• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II WAKAF BERDASARKAN HUKUM ISLAM DAN PERATURAN-PERTURAN HUKUM AGRARIA A. Wakaf Berdasarkan Hukum Islam 1. Pengertian Wakaf - Problematika Pendaftaran Tanah Wakaf (Studi di Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II WAKAF BERDASARKAN HUKUM ISLAM DAN PERATURAN-PERTURAN HUKUM AGRARIA A. Wakaf Berdasarkan Hukum Islam 1. Pengertian Wakaf - Problematika Pendaftaran Tanah Wakaf (Studi di Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang)"

Copied!
51
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

WAKAF BERDASARKAN HUKUM ISLAM DAN PERATURAN-PERTURAN HUKUM AGRARIA

A. Wakaf Berdasarkan Hukum Islam 1. Pengertian Wakaf

Kata wakaf berasal dariwaqf,yang berarti menahan atau berhenti atau diam di

tempat. Secara peristilahan, wakaf berarti menahan harta yang dapat diambil

manfaatnya tanpa musnah seketika dan untuk penggunaan yang mu’bah (tidak

dilarang Tuhan), serta dimaksudkan untuk mendapat keridhaan Allah SWT.33

Menurut Moh. Anwar, wakaf ialah menahan suatu barang dari dijual belikan

atau diberikan atau dipinjamkan oleh pemilik, guna dijadikan manfaat untuk

kepentingan tertentu yang diperbolehkan olehsyara’serta tetap bentuknya, dan boleh

dipergunakan, diambil manfaatnya oleh orang yang ditentukan (orang yang menerima

wakaf ), atau umum.34

Para ulama telah berbeda pendapat mengenai arti wakaf secara istilah

(hukum), hal ini sesuai dengan perbedaan mazhab yang telah dianutnya. Adapun

pendapat masing-masing mazhab adalah sebagai berikut:35 1. Menurut Mazhab Syafi’i, antara lain:

a). Wakaf menurut Imam Nawawi, “Menahan harta yang dapat diambil manfaatnya tetapi bukan untuk dirinya, sementara benda itu tetap ada

33

Azhar Basyir, MA.,Hukum Islam Tentang Wakaf, Ijaroh dan Syirkah.(Bandung : PP. Al-Ma’arif, 1977), hal. 5

34Sudarsono,Pokok-Pokok Hukum Islam,Cetakan Pertama, (Jakarta: Rineka Cipta, 1992), hal. 494 35

(2)

padanya dan digunakan manfaatnya untuk kebaikan dan mendekatkan diri kepada Allah”.

b). Wakaf menurut Ibnu Hajar Al-Haitami dan Syaikh Umairah, “Menahan harta yang bisa dimanfaatkan dengan menjaga keutuhan harta tersebut, dengan memutuskan kepemilikan barang tersebut dengan pemiliknya untuk hal yang dibolehkan”.

2. Menurut Mazhab Hanafi,

a). Wakaf menurut A. Imam Syarkhasi, menahan harta dari jangkauan kepemilikan orang lain (habsul mamluk’an al-tamlik min al-ghair)”. b). Al-Murghiny mendefenisikan wakaf ialah menahan harta di bawah tangan

pemiliknya, disertai pemberian manfaat sebagai sedekah (habsul’aini ala maliki al-wakif wa tashaduk bi al-manfa’ab).

3. Menurut Mazhab Malikiyah

Ibnu Arafah mendefenisikan wakaf adalah memberikan manfaat sesuatu, pada batas waktu keberadaannya, bersamaan tetapnya wakaf dalam kepemilikan si pemiliknya meski hanya perkiraan (pengandaian).

Dalam pasal 215 ayat 1 Kompilasi Hukum Islam (KHI), wakaf adalah

perbuatan seseorang atau kelompok orang atau badan hukum yang memisahkan

sebagian dari benda miliknya dan melembagakannya untuk selama-lamanya guna

kepentingan ibadah atau keperluan umum lainnya, sesuai dengan ajaran Islam.

sedangkan dalam UU Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf, Wakaf ialah perbuatan

hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda

miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai

dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum

menurut syariah.36

Sedangkan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 Tentang

Wakaf, Wakaf adalah Perbuatan hukum seseorang atau badan hukum yang

memisahkan sebagian dari harta kekayaannya yang berupa tanah milik dan

36

(3)

melembagakannya untuk selama lamanya untuk kepentingan peribadatan atau

keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran agama Islam.37

Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa wakaf adalah

perbuatan hukum yang suci dan mulia, sebagai shodaqah zariah atau amalan yang

pahalanya selalu mengalir walaupun orang yang mewakafkan telah meninggal dunia.

Dengan kata lain dapat disebutkan bahwa mewakafkan sesuatu adalah jauh lebih

mulia dari pada sedekah.

Menurut Imam Syafi’i, berlaku sah apabila orang yang mewakafkan telah

menyatakan dengan perkataan “saya telah wakafkan” sekalipun tanpa diputus hakim.

Bila harta tersebut telah diwakafkan maka orang yang berwakaf tidak berhak lagi atas

harta itu walaupun harta tetap di tangannya.38

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan unsur-unsur pengertian wakaf

tersebut antara lain;

1) Harta benda milik seseorang atau badan hukum.

2) Harta benda tersebut bersifat kekal zatnya, tidak habis bila dipakai.

3) Harta tersebut dilepas kepemilikannya oleh pemiliknya

4) Harta yang dilepas kepemilikannya tersebut tidak dapat dihibahkan,

diwariskan atau diperjual belikan.

5) Digunakan untuk kepentingan umum dan ibadah.

37Departemen Agama.

Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf,hal. 60-61 38Abdurrahman,Masalah Perwakafan Tanah Milik dan Kedudukan Tanah Wakaf di Negara

(4)

Keberadaan wakaf telah mendapatkan pengakuan dalam UUPA, yakni pasal

49 yang menegaskan:39

1. Hak milik tanah badan-badan keagamaan dan sosial sepanjang dipergunakan untuk usaha dalam bidang keagamaan dan sosial, diakui dan dilindungi. Badan tersebut dijamin pula akan memperoleh tanah yang cukup untuk bangunan dan usahanya dalam bidang keagamaan dan sosial.

2. Untuk keperluan peribadatan dan keperluan suci lainnya sebagaimana dimaksud pada pasal 14 dapat diberikan tanah yang dikuasai langsung oleh Negara dengan hak pakai.

3. Perwakafan tanah milik dilindungi dan diatur dengan peraturan pemerintah.

Dari ketentuan tersebut terkandung makna, bahwa perihal pertanahan erat

hubungannya dengan peribadatan dan keperluan suci lainnya, yang salah satunya

adalah perwakafan tanah, yang dalam hukum agraria nasional mendapat perhatian.

2. Ikrar Wakaf

Sebagaimana disebutkan diatas bahwa kebiasaan masyarakat kita sebelum

adanya UU No. 5 tahun 1960 dan PP No. 28 tahun 1977 hanya menggunakan

pernyataan lisan saja yang didasarkan pada adat kebiasaan keberagamaan yang

bersifat lokal. Pernyataan lisan secara jelas (sharih ) menurut pandangan As-Syafi’i

termasuk bentuk dari pernyataan wakaf yang sah. Akan tetapi dalam kasus masjid,

bila seseorang memiliki mesjid dan mengijinkan orang atau pihak lain melakukan

ibadah di masjid tersebut, maka tidaklah otomatis masjid tersebut berstatus wakaf.

Pernyataan wakaf harus menggunakan kata-kata yang jelas seperti waqaftu, habastu

atau sabbaltu atau kata-kata kiasan yang dibarengi dengan niat wakaf secara tegas.

39

(5)

Dari pandangan Imam Asy-Syafi’i tersebut kemudian ditafsirkan secara sederhana

bahwa pernyataan wakaf cukup dengan lisan saja.

Namun demikian ketika ada orang yang mewakafkan harta bendanya dengan

tulisan atau isyarat untuk menyatakan kehendak dan menjelaskan apa yang

diinginkan bukan berarti wakafnya tidak sah. Pernyataan tulisan mewakafkan sesuatu

justru bisa menjadi bukti yang kuat bahwa si wakif telah melakukannya, lebih-lebih

itu dinyatakan di hadapan hakim dan nazhir wakaf yang ditunjuk.

3. Harta yang boleh di wakafkan.

Benda yang di wakafkan di pandang sah apabila memenuhi syarat sebagai

berikut:

a. Benda harus memiliki nilai guna. Tidak sah hukumnya mewakafkan sesuatu

yang bukan benda, misalnya hak-hak yang bersangkut paut dengan benda,

seperti : hak irtifaq, hak irigasi, hak lewat, hak pakai dan lain sebagainya.

Tidak sah pula mewakafkan benda yang tidak berharga menurutsyara’, yakni

benda yang tidak boleh di ambil manfaatnya, seperti: benda memabukkan dan

benda-benda haram lainnya. Karena maksud wakaf adalah mengambil

manfaat benda yang di wakafkan serta mengharapkan pahala atau keridhaan

Allah atas perbuatan tersebut.

b. Benda tetap atau bergerak yang dibenarkan untuk diwakafkan. Kebiasaan

masyarakat Indonesia dalam sejarahnya dan juga sampai sekarang pada

umumnya mewakafkan harta berupa benda yang tidak bergerak, seperti tanah,

(6)

asuhan dan lain sebagainya. Dan pandangan ini secara kebetulan juga telah

disepakati oleh semua mazhab empat. Garis umum yang dijadikan sandaran

golongan Syafi’iyyah dalam mewakafkan hartanya dilihat dari kekekalan

fungsi atau manfaat dari harta tersebut, baik berupa barang tak bergerak,

barang bergerak maupun barang kongsi (milik bersama). Namun demikian,

walaupun golongan Syafi’iyyah membolehkan harta bergerak seperti uang,

saham dan surat berharga lainnya, umat Islam Indonesia belum bisa menerima

sepenuhnya karena dikhawatirkan wujud barangnya bisa habis.

c. Benda yang diwakafkan harus tertentu (diketahui) ketika terjadi akad wakaf.

Penentuan benda tersebut bisa ditetapkan dengan jumlahnya, seperti seratus

juta rupiah, atau bisa juga dengan menyebut nisbahnya terhadap benda

tertentu, misalnya separuh tanah yang dimiliki, dan lain sebagainya. Wakaf

yang tidak menyebutkan secara jelas terhadap harta yang akan diwakafkan,

maka tidak sah hukumnya, seperti mewakafkan sebagian tanah yang dimiliki,

sejumlah buku dan sebagainya.

d. Benda yang diwakafkan benar-benar telah menjadi milik tetap (al-milk) si

wakil (orang yang mewakafkan) ketika terjadi akad wakaf. Oleh karenanya,

jika seseorang mewakafkan benda yang bukan atau belum menjadi miliknya,

maka hukumnya tidak sah, seperti mewakafkan benda atau sejumlah uang

yang masih belum di undi dalan arisan, mewakafkan tanah yang masih dalam

(7)

4. Kedudukan harta setelah di wakafkan.

Di lingkungan umat Islam Indonesia bahwa semangat pelaksanaan wakaf

lebih bisa dilihat dari adanya kekekalan fungsi atau manfaat untuk kesejahteraan umat

atau untuk kemaslahatan agama, baik terhadap diri maupun lembaga yang telah

ditunjuk oleh wakif. Karena tujuan dan kekekalan manfaat benda dari yang di

wakafkan, maka menurut golongan Syafi’iyyah yang dianut pula oleh mayoritas

masyarakat muslim Indonesia berubah kepemilikannya menjadi milik Allah atau

milik umum. Wakif sudah tidak memiliki hak terhadap benda itu. Menurut wakif,

wakaf itu sesuatu yang mengikat, si wakif tidak dapat menarik kembali, membatalkan

dan membelanjakannya yang dapat mengakibatkan perpindahan hak milik, dan wakif

juga tidak dapat mengikrarkan bahwa benda wakaf itu menjadi hak milik orang lain

dan lain sebagainya.Wakif tidak dapat menjual, menggadaikan, menghibahkan serta

mewariskan.40

5. Harta wakaf ditujukan kepada siapa

Dalam realitas masyarakat kita, wakaf yang ada selama ini ditujukan kepada

dua pihak : a) keluarga atau orang tertentu (wakaf ahli) yang ditunjuk oleh wakif.

Apabila ada seseorang yang mewakafkan sebidang tanah kepada anaknya, lalu

kepada cucunya, maka wakafnya sah dan yang berhak mengambil manfaatnya adalah

mereka yang ditunjuk dalam pernyataan wakaf.

40Juhaya S. Praja, Perwakafan di Indonesia : Sejarah, Pemikiran, Hukum dan

(8)

Dalam satu sisi, wakaf ahli ini baik sekali karena si wakif akan mendapat dua

kebaikan, juga kebaikan dari silaturahminya dengan orang yang diberi amanah wakaf.

Akan tetapi di sisi yang lain, wakaf ahli ini sering menimbulkan masalah seperti :

bagaimana kalau anak yang ditunjuk sudah tidak ada lagi (punah), siapa yang berhak

mengambil manfaat dari harta wakaf itu? Lebih-lebih pada saat akad wakafnya tidak

disertai dengan bukti tertulis yang di catatkan kepada negara. Atau sebaliknya,

bagaimana kalau anak cucu si wakif yang menjadi tujuan wakaf itu berkembang

sedemikian rupa, sehingga menyulitkan bagaimana cara pembagian hasil harta wakaf.

Dan ini banyak bukti, dilingkungan masyarakat kitasering terjadi persengketaan antar

keluarga yang memperebutkan harta yang sesungguhnya sudah diwakafkan kepada

orang yang ditunjuk. Dalam masalah ini, Ahmad Azhar Basyir, MA dalam bukunya

“Hukum Islam tentang Wakaf, Ijarah dan Syirkah” menulis : menghadapi kenyataan

semacam itu di beberapa negara yang dalamperwakafan telah mempunyai sejarah

lama, lembaga wakaf ahliitu sebaiknya diadakan peninjauan kembali untuk di

hapuskan. b) Wakaf yang ditujukan untuk kepentingan agama (keagamaan) atau

kemasyarakatan (wakaf khairi). Wakaf seperti ini sangat mudah kita temukan

disekitar kehidupan masyarakat kita, yaitu wakaf yang diserahkan untuk keperluan

pembangunan masjid, sekolahan, jembatan, rumah sakit, kuburan, panti asuhan anak

yatim dan lain-lain.Wakaf dalam bentuk seperti ini jelas lebih banyak manfaatnya

daripada jenis yang pertama, karena tidak terbatasnya orang atau kelompok yang bisa

mengambil manfaat.Dan inilah yang sesungguhnya semangat yang diajarkan oleh

(9)

6. Boleh tidaknya tukar menukar harta wakaf.

Dalam masalah ini, mayoritas wakif dari umat Islam Indonesia berpegang

pada pandangan konservatifnya Asy-Syafi’i sendiri yang menyatakan bahwa harta

wakaf tidak boleh ditukar dengan alasan apapun. Dalam kasus masjid misalnya,

Imam Syafi’i menegaskan bahwa tidak boleh menjual masjid wakaf secara muthlak,

sekalipun masjid itu roboh.Dan ini mudah ditemukan seperti bangunan-bangunan

masjid tua yang nyaris roboh dan mengakibatkan orang malas pergi ke masjidtersebut

hanya karena para nazhir wakaf mempertahankan pendapatnya Imam Syafi’i.

Sebagai perbandingan, kalau menurut pendapatnya Imam Ahmad bin Hanbal

justru membolehkan menjual harta wakaf dengan harta wakaf yang lain. Dalam kasus

masjid di atas, menurutnya, masjid tersebut (yang sudah roboh) boleh dijual apabila

masjid itu sudah tidak lagi sesuai dengan tujuan pokok perwakafan sebagaimana

tujuan atau niat wakif ketika akad wakaf dilangsungkan. Namun demikian hasil dari

penjualannya harus dipergunakan untuk membangun masjid lain yang lebih bisa

dimanfaatkan peruntukannya secara maksimal.41Jadi pada dasarnya, perubahan peruntukan dan status tanah wakaf ini tidak diperbolehkan, kecuali apabila tanah

wakaf tersebut sudah tidak dapat lagi dimanfaatkan sesuai dengan tujuan wakaf,

maka terhadap wakaf yang bersangkutan dapat diadakan perubahan, baik

peruntukannya maupun statusnya.

41 A. Faishal Haq & Ahmad Syaiful Anam, Hukum Wakaf dan Perwakafan di Indonesia,

(10)

Persyaratan ketat atas penukaran harta wakaf karena diketahui, tidak semua

orang di dunia ini baik akhlaknya, demikian juga dengan nazhir (pengelola harta

wakaf). Sering kita temukan orang atau lembaga yang diberi amanah wakaf ( nazhir )

yang dengan sengaja menghianati kepercayaan wakif dengan merubah peruntukan

atau status tanah wakaf tanpa alasan yang meyakinkan. Hal-hal yang demikian ini

tentu menimbulkan reaksi dalam masyarakat, khususnya bagi mereka yang

berkepentingan dalam perwakafan tanah.Sebelum dikeluarkannya Peraturan

Pemerintah Nomor 28 tahun 1977, keadaan perwakafan tanah tidak atau belum

diketahui jumlahnya, bentuknya, penggunaan, dan pengelolaannya disebabkan tidak

adanya ketentuan administratif yang mengatur.Itulah urgensi dikeluarkannya

Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 1977 yang disebut dalam konsiderannya. Dan

jelas sekali kondisi di atas sangat mengganggu nilai-nilai yang terkandung dalam

ajaran wakaf itu sendiri tentang sosialisme harta (kekayaan dunia) untuk menciptakan

keseimbangan sosial ditengah-tengah masyarakat.

7. Dasar Hukum Wakaf

Ada beberapa dalil atau ketentuan yang menjadi dasar dari pada amalan wakaf

ini, yakni ayat-ayat Al-Qur’an yang memerintahkan agar semua manusia selalu

berbuat kebaikan, sebab amalan zakatpun juga termasuk salah satu macam perbuatan

yang baik dan terpuji.

Adapun ayat-ayat yang memerintahkan manusia untuk berbuat kebaikan di

antaranya adalah :

(11)





Yang artinya: perbuatlah oleh kamu kebaikan semoga kamu mendapat kemenangan.

2) Al-Qur’an surat Al- Imran ayat 92 yang berbunyi:









Yang artinya: tidaklah akan tercapai oleh kamu kebaikan,sebelum kamu sanggup

membelanjakan sebagian dari harta yang kamu senangi.

3) Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 267 yang berbunyi:







Yang artinya: belanjakanlah sebagian harta yang kamu peroleh dengan

sebaik-baiknya.

Dalam Undang-Undang Islam yang berkaitan dengan harta, terdapat tiga jenis

peguasaan tanah yaitu:42

a. Penguasaan tanah hak milik pribadi yang didasarkan dan ditentukan oleh ketentuan syariah.

b. Penguasaan tanah wakaf, di mana ketentuannya juga diatur oleh syari’ah. c. Tanah milik Negara, yang banyak diatur oleh pemerintah setempat.

8. Rukun Wakaf

1. Ada orang yang berwakaf(wakif)

2. Ada sesuatu benda atau harta yang diwakafkan(maukuf)

42

(12)

3. Ada tujuan atau tempat ke mana harta itu diwakafkan(maukuf ‘alaih)

4. Ada pernyataan(sighat), sebagai pernyataan kehendak dari wakif.43

Keempat rukun wakaf di atas masing-masing harus memenuhi syarat-syarat

sebagai berikut:

1. Tabarru’, wakif harus mampu melepaskan hak miliknya tanpa adanya suatu

imbalan material. Seseorang dikatakan tabarru’ apabila ia telah baligh, dapat

berfikir normal dan tidak ada paksaan.

2. Harta yang diwakafkan mempunyai nilai dan dapat tahan lama dalam

penggunaannya.

3. Tujuan wakaf tidak bertentangan dengan agama.

4. Adanya sighat atau ikrar (pernyataan) mewakafkan sesuatu, boleh secara

lisan, tulisan maupun isyarat.

9). PPAIW (Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf)

Bahwa yang dapat bertindak sebagai PPAIW ialah Kepala KUA Kecamatan

kecuali tidak ada maka Kepala Kantor Kementrian Agama menunjuk kepala KUA

Kecamatan lain yang terdekat, atau jika di daerah Tingkat II itu belum ada KUA

Kecamatan menunjuk Kepala Seksi Agama pada Kemenag Kota/Kabupaten sebagai

PPAIW di daerah tersebut. Pengangkatan dan pemberhentian PPAIW oleh Menteri

Agama.

43

(13)

B. Wakaf Berdasarkan Peraturan-Peraturan Hukum Agraria

1. Filosofis Dan Prinsip UUPA No. 5 Tahun 1960 (Undang-Undang Hukum Agraria).

a. Filosofis UUPA Nomor 5 Tahun 1960.

Tanah merupakan salah satu sumber daya alam yang penting untuk

kelangsungan hidup umat manusia, hubungan manusia dengan tanah bukan hanya

sekedar tempat hidup, tetapi lebih dari itu tanah memberikan sumber daya

bagikelangsungan hidup umat manusia.

Bagi bangsa Indonesia tanah adalah karunia Tuhan Yang Maha Esa dan

merupakan kekayaan nasional, serta hubungan antara bangsa Indonesia dengan tanah

bersifat abadi, oleh karena itu harus dikelola secara cermat pada masa

sekarangmaupun untuk masa yang akan datang.

Menurut Abdurrahman, tanah dapat dinilai sebagai harta yang bersifat

permanen karena tanah dapat dicadangkan untuk kehidupan mendatang, dan

tanahpula sebagai tempat persemayaman terakhir bagi seseorang meninggal dunia.44 Masalah tanah adalah masalah yang menyangkut hak rakyat yang paling

dasar. Tanah disamping mempunyai nilaiekonomis juga berfungsi sosial, oleh karena

itulah kepentingan pribadi atas tanah tersebut dikorbankan guna kepentingan umum.

Ini dilakukan dengan pelepasan hak atas tanah denganmendapat ganti rugi yang tidak

berupa uang semata akan tetapi juga berbentuk tanah atau fasilitas lain.

44Abdurrahman, Aneka Masalah Hukum Agraria Dalam Pembangunan di Indonesia,

(14)

Secara filosofis tanah sejak awalnya tidak diberikan kepada perorangan. Jadi

tidak benar seorang yang menjualtanah berarti menjual miliknya, yang benar dia

hanya menjual jasa memelihara dan menjaga tanah selama itu dikuasainya.45

Hal tersebut adalah benar apabila dikaji lebih dalambahwa tanah di samping

mempunyai nilai ekonomis, juga mempunyai nilai sosial yang berarti hak atas tanah

tidak mutlak.Namun demikian negara harus menjamin dan menghormati atas hak-hak

yang diberikan atas tanah kepada warga negaranya yang dijamin oleh

undang-undang.

Undang-undang yang mengatur masalah pertanahan telah disusun, yaitu UU

Nomor 5 Tahun 1960.Menurut Pasal 16 UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan

Dasar Pokok-Pokok Agraria atau biasadisebut Undang-Undang Pokok Agraria yang

disingkat (UUPA)diatur tentang hak-hak atas tanah yang dapat diberikan

kepadawarga negaranya berupa yang paling utama Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak

Guna Bangunan, Hak Pakai, Hak Sewa, HakMembuka Tanah, Hak untuk Memungut

Hasil Hutan dan hak-haklain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut di atas yang

akan ditetapkan dengan undang-undang serta hak-hak yang sifatnya sementara

sebagaimana disebutkan dalam Pasal 53UUPA.46

Hukum agraria (Belanda = agrarisch recht, Inggris = agrarian law) adalah ketentuan-ketentuan keseluruhan dari hukum perdata, hukum tata Negara dan hukum administrasi (Hukum Tata Usaha Negara) yang mengatur hubungan-hubungan antara

45

Soedharyo Soimin,Status Hak dan Pembebasan Tanah, (Jakarta : Sinar Grafika, 1993), hal. 82 46

(15)

orang (termasuk badan hukum) dengan bumi, air dan ruang angkasa dalam seluruh wilayah Negara dan mengatur pula wewenang-wewenangnya.47

Hukum agraria nasional pada hakekatnya lahir sejak Undang-Undang Pokok

Agraria (UU No. 5/1960) diberlakukan di Indonesia. Tanggal 24 September 1960

ditetapkan dan diberlakukanlah di seluruh wilayah Indonesia Undang-Undang No. 5

Tahun 1960 yaitu Undang-Undang tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.

Nama Undang No. 5 tahun 1960 itu lebih popular dengan sebutan

Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) yang kemudian istilah itu dipakai di dalam peraturan

pelaksanaannya seperti Peraturan Menteri Agraria Tahun 1960 tentang pelaksanaan

beberapa ketentuan Undang-Undang Pokok Agraria. Kandungan pengertian kata

“pokok” pada UUPA itu sangat dalam.

Adapun filosofi dibentuknya UUPA yaitu :

1. UUPA dalam Negara Republik Indonesia (RI) yang kehidupan rakyatnya termasuk perekonomiannya masih bercorak agraria (bumi, air, ruang angkasa) sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa yang mempunyai fungsi yang amat penting untuk membangun masyarakat adil dan makmur.

2. Hukum agraria yang masih berlaku sekarang ini tersusun berdasarkan tujuan dan sendi-sendi pemerintah jajahan dan sebagian dipengaruhi olehnya sehingga bertentangan dengan kepentingan rakyat dan negara di dalam menyelesaikan revolusi nasional dan pembangunan semesta.

3. Hukum agraria yang mempunyai sifat dualism yaitu masih berlakunya ketentuan-ketentuan hukum adat di samping ketentuan-ketentuan KUH Perdata.

4. Bagi rakyat asli hukum agraria pada zaman penjajahan tidak menjamin adanya suatu kepatian hukum.48

47Tampil Anshari Siregar,

Undang-Undang Pokok Agraria dalam Bagan,(Medan: Kelompok Studi Hukum dan Masyarakat Fakultas Hukum USU, 2001), hal. 1-2.

(16)

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka perlu ada Hukum Agraria Nasional

yang berdasarkan pada hukum adat yang dapat memberikan adanya suatu kepastian

hukum bagi seluruh rakyat Indonesia dengan tidak mengabaikan unsur-unsur yang

bersandarkan pada sendi hukum agraria.

Pernyataan ini memperjelas dengan dikembalikannya marwah hukum adat

dan hak ulyat Indonesia dan penyesuaisan pada perkembangan kemajuan

perekonomian dan lalu lintas perdagangan.Hukum adat harus dapat menjawab

tantangan hukum modern dengan dikembangkannya ketentuan pasal 3 UUPA

(tentang hak ulyat) dan pasal 5 UUPA (tentang pengertian hukum adat nasional versi

UUPA).49

Beberapa pendapat menyebutkan bahwa:50

a. Berhubungan dengan apa yang tersebut di atas perlu adanya hukum Agraria Nasional yang berdasarkan atas hukum adat tentang tanah yang sederhana dan menjamin kepastian hukum bagi seluruh rakyat Indonesia dengan tidak mengabaikan unsur-unsur yang bersandarkan pada hukum agama.

b. Hukum Agraria Nasional harus memberikan kemungkinan akan tercapainya fungsi bumi, air dan ruang angkasa sebagai yang dimaksud di atas harus sesuai dengan kepentingan rakyat Indonesia serta memenuhi pula keperluannya menurut permintaan zaman dalam segala soal agraria.

c. Hukum Agraria Nasional harus mewujudkan penjelmaan dari Ketuhanan Yang Maha Esa, Prikemanusiaan, Kebangsaan, Kerakyatan dan keadilan sosial sebagai dasar kerohanian Negara dan cita-cita bangsa seperti yang tercantum di dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.

d. Hukum agraria tersebut harus pula merupakan pelaksanaan dari Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959 ketentuan dalam pasal 33 UUD 1945 dan manifesto politik Republik Indonesia sebagai yang ditegaskan dalam pidato Presiden tanggal 17 Agustus 1960.

49Prof. Dr. A. P. Parlindungan, SH,

Hukum Agraria Beberapa Pemikiran dan Gagasan, (Medan: USU Press, 1998), hal. 63.

(17)

e. Berhubung dengan segala sesuatu itu perlu diletakkan sendi-sendi dan disusun ketentuan-ketentuan pokok baru dalam bentuk undang-undang yang akan merupakan dasar bagi penyusunan Hukum Agraria Nasional tersebut di atas.

Dari beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa pengakuan

bumi, air, dan ruang angkasa dari seluruh rakyat Indonesia merupakan karunia dari

Tuhan Yang Maha Esa, pengakuan tersebut tercantum di dalam sila pertama dari

Pancasila, sehingga kita mengaku bahwa semua ini adalah merupakan pemberian

Tuhan Yang Maha Esa.

Hukum agraria harus memberikan jaminan hukum dan perlindungan di dalam

pelaksanaannya serta tidak mengabaikan unsur-unsur agama di dalamnya, dan hukum

agraria merupakan penjelmaan dari sila-sila Pancasila.

b. Prinsip UUPA

Undang-undang pokok agraria nomor 5 tahun 1960 menganut beberapa

prinsip yang terkandung di dalamnya yaitu:

1. Prinsip Kesatuan Hukum Agraria untuk Seluruh Wilayah Tanah Air.

Bahwa Negara kita telah merupakan Negara kesatuan yang tediri dari

beberapa pulau, dan tidak ada ketentuan hukum pertanahan yang mengatur selain dari

ketentuan Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960. Oleh sebab itu pada

masa pemerintah Hindia Belanda Indonesia dibagi menjadi beberapa wilayah yang

mempunyai kekuasaan sendiri atau kalau dilihat versi Van Vallen Hoven yang

membagi 19 daerah persekutuan hukum adat di mana agar memudahkan pemerintah

Hindia untuk mengatur dan menguras hasil bumi Indonesia, namun setelah

(18)

kewilayahan yang disebut dengan wawasan Nusantara sehingga tidak mungkin lagi

adanya ketidak seragaman di dalam pelaksanaan hukum agraria.

2. Adanya Penghapusan Asas Domein Verklaring.

Bahwa Negara di dalam pelaksanaan hukum agraria tidak seperti pada masa

pemerintahan Belanda di mana seseorang yang tidak dapat membuktikan haknya,

maka tanah tersebut menjadi tanah yang dikuasai oleh Negara, Negara sangat

dominan sekali untuk menguasai tanah-tanah untuk kepentingan pemerintahan

Belanda, oleh karena itu pemerintah di dalam pelaksanaanhukum pertanahan

bertujuan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat sesuai dengan bunyi pasal 33

ayat 3 UUD 1945.

3. Adanya Fungsi Sosial Hak atas Tanah.

Tanah tidaklah semena-mena untuk dipergunakan sesuka hati, oleh karena itu

di dalam UUPA Nomor 5 Tahun 1960, penggunaan tanah tidak demikian halnya

melainkan harus dapat bermanfaat bagi masyarakat serta kepentingan umum dengan

arti tidak dipegunakan untuk kepentingan pribadi, oleh karena itu jika pemerintah

akan melaksanakan pembangunan untuk kepentingan umum, maka apapun yang

menjadi hak kita harus dapat merelakan hak tersebut untuk diserahkan demi

kepentingan umum tersebut. Jadi di sini tidak ada kemutlakan atau keharusan untuk

menguasai tanah selama-lamanya.

4. Adanya Pengakuan Hukum Agraria dalam Hukum Adat.

Keanekaragaman suku dan adat istiadat yang sejak dulunya sudah ada di

(19)

tengah-tengah masyarakat, seperti pelaksanaan gadai sewa tanah, perjanjian bagi

hasil, dll, dengan berlakunya UUPA Nomor 5 Tahun 1960 maka keberadaan

undang-undang ini dapat memberikan jaminan akan kepastian hak itu sendiri.

5. Adanya Persamaan Hak Sesama Warga Negara Indonesia Antara Laki-Laki dan

Wanita.

Dalam ketentuan Undang-Undang Pokok Agraria, semua warga Negara

Indonesia berhak untuk memperoleh atau memiliki tanah di seluruh wilayah Negara

Republik Indonesia (prinsip nasionalitas) misalnya suku batak dapat memiliki tanah

di daerah Papua ataupun di daerah Maluku, dan sebagainya. Jadi dengan demikian

tidak ada pembatasan menurut ketentuan Undang-Undang Pokok Agraria seseorang

untuk memiliki tanah-tanah di Indonesia.

6. Pelaksanaan Landreform Antara Hubungan Manusia dengan Tanah (Bumi, Air

dan Ruang Angkasa).

Landreform adalah menata kembali system pertanahan mengenai penguasaan,

penggunaan, persediaan, peruntukan serta peralihan mengenai bumi, air, dan ruang

angkasa, yang semuanya ini bertujuan agar lebih tertata system pertanahan serta

meningkatkan produktivitas tanah/lahan dengan memperhatikan kehidupan para

petani yang tidak mempunyai tanah. Dengan telah tertatanya system pertanahan tidak

dijumpai lagi adanya tanah-tanah yang tidak bermanfaat baik untuk kepentingan

pemerintah maupun kepentingan masyarakat.

7. Adanya Suatu Rencana Umum (Pasal 14 UUPA) tentang Persediaan, Peruntukan

(20)

Agar pelaksanaan pembangunan tidak disalahgunakan oleh pihak-pihak

tertentu, maka semuanya perlu ada perencanaan yang matang baik itu mengenai

persediaan (reserve), peruntukan (use) serta perencanaan (planning) mengenai bumi,

air, dan ruang angkasa, sehingga apa yang telah menjadi program pemerintah dapat

berjalan dengan baik serta lebih terkoordinasi.

8. Prinsip Nasionalitas.

Hal ini memperjelas lagi bahwa sejak mulai berlakunya UUPA Nomor 5

Tahun 1960 tidak dimungkinkan warga Negara asing untuk memperoleh hak atau

tanah di Indonesia, namun demikian tidak tertutup bagi warga Negara asing, apabila

tujuan perolehan hak tersebut untuk kepentingan atau keperluan bangsa dan Negara

sehingga warga Negara asing dapat untuk memperoleh hak atas tanah di Indonesia,

yaitu hak-hak atas tanah tertentu seperti hak pakai, hak sewa, serta hak guna usaha,

sedangkan mengenai hak guna usaha ini warga Negara asing tersebut harus

berpenduduk di Indonesia, berbentuk badan hukum Indonesia serta dapat

memberikan devisa bagi Negara atau dapat menunjang perekonomian bangsa.51 2. Pengaturan Perwakafan Tanah dalam UUPA.

Dalam kehidupan, tanah mempunyai peran yang amat penting, baik sebagai

tempat tinggal, tempat kegiatan perkantoran, tempat usaha, tempat kegiatan

pendidikan, peribadatan dan lain sebagainya. Tanah untuk keperluan

kegiatan-kegiatan di atas dapat diperoleh selain dengan cara jual-beli, tukar-menukar, hibah,

wasiat, pinjaman dan dapat juga diperoleh melalui jalan wakaf.

51

(21)

Dengan perkembangan kehidupan masyarakat di Indonesia yang berkembang

begitu pesat maka modal yang paling utama adalah tanah, yang mengakibatkan

kedudukan tanah menjadi sangat penting.Hal tersebut memunculkan berbagai

perbedaan kepentingan antara pemerintah, pengusaha dan masyarakat banyak.52 Sehubungan hal diatas, maka masalah tanah ini diatur dalam HukumAgraria

Nasional, yang tertuang dalam UUPA dan ditindaklanjuti oleh berbagaiPeraturan

perundang-undangan yang lainnya. Dalam salah satu konsiderannyadisebutkan:

Bahwa berhubung dengan apa yang disebut dalam

pertimbangan-pertimbangandiatas perlu adanya Hukum Agraria Nasional, yangberdasar atas

Hukum Adat tentang tanah yang sederhana dan menjamin kepastian hukum bagi

seluruh rakyat Indonesia, dengan tidak mengabaikan unsur-unsur yang bersandar

pada Hukum Agama.

Salah satu hal yang bersandar pada Hukum Agama yang menyangkut tanah

ini adalah perwakafan tanah.53 Wakaf tanah adalah merupakan salah satu bentuk ibadah di dalam Islamyang sangat erat hubungannya dengan keagrariaan, yakni yang

menyangkutmasalah bumi, air dan ruang angkasa serta kekayaan alam yang

terkandungdidalamnya. Oleh karena itu masalah wakaf ini selain terikat dengan

aturanHukum Islam juga terikat dengan aturan Hukum Agraria Nasional.

Karenabegitu pentingnya masalah tanah wakaf ini dimata Hukum Agraria Nasional

yang menganut paham bahwa bumi merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang

52H.Taufiq Hamami,

Perwakafan Tanah Dalam Politik Hukum Agraria Nasional, (Jakarta, PT. Tata Nusa, 2003), hal. 8-9

(22)

mempunyai fungsi sosial,54 maka masalah tanah wakaf dan perwakafan tanah didudukkan secara khusus. Keberadaannya oleh Negara diakui dan harus dilindungi.

Pada Pasal 49 ayat 1 UUPA menyatakan,“Hak Milik Tanah Badan-badan

Keagamaan dan sosial, diakui dandilindungi. Badan-badan tersebut dijamin pula

akan memperoleh tanah yang cukup untuk bangunan dan usahanya dalam bidang

keagamaan dan sosial”

Untuk perwakafan tanah, karena kekhususannya di mata Hukum Agraria

Nasional, maka kedudukan dan praktek pelaksanaannya diatur dengan peraturan

perundang-undangan tersendiri sebagaimana ditentukan pada Pasal 49 ayat 3 UUPA,

yang berbunyi :

“Perwakafan tanah milik dilindungi dan diatur dengan

PeraturanPemerintah”

Ketentuan ini menegaskan bahwa soal pertanahan (keagrariaan) yang

bersangkutan dengan peribadatan dan keperluan suci lainnya, yang salah satunya

adalah masalah perwakafan tanah, di dalam sistem Hukum Agraria Nasional

mendapat perhatian sebagaimana mestinya. Realisasi dari kehendak Pasal 49

khususnya ayat (3) sebagai wujud perlindungan dan perhatian Hukum Agraria

Nasional terhadap perwakafan tanah adalah dengan diundangkannya peraturan

perundang-undangan sebagai berikut :

(23)

1. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1977,tentang

Perwakafan Tanah Milik, Lembaran Negara No. 38 danTambahan Lembaran

Negara No. 2555.

2. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 1977 tentang Tata

Pendaftaran Tanah mengenai Perwakafan Tanah Milik.

3. Peraturan Menteri Agama Nomor 1 Tahun 1978 tentang Peraturan

Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun1977

tentang Perwakafan Tanah Milik.

4. Peraturan Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam Nomor KEP/D/75/78 tentang

Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Perwakafan Tanah Milik.

5. Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi HukumIslam.

6. Dan peraturan perundangan yang lainnya.

3. Ruang Lingkup Pengaturan Perwakafan Tanah dalam Hukum Agraria Nasional.

Pengalihan hak menurut Hukum Agraria Nasional, selain dapat dilakukan

melalui cara dengan jual beli, tukar menukar, hibah, wasiat, warisan dan wakaf.

Pengalihan hak melalui wakaf ini bersifat kekal, abadi dan untuk

selama-lamanya,yang berarti bahwa suatu tanah Hak Milik yang telah dialihkan haknya

kepada pihak lain dalam hal ini masyarakat baik individu maupun badan hukum

dengan cara wakaf, berakibat tanah tersebut terlembagakan untuk selama-lamanya

dan tidak dapat dialihkan haknya kepada pihak lain lagi, baik melaluicara jual beli,

(24)

Sehubungan dengan sifat kekekalan dan keabadian dari sifat wakaf,

makaselain tanah yang diwakafkan harus berstatus Hak Milik, juga harus untuk

kepentingan orang banyak/masyarakat. Ketentuan ini selain maslahat dan manfaatnya

jauh lebih besar dan lebih banyak dapat dinikmati oleh masyarakat,juga sesuai

dengan maksud dari fungsi sosial atas suatu hak atas tanah yang dianut oleh Hukum

Agraria Nasional. Untuk itulah, maka yang diatur dalam UUPA pasal 49 ayat 3 jo. PP

No 28 Tahun 1977 jo. PerMendagri No 6 Tahun1977 jo. PerMenAg No. 1 Tahun

1978, hanyalah masalah perwakafan tanah milik yang kepentingannya tidak lain

untuk kepentingan umum ataukepentingan peribadatan lainnya.55Berdasarkan uraian-uraian tersebut diatas, maka dapat disimpulkan bahwa ruang lingkup pengaturan

perwakafan tanah mencakup hal-hal sebagai berikut :

a. Tanah yang dapat diwakafkan adalah tanah yang berstatus Hak Milik,karena ia

mempunyai sifat terkuat dan terpenuh bagi pemilik tanahtersebut, sehingga

pemilik tanah tidak terikat dengan tenggang waktu danpersyaratan tertentu

dengan kepemilikan dan penggunaannya.

b. Tanah wakaf terlembagakan untuk selamanya dalam waktu yang kekal

danabadi. Tidak ada wakaf yang bertenggang waktu tertentu.

c. Perwakafan tanah harus diperuntukan untuk kepentingan umum (masyarakat

banyak), bukan untuk kepentingan pribadi, karena akanmendatangkan

manfaat dan mashlahat bagi banyak orang.

55

(25)

d. Wakaf, memutuskan hubungan kepemilikan antara waqif dengan

mauqufbih-nya dan selanjutmauqufbih-nya status kepemilikanmauqufbih-nya menjadi milik Allah (masyarakat

luas).

e. Hubungan hak antara waqif dengan mauquf bih-nya hanyalah hak pahalaatas

manfaat dari sesuatu yang dihasilkan.

f. Waqiftidak bisa menarik kembali terhadap tanah yang telah diwakafkan.

g. Pengikrarannya harus dilakukan dihadapan PPAIW, guna mendapatkan akta

autentik yang akan dapat dipergunakan dalam berbagai hal, sepertiuntuk

mendaftarkan tanahnya kepada Kantor Pertanahan setempat,ataupun sengketa

yang bisa saja terjadi di kemudian hari.

h. Hal-hal yang diatur oleh Hukum Agraria Nasional mengenai perwakafantanah

ini adalah :56

1. Tata cara pelaksanaannya, pengelolaannya, bimbingan dan pengawasannya, yang merupakan kewenangan dan tugas dari Departemen Agama.

2. Tata cara pemberian hak, mendapatkan kepastian hak atas tanah dan lain-lain, yang merupakan wewenang Badan Pertanahan Nasional.

3. Tata cara penyelesaian perselisihan, baik yang menyangkut perbuatan hukum, perubahan status maupun penggunaannya, merupakan wewenang lembaga Peradilan, yang dalam hal ini adalah Pengadilan Agama.

Sebagaimana hasil penelitian melalui wawancara dengan beberapa orang

wakif yang telah mewakafkan hartanya mengenai pemahaman masyarakat saat ini

dalam hal perwakafan yaitu adanya kebiasaan masyarakat yang ingin mewakafkan

sebagian hartanya dengan mempercayakan penuh kepada seseorang yang di anggap

(26)

tokoh dalam masyarakat sekitar, seperti kyai, ulama, ustadz, dan lain-lain untuk

mengelolah harta wakaf sebagai nazhir. Orang yang ingin mawakafkan harta (wakif)

tidak tahu persis kemampuan yang dimiliki oleh nazhir tersebut.Dalam kenyataan,

banyak para nazhir wakaf tersebut tidak mempunyai kemampuan manajerial dalam

pengelolahan tanah atau bangunan sehingga harta wakaf tidak banyak manfaat bagi

masyarakat sekitar.

Keyakinan yang mendarah-daging bahwa wakaf harus diserahkan kepada

seorang ulama, kyai atau lainnya, sementara orang yang diserahi belum tentu mampu

mengurus merupakan kendala yang cukup serius dalam rangka memberdayakan harta

wakaf secara produktif di kemudian hari.

Disamping karena kurangnya aspek pemahaman yang utuh terhadap wakaf

dalam Islam, umat Islam (khususnya di Percut Sei Tuan)belum menyadari betul akan

pentingnya wakaf dalam kehidupan dan kesejahteraan masyarakat banyak, kepedulian

terhadap pengembangan wakaf yang sejatinya memiliki peran yang cukup signifikan

dalam kehidupan masyarakat belum dirasakan benar. Ada beberapa lembaga

kenaziran dan lembaga sosial lainnya yang mencoba mengembangkan wakaf secara

produktif, namun nampaknya masyarakat banyak belum tersentuh secara mendasar,

bahkan banyak di antara masyarakat yang merasa pesimistik karena melihat

pengalaman-pengalaman sebelumnya. Harus diakui, pola dan sistem yang digunakan

oleh para pengelola wakaf selama ini memang sangat tradisional dan monoton,

sehingga di alam pikiran masyarakat umum sudah terbentuk image bahwa wakaf itu

(27)

masjid, musholla, kuburan dan lain-lain. Kurangnya kepedulian masyarakat terhadap

wakaf di pengaruhi oleh beberapa faktor :

1. Adanya pemahaman yang sempit bahwa wakaf selama ini hanya berupa benda

tak bergerak, khususnya tanah milik, sementara kepemilikan tanah sudah

semakin menyempit, khususnya di daerah perkotaan.

2. Masyarakat menilai bahwa pengelolahan wakaf selama ini tidak profesional dan

amanah (dapat dipercaya). Akibatnya, harta wakaf justru lebih banyak

membebani masyarakat, bahkan yang membuat prihatin masyarakat, bahwa

pemeliharaan dan pembinaan harta wakaf di ambilkan dari dana-dana sumbangan

yang sering dilakukan justru bisa merusak citra Islam secara umum, seperti di bis

kota, kereta api, jalan raya, pasar dan rumah ke rumah. Kondisi inilah salah

satunya , yang kemudian menyebabkan masyarakat semakin malas memikirkan

tentang wakaf.

3. Belum adanya jaminan hukum yang kuat bagi pihak-pihak yang terikat dengan

wakaf, baik yang berkaitan dengan status harta wakaf, pola pengelolaan,

pemberdayaan dan pembinaan secara transparan seperti nazhir dan wakif,

sehingga banyak masyarakat yang kurang meyakini untuk berwakaf.

4. Belum adanya kemauan yang kuat dan serentak dari pihak nazhir wakaf dan

membuktikannya dengan kongkrit bahwa wakaf itu sangat penting bagi

(28)

5. Kurangnya tingkat sosialisasi dari beberapa lembaga yang peduli terhadap

pemberdayaan ekonomi (khususnya lembaga wakaf) karena minimnya anggaran

yang ada.

6. Minimnya tingkat kajian dan pengembangan wakaf pada level wacana di

Perguruan Tinggi Islam, sehingga sedikit pula referensi-referensi pengembangan

wakaf yang sesuai dengan standar manajemen modern. Buku-buku yang ada

paling-paling kita temukan kitab-kitab fiqih yang menjelaskan wakaf dalam

tinjauan Syariah (normatif) bukan inovatif.

Dari pemahaman masyarakat Percut Sei Tuan mengenai perwakafan baik

secara hukum Islam maupun peraturan hukum agrarian, maka dapat dijelaskan bahwa

wakaf sudah demikian melembaga namun permasalahan yang ditimbulkannya tidak

kurang untuk menuntut perhatian, penanganan dan peraturan yang lebih serius dan

komprehensif dari berbagai pihak terlebih-lebih instansi pemerintah yang terkait di

bidang tugas itu.

Lebih khusus lagi, wakaf tanah yang meliputi berbagai dimensi, pengaturan

dan penanganan yang diterapkan seyogianya harus dapat merangsang umat Islam

untuk lebih meningkatkan wakafnya baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya di

dalam rangkaian upaya mengejar kehidupan masyarakat adil dan makmur

berdasarkan pancasila yang diridhoi Allah SWT.

Dalam kaitan ini sangat mendesak untuk dimasyarakatkan segala peraturan

perundang-undangan yang berlaku dalam perwakafan tanah.Di samping segala aturan

(29)

peraturan perundang-undangan dalam sistem hukum nasionalpun harus dipenuhi.Ini

merupakan konsekuensi dari Negara Republik Indonesia sebagai suatu Negara hukum

dengan dasar Negara Pancasila di dalam rangkaian upaya menciptakan kepastian

hukum dari perwakafan tanah dimaksud.57 Dari ketentuan itu dapat dilihat:

1. Wakaf.

Wakaf adalah Perbuatan hukum seseorang atau badan hukum yang

memisahkan sebagian dari harta kekayaannya yang berupa tanah milik dan

melembagakannya untuk selama-lamanya dan untuk kepentingan peribadatan

atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran agama Islam.

2. Ada orang yang berwakaf (wakif)

Wakif adalah pihak yang mewakafkan harta benda miliknya yang dapat

mewakafkan tanah yang disebut Wakif, yaitu orang-orang ataupun badan

hukum yang mewakafkan tanah miliknya.Namun oleh UU No. 41/2004 telah

dikembangkan, selain orang atau badan hukum juga organisasi dapat menjadi

wakif (dalam UUPA, organisasi termasuk sebagai badan hukum). Dalam hal

ini tidak semua orang atau badan hukum dapat sebagai wakif tetapi harus

sebagai pemilik tanah atau tegasnya sebagai pemegang hak atas tanah yang

akan diwakafkan.

Wakif juga harus memenuhi syarat-syarat khusus seperti : 1) dewasa, 2) sehat

akalnya, 3) tidak terhalang untuk melakukan perbuatan hukum, 4) atas

57

(30)

kehendak sendiri tanpa paksaan dari pihak lain, 5) dalam hal badan hukum

atau organisasi maka yang bertindak atas namanya adalah pengurusnya yang

sah menurut hukum (pasal 3 ayat 1 dan 2 Peraturan Pemerintah Nomor

28/1977).

3. Ada sesuatu benda atau harta yang diwakafkan (maukuf).

Harta benda wakaf adalah harta benda yang memiliki daya tahan lama atau

manfaat jangka panjang serta mempunyai nilai ekonomi menurut syariah yang

diwakafkan oleh wakif. Secara umum, benda yang dapat diwakafkan adalah :

1). Benda tidak bergerak berupa hak atas tanah yang sudah maupun yang

belum terdaftar, bangunan atau bagian bangunan, tanaman dan benda lain,

hak milik atas satuan rumah susun dan benda tak bergerak lainnya sesuai

dengan ktentuan syariah dan peraturan perundang-undangan.

2). Benda bergerak yang tidak bisa habis karena dikonsumsi seperti uang,

logam mulia, surat berharga, kenderaan, hak atas kekayaanintelektual,

hak sewa dan benda bergerak lain sesuai ketentaun syari’ah dan peraturan

perundang-undangan seperti mushaf, buku dan kitab (pasal 16 UU No.

41/2004).

Benda wakaf yang dijadikan penelitian adalah wakaf tanah di mana

instansi yang berwenang atasnya adalah Badan Pertahanan Nasional.Adapun

tanah yang diwakafkan adalah tanah milik yang meliputi pengertian tanah

(31)

4. Ada tujuan atau tempat ke mana harta itu diwakafkan (maukuf

‘alaih)/peruntukan.

Secara umum benda wakaf diperuntukkan bagi sarana dan kegiatan

ibadah, sarana dan kegiatan pendidikan serta kesehatan, bantuan kepada fakir

miskin, anak terlantar, yatim piatu, beasiswa, kemajuan dan peningkatan

ekonomi umat dan kemajuan kesejahteraan umum lainnya yang tidak

bertentangan dengan syari’ah dan peraturan perundang-undangan (pasal 22

UU Nomor 41/2004).

Wakaf tanah yang dipergunakan selama-lamanya untuk kepentingan

peribadatan atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran agama Islam

berlaku atas tanah hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan di atas tanah

Negara, hak pakai di atas tanah Negara, sementara penggunaannya untuk

jangka waktu tertentu berlaku atas hak guna bangunan dan hak pakai di atas

tanah hak pengelolaan atau hak milik yang tetap terkait kepada izin tertulis

dari pemegang hak pengelolaan atau hak milik tersebut.

Pada azasnya tanah yang sudah diwakafkan tidak dapat diubah

peruntukannya, tentu bersesuaian dengan kehendak wakif. Tetapi jika

dikaitkan dengan perkembangan bangunan dewasa ini bisa saja terjadi tanah

sebagai wakaf seseorang yang sudah dimanfaatkan sebagaimana keinginan

wakif harus digusur demi kepentingan umum yang lebih besar di bidang

lainnya; atau karena tidak sesuai lagi dengan tujuan wakaf seperti yang telah

(32)

Kemudian, jika wakif tidak menetapkan peruntukan wakafnya nadzir

dapat menetapkan peruntukannya asal sesuai dengan tujuan dan fungsi wakaf

berdasarkan ketentuan syariah dan peraturan perundang-undangan (pasal 23

UU 41/2004).

5. Akibat Hukumnya

Jika seseorang telah mewakafkan tanah hak milikya maka dengan sendirinya

berakhirlah hak dan kewajiban si wakif terhadap tanah tersebut.Hak itu

beralih kepada nadzir (pengurus dan pemelihara wakaf). Menurut UU No.

41/2004 benda yang telah diwakafkan itu dilarang dijadikan jaminan, disita,

dihibahkan, dijual, diwariskan, ditukar atau dialihkan dalam bentuk

pengalihan hak lainnya (pasal 40) dengan kata lain tanah yang telah

diwakafkan itu tidak lagi mempunyai right of disposal dan harus dikeluarkan

dari peredaran lalu lintas perdagangan.

6. Pengurus dan Pemelihara (Nadzir).

Nazhir adalah pihak yang menerima harta benda wakaf dari wakif untuk

dikelola dan dikembangkan sesuai dengan peruntukannya.Nadzir sebagai

penerima, pengurus dan pemelihara tanah yang diwakafkan mencakup

kewajiban mengadministrasikan, mengelola, mengembangkan, mengawasi

dan melindungi harta benda wakaf. Jika perseorangan terdiri dari

sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang, salah seorang di antaranya sebagai ketua, ataupun

badan hukum, harus didaftarkan di Kantor Urusan Agama (KUA) kecamatan

(33)

Jika terdiri dari perseorangan harus memenuhi syarat-syarat berikut: 1)

warga Negara Indonesia, 2) beragama Islam, 3) sudah dewasa, 4) sehat

jasmani dan rohani, 5) tidak berada di bawah pengampuan, 6) bertempat

tinggal di kecamatan tempat letaknya tanah yang diwakafkan. Sedangkan

nadzir yang berbentuk badan hukum syarat-syarat yang harus dipenuhi adalah:

1) badan hukum Indonesia, 2) mempunyai perwakilan di kecamatan tempat

letaknya tanah yang diwakafkan (pasal 6 PP No. 28/1977).

Di samping syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh nadzir, kepada nadzir

diberikan hak dan kewajiban sebagai berikut. 1) mengurus dan mengawasi

kekayaan wakaf serta hasilnya sesuai dengan tujuannya. 2) melaporkan secara

berkala hal-hal yang disebut pada no. 1 di atas kepada kepala KUA setiap

setahun sekali, melaporkan tanah milik yang diwakafkan dan perubahannya ke

Kepala Kantor Kementerian Agama (Kakemenag) melalui kepala KUA untuk

mendapat persetujuan tertulis dari menteri agama (lihat kewenangannya telah

dilimpahkan ke Badan Wakaf Nasional berdasarkan UU No. 41/2004). 3)

melaporkan nadzir yang berhenti dari jabatannya dan mengusulkan

penggantinya kepada Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) untuk

disahkan.

7. Prosedur

Prosedur yang harus dilakukan dalam perwakafan tanah sebagai berikut:

1) Seseorang yang telah memenuhi segala persyaratan untuk dapat sebagai

(34)

untuk dijadikan wakaf diharuskan : a) datang di hadapan PPAIW, b)

menyampaikan maksud untuk mewakafkan tanah miliknya kepada PPAIW,

c) membawa dan menyerahkan kepada PPAIW sertifikat hak milik atau

tanda bukti hak lainnya.

PPAIW meneliti kebenaran surat yang diserahkan, menanyakan maksud/kehendak calon wakif serta persyaratan yang harus dipenuhi calon wakif dan tanah yang akan diwakafkan guna dilaksanakan ikrar wakaf dengan mempergunakan formulir baku yang telah tersedia. Adapun contoh ikrar wakaf adalah sebagai berikut:

BISMILLAHIRROHMANIRROHIM. pada hari ini, tanggal 27 Jumadal Ula 1431 H bertepatan dengan tanggal 12 Mei 2012 M. saya nama djaenah mewakafkan sebidang tanah dengan luas + 200 m2 nomor sertifikat hak milik 1117 yang terletak di kelurahan Kenangan untuk keperluan tempat ibadah musholla kepada nadzir kelompok kelurahan Kenangan (bendahara nadzir mochamad zainuri) untuk dimanfaatkan dan dipergunakan sebagaimana mestinya. demikian semoga Allah SWT memberikan ridho dan berkahnya kepada kita sekalian.”

2) Pada pelaksanaan ikrar wakaf, nadzir dan dua orang saksi harus hadir dan

menandatangani ikrar wakaf dan akta ikrar wakaf tersebut.

3) Kepala KUA/PPAIW setelah menandatangani ikrar wakaf dan akta ikrar

wakaf atas nama nadzir diharuskan untuk mengajukan permohonan ke

Kantor Pertanahan untuk mendaftarkan perwakafan tanah milik tersebut

sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1977

(dahulu Peraturan Pemerintah Nomor 10/1961).

4) Kantor Pertanahan setelah menerima permohonan mencatat perwakafan

(35)

memiliki sertifikat hak milik dan bagi tanah-tanah yang belum bersertifikat

hak milik diproses terlebih dahulu sampai selesai penerbitan sertifikat hak

miliknya baru dilakukan pencatatan pada buku tanah dan sertifikatnya itu.

5) Setelah pencatatan pada buku tanah dan sertifikatnya, nadzhir setelah

menerima wakaf tersebut harus melaporkannya kepada Kepala KUA

setempat.

Adapun unsur-unsur wakaf yang termuat dalam Peraturan Pemerintah Nomor

28 Tahun 1977 adalah sebagai berikut :

1. Wakif dan Ikrarnya.

Adalah seseorang yang dengan tanggung jawab dan dengan sengaja

menyerahkan hartanya untuk wakaf. Ikrar adalah pernyataan kehendak dari wakif,

untuk mewakafkan tanah hak miliknya. Menurut Pasal 1 Ayat (2) disebutkan bahwa

yang bisa menjadi wakif adalah :

1) Perseorangan

2) Sekelompok atau beberapa orang

3) Badan Hukum

Dengan syarat :

1) Dewasa

2) Sehat akalnya

3) Tidak terhalang oleh hukum untuk melakukan suatu perbuatan hukum.

Ikrar wakaf ini dilaksanakan didepan PPAIW dan diharuskan dalam bentuk

(36)

1) Pihak yang hendak mewakafkan tanahnya diharuskan datang dihadapan

PPAIW untuk melaksanakan ikrar wakaf.

2) Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) diangkat dan diberhentikan

oleh Menteri Agama.

3) Isi dan bentuk ikrar wakaf ditentukan oleh Menteri Agama.

4) Pelaksanaan ikrar dan pembuatan akta ikrar wakaf dianggap sah jika

dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2 orang saksi.

5) Dalam melaksanakan ikrar pihak mewakaf tanah diharuskan membawa

serta dan menyerahkan pada PPAIW surat-surat :

a. Sertifikat hak milik atas tanah.

b. Surat keterangan Kepala Desa bahwa tanah tersebut bebas sengketa.

c. Surat keterangan pendaftaran tanah

d. Ijin Bupati atau Walikota

Keharusan dibuatnya sebuah akta ikrar wakaf dalam proses Perwakafan Tanah

Milik secara tertulis dapat dilihat dalam Pasal 2 Peraturan Menteri Agama Nomor 1

Tahun 1978 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977, yaitu:

1) Ikrar dilakukan secara tertulis.

2) Dalam hal wakif tidak dapat menghadap Pejabat Pembuat Akta

IkrarWakaf (PPAIW), maka wakif dapat membuat ikrar wakaf secara

tertulis dengan persetujuan dari Kakandepag yang kewenanganya

(37)

Akta ikrar wakaf tersebut harus dibuat secara tertulis rangkap 3 (tiga),

masing-masing untuk :

1) Lembar pertama disimpan di Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan.

2) Lembar kedua dilampirkan pada permohonan pendaftaran tanah wakaf

kepada Bupati atau Walikota serta Kepala Kantor Pertanahan setempat.

3) Lembar ketiga dikirim ke Pengadilan Agama setempat.

Selain itu juga akan dibuatkan salinan akta ikrar wakaf yang masing-masing

akan diberikan kepada wakif, Nadzir, kantor Departemen Agama Kabupaten atau

Kota dan Kepala desa yang mewilayahi tanah wakaf tersebut.

2. PPAIW ( Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf )

Sesuai dengan Pasal 5 Ayat 1 ditentukan bahwa pengucap Ikrar Wakaf harus

dilakukan di PPAIW. Semua Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan adalah

ditunjuk sebagai PPAIW, bila pada suatu kecamatan tidak ada KUA maka akan

ditunjuk Kepala Kantor Urusan Agama yang terdekat yang ditunjuk sebagai PPAIW.

Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf mempunyai tugas :

1) Meneliti kehendak wakif, memeriksa kelengkapan surat-surat yang

dibutuhkan, khususnya tentang ada atau tidaknya hambatan si calon wakif

melepaskan hak milik atas tanahya.

2) Mengesahkan Nadzir, dengan didahului adanya penelitian tentang

syarat-syarat Nadzir.

(38)

4) Menyaksikan pelaksanaan ikrar wakaf dan menandatangani formulir ikrar

wakaf tersebut.

5) Membuat Akta Ikrar Wakaf rangkap 3 dan salinanya rangkap 4 dan

mendistribusikanya pada masing-masing yang seharusnya memperolehnya.

6) Mengajukan permohonan atas nama Nadzir yang bersangkutan kepada

Bupati/Walikota bersama Kepala Kantor Pertanahan setempat untuk

mendaftar Perwakafan Tanah Milik yang bersangkutan, selambat-lambatnya

dalam waktu 3 bulan sejak dibuatnya akta ikrar wakaf dengan dilampiri :

a. Sertifikat tanah yang bersangkutan.

b. Akta Ikrar Wakaf asli.

c. Surat pengesahan Nadzir.

Jika tanah yang hendak diwakafkan belum bersertifikat maka harus dilampiri :

a. Surat permohonan penegasan hak.

b. Surat-surat bukti pemilikan tanah

c. Akta Ikrar Wakaf asli

d. Surat pengesahan Nadzir58 3. Nadzir

Untuk menjamin bahwa tanah wakaf akan dapat berfungsi sebagaimana tujuan

wakaf, maka diperlukan seseorang atau sekelompok orang atau badan hukum yang

diserahi tugas pemeliharaan dan pengurusan benda wakaf. Nadzir juga merupakan

58A. Faisal Haq dan, A. Saiful Anam,Hukum Wakaf dan Perwakafan di Indonesia, (Pasuruan:

(39)

satu element yang sangat penting untuk menjaga tanah wakaf agar alokasinya sesuai

dengan yang diinginkan.

Nadzir ada yang berbentuk kelompok, susunannya harus memenuhi syarat-syarat :

1) Sekurang-kurangnya terdiri dari 3 orang yang salah satunya menjadi ketua.

2) Dalam satu desa ditetapkan satu Nadzir.

3) Dalam satu Kecamatan, jumlahnya paling banyak adalah sama dengan jumlah

desa di Kecamatan tersebut.

4) WNI, Islam, sehat jasmani dan rohani, tidak dibawah pengampuan, tinggal di

kecamatan pada tanah yang diwakafkan.

Nadzir yang berbentuk Badan Hukum syaratnya :

1) Badan Hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.

2) Mempunyai perwakilan di Kecamatan dimana tanah tersebut diwakafkan.

3) Badan Hukum itu bertujuan untuk kepentingan peribadatan atau

keperluan umum sesuai dengan ajaran Islam.

Nadzir dalam pelaksanaan Perwakafan tanah mempunyai beberapa kewajiban,

adapun kewajiban Nadzir adalah sebagai berikut :

1) Menyimpan salinan Akta Ikrar Wakaf.

2) Memelihara dan memanfaatkan tanah wakaf sesuai dengan tujuan wakaf serta

berusaha menambah nilainya.

3) Menggunakan hasil-hasil wakaf sesuai dengan Ikrar Wakaf.

4) Mengadakan pembukuan tentang :

(40)

b. Catatan pengelolaan hasil wakaf.

c. Melaporkan hasil pencatatanya kepada KUA setiap tahunnya.

5) Melaporkan pada KUA Kecamatan apabila terjadi perubahan anggota Nadzir.

6) Mengajukan permohonan bila ada perubahan atas tanah wakaf baik statusnya

maupun bila tidak sesuai lagi dengan ikrar wakaf.

7) Melaporkan padaWalikota/ Bupati setempat serta Kepala Kantor Pertanahan

setempat, bila terjadi perubahan status maupun penggunaan tanah wakaf.

4. Obyek Benda Wakaf

Syarat-syarat Wakaf Hak Milik, yakni :

a. Merupakan tanah milik atau tanah hak milik yang bebas dari segala

pembelaan, ikatan, sitaan dan perkara.

b. Tanda bukti pemilikan harta benda/sertifikat hak milik.

c. Harta benda tidak bergerak, surat keterangan kepala desa yang diperkuat oleh

camat.

d. Surat keterangan pendaftaran tanah.

e. Izin dari walikota/ bupati kepala daerah C.q. Kepala sub. Direktorat Agraria

setempat.

Ruang lingkup wakaf yang selama ini dipahami secara umum cenderung

terbatas pada wakaf benda tidak bergerak seperti Tanah, dan Bangunan. Padahal,

menurut Undang-Undang Wakif dapat pula mewakafkan sebagian kekayaannya

berupa benda wakaf bergerak, baik berwujud atau tidak berwujud yaitu :

(41)

b. logam mulia,

c. surat berharga,

d. kendaraan,

e. hak kekayaan intelektual,

f. hak sewa, dan

g. benda bergerak lainnya.

Sedangkan menurut Pasal 19 Undang-undang No. 41 Tahun 2004 Tentang

wakaf menyebutkan bahwa :

1).Harta benda wakaf terdiri dari :

a. Benda tidak bergerak; dan

b. Benda bergerak.

2).Benda tidak bergerak sebagaimana dimaksud meliputi :

a. Hak atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

yang berlaku baiksudah maupun yang belum terdaftar; yang

b. Bangunan atau bagian bangunan yang berdiri di atas tanah;

c. Tanaman dan benda lain yang berkaitan dengan tanah;

d. Hak milik atas satuan rumah susun sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undanganberlaku; yang

e. Benda tidak bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariah dan peraturan

perundang-undanganberlaku.

3) Benda bergerak sebagaimana dimaksud adalah harta benda yang tidak bisa

(42)

a. Uang;

b. Logam mulia;

c. Surat berharga;

d. Kendaraan;

e. Hak atas kekayaan intelektual;

f. Hak sewa; dan

g. Benda bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariah dan peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 Dari ketentuan Pasal 4

disebutkan bahwa obyek Perwakafan adalah tanah dengan hak milik dimana tanah

tersebut dalam keadaan bebas dari segala pembebanan, ikatan, sitaan dan sengketa.

Menurut Pasal 20 Undang-Undang Pokok Agraria dinyatakan bahwa hak

milik adalah hak turun temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dimiliki seseorang

atas tanah, dengan mengingat ketentuan Pasal 6 Undang-Undang Pokok Agraria.

Adapun fungsi dari wakaf adalah mengekalkan benda wakaf sesuai dengan tujuan

wakaf sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun

1977. Benda wakaf itu harus dikelola dan dipelihara dengan baik dan bertanggung

jawab kepada wakif, masyarakat dan kepada Tuhan.

5. Fungsi Dan Tujuan Wakaf

Peruntukan benda wakaf tidak semata-mata untuk kepentingan sarana ibadah

dan sosial melainkan diarahkan pula untuk memajukan kesejahteraan umum dengan

(43)

memungkinkan pengelolaan benda wakaf dapat memasuki wilayah kegiatan ekonomi

dalam arti luas sepanjang pengelolaan tersebut sesuai dengan prinsip manajemen dan

ekonomi syariah.

Tujuan dalam Pasal 4 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun

2004, Wakaf bertujuan memanfaatkan harta benda wakaf sesuai dengan fungsinya.

Fungsi wakaf dalam Pasal 5 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun

2004, Wakaf berfungsi mewujudkan potensi dan manfaat ekonomis harta benda

wakaf untuk kepentingan ibadah dan untuk memajukan kesejahteraan umum.

Dalam Pasal 22 Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 mengatur mengenai

pembatasan peruntukan wakaf yakni dalam rangka mencapai tujuan dan fungsi

wakaf, harta benda wakaf hanya dapat diperuntukan bagi :

a. Sarana dan kegiatan ibadah;

b. Sarana dan kegiatan pendidikan serta kesehatan;

c. Bantuan kepada fakir miskin, anak terlantar, yatim piatu, bea siswa;

d. Kemajuan dan peningkatan ekonomi umat; dan/atau

e. Kemajuan kesejahteraan umum lainnya yang tidak bertentangan dengan

syariah dan peraturan perundang-undangan.

6. Dasar Hukum Wakaf

Dasar hukum dalam melaksanakan proses perwakafan antara lain;

a. Undang-undangPokok Agraria (UUPA) Undang-Undang Nomor 5 Tahun

(44)

b. PeraturanPemerintahn Nomor 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan tanah

milik.

c. Peraturan Menteri dalam Negeri Nomor 6 Tahun 1977 tentang Tata cara

pendaftaran tanahmengenai perwakafan tanah milik.

d. Peraturan Menteri Agama Nomor 1 tahun 1978.

e. Peraturan pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 1977.

f. Instruksi Presiden Nomor 1 tahun 1991 KHI Buku III.

g. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang yayasan.

h. Hukum adat dan aturan-aturan menurut hukum Islam sepanjang belum

diatur dalam aturan-aturan hukum tertulis.

i. Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 tentang wakaf.

7. Pendaftaran Dan Pengumuman Harta Benda Wakaf

Pendaftaran dan Pengumuman Harta Benda Wakaf diatur dalam Pasal 32 s/d

38 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2004, yakni sebagai

berikut:

1. PPAIW atas nama Nazhir mendaftarkan harta benda wakaf kepada instansi

yang berwenang paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak akta ikrar wakaf

ditandatangani.

2. Dalam pendaftaran harta benda wakaf sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32,

PPAIW menyerahkan :

a. Salinan akta ikrar wakaf;

(45)

3. Instansi yang berwenang menerbitkan bukti pendaftaran harta benda wakaf.

4. Bukti pendaftaran harta benda wakaf sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34

disampaikan oleh PPAIW kepada Nazhir.

5. Dalam hal harta benda wakaf ditukar atau diubah peruntukannya, Nazhir

melalui PPAIW mendaftarkan kembali kepada Instansi yang berwenang dan

Badan Wakaf Indonesia atas harta benda wakaf yang ditukar atau diubah

peruntukannya itu sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam tata cara

pendaftaran harta benda wakaf.

6. Menteri dan Badan Wakaf Indonesia mengadministrasikan pendaftaran harta

benda wakaf.

7. Menteri dan Badan Wakaf Indonesia mengumumkan kepada masyarakat harta

benda wakaf yang telah terdaftar.

Tanah yang tidak ada bukti tertulis (Peraturan Dirjen Bimas Islam Nomor

Kep/D/75/78) :

1. Dibuatkan surat keterangan kepala desa yang menerangkan kebenaran

pemilikan tanah dan wakif.

2. Keterangan bebas dari sengketa.

3. Dilakukan konversi tanah tersebut menjadi hak milik.

4. Apabila wakifnya :

a. Apabila wakifnya telah meninggal maka berdasarkan kesaksian saksi

ikrar antar saksi,maka oleh PPAIW dibuatkan Akta Pengganti Akta ikrar

(46)

b. Apabila wakifnya masih hidup: maka oleh PPAIW dibuatkan Akta Ikrar

Wakaf

8. Tata cara pendaftaran tanah mengenai Perwakafan Tanah Milik.

1. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 Tata cara pendaftaran

tanah mengenai Perwakafan Tanah Milik secara global juga diatur didalam

BAB III Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977, yaitu :

a. Pihak yang hendak mewakafkan tanahnya (wakif) harus datang

menghadap Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) untuk

melaksanakan ikrar wakaf.

b. Bila wakif tidak dapat datang menghadap Pejabat Pembuat Akta Ikrar

Wakaf (PPAIW), maka wakif dapat membuat ikrar secara tertulis dengan

persetujuan dari kantor Departemen Agama setempat.

c. Pelaksanaan ikrar dan pembuatan akta ikrar wakaf harus dihadiri

sekurang-kurangnya 2 orang saksi yang memenuhi syarat-syarat : dewasa,

sehat akalnya dan tidak ada halangan baginya untuk melakukan perbuatan

hukum.

d. Dalam melaksanakan ikrar wakaf maka wakif diharuskan membawa serta

dan menyerahkan kepada Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW)

surat-surat sebagai berikut :

(47)

b) Surat keterangan dari Kepala Desa yang diperkuat oleh Camat

setempat yang menerangkan kebenaran kepemilikan tanah dan tidak

tersangkut dalam suatu sengketa.

c) Surat keterangan pendaftaran tanah.

d) Ijin dari Walikota/ BupatiKepala daerah yang disetujui oleh Kepala

Kantor Pertanahan Kabupaten setempat.

e. Setelah melaksanakan ikrar wakaf, Pejabat Pembuat Akta Ikrar

Wakaf (PPAIW) membuat akta ikrar wakaf rangkap 3 (tiga), yaitu :

1) Lembar pertama disimpan di Kantor Urusan Agama (KUA)

Kecamatan.

2) Lembar kedua dilampirkan pada permohonan pendaftaran tanah

wakaf kepada Bupati atau Walikota serta Kepala Kantor

Pertanahan setempat.

3) Lembar ketiga dikirim ke Pengadilan Agama setempat.

Sedangkan untuk salinan akta ikrar wakaf dibuat rangkap 4 (Empat), yang

akan diserahkan masing-masing kepada :

a) Salinan lembar pertama diserahkan pada Wakif.

b) Salinan lembar kedua diserahkan pada Nadzir.

c) Salinan lembar ketiga diserahkan pada Kantor Departemen Agama

setempat.

(48)

2. Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 1977 Dalam BAB

II yang mengatur tentang pendaftaran dan pencatatan Perwakafan tanah hak

milik. Adapun tanah yang diwakafkan harus merupakan tanah hak milik atau

tanah milik yang baikseluruhnya maupun sebagian bebas dari beban ikatan,

jaminan, sitaan dan sengketa, yang harus didaftarkan pada kantor Sub

Direktorat Pertanahan Kabupaten/Kota setempat.

Sebagaimana tercantum dalam pasal 20 ayat 1 UUPA pengertian hak milik

sebagai berikut:

Hak milik adalah hak turun temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat

dipuunyai orang atas tanah, dengan mengingat ketentuan dalam pasal 6.59 Menurut pasal 6 dari UUPA semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial. Terkuat dan

terpenuh di sini tidak berarti bahwa hak milik merupakan hak yang mutlak, tidak

terbatas dan tidak dapat diganggu gugat. Ini dimaksudkan untuk membedakan dengan

hak-hak atas tanah lainnya yang dimiliki oleh individu. Dengan lain perkataan, hak

milik yang merupakan hak yang paling kuat dan paling penuh di antara semua

hak-hak atas tanah lainnya. Sehingga si pemilik mempunyai hak-hak untuk menuntut kembali

di tangan siapapun benda itu berada.60

Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) berkewajiban untuk mengajukan

permohonan pendaftaran kepada kantor Sub Direktorat Pertanahan Kabupaten/Kota

setempat, atas tanah-tanah yang telah dibuat akta ikrar wakaf. Untuk keperluan

59 Eddy Ruchiyat, SH,

Politik Pertanahan Nasional Sampai Orde Reformasi, (Bandung: Alumni, 1999), hal. 45

(49)

pendaftaran Perwakafantanah hak milik, maka calon wakif menyerahkan surat-surat

kepada kantor Sub Direktorat Pertanahan Kabupaten/Kota setempat, yang berupa :

a. Sertifikat tanah yang bersangkutan.

b. Akta ikrar wakaf yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf

(PPAIW) setempat.

c. Surat pengesahan dari Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan setempat

mengenai Nadzir yang bersangkutan. Apabila tanah milik yang akan

diwakafkan tersebut belum terdaftar atau belum ada sertifikatnya, maka calon

wakif harus menyerahkan kepada kantor Sub Direktorat Pertanahan

Kabupaten/Kota setempat, yang berupa :

1) Surat permohonan Konversi atau pengesahan haknya.

2) Surat-surat bukti pemilikan tanahnya serta surat-surat keterangan lainya

yang diperlukan sehubungan dengan permohonan konversi dan

pendaftaran hak atas tanah.

3) Akta ikrar wakaf yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf

(PPAIW) setempat.

4) Surat pengesahan dari Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan

setempat mengenai Nadzir yang bersangkutan. Setelah dilakukan

permohonan pendaftaran Perwakafan Tanah Milik, maka kepala kantor

Sub Direktorat Pertanahan Kabupaten/Kotasetempat, mencatat

Perwakafantanah hak milik yang bersangkutan pada buku tanah dan

Referensi

Dokumen terkait

Dari perspektif tersebut, yang terjadi sekarang adalah tarik-menarik antara pasar pada tataran global dan penguatan komunitas pada tataran lokal tanpa melalui

Proses otentikasi jaringan dengan menggunakan Kerberos terpusat pada server Kerberos. Setiap proses yang ada di instant message akan melalui proses

Pembakaran bahan bakar pada motor bensin dimulai dengan pemasukan campuran udara dan bahan bakar dari karburator menuju ruang bakar lewat katup masuk yang kemudian dinyalakan

Persentase penguasaan atau ketuntasan siswa terhadap materi pembelajaran yang telah diajarkan sebesar 60% pada siklus I dan 85% pada siklus II untuk mata

​ Conclusion: This study demonstrated that peer education is effective to promote clean and healthy life behavior among students in Islamic boarding schools.. Boarding

Untuk memahami bagaimana penerapan pendekatan ekonomi politik di gunakan dalam studi media massa, ada tiga konsep awal menurut Mosco yang harus dipahami atau dapat di katakan

Dari latar belakang permasalahan yang telah diuraikan, maka penelitian ini difokuskan pada faktor atau variabel yang mempengaruhi PMDN dengan judul “ Faktor – Faktor Yang

Tujuan penelitian tersebut adalah untuk mengetahui peran yang sudah diberikan inkubator bisnis untuk membangun startup pada perguruan tinggi dalam mengetahui apa saja yang