kapabilitasnya,
keterampilan dll (Anonim, 2011).
Pedoman umum cara pengambilan keputusan yang efektif yaitu :
1. Mengetahui penyebab timbulnya masalah
2. Mengetahui akibatnya kalau masalah tersebut dibiarkan berlarut larut
3. Merumuskan masalah dengan jelas
4. Usahakanlah bahwa tujuan keputusan itu tidak bertentangan dengan
tujuan organisasi sebagai keseluruhan
5. Melibatkan bawahan dalam proses pengambilan keputusan
6. Harus yakin bahwa pelaksanaan keputusannya itu akan berhasil baik
7. Menilai hasil pelaksanaan keputusan
8. Pendekatan yang fleksibel (Rizky, 2012)
Dalam situasi keputusan sehari hari sering kali tidak terdapat ukuran,
manfaat dan biaya yang terdefinisi dengan baik. Hal ini menyebabkan pembuat
keputusan berupaya untuk menetapkan ukuran kuantitatif alternatif. Biaya yang
dimaksud bukan hanya berupa pengeluaran yang bersifat moneter melainkan
dapat berupa hal yang tidak diinginkan lainnya yang tidak dapat diukur dengan
nilai uang.
Ukuran kuantitatif manfaat dan biaya dianggap penting karena pembuat
keputusan sangat terbiasa dan terlatih dalam memandang nilai kuantitatif serta
dalam membandingkannya sehingga secara intuitif akan mencari pola untuk
kemudian menetapkan pikiran dalam menghadapi situasi keputusan tertentu.
Penggunaan ukuran kuantitatif dalam pengambilan keputusan yaitu :
a. Pembuat keputusan seharusnya secara sungguh sungguh mencari
ukuran kuantitatif, manfaat dan biaya yang tepat untuk digunakan jika
dapat di terima, memungkinkan untuk digunakan dan diperlukan dalam
b. Pembuat keputusan seharusnya menghindari godaan menggunakan
ukuran kuantitatif dengan maksud untuk menyederhanakan proses
pembuatan keputusan atau karena mengikuti metodologi tertentu karena
berakibat sangat merugikan atas tercapainya kesimpulan yang tidak
menyeluruh.
c. Pembuat keputusan harus selalu memegang teguh pada kenyataanya
setiap orang mampu mengungkapkan preferensinya terhadap alternatif
(Bashari, 2005)
Diasumsikan bahwa semua perusahaan mengikuti pembuatan keputusan
rasional, dan akan memproduksi pada keluaran maksimalisasi keuntungan.
Dalam asumsi ini, ada empat kategori dimana keuntungan perusahaan akan
dipertimbangkan:
1. Sebuah perusahaan dikatakan membuat sebuah keuntungan ekonomi ketika
average total cost lebih rendah dari setiap produk tambahan pada keluaran
maksimalisasi keuntungan. Keuntungan ekonomi adalah setara dengan
kuantitas keluaran dikali dengan perbedaan antara average total cost dan
harga.
2. Sebuah perusahaan dikatakan membuat sebuah keuntungan normal ketika
keuntungan ekonominya sama dengan nol. Keadaan ini terjadi ketika average
total cost setara dengan harga pada keluaran maksimalisasi keuntungan.
3. Jika harga adalah diantara average total cost dan average variable cost pada
keluaran maksimalisasi keuntungan, maka perusahaan tersebut dalam kondisi
kerugian minimal. Perusahaan ini harusnya masih meneruskan produksi,
karena kerugiannya akan makin membesar jika berhenti produksi. Dengan
produksi terus menerus, perusahaan bisa menaikkan biaya variabel dan
akhirnya biaya tetap, tetapi dengan menghentikan semuanya akan
4. Jika harga dibawah average variable cost pada maksimalisasi keuntungan,
perusahaan harus melakukan penghentian. Kerugian diminimalisir dengan
tidak memproduksi sama sekali, karena produksi tidak akan menghasilkan
keuntungan yang cukup signifikan untuk membiayai semua biaya tetap dan
bagian dari biaya variabel. Dengan tidak berproduksi, kerugian perusahaan
hanya pada biaya tetap. Dengan kehilangan biaya tetapnya, perusahaan
menemui tantangan. Akan keluar dari pasar seutuhnya atau tetap bersaing
dengan resiko kerugian menyeluruh (Ana, 2010).
C. Teori Harga
Harga memiliki peran yang penting dalam pemasaran. Penentuan harga
memainkan peranan penting dalam proses bauran pemasaran karena penentuan
harga akan terkait langsung dengan pendapatan yang diterima oleh pemasar.
Masalah penetapan harga produk bagi produsen adalah hal yang amat penting.
Perusahaan harus bisa mengidentifikasi tingkat kemampuan daya beli
masyarakat dengan biaya modal produk serta tingkat keuntungan yang
diharapkan. Kebijakan penetapan harga sangat penting, jika suatu harga produk
sejenis yang ada di pasar, maka produk tersebut tidak laku dipasaran.
Menurut Sadono (2000) bahwa harga adalah hasil pertemuan dari
transaksi barang atau jasa yang di lakukan oleh permintaan dan penawaran di
pasar. Agar mempunyai makna yang lebih umum, harga di definisikan sebagai
jumlah sesuatu yang di pertukarkan dalam barter atau penjualan untuk
memperoleh sesuatu yang lainnya.
Konsumen akan menjatuhkan pilihan pada produk lain yang sejenis
dengan harga yang lebih rendah dengan catatan kualitas dan image yang
negative terhadap produk itu sendiri seperti image produk yang buruk serta
kerugian dari tingkat keuntungan yang rendah.
Menurut Sadono (2000) harga yang ditetapkan mempengaruhi kuantitas
yang terjual. Harga merupakan komponen langsung yang berpengaruh langsung
terhadap laba.
Terdapat empat jenis penetapan harga yaitu :
1. Tujuan berorientasi pada laba. Asumsi ini menyatakan bahwa setiap
perusahaan selalu memilih harga yang dapat menghasilkan laba paling tinggi
atau biasa disebut juga maximasi laba. Pada umumnya, perusahaan
menggunakan pendekatan target laba, yaitu tingkat laba yang sesuai dengan
sebagai sasaran laba. Terdapat dua jenis target laba yang biasa digunakan
yaitu target marjin dan target ROI (return on investment )
2. Tujuan berorientasi pada volume biasa dikenal dengan istilah volume pricing
objectives. Harga ditetapkan sedemikian rupa agar dapat mencapai target
volume penjualan. Tujuan ini banyak diterapkan pada perusahaan
penerbangan, lembaga pendidikan dan pertunjukkan bioskop.
3. Tujuan berorientasi pada citra. Citra perusahaan dapat dibentuk melalui
strategi penetapan harga. Perusahaan menetapkan harga tinggi untuk
membentuk dan mempertahankan citra, sementara itu harga rendah dapat di
gunakan untuk membentuk citra nilai tertentu.
4. Tujuan stabilisasi harga. Konsumen sangat sensitive terhadap harga, bila
perusahaan menurunkan harga, maka pesaingnya harus menurunkan harga,
maka pesaingnya harus menurunkan harga pula.
5. Harga ditetapkan dengan tujuan mencegah masuknya pesaing
mempertahankan loyalitas pelanggan, mendukung penjualan ulang atau
Menurut Sugiarto (2000) terdapat faktor faktor yang mempengaruhi harga
diantaranya sebagai berikut :
1. Elastisitas permintaan, dengan elastisitas ini, dapat diketahui hubungan
antara harga dengan permintaan
2. Struktur biaya. Umumnya terdapat dua jenis biaya yang terdapat dalam
struktur biaya yaitu biaya tetap dan biaya variabel.
3. Persaingan, perusahaan harus mengamati pesaing pesaingnya agar dapat
menentukan harga yang tepat.
4. Positioning dalam jasa yang ditawarkan.
5. Sasaran yang ingin dicapai perusahaan
6. Siklus hidup jasa
7. Sumber daya yang digunakan
8. Kondisi ekonomi.
Harga suatu jenis barang dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu :
1. Harga asli (natural price) yaitu harga yang terdiri atas biaya biaya seperti upah
buruh, bunga modal, upah pengusaha, sewa gedung atau tanah. Karena itu
harga asli biasa di sebut dengan nama harga produksi ini merupakan dasar
pokok bagi harga pasar.
2. Harga pasar (market price) yaitu harga sesuatu barang yang berlaku di pasar,
naik turunnya harga pasar sangat di pengaruhi oleh hukum permintaan dan
penawaran.
Pembentukan harga dan jumlah barang yang diperjual belikan yang telah
P
S
D
Qe Q
Gambar 1. Kurva Keseimbangan Permintaan dan Penawaran
Pada Gambar 1 diatas terlihat adanya perpotongan antara kurva
permintaan (D) dan kurva penawaran (S) yang ditandai dengan adanya titik E.
Keseimbangan terjadi jika jumlah barang yang ditawarkan sama dengan jumlah
barang yang diminta dan tidak ada kekuatan internal yang menyebabkan
perubahan. Sekali dicapai keseimbangan cenderung untuk tidak berubah.
Secara geometris keseimbangan terjadi pada saat kurva penawaran
berpotongan dengan kurva permintaan pasarnya.
Hukum harga menyatakan bahwa perubahan penawaran akan
menyebabkan berubahnya harga dalam arah yang berlawanan dengan asumsi
permintaan tetap. Apabila permintaan tetap kenaikan penawaran akan
menyebabkan penurunan harga dan sebaliknya penurunan penawaran akan
menyebabkan naiknya harga (Sadono, 2000).
a. Keputusan Penawaran Jangka Pendek
Dalam analisis jangka pendek jumlah perusahaan yang ada dalam suatu
industri tetap. Bahwa perusahaan tidak cukup fleksibel baik untuk masuk maupun
keluar dari pasar. Bagaimanapun dalam jangka pendek perusahaan yang ada di
pasar dapat menyesuaikan penawaran barang sebagai reaksi terhadap
Maksimalisasi Laba Jangka Pendek
Perusahaan yang memaksimumkan laba akan menghasilkan output pada
saat penerimaan marjinal (MR) sama dengan pengeluaran atau biaya marjinal
(MC) maka setiap perusahaan akan beroperasi pada tingkat output dimana MC =
P, dalam jangka pendek kurva biaya marjinal yang relevan dengan keputusan
perusahaan.
Keseimbangan Jangka Pendek Perusahaan Pasar Persaingan Sempurna
Gambar 2 Kurva Keseimbangan Jangka Pendek (Nicholson,1998)
Pada Gambar 2 diketahui bahwa dalam jangka pendek perusahaan akan
menghasilkan output saat P (harga output) = MC (biaya marginal), karena itu
kurva biaya jangka pendek (SMC) dapat di anggap sebagai kurva pemasukan
perusahaan. Kalau harga lebih rendah dari P1 (harga output 1), yang sama
besarnya dengan biaya variabel rata rata (SAVC) minimun, perusahaan akan
memilih untuk tidak menghasilkan sama sekali sebab pada tingkat harga tersebut
biaya rata rata variabel pun ikut tidak tertutupi. Kurva pemasokan perusahaan
adalah bagian kurva SMC yang terletak di sebelah atas kurva SAVC minimum
b. Kurva Penawaran Jangka Pendek
Dalam jangka waktu jumlah barang yang dipasok di pasar adalah
penjumlahan horisontal semua pemasokan perusahaan yang ada dalam industri
karena tiap keputusan output perusahaan ditentukan oleh tingkat harga pasar
yang sama. Hubungan antara jumlah barang yang ditawarkan dengan tingkat
harga pasar inilah yang di sebut dengan kurva penawaran pasar jangka pendek.
Perusahaan A Perusahaan B Jumlah Keseluruhan
P S P S P S
P1 P1 P1
Q1a Q Q1b Q Q1 Q
Gambar 3 Kurva Penawaran Jangka Pendek
Pada Gambar 3 diketahui bahwa kurva pemasokan perusahaan A dan B
dapat di lihat pada panel a dan b . sumbu P merupakan harga output yang
terbentuk di pasar, P1 merupakan harga yang terbentuk di pasar, sumbu Q
merupakan jumlah pemasokan perusahaan, Q1a merupakan jumlah pemasokan
perusahaan A, Q1b merupakan jumlah perusahaan B, Q1 merupakan total jumlah
pemasokan perusahaan A dan B. Kurva penawaran pasar (c) merupakan
penjumlahan horisontal dari kedua perusahaan yang ada. Pada harga P1
perusahaan A memasok Q1a dan perusahaan B memasok Q1b dan pemasokan
keseluruhan Q1.
D. Komoditi Kedelai
Kedelai (kadang-kadang ditambah "kacang" didepan namanya) adalah
salah satu tanaman polong-polongan yang menjadi bahan dasar banyak
peninggalan arkeologi, tanaman ini telah dibudidayakan sejak 3500 tahun yang
lalu di Asia Timur. Kedelai putih diperkenalkan ke Nusantara oleh pendatang dari
Cina sejak maraknya perdagangan dengan Tiongkok, sementara kedelai hitam
sudah dikenal lama orang penduduk setempat. Kedelai merupakan sumber
utama protein nabati dan minyak nabati dunia. Penghasil kedelai utama dunia
adalah Amerika Serikat meskipun kedelai praktis baru dibudidayakan masyarakat
di luar Asia setelah 1910. (Anonim, 2012a)
Kedelai (Glycine max (L) Merril) sampai saat ini diduga berasal dari
kedelai liar China, Manchuria dan Korea. Rhumpius melaporkan bahwa pada
tahun 1750 di Indonesia kedelai sudah mulai dikenal sebagai bahan makanan
dan ransum ternak peliharaan seperti ayam. Sebagai bahan makanan, pada
umumnya kedelai tidak langsung dimasak melainkan diolah terlebih dahulu
sesuai kegunaannya misalnya dibuat tempe, tahu, kecap dan taoge. Selain itu, di
era Industrialisasi saat ini kedelai sudah diolah menjadi aneka bahan makanan,
susu kedelai, dan minuman sari kedelai yang kemudian dikemas dalam botol
dengan kandungan protein yang cukup tinggi.
Kandungan kedelai (100 gr.) antara lain - Protein 34,9 gram - Kalori 331
kal - Lemak 18,1 gram - Hidrat Arang 34,8 gram - Kalsium 227 mg - Fosfor 585
mg - Besi 8 mg - Vitamin A 110 SI - Vitamin B1 1,07 mg - Air 7,5 gram. Adapun
manfaat kedelai yaitu Sumber protein nabati yang terbaik, meningkatkan
metabolisme tubuh menguatkan sistem imun tubuh, menstabilkan kadar gula
darah, melindungi jantung, menambah daya ingat, membentuk tulang yang kuat,
menurunkan resiko sakit jantung, menurunkan tekanan darah dan kolesterol,
mencegah menopause bagi wanita, menurunkan resiko kanker payudara,
menurunkan resiko kanker prostat, dan mengurangi resiko serangan jantung dan
Kedelai merupakan tanaman semusim, berupa semak rendah, tumbuh
tegak, berdaun lebat dengan beragam morfologi. Nama botani kedelai yang
dibudidayakan ialah Glycine max (L.) Merrill. Kedelai termasuk biji-bijian yang
sangat mudah rusak sehingga penanganan pascapanennya harus dilakukan
secara lebih seksama. Kehilangan dan kerusakan pascaspanen talah terjadi
sejak saat panen yang berlanjut sampai siap untuk diperdagangkan atau
disimpan. Pengolahan kedelai dapat dikelompokan menjadi dua macam yaitu
dengan fermentasi dan tanpa fermentasi . Pengolahan melalui fermentasi akan
menghasilkan kecap, oncom, tauco, dan tempe. Sedangkan bentuk olahan tanpa
melalui fermentasi adalah yuba, sere, susu kedelai, tahu, tauge, dan tepung
kedelai. Dalam penelitian ini akan dibahas dua produk olahan kedelai saja yaitu
tempe dan tahu (Anonim, 2012a).
a. Kedelai Sebagai Bahan Baku Utama Tempe
Tempe merupakan produk olahan yang berbahan baku utama dari
kedelai. Tempe adalah makanan yang terbuat dari fermentasi biji kedelai atau
beberapa bahan lain dengan menggunakan beberapa jenis kapang Rhizopus,
seperti Rhizopus oligosporus, Rhizopus oryzae, Rhizopus stolonifer (kapang roti),
atau Rhizopus arrhizus. Diantara hasil-olah kedelai yang difermentasikan, tempe
diakui dunia internasional sebagai makanan asli Indonesia (Anonim, 2012a).
Makanan tradisonal ini sudah dikenal sejak berabad-abad lalu, terutama
dalam tatanan budaya makan masyarakat Jawa, khususnya di Yogyakarta dan
Surakarta. Kata "tempe" itu sendiri pun diduga berasal dari bahasa Jawa Kuno.
Pada zaman Jawa Kuno tersebut terdapat makanan berwarna putih terbuat dari
tepung sagu yang disebut tumpi. Tempe segar yang dikenal pun berwarna putih
dan terlihat memiliki kesamaan dengan makanan tumpi tersebut. Selain itu
terdapat rujukan mengenai tempe dari tahun 1875 dalam sebuah kamus bahasa
masa tanam paksa di Jawa. Pada saat itu, masyarakat Jawa terpaksa
menggunakan hasil pekarangan seperti singkong, ubi dan kedelai sebagai
sumber pangan. Selain itu, ada pula pendapat yang mengatakan bahwa tempe
mungkin diperkenalkan oleh orang-orang Tionghoa yang memproduksi makanan
sejenis, yaitu koji kedelai yang difermentasikan menggunakan kapang
Aspergillus. Selanjutnya, teknik pembuatan tempe menyebar ke seluruh
Indonesia, sejalan dengan penyebaran masyarakat Jawa yang bermigrasi ke
seluruh penjuru tanah air (Anonim, 2010a).
Tempe dikenal oleh masyarakat Eropa melalui orang-orang Belanda.
Pada tahun 1895, Prinsen Geerlings (ahli kimia dan mikrobiologi dari Belanda)
melakukan usaha yang pertama kali untuk mengidentifikasi kapang tempe.
Perusahaan-perusahaan tempe pertama di Eropa dimulai di Belanda oleh para
imigran dari Indonesia. Melalui Belanda, tempe telah populer di Eropa sejak
tahun 1946. Pada tahun 1984 sudah tercatat 18 perusahaan tempe di Eropa, 53
di Amerika, dan delapan perusahaan di Jepang. Dibeberapa negara lain, seperti
Republik Rakyat Cina, India, Taiwan, Sri Lanka, Kanada, Australia, Amerika
Latin, dan Afrika, tempe sudah mulai dikenal di kalangan terbatas.
Tempe kaya akan serat pangan, kalsium, vitamin B dan zat besi. Selain
itu, R. Oligosporus selama fermentasi menghasilkan zat antibakteri yang dapat
menghambat pertumbuhan bakteri gram positif dan diduga dapat memperkuat
daya tahan tubuh terhadap penyakit. Penelitian membuktikan berbagai macam
kandungan dalam tempe mempunyai nilai obat sehingga tempe berpotensi
digunakan untuk melawan radikal bebas. Tempe juga dapat menghambat proses
penuaan dan mencegah terjadinya penyakit degeneratif (aterosklerosis, jantung
koroner, diabetes melitus, kanker, dan lain-lain). Selain itu tempe juga
mengandung zat antibakteri penyebab diare, penurun kolesterol darah,
(kadar protein, lemak, dan karbohidrat) tidak banyak berubah dibandingkan
dengan kedelai. Namun, karena adanya enzim pencernaan yang dihasilkan oleh
kapang tempe, maka protein, lemak, dan karbohidrat pada tempe menjadi lebih
mudah dicerna di dalam tubuh (Astawan, 2003).
b. Kebutuhan Kedelai Nasional
Kebutuhan nasional akan kacang kedelai dapat diturunkan dari
penjumlahan antara angka produksi nasional dan impor kedelai, yang
disebabkan antara lain oleh peningkatan konsumsi kedelai perkapita masyarakat
Indonesia dan penurunan produktifitas kacang kedelai nasional. Bertolak dari
kenyataan tersebut penggalakan budidaya kedelai tidak memiliki alasan untuk
tidak dilaksanakan.
Hal ini dapat diketahui pada tabel dari hasil survey litbang dari tahun
2004-2008.
Tabel 2 . Permintaan Konsumsi Kedelai di Indonesia Tahun 2008-2012
No Tahun Produksi (ton) Konsumsi (ton) Import
1 2008 779.700 2.095.000 1.173.097
2 2009 966.400 2.349.000 1.314.620
3 2010 907.000 2.407.000 1.740.505
4 2011 851.300 2.466.000 2.088.616
5 2012 775.710 2.525.000 2.374.870
Sumber Litbang-Deptan Tahun 2008-2012
Pada Tabel 2 menunjukkan bahwa konsumsi kedelai yang semakin
meningkat dari tahun 2008 hingga tahun 2012. Peningkatan konsumsi dari tahun
2008 hingga tahun 2012 kurang lebih sebesar 59.000 hingga 254.000 namun
peningkatan konsumsi ini tidak diimbangi dengan hasil produksi dari tahun 2008
hingga tahun 2012 yang semakin berkurang kurang lebih 3,99 untuk dapat
memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri setiap tahunnya maka pemerintah
mengakibatkan produsen olahan kedelai lebih menggunakan kedelai impor
dibandingkan kedelai lokal
c. Harga Kedelai di Indonesia
Harga dasar kedelai Indonesia berada diatas harga pasaran dunia.
Tingginya harga kedelai dibandingkan dengan harga di pasaran dunia memberi
petunjuk masih rendahnya produktivitas kedelai di Indonesia. Hal ini disebabkan
karena permintaan kedelai lokal di Indonesia cukup tinggi sedangkan hasil
produktivitasnya rendah. Menurut informasi dari Chicago Board of Trade pada
awal tahun 2004 telah terjadi kenaikan harga kedelai dunia yang mencapai US $
470/MT atau Rp 4.253/Kg. Hal ini mengakibatkan harga kedelai relatif cukup
tinggi, sehingga para importir kurang bersemangat mengimpor kedelai.
Kenyataan ini merupakan peluang emas untuk meningkatkan produksi kedelai
dalam negeri antara lain melalui pelaksanaan Program Bangkit Kedelai. Peluang
ini harus dimanfaatkan sebaik-baiknya khususnya untuk upaya membangkitkan
gairah petani bertanam kedelai (Muhazir, 2004)
Perbandingan harga kedelai lokal dan kedelai impor dari tahun 2008 hingga
tahun 2012 dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Perkembangan Harga Kedelai Tahun 2008-2012
No Tahun Kedelai lokal (Rp.) Kedelai impor (Rp.)
1 2008 Rp. 7500 Rp. 7500
2 2009 Rp. 8613 Rp. 7933
3 2010 Rp. 6500 Rp. 6000
4 2011 Rp. 7300 Rp. 6500
5 2012 Rp. 8500 Rp. 8000
Sumber Badan Pusat Statistik Tahun 2008-2012
Pada Tabel 3 diketahui bahwa perkembangan perbandingan harga kedelai
lokal dengan harga kedelai impor dari tahun 2008 hingga tahun 2012 memiliki
murah dibandingkan harga kedelai lokal menyebabkan produsen olahan kedelai
memilih kedelai impor untuk menekan biaya produksi dan memperoleh
keuntungan yang lebih jika dibandingkan dengan menggunakan kedelai lokal.
d. Impor Kedelai di Indonesia
Pada umumnya kedelai impor lebih murah dan kualitasnya lebih baik
seperti butiran lebih besar dan seragam, serta rendemen tempe lebih tinggi
sehingga perusahaan tempe lebih menyukai kedelai impor dibandingkan dengan
kedelai lokal. Akan tetapi sebaliknya yang terjadi pada industri tahu, pada
umumnya pengrajin tahu lebih menyukai kedelai lokal karena rendemen lebih
tinggi. Namun demikian karena harga kedelai impor lebih murah mereka
cenderung memilih kedelai impor. Sekitar 65% dari kebutuhan kedelai untuk
bahan baku tahu menggunakan kedelai impor sisanya kedelai produksi dalam
negeri.
Diperkirakan kebutuhan kedelai untuk industri tahu dan tempe mencapai
60% dari total persediaan kedelai. Selama tahun 1990-1994 jumlah kedelai impor
mencapai tingkat terendah 36% sampai ke tingkat tertinggi 53% terhadap total
produksi kedelai dalam negeri. Pada tahun 2004 diperkirakan kebutuhan kedelai
mencapai 1.951.100 ton, sedangkan produksi kedelai beberapa tahun terakhir
cenderung menurun, tahun 1999 produksi mencapai 1.382.824 ton, tahun 2002
produksi mencapai 673.056 ton dan tahun 2003 mencapai 671.600 ton. Pada
tahun 2002, impor kedelai mencapai 1.136.253 ton atau mencapai 65% dari
kebutuhan kedelai dalam negeri, sedangkan produksi dalam negeri hanya
mampu memenuhi 35% dari kebutuhan, maka dengan melakukan impor kedelai
ini menyebabkan hilangnya devisa negara diperkirakan sebesar US $
239.332.000
Jika permintaan kedelai lebih besar dari produksi kedelai dalam negeri
perkirakan pada tahun 2005 dan 2010 permintaan kedelai meningkat berturut
turut menjadi 3,4 juta ton dan 3,9 juta ton. Kalau trend produksi kedelai seperti
yang berlangsung sekarang ini maka kebutuhan kedelai dari impor akan semakin
besar yaitu diperkirakan akan mencapai 1.16 juta ton dan 1,22 juta ton masing
masing untuk tahun 2005 dan 2010. Sebagian besar kedelai digunakan sebagai
bahan pangan yaitu meningkat 23% per tahun sedangkan penggunaan untuk
pakan ternak meningkat lebih cepat yaitu sebesar 5-7% per tahun selama
periode 1995-2010 ( Kharizal dan Jamilah, 2007).
E. Kerangka Pemikiran dan Hipotesis
1. Kerangka Pemikiran
Tempe merupakan salah satu produk olahan dari kedelai yang cukup
banyak memiliki peminat. Banyaknya permintaan terhadap tempe menyebabkan
meningkatnya jumlah produksi tempe untuk dapat memenuhi permintaan
konsumen tempe. Bahan baku utama pembuatan tempe yaitu kedelai. Jumlah
permintaan kedelai sebagai bahan baku utama tempe semakin meningkat.
Permintaan kedelai yang terus meningkat tidak diimbangi dengan produksi
kedelai dalam negeri. Selama ini Indonesia harus mengimpor kedelai dari luar
negeri untuk dapat memenuhi kebutuhan kedelai dalam negeri.
Akibat lebih banyaknya impor kedelai dibanding pasokan kedelai dalam
negeri dan harga kedelai impor yang jauh lebih murah maka produsen tempe
lebih menggunakan kedelai impor dibandingkan kedelai dalam negeri. Pada saat
negara pengekspor kedelai mengalami kendala akibat musim kering
menyebabkan kenaikan harga pada kedelai impor. Produsen tempe yang
memiliki ketergantungan penggunaan kedelai impor untuk bahan baku tempe
mulai kesulitan dalam proses produksi tempe sehingga menyebabkan kerugian
diterima, berkurangnya konsumen tempe karena rasa maupun ukuran tempe
berubah.
Produsen tempe juga enggan menggunakan tempe dalam negeri karena
harganya yang cukup mahal. Kerugian ekonomi yang dialami oleh produsen
tempe menyebabkan produsen tempe mengambil keputusan untuk keberlanjutan
usaha tempe dengan pertimbangan merupakan penghasilan utama, pengalaman
usaha dan hubungan sosial. Analisis yang digunakan untuk mengetahui apakah
produsen tempe tetap melanjutkan atau menutup usaha yaitu analisis biaya
variabel dan non biaya variabel yang meliputi jumlah pendapatan, pengalaman
usaha, sosial, kekerabatan, perubahan ukuran produk dan komposisi bahan
baku.
Gambar 4. Kerangka Penelitian
Kerangka penelitian diatas menjelaskan bahwa sebagian besar kedelai
yang digunakan produsen olahan kedelai merupakan kedelai impor. Besarnya
M asalah (Harga kedelai naik)
Pengam bilan Keput usan Produsen
(Keberlanjutan Usaha)
M elanjut kan usaha t empe M enut up usaha t empe
Alasan Produsen
Pert im bangan kebijakan untuk pemerint ah
penggunaan kedelai impor mengakibatkan ketergantungan produsen olahan
kedelai untuk menggunakan kedelai impor di bandingkan kedelai lokal. Pada
saat negara pengekspor kedelai mengalami kendala sehingga mengakibatkan
harga kedelai impor naik. Kenaikan harga kedelai impor juga berakibat pada
kerugian usaha. Salah satu produsen olahan kedelai yang mengalami kerugian
akibat naiknya harga kedelai impor yaitu produsen tempe. Kerugian usaha yang
dialami produsen tempe menyebabkan produsen tempe mengambil keputusan
untuk melanjutkan atau menutup usaha tempe.
Dasar pengambilan keputusan yang dapat diambil produsen tempe untuk
keberlajutan usahanya dapat menggunakan 2 cara yaitu keputusan yang
didasarkan pada teori analisi biaya variabel rata-rata dan keputusan yang
didasarkan pada empirik . Penerapan 2 cara dalam pengambilan keputusan
produsen tempe untuk keberlanjutan usaha tempe dapat menjadi panduan dalam
kebijakan usaha tempe sehingga memberikan dampak pada hasil keputusan
produsen .
2. Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah diuraikan, maka dapat di
buat suatu hipotesis yang merupakan jawaban sementara terhadap
permasalahan di dalam penelitian dan masih harus dibuktikan kebenarannya
yaitu
1. Keputusan yang diambil produsen tempe secara empirik adalah tetap
melanjutkan usahanya.
2. Keputusan yang dimabil produsen tempe secara teori analisis biaya
variabel adalah melanjutkan usahanya.
3. Adanya upaya yang dilakukan produsen tempe dalam menghadapi
III. METODE PENELITIAN
A. Penentuan Obyek Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Desa Spande, Kecamatan Candi, Kabupaten
Sidoarjo pada bulan Februari 2013 dengan pertimbangan bahwa daerah tersebut
merupakan sentra home industri tempe di Kabupaten Sidoarjo, dibandingkan
dengan home industri tempe di daerah Sukomanunggal dan Tenggilis Surabaya.
B. Penentuan Sampel
Penentuan sampel pada penelitian di laksanakan di pengrajin tempe di
desa Spande. Sampel di ambil dengan menggunakan metode purposive
sampling dimana pemilihan sampel secara sengaja sehingga setiap unsur
mempunyai peluang yang tidak sama untuk di jadikan sampel (James dan
Dean,2001) . Berdasarkan pertimbangan pada kepentingan atau tujuan
penelitian untuk memperoleh informasi yang lengkap dan mendalam dengan
kriteria :
a. Pengalaman usaha tempe bertahun tahun
b. Merupakan sumber penghasilan utama
c. Skala usaha kecil dan menengah yang menjanjikan.
Berdasarkan kriteria tersebut maka penentuan jumlah sampel diperoleh
40 orang dari keseluruhan produsen tempe di Desa Sepande yang berjumlah
kurang lebih 500 produsen tempe. Hal ini sesuai dengan pendapat Wirartha
(2005) yang menyatakan bahwa untuk penelitian yang menggunakan analisis
data statistik, ukuran sampel paling kecil yang diambil sebanyak 30 sampel.
C. Pengumpulan Data
Jenis data yang di butuhkan untuk menunjang penelitian yaitu data primer
a. Data Primer
Menurut Damaijati (2009) data primer merupakan sumber data penelitian
yang diperoleh secara langsung dari sumber asli, sehingga data primer dapat di
lakukan melalui wawancara dengan perajin tempe. Data primer yang
dikumpulkan meliputi:
a. Identitas responden
b. Jumlah produksi pada saat kenaikan harga kedelai
c. Jumlah tenaga kerja pada saat kenaikan harga kedelai
d. Upah tenaga kerja pada saat kenaikan harga kedelai
e. Jumlah biaya bahan penolong pada saat kenaikan harga kedelai
b. Data Sekunder
Menurut Damaijati (2009) data sekunder merupakan sumber data
penelitian yang diperoleh peneliti secara tak langsung melalui media perantara.
Sehingga data sekunder di peroleh melalui pengumpulan informasi informasi
yang terdokumentasi oleh pihak kantor kelurahan dan koperasi. Data sekunder
yang dikumpulkan meliputi
a. Keadaan daerah yaitu jumlah penduduk, tingkat umur, tingkat
pendidikan, keadaan sosial ekonomi, sarana pendukung
b. Keadaan geografis yang meliputi luas daerah, batas desa
D. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
Definisi operasional dan pengukuran variabel merupakan suatu pernyataan
tentang definisi dan pengukuran variabel-variabel penelitian baik berdasarkan
teori yang telah ada maupun pengalaman empiris. Adapun definisi dan
a. Tempe adalah produk yang terbuat dari kedelai dan mengalami pengolahan
terlebih dahulu dengan bantuan jamur Rhizopus Oligoporus dengan dibiarkan
dalam beberapa hari dan suhu tertentu akan terjadi penumpukan jamur.
b. Rata- rata biaya variabel (Average Variable Cost ) adalah biaya variabel yang
dibebankan untuk setiap unit output, biaya variabel meliputi upah tenaga kerja
langsung dan biaya bahan baku (Anonim,2012b).
c. Biaya bahan baku adalah biaya yang dikeluarkan untuk membeli bahan baku
dan dihitung dengan satuan rupiah dalam satu kali proses produksi.
d. Biaya input lain yaitu biaya atas penggunaan bahan penolong pada proses
produksi tempe terdiri dari kayu bakar / LPG,ragi tempe, plastik, dan daun
pisang diukur dalam satuan rupiah.
e. Biaya tetap
Gaspersz (2003) mengemukakan bahwa biaya tetap merupakan biaya yang
dikeluarkan untuk pembayaran input input tetap dalam proses produksi jangka
pendek. Dalam jangka pendek yang termasuk biaya tetap adalah biaya upah
karyawan tetap dan biaya untuk mesin.
f. Total Produksi tempe
Total produksi tempe merupakan jumlah hasil dari olahan kedelai dalam 1 kali
produksi, di nyatakan dalam bentuk kg
g. Harga kedelai
Harga kedelai yaitu harga rata rata kedelai di pasaran yang di nyatakan dalam
satuan rupiah/kilogram
E. Analisis Data
Untuk mencapai tujuan penelitian dan untuk menguji hipotesis yang diajukan,
1. Untuk mencapai tujuan yang pertama yaitu mengenai keputusan yang diambil
oleh produsen tempe secara empirik berkaitan dengan keberlanjutan usaha
pada saat harga bahan baku naik menggunakan analisis deskriptif yang
menjelaskan keputusan produsen dalam kebelanjutan pada saat harga
kedelai naik sesuai empirik.
2. Untuk mencapai tujuan yang kedua yaitu mengenai dasar pengambilan
keputusan yang digunakan produsen tempe untuk tetap melanjutkan atau
menutup usaha tempe menggunakan analisis biaya variabel. Metode regresi
kubik yang diuji dengan SPSS versi 17 for window untuk menentukan
persamaan biaya variabel rata rata dan Q sebagai titik minimum dari AVC. Q
diperoleh dari rumus Q = -c / 2d hasil perhitungan Q disubstitusikan pada
persamaan biaya variabel rata-rata (AVC) untuk menentukkan besar biaya
variabel rata rata.Rumus matematikanya sebagai berikut :
AVC = bQ + cQ2 + dQ3
AVC = biaya variabel rata rata dari produksi tempe
b = koefisien regresi kuantitas
c = koefisien regresi kuantitas
d = koefisien regresi kuantitas
Hasil dari perhitungan persamaan biaya variabel rata-rata (AVC) menjadi
dasar perbandingan dengan biaya variabel (AVC) yang dikeluarkan. Adapun
hipotesis statistik yang diajukan adalah dengan adanya kenaikan harga kedelai
maka produsen tempe akan mengambil keputusan terhadap keberlangsungan
usahanya jika
P < AVC maka perusahaan akan memilih untuk melanjutkan usahanya
P > AVC maka perusahaan akan memilih untuk menutup sementara
Penggunaan regresi kubik untuk pendugaan atau perencanaan biaya produksi
dengan alasan yaitu :
a. Tanda dari koefisien regresi harus sesuai dengan teori biaya berupa
pembatasan atau persyaratan dalam fungsi biaya kubik yaitu a > 0, b > 0 ,
c > 0, d > 0 dan c2 < 3bd.
b. Semua koefisien regresi harus signifikan secara statistik dengan tingkat
kesalahan α = 0,0000 (prob = 0,0000 )
c. Nilai koefisien determinasi ( R – SQUARE ) harus cukup tinggi yang
menunjukkan bahwa biaya total ( TC ) memang benar dipengaruhi oleh
kuantitas produksi ( Q )
( Gaspersz, 2003 ).
Tabel 4 Ringkasan Spesifikasi Model Regresi Kubik untuk Pendugaan Fungsi Biaya Jangka Pendek
No Pendugaan Biaya Jangka Pendek Spesifikasi Model Regresi
1 Biaya total ( TC ) TC = a + bQ + cQ2 + dQ3
Pada tabel 4 diketahui bahwa persamaan untuk pendugaan biaya jangka
pendek yang terdiri dari biaya total, total biaya tetap, total biaya variabel, biaya
total rata-rata, biaya tetap rata-rata, biaya variabel rata-rata, biaya marjinal
9 Biaya variabel rata rata minimum
(AVCmin)
Qm = -c/2d
10 Pembatasan pada parameter A > 0, b > 0, c < 0, d > 0 dan
jangka pendek dan biaya variabel rata-rata minimum diperoleh dari hasil
perhitungan data menggunakan SPSS versi 17 for window. Dari hasil tersebut
akan diketahui constant sebagai a, variabel b1 sebagai b, variabel b2 sebagai c
dan variabel b3 sebagai d
3. Untuk mencapai tujuan ketiga yaitu upaya yang dilakukan produsen tempe
dalam menghadapi kenaikan harga kedelai menggunakan analisis deskriptif
yang menjelaskan tentang upaya yang dilakukan produsen dalam