PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PETANI JAMBU KRISTAL MELALUI BRANDING “DESA JAMBU
KRISTAL NASIONAL”
(STUDI KASUS DI DESA BANTARSARI, KECAMATAN RANCABUNGUR, KABUPATEN BOGOR)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S. Sos)
Oleh:
Nandi 11160540000029
PROGRAM STUDI PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA 1442 H / 2021 M
i ABSTRAK
Nandi
Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Petani Jambu Kristal Melalui Branding “Desa Jambu Kristal Nasional” (Studi Kasus Di Desa Bantarsari, Kecamatan Rancabungur, Kabupaten Bogor)
Pertanian merupakan mayoritas mata pencaharian masyarakat desa di Indonesia. Namun tingkat kemiskinan rumah tangga terbesar dari sektor pertanian. Oleh karena itu pertanian sektor yang penting untuk meningkatkan perekonomian masyarakat desa, salah satunya Desa Bantarsari yang ingin mengembangkan sektor pertanian sebagai pemberdayaan ekonomi masyarakat petani jambu kristal melalui branding “Desa Jambu Kristal Nasional”. Dengan tujuan jambu Kristal sebagai produk unggulan desa sesuai dengan program Pemerintah Desa yaitu OVOC (One Village One Company) dengan arti satu desa harus memiliki satu produk ungulan.
Penelitian ini fokus untuk mengetahui proses pemberdayaan ekonomi masyarakat petani jambu kristal melalui branding “Desa Jambu Kristal Nasional” dan untuk mengetahui hasil proses pemberdayaan ekonomi masyarakat petani jambu kristal melalui branding “Desa Jambu Kristal Nasional” di Desa Bantarsari, Kecamatan Rancabungur, Kabupaten Bogor. Pendekatan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif. Adapun teknik pengumpulan data pada penelitian ini yaitu observasi, wawancara dan dokumentasi.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa proses pemberdayaan ekonomi melalui branding “Desa Jambu Kristal Nasional” yang dilakukan oleh pemerintah Desa Bantarsari dapat meningkatkan permintaan pasar sehingga meningkatnya pendapatan petani jambu kristal dan menjadi desa agrowisata.
Kata Kunci : Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat, Jambu Kristal dan Branding “Desa Jambu Kristal Nasional”.
ii
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala, karena berkat rahmat, hidayah dan inayah-Nya penulis dapat menyusun skripsi ini yang berjudul “Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Petani Jambu Kristal Melalui Branding “Desa Jambu Kristal Nasional” (Studi Kasus di Desa Bantarsari, Kecamatan Rancabungur, Kabupaten Bogor)”.
Penulisan skripsi dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana strata 1 (S-1) Program Studi Pengembangan Masyarakat Islam Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Dalam penyusunan skripsi ini penulis menyadari bahwa tanpa adanya bantuan, bimbingan dan dorongan dari berbagai pihak, maka penyelesaian skripsi ini tidak akan terwujud. Oleh karena itu pada kesempatan ini, dengan ketulusan dan kerendahan hati penulis ingin mengucapkan banyak terimakasih kepada:
1. Suparto, M.Ed., Ph.D sebagai Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Dr. Siti Napsiyah, BSW MSW sebagai Wakil Dekan I Bidang Akademik, Dr. Sihabudin Noor, M.Ag sebagai Wakil Dekan II Bidang Administrasi Umum serta Cecep Castrawijaya, M.A sebagai Wakil Dekan III Bidang Kemahasiswaan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
iii
3. Dr. Muhtadi, M.Si sebagai Ketua Program Studi Pengembangan Masyarakat Islam Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. WG Pramitha Ratnasari, S.Ant, M.Si sebagai Sekretaris Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Prof. Dr. H. Asep Usman Ismail, M.A sebagai Dosen Pembimbing yang sudah meluangkan waktu untuk membimbing, memberikan ide, arahan, dan memberikan kritik yang membangun kepada penulis selama penyusunan skripsi ini.
6. Seluruh dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah memberikan ilmu dan pengalaman yang bermanfaat kepada penulis selama menempuh pendidikan di kampus.
7. Lukmanul Hakim, S.Ag sebagai Kepala Desa Bantarsari, Abdul Basit Alawi, ST sebagai Sekertaris Desa serta M. Abdul Aziz Saili, SE sebagai Kepala Seksi Kesejahteraan dan Pemberdayaan Masyarakat yang telah membantu kebutuhan penulis dan bersedia mencajadi informan.
8. Andriyana, Mamun, Agus, Pepen, Ujang dan Bapak Surdi sebagai petani jambu kristal yang telah banyak membantu dan meluangkan waktunya untuk bersedia menjadi informan.
9. Kedua orang tua Bapak Suwandi dan Ibu Nuraeni yang selalu mendoakan, mendukung dan memberikan motivasi sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.
10. Dafa Audrey sebagai istri, yang selalu mendoakan dan mendukung sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini
iv dalam perkuliahan maupun skripsi.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, maka kritik dan saran membangun penulis harapkan dari berbagai pihak demi kesempurnaan skripsi ini serta besar harapan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang memerlukan.
Jakarta, 30 September 2021
Nandi
v DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Batasan Masalah dan Rumusan Masalah ... 8
1. Batasan Masalah ... 8
2. Rumusan Masalah ... 8
C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian ... 9
1. Tujuan Penelitian ... 9
2. Manfaat Penelitian ... 9
D. Tinjauan Pustaka ... 11
E. Metode Penelitian ... 14
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian ... 14
2. Sumber Data Penelitian ... 15
3. Subjek dan Objek Penelitian ... 16
4. Langkah Penelitian ... 17
5. Teknik Pengumpulan Data ... 17
vi
8. Teknik Penulisan ... 20
9. Tempat dan Waktu Penelitian ... 21
F. Sistematika Penelitian ... 21
BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 24
A. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat ... 24
1. Pengertian Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat . 24 2. Proses Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat ... 25
B. Branding Desa “Jambu Kristal Nasional” ... 27
1. Pengertian Branding ... 27
2. Proses Branding Desa ... 28
3. Tujuan Branding Desa ... 30
C. Kerangka Berpikir ... 31
BAB III GAMBARAN UMUM LATAR PENELITIAN ... 32
A. Gambaran Umum Desa Bantarsari, Kecamatan Rancabungur, Kabupaten Bogor ... 32
1. Sejarah Desa Bantarsari ... 32
2. Keadaan Geografis Desa Bantarsari ... 33
3. Demografi Desa Bantarsari ... 35
4. Pemerintahan Desa Bantarsari ... 37
B. Gambaran Umum Jambu Kristal Desa Bantarsari ... 38
1. Sejarah Jambu Kristal Desa Bantarsari ... 38
2. Lambang Desa Bantarsari ... 39
3. Pengelolaan Produksi Jambu Kristal ... 40
vii
4. Olahan Jambu Kristal ... 42
5. Pemilik Tanah Jambu Kristal Desa Bantarsari .... 42
BAB IV DATA DAN TEMUAN PENELITIAN ... 46
A. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Petani Jambu Kristal di Desa Bantarsari ... 46
1. Proses Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat ... 46
a. Penyadaran dan Pembentukan Perilaku ... 46
b. Transformasi Pengetahuan dan Kecakapan Keterampilan ... 48
c. Peningkatan Kemampuan Intelektual dan Kecakapan Keterampilan ... 50
2. Proses Branding “Desa Jambu Kristal Nasional” di Desa Bantarsari ... 51
a. Brand Identity ... 52
b. Brand Meaning ... 53
c. Brand Response ... 55
d. Brand Relationship ... 56
3. Faktor Proses Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Petani Jambu Kristal Melalui Branding “Desa Jambu Kristal Nasional” di Desa Bantarsari ... 59
a. Faktor Pendukung ... 59
b. Faktor Penghambat ... 61
B. Hasil Proses Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Melalui Branding “Desa Jambu Kristal Nasional” di Desa Bantarsari ... 63
viii
Kristal Menjadi Tempat Agrowisata ... 64
3. Menjadi Tempat Agrowisata... 68
BAB V PEMBAHASAN ... 70
A. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Petani Jambu Kristal di Desa Bantarsari ... 70
1. Analisis Proses Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat ... 70
2. Analisis Proses Branding “Desa Jambu Kristal Nasional” di Desa Bantarsari ... 71
3. Analisis Faktor Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Petani Jambu Kristal Melalui Branding “Desa Jambu Kristal Nasional” di Desa Bantarsari ... 73
B. Analisis Hasil Proses Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Melalui Branding “Desa Jambu Kristal Nasional” di Desa Bantarsari ... 75
BAB VI PENUTUP ... 77
A. Kesimpulan ... 77
B. Saran ... 78
DAFTAR PUSTAKA ... 79
LAMPIRAN ... 85
RIWAYAT HIDUP PENULIS SKRIPSI ... 155
ix
DAFTAR TABEL
Tabel I.1 Subjek Informan Penelitian ... 16
Tabel III.1 Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur ... 36
Tabel III.2 Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan ... 36
Tabel III.3 Daftar Perangkat Desa Bantarsari ... 37
Tabel III.4 Standar Mutu Jambu Kristal per Grade ... 41
Tabel III.5 Kepemilikan Tanah Jambu Kristal Desa Bantarsari ... 42
Tabel IV.1 Perhitungan Kasar Modal Bapak Mamun sebagai Petani Jambu Kristal ... 66
Tabel IV.2 Perhitungan Kasar Balik Modal Bapak Mamun sebagai Petani Jambu Kristal ... 66
Tabel IV.3 Perhitungan Kasar Modal Perawatan Hingga Panen Selama 4 Bulan Bapak Mamun sebagai Petani Jambu Kristal ... 67
Tabel IV.4 Perhitungan Kasar Pendapatan Bapak Mamun sebagai Petani Jambu Kristal ... 68
x
Gambar II.1 Kerangka Berpikir ... 31
Gambar III.1 Peta Desa Bantarsari ... 34
Gambar III.2 Grafik Jumlah Penduduk Tiap RW ... 35
Gambar III.3 Bagan Pemerintahan Desa Bantarsari ... 37
Gambar III.4 Lambang Desa Bantarsari ... 39
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I Surat Bimbingan Skripsi ... 84
Lampiran II Surat Izin Penelitian (Skripsi) ... 85
Lampiran III Dokumentasi Penelitian ... 86
Lampiran IV Foto Dokumentasi Desa Bantarsari ... 90
Lampiran V Catatan Observasi ... 92
Lampiran VI Pedoman Wawancara ... 95
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pengembangan pertanian di desa dihadapkan dengan berbagai macam tantangan. Tantangan yang sering ditemui dalam sektor pertanian di Indonesia yang memiliki potensi ekonomi dan sumber daya alam sangat melimpah, yaitu petani yang termasuk dalam golongan masyarakat miskin. Karena itu, pembangunan masyarakat perdesaan harus terus ditingkatkan melalui pengembangan kemampuan sumber daya manusia yang ada di perdesaan sehingga kreativitas dan aktivitasnya dapat semakin berkembang serta kesadaran lingkungannya semakin tinggi (Rahardjo, 2013).
Untuk mengembangkan potensi pertanian, pemerintah memberikan dukungan pembinaan serta memberikan program kepada masyarakat tani untuk dapat menjadikan produknya sebagai produk unggulan bagi setiap perdesaan, salah satunya provinsi di Indonesia, yaitu Jawa Barat yang memiliki strategi pemberdayaan masyarakat desa dengan membentuk program One Village One Company (OVOC). Menurut Iqbal Gojali (2018) setelah mewawancarai Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil saat peluncuran OVOC di Saung Ciburial, Desa Sukalaksana, Kecamatan Samarang, yang mengatakan
“program Desa Juara melibatkan sejumlah pemangku
2
kepentingan dalam konsep OVOC, hal itu merupakan langkah awal untuk membuktikan bahwa desa memiliki potensi untuk lebih berdaya. Apalagi Jawa Barat lebih dari sekitar 5.300 desa dan bentang alam masing-masingnya cukup beragam”.
Sesuai dengan artinya One Village One Company yaitu satu desa satu produk, menjadikan upaya pemerintah untuk meningkatkan nilai tambah produk unggulan daerah dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam segi ekonomi masyarakat desa, sehingga dapat mengoptimalkan sumber daya alam dan sumber daya manusia yang berada di desa. Sebagaimana dalam firman Allah SWT Q.S Al- Mu’minun ayat 19 yang menjelaskan bahwa sumber daya alam yang masuk dalam golongan hayati yaitu binatang dan tumbuhan diciptakan untuk dimanfaatkan:
(١٩) َ نوُلُكْأ تَا هْنِم وٌَة ريِث كَُهِكا و فَا هيِفَْمُك لٍَبا نْع أ وٍَلي ِخ نَ ْنِمٍَتاَّن جَِهِبَْمُك لَا نْأ شْن أ ف
“Maka Kami timbulkan di dalamnya kebun-kebun untuk kamu, dari korma dan anggur-anggur.” (Q.S Al- Mu’minun/23: ayat 19 )
Lalu dengan sebab air hujan itu Allah menumbuhkan untuk manusia kebun-kebun kurma dan anggur dan buah- buahan lain yang beraneka warna yang dapat di makan. Ada pula dari tanam-tanaman itu yang menjadi sumber penghidupan, seperti dari hasil pohon lada, pala, cengkeh dan sebagainya. Dijadikan pula untuk manusia sejenis pohon kayu yang keluar dari gunung Sinai yaitu pohon zaitun yang banyak
tumbuh di sekitar gunung itu, yang banyak menghasilkan minyak dan sering digunakan untuk melezatkan hidangan dan pada akhir-akhir ini dapat pula dijadikan bahan kosmetik dan obat-obatan karena minyak zaitun tidak mengandung kolesterol yang berbahaya bagi tubuh. (Kemenag, 2021).
Melihat dari penjelasan diatas kekayaan yang sangat melimpah ruah di muka bumi ini dari Allah SWT yang dapat kita optimalkan agar lebih bermafaat untuk khalayak banyak.
Oleh karena itu perlu adanya kesadaran serta gerakan dalam diri manusia untuk mengoptimalkan SDA, dengan adanya strategi program OVOC diharapkan mampu meningkatkan kesadaran dalam diri masyarakat untuk menjaga serta mengoptimalkan kekayaan sumber daya alam yang berada di desa.
Tentunya dengan adanya program OVOC menjadi salah satu strategi pemberdayaan ekonomi masyarakat yang diupayakan oleh Kepala Desa Bantarsari, Kecamatan Rancabungur, Kabupaten Bogor, agar desa Bantarsari memiliki satu unggulan produk yang menjadi ciri khas desa.
Desa Bantarsari sebagai salah satu desa yang mengimplementasikan program tersebut dengan memiliki potensi pertanian jambu kristal yang sudah diakui sebagai icon nasionalnya. Pada saat peneliti mewawancarai Kepala Desa Bantarsari, Lukmanul Hakim mengatakan dengan adanya jambu kristal di Desa Bantarsari dapat dijadikan produk unggulan desa, karena dari pendapatan menanam jambu kristal, petani bisa mendapatkan penghasilannya harian,
4
mingguan dan bulanan. Kemudian ada juga turunan olahan dari jambu kristal yang dibuat oleh sebagian masyarakat, diantaranya dodol jambu, asinan jambu, kue cubit jambu, bolu jambu dan teh jambu. Dengan mem-branding Desa Bantarsari menjadi “Desa Jambu Kristal Nasional” itu dapat meningkatkan perekonomian masyarakat Desa Bantarsai.
Informasi yang diperoleh dari buku profil Desa Bantarsari, desa yang memiliki luas daerah sebesar 341,41 hektar diantaranya 215 hektar lahan pertanian dengan jumlah 103 petani dan 73 diantaranya petani jambu kristal. Desa Bantarsari pun merupakan desa penghasil jambu kristal, budi daya jambu kristal di Desa Bantarsari diawali dengan adanya program International Cooperation and Development Fund (ICDF) Taiwan yang bekerjasama dengan IPB untuk mengembangkan jambu kristal di Bogor.
Saeful Hodijah (2021) menjelaskan bahwa pada proses budi daya tanaman jambu biji kristal angin berperan dalam penyerbukan, namun angin yang kencang dapat menyebabkan kerontokan pada bunga. Tanaman jambu biji kristal merupakan tanaman daerah tropis dan dapat tumbuh di daerah sub-tropis dengan intensitas curah hujan yang diperlukan berkisar antara 1000-2000 mm/tahun dan merata sepanjang tahun, tanaman jambu biji kristal dapat tumbuh berkembang serta berbuah dengan optimal pada suhu sekitar 23-28°C di siang hari.
Kekurangan sinar matahari dapat menyebabkan penurunan hasil atau kurang sempurna (kerdil), untuk musim
yang ideal adalah musim berbunga dan berbuah pada waktu musim kemarau yaitu sekitar bulan Juli-September, sedangkan musim buahnya terjadi bulan Nopember-Februari bersamaan musim penghujan. Jambu biji kristal dapat tumbuh baik pada lahan yang subur dan gembur serta banyak mengandung unsur nitrogen, bahan organik atau pada tanah yang keadaan liat dan sedikit pasir. Derajat keasaman tanah (pH) tidak terlalu jauh berbeda dengan tanaman lainnya, yaitu antara 4,5-8,2 dan bila kurang dari pH tersebut maka perlu dilakukan pengapuran terlebih dahulu.
Tanah untuk Jambu biji kristal dipilih tanah yang subur, banyak mengandung unsur nitrogen, meskipun pada daerah perbukitan tetapi tanahnya subur, dilakukan dengan cara membuat sengkedan pada bagian yang curam, kemudian untuk menggemburkan tanah perlu dicangkul dengan kedalaman sekitar 30 cm secara merata. Supaya tanah tetap gembur dan subur pada lokasi penanaman jambu biji kristal perlu dilakukan pembalikan dan penggemburan tanah supaya tetap dalam keadaan lunak, dilakukan setiap 1 bulan sekali hingga tanaman bisa dianggap telah kuat betul.
Agar tanaman jambu biji kristal mendapatkan tajuk yang rimbun, setelah tanaman berumur 2 tahun segera dilakukan pemangkasan pada ujung cabang-cabangnya. Untuk menjaga agar kesuburan lahan tanaman jambu biji kristal tetap stabil perlu diberikan pupuk secara berkala, cara pemupukan dilakukan dengan membuat torakan yang mengelilingi tanaman persis di bawah ujung tajuk dengan kedalaman
6
sekitar 30-40 cm dan pupuk segera di tanam dalam torakan tersebut dan ditutup kembali dengan bekas galian terdahulu.
Bila turun hujan terlalu lebat diusahakan agar sekeliling tanaman tidak tergenang air dengan cara membuat lubang saluran untuk mengalirkan air, sebaliknya pada musim kemarau tanah kelihatan merekah maka diperlukan penyiraman dengan menggunakan pompa air 3 PK untuk lahan seluas kurang lebih 3000 m2 dan dilakukan sehari sekali tiap sore hari.
Sistem budi daya tersebut juga yang dilakukan oleh petani jambu kristal di Desa Bantarsari yang juga menggunakan proses okulasi dan cangkok. Tanaman jambu kristal yang berasal dari bibit okulasi sudah mulai berbunga dan menghasilkan buah pada umur 1-2 tahun, tergantung pada kesuburan tanah, dan untuk tanaman jambu kristal yang berasal dari cangkok mulai berbuah pada umur 6 bulan-1 tahun setelah tanam, namun mayoritas para petani di Desa Bantarsari menggunakan cangkok dikarenakan lebih mudah dan lebih cepat berbuah. Pohon jambu kristal akan terus berbuah sepanjang tahun.
Dengan jumlah 73 petani jambu kristal sebagai pemilik lahan serta pemilik modal yang dikembangkan secara mandiri, maka harga dari hasil panen yang diperoleh beragam, yaitu dapat mencapai Rp.7.000/kg - Rp.10.000/kg yang dapat dipanen mingguan, dengan sistem penjualan borongan kepada tengkulak yaitu para petani menerima bersih dari hasil penjualan jambu kristal, karena dari proses pemetikan jambu
dilakukan oleh tengkulak. Peneliti setelah mewawancarai Bapak Andriyana petani jambu kristal Desa Bantarsari.
Melihat hasil potensi diatas, dengan adanya tujuan pemberdayaan masyarakat yang utama melalui pengoptimalan sumber daya alam dan sumber daya manusia yang menjadi modal pembangunan desa, maka perlu dibuatnya inovasi- inovasi yang dapat memberikan peluang bagi setiap manusia untuk dapat memenuhi kebutuhan atau memperbaiki kesejahteraan hidupnya.
Branding desa dapat dikatakan sebagai strategi dari suatu kota atau daerah untuk memperkenalkan dan meningkatkan ekonomi masyarakat mereka, dengan itu perlu adanya proses untuk melakukan branding desa tersebut sehingga kota atau daerah tersebut bisa dikenal secara luas. Terdapat empat indikator dalam proses strategi city branding menurut Keller, yaitu Brand Identity, Brand Meaning, Brand Response dan Brand Relationship (Hermansah, 2019)
Melihat empat indikator yang ditawarkan dalam model Keller tersebut dalam upaya mem-branding desa, dapat disesuaikan dengan pengembangan potensi yang ada dalam suatu desa. Desa Bantarsari di Kabupaten Bogor mencetuskan inovasi branding “Desa Jambu Kristal Nasional” sebagai wujud inovasi pengembangan potensi desa dalam pemberdayaan usaha masyarakat dengan Branding desa.
8
Berdasarkan paparan di atas, peneliti tertarik untuk meneliti proses pemberdayaan petani jambu kristal di Desa Bantarsari Kecamatan Rancabungur Kabupaten Bogor dengan mengajukan judul “Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Petani Jambu Kristal Melalui Branding “Desa Jambu Kristal Nasional” (Studi Kasus di Desa Bantarsari, Kecamatan Rancabungur, Kabupaten Bogor)”.
B. Batasan Masalah dan Rumusan Masalah 1. Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka peneliti membatasi masalah penelitian ini untuk mempermudah dan lebih terarah dalam penulisan yang hanya terfokus mengenai pemberdayaan ekonomi masyarakat petani jambu kristal melalui branding “Desa Jambu Kristal Nasional” di Desa Bantarsari, Kecamatan Rancabungur, Kabupaten Bogor.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka peneliti merumuskan masalah sebagai berikut:
a. Bagaimana proses pemberdayaan ekonomi masyarakat petani jambu kristal melalui branding
“Desa Jambu Kristal Nasional” di Desa Bantarsari, Kecamatan Rancabungur, Kabupaten Bogor?
b. Bagaimana hasil proses pemberdayaan ekonomi masyarakat petani jambu kristal melalui branding
“Desa Jambu Kristal Nasional” di Desa Bantarsari, Kecamatan Rancabungur, Kabupaten Bogor?
C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan dengan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Mengetahui proses pemberdayaan ekonomi masyarakat petani jambu kristal melalui branding
“Desa Jambu Kristal Nasional” di Desa Bantarsari, Kecamatan Rancabungur, Kabupaten Bogor.
b. Mengetahui hasil yang diperoleh dari proses pemberdayaan ekonomi masyarakat petani jambu kristal melalui branding “Desa Jambu Kristal Nasional” di Desa Bantarsari, Kecamatan Rancabungur, Kabupaten Bogor.
2. Manfaat Penelitian
Pada penelitian ini, peneliti berharap atas hasil yang diperoleh dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak secara langsung, adapun manfaat penelitian ini antara lain:
a. Manfaat Akademis
10
1) Penelitian ini sebagai salah satu persyaratan dalam memperoleh gelar sarjana strata (S-1) di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2) Untuk menambah pengetahuan dan wawasan bagi peneliti khususnya menyangkut pemberdayaan masyarakat melalui branding
“Desa Jambu Kristal Nasional” dalam pemberdayaan masyarakat untuk pemberdayaan ekonomi di Desa Bantarsari Kecamatan Rancabungur, Kabupaten Bogor.
3) Menambah khazanah keilmuan, khususnya memperkaya model-model dalam pengembangan masyarakat. Disamping itu, penelitian ini juga diharapkan dapat digunakan sebagai alat bantu untuk menemukan dan mengembangkan teori-teori dalam pemberdayaan berbasis branding desa dan pemberdayaan ekonomi.
b. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi contoh kelembagaan atau yayasan swasta lainnya dengan memahami aplikasi dari pemberdayaan masyarakat yang berlandaskan pengembangan potensi desa melalui branding desa.
D. Tinjauan Pustaka
Sebelum melakukan penelitian, peneliti meninjau penelitian terdahulu yang hampir sama dengan skripsi yang akan ditulis untuk dapat dijadikan referensi peneliti, antara lain sebagai berikut:
Pertama, jurnal yang ditulis oleh Erfan Hartono, Dian Prima Safitri dan Fitri Kurnianingsih mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Maritim Raja Ali Haji tahun 2019 dengan judul jurnal “Peran Pemerintah Daerah Dalam Membangun City Branding di Kota Tanjungpinang”. Pada hasil dari jurnal ini bahwa peran pemerintah daerah dalam proses membangun city branding di kota Tanjungpinang.melalui kampung pelangi masih belum optimal dikarenakan masih kurangnya perencanaan dalam pengembangan kampung pelangi, serta kurangnya pengelolaan dan belum memadainya fasilitas-fasilitas pendukung. Kemudian tidak adanya program pengembangan dan pengelolaan Kampung Pelangi dan kurangnya perencanaan dan pengelolaan. Dengan demikian wisata kampung pelangi belum dapat direkomendasikan sebagai salah satu destinasi wisata yang harus dikunjungi di Kota Tanjungpinang.
Kedua, jurnal yang ditulis oleh Prayudi dan Heti Herastuti mahasiswa Proram Studi Ilmu Komunikasi UPN Veteran dan Yogyakarta Program Studi Agroteknologi UPN Veteran Yogyakarta tahun 2018 dengan judul “Branding Desa Wisata
12
Berbasis Ecotourism” pada penelitian ini hasil dari Branding ekowisata berbasis pertanian organik sebenarnya cukup unik sebagai Unique Selling Point (USP) yaitu kelebihan produk atau perusahaan kita dibandingkan dengan pesaing dan berbeda dengan desa-desa wisata yang lain. Namun untuk meningkatkan proses branding yang lebih baik ada beberapa hal yang harus diperlukan diantaranya peralatan pemasaran dan media serta konsistensi dalam pelaksanaan. Di desa wisata Kadisobo belum memiliki marketing tool seperti logo, spot selfie, ikon desa dan juga dari media belum ada perencanaan yang jelas bahkan beluam ada berancanaan yang matang dan pendanaan pasti.. Tetapi, yang perlu dicatat adalah bahwa desa wisata ini mulai menarik perhatian media lokal dan juga pelaku industri wisata di Yogyakarta.
Ketiga, jurnal yang ditulis oleh Kadek Wahyu Adi Pradana, Cok Gd Raka Swendra dan Ni Luh Desi In Diana Sari dalam jurnal Program Studi Desain Komunikasi Visual, Fakultas Seni Rupa dan Desain, Institut Seni Indonesia Denpasar tahun 2020 dengan judul “branding Desa Kerta Sebagai Destinasi Wisata di Kabupaten Gianyar”. Hasil dari jurnal ini bahwa branding pada Desa Kerta lebih dulu dengan mengelompokan potensi yang mereka miliki menjadi empat potensi wisata yaitu wisata alam, agrowisata, wisata aktivitas, dan wisata budaya. Dengan berbagai macam potensi yang ada dan keindahan alamnya, branding ini juga didukung dengan melalui 10 media yang sesuai dengan kriteria, yaitu graphic standard manual, iklan Instagram, iklan facebook, billboard,
brosur, peta wisata, directional signage, website, merchandise, dan katalog karya. Mediamedia tersebut dirancang sesuai dengan konsep brand “Desa Wisata Kerta” yaitu Culture in Nature”. Hingga sekarang Desa Kerta dapat dikenal sebagai desa wisata.di Kabupaten Gianyar.
Keempat, jurnal yang ditulis oleh M. Andi Fikri dan Poppy Febrianai dalam Jurnal Ilmu Komunikasi, Universitas Muhammadiyah Sidoarjo tahun 2016 dengan judul jurnal
“Branding Desa Kalanganyar sebagai Ekowisata Bahari di Kabupaten Sidoarjo”. Dalam jurnal ini dikatakan bahwa hasil dari branding dapat mendeskripsikan sebuah desa yang memiliki potensi wisata, potensi-potensi yang dimiliki Desa Kalanganyar dapat di eksplore lebih jauh lagi. dan dapat meningkatkan alur perekonomian di Desa Kalanganyar Kabupaten Sidoarjo sebagai ekowisata bahari di Kabupaten Sidoarjo.
Dari empat penelitian terdahulu diatas, masih terdapat ruang untuk penelitian yang belum diteliti sebelumnya, dimana dalam penelitian diatas potensi desa dikembangkan melalui branding ekowista, namun pada penelitian ini fokus utamanya adalah melihat potensi jambu kristal di Desa Bantarsari dengan mendeskripsikan proses serta hasil dari branding desa jambu kristal nasional dalam pemberdayaan ekonomi masyarakat petani jambu kristal di Desa Bantarsari, Kecamatan Rancabungur, Bogor.
14
E. Metode Penelitian
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Pendekatan penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah pendekatan kualitatif atau biasa disebut sebagai metode interpretasi, karena hasil akhir data akan berhubungan dengan interpretasi terhadap data yang diperoleh pada saat peneliti terjun di lapangan, kemudian dalam penelitian kualitatif instrumennya adalah orang atau human instrument, yaitu peneliti sendiri. Selain itu untuk dapat menjadi instrumen, maka peneliti harus memiliki bekal teori dan basis data ataupun informasi, sehingga mampu bertanya, menganalisis, memotret dan mengkonstruksi situasi sosial yang diteliti menjadi lebih jelas dan bermakna. Arti makna adalah data yang sebenarnya, data yang pasti merupakan suatu nilai dibalik data yang tampak (Sugiyono, 2013: 7-9).
Adapun jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Pada jenis penelitian deskriptif, data yang dikumpulkan berupa kata- kata, gambar dan bahkan angka-angka. Dengan demikian, laporan penelitian akan diberi kutipan-kutipan data untuk memberikan gambaran penyajian laporan tersebut. Data tersebut berasal dari naskah wawancara, catatan lapangan, catatan atau memo dan dokumen resmi misalnya (Bunga, 2003: 39).
Dengan pendekatan dan jenis penelitian ini, peneliti diharapkan dapat mengetahui lebih mendalam mengenai fungsi branding desa dalam mengoptimalisasi pengembangan usaha masyarakat desa.
Dengan teknik penentuan informan pada penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling, “Purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu. Pertimbangan tertentu ini, misalnya orang tersebut yang dianggap paling tahu tentang apa yang kita harapkan, atau mungkin dia sebagai penguasa sehingga akan memudahkan peneliti menjelajahi obyek/situasi sosial yang diteliti.” (Sugiyono, 2014:54)
2. Sumber Data Penelitian
Sumber data yang digunakan peneliti untuk memperoleh data dan informasi pada penelitian ini terdiri dari dua sumber, yaitu:
a. Data Primer
Sumber data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari narasumber yang akan diteliti dengan cara wawancara mendalam, narasumber dalam penelitian ini yaitu Kepala Desa Bantarsari beserta jajaran perangkat desa yang terkait dan petani jambu kristal serta elemen masyarakat desa.
b. Data Sekunder
16
Sumber data sekunder yaitu data yang diperoleh dari dokumen yang mendukung penelitian ini seperti buku, catatan dan transkrip serta dokumen yang lainnya.
3. Subjek dan Objek Penelitian
Subjek dari penelitian ini adalah masyarakat petani jambu kristal Desa Bantarsari dan pemerintah Desa Bantarsari yang terkait, sedangkan yang dijadikan objek penelitian ini adalah branding “Desa Jambu Kristal Nasional” sebagai wujud dari pemberdayaan ekonomi masyarakat. Terdapat 9 informan sebagai subjek penelitian, diantaranya:
Tabel I.1
Subjek Informan Penelitian Subjek Informan Jumlah
Teknik Pengumpulan
Data
Pemerintah Desa Bantarsari
1. Kepala Desa Bantarsari (Bapak Lukmanul Hakim, S.Ag) 2. Sekretaris
Desa
(Bapak Abdul Basit Alawi, ST)
3. Kepala Seksi Kesejahteraan dan
Pemberdayaan Masyarakat
3
Observasi, Wawancara
dan Dokumentasi
(Bapak M.
Abdul Aziz Saili, SE)
Masyarakat Petani Jambu Kristal Desa Bantarsari
4. Petani Jambu Kristal
(Bapak Andriyana) 5. Petani Jambu
Kristal (Bapak Mamun) 6. Petani Jambu
Kristal
(Bapak Agus) 7. Petani Jambu
Kristal
(Bapak Pepen) 8. Petani Jambu
Kristal
(Bapak Ujang) 9. Petani Jambu
Kristal
(Bapak Surdi)
6
Observasi, Wawancara
dan Dokumentasi
Sumber : Data Perolehan Peneliti
4. Langkah Penelitian
Peneliti terlebih dahulu mengumpulkan informasi yang terkait dengan Desa Bantarsari, kemudian menuju desa Bantarsari untuk melakukan pengamatan langsung serta melakukan pertemuan, kemudian wawancara dengan kepala Desa Bantarsari, petani jambu kristal serta masyarakat atau kelompok yang terkait.
5. Teknik Pengumpulan Data
18
Pengumpulan data dan informasi merupakan hal terpenting dalam penelitian, karena tujuan dalam melakukan penelitan adalah untuk mendapatkan data dan informasi yang terkait. Dalam pengumpulan data pada penelitian ini, peneliti menggunakan beberapa teknik pengumpulan data, yaitu:
a. Observasi
Observasi yang dilakukan oleh peneliti adalah observasi nonpartisipan, dimana peneliti sebagai observer tidak ikut serta berpartisipasi dalam kegiatan subjek yang diteliti dan hanya bertindak sebagai pengamat. Berdasarkan observasi tersebut peneliti dapat melihat bagaimana proses branding desa dalam pemberdayaan usaha masyarakat di Desa Bantarsari. Sejalan dengan apa yang dikemukakan (Sugiyono, 2014) bahwa “... melalui observasi, peneliti belajar tentang perilaku dan makna dari perilaku tersebut”.
b. Interview (Wawancara)
Wawancara digunakan oleh peneliti dalam teknik pengumpulan data untuk menemukan permasalahan-permasalahan yang terjadi dan ingin mengetahuinya secara lebih mendalam dengan bertukar informasi atau berdialog dengan para informan terkait dengan fungsi branding desa dalam pemberdayaan usaha masyarakat, dimana pedoman wawancara serta alat bantu untuk pelaksanaannya
seperti tape recorder dan kamera sudah disiapkan terlebih dahulu. (Sugiyono, 2014) mengemukakan bahwa “... wawancara merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikontruksikan makna dalam suatu topik tertentu.”
c. Dokumentasi
Dokumen-dokumen tertulis merupakan sumber pendukung lainnya selain sumber manusia melalui observasi dan wawancara. “Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya momumental dari seseorang.” (Sugiyono, 2014).
Dokumentasi pada penelitian ini diantaranya seperti foto-foto kegiatan dalam kelompok perempuan kepala keluarga, serta dokumen berbentuk tulisan seperti jumlah kelompok perempuan kepala keluarga.
6. Teknik Analisa Data
Dalam teknik analisis data, peneliti menggunakan pendekatan analisis model Miles dan Huberman, yang didalamnya membahas tentang: pertama, reduksi data ialah pengumpulan data, memfokuskan, serta memilah dan memilih data mana saja yang dibutuhkan. Kedua, model data yaitu suatu proses pengumpulan data yang tersusun sesuai kriterianya masing-masing. Ketiga, penarikan kesimpulan merupakan langkah akhir pada
20
sebuah kegiatan penelitian, dimana isinya berisikan tentang ringkasan semua data yang diperoleh sehingga muncul sebuah manfaat dan saran untuk kedepannya (Emzir, 2012: 129-133).
7. Teknik Validasi Keabsahan Data
Teknik memperoleh kepercayaan hasil-hasil penelitian kualiatif harus memenuhi kriteria, sebagaimana dikemukakakn Sugiyono (2014: 270), yaitu kredibilitas (validitas internal), transferabilitas (validitas eksternal), dependabilitas (realibilitas), dan konfirmabilitas (obyektifitas).
Kemudian teknik validasi keabsahan data ialah berfungsi sebagai menjaga kebenaran dalam isi data yang telah didapat, dari sini peneliti menggunakan taktik triangulasi, menurut Rohidi (1992: 436) mengutip pandangan Matthew B. Miles dan A. Michael Huberman mengatakan bahwa taktik triangulasi tersebut berupaya membandingkan indeks-indeks yang ada, masing-masing setiap indeks itu sendiri memiliki metode yang berbeda pula untuk mendapatkannya, sehingga mengarahkan kepada kesimpulan yang tepat.
8. Teknik Penulisan
Teknik penulisan skripsi ini berpedoman pada buku
“Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2017” yang
diterbitkan oleh UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan buku ceqda.
9. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Bantarsari, Kecamatan Rancabungur, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Penetapan lokasi ini dipilih sebagai tempat penelitian didasarkan atas pertimbangan bahwa kondisi objektif wilayah penelitian yang merupakan salah satu lokasi strategis dari pelaksanaan program Branding desa dengan mengkaitkan adanya program One Village One Company di setiap Desa Jawa Barat. Alasan lain melakukan di tempat tersebut, peneliti yakin bahwa kantor desa memiliki data dan informasi yang dapat dijadikan sumber yang cukup dalam penelitian ini serta masyarakat yang responsif dalam pengembangan potensi desa, kemudian dari sudut lokasi tempat penelitian berdekatan dengan tempat tingal peneliti saat ini. Masa waktu penelitian dilakukan dari bulan Mei – September 2021.
F. Sistematika Penulisan BAB I PENDAHULUAN
Pendahuluan memuat tentang latar belakang masalah, batasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian dan sistematika penulisan.
22
BAB II KAJIAN PUSTAKA
Kajian pustaka memuat penjelasan mengenai pemberdayaan ekonomi masyarakat, branding
“Desa Jambu Kristal Nasional”, pengertian brand, pengetian branding desa dan proses branding desa.
BAB III GAMBARAN UMUM LATAR PENELITIAN Gambaran umum latar penelitian memuat tentang profil Desa Bantarsari, Kecamatan Rancabungur, Kabupaten Bogor dan keadaan objektif Desa Bantarsari.
BAB IV ANALISIS DATA
Analisis data merupakan bentuk analisis proses dan hasil branding desa dalam pemberdayaan ekonomi masyarakat petani di Desa Bantarsari, Kecamatan Rancabungur, Kabupaten Bogor.
BAB V PEMBAHASAN
Pembahasan ini memuat tentang mengkaitkan latar belakang teori, dan rumusan teori dari penelitian
BAB VI PENUTUP
Penutup merupakan bagian akhir dari penelitian yang telah dibuat yang meliputi kesimpulan dan saran.
DAFTAR PUSTAKA
Daftar Pustaka merupakan suatu daftar yang berisi semua sumber bacaan atau rujukan yang digunakan sebagai bahan acuan dalam penulisan karya ilmiah.
LAMPIRAN
Lampiran merupakan isi dari semua dokumen yang digunakan dalam penelitian dan dalam penulisan hasil-hasilnya menjadi suatu karya tulis ilmiah, untuk setiap lampiran diberikan nomor urut.
24 BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat
1. Pengertian Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pemberdayaan ekonomi masyarakat adalah penguatan pemilikan faktor-faktor produksi, penguatan penguasaan distribusi dan pemasaran, penguatan masyarakat untuk mendapatkan gaji atau upah yang memadai, dan penguatan masyarakat untuk memperoleh informasi, pengetahuan dan keterampilannya, yang harus dilakukan secara multi aspek, baik dari aspek masyarakatnya sendiri maupun aspek kebijaksanaannya.
Pemberdayaan diarahkan guna meningkatkan ekonomi masyarakat secara produktif sehingga mampu menghasilkan nilai tambah yang tinggi dan pendapatan yang lebih besar (Guntur, 2009: 6).
Sedangkan ekonomi masyarakat adalah segala kegiatan ekonomi dan upaya masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (basic need) yaitu sandang, pangan, papan, kesehatan dan pendidikan. Dengan demikian dapat dipahami bahwa pemberdayaan ekonomi masyarakat merupakan satu upaya untuk meningkatkan kemampuan atau potensi masyarakat dalam kegiatan ekonomi guna memenuhi kebutuhan hidup serta meningkatkan
kesejahteraan mereka dan dapat berpotensi dalam proses pembangunan nasional (Sulekale, 2003).
2. Proses Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat
Jika dilihat dari proses operasionalnya, pemberdayaan memiliki dua kecenderungan, antara lain:
Pertama, kecederungan primer, kecenderungan proses yang memberikan atau mengalihkan sebagain kekuasaan, kekuatan atau kemampuan (power) kepada masyarakat atau individu menjadi lebih berdaya. Proses ini dapat dilengkapi pula dengan upaya membangun asset material guna mendukung pembangunan kemandirian mereka melalui organisasi.
Kedua, kecenderungan skunder, kecenderungan yang menekankan pada proses memberikan stimulasi, mendorong atau memotivasi individu agar mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan pilihan apa yang menjadi pilihan hidupnya melalui proses dialog.
Dua kecenderungan tersebut memberikan (pada titik ekstrem) seolah berseberangan, namun seringkali untuk mewujudkan kecenderungan primer harus melalui kecenderungan skunder terlebih dahalu. Pemberdayaan (empowering) merupakan perolehan kekuatan atas akses terhadap sumber daya.
Tahap-tahap pemberdayaan sebagai proses tentunya dilaksanakan secara bertahap, dan tidak bisa dilaksanakan secara instan. Adapun proses pemberdayaan ekonomi
26
masyarakat menurut Aziz Muslim (2012: 33-34) mempunyai beberapa tahapan yang dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Tahap pertama adalah penyadaran dan pembentukan perilaku. Perlu membentuk kesadaran menuju perilaku sadar dan peduli sehingga merasa membutuhkan peningkatan kapasitas diri. Dalam tahapan ini pihak yang menjadi sasaran pemberdayaan harus disadarkan menangani perlu adanya perubahan untuk merubah keadaan agar dapat lebih sejahtera. Sentuhan penyadaran akan lebih membuka keinginan dan kesadaran tentang kondisinya saat itu, dan demikian akan dapat merangsang kesadaran tentang perlunya memperbaiki kondisi untuk menciptakan masa depan yang lebih baik, sehingga dengan adanya penyadaran ini dapat menggugah pihak yang menjadi sasaran pemberdayaan dalam merubah perilaku.
b. Tahap kedua adalah transformasi pengetahuan dan kecakapan keterampilan. Dalam tahap ini perlu adanya pembelajaran mengenai berbagai pengetahuan, dan kecakapan keterampilan untuk mendukung kegiatan pemberdayaan yang dilaksanakan seperti melalui pelatihan, workshop, seminar dan lain-lain. Dengan adanya pengetahuan dan kecakapan keterampilan maka sasaran dari pemberdayaan akan memiliki pengetahuan,
kemampuan, dan keterampilan yang menjadi nilai tambahan dari potensi yang dimiliki. Sehingga pada nantinya pemberdayaan dapat berjalan sesuai dengan tujuan yang diharapkan.
c. Tahap ketiga adalah peningkatan kemampuan intelektual dan kecakapan keterampilan. Dalam tahap peningkatan kemampuan kecakapan keterampilan ini sasaran pemberdayaan diarahkan untuk lebih mengembangkan kemampuan yang dimiliki, meningkatkan pengetahuan dan kecakapan keterampilan yang pada nantinya akan mengarahkan pada kemandirian.
B. Branding Desa “Jambu Kristal Nasional”
1. Pengertian Branding
Terjemahan kata “brand” dalam bahasa indonesia adalah “merek”. Merek menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah tanda yang dikenakan oleh pengusaha pada barang-barang yang dihasilkan sebagai tanda pengenal. Selanjutnya kata “branding” yang mengacu pada proses penciptaan suatu brand diterjemahkan menjadi proses penciptaan merek (Dewi, 2009: 1).
Menurut UU No. 15 tahun 2001 pasal 1 ayat 1 merek adalah “tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf- huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur terssebut yang memiliki daya pembeda dan
28
digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa”
(Tjiptono, 2011: 3). Kemudian dengan definisi lain, merek adalah elemen krusial yang berkontribusi terhadap kesuksesan organisasi pemasaran, baik bisnis maupun nirlaba, manufaktur maupun penyedia jasa, organisasi lokal, regional, maupun global. Merek (Brand) merupakan unsur penting dalam kegiatan pemasaran karena kegiatan memperkenalkan dan menawarkan produk atau jasa tidak terlepas dari merek yang bisa diandalkan (Surjaatmadja, 2008: 3).
Kemudian desa dalam konteks UU No. 6 tahun 2014 desa adalah “tempat”. Karenanya, desa dapat menjadi objek praktek Branding tempat: Dalam konteks Branding tempat, desa dapat saja menjadi brand payung (umbrella brand) atau brand produk (product brand), atau sebagai brand payung desa diisi oleh beragam brand produk.
Kemudian ada istilah brand korporat dan brand tempat.
Brand korporat adalah brand yang diaplikasikan untuk produk dan jasa dalam kerangka kerja organisasi korporat. Sedangkan brand tempat adalah aplikasi brand untuk produk dan jasa dalam kerangka kerja politik/geografi (Yananda, 2016: 3).
2. Proses Branding Desa
Ada empat indikator yang ditawarkan menurut Keller (Hermansah, 2019) ini dalam melakukan proses city branding :
a. Brand Identity b. Brand Meaning c. Brand Response d. Brand Relationship
Keempat indikator tersebut maknanya akan disesuaikan dengan kebutuhan re-branding kota, yaitu:
Brand Identity, sebuah kota yang akan membangun brand harus dulu selesai menjawab mau jadi kota yang dipersepsikan seperti apa. Brand Meaning, sebuah kota seperti apa saat ini, sumberdaya atau modal apakah yang dimiliki dan seperti apakah kekuatannya jika dipergunakan untuk melakukan lompatan brand. Brand Response, tanggapan atau persepsi atas merek atau brand kota, sebab positioning kota yang akan di branding ulang perlu mendapatkan kejelasan dalam arti yang sesungguhnya. Brand Relationship, bagaimana kota tersebut memiliki dan dimiliki oleh warganya.
Keterikatan batin antara kota dan warganya harus dibangun tidak artifisial, tetapi justru harus mendalam.
Sebab dengan kekuatan tersebut, brand kota akan menancap terlebih dahulu pada warganya, baru kemudian dengan sendirinya akan menyebar keluar.
Tentunya keempat proses tersebut dapat disesuaikan untuk melakukan branding desa, dengan tujuan mengembangkan potensi yang ada di suatu desa.
30
3. Tujuan Branding Desa
Setiap daerah melakukan branding di daerahnya, dikarenakan tujuan dari branding dapat memberi keuntungan bagi daerah yang melakukannya. Berikut ini adalah tujuan melakukan branding desa menurut Handito (Sugiarsono, 2009: 192):
a. Memperkenalkan kota atau daerah lebih dalam b. Memperbaiki citra
c. Menarik wisatawan asing dan domestic d. Menarik minat investor untuk berinvestasi e. Meningkatkan perdagangan dan perekonomian
Pemberdayaan Ekonomi Melalui Branding “Desa Jambu Kristal
Nasinal” di Desa Bantarsari
Faktor Branding Desa 1. Faktor Pendukung 2. Faktor Penghambat Proses Pemberdayaan Ekonomi
1. Penyadaran
2. Tranformasi Perilaku &
Keterampilan
3. Peningkatan Kemampuan
Proses Branding Desa 1. Brand Identity 2. Brand Meaning 3. Brand Response 4. Brand Relation C. Kerangka Berpikir
Gambar II.1 Kerangka Berpikir
Hasil Proses Branding Meningkatkan Ekonomi Masyarakat Petani Jambu Kristal
32 BAB III
GAMBARAN UMUM LATAR PENELITIAN
A. Gambaran Umum Desa Bantarsari, Kecamatan Rancabungur, Kebupaten Bogor
1. Sejarah Desa Bantarsari
Sejarah Desa Bantarsari di awali dengan pemekaran dari Desa Bantar Kambing pada Tahun 1985, dikarenakan memiliki wilayah yang cukup luas serta keinginan sebagain besar warga untuk memisahkan diri dari wilayah Bantar Kambing maka dilaksanakan pemekaran Induk dari Desa Bantar Kambing menjadi Desa Bantarjaya dan hasil pemekaran Desa Bantarkambing adalah menjadi Desa Bantarsari.
Paska pemekaran dan pemisahan diri dari Desa Bantar Kambing yang sekarang menjadi Bantarjaya, Desa Bantarsari dipimpin dengan sejarah kepemimpinan sebagai berikut:
a. H. Ahmad Nawawi : Tahun 1986 s/d 1994 b. Sobari : Tahun 1995 s/d 2001 c. Sobari : Tahun 2002 s/d 2007 d. Didin Mahmudin, S.Ag : Tahun 2008 s/d 2013 e. Lukmanul Hakim, S.Ag : Tahun 2014 s/d Sekarang
2. Keadaan Geografis Desa Bantarsari a. Letak Wilayah
Desa Batarsari memiliki luas wilayah yang tidak terlalu besar, serta daerah administratif Desa Bantarsari jika menilik ke desa lainnya yang terdapat di Kecamatan Rancabugur adalah menjadi salah satu desa yang memiliki wilayah administratif terkecil.
Namun demikian, dengan tidak terlalu besarnya wilayah yang harus dikembangkan oleh Pemerintahan Desa Bantarsari maka hal itu dirasa akan cukup memabantu dalam meningkatkan potensi yang terdapat di Desa Bantarsari pada masa ke masa.
Secara geografis Desa Bantarsari merupakan salah satu desa di Kecamatan Rancabungur yang mempunyai luas wilayah mencapai 341,41 ha.
Dengan jumlah penduduk Desa Bantarsari sebanyak 7.623 Jiwa. Desa Bantarsari merupakan salah satu desa dari tujuh desa yang ada di Kecamatan Rancabungur Kabupaten Bogor, Desa Bantarsari berada pada ketinggian ± 165 dpl (longitut 6,70543 ºE dan etitut 106,70543 ºE) dan curah hujan ± 200 mm, rata-rata suhu udara 28º - 32º celcius. Bentuk wilayah berombak hanya 1%. Desa Bantarsari terletak di sebelah Timur Kecamatan Rancabungur yang apabila ditempuh dengan memakai kendaraan hanya menghabiskan waktu selama ± 15 menit.
34
Gambar III.1 Peta Desa Bantarsari
Sumber : Rencana Pembangunan Jangka Menegah (RPJM) Desa Bantarsari
Keterangan :
Sebelah Utara : Desa Cimulang Kecamatan Rancabungur
Sebelah Timur : Desa Bantarjaya Kecamatan Rancabungur
Sebelah Selatan : Desa Bojong Tengah Kecamatan Kemang
Sebelah Barat : Desa Pabuaran Kecamatan Kemang
Jarak dari pusat-pusat pemerintahan:
Dari pusat pemerintahan Kecamatan : 5 km
Dari pusat pemerintahan Kabupaten : 21 km
Dari pusat pemerintahan Provinsi :161 km
Dari Pusat pemerintahan Pusat : 83 km
0 200 400 600 800 1000 1200
RW 1 RW 2 RW 3 RW 4 RW 5 RW 6 RW 7 RW 8
b. Karakteristik Desa
Desa Bantarsari merupakan kawasan pedesaan yang bersifat agraris, dengan mata pencaharian dari sebagian besar penduduknya adalah bercocok tanam terutama sektor pertanian dan perkebunan. Sedangkan pencaharian lainnya adalah sektor industri kecil yang bergerak di bidang kerajian dan pemanfaatan hasil olahan pertanian dan perkebunan.
3. Demografi Desa Bantarsari a. Keadaan Penduduk
Berdasarkan pemutahiran data pada bulan Desember 2020, jumlah penduduk Desa Bantarsari terdiri dari 7.623 jiwa dengan rincian sebagai berikut:
Gambar III.2
Grafik Jumlah Penduduk Tiap RW
Sumber : Rencana Pembangunan Jangka Menegah (RPJM) Desa Bantarsari
36
b. Menurut Kelompok Umur Tabel III.1
Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur
Usia Jumlah
0 – 14 Tahun 1.288
15 – 64 Tahun 5.666
> 65 Tahun 669
Sumber : Rencana Pembangunan Jangka Menegah (RPJM) Desa Bantarsari
c. Menurut Tingkat Pendidikan Tabel III.2
Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan Tingkat Pendidikan Jumlah
Strata 2 5
D4 atau Strata 1 120
D3 atau Sarjana Muda 25
D1 atau D2 12
SLTA Sederajat 1.120
SLTP Sederajat 1.484
SD Sederajat 791
Tidak Bersekolah 632
Total 4.189
Sumber : Rencana Pembangunan Jangka Menegah (RPJM) Desa Bantarsari
d. Data Jumlah Dusun, RT dan RW
Jumlah Dusun : 2 Wilayah
Jumlah RW : 8 Wilayah
Jumlah RT : 27 Wilayah
4. Pemerintahan Desa Bantarsari
Desa Bantarsari menganut sistem kelembagaan pemerintahan desa dengan pola minimal sebagai berikut:
Gambar III.3
Bagan Pemerintahan Desa Bantarsari
Sumber : Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Desa Bantarsari
Tabel III.3
Daftar Perangkat Desa Bantarsari
No Nama Jabatan
1 Lukmanul Hakim, S. Ag Kepala Desa Bantarsari 2 Abdul Basit Alawi, ST Sekretaris Desa
3 Herlina, SE Kepala Seksi
Pemerintahan
4 Asep Sopian Kepala Seksi
Pelayanan
38
5 M. Abdul Aziz Saili, SE
Kepala Seksi Kesejahteraan dan
Pemberdayaan Masyarakat 6 Nur Fajriyanti Kepala Urusan Tata
Usaha 7 Dian Puspitasari, AMD Kepala Urusan
Keuangan 8 M. Abdul Jabar Pelaksana Tugas
9 Burhanudin Kepala Dusun I
10 Surahman Kepala Dusun II
Sumber : Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Desa Bantarsari
B. Gambaran Umum Jambu Kristal Desa Bantarsari 1. Sejarah Jambu Kristal Desa Bantarsari
Mulai tahun 2008 sampai 2010, Institut Pertanian Bogor (IPB) menawarkan program jambu kristal dan beberapa petani mengambil program tersebut untuk dapat belajar membudidayakan jambu kristal. Setelah uji coba menanam jambu kristal di lahan pertaniannya sendiri, income atas hasil tani jambu kristal membaik dan membuat banyak petani lainnya beralih untuk menanam jambu kristal.
Bapak Lukmanul Hakim, S.Ag selaku kepala Desa Bantarsari menerapkan inisiatif dari Menteri Desa agar mempunyai produk unggulan untuk setiap desa, atau biasa disebut One Village One Product (OVOC). Atas
inisiatif tersebut pemerintah desa mendukung dengan mengadakan pelatihan kepada petani jambu kristal untuk dapat lebih mengembangkan jambu kristal dan jambu kristal juga ditetapkan pada tahun 2015 menjadi icon desa dengan branding “Desa Jambu Kristal Nasional”.
2. Lambang Desa Bantarsari
Pada dasarnya lambang sebuah desa tetap mengacu kepada UUD tentang penetapannya, namun desa boleh membuat lambang yang kemudian di perkenalkan sebagai ciri khas desa tersebut. Bantarsari sebagai salah satu desa yang ingin memperkenalkan hasil kebudayaan masyarakat kepada dunia luas kemudian menetapkan bahwa salah satu ciri khas yang akan dimunculkan adalah Jambu Kristal yang dewasa ini menjadi komoditas yang paling penting dalam menuju perkembangan masyarakat khususnya dalam bidang ekonomi. Dengan dasar tersebut, akhirnya dibuatlah lambang resmi Desa Bantarsari yang di adopsi dari model jambu kristal yang terdapat di Desa Bantarsari dengan semboyan Bantarsari Maju.
Gambar III.4 Lambang Desa Bantarsari
Sumber : bantarsaridesa.blogspot.com
40
Bantarsari Maju adalah semboyan warga masyarakat Desa Bantarsari untuk senantiasa dapat lebih baik lagi pada masa yang akan datang. Dalam pandangan Lukmanul Hakim, S.Ag sebagai Kepala Desa Bantarsari yang memimping sekarang adalah salah satu desa yang memiliki potensi besar untuk berkembang dan lebih maju dari desa-desa lainnya. Pasalnya Desa Bantarsari memiliki beberapa kelebihan yang tidak dimiliki oleh desa lainnya, salah satu potensi yang dapat dikembangkan di kemudian hari sebagai salah satu ciri khas dari desa bantarsari adalah budidaya perkebunan dan pengolahan jambu kristal.
3. Pengelolaan Produksi Jambu Kristal
Pengelolaan produksi jambu kristal terbagi menjadi beberapa tahapan, diantaranya sebagai berikut:
a. Panen
Jambu kristal panen selama tiga kali dalam setahun, dimana tiap dua bulan untuk panen dan tiga bulan setelahnya untuk perawatan kembali.
b. Pembersihan Buah
Buah yang dipanen dari lahan biasanya dilakukan pembersihan dengan spons dan plastic serta pencucian kuliat buah di packing room.
Sedangkan buah dari petani biasanya telah dibersihkan sendiri oleh masing-masing petani.
c. Penyortiran
Setelah dilakukan pembersihan, jambu kristal hasil panen akan disortir per grade mutunya yang dapat di klasifikasikan sebagai berikut:
Tabel III.4
Standar Mutu Jambu Kristal per Grade Klasifikasi Keterangan
Grade A Ukuran buah seragam dan memiliki bobot ± 300 g
Bentuk buah mendekati bulat atau bulat sempurna
Warna kulit buah hijau muda
Tekstur permukaan buah mulus, tidak ada bercak kecoklatan akibat serangan penyakit, kebusukan atau akibat benturan fisik
Grade B Ukuran buah 250-300 g
Bentuk buah tidak bulat sempurna
Tekstur permukaan terdapat sedikit bercak kecoklatan
Grade C Ukuran buah tidak seragam, cenderung kecil sekitar 250 g
Tekstur permukaan buah tidak mulus, terdapat bercak kecoklatan dan terdapat cacat akibat benturan fisik
42
Warna kulit buah kekuningan (terlalu matang)
Bentuk buah tidak sempurna Sumber : Jurnal “Analisis Pengendalian Mutu
Jambu Kristal”
d. Penjualan
Penjualan dilakukan kepada tengkulak dengan sistem borongan yaitu petani jambu Kristal menerima berisih bon hasil penjualan jambu Kristal dan penjualan secara mandiri melalui media sosial.
4. Olahan Jambu Kristal
Jambu kristal juga dapat diolah menjadi beberapa jenis makanan dan minuman, diantaranya sebagai berikut:
a. Puding jambu kristal b. Dodol jambu kristal c. Nastar jambu kristal d. Bolu jambu kristal e. Manisan jambu kristal f. Teh jambu kristal g. Jus jambu kristal
Olahan jambu kristal tersebut hanya di produksi pada saat adanya event tertentu saja.
5. Pemilik Tanah Jambu Kristal Desa Bantarsari Tabel III.5
Kepemilikan Tanah Jambu Kristal Desa Bantarsari
No Nama Pemilik Status
1 Amsri Hak Milik
2 Duki Hak Milik
3 Pepen Hak Milik
4 Amat Hak Milik
5 Rahman Hak Milik
6 Agus Hak Milik
7 Aleh Hak Milik
8 Uci Hak Milik
9 Onang Hak Milik
10 Maja Hak Milik
11 Rosyid Hak Milik
12 Satibi Hak Milik
13 Ma’at Hak Milik
14 Endam Hak Milik
15 Minad Hak Milik
16 Aning Hak Milik
17 Madhafi Hak Milik
18 Oding Hak Milik
19 Cecep Wahyu Hak Milik
20 Hermanto Hak Milik
21 Ujang Hak Milik
22 N.M. Sudin Hak Milik
23 Alwani Hak Milik
24 Idrus Hak Milik
25 Udin Hak Milik
44
26 Dani Hak Milik
27 Ihak Hak Milik
28 Nawawi Hak Milik
29 H. Cecep Hak Milik
30 H. Mamad Hak Milik
31 Ace Hak Milik
32 Ust. Pepen Hak Milik
33 Jambali Hak Milik
34 Munir Hak Milik
35 H. Bujang Hak Milik
36 Anwar Musadad Hak Milik
37 Boding Hak Milik
38 Yunus Hak Milik
39 Asmat Hak Milik
40 Enjun Hak Milik
41 Tarmizi/Ahmad Hak Milik
42 Basir Hak Milik
43 Kanyun/Junaedi Hak Milik
44 Ace Rahmat Hak Milik
45 Warkoh Hak Milik
46 Misbah Hak Milik
47 Amsor Hak Milik
48 Surdi Hak Milik
49 H. Kurdi Hak Milik
50 Iwan Hak Milik
51 Yati Hak Milik
52 Ma’mun Hak Milik
53 Andri Hak Milik
54 Wahid Hak Milik
55 Suniman Hak Milik
56 Sobari Hak Milik
57 Opik Hak Milik
58 Samsudin Hak Milik
59 Taufik Hak Milik
60 Obing Hak Milik
61 Rohim Hak Milik
62 Saman Hak Milik
63 Basri Hak Milik
64 H. Saripudin Hak Milik
65 Marjaya Hak Milik
66 Asep Hak Milik
67 Rustami Hak Milik
68 Akai Hak Milik
69 Nawi Hak Milik
70 Budi Encil Hak Milik
71 Udin Hak Milik
72 Hj. Aisyah Hak Milik
73 H. Taji Hak Milik
Sumber : Kantor Kepala Desa Bantarsari
46 BAB IV
DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
A. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Petani Jambu Kristal di Desa Bantarsari
Pemberdayaan ekonomi yang dilakukan kepada masyarakat merupakan langkah untuk meningkatkan kondisi perekonomian masyarakat. Dalam melakukan hal tersebut tidaklah instant, perlu adanya beberapa proses yang harus dilakukan. Desa Bantarsari, Kecamatan Rancabungun, Kabupaten Bogor merupakan desa dengan sebagian besar mata pencaharian penduduknya adalah bercocok tanam, terutama sektor pertanian dan perkebunan dengan jumlah petani 103 yang mayoritas 73 petaninya adalah petani jambu kristal. Pemerintah Desa Bantarsari memiliki keinginan untuk meningkatkan kondisi perekonomian di masyarakatnya dengan melakukan proses pemberdayaan ekonomi kepada para petani jambu kristal.
1. Proses Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat a. Penyadaran dan Pembentukan Perilaku
Tahap pertama yang perlu dilakukan adalah pemerintah desa beserta masyarakatnya perlu kesadaran serta keinginan bersama untuk meningkatkan kondisi sosial perekonomian mereka.
Kepala Desa Bantarsari beserta anggotanya menginginkan peningkatan perekonomian di masyarakat dengan melakukan beberapa pendeketan kepada masyarakatnya terutama kepada mayoritas petani jambu Kristal.
“Masyarakat ini kan butuh partner, dia ingin ada yang membantu secara jaringan untuk penjualan maupun dari sisi pembinaan. Kita memadukan dua konsep ini agar para petani jambu ini senang, artinya desa punya perhatian.
Adanya pelatihan kemudian dengan adanya kunjungan, produknya laku, kemudian secara penjuan cepat, itu membuat masyarakat senang dengan apa yang dilakukan oleh kita.
Pendekatannya itu bisa bersifat personal kita datang ke mereka, atau datang ke kebun, ketika kita bawa tamu bawa ke kebun, kan senang tuh petani”. (wawancara langsung Bapak Lukmanul Hakim sebagai Kepala Desa Bantarsari).
Menurut Bapak Kepala Desa Bantarsari dengan adanya perhatian yang diberikan oleh desa maka itu merupakan langkah pendekatan dengan memadukan dua konsep yaitu membantu secara jaringan dari sisi penjualan maupun sisi pembinaan, maupun yang bersifat personal kepada para petani. Hal tersebut dirasakan oleh Bapak Mamun sebagai petani jambu kristal:
“Pa Kadesnya deket sama warga sama petani juga jadi enak aja gitu ngobrolnya.
Sekarang aja kan Bantarsari udah desa maju dulu mah pengen roboh atuh ini tertinggal desanya.” (wawancara langsung Bapak Mamun sebagai petani di Desa Bantarsari)
48
Pendekatan secara personal juga dirasakan oleh Bapak Ujang sebagai petani:
“Pa Kadesnya sih yang aktif suka ngobrol gitu sama petani tuh, ada juga sih dari yang laen juga ska ngobrol sama kita petani.” (wawancara langsung Bapak Ujang sebagai petani di Desa Bantarsari).
Untuk melakukan pemberdayaan ekonomi bukan hanya dengan satu tahapan saja. Namun perlu adanya beberapa tahapan berikutnya yang harus dilakukan ole Desa Bantarsari untuk meningkatkan perekonomian masyarakat petani jambu kristal b. Transformasi Pengetahuan dan Kecakapan
Keterampilan
Tahap ini merupakan tahap lanjutan untuk meningkatkan kemampuan, keterampilan serta pengetahuan masyarakat sebagai nilai tambah dan mendukung pemberdayaan ekonomi masyarakat yang sedang diterapkan. Tahapan ini juga dipraktekan oleh Desa Bantarsari kepada masyarakat petani jambu kristal dengan mengadakan pelatihan- pelatihan ataupun seminar, seperti yang disampaikan oleh Bapak Lukmanul Hakim sebagai berikut:
“Ada orang IPB yang biasa konsen terkait jambu Kristal tapi juga ada yang dari pihak Dinas Pertahanan Pangan maupun Dinas Perkebunan, IBD Indonesia Bangun Desa waktu itu mereka datang kita kumpulkan petani mengadakan pelatihan tentang peningkatam