• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Kajian Umum Tentang Upaya Hukum Luar Biasa Peninjauan Kembali (PK)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Kajian Umum Tentang Upaya Hukum Luar Biasa Peninjauan Kembali (PK)"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

11 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Umum Tentang Upaya Hukum Luar Biasa Peninjauan Kembali (PK)

1. Upaya Hukum Luar Biasa

Upaya hukum luar biasa dijelaskan pada Bab XVIII KUHAP. Ini terdapat dua bagian, bagian pertama adalah penyelidikan tingkat pengadilan untuk keuntungan hukum dan bagian kedua adalah peninjauankembali putusan yangTelah Memperoleh Kekuatan Hukum Tetap.16

Upaya hukum luar biasa pertama disebutkan dalam KUHAP Pasal 259-262. Dalam undang-undang yang lama, Pengadilan Kasasi karena alasan hukum diatur dalam Pasal 17 UU No. 1 Tahun 1950, yang menyatakan “kasasi dilakukan atas permohonan pihak yang berkepentingan atau jaksa karena jabatannya untuk kepentingan hukum dengan tidak merugikan pihak yang berkepentingan”17.Sementara itu, berdasarkan pasal 259 Ayat 1(KUHAP) disebutkan bahwa “Jaksa Agung dapat mengajukan satu kali permohonan kasasi terhadap semua putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dari pengadilan lain selain daripada Mahkamah Agung, demi kepentingan hukum”18. Upaya hukum luar biasa yang kedua adalah peninjauan kembali terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

Pada 263 ayat (2) KUHAP perihal syarat dalam pengajuan Peninjauan Kembali adalah sebagai berikut:

16Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, CV Sapta Artha Jaya, Jakarta, 1996,hlm312

17Pasal 17 “Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1950 Tentang Tentang Susunan, Kekuasaan, Dan Jalan-Pengadilan Mahkamah Agung menyatakan Kasasi dapat dilakukan atas permohonan”.

18 Andi Hamzah, op.cit., hlm 312

(2)

12 a) “Dalam hal terjadi situasi baru ada dugaan kuat, bahwa jika keadaan itu sudah diketahui pada saat sidang berlangsung, hasilnya akan berupa putusan bebas (vrijspraak) atau putusan lepas dari segala tuntutan hukum (ontslag van alie rechtsvervolging) atau tuntutan penuntut umum tidak dapat diterima (niet ontvvankelijk verklaring) atau terhadap perkara itu diberlakukannya ketentuan pidana yang lebih ringan;

b) Jika dalam sebuah putusan terdapat pernyataan bahwa sesuatu telah terbukti, akan tetapi hal atau situasi sebagai dasar dan alasan putusan yang dinyatakan telah terbukti itu, ternyata telah bertentangan satu dengan yang lain;

c) Apabila putusan itu dengan jelas menunjukkan suatu kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan yang nyata”.

Dalam KUHAP diatur pada Pasal 263 sampai pasal 269, terhadap putusan yang sudah memperoleh kekuatan hukum yang tetap, dapat dimintakan upaya hukum peninjauan kembali (PK).

2. Peninjauan Kembali Putusan Pengadilan Yang Telah Memperoleh Kekuatan Hukum Tetap

Sebelumnya tidak ada undang-undang maupun peraturan yang mengatur mengenai proses pelaksanaan PK putusan pengadilan, dimana awalnya PK hanya diatur dalam KUHAP.

Penerbitan Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia (PERMA) No. 1 Tahun 1969 digunakan sebagai landasan untuk mengajukan PK, akan tetapi melalui SEMA No. 18 tahun 1969 menghentikan sementara berlakunya PERMA tersebut19. Baru pada rapat kerja dengan DPR tahun 1980 Mahkamah Agung baru menerbitkan PERMA No. 1 Tahun 1980 terkait pengaturan permohonan PK. Untuk perkara pidana, hal ini sesuai dengan Pasal 9 dan

19 Andi Hamzah, op.cit., hlm 314

(3)

13 menjelaskan terkait peninjauan kembali suatu putusan yang sudah mendapatkan ketetapan hukum karena Mahkamah Agung sebenarnya dapat mempertimbangkan putusan tersebut jika putusannya berbeda atau bertentangan20.

Peninjauan Kembali (PK) yaitu:

1) Bertujuan untuk mengembalikan keadilan dan hak-hak terpidana yang yang perampasannya secara tidak sah;

2) Wujud pertanggungjawaban negara kepada terpidana;

3) bentuk pemberian hak-hak dari terpidana yang telah diambil oleh negara :21

Apabila dibandingkan dengan ketentuan dalam KUHAP pasal 263 yang menerangkan bahwasannya terpidana atau ahli warisnya diperbolehkan untuk mengajukan permohonan PK atas putusan pengadilan yang mendapatkan kekuatan hukum tetap dari pengadilan kecuali untuk putusan bebas atau putusan lepas dari tuntutan, pengajuan peninjauan kembali dilakukan atas dasar adanya keadaaan baru yang menyebabkan dugaan kuat dan apabila diketahui hasilnya mempengaruhi putusan pengadilan menjadi lebih ringan, atau terdapat perkara yang sama tetapi putusannya berbeda atau bertentangan, atau trjadi kekhilafan hakim.22

Pada pasal 263 ayat 1, disebutkan bahwa ada asas pokok PK yang diantaranya:

1) “Permohonan PK dapat diajukan hanya terhadap putusan pemidanaan saja;

2) Permohonan PK dapat diajukan hanya terhadap putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;

3) Permohonan PK dapat diajukan hanya oleh terpidana atau ahli warisnya saja”23.

20 ibid

21 Adami Chazawi, Lembaga Peninjauan Kembali (PK) Perkara Pidana Penegakan Hukum Dalam Penyimpangan Praktik &Peradilan Sesat, Sinar Grafika, Jakarta,2010,hlm 7

22 “Pasal 263 Ayat (1-2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209”.

23 bid, hlm 7

(4)

14 Selain dalam pasal 263 KUHAP, pada berbagai ketentuan undang-undang lainnya pun diatur mengenai ketentuan mengenai PK. Pada UU No. 48 tahun 2009 mengenai Kekuasaan Kehakiman pasal 24 ayat 1 menjelaskan “pihak-pihak yang bersangkutan dapat mengajukan PK kepada MA terhadap putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap atau terdapat suatu hal atau kondisi tertentu yang telah ditentukan oleh undang-undang”. Selain hal tersebut ketentuan mengenai Peninjauan Kembali disebutkan pada UU No. 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung disebutkan bahwa “bagian keempat mengenai pemeriksaan peninjauan kembali putusan pengadilan yang yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap”.

B.Kajian Umum Tentang Kekuasaan Kehakiman

1.Mahkamah Agung

Kekuasaan kehakiman merupakan kewenangan negara dalam menyelenggarakan peradilan untuk melakukan penegakan hukum dan keadilan yang berlandaskan Pancasila dalam rangka menyelenggarakan negara hukum.

Mahkamah Agung berwenang untuk mengadili di tingkat kasasi, judicial review, dan wewenang lain yang diberikan oleh Undang-Undang menurut pasal 24A.Pada dasarnya MA juga diberi wewenang untuk melakukan pengujian peraturan perundang-undangan (PERPU) dibawah undang-undang atas undang-undang yang lebih tinggi24.

Mahkamah Agung juga memiliki kewenangan lain sebagaimana yang disebutkan dalam pasal 32 UU No. 14 tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung bahwa “Mahkamah Agung memberikan pengawasan tertinggi terhadap jalannya peradilan di lembaga peradilan,

24 Moh. Mahfud MD,Perdebatan Hukum Tata Negara Pascaamandemen Konstitusi, Rajawali Pers,Jakarta,2010, hlm74

(5)

15 mengawasi tingkah laku dan tindakan hakim, mencari informasi tentang masalah peradilan, dan mengeluarkan instruksi, teguran atau peringatan seperlunya”25.

Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA)

Pada tahun 1951, MA mengeluarkan SEMA, sebagai bagian dari fungsi pengaturan Mahkamah Agung26. SEMA sering dikaitkan dengan aturan atau regulasi kebijakan atau quasi legislation27.

Awal mula adanya SEMA dibentuk dengan berdasar pada ketentuan pasal 12 ayat 3 UU No. 1 tahun 1950 “Tentang Susunan, Kekuasaan, dan Jalan Pengadilan Mahkamah Agung yang menyatakan tingkah laku perbuatan atau pekerjaan pengadilan dan para hakim diawasi oleh MA. Guna kepentingan jawatannya, maka MA memiliki hak untuk memberi peringatan, teguran dan arahan demi kebaikan pengadilan yang berupa surat ataupun surat edaran”28

Dasar hukum Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) diatur dalam Undang-Undang Mahkamah Agung No. 14 Tahun 1985, yang menyatakan “Mahkamah Agung dapat mengatur lebih lanjut hal-hal yang dianggap perlu untuk kelangsungan penyelenggaraan peradilan jika

25 “Pasal 32 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung LembaranNegara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3316 menyatakan: Pasal 32(1) Mahkamah Agung melakukan pengawasan tertinggi terhadap penyelenggaraan peradilan di semua lingkungan peradilan dalam menjalankan kekuasaan kehakiman (2) Mahkamah Agung mengawasi tingkah laku dan perbuatan para Hakim di semua lingkungan peradilan dalam menjalankan tugasnya (3) Mahkamah Agung berwenang untuk meminta keterangan tentang hal-hal yang bersangkutan dengan teknis peradilan dari semua Lingkungan Peradilan (4) Mahkamah Agung berwenang memberi petunjuk, tegoran, atau peringatan yang dipandang perlu kepada Pengadilan di semua Lingkungan Peradilan (5) Pengawasan dan kewenangan sebagaimana dimaksudkan dalam ayat (1) sampai dengan ayat (4) tidakboleh mengurangi kebebasan Hakim dalam memeriksa dan memutus perkara”.

26Hukum online, Surat Edaran, ‘Kerikil’ dalam Perundang-Undangan (online),

http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt54b1f62361f81/surat-edaran--kerikil-dalam-perundang- undangan, diakses pada 10 agustus 2021

27 Jimly asshiddiqie, Perihal Undang-Undang, Rajawali pers, jakarta,2010, hlm 393

28 “Pasal 12 ayat (3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1950 Tentang Tentang Susunan, Kekuasaan, Dan Jalan-Pengadilan Mahkamah Agung

(6)

16 terdapat hal-hal yang belum diatur di undang-undang”29. Maka dari itu, Mahkamah Agung diberi kewenangan untuk membuat peraturan perundang-undangan.

3. Mahkamah Konstitusi

Pada perubahan ketiga UUD 1945 menghasilkan lembaga kekuasaan kehakiman baru yang menjadi bagian dari kekuasaan kehakiman bersama Mahkamah Agung. Dibentuknya Mahkamah Konstitusi(MK) dengan kewenangan khusus merupakan salah satu bentuk judicial control dalam rangka sistem check and balance diantara cabang-cabang kekuasaan pemerintahan.

“Lahirnya Mahkamah Konstitusi sebagai special tribunal secara terpisah dari Mahkamah Agung, yang membawa tugas khusus merupakan konsepsi yang pada dasarnya menguji keserasian pengaturan hukum yang dari yang rendah dengan pengaturan hukum yang lebih tinggi.”30

Mahkamah Konstitusi merupakan lembaga negara yang memiliki kewenangan untuk menguji atau mereview Undang-Undang terhadap UUD.31

Mengenai sifat putusan dari MK, dalam UU No. 24 Tahun 2003 yang berubah menjadi UU No. 8 Tahun 2011 pasal 8 memuat penjelasan pasal 10 UU No.24 Tahun 2003 disebutkan bahwa “putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final, artinya putusan Mahkamah Konstitusi langsung berkekuatan hukum tetap sejak diucapkan dan tidak ada upaya hukum lainnya yang

29 Pasal 79 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 tahun 1985 Tentang Kekuasaan Kehakiman Mahkamah Agung dapat mengatur lebih lanjut hal-hal yang diperlukan bagi kelancaran

penyelenggaraanperadilan apabila terdapat hal-hal yang belum cukup diatur dalam Undang-undang ini”

30 Maruarar Siahaan, Hukum Acara Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jilid 2, Sinar Grafika, Jakarta, 2011, hlm. 5

31 Moh. Mahfud MD,Perdebatan Hukum Tata Negara Pascaamandemen Konstitusi, Rajawali Pers,Jakarta,2010, hlm118

(7)

17 bisa ditempuh, dimana sifat final dalam putusan Mahkamah Konstitusi dalam Undang-Undang ini mencakup pula kekuatan hukum mengikat”32.

Mahkamah Konstitusi berwenang untuk:33

1) Mengadili ditingkat pertama dan terakhir dan putusan dari MK bersifat final tidak memiliki upaya hukum lainnya untuk

(a) Pengujian Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Pengujian UU terhadap UUD 1945 menjadi tugas dan wewenang MK apabila ada permohonan masuk ke kepaniteraan MK. Berkaitan dengan peranan MK mengenai Judicial Review secara terperinci dijelaskan dalam UU No. 24 Tahun 2003, terutama dalam bagian ke-8 mengenai pengujian UU terhadap UUD yang mengatur sebagai berikut:

(b) Penetapan pembubaran Partai politik

Seperti yang telah diamanatkan oleh konstitusi bahwa MK memiliki kewenangan untuk memutuskan pembubaran partai politik. Dalam hal ini, persoalan yang diperkarakan yaitu apakah partai politik telah sesuai dengan prinsip demokrasi dan HAM.

(c) Penetapan sengketa kewenangan lembaga negara

Dalam sengketa kewenangan antar lembaga Negara, terdapat beberapa batasan bahwa setiap Lembaga mendapatkan kewenangan dan batasab sesuai dengan ketetapan dalam UUD 1945.

Dengan adanya Amandemen UUD 1945, maka Lembaga negara yang menjadi bagian dari kekuasaan eksekutif independensinya ditetapkan dalam UUD 1945, seperti lembaga Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Bank Indonesia (BI). Dalam melaksanakan tugasnya, seringkali lembaga Negara melakukan Kerjasama dengan beberapa Lembaga terkait. Namun,

32 “Pasal 8 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2011 Tentang Peubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi”

33 Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2008,hlm361

(8)

18 tidak jarang dalam menjalin Kerjasama tersebut timbul adanya konflik antar Lembaga, untuk mencapai tujuan bersama maka Lembaga tersebut harus menyeelsaikan konflik diantara Lembaga-lembaga tersebut34.Konflik harus diselesaikan agar sistem berfungsi sebagaimana dimaksud. Peran Mahkamah Konstitusi di sini diupayakan sebagai lembaga negara yang memiliki kekuasaan untuk menyelesaikan sengketa, sebagai lembaga negara yang diberdayakan oleh Konstitusi dalam rangka mekanisme check and balance dalam pelaksanaan kekuasaan negara..

(d) Memutus perselisihan hasil pemilihan umum

Dalam menjalankan kewenangannya untuk memutus sengketa hasil pemilihan umum, dengan demikian terdapat satu lembaga yang memiliki tugas guna menyelesaikan persoalan atau sengketa terkait pemilihan umum.

Mahkamah Konstitusi dalam mejalankan tugasnya untuk memutus perselisihan hasil pemilihan umum telah disebutkan dalam Pasal 74 ayat (1) UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, disebutkan bahwa pemohon yaitu:

1. “Perorangan warga Negara Indonesia calon anggota Dewan Perwakilan Daerah peserta pemilihan umum

2. Calon Presiden dan Wakil Presiden peserta pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden

3. Partai politik peserta pemilihan umum”.

Dalam Pasal 74 Ayat (2) UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi juga dinyatakan bahwasannya “permintaan hanya dapat diajukan terhadap penetapan hasil pemilu yang dilakukan secara nasional oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang mempengaruhi:

1. Terpilihnya calon Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD)

34 Hasan Zaini, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, Alumni, Bandung, 1985, hlm. 277

(9)

19 2. Penentuan pasangan calon yang masuk pada putaran kedua pemilihan Presiden dan Wakil

Presiden

3. Perolehan kursi partai politik peserta pemilihan umum disuatu daerah pemilihan. Uji kesahihan atas perhitungan hasil suara pemilihan umum secara nasional merupakan esensi dari kewenangan konstitusional Mahkamah Konstitusi dalam memutus perselisihan hasil pemilihan umum”.

e) Memberi putusan pemakzulan (impeachment) persiden

MK memiliki kewenangan yang penting untuk melaksanakan Impeachment terhadap Presiden. MK harus menetapkan putusan atas pendapat DPR, jika ditemukan dugaan bahwa Presiden atau Wakil Presiden melanggar ketetapan hukum atau tidak dapat menjalankan fungsinya sebagai Presiden atau Wakil Presiden sebagaimana yang telah diamanahkan dalam UUD 1945.

Secara khusus wewenang Mahkamah Konstitusi diatur dalam pasal 10 UU Mahkamah Konstitusi.35 Terbentuknya MK merupakan wujud keinginan negara terkait lembaga yudisial untuk menguji atau mereview Undang-Undang terhadap UUD. Pada tahun 2002, ada Tap MPR NO.III/MPR/2000 yang menyerahkan pengujian Undang-Undang terhadap UUD kepada MPR.

Akan tetapi, hal tersebut bukanlah pengujian oleh lembaga yudisial yang mampu mencerminkan cek dan keseimbangan, selaras dengan tata hukum baru yang tidak lagi

35 “Pasal 10 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah konstitusi (1) Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat finaluntuk: a. menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;b. memutus sengketa kewenangan lembaga negara yangkewenangannya diberikan oleh Undang-Undang DasarNegara Republik Indonesia Tahun 1945; c. memutus pembubaran partai politik; dand. memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.(2) Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan ataspendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presidendiduga telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan,tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela, dan/atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”.

(10)

20 mengenal Tap MPR sebagai bagian dari peraturan perundang-undangan, maka pemilihan MK merupakan pilihan yang rasional36

C. Pengertian Perlindungan Hukum

1.Kajian Umum Tentang Perlindungan Hukum

Sesuai dengan keinginan, maksud dan tujuan hukum, yang juga mencakup perlindungan hukum yang sama, hukum menuntut perlakuan yang sama bagi semua orang dan diatur dalam peraturan hukum yang disebut persamaan37. Pada dasarnya suatu perlindungan hukum itu tidak pernah membedakan terhadap pria dan wanita. Satjipto Rahardjo berpendapat bahwa

“perlindungan hukum yaitu dimana hukum melindungi kepentingan seseorang dengan cara menempatkan suatu kekuasaan yang dilakukan secara terukur untuk bertindak dalam rangka kepentingan tersebut”38. Disebutkan juga bahwa perlindungan hukum merupakan sebuah perlindungan yang diberikan terkait adanya keseimbangan antara hak dan kewajiban yang dimiliki manusia sebagai subjek hukum dalam interaksi sesama manusia dan lingkungannya39. Menurut Philipus M.Hadjon berpendapat bahwa perlindungan hukum adalah perlindungan harkat dan martabat serta pengakuan terhadap hak asasi manusia yang dimiliki oleh subjek hukum dalam negara hukum berdasarkan ketentuan hukum dari kesewenang-wenangan40.

36 Moh. Mahfud MD, Op.cit., hlm. 14

37 Soedjono Didjosisworo, Pengantar Ilmu Hukum, Rajawali Pers, Jakarta, 1994,hlm.12

38 SatjiptoRahardjo,Ilmu Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1982, hlm.94

39 CST. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1989, hlm.117

40 Philipus M. Hadjon, perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, Bina Ilmu, Surabaya, 1997, hlm.15

Referensi

Dokumen terkait

Menganalisis tingkat kesejahteraan ekonomi keluarga petani kopi dengan membandingkan tingkat pendapatan rill keluarga petani kopi dengan nilai standar Kebutuhan

204 mengarahkan mereka yang kurang pandai dan kadang-kadang menuntut tempat yang berbeda dan gaya-gaya mengajar berbeda. Penggunaan model pembelajaran kooperatif yaitu

Berdasarkan tinjauan pustaka diatas, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : H1 : Terdapat pengaruh intervensi program penanggulangan

Dengan metode ini, penulis menggambarkan sejauh mana remaja yang tergabung dalam Putera Altar Kuasi Paroki Santo Yusup Bandung, Gunung Kidul, Yogyakarta dapat meningkatkan

Berdasarkan wawancara dan observasi langsung dengan mitra diperoleh permasalahan yang dihadapi mitra yaitu: Belum adanya kelompok lansia yang dapat menjadi wadah untuk

Bantuan Sosial Tahun Anggaran 2017 u/ Santunan Kematian an.ENDIN Bin HANA & An.HOBIAH Kedua Orang tua dari SUNARDI d.a Kp.Cipada RT.02/01 Ds.Sukamanah Kec.Agrabinta Kab.Cjr

Hasil analisis kadar gula reduksi dari ampas tebu yang diberi perlakuan awal NaOH dan tanpa perlakuan awal NaOH yang telah dihidrolisis dengan asam sulfat

Sistem Informasi ini akan memudahkan pengelolaan, dapat meminimumkan konsumsi waktu yang dibutuhkan dalam proses pengajuan dan persetujuan aplikasi