• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGAMBILAN KEPUTUSAN PRODUSEN TEMPE UNTUK KEBERLANJUTAN USAHA PADA SAAT HARGA KEDELAI NAIK ( Studi Kasus di Desa Sepande, Kecamatan Candi, Kabupaten Sidoarjo ).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGAMBILAN KEPUTUSAN PRODUSEN TEMPE UNTUK KEBERLANJUTAN USAHA PADA SAAT HARGA KEDELAI NAIK ( Studi Kasus di Desa Sepande, Kecamatan Candi, Kabupaten Sidoarjo )."

Copied!
83
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam memperoleh Gelar Sarjana Pertanian

Program Studi : Agribisnis

Diajukan Oleh :

Arnisa Pr atiwi

0924010017

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR

S U R A B A Y A

(2)
(3)

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas

segala rahmat dan hidayahNya yang telah dilimpahkan sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi, dengan judul “ PENGAMBILAN KEPUTUSAN

PRODUSEN TEMPE UNTUK KEBERLANJUTAN USAHA PADA SAAT HARGA

BAHAN BAKU NAIK ( Studi Kasus di Desa Sepande, Kecamatan Candi,

Kabupaten Sidoarjo )”

Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu persyaratan dalam

memperoleh gelar Sarjana Pertanian Program Studi Agribisnis di Fakultas

Pertanian UPN “Veteran” Jawa Timur.

Penulis menyadari bahwa segala keberhasilan dan kesuksesan sebagai

makhluk yang diciptakan tidak terlepas dari sang khaliq dan juga tidak lepas dari

bantuan berbagai pihak. Rasa terima kasih yang sebesar-besarnya, penulis

sampaikan kepada : Dr. Ir. Eko Nurhadi, MS selaku dosen pembimbing utama

dan Ir. Effi Damaijati,MS selaku dosen pembimbing pendamping yang sudah

memberikan pengarahan, dan masukan serta memberikan banyak petunjuk

kepada penulis.

Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih sebesar

besarnya kepada :

1. Dr. Ir. Ramdan Hidayat MS, selaku Dekan Fakultas Pertanian UPN “Veteran”

Jawa Timur Surabaya.

2. Dr. Ir. Eko Nurhadi,MS, selaku Ketua Prorgam Studi Ilmu Agribisnis

3. Ayahku Haryono dan ibuku Pariyem yang selalu memberikan segenap jiwa

(4)

4. Terimakasih untuk Victor Andy Pranyoto yang selalu mendukung, memberikan

semangat dan membantu segala hal dalam meraih cita-citaku dan Bilqis

Aurora Davina kau adalah masa depanku.

5. Teman seperjuanganku Andi Dharma Wijaya, Krisna Aji Wardana, dan tak

lupa juga buat Iqri, kalian temanku yang baik semoga tuhan memberkati

kalian.

6. Teman angkatan 2009 jurusan Agribisnis UPN “Veteran” Jawa Timur yang

selalu memberikan semangat.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih belum

sempurna, untuk itu penulis mengharapkan adanya kritik dan saran dari semua

pihak yang bersifat membangun. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini

dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan.

Surabaya, Juli 2013

(5)

Halaman

Kata Pengantar ... i

Daftar Isi ... iii

Daftar Tabel ... v

Daftar Gambar ... vi

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 6

E. Ruang Lingkup Penelitian ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7

A. Penelitian Terdahulu ... 7

B. Teori Pengambilan Keputusan ... 10

C. Teori Harga ... 16

D. Komoditas Kedelai ... 21

E. Kerangka Penelitian dan Hipotesis ... 28

III. METODE PENELITIAN ... 31

A. Penentuan Objek Penelitian ... 31

B. Penentuan Responden ... 31

C. Pengumpulan Data ... 31

D. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 32

(6)

IV. KEADAAN UMUM DAERAH DESA SEPANDE ... 37

A. Keadaaan Geografi ... 37

B. Keadaan Penduduk ... 38

C. Keadaan Sosial Ekonomi ... 39

D. Keadaan Pertanian ... 42

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 43

A. Karakteristik Responden ... 43

B. Usaha Tempe di Desa Sepande ... 46

C. Pembentukan Harga Tempe di Desa Sepande ... 48

D. Biaya Produksi, Biaya Variabel, Biaya Tetap Produksi Tempe pada saat Harga Bahan Baku Naik ... 49

E. Keputusan Produsen Tempe Secara Empirik ... 54

F. Keputusan Produsen Tempe Secara Teoritis ... 57

G. Upaya yang dilakukan Produsen Tempe dalam Menghadapi Kenaikan Harga Kedelai ... 66

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 72

Daftar Pustaka ... 74

(7)

( Studi Kasus di Desa Sepande, Kecamatan Candi, Kabupaten Sidoarjo )

Oleh :

Arnisa Pr atiwi

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keputusan produsen tempe dalam

keberlanjutan usaha pada saat harga kedelai naik secara empirik dan secara teori analisis

biaya variabel. Pengambilan sampel menggunakan metode purposive sampling diperoleh 40

produsen tempe. Analisis data yang digunakan yaitu deskriptif dan teori biaya variabel.

Keputusan produsen secara empirik yaitu tetap melanjutkan usaha dipengaruhi oleh usaha

tempe merupakan mata pencaharian utama, berdasarkan pengalaman usaha yang telah

bertahun-tahun berjalan, dan pertimbangan kepentingan karyawan. Keputusan produsen

tempe secara teori analisis biaya variabel adalah sebaiknya menutup usaha tempe

sementara. Hal ini disebabkan oleh biaya variabel yang dikeluarkan oleh produsen tempe

lebih besar dibandingkan biaya variabel minimum yang berakibat produsen dapat merugi

dan apabila hal ini terjadi secara terus menerus maka usaha tempe akan mengalami

kebangkrutan. Dari berbagai upaya yang dilakukan produsen tempe dalam menghadapi

kenaikan harga kedelai yaitu mencampur bahan baku kedelai dengan jagung atau singkong,

menaikkan harga penjualan dan mengurangi ukuran tempe maka upaya terbaik yang tidak

menyebabkan kerugian bagi produsen maupun konsumen adalah mengurangi ukuran

tempe.

Kata kunci : pengambilan keputusan produsen tempe

Abstract

This study aims for know the decisions manufacturers of tempe in sustainability

venture at the time of price of soybeans rose is empirically and in theory analysis variable

costs. Sampling was purposive sampling method obtained 40 soybean producers. Analysis

of the data used is descriptive and theoretical variable costs. Decisions manufacturers of is

empirically namely remain continue the effort is influenced by effort tempe constitute main

livelihood, based experience of effort who has for many-years running, and consideration

interests of the employees. Decisions manufacturers of tempe it is theoretically analysis

(8)

basis then the effort tempe will be experiencing bankruptcy. From the various efforts who

done producers tempe in the face of price increase soybean namely mix the raw material

soybean with corn or cassava, raise the price of sales and reduce the size of tempe then it

best effort which does not cause losses for producers nor the consumers is reduce the the

size of tempe.

Key words: decision-making manufacturers tempe

I. PENDAHULUAN

Setiap usaha baik dalam skala besar maupun kecil, dapat terjadi

perubahan-perubahan kondisi yang dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan eksternal dan internal

perusahaan. Dalam menghadapi perkembangan dan perubahan yang terjadi maka

diperlukan pengambilan keputusan yang cepat dan tepat. Pengambilan keputusan tidak

hanya berlaku pada perusahaan yang memiliki skala besar namun usaha menengah hingga

usaha kecil pun perlu adanya pengambilan keputusan sesuai situasi yang dihadapi saat itu.

Pengambilan keputusan menurut Syamsi (2000) menyatakan bahwa keputusan itu

sesungguhnya merupakan jawaban terhadap suatu pertanyaan.

Keputusan harus dapat menjawab pertanyaan tentang apa yang seharusnya dilakukan

dan apa yang dibicarakan dalam hubungan dengan perencanaan keputusan pun dapat

merupakan tindakan terhadap pelaksanaan yang sangat menyimpang dari rencana semula.

Keputusan yang baik pada dasarnya dapat digunakan untuk membuat rencana dengan baik

pula. Dasar pengambilan keputusan itu bermacam macam tergantung dari

permasalahannya. Keputusan dapat diambil berdasarkan perasaan semata mata, dapat

pula keputusan dibuat berdasarkan rasio tetapi tidak mustahil, bahkan banyak terjadi

terutama dalam lingkungan instansi pemerintah maupun di perusahaan, keputusan diambil

berdasarkan wewenang yang dimilikinya. Dasar dan teknik pengambilan keputusan yaitu :

1. Pengambilan keputusan berdasarkan intuisi yaitu keputusan yang diambil

berdasarkan pada intuisi atau perasaan itu jelas bersifat subjektif. “inner feeling “

yang bersifat subjektif ini mudah terkena sugesti, pengaruh luar, rasa lebih suka

yang satu daripada yang lain dan faktor kejiwaan lainnya.

2. Pengambilan keputusan rasional yaitu keputusan yang bersifat rasional banyak

berkaitan dengan pertimbangan dari segi daya guna. Masalah masalah yang

dihadapinya juga merupakan masalah masalah yang memerlukan pemecahan

(9)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Setiap usaha baik dalam skala besar maupun kecil, dapat terjadii

perubahan-perubahan kondisi yang dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan

eksternal dan internal perusahaan. Dalam menghadapi perkembangan dan

perubahan yang terjadi maka diperlukan pengambilan keputusan yang cepat dan

tepat. Proses pengambilan keputusan yang cepat dan tepat dilakukan agar

perusahaan berjalan terus dengan lancar.

Pengambilan keputusan merupakan bagian utama dalam pekerjaan

seseorang disemua tingkatan perusahaan. Beberapa kondisi keputusan ditemuii

dan terjadi berulang ulang dalam bentuk yang sama. Keputusan keputusan

serupa ini dapat didekati secara efektif dengan mengikuti aturan dan pola

perilaku tertentu yang dipelajari dari pengalaman terdahulu. Manajer juga

menemui situasi keputusan dengan karakteristik tertentu dan baru.

Pengambilan keputusan diperlukan pada semua tahap kegiatan

organisasi dan manajemen. Misalnya, dalam tahap perencanaan diperlukan

banyak kegiatan pembuatan keputusan sepanjang proses perencanaan tersebut.

Keputusan-keputusan yang dibuat dalam proses perencanaan ditujukan kepada

pemilihan alternatif program dan prioritasnya. Dalam pembuatan keputusan

tersebut mencakup kegiatan identifikasi masalah, perumusan masalah, dan

pemilihan alternatif keputusan berdasarkan perhitungan dan berbagai dampak

yang mungkin timbul. Begitu juga dalam tahap implementasi atau operasional

dalam suatu organisasi, para manajer harus membuat banyak keputusan rutin

dalam rangka mengendalikan usaha sesuai dengan rencana dan kondisi yang

berlaku. Sedangkan dalam tahap pengawasan yang mencakup pemantauan,

pemeriksaan, dan penilaian terhadap hasil pelaksanaan dilakukan untuk

(10)

Pengambilan keputusan tidak hanya berlaku pada perusahaan yang

memiliki skala besar namun usaha menengah hingga usaha kecil pun perlu

adanya pengambilan keputusan sesuai situasi yang dihadapi saat itu. Pada

situasi kenaikan harga kedelai impor yang diakibatkan pasokan kedelai dari luar

negeri berkurang akibat cuaca buruk di negara penghasil utama kedelai seperti

Amerika, Argentina, Brasil.

Kedelai yang merupakan bahan baku pilihan produsen olahan kedelai

sebagai bahan baku utama pembuatan hasil olahan kedelai meningkat, biaya

produksi yang biasanya kecil sekarang biaya produksi menjadi meningkat dan

mempengaruhi besarnya pendapatan yang diterima. Hal ini menyebabkan usaha

tempe yang berskala kecil kesulitan untuk melakukan proses produksi jika harga

kedelai impor terus meningkat dikhawatirkan usaha tempe akan gulung tikar.

Produksi kedelai lokal dari tahun ke tahun semakin menurun juga tidak dapat

memenuhi permintaan kedelai dalam negeri. Produksi kedelai lokal dari tahun ke

tahun semakin menurun karena luas areal tanam yang juga menurun.

Berdasarkan penelitian Sayaka (1996), bagi petani kedelai merupakan tanaman

sampingan dari tanaman utama (padi dan jagung), sehingga pembudidayaan

kedelai belum seoptimal tanaman utama. Ditambah lagi luas lahan semakin

menurun yang mengakibatkan berkurangnya luas panen, sehingga petani

berupaya memaksimumkan pendapatan usahataninya melalui usaha yang beraneka

ragam. Untuk memenuhinya sejak tahun 1975 posisi Indonesia bergeser dari

negara eksportir menjadi negara importir kedelai. Hal ini menyebabkan menurunnya

rasio penerimaan dengan pengeluaran (R/C) petani kedelai.

Pada situasi ini produsen olahan kedelai diharapkan mampu membuat

sebuah keputusan bagi keberlangsungan usahanya, mampu menekan biaya

produksi untuk memperoleh keuntungan dan upaya yang diambil dalam

(11)

Tabel 1. Produksi Kedelai di Indonesia Tahun 2008 - 2012

No Tahun Luas Panen Ha Produksi Ton/Ha Produktivitas Ton

1 2008 590.956 779,7 13,76

2 2009 660.823 966,4 13,48

3 2010 722.791 907,0 13,73

4 2011 662.254 851,3 13,68

5 2012 566.693 775,7 13,13

Sumber Litbang.Deptan Tahun 2008-2012

Tabel 1 menunjukkan produksi kedelai yang semakin menurun pada tahun

2010 hingga tahun 2012 namun pada tahun 2009 produksi kedelai mengalami

kenaikan. Pada Tabel 1 yang memperlihatkan produksi kedelai nasional dari tahun 2008

sebesar 779,7 ton/Ha menurun hingga tahun 2012 menjadi sebesar 775,7 ton/Ha yang

cenderung menurun yang diakibatkan luas panen dari tahun 2008 seluas 590.956 Ha

yang cenderung menurun hingga tahun 2012 menjadi seluas 566.693 Ha. Hal ini

berarti besarnya kenaikan produksi kedelai ditentukan pula oleh peningkatan

luas areal tanam. Dengan kata lain, tingkat produksi kedelai yang menurun

disebabkan oleh makin berkurangnya luas areal tanam

Setiap tahun permintaan konsumsi kedelai di Indonesia terus meningkat

namun tidak diimbangi dengan produksi kedelai lokal sehingga untuk memenuhii

kebutuhan kedelai dalam negeri maka pemerintah melakukan upaya dengan

cara mengimpor kedelai dari berbagai negara. Impor kedelai yang dilakukan

pemerintah memberikan keuntungan bagi produsen olahan kedelai seperti

tempe. Keuntungan tersebut yaitu harga kedelai impor yang lebih murah

dibandingkan harga kedelai lokal dan kualitas dari kedelai impor lebih baik dari

kedelai lokal.

Salah satu produk yang dikembangkan dari hasil olahan kedelai adalah

tempe dengan sentra pembuatannya adalah di Kecamatan Spande. Tempe

(12)

dan manfaat yang ditawarkan makanan ini menjadikan banyak negara asing

yang mulai memproduksi tempe dengan membangun industri-industri tempe

dinegara mereka. Cahyadi Wisnu (2007) mengemukakan bahwa tempe adalah

campuran biji kedelai dengan massa kapang. Hifa kapang tumbuh dengan

intensif dan membentuk jalinan yang mengikat biji kedelai yang satu dengan biji

yang lain.

Usaha tempe dipengaruhi oleh bahan baku namun terjadinya kenaikan

harga kedelai impor yang merupakan pilihan bagi produsen tempe untuk

berproduksi dibandingkan kedelai lokal menyebabkan produsen tempe

mengalami kerugian. Jika produsen tempe menggunakan kedelai lokal maka

kerugian akan menjadi semakin besar lagipula hasil produksi kedelai lokal tidak

mampu mencukupi kebutuhan sehingga perajin tempe sulit memenuhii

pemintaan konsumen dalam mengkonsumsi tempe yang juga semakin

meningkat dan pendapatan yang diterima juga semakin berkurang. Menurut

Usilan sebagai perajin tempe dalam koran Sindo edisi Kamis 26 Juli 2012 bahwa

sebelum kenaikan harga kedelai, setiap harinya mampu memproduksi tahu

tempe lebih dari 1 ton, sedangkan pasca kenaikan harga hanya mampu

memproduksi 800 kilo gram setiap harinya. Pendapatan yang diterima oleh

perajin tempe pun menurun. Akibat kenaikan harga kedelai impor, penjual tempe

tahu merugi.

Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan diatas, penelitian ini

bertujuan untuk menganalisis tentang pengambilan keputusan yang dilakukan

oleh produsen tempe untuk keberlanjutan usahanya pada saat harga kedelai

impor naik dengan dasar pertimbangan secara emprik dan secara teori analisis

biaya variabel dan upaya yang dilakukan produsen tempe agar tetap dapat

(13)

B. Perumusan Masalah

Produksi kedelai lokal tidak bisa memenuhi kebutuhan kedelai dalam negeri

sedangkan permintaan konsumen akan kedelai dan olahan dari kedelai seperti

tempe semakin meningkat. Peningkatan permintaan akan kebutuhan kedelai

sebagai bahan baku utama olahan tempe ini mengakibatkan pemerintah harus

mengimpor kedelai dari luar negeri guna memenuhi kebutuhan permintaan

kedelai dalam negeri. Berbagai keunggulan kedelai impor membuat produsen

olahan kedelai seperti tempe pada akhirnya lebih menggunakan kedelai impor

dibandingkan kedelai lokal karena harga kedelai impor jauh lebih murah

dibandingkan harga kedelai lokal yang mahal. Namun naiknya harga kedelai

impor mengakibatkan produsen olahan kedelai yaitu tempe mengalami kerugian

karena biaya yang seharusnya dapat ditekan menggunakan kedelai impor

sekarang biaya yang dikeluarkan untuk berproduksi menjadi meningkat sehingga

dapat berpengaruh terhadap keberlanjutan usaha tempe.

Dari hasil uraian tersebut dapat dirumuskan permasalahan yaitu

1. Keputusan apa yang diambil oleh produsen tempe berkaitan dengan

keberlanjutan usaha pada saat harga bahan baku naik ?

2. Keputusan apa yang diambil produsen tempe berkaitan dengan keberlanjutan

usaha tempe berdasarkan analisis biaya variabel ?

3. Langkah apa yang dilakukan produsen tempe dalam mengahadapi naiknya

harga kedelai untuk memproduksi tempe ?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini memiliki tujuan yaitu :

(14)

2. Menganalisis dasar pengambilan keputusan yang digunakan produsen tempe

untuk tetap melanjutkan atau menutup usaha tempe dengan teori analisis

biaya variabel

3. Mengetahui upaya yang dilakukan pengusaha tempe dalam menghadapii

kenaikan harga kedelai.

D. Manfaat dalam penelitian ini yaitu :

Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi produsen tempe sebagai

pertimbangan pengambilan keputusan untuk keberlanjutan usaha pada saat

harga kedelai naik dan bagi pembaca penelitian diharapkan dapat bermanfaat

sebagai tambahan informasi dan literatur untuk penelitian selanjutnya.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup pada penelitian ini dilakukan mengenai pengambilan

keputusan produsen tempe pada saat harga kedelai naik dengan menggunakan

pertimbangan berdasarkan empirik dan berdasarkan teori analisis biaya variabell

rata-rata. Dimana data keputusan produsen berdasarkan empirik, data jumlah

produksi dan data biaya variabel diperoleh dari wawancara langsung dengan

produsen tempe. Penelitian ini memiliki keterbatasan yaitu data yang digunakan

merupakan data dalam satu kali produksi. Asumsi dari penelitian ini adalah

pengambilan keputusan produsen hanya didasarkan pada teori analisis biaya

(15)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Penelitian Terdahulu

Meningkatnya harga kedelai menyebabkan dampak yang cukup besar

bagi produsen olahan kedelai seperti perajin tempe, dampak tersebut antara lain

yaitu berkurangnya pendapatan perajin tempe. Hal ini juga disampaikan oleh

Wibowo (2008) dalam studi kasus yang berjudul “Analisis dampak kenaikan

harga bahan baku kedelai terhadap industri kecil tempe” yaitu dampak sebelum

maupun sesudah kenaikan harga kedelai memiliki perbedaan nyata pada biaya

bahan baku, kayu bakar, biaya total, harga jual, penerimaan, pendapatan serta

efisiensi, sedangkan pada biaya tenaga kerja tidak berbeda nyata.

Rahmanta dan Nancy (2008) dalam penelitian yang berjudul “Dampak

kenaikan harga kedelai terhadap pendapatan industri pengolahan tempe di kota

Medan” menyatakan bahwa dampak kenaikan harga kedelai mengakibatkan

perbedaan yang signifikan terhadap biaya produksi, curahan tenaga kerja dan

penerimaan antara sebelum dan sesudah kenaikan harga kedelai kemudian

upaya upaya yang dilakukan industri pengolahan tempe dalam menghadapi

kenaikan harga kedelai adalah memperkecil ukuran produk dan mengurangi

penggunaan bahan baku kedelai.

Menurut penelitian yang dilakukan Octaviani (2006) yang berjudul “

Peranan Agroindustri Tempe dalam Menunjang Pendapatan dan Penyerapan

Tenaga Kerja di Desa Sepande, Kecamatan Candi, Kabupaten Sidoarjo” dalam

penelitiannya, peneliti menggunakan model analisis keuntungan dan analisis

kelayakan usaha, menyimpulkan bahwa agroindustri tempe di desa Sepande

sangat berperan dalam menunjang pendapatan rumah tangga perajin tempe dan

(16)

agroindustri tempe lebih besar daripada pendapatan luar sektor agroindustri

tempe.

Maretnawati (2007) dalam penelitiannya yang berjudul “ Kontribusi

Agroindustri Keripik Tempe terhadap Pendapatan Keluarga di Desa Buluharjo,

Kecamatan Plaosan, Kabupaten Magetan “ menyimpulkan bahwa pendapatan

dari sektor agroindustri keripik tempe berperan besar didalam memberikan

kontribusi pendapatan rumah tangga pengusaha keripik tempe setiap bulan. Hal

tersebut dapat dilihat dari besarnya penerimaan, total biaya produksi yang

dikeluarkan dan nilai tambah produk.

Sulandari (2008) dalam penelitiannya yang berjudul “ Dampak Kenaikan

Harga Kedelai terhadap Usaha Pembuatan Tempe di Desa Sepande,

Kecamatan Candi, Kabupaten Sidoarjo “ menyimpulkan bahwa adanya dampak

kenaikan harga kedelai berpengaruh pada total biaya produksi, jumlah produksi,

penerimaan, pendapatan sebelum kenaikan dan setelah kenaikan harga kedelai.

Amalia (2008) dalam penelitiannya yang berjudul “ Dampak Kenaikan

Harga Kedelai Terhadap Efisiensi Teknis dan Pendapatan Usaha Tempe

Dengan Pendekatan stochastic frontier di Desa Citeureup, Kecamatan Citeureup,

Kabupaten Bogor “ menyimpulkan bahwa berdasarkan hasil indeks efisiensi

teknis diketahui bahwa setelah terjadi kenaikan harga kedelai, efisiensi teknis

rata rata usaha tempe di Desa Citeureup meningkat sebesar 19,4%. Hal ini

diduga karena penggunaan input yang lebih sedikit untuk menghasilkan output

dalam jumlah yang sama. Biaya total usaha tempe mengalami kenaikan sebesar

6,38%.

Hal ini dikarenakan kedelai merupakan penggunaan input terbesar untuk

memproduksi tempe. Pendapatan atas biaya tunai merupakan pendapatan kotor

usaha tempe yang merupakan ukuran kemampuan usaha dalam menghasilkan

(17)

persen. Pendapatan atas biaya total merupakan pendapatan bersih usaha

tempe. Besarnya pendapatan bersih mengalami penurunan sebesar 50,27

persen. Usaha tempe yang dijalankan masih memberikan keuntungan bagi

pengrajin setelah kenaikan harga kedelai. Hal ini dapat dilihat dari pendapatan

yang positif dan nilai R/C rasio yang lebih besar dari satu. Nilai R/C rasio atas

biaya total setelah kenaikan harga kedelai sebesar 1,11. Sedangkan R/C rasio

atas biaya tunai setelah kenaikan harga kedelai memiliki nilai 1,12.

Agustine ,Husinsyah dan Maryam (2011) dalam penelitiannya yang

berjudul “Analisis Rentabilitas Usaha Pembuatan Tempe Di Kelurahan Sidodadi

Kota Samarinda” menyimpulkan bahwa Hasil penelitian menunjukkan usaha

pembuatan tempe di Kelurahan Sidodadi masih merupakan industri rumah

tangga dan merupakan mata pencaharian utama pengusaha pengolah tempe.

Produksi dan biaya produksi usaha pembuatan tempe di Kelurahan Sidodadi

antar pengusaha tidak terlalu berbeda karena teknik produksi, peralatan yang

digunakan, tenaga kerja, bahan baku, sarana dan prasarana pengolahan tidak

jauh berbeda masih menggunakan peralatan sederhana serta tempat

pengolahan pengusaha saling berdekatan.

Analisis pulang pokok (Break Even Point) usaha pembuatan tempe di

Kelurahan Sidodadi adalah 106,2 kg atau menghasilkan penerimaan penjualan

sebesar Rp 853.854,30 artinya apabila pengusaha menjual tempe sebesar 106,2

kg bulan-1, maka pengusaha berada pada titik pulang pokok. Namun rata-rata

produksi usaha pengolahan tempe di Kelurahan Sidodadi mencapai 4.169 kg

sehingga usaha pembuatan tempe mampu mendatangkan laba. Tingkat

rentabilitas yang dapat dicapai usaha pembuatan tempe di Kelurahan Sidodadi

adalah sebesar 93,01% artinya pendapatan bersih yang dapat diperoleh

(18)

dan kemampuan pengusaha pengolah tempe di Kelurahan Sidodadi memperoleh

laba sudah cukup optimal.

Penelitian tentang pengambilan keputusan produsen tempe untuk

keberlanjutan usaha pada saat harga bahan baku naik merupakan penelitian

yang belum pernah dilaksanakan penelitian sehingga dengan adanya penelitian

ini di harapkan produsen tempe dapat menganalisis dasar pengambilan

keputusan untuk melanjutkan atau menutup usaha tempe menggunakan analisis

biaya variabel dan menganalisis upaya yang harus dilakukan pengusaha tempe

jika menghadapi kenaikan harga kedelai.

B. Teori Pengambilan Keputusan

Pengambilan keputusan menurut Syamsi (2000) menyatakan bahwa

keputusan itu sesungguhnya merupakan jawaban terhadap suatu pertanyaan.

Keputusan harus dapat menjawab pertanyaan tentang apa yang seharusnya

dilakukan dan apa yang dibicarakan dalam hubungan dengan perencanaan

keputusan pun dapat merupakan tindakan terhadap pelaksannan yang sangat

menyimpang dari rencana semula. Keputusan yang baik pada dasarnya dapat

digunakan untuk membuat rencana dengan baik pula.

Menurut Sondang (2001) menyatakan bahwa pada hakikatnya

pengambilan keputusan itu dapat ditarik kesimpulan bahwa keputusan itu diambil

dengan sengaja tidak secara kebetulan dan tidak boleh sembarangan.

Masalahnya harus diketahui terlebih dahulu dan dirumuskan dengan jelas,

sedangkan pemecahannya harus didasarkan pemilihan alternatif terbaik dari

alternatif yang disajikan. Pengambilan keputusan juga dapat dikatakan bahwa

tindakan pimpinan untuk memecahkan masalah yang dihadapinya dalam

organisasi yang dipimpinnya dengan melalui pemilihan diantara alternatif

(19)

adalah suatu pendekatan sistematis terhadap hakikat alternatif yang dihadapi

dan mengambil tindakan yang menurut perhitungan merupakan tindakan yang

paling tepat.

Winardi (2011) menyatakan bahwa pengambilan keputusan merupakan

sebuah proses intelektual yang bersifat dasar bagi perilaku manusia dan kita

dapat menyatakan bahwa setiap orang dalam sebuah organisasi merupakan

seorang pembuat keputusan sudah tentu dengan derajat dan arti yang berbeda.

Manajer memiliki peran dalam pengambilan keputusan managerial.

Seorang manajer harus memiliki keterampilan dalam membuat keputusan yaitu

kemampuan untuk mendefinisikan masalah dan menentukan cara terbaik dalam

memecahkannya. Kemampuan membuat keputusan adalah yang paling utama

bagi seorang manajer, terutama bagi kelompok manajer atas (top manager). Tiga

langkah manajer dalam pembuatan keputusan yaitu Pertama, seorang manajer

harus mendefinisikan masalah dan mencari berbagai alternatif yang dapat

diambil untuk menyelesaikannya. Kedua, manajer harus mengevaluasi setiap

alternatif yang ada dan memilih sebuah alternatif yang dianggap paling baik. Dan

terakhir, manajer harus mengimplementasikan alternatif yang telah ia pilih serta

mengawasi dan mengevaluasinya agar tetap berada di jalur yang benar.

Pengambilan keputusan dimaksudkan untuk memecahkan masalah

tersebut. Kerap kali pengambilan keputusan itu hanya merupakan satu segi saja,

misalnya hanya menyangkut segi keuangan saja dan kalau dipecahkan tidak

menimbulkan efek sampingan atau akibat lain tetapi ada kemungkinan dapat

saja terjadi masalah yang pemecahannya menghendaki 2 hal kontradiksi

terpecahkan sekaligus. Kesimpulan yang diperoleh mengenai tujuan

pengambilan keputusan adalah :

1. Tujuan pengambilan keputusan bersifat tunggal dalam arti bahwa sekali

(20)

2. Tujuan kedua adalah pengambilan keputusan dapat bersifat ganda dalam

arti bahwa satu keputusan yang diambilnya itu sekaligus memecahkan 2

masalah yang sifatnya kontradiktif atau yang tidak kontradiktif. (Syamsi,

2000)

Dasar pengambilan keputusan itu bermacam macam tergantung dari

permasalahannya. Keputusan dapat diambil berdasarkan perasaan semata

mata, dapat pula keputusan dibuat berdasarkan rasio tetapi tidak mustahil,

bahkan banyak terjadi terutama dalam lingkungan instansi pemerintah maupun di

perusahaan, keputusan diambil berdasarkan wewenang yang dimilikinya. Dasar

dan teknik pengambilan keputusan yaitu :

1. Pengambilan keputusan berdasarkan intuisi yaitu keputusan yang diambil

berdasarkan pada intuisi atau perasaan itu jelas bersifat subjektif. “inner

feeling “ yang bersifat subjektif ini mudah terkena sugesti, pengaruh luar,

rasa lebih suka yang satu daripada yang lain dan faktor kejiwaan lainnya.

2. Pengambilan keputusan rasional yaitu keputusan yang bersifat rasional

banyak berkaitan dengan pertimbangan dari segi daya guna. Masalah

masalah yang dihadapinya juga merupakan masalah masalah yang

memerlukan pemecahan rasional.

3. Pengambilan keputusan berdasarkan fakta yaitu ada yang berpendapat

bahwa sebaiknya pengambilan keputusan itu didukung oleh sejumlah

fakta yang memadai sebenarnya istilah fakta disini perlu dikaitkan dengan

istilah data dan informan. Kumpulan fakta yang telah dikelompokkan

secara sistematis dinamakan data, sedangkan data itu merupakan bahan

mentahnya informasi dengan demikian data tersebut harus diolah lebih

dulu menjadi informasi, kemudian informasi inilah yang dijadikan dasar

(21)

4. Pengambilan keputusan berdasarkan pengalaman, pengalaman memang

dapat dijadikan pedoman dalam penyelesaian masalah. Keputusan yang

didasarkan pengalaman sangat bermanfaat bagi pengetahuan praktis.

Pengalaman dan kemampuan memprakirakan apa yang menjadi latar

belakang masalah dan bagaimana arah penyelesaiannya sangat

membantu memudahkan pemecahan masalah

5. Pengambilan keputusan berdasarkan wewenang, banyak sekali

keputusan yang diambil karena wewenang yang dimilikinya, setiap orang

yang menjadi pimpinan organisasi mempunyai tugas dan wewenang

untuk mengambil keputusan dalam rangka menjalankan kegiatan demi

tercapainya tujuan organisasi dengan berhasil dan berdaya guna.

Pengambilan keputusan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain :

1. Keadaan intern organisasi yaitu keadaan intern meliputi dana yang

tersedia, kemampuan karyawan, kelengkapan dari peralatan, struktur

organisasinya, tersediannya informasi yang dibutuhkan pimpinan

2. Tersedianya informasi yang diperlukan, untuk dapat memecahkan

masalah yang dihadapi organisasi, lebih dulu harus diketahui apa yang

menjadi penyebab dan apa akibatnya kalau masalah itu tidak segera

dipecahkan maka diperlukan pengumpulan informasi yang berkaitan

dengan masalah tersebut.

3. Keadaan ekstern organisasi yaitu pengambilan keputusan harus

mempertimbangkan lingkungan diluar organisasi keadaan diluar

organisasi itu dapat berupa keadaan ekonomi, sosial, politik, hukum,

budaya dll

4. Kepribadian dan kecakapan pengambil keputusan yaitu tepat tidaknya

keputusan yang diambil juga sangat tergantung kecakapan dan

(22)

kebutuhannya, tingkatan intelegensinya, kapasitasnya, kapabilitasnya,

keterampilan dll (Anonim, 2011).

Pedoman umum cara pengambilan keputusan yang efektif yaitu :

1. Mengetahui penyebab timbulnya masalah

2. Mengetahui akibatnya kalau masalah tersebut dibiarkan berlarut larut

3. Merumuskan masalah dengan jelas

4. Usahakanlah bahwa tujuan keputusan itu tidak bertentangan dengan

tujuan organisasi sebagai keseluruhan

5. Melibatkan bawahan dalam proses pengambilan keputusan

6. Harus yakin bahwa pelaksanaan keputusannya itu akan berhasil baik

7. Menilai hasil pelaksanaan keputusan

8. Pendekatan yang fleksibel (Rizky, 2012)

Dalam situasi keputusan sehari hari sering kali tidak terdapat ukuran,

manfaat dan biaya yang terdefinisi dengan baik. Hal ini menyebabkan pembuat

keputusan berupaya untuk menetapkan ukuran kuantitatif alternatif. Biaya yang

dimaksud bukan hanya berupa pengeluaran yang bersifat moneter melainkan

dapat berupa hal yang tidak diinginkan lainnya yang tidak dapat diukur dengan

nilai uang.

Ukuran kuantitatif manfaat dan biaya dianggap penting karena pembuat

keputusan sangat terbiasa dan terlatih dalam memandang nilai kuantitatif serta

dalam membandingkannya sehingga secara intuitif akan mencari pola untuk

kemudian menetapkan pikiran dalam menghadapi situasi keputusan tertentu.

Penggunaan ukuran kuantitatif dalam pengambilan keputusan yaitu :

a. Pembuat keputusan seharusnya secara sungguh sungguh mencari

ukuran kuantitatif, manfaat dan biaya yang tepat untuk digunakan jika

dapat di terima, memungkinkan untuk digunakan dan diperlukan dalam

(23)

b. Pembuat keputusan seharusnya menghindari godaan menggunakan

ukuran kuantitatif dengan maksud untuk menyederhanakan proses

pembuatan keputusan atau karena mengikuti metodologi tertentu karena

berakibat sangat merugikan atas tercapainya kesimpulan yang tidak

menyeluruh.

c. Pembuat keputusan harus selalu memegang teguh pada kenyataanya

setiap orang mampu mengungkapkan preferensinya terhadap alternatif

(Bashari, 2005)

Diasumsikan bahwa semua perusahaan mengikuti pembuatan keputusan

rasional, dan akan memproduksi pada keluaran maksimalisasi keuntungan.

Dalam asumsi ini, ada empat kategori dimana keuntungan perusahaan akan

dipertimbangkan:

1. Sebuah perusahaan dikatakan membuat sebuah keuntungan ekonomi ketika

average total cost lebih rendah dari setiap produk tambahan pada keluaran

maksimalisasi keuntungan. Keuntungan ekonomi adalah setara dengan

kuantitas keluaran dikali dengan perbedaan antara average total cost dan

harga.

2. Sebuah perusahaan dikatakan membuat sebuah keuntungan normal ketika

keuntungan ekonominya sama dengan nol. Keadaan ini terjadi ketika average

total cost setara dengan harga pada keluaran maksimalisasi keuntungan.

3. Jika harga adalah diantara average total cost dan average variable cost pada

keluaran maksimalisasi keuntungan, maka perusahaan tersebut dalam kondisi

kerugian minimal. Perusahaan ini harusnya masih meneruskan produksi,

karena kerugiannya akan makin membesar jika berhenti produksi. Dengan

produksi terus menerus, perusahaan bisa menaikkan biaya variabel dan

akhirnya biaya tetap, tetapi dengan menghentikan semuanya akan

(24)

4. Jika harga dibawah average variable cost pada maksimalisasi keuntungan,

perusahaan harus melakukan penghentian. Kerugian diminimalisir dengan

tidak memproduksi sama sekali, karena produksi tidak akan menghasilkan

keuntungan yang cukup signifikan untuk membiayai semua biaya tetap dan

bagian dari biaya variabel. Dengan tidak berproduksi, kerugian perusahaan

hanya pada biaya tetap. Dengan kehilangan biaya tetapnya, perusahaan

menemui tantangan. Akan keluar dari pasar seutuhnya atau tetap bersaing

dengan resiko kerugian menyeluruh (Ana, 2010).

C. Teori Harga

Harga memiliki peran yang penting dalam pemasaran. Penentuan harga

memainkan peranan penting dalam proses bauran pemasaran karena penentuan

harga akan terkait langsung dengan pendapatan yang diterima oleh pemasar.

Masalah penetapan harga produk bagi produsen adalah hal yang amat penting.

Perusahaan harus bisa mengidentifikasi tingkat kemampuan daya beli

masyarakat dengan biaya modal produk serta tingkat keuntungan yang

diharapkan. Kebijakan penetapan harga sangat penting, jika suatu harga produk

sejenis yang ada di pasar, maka produk tersebut tidak laku dipasaran.

Menurut Sadono (2000) bahwa harga adalah hasil pertemuan dari

transaksi barang atau jasa yang di lakukan oleh permintaan dan penawaran di

pasar. Agar mempunyai makna yang lebih umum, harga di definisikan sebagai

jumlah sesuatu yang di pertukarkan dalam barter atau penjualan untuk

memperoleh sesuatu yang lainnya.

Konsumen akan menjatuhkan pilihan pada produk lain yang sejenis

dengan harga yang lebih rendah dengan catatan kualitas dan image yang

(25)

negative terhadap produk itu sendiri seperti image produk yang buruk serta

kerugian dari tingkat keuntungan yang rendah.

Menurut Sadono (2000) harga yang ditetapkan mempengaruhi kuantitas

yang terjual. Harga merupakan komponen langsung yang berpengaruh langsung

terhadap laba.

Terdapat empat jenis penetapan harga yaitu :

1. Tujuan berorientasi pada laba. Asumsi ini menyatakan bahwa setiap

perusahaan selalu memilih harga yang dapat menghasilkan laba paling tinggi

atau biasa disebut juga maximasi laba. Pada umumnya, perusahaan

menggunakan pendekatan target laba, yaitu tingkat laba yang sesuai dengan

sebagai sasaran laba. Terdapat dua jenis target laba yang biasa digunakan

yaitu target marjin dan target ROI (return on investment )

2. Tujuan berorientasi pada volume biasa dikenal dengan istilah volume pricing

objectives. Harga ditetapkan sedemikian rupa agar dapat mencapai target

volume penjualan. Tujuan ini banyak diterapkan pada perusahaan

penerbangan, lembaga pendidikan dan pertunjukkan bioskop.

3. Tujuan berorientasi pada citra. Citra perusahaan dapat dibentuk melalui

strategi penetapan harga. Perusahaan menetapkan harga tinggi untuk

membentuk dan mempertahankan citra, sementara itu harga rendah dapat di

gunakan untuk membentuk citra nilai tertentu.

4. Tujuan stabilisasi harga. Konsumen sangat sensitive terhadap harga, bila

perusahaan menurunkan harga, maka pesaingnya harus menurunkan harga,

maka pesaingnya harus menurunkan harga pula.

5. Harga ditetapkan dengan tujuan mencegah masuknya pesaing

mempertahankan loyalitas pelanggan, mendukung penjualan ulang atau

(26)

Menurut Sugiarto (2000) terdapat faktor faktor yang mempengaruhi harga

diantaranya sebagai berikut :

1. Elastisitas permintaan, dengan elastisitas ini, dapat diketahui hubungan

antara harga dengan permintaan

2. Struktur biaya. Umumnya terdapat dua jenis biaya yang terdapat dalam

struktur biaya yaitu biaya tetap dan biaya variabel.

3. Persaingan, perusahaan harus mengamati pesaing pesaingnya agar dapat

menentukan harga yang tepat.

4. Positioning dalam jasa yang ditawarkan.

5. Sasaran yang ingin dicapai perusahaan

6. Siklus hidup jasa

7. Sumber daya yang digunakan

8. Kondisi ekonomi.

Harga suatu jenis barang dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu :

1. Harga asli (natural price) yaitu harga yang terdiri atas biaya biaya seperti upah

buruh, bunga modal, upah pengusaha, sewa gedung atau tanah. Karena itu

harga asli biasa di sebut dengan nama harga produksi ini merupakan dasar

pokok bagi harga pasar.

2. Harga pasar (market price) yaitu harga sesuatu barang yang berlaku di pasar,

naik turunnya harga pasar sangat di pengaruhi oleh hukum permintaan dan

penawaran.

Pembentukan harga dan jumlah barang yang diperjual belikan yang telah

(27)

P

S

D

Qe Q

Gambar 1. Kurva Keseimbangan Permintaan dan Penawaran

Pada Gambar 1 diatas terlihat adanya perpotongan antara kurva

permintaan (D) dan kurva penawaran (S) yang ditandai dengan adanya titik E.

Keseimbangan terjadi jika jumlah barang yang ditawarkan sama dengan jumlah

barang yang diminta dan tidak ada kekuatan internal yang menyebabkan

perubahan. Sekali dicapai keseimbangan cenderung untuk tidak berubah.

Secara geometris keseimbangan terjadi pada saat kurva penawaran

berpotongan dengan kurva permintaan pasarnya.

Hukum harga menyatakan bahwa perubahan penawaran akan

menyebabkan berubahnya harga dalam arah yang berlawanan dengan asumsi

permintaan tetap. Apabila permintaan tetap kenaikan penawaran akan

menyebabkan penurunan harga dan sebaliknya penurunan penawaran akan

menyebabkan naiknya harga (Sadono, 2000).

a. Keputusan Penawaran Jangka Pendek

Dalam analisis jangka pendek jumlah perusahaan yang ada dalam suatu

industri tetap. Bahwa perusahaan tidak cukup fleksibel baik untuk masuk maupun

keluar dari pasar. Bagaimanapun dalam jangka pendek perusahaan yang ada di

pasar dapat menyesuaikan penawaran barang sebagai reaksi terhadap

(28)

Maksimalisasi Laba Jangka Pendek

Perusahaan yang memaksimumkan laba akan menghasilkan output pada

saat penerimaan marjinal (MR) sama dengan pengeluaran atau biaya marjinal

(MC) maka setiap perusahaan akan beroperasi pada tingkat output dimana MC =

P, dalam jangka pendek kurva biaya marjinal yang relevan dengan keputusan

perusahaan.

Keseimbangan Jangka Pendek Perusahaan Pasar Persaingan Sempurna

Gambar 2 Kurva Keseimbangan Jangka Pendek (Nicholson,1998)

Pada Gambar 2 diketahui bahwa dalam jangka pendek perusahaan akan

menghasilkan output saat P (harga output) = MC (biaya marginal), karena itu

kurva biaya jangka pendek (SMC) dapat di anggap sebagai kurva pemasukan

perusahaan. Kalau harga lebih rendah dari P1 (harga output 1), yang sama

besarnya dengan biaya variabel rata rata (SAVC) minimun, perusahaan akan

memilih untuk tidak menghasilkan sama sekali sebab pada tingkat harga tersebut

biaya rata rata variabel pun ikut tidak tertutupi. Kurva pemasokan perusahaan

adalah bagian kurva SMC yang terletak di sebelah atas kurva SAVC minimum

(29)

b. Kurva Penawaran Jangka Pendek

Dalam jangka waktu jumlah barang yang dipasok di pasar adalah

penjumlahan horisontal semua pemasokan perusahaan yang ada dalam industri

karena tiap keputusan output perusahaan ditentukan oleh tingkat harga pasar

yang sama. Hubungan antara jumlah barang yang ditawarkan dengan tingkat

harga pasar inilah yang di sebut dengan kurva penawaran pasar jangka pendek.

Perusahaan A Perusahaan B Jumlah Keseluruhan

P S P S P S

P1 P1 P1

Q1a Q Q1b Q Q1 Q

Gambar 3 Kurva Penawaran Jangka Pendek

Pada Gambar 3 diketahui bahwa kurva pemasokan perusahaan A dan B

dapat di lihat pada panel a dan b . sumbu P merupakan harga output yang

terbentuk di pasar, P1 merupakan harga yang terbentuk di pasar, sumbu Q

merupakan jumlah pemasokan perusahaan, Q1a merupakan jumlah pemasokan

perusahaan A, Q1b merupakan jumlah perusahaan B, Q1 merupakan total jumlah

pemasokan perusahaan A dan B. Kurva penawaran pasar (c) merupakan

penjumlahan horisontal dari kedua perusahaan yang ada. Pada harga P1

perusahaan A memasok Q1a dan perusahaan B memasok Q1b dan pemasokan

keseluruhan Q1.

D. Komoditi Kedelai

Kedelai (kadang-kadang ditambah "kacang" didepan namanya) adalah

salah satu tanaman polong-polongan yang menjadi bahan dasar banyak

(30)

peninggalan arkeologi, tanaman ini telah dibudidayakan sejak 3500 tahun yang

lalu di Asia Timur. Kedelai putih diperkenalkan ke Nusantara oleh pendatang dari

Cina sejak maraknya perdagangan dengan Tiongkok, sementara kedelai hitam

sudah dikenal lama orang penduduk setempat. Kedelai merupakan sumber

utama protein nabati dan minyak nabati dunia. Penghasil kedelai utama dunia

adalah Amerika Serikat meskipun kedelai praktis baru dibudidayakan masyarakat

di luar Asia setelah 1910. (Anonim, 2012a)

Kedelai (Glycine max (L) Merril) sampai saat ini diduga berasal dari

kedelai liar China, Manchuria dan Korea. Rhumpius melaporkan bahwa pada

tahun 1750 di Indonesia kedelai sudah mulai dikenal sebagai bahan makanan

dan ransum ternak peliharaan seperti ayam. Sebagai bahan makanan, pada

umumnya kedelai tidak langsung dimasak melainkan diolah terlebih dahulu

sesuai kegunaannya misalnya dibuat tempe, tahu, kecap dan taoge. Selain itu, di

era Industrialisasi saat ini kedelai sudah diolah menjadi aneka bahan makanan,

susu kedelai, dan minuman sari kedelai yang kemudian dikemas dalam botol

dengan kandungan protein yang cukup tinggi.

Kandungan kedelai (100 gr.) antara lain - Protein 34,9 gram - Kalori 331

kal - Lemak 18,1 gram - Hidrat Arang 34,8 gram - Kalsium 227 mg - Fosfor 585

mg - Besi 8 mg - Vitamin A 110 SI - Vitamin B1 1,07 mg - Air 7,5 gram. Adapun

manfaat kedelai yaitu Sumber protein nabati yang terbaik, meningkatkan

metabolisme tubuh menguatkan sistem imun tubuh, menstabilkan kadar gula

darah, melindungi jantung, menambah daya ingat, membentuk tulang yang kuat,

menurunkan resiko sakit jantung, menurunkan tekanan darah dan kolesterol,

mencegah menopause bagi wanita, menurunkan resiko kanker payudara,

menurunkan resiko kanker prostat, dan mengurangi resiko serangan jantung dan

(31)

Kedelai merupakan tanaman semusim, berupa semak rendah, tumbuh

tegak, berdaun lebat dengan beragam morfologi. Nama botani kedelai yang

dibudidayakan ialah Glycine max (L.) Merrill. Kedelai termasuk biji-bijian yang

sangat mudah rusak sehingga penanganan pascapanennya harus dilakukan

secara lebih seksama. Kehilangan dan kerusakan pascaspanen talah terjadi

sejak saat panen yang berlanjut sampai siap untuk diperdagangkan atau

disimpan. Pengolahan kedelai dapat dikelompokan menjadi dua macam yaitu

dengan fermentasi dan tanpa fermentasi . Pengolahan melalui fermentasi akan

menghasilkan kecap, oncom, tauco, dan tempe. Sedangkan bentuk olahan tanpa

melalui fermentasi adalah yuba, sere, susu kedelai, tahu, tauge, dan tepung

kedelai. Dalam penelitian ini akan dibahas dua produk olahan kedelai saja yaitu

tempe dan tahu (Anonim, 2012a).

a. Kedelai Sebagai Bahan Baku Utama Tempe

Tempe merupakan produk olahan yang berbahan baku utama dari

kedelai. Tempe adalah makanan yang terbuat dari fermentasi biji kedelai atau

beberapa bahan lain dengan menggunakan beberapa jenis kapang Rhizopus,

seperti Rhizopus oligosporus, Rhizopus oryzae, Rhizopus stolonifer (kapang roti),

atau Rhizopus arrhizus. Diantara hasil-olah kedelai yang difermentasikan, tempe

diakui dunia internasional sebagai makanan asli Indonesia (Anonim, 2012a).

Makanan tradisonal ini sudah dikenal sejak berabad-abad lalu, terutama

dalam tatanan budaya makan masyarakat Jawa, khususnya di Yogyakarta dan

Surakarta. Kata "tempe" itu sendiri pun diduga berasal dari bahasa Jawa Kuno.

Pada zaman Jawa Kuno tersebut terdapat makanan berwarna putih terbuat dari

tepung sagu yang disebut tumpi. Tempe segar yang dikenal pun berwarna putih

dan terlihat memiliki kesamaan dengan makanan tumpi tersebut. Selain itu

terdapat rujukan mengenai tempe dari tahun 1875 dalam sebuah kamus bahasa

(32)

masa tanam paksa di Jawa. Pada saat itu, masyarakat Jawa terpaksa

menggunakan hasil pekarangan seperti singkong, ubi dan kedelai sebagai

sumber pangan. Selain itu, ada pula pendapat yang mengatakan bahwa tempe

mungkin diperkenalkan oleh orang-orang Tionghoa yang memproduksi makanan

sejenis, yaitu koji kedelai yang difermentasikan menggunakan kapang

Aspergillus. Selanjutnya, teknik pembuatan tempe menyebar ke seluruh

Indonesia, sejalan dengan penyebaran masyarakat Jawa yang bermigrasi ke

seluruh penjuru tanah air (Anonim, 2010a).

Tempe dikenal oleh masyarakat Eropa melalui orang-orang Belanda.

Pada tahun 1895, Prinsen Geerlings (ahli kimia dan mikrobiologi dari Belanda)

melakukan usaha yang pertama kali untuk mengidentifikasi kapang tempe.

Perusahaan-perusahaan tempe pertama di Eropa dimulai di Belanda oleh para

imigran dari Indonesia. Melalui Belanda, tempe telah populer di Eropa sejak

tahun 1946. Pada tahun 1984 sudah tercatat 18 perusahaan tempe di Eropa, 53

di Amerika, dan delapan perusahaan di Jepang. Dibeberapa negara lain, seperti

Republik Rakyat Cina, India, Taiwan, Sri Lanka, Kanada, Australia, Amerika

Latin, dan Afrika, tempe sudah mulai dikenal di kalangan terbatas.

Tempe kaya akan serat pangan, kalsium, vitamin B dan zat besi. Selain

itu, R. Oligosporus selama fermentasi menghasilkan zat antibakteri yang dapat

menghambat pertumbuhan bakteri gram positif dan diduga dapat memperkuat

daya tahan tubuh terhadap penyakit. Penelitian membuktikan berbagai macam

kandungan dalam tempe mempunyai nilai obat sehingga tempe berpotensi

digunakan untuk melawan radikal bebas. Tempe juga dapat menghambat proses

penuaan dan mencegah terjadinya penyakit degeneratif (aterosklerosis, jantung

koroner, diabetes melitus, kanker, dan lain-lain). Selain itu tempe juga

mengandung zat antibakteri penyebab diare, penurun kolesterol darah,

(33)

(kadar protein, lemak, dan karbohidrat) tidak banyak berubah dibandingkan

dengan kedelai. Namun, karena adanya enzim pencernaan yang dihasilkan oleh

kapang tempe, maka protein, lemak, dan karbohidrat pada tempe menjadi lebih

mudah dicerna di dalam tubuh (Astawan, 2003).

b. Kebutuhan Kedelai Nasional

Kebutuhan nasional akan kacang kedelai dapat diturunkan dari

penjumlahan antara angka produksi nasional dan impor kedelai, yang

disebabkan antara lain oleh peningkatan konsumsi kedelai perkapita masyarakat

Indonesia dan penurunan produktifitas kacang kedelai nasional. Bertolak dari

kenyataan tersebut penggalakan budidaya kedelai tidak memiliki alasan untuk

tidak dilaksanakan.

Hal ini dapat diketahui pada tabel dari hasil survey litbang dari tahun

2004-2008.

Tabel 2 . Permintaan Konsumsi Kedelai di Indonesia Tahun 2008-2012

No Tahun Produksi (ton) Konsumsi (ton) Import

1 2008 779.700 2.095.000 1.173.097

2 2009 966.400 2.349.000 1.314.620

3 2010 907.000 2.407.000 1.740.505

4 2011 851.300 2.466.000 2.088.616

5 2012 775.710 2.525.000 2.374.870

Sumber Litbang-Deptan Tahun 2008-2012

Pada Tabel 2 menunjukkan bahwa konsumsi kedelai yang semakin

meningkat dari tahun 2008 hingga tahun 2012. Peningkatan konsumsi dari tahun

2008 hingga tahun 2012 kurang lebih sebesar 59.000 hingga 254.000 namun

peningkatan konsumsi ini tidak diimbangi dengan hasil produksi dari tahun 2008

hingga tahun 2012 yang semakin berkurang kurang lebih 3,99 untuk dapat

memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri setiap tahunnya maka pemerintah

(34)

mengakibatkan produsen olahan kedelai lebih menggunakan kedelai impor

dibandingkan kedelai lokal

c. Harga Kedelai di Indonesia

Harga dasar kedelai Indonesia berada diatas harga pasaran dunia.

Tingginya harga kedelai dibandingkan dengan harga di pasaran dunia memberi

petunjuk masih rendahnya produktivitas kedelai di Indonesia. Hal ini disebabkan

karena permintaan kedelai lokal di Indonesia cukup tinggi sedangkan hasil

produktivitasnya rendah. Menurut informasi dari Chicago Board of Trade pada

awal tahun 2004 telah terjadi kenaikan harga kedelai dunia yang mencapai US $

470/MT atau Rp 4.253/Kg. Hal ini mengakibatkan harga kedelai relatif cukup

tinggi, sehingga para importir kurang bersemangat mengimpor kedelai.

Kenyataan ini merupakan peluang emas untuk meningkatkan produksi kedelai

dalam negeri antara lain melalui pelaksanaan Program Bangkit Kedelai. Peluang

ini harus dimanfaatkan sebaik-baiknya khususnya untuk upaya membangkitkan

gairah petani bertanam kedelai (Muhazir, 2004)

Perbandingan harga kedelai lokal dan kedelai impor dari tahun 2008 hingga

tahun 2012 dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Perkembangan Harga Kedelai Tahun 2008-2012

No Tahun Kedelai lokal (Rp.) Kedelai impor (Rp.)

1 2008 Rp. 7500 Rp. 7500

2 2009 Rp. 8613 Rp. 7933

3 2010 Rp. 6500 Rp. 6000

4 2011 Rp. 7300 Rp. 6500

5 2012 Rp. 8500 Rp. 8000

Sumber Badan Pusat Statistik Tahun 2008-2012

Pada Tabel 3 diketahui bahwa perkembangan perbandingan harga kedelai

lokal dengan harga kedelai impor dari tahun 2008 hingga tahun 2012 memiliki

(35)

murah dibandingkan harga kedelai lokal menyebabkan produsen olahan kedelai

memilih kedelai impor untuk menekan biaya produksi dan memperoleh

keuntungan yang lebih jika dibandingkan dengan menggunakan kedelai lokal.

d. Impor Kedelai di Indonesia

Pada umumnya kedelai impor lebih murah dan kualitasnya lebih baik

seperti butiran lebih besar dan seragam, serta rendemen tempe lebih tinggi

sehingga perusahaan tempe lebih menyukai kedelai impor dibandingkan dengan

kedelai lokal. Akan tetapi sebaliknya yang terjadi pada industri tahu, pada

umumnya pengrajin tahu lebih menyukai kedelai lokal karena rendemen lebih

tinggi. Namun demikian karena harga kedelai impor lebih murah mereka

cenderung memilih kedelai impor. Sekitar 65% dari kebutuhan kedelai untuk

bahan baku tahu menggunakan kedelai impor sisanya kedelai produksi dalam

negeri.

Diperkirakan kebutuhan kedelai untuk industri tahu dan tempe mencapai

60% dari total persediaan kedelai. Selama tahun 1990-1994 jumlah kedelai impor

mencapai tingkat terendah 36% sampai ke tingkat tertinggi 53% terhadap total

produksi kedelai dalam negeri. Pada tahun 2004 diperkirakan kebutuhan kedelai

mencapai 1.951.100 ton, sedangkan produksi kedelai beberapa tahun terakhir

cenderung menurun, tahun 1999 produksi mencapai 1.382.824 ton, tahun 2002

produksi mencapai 673.056 ton dan tahun 2003 mencapai 671.600 ton. Pada

tahun 2002, impor kedelai mencapai 1.136.253 ton atau mencapai 65% dari

kebutuhan kedelai dalam negeri, sedangkan produksi dalam negeri hanya

mampu memenuhi 35% dari kebutuhan, maka dengan melakukan impor kedelai

ini menyebabkan hilangnya devisa negara diperkirakan sebesar US $

239.332.000

Jika permintaan kedelai lebih besar dari produksi kedelai dalam negeri

(36)

perkirakan pada tahun 2005 dan 2010 permintaan kedelai meningkat berturut

turut menjadi 3,4 juta ton dan 3,9 juta ton. Kalau trend produksi kedelai seperti

yang berlangsung sekarang ini maka kebutuhan kedelai dari impor akan semakin

besar yaitu diperkirakan akan mencapai 1.16 juta ton dan 1,22 juta ton masing

masing untuk tahun 2005 dan 2010. Sebagian besar kedelai digunakan sebagai

bahan pangan yaitu meningkat 23% per tahun sedangkan penggunaan untuk

pakan ternak meningkat lebih cepat yaitu sebesar 5-7% per tahun selama

periode 1995-2010 ( Kharizal dan Jamilah, 2007).

E. Kerangka Pemikiran dan Hipotesis

1. Kerangka Pemikiran

Tempe merupakan salah satu produk olahan dari kedelai yang cukup

banyak memiliki peminat. Banyaknya permintaan terhadap tempe menyebabkan

meningkatnya jumlah produksi tempe untuk dapat memenuhi permintaan

konsumen tempe. Bahan baku utama pembuatan tempe yaitu kedelai. Jumlah

permintaan kedelai sebagai bahan baku utama tempe semakin meningkat.

Permintaan kedelai yang terus meningkat tidak diimbangi dengan produksi

kedelai dalam negeri. Selama ini Indonesia harus mengimpor kedelai dari luar

negeri untuk dapat memenuhi kebutuhan kedelai dalam negeri.

Akibat lebih banyaknya impor kedelai dibanding pasokan kedelai dalam

negeri dan harga kedelai impor yang jauh lebih murah maka produsen tempe

lebih menggunakan kedelai impor dibandingkan kedelai dalam negeri. Pada saat

negara pengekspor kedelai mengalami kendala akibat musim kering

menyebabkan kenaikan harga pada kedelai impor. Produsen tempe yang

memiliki ketergantungan penggunaan kedelai impor untuk bahan baku tempe

mulai kesulitan dalam proses produksi tempe sehingga menyebabkan kerugian

(37)

diterima, berkurangnya konsumen tempe karena rasa maupun ukuran tempe

berubah.

Produsen tempe juga enggan menggunakan tempe dalam negeri karena

harganya yang cukup mahal. Kerugian ekonomi yang dialami oleh produsen

tempe menyebabkan produsen tempe mengambil keputusan untuk keberlanjutan

usaha tempe dengan pertimbangan merupakan penghasilan utama, pengalaman

usaha dan hubungan sosial. Analisis yang digunakan untuk mengetahui apakah

produsen tempe tetap melanjutkan atau menutup usaha yaitu analisis biaya

variabel dan non biaya variabel yang meliputi jumlah pendapatan, pengalaman

usaha, sosial, kekerabatan, perubahan ukuran produk dan komposisi bahan

baku.

Gambar 4. Kerangka Penelitian

Kerangka penelitian diatas menjelaskan bahwa sebagian besar kedelai

yang digunakan produsen olahan kedelai merupakan kedelai impor. Besarnya

M asalah (Harga kedelai naik)

Pengam bilan Keput usan Produsen

(Keberlanjutan Usaha)

M elanjut kan usaha t empe M enut up usaha t empe

Alasan Produsen

Pert im bangan kebijakan untuk pemerint ah

(38)

penggunaan kedelai impor mengakibatkan ketergantungan produsen olahan

kedelai untuk menggunakan kedelai impor di bandingkan kedelai lokal. Pada

saat negara pengekspor kedelai mengalami kendala sehingga mengakibatkan

harga kedelai impor naik. Kenaikan harga kedelai impor juga berakibat pada

kerugian usaha. Salah satu produsen olahan kedelai yang mengalami kerugian

akibat naiknya harga kedelai impor yaitu produsen tempe. Kerugian usaha yang

dialami produsen tempe menyebabkan produsen tempe mengambil keputusan

untuk melanjutkan atau menutup usaha tempe.

Dasar pengambilan keputusan yang dapat diambil produsen tempe untuk

keberlajutan usahanya dapat menggunakan 2 cara yaitu keputusan yang

didasarkan pada teori analisi biaya variabel rata-rata dan keputusan yang

didasarkan pada empirik . Penerapan 2 cara dalam pengambilan keputusan

produsen tempe untuk keberlanjutan usaha tempe dapat menjadi panduan dalam

kebijakan usaha tempe sehingga memberikan dampak pada hasil keputusan

produsen .

2. Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah diuraikan, maka dapat di

buat suatu hipotesis yang merupakan jawaban sementara terhadap

permasalahan di dalam penelitian dan masih harus dibuktikan kebenarannya

yaitu

1. Keputusan yang diambil produsen tempe secara empirik adalah tetap

melanjutkan usahanya.

2. Keputusan yang dimabil produsen tempe secara teori analisis biaya

variabel adalah melanjutkan usahanya.

3. Adanya upaya yang dilakukan produsen tempe dalam menghadapi

(39)

III. METODE PENELITIAN

A. Penentuan Obyek Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Desa Spande, Kecamatan Candi, Kabupaten

Sidoarjo pada bulan Februari 2013 dengan pertimbangan bahwa daerah tersebut

merupakan sentra home industri tempe di Kabupaten Sidoarjo, dibandingkan

dengan home industri tempe di daerah Sukomanunggal dan Tenggilis Surabaya.

B. Penentuan Sampel

Penentuan sampel pada penelitian di laksanakan di pengrajin tempe di

desa Spande. Sampel di ambil dengan menggunakan metode purposive

sampling dimana pemilihan sampel secara sengaja sehingga setiap unsur

mempunyai peluang yang tidak sama untuk di jadikan sampel (James dan

Dean,2001) . Berdasarkan pertimbangan pada kepentingan atau tujuan

penelitian untuk memperoleh informasi yang lengkap dan mendalam dengan

kriteria :

a. Pengalaman usaha tempe bertahun tahun

b. Merupakan sumber penghasilan utama

c. Skala usaha kecil dan menengah yang menjanjikan.

Berdasarkan kriteria tersebut maka penentuan jumlah sampel diperoleh

40 orang dari keseluruhan produsen tempe di Desa Sepande yang berjumlah

kurang lebih 500 produsen tempe. Hal ini sesuai dengan pendapat Wirartha

(2005) yang menyatakan bahwa untuk penelitian yang menggunakan analisis

data statistik, ukuran sampel paling kecil yang diambil sebanyak 30 sampel.

C. Pengumpulan Data

Jenis data yang di butuhkan untuk menunjang penelitian yaitu data primer

(40)

a. Data Primer

Menurut Damaijati (2009) data primer merupakan sumber data penelitian

yang diperoleh secara langsung dari sumber asli, sehingga data primer dapat di

lakukan melalui wawancara dengan perajin tempe. Data primer yang

dikumpulkan meliputi:

a. Identitas responden

b. Jumlah produksi pada saat kenaikan harga kedelai

c. Jumlah tenaga kerja pada saat kenaikan harga kedelai

d. Upah tenaga kerja pada saat kenaikan harga kedelai

e. Jumlah biaya bahan penolong pada saat kenaikan harga kedelai

b. Data Sekunder

Menurut Damaijati (2009) data sekunder merupakan sumber data

penelitian yang diperoleh peneliti secara tak langsung melalui media perantara.

Sehingga data sekunder di peroleh melalui pengumpulan informasi informasi

yang terdokumentasi oleh pihak kantor kelurahan dan koperasi. Data sekunder

yang dikumpulkan meliputi

a. Keadaan daerah yaitu jumlah penduduk, tingkat umur, tingkat

pendidikan, keadaan sosial ekonomi, sarana pendukung

b. Keadaan geografis yang meliputi luas daerah, batas desa

D. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

Definisi operasional dan pengukuran variabel merupakan suatu pernyataan

tentang definisi dan pengukuran variabel-variabel penelitian baik berdasarkan

teori yang telah ada maupun pengalaman empiris. Adapun definisi dan

(41)

a. Tempe adalah produk yang terbuat dari kedelai dan mengalami pengolahan

terlebih dahulu dengan bantuan jamur Rhizopus Oligoporus dengan dibiarkan

dalam beberapa hari dan suhu tertentu akan terjadi penumpukan jamur.

b. Rata- rata biaya variabel (Average Variable Cost ) adalah biaya variabel yang

dibebankan untuk setiap unit output, biaya variabel meliputi upah tenaga kerja

langsung dan biaya bahan baku (Anonim,2012b).

c. Biaya bahan baku adalah biaya yang dikeluarkan untuk membeli bahan baku

dan dihitung dengan satuan rupiah dalam satu kali proses produksi.

d. Biaya input lain yaitu biaya atas penggunaan bahan penolong pada proses

produksi tempe terdiri dari kayu bakar / LPG,ragi tempe, plastik, dan daun

pisang diukur dalam satuan rupiah.

e. Biaya tetap

Gaspersz (2003) mengemukakan bahwa biaya tetap merupakan biaya yang

dikeluarkan untuk pembayaran input input tetap dalam proses produksi jangka

pendek. Dalam jangka pendek yang termasuk biaya tetap adalah biaya upah

karyawan tetap dan biaya untuk mesin.

f. Total Produksi tempe

Total produksi tempe merupakan jumlah hasil dari olahan kedelai dalam 1 kali

produksi, di nyatakan dalam bentuk kg

g. Harga kedelai

Harga kedelai yaitu harga rata rata kedelai di pasaran yang di nyatakan dalam

satuan rupiah/kilogram

E. Analisis Data

Untuk mencapai tujuan penelitian dan untuk menguji hipotesis yang diajukan,

(42)

1. Untuk mencapai tujuan yang pertama yaitu mengenai keputusan yang diambil

oleh produsen tempe secara empirik berkaitan dengan keberlanjutan usaha

pada saat harga bahan baku naik menggunakan analisis deskriptif yang

menjelaskan keputusan produsen dalam kebelanjutan pada saat harga

kedelai naik sesuai empirik.

2. Untuk mencapai tujuan yang kedua yaitu mengenai dasar pengambilan

keputusan yang digunakan produsen tempe untuk tetap melanjutkan atau

menutup usaha tempe menggunakan analisis biaya variabel. Metode regresi

kubik yang diuji dengan SPSS versi 17 for window untuk menentukan

persamaan biaya variabel rata rata dan Q sebagai titik minimum dari AVC. Q

diperoleh dari rumus Q = -c / 2d hasil perhitungan Q disubstitusikan pada

persamaan biaya variabel rata-rata (AVC) untuk menentukkan besar biaya

variabel rata rata.Rumus matematikanya sebagai berikut :

AVC = bQ + cQ2 + dQ3

AVC = biaya variabel rata rata dari produksi tempe

b = koefisien regresi kuantitas

c = koefisien regresi kuantitas

d = koefisien regresi kuantitas

Hasil dari perhitungan persamaan biaya variabel rata-rata (AVC) menjadi

dasar perbandingan dengan biaya variabel (AVC) yang dikeluarkan. Adapun

hipotesis statistik yang diajukan adalah dengan adanya kenaikan harga kedelai

maka produsen tempe akan mengambil keputusan terhadap keberlangsungan

usahanya jika

P < AVC maka perusahaan akan memilih untuk melanjutkan usahanya

P > AVC maka perusahaan akan memilih untuk menutup sementara

(43)

Penggunaan regresi kubik untuk pendugaan atau perencanaan biaya produksi

dengan alasan yaitu :

a. Tanda dari koefisien regresi harus sesuai dengan teori biaya berupa

pembatasan atau persyaratan dalam fungsi biaya kubik yaitu a > 0, b > 0 ,

c > 0, d > 0 dan c2 < 3bd.

b. Semua koefisien regresi harus signifikan secara statistik dengan tingkat

kesalahan α = 0,0000 (prob = 0,0000 )

c. Nilai koefisien determinasi ( R – SQUARE ) harus cukup tinggi yang

menunjukkan bahwa biaya total ( TC ) memang benar dipengaruhi oleh

kuantitas produksi ( Q )

( Gaspersz, 2003 ).

Tabel 4 Ringkasan Spesifikasi Model Regresi Kubik untuk Pendugaan Fungsi Biaya Jangka Pendek

No Pendugaan Biaya Jangka Pendek Spesifikasi Model Regresi

1 Biaya total ( TC ) TC = a + bQ + cQ2 + dQ3

Pada tabel 4 diketahui bahwa persamaan untuk pendugaan biaya jangka

pendek yang terdiri dari biaya total, total biaya tetap, total biaya variabel, biaya

total rata-rata, biaya tetap rata-rata, biaya variabel rata-rata, biaya marjinal

9 Biaya variabel rata rata minimum

(AVCmin)

Qm = -c/2d

10 Pembatasan pada parameter A > 0, b > 0, c < 0, d > 0 dan

(44)

jangka pendek dan biaya variabel rata-rata minimum diperoleh dari hasil

perhitungan data menggunakan SPSS versi 17 for window. Dari hasil tersebut

akan diketahui constant sebagai a, variabel b1 sebagai b, variabel b2 sebagai c

dan variabel b3 sebagai d

3. Untuk mencapai tujuan ketiga yaitu upaya yang dilakukan produsen tempe

dalam menghadapi kenaikan harga kedelai menggunakan analisis deskriptif

yang menjelaskan tentang upaya yang dilakukan produsen dalam

Gambar

Tabel 1. Produksi Kedelai di Indonesia Tahun 2008 - 2012
Gambar 1. Kurva Keseimbangan Permintaan dan Penawaran
Gambar 3 Kurva Penawaran Jangka Pendek
Tabel 2 . Permintaan Konsumsi Kedelai di Indonesia Tahun 2008-2012
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil analisis diketahui bahwa pendapatan pada saat naiknya biaya input sebesar 5 % dan harga output tetap usaha pengolahan tempe adalah sebesar Rp.

Metode full costing menghitung semua unsur biaya kedalam harga pokok produksi yang meliputi biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, biaya overhead pabrik variabel

biaya semivariabel menjadi biaya tetap dan biaya variabel, analisis variable costing yang digunakan sebagai dasar penentuan harga pokok produksi, dan analisis biaya relevan

Harga pokok produksi menurut metode full costing terdiri dari : Biaya bahan baku Rp xx Biaya tenaga kerja langsung Rp xx Biaya overhead pabrik tetap Rp xx Biaya overhead pabrik

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis ketersediaan input produksi, biaya tetap, biaya variabel, nilai tambah (value added), kesempatan kerja, pengaruh jumlah bahan

Total harga pokok produk yang dihitung dengan menggunakan pendekatan variabel costing terdiri dari unsur harga pokok produksi variabel (biaya bahan baku, biaya tenaga

Adalah suatu metode dalam penentuan harga pokok suatu produk, hanya memperhitungkan biaya produksi yang bersifat variabel saja seperti bahan baku langsung, tenaga

Harga pokok produksi adalah jumlah dari biaya yang melekat pada produksi yang dihasilkan yaitu meliputi biaya-biaya yang dikeluarkan mulai pada saat pengadaan bahan baku tersebut sampai