• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Kualitatif Dampak Aborsi dari Kehamilan yang Tidak Diinginkan pada Wanita Pekerja Seks Komersial di Kecamatan Medan Petisah Tahun 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi Kualitatif Dampak Aborsi dari Kehamilan yang Tidak Diinginkan pada Wanita Pekerja Seks Komersial di Kecamatan Medan Petisah Tahun 2015"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Abortus 2.1.1. Pengertian

Keguguran atau abortus adalah terhentinya proses kehamilan yangsedang berlangsung sebelum mencapai umur 28 minggu atau berat janin sekitar 500 gram (Manuaba, 2007).

Abortus adalah berakhirnya suatu kehamilan sebelum janin mencapai berat 500 gram atau umur kehamilan kurang dari 22 minggu atau buah kehamilan belum mampu untuk hidup di luar kandungan (Sarwono, 2008).

Abortus adalah berakhirnya kehamilan melalui cara apapun, spontan maupun buatan, sebelum janin mampu bertahan hidup. Batasan ini berdasar umur kehamilan dan berat badan. Dengan lain perkataan abortus adalah terminasi kehamilan sebelum 20 minggu atau dengan berat kurang dari 500 gr (Handono, 2009).

Klasifikasi Abortus (Sarwono, 2008) 1) Abortus Spontan

(2)

Abortus spontan secara klinis dapat dibedakan antara abortus imminens, abortus insipiens, abortus inkompletus, abortus kompletus. Selanjutnya, dikenal pula missed abortion, abortus habitualis, abortus infeksiosus dan aborrtus septik.

a) Abortus Imminens (keguguran mengancam)

Peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus pada kehamilansebelum 20 minggu, dimana hasil konsepsi masih dalam uterus,dan tanpa adanya dilatasi serviks

Diagnosis abortus imminens ditentukan karena pada wanitahamil terjadi perdarahan melalui ostium uteri eksternum,disertai mules sedikit atau tidak sama sekali, uterus membesarsebesar tuanya kehamilan, serviks belum membuka, dan teskehamilan positif. Pada beberapa wanita hamil dapat terjadiperdarahan sedikit pada saat haid yang semestinya datang jikatidak terjadi pembuahan. Hal ini disebabkan oleh penembusanvilli koreales ke dalam desidua, pada saat implantasi ovum.Perdarahan implantasi biasanya sedikit, warnanya merah, cepatberhenti, dan tidak disertai mules-mules.

b) Abortus Incipiens (keguguran berlangsung)

(3)

c) Abortus Incomplet (keguguran tidak lengkap)

Pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada kehamilansebelum 20minggu dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus. Pada pemeriksaan vaginal, kanalis servikalis terbukadan jaringan dapat diraba dalam kavum uteri atau kadangkadangsudah menonjol dari ostium uteri eksternum.

d) Abortus Complet (keguguran lengkap)

Perdarahan pada kehamilan muda di mana seluruh hasilkonsepsi telah di keluarkan dari kavum uteri. Seluruh buahkehamilan telah dilahirkan dengan lengkap. Pada penderitaditemukan perdarahan sedikit, ostium uteri telah menutup, danuterus sudah banyak mengecil. Diagnosis dapat di permudahapabila hasil konsepsi dapat diperiksa dan dapat dinyatakanbahwa semuanya sudah keluar dengan lengkap.

e) Abortus Infeksiosa dan Abortus Septik

(4)

parametrium, danperitoneum. Apabila infeksi menyebar lebih jauh, terjadilahperitonitis umum atau sepsis, dengan kemungkinan diikuti olehsyok. Diagnosis abortus infeksiosa ditentukan dengan adanyaabortus yang disertai gejala dan tanda infeksi genitalia, sepertipanas, takikardi, perdarahan pervaginam berbau, uterus yangmembesar, lembek, serta nyeri tekan, dan leukositosis. Apabilaterdapat sepsis, penderita tampak sakit berat, kadang-kadang menggigil, demam tinggi dan tekanan darah menurun.

f) Missed Abortion (Retensi Janin Mati)

Kematian janin sebelum berusia 20 minggu, tetapi janin yang mati tertahan di dalam kavum uteri tidak dikeluarkkan selama 8 minggu atau lebih.

Missed abortion biasanya didahului oleh tanda-tanda abortus imminens yang kemudian menghilang secara spontan atau setelah pengobatan. Gejala subyektif kehamilan menghilang, mammae agak mengendor lagi, uterus tidak membesar lagi malah mengecil, dan tes kehamilan menjadi negatif. Dengan ultrasonografi dapat ditentukan segera apakah janin sudah mati dan besarnya sesuai dengan usia kehamilan.

g) Abortus Habitualis

(5)

abortus habitualis ialah 73% dan 83,6%.Sebaliknya, Warton dan Fraser dan Llwellyn-Jones memberi prognosis lebih baik, yaitu 25,9% dan 39% (Sarwono, 2008).

2) Abortus Provokatus

Abortus terinduksi adalah terminasi kehamilan secara medis atau bedah sebelum janin mampu hidup. Pada tahun 2000, total 857.475 abortus legal dilaporkan ke Centers for Disease Control and Prevention (2003). Sekitar 20% dari para wanita ini berusia 19 tahun atau kurang, dan sebagian besar berumur kurang dari 25 tahun, berkulit putih, dan belum menikah. Hampir 60% abortus terinduksi dilakukan sebelum usia gestasi 8 minggu, dan 88% sebelum minggu ke 12 kehamilan (Centers for Disease Control and Prevention, 2000).

Manuaba (2007), menambahkan abortus buatan adalah tindakan abortus yang sengaja dilakukan untuk menghilangkan kehamilan sebelum umur 28 minggu atau berat janin 500 gram. Abortus ini terbagi lagi menjadi:

a) Abortus Therapeutic (Abortus medisinalis)

Abortus karena tindakan kita sendiri, dengan alasan bila kehamilan dilanjutkan, dapat membahayakan jiwa ibu (berdasarkan indikasi medis). Biasanya perlu mendapat persetujuan 2 sampai 3 tim dokter ahli.

b) Abortus Kriminalis

(6)

c) Unsafe Abortion

Upaya untuk terminasi kehamilan muda dimana pelaksana tindakan tersebut tidak mempunyai cukup keahlian dan prosedur standar yang aman sehingga dapat membahayakan keselamatan jiwa pasien.

2.1.2. Etiologi

Penyebab abortus ada berbagai macam yang diantaranya adalah (Mochtar, 2002):

1) Faktor Maternal

a) Kelainan genetalia ibu

Misalnya pada ibu yang menderita:

(1) Anomali kongenital (hipoplasia uteri, uterus bikornis, dan lain-lain). (2) Kelainan letak dari uterus seperti retrofleksi uteri fiksata.

(3) Tidak sempurnanya persiapan uterus dalam menanti nidasidari ovum yang sudah dibuahi, seperti kurangnyaprogesteron atau estrogen, endometritis, dan mioma submukosa.

(4) Terus terlalu cepat teregang (kehamilan ganda, molahidatidosa). (5) Distorsia uterus, misalnya karena terdorong oleh tumor pelvis. b) Penyakit-penyakit ibu

(7)

(1) Penyakit infeksi yang menyebabkan demam tinggi seperti pneumonia, tifoid, pielitis, rubeola, demam malta, dan sebagainya. Kematian fetus dapat disebabkan karena toksin dari ibu atau invasi kuman atau virus pada fetus.

(2) Keracunan Pb, nikotin, gas racun, alkohol, dan lain-lain.

(3) Ibu yang asfiksia seperti pada dekompensasi kordis, penyakit paru berat, anemi gravis.

(4) Malnutrisi, avitaminosis dan gangguan metabolisme, hipotiroid, kekurangan vitamin A, C, atau E, diabetes melitus.

c) Antagonis Rhesus

Pada antagonis rhesus, darah ibu yang melalui plasenta merusak darah fetus, sehingga terjadi anemia pada fetus yang berakibat meninggalnya fetus.

d) Perangsangan pada ibu yang menyebabkan uterus berkontraksi Misalnya, sangat terkejut, obat-obat uterotonika, ketakutan, laparatomi, dan lain-lain. Dapat juga karena trauma langsung terhadap fetus: selaput janin rusak langsung karena instrument, benda, dan obat-obatan.

e) Gangguan Sirkulasi Plasenta

Dijumpai pada ibu yang menderita penyakit nefritis, hipertensi, toksemia gravidarum, anomali plasenta, dan endarteritis olehkarena lues.

f) Usia Ibu

(8)

merugikan kesehatan ibu maupun pertumbuhan dan perkembangan janin, sedangkan abortus yang terjadi pada usia lebih dari 35 tahun disebabkan berkurangnya fungsi alat reproduksi, kelainan pada kromosom, dan penyakit kronis.

2) Faktor Janin

Menurut Hertig dkk, pertumbuhan abnormal dari fetus sering menyebabkan abortus spontan. Menurut penyelidikan mereka, dari1000 abortus spontan, maka 48,9% disebabkan karena ovum yang patologis; 3,2% disebabkan oleh kelainan letak embrio; dan 9,6% disebabkan karena plasenta yang abnormal. Pada ovum abnormal 6% diantaranya terdapat degenerasi hidatid vili.

Abortus spontan yang disebabkan oleh karena kelainan dari ovum berkurang kemungkinannya kalau kehamilan sudah lebih dari satu bulan, artinya makin muda kehamilan saat terjadinya abortus makin besar kemungkinan disebabkan oleh kelainan ovum (50-80%).

3) Faktor Paternal

Tidak banyak yang diketahui tentang faktor ayah dalam terjadinya abortus. Yang jelas, translokasi kromosom pada sperma dapat menyebabkan abortus. Saat ini abnormalitas kromosom pada sperma berhubungan dengan abortus (Carrel, 2003).

(9)

2.1.3. Patologi

Pada awal abortus terjadi perdarahan dalam decidua basalis, diikuti oleh nekrosis jaringan di sekitarnya. Hal tersebut menyebabkan hasil konsepsi terlepas sebagian atau seluruhnya, sehingga merupakan benda asing didalam uterus. Keadaan ini menyebabkan uterus berkontraksi untuk mengeluarkan isinya.

Pada kehamilan kurang dari 8 minggu, hasil konsepsi biasanya dikeluarkan seluruhnya, karena vili koreales belum menembus desidua terlalu dalam, sedangkan pada kehamilan 8 sampai 14 minggu, telah masuk agak tinggi, karena plasenta tidak dikeluarkan secara utuh sehingga banyak terjadi perdarahan.

Pada kehamilan 14 minggu keatas, yang umumnya bila kantong ketuban pecah maka disusul dengan pengeluaran janin dan plasentayang telah lengkap terbentuk. Perdarahan tidak banyak terjadi jika plasenta terlepas dengan lengkap.

Hasil konsepsi pada abortus dikeluarkan dalam berbagai bentuk.Ada kalanya janin tidak tampak didalam kantong ketuban yang disebut blighted ovum, mungkin pula janin telah mati lama disebut missed abortion. Apabila mudigah yang mati tidak dikeluarkan dalam waktu singkat, maka ovum akan dikelilingi oleh kapsul gumpalan darah, isiuterus dinamakan mola kruenta. Bentuk ini menjadi mola karneo saapabila pigmen darah diserap sehingga semuanya tampak seperti daging.

(10)

yang meninggal tidak dikeluarkan dari uterus yaitu terjadinya maserasi, kulit terkupas, tengkorak menjadi lembek, dan seluruh janin berwarna kemerah merahan (Sarwono, 2008).

2.1.4. Komplikasi Abortus

Komplikasi yang berbahaya pada abortus adalah perdarahan,perforasi, infeksi, syok, dan gagal ginjal akut.

1) Perdarahan

Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa hasil konsepsi dan jika perlu pemberian transfusi darah. Kematian karena perdarahan dapat terjadi apabila pertolongan tidak diberikan pada waktunya.

2) Perforasi

Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus dalam posisi hiper retrofleksi. Jika terjadi peristiwa ini, penderita perlu diamati dengan teliti. Jika ada tanda bahaya, perlu segera dilakukan laparotomi, dan tergantung dari luas dan bentuk perforasi, penjahitan luka perforasi atau perlu histerektomi.

(11)

3) Infeksi

Infeksi dalam uterus atau sekitarnya dapat terjadi pada tiap abortus, tetapi biasanya ditemukan pada abortus inkompletus dan lebih sering pada abortus buatan yang dikerjakan tanpa memperhatikan asepsis dan antisepsis. Apabila infeksi menyebar lebih jauh, terjadilah peritonitis umum atau sepsis, dengan kemungkinan diikuti oleh syok.

4) Syok

Syok pada abortus bisa terjadi karena perdarahan (syokhemoragik) dan infeksi berat (syok endoseptik).

5) Gagal ginjal akut

Gagal ginjal akut yang persisten pada kasus abortus biasanya berasal dari efek infeksi dan hipovolemik yang lebih dari satu. Bentuk syok bakterial yang sangat berat sering disertai dengan kerusakan ginjal intensif. Setiap kali terjadi infeksi klostridium yang disertai dengan komplikasi hemoglobenimia intensif, maka gagal ginjal pasti terjadi. Pada keadaan ini, harus sudah menyusun rencana untuk memulai dialysis yang efektif secara dini sebelum gangguan metabolik menjadi berat (Cunningham, 2005).

2.2. Klasifikasi Penanganan Aborsi 2.2.1. Aborsi Aman

(12)

sikap Undang-Undang yang memandang aborsi sebagai suatu tindak pidana. Hal ini di sebabkan karena aborsi sering diasumsikan hanya pada kasus-kasus kehamilan di luar nikah, padahal faktanya tidak selalu demikian.

Nasruddin (dalam Maria, 2006) mengatakan, besarnya angka dan jumlah angka kematian ibu (AKI) pada setiap tahunnya bisa jadi disebabkan karena tidak adanya aturan mengenai palayanan aborsi yang aman, sehingga angka tersebut bukannya berkurang, tetapi justru memberikan peluang yang besar terjadinya praktik aborsi diam-diam tanpa pedoman, prosedur dan standar kesehatan. Kondisi ini sungguh memprihatinkan bagi kita, padahal Indonesia sendiri sudah menandatangani kesepakatan Kairo 1994 tentang hak-hak reproduksi dan kesehatan reproduksi yang salah satunya adalah mengeliminir aborsi ilegal dan tidak aman. Nasruddin menguraikan lebih lanjut, ada lima persoalan mendasar yang menjadi perdebatan sekitar masalah aborsi. 1) Apa yang dimaksud dengan aborsi; 2) Kapan manusia mulai dianggap hidup, apakah semenjak masa konsepsi (pembuahan) atau ketika benih janin itu sudah berumur tertentu; 3) Apakah semua jenis aborsi dilarang secara mutlak atau ada faktor-faktor pembenaran tertentu; 4) Apakah akibat hukum baik hukum agama maupun hukum positif terhadap pelaku aborsi dan 5) Bagaimana upaya mencegah meluasnya aborsi dalam masyarakat.

(13)

4) Dilakukan secara komersil. Indikasi yang menjadi dasar dibolehkannya pelayanan aborsi tidak hanya disebabkan alasan medis (Sebagaimana diatur dalam UU No.36/2009), tetapi juga alasan psiko-sosial perempuan yang mengalami KTD, (PKBI, 2004).

George seorang ahli Antropolog (Dalam PKBI 2004), menyatakan permintaan pelayanan aborsi yang aman oleh perempuan sudah menjadi fenomena yang universal, alasan permintaan tersebut karena perempuan membutuhkan pelayanan kesehatan yang memadai yang dapat mencari jalan keluar kesehatan yang aman. Kemungkinan perempuan akan dihadapkan pada masalah kehamilan yang tidak diinginkan dalam hidupnya, oleh karena itu sewajarnya jika perempuan mengajukan permintaan pelayanan aborsi yang aman.

2.2.2. Aborsi Tidak Aman

(14)

Aborsi tidak aman merupakan salah satu masalah pelayanan atau oleh kesehatan yang terabaikan di negara berkembang. Bekti (2005) dan PKBI (2004), menguraikan aborsi tidak aman sebagai terminasi (penghentian) kehamilan yang dilakukan oleh tenaga yang tidak terlatih atau ditempat yang tidak memenuhi standar minimal medis atau keduanya, apabila dilakukan lebih dari 12 minggu. Jurnalis (2007), memberikan pengertian bahwa aborsi tidak aman dilakukan oleh bukan dokter atau oleh tenaga terlatih untuk itu, dilakukan ditempat yang tidak memenuhi syarat-syarat kesehatan dan dilakukan dengan cara yang tidak dikenal di dunia kedokteran.

Penelitian PKBI (2004), mendapatkan gambaran karena aborsi yang tidak aman perempuan dapat mengalami komplikasi (dalam bentuk infeksi, rahim robek, perdarahan), kesakitan dan kecacatan. Sesungguhnya disetiap wilayah, masyarakat mengembangkan cara-cara pengguguran kandungan sesuai nilai budaya lokal masing-masing yang ada pada dasarnya jauh dari aman dan memadai.

(15)

2.3. Kehamilan yang Tidak Diinginkan

Kehamilan biasanya didambakan oleh pasangan suami istri, karena dengan kehamilan akan hadir anggota keluarga baru yang sangat dicintai. Tetapi kadang kala kehamilan bisa mendatangkan kecemasan bagi perempuan. Jumlah perempuan yang mengalami KTD di Indonesia diperkirakan sebanyak 1 juta orang setiap tahun dan KTD dapat menimpa pasangan yang sudah menikah atau belum (Adrianus, 2004).

Selanjutnya dijelaskan pengertian dari KTD adalah suatu kondisi dimana pasangan tidak menghendaki adanya kehamilan yang merupakan akibat dari suatu perilaku seksual baik secara sengaja maupun tidak sengaja. KTD dapat menimpa siapa saja baik yang sudah menikah maupun belum menikah, remaja, pasangan muda ataupun ibu-ibu tengah baya, golongan atas atau bawah dari agama apapun. PKBI (2004), menjelaskan kehamilan tidak diinginkan (KTD) dialami banyak perempuan, misalnya saja satu alasannya adalah kegagalan KB, tapi juga ada alasan lain seperti masih adanya kelompok unmet need, yaitu mereka yang tidak pernah memakai kontrasepsi atau sedang menggunakan kontrasepsi padahal mereka termasuk aktif secara seksual.

Penyebab Kehamilan yang Tidak Diinginkan (KTD) Adrianus (2004), menguraikan banyak faktor yang menyebabkan KTD antara lain :

1) Hamil sebelum menikah.

(16)

3) Kehamilan akibat pemerkosaan.

4) Kondisi kesehatan ibu yang tidak mengijinkan.

5) Kehamilan pada saat yang belum diharapkan, keadaan ini sering terjadi pada perempuan yang masih dalam proses pendidikan/sekolah, bekerja dan karena alasan ekonomi.

6) Bayi dalam kandungan cacat berat.

7) Gagal dalam menggunakan alat kontrasepsi.

8) Kehamilan karena incest (hubungan seksual antara saudara saudara)

2.4. Aborsi dan Hukum

2.4.1. Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)

Pada pasal 299, 346-349, 535 KUHP tersebut mengkategorikan sebagai tindak pidana, sebagaimana bunyi lengkap pasal-pasal tersebut dibawah ini :

Pasal 299

1) Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau menyuruh supaya diobati, dengan diberitahukan atau ditimbulkan harapan bahwa karena pengobatan itu hamilya dapat digugurkan, diancam dengan pidana penjara paling lama 4tahun penjara atau pidana denda paling banyak Empat Puluh Lima Ribu Rupiah.

(17)

3) Jika yang bersalah melakukan kejahatan tersebut, dalam menjalankan pencaharian, maka dapat dicabut haknya untuk melakukan pencaharian itu. Jika pasal diatas dianalisis maka tidak perlu dibuktikan bahwa adanya kandungan yang masih hidup bahkan tidak perlu dibuktikan bahwa wanita itu benar sedang hamil. Pasal ini hanya memberikan harapan bahwa buah kandunganya akan segera gugur.

Pasal 346

“Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama Empat Tahun”

Pasal 347

1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama Dua Belas Tahun.

2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut diancam dengan pidana penjara paling lama Lima Belas Tahun.

Pasal 348

1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama Lima Tahun Enam Bulan.

(18)

Pasal 349

“Jika seorang Dokter, Bidan atau Juru obat membantu melakukan kejahatan berdasarkan pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencarian dalam mana kejahatan dilakukan”

Pasal 535

“Barang siapa secara terang- terangan mempertunjukan suatu sarana untuk menggugurkan kandungan, maupun secara terang-terangan atau tanpa diminta menawarkan sarana atau pertolongan untuk menggugurkan kandungan, ataupun secara terang-terangan atau dengan menyiarkan tulisan tanpa diminta, menyatakan bahwa sarana atau pertolongan yang demikian itu bisa didapat, diancam dengan pidana kurungan paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah”.

2.4.2. Aborsi dan Undang-undang Kesehatan

Undang-Undang No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal 75

1) Setiap orang dilarang melakukan aborsi.

2) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan berdasarkan: a. Indikasi kedaruratan medis yang di deteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang

(19)

dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidakdapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan; atau

b. Kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan.

3) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan setelah melalui konseling dan/atau penasehatan pra tindakan dan diakhiri dengan konseling pasca tindakan yang dilakukan oleh konselor yang kompeten dan berwenang.

4) Ketentuan lebih lanjut mengenai indikasi kedaruratan medis dan perkosaan, sebagaimana dimaksud padaayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 76

“Aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 hanya dapat dilakukan:

a. Sebelum kehamilan berumur 6 (enam) minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir, kecuali dalam hal kedaruratanmedis;

b. Oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan kewenangan yang memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh menteri;

c. Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan; d. Dengan izin suami, kecuali korban perkosaan; dan

(20)

Pasal 77

Pemerintah wajib melindungi dan mencegah perempuan dariaborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) danayat (3) yang tidak bermutu, tidak aman, dan tidak bertanggung jawab serta bertentangan dengan norma agama dan ketentuan peraturan perundang-undangan.

2.4.3. UU No.39 Tahun 1999 tentang HAM (Hak Asasi Manusia) Pasal 53

“Ayat 1 :Setiap anak sejak dalam kandungan berhak untuk hidup, mempertahankan hidup & meningkatkan taraf kehidupannya”.

2.5. PSK (Pekerja Seks Komersial)

Pekerja seks komersil adalah bagian dari dunia pelacuran yang termasuk dengan istilah WTS atau wanita tunasusila. Pelacuran atau Prostitusi merupakan salah satu bentuk penyakit masyarakat yang harus dihentikan penyebarannya, tanpa mengabaikan usaha pencegahan dan perbaikan. Pelacuran berasal dari bahasa latin pro-stituere atau pro-stauree, yang membiarkan diri berbuat zina, melakukan persundalan, percabulan, dan pergendakan (Kartini, 2007).

(21)

dan tradisi. Selanjutnya, dengan perkembangan teknologi, industri dan kebudayaan manusia, turut berkembang pula pelacuran dalam berbagai bentuk dan tingkatannya. Pilihan pekerjaan mudah bagi perempuan dengan keterampilan dan pendidikan rendah, tetapi dengan harapan mendapat kehidupan yang layak adalah dengan menjalani profesi sebagai Pekerja Seks Komersil (PSK). Kesulitan-kesulitan dalam situasi tertentu mempengaruhi kondisi mental/moral seseorang dalam usaha memenuhi kebutuhan tersebut; yang bertentangan dengan akhlak, moral, dan agama, menjadi faktor banyaknya para wanita menjadi seorang PSK (Triono, 2008).

Pelacur adalah setiap orang baik pria ataupun wanita yang menjual diri kepada umum untuk melakukan hubungan seksual di luar pernikahan baik untuk mendapatkan imbalan uang maupun tidak. Sedangkan Wanita Pekerja Seks Komersial mengacu kepada mereka yang menjual diri dengan melakukan hubungan seksual di luar pernikahan dengan mendapatkan imbalan yang mengacu kepada jenis kelamin perempuan. Pelacuran adalah praktek dengan kesenangan seksual dijadikan komoditas untuk mencari keuntungan. Dilakukan dengan memperdagangkan manusia (pelacur). Pelacuran atau prostitusi adalah penjualan jasa seksual, seperti oral seks atau hubungan seks, untuk uang (Wikipedia, 2007).

2.6. Perilaku

(22)

suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup yang bersangkutan). Sedangkan dari segi kepentingan kerangka analisis, perilaku adalah apa yang dikerjakan oleh organisme tersebut baik diamati secara langsung maupun tidak langsung.

2.6.1. Bentuk Perilaku

Teori Bloom (1908) yang dikutip dalam Notoatmodjo (2010) membedakan perilaku dalam 3 domain perilaku yaitu : Kognitif (Cognitive), Afektif (Affective) dan Psikomotor (Psychomotor). Untuk kepentingan pendidikan praktis, teori ini kemudian dikembangkan menjadi 3 ranah perilaku yaitu :

1) Pengetahuan (knowledge)

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pegindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca indra manusia. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior)

a. Tingkat pengetahuan didalam domain kognitif (Notoatmodjo, 2012) tercakup dalam 6 tingkatan, yaitu :

(23)

2. Memahami (comprehension), diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan suatu materi tersebut secara benar. Contoh dapat menjelaskan mengapa harus makan makan bergizi.

3. Aplikasi (application), diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Contoh dapat menggunakan rumus-rumus statistic dalam perhitungan-perhitungan hasil penelitian.

4. Analisis (analysis), yaitu kemampuan untuk mejabarkan suatu materi atau objek ke komponen-komponen, tetapi masih didalam satu struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain. Contoh : dapat menggambarkan (memuat bagan) membedakan dan sebagainya.

5. Sintesis (synthesis), merupakan kemampuan untuk meletakan atau menghubugkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Contoh : dapat menyusun, dapat merencanakan dan sebagainya terhadap suatu materi atau rumusan rumusan yang telah ada.

6. Evaluasi (evaluation), tingkat pengetahuan yang berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Contoh : dapat membandingkan antara anak yang cukup gizi dengan kekurangan gizi.

(24)

1) Cara tradisional atau non ilmiah

a) Cara coba-salah (trial and eror), memperoleh pengetahuan dari cara coba atau dengan kata yang lebih dikenal “trial and eror”

b) Cara kekuasaan atau otoritas. Kebiasaan ini bisa diwariskan turun temurun dari generasi ke generasi berikutnya.

c) Berdasarkan pengalaman pribadi. Pengalaman adalah guru yang terbaik, mengandung maksud bahwa pengalaman itu merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan.

2) Cara modern

Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan pada dewasa ini lebih sistematis, logis dan ilmiah. Cara ini disebut metode penelitian ilmiah atau lebih popular disebut metodelogi penelitian (research methodology)

2) Sikap (attitude)

Masih menurut Notoatmodjo (2012), sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu satimulus atau objek. Dapat disimpulakan bahwa manifestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktifitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku.

(25)

b. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek c. Kecenderungan untuk bertindak (tend tobehave)

Newcomb (1998), salah seorang psikolog social menyatakan bahwa sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksaan motif tertentu. Dengan kata lain, fungsi sikap merupakan (reaksi terbuka) atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi perilaku (tindakan) atau reaksi tertutup. Seperti halnya pengetahuan, sikap terdiri dari beberapa tingkatan yaitu :

a. Menerima (receiving), yaitu sikap dimana seseorang atau subjek mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).

b. Menanggapi (responding), yaitu sikap memberikan jawaban atau tanggapan terhadap pertanyaan atau objek yang dihadapi.

c. Menghargai (valuing), yaitu sikap dimana subjek atau seseorang memberikan nilai positif terhadap objek atau stimulus. Dalam arti membahasnya dengan orang lain dan bahkan mengajak atau mempengaruhi orang lain merespon d. Bertanggungjawab (responsible), sikap yang paling tinggi tindakannya adalah

bertanggung jawab terhadap apa yang diyakininya. 3) Tindakan (practice)

(26)

Setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek kesehatan, kemudian mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa yang diketahui, proses selanjutnya diharapkan ia akan melaksanakan atau mempraktekkan apa yang diketahui atau disikapinya (dinilai baik). Inilah yang disebut practik (practice) kesehatan (Notoatmodjo, 2012)

Menurut Notoatmodjo (2012) praktik atau tindakan ini dapat dibedakan menjadi 3 tingkatan menurut kualitasnya, yakni :

a) Praktik terpimpin (guided response), yaitu apabila subjek atau seseorang telah melakukan sesuatu tetapi masih tergantung pada tuntunan atau menggunakan panduan, contoh : seorang ibu memeriksakan kehamilannya tetapi masih menunggu diingatkan oleh bidan atau tetangganya.

b) Praktik secara mekanisme (mechanism), yaitu apabila subjek atau seseorang telah melakukan atau mempraktikkan sesuatu hal secara otomatis, missal : seorang anak secara otomatis menggosok gigi setelah makan, tanpa disuruh ibunya

(27)

2.6.2. Proses Adopsi Perilaku

Menurut Notoatmodjo (2012), dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari pengetahuan.

Penelitian Roger (1974) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru didalam diri orang tersebut terjadi porses yang beruruta yakni:

1) Awareness : Orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu

2) Interest : Orang mulai tertarik kepada stimulus

3) Evaluation : Orang mulai menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya

4) Trial : Orang mulai mencoba perilaku baru

5) Adoption : Orang tersebut telah berprilaku baru sesuai dengan pengetahuan. Kesadaran sikanya dan terhadap stimulusnya.

2.6.3. Perilaku Kesehatan

(28)

kesehatan. Pemeliharaan kesehatan ini mencakup mencegah atau melindungi diri dari penyakit dan masalah kesehatan lainnya.

Oleh sebab itu perilaku kesehatan ini pada garis besarnya dikelompokkan menjadi dua yakni :

1) Perilaku orang yang sehat agar tetap sehat dan meningkat. Oleh sebab itu perilaku ini disebut perilaku sehat ( healthy behaviour). Contoh : makan dengan gizi seimbang.

2) Perilaku orang yang sakit atau terkena masalah kesehatan, untuk memperoleh penyembuhan atau pemecahan masalah kesehatannya. Oleh sebab itu perilaku ini disebut perilaku pencarian pelayanan kesehatan (healt seeking behaviour). Tempat pencarian kesembuhan ini adalah tempat atau fasilitas pelayanan kesehatan seperti RS, Puskesmas, Poliklinik dan lain-lain.

2.6.4. Faktor-faktor yang Memengaruhi Perilaku

Menurut Notoatmodjo (2010), factor penentu atau determinan perilaku manusia sulit untuk dibatasi karena perilaku merupakan resultan dari berbagai factor, baik internal maupun lingkungan eksternal. Dari berbagai determinan perilaku manunia banyak ahli telah merumuskan teori-teori atau model model terbentukya perilaku. Masing masing teori, konsep atau model tersebut dapat diuraikan seperti berikut.

(29)

1) Aspek fisik 2) Aspek psikis 3) Aspek social

Salah satu teori yang terkenal tentang terbentuknya perilaku adalah teori “precede-procede” (1991), yaitu teori yang dikembangkan Lawrence Green, yang dirintis sejak tahun 1980. Green mencoba menganalisis perilaku manusia dari tingkat kesehatan. Kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh 2 faktor pokok, yaitu factor prilaku (behavior causes)dan factor luar perilaku (non behavior causes). Selanjutnya perilaku dipengaruhi oleh 3 faktor utama, yang dirangkum dalam akronim PRECEDE :Policy, Regulatory, Organizational Construct In Educational And Environmental Development, adalah merupakan arahan dalam perencanann, implementasi dan evaluasi pendidikan (promosi) kesehatan. Apabila precede merupakan face diagnosis masalah, maka proceed adalah merupakan perencanaan, pelaksaanaa dan evaluasi promosi kesehatan (Maine,2001).

2.7. Landasan Teori

(30)

ditelusuri lebih lanjut, gejala kejiwaan tersebut ditentukan atau dipengaruhi oleh berbagai factor, diantaranya adalah factor pengalaman, keyakinan, sarana fisik, sosio-budaya masyarakat dan sebagainya sehingga proses terbentuknya perilaku dapat diilustrasikan seperti.

Determinan Perilaku Manusia (Lawrence Green)

Gambar 2.1. Landasan Teori

Hal yang penting dalam perilaku kesehatan adalah masalah pembentukan dan perubahan perilaku karena perubahan perilaku merupakan tujuan dari promosi atau pendidikan kesehatan sebagai penunjang program-program kesehatan lainya dan beberapa factor yang dapat mempengaruhi perubahan perilaku adalah :

1) Pengalaman

(31)

manusia, dan pengalaman juga dapat diberikan kepada siapa saja untuk digunakan dan menjadi pedoman serta pembelajaran manusia. ( KBBI, 2005).

2) Lingkungan

Lingkungan diartikan Sebagai sesuatu yang ada di sekitar manusia atau makhluk hidup yang memiliki hubungan timbal balik dan kompleks serta saling mempengaruhi antara satu komponen dengan komponen lainnya yang dapat membentuk suatu perilaku manusia.

3) Social budaya

Spranger mengungkapkan bahwa kepribadian seseorang itu ditentukan oleh salah satu nilai budaya yang dominan pada diri orang tersebut. Selanjutnya, kepribadian tersebut akan menentukan pola dasar perilaku manusia yang bersangkutan. Kebudayaan, nilai-nilai, tradisi didalam seseorang itu akan menghasilkan suatu pola hidup (way of life). Kebudayaan ini terbentuk dalam kurun waktu yang lama sebagai akibat dari kehidupan suatu masyarakat bersama dan akan selalu berubah baik secara cepat maupun lambat sesuai denga peradaban umat manusia.

4) Persepsi

(32)

dan pendengaran yang melibatka penerimaan isyarat secara pasif, tetapi dibentuk oleh pembelajaran, ingatan, harapan, dan perhatian. Persepsi bergantung pada fungsi kompleks sistem saraf, tetapi tampak tidak ada karena terjadi di luar kesadaran.

5) Niat

Niat berkaitan dengan keinginan terhadap suatu hal yang biasanya diikuti oleh tingkah laku yang mendukung keinginan tersebut. Menurut Fishbein dan Kotler (www.digilib.petra.ac.id 2010), niat adalah kecenderungan untuk melakukan tindakan atau perilaku atau sesuatu yang segera mendahului tingkah laku seseorang yang sebenarnya.

2.8. Kerangka Pikir

Berdasarkan uraian-uraian dan juga teori-teori yang telah disebutkan sebelumnya, maka dapat disusun kerangka pikir sebagai berikut :

Gambar 2.2. Kerangka Pikir Penelitian − Pengalaman

− Lingkungan − Informasi

− Pengetahuan − Keinginan − Motivasi

Aborsi tidak aman (unsafe

Gambar

Gambar 2.1. Landasan Teori
Gambar 2.2. Kerangka Pikir Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan prosedur pengembangan media Modul Elektronik pada mata pelajaran simulasi digital materi aplikasi pengolah simulasi visual tahap produksi untuk kelas X

Dunia penerbangan saat ini benar-benar menjadi sorotan mass media, hal ini yang menjadi faktor mengapa dunia transportasi udara kita yang kurang baik dan tidak memiliki

Tulang belakang yang mengalami gangguan trauma dapat menyebabkan kerusakan  pada medulla spinalis, tetapi lesi traumatic pada medulla spinalis tidak selalu terjadi

Kadar TSS dalam air limbah bekas pencucian jeans tergolong sangat tinggi, dengan menggunakan unit koagulasi flokulasi dibantu variasi koagulan, yakni tawas 50

Yang dimaksud dengan jenis data dalam penelitian ini adalah subyek dari narasumber data yang diperoleh, sedangkan data yang bersifat deskriptif baik berupa

Kecuali pada FN 76 disinter selama 60 menit, nilai induksi remanennya lebih tinggi daripada paduan yang disinter pada waktu yang sama, hal ini dapat dijelaskan di Gambar 4.5b

Dari data yang terdapat pada tabel5.1 pada bab 5 diatas terlihat bahwa tidak ada perbedaan yang berarti dari semua sudut semprotan yang terbentuk baik untuk tiap campuran

Kepemimpinan harus dapat memberikan dorongan dan semangat kerja pada karyawan, komitmen dinilai sebagai suatu yang diperlukan dalam hubungan antar dua belah pihak, komitmen