BAB II
KEDUDUKAN HUKUM PENERBIT UANG ELEKTRONIK DALAM SISTEM PENYELENGGARAAN UANG ELEKTRONIK
A. Pengertian dan Dasar Hukum Sistem Penyelenggaraan Uang Elektronik 1. Pengertian Uang Elektronik
Uang telah digunakan sejak berabad-abad yang lalu memiliki sejarah
panjang dan telah mengalami perubahan yang sangat besar sejak dikenal
manusia.Tidak mudah untuk menjelaskan atau mendefinisikan uang secara
singkat, jelas dan tepat, namun dalam masyarakat modern di seluruh dunia tidak
ada yang tidak mengenal uang dan kehidupan manusia tidak bisa lepas dari
kegiatan yang berhubungan dengan uang.
Uang yang kita kenal sekarang ini telah mengalami proses perkembangan
yang panjang. Pada mulanya, masyarakat belum mengenal pertukaran karena
setiap orang berusaha memenuhi kebutuhannnya dengan usaha sendiri. Manusia
berburu jika ia lapar, membuat pakaian sendiri dari bahan-bahan yang sederhana,
mencari buah-buahan untuk konsumsi sendiri; singkatnya, apa yang diperolehnya
itulah yang dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhannya.
Perkembangan teknologi yang sejalan dengan pola hidup masyarakat
memberikan pengaruh terhadap perkembangan dalam sistem pembayaran.
Kemajuan teknologi dalam sistem perekonomian mampu menggeser pembayaran
melalui uang tunai ke dalam bentuk pembayaran non tunai yang lebih ekonomis
dan efisien. Pembayaran non tunai dilakukan tidak dengan menggunakan fisik
baru dalam pembayaran elektronis (electronic payment). Pembayaran elektronis
ini merupakan pembayaran yang memanfaatkan teknologi informasi dan jaringan
komunikasi.9 Pembayaran elektronis tersebut antara lain yaitu phone banking,
internet banking, pembayaran menggunakan kartu kredit serta kartu
debit/Anjungan Tunai Mandiri (ATM). Meskipun teknologi yang digunakan
berbeda-beda, namun seluruh bentuk pembayaran elektronis tersebut terkait
dengan rekening nasabah pada bank melalui proses otorisasi.
Sistem pembayaran dalam transaksi ekonomi mengalami kemajuan yang
pesat seiring dengan perkembangan teknologi yang canggih. Kemajuan teknologi
dalam sistem pembayaran telah menggantikan peranan uang tunai yang dikenal
masyarakat sebagai alat pembayaran pada umumnya ke dalam bentuk pembayaran
non tunai yang lebih efektif dan efisien. Hal ini didukung dengan semakin
banyaknya perusahaan-perusahaan ataupun pusat perbelanjaan di Indonesia yang
menerima transaksi pembayaran dengan menggunakan sistem pembayaran non
tunai.
Inovasi-inovasi baru terus berkembang dalam penciptaan alat pembayaran
yang bersifat non tunai. Saat ini alat pembayaran non tunai yang dikenal ada yang
berbentuk paper based (cek/bilyet giro), card based (kartu kredit, kartu debet) dan
electronic based. Hingga akhirnya uang elektronik dikenalkan kepada masyarakat yang ditujukan untuk jenis pembayaran mikro sebagai pengganti uang. Saat ini
penggunaan uang elektronik tersebut banyak dijumpai di berbagai supermarket,
9
pom bensin, pembayaran tol, transportasi dan kedepan dimungkinkan untuk
berkembang lebih lanjut.
Pengertian uang elektronik dijelaskan dalam artikel laporan Bank
International Settlements edisi Oktober 1996 yaitu sebagai mekanisme
penyimpanan nilai dan atau pembayaran terlebih dahulu untuk pelaksanaan
transaksi pembayaran yang dilakukan secara elektronik. Dengan kata lain, uang
elektronik memiliki dua fungsi uang yakni sebagai store value (penyimpan nilai) dan prepaid payment yang pada hakekatnya identik dengan fungsi standard of deffered payment pada uang secara umum. Secara lengkap, definisi uang
elektronik menurut versi Bank for International Settlements berbunyi:10
“Electronic money refers to “stored value” or prepaid payment
mechanisms for executing payments via point of sale terminals, direct transfers between twodevices, or over open computer networks suck as the internet. Stored value products include “hardware” or “card based” mechanism (also called “digital cash”). Stored value cards can be “single purpose” or “multi purpose”. Single purpose cards (e.g. telephone cards) are used to purchase one type of good or service, products from one vendor; multi-purpose cards can be used for a variety of purchases from several vendors”
Sebagai “Store of value”, uang elektronik dapat bersifat “single purpose”
yakni hanya dapat digunakan untuk penyelesaian satu jenis transaksi pembayaran,
maupun “multi purpose” yakni dipergunakan untuk berbagai jenis transaksi
pembayaran. Dalam pelaksanaannya, pembatasan untuk jenis multi purpose uang elektronik terdapat pada nilai elektronik yang terdapat didalamnya dan atau
10
jangka waktu penggunaan instrumen uang elektronik yang diberikan oleh bank
penerbit kepada nasabah yang bersangkutan.11
Adapun dilihat dari aspek media yang dipergunakan, secara umum
terdapat dua jenis produk uang elektronik yakni digital cash (disebut pula sebagai
card-based mechanism) dan prepaid card (disebut pula sebagai electronic purses). Perbedaan kedua instrumen tersebut adalah:12 pertama, berdasarkan
sistem penyimpanan nilai, digital cash memakai disk yang terdapat dalam personal computer nasabah dan frame bank, sementara prepaid card memakai chip-intergrated circuit, nilai tertanam dalam kartu; kedua, Berdasarkan
mekanisme pemindahan nilai/pembayaran, digital cash memanfaatkan jaringan komunikasi (net, web atau sarana telephone) sebagai sarana pemindahan
nilai/pembayaran; ketiga, pelayanan transaksi pembayaran digital cash secara virtual tetapi pelayanan transaksi pembayaran prepaid card secara face to face
antara penerima dengan pembayar.
Uang elektronik diatur tersendiri dalam Pasal 1 Angka 3 PBI Uang
Elektronik merupakan alat pembayaran yang memenuhi unsur-unsur yaitu :
pertama, diterbitkan atas dasar nilai uang yang disetor terlebih dahulu kepada penerbit; kedua, nilai uang disimpan secara elektronik dalam suatu media server
atau chip; ketiga, digunakan sebagai alat pembayaran kepada pedagang yang bukan merupakan penerbit uang elektronik tersebut; keempat, nilai uang elektronik yang dikelola oleh penerbit bukan merupakan simpanan sebagaimana
dimaksud dalam undang undang yang mengatur mengenai perbankan.
11
Mulyana Soekarni,dkk, Op. Cit., hlm. 15. 12
Berdasarkan media penyimpanannya, saat ini uang elektronik dibedakan
atas dua jenis sebagai berikut:13
a. Uang elektronik yang nilai uang elektroniknya selain dicatat pada media
elektronik yang dikelola oleh penerbit juga dicatat pada media elektronik
yang dikelola oleh pemegang. Media elektronik yang dikelola oleh
pemegang dapat berupa chip yang tersimpan pada kartu,stiker, atau
harddisk yang terdapat pada personal komputer milik pemegang. Dengan
sistem pencatatan seperti ini, maka transaksi pembayaran dengan
menggunakan uang elektronik dapat dilakukan secara off-line dengan
mengurangi secara langsung nilai uang elektronik pada media elektronik
yang dikelola oleh pemegang. Sementara rekonsiliasi nilai uang elektronik
pada media elektronik yang dikelola oleh penerbit dilakukan kemudian
pada saat terjadi penagihan oleh pedagang kepada penerbit.
b. Uang elektronik yang nilai uang elektroniknya hanya dicatat pada media
elektronik yang dikelola oleh penerbit. Dalam hal ini pemegang diberi hak
akses oleh penerbit terhadap penggunaan nilai uang elektronik tersebut.
Dengan sistem pencatatan seperti ini, maka transaksi pembayaran dengan
menggunakan uang elektronik ini hanya dapat dilakukan secara on-line
dimana nilai uang elektronik yang tercatat pada media elektronik yang
dikelola penerbit akan berkurang secara langsung.
Melalui Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 16/11/DKSP tanggal 22 Juli
2014 tentang Penyelenggaraan Uang Elektronik dapat dilihat jenis-jenis dari uang
13
elektronik berdasarkan pencatatan data identitas pemegang, yaitu: pertama, uang
elektronik yang data identitas pemegangnya terdaftar dan tercatat pada penerbit
(registered); kedua, uang elektronik yang data identitas pemegangnya tidak terdaftar dan tidak tercatat pada penerbit (unregistered).
Persamaan uang elektronik terdaftar (registered) dengan uang elektronik tidak terdaftar (unregistered) yaitu : pertama, berdasarkan batas nilai transaksi,
kedua uang elektronik tersebut dalam 1 (satu) bulan ditetapkan paling banyak
transaksi sebesar Rp.20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah); kedua, berdasarkan jenis transaksi yang dapat digunakan meliputi transaksi pembayaran, transfer
dana, dan fasilitas transaksi lainnya yang disediakan oleh penerbit.
Perbedaan uang elektronik terdaftar (registered) dengan uang elektronik
tidak terdaftar (unregistered) yaitu: pertama, berdasarkan nilai uang elektronik yang tersimpan, pada uang elektronik terdaftar (registered) batas nilai uang
elektronik yang tersimpan dalam media chip/server paling banyak sebesar Rp.5.000.000,00 (lima juta rupiah) dan pada uang elektronik tidak terdaftar
(unregistered) batas nilai uang elektronik yang tersimpan dalam media
chip/server paling banyak sebesar Rp.1.000.000,00 (satu juta rupiah); kedua, berdasarkan fasilitas yang dapat diberikan penerbit pada Pasal 1A PBI Uang
Elektronik, fasilitas pada jenis uang elektronik terdaftar (registered) berupa: registrasi pemegang, pengisian ulang (top up), pembayaran transaksi, pembayaran tagihan, transfer dana, tarik tunai, penyaluran program bantuan pemerintah kepada
masyarakat; dan/atau, dan fasilitas lain berdasarkan persetujuan Bank Indonesia.
(unregistered) berupa: pengisian ulang (top up), pembayaran transaksi,
pembayaran tagihan, dan fasilitas lain berdasarkan persetujuan Bank Indonesia.
Penerbit dapat menetapkan masa berlaku media uang elektronik dengan
pertimbangan adanya batas usia teknis dari media uang elektronik yang
digunakan. Dengan berakhirnya masa berlaku media uang elektronik, nilai uang
elektronik yang masih tersisa dalam media tersebut tidak serta merta menjadi
terhapus. Sepanjang masih terdapat sisa nilai uang elektronik pada media tersebut,
pemegang memiliki hak tagih atas sisa nilai uang elektronik yang terdapat dalam
media tersebut. Pemenuhan hak tagih atas sisa nilai uang elektronik tersebut dapat
dilakukan dengan berbagai cara antara lain dengan memindahkan sisa nilai uang
elektronik tersebut ke dalam media yang baru. Pemenuhan hak tagih tersebut
dapat dikurangi dengan biaya administrasi yang dikenakan oleh penerbit kepada
pemegang uang elektronik.
Pasal 1 Angka 4 PBI Uang Elektronik menjelaskan nilai uang elektronik
adalah nilai uang yang disimpan secara elektronik pada suatu media server atau chip yang dapat dipindahkan untuk kepentingan transaksi pembayaran dan/atau
transfer dana. Penggunaan uang elektronik dalam transaksi pembayaran yang
dilakukan berupa transaksi pembayaran secara elektronik. Transaksi adalah
seluruh kegiatan yang menimbulkan hak dan kewajiban atau menyebabkan
transfer dan/atau pemindahbukuan dana yang dilakukan oleh penyelenggara jasa
keuangan.14
Penerbitan uang elektronik wajib menggunakan satuan uang rupiah.
Disamping itu, setiap penggunaan uang elektronik di wilayah Republik Indonesia
wajib menggunakan uang rupiah. Kewajiban penggunaan uang rupiah ini
merupakan amanat dari Undang-Undang 6 Tahun 2009 tentang Bank Indonesia
(selanjutnya disebut Undang-Undang BI) seperti yang disebutkan dalam Pasal 2
angka 2 yaitu uang rupiah adalah alat pembayaran yang sah di wilayah negara
Republik Indonesia.
Setiap perbuatan yang menggunakan uang atau mempunyai tujuan
pembayaran atau kewajiban yang harus dipenuhi dengan uang jika dilakukan di
wilayah negara Republik Indonesia wajib menggunakan uang rupiah, kecuali
apabila ditetapkan lain dengan peraturan Bank Indonesia. Selain itu, kewajiban
penggunaan satuan uang rupiah didasarkan pada pertimbangan bahwa nilai uang
elektronik harus dapat dikonversi secara penuh sehingga nilai satu rupiah pada
nilai uang elektronik harus sama dengan satu rupiah pada uang tunai.
2. Pengertian Sistem Penyelenggaraan Uang Elektonik
Sistem pembayaran sangat dekat dengan kehidupan kita sehari-hari.
Hampir setiap saat dalam kegiatan perekonomian sehari-hari terjadi transaksi yang
dilakukan para pelaku ekonomi, serta masyarakat umum lainnya. Sadar atau tidak,
kegiatan transaksi yang kita lakukan tersebut berkaitan erat dengan sistem
14
pembayaran. Sistem penyelenggaraan uang elektronik merupakan salah satu
bentuk sistem pembayaran yang berlaku saat ini.
Sebelum berbicara mengenai sistem pembayaran terlebih dahulu perlu
dipahami mengenai terminologi pembayaran itu sendiri. Pembayaran dapat
diartikan sebagai perpindahan nilai antara dua belah pihak (secara sederhana kita
memakai istilah pembeli dan penjual), dimana secara bersamaan terjadi
perpindahan barang dan jasa. Sebagai langkah awal untuk memahami lebih jauh
mengenai sistem pembayaran, kita lihat beberapa definis sistem pembayaran
sebagai berikut.15
a. CPSS Glossary-March 2003
“A payment system consists of a set of instruments, banking procedures
and, typically, interbank funds transfer systems that ensure the circulation of money”.
b. Guitian,1998
“A payment system encompasses a set of instruments and means generally
acceptable in making payments; the institutional and organizational
framework governing such payments (including prudential regulation); and the operating procedures and communications network used to
initiate and transmit payment information from payer to payee and to settle payments”.
c. Undang-Undang BI
15
“Sistem pembayaran merupakan sistem yang mencakup seperangkat
aturan, lembaga dan mekanisme yang digunakan untuk melaksanakan
pemindahan dana guna memenuhi suatu kewajiban yang timbul dari suatu
kegiatan ekonomi”.
Apabila terminologi sistem dan pembayaran disatukan maka
pendefinisiannya menjadi sebagai berikut:
Definisi dari Committee for Payment and Settlement Systems/ Bank for International Settlement (CPSS/BIS) yaitu lembaga internasional yang
menerbitkan acuan dalam pengelolaan sistem pembayaran mendefinisikan
interaksi antar entitas tersebut terdiri dari, seperangkat instrumen, prosedur, IFT
system yang menjadi komponen untuk melancarkan perputaran dana. Literatur
lain (guitian) juga mendefinisikan hal yang hampir sama, hanya dengan
penambahan entitas lembaga dan regulasi.
Bank Indonesia sendiri pada Undang-Undang BI Pasal 1 juga telah
mendefinisikan secara tegas mengenai sistem pembayaran yang merupakan satu
kesatuan yang utuh dari seperangkat aturan, lembaga, mekanisme untuk
melaksanakan pemindahan dana guna memenuhi kewajiban yang timbul dari
kegiatan ekonomi. Dari semua definisi diatas, intinya adalah bila berbicara
mengenai sistem pembayaran adalah bicara tentang alat pembayaran, prosedur
perbankan sehubungan dengan pembayaran dan juga sistem transfer dana antar
bank yang dipakai dalam proses pembayaran.
Sistem pembayaran adalah suatu sistem yang mencakup pengaturan,
untuk penyampaian, pengesahan, dan penerimaan instruksi pembayaran, serta
pemenuhan kewajiban pembayaran melalui pertukaran “nilai” antar perorangan,
bank, dan lembaga lainnya baik domestik maupun antarnegara. Dalam
prakteknya, transaksi pembayaran dilakukan dengan instrumen tunai dan
nontunai. Instrumen tunai biasanya digunakan untuk transaksi bernilai kecil di
tingkat ritel dan antar individu, sementara instrumen non tunai umumnya
digunakan untuk transaksi bernilai besar.16
Sistem penyelenggaraan uang elektronik merupakan sistem pembayaran
tanpa menggunakan uang fisik atau non tunai. Sistem uang elektronik menyimpan
nilai uang dalam bentuk bit-bit data. Uang tersebut menempati posisi yang
sama dengan uang kertas, yaitu sebagai alat ganti pembayaran yang berupa
uang tanda (nilai nominal lebih besar dari nilai intrinsik). Sistem uang
elektronik harus dapat memenuhi fungsi yang sama dengan fungsi uang
konvensional.
Undang-undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik (selanjutnya disebut Undang-Undang ITE) menjelaskan transaksi
elektronik secara spesifik yaitu perbuatan hukum yang dilakukan dengan
menggunakan komputer, jaringan komputer, dan/ atau media elektronik lainnya.Transaksi
pembayaran dengan menggunakan uang elektronik dilakukan dengan menggunakan
komputer, jaringan komputer, dan/atau media elektronik lainnya. Sistem
penyelenggaraan uang elektronik merupakan sistem pembayaran menggunakan
transaksi elektronik.
16
Transaksi elektronik pada sistem penyelenggaraan uang elektronik pada
konsepnya adalah sama dengan transaksi secara tradisional/konvesional dimana
penjual menampilkan produk dan persyaratan serta peraturan kepada calon
pembeli lalu pembeli mempertimbangkan pilihan mereka, juga persyaratan serta
peraturannya (jika memungkinkan). Setelah kesepakatan terjadi lalu penjual akan
memberikan produknya dan pengguna dapat menggunakannya. Urutan kejadian
dan mekanisme seperti adalah apa yang biasa terjadi dan merupakan dasar serta
fundamental cara bertransaksi baik menggunakan sistem elektronik maupun
tradisional
Sebagai suatu sistem, sistem pembayaran terdiri dari beberapa sub sistem
atau komponen, yang secara garis besar mencakup:
a. Kebijakan
Komponen kebijakan dalam sistem pembayaran memberikan dasar
pengembangan sistem pembayaran di suatu negara. Kebijakan sistem
pembayaran biasanya tercermin dalam berbagai peraturan dan ketentuan.
Kebijakan sistem pembayaran di berbagai negara sangat bervariasi,
mengingat masing-masing negara mempunyai sejarah, karakteristik dan
kebutuhan akan sistem pembayaran yang berbeda-beda. Pada umumnya
kebijakan yang berkaitan dengan sistem pembayaran ditetapkan oleh bank
sentral masing-masing negara. Hal ini dikarenakan adanya keterkaitan
yang erat antara kebijakan-kebijakan di bidang sistem pembayaran dengan
b. Kelembagaan
Kelembagaan dalam sistem pembayaran meliputi berbagai lembaga yang
secara langsung maupun tidak langsung berperan dalam penyelenggaraan
sistem pembayaran. Secara umum lembaga-lembaga yang terlibat dalam
sistem pembayaran meliputi antara lain bank sentral, bank-bank dan
lembaga kliring, pasar modal, penyedia jasa jaringan komunikasi, penerbit
kartu kredit, dan lain-lain. Masing-masing lembaga tersebut mempunyai
peran dan tanggung jawab yang berbeda dalam sistem pembayaran.
c. Alat pembayaran
Instrumen pembayaran non-tunai yang digunakan sebagai media
pembayaran meliputi berbagai media baik berupa paper based maupun card-based. Penggunaan instrument pembayaran non-tunai ini memiliki
karakteristik yang berbeda satu sama lain dimana di dalamnya melekat hak
dan kewajiban keuangan bagi para pelaku yang bertransaksi.
d. Mekanisme operasional
Sistem pembayaran non-tunai memerlukan suatu mekanisme operasional
untuk melakukan perpindahan dana dari satu pihak ke pihak lainnya.
Mekanisme operasional ini idealnya harus dapat menjamin kelancaran dan
keamanan perpindahan dana, serta kepastian penerimaan dana oleh pihak
penerima. Sebagai contoh, mekanisme operasional yang ada saat ini antara
e. Infrastruktur teknis
Infrastruktur teknis meliputi berbagai komponen teknis yang diperlukan
untuk memproses dan melakukan perpindahan dana, standard-standard
seperti message format, sistem jaringan komputer, komunikasi, perangkat
keras dan lunak, sistem back-up, disaster recovery plan dan lain-lain. Keberadaan infrastruktur teknis ini sangat menunjang kelancaran
penyelenggaraan suatu sistem pembayaran. Seiring dengan
berkembangnya teknologi baik di bidang hardware, software dan
komunikasi, saat ini tersedia berbagai pilihan infrastruktur teknis di bidang
sistem pembayaran yang menawarkan berbagai keunggulan baik dari segi
kecepatan maupun keamanan. Pilihan atas infrastruktur ini tergantung
pada kebutuhan dan kebijakan masing-masing negara dalam
pengembangan sistem pembayaran nasionalnya. Pilihan ini tentunya
mempunyai implikasi terhadap investasi yang harus dikeluarkan, dimana
semakin tinggi teknologi yang digunakan diperlukan investasi yang
semakin besar pula.
f. Perangkat hukum
Perangkat hukum sangat penting untuk menjamin adanya aspek legalitas
dalam penyelenggaraan sistem pembayaran. Ketiadaan perangkat hukum
tertentu dapat menghambat penyelenggaraan dan pengembangan sistem
pembayaran.17 Perangkat hukum dalam sistem pembayaran mencakup
undang-undang, dan peraturan-peraturan yang terkait dengan sistem
17
pembayaran. Termasuk juga aturan main berbagai pihak yang terlibat,
misalnya antar bank, antar bank dan nasabah, antar bank dan bank sentral
dll. Peranan perangkat hukum ini sangat penting untuk menjamin adanya
aspek legalitas dalam penyelenggaraan sistem pembayaran. Ketiadaan
perangkat hukum tertentu dapat menghambat pengembangan suatu sistem
pembayaran. Sebagai contoh, saat ini terdapat kecenderungan
penyelenggaraan sistem pembayaran secara elektronis. Keberadaan sistem
ini tentunya memerlukan perangkat hukum yang mengatur bukti
pembayaran elektronis dan file elektronis. Jika tidak, maka
penyelenggaran sistem tersebut bisa menjadi kurang efektif.
3. Dasar Hukum Penyelenggaraan Uang Elektronik
Pada awalnya, Bank Indonesia menggolongkan kartu kredit, kartu
Ajungan Tunai Mandiri (ATM), kartu debit, dan kartu prabayar (uang elektronik)
dalam satu kategori yaitu alat pembayaran menggunakan kartu. Namun sejak
pemberlakuan Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/11/PBI/2009 dan Peraturan
Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009, terjadi perubahan dimana kartu kredit,
kartu debit dan kartu ATM digolongkan sebagai alat pembayaran menggunakan
kartu, sedangkan kartu prabayar digolongkan sebagai uang elektronik.
Perubahan penggolongan tersebut dilatarbelakangi bahwa uang elektronik
tidak hanya diterbitkan oleh bank tetapi juga diterbitkan oleh lembaga selain bank.
Selain itu, uang elektronik memiliki perbedaan dengan alat pembayaran
menggunakan kartu, karena pemegang kartu uang elektronik tidak harus menjadi
menggunakan kartu lainnya. Alat pembayaran menggunakan uang elektronik telah
berkembang pesat sehingga memerlukan perhatian khusus dari sisi pengaturan
dan pengawasan. Sehubungan dengan hal tersebut, pengaturan uang elektronik
lebih lengkap dalam peraturan tersendiri yang terpisah dari pengaturan alat
pembayaran menggunakan kartu.
Dilihat dari hierarki pembentukan peraturan perundang-undangan sesuai
dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan, dilihat dari objek pengaturannya maka pembentukan
pengaturan uang elektronik sebagai alat pembayaran harus sesuai dengan tata
urutan peraturan dan pemenuhan kebutuhan hukum dalam masyarakat.
Peraturan-peraturan yang berkaitan dengan pembentukan pengaturan uang elektronik adalah
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik; Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen; Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Perbankan dan
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009 tentang Bank Indonesia. Bank Indonesia
selaku Bank Sentral kemudian mengeluarkan aturan sesuai dengan
kewenangannya dalam bentuk Peraturan Bank Indonesia mengenai Uang
Elektronik yaitu Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009 Tahun 2009
tentang Uang Elektronik (Electronic Money).
Uang elektronik diatur dalam pertama kali dalam regulasi Peraturan Bank
Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009 tentang Uang Elektronik yang pada tahun 2014
mengalami perubahan menjadi Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/8/PBI/2014
penyelenggaraan uang elektronik diatur juga dalam Surat Edaran Bank Indonesia
yaitu : SE BI Nomor 11/11/DASP/2009 tentang Uang Elektronik (Electronic Money) yang kemudian mengalami perubahan menjadi SE BI Nomor 16/11/DKSP/2014 tentang Penyelenggaraan Uang Elektronik.
Penggunaan sistem elektronik sebagai media untuk melakukan
pembayaran uang elektronik maka kita harus melihat kegiatan tersebut sebagai
transaksi elektronik. Sebagaimana dijelaskan pada Pasal 1 Angka 2 UU ITE
sebagai perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan komputer,
jaringan komputer, dan/atau media elektronik lainnya. Dalam undang-undang ini
tentang transaksi elektronik ini diatur pada Pasal 17 hingga 22, dimana
didalamnya mengatur mengenai lingkup transaksi elektronik, kekuatan kontrak
elektronik dalam transaksi elektronik, pemilihan hukum dalam melakukan
transaksi elektronik, kesepakatan penggunaan sistem elektronik yang sama dalam
melakukan transaksi elektronik, waktu penerimaan dan persetujuan transaksi
elektronik, akibat hukum dalam melakukan transaksi elektronik baik dilakukan
sendiri, melalui kuasa atau melalui agen elektronik. Sehingga UU ITE juga
berlaku sebagai dasar hukum penyelenggaraan uang elektronik.
B. Sistem Penyelenggaraan Uang Elektronik 1. Perkembangan alat pembayaran
Proses perkembangan penerimaan uang sebagai alat pembayaran
berlangsung bertahap dan sangat lama. Berbagai benda dikembangkan sebagai
alat pembayaran yang dapat digunakan dalam perdagangan, seperti kulit kerang,
perkembangannya, masyarakat menggunakan benda-benda seperti lgam berharga
dan kertas sebagai uang. Sebelum digunakannya kertas sebagai uang, logam
berharga dikenal sebagai bentuk uang yang paling popular karena memiliki
cirri-ciri yang pantas yakni dapat dipecah-pecah dan dinyatakan dalam unit-unit kecil
sehingga dapat dipergunakan untuk melakukan transaksi dengan mudah. Selain itu
uang logam mudah dibawa, tahan lama dan tidak mudah rusak.
Perkembangan transaksi pembayaran dan alat pembayaran berkembang
seiring dengan tuntutan kebutuhan masyarakat dan perkembangan teknologi dan
informasi, berikut ini dijabarkan mengenai evolusi uang sebagai alat
pembayaran:18
a. Full bodied Money
Kemunculan uang logam, adalah sebuah era baru dalam sistem
pembayaran.sebagai alat tukar, logam dipilih karena memiliki nilai yang
relatif tinggi, semua orang mau menerima, tahan lama, mudah
dipindahtangankan, dan bisa dibuat pecahannya. Jenis logam yang paling
banyak digunakan pada mulanya terbuat dari bahan besi dan tembaga.
Seiring dengan waktu dan perkembangan teknologi saat itu, peran besi dan
tembaga kemudian digantikan dengan koin yang terbuat dari perak dan
emas yang dianggap lebih tahan lama dan nilainya relatif lebih standar.
Uang logam yang terbuat dari emas dan perak dikenal sebagai uang penuh
(full bodied money).
18
b. Representative full-Bodied Money
Uang kertas, pada awalnya, bukanlah sebagai alat transaksi pengganti logam. Kertas-kertas itu berisi dokumen yang digunakan
sebagai bukti kepemilikan atas emas dan perak. Sebagai logam yang
bernilai, kepemilikan emas dan perak harus didukung oleh bukti dan bukti
itu lah yang dibuat dalam bentuk lembaran kertas. Ketika emas dan perak
ditransaksikan, kertas-kertas itu pula yang menjadi perantara transaksi.
Berdasarkan istilah lain, uang kertas yang beredar itu dijamin
sepenuhnya oleh emas dan perak yang disimpan dan sewaktu-waktu emas
dan perak itu bisa ditukarkan. Penggunaan “uang kertas” ini berlangsung
lama, dan lambat laun mengalami perubahan dimana uang kertas yang
beredar tidak lagi dijamin oleh emas dengan nilai yang sama dengan
nominalnya. Selanjutnya, “kertas-bukti” itulah yang menjadi alat tukar.
Seiring dengan perkembangannya timbullah pemikiraan untuk menciptakan uang kertas yang terdapat suatu nilai tertentu dan nilai tersbut
tetap dijamin penuh oleh logam berharga. Uang kertas tersebut
menunjukan bukti kepemilikan atas suatu komoditas seperti emas dan
perak. Periode ini dikenal sebagai era representative full-bodied money.
Komoditas yang mejadi jaminan disimpan dalam tempat yang aman
sementara uang kertas dapat beredar sebagai alat tukar.
c. Credit Money
meningkatnya kebutuhan masyarakat terhadap alat pembayaran yang
efisien, namun tetap dapat dipercaya. Uang yang berkembang kemudian
adalah uang yang nilainya lebih besar daripada nilainya sebagai barang.
Bahkan untuk uang kertas nilainya sebagai barang menjadi tidak penting
sama sekali. Jenis uang inilah yang bisa disebut sebagai fiat atau credit money.
d. Cek dan saldo giro
Inovasi penting dalam perubahan proses pembayaran muncul
dengan digunakannya cek dan saldo giro. Perkembangan alat pembayaran
ini tak lepas dari munculnya lembaga bank. Secara tradisional bank
sebagai penyimpanan uang, telah memulai inovasi proses pembayaran
dengan basis rekening giro masyarakat. Melalui evolusi yang cukup
panjang kebutuhan masyarakat akan alat pembayaran yang lebih efisien
yang diakomodasi dari penerbitan cek.
Penempatan uang dalam jumlah besar pada rekening giro pada
suatu lembaga keuangan jauh lebih aman daripada memegang uang
tersebut sendiri yang memerlukan tempat penyimpanan khusus dengan
resiko hilang atau dicuri. Selain itu rekening giro juga menyediakan
kemudahan dalam catatan transaksi yang bisa menjadi informasi yang
bermanfaat bagi kepemilikan dana. Semakin maju suatu perekonomian
biasanya diikuti dengan semakin besarnya proporsi uang giral yang
e. Transaksi elektronik
Secara garis besar, evolusi uang sebenarnya berakhir sampai fiat
money. Karena sampai saat ini pun penggunaan fiat Money atau uang
tunai masih ada. Namun, inovasi dalam pembayaran masih berlanjut
hingga kini yakni transaksi pembayaran elektronik atau dapat
dikategorikan sebagai sistem pembayaran non tunai (non cash electronic
funds transfer system). Pembayaran elektronik adalah pembayaran yang memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi seperti integrated circuit (IC), cryptograph atau sandi pengamanan data transaksi dan
jaringan komunikasi.
Transaksi elektronik dimulai dari transfer antar jaringan di internal
bank, terutama di bank-bank besar dengan jaringan yang luas, yang
memang membutuhkan efisiensi dalam melakukan transaksi pemindah
bukuan. Lambat laun, transaksi elektronik dimanfaatkan untuk transaksi
antara bank dan nasabahnya, terutama nasabah perusahaan yang
membutuhkan transaksi dalam jumlah besar dan frekuensi tinggi.
Kebutuhan ini mendorong tumbuhnya beberapa perusahaan switching
yang berperan dalam melakukan kliring data transaksi antar bank dan
settelmant transaksinya. Sejak munculnya lembaga switching dan
komponen lainnya yang terlibat seperti penyedia jaringan komunikasi,
penyedia infrastruktur Anjungan Tunai Mandiri (ATM) serta komponen
lainnya, tak pelak turut mendorong penggunaaan transfer dana secara
Seiring dengan perkembangannya, uang tunai berupa kertas dan logam
menimbulkan permasalahan dalam pelaksanaan sistem pembayaran, khususnya
untuk transaksi dalam jumlah besar, karena selain adanya kesulitan membawa
uang dalam jumlah banyak juga ada risiko yang mungkin akan timbul misalnya
perampokan. Hal tersebut memunculkan alat pembayaran dengan non tunai.
Pembayaran non tunai yaitu pembayaran yang dilakukan tanpa menggunakan
uang tunai yang beredar.19
Perkembangan sistem pembayaran non tunai diawali dengan instrumen
pembayaran bersifat paper based seperti cek, bilyet giro, dan warkat lainnya.
Sejak perbankan mendorong menggunakan sistem elektronik serta penggunaan
alat pembayaran menggunakan kartu dengan segala bentuknya, maka
berangsur-angsur pertumbuhan penggunaan alat pembayaran yang berbasiskan kertas (paper based) makin menurun. Apalagi sejak sistem elektronik seperti transfer dan sistem
kliring mulai banyak digunakan.20 Hingga akhirnya sekarang dikenal uang
elektronik sebagai salah satu alat pembayaran non tunai.
2. Para pihak dalam sistem penyelenggaraan uang elektronik
Sesuai dengan PBI Uang Elektronik maka dapat dilihat pihak-pihak dalam
sistem penyelenggaraan uang elektronik ini yaitu:
a. Prinsipal
Prinsipal merupakan bank atau lembaga selain bank yang
bertanggung jawab atas pengelolaan sistem dan/atau jaringan antar
anggotanya yang berperan sebagai penerbit dan/atau acquirer, dalam
19
http://dewilestari3012.blogspot.com/2013/03/sistem-pembayaran_15.html (diaskes tanggal 19 Maret 2015)
20
transaksi uang elektronik yang kerja sama dengan anggotanya didasarkan
atas suatu perjanjian tertulis. Dalam hal ini bank yang dimaksud diatas
adalah bank sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 10
Tahun 1998 tentang Perbankan yaitu badan usaha yang menghimpun dana
dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada
masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam
rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak dan bank syariah
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008
tentang Perbankan Syariah yaitu bank yang menjalankan kegiatan
usahanya berdasarkan prinsip syariah dan menurut jenisnya terdiri atas
bank umum syariah dan bank pembiayaan rakyat syariah.
Lembaga selain bank yang dimaksud diatas adalah badan usaha
berbadan hukum Indonesia bukan bank. Istilah badan usaha dalam bahasa
sehari-hari bukan hal yang asing di masyarakat. Namun, dalam sudut
pandang hukum jelas ada perbedaan yang cukup prinsipil antara badan
hukum dan badan usaha. Dilihat dari sudut pandang terminologi bahasa,
tampak bahwa kata “badan usaha” terdiri dari dua suku kata, yakni “badan
dan usaha”. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) di jelaskan,
badan mempunyai makna bervariasi, antara lain, badan bisa diartikan
sekumpulan orang yang merupakan suatu kesatuan untuk mengerjakan
sesuatu. Demikian juga kata usaha mempunyai makna bervariasi, antara
lain, usaha bisa diartikan kegiatan di bidang perdagangan (dengan maksud
Secara tataran normatif istilah “badan” digunakan dalam
Undang Ketentuan Umum Pajak. Tepatnya dalam Pasal 1 butir 3
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum Tata Cara
Perpajakan dijelaskan:
“Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan
kesatuan, baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi pereroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau orgganisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya
termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk badan usaha tetap”.
Keterangan diatas dapat diketahui bahwa badan usaha berarti
sekumpulan orang dan modal yang mempunyai kegiatan atau aktivitas
yang bergerak di bidang perdagangan atau dunia usaha atau sering juga
disebut dengan perusahaan. Mengingat belum adanya pengaturan tentang
badan hukum dalam undang-undang tersendiri, maka para ahli hukum
mencoba membuat kriteria badan usaha yang dapat dikelompokkan
sebagai badan hukum jika memiliki unsur:21pertama, adanya pemisahan harta kekayaan antara badan usaha dengan pemilik badan usaha; kedua, badan usaha mempunyai tujuan tertentu; ketiga, badan usaha mempunyai
kepentingan sendiri; keempat, adanya organ yang jelas dalam badan usaha
yang bersangkutan.
Suatu badan usaha tidak dapat dikelompokkan sebagai badan
hukum jika tidak memenuhi unsur-unsur di atas. Maka untuk mengetahui
21
suatu perkumpulan disebut badan hukum, yakni: pertama, adanya
kekayaan yang terpisah dari kekayaan orang perorangan yang de fakto
bertindak; kedua, adanya kepentingan yang bukan kepentingan pereorangan, melainkan kepentingan suatu kumpulan orang yang
merupakan suatu kesatuan.
b. Penerbit
Bank atau lembaga selain bank yang menerbitkan uang elektronik.
Bank atau lembaga selain bank yang akan melakukan kegiatan sebagai
penerbit uang elektronik wajib memperoleh izin dari Bank Indonesia.
Bank atau lembaga selain bank (pemohon) yang akan menyelenggarakan
kegiatan sebagai penerbit harus terlebih dahulu memperoleh persetujuan
dari otoritas pengawas bank bagi pemohon berupa bank atau rekomendasi
dari otoritas pengawas lembaga selain bank bagi pemohon berupa lembaga
selain bank (jika ada).
c. Acquirer
Bank atau lembaga selain bank yang akan melakukan kegiatan
sebagai aqquirer wajib memperoleh izin dari Bank Indonesia. Bank atau
lembaga selain bank yang: pertama, melakukan kerja sama dengan
pedagang sehingga pedagang mampu memproses transaksi dari uang
elektronik yang diterbitkan oleh pihak selain acquirer yang bersangkutan;
dan kedua bertanggungjawab atas penyelesaian pembayaran kepada
d. Pemegang
Pemegang adalah konsumen, dimana Pasal 1 angka 2
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
menjelaskan konsumen merupakan setiap orang pemakai barang/atau jasa
yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri,
keluarga, orang lain, maupun mahkluk hidup lain dan tidak untuk
diperdagangkan. Barang yang dipakai dalam hal ini adalah uang
elektronik. Dapat disimpulkan pemegang merupakan pihak yang
menggunakan uang elektronik.
e. Pedagang (merchant)
Merupakan penjual barang dan/atau jasa yang menerima transaksi
pembayaran dari pemegang uang elektronik. Pemindahan nilai uang
elektronik terjadi apabila ada transaksi pembayaran yang dilakukan pada
pedagang (merchant) melalui suatu mesin khusus. f. Penyelenggara Kliring
Merupakan bank atau lembaga selain bank yang melakukan
perhitungan hak dan kewajiban keuangan masing-masing penerbit
dan/atau acquirer dalam rangka transaksi uang elektronik.
g. Penyelenggara Penyelesaian Akhir
Merupakan bank atau lembaga selain bank yang melakukan dan
bertanggungjawab terhadap penyelesaian akhir atas hak dan kewajiban
transaksi uang elektronik berdasarkan hasil perhitungan dari
penyelenggara kliring.
h. Agen Layanan Keuangan Digital (LKD)
Merupakan pihak ketiga yang bekerjasama dengan penerbit dan
bertindak untuk dan atas nama penerbit dalam memberikan Layanan
Keuangan Digital. Layanan Keuangan Digital adalah kegiatan layanan
jasa sistem pembayaran dan keuangan yang dilakukan melalui kerja sama
dengan pihak ketiga serta menggunakan sarana dan perangkat teknologi
berbasis mobile maupun berbasis web dalam rangka keuangan inklusif.
Pasal 10 PBI Uang Elektronik menjelaskan lembaga selain bank yang akan
melakukan kegiatan sebagai prinsipal, penerbit, acquirer, penyelenggara kliring
dan/atau penyelenggara penyelesaian akhir yang beroperasi di wilayah Republik
Indonesia harus berbadan hukum Indonesia dalam bentuk perseroan terbatas.
Penyelenggara uang elektronik yang selanjutnya disebut penyelenggara
adalah prinsipal, penerbit, acquirer, penyelenggara kliring, dan/atau
penyelenggara penyelesaian akhir yang telah memperoleh izin dari Bank
Indonesia. Sesuai dengan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 16/11/DKSP/2014
tentang Penyelenggaraan Uang Elektronik maka permohonan izin sebagai
penyelenggara diatas disampaikan kepada Bank Indonesia secara tertulis dalam
Bahasa Indonesia dan memuat informasi yang paling kurang mengenai: pertama, penjelasan mengenai uang elektronik yang akan diterbitkan meliputi: jenis uang
tidaknya fasilitas transfer dana; kedua, rencana waktu dimulainya kegiatan; ketiga,
nama produk uang elektronik yang akan digunakan; keempat, narahubung (contact person) dan/atau penanggungjawab (person in charge) pemohon yang dapat dihubungi.
Hubungan antara penerbit, pemegang uang elektronik dan pedagang
(Merchant) merupakan hubungan terpenting dalam transaksi uang elektronik.
Nilai uang elektronik dapat diperoleh dengan menukarkan sejumlah uang tunai
atau melalui pendebetan rekening pada bank penerbit atau kemudian disimpan
secara elektronik pada suatu media server atau chip. Pemindahan nilai uang
elektronik terjadi apabila ada transaksi pembayaran yang dilakukan pemegang
uang elektronik kepada pedagang (merchant) melalui suatu mesin khusus.
3. Mekanisme Sistem Penyelenggaraan Uang Elektronik
Mekanisme adalah cara untuk mendapatkan sesuatu secara teratur
sehingga menghasilkan suatu pola atau bentuk untuk mencapai tujuan yang
diinginkan22. Mekanisme yang akan dibahas di skripsi ini adalah mekanisme
penyelenggaraan uang elektronik. Tentang bagaimana terbentuk suatu pola secara
teratur dalam penyelenggaraan uang elektronik. Didalam mekanisme juga akan
dijelaskan bagaimana hubungan masing-masing pihak.
Mekanisme penyelenggaran uang elektronik dimulai saat pihak
penyelenggara uang elektronik seperti prinsipal, penerbit, acquirer, penyelenggara
kliring, dan/atau penyelenggara penyelesaian akhir telah memperoleh izin dari
Bank Indonesia untuk menjadi pihak penyelenggara uang elektronik. Persyaratan
22
dan tata cara memperoleh izin dari Bank Indonesia tersebut diatur di Bab II-V
Surat Edaran Bank Indonesia tentang penyelenggaraan uang elektronik.
Penyelenggara yang telah memperoleh izin dari Bank Indonesia hanya
dapat bekerjasama dengan penyelenggara yang telah memperoleh izin dari Bank
Indonesia. Kerja sama penyelenggara dengan pihak lain dalam rangka penyediaan
sarana pemroses dan infrastruktur pendukung penyelenggaraan uang
elektronik,penyelenggara dapat melakukan kerja sama dengan perusahaan
penyedia sarana dan infrastruktur pendukung antara lain berupa perusahaan
personalisasi atau perusahaan penyedia jasa teknologi dalam penyelenggaraan
uang elektronik.
Kerja sama penerbit dengan pihak lain dalam rangka kegiatan Layanan
Keuangan Digital (LKD). Dalam rangka kegiatan Layanan Keuangan Digital
(LKD), penerbit dapat bekerjasama dengan agen Layanan Keuangan Digital
(LKD) berupa: pertama, penyelenggara transfer dana; kedua, badan usaha berbadan hukum Indonesia; ketiga, individu. Kerja sama penerbit dengan tempat penguangan tunai dalam rangka menyediakan fasilitas tarik tunai, penerbit yang
menyediakan fasilitas transfer dana melalui uang elektronik dapat melakukan
kerja sama dengan tempat penguangan tunai. Kerja sama penerbit dan/atau
acquirer dengan pedagang harus memenuhi ketentuan sebagai berikut: pertama, penerbit dan/atau acquirer harus memastikan bahwa bidang usaha pedagang tidak
termasuk bidang usaha yang dilarang oleh undang-undang; kedua, harus
Kerja sama penerbit dalam rangka co-branding berlaku ketentuan sebagai
berikut: co-branding adalah kerja sama yang dapat dilakukan antara: penerbit dengan penerbit lainnya; dan/atau penerbit dengan pihak lain (co-brand partner). co-branding adalah kegiatan uang elektronik yang dilakukan melalui kerja sama
pemasaran produk.
Mekanisme pemindahan dana pada uang elektronik ada yang dapat
dilakukan secara langsung antar pemegang uang elektronik. Namun ada pula uang
elektronik yang hanya dapat digunakan untuk pembayaran ke pedagang
(merchant). Pedagang (merchant) tersebut selanjutnya sewaktu-waktu dapat
mentransfer total nilai yang terekam dalam peralatannya untuk dikredit ke
rekeningnya di bank.
Selain itu, dalam hal mekanisme pemindahan dana, sistem uang elektronik
dapat dibedakan atas :23
a. Sistem off-line
Pada sistem off-line, informasi dibaca secara elektronis pada magnetic stripe atau micro chip. Dalam sistem off-line ini, pada umumnya, uang
elektronik mengandung semua informasi penting untuk mengidentifikasi
kartu dan nilai (saldo). Dengan kata lain, pada sistem off-line tidak perlu
melakukan hubungan terlebih dahulu dengan lembaga keuangan atau pusat
data base untuk proses otorisasi transaksi.
23
b Sistem on-line
Dilain pihak, sistem on-line menggunakan sandi pada uang elektronik untuk mengidentifikasi nilai yang ada di dalam uang elektronik ke dalam
pusat data base. Nilai yang disimpan dipelihara dalam suatu pusat data
base. Terminal penerima kartu dan pusat data base tersebut saling
berhubungan. Apabila kartu dipakai untuk melakukan pembayaran atau
penambahan sejumlah nilai, data base akan melakukan penyesuaian.
Sistem informasi uang elektronik dapat dijelaskan melalui gambar berikut ini:
Gambar 1: sistem informasi uang elektronik
uang elektronik dengan input-output masing-masing. Untuk deskripsi yang lebih
jelas berikut ini berisi input-output masing-masing pihak penyelenggara uang
elektronik yang menunjukkan perannya dalam rangkaian sistem uang elektronik:
a. Penerbit dari gambar diatas inputnya adalah laporan kliring dan
permohonan isi ulang saldo. Sedangkan outputnya adalah isi ulang saldo
pengguna.
b. Pemegang uang elektronik, inputnya adalah kredit saldo uang elektronik
dan isi ulang saldo pengguna. Sedangkan outputnya adalah permohonan isi
ulang saldo dan pembayaran.
c. Pedagang (merchant), inputnya adalah pelunasan tagihan dan outputnya adalah tagihan.
d. Server (Operator network), input dan outputnya adalah data komunikasi Mekanisme hubungan para pihak dalam penggunaan uang elektronik dapat
dijelaskan melalui gambar berikut:
Gambar 2: mekanisme hubungan para pihak dalam penggunaan uang elektronik
Berdasarkan gambar 2 diatas terdapat dua proses utama dari sistem
pemegang uang elektronik dengan pedagang (merchant). Proses ini terjadi ketika
pemegang uang elektronik melakukan pembelian barang dan/atau jasa pada
pedagang (merchant) dan melakukan pembayaran menggunakan uang elektronik; dan proses deposit saldo yang menghubungkan pemegang uang elektronik dengan
penerbit uang elektronik. Proses ini terjadi ketika pemegang uang elektronik
melakukan pengisian saldo uang elektronik pada bank atau Anjungan Tunai
Mandiri (ATM) terdekat. Dari proses ini akan habis atau berkurangnya saldo
pengguna uang elektronik akibat penggunaan secara berkala.
Mekanisme penggunaan uang elektronik sesuai dengan gambar 2 dapat
diuraikan sebagai berikut:
a. Pemegang akan melakukan pembelian uang elektronik dengan sejumlah
nilai yang diinginkan dengan menginstruksikan bank penerbit untuk
mendebit rekeningnya atas pembelian nilai elektronik pada uang
elektronik tersebut.
b. Atas dasar instruksi tersebut, bank penerbit kemudian mendebit rekening
pemegang dan mengkredit atau memindahkan ke rekening penampungan
dan bersamaan dengan itu memasukkannya menjadi nilai elektronik ke
dalam uang elektronik untuk diserahkan dan digunakan oleh pemegang.
c. Pemegang uang elektronik kemudian melakukan transaksi pembayaran
dengan pedagang (merchant) dengan menggunakan uang elektronik miliknya. Atas transaksi tersebut, nilai elektronik pada uang elektronik
bersamaan dengan bertukarnya barang atau jasa dari pedagang ke
pemegang.
d. Nilai uang elektronik yang ada pada pedagang akan berpindah ke rekening
pedagang yang ada pada bank penerbit.
e. Nilai uang elektronik pemegang yang tersimpan pada rekening
penampungan bank penerbit akan berpindah melalui proses transfer ke
rekening pedagang (merchant).
Pada umumnya data transaksi yang terjadi antara pemegang uang
elektronik dan pedagang (merchant) tercatat pada suatu pusat database sehingga
dapat dimonitor atau diawasi. Namun ada pula yang hanya melakukan pencatatan
data transaksi individual yang sangat terbatas pada desain uang elektronik untuk
melakukan transaksi secara langsung antar pemegang uang elektronik. Dengan
konsep ini data transaksi tersebut hanya tercatat pada uang elektronik pemegang
saja, sehingga hanya dapat dimonitor pemilik uang elektronik melakukan kontak
dengan pusat database (misalnya, pada saat pemegang uang elektronik melakukan
pengisian kembali sejumlah nilai pada uang elektroniknya)
C. Kedudukan Hukum Penerbit Uang Elektronik
Tujuan pengaturan uang elektronik oleh Bank Indonesia pada prinsipnya
sejalan dengan tugas Bank Indonesia di bidang sistem pembayaran sebagaimana
diamanatkan oleh undang-undang yaitu untuk mengatur dan menjaga kelancaran
sistem pembayaran yang sasarannya adalah sistem pembayaran yang efisien, cepat
aman dan andal. Dalam Pasal 15 huruf c Undang-Undang BI dikatakan bahwa
Indonesia berwenang menetapkan alat pembayaran, yang dimaksudkan agar alat
pembayaran yang digunakan dalam masyarakat memenuhi persyaratan keamanan
bagi pengguna.
Uang elektronik sebagai salah satu alat pembayaran yang berlaku di
Indonesia diatur dalam PBI Uang Elektronik. Uang elektronik yang berlaku di
Indonesia diterbitkan bank atau lembaga selain bank yang telah memperoleh izin
dari Bank Indonesia. Kedudukan hukum penerbit uang elektronik ditinjau dari
sistem penyelenggaraan uang elektroniknya adalah berkedudukan sebagai pihak
yang berwenang menerbitkan uang elektronik sebagaimana diatur dalam PBI
Uang Elektronik Pasal 1 Angka 6. Bank atau lembaga selain bank yang akan
melakukan kegiatan sebagai penerbit uang elektronik wajib memperoleh izin dari
Bank Indonesia. Bank atau lembaga selain bank (pemohon) yang akan
menyelenggarakan kegiatan sebagai penerbit harus terlebih dahulu memperoleh
persetujuan dari otoritas pengawas bank bagi pemohon berupa bank atau
rekomendasi dari otoritas pengawas lembaga selain bank bagi pemohon berupa
lembaga selain bank (jika ada).
Berbicara mengenai kedudukan hukum tidak terlepas dari hak dan
kewajiban yang diberikan kepada penerbit uang elektronik. Berdasarkan PBI
Uang Elektronik dapat dilihat kewajiban dari penerbit uang elektronik antara lain:
1. Penerbit wajib menggunakan sistem yang aman dan andal, memelihara,
meningkatkan keamanan teknologi uang elektronik, dan/atau mengganti
infrastruktur dan sistem uang elektronik dengan yang lebih aman. Penerbit
procedure) penyelenggaraan kegiatan uang elektronik dan menjaga keamanan
dan kerahasiaan data. Dalam rangka memenuhi kewajiban sebagaimana
dimaksud diatas penerbit uang elektronik wajib melaksanakan audit teknologi
informasi secara berkala dan melaporkan hasil audit teknologi informasi
tersebut kepada Bank Indonesia. 24
2. Penerbit harus melakukan pencatatan dana float uang elektronik dengan
ketentuan sebagai berikut:25
3. Pencatatan dana float uang elektronik registered harus dilengkapi dengan daftar nominatif yang paling kurang meliputi nama pemegang, nomor uang
elektronik, dan nilai uang elektronik.
4. Pencatatan dana float uang elektronik unregistered harus dilengkapi dengan
nomor dan nilai uang elektronik. Penerbit harus menjamin keamanan atas
dana float yang ditempatkan dan/atau ditatausahakan dari risiko likuiditas,
risiko kredit, risiko hukum, maupun risiko operasional.
5. Penerbit harus menyediakan informasi kepada calon pemegang uang
elektronik dan pemegang uang elektronik secara tertulis dalam Bahasa
Indonesia dengan lengkap dan jelas mengenai produk dan biaya uang
elektronik.
6. Menerbitkan uang elektronik sesuai dengan nilai uang yang disetorkan
pemegang uang elektronik kepada penerbit.
24
Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/8/PBI/2014 tentang perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009 tentang Uang elektronik (Elecktronic Money) Pasal 24
25
7. Mematuhi batas maksimum nilai uang elektronik yang disimpan pada media
elektronik dan batas maksimum nilai transaksi uang elektronik sesuai
ketentuan yang ditetapkan.
8. Dalam hal media uang elektronik mempunyai keterbatasan usia teknis yang
harus diperbahatui dengan penggantian media penyimpanan, uang elektronik
yang masih tersisa menjadi kewajiban penerbit untuk tidak menghapus atau
menghilangkan nilai uang elektronik karena masih merupakan milik
pemegang uang elektronik.
9. Wajib mencatat identitas pedagang (merchant) yang bekerjasama dengan
penerbit.
10. Penerbit wajib menerapkan manajemen risiko operasional dan risiko
keuangan.
11. Uang elektronik yang diterbitkan wajib menggunakan mata uang rupiah.
Berdasarkan PBI Uang Elektronik dapat dilihat hak dari penerbit uang
elektronik antara lain:
1. Penerbit dapat mengenakan biaya layanan fasilitas uang elektronik kepada
pemegang. Dalam hal Penerbit akan mengenakan biaya layanan kepada
pemegang, penerbit wajib menginformasikan secara jelas dan transparan
kepada pemegang. Biaya layanan yang dapat dikenakan oleh penerbit kepada
pemegang sebagaimana dimaksud berupa: 26pertama, biaya penggantian media uang elektronik untuk penggunaan pertama kali atau penggantian
media uang elektronik yang rusak atau hilang; kedua,biaya pengisian ulang
26
(top up) melalui pihak lain yang bekerjasama dengan penerbit atau
menggunakan delivery channel pihak lain; ketiga, biaya tarik tunai melalui pihak lain yang bekerjasama dengan penerbit atau menggunakan delivery channel pihak lain; keempat, biaya administrasi untuk uang elektronik yang
tidak digunakan dalam jangka waktu tertentu.
2. Penerbit dapat menyelenggarakan layanan keuangan digital. Penyelenggaraan
layanan keuangan digital oleh penerbit dilakukan melalui kerja sama dengan
agen layanan keuangan digital. Agen layanan keuangan digital sebagaimana
dimaksud dapat berupa:27pertama, penyelenggara transfer dana atau badan
usaha berbadan hukum Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11A
Ayat (2); kedua, individu ( hanya dapat dilakukan oleh Penerbit berupa
Bank).
Kedudukan hukum penerbit uang elektronik dapat juga dilihat sebagai
pelaku usaha. Berdasarkan Undang-Undang ITE kedudukan hukum penerbit uang
elektronik dapat ditinjau dari penggunaan uang elektronik sebagai alat
pembayaran menggunakan sistem elektronik. Pasal 9 Undang-Undang ITE
menyatakan bahwa para pelaku usaha yang menawarkan produk melalui sistem
elektronik harus menyediakan informasi yang lengkap dan benar berkaitan dengan
syarat kontrak, produsen, dan produk yang ditawarkan. Penerbit uang elektronik
dalam sistem penyelenggaraan uang elektronik dapat dikatakan sebagai pelaku
usaha yang menawarkan sebuah barang, dalam hal ini uang elektronik. Sebagai
pelaku usaha yang menawarkan sebuah barang pihak penerbit uang elektronik
27
menciptakan dan menawarkan barang tersebut kepada konsumen yakni pengguna
uang elektronik.
Kedudukan hukum penerbit uang elektronik ditinjau dari Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (selanjutnya disebut
Undang-Undang Perlindungan Konsumen). Penerbit sebagai pihak yang
menerbitkan uang elektronik menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen
memiliki kedudukan hukum sebagai pelaku usaha. Uang elektronik yang
diterbitkan dianggap sebagai produk yang ditawarkan penerbit kepada pengguna
uang elektronik selaku konsumen. Sesuai dengan Pasal 1 angka 3 Undang-undang
Perlindungan Konsumen pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau
badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum
yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum
Negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui
perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai ekonomi.
Kedudukan hukum penerbit uang elektronik dapat dilihat dari hubungan
penerbit uang elektronik dengan pengguna uang elektronik. Dalam pembelian
uang elektronik pada penerbit akan dilengkapi dengan syarat dan ketentuan
penggunaan uang elektronik tersebut. Syarat dan ketentuan tersebut menjadi suatu
bentuk perjanjian antara penerbit dan pengguna uang elektronik dalam
penggunaannya pada transaksi uang elekronik. Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata (selanjutnya disebut KUH Perdata) pada Pasal 1313 menjelaskan suatu
perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan
Perdata menyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku
sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Hal ini berarti bahwa
perjanjian yang dibuat berupa syarat-syarat dan ketentuan dari penggunaan uang
elektronik secara sah mengikat para pihak.
D. Prosedur Menjadi Penerbit Uang Elektronik
1. Persyaratan dan tata cara memperoleh izin sebagai penerbit
Sesuai dengan Pasal 5 Ayat 5 PBI Uang Elektronik, prosedur dan
persyaratan untuk memperoleh izin sebagai penerbit uang elektronik diatur
dengan Surat Edaran Bank Indonesia yaitu SE BI Nomor 16/11/DKSP/2014
perihal Penyelenggaraan uang elektronik. Didalam surat edaran yang mengatur
mengenai pelaksanaan penyelenggaraan uang elektronik ini dijabarkan mengenai
persyaratan sebagai penerbit uang elektronik, yaitu :28
a. Kegiatan sebagai penerbit dapat dilakukan oleh bank atau lembaga selain
bank.
b. Bank atau lembaga selain bank yang akan melakukan kegiatan sebagai
penerbit harus memperoleh izin dari Bank Indonesia.
c. Bank atau lembaga selain bank (pemohon) yang akan menyelenggarakan
kegiatan sebagai penerbit harus terlebih dahulu memperoleh persetujuan
dari otoritas pengawas bank bagi pemohon berupa bank atau rekomendasi
dari otoritas pengawas lembaga selain bank bagi pemohon berupa lembaga
selain bank (jika ada).
28
d. Lembaga selain bank yang wajib mengajukan permohonan izin sebagai
penerbit adalah lembaga selain bank yang telah mengelola atau
merencanakan mengelola dana float sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah) atau lebih.
e. Lembaga selain bank yang mengajukan permohonan izin sebagai penerbit
wajib berbadan hukum Indonesia dalam bentuk perseroan terbatas yang
telah menjalankan kegiatan usahanya di bidang: pertama, keuangan; kedua, telekomunikasi; ketiga, penyedia sistem dan jaringan; keempat, transportasi publik; dan/atau bidang usaha lainnya yang disetujui Bank
Indonesia.
f. Persyaratan dokumen bagi Bank dan lembaga selain bank yang
mengajukan permohonan izin sebagai penerbit mengacu pada lampiran
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari surat edaran Bank
Indonesia ini.
Permohonan izin sebagai penerbit uang elektronik disampaikan kepada
Bank Indonesia secara tertulis dalam Bahasa Indonesia dan memuat informasi
yang paling kurang mengenai:29
a. Penjelasan mengenai uang elektronik yang akan diterbitkan meliputi:
pertama, jenis uang elektronik berupa registered dan/atau unregistered; kedua, penggunaan media penyimpanan nilai uang elektronik berupa server dan/atau chip; ketiga, ada atau tidaknya fasilitas transfer dana.
b. Rencana waktu dimulainya kegiatan.
29
c. Nama produk uang elektronik yang akan digunakan
d. Narahubung (contact person) dan/atau penanggung jawab (person in charge) pemohon yang dapat dihubungi.
2. Proses permohonan izin
Proses terhadap permohonan izin calon penerbit uang elektronik yang
diterima, Bank Indonesia melakukan hal-hal sebagai berikut:
a. Pemeriksaan administratif terhadap dokumen yang disampaikan oleh
pemohon, meliputi: pertama, pemeriksaan kelengkapan dokumen; kedua, pemeriksaan kesesuaian dokumen. Bank Indonesia melakukan
pemeriksaan kesesuaian dokumen apabila dokumen yang disampaikan
telah lengkap. Dalam hal dokumen yang disampaikan tidak lengkap, Bank
Indonesia mengembalikan dokumen tersebut kepada pemohon.
b. Pemeriksaan lapangan (on site visit) untuk melakukan verifikasi atas
kebenaran dan kesesuaian dokumen yang diajukan serta memastikan
kesiapan operasional.
c. Berdasarkan hasil penelitian administratif berupa pemeriksaan kesesuaian
dokumen sebagaimana dimaksud pada butir a terdapat ketidaksesuaian
persyaratan dokumen yang disampaikan oleh pemohon, pemohon harus
menyampaikan dokumen yang telah disesuaikan kepada Bank Indonesia
dalam jangka waktu 90 (sembilan puluh) hari kalender sejak tanggal surat
pemberitahuan yang pertama kali disampaikan oleh Bank Indonesia
mengenai ketidaksesuaian persyaratan dokumen tersebut. Dalam hal
dokumen yang telah disesuaikan, maka Bank Indonesia dapat menolak
permohonan izin.
d. Pemohon yang permohonan izinnya ditolak oleh Bank Indonesia
sebagaimana dimaksud pada angka 2 dapat mengajukan permohonan izin
kembali setelah jangka waktu 180 (seratus delapan puluh) hari kalender
terhitung sejak tanggal ditolaknya permohonan izin.
e. Dalam hal dokumen permohonan dinyatakan telah benar dan sesuai
dengan persyaratan, Bank Indonesia melakukan pemeriksaan lapangan.
f. Berdasarkan hasil penelitian administratif dokumen dan hasil pemeriksaan
lapangan, Bank Indonesia dapat: pertama, menyetujui permohonan izin; kedua, menolak permohonan izin.
g. Persetujuan atau penolakan permohonan izin sebagaimana dimaksud
disampaikan secara tertulis oleh Bank Indonesia kepada pemohon.
h. Selama masih dalam proses perizinan, pemohon dilarang melakukan
kegiatan uang elektronik kecuali dalam rangka menguji kesiapan
penyelenggaraan uang elektronik dengan ketentuan sebagai berikut:
1) Uji coba dilakukan secara terbatas pada pengguna dan lokasi transaksi
di lingkup internal pemohon.
2) Menyampaikan laporan kepada Bank Indonesia mengenai rencana
pelaksanaan dan pengakhiran uji coba, sebagai berikut:
a) Laporan rencana pelaksanaan uji coba disampaikan kepada Bank
Indonesia paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender sebelum
b) Laporan pengakhiran uji coba disampaikan kepada Bank Indonesia
paling lama 10 (sepuluh) hari kalender setelah tanggal uji coba
berakhir.
i. Dalam hal lembaga selain bank yang telah menyelenggarakan kegiatan
uang elektronik dengan dana float di bawah Rp1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah) mengajukan permohonan izin kepada Bank Indonesia maka
selama dalam proses perizinan, lembaga selain bank tersebut tetap dapat
menjalankan kegiatannya dengan ketentuan tidak menambah dana float.
3. Masa berlaku izin, pemrosesan perpanjangan izin sebagai penerbit, dan
evaluasi izin
Masa berlaku izin penerbit uang elektronik berdasarkan menjadi SE BI
Nomor 16/11/DKSP/2014 tentang Penyelenggaraan Uang Elektronik diatur
sebagai berikut :30
a. Izin sebagai penerbit berlaku untuk jangka waktu 5 (lima) tahun terhitung
sejak tanggal pemberian izin dari Bank Indonesia dan dapat diperpanjang
untuk jangka waktu 5 (lima) tahun berikutnya.
b. Perpanjangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dapat dilakukan lebih
dari 1 (satu) kali.
Perpanjangan izin penerbit uang elektronik berdasarkan menjadi SE BI
Nomor 16/11/DKSP/2014 tentang Penyelenggaraan Uang Elektronik diatur
sebagai berikut :
30
a. Penerbit yang akan memperpanjang masa berlaku izin harus
menyampaikan surat permohonan perpanjangan izin kepada Bank
Indonesia.
b. Surat permohonan perpanjangan izin sebagaimana dimaksud dalam huruf a
disampaikan dengan ketentuan: pertama, paling cepat 18 (delapan belas) bulan; kedua, paling lambat 12 (dua belas) bulan, sebelum masa berlaku
izin berakhir.
c. Dalam hal penerbit menyampaikan surat permohonan perpanjangan izin
tidak sesuai dengan batas waktu sebagaimana dimaksud dalam huruf b
maka penerbit dianggap tidak mengajukan perpanjangan izin.
d. Surat permohonan perpanjangan izin sebagaimana dimaksud dalam huruf a
harus dilengkapi dengan pengkinian dokumen perizinan yang disampaikan
pemohon pada saat pertama kali mengajukan izin. Berdasarkan hasil
penelitian administratif dokumen, Bank Indonesia memutuskan: pertama, menyetujui permohonan perpanjangan izin; atau kedua, menolak permohonan perpanjangan izin.
e. Persetujuan atau penolakan permohonan perpanjangan izin sebagaimana
dimaksud dalam huruf d disampaikan secara tertu