commit to user
HUBUNGAN ANTARA PEMANTAUAN DIRI DAN KONFORMITAS TEMAN SEBAYA DENGAN KECENDERUNGAN PEMBELIAN
IMPULSIF PADA REMAJA PUTRI
SKRIPSI
Dalam Rangka Penyusunan Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Pendidikan Strata 1 Psikologi
Oleh: MARIA G0106012
Pembimbing:
1. Tri Rejeki Andayani,S.Psi.,M.Si. 2. Aditya Nanda Priyatama,S.Psi.,M.Si.
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
commit to user
HALAMAN PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya
yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan
tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat
yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis
diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Jika terdapat hal-hal
yang tidak sesuai dengan isi pernyataan ini, maka saya bersedia untuk dicabut
derajat kesarjanaan saya.
Surakarta, 14 Desember 2011
commit to user MOTTO
“ Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka
mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri”
(QS. Ar
Ra’d : 11)
“ Sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan “
(QS. Al-Insyirah : 6)
commit to user
HALAMAN PERSEMBAHAN
Mamak Marsiem dan Mama Darmaningsih , dua ibu terhebat yang penulis
miliki. Terima kasih tak terhingga untuk setiap dukungan, untaian doa,
segala perhatian, kasih sayang, cinta dan energi positif yang mampu
membangkitkan semangat penulis di kala sedih.
Bapak tersayang, Almarhum Hasan Basri.
Keluarga Besar yang senantiasa memberi dukungan.
Semua Guru untuk ilmu yang diberikan
commit to user KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala
rahmat, hidayah dan kemurahan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
karya ini. Terselesaikannya penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan
berbagai pihak. Untuk itu dengan segala kerendahan hati dan penghargaan yang
tinggi, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan,dr.,Sp.PD-KR-FINASIM, selaku
Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Bapak Drs. Hardjono,M.Si., selaku Ketua Program Studi Psikologi
Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta dan selaku
Pembimbing Akademik yang telah memberikan masukan-masukan yang
berharga bagi penulis.
3. Ibu Rin Widya Agustin,M.Psi, selaku Koordinator Skripsi Program Studi
Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.
4. Ibu Tri Rejeki Andayani,S.Psi.,M.Si., selaku dosen pembimbing utama
atas waktu, bimbingan dan masukan yang sangat membantu penulis dalam
menyelesaikan penelitian ini
5. Bapak Aditya Nanda Priyatama,S.Psi.,M.Si., selaku dosen pembimbing
pendamping atas waktu, bimbingan dan masukan yang sangat membantu
commit to user
6. Ibu Dra. Sri Wiyanti, M.Si., selaku dosen penguji utama, atas semua
evaluasi, koreksi dan masukan yang sangat bermanfaat guna perbaikan
penelitian ini.
7. Bapak Nugraha Arif Karyanta, S.Psi., selaku dosen penguji pendamping
atas semua evaluasi, koreksi dan masukan yang sangat bermanfaat guna
perbaikan penelitian ini.
8. Seluruh staf pengajar, staf tata usaha dan staf perpustakaan Program Studi
Psikologi Fakultas Kedokteran Sebelas Maret Surakarta.
9. Ibu Indah Murtiningrum,Psi., selaku HRD Solo Grand Mall yang telah
memberikan izin penelitian kepada peneliti.
10.Seluruh remaja putri pengunjung Solo Grand Mall yang telah bersedia
menjadi responden dalam penelitian ini.
11.Penyemangat nomor satu, Mamak Marsiem, Alm. Bapak Hasan Basri dan
Mama Darmaningsih atas semua doa, cinta, perhatian, nasehat dan
pengorbanan dalam membesarkan penulis hingga saat ini.
12.Saudara sekandung penulis, dua kakak tersayang Marina dan Marini, serta
dua abang terkasih Alm. Maredi dan Misman yang senantiasa memberikan
semangat kepada penulis.
13.Enam keponakan penulis, Eka, Galuh, Aven, Vira, Azim dan Zaki yang
selalu memberikan keceriaan dalam kehidupan penulis.
14.Tante Ipit, Ayah Alfian, Ibu Elja, Bu Emi, Alm. Omwan, Bulek Ponem,
commit to user
15.Sanak, saudari dan sahabat tercinta: Mb Aciek, Krisnul, Retno, Deci, Ikul,
Vreno, Eta, Meita, Rani, Aris, Cece dan Bekti yang senantiasa ada di saat
suka maupun duka, menjadi teman yang bisa diandalkan dan selalu
membantu dengan hati.
16.Kawan-kawan Psikologi 2006 dan para penghuni kos atas kebersamaan
yang terjalin selama ini, tante kos dan adek-adek kos yang menjadi
saudara terdekat penulis di Solo.
Akhir kata penulis berharap semoga karya ini dapat bermanfaat bagi siapa
saja yang membacanya.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Surakarta, 14 Desember 2011
commit to user ABSTRAK
HUBUNGAN ANTARA PEMANTAUAN DIRI DAN KONFORMITAS TEMAN SEBAYA DENGAN KECENDERUNGAN PEMBELIAN
IMPULSIF PADA REMAJA PUTRI
MARIA
Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta
Kecenderungan pembelian impulsif merupakan fenomena psikoekonomik yang banyak melanda kehidupan masyarakat tak terkecuali remaja putri. Aspek psikologis yang tampak pada remaja putri adalah perhatian yang lebih besar pada penampilannya. Remaja akan mengatur, memantau dan mengontrol perilaku dan penampilannya seperti dengan membeli dan memakai barang-barang yang dapat membuat orang lain terkesan. Pada usia ini, muncul pula konformitas teman sebaya dalam kelompok. Remaja putri berusaha menyesuaikan diri dengan anggota kelompok teman sebaya lainya meliputi perilaku, penampilan dan ikut melakukan banyak kegiatan bersama misalnya saja belanja. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui: hubungan positif antara pemantauan diri dan konformitas teman sebaya dengan kecenderungan pembelian impulsif pada remaja putri, hubungan positif antara pemantauan diri dengan kecenderungan pembelian impulsif pada remaja putri, dan hubungan positif antara konformitas teman sebaya dengan kecenderungan pembelian impulsif pada remaja putri
Populasi dalam penelitian ini adalah remaja putri usia 15-19 tahun pengunjung Solo Grand Mall di Surakarta. 110 responden dipilih dengan teknik
incidental purposive sampling. Alat pengumpul data yang digunakan adalah
Skala Kecenderungan Pembelian Impulsif dengan validitas 0,310 – 0,718 dan reliabilitas = 0,878; Skala Pemantauan Diri dengan validitas 0,305 – 0,529 dan reliabilitas = 0,744; dan Skala Konformitas Teman Sebaya dengan validitas 0,302 – 0,572 dan reliabilitas = 0,808.
Berdasarkan hasil analisis regresi ganda diperoleh nilai koefisien korelasi R sebesar 0,492; p = 0,000 (p <0,05) dan F Hitung 17,056 > F Tabel 3,081 yang artinya ada hubungan positif yang signifikan antara pemantauan diri dan konformitas teman sebaya dengan kecenderungan pembelian impulsif pada remaja putri (hipotesis pertama diterima). Hasil perhitungan secara parsial menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara pemantauan diri dengan kecenderungan pembelian impulsif pada remaja putri yang ditunjukkan dengan nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0,078 dengan p = 0,211 (p > 0,05). Selanjutnya hipotesis ketiga dalam penelitian ini diterima yaitu ada hubungan positif yang sgnifikan antara konformitas teman sebaya dengan kecenderungan pembelian impulsif pada remaja putri yang ditunjukkan dengan nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0,415 dengan p = 0,000 (p < 0,05)
commit to user ABSTRACT
CORRELATION BETWEEN SELF MONITORING AND PEER CONFORMITY WITH IMPULSIVE BUYING TENDENCY OF FEMALE
ADOLESCENTS
MARIA
Psychology Programme of Medical Faculty Sebelas Maret University, Surakarta
Impulsive buying tendency is a psychoeconomic phenomenon in people’s life are no exception female adolescents. Psychological aspect that appear in female adolescents is greater attention to her appearance. Female adolescents will manage, monitor and control her behavior and her appearance with buying and using products that can impress others. In this age, there are also peer conformity. Female adolescents trying to conform to the other peer group members include behavior, appearance and join in many activities together such as shopping. The purposes of this research are to determine possitive correlation between self monitoring and peer conformity with impulsive buying tendency of female adolescents, to determine possitive correlation between self monitoring with impulsive buying tendency of female adolescents and to determine possitive correlation between peer conformity with impulsive buying tendency of female adolescents.
The population of this research were female adolescents aged 15 -19 years old, the visitors of Solo Grand Mall in Surakarta. 110 respondents were choosed by incidental purposive sampling. The data were collected using Impulsive Buying Tendency Scale, Self Monitoring Scale and Peer Conformity Scale. The validity of Impulsive Buying Tendency 0,310 - 0,718, reliability = 0,878 ; the validity of Self Monitoring 0,305 – 0,529, reliability = 0,744 and the validity of Peer Conformity 0,302 – 0,572, reliability = 0,808.
Based on the result of multiple regression analyse shows that correlation coefficient (R) 0,492; p = 0,000 ( p < 0,05) and F count 17,056 > F Table 3,081 means that there is a possitive correlation between self monitoring and peer conformity with impulsive buying tendency of female adolescents (first hypothesis was accepted). The partial result showed the correlation ( r ) 0,078; p = 0,211 (p > 0,05), it means that there is no positive correlation between self monitoring and impulsive buying tendency of female adolescents. Third hypothesis in this research is accepted, it means that there is positive correlation between peer conformity and impulsive buying tendency of female adolescents. It showed by correlation coefficient 0,415; p = 0,000 (p < 0,05).
commit to user DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL... ... i
HALAMAN PERNYATAAN... ii
HALAMAN PERSETUJUAN... iii
HALAMAN PENGESAHAN... iv
HALAMAN MOTTO... v
HALAMAN PERSEMBAHAN... vi
KATA PENGANTAR... vii
ABSTRAK... x
DAFTAR ISI... xii
DAFTAR TABEL... xv
DAFTAR BAGAN... xvii
DAFTAR LAMPIRAN... xviii
BAB I PENDAHULUAN... 1
A. Latar Belakang Masalah... 1
B. Rumusan Masalah... 11
C. Tujuan Penelitian... 12
D. Manfaat Peneliti... 12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 14
A. Kecenderungan Pembelian Impulsif... 14
1. Pengertian Kecenderungan Pembelian Impulsif... 14
2. Aspek-aspek Kecenderungan Pembelian Impulsif... 16
commit to user
4. Faktor-faktor Kecenderungan Pembelian Impulsif... 21
B. Pemantauan Diri... 25
1. Pengertian Pemantauan Diri... 25
2. Aspek-aspek Pemantauan Diri... 27
3. Tingkatan Pemantauan Diri... 29
C. Konformitas Teman Sebaya... 31
1. Pengertian Konformitas Teman Sebaya... 31
2. Aspek-aspek Konformitas Teman Sebaya... 33
3. Bentuk-bentuk Konformitas Teman Sebaya... 35
D. Hubungan antara Pemantauan Diri dan Konformitas Teman Sebaya dengan Kecenderungan Pembelian Impulsif ... 37
E. Hubungan antara Pemantauan Diri dengan Kecenderungan Pembelian Impulsif ... 41
F. Hubungan antara Konformitas Teman Sebaya dengan Kecenderungan Pembelian Impulsif... 43
G. Kerangka Berpikir... 46
H. Hipotesis... 47
BAB III METODE PENELITIAN... 48
A. Identifikasi Variabel Penelitian... 48
B. Definisi Operasional... 48
C. Populasi, Sampel dan Sampling... 50
D. Teknik Pengumpulan Data... 52
commit to user
1. Uji Validitas... 57
2. Uji Reliabilitas... 57
3. Uji Hipotesis... 58
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 59
A. Persiapan Penelitian... 59
1. Orientasi Kancah Penelitian... 59
2. Persiapan Penelitian... 61
3. Pelaksanaan Uji Coba... 66
4. Uji Validitas dan Reliabilitas... 66
5. Penyusunan Alat Ukur Penelitian... 71
B. Pelaksanaan Penelitian... 73
C. Hasil Analisis Data Penelitian... 75
1. Uji Asumsi Dasar... 75
2. Uji Asumsi Klasik... 78
3. Uji Hipotesis... 82
4. Analisis Deskriptif... 87
5. Sumbangan Efektif dan Sumbangan Relatif... 90
D. Pembahasan... 91
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 97
A. Kesimpulan... 97
B. Saran... 98
DAFTAR PUSTAKA... 99
commit to user DAFTAR TABEL
Tabel 1. Blue Print Skala Kecenderungan Pembelian Impulsif
Sebelum Uji Coba... 54
Tabel 2. Blue Print Skala Pemantauan Diri Sebelum Uji Coba... 55
Tabel 3. Blue Print Skala Konformitas Teman Sebaya Sebelum Uji Coba 56
Tabel 4. Distibusi Aitem Skala Kecenderungan Pembelian Impulsif
Sebelum Uji Coba... 63
Tabel 5. Distibusi Aitem Skala Pemantauan Diri Sebelum Uji Coba... 64
Tabel 6. Distibusi Aitem Skala Konformitas Teman Sebaya Sebelum
Sebelum Uji Coba... 65
Tabel 7. Distribusi Aitem Skala Kecenderungan Pembelian Impulsif
yang valid dan gugur ... 68
Tabel 8. Distribusi Aitem Skala Pemantauan Diri yang valid dan gugur.. 69
Tabel 9. Distribusi Aitem Skala Konformitas Teman Sebaya yang
valid dan gugur... 71
Tabel 10. Distribusi Skala Kecenderungan Pembelian Impulsif
untuk Penelitian... 72
Tabel 11. Distribusi Skala Pemantauan Diri untuk Penelitian... 72
Tabel 12. Distribusi Skala Konformitas Teman Sebaya untuk Penelitian 73
Tabel 13. Uji Normalitas... 76
Tabel 14. Uji Linearitas Pemantauan Diri terhadap Kecenderungan
commit to user
Tabel 15. Uji Linearitas Konformitas Teman Sebaya terhadap
Kecenderungan Pembelian Impulsif... 77
Tabel 16. Uji Multikolinearitas ... 78
Tabel 17. Uji Autokorelasi... 81
Tabel 18. Uji Hipotesis Secara Simultan ... 83
Tabel 19. Uji F-Test... 84
Tabel 20. Uji Korelasi Parsial antara Pemantauan Diri dengan Kecenderungan Pembelian Impulsif... 85
Tabel 21. Uji Korelasi Parsial antara Konformitas Teman Sebaya dengan Kecenderungan Pembelian Impulsif... 86
Tabel 22. Statistik Deskriptif... 87
Tabel 23. Kriteria Kategori Kecenderungan Pembelian Impulsif... 88
Tabel 24. Kriteria Kategori Pemantauan Diri... 89
Tabel 25. Kriteria Kategori Konformitas Teman Sebaya... 89
commit to user DAFTAR BAGAN
Bagan 1. Bagan Kerangka Berpikir Hubungan antara Pemantauan
Diri dan Konformitas Teman Sebaya dengan Kecenderungan
Pembelian Impulsif... 46
commit to user DAFTAR LAMPIRAN
A. Alat Ukur Sebelum Uji Coba ... 106
B. Sebaran Nilai Uji Coba Alat Ukur ... 119
C. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur Penelitian ... 134
D. Alat Ukur Penelitian ... 144
E. Sebaran Nilai Data Penelitian ... 154
F. Analisa Data Penelitian ... 173
1. Data Penelitian yang akan dianalisis ... 174
2. Uji Normalitas ... 177
3. Uji Linearitas ... 177
4. Uji Multikolinearitas ... 178
5. Uji Heterokesdastisitas ... 179
6. Uji Autokorelasi ... 179
7. Uji Hipotesis ... 180
8. Analisis Deskriptif ... 181
9. Sumbangan Efektif dan Sumbangan Relatif ... 186
G. Lampiran Tambahan... 191
1. Surat Izin Penelitian... 192
2. Surat Izin Penelitian dari Solo Grand Mall... 193
3. Surat Tanda Bukti Penelitian... 194
commit to user BAB I
PENDAHLULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Masa remaja merupakan periode transisi perkembangan antara masa
kanak-kanak menuju masa dewasa yang melibatkan banyak perubahan seperti
perubahan biologis, kognitif dan sosioemosional (Santrock, 2007). Perubahan
biologis yang terjadi pada remaja meliputi pertambahan berat dan tinggi badan
dalam rentang waktu yang cepat, perubahan hormonal dan kematangan seksual
yang mulai muncul ketika memasuki masa pubertas. Perubahan kognitif meliputi
perubahan pemikiran dan inteligensi yang ditandai dengan meningkatnya cara
berpikir. Remaja mulai berpikir secara abstrak, idealistik serta logis, berpikir
secara lebih egosentris, memandang dirinya unik dan tak terkalahkan. Perubahan
lainnya yaitu perubahan sosioemosional yang meliputi perubahan dalam hal
emosi, kepribadian, hubungan dengan orang lain dan konteks sosial. Sigmund
Freud dan Anna Freud (dalam Crain, 2007) mengatakan bahwa adanya
perubahan-perubahan yang dialami oleh remaja ini dapat menimbulkan berbagai
gejolak. Misalnya saja pertumbuhan fisik remaja yang sangat cepat akan
menciptakan rasa kebingungan identitas. Hal inilah yang kemudian menyebabkan
banyak remaja menghabiskan waktunya untuk menatap cermin dan
memperhatikan setiap perubahan pada penampilannya.
Menurut Mc Cabe dan Ricciardell (dalam Santrock, 2007), salah satu
commit to user
praokupasi (perhatian) yang besar terhadap tubuhnya. Papalia, dkk (2008)
mengatakan bahwa perubahan fisik yang dramatis pada remaja dapat
menimbulkan dampak psikologis yang tidak diinginkan. Remaja lebih banyak
memperhatikan penampilan dibandingkan aspek lain dalam dirinya. Remaja,
terutama remaja putri lebih suka berlama-lama di depan cermin memperhatikan
setiap perubahan yang terjadi pada tubuh dan penampilannya. Menurut
Rosenblum dan Lewis (dalam Papalia, dkk, 2008), remaja putri memiliki perasaan
tidak suka pada perubahan fisik yang lebih tinggi dibandingkan remaja putra. Jika
dibandingkan dengan remaja putra, remaja putri lebih merasakan ketidakpuasan
dengan bentuk tubuhnya selama pubertas. Hal inilah yang mengakibatkan remaja
putri cenderung menaruh perhatian yang lebih pada penampilan dibandingkan
dengan remaja putra (Brooks, dalam Santrock, 2007).
Ketika menampilkan diri di hadapan orang lain, remaja putri akan
berupaya agar terlihat menarik, disukai dan diterima banyak orang. Banyak cara
yang dilakukan oleh remaja putri, namun salah satu cara yang kebanyakan
dilakukan adalah dengan memakai busana dan aksesoris yang menunjang dalam
berpenampilan seperti pemakaian baju yang sesuai, pemilihan sepatu, tas, jam
tangan yang cantik dan aksesoris lainnya. Keinginan remaja untuk selalu tampil
menarik, gaul dan sesuai tren, tidak jarang membuat remaja putri kurang
memikirkan dengan matang saat mengeluarkan uang untuk membeli
barang-barang yang diinginkan. Hal ini mengakibatkan para remaja putri tidak
memperhatikan faktor kebutuhan ketika membeli suatu barang. Para remaja putri
commit to user
ini biasanya dilakukan secara berlebihan, impulsif dan tanpa perencanaan yang
matang. Apalagi masa sekarang ini, dengan semakin maraknya keberadaan pusat
perbelanjaan modern seperti mal yang memberikan banyak kelebihan dan
kemudahan dalam berbelanja.
Mal menyediakan berbagai pelayanan yang dilengkapi dengan fasilitas
hiburan serta rekreasi keluarga. Bagi para pengunjung yang ingin berbelanja
berbagai macam kebutuhan dengan aneka variasinya, tidak lagi perlu memakan
banyak waktu dan lebih efisiensi biaya karena pengunjung tidak perlu berpindah
lokasi. Keberadaan mal dengan segala kelebihan lainnya seperti tatanan produk
yang rapi, cara promosi produk yang lebih menarik, banyaknya diskon pada
berbagai produk bahkan hingga 70%, penawaran beli satu gratis satu, warna-warni
produk yang indah, kemudahan dalam bertransaksi menggunakan kartu debit,
kartu kredit dan juga suasana mal yang nyaman untuk berbelanja karena penjual
yang ramah-ramah serta ruangan toko yang beraroma wangi.
Salah satu kota yang tidak lepas dari pembangunan pusat perbelanjaan
modern adalah kota Solo yang kini telah memiliki beberapa pusat perbelanjaan
modern berupa mal seperti Matahari Singosaren, Solo Square, dan Solo Grand
Mall dan semakin ramainya keberadaan departmen store yang kini lebih mudah
dijumpai. Pada dasarnya semua pembangunan pusat perbelanjaan modern
diprioritaskan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat.
Namun, seiring dengan berjalannya waktu mulai terlihat dampak lainnya yaitu
pada perubahan gaya hidup masyarakat yang terkait dengan perilaku membeli
commit to user
Keberadaan mal dengan segala fasilitas yang ditawarkan mampu menarik
masyarakat untuk selalu mengunjungi sehingga membuat mal tidak pernah sepi
pengunjung setiap harinya. Tujuan pengunjungpun beraneka ragam mulai dari
yang berniat belanja hingga pengunjung yang sekedar mencari kesenangan. Mal
seringkali dijadikan sebagai salah satu alternatif tempat berlibur melepas
kepenatan beraktivitas. Kondisi mal yang memberikan kenyamanan, terkadang
membuat pengunjung terdorong untuk melakukan pembelian. Banyak dijumpai
pengunjung yang pada awalnya tidak berencana untuk melakukan pembelian,
namun secara tidak disadari pada akhirnya melakukan pembelian. Hal ini tentunya
bertentangan dengan paradigma manusia ekonomi rasional yang melakukan
pembelian berdasarkan sebuah perencanaan dan pertimbangan yang matang.
Menurut Semuel (2007), pada umumnya pembelian yang dilakukan
pelanggan dalam pasar modern seperti supermarket atau hipermarket, tidak
semuanya direncanakan. Sebesar 65% keputusan pembelian dilakukan di dalam
toko dengan lebih dari 50% (dari 65% keputusan pembelian di dalam toko)
merupakan pembelian yang tidak direncanakan sebelumnya. Loudon dan Bitta
(1993) mengemukakan bahwa setiap orang ketika berada di pusat perbelanjaan
dengan segala kenyamanan yang ada memiliki kecenderungan untuk melakukan
pembelian tanpa sebuah perencanaan, sedikitnya satu produk dibeli tanpa
perencanaan (unplanned purchase) dan hal ini dikenal dengan impulsive buying
tendency atau kecenderungan pembelian impulsif.
Menurut Mowen dan Minor (2001) kecenderungan pembelian impulsif
commit to user
membeli sebelumnya. Pembelian melibatkan keadaan afektif yang kuat sehingga
membuat para konsumen berperilaku otomatis dengan menjalankan sedikit
pengendalian intelektual atas tindakan membeli yang dilakukan. Pilihan keputusan
untuk membeli dibuat pada saat itu juga karena perasaan positif yang sangat kuat
mengenai suatu benda. Keadaan afektif langsung menuju pada perilaku membeli
tanpa membentuk kepercayaan ataupun berpikir matang dahulu sebelum
membelinya. Konsumen menekan pemikirannya karena dapat mengurangi
perasaan dan menghambat tindakan untuk membeli.
Kecenderungan pembelian impulsif merupakan suatu fenomena
psikoekonomik yang banyak melanda kehidupan masyarakat tidak terkecuali para
remaja putri. Tambunan (2001) menjelaskan bahwa remaja, terutama yang tinggal
di perkotaan dengan segala fasilitas yang tersedia, yang sebenarnya belum
memiliki kemampuan secara finansial sering dijadikan target pemasaran oleh para
produsen. Menurut Munandar (2001) alasan yang membuat remaja menjadi
segmen pasar yang sangat penting karena konsumen remaja memiliki ciri-ciri
yaitu: (a) remaja sangat mudah terpengaruh oleh rayuan penjual, (b) mudah
terbujuk iklan, (c) tidak berpikir hemat, (d) kurang realistis, romantis serta
impulsif. Berkaitan dengan ciri impulsif remaja, hasil penelitian Csikzentmihalyi
dan Larson (dalam Melati, dkk, 2007) menemukan bahwa remaja rata-rata
memerlukan waktu hanya 45 menit untuk mengubah mood senang luar biasa ke
sedih luar biasa. Perubahan mood yang cepat membuat remaja lebih mudah
commit to user
Hasil penelitian Ling dan Ling (dalam Semuel, 2007) menemukan bahwa
perempuan lebih cenderung memiliki perilaku pembelian impulsif dibandingkan
dengan laki-laki. Menurut Utami dan Sumaryono (2008) orientasi afektif yang
mendasari pembelian impulsif mengaitkan wanita sebagai figur pelaku yang
memiliki peluang terbesar untuk mewujudkan pembelian. Jika dibandingkan
dengan pria, wanita masih dipandang lebih mengutamakan sisi emosionalitas
daripada rasionalitas, sedangkan emosionalitas sangat relevan dengan konsep
pembelian impulsif. Menurut Loudon dan Bitta (1993) remaja putri cenderung
lebih impulsif dibandingkan remaja putra. Hal ini karena remaja putri lebih sering
membantu keluarganya berbelanja, baik untuk keperluan keluarga maupun untuk
kebutuhan dirinya sendiri, contohnya membeli kosmetik, cat rambut, alat-alat
kecantikan, pakaian dan makanan.
Remaja putri dalam proses mempresentasikan diri akan melakukan
pengelolaan kesan yaitu proses menseleksi dan mengontrol perilaku sesuai dengan
situasi dan harapan orang lain. Salah satu gaya mempresentasikan diri yang
dikemukakan oleh Dayaksini dan Hudaniah (2003) adalah pemantauan diri. Setiap
orang tak terkecuali remaja putri, memiliki perbedaan dalam cara
mempresentasikan diri. Ada yang lebih menyadari tentang kesan publik, ada juga
yang menggunakan presentasi diri strategik atau lebih menyukai pembenaran diri.
Menurut Snyder (1987) perbedaan ini berkaitan dengan suatu ciri sifat
kepribadian yang disebut pemantauan diri yaitu kecenderungan yang dimiliki
seseorang dalam mengatur perilakunya untuk menyesuaikan diri dengan
commit to user
bahwa pemantauan diri merupakan proses individu untuk mengadakan
pemantauan terhadap pengelolaan kesan yang telah dilakukannya.
Salah satu cara untuk memahami pemantauan diri adalah dengan melihat
perbedaan-perbedaan respons terhadap situasi sosial. Baron dan Byrne (2003)
secara spesifik memberikan istilah faktor eksternal bagi hal-hal yang menjadi
acuan tingkah laku dari orang-orang yang cenderung memiliki tingkat pemantauan
diri yang tinggi. Istilah tingkat pemantauan diri yang rendah diberikan kepada
individu yang menjadikan faktor internal sebagai acuan dalam bertingkah laku.
Baron dan Byrne (2003) juga menggunakan istilah bunglon sosial bagi individu
yang memiliki pemantauan diri tinggi dan istilah prinsipil bagi individu yang
memiliki pemantauan diri rendah. Individu yang memiliki pemantauan diri tinggi
akan berusaha menyesuaikan tingkah laku dan peran dalam kondisi yang ada
untuk memperoleh evaluasi positif. Individu dengan pemantauan diri yang rendah
akan menekankan pada menjadi diri sendiri dan mementingkan menunjukkan
perilaku yang konsisten dengan nilai-nilai serta keyakinan dasarnya.
Dayaksini dan Hudaniah (2003) mengemukakan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Lippa bahwa individu yang memiliki pemantauan diri tinggi akan
mendapat keberuntungan dalam situasi sosial karena orang-orang akan
menganggapnya ramah, relaks dan tidak pemalu, dan individu dengan pemantauan
diri rendah akan cenderung lebih mudah dipercaya karena konsisten. Walaupun
demikian, Miller dan Thayer (dalam Baron dan Byrne, 2003) mengemukakan
bahwa orang-orang yang memiliki pemantauan diri ekstrem tinggi ataupun
commit to user
menyesuaikan diri dibandingkan orang-orang yang memiliki pemantauan diri
yang cukup. Hal ini menunjukkan bahwa pemantauan diri yang cukup (berada di
tengah) adalah yang secara sosial ideal.
Pemantauan diri ternyata tidak hanya berpengaruh pada perilaku sosial
seseorang, namun juga pada perilaku membeli. Seperti yang dikemukakan oleh
Choi, dkk (2000) bahwa perilaku konsumen yang memiliki pemantauan diri tinggi
ataupun rendah akan berbeda dalam perilaku membeli. Perbedaan tingkat
pemantauan diri membedakan individu dalam merespon petunjuk di area
penjualan. Menurut Snyder dan De Bono (dalam Choi, dkk, 2000) perbedaan ini
akan terlihat dalam hal mudah atau tidaknya individu terpengaruh dengan iklan
yang disajikan, apakah berorientasi pada keindahan sajian gambar atau pada
kualitasnya. Kontribusi pemantauan diri juga tampak dalam hal kerelaan
membayar lebih untuk produk yang dipromosikan. Hasil penelitian yang
dilakukan oleh Djudiyah dan Hadipranata (2002) menyimpulkan bahwa adanya
kontribusi pemantauan diri terhadap pembelian impulsif pada remaja.
Selain meneliti hubungan antara pemantauan diri dengan kecenderungan
pembelian impulsif pada remaja putri, dalam penelitian ini juga melibatkan
variabel konformitas teman sebaya. Seperti yang dikemukakan oleh Priede dan
Ferrel (1995) bahwa kelompok referensi teman sebaya mempengaruhi keputusan
pembelian seseorang bergantung pada tingkat konformitas dan besarnya pengaruh
kelompok serta kekuatan keterlibatan remaja putri di dalam kelompok. Menurut
Desmita (2006) perkembangan kehidupan sosial remaja ditandai dengan gejala
commit to user
menunjukkan originalitasnya bersama-sama dalam hal berpakaian,
berpenampilan, berdandan, gaya rambut, tingkah laku konsumen, perilaku
membeli, pertemuan dan pesta. Menurut Hurlock (1993), oleh karena remaja lebih
banyak berada di luar rumah bersama dengan teman-teman sebaya sebagai
kelompok, maka pengaruh teman-teman sebaya pada sikap, pembicaraan, minat,
penampilan dan perilaku membeli terkadang lebih besar daripada pengaruh
keluarga. Remaja juga cenderung akan masuk ke dalam kelompok yang memiliki
minat dan nilai yang sama serta akan melakukan apapun agar dimasukkan dan
diterima sebagai anggota kelompok dari teman sebayanya.
Remaja yang telah menjadi anggota kelompok teman sebaya akan
menyesuaikan diri dengan norma dan aturan yang sudah terbentuk. Penyesuaian
diri remaja akan semakin kuat jika ada ketergantungan antara remaja dengan
anggota kelompok lainnya. Menurut Sears, dkk (1994) penyesuaian diri yang kuat
terhadap kelompok mengakibatkan remaja cenderung melakukan konformitas
terhadap kelompok teman sebayanya. Konformitas merupakan satu tuntutan yang
tidak tertulis dari kelompok teman sebaya terhadap anggotanya namun memiliki
pengaruh yang kuat dan dapat menyebabkan munculnya perilaku-perilaku
tertentu. Santrock (2007) mengemukakan bahwa konformitas muncul ketika
individu meniru sikap atau tingkah laku orang lain dikarenakan tekanan yang
nyata maupun yang dibayangkan. Konformitas dapat berdampak positif misalnya
dalam hal melakukan kegiatan sosial maupun berdampak negatif seperti merokok,
commit to user
Konformitas dalam hal perilaku pembelian cenderung lebih identik pada
remaja putri dibandingkan pada remaja putra. Tambunan (2001) mengatakan
bahwa kebutuhan untuk diterima dan menjadi sama dengan teman lainnya
menyebabkan remaja putri berusaha untuk mengikuti dan menyesuaikan diri
dengan atribut yang sedang mode diantara anggota kelompok sebayanya. Selain
itu hasil penelitian Rice (dalam Zebua dan Nurdjayadi, 2001) menunjukkan bahwa
remaja putri lebih konform dibandingkan remaja putra karena menurut Lina dan
Rosyid (1997) remaja putri lebih mudah dipengaruhi.
Hurlock (1993) menyebutkan bahwa konformitas akan semakin tinggi
apabila dalam kelompok tersebut anggota-anggotanya melakukan hal yang sama
termasuk dalam bersama-sama membeli suatu produk. Menurut Sumarwan (2003)
konsumen yang memiliki teman sebaya adalah tanda telah membina hubungan
sosial. Pendapat dan kesukaan teman sebaya seringkali mempengaruhi
pengambilan keputusan konsumen dalam memilih produk dan merek. Penelitian
yang dilakukan oleh Adelina (dalam Sumarwan, 2003) menunjukkan bahwa
sumber paling besar yang mempengaruhi pembelian dalam hal ini pembelian
bedak adalah teman sebesar 26%, media sebesar 19% dan majalah sebesar 15%.
Tampak dari penelitian Adelina tersebut bahwa teman memiliki kontribusi yang
paling besar dalam keputusan untuk membeli.
Hasil pengamatan yang dilakukan oleh peneliti selama ini memperlihatkan
bahwa remaja putri yang berkunjung ke pusat perbelanjaan khususnya ke mal
kebanyakan datang bersama dengan teman-teman sebayanya. Hal ini sejalan
commit to user
Februari tahun 2010 yang menunjukkan bahwa selama berkunjung ke mal,
pengunjung paling banyak pergi bersama temannya (51%), keluarga (39%) dan
sendirian (10%). Sesuai hasil survey tersebut tampak bahwa belanja bersama
teman yang memiliki persentase paling besar. Menurut Mowen dan Minor (2001)
apabila seorang konsumen melakukan pembelian sendirian, maka konsumen
cenderung melakukan pembelian yang direncanakan. Sebaliknya, apabila
konsumen melakukan pembelian dengan kelompok, maka cenderung akan
menyimpang dari pembelian yang direncanakan.
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk
meneliti tentang hubungan antara pemantauan diri dan konformitas teman sebaya
dengan kecenderungan pembelian impulsif pada remaja putri.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah ada hubungan positif antara pemantauan diri dan konformitas
teman sebaya dengan kecenderungan pembelian impulsif pada remaja
putri ?
2. Apakah ada hubungan positif antara pemantauan diri dengan
kecenderunganpembelian impulsif pada remaja putri ?
3. Apakah ada hubungan positif antara konformitas teman sebaya dengan
commit to user C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui hubungan positif antara pemantauan diri dan
konformitas teman sebaya dengan kecenderungan pembelian impulsif pada
remaja putri.
2. Untuk mengetahui hubungan positif antara pemantauan diri dengan
kecenderungan pembelian impulsif pada remaja putri.
3. Untuk mengetahui hubungan positif antara konformitas teman sebaya
dengan kecenderunganpembelian impulsif pada remaja putri.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengertian
kepada remaja putri tentang dampak dari pembelian impulsif.
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengertian
kepada remaja putri pentingnya pemantauan diri.
c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengertian
kepada remaja putri tentang beberapa hal yang mempengaruhi
perilaku pembelian.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Remaja Putri
1) Memberikan masukan kepada remaja putri cara merencanakan
commit to user
2) Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi bagi remaja
putri cara pengelolaan pemantauan diri yang positif.
3) Memberikan pengertian kepada remaja putri tentang cara
berkelompok sebaya yang positif.
b. Bagi Orang Tua
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada
para orang tua cara mengarahkan putrinya agar melakukan
commit to user BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kecenderungan Pembelian Impulsif
1. Pengertian Kecenderungan Pembelian Impulsif
Menurut Rook (1987) kecenderungan pembelian impulsif merupakan
kecenderungan untuk melakukan pembelian secara impulsif yaitu pembelian yang
terjadi ketika seorang individu mengalami desakan yang tiba-tiba, biasanya kuat
dan menetap untuk membeli sesuatu dengan segera. Impuls untuk membeli ini
kompleks secara hedonik, merangsang konflik emosional dan cenderung terjadi
dengan perhatian yang berkurang pada akibatnya. Pembelian impulsif dilakukan
tanpa perencanaan dan dipicu secara spontan pada saat berhadapan dengan produk
serta diiringi dengan perasaan yang menyenangkan dan penuh gairah. Seorang
individu cenderung merespon secara cepat terhadap stimulus yang diberikan tanpa
melakukan evaluasi terhadap konsekuensi yang akan terjadi setelah membeli.
Engel, dkk (1995) mendefinisikan kecenderungan pembelian impulsif atau
yang disebut juga dengan istilah unplanned purchase sebagai kecenderungan
untuk melakukan pembelian yang tidak terencana yaitu konsumen membeli
produk tanpa direncanakan terlebih dahulu sebelumnya, keinginan yang kuat baru
muncul ketika di mal atau di toko karena secara tiba-tiba konsumen merasakan
kebutuhan yang mendesak untuk membeli suatu produk yang ditawarkan.
Menurut Rook dan Hoch (dalam Mowen dan Minor, 2001) kecenderungan
commit to user
niat untuk membeli sebelumnya yang terbentuk sebelum memasuki toko, pilihan
dibuat pada saat itu juga karena perasaan positif yang kuat mengenai suatu benda.
Pembelian melibatkan keadaan afektif yang kuat sehingga membuat para
konsumen berperilaku secara agak otomatis dengan menjalankan sedikit
pengendalian intelektual.
Herabadi (2003) mengemukakan bahwa pembelian impulsif dianggap
sebagai perilaku pembelian yang irasional berdasarkan pengamatan bahwa
konsumen bisa tetap melakukan pembelian walaupun sudah menyadari
sebelumnya akan kemungkinan merasakan penyesalan kelak. Ada dua komponen
utama dari kecenderungan pembelian impulsif yaitu komponen kognitif dan
komponen afektif. Komponen kognitif menjelaskan bahwa seseorang hanya
sekedar memikirkan saja untuk memiliki kecenderungan membeli secara impulsif
yang berkaitan dengan kurangnya perencanaan serta unsur ketidaksengajaan.
Sementara komponen afektif dalam kecenderungan pembelian impulsif
menunjukkan sudah ada unsur penilaian dan pemilihan secara subjektif pada
konsumen yang melibatkan perasaan sukacita, bergairah dan tanpa memikirkan
akibat yang akan terjadi nantinya.
Menurut Istijanto (2005) kecenderungan pembelian impulsif adalah
kecenderungan berbelanja tanpa melakukan perencanaan sehingga pembelian
yang dilakukan lebih terdorong oleh spontanitas atau ketertarikan yang muncul
secara langsung begitu melihat suatu produk. Menurut Yani (2005)
kecenderungan pembelian impulsif merupakan kecenderungan untuk mengalami
commit to user
kecenderungan untuk bertindak berdasarkan dorongan untuk membeli tanpa
adanya atau hanya dengan sedikit pertimbangan dan evaluasi terhadap
konsekuensi.
Berdasarkan beberapa pendapat yang telah dikemukakan sebelumnya,
maka dapat disimpulkan bahwa kecenderungan pembelian impulsif merupakan
kecenderungan yang dimiliki oleh seorang individu untuk melakukan pembelian
secara impulsif yaitu pembelian yang tidak direncanakan sebelumnya, terjadi
secara spontan disertai dorongan yang kuat untuk membeli produk, melibatkan
pengendalian afektif yang kuat dengan sedikit pengendalian kognitif sehingga
tidak memperhatikan konsekuensi yang akan terjadi setelah pembelian terjadi.
2. Aspek-Aspek Kecenderungan Pembelian Impulsif
Aspek-aspek kecenderungan pembelian impulsif menurut Rook (1987),
terdiri dari empat aspek yang meliputi:
a. Spontanitas.
Pembelian ini terjadi secara spontan, tidak diharapkan dan tidak
direncanakan sebelumnya, memotivasi konsumen untuk membeli sekarang
juga dan sering sebagai respons terhadap stimulasi visual yang langsung di
tempat penjualan.
b. Kekuatan impuls
Adanya motivasi untuk mengesampingkan semua yang lain dan bertindak
commit to user
mendesak untuk membeli suatu produk dan sering disertai dengan emosi
yang dicirikan sebagai menggairahkan.
c. Adanya stimulasi lingkungan
Kondisi lingkungan yang membuat para konsumen melakukan pembelian
dengan segera dan tanpa banyak berpikir lagi.
d. Kurang peduli dengan konsekuensi
Konsumen mengalami desakan untuk membeli yang sangat kuat dan sulit
untuk ditolak sehingga konsekuensi negatif yang mungkin terjadi setelah
melakukan pembelian cenderung diabaikan.
Menurut Loudon dan Bitta (1993) ada lima elemen kecenderungan
pembelian impulsif yaitu sebagai berikut:
a. Konsumen merasakan adanya suatu dorongan yang datang secara
tiba-tiba dan spontan untuk melakukan suatu tindakan yang berbeda dengan
tingkah laku sebelumnya.
b. Dorongan yang tiba-tiba untuk melakukan suatu pembelian
menempatkan konsumen dalam keadaan ketidakseimbangan secara
psikologis dan untuk sementara waktu konsumen merasa kehilangan
kendali.
c. Konsumen selanjutnya akan mengalami konflik psikologis dan
berusaha untuk menimbang antara pemuasan kebutuhan langsung dan
konsekuensi jangka panjang dari pembelian.
commit to user
e. Konsumen pada akhirnya seringkali membeli secara impulsif tanpa
memperhatikan konsekuensi yang akan datang yaitu akibat yang akan
ditimbulkan setelah pembelian dilakukan.
Menurut Herabadi (2003) kecenderungan pembelian impulsif memiliki
dua komponen yang meliputi:
a. Komponen kognitif
Yaitu seseorang hanya sekedar memikirkan saja untuk memiliki
kecenderungan membeli secara impulsif yang berkaitan dengan kurangnya
perencanaan serta unsur ketidaksengajaan dalam melakukan pembelian.
b. Komponen afektif
Yaitu seseorang sudah menunjukkan unsur penilaian dan pemilihan secara
subjektif yang berkaitan dengan adanya dorongan untuk membeli yang
tiba-tiba, ketertarikan yang begitu kuat untuk membeli, perasaan sukacita
dan bergairah untuk membeli serta kurang memperdulikan konsekuensi
dan penyesalan setelah melakukan pembelian.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis menyimpulkan aspek-aspek
kecenderungan pembelian impulsif yang mengacu pada aspek-aspek yang
dikemukakan oleh Rook (1987) sebagai dasar teori tentang pembelian impulsif.
Oleh karena itu, dapat dinyatakan bahwa aspek-aspek kecenderungan pembelian
impulsif yaitu sebagai berikut: aspek spontanitas yaitu pembelian yang dilakukan
sebenarnya tidak diharapkan dan tidak direncanakan sebelumnya, memotivasi
konsumen untuk membeli sekarang juga dan sering sebagai respons terhadap
commit to user
mengalami desakan kuat yang tidak dapat ditolak serta diiringi perasaan yang
menggairahkan; aspek stimulasi dari lingkungan yang dan aspek ketidakpedulian
akan akibat dan konsekuensi yang terjadi nantinya.
3. Tipe-Tipe Pembelian Impulsif
Ada empat tipe pembelian impulsif yang dikemukakan oleh Loudon dan
Bitta (1993) , yang meliputi:
a. Pure Impulse (pembelian impulsif murni)
Pada pembelian impulsif murni seorang individu merasakan dorongan
sangat kuat untuk membeli produk yang baru, mencari variasi produk yang
baru, atau melakukan pembelian terhadap produk di luar kebiasaan
pembeliannya yaitu seseorang menghentikan pola pembelian normal yang
biasa dilakukan.
b. Suggestion Impulse (pembelian impulsif yang timbul karena sugesti)
Dorongan untuk membeli yang dialami oleh seorang individu didasarkan
karena adanya stimulus pada toko (tempat penjualan) dan didukung pula
dengan pemberian saran serta masukan baik dari penjual, salespromotion,
pramuniaga, maupun teman-teman lainnya.
c. Reminder Impulse (pembelian impulsif karena pengalaman masa lampau)
Pada pembelian ini seseorang merasakan adanya dorongan untuk segera
membeli yang muncul pada saat melihat barang yang dipajang pada rak
toko, display atau secara tiba-tiba teringat iklan dan informasi lainnya
commit to user
d. Planned Impulse (pembelian impulsif yang direncanakan)
Merupakan pembelian impulsif yang terjadi apabila kondisi penjualan
tertentu diberikan pada konsumen. Dorongan berupa intensi membeli
berdasarkan harga khusus, kupon, diskon dan lain sebagainya tanpa
merencanakan produk yang akan dibelinya.
Selanjutnya menurut Ma’ruf (2006), ada tiga tipe pembelian impulsif yaitu
sebagai berikut:
1. Pembelian tanpa rencana sama sekali
Konsumen belum punya rencana apapun terhadap pembelian suatu barang
dan membeli barang begitu saja setelah melihat.
2. Pembelian yang setengah direncanakan
Konsumen sudah ada rencana membeli suatu barang tapi tidak punya
rencana merek, jenis ataupun berat dan membeli barang begitu melihat
barang tersebut.
3. Barang pengganti yang tidak direncanakan
Konsumen sudah berniat membeli suatu barang dengan merek tertentu dan
membeli barang yang dimaksud tapi dari merek lain.
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan di atas, maka dapat
disimpullkan tipe-tipe pembelian impulsif yaitu: tipe pembelian menurut
Loudon dan Bitta (1993) yaitu pembelian impulsif murni, pembelian impulsif
yang timbul karena sugesti, pembelian impulsif karena pengalaman masa
lampau dan pembelian impulsif yang direncanakan, sedangkan tipe pembelian
commit to user
sekali, pembelian yang setengah direncanakan dan barang pengganti yang
tidak direncanakan.
4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecenderungan Pembelian Impulsif
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi seseorang melakukan pembelian
sevara impulsif. Menurut Loudon dan Bitta (1993) faktor-faktor yang
mempengaruhi pembelian impulsif, meliputi:
a. Karakteristik produk
Adapun karakteristik produk yang dapat mempengaruhi seseorang untuk
melakukan pembelian impulsif, yaitu:
1) Produk yang memiliki harga murah akan membuat seseorang tidak
berpikir matang dalam mengambil keputusan untuk membeli.
2) Konsumen merasakan adanya sedikit kebutuhan terhadap produk
yang dilihatnya kemudian memutuskan untuk membelinya.
3) Produk- produk yang memiliki siklus kehidupan yang biasanya
pendek atau cepat habis.
4) Ukuran produk yang kecil dan ringan sehingga mudah dibawa.
5) Produk yang mudah disimpan.
b. Faktor pemasaran
Cara-cara yang digunakan oleh para pemasar dalam mempromosikan dan
mendistribusikan produk dapat mempengaruhi seseorang untuk melakukan
pembelian impulsif. Adapun faktor-faktor tersebut diantaranya: distribusi dalam
commit to user
dengan iklan melalui media massa yang sugestibel dan terus menerus, iklan-iklan
di titik penjualan, posisi display dan lokasi toko yang strategis dan lokasi yang
menonjol sehingga mudah untuk ditemukan pembeli.
c. Karakteristik konsumen
Adapun karakteristik konsumen yang dapat mempengaruhi seseorang
memiliki kecenderungan pembelian impulsif, yaitu:
1) Kepribadian konsumen
Kepribadian berkaitan dengan adanya perbedaan karakteristik yang
paling dalam diri manusia yang menggambarkan ciri unik dari
masing-masing individu sehingga setiap orang berbeda. Pemasar yang telah
mengetahui kepribadian konsumennya dapat memilih cara komunikasi dan
promosi yang cocok dengan kepribadian konsumen, termasuk dalam
membidik pola pembelian impulsif. Herabadi, dkk (2009) mengemukakan
bahwa kecenderungan belanja impulsif adalah trait konsumen yang
berakar pada kepribadian seseorang.
2) Demografis dalam hal ini meliputi:
a. Gender
Beberapa tokoh mengemukakan bahwa perempuan memiliki
kecenderungan pembelian impulsif yang lebih besar dibandingkan
dengan laki-laki. Seperti menurut Loudon dan Bitta (1993) remaja
putri cenderung lebih impulsif dibandingkan remaja putra, selanjutnya
menurut Kartajaya (2007) wanita adalah sasaran dalam membidik
commit to user b. Usia
Perbedaan usia mempengaruhi pola pembelian seseorang termasuk
dalam hal kecenderungan pembelian impulsif. Menurut Kartajaya
(2007) anak-anak adalah sasaran paling empuk dalam membidik pasar
pembelian impulsif, sedangkan menurut Hoyer dan Macinnis (2008)
remaja sebagai usia pembelian impulsif karena remaja dikenal sebagai
konsumen yang sangat dapat menyesuaikan diri dan sangat memuja
penampilannya.
c. Status perkawinan
Sudarto (dalam Suyasa dan Fransisca, 2005) mengemukakan bahwa
terdapat perbedaan pola pembelian antara perempuan yang belum dan
perempuan yang sudah menikah. Perempuan yang belum menikah
mengkonsumsi lebih banyak dalam hal penampilan sehingga
pengeluarannya lebih banyak. Hal ini karena perempuan yang belum
menikah tidak terlalu bertanggung jawab terhadap pengeluaran
keluarga.
d. Pendidikan dan pekerjaan
Pendidikan seseorang mempengaruhi pekerjaan dan pendapatan yang
akan diterima sehingga pola pembelian juga terpengaruh. Pendapatan
yang besar membuat seseorang lebih memiliki kecenderungan
commit to user 3) Karakteristik sosio-ekonomi
Kondisi ekonomi dapat mempengaruhi seseorang untuk memiliki
kecenderungan pembelian impulsif. Seseorang dengan kondisi ekonomi
yang baik dan kelas sosial yang tinggi cenderung lebih impulsif dalam
belanja dibandingkan dengan seseorang yang kondisi ekonomi lemah.
Menurut Solomon (2002) faktor-faktor yang mempengaruhi pembelian
impulsif, diantaranya meliputi:
a. Konsumen tidak terbiasa dengan tata ruang toko.
b. Konsumen berada di bawah tekanan waktu.
c. Konsumen teringat untuk membeli sesuatu saat melihat produk
tersebut pada rak toko.
Menurut Kartajaya (2007), beberapa hal yang menyebabkan pembeli
melakukan pembelian impulsif:
a. Pembeli terpengaruh paparan iklan yang ditonton sebelumnya.
b. Timbulnya hasrat untuk mencoba-coba barang yang baru.
c. Pembeli tertarik dengan kemasan yang atraktif, display yang
menonjol, harga yang murah dan bujukan sales promotion.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor
yang mempengaruhi seseorang memiliki kecenderungan untuk melakukan
pembelian secara impulsif yaitu: karakteristik produk, faktor pemasaran,
karakteristik konsumen, tidak terbiasa dengan kondisi toko, terburu-buru, tiba-tiba
teringat, terpengaruh iklan, keinginan mencoba produk baru dan tertarik faktor
commit to user B. Pemantauan Diri
1. Pengertian Pemantauan Diri
Konsep pemantauan diri pertama kali diperkenalkan oleh Snyder (1974)
untuk menjelaskan perbedaan yang dimiliki oleh seseorang dalam memantau dan
mengendalikan perilaku yang ditampilkan. Menurut Snyder (1974) pemantauan
diri berkaitan dengan usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk memantau,
menyesuaikan dan mengendalikan tingkah lakunya berdasarkan pada bagaimana
orang lain mempersepsikan. Pemantauan diri melibatkan pertimbangan ketepatan
dan kelayakan sosial, perhatian terhadap informasi perbandingan sosial,
kemampuan untuk mengendalikan dan memodifikasi diri serta fleksibilitas
penggunaan kemampuan ini dalam situasi – situasi tertentu. Snyder (1974) juga
mengemukakan tujuan seseorang melakukan pemantauan diri yaitu untuk
mengkomunikasikan keadaan emosional yang sebenarnya maupun keadaan
emosional yang berubah-ubah atau untuk menyembunyikan keadaan emosional
yang tidak tepat. Pemantauan diri sebagai tingkatan individu dalam mengatur
presentasi diri ketika berinteraksi sosial dengan orang lain.
Pada tahun 1986, Snyder dan Gangestad kembali mengembangkan konsep
pemantauan diri yang dihubungkan dengan pengaturan kesan dan pengaturan diri.
Pemantauan diri menitikberatkan perhatian pada kontrol diri individu untuk
memanipulasi citra dan kesan orang lain tentang dirinya dalam melakukan
interaksi sosial guna menyesuaikan diri pada berbagai situasi sosial yang dihadapi.
Selanjutnya menurut Djudiyah dan Hadipranata (2002) pemantauan diri
commit to user
cara mengamati dan membaca petunjuk-petunjuk sosial yang dijadikan dasar
untuk merencanakan, membentuk dan mengarahkan pilihan perilakunya dengan
tujuan untuk memanipulasi kesan dan citra orang lain tentang dirinya dalam
rangka mempresentasikan diri ketika berinteraksi sosial.
Feldman (2004) mendefinisikan pemantauan diri sebagai pengaturan
tingkah laku seseorang ketika berhadapan dengan tuntutan harapan orang lain
dalam situasi sosial. Menurut Worchel (dalam Dayaksini & Hudaniah, 2003)
pemantauan diri adalah menyesuaikan perilaku terhadap norma-norma situasional
dan harapan-harapan dari orang lain. Hal yang sama juga dinyatakan oleh Baron
dan Byrne (2004) yang mendefinisikan pemantauan diri sebagai kecenderungan
seseorang untuk mengatur tingkah laku berdasarkan petunjuk eksternal seperti
bagaimana orang lain bereaksi atau berdasarkan petunjuk internal seperti
keyakinan dan sikap yang dimiliki seseorang. Menurut Myers (2009) pemantauan
diri adalah usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk menyesuaikan diri dalam
mempresentasikan diri dan menyesuaikan kinerjanya dengan situasi sosial untuk
menciptakan kesan positif yang diinginkan dari orang lain.
Berdasarkan uraian beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa
pemantauan diri merupakan kemampuan yang dimiliki oleh individu untuk
memantau, mengatur dan mengontrol tingkah laku yang ingin ditampilkan dalam
interaksi sosial dengan mengamati petunjuk-petunjuk sosial yang ada guna
menciptakan kesan khusus tentang dirinya sesuai dengan situasi sosial yang
commit to user 2. Aspek-Aspek Pemantauan Diri
Menurut Snyder (1974) aspek-aspek pemantauan diri meliputi:
a. Kesesuaian lingkungan sosial dengan presentasi diri seorang individu yaitu
menyesuaikan peran seperti yang diharapkan orang lain dalam setiap
situasi sosial.
b. Memperhatikan informasi perbandingan sosial sebagai petunjuk dalam
mengekspresikan diri agar sesuai dengan situasi tertentu.
c. Kemampuan mengontrol dan memodifikasi presentasi diri yang
berhubungan dengan kemampuan untuk mengontrol dan mengubah
perilakunya.
d. Kesediaan untuk menggunakan kemampuan yang dimiliki yaitu
kemampuan mengontrol dan memodifikasi presentasi diri pada
situasi-situasi khusus.
e. Kemampuan membentuk tingkah laku ekspresi dan presentasi diri pada
situasi yang berbeda-beda agar sesuai dengan situasi di lingkungan sosial.
Selanjutnya aspek-aspek pemantauan diri hasil perkembangan teori yang
dilakukan oleh Snyder dan Gangestad (1986) meliputi:
a. Aspek social stage presence
Berhubungan dengan kemampuan individu untuk bertingkah laku yang
sesuai dengan situasi yang dihadapi, kemampuan untuk mengubah-ubah
commit to user b. Aspek otherdirectedness
Berhubungan dengan kemampuan individu untuk memainkan peran seperti
yang diharapkan oleh orang lain dalam suatu situasi sosial, kemampuan
untuk menyenangkan orang lain dan kemampuan untuk tanggap terhadap
situasi yang dihadapi.
c. Aspek expressive self control
Berhubungan dengan kemampuan individu untuk secara aktif mengontrol
tingkah laku ekspresif yang ditampilkan. Individu yang memiliki
pemantauan diri yang tinggi akan mengontrol tingkah lakunya agar terlihat
baik di depan orang lain.
Aspek-aspek pemantauan diri menurut Djudiyah dan Hadipranata (2002)
meliputi dua aspek, yaitu:
a. Kemampuan untuk memonitor diri
Yaitu kemampuan individu untuk mengamati dan mengontrol ekspresi
perilaku serta presentasi diri untuk menyesuaikan diri dengan
petunjuk-petunjuk sosial yang ada.
b. Sensivitas untuk memonitor diri
Yaitu lebih sensitif dan menaruh perhatian yang lebih pada
petunjuk-petunjuk sosial yang ada guna menampilkan perilaku yang tepat dan untuk
memodifikasi presentasi diri agar dapat mengatur kesan.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dikemukakan aspek-aspek
commit to user
dikemukakan oleh Snyder dan Gangestad (1986), meliputi tiga aspek yaitu: aspek
social stage presence, aspek other directedness dan aspek expressive self control.
3. Tingkatan Pemantauan Diri
Berdasarkan teori pemantauan diri, ketika individu akan menyesuaikan diri
dengan situasi tententu, secara umum akan menggunakan banyak petunjuk yang
ada baik petunjuk internal yang berasal dari dalam dirinya maupun petunjuk
eksternal yang berasal dari luar dirinya. Snyder (1974) dan Baron dan Byrne
(2004) memberikan istilah pemantauan diri yang rendah untuk orang-orang yang
menggunakan petunjuk internal dalam bertingkah laku dan istilah pemantauan diri
yang tinggi untuk orang-orang yang menggunakan petunjuk eksternal dalam
bertingkah laku. Kedua tingkatan pemantauan diri yaitu rendah dan tinggi, akan
dijelaskan sebagai berikut:
a. Pemantauan diri yang rendah
Individu yang memiliki pemantauan diri yang rendah cenderung
mendasarkan tingkah lakunya sesuai dengan petunjuk internal. Lebih menaruh
perhatian pada perasaan sendiri dan kurang menaruh perhatian pada
isyarat-isyarat situasi yang dapat menunjukkan apakah tingkah lakunya sudah layak
atau belum. Individu dengan tingkat pemantauan diri yang rendah
menunjukkan tingkah laku yang konsisten karena mendasarkan tingkah
lakunya pada kepercayaan, sikap, minat dan nilai-nilai yang dianutnya serta
memegang teguh pendiriannya sehingga tidak mudah dipengaruhi oleh
commit to user
pada apa yang diyakininya benar menurut dirinya sendiri. Individu dengan
pemantauan diri yang rendah kurang peka dengan hal-hal yang ada di
lingkungannya sehingga kurang memperhatikan tuntutan-tuntutan dari
lingkungan.
b. Pemantauan diri yang tinggi
Individu yang memiliki pemantauan diri yang tinggi cenderung
mendasarkan tingkah lakunya sesuai dengan petunjuk eksternal yaitu
kelompok, norma dan aturan-aturan sosial lainnya. Menititkberatkan pada apa
yang layak secara sosial dan menaruh perhatian pada bagaimana orang
berperilaku dalam situasi sosial. Menggunakan informasi sosial sebagai
pedoman untuk bertingkah laku dan menampilkan diri. Individu ini selalu
ingin menampilkan citra diri yang positif di hadapan orang lain. Selain itu
individu dengan pemantauan diri yang tinggi memiliki kecakapan dalam
merasakan keinginan dan harapan orang lain, terampil ketika
mempresentasikan diri dalam situasi sosial yang berbeda-beda serta ahli dalam
memodifikasi perilaku untuk menyesuaikan dengan harapan orang lain.
Selanjutnya individu dengan pemantauan diri tinggi juga sangat sensitif
terhadap norma sosial dan berbagai situasi yang ada disekitarnya sehingga
dapat lebih mudah untuk dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya. Individu
dengan pemantauan diri yang tinggi akan melakukan analisis terhadap situasi
sosial dengan cara membandingkan dirinya dengan standar perilaku sosial dan
commit to user
Selain itu mereka biasanya memiliki banyak teman dan lebih terbuka
menerima evaluasi dari orang lain.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pemantauan
diri dapat dikategorikan kedalam dua tingkatan yaitu pemantauan diri yang rendah
dengan menggunakan petunjuk internal dan pemantauan diri yang tinggi dengan
menggunakan petunjuk eksternal seperti ciri-ciri yang telah diuraikan di atas.
C. Konformitas Teman Sebaya
1. Pengertian Konformitas Teman Sebaya
Allan (dalam Kuppuswamy, 1990) mendefinisikan konformitas sebagai
perubahan perilaku seseorang karena hasil pengaruh kelompok dalam
meningkatkan kesesuaian antara individu dengan kelompok. Davidoff (1991)
menjelaskan konformitas sebagai perubahan perilaku dan sikap sebagai akibat
dari tekanan (nyata atau tidak nyata). Konformitas mengakibatkan kecocokan atau
kesesuaian antara individu dan kelompok. Menurut Kiesler dan Kiesler (dalam
Rakhmat, 1995) konformitas adalah perubahan perilaku atau kepercayaan menuju
norma kelompok sebagai akibat tekanan kelompok yang nyata atau yang
dibayangkan.
Konformitas teman sebaya menurut Zebua dan Nurdjayadi (2001) adalah
satu tuntutan yang tidak tertulis dari anggota kelompok teman sebaya terhadap
anggotanya, namun memiliki pengaruh yang kuat dan dapat menyebabkan
munculnya perilaku-perilaku tertentu. Shaw dan Costanzo (dalam Garrison, 1975)
commit to user
untuk melakukan tingkah laku yang sesuai dengan norma kelompok, yang
dilakukan untuk menghindari hukuman meskipun perilaku tersebut berbeda
dengan keyakinannya sendiri. Menurut Baron dan Byrne (2005) konformitas
merupakan suatu jenis pengaruh sosial di mana individu mengubah sikap dan
tingkah lakunya agar sesuai dengan norma sosial yang ada.
Chaplin (2006) mengartikan konformitas menjadi dua pengertian yaitu
kecenderungan untuk memperbolehkan satu tingkah laku seseorang dikuasai oleh
sikap dan pendapat yang sudah berlaku. Pengertian yang lain yaitu ciri
pembawaan kepribadian yang cenderung membiarkan sikap dan pendapat orang
lain untuk menguasai dirinya. Menurut King (2008) konformitas adalah
perubahan tingkah laku seseorang agar sama dengan standar kelompoknya
Myers (2009) mengemukakan konformitas sebagai perubahan perilaku dan
keyakinan agar sama dengan orang lain sebagai hasil tekanan kelompok secara
nyata atau hanya imajinasi. Taylor,dkk (2009) mengatakan bahwa konformitas
adalah secara sukarela melakukan tindakan karena orang lain juga melakukannya.
Menurut Cialdini dan Goldstein (dalam Taylor, dkk, 2009) konformitas adalah
tendensi untuk mengubah keyakinan atau perilaku agar sesuai dengan perilaku
orang lain. Sarwono (2009) mendefinisikan konformitas sebagai kesesuaian antara
perilaku individu dengan perilaku kelompoknya atau perilaku individu dengan
harapan orang lain tentang perilakunya. Konformitas didasari oleh kesamaan
antara perilaku dengan perilaku atau antara perilaku dengan norma.
Berdasarkan uraian pengertian yang dipaparkan di atas, maka dapat
commit to user
seseorang untuk bersikap dan bertingkah laku sesuai dengan norma-norma yang
ditentukan oleh kelompok teman sebayanya dengan tujuan agar diterima sebagai
anggota kelompok teman sebaya guna menghindari ketidaksamaan serta
penolakan.
2. Aspek-aspek Konformitas Teman Sebaya
Aspek-aspek konformitas teman sebaya menurut Sears,dkk (1994) yaitu:
a. Aspek Perilaku
Jika seorang individu sebagai anggota kelompok teman sebaya dihadapkan
pada suatu pendapat yang telah disepakati oleh anggota kelompok teman
sebaya lainnya maka perilaku individu tersebut akan cenderung lebih
menyesuaikan diri terhadap kelompoknya.
b. Aspek Penampilan
Individu akan berusaha mengikuti apa yang berlaku dalam kelompok
teman sebayanya karena enggan disebut sebagai individu yang
menyimpang atau terkucil.
c. Aspek Pandangan
Individu akan mulai mempertanyakan pandangan individu lain tentang
dirinya, sehingga individu tersebut harus mempunyai ciri khas sendiri baik
dari pandangan maupun perilaku.
Aspek-aspek konformitas menurut Baron dan Byrne (2005) yang dalam
commit to user a. Aspek normatif (pengaruh normatif)
Merupakan penyesuaian diri dengan keinginan atau harapan orang lain
untuk memperoleh penerimaan. Individu akan menyesuaikan diri, memilih
untuk berperilaku ataupun mengikuti peran sesuai dengan keinginan
kelompok dengan tujuan untuk mencapai penerimaan dan menghindari
penolakan. Selanjutnya individu berusaha untuk memenuhi standar
kelompok yang telah ditetapkan oleh seluruh anggota kelompok.
b. Aspek informatif (pengaruh informatif)
Merupakan penyesuaian individu ataupun keinginan individu untuk
memiliki pemikiran yang sama sebagai akibat dari adanya pengaruh
menerima pendapat maupun pemikiran kelompok untuk mendapatkan
pandangan yang akurat guna mengurangi ketidakpastian. Individu
cenderung untuk menerima pendapat, ide, sesuai dengan keinginan dari
kelompok dan mengikuti apa yang menjadi pemikiran kelompok.
Selanjutnya individu dalam memberikan pendapat, pandangan maupun
penilaian selalu meminta pendapat lain dari kelompok.
Berdasarkan pemaparan aspek-aspek konformitas di atas, maka dapat
diambil kesimpulan bahwa aspek-aspek konformitas teman sebaya mengacu pada
aspek yang dikemukakan oleh Baron dan Byrne (2005) meliputi dua aspek yaitu
aspek normatif merupakan penyesuaian diri dengan keinginan atau harapan orang
lain untuk memperoleh penerimaan dan aspek informatif merupakan penyesuaian
commit to user
akibat dari adanya pengaruh menerima pendapat maupun pemikiran kelompok
untuk mendapatkan pandangan yang akurat guna mengurangi ketidakpastian.
3. Bentuk-Bentuk Konformitas Teman Sebaya
Menurut Sutisna (2001) bentuk-bentuk konformitas yaitu:
a. Kerelaan
Merupakan persesuaian (konformitas) atas dasar kerelaan bahwa seseorang
menerima dan melakukan perubahan perilaku semata-mata atas maksud
baik pribadi terhadap kelompok dan tidak mendapat tekanan dari
kelompok.
b. Penerimaan pribadi
Persesuaian atas dasar penerimaan pribadi dimaksudkan sebagai
perubahan perilaku atau kepercayaan akibat adanya arahan dari kelompok.
Myers (2009) membagi bentuk-bentuk konformitas menjadi tiga, yaitu:
a. Compliance
Merupakan bentuk konformitas yang dilakukan individu dengan cara
mengubah perilakunya di depan publik agar sesuai dengan tekanan
kelompok, tetapi secara diam-diam tidak mengubah pendapat pribadinya.
Keseragaman perilaku yang ditunjukkan pada konformitas bentuk
compliance dilakukan individu untuk mendapat hadiah, pujian, rasa