• Tidak ada hasil yang ditemukan

skripsi dermatitis contoh semoga bisa membantu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "skripsi dermatitis contoh semoga bisa membantu"

Copied!
62
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN IKLIM KERJA PANAS DENGAN KRISTALISASI URIN

PADA PEKEJA DI BAGIAN

HANGING SHED

DAN

CRUMB RUBBER

PT. REMCO PALEMBANG

PROPOSAL SKRIPSI

OLEH

PUTRI ANGGRAINI

10011281320002

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

(2)

i

HALAMAN PERSETUJUAN

Proposal ini dengan judul “Hubungan Iklim Kerja Panas Dengan Kristalisasi Urin Pada Pekeja Di Bagian Hanging Shed Dan Crumb Rubber PT. Remco Palembang” telah disetujui untuk diseminarkan pada tanggal ……… 2017.

Indralaya, September 2017

Pembimbing :

1. H. A. Fickry Faisya, S.K.M., M.Kes ( ………) NIP. 196406211988031002

(3)

ii

LEMBAR PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME

Saya dengan ini menyatakan bahwa skripsi ini dibuat dengan sejujurnya dengan

mengikuti kaidah Etika Akademik FKM Unsri serta menjamin bebas Plagiarisme.

Bila kemudian diketahui saya melanggar Etika Akademik maka saya bersedia

dinyatakan tidak lulus/gagal.

Indralaya, September 2017

Yang Bersangkutan

Putri Anggraini

(4)

iii

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kita panjatkan kehadiran Allah SWT, karena atas rahmat dan

karunia-Nya sehingga proposal skripsi ini yang berjudul “Hubungan Iklim Kerja

Panas Dengan Kristalisasi Urin Pada Pekeja Di Bagian Hanging Shed Dan Crumb Rubber PT. Remco Palembang” dapat terselesaikan dan disajikan pada seminar proposal..

Dalam proposal skripsi ini, penulis banyak menerima bantuan, informasi,

saran, bimbingan serta dukungan oleh berbagai pihak baik secara langsung

maupun tidak langsung. Untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin

mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Iwan Stia Budi, S. KM, M.Kes selaku Dekan Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sriwijaya

2. Ibu Elvi Sunarsih, S.KM., M.kes selaku Kepala Program Studi Ilmu

Kesehatan Masyarakat Universitas Sriwijaya

3. Bapak H. A Fickry Faisya, S.KM., M.Kes selaku Pembimbing I

4. Ibu Inoy Trisnaini, S.KM., M.KL selaku Pembimbing II

5. Para dosen dan staf Fakultas Kesehatan Masyarakat

6. Orang tua dan adik – adik penulis yang selalu membantu dan memberikan

dukungan baik secara moral, spiritual, dan material.

7. Teman – teman FKM 2013

penulis menyadari masih banyak kekurangan baik dari segi susunan serta

cara penulisan, karenanya penulis mohon maaf dan menerima saran serta kritik

yang sifatnya membangun demi kesempurnaan laporan ini. Akhir kata semoga

laporan ini bisa bermanfaat bagi para pembaca dan penulis.

Indralaya, September 2017

(5)

iv

DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN ... i

LEMBAR PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 5

1.3. Tujuan Penelitian ... 6

1.3.1. Tujuan Umum ... 6

1.3.2. Tujuan Khusus ... 6

1.4. Manfaat Penelitian ... 6

1.4.1. Manfaat Bagi Pekerja ... 6

1.4.2. Manfaat Bagi Perusahaan... 6

1.4.3. Manfaat Bagi Peneliti ... 7

1.4.4. Manfaat Bagi Fakultas Kesehatan Masyarakat ... 7

1.5. Ruang Lingkup Penelitian ... 7

1.5.1. Lingkup Lokasi ... 7

1.5.2. Lingkup Waktu ... 7

1.5.3. Lingkup Materi ... 7

BAB II TINJAUAN TEORI 2.1. Iklim Kerja Panas ... 8

2.1.1. Tekanan Panas ... 8

(6)

v

2.1.3. Cara Tubuh Mengatur Keseimbangan Panas ... 10

2.1.4. Dampak Tekanan Panas ... 11

2.1.5. Pencegahan Tekanan Panas ... 12

2.1.6. Pengukuran Tekanan Panas ... 16

2.1.7. Nilai Ambang Batas (NAB) Iklim Kerja ... 17

2.2. Mekanisme Fisiologis Pengaruh Paparan Panas ... 19

2.3. Keseimbangan Cairan Tubuh ... 20

2.4. Kristalisasi Urin ... 22

2.4.1. Urin ... 22

2.4.3. Supersaturasi Urin ... 23

2.4.4. Jenis – jenis Kristal Urin ... 23

2.4.5. Faktor – faktor Yang Mempengaruhi Kristalisasi Urin ... 25

2.4.6. Pemeriksaan Sampel Urin ... 29

2.5. Hubungan Iklim Kerja Panas Dengan Kristalisasi Urin ... 30

2.6. Penelitian Terdahulu ... 32

2.7. Kerangka Teori ... 33

BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS 3.1. Kerangka Konsep ... 34

3.2. Definisi Operasional ... 35

3.3. Hipotesis ... 37

BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Desain Penelitian ... 38

4.2. Populasi dan Sampel Penelitian ... 38

4.2.1. Populasi dan Sampel ... 38

4.2.2. Teknik Pengambilan Sampel ... 39

4.3. Jenis, Cara dan Alat Pengukuran Penelitian ... 41

4.3.1. Jenis dan Cara Pengumpulan Data ... 41

4.3.2. Alat Pengukuran Data ... 42

4.4. Pengolahan Data ... 44

(7)

vi

4.5.1. Analisis Data ... 45

4.5.2. Penyajian Data ... 46

(8)

vii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

Tabel 2. 2 Nilai Ambang Batas (NAB) Iklim Kerja Panas Berdasarkan Indeks

Suhu Bola Basah (ISBB) ... 18

Tabel 2. 3 Tingkat Pekerjaan dan Jumlah Kalori Yang Dibutuhkan ... 18

Tabel 2. 4 Klasifikasi Status Gizi Berdasarkan IMT ... 26

Tabel 2. 5 Penelitian Terdahulu Yang Terkait Dengan Penelitian ... 32

(9)

viii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 .... Pengaruh Tekanan Panas Dan Kelainan – Kelainan Akibat Panas

Gambar 2. 2 Bagan Kerangka Teori Hubungan Iklim Kerja Panas Dengan

Kristalisasi Urin Pada Pekerja Di Bagian Hanging Shed dan Crumb Rubber PT.Remco Palembang Tahun 2017

Gambar 3. 1 Kerangka Konsep Hubungan Iklim Kerja Panas Dengan

(10)

ix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Kuesioner

Lampiran 2 Layout Pengukuran

Lampiran 3 Hasil Pengukuran Observasi Awal

(11)

1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

ketenagakerjaan menekankan upaya keselamatan dan kesehatan kerja untuk

meningkatkan derajat kesehatan para pekerja/ buruh dengan cara pencegahan

kecelakaan dan penyakit akibat kerja, pengendalian bahaya di tempat kerja,

promosi kesehatan, pengobatan dan rehabilitasi. Secara tidak langsung,

kenyamanan pekerja di lingkungan kerja harus diutamakan demi keberlangsungan

proses produksi.

Data dari Bureau of Labor Statistics, pada tahun 2015 di United States

dilaporkan sebanyak 4.836 orang pekerja meninggal dunia akibat kecelakaan kerja

fatal. Jumlah ini meningkat dari tahun sebelumnya. Pekerja wiraswasta secara

konsisten telah menyumbangkan sekitar seperlima dari cedera pekerja. Paparan

zat berbahaya dan lingkungan masuk ke dalam lima besar yang memberikan

kontribusi terhadap jumlah kasus tersebut. Paparan zat berbahaya dan lingkungan

merupakan faktor fisika, kimia, dan biologi yang dapat mengganggu kesehatan

manusia. Dalam lingkungan industri, faktor fisik lebih banyak memberikan

pengaruh terhadap lingkungan sekitarnya dan berakibat langsung terhadap tenaga

kerja, salah satu diantaranya adalah iklim kerja panas yang mencakup suhu udara, kelembaban, kecepatan gerak udara dan panas radiasi (Suma’mur,2009).

Kebanyakan manusia merasa nyaman jika bekerja pada suhu udara 200 C –

270 C serta kelembaban berkisar 35% sampai 60%. Apabila suhu dan kelembaban

lebih tinggi, manusia akan merasa tidak nyaman. Situasi ini tidak menyebabkan

kerusakan selama tubuh dapat menyesuaikan dan mengatasi panas tambahan.

Lingkungan yang sangat panas dapat mengganggu mekanisme penyesuaian tubuh

hingga ke berbagai kondisi serius dan bisa fatal. Beberapa penyakit yang

(12)

2

Universitas Sriwijaya Menurut data Centers for Disease Control and Prevention (CDC) dalam artikel heat stroke by Robert S Helman et al (2017) terdapat 8.015 kematian akibat terpapar panas dari tahun 1979 – 2003 di United States , rata-rata 334 kematian per tahun. Dalam penelitian Carter et al (2005) mengumpulkan data dari tahun 1980 hingga 2002 tentang kejadian heat stroke pada militer di United States

menghasilkan bahwa 5.246 prajurit militer di rawat di rumah sakit dan 37 prajurit

meninggal. Kejadian heat stroke ini disebabkan oleh dehidrasi 17%, gagal ginjal akut 13%, rhabdomyolysis 25%. Pada Agustus 2006 di Carolina Utara pekerja peternakan berumur 44 tahun meninggal dunia setelah mengalami heat stroke saat bekerja. Hal ini diakibatkan karena bekerja terlalu lama pada suhu lingkungan

yang panas dan lembab. Suhu inti tubuh pekerja mencapai 108 Fahrenheit

(OSHAcademy,2017). Di Thailand penyakit pada organ ginjal merupakan

penyebab utama kematian pada orang dewasa. Jumlah kematian akibat gagal

ginjal yang terus meningkat dan tingginnya insiden batu ginjal pada pekerja

manual khususnya petani sebagian disebabkan oleh peningkatan heat stress

karena bekerja di negara yang panas dan lembab. Di antara pria yang terpapar

tekanan panas berkepanjangan, kemungkinan berkembangnya penyakit ginjal

adalah 2,22 kali dari pria tanpa paparan tersebut (Tawatsupa et al, 2012).

Ginjal dapat menjadi faal ginjal apabila bekerja menggunakan pengerahan

tenaga ekstra dan dilakukan dalam cuaca kerja panas. Hal ini diakibatkan karena

bertambahnya keringat yang menyebabkan kehilangan cairan tubuh dan garam

natrium dari tubuh serta menurunkan kemampuan berkeringat (Suma’mur, 1988).

Soemarko (2002) menambahkan jika cairan tubuh hilang dan tubuh tidak

mendapatkan cukup asupan cairan dan eletrolit pengganti, produksi urin akan

menurun, kepekatan urin meningkat, zat-zat yang terkandung dalam urin akan

meningkat konsentrasinya (supersaturasi) serta berlangsung cukup lama akan

menyebabkan kristalisasi pada urin yang nantinya akan menjadi batu saluran

kemih. Penyakit batu saluran kemih mempengaruhi hampir seperempat populasi

di seluruh dunia dan menimbulkan masalah kesehatan yang signifikan. Di dunia,

satu sampai dua persen penduduk menderita batu saluran kemih dan di Indonesia

berdasarkan data Riskesdas (2013) prevalensi batu saluran kemih 0,6% dari

(13)

Universitas Sriwijaya Kristalisasi urin dapat terjadi karena adanya perubahan pH atau temperatur

yang akan meningkatkan konsentrasi urin sehingga akan terbentuk kristal –

kristal. Proses ini dapat terjadi bila pH kurang dari 6. Pada keadaan ini terjadi

konsentrasi saturasi (kejenuhan) substansi urin, untuk kemudian berinteraksi

dengan butiran kristal yang akan membentuk kristal – kristal dalam urin

(Soemarko,2002).

Penelitian yang dilakukan oleh Borghi et al (1993) di pabrik pembuatan

kaca dengan lingkungan panas (290 – 310 WBGT) ditemukan kristal pada urin

dengan prevalensi 38,8%. Hasil penelitian Soemarko (2002) menemukan

prevalensi kristal asam urat sebesar 45,15% pada urin pekerja di bagian binatu,

dapur utama dan dapur restoran di Hotel X Jakarta. Dalam penelitian Wigati

(2010) juga menemukan prevalensi kristal urin sebesar 50% pada pekerja bagian

pengovenan PT. Indotirta Jaya Abadi Semarang. Terdapat hubungan antara

tekanan panas (p=0.008) dengan terjadinya kristalisasi urin pada karyawan bagian

furnace process plant department PT. Vale Indonesia Tbk. Sorowako berdasarkan penelitian Dano (2014).

Triyanti (2007), meneliti di bagian binatu dan dapur hotel X Medan

tentang hubungan faktor-faktor heat stress dengan terjadinya kristalisasi urin memperoleh hasil 29,3% pekerja di bagian binatu mengalami kristalisasi urin.

Adapun faktor – faktor heat stress yang dteliti adalah konsumsi air minum yang berhubungan dengan kristalisasi urin (p=0,003), masa kerja (p=0,613), lama

terpapar (p=0,505), jenis pekerjaan (p=0,886), ukuran tubuh (p=0,842), dan umur

(p=0,475) tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan terjadinya kristalisasi

urin.

Dano et al (2014), meneliti faktor yang berhubungan dengan kristalisasi urin pada karyawan bagian furnace PT.Vale Indonesia menghasilkan prevalensi kristalisasi urin positif terjadi pada 20 karyawan (40,0%). Adapun hasil uji

statistik menunjukkan bahwa variabel suhu panas (p=0,008), variabel umur

(p=0,021), variabel masa kerja (p=0,041), variabel lama paparan (p=0,015),

(14)

4

Universitas Sriwijaya (p=0,035). Hal ini menunjukkan bahwa variabel tersebut memiliki hubungan yang

bermakna dengan kejadian kristalisasi urin.

Faktor iklim kerja panas merupakan salah satu potensi bahaya fisik di

tempat kerja terutama pada industri – industri besar. Menurut OSHA (1999)

tempat - tempat yang berpotensi menimbulkan heat stress pada pekerjanya adalah industri pengecoran logam, pemasakan batu bata dan pabrik keramik, pembuatan

produk dari kaca, pabrik produk karet, ruang boiler, pembuatan roti, dapur

komersial, binatu, pengalengan makanan, pabrik kimia, tambang, peleburan, dan

terowongan beruap.

Sumatera Selatan merupakan penghasil karet terbesar seIndonesia dan PT.

Remco Palembang merupakan salah satu perusahaan yang bergerak pada industri

tersebut. Seiring dengan permintaan yang besar dari konsumen, pekerja harus

bekerja secara ekstra demi tercapainya target setiap harinya. Kenyamanan

lingkungan kerja merupakan salah satu faktor yang membuat pekerja semangat

dalam pencapaian target. Dalam proses produksinya memerlukan panas yang

tinggi. Pada bagian hanging shed terdapat 24 kamar untuk menjemur selendang karet. Berdasarkan hasil pengukuran suhu pada kamar jemur ini diatas 28 0C dan

rata – rata kelembaban diatas 80%. Pada bagian crumb rubber terdapat 3 bagian yaitu dryer, packing, dan gudang penyimpanan. Proses dryer menggunakan pengovenan dengan suhu 130 – 150 0C. Suhu pada bagian dryer adalah 29,5 0C dengan kelembaban 75% dan suhu pada bagian packing adalah 28,40C dengan kelembaban 72%. Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi

(2011) niali ambang batas untuk iklim kerja panas dengan pengukuran

menggunakan ISBB pada beban kerja sedang adalah 28,00C dalam waktu normal

8 jam sehari dengan waktu kerja 75% sampai 100%. Jumlah pekerja pada bagian

hanging shed adalah 40 orang per dua shift. Sedangkan pada pekerja bagian

crumb rubber terdapat 160 orang per dua shift. Pekerja beristirahat selama 1 jam dalam 8 jam kerja. Dalam satu shift, pekerja bekerja selama 10-12 jam dan selama itu pula pekerja berada di lingkungan yang panas. Pabrik ini beroperasi

(15)

Universitas Sriwijaya Dari hasil studi pendahuluan berdasarkan observasi dan penyebaran

kuesioner pada 15 pekerja, 5 dibagian hanging shed dan 10 di bagian crumb rubber didapat bahwa pekerja merasa sangat panas, merasa dehidrasi, banyak mengeluarkan keringat, bahkan ada yang tidak menggunakan baju saat bekerja,

kejang otot serta sering merasakan sakit pada bagian pinggang belakang. Selain

itu tidak terdapat sumber air minum di lingkungan kerja pekerja dan juga laporan

mengenai keluhan pekerja tidak terekam oleh bagian personalia. Di perusahaan

tersebut pun belum dilakukannya pengukuran iklim kerja panas. Oleh karena itu

perlu dilakukan penelitian untuk melihat keadaan kesehatan pekerja pada bagian

hanging shed dan crumb rubber khususnya terhadap terjadinya kristalisasi urin. Harapannya penelitian ini dapat memberikan informasi dan masukan kepada

pihak manajemen perusahaan sehingga pencegahan dapat dilakukan sedini

mungkin.

1.2. Rumusan Masalah

PT Remco Palembang merupakan salah satu industri karet yang pada

proses produksinya terdapat iklim kerja panas yaitu di bagian hanging shed dan

crumb rubber. Hasil pengukuran iklim kerja panas pada kedua bagian tersebut melebihi nilai ambang batas yang telah ditentukan oleh Permenakertrans (2011)

yaitu diatas 280C. Berdasarkan observasi awal hampir seluruh pekerja yang

bekerja pada bagian tersebut mengeluh merasa sangat panas, banyak

mengeluarkan keringat, bahkan ada yang tidak menggunakan baju saat bekerja,

kejang otot, serta sering merasakan sakit pada bagian pinggang belakang. Selain

itu tidak terdapat sumber air minum di lingkungan kerja pekerja dan juga laporan

mengenai keluhan pekerja tidak terekam oleh bagian personalia. Begitu pula

jadwal pekerja buruh yang melebihi nilai ambang batas yaitu bekerja selama

10-12 jam per shift dan belum dilakukannya pengukuran iklim kerja panas. Berdasarkan uraian singkat tersebut, ingin dilakukannya penelitian “bagaimana

hubungan iklim kerja panas dengan terjadinya kristalisasi pada urin pekerja di

(16)

6

Universitas Sriwijaya 1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan hubungan

iklim kerja panas dengan terjadinya kristalisasi pada urin pekerja di bagian hanging shed

dan crumb rubber PT Remco Palembang

1.3.2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mendeskripsikan prevalensi kristalisasi urin pada pekerja di bagian hanging

shed dan crumb rubber PT Remco Palembang

2. Mendeskripsikan hubungan antara iklim kerja panas dengan terjadinya

kristalisasi urin pada pekerja di bagian hanging shed dan crumb rubber PT

Remco Palembang

3. Untuk mendeskripsikan hubungan faktor pekerja ( umur, status gizi,

konsumsi air minum) dengan terjadinya kristalisasi urin pada pekerja di

bagian hanging shed dan crumb rubber PT Remco Palembang

4. Untuk mendeskripsikan hubungan faktor pekerjaan (masa kerja, jenis

pekerjaan) dengan terjadinya kristalisasi urin pada pekerja di bagian

hanging shed dan crumb rubber PT Remco Palembang

1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1. Manfaat Bagi Pekerja

1. Dapat menambah informasi tentang bagaimana proses terjadinya

kristalisasi urin oleh terpapar dari lingkungan kerja yang panas

2. Dapat menambah informasi bagaimana bekerja di lingkungan kerja panas

serta pencegahannya

3. Sebagai perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja akan faktor bahaya

di lingkungan kerja panas

1.4.2. Manfaat Bagi Perusahaan

1. Memberikan informasi mengenai status kesehatan pekerja yang bekerja

pada lingkungan kerja yang panas

2. Sebagai bahan pertimbangan untuk melakukan pencegahan serta

(17)

Universitas Sriwijaya 1.4.3. Manfaat Bagi Peneliti

1. Peneliti dapat mengaplikasikan pengetahuan yang telah diperoleh dan

dapat digunakan untuk pengembangan diri

2. Menambah informasi pengetahuan tentang lingkungan kerja panas serta

dampaknya terhadap terjadinya kristalisasi pada urin, cara pencegah dan

penanggulangannya.

1.4.4. Manfaat Bagi Fakultas Kesehatan Masyarakat

1. Menjadi informasi bagi seluruh civitas akademika Fakultas Kesehatan

Masyarakat

2. Menambah referensi bagi peneliti selanjutnya

3. Menambah perbendaharaan kepustakaan di Fakultas Kesehatan

Masyarakat

1.5. Ruang Lingkup Penelitian 1.5.1. Lingkup Lokasi

Lokasi penelitian ini akan dilaksanakan di PT. Remco Palembang

1.5.2. Lingkup Waktu

Waktu dalam penelitian ini dilaksanakan bulan Oktober tahun 2017.

1.5.3. Lingkup Materi

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang dilakukan pada bagian

hanging shed dan crumb rubber PT Remco Palembang. Variabel dependen yang diteliti adalah kejadian kristalisasi urin dan variabel independennya adalah iklim

kerja panas, umur, status gizi, konsumsi air minum, masa kerja dan jenis

pekerjaan.

Penelitian ini menggunakan jenis desain studi cross sectional. Populasi penelitian ini adalah 200 pekerja dengan jumlah sampel penelitian adalah 100

pekerja. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer

yang didapatkan dari hasil kuesioner, observasi dan pengukuran langsung

mengenai iklim kerja panas dengan perhitungan berdasarkan ISBB serta uji

(18)

8

BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1. Iklim Kerja Panas

Iklim kerja yang panas sudah menjadi salah satu penyebab yang sangat

penting pada abad ini. Temperatur lingkungan yang ekstrim (panas) akan

mempengaruhi respon fisiologis serta penurunan kinerja akibat dampak

psikologis. Lingkungan kerja panas akan memberikan beban tambahan bagi

pekerja. Untuk mengeluarkan kelebihan panas dari tubuh, maka organ – organ

tubuh bekerja lebih keras (Purwaningsih, 2016).

Iklim kerja merupakan hasil perpaduan antara suhu, kelembaban,

kecepatan gerakan udara, dan panas radiasi dengan tingkat pengeluaran panas dari

tubuh tenaga kerja sebagai akibat pekerjaannya (Permenakertrans,2011).

Iklim kerja diartikan sebagai hasil perpaduan antara suhu, kelembaban,

cepat gerak udara dan panas radiasi dengan tingkat pengeluaran panas dari tubuh

tenaga kerja sebagai akibat pekerjaannya (Soeripto,2008).

2.1.1. Tekanan Panas

Tekanan panas diartikan sebagai jumlah beban panas yang merupakan

hasil dari kegiatan (pelaksaaan pekerjaan) tenaga kerja dan kondisi lingkungan

dimana tenaga kerja tersebut bekerja. Kondisi lingkungan yang dimaksud adalah

faktor iklim yang meliputi suhu udara, kelembaban udara, kecepatan gerak udara

serta suhu radiasi. Sedangkan faktor tenaga kerja yaitu non iklim meliputi

metabolism, suhu inti tubuh dan tingkat aklimatisasi (Soeripto,2008).

Heat stress adalah beban panas seorang pekerja dari kontribusi gabungan panas metabolik, faktor lingkungan (suhu udara, kelembaban, pergerakan udara,

panas radiasi) dan pakaian yang digunakan. Panas metabolic dihasilkan oleh

tubuh melalui proses kimia, latihan, aktivitas hormon pencernaan, dan lainnya

(CCOHS,2016).

Aynita (2015) mengutip pendapat Leveritt tekanan panas adalah jumlah

(19)

Universitas Sriwijaya toleransi panas alami dan panas metabolik yang dihasilkan oleh beban kerja dan

faktor panas eksternal yang meliputi suhu udara, panas radiasi, kecepatan udara

dan kelembapan) serta faktor pakaian.

2.1.2. Mekanisme Perpindahan Panas

Panas terutama dapat dipancarkan (dihamburkan) dari tubuh ke sekitarnya

dengan cara konduksi, konveksi dan penguapan keringat serta radiasi. Dalam hal

ini darah memainkan peran yang sangat penting, yaitu darah membawa panas dari

dalam tubuh ke kulit, dimana panas dapat dihamburkan ke sekitarnya. Kecepatan

panas yang dihamburkan (dipindahkan) ini tergantung kepada keadaan

lingkungan. Panas dapat dipindahkan dari tubuh ke tempat kerja dengan cara

konduksi, konveksi, radiasi, penguapan dan respirasi. Panas dapat dipindahkan

dari lingkungan ke tubuh dengan cara radiasi dan/atau konveksi. Berikut beberapa

mekanisme perpindahan panas menurut M Soeripto (2008) :

A. Konduksi

Konduksi merupakan perpindahan panas dari partikel yang satu ke partikel

yang lain yang daling berhubungan dalam keadaan tetap (tidak bergerak),

misalnya perpindahan panas dari kulit ke udara. Dalam kondisi sebagaimana

disebutkan, agar perpindahan panas dapat berlangsung(terjadi), maka suhu

udara harus lebih dingin dari suhu kulit.

B. Konveksi

Konveksi adalah sirkulasi udara diatas kulit, yang hasilnya adalah

peningkatan kegiatan pendinginan. Sebagai contoh : penggunaan kipas angin

secara terus – menerus akan menggerakan udara dingin yang lain kea rah kulit

dan mendorong (memindahkan) udara yang telah hangat oleh pengaruh kulit,

ini adalah cara umum untuk mendinginkan tubuh. Suhu udara yang lebih

rendah, lebih besar jumlah jumlah panas konduksi yang dipindahkan (hilang).

Lebih tinggi kecepatan udara (cepat gerak udara), lebih besar jumlah panas

konveksi yang hilang.

C. Penguapan

Penguapan merupakan cara pendinginan tubuh yang dilakukan dengan

menguapkan keringat yang ada di permukaan kulit. Kecepatan penguapan

(20)

10

Universitas Sriwijaya dipercepat dengan konveksi atau cepat gerak udara yang melintasi kulit.

Apabila kelembapan udara rendah, sejumlah besar penguapan dapat terjadi

(absorbsi uap air ke dalam udara menjadi besar) dan mempercepat

pendinginan. Namun, apabila kelembapan atau kandungan uap air di udara

tinggi, maka penguapan yang terjadi sangat sedikit, sehingga pendinginan

berjalan lambat.

D. Radiasi

Radiasi adalah perpindahan panas dari benda yang panas ke suatu benda

yang lebih dingin yang ada di sekitarnya dalam suatu lingkungan tempat kerja

( perpindahan panas dengan cara radiasi umumnya tidak memerlukan media).

Salah satu contohnya yaitu panas dari suatu ketel uap atau dari matahari akan

dipindahkan ke benda-benda yang ada di sekitarnya.

2.1.3. Cara Tubuh Mengatur Keseimbangan Panas

Produksi panas di dalam tubuh tergantung dari kegiatan fisik, makanan,

pengaruh berbagai bahan kimia, gangguan pada sistem pengatur tubuh serta

mekanisme konduksi, konveksi, radiasi dan evaporasi. Pada saat tenaga kerja

bekerja dengan beban kerja sedang dan dibawah pengaruh lingkungan yang panas,

otak tetap mengawasi (mengendalikan) suhu tubuh dengan memantau suhu darah.

Bila suhu darah meningkat diatas 370C, tubuh mulai mengendalikan mekanisme

panas. Pengendalian mekanisme yang menyeluruh telah mengakibatkan kegiatan

pengaturan panas tubuh meningkat atau sistem pengatur panas naik (M Soeripto,

2008). Untuk mendapatkan keseimbangan panas suhu tubuh maka :

M ± R ± Kkonv − E = A Keterangan :

M = Panas metabolisme

R = Panas radiasi

K konv = Panas konveksi

E = Panas penguapan keringat

(21)

Universitas Sriwijaya 2.1.4. Dampak Tekanan Panas

Pengaruh tekanan panas yang sangat tinggi (suhu yang ekstrim) dapat

mengakibatkan gangguan kesehatan, seperti heat cramps, heat exhaustion dan

heat stroke. Oleh karenanya pekerja harus menyadari gejala dan tanda-tanda awal penyakit tersebut.

A. Heat Cramps

Heat cramps merupakan penyakit kejang otot yang disebabkan oleh terlalu banyak kehilangan cairan garam melalui keringat. Heat cramps biasanya terjadi pada otot yang terlalu keras digunakan seperti pada kaki, tangan dan

perut dan akan baru terasa setelah selesai melakukan pekerjaan. Contohnya

selama mandi setelah bekerja (Worksafe, 2007).

Sangat penting untuk membedakan antara heat cramps dan kram biasa pada umumnya. Kram pada umumnya akan hilang setelah dipijat sedangkan

heat cramps akan hilang apabila cairan garam yang hilang telah diganti. Pengobatannya adalah istirahat, banyak minum air serta banyak

mengkonsumsi makan asin. Pencegahannya adalah asupan air yang cukup dan

asupan garam yang cukup (Worksafe, 2007).

B. Heat Exhaustion

Heat exhaustion diakibatkan oleh berkurangnya cairan tubuh atau volume darah. Kondisi ini terjadi jika jumlah air yang dikeluarkan seperti keringat

melebihi dari air yang diminum selama terkena panas. Heat exhaustion

merupakan penyakit yang lebih serius dari heat cramps. Gejalanya adalah keringat yang sangat banyak, kulit pucat, lemah, pening, mual, pernapasan

pendek dan cepat, pusing, dan pingsan. Suhu tubuh antara 370C – 400C.

Pengobatan dengan cara korban dibawa ke daerah dingin, melonggarkan

pakaian jika terlalu ketat, dan meminum cairan. Pencegahannya adalah dengan

aklimatisasi dan minum banyak air (Arief, 2012).

C. Heat Stroke

Heat stroke adalah penyakit gangguan panas yang mengancam nyawa yang terkait dengan pekerjaan pada kondisi sangat panas dan lembab. Suhu

inti tubuh mencapai suhu diatas 410 C yang menyebabkan berhentinya

(22)

12

Universitas Sriwijaya suhu akan terus meningkat. Apabila tidak langsung diberikan pertolongan,

korban akan kehilangan kesadaran, kerusakan otak yang permanen hingga

kematian (Worksafe,2007).

Gejala dari heat stroke adalah detak jantung cepat, denyut nadi tidak teratur, suhu tubuh diatas 400C, kulit kering dan tampak kebiruan atau

kemerahan, tidak terdapat keringat, pusing, menggigil, mual dan muntah,

kebingungan mental, dan pingsan (Worksafe,2007).

Pengobatan dari heat stroke berupa dinginkan korban dengan memindahkan korban ke daerah dingin. Rendam pakaian dan kulit dengan air

dingin dan menggunakan kipas angina untuk menciptakan gerakan udara.

Syok dapat terjadi sewaktu – waktu. Pencegahannya dengan aklimatisasi,

pemantauan ketat untuk tanda – tanda penyakit panas, skrining medis dan

minum banyak air (Arief, 2012).

2.1.5. Pencegahan Tekanan Panas

Employers harus memberikan pendidikan dan pelatihan yang memadai untuk seluruh pekerjanya mengenai faktor risiko heat stress. Training harus berupa (Worksafe,2007) :

a. Proses terjadinya heat stress

b. Faktor risiko terjadinya heat stress

c. Cara mencegah terjadinya heat stress

d. Apa yang pekerja lakukan apabila pekerja tersebut, rekan kerja terkena

gangguan heat stress.

Berikut pencegahan tekanan panas yang dapat digunakan berdasarkan

hierarki pengendalian :

A. Engineering Control

Engineering control merupakan pengendalian yang paling efektif untuk mengurangi paparan panas yang berlebihan. Berikut beberapa contoh

engineering control yang dapat dilakukan (Worksafe, 2007) :

a. Mengurangi aktivitas pekerja melalui otomatisasi atau mekanisasi.

b. Menutupi atau mengisolasi panas permukaan untuk mengurangi panas

(23)

Universitas Sriwijaya c. Menyediakan AC atau peningkatan ventilasi untuk menghilangkan udara

panas.

d. Menyediakan kipas besar seperti blower fan atau exhaust fan untuk

lingkungan yang bersuhu > 350C

e. Mengurangi sumber kelembapan misalnya perairan terbuka dan saluran

air.

B. Administrative Control

Jika engineering control tidak dapat dilakukan, pengendalian selanjutnya adalah administrative control. Berikut beberapa pengendalian yang dapat dilakukan :

a. Aklimatisasi

Aklimatisasi adalah suatu proses dimana tubuh akan beradaptasi dengan

lingkungan panas dan dilakukan secara bertahap. Umumnya, individu

dalam kondisi fisik yang baik menyesuaikan diri lebih cepat dibandingkan

dalam kondisi yang buruk. Waktu yang dibutuhkan untuk aklimatisasi

penuh adalah sekitar satu minggu. Pada hari pertama individu melakukan

50% dari beban kerja normal dan menghabiskan 50% dari waktu dalam

lingkungan yang panas. Setiap hari ditingkatkan sebanyak 10% tambahan

beban kerja normal dan waktu. Sehingga pada hari keenam, pekerja

melakukan beban kerja penuh selama satu hari. Aklimatisasi akan hilang

ketika paparan lingkungan panas tidak terjadi selama beberapa hari

sehingga perlu reaklimatisasi. Terdapat beberapa faktor yang dapat

mempengaruhi aklimatisasi yaitu umur, jenis kelamin, ras, dehidrasi,dan

keadaan fisik ( M Soeripto, 2008). Manfaat utama dilakukannya

aklimatisasi (Worksafe, 2007):

1. Peningkatan kebugaran kardiovaskuler. Denyut jantung dan suhu inti

tubuh akan lebih rendah ketika bekerja di lingkungan panas.

2. Keringat meningkat. Pekerja akan berkeringat lebih cepat dan banyak

yang memliki efek pendinginan pada tubuh.

(24)

14

Universitas Sriwijaya b. Pengawasan

Pekerja tidak boleh bekerja sendirian pada lingkungan yang

memungkinkan terjadinya heat stress. Pekerja harus diawasi atau bekerja

secara berkelompok, apabila terjadi heat stress pada salah satu pekerja

agar cepat ditangani dan lingkungan kerja yang panas telah diidentifikasi.

Pengawas perlu memastikan bahwa ada cukup pertolongan pertama dan

menetapkan prosedur darurat apabila terjadi keadaan yang serius.

c. Waktu Istirahat

Waktu istirahat harus ditentukan dan dijadwalkan untuk memungkinkan

pekerja mendinginkan tubuhnya. Sangat penting untuk memiliki tempat –

tempat yang sejuk, berventilasi baik untuk istirahat bagi para pekerja yang

bekerja di lingkungan panas.

d. Jadwal Pekerjaan Untuk Mengurangi Paparan Panas

Beberapa kegiatan yang dapat dilakukan :

1. Melakukan rolling pekerjaan atau kegiatan tambahan untuk mengurangi paparan panas

2. Memindahkan atau merelokasi pekerjaan dari sinar matahari langsung

atau panas radiasi bila memungkinkan.

3. Outside work, melakukan pemeliharaan dan perbaikan rutin selama musim dingin setiap tahun

4. Inside work, melakukan pemeliharaan dan perbaikan rutin ketika pengoperasian yang menghasilkan panas berhenti atau ditutup.

e. Minum Air

Secara alami tubuh berkeringat untuk mendinginkan tubuh itu sendiri.

Berkeringat dapat menyebabkan hilangnya jumlah cairan secara

signifikan, yang harus digantikan secara kontinyu. Jika cairan tidak

digantikan secara teratur, pekerja akan mengalami dehidrasi dan

meningkatkan risiko heat stress. Oleh karenanya, sangat penting untuk minum air sebelum, saat dan setelah melakukan pekerjaan di lingkungan

panas. Sebagai titik awal, pekerja harus meminum ½ liter air sebelum

bekerja dan satu gelas setiap 20 menit sepanjang hari kerja apabila bekerja

(25)

Universitas Sriwijaya Perusahaan perlu memberikan pasokan air minum dingin yang memadai di

area bekerja. Minuman yang cocok adalah air mineral dan jus buah.

Minuman yang mengandung cafein dan alkohol tidak baik karena akan

meningkatkan dehidrasi. Bekerja di lingkungan panas juga menyebabkan

kekurangan garam, maka dari itu pekerja dianjurkan untuk mengkonsumsi

makanan asin, namun salt tablets tidak dianjurkan (Worksafe, 2007). f. Menggunakan Pakaian Dingin

Menggunakan pakaian yang cocok untuk kondisi panas dan pekerjaan

berat membantu mendinginkan tubuh. Pakaian yang longgar dari kain

katun dan sutera memungkinkan udara untuk masuk. Udara yang melewati

kulit akan membantu mendinginkan tubuh oleh evaporasi keringat dari

kulit. Pakaian wol dapat membantu unuk meminimalkan heat stress bagi

pekerja yang bekerja di dekat radiasi sumber panas seperti boiler dan kilns

serta suhu udara diatas 350C.

Untuk yang bekerja diluar (outside) menggunakan pakaian berwarna cerah lebih baik daripada berwarna gelap dan menjaga tubuh tetap dingin.

Menggunakan topi bertepi besar, penutup wajah dan daerah leher bila

diperlukan (Worksafe, 2007). C. Personal Heat-Protective Clothing

Pakaian pelindung panas hanya dapat dilakukan oleh pekerja terlatih dan

mengikuti pentujuk di pabrik. Pakaian pelindung panas mungkin bukan

merupakan solusi lengkap untuk masalah heat stress, jadi tindakan pencegahan

seperti pengawasan ketat harus dipertahankan sampai efektivitas penggunaan

pakaian ini. Terdapat dua jenis pakaian pelindung khusus yaitu pengontrol

suhu pakaian dan anti panas radiasi atau reflective clothing (Worksafe, 2007). a. Pengontrol Suhu Pakaian

Beberapa jenis pakaian yang disediakan oleh tipe pakaian ini yaitu air-cooled suit, water-air-cooled suit, dan ice-cooled waistcoats.

b. Anti Panas Radiasi atau reflective clothing

Pakaian ini digunakan ketika ada panas radiasi berlebihan dari permukaan

(26)

16

Universitas Sriwijaya tersedia dengan bentuk yang berbeda. Bervariasi dari celemk dan jaket

yang akan menutupi seluruhnya dari leher hingga ke kaki.

2.1.6. Pengukuran Tekanan Panas

Para ahli telah berusaha untuk mencari metode pengukuran sederhana

yang dinyatakan dalam bentuk indeks untuk mengetahui besarnya pengaruh panas

terhadap lingkungan pada tubuh. Ada empat metode pengukuran, yaitu (Suma’mur,2009) :

A. Suhu Efektif ( Corrected Effective temperatur )

Suhu efektif adalah indeks sensoris dari tingkat panas yang dialami oleh

seseorang tanpa baju, kerja ringan dalam berbagai kombinasi suhu,

kelembaban dan aliran udara. Kelemahan penggunaan suhu efektif adalah

tidak diperhitungkannya panas metabolism tubuh. Penyempurnaan pemakaian

suhu efektif adalah dengan memperhatikan panas radiasi, dibuat skala suhu

efektif dikoreksi (Corrected Effective temperatur Scale).

B. Indeks Kecepatan Keluar Keringat Selama 4 Jam ( Predicted 4 hours Sweetrate )

Indeks kecepatan keluar keringat selama 4 jam adalah keringat yang keluar

akibat kombinasi suhu, kelembaban, kecepatan udara dan radiasi. Dapat pula

dikoreksi dengan pakaian dan tingkat pekerjaan.

C. Indeks Belding-hatch ( heat stress index )

Indeks belding-hatch dihubungkan dengan kemampuan orang berkeringat dari orang standar yaitu seorang berusia muda dengan tinggi 170 cm dan berat

badan 154 pon dalam keadaan sehat dan memiliki kesegaran jasmani serta

beraklimatisasi terhadap panas.

D. ISBB ( Indeks Suhu Bola Basah )

ISBB merupakan kombinasi pengukuran suhu basah, suhu kering dan

radiasi. ISBB merupakan pengukuran yang paling sederhana karena tidak

banyak membutuhkan keterampilan, cara atau metode yang tidak sulit dan

besarnya tekanan panas dapat ditentukan dengan cepat. Indeks ini digunakan

untuk mengukur variabel lingkungan.

(27)

Universitas Sriwijaya a. Mengetahui besaran temperatur lingkungan. Umumnya dalam satuan

derajat celcius

b. Memgetahui sumber panas dan area kerja yang beresiko terhadap pajanan

panas

c. Mengetahui pekerja yang beresiko terhadap pajanan panas

Nilai ISSB dihitung dengan persamaan sebagai berikut :

1. Keadaan Di Luar Gedung Dengan Beban Panas Matahari

ISBB = 0,7 WB + 0,2 GT + 0,1 DB

2. Keadaan di Dalam Gedung Tanpa Beban Panas Matahari

ISBB = 0,7 WB + 0,3 GT

Keterangan :

1. ISBB (Indeks Suhu Basah dan Bola)

Merupakan parameter untuk menilai tingkat iklim kerja yang merupakan

hasil perhitungan antara suhu udara kering, suhu basah alami and suhu

bola.

2. Natural Wet Bulb temperatur / WB (Suhu Udara Basah Alami)

Merupakan suhu yang ditunjukkan oleh termometer bola basah alami dan

suhu ini biasanya lebih rendah dari suhu kering.

3. Dry Bulb temperatur/ DB (Suhu Udara Kering)

Merupakan suhu yang ditunjukkan oleh thermometer suhu kering.

4. Globe temperatur (Suhu Globe)

Merupakan suhu yang ditunjukkan oleh thermometer bola dan sebagai

indikator tingkat radiasi.

2.1.7. Nilai Ambang Batas (NAB) Iklim Kerja

Nilai Ambang Batas (NAB) adalah standar faktor bahaya di tempat kerja

sebagai kadar/intensitas rata – rata tertimbang waktu (time weighted average) yang dapat diterima tenaga kerja tanpa mengakibatkan penyakit atau gangguan

kesehatan, dalam pekerjaan sehari-hari untuk waktu tidak melebihi 8 jam sehari

(28)

18

Universitas Sriwijaya Tabel 2. 1 Nilai Ambang Batas (NAB) Iklim Kerja Panas Berdasarkan

Indeks Suhu Bola Basah (ISBB) Pengaturan Waktu Kerja Setiap

Sumber : Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, 2011

Catatan :

- Beban kerja ringan membutuhkan kalori 100-200 Kkal/jam

- Beban kerja sedang membutuhkan kalori > 200-350 Kkal/jam

- Beban kerja berat membutuhkan kalori > 350-500 Kkal/jam

Tabel 2. 2 Tingkat Pekerjaan dan Jumlah Kalori Yang Dibutuhkan No Tingkat

Pekerjaan Kegiatan BTU/Jam

1 Ringan - Duduk, gerakan-gerakan kaki & tangan

sedang ( misalnya bermain piano, menyetir mobil)

- Berdiri, kerja ringan pada mesin atau

bongkar, terutama lengan

- Duduk, gerakan gerakan kuat tangan dan

kaki

- Berdiri, kerja ringan pada mesin atau

bongkar, kadang – kadang jalan.

550 – 650

550 – 650

650 – 800 650 – 750

2 Sedang - Berdiri, kerja sedang pada mesin atau

bongkar, kadang – kadang jalan

- Jalan jalan dengan mengangkat atau

mendorong beban yang sedang beratnya

- Mengangkat, mendorong dan menaikkan

(29)

Universitas Sriwijaya 2.2. Mekanisme Fisiologis Pengaruh Paparan Panas

Untuk tercapainya keseimbangan suhu tubuh, diperlukan pengeluaran

panas dari tubuh melalui mekanisme eferen sebagai berikut (Astrand PO,1986;

Mathews J,199 dalam Agatha, 2003) :

A. Pelebaran Pembuluh Darah Kulit

Pada kondisi pajanan panas, bagian anterior hipotalamus mengurangi

produksi panas dengan menurunkan aktivitas otot rangka dan mendorong

pengeluaran panas dengan adanya vasodilatasi kulit. Apabila vasodilatasi kulit

maksimum gagal mengurangi kelebihan panas tubuh, mekanisme berkeringat

diaktifkan sehingga panas dapat terus dikeluarkan melalui proses evaporasi.

Pada kenyataannya, bila suhu udara meningkat diatas suhu kulit dengan

vasodilatasi maksimum, gradien suhu berbalik sendiri, sehingga tubuh

memperoleh panas dari lingkungan. Pada keadaan ini, berkeringat adalah

satu-satunya cara tubuh untuk mengurangi panas. Respon-respon vasomotor kulit

ini di koordinasi oleh hipotalamus melalui keluaran sistem saraf simpatis.

Peningkatan aktivitas simpatis ke pembuluh kulit menghasilkan vasokonstriksi

sebagai respon terhadap pajanan dingin, sedangkan penurunan aktifitas

simpatis menimbulkan vasodilatasi pembuluh kulit sebagai respon terhadap

pajanan panas (Soemarko, 2015).

Dengan adanya pelebaran pembuluh darah kulit ini menyebabkan resisten

perifer menurun sehingga untuk dapat tetap mempertahankan aliran darah ke

jaringan, jantung harus bekerja lebih berat. Apabila paparan panas

berkelanjutan dapat terjadi timbunan darah di daerah perifer secara berlebihan.

Akibatnya, aliran darah ke otak akan berkurang dan tenaga kerja dapat

tiba-tiba pingsan dan pengeluaran panas melalui proses konveksi akan terhambat

dan pengeluaran panas melalui sekresi keringat dan penguapan (Astrand

PO,1986; Mathews J,199 dalam Agatha, 2003).

B. Perubahan Pada Kelenjar Keringat

Meningkatnya jumlah kelenjar keringat yang aktif serta meningkatnya

sekresi kelenjar keringat. Sehingga suhu tubuh dapat dipertahankan hampir

menetap walaupun suhu lingkungan berubah – ubah. Pengeluaran cairan tubuh

(30)

20

Universitas Sriwijaya keadaan normal akan dapat dikompensasi dengan cairan yang masuk baik

melalui makanan, minuman dan sebagai hasil oksidasi sel (Astrand PO,1986;

Mathews J,199 dalam Agatha, 2003).

Suma’mur (1988) menggambarkan pengaruh dari tekanan panas dan kelainan – kelainan akibat panas sebagai berikut :

2.3. Keseimbangan Cairan Tubuh

Secara garis besar keseimbangan cairan di dalam tubuh manusia

ditentukan oleh intake dan output cairan ke dalam dan keluar tubuh. Dikatakan seimbang bila intake sama dengan output cairan dari tubuh. Tubuh orang dewasa

Hilang

(31)

Universitas Sriwijaya dengan berat sekitar 50 kg terdiri dari 55% cairan. Sebagian cairan ini terletak di

intrasel dan sebagian lagi terletak di ekstra sel. Cairan ekstra sel bergerak secara

tidak tetap di seluruh tubuh dan dengan cepat tercampur melalui difusi dengan

darah dan cairan jaringan. Cairan ekstra sel mengandung ion natrium, klorida,

bikarbonat dalam jumlah besar serta nutrien yang dibutuhkan oleh sel tubuh

(glukosa, asam lemak dan asam amino), serta gas CO2 (Grandjean, 2004).

Pengeluaran cairan tubuh yang baik melalui kulit (keringat dan evaporasi)

maupun organ lainnya, dalam keadaan normal akan dapat dikompensasi dengan

cairan yang masuk melalui makanan, minuman dan sebagai hasil oksidasi.

Pengeluaran cairan melalui keringat, disertai dengan pengeluaran natrium yang

cukup besar. Kehilangan natrium yang terus menerus melalui keringat tanpa

diimbangi tambahan masukan dari makanan atau minuman dapat menimbulkan

terjadinya keadaan dehidrasi yang ditandai dengan berkurangnya elastisitas kulit,

mata cekung, bibir/mulut kering dan penurunan tekanan darah (Soemarko,2015).

Apabila cuaca dalam keadaan panas, kandungan cairan tubuh akan

meningkat sampai 3,5 liter per jam, dengan perincian kehiangan melalui urin

sebanyak 1400 cc, melalui fases sebanyak 200cc, melalui keringat sebanyak 1400

cc, melalui penguapan paru-paru sebanyak 250 cc dan melalui proses difusi

(Soemarko,2015).

Gerak badan juga akan meningkatkan kehilangan cairan tubuh melalui 2

cara, yaitu (Soemarko,2015) :

1. Dengan meningkatkan kecepatan pernapasan, sehingga memperbesar

kehilangan cairan melalui paru-paru sesuai peningkatan kecepatan ventilasi

2. Dengan meningkatnya suhu tubuh, menyebabkan pengeluaran keringat akan

terjadi secara berlebihan.

Dengan demikian gerak badan akan mengeluarkan cairan tubuh dengan

perincian kehilangan melalui urin sebanyak 500 cc, melalui keringat sebanyak

5000 cc, melalui feses sebanyak 200 cc, melalui penguapan paru-paru sebanyak

(32)

22

Universitas Sriwijaya 2.4. Kristalisasi Urin

2.4.1. Urin

Urin adalah larutan kompleks sisa metabolism ginjal yang berisi air ±

96%, bahan padat ± 4%, bahan organik (urea, asam urat, kreatinin), bahan

anorganik (NaCl,sulfat, fosfat,ammonia). Dari hasil pemeriksaan urin dapat

diperkirakan kemungkinan adanya kelainan di ginjal, salura kemih atau diluar

ginjal. Kelainan dalam ginjal dan saluran kemih contohnya peradangan,

perdarahan, penyakit ginjal. Sedangkan kelainan sistemik / diluar ginjal dan

saluran kemih contohnya diabetes, kehamilan, febris dan penyakit perdarahan

(Gandasoebrata,2006).

2.4.2. Patogenesis Terjadinya Kristalisasi Urin

Kristalisasi urin dapat terjadi jika jumlah cairan dan elektrolit yang masuk

tidak cukup, produksi urin menurun, kepekatan urin meningkat ( hipersaturasi /

superaturasi ) dan berlangsung cukup lama (Soemarko, 2002). Ada beberapa hal

yang dapat menyebabkan kejadian ini, yaitu :

A. Dehidrasi / Volume Urin Berkurang

Dalam lingkungan panas, perpindahan panas secara radiasi tidak mungkin

lagi, alat utama transfer panas ke lingkungan pada manusia adalah kehilangan

panas melalui penguapan keringat. Kelenjar keringat dirangsang oleh saraf

simpatis kolinergik dan mengeluarkan cairan hipotonik ke permukaan kulit.

Sangat penting untuk mengganti air yang hilang dalam keringat. Hal ini tidak

biasa bagi pekerja kehilangan 6 – 8 liter keringat saat bekerja di industri

panas. Jika air yang hilang tidak diganti akan terjadi penurunan progresif air

tubuh dengan penyusutan tidak hanya dari ruang ekstraselular, interstial dan

plasma volume, tetapi juga air di dalam sel (Department of Health and Human Services, 2013). Hal ini menyebabkan peningkatan osmolaritas serum yang berakibat sekresi vasopresin oleh pituitary posterior, sehingga volume urin berkurang dan terjadi peningkatan konsentrasi pada urin termasuk konsentrasi

garam yang dapat memicu pembentukan kristal urin yang akan berkembang

(33)

Universitas Sriwijaya B. Konsentrasi Zat Terlarut Yang Melebihi Ambang Batas

Apabila kelarutan suatu zat tinggi dibandingkan titik endapnya, maka

terjadi supersaturasi sehingga zat-zat tersebut akan menumpuk dan

membentuk kristal padat. Supersaturasi dan kristalisasi terjadi bila ada

penambahan zat yang bisa mengkristal yang disekresikan oleh ginjal dalam air

dengan ph dan suhu tertentu, sehingga suatu saat terjadi kejenuhan dan

selanjutnya terjadi kristal (Luo, 2012).

2.4.3. Supersaturasi Urin

Supersaturasi merupakan penyebab terpenting dalam proses terjadinya

batu saluran kencing. Pada keadaan ini terjadi kejenuhan substansi pembentuk

saluran kemih seperti sistin, asam urat, kalsium oksalat. Akibatnya, interaksi

elemen – elemen protein dan ion – ion dalam urin terganggu, yang akan

meningkatkan solubilitas substansi – substansi pembentuk urin dalam bentuk

kristal serta akan mempermudah terbentuknya batu saluran kemih (Soemarko,

2002).

2.4.4. Jenis – jenis Kristal Urin

Berbagai jenis kristal ditemukan dalam urin, berikut jenis – jenis kristal

urin (Gandasoebrata, 2006) :

A. Kalsium oksalat

Kristal ini umum dijumpai pada spesimen urine bahkan pada pasien yang

sehat. Kristal bervariasi dalam ukuran dari cukup besar untuk sangat kecil.

Kristal ca-oxallate bervariasi dalam ukuran, tak berwarna, dan bebentuk

amplop atau halter. Kristal dapat muncul dalam spesimen urine setelah

konsumsi makanan tertentu (misal asparagus, kubis, dll) dan keracunan

ethylene glycol. Adanya 1 – 5 ( + ) kristal Ca- oxallate per LPK masih dinyatakan normal, tetapi jika dijumpai lebih dari 5 ( ++ atau +++ ) sudah

dinyatakan abnormal.

B. Triple fosfat

Seperti halnya Ca-oxallate, triple fosfat juga dapat dijumpai bahkan pada orang yang sehat. Kristal terlihat berbentuk prisma empat persegi panjang

(34)

24

Universitas Sriwijaya berwarna dan larut dalam asam cuka encer. Infeksi saluran kemih dengan

bakteri penghasil urease (misal Proteus vulgaris) dapat mendukung pembentukan Kristal dan urolithiasis dengan meningkatkan pH urin.

C. Asam urat

Kristal asam urat tampak berwarna kuning kecoklatan, berbentuk belah

ketupat (kadang-kadang berbentuk jarum atau mawar). Meskipun peningkatan

16% pada pasien dengan keganasan limfoma atau leukemia, kehadiran mereka

biasanya tidak patologis atau meningkatkan konsentrasi asam urat.

D. Sistin (cystine)

Cystine berbentuk heksagonal dan tipis.Kristal ini muncul dalam urin sebagai akibat dari cacat genetik atau penyakit hati yang parah. Kristal dan

batu sistin dapat dijumpai pada cystinuria dan homocystinuria. Terbentuk pada pH asam dan ketika konsentrasinya lebih dari 300 mg. Sering

membingungkan dengan kristal asam urat. Sistin kristaluria atau urolithiasis

merupakan indikasi cystinuria yang merupakan kelainan metabolisme bawaan cacat yang melibatkan reabsorpsi tubulus ginjal tertentu.

E. Leusin dan Tirosin

Leusin dan tirosin adalah kristal asam amino dan sering muncul

bersama-sama dalam penyakit hati yang parah. Tirosin tampak sebagai jarum yang

tersusun sebagai berkas atau mawar dan kuning. Kristal leusine dipandang

sebagai bola kuning dengan radial konsentris.Kristal dari asam amino leusin

dan tirosin sangat jarang terlihat di sedimen urin. Kristal ini dapat diamati

pada beberapa penyakit keturunan seperti tirosinosis dan "penyakit Maple Syrup". Lebih sering kita menemukan kristal ini bersamaan pada pasien dengan penyakit hati berat (sering terminal).

F. Kristal kolesterol

Kristal kolesterol tampak regular atau irregular, transparan, tampak

sebagai plat tipis empat persegi panjang dengan satu (kadang dua) dari sudut

persegi memiliki takik. Penyebab kehadiran kristal kolesterol tidak jelas,

(35)

Universitas Sriwijaya G. Amorf urat

Warna kuning atau coklat, terlihat sebagai butiran, berkumpul.

H. Amonium urat (biurat)

Warna kuning-coklat, bentuk bulat tidak teratur, bulat berduri atau bulat

bertanduk.

I. Kalsium fosfat

Tak berwarna, bentuk batang panjang, berkumpul membentuk roset.

2.4.5. Faktor – faktor Yang Mempengaruhi Kristalisasi Urin A. Umur

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) umur adalah lama

waktu hidup atau ada (sejak dilahirkan atau diadakan). Secara umum pekerja

yang berumur 40 tahun ke atas dalam ketidakberuntungan dibanding pekerja

yang lebih muda dalam bekerja di lingkungan panas. Kekuatan maksimum

pemompa jantung menurun dengan pertambahan umur yang akan membatasi

kemampuan tubuh untuk menyalurkan panas dari inti tubuh ke permukaan

kulit. Efisiensi mekanisme pengeluaran keringat yang biasanya penting dalam

banyaknya panas yang berpindah dari kulit selama kerja yang berat, juga

berkurang dengan bertambahnya umur. Pekerja yang lebih tua umumnya

berkeringat lebih lama dan berkeringat dengan kecepatan yang lambat

dibanding pekerja muda. Konsekuensinya, pekerja tua cenderung

meningkatkan panas inti tubuh selama bekerja di tempat panas dan

membutuhkan waktu istirahat yang lebih panjang untuk pemulihan ke tingkat

yang normal (NCDOL,2012).

Berdasarkan penelitian Dano (2014) faktor umur karyawan yang berada pada umur ≥ 40 mempunyai hubungan dengan terjadinya kristalisasi urin. Dalam penelitian M Adelia (2009) kristalisasi asam urat pada karyawan

peleburan PT. INCO yang mendapatkan bahwa 57% pekerja yang berusia

lebih dari 40 tahun mengalami kristalisasi asam urat.

Sejalan dengan penelitian tersebut, penelitian yang dilakukan Karsitia

(2007) pada pekerja pengecoran di Klaten juga menghasilkan bahwa variabel

umur dengan kategori diatas 40 tahun (p=0,000) terdapat perbedaan yang

(36)

26

Universitas Sriwijaya B. Status Gizi

Produksi panas pada inti temperatur tubuh berhubungan dengan berat

badan dan massa tubuh. Pemantauan kehilangan cairan tubuh melalui berat

badan dilakukan dengan menimbang berat badan pekerja pada saat sebelum

dan sesudah waktu bekerja untuk melihat apakah seorang pekerja sudah

mendapatkan cukup cairan untuk mencegah dehidrasi. Kehilangan cairan

tubuh tidak boleh melebihi 1,5% dari berat tubuh pekerja per hari kerja

(Soemarko,2015). Meskipun seseorang sangat sehat, pekerja dalam kondisi fit,

tetap dapat mengalami gejala heat strain pada saat awal bekerja dalam kondisi

heat stress (NCDOL,2012).

Status gizi seseorang dapat diketahui melalui nilai Indeks Massa Tubuh

(IMT) yang merupakan alat sederhana untuk memandu status gizi seseorang

khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan

dalam kilogram dibagi dengan kuadrat tinggi badan dalam meter (Departemen

Kesehatan RI,2011). Berikut perhitungannya :

� � = �� ��� � � � �� ��� ��

Hasil pengukuran dikategorikan sesuai ambah batas IMT pada tabel berikut :

Tabel 2. 3 Klasifikasi Status Gizi Berdasarkan IMT

Kategori IMT

Kurus Kekurangan berat badan tingkat berat < 17,0 Kekurangan berat badan tingkat ringan 17,0 – 18,4

Normal 18,5 – 25,0

Gemuk Kelebihan berat badan tingkat ringan 25,1 – 27,0 Kelebihan berat badan tingkat berat > 27,0

Kegemukan atau obesitas berpengaruh terhadap terjadinya kristal pada

urin. Kegemukan didefinisikan sebagai suatu keadaan peningkatan lemak

tubuh baik diseluruh tubuh maupun di bagian tertentu. Orang yang gemuk pH

air kemih turun, kadar asam urat, oksalat dan kalsium naik (Halim,2015).

Sejalan dengan hasil penelitian Halim (2015) pada pekerja di lingkungan

panas dapur RS X Tangerang proporsi responden obese-overweight dengan urin kristal positif meningkat sebesar 2,8 kali sesudah bekerja.

(37)

Universitas Sriwijaya C. Kebiasaan Minum

Dalam kondisi suhu lingkungan kerja yang panas, kebiasaan minum air

pun turut berperan dalam peningkatan asam urat urin apalagi jika berada di

daerah panas (tropis). Dengan minum air yang cukup maka cairan tubuh yang

keluar melalui keringat dapat diganti sehingga volume urin dapat melarutkan

zat-zat yang terdapat di kandung kemih (Soemarko,2002).

Kehilangan air yang sangat banyak dari tubuh dalam bentuk keringat

bertujuan sebagai pendingin dan penguapan. Kehilangan cairan ini dapat

digantikan dengan minum air dingin atau minuman yang berasa. Air minum

harus disediakan bagi tenaga kerja yang bekerja di lingkungan kerja panas,

dengan cara seperti itu mereka didorong untuk minum dalam jumlah sedikit –

sedikit namun rutin. Tenaga kerja yang hanya minum bila saat sedang haus

saja tidak akan memberikan hasil yang memuaskan. NIOSH menyarankan

agar tenaga kerja minum sebanyak 150 – 200 cc setiap 15 – 20 menit. Bagi

tenaga kerja yang telah beraklimatisasi sebaiknya air minum mengandung

0,1% garam, sedangkan bagi yang belum beraklimatisasi air minum

mengandung 0,2% garam (Soeripto,2008).

Menurut Institute of Medicine tentang rekomendasi asupan air, kebutuhan cairan pada pekerja dalam lingkungan panas (300C-350C ISBB) dengan

intensitas kegiatan fisik aktif sampai sangat aktif adalah sebesar 6-8 Liter per

hari (Soemarko,2015). Konsumsi air minum bagi orang yang beraktivitas pasif

hingga sangat aktif pada suhu normal adalah 2-4 liter per hari dan 4-10 liter

per hari bagi yang bekerja pada lingkungan panas (Sawka & Mountain, 2000).

Cukup tidaknya konsumsi air bisa dikontrol dari warna urin. Bila minum

sudah cukup, urin berwarna jernih, kecuali jika urin pertama pada pagi hari.

Urin yang asam akan mengendapkan kristal urat sehingga terbentuk batu asam

urat di ginjal dan saluran kemih (M Adella et al , 2010).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Dano (2014) terdapat hubungan

konsumsi air minum (p=0,035) dengan terjadinya kristalisasi urin pada

karyawan bagian furnace process plant department PT Vale Indonesia Tbk. Sorowako. Sejalan dengan penelitian Dano, penelitian yang dilakukan oleh

(38)

28

Universitas Sriwijaya mengonsumsi air minum sesuai dengan kebutuhan tubuh pekerja RSI Sultan

Agung Semarang.

D. Aklimatisasi

Aklimatisasi adalah suatu proses yang mengizinkan seorang tenaga kerja

menjadi terbiasa terhadap tekanan panas. Setelah aklimatisasi tercapai, tenaga

kerja memliki kemampuan yang lebih baik untuk bekerja di lingkungan

tempat kerja panas. Lama adaptasi dicapai dalam 5-7 hari, aklimatisasi

maksimal setelah 12-14 hari. Dengan beraklimatisasi, maka tubuh dapat

meningkatkan kemampuannya untuk berkeringat dan dapat mengurangi

pengeluaran garam melalui keringat (Soeripto,2008).

E. Masa Kerja

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) masa kerja

merupakan jangka waktu orang yang sudah bekerja. Semakin lama seseorang

bekerja pada suatu tempat, semakin banyak pula orang tersebut mendapatkan

paparan dari suatu bahaya. Seperti halnya seseorang yang bekerja di

lingkungan panas, risiko terbentuknya kristal urin semakin besar. Karena

pekerja tersebut terpapar panas selama pekerjaan berlangsung. Hal ini sejalan

dengan penelitian yang dilakukan oleh M Adella et al (2010), yaitu masa kerja 6 – 10 tahun yang merupakan masa kerja yang paking banyak respondennya

yaitu 36 orang, mempunyai kadar kristal asam urat urinnya tidak normal yaitu

69,4%.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Dano (2014) menyatakan terdapat

hubungan antara masa kerja dengan kategori ≥ 5 tahun (p=0,041) dengan

terjadinya kristalisasi urin pada karyawan bagian furnace process plant department PT Vale Indonesia Tbk. Sorowako. Sejalan dengan penelitian tersebut, hasil dari penelitian Karsiti (2007) pada pekerja pengecoran di

Klaten membuktikan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara masa

kerja dengan kategori > 5 tahun (p= 0,013) dengan kristalisasi urin.

F. Lama Paparan

Lama paparan berhubungan dengan terjadinya kristalisasi urin. Hal ini

terjadi karena paparan panas akan berlangsung setiap harinya selama bekerja

(39)

Universitas Sriwijaya sehari. Ada beberapa pekerjaan yang mengharuskan bekerja lebih dari 8 jam

sehari. Semakin lama pekerja tersebut terpapar panas semakin besar

kemungkinan terbentuknya kristal pada urin. Dalam penelitian Soemarko

(2002) paparan panas/hari pada pekerja bagian dapur dan binatu mempunyai

hubungan bermakna dengan terjadinya kristal asam urat urin (p=0,002).

Berdasarkan penelitian Dano (2014) terdapat hubungan lama paparan

(p=0,015) dengan terjadinya kristalisasi urin pada karyawan bagian furnace process plant department PT Vale Indonesia Tbk. Sorowako.

G. Jenis Pekerjaan

Menurut Soemarko (2002) jenis pekerjaan yang berhubungan dengan

sumber panas atau berada di lingkungan yang panas secara tidak langsung

akan mempengaruhi keseimbangan cairan tubuh dan sistim pemekatan urin,

sehingga risiko terjadinya kristalisasi urin lebih besar. Berdasarkan penelitian

beliau pula jenis pekerjaan berhubungan secara statistic dengan terjadinya

kristal asam urat urin (p=0,003). Pekerja di bagian laundry mempunyai risiko 4 kali lebih besar terjadinya kristal asam urat dibandingkan dengan pekerja

steward/staf. Dalam penelitian Halim (2015) proporsi responden terpapar panas yang bekerja sebagai koki meningkat 2 ½ kali lebih besar setelah

bekerja. Hal ini menunjukkan bahwa bekerja pada lingkungan yang lebih

panas memiliki risiko terjadinya kristalisasi urin lebih besar.

2.4.6. Pemeriksaan Sampel Urin

Pemeriksaan urin adalah suatu bentuk pemeriksaan laboratorium yang

meliputi pemeriksaan mikroskopis dan makroskopis. Pemeriksaan meliputi

volume urin, warna, kejernihan urin, dan berat jenis urin Jenis – jenis spesimen

urin (WHO,2011) :

a. Spesimen Urin Pagi

Merupakan sampel urin pagi memiliki konsentrasi yang paling pekat. Urin

pagi berupa urin yang dikeluarkan pertama kali setelah bangun tidur. Urin ini

(40)

30

Universitas Sriwijaya b. Spesimen Urin Sewaktu

Merupakan sampel urin sewaktu yang dapat diambil kapan saja dan dapat

digunakan untuk pemeriksaan skrining terhadap zat – zat yang merupakan

indikator infeksi ginjal.

c. Spesimen Urin 24 Jam

Merupakan urin yang dikumpulkan dari urin pengeluaran kedua pada pagi

hari (setelah bangun tidur) hingga urin yang dikeluarkan pertama kali pada

hari berikutnya yang ditampung di dalam botol.

d. Spesimen Urin Yang Diambil Dengan Kateter

Pengambilan specimen dengan kateter harus dilakukan oleh dokter atau

perawat terlatih. Spesimen yang diambil dengan prosedur ini biasanya dipakai

untuk uji-uji bakteriologis tertentu, terutama pada wanita.

e. Spesimen Urin Pospondal

Merupakan urin yang digunakan untuk pemeriksaan terhadap glukosuria,

urin yang pertama kali dilepaskan 1,5-3 jam setelah makan. Urin pagi tidak

baik untuk pemeriksaan penyaring terhadap adanya glukosaria.

2.5. Hubungan Iklim Kerja Panas Dengan Kristalisasi Urin

Tekanan panas menyebabkan kerusakan pada ginjal melalui kombinasi

berbagai faktor. Pada kondisi pajanan panas bagian anterior hipotalamus

mengurangi produksi panas dengan menurunkan aktivitas otot rangka dan

mendorong pengeluaran panas dengan menimbulkan vasodilatasi kulit.

Mekanisme berkeringat akan diaktifkan, sehingga panas akan dikeluarkan dari

dalam tubuh. Jika terjadi terus menerus pengeluaran keringat, maka tubuh dapat

mengalami dehidrasi, hipoperfusi ginjal sampai terjadi iskemia. Hipoperfusi

berlanjut menyebabkan penurunan renal blood flow, penurunan aliran darah glomerulus berlanjut sampai terjadi penurunan Laju Filtrasi Glomerulus

(Soemarko,2015).

Di dalam urin normal terdapat magnesium, sitrat, piroposfat dan berbagai protein enizm lainnya seperti glikopeptida zinc, ribonucleid acid, khondroitin sulfat, neprocalcim A, uropontin dan glicosanminoglican yang merupakan penghambat pembentuk batu dengan berbagai cara misalnya memecah kristal

(41)

Universitas Sriwijaya Pada orang yang menderita batu kecing kadar zat proteksi di atas rendah,

sementara infeksi menyebabkan berkurangnya aktivitas bahan proteksi Rahardjo,

1986 dalam Maslachah 2009).

Minimnya kadar zat proteksi, menyebabkan terbentuknya kristal urin.

Pada tekanan panas kadar zat proteksi menjadi rendah. Ini disebabkan karena pada

iklim kerja panas akan menyebabkan usaha mendinginkan tubuh dengan cara

mengeluarkan keringat dan penguapan melalui paru – paru. Pengeluaran yang

relatif banyak dapat mengganggu keseimbangan cairan di dalam tubuh, cairan

tubuh akan berkurang (dehidrasi) , disusul dengan pemekatan urin dan jumlah urin

yang sedikit (Soemarko,2002). Akibatnya, hilangnya faktor proteksi dalam urin

dan terjadi pengendapan bahan tertentu dalam urin. Pengendapan yang terjadi

mengakibatkan terjadinya supersaturasi. Supersaturasi merupakan penyebab

terpenting dalam proses terjadinya batu saluran kencing. Bahan – bahan tersebut

adalah garam – garam dari oksalat, asam urat, sistin dan xantin. Apabila garam

(42)

32

Universitas Sriwijaya 2.6. Penelitian Terdahulu

Tabel 2. 4 Penelitian Terdahulu Yang Terkait Dengan Penelitian Nama dan

Tahun Judul

Metode

Penelitian Variabel Yang Diteliti Hasil Penelitian

Firy

Masa Kerja, Lama Terpapar, Jenis Pekerjaan, Umur, Ukuran Tubuh, Kebiasaan Minum, Aklimatisasi

Variabel Dependen : Kristalisasi Urin

Ada hubungan yang signifikan antara variabel kebiasaan minum dengan

Lingkungan Kerja, Jenis Pekerjaan, Lama Kerja, Kebiasaan Minum, Olahraga, Kebiasaan Makan, Penyakit yang Diderita, Obat-obatan

Variabel Dependen : Kristalisasi Urin

- Pekerja yang bekerja di suhu panas beresiko 2,7 kali lebih besar terjadi kristal asam urat urin daripada pekerja yang tidak bekerja pada suhu panas - Risiko terjadi kristal asam urat pada

urin 8,5 kali lebih tinggi pada lingkungan kerja suhu panas dengan lama bekerja Pekerja di Bagian Dapur RS X Tangerang

Menggunakan Penelitian Cross Sectional

Variabel Independen :

Umur, Jenis Kelamin, Pendidikan, Lingkungan Panas, Lama Kerja, Masa Kerja, Jenis Pekerjaan, IMT, Kebiasaan Minum, Kebiasaan Makan, Riwayat Penyakit

Variabel Dependen : Kristal Urin

Lingkungan kerja panas tidak

mempunyai hubungan yang bermakna dengan terjadinya kristalisasi urin pada pekerja

Umur, Masa Kerja, Lama Paparan, Riwayat Penyakit, Konsumsi Air Minum, Suhu Panas

Variabel Dependen : Kristalisasi Urin

Gambar

Tabel 2. 2 Tingkat Pekerjaan dan Jumlah Kalori Yang Dibutuhkan
Gambar 2. 1 Pengaruh Tekanan Panas Dan Kelainan  – Kelainan Akibat Panas
Tabel 2. 3 Klasifikasi Status Gizi Berdasarkan IMT
Tabel 2. 4 Penelitian Terdahulu Yang Terkait Dengan Penelitian
+4

Referensi

Dokumen terkait