• Tidak ada hasil yang ditemukan

Unsur Persamaan Pada Pokoknya Dalam Perkara Pembatalan Merek Terdaftar (Studi Kasus Merek PT. Krakatau Steel Dan Merek PT. Perwira Adhitama Sejati)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Unsur Persamaan Pada Pokoknya Dalam Perkara Pembatalan Merek Terdaftar (Studi Kasus Merek PT. Krakatau Steel Dan Merek PT. Perwira Adhitama Sejati)"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

Merek telah lama dikenal manusia sejak zaman purba. Pada masa itu merek

masih diartikan sebagai tanda-tanda sederhana untuk dapat membedakan

kepemilikan.1 Akibat persaingan dagang yang semakin kompetitif, hingga melewati

lintas batas antar negara, eksistensi merek menjadi sarana utama dalam memasarkan

produk-produk sekaligus sebagai bukti kepemilikan hak bagi pemilik merek terdaftar.

Sehingga walaupun merek melalui lintas batas antar negara, hukum merek tetap

menganut prinsipthe territoriality principle of trademark law.2

UU Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek (UU Merek) menjadi pedoman

dalam menyelesaikan sengketa merek di Indonesia. Merek digunakan sebagai tanda

pembeda antara produk yang dihasilkan oleh seseorang atau badan hukum dengan

produk yang dihasilkan oleh pihak lain dengan cara didaftarkan pada Direktorat

Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia

Republik Indonesia (Dirjen HKI Kemenkumham RI).

Merek sangat penting dalam kegiatan perdagangan karena dapat membedakan

asal-usul produk barang dan atau jasa. Fungsinya mencegah kekeliruan masyarakat

1 Julius Rizaldi, Perlindungan Kemasan Produk Merek Terkenal Terhadap persaingan

Curang, Alumni, Bandung, 2009, hal. 1.

2 Anne Gilson LaLonde, Don’t I Know You From Somewhere? Protection in The United

States of Foreign Trademarks That Are Well Known But Not Used There,The Law Journal of The International Trademark Association, No.6, Vol.98, November-December, 2008, hal. 2.

(2)

khususnya pengguna.3 Kecenderungan publik mengaitkan suatu image, kualitas atau

reputasi barang dan atau jasa, menimbulkan persepsi konsumen terhadap merek

merupakan gengsi bagi kalangan tertentu.4 Ada kalanya para konsumen membeli

produk tertentu melihat dari mereknya5, karena dengan menggunakan merek terkenal

memiliki kualitas dan reputasi tinggi di kalangan konsumen.6

Menggunakan merek terkenal merupakan kebanggaan tersendiri bagi

konsumen, apalagi jika merek barang tersebut merupakan produk asli yang sulit

diperoleh.7Gengsi seseorang kadang-kadang terletak pada barang dan atau jasa yang

digunakan dengan alasan kerana kualitas, bonafiditas, atau investasi sehingga

penggunaan suatu merek terkenal menjadi gaya hidup. Merek juga dapat membuat

seseorang menjadi percaya diri atau bahkan menentukan status sosialnya. Pentingnya

untuk melindungi kepemilikan atas merek karena merek barang dan atau jasa tertentu

dalam era perdagangan bebas saat ini dapat menembus lintas batas antara negara.8

Merek sangat penting sebagai tanda kepemilikan atas barang dan atau jasa

dalam lalu lintas perdagangan baik nasional maupun internasional.9Oleh sebab merek

dapat memperoleh keuntungan komersil, dan merek juga dapat membuat harga-harga

3 Joshua Clowers,On International Trademark And The Internet: The Lanham Act’s Long

Arms,Richmond Journal of Law & Technology, Volume XIII, Issue1, 2006, hal. 1.

4Mulyanto, “Sisi Lain Berlakunya Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1992 Tentang Merek”,

Varia Peradilan, No. 111, hal. 131.

5

OK. Saidin (I), Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intllectual Property Right), RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2013, hal. 329.

6 Eddy Damian, Simon Butt, dan Tomi Suryo Utomo, Hak Kekayaan Intelektual Suatu

Pengantar, Alumni, Bandung, 2011, hal. 131-132.

7Abdul Rahman, “Memburu Merek-Merek Global”,Informasi dan Peluang Bisnis, Majalah

Swasembada Nomor.18/XIII/25, September-Oktober, 1997, hal. 29.

8 Sudargo Gautama dan Rizwanto Winata, Pembaharuan Hukum Merek Indonesia (Dalam

rangka WTO, TRIPs), Citra Aditya Bakti, Bandung, 1997, hal. 5-6.

(3)

suatu produk menjadi mahal bahkan lebih bernilai dibandingkan dengan perusahaan

yang memproduksinya,10 maka pihak lain pun berusaha meniru merek-merek yang

sudah lama terkenal di masyarakat.

Perjanjian Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPs)11 telah ditandatangani oleh Pemerintah Indonesia. Persetujuan TRIPs menekankan

“unsur pembeda”. Unsur pembeda (daya pembeda) merupakan parameter substantif

dalam rangka perlindungan merek. Alasan penolakan pendaftaran suatu merek

tentunya harus didasarkan pada adanya daya pembeda, misalnya memiliki persamaan

pada pokoknya.12

World Intellectual Property Organization (WIPO) kurang berhasil memberikan perlindungan terhadap HKI. Lampiran Annex 1C WTO 1994 mengatur

hak kekayaan intelektual dikaitkan dengan perdagangan internasional. Kesepakatan

WTO ini diratifikasi Indonesia melaui UU Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan

Agreement Establishing the World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia) dan dimasukkan dalam UU Merek di Indonesia.

Perlindungan terhadap merek di Indonesia telah dimulai sejak tahun 1961

sampai pada tahun 2001 seiring dengan munculnya UU Merek.13Pasal 6 UU Merek

menentukan merek yang didaftar yang mengandung indikasi dan memiliki persamaan

10Eddy Damian,Hak Kekayaan Intelektual (Suatu Pengantar), Alumni, Bandung, 2003, hal.

131.

11 Elsi Kartika Sari dan Advendi Simangunsong, Hukum Dalam ekonomi, Gramedia

Widiasarana Indonesia, Jakarta, 2008, hal. 113.

12Dwi Rezki Sri Astarini,Op. cit., hal. 6..

(4)

pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek lain yang sudah terdaftar terlebih

dahulu dan sudah terkenal, harus ditolak, baik untuk merek barang maupun jasa.

Merek terdaftar memberikan landasan hukum bagi pemiliknya untuk

memperoleh perlindungan hukum yaitu meletakkan hak kepemilikan sah kepada

pihak yang mendaftarkan merek terlebih dahulu. Negara memberikan hak eksklusif

kepada pemilik merek terdaftar untuk jangka waktu tertentu dengan menggunakan

sendiri merek tersebut atau memberikan izin (lisensi) kepada pihak lain.14

Sekalipun hak atas merek terdaftar memiliki hak eksklusif untuk melarang

pihak ketiga tanpa seizin dan sepengetahuan pemilik merek terdaftar untuk memakai

merek yang memiliki persamaan pada pokoknya untuk barang dan atau jasa yang

telah didaftarkan terlebih dahulu.15 Namun bisa saja pihak lain meniru merek yang

sudah ada atau mendaftarkan merek yang memiliki persamaan pada pokoknya dengan

merek yang terdaftar lebih dahulu.

Unsur-unsur yang sering mendapat perhatian dalam perkara merek adalah

masalah pembuktian persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek

milik pihak lain yang sudah terdaftar lebih dahulu untuk barang dan/atau jasa yang

sejenis, baik mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan

merek yang sudah terkenal maupun membuktikan persamaan pada pokoknya atau

keseluruhannya dengan indikasi-geografis yang sudah dikenal.

14Pasal 3 UU Merek, menentukan hak atas merek adalah hak eksklusif.

15 Sudargo Gautama, Hak Merek Dagang Menurut Perjanjian TRIPs-GATT dan

(5)

Suatu merek yang sudah terdaftar lebih dahulu dan bahkan sudah terkenal di

masyarakat, bukan merupakan jaminan perlindungan penuh bagi pemiliknya. Merek

bisa saja memiliki persamaan pada pokoknya atau keseluruahnnya dengan merek

terdaftar lebih dahulu. Faktor penyebabnya bisa karena terdapat itikad tidak baik dari

pihak lain yang sengaja mendaftarkan mereknya. Persoalannya adalah mengapa

upaya pendaftaran tersebut bisa lolos dari selektif yang dilakukan oleh Dirjen HKI.

Penerapan itikad tidak baik dalam pendaftaran merek dapat dijadikan sebagai

alasan penolakan pendaftaran merek menurut UU Merek, jika memiliki unsur

persamaan pada pokoknya atau keseluruahnnya dengan merek yang sudah terdaftar

lebih dahulu dan terkenal.16 Namun dalam membuktikan itikad tidak baik dari

pendaftar tidak menjadi kewajiban bagi Dirjen HKI, melainkan menjadi kewajiban

hakim-hakim pengadilan. Bukti menunjukkan bahwa unsur persamaan pada

pokoknya atau keseluruhannya menjadi tolok ukur majelis hakim untuk menyatakan

pendaftar memiliki itikad tidak baik.

Pelanggaran terhadap merek terkenal bisa saja terjadi walaupun suatu merek

telah terkenal.17 Perbuatan itikad tidak baik merupakan pelanggaran Pasal 6 UU

Merek yang sebenarnya merupakan tindakan curang untuk membonceng merek yang

sudah terkenal atau sesuatu yang sudah banyak dikenal masyarakat luas, sehingga

dengan menggunakan merek terkenal tersebut, suatu produk yang didaftar kemudian

16 RR. Putri Ayu Priamsari, Penerapan Itikad Baik Sebagai Alasan Pembatalan Merek

Menurut Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek (Di Tingkat Peninjauan Kembali), Program Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Semarang, 2010, hal. 1.

17Siti Marwiyah, “Perlindungan Hukum Atas Merek Terkenal”,De Jure Jurnal Syariah dan

(6)

juga ikut menjadi dikenal di masyarakat. Perbuatan ini tidak sesuai dengan etika

intelektual yang telah diatur dengan undang-undang.18

Pembuktian unsur persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya menjadi

titik tolak pertimbangan majelis hakim dalam perkara merek antara PT. Krakatau

Steel Tbk., (Persero BUMN) dan PT. Perwira Adhitama Sejati. PT. Krakatau Steel

Tbk menggugat PT. Perwira Adhitama Sejati ke Pengadilan Niaga pada Pengadilan

Negeri Jakarta Pusat atas merek KS milik PT. Krakatau Steel Tbk yang terdaftar lebih

dahulu, dinilai memiliki unsur persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya

dengan merek yang didaftarkan kemudian oleh PT. Perwira Adhitama Sejati pada

Dirjen HKI.

Penggugat adalah PT. Krakatau Steel Badan Usaha Milik Negara (BUMN)

yang didirikan oleh Pemerintah Republik Indonesia19 yang bergerak dalam bidang

industri baja terpadu dan merupakan perusahaan baja terbesar di Indonesia. PT.

Krakatau Steel selalu memperkenalkan nama perusahaannya dan memberikan tanda

pada setiap produknya dengan nama dan label KS singkatan dari Krakatau Steel.

PT. Krakatau Steel menyandang status badan hukum perseroan terbatas,

secara resmi tahun 1967 dengan mengubah status dari Perusahaan Besi Baja Trikora

menjadi Perseroan Terbatas (PT),20 kemudian pada tahun 1970 diumumkan dan

secara secara resmi memperoleh nama PT. Krakatau Steel21, sejak itulah PT.

18RR. Putri Ayu Priamsari,Op. cit., hal. 125

19Berdasarkan Akta Notaris Nomor 34 tanggal 23 Oktober 1971. 20Berdasarkan Inpres Nomor 17 Tanggal 28 Desember 1967.

(7)

Krakatau Steel diberi mandat untuk membangun industri baja di Indonesia dan

memiliki merek pokok/utama yaitu “KS”22, sekaligus unsur ini sebagai pembeda

utama merek-merek PT. Krakatau Steel dengan merek-merek perusahaan lainnya.

Merek KS milik PT. Krakatau Steel telah terdaftar dalam Daftar Umum

Merek (DUM) pada Dirjen HKI yaitu:23

1. Merek “KS” dengan daftar Nomor IDM000063036 tanggal pengajuan 17 Juni 2004, untuk melindungi jenis barang dalam kelas 06 yaitu: baja tulangan, ulir, polos, baja profit, profil I, U, H, L,Round,Flat;

2. Merek “Krakatau Steel + LOGO” dengan daftar Nomor IDM000048501 tanggal pengajuan 12 Februari 2004, untuk melindungi jenis barang dalam kelas 06 yaitu: besi spons, baja kawat batangan, baja lonjoran, baja slab, baja profit, baja beton, baja kawat paku, baja canai panas gulungan, baja canai panas pelat, baja canai dingin gulungan, baja canai dingin lembaran;

3. Merek “KS POLE” dengan daftar Nomor 418285 tanggal pengajuan 01 Agustus 1997 untuk melindungi jenis barang dalam kelas 06 yaitu: tiang telepon bentuk taper segi delapan BTKC (Baja Tahan Korosi Cuaca); dan 4. Merek “KS POLE” dengan daftar Nomor IDM000184782 yang merupakan

perpanjangan merek “KS POLE” daftar Nomor 418285.

PT. Krakatau Steel Tbk memiliki 5 (lima) bentuk konfigurasi merek-merek

milik PT. Krakatau Steel, Tbk sebagai berikut:24

1. Merek formasi (1.2) tanpa keterangan motto/falsafah perusahaan:

Sumber : http://www.krakatausteel.com

22http://www.krakatausteel.com/index.php?page=content&cid=8, diakses tanggal 24

November 2014, Brief Background PT. Krakatau Steel, dipublikasikan di website resmi PT. Karakatau Steel.

23 Putusan Nomor: 356 HaKI/2013, hal 2, dan Putusan Nomor: 358

K/Pdt.Sus-HaKI/2013, hal. 2.

24http://www.krakatausteel.com/index.php?page=content&cid=117, diakses tanggal 8 Januari

(8)

2. Merek formasi resmi (1.2) dengan menggunakan keterangan motto/falsafah perusahaan:

Sumber : http://www.krakatausteel.com

3. Merek dengan formasi ke samping

Sumber : http://www.krakatausteel.com

4. Merek formasi 1.3

Sumber : http://www.krakatausteel.com

5. Merek dengan formasi 1.1

Sumber : http://www.krakatausteel.com

PT. Karakatau Steel sangat keberatan terhadap merek yang didaftarkan oleh

PT. Perwira Adhitama Sejati pada Dirjen HKI sebagaimana dalam Putusan

Mahkamah Agung Nomor 356 K/Pdt.Sus-HaKI/2013 tanggal 20 Agustus 2013,

merek-merek PT. Perwira Adhitama Sejati yaitu:25

1. Merek dagang “KSPS” untuk kelas barang 06, dengan daftar Nomor IDM000271049 tanggal penerimaan (filling date) 9 Februari 2009, yang telah terdaftar pada Dirjen HKI Kemenkumham RI pada tanggal 21 September 2010;

2. Merek dagang “KSJS” untuk kelas barang 06, dengan daftar Nomor IDM000267210 tanggal penerimaan (filling date) 15 September 2008, yang telah terdaftar pada Dirjen HKI Kemenkumham RI pada tanggal 2 September 2010;

(9)

3. Merek dagang “KSJIS” untuk kelas barang 06, dengan daftar Nomor IDM000267211 tanggal penerimaan (filling date) 15 September 2008, yang telah terdaftar pada Dirjen HKI Kemenkumham RI pada tanggal 2 September 2010;

4. Merek dagang “KSTL” untuk kelas barang 06, dengan daftar Nomor IDM000268667 tanggal penerimaan (filling date) 17 September 2008, yang telah terdaftar pada Dirjen HKI Kemenkumham RI pada tanggal 21 September 2010;

5. Merek dagang “KSL” untuk kelas barang 06, dengan daftar Nomor IDM000268668 tanggal penerimaan (filling date) 17 September 2008, yang telah terdaftar pada Dirjen HKI Kemenkumham RI pada tanggal 21 September 2010;

6. Merek dagang “KSMS” untuk kelas barang 06, dengan daftar Nomor IDM1000271182 tanggal penerimaan (filling date) 11 Februari 2009, yang telah terdaftar pada Dirjen HKI Kemenkumham RI pada tanggal 21 September 2010; dan

7. Merek “LKS” untuk kelas barang 06, dengan daftar Nomor IDM000274108 tanggal penerimaan (filling date) 16 April 2009, yang telah terdaftar pada Dirjen HKI Kemenkumham RI pada tanggal 4 Oktober 2010.

PT. Krakatau Steel keberatan dengan pendaftaran merek-merek PT. Perwira

Adhitama Sejati karena memiliki unsur persamaan pada pokoknya untuk barang yang

sejenis dengan merek PT. Krakatau Steel yang telah terdaftar lebih dahulu, baik

mengenai bentuk, cara penempatan, cara penulisan, kombinasi antara unsur-unsur

ataupun persamaan bunyi ucapannya, sama dengan yang dimaksud pada Pasal 6 ayat

(1) huruf a dan penjelasan UU Merek.

PT. Karakatau Steel juga keberatan dengan merek yang didaftarkan oleh PT.

Perwira Adhitama Sejati, sebagaimana dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 358

K/Pdt.Sus-HaKI/2013 tanggal 20 Agustus 2013, yaitu merek IKS untuk kelas barang

06 dengan daftar Nomor IDM000005524 pada tanggal 9 Mei 2003, yang telah

terdaftar pada Dirjen HKI tanggal 22 April 2004. Sehingga dalam perkara ini ada 8

(10)

tujuh jenis merek dalam Putusan Nomor 356 K/Pdt.Sus-HaKI/2013 dan satu jenis

merek dalam Putusan Nomor 358 K/Pdt.Sus-HaKI/2013.

Contoh lain yang pernah dihadapi oleh PT. Krakatau Steel sebelum berperkara

dengan PT. Perwira Adhitama Sejati, juga sudah pernah menghadapi perkara yang

sama yaitu menggugat PT. Hasindo Indonesia dalam Putusan Nomor: 740

K/Pdt.Sus/2009 dan menggugat PT. Tobu Indonesia Steel dalam Putusan Nomor: 08

PK/Pdt.Sus/2010. Kedua putusan ini juga memenangkan PT. Krakatau Steel sebagai

pihak yang berhak atas merek KS POLE ata KS untuk industri baja.

Contoh lain yang juga pernah dihadapi oleh PT. Krakatau Steel yaitu perkara

dengan Goh Ka Thioe dalam Putusan Nomor 357 K/Pdt.Sus-HaKI/2013. PT.

Krakatau Steel sangat keberatan dengan merek-merek sebagaimana dalam Putusan

Mahkamah Agung Nomor 357 K/Pdt.Sus-HaKI/2013 tanggal 20 Agustus 2013

terdaftar pada Dirjen HKI. Pihak penggugat dalam putusan ini adalah PT. Krakatau

Steel sedangkan pihak tergugat adalah orang perseorangan atas nama Goh Ka Thioe

yang memiliki merek KSSIS, KSI, KSLS, KSSK, KSSKS, IKSJI, IKSTY, dan KSSI

untuk jenis barang berupa baja.

Unsur persamaan pada pokoknya menjadi titik sengketa di antara kedua belah

pihak. Pasal 6 ayat (1) huruf a UU Merek menjelaskan yang dimaksud dengan

persamaan pada pokoknya adalah kemiripan yang disebabkan oleh adanya

unsur-unsur yang menonjol antara merek yang satu dan merek yang lain, yang dapat

menimbulkan kesan adanya persamaan baik mengenai bentuk, cara penempatan, cara

(11)

terdapat dalam merek-merek tersebut. Pengertian ini menjadi bias penafsiran yang

berbeda-beda bagi masing-masing pihak dalam perkara ini.

Memperhatikan pada Pasal 6 UU Merek, maka muncul beberap pertanyaan.

Bukankah merek-merek milik PT. Karakatau Steel sudah terdaftar terlebih dahulu di

Dirjen HKI daripada merek-merek terdaftar milik PT. Perwira Adhitama Sejati?

Bukankah merek-merek milik PT. Karakatau Steel termasuk sebagai merek terkenal

di masyarakat daripada merek-merek milik PT. Perwira Adhitama Sejati? Bukankah

merek-merek milik PT. Perwira Adhitama Sejati mempunyai persamaan pada

pokoknya dengan indikasi-geografis yang sudah dikenal merek KS pada PT.

Karakatau Steel?

Penolakan permohonan pendaftaran merek yang memiliki persamaan pada

pokoknya dengan merek terkenal untuk barang dan atau jasa yang sejenis dilakukan

dengan memperhatikan pengetahuan umum masyarakat sesuai bidang usaha yang

bersangkutan. Terkenal atau tidaknya suatu merek diukur berdasarkan reputasi merek

yang diperoleh karena promosi besar-besaran, invasi di beberapa negara di dunia

yang dilakukan olemh pemiliknya, dan disertai bukti pendaftaran merek tersebut di

beberapa negara. Bila hal tersebut belum dianggap cukup Pengadilan Niaga

seharusnya dapat memerintahkan kepada sebuah lembaga yang bersifat mandiri untuk

melakukan surve guna memperoleh kesimpulan mengenai terkenal atau tidaknya

merek yang menjadi dasar penolakan.26

(12)

Majelis hakim Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam

Putusan Pengadilan Niaga pada PN Jakpus Nomor 06/Pdt.Sus/Merek/2013/PN Niaga

Jkt.Pst., tanggal 7 Mei 2013, memutuskan bahwa merek-merek milik PT. Perwira

Adhitama Sejati memenuhi rumusan unsur mempunyai persamaan pada pokoknya

atau keseluruhannya pada merek yang telah terdaftar lebih dahulu dan telah dikenal di

masyarakat. Demikian pula Mahkamah Agung juga menyatakan putusan yang sama

dengan Putusan Pengadilan Niaga pada PN Jakpus dalam Putusan Mahkamah Agung

Nomor 356 K/Pdt.Sus-HaKI/2013 tanggal 20 Agustus 2013.

Tetapi antara majelis hakim Pengadilan Niaga pada PN Jakpus dan

Mahkamah Agung tidak memiliki dasar pertimbangan hukum yang sama. Mahkamah

Agung menyatakan majelis hakim Pengadilan Niaga pada PN Jakpus (judex facti) mencari-cari alasan pembenar, pertimbangan hukumnya tidak masuk akal karena

menurut Mahkamah Agung yang dipermasalahkanjudex factihanyalah titik sesudah huruf KS, di mana sesudah huruf KS milik Penggugat ada titiknya, sementara dalam

merek Tergugat tidak ada titiknya, padahal apabila dibaca pada huruf yang digunakan

huruf KS lebih menonjol pada semua merek Tergugat, dengan demikian memenuhi

unsur persamaan pada pokoknya dan keseluruhannya.

Merek PT. Krakatau Steel sesungguhnya lebih dahulu terdaftar pada Dirjen

HKI yaitu: Merek “KS” tanggal 17 Juni 2004, Merek “Krakatau Steel + LOGO”

tanggal 12 Februari 2004, dan Merek “KS POLE” tanggal 01 Agustus 1997.

Merek-merek tersebut di atas adalah merek terdaftar milik PT. Krakatau Steel,

(13)

Adhitama Sejati. Seharusnya Dirjen HKI melakukan pencegahan dengan menolak

pengajuan pendaftaran yang diajukan oleh PT. Perwira Adhitama Sejati tersebut

karena sudah ada merek lain yang memiliki unsur persamaan pada pokoknya atau

keseluruhannya atau sudah terkenal di masyarakat dan memiliki indikasi-geografis.

Satu cara untuk melindungi merek terkenal di masyarakat adalah melakukan

pencegahan, namun upaya itu tidak dilakukan oleh Dirjen HKI. Dirjen HKI

seolah-olah tidak tahu atau lalai dalam hal memberikan perlindungan terhadap merek

terkenal sesuai UU Merek. Padahal kasus-kasus merek yang dialami oleh PT.

Krakatau Steel sebelum perkara a quo ini berlanjut, sudah ada perkara lain yang seharusnya menjadi pedoman bagi Dirjen HKI Kemenkumhan untuk mengeluarkan

merek yang memiliki persamaan pada pokoknya atau keseluruahnnya dengan merek

milik PT. Krakatau Steel.27

Perkara-perkara merek sebelum perkara a quo ini yang sudah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan berkaitan dengan merek PT. Krakatau Steel antara lain:

1) Putusan Mahkamah Agung Nomor 740 K/Pdt.Sus/ 2009, tanggal 3 Juni 2010

mengenai pembatalan Merek KS-HI atas nama PT. Hasindo Indonesia, dan Putusan

Nomor 08 PK/Pdt.Sus/2010, tanggal 15 Juni 2010 mengenai pembatalan Merek

KS-TI atas nama PT. Tobu Indonesia Steel.

27 Putusan Mahkamah Agung Nomor 740 K/Pdt.Sus/ 2009 tanggal 3 Juni 2010 antara PT.

(14)

Putusan-putusan dari badan peradilan yang telah berkekuatan hukum tetap

tentang PT. Krakatau Steel pernah mengirimkan Surat Nomor 174/PP/X/10, tanggal 1

Oktober 2010 kepada Dirjen HKI untuk memohon agar menolak permintaan

pendaftaran merek-merek yang mengandung unsur persamaan pada pokoknya atau

keseluruhannya dengan Merek KS milik PT. Krakatau Steel untuk jenis barang dalam

kelas 06, yang diajukan oleh pihak lain yang beriktikad tidak baik.

Setelah adanya putusan-putusan dari badan peradilan yang telah berkekuatan

hukum tetap, seharusnya tidak ada lagi merek-merek yang menggunakan unsur

Merek KS yang terdaftar dalam DUM pada Dirjen HKI. Bila kondisi ini terus terjadi

bagi merek-merek terkenal di masyarakat, maka UU Merek tidak ada gunanya

diundangkan, tidak berfungsi melakukan langkah pencegahan, seharusnya dalam UU

Merek diatur mengenai langkah-langkah pencegahan bagi Dirjen HKI, bila perlu

diberikan sanksi bagi lembaga ini bila masih memberikan kesempatan kepada pihak

lain untuk memperoleh merek (melalui pendaftaran) yang memiliki persamaan pada

pokoknya atau kesleuruahnnya.

Putusan Mahkamah Agung Nomor 356 K/Pdt.Sus-HaKI/2013 tanggal 20

Agustus 2013, juga telah memerintahkan kepada Dirjen HKI untuk menolak

permintaan pendaftaran merek-merek yang menggunakan unsur KS atau yang

mempunyai persamaan pada pokoknya maupun keseluruhannya dengan Merek KS

untuk kelas barang 06 milik pihak lain. Perintah Mahkamah Agung demikian juga

disebutkan di dalam Putusan Nomor 357 K/Pdt.Sus-HaKI/2013 tanggal 20 Agustus

(15)

B. Perumusan Masalah

Dirumuskan tiga permasalahan penting yang menjadi fokus kajian dalam

penelitian ini, yaitu:

1. Bagaimanakah status merek yang didaftarkan yang memiliki persamaan pada

pokoknya dengan merek yang sudah terdaftar lebih dahulu?

2. Bagaimana pertanggungjawaban hukum yang dapat dibebankan kepada Dirjen

HKI atas pendaftaran merek yang sama terhadap merek yang sudah didaftar

lebih dahulu?

3. Apa upaya yang dapat dilakukan oleh pemilik merek untuk melindungi

dirinya bila terjadi pendaftaran merek yang sama terhadap mereknya yang

sudah didaftar lebih dahulu?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk memahamai dan menganalisis status merek yang didaftarkan yang

memiliki persamaan pada pokoknya dengan merek yang sudah terdaftar lebih

dahulu.

2. Untuk mengetahui dan memahami pertanggungjawaban hukum yang dapat

dibebankan kepada Dirjen HKI atas pendaftaran merek yang sama terhadap

(16)

3. Untuk mengetahui dan memahami upaya-upaya yang dapat dilakukan oleh

pemilik merek untuk melindungi dirinya bila terjadi pendaftaran merek yang

sama terhadap mereknya yang sudah didaftar lebih dahulu.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini dapat memberikan teoritis maupun praktis, yaitu:

1. Secara teoritis, penelitian ini bermanfaat membuka paradigma berfikir dalam

memahami dan mendalami permasalahan persamaan pada pokoknya atau

keseluruhannya yang diterapkan dalam perkara a quo. Penelitian ini dapat pula menjadi bahan referensi bagi peneliti selanjutannya, menambah wawasan

ilmu pengetahuan di bidang hukum merek;

2. Secara praktis penelitian ini bermanfaat bagi kalangan pelaku bisnis,

Perusahaan-perusahaan nasional maupun internasional, Direktorat Merek pada

Dirjen HKI pada sebagai instansi yang diharapkan mampu mencegah

pelanggaran-pelanggaran merek di Indoensia, bagi hakim-hakim Pengadilan

Niaga pada Pengadilan Negeri di seluruh wilayah Indonesia, khususnya bagi

PT. Karakatau Steel, Tbk., dan PT. Perwira Adhitama Sejati, serta hakim

Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan Mahkamah

Agung Republik Indonesia.

E. Keaslian Penelitian

Penelitian ini memiliki keaslian dan tidak mengandung unsur plagiat dari hasil

(17)

pemeriksaan atau ceking judul dan permasalahan dari tesis-tesis yang di Perpustakaan

Universitas Sumatera Utara, khususnya di Program Studi Magister Ilmu Hukum dan

dilakukan penelusuran di situs-situs resmi perguruan tinggi lainnya melalui internet.

Berdasarkan hasil penelusuran ada ditemukan beberapa penelitian tetapi sama

sekali tidak memiliki kesamaan dengan judul dan permasalahan dalam penelitian ini.

Beberapa penelitian tersebut adalah:

1. Judul “Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Pemalsuan Merek Pasca

Berlakunya Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 Tentang Merek”, atas

nama Alimuddin Sinurat, NIM: 117005094 pada Program Studi Magister

Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan 2013.

Fokus kajian permasalahan penelitian ini adalah kasus tindak pidana

memperdagangkan suku cadang mobil Merek Daihatsu, pemalsuan Merek

Lem CASTOL, memperdagangkan Merek Penyedap Rasa (Vetsin) Milik PT.

Sasa Inti, pemalsuan Merek Pisau Serut, dan pemalsuan Merek Busi NGK.

Permasalahannya adalah: bagaimanakah karakterisitk tindak pidana

pemalsuan merek yang terjadi pasca berlakunya UU No.15 Tahun 2001

tentang Merek? bagaimanakah penegakan hukum terhadap tindak pidana

pemalsuan merek pasca berlakunya UU No.15 Tahun 2001 tentang Merek?

2. Judul, “Kekuatan Hukum Merek Yang Didaftarkan Atas Dasar Itikad Tidak

Baik”, atas nama Atika Sandra Dewi, NIM: 097005050, pada Program Studi

Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan

(18)

putusan pengadilan terhadap Merek Kinotakara dan Merek Prada.

Permasalahannya adalah: bagaimana putusan hakim terhadap merek terdaftar

yang didaftarkan atas dasar itikad tidak baik? bagaimana pembuktian itikad

tidak baik dalam kasus pendaftaran merek di Indonesia? dan bagaimanakah

upaya hukum yang dapat dilakukan oleh pihak yang berkepentingan terhadap

suatu merek yang didaftarkan atas dasar itikad tidak baik?

Sedangkan judul dalam penelitian ini, “Unsur Persamaan Pada Pokoknya

Dalam Perkara Pembatalan Merek Terdaftar (Studi Kasus Merek PT. Krakatau Steel

dan Merek PT. Perwira Adhitama Sejati)”, dengan permasalahan difoksukan pada

status merek yang terdaftar lebih dahulu memiliki persamaan pada pokoknya dengan

merek lain yang didaftarkan kemudian, pertanggungjawaban hukum yang dapat

dibebankan kepada Dirjen HKI atas pendaftaran merek yang sama terhadap merek

yang sudah didaftar lebih dahulu, dan upaya-upaya yang dapat dilakukan oleh

pemilik merek untuk melindungi dirinya bila terjadi pendaftaran merek yang sama

terhadap mereknya yang sudah didaftar lebih dahulu.

Berdasarkan perbedaan itu dapat dikatakan bahwa penelitian ini baru pertama

kali dilakukan, mengandung unsur orisinalisasi, dan sesuai dengan asas-asas

keilmuan yang harus dijunjung tinggi antara lain kejujuran, rasional, objektif,

terbuka, serta sesuai dengan implikasi etis dari prosedur menemukan kebenaran

ilmiah secara bertanggung jawab.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Teori yang digunakan untuk menganalisis permasalahan di dalam penelitian

(19)

ini sehubungan dengan fakta menunjukkan walaupun merek-merek sudah didaftarkan

pada Dirjen HKI Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia tidak juga

mampu memberikan harapan suatu kepastian hukum atas kepemilikan merek.

Dianutnya asas legalitas dalam suatu negara membuktikan bahwa negara

memposisikan kepastian hukum lah yang harus dikedepankan. Bila tidak ada hukum

yang mengatur tentang sesuatu hal, maka tidak bisa hukum ditegakkan, atau bilapun

hukum harus ditegakkan pada kondisi yang demikian, maka prinsip kepastian hukum

harus dikesampingkan. Biasanya hukum yang ditegakkan pada kondisi dengan

ketiadaan peraturan didasarkan pada norma-norma hukum tidak tertulis.

Kepastian hukum yang dimaksud adalah kepastian hukum yang sejalan

dengan prinsip legalitas dalam sistem eropa kontinental, bilamana hukum akan

ditegakkan harus ada aturan yang mengaturnya, sehingga aturan itu secara pasti akan

dilaksanakan. Bila tidak dilaksanakan, maka hukum itu akan mengandung

norma-norma yang mati yang pada gilirannya akan menimbulkan ketidakpastian hukum dan

ketidakadilan hukum.

Ada kalanya kata-kata atau kalimat dalam sebuah undang-undang bisa jadi

jelas sekali dan bisa pula tidak jelas tentang apa yang diperintahkan undang-undang

tersebut, sehingga ada keraguan terkait dengan penerapannya. Keraguan itu terkadang

diselesaikan melalui interpretasi. H.L.A Hart dalam bukunya berjudul ”The Concept of Law” menyebutnya ketidakpastian (legal uncertainty) dalam undang-undang.28

28 H.L.A Hart, The Concept of Law, (New York: Clarendon Press-Oxford, 1997)

(20)

Masalah kepastian hukum dalam teoritis dari dulu hingga kini tidak pernah

selesai dibicarakan. Mungkin dapat direnungkan teori hukum dalam pandangan Hans

Kelsen dan Jeremy Bentham. Kedua pemikir ini saling berbeda memaknai hukum

positif sebagai suatu kepastian hukum. Ketika seseorang berhaluan pada Hans Kelsen

analisis positivistiknya akan bersifat top down, dan ketika yang lain berhaluan pada Jeremy Bentham, maka analisis positivisitiknya bersifatbotton up.29

Kepastian hukum bila dilihat berdasarkan analisistop down, maka analisisnya akan melihat kepastian hukum sesuai dengan apa yang ditentukan dalam

undang-undang, tetapi jika melihat kepastian hukum berdasarkan analisis botton up, maka analisisnya akan melihat kepastian hukum bukan hanya ditentukan dalam

undang-undang melainkan lebih luas daripada itu.

Antara Hans Kelsen dan Jeremy Bentham selalu bertentangan memaknai

konsep hukum dalam sistim eropa kontinental. Hans Kelsen sebagai aliran keras

menentang hukum moral dalam undang-undang30, sedangkan Jeremy Bentham31 dan

H.L.A. Hart32menyetujui adopsi hukum moral dalam undang-undang tertulis.

Pasal 6 ayat (1) UU Merek telah menggariskan ketentuan secara tegas bahwa

permohonan pendaftaran merek harus ditolak oleh Dirjen HKI apabila Merek

29

Achmad Ali, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicialprudence) Termasuk Interpretasi Undang-Undang (Legisprudence), Kencana, Jakarta, 2009, hal. 106.

30Hans Kelsen,Pengantar Teori Hukum, diterjemahkan oleh Siswi Purwandari, Nusa Media,

Bandung, 2009, hal. 37-38.

31 Ian Saphiro, Asas Moral dalam Politik, Yayasan Obor Indonesia Bekerjasama Dengan

Kedutaan Besar Amerika Serikat Jakarta danFredom Institute, Jakarta, 2006, hal. 13.

32H.L.A. Hart,Law Liberty and Morality, diterjemahkan oleh Ani Mualifatul Maisah, Genta

(21)

tersebut: mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan Merek

milik pihak lain yang sudah terdaftar lebih dahulu untuk barang dan/atau jasa yang

sejenis, mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan Merek

yang sudah terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis, mempunyai

persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan indikasi-geografis yang sudah

dikenal.

Ketentuan Pasal 6 ayat (1) UU Merek tersebut secara substantif telah

memenuhi prinsip kepastian hukum, UU Merek secara pasti telah mengatur hal itu.

Peter Mahmud Marzuki menegaskan positivistik merupakan konsep hukum yang

pasti memfokuskan pada hukum tertulis, sedangkan sistim common law

memfokuskan pada hukum tidak tertulis seperti yurisprudensi.33 Ketika

membicarakan tentang kepastian hukum, maka sistim hukum yang lebih pasti

dimiliki oleh sistemcivil law.

Yurisprudensi diwajibkan dalam sistim common law, asas ini dikenal dengan asas preseden dalam doktrin stare decisis (hakim kemudian wajib mengikuti hakim terdahulu), sedangkan asas preseden dalam sistim civil law tidak diwajibkan tetapi tidak menutup kemungkinan hakim-hakim pengadilan yang menganut civil law system untuk menggunakan asas preseden ini. Asas legalitas dalam sistem civil law

sudah mulai berangsur-angsur diterapkan di negara-negara common law system.34Ini

33Peter Mahmud Marzuki,Pengantar Ilmu Hukum, Kencana, Jakarta, 2009, hal. 286 dan hal.

294.

(22)

menandakan bahwa kepastian hukum itu begitu penting semata-mata tujuannya untuk

memberikan pedoman dalam melindungi kepentingan-kepentingan masyarakat.

Teori kepastian hukum dalam Peter Mahmud Marzkui, menyebut aturan

hukum yang bersifat umum menjadi batasan bagi masyarakat dalam melakukan

tindakan terhadap individu lain. Sudah menjadi suatu kenyataan bahwa dalam

kehidupan masyarakat diperlukan aturan agar dapat melindungi kepentingan

masyarakat. Namun tidak semua ketentuan dalam undang-undang mampu

mengakomodasi semua kepentingan.35

Hans Kelsen menyebut tidak ada kekosongan hukum tetapi yang ada hanya

kekosongan undang-undang. Hans Kelsen menentang kebijakasanaan diserhakan

kepada keyakinan hakim untuk menilainya.36 Penentangan Kelsen semakin

memperkuat doktrinnya tentang kepastian hukum adalah kepastian undang-undang.

Peter Mahmud Marzuki memandang sebaliknya bahwa ketika terjadi suatu

kekosongan undang-undang atau kekosongan aturan, maka harus diserahkan kepada

kebijaksanaan hakim dengan menerapkan kebebasan hakim perlu menemukan

hukumnya, sehingga tidak ada alasan untuk mengatakan, tidak ada undang-undang

yang mangaturnya.37 Kepastian hukum ditanggapi secara berbeda-beda manakala

memperhatikan kasus-kasus tertentu, terutama di kalangan para praktisi hukum

maupun kalangan akademisi.38

35Ibid., hal. 157.

36Hans Kelsen,Op. cit., hal. 135-137. 37Peter Mahmud Marzuki,Op. cit., hal. 159.

(23)

Kepastian hukum pendaftaran merek yang memiliki unsur persamaan pada

pokoknya atau keseluruhannya telah diatur secara pasti di dalam Pasal 6 ayat (1) UU

Merek, namun dalam praktik Dirjen HKI mengabaikan atau lalai menerapkan

kepastian itu, karena masih menerima permohonan pendaftaran merek yang diajukan

oleh PT. Perwira Adhitama Sejati yang memiliki unsur persamaan pada pokoknya

dengan merek PT. Krakatau Steel.

Tidak ada jaminan kepastian bagi pemilik merek terdaftar lebih dahulu bila

Dirjen HKI masih menerima permohonan pendaftaran merek yang diajukan oleh PT.

Perwira Adhitama padahal merek tersebut telah lebih dahulu didaftarkan oleh PT.

Krakatau Steel. Fakta menunjukkan merek KS telah lama menjadi milik PT. Krakatau

Steel yang telah terdaftar lebih dahulu daripada merek-merek PT. Perwira Adhitama

Sejati, namun ternyata merek PT. Perwira Adhitama Sejati juga terdaftar di Dirjen

HKI yang memiliki unsur persamaan pada pokoknya dengan merek milik PT.

Krakatau Steel.

Kepastian hukum dalam suatu undang-undang menghendaki kepastian dalam

perumusan norma dan prinsip hukum yang tidak bertentangan antara satu dengan

lainnya dari pasal-pasal undang-undang. Kepastian hukum juga menghendaki suatu

kepastian dalam melaksanakan norma-norma dan prinsip-prinsip hukum yang telah

ditentukan dalam undang-undang dalam parktek.

Perumusan norma dan prinsip hukum bila sudah memiliki kepastian hukum di

dalam undang-undang tetapi hanya berlaku secara yuridis saja, maka kepastian

(24)

yang demikian itu bisa disebut sebagai norma hukum yang mati atau hanya sebagai

penghias yuridis dalam kehidupan manusia.

2. Konsepsi

Landasan konsepsi digunakan untuk memperoleh dasar konseptual, bertujuan

untuk menghindari pemahaman dan penafsiran yang berbeda serta memberikan

pedoman dan arahan yang sama dalam memahami maksud istilah-istilah dalam

penelitian ini, antara lain:

a. Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf,

angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang

memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang

atau jasa.

b. Karakteristik adalah ciri-ciri pengaturan unsur persamaan pada pokoknya atau

keseluruhannya yang terdapat di dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun

2001 tentang Merek.

c. Para pihak yang berperkara adalah PT. Krakatau Steel dan PT. Perwira

Adhitama Sejati.

d. PT. Krakatau Steel adalah badan hukum dalam bentuk Perseroan Terbatas

(BUMN) bertempat di Cilegon yang dalam perkara ini bertindak sebagai

Penggugat.

e. PT. Perwira Adhitama Sejati adalah badan hukum berbentuk Perseroan

Terbatas bertempat di Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara,

(25)

f. Hak milik adalah hak eksklusif pada merek yang sudah terdaftar yaitu Merek

PT. Krakatau Steel dan PT. Perwira Adhitama Sejati.

g. Perlindungan merek adalah upaya hukum untuk memberikan perlindungan

terhadap merek yang sudah terdaftar lebih dahulu dan sudah terkenal di

masyarakat daripada merek yang baru didaftarkan.

h. Merek terdaftar adalah Merek PT. Krakatau Steel dan PT. Perwira Adhitama

Sejati yang sudah terdaftar di Dirjen HKI Kemenkumham Republik

Indonesia.

i. Merek terkenal adalah merek yang sudah dikenal khalayak ramai atau

masyarakat luas.

j. Merek PT. Karkatau Steel adalah Merek “KS” terdaftar tanggal 17 Juni 2004,

Merek “Krakatau Steel + LOGO” terdaftar tanggal 12 Februari 2004, dan

Merek “KS POLE” terdaftar tanggal 01 Agustus 1997.

k. Merek PT. Perwira Adhitama Sejati adalah: Merek “KSSIS” terdaftar tanggal

21 September 2010, Merek “KSI” terdaftar tanggal 2 September 2010, Merek

“KSLS” terdaftar tanggal 2 September 2010, Merek “KSSK” terdaftar tanggal

2 September 2010, Merek “KSSI” terdaftar tanggal 2 September 2010, Merek

“IKSJI” terdaftar tanggal 2 September 2010, Merek “IKSTY” terdaftar

tanggal 2 September 2010, Merek “KSSKS” terdaftar tanggal 14 Oktober

(26)

l. Putusan adalah Putusan Mahkamah Agung Nomor 356 K/Pdt.Sus-HaKI/2013

tanggal 20 Agustus 2013 dan Putusan Mahkamah Agung Nomor 358

K/Pdt.Sus-HaKI/2013 tanggal 20 Agustus 2013.

G. Metode Penelitian

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif yaitu penelitian yang

mengacu pada teori-teori, doktrin-doktrin, norma-norma, asas-asas (prinsip-prinsip),

kaidah-kaidah yang terdapat dalam UU Merek dan putusan-putusan pengadilan. Sifat

penelitian ini adalah deskriptif analitis yaitu menggambarkan atau mendeskripsikan

fakta-fakta dengan analitis dan sistematis.39

2. Sumber Data

Data dalam penelitian ini digunakan data sekunder, meliputi:

a. Bahan Hukum Primer (BHP) yaitu bahan utama dan paling penting: UU

Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek (UU Merek), Putusan MA Nomor 356

K/Pdt.Sus-HaKI/2013 tanggal 20 Agustus 2013, dan Putusan MA Nomor 358

K/Pdt.Sus-HaKI/2013 tanggal 20 Agustus 2013.

b. Bahan Hukum Sekunder (BHS) yaitu bahan hukum yang memberikan

penjelasan dan ulasan-ulasan terhadap bahan hukum primer, yang terdiri dari:

buku-buku, makalah, majalah, jurnal ilmiah, artikel, artikel bebas dari

internet, dan surat kabar, bahkan dokumen pribadi atau pendapat dari para

39Peter Mahmud Marzuki,Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2005,

(27)

pakar hukum yang relevan dengan objek penelitian ini.

c. Bahan Hukum Tersier (BHT) yaitu bahan hukum penunjang, memberi

petunjuk dan penjelasan terhadap BHP dan BHS dapat berupa Kamus Umum

Bahasa Indonesia, Kamus Bahasa Hukum, dan Kamus Bahasa Inggris.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara studi pustaka (library research) di perpustakaan akademisi dan studi dokumen pada putusan-putusan pengadilan atas bahan-bahan hukum tertulis yang relevan dengan objek yang ditelaah

yaitu unsur persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya pada perkara merek

antara merek PT. Krakatau Steel dan merek PT. Perwira Adhitama Sejati.

Diperlukannya studi pustaka untuk mendapatkan teori-teori, doktrin-doktrin,

norma-norma, asas-asas (prinsip-prinsip), kaidah-kaidah yang terdapat dalam

perundang-undangan di bidang merek. Sedangkan studi dokumen diperlukan untuk

memperoleh perkara-perkara merek yang objek sengketanya masalah persamaan pada

pokoknya atau keseluruahnnya dengan merek yang terdaftar lebih dahulu.

Baik terhadap bahan hukum primer, sekunder, maupun tertier, dan bahkan

digunakan juga bahan non hukum yang diperoleh melalui membaca referensi,

melihat, mendengar melalui seminar dan materi kuliah serta mendownload data

melalui internet. Data yang diperoleh akan dipilah-pilah guna memperoleh data yang

(28)

terdapat dalam perundang-undangan di bidang merek.40

4. Analisis Data

Analisis data dilakukan secara kualitatif yakni menganalisis data berdasarkan

kualitasnya (mutu) atau relevansi data dengan objek kasus yang sedang diteliti, bukan

berdasarkan kuantitasnya (jumlahnya). Mengalaisis unsur persamaan pada pokoknya

atau keseluruhannya antara merek PT. Krakatau Steel dan merek PT. Perwira

Adhitama Sejati, mana merek yang terdaftar lebih dahulu.

Teori kepastian hukum, asas-asas, doktrin-doktrin, norma-norma tentang

hukum merek terpenting dan relevan digunakan untuk menganalisis persamaan pada

pokoknya atau keseluruhannya. Analisis ini untuk memberikan kepastian hukum bagi

PT. Krakatau Steel dan PT. Perwira Adhitama Sejati. Data yang dianalisis

diungkapkan secara deduktif (yaitu penalaran logika dari umum ke khusus) dalam

bentuk uraian secara sistematis dengan menjelaskan hubungan antar berbagai jenis

data sehingga permasalahan dapat dijawab.

40 Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris,

Referensi

Dokumen terkait

Subjek penelitian yang diperoleh adalah data rekam medis pasien DBD anak sebanyak 70 sampel dan data rekam medis pasien DBD dewasa sebanyak 70 sampel yang dipilih berdasarkan

Mengingat salah satu tujuan wakaf adalah sebagai sumber dana yang terus menerus untuk kepentingan pembiayaan fisik maupun non fisik maka harta wakaf harus merupakan

Hasil Penelitian: Hasil uji t tidak berpasangan pada variabel kebiasaan sarapan dan status gizi menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna secara statistik pada z-score

Membagi tugas, memberi petunjuk, menilai dan mengevaluasi hasil kerja bawahan agar pelaksanaan tugas dapat berjalan lancar sesuai dengan ketentuan yang

Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) adalah semua kegiatan kurikuler yang harus dilakukan oleh mahasiswa praktikan, sebagai pelatihan untuk menerapkan teori yang

Pakaian adat batak karo untuk laki-laki menggunakan uis nipes beka buluh atau kain sebagai penutup kepala, sertali rumah-rumah atu hiasan leher, sertali rumah- rumah

Russ Choma, “Millionaires’ Club: For First Time, Most Lawmakers Are Worth $1 Million-Plus,” Open Secrets , Center for Responsive Politics, January 9, 2014,

Dalam prespektif teoritik, pendidikan seringkali diartikan dan dimaknai orang secara beragam, bergantung pada sudut pandang masing-masing dan teori yang