BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Teori
2.1.1 Penilaian Kinerja
2.1.1.1 Pengertian Penilaian Kinerja
Sebelum memahami masalah penilaian kinerja lebih jauh, terlebih dahulu harus dipahami apa yang dimaksud dengan penilaian kinerja itu sendiri. Menurut Mulyadi (2001: 415): “Penilaian kinerja adalah penilaian secara periodik efektifitas operasional suatu organisasi, bagian organisasi dan karyawannya berdasarkan sasaran, standar dan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya”.
2.1.1.2 Tujuan Pengukuran Kinerja
Menurut Munawir (2000: 31), tujuan pengukuran kinerja adalah: 1. Untuk mengetahui tingkat likuiditas, adalah menunjukan kemampuan
suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangannya yang harus segera dipenuhi, atau kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangan pada saat ditagih.
2. Untuk mengetahui tingkat solvabilitas, adalah menunjukan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangannya apabila perusahaan tersebut terlikuidasi, baik kewajiban keuangan jangka pendek maupun jangka panjang.
3. Untuk mengetahui tingkat rentabilitas atau profitabilitas, adalah menunjukan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba selama periode tertentu.
membayar beban bunga atas hutang-hutangnya dan akhirnya membayar kembali hutang-hutang tersebut tepat pada waktunya, serta kemampuan perusahaan untuk membayar dividen secara teratur kepada para pemegang saham tanpa mengalami hambatan atau krisis keuangan.
2.1.1.3 Return Saham
Returnsaham adalah tingkat keuntungan yang dinikmati oleh
pemodal atas suatu investasi yang dilakukannya. Motivasi utama investor menanamkan modalnya dalam suatu investasi adalah mendapatkan tingkat pengembalian (return) investasi yang maksimal dengan resiko tertentu atau memperoleh return tertentu dengan risiko yang minimal. Dalam melakukan investasi sekuritas saham, investor akan memilih saham perusahaan mana yang akan memberikan return yang tinggi.
Menurut Tandelilin (2001:48) sumber-sumber return investasi terdiri dari dua komponen utama, yaitu :
1) Yield
Yield merupakan komponen return yang mencerminkan aliran kas atau pendapatan yang diperoleh secara periodik dari suatu investasi. Jika berinvestasi pada sebuah obligasi atau mendepositokan uang di bank, maka besarnya yield ditunjukkan dari bunga obligasi atau bunga deposito yang diterima.Jika kita berinvestasi dalam saham, yield ditunjukkan oleh besarnya dividen yang kita peroleh.
2) Capital Gain (Loss)
Capital gain (loss) merupakan kenaikan (penurunan) harga suatu surat berharga (saham atau obligasi) yang bisa memberikan keuntungan atau kerugian bagi investor. Dengan kata laincapital gain (loss) bisa juga diartikan sebagai perubahan harga sekuritas.
Return dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu: (1) return realisasi
returnekspektasi (expected return) merupakan return yang diharapkan akan
diperoleh oleh investor di masa mendatang. Menurut Robert Ang (1997:20), faktor yang memperngaruhi return suatu investasi meliputi faktor internal perusahaan dan faktor eksternal. Faktor internal perusahaan meliputi kualitas dan reputasi manajemen, struktur permodalan, struktur hutang, tingkat laba yang dicapai dan kondisi intern perusahaan lainnya.Faktor eksternal meliputi pengaruh perkembangan sektor industri, faktor ekonomi dan sebagainya.
Dalam penelian ini konsep return yang digunakan adalah return realisasi atau actualreturn (capital gain) yang merupakan selisih antara harga saham periode sekarang dengan harga saham periode sebelumnya. Return sahamnya dirumuskan sebagai berikut :
Return Saham = Pt−P(t−1)
P(t−1)
Keterangan :
2.1.2 Konsep Economic Value Added (EVA) 2.1.2.1 Pengertian EVA
Menurut James C. Van Horne (2007:141), EVA adalah laba operasional bersih setelah pajak (Net Operating Profit After Tax-NOPAT) dikurangi beban nilai biaya modal untuk modal yang digunakan.Ide dasar dari EVA adalah pengemasan ulang dari manajemen perusahaan yang dapat dipercaya dan prinsip keuangan yang pernah ada. Namun EVA merupakan inovasi terpenting karena ia membuat teori keuntungan moderen. Implikasi manajerial dari teori ini adalah mudah diakses oleh manajer perusahaan yang tidak terlatih dengan baik dalam keuangan atau tidak pernah memikirkannya.EVA membantu para manajer untuk lebih memahami tujuan keuangan, dan dengan demikian membantu mereka untuk mencapai tujuan.
EVA dapat digunakan sebagai perhitungan insentif bagi karyawan terutama pada divisi yang memberikan nilai EVA lebih, sehingga dapat dikatakan bahwa EVA merupakan tolak ukur yang tepat untuk memperhatikan kepuasan karyawan, pelanggan, dan investor.Untuk melihat apakah perusahaan berhasil dalam menciptakan EVA atau tidak dapat ditentukan dengan melihat nilai akhir EVA yang dihasilkan perusahaan.Apabila hasil perhitungan nilai EVA positif, maka dapat disimpulkan bahwa perusahaan memperoleh nilai tambah selama periode tersebut. Jika nilai EVAsama dengan nol, dapat disimpulkan bahwa perusahaan berada pada kondisi impas selama periode tersebut. Dan apabila nilai EVA kurang dari nol, dapat disimpulkan bahwa perusahaan gagal menghasilkan nilai tambah dalam periode tersebut, atau dengan kata lain penurunan nilai kekayaan pemegang saham.
2.1.2.2 Manfaat EVA
Manfaat dari penerapan EVA antara lain (Utama, 1997: 12) :
1. Dapat digunakan sebagai penilai kinerja perusahaan yang berfokus pada penciptaan nilai (value creation).
2. Dapat meningkatkan kesadaran manajer bahwa tugas mereka adalah untuk memaksimumkan nilai perusahaan serta nilai pemegang saham. 3. Dapat membuat para manajer berfikir dan juga bertindak seperti halnya
pemegang saham yaitu memilih investasi yang memaksimumkan tingkat pengembalian dan meminimumkan tingkat biaya modal sehingga nilai perusahaan dapat dimaksimumkan.
5. EVA menyebabkan perusahan untuk lebih memperhatikan struktur modalnya.
6. Dapat digunakan untuk mengidentifikasi kegiatan atau proyek yang memberikan pengembalian lebih tinggi, daripada biaya modalnya.
2.1.2.3 Kelebihan dan Kelemahan Economic Value Added (EVA) Kelebihan dari EVA yang diungkapkan oleh Mirza (1997) :
1. EVA memfokuskan penilaian pada nilai tambah dengan memperhitungkan beban biaya modal sebagai risiko investasi.
2. EVA dapat diterapkan secara mandiri tanpa memerlukan data pembanding dari perusahaan lain maupun standar industri sebagaimana konsep analisis rasio keuangan.
3. Konsep EVA sebagai pengukur kinerja perusahaan memperhatikan harapan penyedia dana secara adil dimana derajat keadilannya dinyatakan dengan ukuran tertimbang (weighted) struktur modal yang ada dan berpedoman pada nilai pasar bukan pada nilai buku.
4. Penerapan konsep EVA yang praktis merupakan salah satu bahan pertimbangan bagi pebisnis untuk mengambil keputusan dan kebijaksanaan permodalan.
5. EVA dapat digunakan sebagai tolak ukur pemberian bonus pada karyawan.
6. Konsep EVA mempengaruhi keputusan organisasi untuk keluar dari unit usaha yang mempunyai negatif value added.
Melihat berbagai kelebihan EVA, ternyata juga mempunyai kelemahan-kelemahan yang diungkapkan Mirza (1997)sebagai berikut:
1. EVA hanya mengukur hasil akhir (result), konsep ini tidak megukur aktivitas penentu seperti loyalitas dan referensi konsumen tidak diperhatikan.
2. EVA terlalu bertumpu pada keyakinan bahwa investor mengandalkan pendekatan fundamental dalam mengkaji dan mengambil keputusan untuk menjual atau membeli saham tertentu.
3. Konsep ini sangat tergantung pada transparansi internal dalam perhitungan EVA secara akurat.
berarti apabila besarnya pengembalian tersebut melebihi biaya modal yang dikeluarkan untuk mewujudkan investasi tersebut.
2.1.2.4 Strategi Meningkatkan EVA
Menurut Sofiarini (2004:14) ada beberapa strategi untuk meningkatkan EVA:
1. Strategi penciptaan nilai dengan mencapai pertumbuhan keuntungan (profitable growth). Hal ini bisa dicapai dengan menambah modal yang diinvestasikan pada proyek dengan tingkat pengembalian tinggi. 2. Strategi penciptaan nilai dengan meningkatkan efisiensi operasi
dalam hal ini menaikkan keuntungan tanpa menggunakan tambahan modal.
3. Strategi penciptaan nilai dengan rasionalisasi dan keluar dari bisnis yang tidak menjanjikan (rationalize and exit unrewording business). Hal ini berarti menarik modal yang tidak produktif dan menarik modal dari aktivitas yang menghasilkan tingkat pengembalian yang rendah dan menghapus unit bisnis yang tidak menjanjikan hasil. 2.1.2.5 Ukuran Penilaian Kinerja Keuangan dalam EVA
Dalam EVA, penilaian kinerja keuangan diukur dengan ketentuan: 1. Jika EVA > 0, maka kinerja keuangan perusahaan dapat dikatakan
baik, sehingga terjadi proses perubahan nilai ekonomisnya.
2. Jika EVA = 0, maka kinerja keuangan perusahaan secara ekonomis dalam keadaan impas.
3. Jika EVA< 0,maka kinerja keuangan perusahaan tersebut dikatakan kurang bagus karena laba yang diperoleh tidak memenuhi harapan penyandang dana, sehingga tidak terjadi penambahan nilai ekonomis pada perusahaan.
2.1.3 KonsepMarket Value Added(MVA)
Ruky (1999: 350) menyatakan bahwa MVA adalah hasil kumulatif kinerja perusahaan yang dihasilkan oleh berbagai investasi yang telah dilakukan maupun yang akan dilakukan. MVA mencerminkan seberapa sukses investasi baru di masa datang.Menurut Warsono (2003: 47) tujuan utama manajemen keuangan perusahaan adalah memaksimumkan kemakmuran bagi para pemegang sahamnya.Tujuan ini jelas bermanfaat bagi para pegang saham biasa, dan itu juga menjamin bahwa sumberdaya yang terbatas dialokasikan secara efesien.Kemakmuran bagi para pemegang saham dapat dimaksimumkan dengan memaksimumkan perbedaan antara nilai pasar ekuitas dengan jumlah modal ekuitas yang dipasok oleh para investor kepada perusahaan.Perbedaan ini disebut sebagai nilai tambah pasar (Market Value Added).
Manfaat dari Market Value Added yang dapat diaplikasikan pada perusahaan, antara lain:
a. Sebagai alat mengukur nilai tambah dari perusahaan guna meningkatkan kesejahteraan bagi pemegang saham.
b. Dengan MVA investor dapat melakukan tindakan antisipasi sebelum mengambil keputusan investasi.
c. MVA dapat dijadikan sebagai alat pengukur atau penilaian peningkatan kekayaan para pemegang saham perusahaan.
Adapun kriterianya yaitu:
a. MVA positif (>0) yang berarti pihak manajemen telah mampu meningkatkan kekayaan perusahaan dan kekayaan para pemegang saham pun bertambah atau bisa dikatakan kinerja perusahaan tersebut sehat. b. MVA negatif (<0) yang berarti pihak manajemen telah menurunkan
kekayaan perusahaan dan kekayaan pemegang saham pun berkurang atau bisa dikatakan bahwa kinerja perusahaan tidak sehat.
2.1.4 Konsep Board Independent(Komisaris Independen)
Dewan komisaris sebagai organ perusahaan bertugas danbertanggungjawab secara kolektif untuk melakukan pengawasan dan memberikannasihat kepada direksi serta memastikan bahwa perusahaan melaksanakan GCG.Namun demikian, dewan komisaris tidak boleh turut serta dalam mengambilkeputusan operasional.Kedudukan masing-masing anggota dewan komisaris termasuk komisaris utama adalah setara.Tugas komisaris utama sebagai primusinter pares adalah mengkoordinasikan kegiatan dewan komisaris (KNKG, 2006).
Beberapa kriteria tentang Komisaris Independen adalah sebagai berikut (BEJ,2000) :
a. Komisaris independen tidak memiliki hubungan afiliasi dengan pemegang (controlling shareholders)perusahaan tercatat yang bersangkutan.
komisaris lainnya perusahaan tercatat yang bersangkutan.
c. Komisaris independen tingkat kedudukan rangkap pada perusahaan lainnya yang terafiliasi dengan perusahaan tercatat yang bersangkutan.
d. Komisaris independen harus mengerti peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.
e. Komisaris independen diusulkan dan dipilih oleh pemegang saham minoritas yang bukan merupakan pemegang saham pengendali dalam Rapat Umum.
menunjukkan bahwa terdapat pengaruhpositif, namun tidak signifikan, antara komposisi komisaris independen terhadapluas pengungkapan sukarela pada perusahaan yang bergerak di sektor keuanganataupun non-keuangan yang terdaftar di BEJ pada tahun 2006 dan 2007. Hal ini berarti semakin besar proporsi dewan komisaris independen, tidak menjaminperusahaan akan melakukan pengungkapan sukarela yang lebih luas (Wijayanti,2009).
Menurut Peraturan Pencatatan nomor IA tentang Ketentuan Umum Pencatatan Efek bersifat Ekuitas di Bursa yaitu jumlah komisaris independen minimum 30%.Dalam rangka penyelenggaraan pengelolaan perusahaan yang baik (good corporate governance), perusahaan tercatat wajib memiliki komisaris independen yang jumlahnya proporsional sebanding dengan jumlah saham yang dimiliki oleh bukan pemegang saham pengendali dengan ketentuan jumlah komisaris independen sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh perseratus) dari jumlah seluruh anggota komisaris. (Kusumaning,2004)
Proporsi board independent diukur dengan :
Jumlah Anggota KomisarisIndependen Jumlah Seluruh Anggota Dewan Komisaris Perusahaan
information (penahanan informasi) oleheksekutif manajemen yang berdampak pada
peningkatan kinerja perusahaan.
Proporsi board independent>30% yang berarti semakin sempit ruang pengungkapan sukarela yang menghambat kinerja perusahaan.
2.2Penelitian Terdahulu
Landasan penelitian terdahulu yang diambil sebagai acuan dalam penelitian ini dilakukan oleh Rosyidiana (2003) yang berjudul “Penerapan Market Value Added(MVA) dan Economic Value Added(EVA) dalam Penilaian Kinerja Keuangan
Perusahaan pada PT. Mandom Indonesia, Tbk dan PT. Mustika Ratu, Tbk (2003)”. Kesimpulan dari penelitiannya adalah kinerja PT. Mandom Indonesia, Tbk jika dinilai dengan metode MVA, pada tahun 1999 sehat, sedangkan pada tahun 2000 dan 2001 kinerjanya tidak sehat. Apabila dinilai metode EVA pada tahun 1999 dan 2001 kinerjanya sehat, sedangkan tahun 2000 kinerjanya tidak sehat. Kinerjanya PT. Mustika Ratu, Tbk, jika dinilai dengan metode MVA selama tiga tahun tidak sehat. Apabila dinilai dengan metode EVA, kinerjanya juga tidak sehat. Diantara kedua perusahaan tersebut yang kinerjanya lebih sehat adalah PT. Mandom Indonesia, Tbk karena nilai MVA tahun 1999 positif dan EVA tahun 1999 dan 2001 positif sedangkan PT. Mustika Ratu, Tbk selama tiga tahun nilai MVA dan EVA negatif.
Value Added(EVA) dan Market Value Added(MVA), sedangkan perbedaan antara
peneliti terdahulu dan peneliti sekarang adalah peneliti terdahulu melakukan studi kasus perusahaan pada PT. Mondom Indonesia, Tbk dan PT. Mustika Ratu, Tbk. Data yang digunakan antara periode 1999-2001, peneliti sekarang melakukan studi kasus pada perusahaan manufaktur dan variabelnya yang ditambah yaitu Board Independent, menggunakan data periode tahun 2009-2011.
Tabel 2.1
Tinjauan Penelitian Terdahulu Peneliti
(Tahun)
Judul Penelitian Variabel Kesimpulan
Siti dan Sugiarto (2006)
Analisis Kinerja Bank Pemerintah dan Swasta terhadap return saham
Dependen : Kinerja Keuangan
Independen : EVA, MVA
EVA dan MVA berpengaruh positif terhadap return saham
Mulya Yoga Prakarsa
(2007)
Analisis Hubungan Economic Value Added (EVA) dan Market Value Added (MVA) Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar
di Bursa Efek Jakarta
Dependen : Kinerja Keuangan
Independen : Rasio Keuangan, EVA, dan MVA
Dari penelitian ini menunjukkan bahwa Economic Value Added (EVA) tidak berpengaruh signifikan atau
berkorelasi terhadap Market Value Added (MVA). Hal ini berarti jika kinerja manajemen suatu perusahaan meningkat, yang dicerminkan oleh
variabel EVA, maka nilai pasar perusahaan
Yogi Marshal (2009)
Pengaruh Economic Value
Added (EVA), Market Value Added (MVA), dan
Arus Kas Operasi Terhadap
Return Saham Dependen: Return Saham Independen: Economic Value Added (EVA), Market Value Added
(MVA), Arus Kas Operasi
Economic Value Added
(EVA), Market Value
Added (MVA), Arus Kas
Operasi tidak berpengaruh signifikan terhadap return saham D. Agus Harjito dan Rangga Aryayoga (2009)
Analisis Pengaruh Kinerja Keuangan dan Return Saham di Bursa Efek Indonesia
Dependen :
Return Saham
Independen : ROA (Return on
Asset)
ROE (Return on
Equity)
NPM (Net Profit
Margin) EVA
(Economic Value
Added)
ROA, ROE, NPM, dan EVA secara simultan tidak berpengaruh terhadap return saham. Secara parsial variabel NPM berpengaruh terhadap return saham sedangkan variabel ROA, ROE, dan EVA tidak memiliki pengaruh terhadap return saham
Mochammad Mochtasom
(2009)
Pengaruh Economic Value
Added, Residual Income, Earnings, Arus Kas
Operasi, Market Value
Added, dan ROA Terhadap Return Saham Pada
Perusahaan Manufaktur yang Listing di BEI
Dependen: Return Saham Independen: Economic Value Added, Residual Income,
Earnings, Arus Kas
Operasi, Market
Value
Added, dan ROA
EVA, Residual Income,
Earnings,
Arus Kas Operasi, MVA dan ROA secara simultan berpengaruh terhadap return saham. Secara parsial variabel
Earnings, Arus Kas
Operasi dan ROA berpengaruh terhadap
return saham sedangkan
variabel EVA, Residual
Income, MVA tidak
berpengaruh terhadap
return saham
Ferawati (2010)
Pengaruh Economic Value
Added dan Rasio
Profitabilitas Terhadap
Return Saham Perusahaan
Manufaktur di Bursa Efek Indonesia
Dependen :
Return Saham
Independen :
Economic Value Added, Return On Assets, Return On Equity, Earnings Per Share
Variabel Economic
Value Added (EVA), Return on Assets (ROA), Return on Equity
(ROE),dan Earnings per
Share (EPS) secara
Jhonatan Hasiholan
(2011)
Pengaruh Economic Value
Added, Market Value Added, dan Rasio
Profitabilitas Perusahaan terhadap Return Saham Perusahaan yang terdaftar di BEI
Dependen :
Return Saham
Independen :
Economic Value Added, Market Value Added, Return on Asset, Return On Equity
Economic Value Added, Market Value Added, dan
Rasio Profitabilitas secara simultan tidak
berpengaruh signifikan
return saham
2.3 Kerangka Konseptual
Berdasarkan teori yang dikemukan diatas, maka dapat disusun kerangka konseptual sebagai berikut:
Gambar 2.2 Kerangka Konseptual
Dengan Konsep EVA, MVA, dan, Board Independent
H1
H2
Economic Value Added (EVA) X1
Board Independent X3
Kinerja Perusahaan Manufaktur (Return
Saham) yang Terdaftar di BEI (Y)
2.4 Pengembangan Hipotesis
Hipotesis adalah proposisi yang dirumuskan dengan maksud untuk diuji secara empiris (Erlina, 2008 : 35). Proposisi merupakan ungkapan atau pernyataan yang dapat dipercaya, disangkal, atau diuji kebenarannya mengenai konsep yang menjelaskan atau memprediksi fenomena-fenomena. Dengan demikian hipotesis merupakan penjelasan sementara tentang perilaku, fenomena, atau keadaaan yang telah terjadi atau akan terjadi.
Berdasarkan rumusan masalah, tinjauan teoritis, tinjauan penelitian terdahulu, dan kerangka konseptual maka hipotesis dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.Pengaruh Economic Value Added (EVA) terhadap Kinerja Keuangan
Bila perusahaan mampu menghasilkan tingkat pengembalian yang lebih besar dari biaya modalnya, hal ini menandakan bahwa perusahaan berhasil menciptakan nilai bagi pemilik modal, oleh karena itu hal ini menarik minat investor dan atau calon investor untuk menanamkan dananya karena ke dalam perusahaan tersebut dan hal ini mendorong terjadinya permintaan terhadap sahamyang bersangkutan semakin banyak maka harga saham cenderung meningkat di pasar modal.
saham akan mengalami kenaikan yang pada akhirnya memberikan return saham yang tinggi. Oleh sebab itu hipotesis alternatif pertama (H1) dirumuskan:
H1 = EVA berpengaruh secara signifikan terhadap Kinerja Keuangan
2.Pengaruh Market Value Added (MVA) terhadap Kinerja Keuangan
Market Value Added (MVA) merupakan selisih antara nilai pasar saham
dengan modal sendiri yang disetor oleh pemegang saham. Nilai pasar saham adalah perkalian jumlah saham beredar dengan harga saham.Harga saham didapat dari harga saham rata-rata dalam satu tahun. (Husnan dan Pudjiastuti, 2004).
MVA diukur antara selisih dikurangi nilai buku per lembar saham.MVA positif menunjukkan bahwa saham perusahaan tersebut dinilai oleh investor lebih besar dari pada nilai buku per lembarnya. Sehingga hal ini akan meningkatkan minat investor untuk menanamkan sahamnya di perusahaan karena MVA (Market Value Added)adalah ukuran komulatif kinerja perusahaan yang memperlihatkan penilaian pasar modal pada waktu tertentu dari EVA yang akan datang (Lehn dan Makhija, 1996) sehingga apabila EVA bernilai positif maka MVA juga bernilai positif. Maka dari uraian tersebut dapat diambil kesimpulan :
3.Pengaruh Board Independentterhadap Kinerja Keuangan
Komisaris independen yang terpisah dari pihak manajemenmempunyai tanggung jawab utama untuk mengawasi kinerja manajemen.Sebagaibagian dari pengendalian lingkungan, tanggung jawab dewan komisaris jugamencakup pengawasan terhadap kualitas laporan keuangan dan meningkatkanpengendalian yang berhubungan dengan risiko strategi kunci.Dewan komisaris yang independenakan melakukan pengawasan yanglebih unggul sehingga reliabilitas dan validitas pelaporan keuangan yang lebihbaik dapat dicapai (Beasley, 1996; Dechow et al., 1996).
Penelitian oleh Wijayanti (2009) menunjukkan bahwa terdapat pengaruhpositif, namun tidak signifikan, antara komposisi komisaris independen terhadapluas pengungkapan sukarela pada perusahaan yang bergerak di sektor keuanganataupun non-keuangan yang terdaftar di BEJ pada tahun 2006 dan 2007. Hal iniberarti semakin besar proporsi Dewan Komisaris Independen, tidak menjaminperusahaan akan melakukan pengungkapan sukarela yang lebih luas. Maka dari uraian tersebut dapat diambil kesimpulan: