BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sekitar 1 miliar manusia atau setiap 1 diantara 6 penduduk dunia adalah
remaja. Sebanyak 85% di antaranya hidup di negara berkembang. Di indonesia,
jumlah remaja dan kaum muda berkembang sangat cepat. Antara tahun 1970 dan
2000, kelompok umur 15 – 24 tahun jumlahnya meningkat dari 21 juta menjadi 43
atau dari 18% menjadi 21% dari total jumlah populasi penduduk indonesia
(Kusmiran,2012). Jumlah penduduk Indonesia tahun 2010 sebanyak 237,6 juta jiwa,
26,67 persen diantaranya adalah remaja. Besarnya penduduk remaja akan
berpengaruh pada pembangunan dari aspek sosial, ekonomi maupun demografi baik
saat ini maupun di masa yang akan datang. Penduduk remaja (10-24 tahun) perlu
mendapat perhatian serius karena remaja termasuk dalam usia sekolah dan usia kerja,
mereka sangat berisiko terhadap masalah-masalah kesehatan reproduksi yaitu
perilaku seksual pranikah, Napza dan HIV/AIDS ( BKKBN, 2011 )
Secara etimiologi, remaja berarti ‘tumbuh menjadi dewasa. Defenisi remaja
( adolescence) menurut organisasi kesehatan dunia (WHO) adalah periode usia antara
10 -19 tahun, sedangkan Perserikatan Bangsa – Bangsa (PBB) menyebut kaum muda
(youth) untuk usia antara 15 sampai 24 tahun. Sementara itu, menurut The Health
Resources and Service Administrations Guidelines Amerika Serikat, rentang usia
tahun); remaja menengah (15-17 tahun); dan remaja akhir (18-21 tahun). Defenisi ini
kemudian disatukan dalam terminologi kaum muda (young people) yang mencakup
usia 10 -24 tahun (Kusmiran,2012).
Kata remaja berasal dari bahasa latin adolesentia yang berarti remaja yang
mengalami kematangan fisik, emosi, mental dan sosial. Piaget (Hurlock, 1980)
mengatakan bahwa, masa remaja ialah masa berintegrasi dengan masyarakat dewasa,
usia dimana individu tidak lagi merasa dibawah tingkatan orang dewasa, akan tetapi
sudah dalam tingkatan yang sama (Lubis, 2011). Perubahan organ-organ reproduksi
yang makin matang pada remaja, menyebabkan dorongan dan gairah seksual remaja
makin kuat dalam dirinya. Banyak media massa, seperti internet, televisi, koran atau
majalah yang menyampaikan informasi secara bebas kepada masyarakat umum,
termasuk remaja. Sementara itu, menurut Piaget (dalam Papalia, dkk.1998; Turner
dan Santrock,1999) walaupun remaja telah mencapai kematangan kognitif, namun
dalam kenyataanya mereka belum mampu mengolah informasi yang diterima tersebut
secara benar. Akibatnya perilaku seksual remaja, seringkali tidak terkontrol dengan
baik. Mereka melakukan pacaran, kumpul kebo, seks pra-nikah atau mengadakan
“pesta seks” dengan pasanganya, yang menyebabkan hamil muda, timbulnya penyakit
menular dikalangan remaja (Dariyo, 2004).
Program Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR) merupakan program hasil
penjabaran dari misi Program Keluarga Berencana Nasional,yaitu mempersiapkan
SDM yang berkualitas sejak dini dalam rangka menciptakan keluarga berkualitas
pengetahuan, kesadaran, sikap dan perilaku kehidupan yang sehat dan bertanggung
jawab melalui promosi, advokasi, KIE, konseling, pelayanan, dan dukungan
kegiatan-kegiatan lain yang bersifat positif.Kesehatan reproduksi adalah kesehatan secara fisik,
mental dan kesejahteraan sosial secara utuh pada semua hal yang berhubungan
dengan sistem dan fungsi, serta proses reproduksi dan bukan hanya kondisi yang
bebas dari penyakit atau kecacatan (ICPD, 1994). Implikasi defenisi kesehatan
reproduksi berarti bahwa setiap orang mampu memiliki kehidupan seksual yang
memuaskan dan aman bagi dirinya, juga mampu menurunkan serta memenuhi
keinginan tanpa ada hambatan apa pun, kapan, dan berapa sering untuk bereproduksi.
Remaja tumbuh dan berkembang secara biologis yang juga diikuti dengan
perkembangan psikologis dan sosial. Oleh karena itu, pembinaan remaja tidak hanya
ditujukan pada masalah kesehatan sistem reproduksi semata. Faktor perkembangan
psikologis dan sosial juga perlu diperhatikan dalam membina kesehatan remaja
(Kusmiran, 2012).
Meningkatnya minat seksual membuat remaja selalu berusaha mencari lebih
banyak informasi mengenai seks. Hanya sedikit remaja yang memperoleh informasi
tentang seksual dari orang tuanya. Oleh karena itu, mereka selalu terdorong untuk
mencari informasi seks melalui higienis seks, buku buku seks dari temannya,
internet, mengadakan eksperimen seksual, masturbasi, bercumbu, atau melakukan
senggama. Minat utama seks remaja yaitu pada hubungan seks, dan prilaku seksual
Berdasarkan Survey Kesehatan Repoduksi Remaja Indonesia (SKRRI,
2002-2003) di dalam khasanah (2011) didapatkan bahwa remaja mengatakan mempunyai
teman yang pernah berhubungan seksual pada usia 14-19 tahun (perempuan 34,7%,
laki-laki 30,9%), sedangkan usia 20-24 tahun (perempuan 48,6%,laki-laki 46,5%).
Menurut survey yang dilakukan oleh Komnas Perlindungan Anak di 33 provinsi pada
Januari s/d Juni 2008 menyimpulkan 97% remaja SMP dan SMA pernah menonton
film porno, 93,7% remaja SMP dan SMA pernah berciuman, genital stimulation, oral
seks. 62,7% remaja SMP tidak perawan, 21,2% remaja mengaku penah aborsi. Faktor
yang paling mempengaruhi remaja untuk melakukan hubungan seksual (3x lebih
besar) adalah Teman sebaya/pacar, Mempunyai teman yang setuju dengan hubungan
seks pra nikah, Mempunyai teman yang mempengaruhi untuk melakukan seks pra
nikah (Analisa Lanjut SKRRI,2003).
Hasil survey diatas juga sesuai dengan hasil penelitian Ari Pristiana Dewi
(2012) yang berjudul Hubungan Karakteristik Remaja, peran teman sebaya, dan
paparan pornografi dengan perilaku seksual remaja di Kelurahan Pasir Gunung
Selatan Depok, dari hasil penelitian menunjukan responden yang terpengaruh teman
sebaya dalam berprilaku seksual secara statistik proporsi remaja dengan pengaruh
teman sebaya (64,2 %) lebih banyak dibanding remaja tanpa pengaruh teman sebaya
untuk melakukan perilaku seksual beresiko.
Hubungan teman sebaya bisa negatif maupun positif (Bukowski & Adams,
2005; Kupersmidt & DeRosier, 2004), Ditolak atau diabaikan oleh teman sebaya
oleh teman sebaya berhubungan dengan kesehatan mental individu dan masalah
kriminal (Bukowski & Adams, 2005; Dodge, Coie & Lynam, 2006; Masten 2005).
Teman sebaya dapat memperkenalkan remaja kepada alkohol, obat-obatan,
kenakalan, dan bentuk lain dari perilaku yang dipandang orang dewasa sebagai
maladaptif (Santrock, 2007).
Kepala BKKBN Propinsi Bali I Gede Putu Abadi, MPA (2005), di Denpasar
Bali menyatakan bahwa kelompok umur remaja termasuk tinggi jumlahnya mengidap
HIV AIDS akibat pergaulan bebas. Hasil penelitian di 12 kota di Indonesia termasuk
di Denpasar menunjukan bahwa 10%-31% remaja yang belum nikah sudah pernah
melakukan hubungan seksual. Di kota Denpasar dari 633 pelajar Sekolah Menengah
Atas yang baru duduk di kelas II, 155 orang atau 23,4% mempunyai pengalaman
hubungan seksual mereka terdiri atas laki – laki 27% dan perempuan 18%. Data
statistik nasional mengenai penderita HIV/AIDS di Indonesia menunjukan bahwa
sekitar 75% terjangkit HIV/AIDS pada usia remaja(Hawari, 2006 ).
Didalam penelitian Tjalla dan Astuti (2008) terdapat Hasil studi kasus yang
dilakukan Pusat Informasi dan Pelayanan Remaja (PILAR) PKBI Jateng pada bulan
Oktober 2002 terhadap 1.000 mahasiswa di Semarang menunjukan, ketika mereka
melakukan aktivitas pacaran, sebanyak 7,06 % atau 76 mahasiwa mengaku pernah
melakukan intercouse (hubungan kelamin), 25 atau 25,00 % atau 250 mahasiswa
melakukan petting (meraba payudara dan alat kelamin). Aktivitas lain, mencium leher
(361 mahasiswa atau 36,01 %), mencium bibir (609 mahasiswa atau 60,09 %),
mahasiswa, 93,03 %) dan ngobrol (1.000). Badan Kependudukan dan Keluarga
Berencana Nasional ( BKKBN ) mencatat hasil survey pada tahun 2010 menunjukan
51 % remaja di Jabodetabek telah melakukan seks pranikah. Hasil survey dibeberapa
wilayah lain di indonesia, seks pranikah juga dilakukan beberapa remaja, misalnya di
Surabaya tercatat 54%, di Bandung 47%, dan 52% di Medan (BKKBN, 2010).
Berdasarkan hasil survey dan wawancara yang peneliti lakukan di SMA
HARAPAN 3 Medan, tanggal 19 Maret 2015 dengan ibu Efriana Wati, S.Pd selaku
guru BK (Bimbingan Konseling) mengatakan bahwa siswa tidak pernah bertanya atau
konsultasi mengenai hal – hal yang berhubungan dengan kesehatan reproduksi dan
seksual kepadanya. Pada hari yang sama peneliti juga melakukan wawancara dengan
tujuh orang remaja putri, dari hasil wawancara mereka mengatakan tidak pernah
bertanya, curhat atau konsultasi tentang Kesehatan Reproduksinya (tentang
menstruasi, soal pacar, apa bahaya jika melakukan hubungan seksual) kepada guru
BK, apalagi jika membahas hal – hal yang berhubungan dengan seksual. Mereka
lebih suka bercerita, bertanya dan membahasnya dengan teman sebayanya. Dari hasil
wawancara dengan dua orang remaja putra mengatakan mereka pernah melihat dan
menonton video porno beberapa kali dirumah temannya. Dari hasil observasi yang
peneliti lakukan, walaupun disekolah tersebut ada aturan larangan berpacaran di
lingkungan sekolah tetapi saat di kantin sekolah peneliti menemukan beberapa pasang
remaja yang makan dan duduk berduaan.
Secara teori seringkali diungkapkan bahwa sikap merupakan predisposisi
tumbuh, diawali dari pengetahuan yang dipersepsikan sebagai sesuatu hal yang baik
(positif) maupun tidak baik (negatif), kemudian di internalisasikan kedalam dirinya.
Dari apa yang diketahui tersebut akan mempengaruhi pada prilakunya. Kalau apa
yang dipersepsikan tersebut bersifat positif, maka sesorang cenderung berperilaku
sesuai dengan persepsinya. Namun sebaliknya, kalau ia mempersepsikan secara
negatif, maka ia pun cenderung menghindari atau tidak melakukan hal itu dalam
perilakunya. Namun seringkali dalam kehidupan realitasnya, ada banyak faktor –
faktor lain yang mempengaruhi perilaku seseorang yaitu lingkungan sosial, situasi,
atau kesempatan (Dariyo, 2002).
Dengan mengetahui lebih dalam tentang kesehatan reproduksi maka sikap
tentang kesehatan reproduksi sangatlah penting bagi setiap manusia dan terutama
dapat mengurangi perilaku seksual pranikah yang sudah banyak dilakukan oleh
kalangan remaja. Akhirnya peneliti tertarik untuk meneliti peran teman sebaya
terhadap sikap remaja tentang kesehatan reproduksi di SMA HARAPAN 3 MEDAN.
1.2. Permasalahan
Dari uraian pada latar belakang diatas diperoleh rumusan masalah sebagai
berikut: Bagaimana pengaruh teman sebaya terhadap sikap remaja tentang kesehatan
reproduksi di SMA HARAPAN 3 MEDAN.
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan Penelitian ini adalah untuk menganalisis peran teman sebaya terhadap
1.4. Hipotesis
Terdapat pengaruh peran teman sebaya terhadap sikap remaja tentang
kesehatan reproduksi di SMA HARAPAN 3 MEDAN Tahun 2015.
1.5. Manfaat Penelitian
Bagi Siswa SMA HARAPAN 3 MEDAN khususnya Staf Guru pengajar agar
menjadi salah satu tambahan /sumber informasi dalam memberikan pengetahuan
tentang pentingnya menjaga kesehatan reproduksi khususnya pada remaja dan
sebagai bahan dalam memberikan penjelasan kepada orang tua tentang pentingnya
peran orang tua dalam memberikan informasi sedini mungkin tentang hal – hal yang