• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan antara Pemantauan Diri dan Konformitas Teman Sebaya dengan Kecenderungan Pembelian Impulsif pada Remaja Putri

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Hubungan antara Pemantauan Diri dan Konformitas Teman Sebaya dengan Kecenderungan Pembelian Impulsif pada Remaja Putri"

Copied!
122
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

HUBUNGAN ANTARA PEMANTAUAN DIRI DAN KONFORMITAS TEMAN SEBAYA DENGAN KECENDERUNGAN PEMBELIAN

IMPULSIF PADA REMAJA PUTRI

SKRIPSI

Dalam Rangka Penyusunan Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Pendidikan Strata 1 Psikologi

Oleh: MARIA G0106012

Pembimbing:

1. Tri Rejeki Andayani,S.Psi.,M.Si. 2. Aditya Nanda Priyatama,S.Psi.,M.Si.

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

(2)

commit to user

HALAMAN PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya

yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan

tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat

yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis

diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Jika terdapat hal-hal

yang tidak sesuai dengan isi pernyataan ini, maka saya bersedia untuk dicabut

derajat kesarjanaan saya.

Surakarta, 14 Desember 2011

(3)
(4)
(5)

commit to user MOTTO

“ Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka

mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri”

(QS. Ar

Ra’d : 11)

“ Sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan “

(QS. Al-Insyirah : 6)

(6)

commit to user

HALAMAN PERSEMBAHAN

Mamak Marsiem dan Mama Darmaningsih , dua ibu terhebat yang penulis

miliki. Terima kasih tak terhingga untuk setiap dukungan, untaian doa,

segala perhatian, kasih sayang, cinta dan energi positif yang mampu

membangkitkan semangat penulis di kala sedih.

Bapak tersayang, Almarhum Hasan Basri.

Keluarga Besar yang senantiasa memberi dukungan.

Semua Guru untuk ilmu yang diberikan

(7)

commit to user KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala

rahmat, hidayah dan kemurahan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan

karya ini. Terselesaikannya penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan

berbagai pihak. Untuk itu dengan segala kerendahan hati dan penghargaan yang

tinggi, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan,dr.,Sp.PD-KR-FINASIM, selaku

Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Bapak Drs. Hardjono,M.Si., selaku Ketua Program Studi Psikologi

Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta dan selaku

Pembimbing Akademik yang telah memberikan masukan-masukan yang

berharga bagi penulis.

3. Ibu Rin Widya Agustin,M.Psi, selaku Koordinator Skripsi Program Studi

Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

4. Ibu Tri Rejeki Andayani,S.Psi.,M.Si., selaku dosen pembimbing utama

atas waktu, bimbingan dan masukan yang sangat membantu penulis dalam

menyelesaikan penelitian ini

5. Bapak Aditya Nanda Priyatama,S.Psi.,M.Si., selaku dosen pembimbing

pendamping atas waktu, bimbingan dan masukan yang sangat membantu

(8)

commit to user

6. Ibu Dra. Sri Wiyanti, M.Si., selaku dosen penguji utama, atas semua

evaluasi, koreksi dan masukan yang sangat bermanfaat guna perbaikan

penelitian ini.

7. Bapak Nugraha Arif Karyanta, S.Psi., selaku dosen penguji pendamping

atas semua evaluasi, koreksi dan masukan yang sangat bermanfaat guna

perbaikan penelitian ini.

8. Seluruh staf pengajar, staf tata usaha dan staf perpustakaan Program Studi

Psikologi Fakultas Kedokteran Sebelas Maret Surakarta.

9. Ibu Indah Murtiningrum,Psi., selaku HRD Solo Grand Mall yang telah

memberikan izin penelitian kepada peneliti.

10.Seluruh remaja putri pengunjung Solo Grand Mall yang telah bersedia

menjadi responden dalam penelitian ini.

11.Penyemangat nomor satu, Mamak Marsiem, Alm. Bapak Hasan Basri dan

Mama Darmaningsih atas semua doa, cinta, perhatian, nasehat dan

pengorbanan dalam membesarkan penulis hingga saat ini.

12.Saudara sekandung penulis, dua kakak tersayang Marina dan Marini, serta

dua abang terkasih Alm. Maredi dan Misman yang senantiasa memberikan

semangat kepada penulis.

13.Enam keponakan penulis, Eka, Galuh, Aven, Vira, Azim dan Zaki yang

selalu memberikan keceriaan dalam kehidupan penulis.

14.Tante Ipit, Ayah Alfian, Ibu Elja, Bu Emi, Alm. Omwan, Bulek Ponem,

(9)

commit to user

15.Sanak, saudari dan sahabat tercinta: Mb Aciek, Krisnul, Retno, Deci, Ikul,

Vreno, Eta, Meita, Rani, Aris, Cece dan Bekti yang senantiasa ada di saat

suka maupun duka, menjadi teman yang bisa diandalkan dan selalu

membantu dengan hati.

16.Kawan-kawan Psikologi 2006 dan para penghuni kos atas kebersamaan

yang terjalin selama ini, tante kos dan adek-adek kos yang menjadi

saudara terdekat penulis di Solo.

Akhir kata penulis berharap semoga karya ini dapat bermanfaat bagi siapa

saja yang membacanya.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Surakarta, 14 Desember 2011

(10)

commit to user ABSTRAK

HUBUNGAN ANTARA PEMANTAUAN DIRI DAN KONFORMITAS TEMAN SEBAYA DENGAN KECENDERUNGAN PEMBELIAN

IMPULSIF PADA REMAJA PUTRI

MARIA

Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta

Kecenderungan pembelian impulsif merupakan fenomena psikoekonomik yang banyak melanda kehidupan masyarakat tak terkecuali remaja putri. Aspek psikologis yang tampak pada remaja putri adalah perhatian yang lebih besar pada penampilannya. Remaja akan mengatur, memantau dan mengontrol perilaku dan penampilannya seperti dengan membeli dan memakai barang-barang yang dapat membuat orang lain terkesan. Pada usia ini, muncul pula konformitas teman sebaya dalam kelompok. Remaja putri berusaha menyesuaikan diri dengan anggota kelompok teman sebaya lainya meliputi perilaku, penampilan dan ikut melakukan banyak kegiatan bersama misalnya saja belanja. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui: hubungan positif antara pemantauan diri dan konformitas teman sebaya dengan kecenderungan pembelian impulsif pada remaja putri, hubungan positif antara pemantauan diri dengan kecenderungan pembelian impulsif pada remaja putri, dan hubungan positif antara konformitas teman sebaya dengan kecenderungan pembelian impulsif pada remaja putri

Populasi dalam penelitian ini adalah remaja putri usia 15-19 tahun pengunjung Solo Grand Mall di Surakarta. 110 responden dipilih dengan teknik

incidental purposive sampling. Alat pengumpul data yang digunakan adalah

Skala Kecenderungan Pembelian Impulsif dengan validitas 0,310 – 0,718 dan reliabilitas = 0,878; Skala Pemantauan Diri dengan validitas 0,305 – 0,529 dan reliabilitas = 0,744; dan Skala Konformitas Teman Sebaya dengan validitas 0,302 – 0,572 dan reliabilitas = 0,808.

Berdasarkan hasil analisis regresi ganda diperoleh nilai koefisien korelasi R sebesar 0,492; p = 0,000 (p <0,05) dan F Hitung 17,056 > F Tabel 3,081 yang artinya ada hubungan positif yang signifikan antara pemantauan diri dan konformitas teman sebaya dengan kecenderungan pembelian impulsif pada remaja putri (hipotesis pertama diterima). Hasil perhitungan secara parsial menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara pemantauan diri dengan kecenderungan pembelian impulsif pada remaja putri yang ditunjukkan dengan nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0,078 dengan p = 0,211 (p > 0,05). Selanjutnya hipotesis ketiga dalam penelitian ini diterima yaitu ada hubungan positif yang sgnifikan antara konformitas teman sebaya dengan kecenderungan pembelian impulsif pada remaja putri yang ditunjukkan dengan nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0,415 dengan p = 0,000 (p < 0,05)

(11)

commit to user ABSTRACT

CORRELATION BETWEEN SELF MONITORING AND PEER CONFORMITY WITH IMPULSIVE BUYING TENDENCY OF FEMALE

ADOLESCENTS

MARIA

Psychology Programme of Medical Faculty Sebelas Maret University, Surakarta

Impulsive buying tendency is a psychoeconomic phenomenon in people’s life are no exception female adolescents. Psychological aspect that appear in female adolescents is greater attention to her appearance. Female adolescents will manage, monitor and control her behavior and her appearance with buying and using products that can impress others. In this age, there are also peer conformity. Female adolescents trying to conform to the other peer group members include behavior, appearance and join in many activities together such as shopping. The purposes of this research are to determine possitive correlation between self monitoring and peer conformity with impulsive buying tendency of female adolescents, to determine possitive correlation between self monitoring with impulsive buying tendency of female adolescents and to determine possitive correlation between peer conformity with impulsive buying tendency of female adolescents.

The population of this research were female adolescents aged 15 -19 years old, the visitors of Solo Grand Mall in Surakarta. 110 respondents were choosed by incidental purposive sampling. The data were collected using Impulsive Buying Tendency Scale, Self Monitoring Scale and Peer Conformity Scale. The validity of Impulsive Buying Tendency 0,310 - 0,718, reliability = 0,878 ; the validity of Self Monitoring 0,305 – 0,529, reliability = 0,744 and the validity of Peer Conformity 0,302 – 0,572, reliability = 0,808.

Based on the result of multiple regression analyse shows that correlation coefficient (R) 0,492; p = 0,000 ( p < 0,05) and F count 17,056 > F Table 3,081 means that there is a possitive correlation between self monitoring and peer conformity with impulsive buying tendency of female adolescents (first hypothesis was accepted). The partial result showed the correlation ( r ) 0,078; p = 0,211 (p > 0,05), it means that there is no positive correlation between self monitoring and impulsive buying tendency of female adolescents. Third hypothesis in this research is accepted, it means that there is positive correlation between peer conformity and impulsive buying tendency of female adolescents. It showed by correlation coefficient 0,415; p = 0,000 (p < 0,05).

(12)

commit to user DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... ... i

HALAMAN PERNYATAAN... ii

HALAMAN PERSETUJUAN... iii

HALAMAN PENGESAHAN... iv

HALAMAN MOTTO... v

HALAMAN PERSEMBAHAN... vi

KATA PENGANTAR... vii

ABSTRAK... x

DAFTAR ISI... xii

DAFTAR TABEL... xv

DAFTAR BAGAN... xvii

DAFTAR LAMPIRAN... xviii

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Rumusan Masalah... 11

C. Tujuan Penelitian... 12

D. Manfaat Peneliti... 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 14

A. Kecenderungan Pembelian Impulsif... 14

1. Pengertian Kecenderungan Pembelian Impulsif... 14

2. Aspek-aspek Kecenderungan Pembelian Impulsif... 16

(13)

commit to user

4. Faktor-faktor Kecenderungan Pembelian Impulsif... 21

B. Pemantauan Diri... 25

1. Pengertian Pemantauan Diri... 25

2. Aspek-aspek Pemantauan Diri... 27

3. Tingkatan Pemantauan Diri... 29

C. Konformitas Teman Sebaya... 31

1. Pengertian Konformitas Teman Sebaya... 31

2. Aspek-aspek Konformitas Teman Sebaya... 33

3. Bentuk-bentuk Konformitas Teman Sebaya... 35

D. Hubungan antara Pemantauan Diri dan Konformitas Teman Sebaya dengan Kecenderungan Pembelian Impulsif ... 37

E. Hubungan antara Pemantauan Diri dengan Kecenderungan Pembelian Impulsif ... 41

F. Hubungan antara Konformitas Teman Sebaya dengan Kecenderungan Pembelian Impulsif... 43

G. Kerangka Berpikir... 46

H. Hipotesis... 47

BAB III METODE PENELITIAN... 48

A. Identifikasi Variabel Penelitian... 48

B. Definisi Operasional... 48

C. Populasi, Sampel dan Sampling... 50

D. Teknik Pengumpulan Data... 52

(14)

commit to user

1. Uji Validitas... 57

2. Uji Reliabilitas... 57

3. Uji Hipotesis... 58

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 59

A. Persiapan Penelitian... 59

1. Orientasi Kancah Penelitian... 59

2. Persiapan Penelitian... 61

3. Pelaksanaan Uji Coba... 66

4. Uji Validitas dan Reliabilitas... 66

5. Penyusunan Alat Ukur Penelitian... 71

B. Pelaksanaan Penelitian... 73

C. Hasil Analisis Data Penelitian... 75

1. Uji Asumsi Dasar... 75

2. Uji Asumsi Klasik... 78

3. Uji Hipotesis... 82

4. Analisis Deskriptif... 87

5. Sumbangan Efektif dan Sumbangan Relatif... 90

D. Pembahasan... 91

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 97

A. Kesimpulan... 97

B. Saran... 98

DAFTAR PUSTAKA... 99

(15)

commit to user DAFTAR TABEL

Tabel 1. Blue Print Skala Kecenderungan Pembelian Impulsif

Sebelum Uji Coba... 54

Tabel 2. Blue Print Skala Pemantauan Diri Sebelum Uji Coba... 55

Tabel 3. Blue Print Skala Konformitas Teman Sebaya Sebelum Uji Coba 56

Tabel 4. Distibusi Aitem Skala Kecenderungan Pembelian Impulsif

Sebelum Uji Coba... 63

Tabel 5. Distibusi Aitem Skala Pemantauan Diri Sebelum Uji Coba... 64

Tabel 6. Distibusi Aitem Skala Konformitas Teman Sebaya Sebelum

Sebelum Uji Coba... 65

Tabel 7. Distribusi Aitem Skala Kecenderungan Pembelian Impulsif

yang valid dan gugur ... 68

Tabel 8. Distribusi Aitem Skala Pemantauan Diri yang valid dan gugur.. 69

Tabel 9. Distribusi Aitem Skala Konformitas Teman Sebaya yang

valid dan gugur... 71

Tabel 10. Distribusi Skala Kecenderungan Pembelian Impulsif

untuk Penelitian... 72

Tabel 11. Distribusi Skala Pemantauan Diri untuk Penelitian... 72

Tabel 12. Distribusi Skala Konformitas Teman Sebaya untuk Penelitian 73

Tabel 13. Uji Normalitas... 76

Tabel 14. Uji Linearitas Pemantauan Diri terhadap Kecenderungan

(16)

commit to user

Tabel 15. Uji Linearitas Konformitas Teman Sebaya terhadap

Kecenderungan Pembelian Impulsif... 77

Tabel 16. Uji Multikolinearitas ... 78

Tabel 17. Uji Autokorelasi... 81

Tabel 18. Uji Hipotesis Secara Simultan ... 83

Tabel 19. Uji F-Test... 84

Tabel 20. Uji Korelasi Parsial antara Pemantauan Diri dengan Kecenderungan Pembelian Impulsif... 85

Tabel 21. Uji Korelasi Parsial antara Konformitas Teman Sebaya dengan Kecenderungan Pembelian Impulsif... 86

Tabel 22. Statistik Deskriptif... 87

Tabel 23. Kriteria Kategori Kecenderungan Pembelian Impulsif... 88

Tabel 24. Kriteria Kategori Pemantauan Diri... 89

Tabel 25. Kriteria Kategori Konformitas Teman Sebaya... 89

(17)

commit to user DAFTAR BAGAN

Bagan 1. Bagan Kerangka Berpikir Hubungan antara Pemantauan

Diri dan Konformitas Teman Sebaya dengan Kecenderungan

Pembelian Impulsif... 46

(18)

commit to user DAFTAR LAMPIRAN

A. Alat Ukur Sebelum Uji Coba ... 106

B. Sebaran Nilai Uji Coba Alat Ukur ... 119

C. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur Penelitian ... 134

D. Alat Ukur Penelitian ... 144

E. Sebaran Nilai Data Penelitian ... 154

F. Analisa Data Penelitian ... 173

1. Data Penelitian yang akan dianalisis ... 174

2. Uji Normalitas ... 177

3. Uji Linearitas ... 177

4. Uji Multikolinearitas ... 178

5. Uji Heterokesdastisitas ... 179

6. Uji Autokorelasi ... 179

7. Uji Hipotesis ... 180

8. Analisis Deskriptif ... 181

9. Sumbangan Efektif dan Sumbangan Relatif ... 186

G. Lampiran Tambahan... 191

1. Surat Izin Penelitian... 192

2. Surat Izin Penelitian dari Solo Grand Mall... 193

3. Surat Tanda Bukti Penelitian... 194

(19)

commit to user BAB I

PENDAHLULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Masa remaja merupakan periode transisi perkembangan antara masa

kanak-kanak menuju masa dewasa yang melibatkan banyak perubahan seperti

perubahan biologis, kognitif dan sosioemosional (Santrock, 2007). Perubahan

biologis yang terjadi pada remaja meliputi pertambahan berat dan tinggi badan

dalam rentang waktu yang cepat, perubahan hormonal dan kematangan seksual

yang mulai muncul ketika memasuki masa pubertas. Perubahan kognitif meliputi

perubahan pemikiran dan inteligensi yang ditandai dengan meningkatnya cara

berpikir. Remaja mulai berpikir secara abstrak, idealistik serta logis, berpikir

secara lebih egosentris, memandang dirinya unik dan tak terkalahkan. Perubahan

lainnya yaitu perubahan sosioemosional yang meliputi perubahan dalam hal

emosi, kepribadian, hubungan dengan orang lain dan konteks sosial. Sigmund

Freud dan Anna Freud (dalam Crain, 2007) mengatakan bahwa adanya

perubahan-perubahan yang dialami oleh remaja ini dapat menimbulkan berbagai

gejolak. Misalnya saja pertumbuhan fisik remaja yang sangat cepat akan

menciptakan rasa kebingungan identitas. Hal inilah yang kemudian menyebabkan

banyak remaja menghabiskan waktunya untuk menatap cermin dan

memperhatikan setiap perubahan pada penampilannya.

Menurut Mc Cabe dan Ricciardell (dalam Santrock, 2007), salah satu

(20)

commit to user

praokupasi (perhatian) yang besar terhadap tubuhnya. Papalia, dkk (2008)

mengatakan bahwa perubahan fisik yang dramatis pada remaja dapat

menimbulkan dampak psikologis yang tidak diinginkan. Remaja lebih banyak

memperhatikan penampilan dibandingkan aspek lain dalam dirinya. Remaja,

terutama remaja putri lebih suka berlama-lama di depan cermin memperhatikan

setiap perubahan yang terjadi pada tubuh dan penampilannya. Menurut

Rosenblum dan Lewis (dalam Papalia, dkk, 2008), remaja putri memiliki perasaan

tidak suka pada perubahan fisik yang lebih tinggi dibandingkan remaja putra. Jika

dibandingkan dengan remaja putra, remaja putri lebih merasakan ketidakpuasan

dengan bentuk tubuhnya selama pubertas. Hal inilah yang mengakibatkan remaja

putri cenderung menaruh perhatian yang lebih pada penampilan dibandingkan

dengan remaja putra (Brooks, dalam Santrock, 2007).

Ketika menampilkan diri di hadapan orang lain, remaja putri akan

berupaya agar terlihat menarik, disukai dan diterima banyak orang. Banyak cara

yang dilakukan oleh remaja putri, namun salah satu cara yang kebanyakan

dilakukan adalah dengan memakai busana dan aksesoris yang menunjang dalam

berpenampilan seperti pemakaian baju yang sesuai, pemilihan sepatu, tas, jam

tangan yang cantik dan aksesoris lainnya. Keinginan remaja untuk selalu tampil

menarik, gaul dan sesuai tren, tidak jarang membuat remaja putri kurang

memikirkan dengan matang saat mengeluarkan uang untuk membeli

barang-barang yang diinginkan. Hal ini mengakibatkan para remaja putri tidak

memperhatikan faktor kebutuhan ketika membeli suatu barang. Para remaja putri

(21)

commit to user

ini biasanya dilakukan secara berlebihan, impulsif dan tanpa perencanaan yang

matang. Apalagi masa sekarang ini, dengan semakin maraknya keberadaan pusat

perbelanjaan modern seperti mal yang memberikan banyak kelebihan dan

kemudahan dalam berbelanja.

Mal menyediakan berbagai pelayanan yang dilengkapi dengan fasilitas

hiburan serta rekreasi keluarga. Bagi para pengunjung yang ingin berbelanja

berbagai macam kebutuhan dengan aneka variasinya, tidak lagi perlu memakan

banyak waktu dan lebih efisiensi biaya karena pengunjung tidak perlu berpindah

lokasi. Keberadaan mal dengan segala kelebihan lainnya seperti tatanan produk

yang rapi, cara promosi produk yang lebih menarik, banyaknya diskon pada

berbagai produk bahkan hingga 70%, penawaran beli satu gratis satu, warna-warni

produk yang indah, kemudahan dalam bertransaksi menggunakan kartu debit,

kartu kredit dan juga suasana mal yang nyaman untuk berbelanja karena penjual

yang ramah-ramah serta ruangan toko yang beraroma wangi.

Salah satu kota yang tidak lepas dari pembangunan pusat perbelanjaan

modern adalah kota Solo yang kini telah memiliki beberapa pusat perbelanjaan

modern berupa mal seperti Matahari Singosaren, Solo Square, dan Solo Grand

Mall dan semakin ramainya keberadaan departmen store yang kini lebih mudah

dijumpai. Pada dasarnya semua pembangunan pusat perbelanjaan modern

diprioritaskan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat.

Namun, seiring dengan berjalannya waktu mulai terlihat dampak lainnya yaitu

pada perubahan gaya hidup masyarakat yang terkait dengan perilaku membeli

(22)

commit to user

Keberadaan mal dengan segala fasilitas yang ditawarkan mampu menarik

masyarakat untuk selalu mengunjungi sehingga membuat mal tidak pernah sepi

pengunjung setiap harinya. Tujuan pengunjungpun beraneka ragam mulai dari

yang berniat belanja hingga pengunjung yang sekedar mencari kesenangan. Mal

seringkali dijadikan sebagai salah satu alternatif tempat berlibur melepas

kepenatan beraktivitas. Kondisi mal yang memberikan kenyamanan, terkadang

membuat pengunjung terdorong untuk melakukan pembelian. Banyak dijumpai

pengunjung yang pada awalnya tidak berencana untuk melakukan pembelian,

namun secara tidak disadari pada akhirnya melakukan pembelian. Hal ini tentunya

bertentangan dengan paradigma manusia ekonomi rasional yang melakukan

pembelian berdasarkan sebuah perencanaan dan pertimbangan yang matang.

Menurut Semuel (2007), pada umumnya pembelian yang dilakukan

pelanggan dalam pasar modern seperti supermarket atau hipermarket, tidak

semuanya direncanakan. Sebesar 65% keputusan pembelian dilakukan di dalam

toko dengan lebih dari 50% (dari 65% keputusan pembelian di dalam toko)

merupakan pembelian yang tidak direncanakan sebelumnya. Loudon dan Bitta

(1993) mengemukakan bahwa setiap orang ketika berada di pusat perbelanjaan

dengan segala kenyamanan yang ada memiliki kecenderungan untuk melakukan

pembelian tanpa sebuah perencanaan, sedikitnya satu produk dibeli tanpa

perencanaan (unplanned purchase) dan hal ini dikenal dengan impulsive buying

tendency atau kecenderungan pembelian impulsif.

Menurut Mowen dan Minor (2001) kecenderungan pembelian impulsif

(23)

commit to user

membeli sebelumnya. Pembelian melibatkan keadaan afektif yang kuat sehingga

membuat para konsumen berperilaku otomatis dengan menjalankan sedikit

pengendalian intelektual atas tindakan membeli yang dilakukan. Pilihan keputusan

untuk membeli dibuat pada saat itu juga karena perasaan positif yang sangat kuat

mengenai suatu benda. Keadaan afektif langsung menuju pada perilaku membeli

tanpa membentuk kepercayaan ataupun berpikir matang dahulu sebelum

membelinya. Konsumen menekan pemikirannya karena dapat mengurangi

perasaan dan menghambat tindakan untuk membeli.

Kecenderungan pembelian impulsif merupakan suatu fenomena

psikoekonomik yang banyak melanda kehidupan masyarakat tidak terkecuali para

remaja putri. Tambunan (2001) menjelaskan bahwa remaja, terutama yang tinggal

di perkotaan dengan segala fasilitas yang tersedia, yang sebenarnya belum

memiliki kemampuan secara finansial sering dijadikan target pemasaran oleh para

produsen. Menurut Munandar (2001) alasan yang membuat remaja menjadi

segmen pasar yang sangat penting karena konsumen remaja memiliki ciri-ciri

yaitu: (a) remaja sangat mudah terpengaruh oleh rayuan penjual, (b) mudah

terbujuk iklan, (c) tidak berpikir hemat, (d) kurang realistis, romantis serta

impulsif. Berkaitan dengan ciri impulsif remaja, hasil penelitian Csikzentmihalyi

dan Larson (dalam Melati, dkk, 2007) menemukan bahwa remaja rata-rata

memerlukan waktu hanya 45 menit untuk mengubah mood senang luar biasa ke

sedih luar biasa. Perubahan mood yang cepat membuat remaja lebih mudah

(24)

commit to user

Hasil penelitian Ling dan Ling (dalam Semuel, 2007) menemukan bahwa

perempuan lebih cenderung memiliki perilaku pembelian impulsif dibandingkan

dengan laki-laki. Menurut Utami dan Sumaryono (2008) orientasi afektif yang

mendasari pembelian impulsif mengaitkan wanita sebagai figur pelaku yang

memiliki peluang terbesar untuk mewujudkan pembelian. Jika dibandingkan

dengan pria, wanita masih dipandang lebih mengutamakan sisi emosionalitas

daripada rasionalitas, sedangkan emosionalitas sangat relevan dengan konsep

pembelian impulsif. Menurut Loudon dan Bitta (1993) remaja putri cenderung

lebih impulsif dibandingkan remaja putra. Hal ini karena remaja putri lebih sering

membantu keluarganya berbelanja, baik untuk keperluan keluarga maupun untuk

kebutuhan dirinya sendiri, contohnya membeli kosmetik, cat rambut, alat-alat

kecantikan, pakaian dan makanan.

Remaja putri dalam proses mempresentasikan diri akan melakukan

pengelolaan kesan yaitu proses menseleksi dan mengontrol perilaku sesuai dengan

situasi dan harapan orang lain. Salah satu gaya mempresentasikan diri yang

dikemukakan oleh Dayaksini dan Hudaniah (2003) adalah pemantauan diri. Setiap

orang tak terkecuali remaja putri, memiliki perbedaan dalam cara

mempresentasikan diri. Ada yang lebih menyadari tentang kesan publik, ada juga

yang menggunakan presentasi diri strategik atau lebih menyukai pembenaran diri.

Menurut Snyder (1987) perbedaan ini berkaitan dengan suatu ciri sifat

kepribadian yang disebut pemantauan diri yaitu kecenderungan yang dimiliki

seseorang dalam mengatur perilakunya untuk menyesuaikan diri dengan

(25)

commit to user

bahwa pemantauan diri merupakan proses individu untuk mengadakan

pemantauan terhadap pengelolaan kesan yang telah dilakukannya.

Salah satu cara untuk memahami pemantauan diri adalah dengan melihat

perbedaan-perbedaan respons terhadap situasi sosial. Baron dan Byrne (2003)

secara spesifik memberikan istilah faktor eksternal bagi hal-hal yang menjadi

acuan tingkah laku dari orang-orang yang cenderung memiliki tingkat pemantauan

diri yang tinggi. Istilah tingkat pemantauan diri yang rendah diberikan kepada

individu yang menjadikan faktor internal sebagai acuan dalam bertingkah laku.

Baron dan Byrne (2003) juga menggunakan istilah bunglon sosial bagi individu

yang memiliki pemantauan diri tinggi dan istilah prinsipil bagi individu yang

memiliki pemantauan diri rendah. Individu yang memiliki pemantauan diri tinggi

akan berusaha menyesuaikan tingkah laku dan peran dalam kondisi yang ada

untuk memperoleh evaluasi positif. Individu dengan pemantauan diri yang rendah

akan menekankan pada menjadi diri sendiri dan mementingkan menunjukkan

perilaku yang konsisten dengan nilai-nilai serta keyakinan dasarnya.

Dayaksini dan Hudaniah (2003) mengemukakan hasil penelitian yang

dilakukan oleh Lippa bahwa individu yang memiliki pemantauan diri tinggi akan

mendapat keberuntungan dalam situasi sosial karena orang-orang akan

menganggapnya ramah, relaks dan tidak pemalu, dan individu dengan pemantauan

diri rendah akan cenderung lebih mudah dipercaya karena konsisten. Walaupun

demikian, Miller dan Thayer (dalam Baron dan Byrne, 2003) mengemukakan

bahwa orang-orang yang memiliki pemantauan diri ekstrem tinggi ataupun

(26)

commit to user

menyesuaikan diri dibandingkan orang-orang yang memiliki pemantauan diri

yang cukup. Hal ini menunjukkan bahwa pemantauan diri yang cukup (berada di

tengah) adalah yang secara sosial ideal.

Pemantauan diri ternyata tidak hanya berpengaruh pada perilaku sosial

seseorang, namun juga pada perilaku membeli. Seperti yang dikemukakan oleh

Choi, dkk (2000) bahwa perilaku konsumen yang memiliki pemantauan diri tinggi

ataupun rendah akan berbeda dalam perilaku membeli. Perbedaan tingkat

pemantauan diri membedakan individu dalam merespon petunjuk di area

penjualan. Menurut Snyder dan De Bono (dalam Choi, dkk, 2000) perbedaan ini

akan terlihat dalam hal mudah atau tidaknya individu terpengaruh dengan iklan

yang disajikan, apakah berorientasi pada keindahan sajian gambar atau pada

kualitasnya. Kontribusi pemantauan diri juga tampak dalam hal kerelaan

membayar lebih untuk produk yang dipromosikan. Hasil penelitian yang

dilakukan oleh Djudiyah dan Hadipranata (2002) menyimpulkan bahwa adanya

kontribusi pemantauan diri terhadap pembelian impulsif pada remaja.

Selain meneliti hubungan antara pemantauan diri dengan kecenderungan

pembelian impulsif pada remaja putri, dalam penelitian ini juga melibatkan

variabel konformitas teman sebaya. Seperti yang dikemukakan oleh Priede dan

Ferrel (1995) bahwa kelompok referensi teman sebaya mempengaruhi keputusan

pembelian seseorang bergantung pada tingkat konformitas dan besarnya pengaruh

kelompok serta kekuatan keterlibatan remaja putri di dalam kelompok. Menurut

Desmita (2006) perkembangan kehidupan sosial remaja ditandai dengan gejala

(27)

commit to user

menunjukkan originalitasnya bersama-sama dalam hal berpakaian,

berpenampilan, berdandan, gaya rambut, tingkah laku konsumen, perilaku

membeli, pertemuan dan pesta. Menurut Hurlock (1993), oleh karena remaja lebih

banyak berada di luar rumah bersama dengan teman-teman sebaya sebagai

kelompok, maka pengaruh teman-teman sebaya pada sikap, pembicaraan, minat,

penampilan dan perilaku membeli terkadang lebih besar daripada pengaruh

keluarga. Remaja juga cenderung akan masuk ke dalam kelompok yang memiliki

minat dan nilai yang sama serta akan melakukan apapun agar dimasukkan dan

diterima sebagai anggota kelompok dari teman sebayanya.

Remaja yang telah menjadi anggota kelompok teman sebaya akan

menyesuaikan diri dengan norma dan aturan yang sudah terbentuk. Penyesuaian

diri remaja akan semakin kuat jika ada ketergantungan antara remaja dengan

anggota kelompok lainnya. Menurut Sears, dkk (1994) penyesuaian diri yang kuat

terhadap kelompok mengakibatkan remaja cenderung melakukan konformitas

terhadap kelompok teman sebayanya. Konformitas merupakan satu tuntutan yang

tidak tertulis dari kelompok teman sebaya terhadap anggotanya namun memiliki

pengaruh yang kuat dan dapat menyebabkan munculnya perilaku-perilaku

tertentu. Santrock (2007) mengemukakan bahwa konformitas muncul ketika

individu meniru sikap atau tingkah laku orang lain dikarenakan tekanan yang

nyata maupun yang dibayangkan. Konformitas dapat berdampak positif misalnya

dalam hal melakukan kegiatan sosial maupun berdampak negatif seperti merokok,

(28)

commit to user

Konformitas dalam hal perilaku pembelian cenderung lebih identik pada

remaja putri dibandingkan pada remaja putra. Tambunan (2001) mengatakan

bahwa kebutuhan untuk diterima dan menjadi sama dengan teman lainnya

menyebabkan remaja putri berusaha untuk mengikuti dan menyesuaikan diri

dengan atribut yang sedang mode diantara anggota kelompok sebayanya. Selain

itu hasil penelitian Rice (dalam Zebua dan Nurdjayadi, 2001) menunjukkan bahwa

remaja putri lebih konform dibandingkan remaja putra karena menurut Lina dan

Rosyid (1997) remaja putri lebih mudah dipengaruhi.

Hurlock (1993) menyebutkan bahwa konformitas akan semakin tinggi

apabila dalam kelompok tersebut anggota-anggotanya melakukan hal yang sama

termasuk dalam bersama-sama membeli suatu produk. Menurut Sumarwan (2003)

konsumen yang memiliki teman sebaya adalah tanda telah membina hubungan

sosial. Pendapat dan kesukaan teman sebaya seringkali mempengaruhi

pengambilan keputusan konsumen dalam memilih produk dan merek. Penelitian

yang dilakukan oleh Adelina (dalam Sumarwan, 2003) menunjukkan bahwa

sumber paling besar yang mempengaruhi pembelian dalam hal ini pembelian

bedak adalah teman sebesar 26%, media sebesar 19% dan majalah sebesar 15%.

Tampak dari penelitian Adelina tersebut bahwa teman memiliki kontribusi yang

paling besar dalam keputusan untuk membeli.

Hasil pengamatan yang dilakukan oleh peneliti selama ini memperlihatkan

bahwa remaja putri yang berkunjung ke pusat perbelanjaan khususnya ke mal

kebanyakan datang bersama dengan teman-teman sebayanya. Hal ini sejalan

(29)

commit to user

Februari tahun 2010 yang menunjukkan bahwa selama berkunjung ke mal,

pengunjung paling banyak pergi bersama temannya (51%), keluarga (39%) dan

sendirian (10%). Sesuai hasil survey tersebut tampak bahwa belanja bersama

teman yang memiliki persentase paling besar. Menurut Mowen dan Minor (2001)

apabila seorang konsumen melakukan pembelian sendirian, maka konsumen

cenderung melakukan pembelian yang direncanakan. Sebaliknya, apabila

konsumen melakukan pembelian dengan kelompok, maka cenderung akan

menyimpang dari pembelian yang direncanakan.

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk

meneliti tentang hubungan antara pemantauan diri dan konformitas teman sebaya

dengan kecenderungan pembelian impulsif pada remaja putri.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah ada hubungan positif antara pemantauan diri dan konformitas

teman sebaya dengan kecenderungan pembelian impulsif pada remaja

putri ?

2. Apakah ada hubungan positif antara pemantauan diri dengan

kecenderunganpembelian impulsif pada remaja putri ?

3. Apakah ada hubungan positif antara konformitas teman sebaya dengan

(30)

commit to user C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui hubungan positif antara pemantauan diri dan

konformitas teman sebaya dengan kecenderungan pembelian impulsif pada

remaja putri.

2. Untuk mengetahui hubungan positif antara pemantauan diri dengan

kecenderungan pembelian impulsif pada remaja putri.

3. Untuk mengetahui hubungan positif antara konformitas teman sebaya

dengan kecenderunganpembelian impulsif pada remaja putri.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengertian

kepada remaja putri tentang dampak dari pembelian impulsif.

b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengertian

kepada remaja putri pentingnya pemantauan diri.

c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengertian

kepada remaja putri tentang beberapa hal yang mempengaruhi

perilaku pembelian.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Remaja Putri

1) Memberikan masukan kepada remaja putri cara merencanakan

(31)

commit to user

2) Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi bagi remaja

putri cara pengelolaan pemantauan diri yang positif.

3) Memberikan pengertian kepada remaja putri tentang cara

berkelompok sebaya yang positif.

b. Bagi Orang Tua

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada

para orang tua cara mengarahkan putrinya agar melakukan

(32)

commit to user BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kecenderungan Pembelian Impulsif

1. Pengertian Kecenderungan Pembelian Impulsif

Menurut Rook (1987) kecenderungan pembelian impulsif merupakan

kecenderungan untuk melakukan pembelian secara impulsif yaitu pembelian yang

terjadi ketika seorang individu mengalami desakan yang tiba-tiba, biasanya kuat

dan menetap untuk membeli sesuatu dengan segera. Impuls untuk membeli ini

kompleks secara hedonik, merangsang konflik emosional dan cenderung terjadi

dengan perhatian yang berkurang pada akibatnya. Pembelian impulsif dilakukan

tanpa perencanaan dan dipicu secara spontan pada saat berhadapan dengan produk

serta diiringi dengan perasaan yang menyenangkan dan penuh gairah. Seorang

individu cenderung merespon secara cepat terhadap stimulus yang diberikan tanpa

melakukan evaluasi terhadap konsekuensi yang akan terjadi setelah membeli.

Engel, dkk (1995) mendefinisikan kecenderungan pembelian impulsif atau

yang disebut juga dengan istilah unplanned purchase sebagai kecenderungan

untuk melakukan pembelian yang tidak terencana yaitu konsumen membeli

produk tanpa direncanakan terlebih dahulu sebelumnya, keinginan yang kuat baru

muncul ketika di mal atau di toko karena secara tiba-tiba konsumen merasakan

kebutuhan yang mendesak untuk membeli suatu produk yang ditawarkan.

Menurut Rook dan Hoch (dalam Mowen dan Minor, 2001) kecenderungan

(33)

commit to user

niat untuk membeli sebelumnya yang terbentuk sebelum memasuki toko, pilihan

dibuat pada saat itu juga karena perasaan positif yang kuat mengenai suatu benda.

Pembelian melibatkan keadaan afektif yang kuat sehingga membuat para

konsumen berperilaku secara agak otomatis dengan menjalankan sedikit

pengendalian intelektual.

Herabadi (2003) mengemukakan bahwa pembelian impulsif dianggap

sebagai perilaku pembelian yang irasional berdasarkan pengamatan bahwa

konsumen bisa tetap melakukan pembelian walaupun sudah menyadari

sebelumnya akan kemungkinan merasakan penyesalan kelak. Ada dua komponen

utama dari kecenderungan pembelian impulsif yaitu komponen kognitif dan

komponen afektif. Komponen kognitif menjelaskan bahwa seseorang hanya

sekedar memikirkan saja untuk memiliki kecenderungan membeli secara impulsif

yang berkaitan dengan kurangnya perencanaan serta unsur ketidaksengajaan.

Sementara komponen afektif dalam kecenderungan pembelian impulsif

menunjukkan sudah ada unsur penilaian dan pemilihan secara subjektif pada

konsumen yang melibatkan perasaan sukacita, bergairah dan tanpa memikirkan

akibat yang akan terjadi nantinya.

Menurut Istijanto (2005) kecenderungan pembelian impulsif adalah

kecenderungan berbelanja tanpa melakukan perencanaan sehingga pembelian

yang dilakukan lebih terdorong oleh spontanitas atau ketertarikan yang muncul

secara langsung begitu melihat suatu produk. Menurut Yani (2005)

kecenderungan pembelian impulsif merupakan kecenderungan untuk mengalami

(34)

commit to user

kecenderungan untuk bertindak berdasarkan dorongan untuk membeli tanpa

adanya atau hanya dengan sedikit pertimbangan dan evaluasi terhadap

konsekuensi.

Berdasarkan beberapa pendapat yang telah dikemukakan sebelumnya,

maka dapat disimpulkan bahwa kecenderungan pembelian impulsif merupakan

kecenderungan yang dimiliki oleh seorang individu untuk melakukan pembelian

secara impulsif yaitu pembelian yang tidak direncanakan sebelumnya, terjadi

secara spontan disertai dorongan yang kuat untuk membeli produk, melibatkan

pengendalian afektif yang kuat dengan sedikit pengendalian kognitif sehingga

tidak memperhatikan konsekuensi yang akan terjadi setelah pembelian terjadi.

2. Aspek-Aspek Kecenderungan Pembelian Impulsif

Aspek-aspek kecenderungan pembelian impulsif menurut Rook (1987),

terdiri dari empat aspek yang meliputi:

a. Spontanitas.

Pembelian ini terjadi secara spontan, tidak diharapkan dan tidak

direncanakan sebelumnya, memotivasi konsumen untuk membeli sekarang

juga dan sering sebagai respons terhadap stimulasi visual yang langsung di

tempat penjualan.

b. Kekuatan impuls

Adanya motivasi untuk mengesampingkan semua yang lain dan bertindak

(35)

commit to user

mendesak untuk membeli suatu produk dan sering disertai dengan emosi

yang dicirikan sebagai menggairahkan.

c. Adanya stimulasi lingkungan

Kondisi lingkungan yang membuat para konsumen melakukan pembelian

dengan segera dan tanpa banyak berpikir lagi.

d. Kurang peduli dengan konsekuensi

Konsumen mengalami desakan untuk membeli yang sangat kuat dan sulit

untuk ditolak sehingga konsekuensi negatif yang mungkin terjadi setelah

melakukan pembelian cenderung diabaikan.

Menurut Loudon dan Bitta (1993) ada lima elemen kecenderungan

pembelian impulsif yaitu sebagai berikut:

a. Konsumen merasakan adanya suatu dorongan yang datang secara

tiba-tiba dan spontan untuk melakukan suatu tindakan yang berbeda dengan

tingkah laku sebelumnya.

b. Dorongan yang tiba-tiba untuk melakukan suatu pembelian

menempatkan konsumen dalam keadaan ketidakseimbangan secara

psikologis dan untuk sementara waktu konsumen merasa kehilangan

kendali.

c. Konsumen selanjutnya akan mengalami konflik psikologis dan

berusaha untuk menimbang antara pemuasan kebutuhan langsung dan

konsekuensi jangka panjang dari pembelian.

(36)

commit to user

e. Konsumen pada akhirnya seringkali membeli secara impulsif tanpa

memperhatikan konsekuensi yang akan datang yaitu akibat yang akan

ditimbulkan setelah pembelian dilakukan.

Menurut Herabadi (2003) kecenderungan pembelian impulsif memiliki

dua komponen yang meliputi:

a. Komponen kognitif

Yaitu seseorang hanya sekedar memikirkan saja untuk memiliki

kecenderungan membeli secara impulsif yang berkaitan dengan kurangnya

perencanaan serta unsur ketidaksengajaan dalam melakukan pembelian.

b. Komponen afektif

Yaitu seseorang sudah menunjukkan unsur penilaian dan pemilihan secara

subjektif yang berkaitan dengan adanya dorongan untuk membeli yang

tiba-tiba, ketertarikan yang begitu kuat untuk membeli, perasaan sukacita

dan bergairah untuk membeli serta kurang memperdulikan konsekuensi

dan penyesalan setelah melakukan pembelian.

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis menyimpulkan aspek-aspek

kecenderungan pembelian impulsif yang mengacu pada aspek-aspek yang

dikemukakan oleh Rook (1987) sebagai dasar teori tentang pembelian impulsif.

Oleh karena itu, dapat dinyatakan bahwa aspek-aspek kecenderungan pembelian

impulsif yaitu sebagai berikut: aspek spontanitas yaitu pembelian yang dilakukan

sebenarnya tidak diharapkan dan tidak direncanakan sebelumnya, memotivasi

konsumen untuk membeli sekarang juga dan sering sebagai respons terhadap

(37)

commit to user

mengalami desakan kuat yang tidak dapat ditolak serta diiringi perasaan yang

menggairahkan; aspek stimulasi dari lingkungan yang dan aspek ketidakpedulian

akan akibat dan konsekuensi yang terjadi nantinya.

3. Tipe-Tipe Pembelian Impulsif

Ada empat tipe pembelian impulsif yang dikemukakan oleh Loudon dan

Bitta (1993) , yang meliputi:

a. Pure Impulse (pembelian impulsif murni)

Pada pembelian impulsif murni seorang individu merasakan dorongan

sangat kuat untuk membeli produk yang baru, mencari variasi produk yang

baru, atau melakukan pembelian terhadap produk di luar kebiasaan

pembeliannya yaitu seseorang menghentikan pola pembelian normal yang

biasa dilakukan.

b. Suggestion Impulse (pembelian impulsif yang timbul karena sugesti)

Dorongan untuk membeli yang dialami oleh seorang individu didasarkan

karena adanya stimulus pada toko (tempat penjualan) dan didukung pula

dengan pemberian saran serta masukan baik dari penjual, salespromotion,

pramuniaga, maupun teman-teman lainnya.

c. Reminder Impulse (pembelian impulsif karena pengalaman masa lampau)

Pada pembelian ini seseorang merasakan adanya dorongan untuk segera

membeli yang muncul pada saat melihat barang yang dipajang pada rak

toko, display atau secara tiba-tiba teringat iklan dan informasi lainnya

(38)

commit to user

d. Planned Impulse (pembelian impulsif yang direncanakan)

Merupakan pembelian impulsif yang terjadi apabila kondisi penjualan

tertentu diberikan pada konsumen. Dorongan berupa intensi membeli

berdasarkan harga khusus, kupon, diskon dan lain sebagainya tanpa

merencanakan produk yang akan dibelinya.

Selanjutnya menurut Ma’ruf (2006), ada tiga tipe pembelian impulsif yaitu

sebagai berikut:

1. Pembelian tanpa rencana sama sekali

Konsumen belum punya rencana apapun terhadap pembelian suatu barang

dan membeli barang begitu saja setelah melihat.

2. Pembelian yang setengah direncanakan

Konsumen sudah ada rencana membeli suatu barang tapi tidak punya

rencana merek, jenis ataupun berat dan membeli barang begitu melihat

barang tersebut.

3. Barang pengganti yang tidak direncanakan

Konsumen sudah berniat membeli suatu barang dengan merek tertentu dan

membeli barang yang dimaksud tapi dari merek lain.

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan di atas, maka dapat

disimpullkan tipe-tipe pembelian impulsif yaitu: tipe pembelian menurut

Loudon dan Bitta (1993) yaitu pembelian impulsif murni, pembelian impulsif

yang timbul karena sugesti, pembelian impulsif karena pengalaman masa

lampau dan pembelian impulsif yang direncanakan, sedangkan tipe pembelian

(39)

commit to user

sekali, pembelian yang setengah direncanakan dan barang pengganti yang

tidak direncanakan.

4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecenderungan Pembelian Impulsif

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi seseorang melakukan pembelian

sevara impulsif. Menurut Loudon dan Bitta (1993) faktor-faktor yang

mempengaruhi pembelian impulsif, meliputi:

a. Karakteristik produk

Adapun karakteristik produk yang dapat mempengaruhi seseorang untuk

melakukan pembelian impulsif, yaitu:

1) Produk yang memiliki harga murah akan membuat seseorang tidak

berpikir matang dalam mengambil keputusan untuk membeli.

2) Konsumen merasakan adanya sedikit kebutuhan terhadap produk

yang dilihatnya kemudian memutuskan untuk membelinya.

3) Produk- produk yang memiliki siklus kehidupan yang biasanya

pendek atau cepat habis.

4) Ukuran produk yang kecil dan ringan sehingga mudah dibawa.

5) Produk yang mudah disimpan.

b. Faktor pemasaran

Cara-cara yang digunakan oleh para pemasar dalam mempromosikan dan

mendistribusikan produk dapat mempengaruhi seseorang untuk melakukan

pembelian impulsif. Adapun faktor-faktor tersebut diantaranya: distribusi dalam

(40)

commit to user

dengan iklan melalui media massa yang sugestibel dan terus menerus, iklan-iklan

di titik penjualan, posisi display dan lokasi toko yang strategis dan lokasi yang

menonjol sehingga mudah untuk ditemukan pembeli.

c. Karakteristik konsumen

Adapun karakteristik konsumen yang dapat mempengaruhi seseorang

memiliki kecenderungan pembelian impulsif, yaitu:

1) Kepribadian konsumen

Kepribadian berkaitan dengan adanya perbedaan karakteristik yang

paling dalam diri manusia yang menggambarkan ciri unik dari

masing-masing individu sehingga setiap orang berbeda. Pemasar yang telah

mengetahui kepribadian konsumennya dapat memilih cara komunikasi dan

promosi yang cocok dengan kepribadian konsumen, termasuk dalam

membidik pola pembelian impulsif. Herabadi, dkk (2009) mengemukakan

bahwa kecenderungan belanja impulsif adalah trait konsumen yang

berakar pada kepribadian seseorang.

2) Demografis dalam hal ini meliputi:

a. Gender

Beberapa tokoh mengemukakan bahwa perempuan memiliki

kecenderungan pembelian impulsif yang lebih besar dibandingkan

dengan laki-laki. Seperti menurut Loudon dan Bitta (1993) remaja

putri cenderung lebih impulsif dibandingkan remaja putra, selanjutnya

menurut Kartajaya (2007) wanita adalah sasaran dalam membidik

(41)

commit to user b. Usia

Perbedaan usia mempengaruhi pola pembelian seseorang termasuk

dalam hal kecenderungan pembelian impulsif. Menurut Kartajaya

(2007) anak-anak adalah sasaran paling empuk dalam membidik pasar

pembelian impulsif, sedangkan menurut Hoyer dan Macinnis (2008)

remaja sebagai usia pembelian impulsif karena remaja dikenal sebagai

konsumen yang sangat dapat menyesuaikan diri dan sangat memuja

penampilannya.

c. Status perkawinan

Sudarto (dalam Suyasa dan Fransisca, 2005) mengemukakan bahwa

terdapat perbedaan pola pembelian antara perempuan yang belum dan

perempuan yang sudah menikah. Perempuan yang belum menikah

mengkonsumsi lebih banyak dalam hal penampilan sehingga

pengeluarannya lebih banyak. Hal ini karena perempuan yang belum

menikah tidak terlalu bertanggung jawab terhadap pengeluaran

keluarga.

d. Pendidikan dan pekerjaan

Pendidikan seseorang mempengaruhi pekerjaan dan pendapatan yang

akan diterima sehingga pola pembelian juga terpengaruh. Pendapatan

yang besar membuat seseorang lebih memiliki kecenderungan

(42)

commit to user 3) Karakteristik sosio-ekonomi

Kondisi ekonomi dapat mempengaruhi seseorang untuk memiliki

kecenderungan pembelian impulsif. Seseorang dengan kondisi ekonomi

yang baik dan kelas sosial yang tinggi cenderung lebih impulsif dalam

belanja dibandingkan dengan seseorang yang kondisi ekonomi lemah.

Menurut Solomon (2002) faktor-faktor yang mempengaruhi pembelian

impulsif, diantaranya meliputi:

a. Konsumen tidak terbiasa dengan tata ruang toko.

b. Konsumen berada di bawah tekanan waktu.

c. Konsumen teringat untuk membeli sesuatu saat melihat produk

tersebut pada rak toko.

Menurut Kartajaya (2007), beberapa hal yang menyebabkan pembeli

melakukan pembelian impulsif:

a. Pembeli terpengaruh paparan iklan yang ditonton sebelumnya.

b. Timbulnya hasrat untuk mencoba-coba barang yang baru.

c. Pembeli tertarik dengan kemasan yang atraktif, display yang

menonjol, harga yang murah dan bujukan sales promotion.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor

yang mempengaruhi seseorang memiliki kecenderungan untuk melakukan

pembelian secara impulsif yaitu: karakteristik produk, faktor pemasaran,

karakteristik konsumen, tidak terbiasa dengan kondisi toko, terburu-buru, tiba-tiba

teringat, terpengaruh iklan, keinginan mencoba produk baru dan tertarik faktor

(43)

commit to user B. Pemantauan Diri

1. Pengertian Pemantauan Diri

Konsep pemantauan diri pertama kali diperkenalkan oleh Snyder (1974)

untuk menjelaskan perbedaan yang dimiliki oleh seseorang dalam memantau dan

mengendalikan perilaku yang ditampilkan. Menurut Snyder (1974) pemantauan

diri berkaitan dengan usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk memantau,

menyesuaikan dan mengendalikan tingkah lakunya berdasarkan pada bagaimana

orang lain mempersepsikan. Pemantauan diri melibatkan pertimbangan ketepatan

dan kelayakan sosial, perhatian terhadap informasi perbandingan sosial,

kemampuan untuk mengendalikan dan memodifikasi diri serta fleksibilitas

penggunaan kemampuan ini dalam situasi – situasi tertentu. Snyder (1974) juga

mengemukakan tujuan seseorang melakukan pemantauan diri yaitu untuk

mengkomunikasikan keadaan emosional yang sebenarnya maupun keadaan

emosional yang berubah-ubah atau untuk menyembunyikan keadaan emosional

yang tidak tepat. Pemantauan diri sebagai tingkatan individu dalam mengatur

presentasi diri ketika berinteraksi sosial dengan orang lain.

Pada tahun 1986, Snyder dan Gangestad kembali mengembangkan konsep

pemantauan diri yang dihubungkan dengan pengaturan kesan dan pengaturan diri.

Pemantauan diri menitikberatkan perhatian pada kontrol diri individu untuk

memanipulasi citra dan kesan orang lain tentang dirinya dalam melakukan

interaksi sosial guna menyesuaikan diri pada berbagai situasi sosial yang dihadapi.

Selanjutnya menurut Djudiyah dan Hadipranata (2002) pemantauan diri

(44)

commit to user

cara mengamati dan membaca petunjuk-petunjuk sosial yang dijadikan dasar

untuk merencanakan, membentuk dan mengarahkan pilihan perilakunya dengan

tujuan untuk memanipulasi kesan dan citra orang lain tentang dirinya dalam

rangka mempresentasikan diri ketika berinteraksi sosial.

Feldman (2004) mendefinisikan pemantauan diri sebagai pengaturan

tingkah laku seseorang ketika berhadapan dengan tuntutan harapan orang lain

dalam situasi sosial. Menurut Worchel (dalam Dayaksini & Hudaniah, 2003)

pemantauan diri adalah menyesuaikan perilaku terhadap norma-norma situasional

dan harapan-harapan dari orang lain. Hal yang sama juga dinyatakan oleh Baron

dan Byrne (2004) yang mendefinisikan pemantauan diri sebagai kecenderungan

seseorang untuk mengatur tingkah laku berdasarkan petunjuk eksternal seperti

bagaimana orang lain bereaksi atau berdasarkan petunjuk internal seperti

keyakinan dan sikap yang dimiliki seseorang. Menurut Myers (2009) pemantauan

diri adalah usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk menyesuaikan diri dalam

mempresentasikan diri dan menyesuaikan kinerjanya dengan situasi sosial untuk

menciptakan kesan positif yang diinginkan dari orang lain.

Berdasarkan uraian beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa

pemantauan diri merupakan kemampuan yang dimiliki oleh individu untuk

memantau, mengatur dan mengontrol tingkah laku yang ingin ditampilkan dalam

interaksi sosial dengan mengamati petunjuk-petunjuk sosial yang ada guna

menciptakan kesan khusus tentang dirinya sesuai dengan situasi sosial yang

(45)

commit to user 2. Aspek-Aspek Pemantauan Diri

Menurut Snyder (1974) aspek-aspek pemantauan diri meliputi:

a. Kesesuaian lingkungan sosial dengan presentasi diri seorang individu yaitu

menyesuaikan peran seperti yang diharapkan orang lain dalam setiap

situasi sosial.

b. Memperhatikan informasi perbandingan sosial sebagai petunjuk dalam

mengekspresikan diri agar sesuai dengan situasi tertentu.

c. Kemampuan mengontrol dan memodifikasi presentasi diri yang

berhubungan dengan kemampuan untuk mengontrol dan mengubah

perilakunya.

d. Kesediaan untuk menggunakan kemampuan yang dimiliki yaitu

kemampuan mengontrol dan memodifikasi presentasi diri pada

situasi-situasi khusus.

e. Kemampuan membentuk tingkah laku ekspresi dan presentasi diri pada

situasi yang berbeda-beda agar sesuai dengan situasi di lingkungan sosial.

Selanjutnya aspek-aspek pemantauan diri hasil perkembangan teori yang

dilakukan oleh Snyder dan Gangestad (1986) meliputi:

a. Aspek social stage presence

Berhubungan dengan kemampuan individu untuk bertingkah laku yang

sesuai dengan situasi yang dihadapi, kemampuan untuk mengubah-ubah

(46)

commit to user b. Aspek otherdirectedness

Berhubungan dengan kemampuan individu untuk memainkan peran seperti

yang diharapkan oleh orang lain dalam suatu situasi sosial, kemampuan

untuk menyenangkan orang lain dan kemampuan untuk tanggap terhadap

situasi yang dihadapi.

c. Aspek expressive self control

Berhubungan dengan kemampuan individu untuk secara aktif mengontrol

tingkah laku ekspresif yang ditampilkan. Individu yang memiliki

pemantauan diri yang tinggi akan mengontrol tingkah lakunya agar terlihat

baik di depan orang lain.

Aspek-aspek pemantauan diri menurut Djudiyah dan Hadipranata (2002)

meliputi dua aspek, yaitu:

a. Kemampuan untuk memonitor diri

Yaitu kemampuan individu untuk mengamati dan mengontrol ekspresi

perilaku serta presentasi diri untuk menyesuaikan diri dengan

petunjuk-petunjuk sosial yang ada.

b. Sensivitas untuk memonitor diri

Yaitu lebih sensitif dan menaruh perhatian yang lebih pada

petunjuk-petunjuk sosial yang ada guna menampilkan perilaku yang tepat dan untuk

memodifikasi presentasi diri agar dapat mengatur kesan.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dikemukakan aspek-aspek

(47)

commit to user

dikemukakan oleh Snyder dan Gangestad (1986), meliputi tiga aspek yaitu: aspek

social stage presence, aspek other directedness dan aspek expressive self control.

3. Tingkatan Pemantauan Diri

Berdasarkan teori pemantauan diri, ketika individu akan menyesuaikan diri

dengan situasi tententu, secara umum akan menggunakan banyak petunjuk yang

ada baik petunjuk internal yang berasal dari dalam dirinya maupun petunjuk

eksternal yang berasal dari luar dirinya. Snyder (1974) dan Baron dan Byrne

(2004) memberikan istilah pemantauan diri yang rendah untuk orang-orang yang

menggunakan petunjuk internal dalam bertingkah laku dan istilah pemantauan diri

yang tinggi untuk orang-orang yang menggunakan petunjuk eksternal dalam

bertingkah laku. Kedua tingkatan pemantauan diri yaitu rendah dan tinggi, akan

dijelaskan sebagai berikut:

a. Pemantauan diri yang rendah

Individu yang memiliki pemantauan diri yang rendah cenderung

mendasarkan tingkah lakunya sesuai dengan petunjuk internal. Lebih menaruh

perhatian pada perasaan sendiri dan kurang menaruh perhatian pada

isyarat-isyarat situasi yang dapat menunjukkan apakah tingkah lakunya sudah layak

atau belum. Individu dengan tingkat pemantauan diri yang rendah

menunjukkan tingkah laku yang konsisten karena mendasarkan tingkah

lakunya pada kepercayaan, sikap, minat dan nilai-nilai yang dianutnya serta

memegang teguh pendiriannya sehingga tidak mudah dipengaruhi oleh

(48)

commit to user

pada apa yang diyakininya benar menurut dirinya sendiri. Individu dengan

pemantauan diri yang rendah kurang peka dengan hal-hal yang ada di

lingkungannya sehingga kurang memperhatikan tuntutan-tuntutan dari

lingkungan.

b. Pemantauan diri yang tinggi

Individu yang memiliki pemantauan diri yang tinggi cenderung

mendasarkan tingkah lakunya sesuai dengan petunjuk eksternal yaitu

kelompok, norma dan aturan-aturan sosial lainnya. Menititkberatkan pada apa

yang layak secara sosial dan menaruh perhatian pada bagaimana orang

berperilaku dalam situasi sosial. Menggunakan informasi sosial sebagai

pedoman untuk bertingkah laku dan menampilkan diri. Individu ini selalu

ingin menampilkan citra diri yang positif di hadapan orang lain. Selain itu

individu dengan pemantauan diri yang tinggi memiliki kecakapan dalam

merasakan keinginan dan harapan orang lain, terampil ketika

mempresentasikan diri dalam situasi sosial yang berbeda-beda serta ahli dalam

memodifikasi perilaku untuk menyesuaikan dengan harapan orang lain.

Selanjutnya individu dengan pemantauan diri tinggi juga sangat sensitif

terhadap norma sosial dan berbagai situasi yang ada disekitarnya sehingga

dapat lebih mudah untuk dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya. Individu

dengan pemantauan diri yang tinggi akan melakukan analisis terhadap situasi

sosial dengan cara membandingkan dirinya dengan standar perilaku sosial dan

(49)

commit to user

Selain itu mereka biasanya memiliki banyak teman dan lebih terbuka

menerima evaluasi dari orang lain.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pemantauan

diri dapat dikategorikan kedalam dua tingkatan yaitu pemantauan diri yang rendah

dengan menggunakan petunjuk internal dan pemantauan diri yang tinggi dengan

menggunakan petunjuk eksternal seperti ciri-ciri yang telah diuraikan di atas.

C. Konformitas Teman Sebaya

1. Pengertian Konformitas Teman Sebaya

Allan (dalam Kuppuswamy, 1990) mendefinisikan konformitas sebagai

perubahan perilaku seseorang karena hasil pengaruh kelompok dalam

meningkatkan kesesuaian antara individu dengan kelompok. Davidoff (1991)

menjelaskan konformitas sebagai perubahan perilaku dan sikap sebagai akibat

dari tekanan (nyata atau tidak nyata). Konformitas mengakibatkan kecocokan atau

kesesuaian antara individu dan kelompok. Menurut Kiesler dan Kiesler (dalam

Rakhmat, 1995) konformitas adalah perubahan perilaku atau kepercayaan menuju

norma kelompok sebagai akibat tekanan kelompok yang nyata atau yang

dibayangkan.

Konformitas teman sebaya menurut Zebua dan Nurdjayadi (2001) adalah

satu tuntutan yang tidak tertulis dari anggota kelompok teman sebaya terhadap

anggotanya, namun memiliki pengaruh yang kuat dan dapat menyebabkan

munculnya perilaku-perilaku tertentu. Shaw dan Costanzo (dalam Garrison, 1975)

(50)

commit to user

untuk melakukan tingkah laku yang sesuai dengan norma kelompok, yang

dilakukan untuk menghindari hukuman meskipun perilaku tersebut berbeda

dengan keyakinannya sendiri. Menurut Baron dan Byrne (2005) konformitas

merupakan suatu jenis pengaruh sosial di mana individu mengubah sikap dan

tingkah lakunya agar sesuai dengan norma sosial yang ada.

Chaplin (2006) mengartikan konformitas menjadi dua pengertian yaitu

kecenderungan untuk memperbolehkan satu tingkah laku seseorang dikuasai oleh

sikap dan pendapat yang sudah berlaku. Pengertian yang lain yaitu ciri

pembawaan kepribadian yang cenderung membiarkan sikap dan pendapat orang

lain untuk menguasai dirinya. Menurut King (2008) konformitas adalah

perubahan tingkah laku seseorang agar sama dengan standar kelompoknya

Myers (2009) mengemukakan konformitas sebagai perubahan perilaku dan

keyakinan agar sama dengan orang lain sebagai hasil tekanan kelompok secara

nyata atau hanya imajinasi. Taylor,dkk (2009) mengatakan bahwa konformitas

adalah secara sukarela melakukan tindakan karena orang lain juga melakukannya.

Menurut Cialdini dan Goldstein (dalam Taylor, dkk, 2009) konformitas adalah

tendensi untuk mengubah keyakinan atau perilaku agar sesuai dengan perilaku

orang lain. Sarwono (2009) mendefinisikan konformitas sebagai kesesuaian antara

perilaku individu dengan perilaku kelompoknya atau perilaku individu dengan

harapan orang lain tentang perilakunya. Konformitas didasari oleh kesamaan

antara perilaku dengan perilaku atau antara perilaku dengan norma.

Berdasarkan uraian pengertian yang dipaparkan di atas, maka dapat

(51)

commit to user

seseorang untuk bersikap dan bertingkah laku sesuai dengan norma-norma yang

ditentukan oleh kelompok teman sebayanya dengan tujuan agar diterima sebagai

anggota kelompok teman sebaya guna menghindari ketidaksamaan serta

penolakan.

2. Aspek-aspek Konformitas Teman Sebaya

Aspek-aspek konformitas teman sebaya menurut Sears,dkk (1994) yaitu:

a. Aspek Perilaku

Jika seorang individu sebagai anggota kelompok teman sebaya dihadapkan

pada suatu pendapat yang telah disepakati oleh anggota kelompok teman

sebaya lainnya maka perilaku individu tersebut akan cenderung lebih

menyesuaikan diri terhadap kelompoknya.

b. Aspek Penampilan

Individu akan berusaha mengikuti apa yang berlaku dalam kelompok

teman sebayanya karena enggan disebut sebagai individu yang

menyimpang atau terkucil.

c. Aspek Pandangan

Individu akan mulai mempertanyakan pandangan individu lain tentang

dirinya, sehingga individu tersebut harus mempunyai ciri khas sendiri baik

dari pandangan maupun perilaku.

Aspek-aspek konformitas menurut Baron dan Byrne (2005) yang dalam

(52)

commit to user a. Aspek normatif (pengaruh normatif)

Merupakan penyesuaian diri dengan keinginan atau harapan orang lain

untuk memperoleh penerimaan. Individu akan menyesuaikan diri, memilih

untuk berperilaku ataupun mengikuti peran sesuai dengan keinginan

kelompok dengan tujuan untuk mencapai penerimaan dan menghindari

penolakan. Selanjutnya individu berusaha untuk memenuhi standar

kelompok yang telah ditetapkan oleh seluruh anggota kelompok.

b. Aspek informatif (pengaruh informatif)

Merupakan penyesuaian individu ataupun keinginan individu untuk

memiliki pemikiran yang sama sebagai akibat dari adanya pengaruh

menerima pendapat maupun pemikiran kelompok untuk mendapatkan

pandangan yang akurat guna mengurangi ketidakpastian. Individu

cenderung untuk menerima pendapat, ide, sesuai dengan keinginan dari

kelompok dan mengikuti apa yang menjadi pemikiran kelompok.

Selanjutnya individu dalam memberikan pendapat, pandangan maupun

penilaian selalu meminta pendapat lain dari kelompok.

Berdasarkan pemaparan aspek-aspek konformitas di atas, maka dapat

diambil kesimpulan bahwa aspek-aspek konformitas teman sebaya mengacu pada

aspek yang dikemukakan oleh Baron dan Byrne (2005) meliputi dua aspek yaitu

aspek normatif merupakan penyesuaian diri dengan keinginan atau harapan orang

lain untuk memperoleh penerimaan dan aspek informatif merupakan penyesuaian

(53)

commit to user

akibat dari adanya pengaruh menerima pendapat maupun pemikiran kelompok

untuk mendapatkan pandangan yang akurat guna mengurangi ketidakpastian.

3. Bentuk-Bentuk Konformitas Teman Sebaya

Menurut Sutisna (2001) bentuk-bentuk konformitas yaitu:

a. Kerelaan

Merupakan persesuaian (konformitas) atas dasar kerelaan bahwa seseorang

menerima dan melakukan perubahan perilaku semata-mata atas maksud

baik pribadi terhadap kelompok dan tidak mendapat tekanan dari

kelompok.

b. Penerimaan pribadi

Persesuaian atas dasar penerimaan pribadi dimaksudkan sebagai

perubahan perilaku atau kepercayaan akibat adanya arahan dari kelompok.

Myers (2009) membagi bentuk-bentuk konformitas menjadi tiga, yaitu:

a. Compliance

Merupakan bentuk konformitas yang dilakukan individu dengan cara

mengubah perilakunya di depan publik agar sesuai dengan tekanan

kelompok, tetapi secara diam-diam tidak mengubah pendapat pribadinya.

Keseragaman perilaku yang ditunjukkan pada konformitas bentuk

compliance dilakukan individu untuk mendapat hadiah, pujian, rasa

Gambar

Gambar 2. Gambar Scatter plot Uji Heterokesdastisitas..........................
Tabel 1
Blue PrintTabel 2  Skala Pemantauan Diri sebelum uji coba
Blue printTabel 3  Skala Konformitas Teman Sebaya sebelum uji coba
+7

Referensi

Dokumen terkait

Untuk penelitian selanjunya diharapkan dapat menggunakan variabel bebas lainnya yang termasuk dalam faktor- faktor yang mempengaruhi OCB seperti budaya organisasi,

Dengan melihat masalah diatas, tulisan ini direkomendasikan bagi gereja agar dapat merumuskan visi gereja secara jelas, agar pelayanan yang dijalankan dapat

Aset keuangan dan liabilitas keuangan dapat saling hapus dan nilai bersihnya disajikan dalam laporan posisi keuangan konsolidasian, jika dan hanya jika, 1) Grup saat ini memiliki

LKjIP Kelurahan Wates Tahun 2015 memuat gambaran situasi dan kondisi serta program kerja Kelurahan Wates dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan publik yang

Dengan memanfaatkan grid computing sebagai suatu rendering farm maka dapat melakukan proses render dengan menggunakan tools bantuan yaitu yadra yang dapat

Penelitian ini, data penelitian menggunakan instrumen non-tes akan dibandingkan dengan suatu kriteria yang telah ada, sehingga instrument non-tes memerlukan uji

Pemimpin OPD memiliki kemampuan untuk menterjemahkan kebijakan Bupati dan DPRD serta mampu mensinergikan seluruh stakekholder (Legeslatif dan eksekutif / OPD). Memiliki komitmen

Citra merek yang baik akan mengubah konsep pemikiran konsumen tentang produk perusahaan karena dapat membuat konsumen merasakan merek yang akan digunakan memiliki