• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERAN GURU BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM MEMBENTUK KEPRIBADIAN SISWA YANG MENGALAMI BROKEN HOME

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PERAN GURU BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM MEMBENTUK KEPRIBADIAN SISWA YANG MENGALAMI BROKEN HOME"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

39

PERAN GURU BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM MEMBENTUK KEPRIBADIAN SISWA YANG MENGALAMI BROKEN HOME

Riski Adim Wiwik Kusdaryani Farikha Wahyu Lestari

Program Studi Bimbingan dan Konseling, FIP Universitas PGRI Semarang

ABSTRACT

Adolescent personality is an individual who grows into an adult who has the whole attitude, expression, feeling, and behavior of a person. The role of the counseling guidance teacher is needed to support the learning process and includes students' self-adjustment, the task of the counseling guidance teacher is a very heavy task, therefore to implement it requires a professional attitude from the counseling guidance teacher. The main problem studied is the role of counseling guidance teachers in shaping the personality of students who experience broken homes. This study uses a qualitative approach and this type of research is a case study, because this research uses a qualitative approach and includes case study research, the results of this study are descriptive analysis in the form of written or spoken words from the observed behavior, especially related to the role of the counseling guidance teacher. in shaping the personality of students who experience a broken home. The subjects in this study were counseling guidance teachers and students who experienced a broken home. The conclusion is that the role of the counseling guidance teacher is as a motivator, as a director, as an initiator, as a facilitator, as a mediator, and as an evaluator. That the role of the guidance and counseling teacher minimizes bullying. The first is the counseling process carried out by the guidance and counseling teacher for students who experience bullying.

First, the Guidance and Counseling teacher collects data on student problems (Need Assessment).

Second, analyzing the problems experienced by students, guidance and counseling teachers provide understanding and explain about bullying, guidance and counseling teachers play an active role in minimizing bullying behavior by providing individual counseling services, group counseling and group guidance. Services are provided according to the needs of students. Guidance and counseling teachers also provide information needed by students and especially about students' personalities. Third, the lack of facilities and infrastructure. Inadequate counseling guidance room makes the counseling service process ineffective.

Keywords: Role of Counseling Guidance, Personality, Broken Home ABSTRAK

Kepribadian remaja adalah individu yang tumbuh menjadi dewasa yang memiliki keseluruhan sikap, ekspresi, perasaan, dan juga prilaku seseorang. Peran guru bimbingan konseling diperlukan keberadaannya sebagai penunjang proses belejar dan termasuk penyesuaian diri siswa, tugas guru bimbingan konseling merupakan tugas yang sangat berat, oleh karena itu untuk melaksanakannya diperlukan adanya sikap profesional dari guru bimbingan konseling. Masalah pokok yang dikaji adalah peran guru bimbingan konseling dalam membentuk kepribadian siswa yang mengalami broken home. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan jenis penelitian ini adalah studi kasus, karena penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan termasuk penelitian studi kasus maka hasil penelitian ini bersifat analisis deskriptif yaitu berupa kata-kata tertulis atau lisan dari perilaku yang diamati terutama terkait dengan peran guru bimbingan konseling dalam membentuk kepribadian siswa yang mengalami broken home. Subjek dalam penelitian ini adalah guru bimbingan konseling dan siswa yang mengalami broken home. Hasil simpulan bahwa peran guru bimbingan konseling adalah sebagai motivator, sebagai director, sebagai inisiator, sebagai

(2)

40

fasiliator, sebagai mediator, dan sebagai evaluator. Bahwa peran guru bimbingan dan konseling meminimalisir bullying yang pertama proses bimbingan konseling yang dilakukan oleh guru bimbingan dan konseling terhadap siswa yang mengalami bullying di antaranya pertama, guru Bimbingan dan Konseling mengumpulkan data masalah siswa (Need Assesment). Kedua, menganalisis masalah-masalah yang dialami siswa, guru bimbingan dan konseling memberikan pemahaman dan menjelaskan tentang bullying, guru bimbingan dan konseling berperan aktif dalam meminimalisir perilaku bullying yang ada dengan memberikan layanan konseling individul, konseling kelompok maupun bimbingan kelompok. Layanan diberikan sesuai dengan kebutuhan siswa. Guru bimbingan konseling juga memberikan informasi-informasi yang dibutuhkan oleh siswa dan khusunya tentang kepribadian siswa. Ketiga kekurangannya sarana dan prasarana. Ruang bimbingan konseling yang belum memadai membuat proses layanan bimbingan konseling tidak efektif.

Kata kunci: Peran Bimbingan Konseling, Kepribadian, Broken Home.

PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah

Setiap pasangan suami istri tentu memiliki rencana yang indah untuk kehidupan pernikahan, walaupun pada kenyataannya banyak dinamika kehidupan yang harus dilewati dalam proses menjalani suatu kehidupan rumah tangga. Pada suatu titik pasangan suami istri tentu akan bertemu dengan situasi konflik yang penuh dengan permasalahan dan tuntutan yang menjadi pemicu keretakan sebuah keluarga. Keretakan sebuah keluarga terutama yang berujung pada perceraian senantiasa membawa dampak yang mendalam, seperti memicu stres, tekanan, dan depresi sehingga dapat menimbulkan perubahan fisik dan psikologis pada seluruh anggota keluarga (Ida, 2019: 212).

Dampak negatif dari keluarga broken home akan sangat memengaruhi perkembangan anak, terutama pada anak yang memasuki masa remaja. Keberfungsian keluarga yang rendah akan meningkatkan kenakalan remaja, terutama jenis kenakalan yang menjurus seperti pelanggaran norma hukum dan kejahatan, serta jenis kenakalan khusus seperti narkotika, hubungan seks di luar nikah, dan sebagainya (Saripuddin, 2019: 45).

Kasus perceraian di Indonesia angka perceraian semakin hari semakin tinggi.

Berdasarkan data yang terungkap di Pengadilan Agama, jumlah perkara yang masuk pada tahun 2019 sebanyak 5.134 perkara. Sementara pada tahun 2020 jumlah perkara naik menjadi 5.684 perkara. Sedangkan perkara yang menyebabkan perceraian 2019 sebanyak 4.571, naik pada 2020 menjadi sebanyak 4.926 perkara. Menurut catatan yang tertulis di Pengadilan Agama Kota Brebes, tingginya tingkat perceraian di Kota Brebes masih didominasi alasan ketidakharmonisan yang mencapai 114 perkara, suami tidak bertanggung jawab 92 perkara, adanya pihak ketiga 70 perkara, dan akibat kondisi ekonomi mencapai 54 perkara.

Menurut Astuti (2010: 5), keluarga memegang peranan penting dalam perkembangan anak, karena keluarga merupakan kelompok pertama dalam kehidupan manusia. Pada keluarga yang broken home anak selalu menjadi atau dijadikan korban.

Kondisi ini akan sangat berpengaruh pada tumbuh kembang anak dan dapat memengaruhi proses pembentukan karakter dan kepribadiannya.

(3)

41

Amato (2011: 11), menjelaskan remaja yang mengalami perceraian orang tua cenderung mengalami ketidak bahagiaan, rendahnya kontrol diri, dan tidak memiliki kepuasan dalam hidup. Selain itu, remaja dengan kondisi keluarga broken home sering mengalami tekanan mental seperti depresi, hal ini yang menyebabkan biasanya anak memiliki perilaku sosial yang buruk.

Faktor-faktor pembentuk kepribadian sebagai berikut: a. faktor internal: 1. instink biologis, seperti lapar, dorongan makan yang berlebihan dan berlangsung lama akan menimbulkan sifat rakus. Maka sifat itu akan menjadi perilaku tetap, 2. kebutuhan psikologis, seperti rasa aman, penghargaan, penerimaan, dan aktualisasi diri, 3. kebutuhan pemikiran, yaitu akumulasi informasi yang membentuk cara berfikirr seseorang, seperti mitos, agama, dan sebagainya, b.faktor eksternal yaitu: 1. lingkungan keluarga, 2.

lingkungan sosial, dan 3. lingkungan pendidikan (Mujib, 2016: 7)

Berdasarkan wawancara pada bulan juli 2020 dengan salah satu siswa di SMA Negeri 3 di kota Brebes diperoleh hasil bahwa siswa yang mengalami masalah broken home akibat perceraian orang tua menyatakan bahwa sering menyendiri, tidak pernah berkomunikasi dengan orang tua, tidak peduli dengan keluarganya. Kemudian didukung hasil wawancara dengan guru bimbingan konseling yang mengatakan bahwa terdapat permasalahan yang muncul akibat perceraian orantua dengan sikap dan kepribadian anak di sekolah, ditandai dengan hasil belajar yang tidak sesuai harapan, sering membolos, dan ada yang berkelahi karena diejek temannya.

Bimbingan dan konseling merupakan proses pemberian bantuan dari konselor kepada klien secara bertatap muka untuk membantu klien keluar dari masalahnya, dengan adanya bimbingan dan konseling di sekolah diharapkan dapat membantu peserta didik untuk mengaktualisasikan diri yang dimiliki peserta didik secara optimal sehingga dapat tercapai prestasi yang lebih baik (Winkel, 2012: 27).

Adapun peran guru bimbingan dan konseling merujuk pada fungsi yang harus dijalankan sebagai guru bimbingan dan konseling dalam kegiatan bimbingan, antara lain guru bimbingan sebagai motivator, director, inisiator, fasiliator, mediator, dan evaluator (Sardiman, 2016: 57).

Berdasarkan permasalah di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti lebih lanjut tentang hal tersebut dengan judul “Peran Guru Bimbingan Konseling dalam Membentuk Kepribadian Siswa yang Mengalami Broken home”.

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penelitian ini difokuskan pada peran guru bimbingan konseling dalam membentuk kepribadian siswa yang mengalami broken home.

Berdasarkan dari rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:

mengetahui bagaimana peran guru bimbingan konseling dalam membentuk kepribadian siswa yang mengalami broken home.

Manfaat dari penelitian ini baik secara teoretis dan secara praktis adalah sebagai berikut:

(4)

42 Manfaat Teoretis

1. Memberikan kontribusi positif bagi pengembangan ilmu pengetahuan dalam bidang bimbingan dan konseling.

2. Memperkaya kajian tentang peran guru bimbingan konseling dalam membentuk kepribadian siswa yang mengalami broken home.

Manfaat Praktis

Bagi Guru Bimbingan dan Konseling

Hasil dari penelitian bagaimana peran guru bimbingan konseling dalam membentuk kepribadian siswa yang mengalami broken home sebagai bahan pertimbangan pemberian layanan yang tepat.

Bagi Sekolah

Memberikan gambaran mengenai bagaimana peran guru bimbingan konseling dalam membentuk kepribadian siswa yang mengalami broken home.

Bagi Peneliti

Diharapkan dapat menjadi bahan informasi serta kajian bagi pengembangan penelitian selanjutnya.

KAJIAN TEORI

Peran Guru Bimbingan Konseling

Peran guru bimbingan dan konseling merujuk pada fungsi yang harus dijalankan sebagai guru bimbingan dan konseling dalam kegiatan bimbingan, antara lain guru bimbingan sebagai motivator, director, inisiator, fasiliator, mediator, dan evaluator (Sardiman, 2016: 57).

Kepribadian

Menurut Sarlito (2015: 20), kepribadian adalah keseluruhan sikap, ekspresi, perasaan, tempramen, ciri khas, dan juga prilaku seseorang. Sikap perasaan dan ekspresi dan tempramen tersebut akan terwujud dalam tindakan seseorang jika dihadapkan dengan situasi tertentu.

Setiap orang memiliki kecenderungan prilaku yang baku/berlaku terus menerus secara konsisten dalam mengahadapi situasi yang sedang di hadapi sehingga jadi ciri khas pribadinya.

Broken Home

Menurut Chaplin (2017: 22), broken home merupakan suatu keadaan dimana keluarga mengalami keretakan atau rumah tangga yang berantakan. Keadaan rumah tangga atau keluarga tanpa hadirnya salah satu dari kedua orang tua disebabkan oleh meninggal, bercerai, meninggalkan keluarga dan lain-lain. Yang dimaksud kasus keluarga pecah (broken home) dapat dilihat dari dua aspek: pertama, keluarga itu pecah karena strukturnya tidak utuh sebab salah satu dari kepala keluarga itu meninggal dunia atau telah bercerai. Kedua, orang tua tidak bercerai akan tetapi struktur keluarga itu tidak utuh lagi karena ayah dan ibu sering tidak di rumah, dan atau sudah tidak memperlihatkan hubungan kasih sayang lagi

(5)

43

misalnya keluarga itu sering bertengkar sehingga keluarga itu tidak sehat lagi secara psikologis.

METODOLOGI PENELITIAN Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, Sugiyono (2014:1) menjelaskan penelitian kualitatif adalah metode yang digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, sebagai lawannya adalah eksperimen dimana peneliti adalah sebagai intrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara trianggulasi (gabungan), analisis data berupa induktif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekan makna dari pada generalisasi.

Teknik Pengumpulan Data

Menurut Creswell (2010: 266), langkah-langkah pengumpulan data meliputi usaha membatasi penelitian, mengumpulkan informasi melalui observasi dan wawancara, baik yang terstruktur maupun tidak, dokumentasi, materi-materi visual, serta usaha merancang protokol untuk merekam/mencatat informasi.

HASIL PENELITIAN DAN KESIMPULAN

Data yang telah dikelompokan dalam tabel sesuai dengan perilaku dan respon dari subjek terhadap dampak penggunaan narkoba terhadap perencanaan karir. Data dalam kolom Raw Data merupakan data mentah dari subjek. Selanjutnya peneliti menarik kesimpulan dari data mentah dengan membuat tema-tema yang kemudian dimasukan dalam Preliminary Codes, selanjutnya ditarik sebuah kesimpulan setiap tema dan dibuat koding dalam Fnal Code. Hal ini dilakukan untuk mempermudah peneliti dalam menganalisis peran guru bimbingan konseling dalam membentuk kepribadian siswa yang mengalami broken home. Selanjutnya peneliti membuat koding umum dan khusus sebagai pembanding pada setiap subjek. Guna mempermudah peneliti dalam melakukan pembahasan selanjutnya dan menganalisis, maka peneliti membuat kode-kode dalam mengelompokan jawaban dari sumber data. Adapun kode-kode yang digunakan sebagai berikut:

Tabel 4.6 Koding Umum Guru BK

Guru BK Siswa 1 Siswa 2 Siswa 3

MV+ MV+ MV+ MV+

D+ D+ MD- F+

I+ I+ MD+

F+ F+ E-

MD+ MD+

E+ E+

Setelah data tersebut dimasukan ke dalam koding umum untuk memudahkan peneliti dalam membandingkan data guru BK dengan siswa 1, siswa 2, dan siswa 3. Langkah selanjutnya peneliti mengelompokan.

Tabel 4. 7 Koding Khusus Guru BK

Peran Guru Bimbingan Konseling dalam Membentuk Kepribadian

Siswa yang Mengalami Broken Home

Peran Guru Bimbingan Konseling dalam Membentuk Kepribadian Siswa yang Mengalami Broken

Home (+)

Peran Guru Bimbingan Konseling dalam Membentuk Kepribadian Siswa yang Mengalami Broken Home

(-)

(6)

44

Motivator MV+, MV+, MV+, MV+

Director D+, D+

Inisiator I+, I+

Fasiliator F+, F+, F+

Mediator MD+, MD+, MD+ MD-

Evaluator E+, E+, E+

SIMPULAN

Berdasarkan hasil dari wawancara dengan guru bimbingan konseling di SMA Negeri 3 Brebes maka dari hasil tersebut bahwa peran guru bimbingan konseling sebagai motivator, sebagai director, sebagai inisiator, sebagai fasiliator, sebagai mediator, dan sebagai evaluator. Bahwa peran guru bimbingan dan konseling dalam membentuk kepribadian siswa yang mengalami broken home proses bimbingan konseling yang dilakukan oleh guru bimbingan dan konseling terhadap siswa yang mengalami broken home di antaranya pertama, guru Bimbingan dan Konseling mengumpulkan data masalah siswa (Need Assesment). Kedua, menganalisis masalah-masalah yang dialami siswa, guru bimbingan dan konseling memberikan pemahaman dan menjelaskan tentang broken home, guru bimbingan dan konseling berperan aktif dalam membentuk kepribadian siswa yang mengalami broken home yang ada dengan memberikan layanan konseling individul, konseling kelompok maupun bimbingan kelompok. Layanan diberikan sesuai dengan kebutuhan siswa. Guru bimbingan konseling juga memberikan informasi-informasi yang dibutuhkan oleh siswa dan khusunya tentang broken home. Ketiga menyediakan ruang konseling yang memadai membuat proses layanan bimbingan konseling tidak efektif.

DAFTAR PUSTAKA

Aryani, N. D. (2015). Pengaruh hubungan orangtua anak dan penerimaan diri terhadap keputusasaan pada remaja dari keluarga broken home. 05 November 2014.

Universitas Muhammadiyah Malang. https://core.ac.uk/download/pdf/33340123.pdf.

Diakses tanggal 18 April 2017.

Barnow, S., Lucht, M., Freyberger, H. J. (2001). Influence of punishment, emotional rejection, child abuse, and broken home on aggression in adolescence: an examination of aggressive adolescents in Germany. Psychiatry at KARGER, Vol.34 (4). https://www.karger.com/Article/Abstract/49302. Diakses tanggal 10 Januari 2018.

Baskoro, A. K. (2008). Hubungan antara persepsi terhadap perceraian orangtua dengan optimisme masa depan pada remaja korban perceraian. 19 Mei 2009. Universitas Muhammadiyah Surakarta. http://eprints.ums.ac.id/1340/. Diakses tanggal 10 Februari 2018.

Bernard, M. E. (2013). The strength of self-acceptance theory practice and research. New York: Springer.

Budiarti, S. I. P., Muhdin, F., Hidayati, T. N. (2012). Perbedaan penerimaan diri dengan kompetensi interpersonal antara remaja laki-laki dan perempuan di Panti asuhan yatim Muhammadiyah Gubug. Jurnal karya ilmiah mahasiswa universitas

Muhammadiyah Semarang.

http://digilib.unimus.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=jtptunimus-gdl-

(7)

45

sriindahpu 6519&PHPSESSID=d49523cf8e89bfdfe383a6fc3adcd43f. Diakses tanggal 15 April 2017.

Burns, R. B. (1993). Konsep diri: Teori, pengukuran, perkembangan dan perilaku.

(Satyanegara, S. penerjemah). Jakarta: Arcan.

Chaplin, J. P. (2011). Kamus lengkap psikologi 1st edition edition (Kartono, K. penerjemah).

Jakarta: Rajawali pers.

Collin, N. L. (1996). Working models of attachment: Implications for expectations, emotion, and behavior. Journal Personality and Social Psychology of American Psychological Association, 810-832. http://psycnet.apa.org/buy/1996-06401-015. Diakses tanggal 18 Februari 2018.

Dagun, S. M. (1990). Psikologi keluarga (peranan ayah dalam keluarga). Jakarta: Rineka Cipta.

Darwin, M. (1999). Maskulinitas: Posisi laki-laki dalam masyarakat patriarkis. Center for Population and Policy Studies Gadjah Mada. http://www.lakilakibaru.or.id/wp- content/uploads/2015/02/S281_Muhadjir-Darwin_Maskulinitas-Posisi-Laki-laki- dalam-Masyarakat-Patriarkis.pdf. Diakses tanggal 17 Juni 2017.

Dewi, I. A. S. (2017). Studi pendahuluan: Dinamika penerimaan diri pada remaja broken home di Bali. Naskah tidak dipublikasikan, Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana Denpasar.

Dewi, P. S., Utami, M. S. (2008). Subjective well-being anak dari orangtua yang bercerai.

Jurnal Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada, vol. 35 (2).

https://journal.ugm.ac.id/JPSI/article/view/7952. Diakses tanggal 10 Februari 2018.

Evitasari, I. A. G. S., Widiasavitri, P. N., Herdiyanto, Y. K. (2015). Proses penerimaan diri remaja tunarungu berprestasi. Jurnal psikologi Udayana, 2(2), 138-150.

https://ojs.unud.ac.id/index.php/psikologi/article/view/25148. Diakses tanggal 18 April 2017.Feist, J., Feist, G. J. (2014). Theories of personality: Teori kepribadian 7th edition (Handriatno. penerjemah). Jakarta: Salemba Humanika.

Fitriani, O., Handayani, S., Asiah, N. (2017). Determinan penyalahgunaan narkoba pada remaja di SMAN 24 Jakarta. Jurnal Uhamka, Vol.2, No.1.

http://journal.uhamka.ac.id/index.php/arkesmas/article/view/516. Diakses tanggal 5 Mei 2017.

Hawari, D. (1997). Penyalahgunaan narkotika dan zat adiktif. Jakarta: Balai Penerbit FK UI.

Helmi, A. (2004). Gaya kelekatan, atribusi, respon emosi, dan perilaku marah. Buletin Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada, vol.12 (2).

http://avin.staff.ugm.ac.id/data/karyailmiah/modelteoritis_avin.pdf. Diakses tanggal 12 Desember 2017.

Papalia, D., Old, S., Feldman, R. D. (2008). Human development: Psikologi perkembangan.

Jakarta: Kencana.

Purnamasari, K. Marheni, A. (2017). Hubungan antara pola asuh otoriter dengan perilaku menjalin persahabatan pada remaja di Denpasar. Jurnal psikologi Udayana, 4(1), 20-

(8)

46

29. https://ojs.unud.ac.id/index.php/psikologi/article/view/30001. Diakses tanggal 17 Juni 2017.

Putra, R. A. (2014). Hubungan antara penerimaan diri dengan penyesuaian diri pada remaja difabel. 10 Maret 2015. Universitas Muhammadiyah Surakarta.

http://eprints.ums.ac.id/32243/.Diakses tanggal 18 April 2017.

Putri, I. A. K., Tobing, D. H. (2016). Gambaran penerimaan diri pada perempuan Bali pengidap HIV-AIDS. Jurnal psikologi Udayana, vol.3(3), 395-406.

https://ojs.unud.ac.id/index.php/psikologi/article/view/28054. Diakses tanggal 17 Juni 2017.

Putri, A. K. (2012). Hubungan antara penerimaan diri dengan depresi pada wanita perimenopause. Jurnal Psikologi Kepribadian dan Sosial Universitas Airlangga.

http://journal.unair.ac.id/filerPDF/110810218_RINGKASAN.pdf. Diakses tanggal 18 April 2017.

Putri, S. W. (2012). Perilaku memaafkan di kalangan remaja broken home. EMPHATY Jurnal

Fakultas Psikologi, vol.1 (1).

http://jogjapress.com/index.php/EMPATHY/article/view/1599. Diakses tanggal 5 Mei 2017.

Republik Indonesia. (2014). Undang-undang nomor 35 pasal 14 tentang perlindungan anak.

Sekretariat Negara: Jakarta.

Ridha, M. (2012). Hubungan antara body image dengan penerimaan diri pada mahasiswa Aceh di Yogyakarta. EMPHATY Jurnal Fakultas Psikologi, vol. 1(1), 111-121.

http://jogjapress.com/index.php/EMPATHY/article/view/1419. Diakses tanggal 5 Mei 2017.

Rohana, U. N. (2013). Perbedaan forgiveness ditinjau dari tipe kepribadian remaja yang orangtuanya bercerai. 19 November 2013. Fakultas Psikologi Universitas Medan Area. http://balitbang.pemkomedan.go.id/tinymcpuk/gambar/file/Rohana.pdf.

Diakses tanggal 5 Mei 2017.

Santrock, J. W. (2007). Perkembangan anak 11th edition ed., vol.II. (Hardani, E. M. W.

penerjemah). Jakarta: Erlangga.

Sari, K. D. L., Budisetyani, I. G. A. P. W. (2016). Konsep diri pada anak dengan orangtua yang bercerai. Jurnal psikologi Udayana.

Saripuddin, M. (2009). Hubungan kenakalan remaja dengan fungsi sosial keluarga. Jakarta:

EGC.

Satori, D., Komariah, A. (2017). Metodologi penelitian kualitatif. Bandung: Alfabeta.

Setyawan. (2007). Membangun pemaafan pada anak korban perceraian. Konferensi nasional I IPK-HIMPSI: Stress Manajemen dalam Berbagai Setting Kehidupan.

http://eprints.undip.ac.id/19069/1/imam_s_MEMBANGUN_PEMAAFAN_PADA...pdf.

Diakses pada 17 Juni 2017.

Subagia, I. W., Wiratma, I. G. L. (2006). Potensi-potensi kearifan lokal masyarakat Bali dalam bidang pendidikan. Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, 552-568. https://pasca.undiksha.ac.id/. Diakses tanggal 10 Januari 2018.

Gambar

Tabel 4.6 Koding Umum Guru BK

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil penelitian ini, memberikan kesimpulan bahwa bentuk-bentuk kenakalan siswa broken home di SMP Bina Taruna Surabaya termasuk sebagai jenis kenakalan yang

Berdasarkan hasil penelitian dengan menggunakan pendekatan kualitatif yakni dengan metode penelitian studi kasus maka dapat disimpulkan bahwa peran guru PAI di SMP

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus yaitu sebuah penelitian yang menghasilkan data

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan yang digunakan adalah pendekatan bimbingan dan penyuluhan Islam dan pendekatan sosiologi, adapun

(3) Bagaimana Trik-Trik dosen prodi bimbingan konseling Islam di IAIN Bengkulu ?. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian lapangan dengan pendekatan deskriptif

METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan penelitian deskriptif berdasarkan studi kasus dan telaah pustaka yang

Pendekatan penelitian studi kasus adalah pendekatan dengan subjek pada penelitian dapat berupa individu, lembaga, masyarakat atau kelompok dengan subjek yang sangat sempit dan

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus jenis kasus tunggal, pada remaja berusia 17 tahun yang berdomisili di Banda Aceh.Hasil penelitian menunjukkan