• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PENYAKIT KEJANG DEMAM DI INSTALASI GAWAT DARURAT. Suherwin 1, Susanti Delina 2

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PENYAKIT KEJANG DEMAM DI INSTALASI GAWAT DARURAT. Suherwin 1, Susanti Delina 2"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PENYAKIT KEJANG DEMAM DI INSTALASI GAWAT DARURAT

Suherwin1, Susanti Delina2

Prodi DII Keperawatan STIKES Aisyiyah Palembang suherwin.djalaluddin2@gmail.com1

susantidelina@gmail.com2 ABSTRAK

Latar belakang; Kejang demam merupakan bangkitan kejang yang terjadi karena peningkatan suhu tubuh dengan cepat >380C.Umumnya kejang demam terjadi pada anak usia 6 bulan sampai 5 tahun.

Dan paling sering terjadi usia 14 sampai 18 bulan. Kejang demam merupakan penyebab kejang tersering pada anak dan memiliki prognosis sangat baik. Kejang disertai demam juga terjadi pada diagnosis diferensial lain yang berbahaya, seperti infeksi saraf pusat (SSP).Kejadian kejang demam dinegara-negara barat berkisar antara 3-5% diasiaberkisaran antara 4,47%, di Singapura sampai 9,9%.

Data di Indonesia sekitar 80% diantaranya adalah kejang demam simpleks. Sedikit lebih banyak terjadi pada laki-laki disbanding perempuan. Tujuan: Tujuan penelitian iniuntuk mengetahui faktor- faktor yang berhubungan dengan kejadian penyakit kejang demam Di rumah Sakit Muhammmadiyah Palembang pada tahun 2018. Metode: Desain penelitian ini menggunakan sirvey analitik dengan menggunakan pendekatan cross sectional, ialah suatu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor resiko dengan efek variabel independen usia jenis kelamin dan suhu, variabel dependen kejadian kejang demam. Hasil: Hasil pennelitian terhadap 30 responden dengan menggunakan analisis univariat dan bivariat, tidak ada hubungan antara usia dengan kejang demam p value = 0,399 ada hubungan antara jenis kelamin dengann kejang demam p value = 0,001, ada hubungan antara suhu dengan kejang demam p value = 0,000. Saran: Berdasrkan hasil penelitian bahwa seseorang yang memiliki suhu >380C memiliki resiko sangat tinggi menimbulkan kejang demam

Kata kunci : pennyakit kejang demam, usia, jenis kelamin, suhu ABSTRACT

Background: Febrile seizures are a seizure spasm that occurs due to rapidly rising body temperature>

380C. Generally febrile seizures occur in children aged 6 months to 5 years. And most commonly the age of 14 to 18 months. Febrile seizures are the most common cause of seizures in children and have a very good prognosis. Seizures accompanied by fever also occur in other dangerous differential diagnoses, such as central nervous system (CNS).Occurrence of febrile seizures in western countries ranged from 3-5% diasia ranged from 4.47%, in Singapore to 9.9%. Data in Indonesia about 80% of them are simplex febrile seizures. Slightly more common in males than females. Objective: The purpose of this research to determine the factors associated with the incidence of febrile seizures in Muhammmadiyah Hospital Palembang 2018. Method: The design of this study used analytical sirveywith cross sectional approach, this research to learnthe dynamics of correlation between risk factors and effect of independent variables of age and sex temperature, dependent variable incidence of febrile seizures. Results: The result show 30 respondents by usedunivariate and bivariate analysis, there is no relation between age with seizure fever p value = 0,399 there is relationship between sex with seizure fever p value = 0,001, there is relation between temperature with seizure fever p value = 0,000. Suggestion: Based on the results of research that someone who has a temperature> 380C has a very high risk cause febrile seizures.

Keywords: febrile seizure disease, age, sex, temperature

(2)

PENDAHULUAN

Istilah kejang perlu secara cermat di bedakan dari epilepsy. Epilepsy menerangkan suatu penyakit pada seseorang yang mengalami kejang rekuren non metabolic yang disebabkan oleh suatu proses kronik yang mendasarinya, dan kejang demam merupakkan suatu kejadian paroksimal yang disebabkan oleh lepas muatan hipersinkron abnormal dari suatu kumpulan neuron sistem saraf pusat (SSP) (Price dalan Nurarif & Kusuma, 2015).

Kejang demam merupakan bangkitan kejang yang terjadi karena peningkatan suhu tubuh dengan cepat

>380C. Umumnya kejang demam terjadi pada anak usia 6 bulan sampai 5 tahun.

Dan paling sering terjadi usia 14 sampai 18 bulan. Kejang demam merupakan penyebab kejang tersering pada anak dan memiliki prognosis sangat baik. Kejang disertai demam jugaa terjadi pada diagnosis diferensial lain yang berbahaya, seperti infeksi saraf pusat (SSP)(hendriastuti & lilihata dalm Tanto dkk, 2014).

Hasil penelitian terhadap 431 pasien dengan kejadian demam sederhana, tidak terdapat kelainan padaintelligence quotient (IQ), tetapi pada pasien kejang demam yang sebelumnya telah terdapat gangguan perkembangan atau kelainan neurologis akan didapat IQ yang lebih rendah dibandingakan dengan saudaranya. Jika kejang demam diikuti dengan terulangnya kejang tanpa demam, retardasi mental akan menjadi 5 kali lebih besar (Ngastiyah, 2005).

Kejadian kejang demam dinegara- negara barat berkisar antara 3-5% diasia berkisar antara 4,47%, di Singapura sampai 9,9%. Data di Indonesia sekitar 80% diantaranya adalah kejang demam simpleks. Sedikit lebih banyak terjadi pada laki-laki dibanding perempuan (hendriastuti & lilihata dalam Tanto dkk, 2014).

Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa anak berumur < 18 bulan saat kejang pertama lebih beresiko mengalami kejang berulang. Jenis kelamin,

(3)

riwayat kejang dalam keluarga, riwayat trauma kepala, suhu, kadar natrium, dan gulah darah sewaktu saat kejang pertama bukan merupakaan faktor resiko pada kejang pertama dalam memprediksi timbulnya kejang berulang (KB) (Widjaja, 2013).

Berdasarkan data Rekam Medik Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang penderita penyakit kejang demam pada tahun tahun 2014 sebanyak 831 jiwa, tahun 2015 sebanyak 791 jiwa, tahun 2016 sebanyak 821 jiwa, tahun 2017 sebanyak 807 jiwa (Januari-November)(Medrek RS.

Muhammadiyah Palembang).

Usia adalah masa perjalanan hidup, kejang demam mumnya terjadi pada anak usia 6 bulan sampai 5 tahun. puncaknya ada usia 14 sampai 18 bulan. Kejang demam merupakan penyebab kejang tersering pada anak dan memiliki prognosis sangat baik. Kejang disertai demam jugaa terjadi pada diagnosis diferensial lain yang berbahaya, seperti

infeksi saraf pusat (SSP) (hendriastuti &

lilihata dalam Tanto dkk, 2014).

Tingginya suhu badan sebelum kejang makin tinggi suhu sebelum kejang demam, semakin kecil kemungkinan kejang demam akan berulang (Price dalan Nurarif & Kusuma, 2015).Kejang demam lebih sering terjadi pada anak laki-laki daripada perempuan dengan perbandingan 2 : 1. Hal ini mungkin disebabkan oleh maturasi serebral yang lebih cepat pada perempuan dibandingkan pada laki-laki.

Sediki lebih banyak laki-laki di banding perempuan (hendriastuti & lilihata dalm Tanto dkk, 2014).

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini menggunakan survey analitik dengan menggunakan pendekatan cross sectional, ialah suatu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor resiko dengan efek variabel independen usia jenis kelamin dan suhu, variabel dependen kejadian kejang demam dilakukan di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien

(4)

tahun ) yang dating keInstalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Muhammadyah Palembang Tahun 2018 jumlah sempel yang diambil 30. Tekhnik sampling padapenelitianini di ambil dengan teknik non random sampling (Non Probability) sampling secara Accidental Sampling, Uji statistik yang digunakan pada enelitian ini adalah uji statistik nonparametrik karena skala ukur variabel independen yang akan diuji adalah nominal dan ordinal, uji nonparametik digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan dari kedua variabel. Uji statistik dikatakan ada hubungan apabila nilai p-value <0,05, dan tidak ada hubungan bila nilai p-value>0,05 (Hartono, 2001).

HASIL PENELITIAN Analisis Univariat

Analisis univariat bertujaun untuk mengetahui distribusi frekuensi dari tiap-

tiap variabel, dari variabel independen (usia, jenis kelamin dan suhu ) dan variabel dependen ( penyakit kejang demam ).

Penyakit kejang demam

Berdasarkan hasil penelitian dan pengolahan data yang teleh dilakukan, maka variabel penyakit kejang demam dikategorikan menjadi 2 (dua) yaitu ya ( jika responden di diagnose medis oleh dokter terkena kejanng demam) dan tidak (jika responden tidak di diagnose oleh dokter terkena kejang demam). Hasil analisis dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 1

Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Penyakit Kejang Demam Di Instalasi Gawat Darurat

Penyakit Kejang Demam Frekuensi Persentase Ya 17 56 Tidak 13 44 Jumlah 30 100

Berdasarkan tabel diatas menunjukan bahwa dari 30responden, sebagian besar responden mengalami penyakit kejang

demam (PKD) sebanyak 17responden (56%) dan responden yang tidak

(5)

mengalami penyakit kejang demam (PKD) sebanyak 13 responden (44 %).

Usia

Pada penelitian ini variabel umur dikategorikan menjadi 2 (dua) yaitu resiko

tinggi, jika usia 14-18 bulan (1,2 th - 1,6 th) dan resiko rendah, jika kurang dari 14 bulan dan lebih dari 18 bulan ( <1,2 tahun dan >1,6 tahun) yang didapat yaitu:

Tabel 2

Distribusi frekuensi responden berdasarkan Usia Di Instalasi Gawat Darurat

Umur Frekuensi Persentase Resiko tinggi 17 56 Resiki rendah 13 44 Jumlah 30 100 Berdasarkan tabel 5.3 dapat dilihat

bahwa dari 30 responden, sebagian besar responden yang mempunyai umur beresiko tinggi yaitu sebanyak 17 responden (56 %) lebih besar jika dibandingkan dengan responden yang mempunyai umur resiko rendah sebanyak 13 responden (44 %).

Jenis Kelamin

Pada penelitian ini variabel jenis kelamin dikategorikan menjadi 2 (dua) yaitu laki-laki dan perempuan, hasil analisis dapat dlihat pada tabel 3 sbb.

Tabel 3

Distribusi frekuensi responden berdasarkan Jenis Kelamin Di Instalasi Gawat Darurat

Jenis Kelamin Frekuensi Persentase Laki-laki

Perempuan

18 12

60 44 Jumlah 30 100

(6)

Berdasarkan tabel 3 dapat dilihat bahwa dari 30 responden, sebagian besar responden yang berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 18 responden (60 %) lebih besar jika dibandingkan dengann responden yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 12 responden (44 %).

Suhu tubuh

Pada penelitian ini variabel suhu dikategorikan menjadi 2 (dua) yaitu tinggi jika suhu ≥380C dan rendah jika suhu

<380C hasil analisis dapat dlihat pada tabel dibawah ini

Tabel 4

Distribusi frekuensi responden berdasarkan Suhu tubuh Di Instalasi Gawat Darurat

Suhu Frekuensi Persentase

Tinggi 17 56 Rendah 13 44 Jumlah 30 100

Berdasarkan tabel 4 dapat dilihat bahwa dari 30 responden, sebagian besar responden yang suhu tinggiyaitu sebanyak 17 responden (56 %) lebih besar jika dibandingkan dengan responden yang suhu rendah sebanyak 13 responden (44 %).

Analisis Bivariat

Analisis bivariat bertujuaan untuk milihat adanya masalah hubungann antara variabel independen (usia, jenis kelamin dan suhu) dan variabel dependen (penyakit kejang demam) dan dianalisis dengan

menggunakan uji statistik Chi- Squaredengan batas kemaknaan α (0,05).

Keputusan hasil statistik diperoleh dengan cara membandingkan nilai p value dengan α keputusan hasil uji statistik yaitu, jika p value≤ α (0,05) berarti ada hubungan yang signifikan antara variabel independen dengan variabel dependen. Dan jika p value > α (0,05) berarti tidak ada hubungann yang signifikan antara variabel independen dengan variabel dependen (Notoatmodjo,2012)

(7)

Hubungan Usia Dengan Kejadian Penyakit Kejang Demam

Hasil analisis bivariat, hubungan antara usia dengan kejadian penyakit

kejang demam yang dapat dilihat pada tabel 5 Sebagai berikut;

Tabel 5

Hubungan Usia Dengan Kejadian Penyakit Kejang Demam Di Instalasi Gawat Darurat

Umur Penyakit Kejang demamTotal P value

Ya Tidak N % N % n %

Resiko Tinggi 8 47,1 9 52,9 17 100

Resiko Rendah 9 69,2 4 30,8 13 100 0,399 Total 17 13 30

Berdasarkan tabel 5.6 diketahui bahwa dari 17 responden, dengan usia resiko tingi ada sebanyak 8 responden (47,1%)sedangkan dari 13 responden dengan usia resiko rendah ada 9 responden (69,2%) dengan PDK.

Berdasarkan uji statistik Chi- Squarepada tingkat kemaknaan α (0,05) diperoleh nilai p value (0,399) > α (0,05) maka Ho diterima, berarti tidak ada

hubungan antara umur dengan kejadian penyakit kejang demam di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang tahun 2018.

Hubungan Jenis Kelamin Dengan Kejadian Penyakit Kejang Demam Hasil analisis bivariat, mengetahui hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian penyakit kejang demam yang dapat dilihat pada tabel 6 Sebagai berikut;

(8)

Tabel 7

Hubungan Jenis Kelamin Dengan Kejadian Penyakit Kejang Demam Di Instalasi Gawat Darurat

Jenis Kelamin Penyakit Kejang demam Total P value Ya Tidak N %

N % n %

Laki-laki 15 83,3 3 16,7 18 100

Perempuan 2 16,7 10 83,3 12 100 0,001 Total 17 13 30

Berdasarkan tabel 7 hasil uji statistik Chi-Square pada tingkat kemaknaan α (0,05) diperoleh nillai p value = 0,001 < α (0,05) maka Ho = ditolak, berarti ada hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian penyakit kejang demam di instalasi gawat darurat rumah sakit Muhammadiyah Palembang tahun 2018.

Hubungan Suhu Dengan Kejadian Penyakit Kejang Demam

Hhasil analisis bivariat, untuk mengetahui hubungan antara suhu tubuh dengan kejadian penyakit kejang demam yang dapat dilihat pada tabel 8.

Tabel 8

Hubungan Suhu Dengan Kejadian Penyakit Kejang Demam Di Instalasi Gawat Darurat

Suhu tubuh Penyakit Kejang demamTotal P value

Ya Tidak N % N % n %

tinggi 17 85,0 3 15,0 20 100

rendah 0 0 10 100 10 100 0,000 Total 17 13 30

(9)

Berdasarkan tabel 8 diketahui bahwa dari 20 responden, dengan suhu tubuh tinggi sebanyak 17 responden (85,0%) sedangkan dari 10 responden dengan PKD mempunya suhu rendah sebanyak 0 responden (0%).

Berdasarkan hasil uji statistik Chi- Squarepada tingkat kemaknaan α (0.05) diperoleh nilai p value (0,000) < α (0,05) maka Ho ditolak, berarti ada hubungan antara suhu dengan kejadian penyakit kejang demam di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang Tahun 2018.

PEMBAHASAN.

Penyakit Kejanng Demam

Hasil diketahui dari 30 responden didapatkan 17 responden (56%) menderita penyakit kejang demam, sedangkan yang tidak menderita penyaki kajang demam sebanyak 13 responden (44%).

Menurut hendriastuti & lilihata dalm Tanto dkk, (2014) Kejang demam merupakan bangkitan kejang yang terjadi

karena peningkatan suhu tubuh dengan cepat >380C. Umumnya kejang demam terjadi pada anak usia 6 bulan sampai 5 tahun. Dan paling sering terjadi usia 14 sampai 18 bulan. Kejang demam merupakan penyebab kejang tersering pada anak dan memiliki prognosis sangat baik.

Kejang disertai demam jugaa terjadi pada diagnosis diferensial lain yang berbahaya, seperti infeksi saraf pusat (SSP).

(hendriastuti & lilihata dalm Tanto dkk,2014)

Menurut penelitian Ngastiyah, (2005)Hasil penelitian terhadap 431 pasien dengan kejadian demam sederhana, tidak terdapat kelainan padaintelligence quotient (IQ), tetapi pada pasien kejang demam yang sebelumnya telah terdapat gangguan perkembangan atau kelainan neurologis akan didapat IQ yang lebih rendah dibandingakan dengan saudaranya. Jika kejang demam diikuti dengan terulangnya kejang tanpa demam, retardasi mental akan menjadi 5 kali lebih besar. (Ngastiyah, 2005).

(10)

Kejadian kejang demam dinegara- negara barat berkisar antara 3-5% diasia berkisar antara 4,47%, di Singapura sampai 9,9%. Data di Indonesia sekitar 80% diantaranya adalah kejang demam simpleks. Sedikit lebih banyak terjadi pada laki-laki dibanding perempuan.

(hendriastuti & lilihata dalam Tanto dkk, 2014).

Hubungan usia dengan kejadian penyakit kejang demam.

Hasil analisis data dapat diketahui bahwa dari 30 responden, sebagian besar responden yang mempunyai umur beresiko tinggi yaitu sebanyak 17 responden (56 %) lebih besar jika dibandingkan dengan responden yang mempunyai umur resiko rendah sebanyak 13 responden (44 %). Berdasarka uji statistik Chi-Squarepada tingkat kemaknaan α (0,05) diperoleh nilai p value (0,399) > α (0,05) maka Ho diterima, berarti tidak ada hubungan antara umur dengan kejadian penyakit kejang.

Hasil ini tidak sesuai dengan teori hendriastuti & lilihata dalm Tanto

dkk,(2014) Umumnya kejang demam terjadi pada anak usia 6 bulan sampai 5 tahun. Dan paling sering terjadi usia 14 sampai 18 bulan. Kejang demam merupakan penyebab kejang tersering pada anak dan memiliki prognosis sangat baik.

Kejang disertai demam jugaa terjadi pada diagnosis diferensial lain yang berbahaya, seperti infeksi saraf pusat (SSP). Hal ini tidak sejalan dengann penelitian yang dilakukann oleh Kurnia hasil uji pada faktor usia sebesar 0, 000 (p<0,05) artinya ada hubuangan antara usia dengan kejadian penyakit kejang demam (PKD)

Meniurut peneliti bahwa faktor yang mempengaruhi penyakit kejang demam (PKD) tidak hanya dilihat dari usia resiko tinggi saya melainkan usia resiko rendah juga ingkut berpengaruh terhadap penyakit kejang demam, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh peneliti di Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang Tahun 2018 bahwa peran usia tidak ada hubungan dengan kejadian penyakit kejang demam.

(11)

Hubungan Jenis Kelamin Dengan Penyakit Kejang Demam

Hasil analisis data dapat diketahui bahwa dari 30 responden, sebagian besar responden yang berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 18 responden (60 %) lebih besar jika dibandingkan dengann responden yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 12 responden (44 %).

Berdasarkan hasil uji statistik Chi- Square pada tingkat kemaknaan α (0,05) diperoleh nillai p value = 0,001 < α (0,05) maka Ho = ditolak, berarti ada hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian penyakit kejang demam Di Iinstalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang Tahun 2018.

Hal ini sejalan dengan teori hendriastuti & lilihata dalm Tanto dkk,(2014) Kejang demam lebih sering terjadi pada anak laki-laki dari pada perempuan dengan perbandingan 2 : 1. Hal ini mungkin disebabkan oleh maturasi serebral yang lebih cepat pada perempuan dibandingkan pada laki-laki. Sediki lebih banyak laki-laki di banding perempuan

Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Karnia (2014) jenis kelamin tidak memiliki perbadaan bermakna, ditunjukan pada hasil p value 0,244. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Jarrett, Fatunde, Osinusi & Lagunju (2012) bahwa anak laki-laki memiliki resiko perbandingan 1.3:1 dibandinngkan jenis kelamin perempuan namun secara statistik tidak mempunyai hubungan bermakna terhadap kejanng demam dengan diperoleh nilai p value 0.305. berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkann bahwa anak laki-laki lebuh banyak mengalami kejang demam, namun tidak ada perbedaan bermakna terhadap kejadian kejang demam

Menurut peneliti faktor yang mempengaruhi kejang demam tidak hanya dilihat dari jenis kelamin laki-laki saja melainkan juga dilihat dari jenis kelamin perempuan karena jenins kelamin perempuan juga berpengaruh terhadap penyakit kejang demam, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh peneliti di

(12)

Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang Tahun 2018 bahwa jenis kelamin memiliki hubungan bermakna terhadap penyaki kejang demam (PKD)

Hubungan Suhu Dengan Penyakit Kejang Demam

Hasil analisis data dapat di ketahui bahwa dari 30 responden, sebagian besar responden yang suhu tinggiyaitu sebanyak 17 responden (56 %) lebih besar jika dibandingkan dengan responden yang suhu rendah sebanyak 13 responden (44 %)

Berdasarkan hasil uji statistik Chi- Squarepada tingkat kemaknaan α (0.05) diperoleh nilai p value (0,000) < α (0,05) maka Ho ditolak, berarti ada hubungan antara suhu dengan kejadian penyakit kejang demam di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang Tahun 2018.

Hal ini sesuai dengan dengan teori Ngastiyah, (2005) bahawa Kejang demam atau febrile convulsion ialah bangitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 380C) yang

disebabkan oleh proses ekstrakranial, suhu yang tinggi dapat terjadinya bangkitan kejang.

Hal ini juga sesuai dengan teori Menurut hendriastuti & lilihata dalm Tanto dkk, (2014) Kejang demam merupakan bangkitan kejang yang terjadi karena peningkatan suhu tubuh dengan cepat

>380C

Teori ini sejalan dengan penelitian kurnia (2014) hasil uji pada faktor suhu 0,011 (p<0,05) artinya ada perbedaan makna antara faktor suhu pada kejadian penyakit kejang demam (PKD)

Menurut peneliti bahwa faktor yang sangat berpenggaruh terhadap kejadian penyakit kejang demam adalah suhu tubuh dimana suhu tubuh mencapai >380C.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh peneliti Di Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang Tahun 2018 bahwa penyebab kejang demam lebih dominan disebabkan oleh suhu.

(13)

Penyakit Kejanng Demam

Hasil diketahui dari 30 responden didapatkan 17 responden (56%) menderita penyakit kejang demam, sedangkan yang tidak menderita penyaki kajang demam sebanyak 13 responden (44%).

Menurut hendriastuti & lilihata dalm Tanto dkk, (2014) Kejang demam merupakan bangkitan kejang yang terjadi karena peningkatan suhu tubuh dengan cepat >380C. Umumnya kejang demam terjadi pada anak usia 6 bulan sampai 5 tahun. Dan paling sering terjadi usia 14 sampai 18 bulan. Kejang demam merupakan penyebab kejang tersering pada anak dan memiliki prognosis sangat baik.

Kejang disertai demam jugaa terjadi pada diagnosis diferensial lain yang berbahaya, seperti infeksi saraf pusat (SSP).

(hendriastuti & lilihata dalm Tanto dkk,2014)

Menurut penelitian Ngastiyah, (2005)Hasil penelitian terhadap 431 pasien dengan kejadian demam sederhana, tidak terdapat kelainan padaintelligence quotient

(IQ), tetapi pada pasien kejang demam yang sebelumnya telah terdapat gangguan perkembangan atau kelainan neurologis akan didapat IQ yang lebih rendah dibandingakan dengan saudaranya. Jika kejang demam diikuti dengan terulangnya kejang tanpa demam, retardasi mental akan menjadi 5 kali lebih besar.

(Ngastiyah,2005)

Kejadian kejang demam dinegara- negara barat berkisar antara 3-5% diasia berkisar antara 4,47%, di Singapura sampai 9,9%. Data di Indonesia sekitar 80% diantaranya adalah kejang demam simpleks. Sedikit lebih banyak terjadi pada laki-laki dibanding perempuan.

(hendriastuti & lilihata dalam Tanto dkk,2014)

Hubungan Usia Dengan Kejadian Penyakit Kejang Demam.

Hasil analisis data dapat diketahui bahwa dari 30 responden, sebagian besar responden yang mempunyai umur beresiko tinggi yaitu sebanyak 17 responden (56 %) lebih besar jika

(14)

dibandingkan dengan responden yang mempunyai umur resiko rendah sebanyak 13 responden (44 %).

Berdasarka uji statistik Chi- Squarepada tingkat kemaknaan α (0,05) diperoleh nilai p value (0,399) > α (0,05) maka Ho diterima, berarti tidak ada hubungan antara umur dengan kejadian penyakit kejang demam di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang Tahun 2018.

Hasil ini tidak sesuai dengan teori hendriastuti & lilihata dalm Tanto dkk,(2014) Umumnya kejang demam terjadi pada anak usia 6 bulan sampai 5 tahun. Dan paling sering terjadi usia 14 sampai 18 bulan. Kejang demam merupakan penyebab kejang tersering pada anak dan memiliki prognosis sangat baik.

Kejang disertai demam jugaa terjadi pada diagnosis diferensial lain yang berbahaya, seperti infeksi saraf pusat (SSP).

Hal ini tidak sejalan dengann penelitian yang dilakukann oleh Kurnia hasil uji pada faktor usia sebesar 0, 000

(p<0,05) artinya ada hubuangan antara usia dengan kejadian penyakit kejang demam (PKD)

Meniurut peneliti bahwa faktor yang mempengaruhi penyakit kejang demam (PKD) tidak hanya dilihat dari usia resiko tinggi saya melainkan usia resiko rendah juga ingkut berpengaruh terhadap penyakit kejang demam, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh peneliti di Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang Tahun 2018 bahwa peran usia tidak ada hubungan dengan kejadian penyakit kejang demam

Hubungan jenis kelamin dengan penyakit kejang demam

Hasil analisis data dapat diketahui bahwa dari 30 responden, sebagian besar responden yang berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 18 responden (60 %) lebih besar jika dibandingkan dengann responden yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 12 responden (44 %).

Berdasarkan hasil uji statistik Chi- Square pada tingkat kemaknaan α (0,05) diperoleh nillai p value = 0,001 < α (0,05)

(15)

maka Ho = ditolak, berarti ada hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian penyakit kejang demam Di Iinstalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang Tahun 2018.

Hal ini sejalan dengan teori hendriastuti & lilihata dalm Tanto dkk,(2014) Kejang demam lebih sering terjadi pada anak laki-laki dari pada perempuan dengan perbandingan 2 : 1. Hal ini mungkin disebabkan oleh maturasi serebral yang lebih cepat pada perempuan dibandingkan pada laki-laki. Sediki lebih banyak laki-laki di banding perempuan

Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Karnia (2014) jenis kelamin tidak memiliki perbadaan bermakna, ditunjukan pada hasil p value 0,244. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Jarrett, Fatunde, Osinusi & Lagunju (2012) bahwa anak laki-laki memiliki resiko perbandingan 1.3:1 dibandinngkan jenis kelamin perempuan namun secara statistik tidak mempunyai hubungan bermakna terhadap kejanng demam dengan

diperoleh nilai p value 0.305. berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkann bahwa anak laki-laki lebuh banyak mengalami kejang demam, namun tidak ada perbedaan bermakna terhadap kejadian kejang demam

Menurut peneliti faktor yang mempengaruhi kejang demam tidak hanya dilihat dari jenis kelamin laki-laki saja melainkan juga dilihat dari jenis kelamin perempuan karena jenins kelamin perempuan juga berpengaruh terhadap penyakit kejang demam, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh peneliti di Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang Tahun 2018 bahwa jenis kelamin memiliki hubungan bermakna terhadap penyaki kejang demam (PKD)

Hubungan suhu dengan penyakit kejang demam

Hasil analisis data dapat di ketahui bahwa dari 30 responden, sebagian besar responden yang suhu tinggiyaitu sebanyak 17 responden (56 %) lebih besar jika

(16)

dibandingkan dengan responden yang suhu rendah sebanyak 13 responden (44 %)

Berdasarkan hasil uji statistik Chi- Squarepada tingkat kemaknaan α (0.05) diperoleh nilai p value (0,000) < α (0,05) maka Ho ditolak, berarti ada hubungan antara suhu dengan kejadian penyakit kejang demam di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang Tahun 2018.

Hal ini sesuai dengan dengan teori Ngastiyah, (2005) bahawa Kejang demam atau febrile convulsion ialah bangitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 380C) yang disebabkan oleh proses ekstrakranial, suhu yang tinggi dapat terjadinya bangkitan kejang.

Hal ini juga sesuai dengan teori Menurut hendriastuti & lilihata dalm Tanto dkk, (2014) Kejang demam merupakan bangkitan kejang yang terjadi karena peningkatan suhu tubuh dengan cepat

>380C

Teori ini sejalan dengan penelitian kurnia (2014) hasil uji pada faktor suhu 0,011 (p<0,05) artinya ada perbedaan makna antara faktor suhu pada kejadian penyakit kejang demam (PKD)

Menurut peneliti bahwa faktor yang sangat berpenggaruh terhadap kejadian penyakit kejang demam adalah suhu tubuh dimana suhu tubuh mencapai >380C.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh peneliti Di Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang Tahun 2018 bahwa penyebab kejang demam lebih dominan disebabkan oleh suhu.

KESIMPULAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang diperoleh tentang hubungan umur, jenis kelamin dan suhu di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang Tahun 2018 dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Distribusi frekuensi kejadian penyakit kejang demam sebanyak 17 responden ( 56%) mengalami penyakit kejang demam (PKD) dan 13 responden (44%) tidak mengalami penyakit kejang demam.

(17)

2. Distribusi frekuensi usia respondenn sebanyak 17 responden (56%) usianya beresiko tinggi dan 13 responden (44%) usianya beresiko rendah.

3. Distribusi frekuensi jenis kelamin responden sebanyak 18 restponden (60%) berjenis kelamin laki-laki dan 12 tesponden (44%) berjenis kelamin perempuan.

4. Distribusi frekuensi suhu responden sebanyak 17 responden (56%) suhu tinggi dan 13 responden (44%) suhu rendah.

5. Tidak ada hubungan antara usia dengan kejadian penyakit kejang demam (p value = 0,339 > α = 0,05) 6. Ada hubungan antara jenis kelamin

dengan kejadian penyakit kejang demam (p value = 0,001 < α = 0,05) 7. Ada hubungan antara suhu dengan

kejadian penyakit kejang demam (p value = 0.000 < α = 0,05)

DAFTAR PUSAKA

Price, sylvia. 2015. Asuhan keperawaran berdasarkan diadnosa medis dan NANDA NIC NOC.jogjakarta: Mediaction

Ngastiyah. 2005. Perawatan anak sakit .Jakarta :BukuKedokteran EGC.

Lilihata Dan Hendriastuti. 2014. Kapita Selekta Kedokteran: Indonesia Media Aesculapius WHO. (2005). A Riview of

Literature On Healthy Environment For The Children in the Eastern Mediterranean Region: Status of Children Lead Exposure. http://WWW.emro.who.int/dsaf/dsa516.pdf.

Akses 2 November 2012

Notoatmodjo (2012). Metodologi penelitian kesehatan.Jakarta :Rineka Cipta

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk menguji kesadaran membayar pajak, pengetahuan dan pemahaman tentang peraturan perpajakan, dan persepsi yang baik atas efektivitas

Pada hasil penelitian pada kelompok perlakuan yang diberi susu kedelai (Glycine max (L.) Merill) selama 14 hari, rata-rata kedalaman mikroporositas enamel adalah 26

konvensi yang berhubungan dengan Anak dengan cara meratifikasi konvensi namun ratifikasi tetap berpedoman pada ketentuan Undang- Undang Dasar Republik Indonesia

Berdasarkan hasil dari semua grafik indikator yang telah diperoleh, maka pembelajaran matematika dengan menggunakan model inkuiri terbimbing berbantuan macromedia

galur wistar jantan yang signifikan antara kelompok yang diberi medikamen Kalsium Hidroksida, Mineral Trioxide Aggregate (MTA), dan Biodentin dengan kelompok

Catatan: Cheat ini akan tidak aktif atau mati ketika cheat ditekan untuk yang

Setelah user memilih tujuan yang diinginkan, aplikasi akan menggambar rute pada peta dan memberikan informasi mikrolet yang dinaiki dan jalan yang dilewati.. Jika terdapat

Tarigan 1985:117Alegori adalah majas yang menyatakan dengan cara lain, melalui kiasan atau penggambaran, merupakan metafora yang diperluas dan berkesinambungan tempat atau