BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Usaha keuangan dilaksanakan oleh perusahaan yang bergerak dibidang
keuangan atau yang disebut dengan lembaga keuangan. Kegiatan utama lembaga
keuangan adalah membiayai permodalan suatu bidang usaha di samping usaha lain
seperti menampung uang yang sementara waktu belum digunakan oleh pemiliknya.
Selain itu kegiatan lainnya lembaga keuangan tidak terlepas dari jasa keuangan.
Dalam praktiknya lembaga keuangan digolongkan kedalam dua golongan besar yaitu
: lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan lainnya (lembaga pembiayaan).1
Lembaga keuangan bank merupakan lembaga keuangan yang memberikan
jasa keuangan yang paling lengkap. Usaha keuangan yang dilakukan di samping
menyalurkan dana atau memberikan pinjaman (kredit) juga melakukan usaha
menghimpun dana dari masyarakat luas dalam bentuk simpanan. Kemudian usaha
bank lainnya memberikan jasa-jasa keuangan yang mendukung dan memperlancar
kegiatan memberikan pinjaman dengan kegiatan menghimpun dana.
Sebaliknya lembaga keuangan lainnya atau lembaga pembiayaan lebih
terfokus kepada salah satu bidang saja apakah penyaluran dana atau penghimpunan
walaupun ada juga lembaga pembiayaan yang melakukan keduanya. Kemudian
1
masing-masing lembaga keuangan lainnya dalam menghimpun atau menyalurkan
dana mempunyai cara-cara tersendiri.2
Kehadiran lembaga perbankan telah dimanfaatkan oleh masyarakat dengan
munculnya berbagai kegiatan usaha baru dan pengembangan kegiatan usaha yang
telah ada maka akan terbuka luas lapangan kerja baru yang akan mengurangi
pengangguran dan meningkatkan pendapatan masyarakat.3
Bank merupakan lembaga intermediasi yang menjadi perantara antara para
penabung dan investor. Tabungan hanya akan berguna apabila diinvestasikan,
sedangkan para penabung tidak dapat diharapkan untuk sanggup melakukannya
sendiri dengan terampil dan sukses, maka tidak diragukan lagi bahwa bank dapat
melakukan fungsi yang berguna bagi masyarakat. Dengan diberlakukannya
Undang-Undang No.10 Tahun 1998 tentang Perbankan, yang menetapkan sistem perbankan di
Indonesia sebagai dual banking system atau sistem perbankan ganda : konvensional
dan syariah, dimana bank-bank konvensional beroperasi berdampingan dengan bank
syariah.4
Maka eksitensi bank-bank yang berdasarkan syariah ini dipertegas dan
kegiatannya diperluas dari semula hanya melakukan pembiayaan dengan berdasarkan
sistem bagi hasil, diubah menjadi melakukan pembiayaan dan/ atau melakukan
2
Ibid, hlm 6
3
Munir Fuadi, Hukum Tentang Pembiayaan (Dalam Teori dan Praktek), (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2002), hlm 13
4
Zainul Arifin, Memahami Bank Syariah, Lingkup, Peluang, Tantangan dan Prospek,
kegiatan perbankan berdasarkan prinsip syariah yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia.5
Sejalan dengan upaya restrukturisasi perbankan nasional yang sedang
dilaksanakan dewasa ini, maka diharapkan akan lahir sistem perbankan yang sehat
dalam rangka mendukung program pemulihan dan kebangkitan ekonomi nasional
khususnya dalam sektor perbankan maka lahirlah Undang-Undang No.21 Tahun 2008
tentang Perbankan Syariah. Tujuannya6 :
1. Untuk memenuhi kebutuhan jasa perbankan bagi masyarakat yang tidak dapat menerima konsep bunga.
2. Diterapkannya sistem perbankan syariah yang berdampingan dengan sistem perbankan konvensional, mobilisasi dana masyarakat dapat dilaksanakan lebih optimal terutama dari segmen masyarakat yang selama ini belum dapat tersentuh oleh sistem perbankan konvensional.
3. Peluang pembiayaan bagi pengembangan usaha yang lebih berdasarkan syariah.
4. Kebutuhan akan produk-produk dan jasa perbankan yang memiliki keunggulan yang unik dan berlandaskan nilai-nilai moral dan syariah.
Bank syariah lahir sebagai salah satu alternatif terhadap persoalan bunga
bank, karena bank syariah merupakan lembaga keuangan/ perbankan yang beroperasi
dan produknya dengan prinsip dasar tanpa menggunakan sistem bunga dengan
menawarkan sistem lain yang sesuai dengan syariah Islam. Dengan diperkenalkannya
bank berdasarkan prinsip syariah (syariah principle), maka bank dapat pula memilih
5
Munir Fuadi, Hukum Perbankan Modern, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2003), hlm 165
6
kegiatan usahanya berdasarkan syariah. Prinsip inilah yang membedakan secara
prinsipil antara sistem operasional bank syariah dengan bank konvensional.7
Dalam sistem bunga bank dan bagi hasil mempunyai sisi persamaan yaitu
sama-sama memberikan keuntungan bagi pemilik modal, namun keduanya memiliki
perbedaan yang prinsipil, yaitu sistem bunga uang yang merupakan sistem yang
dilarang agama Islam, sedangkan bagi hasil merupakan keuntungan yang tidak
mengandung riba sehingga tidak diharamkan oleh ajaran Islam dan penentuan
imbalan yang diinginkan akan diberikan semata-mata didasarkan prinsip syariah yang
sumbernya dari Al-qur‟an, Hadits dan Ijmak.8
Dalam praktek perbankan, adanya hubungan hutang piutang dan upaya pinjam
meminjam uang dengan jumlah tertentu, adalah merupakan suatu perbuatan lazim
yang sering dilakukan. Pihak bank sebagai kreditur, memberikan kredit kepada
nasabah sebagai debitur. Praktek pinjam meminjam sejumlah uang dalam sistem
perbankan berakibat pada lahirnya pihak pemberi pinjaman (kreditur) yaitu bank, dan
pihak penerima pinjaman (debitur), yaitu nasabah.9
Sistem perbankan dengan prinsip syariah istilah kredit berubah menjadi istilah
pembiayaan, hal ini dapat dilihat dalam Pasal 1 angka 12 Undang-Undang Nomor 10
Tahun 1998 tentang Perbankan yang menyebutkan:
7
Abdulhay Marhainis, Hukum Perbankan Indonesia, (Jakarta : Padnya Paramita, 1984), hlm 15
8
Muslimin Kara, Bank Syariah di Indonesia Analisa Kebijakan Pemerintah Indonesia Terhadap Perbankan Syariah, (Yogyakarta : UII Press, Cetakan Pertama, 2005), hlm 72
9
“Pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.”
Prinsip syariah oleh Pasal 1 angka 12 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008
tentang Perbankan Syariah diberikan defenisi, yaitu “prinsip hukum Islam dalam
kegiatan perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki
kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah”.
Pemerintah didukung Bank Indonesia telah menetapkan bahwa salah satu
strategi pemulihan ekonomi nasional yang harus ditempuh antara lain adalah
pemberdayaan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Sehubungan dengan hal
tersebut maka pemerintah berusaha mengembangkan kemampuan usaha mikro
melalui berbagai kebijakan. Mengacu pada VISI dan MISI Bank Syariah Mandiri,
maka Bank Syariah Mandiri sebagai lembaga yang mempunyai fungsi intermediasi
mempunyai responsibilitas untuk ikut serta membantu dan mengembangkan bisnis
mikro dengan cara melakukan investasi pembiayaan mikro berdasarkan prinsip
syariah sesuai dengan kebijakan pembiayaan Bank Syariah Mandiri. Investasi pada
pembiayaan mikro bertujuan membangun customer base pada segment bisnis mikro
yang relatif lebih dapat bertahan pada krisis ekonomi. Sehubungan dengan hal
tersebut adanya karakteristik yang khusus pada bisnis mikro untuk mencapai sasaran
bisnis mikro dengan strategi yang ditetapkan tanpa meninggalkan prinsip
Salah satu jenis transaksi yang digunakan Bank Syariah Mandiri dalam
menyalurkan produk pembiayaan warung mikro adalah menggunakan akad
pembiayaan murabahah al-wakalah. Artinya, bank sebagai lembaga intermediasi
memiliki peluang untuk mengembangkan bisnis dalam pembiayaan segmen mikro
mengingat potensi pasar pembiayaan mikro yang cukup luas. Pemberian pembiayaan
kepada segmen mikro mempunyai keuntungan antara lain sebagai berikut :
1. Mendiversifikasi penyebaran risiko karena pemberian pembiayaan tidak terkonsentrasi kepada satu kelompok.
2. Memungkinkan bank memperoleh pendapatan margin/ bagi hasil yang memadai karena tingkat margin pembiayaan pada segmen mikro relatif lebih tinggi dibandingkan margin pembiayaan komersial.
Agar marketable dan kompetitif di pasar, maka fitur pembiayaan untuk
segmen mikro dituntut menarik, dengan cara proses pemberian pembiayaan mudah,
cepat, efektif, dan efisien serta sesuai dengan kaidah-kaidah umum dalam
pembiayaan mikro. Untuk mengakomodir hal tersebut, maka Bank Syariah Mandiri,
meluncurkan layanan mikro dengan nama Warung Mikro.
Penyusunan standart prosedur operasional warung mikro dilakukan dengan
tetap memperhatikan azas-azas pengembangan bisnis warung mikro yaitu
kesederhanaan, keterbukaan, mudah dijangkau, dapat menutup seluruh biaya,
menguntungkan, aktifitas usaha berkelanjutan, serta struktur organisasi yang
tanpa meninggalkan prinsip kehati-hatian dan memenuhi azas penyaluran
pembiayaan yang sehat. 10
Pembiayaan warung mikro ini bertujuan, untuk11 :
1. Pembiayaan Modal Kerja, adalah fasilitas pembiayaan Bank untuk membiayai modal kerja perusahaan/ perorangan yang habis dalam satu siklus usaha dan dapat diperpanjang sesuai kebutuhan.
2. Pembiayaan Investasi, adalah fasilitas pembiayaan Bank untuk membiayai barang-barang modal dalam rangka rehabilitasi, modernisasi, perluasan ataupun pendirian proyek baru.
3. Pembiayaan Kredit Usaha Rakyat (KUR), adalah fasilitas pembiayaan Bank untuk membiayai usaha rakyat dalam rangka penambahan modal usaha. 4. Pembiayaan Usaha Mikro Tunas (PUM- Tunas), adalah fasilitas pembiayaan
Bank yang diberikan kepada perorangan, baik bagi golongan berpenghasilan tetap maupun golongan berpenghasilan tidak tetap serta badan usaha. Limit pembiayaan Rp. 2.000.000 – Rp. 10.000.000,-.
5. Pembiayaan Usaha Mikro Madya (PUM- Madya), adalah fasilitas pembiayaan Bank yang diberikan kepada perorangan, baik bagi golongan berpenghasilan tetap maupun golongan berpenghasilan tidak tetap serta badan usaha. Limit pembiayaan Rp. 10.000.000 – Rp. 50.000.000,-.
6. Pembiayaan Usaha Mikro Utama (PUM- Utama), adalah fasilitas pembiayaan Bank yang diberikan kepada perorangan, baik bagi golongan berpenghasilan tetap maupun golongan berpenghasilan tidak tetap serta badan usaha. Limit pembiayaan Rp. 50.000.000 – Rp. 100.000.000,-.
Sebagai realisasi dari hubungan antara nasabah debitur dengan bank ini
biasanya diikat dengan akad atau perjanjian. Rumusan akad diartikan bahwa
perjanjian harus merupakan perjanjian kedua belah pihak untuk mengikatkan diri
tentang perbuatan yang akan dilakukan dalam suatu hal yang khusus.12
Didalam Al-Qur‟an sendiri setidaknya ada 2 (dua) istilah yang berkaitan
dengan perjanjian yaitu kata akad al-aqdu dan kata al-ahdu, Al-Qur‟an memakai kata
10
Standart Prosedur Operasional Bisnis, PT. Bank Syariah Mandiri, SPOB/ PEM/ WMK/1
11
Standart Prosedur Operasional Bisnis, PT. Bank Syariah Mandiri, SPOB/ PEM/ WMK/1
12
pertama dalam perikatan atau perjanjian,13 sedangkan kata yang kedua dalam berarti masa, pesan penyempurnaan dan janji atau perjanjian. Oleh karenanya akad
disamakan dengan istilah perikatan atau verbintenis, sedangkan kata al-ahdu dapat
dikatakan dengan istilah perjanjian atau overenkomst yang diartikan sebagai suatu
pernyataan dari seseorang untuk mengerjakan sesuatu.14
Secara terminologi fiqh, akad didefenisikan dengan pertalian ijab (pernyataan
melakukan ikatan) dan qabul (pernyataan menerima ikatan) sesuai dengan kehendak
syariat yang berpengaruh pada objek perikatan yang sesuai dengan kehendak
syariat.15
Ijab dan kabul ini diadakan untuk menunjukan adanya sukarela timbal balik
terhadap perikatan yang dilakukan oleh dua pihak yang bersangkutan sesuai dengan
kehendak syariat. Artinya seluruh perikatan yang diperjanjikan oleh kedua belah
pihak atau lebih dianggap sah apabila sesuai dengan atau sejalan dengan ketentuan
Islam.16 Untuk sahnya suatu akad para ahli fiqh menyatakan harus memenuhi rukun/ syarat akad.
Adapun rukun/ syarat sahnya suatu akad terbagi 3 (tiga), yaitu 17:
13
Mariam Darus Badrulzaman, Kompilasi Hukum Perikatan, (Bandung : Citra Aditya Bhakti, 2001), hlm 247
14
Abdul Ghofur Anshori, Pokok-pokok Hukum Perjanjian Islam di Indonesia, (Yogyakarta: Citra Media, 2006), hlm 19
15
Syamsudin Anwar, Hukum Perjanjian Syariah Studi Tentang Teori Akad Dalam Fiqih Muamalat, (Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada, 2007), hlm 156
16
Daeng Naja, Akad Bank Syariah, (Yogyakarta : Pustaka Yustisia, 2011), hlm 20
17
1. Syarat Rukun, yakni ijab dan kabul, yaitu berbentuk perkataan, tulisan, perbuatan dan isyarat, semua rukun diatas mempunyai kekuatan hukum yang sama.
2. Pihak-pihak yang berakad (al-muta’aqidain) atau pihak-pihak yang berakad, dan pernyataan untuk mengikatkan diri.
3. Syarat objektif, yakni al-ma’qud alaih/ mahal al-qud atau objek akad, dan
maudhu ‘al-aqd atau tujuan akad.
Dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah pada Bab II Pasal 21
dikemukakan tentang azas akad, yaitu18 : (a) Ikhtiyari/ sukarela; (b) Amanah/ menepati janji; (c) Ikhtiyati/ kehati-hatian; (d) Luzum/ tidak berobah; (e) Saling
Menguntungkan; (f) Taswiyah/ kesetaraan; (g) Tranparansi; (h) Kemampuan; (i)
Taisir/ kemudahan; (j) Itikad Baik; (k) Sebab yang halal.
Secara harfiah, murabahah al-wakalah berarti jual beli dengan memberikan
kuasa dan secara tekhnis bank pada pembiayaan warung mikro adalah bank memberi
kuasa kepada nasabah debitur untuk membeli barang atas nama bank, kemudian
nasabah debitur membeli barang tersebut kepada bank. Pada umumnya, bank tidak
akan memesan barang yang akan dijual kepada nasabah debitur, sebelum ada
pemesanan dari calon pembeli.
Murabahah merupakan penjualan benda oleh bank dengan harga yang
disepakati, yang pembayarannya dilakukan secara tangguh (berhutang). Dengan
demikian nasabah berkewajiban membayar harga benda yang dibeli sampai dengan
pelunasannya sebagaiman kewajiban membayar hutang. Jadi nasabah mengetahui
18
Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia, Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah,
keuntungan yang diambil bank, selama akad belum berakhir, maka harga jual beli
tidak boleh berubah.
Apabila terjadi perubahan, akad tersebut menjadi batal, dan cara pembayaran
dan jangka waktu yang disepakati bersama dapat lumpsum atau secara angsuran.19 Dalam kegiatan perbankan syariah, transaksi secara angsuran ini mendominasi
praktek pelaksanaan jual beli secara perwakilan dengan sistem murabahah
al-wakalah.
Pelaksanaan akad murabahah al-wakalah di Bank Syariah Mandiri cabang
Medan dalam perikatan pembiayaan Warung Mikro merupakan bentuk pemberian
kuasa dari bank kepada nasabah dalam hal pembelian barang. Sejak awal tahun 2013,
nasabah yang mengajukan pembiayaan murabahah al-wakalah pada pembiayaan
kredit warung mikro sebanyak 87 orang.
Berdasarkan semua pernyataan tersebut diatas, maka dianggap bahwa
permasalahan diatas adalah merupakan permasalahan yang sangat menarik untuk
dibahas dan diteliti. Penelitian ini kemudian dituangkan dalam tesis dengan judul
“Pelaksanaan Akad Pembiayaan Murabahah Al-Wakalah Pada Pembiayaan Warung
Mikro di PT. Bank Syariah Mandiri Cabang Medan”.
B. Perumusan Masalah
19
Berdasarkan pada latar belakang masalah di atas, maka dirumuskan beberapa
masalah yang harus dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Mengapa akad pembiayaan murabahah al-wakalah menjadi keharusan dalam
proses pemberian pembiayaan Warung Mikro di PT. Bank Syariah Mandiri
cabang Medan ?
2. Bagaimana pelaksanaan akad pembiayaan murabahah al-wakalah pada
pembiayaan Warung Mikro di PT. Bank Syariah Mandiri cabang Medan ?
3. Apakah hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan akad pembiayaan
murabahah al-wakalah pada pembiayaan Warung Mikro di PT. Bank Syariah
Mandiri cabang Medan ?
C. Tujuan Penelitian
Menurut Soerjono Soekanto, tujuan penelitian dirumuskan secara deklaratif
dan merupakan pernyataan-pernyataan tentang apa yang hendak dicapai dengan
penulisan tersebut. Berdasarkan permasalahan di atas, maka tujuan penelitian ini
adalah :
1. Untuk mengetahui dan menganalisis alasan keharusan digunakannya akad
pembiayaan murabahah al-wakalah dalam proses pembiayaan Warung Mikro
di PT. Bank Syariah Mandiri cabang Medan.
2. Untuk mengetahui dan menganalisis pelaksanaan akad pembiayaan
murabahah al-wakalah pada pembiayaan Warung Mikro di PT. Bank Syariah
3. Untuk mengetahui dan menganalisis hambatan yang dihadapi dalam
pelaksanaan akad pembiayaan murabahah al-wakalah pada pembiayaan
Warung Mikro di PT. Bank Syariah Mandiri cabang Medan.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian merupakan pencerminan secara konkrit kegiatan ilmu dalam
memproses ilmu pengetahuan. Secara operasional penelitian dapat berfungsi sebagai
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, menunjang pembangunan,
mengembangkan sistem dan mengembangkan kualitas manusia.20
Penelitian ini diharapkan dapat membawa manfaat bagi semua pihak dan
bertitik tolak dari tujuan penelitian sebagaimana tersebut diatas, diharapkan dengan
penelitian ini akan dapat memberikan manfaat atau kegunaan secara teoritis dan
praktis di bidang hukum yaitu sebagai berikut :
1. Secara teoritis
Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat menambah masukan sebagai
sarana untuk mengembangkan ilmu pengetahuan hukum dan pemahaman yang
lebih mendalam dalam hal “Pelaksanaan akad pembiayaan murabahah
al-wakalah pada pembiayaan warung mikro di PT. Bank Syariah Mandiri cabang
Medan”.
2. Secara praktis
20
Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi
kalangan praktisi perbankan, mahasiswa dan masyarakat umum dalam praktek
pelaksanaan akad pembiayaan syariah khususnya akad murabahah al- wakalah
sehingga dapat berjalan seimbang antara bank dan nasabah sesuai dengan prinsip
syariah dan pada akhirnya ketentuan-ketentuan syariat dalam perjanjian (akad)
pembiayaan perbankan syariah dapat ditegakkan.
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan hasil penelusuran kepustakaan yang ada di lingkungan
Universitas Sumatera Utara, khususnya dilingkungan Pascasarjana Universitas
Sumatera Utara menunjukan bahwa penelitian dengan beberapa judul tesis yang
berhubungan dengan judul topik dalam tesis ini adalah :
1. Penelitian dengan judul “Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank
Syariah (Studi Terhadap Pembiayaan Rumah/ Properti Pada Bank Negara
Indonesia Syariah Cabang Medan)” oleh Ridha Kurniawan Adnans NIM
057011074/ MKn. Rumusan yang dibahas adalah :
a. Bagaimanakah konsep jual beli murabahah menurut syariat Islam?
b. Bagaimanakah penerapan sistem jual beli murabahah terhadap
pembiayaan rumah/property pada Bank BNI Syariah ?
c. Faktor-faktor apa saja yang menjadi kendala dalam pelaksanaan sistem
jual beli murabahah terhadap pembiayaan rumah/property pada Bank
BNI Syariah ?
2. Penelitian dengan judul “Kuasa Menjual Dalam Akad Pembiayaan
Bank Perkreditan Rakyat Syariah Gebu Prima Medan)“ oleh Hasbullah Hadi
NIM 077011092/MKn. Rumusan yang dibahas adalah :
a. Bagaimanakah isi perjanjian pembiayaan Murabahah yang
dilaksanakan oleh Bank Perkreditan Rakyat Syariah Gebu Prima
Medan ?
b. Bagaimanakah kekuatan yuridis dari Akta Kuasa Menjual yang dibuat
mengikuti Akta Perjanjian Pembiayaan Murabahah di Bank
Perkreditan Rakyat Syariah Gebu Prima Medan ?
c. Bagaimanakah proses yang dilakukan oleh Bank Perkreditan Rakyat
Syariah Gebu Prima Medan dalam menjual barang jaminan milik
nasabah debitur yang ingkar janji ?
3. Penelitian dengan judul “Kajian Hukum Terhadap Peranan Notaris Dalam
Pembuatan Akad Pembiayaan Murabahah Dengan Jaminan Tanah Yang
Belum Bersertifikat“ oleh Nurhimmi Falahiyati NIM 077011053/MKn.
Rumusan yang dibahas adalah :
a. Bagaimana kekuatan hukum atas tanah yang belum bersertifikat
sebagai objek jaminan dalam pembiayaan Murabahah ?
b. Bagaimana resiko bank atas pembiayaan murabahah dengan jaminan
tanah yang belum bersertifikat ?
c. Bagaimana peranan Notaris dalam pembuatan akta jaminan dalam
akad pembiayaan murabahah atas tanah yang belum bersertifikat ?
Dari ketiga penelitian diatas sejauh yang diketahui tidak ada kesamaan dengan
Murabahah Al-Wakalah Pada Pembiayaan Warung Mikro di PT.Bank Syariah
Mandiri Cabang Medan” belum pernah dilakukan. Oleh karena itu judul tesis ini
dapat dijamin keasliannya sepanjang mengenai judul dan permasalahan seperti
diuraikan diatas. Hal ini juga menambah keyakinan bahwa penelitian ini akan dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
F. Kerangka Teori dan Konsepsi
1. Kerangka Teori
Penelitian merupakan sarana yang dipergunakan oleh manusia untuk
memperkuat, membina serta mengembangkan ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan
merupakan ilmu yang tersusun secara sistematis dengan penggunaan kekuatan,
pemikiran, pengetahuan mana senantiasa dapat diperiksa dan ditelaah secara kritis,
akan berkembang terus atas dasar penelitian-penelitian. Hal ini disebabkan karena
penggunaan ilmu pengetahuan bertujuan agar manusia lebih mengetahui dan lebih
mendalam.21
Ilmu hukum tidak terlepas dari ketergantungan pada berbagai bidang ilmu
termasuk ketergantungan pada metodologi, karena aktivitas penelitian hukum dan
imajinasi sosial juga sangat ditentukan oleh teori.22
Hukum tetap ada pada setiap masyarakat dimana pun juga. Bagaimanapun
primitifnya dan modernnya suatu masyarakat pasti mempunyai hukum. Sehingga
21
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta : Kencana Pradana Media Group, 2005), hlm 22
22
keberadaan (eksitensi) hukum sifatnya universal. Hukum tidak bisa dipisahkan
dengan masyarakat, tetapi justru memiliki hubungan timbal balik. 23 Hukum memiliki 3 (tiga) peranan utama dalam masyarakat, yaitu :
1. Sebagai sarana pengendalian sosial.
2. Sebagai sarana memperlancar proses interaksi sosial.
3. Sebagai sarana untuk menciptakan keadaan tertentu.
Kerangka teori merupakan kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, atau
teori, tesis mengenai suatu kasus atau permasalahan yang menjadi bahan
perbandingan, pegangan teoritis.24 Dalam penelitian ini, menetapkan suatu kerangka teori adalah merupakan keharusan. Hal ini dikarenakan, kerangka teori itu akan
digunakan sebagai landasan berpikir untuk menganalisa permasalahan yang dibahas
dalam tesis ini. Terutama tentang keabsahan akad murabahah al-wakalah.
Jadi kerangka teori yang digunakan dalam penelitian akad murabahah
al-wakalah ini adalah teori Al- ta’awun25 adalah prinsip yang diberlakukan dalam akad
murabahah al-wakalah yaitu prinsip yang untuk saling membantu dan bekerja sama
antara bank syariah dengan masyarakat dalam suatu kebaikan yang berdasarkan
ta’awun atau tolong menolong. Kenyataan ini membuktikan, bahwa suatu pekerjaan atau apa saja yang membutuhkan dengan pihak lain, pasti tidak akan dapat dilakukan
sendirian oleh seseorang, meskipun ia memiliki kemampuan dan pengetahuan tentang
hal itu.
M. Solly Lubis, Filsafat dan Penelitian, (Bandung : Mandar Maju, 1994), hlm 80
25
Ada 4 (empat) klasifikasi manusia di dalam tolong menolong, yaitu26 : 1. Al-mu’in wal Musta’in
Orang yang memberi pertolongan dan juga minta tolong. Orang ini memiliki
sikap timbal balik dan insyaf (seimbang). Ia melaksanakan kewajibannya dan
ia juga mengambil apa yang menjadi haknya. Ia seperti orang yang berutang
ketika sangat butuh, dan mengutangi orang lain ketika sedang dalam
kecukupan.
2. La Yu’in wa la Yasta’in
Orang yang tidak mau menolong dan juga tidak minta tolong. Ia ibarat orang
yang hidup sendirian dan terasing, tidak mendapatkan kebaikan, namun juga
tidak mendapat kejelekan orang. Dia tidak dicela karena tidak pernah
mengganggu, namun tidak pernah mendapatkan kebaikan dan ucapan terima
kasih karena tidak melakukan sesuatu untuk orang lain. Namun posisinya
lebih dekat pada posisi tercela.
3. Yasta’in wa la Yu’in
Orang yang maunya minta tolong saja, namun tidak pernah mau menolong. Ia
adalah orang yang paling tercela, terhina dan terendah. Ia sama sekali tidak
punya semangat berbuat baik dan tidak punya perasaan khawatir mengganggu
orang. Tidak ada kebaikan yang diharapkan dari orang bertipe ini, maka
26
cukuplah seseorang dianggap hina jika ketidakberadaannya membuat orang
lain lega dan merdeka. Ia tidak mendapatkan loyalitas di masyarakat, ia
bahkan sering menjadi penyakit yang membuat orang terganggu.
4. Yu’in wa la Yasta’in
Orang yang selalu menolong orang lain, namun dia tidak meminta balasan
pertolongan mereka. Ini merupakan orang yang paling mulia dan berhak
mendapatkan pujian. Dia telah melakukan dua kebaikan dalam hal ini, yaitu
memberi pertolongan dan menahan diri dari mengganggu orang, tidak pernah
merasa berat di dalam memberi bantuan dan tidak pernah mau berpangku
tangan ketika ada orang lain butuh pertolongan.
Teori ta’awun banyak sekali manfaat yang dapat diambil dengan tolong- menolong maka pekerjaan akan dapat terselesaikan dengan lebih sempurna. Sehingga
jika di satu sisi ada kekurangan, maka yang lain dapat menutupinya. Dengan
tolong-menolong, maka terealisasi salah satu pokok ajaran Islam dengan saling tolong-
menolong dan kerja sama, maka akan memperlancar pelaksanaan perintah Allah
SWT, membantu terlaksananya amar ma’ruf dan nahi munkar dengan saling merangkul dan bergandengan tangan akan menguatkan antara satu dengan yang lain,
sebagimana yang diperintahkan oleh Rasullullah Sallallahu ‘alaihi wassalam.
Ini menunjukan, bahwa tolong- menolong dan saling membantu adalah
keharusan dalam hidup bermasyarakat. Allah SWT telah berfirman, dalam Al-Qur‟an
“ Tolong- menolonglah kamu dalam mengerjakan kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong- menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.”
Dalam Hadist Rasullulah bersabda :
“Allah akan senantiasa menolong hambanya sepanjang ia menolong saudaranya, perumpamaan kaum muslimin dalam kecintaan dan kasih sayang mereka seperti jasad yang satu, jika salah satu tubuh anggota tubuh sakit, seluruh anggota badan ikut merasakan dan tidak bisa tidur.”
Konsep ta’awun bisa diartikan dengan bertemunya individu yang memiliki kemampuan dan keahlian yang berbeda, untuk bekerja sama saling membahu
mencapai tujuan yang ingin diwujudkan bersama.
Bila dikaitkan dengan pemberian pembiayaan oleh bank syariah kepada
penerima pembiayaan merupakan salah satu kebijakan perbankan syariah sebagai
konsekuensi semakin tinggi berkembangnya lembaga perbankan syariah di Indonesia.
Dengan demikian, dapat dipahami bank syariah adalah suatu lembaga keuangan yang
berfungsi sebagai perantara bagi pihak yang berkelebihan dana disalurkan kepada
masyarakat sebagai pihak yang kekurangan dana untuk kegiatan usaha dan kegiatan
lainnya sesuai dengan hukum Islam.
Dalam hukum perikatan Islam, kebebasan mengadakan perjanjian dalam suatu
akad perjanjian, serta pemberian kuasa adalah juga merupakan hak yang dimiliki
Al-Qur‟an menjelaskan, bahwa makna akad dalam firman Allah SWT adalah “Akad
(perjanjian) mencakup janji prasetia hamba kepada Allah, dan perjanjian oleh
manusia dalam pergaulan sesamanya.”27
....ِدوُقُعْلاِب اوُف ْوَأ اوُنَمَآ َنٌِذَّلا اَهٌَُّأ اٌَ
“Wahai orang-orang yang beriman penuhilah akad-akad itu...” (QS. Al-Mai‟dah ayat 1)
Dari pengertian diatas, dapat diketahui bahwa perikatan hukum Islam, titik
tolak yang menjadi esensi dasar terjadinya suatu perikatan adalah adanya unsur serah
terima (ijab kabul) dalam setiap transaksi. Karena apabila dua janji antara para pihak
telah disepakati, kemudian dilanjutkan dengan ikrar (ijab kabul), maka terjadilah
aqdu (perikatan). Berdasarkan esensi dasar ini, maka dapat dilihat bahwa kesepakatan
kedua belah pihak yang ada dalam ijab dan kabul adalah menjadi syarat utama sahnya
suatu perjanjian.
Hasballah Thaib merumuskan, bahwa ada 8 syarat umum yang harus dipenuhi
dalam suatu akad yang dilakukan oleh para pihak. Adapun syarat-syarat umum akad
itu adalah :28
a. Pihak-pihak yang melakukan akad itu telah cakap bertindak hukum (mukallaf)
b. Objek akad itu diakui oleh nash (ayat atau hadist) syara‟ c. Akad itu tidak dilarang oleh nash (ayat atau hadist) syara‟
d. Akad yang dilakukan itu memenuhi syarat-syarat khusus yang terkait dengan akad itu
e. Akad itu bermanfaat
f. Pernyataan Ijab tetap utuh sampai terjadinya Kabul
27
Oemar Bakry , Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Jakarta : Yayasan Penyelenggara Penterjemah/ Penafsir Al-Qur‟an, 1984), hlm 201
28
g. Ijab dan Kabul dilakukan dalam satu majelis h. Tujuan akad itu harus jelas dan diakui oleh syara‟
2. Konsepsi
Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori. Karena konsep adalah
sebagai penghubung yang menerangkan sesuatu yang sebelumnya hanya baru ada
dalam pikiran. Peranan konsep dalam penelitian adalah untuk menghubungkan dunia
teori dan observasi, antara abstraksi dan realitas.29 Konsep diartikan sebagai kata yang menyatakan abstraksi yang digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus, yang
disebut dengan defenisi operasional.30
Defenisi operasional perlu disusun, untuk memberi pengertian yang jelas atas
masalah yang dibahas. Karena istilah yang digunakan utuk membahas suatu masalah,
tidak boleh memiliki makna ganda. Terhadap pentingnya disusun defenisi operasional
ini, Tan Kamello mengatakan, pentingnya defenisi operasional adalah untuk
menghindarkan perbedaan pengertian atau penafsiran mendua (dubius) dari suatu
istilah yang dipakai.31
Selain itu, konsepsi juga digunakan untuk menberikan pegangan pada psoses
penelitian. Oleh karena itu, dalam rangka penelitian ini perlu dirumuskan serangkaian
defenisi operasional atas beberapa variabel yang digunakan, sehingga dengan
demikian tidak akan menimbulkan perbedaan penafsiran atas sejumlah istilah dan
masalah yang dibahas. Disamping itu, dengan adanya penegasan kerangka konsepsi
29
Masri Singarimbun dkk, Metode Penelitian Survey, (Jakarta: LP3ES, 1999), hlm 34
30
Sumandi Suryabrata, Metodologi Penelitian, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1998), hlm 3
31
ini, diperoleh suatu persamaan pandangan dalam menganalisa masalah yang diteliti,
baik dipandang dari aspek yuridis, maupun dipandang dari aspek sosiologis.
Untuk menghindari terjadinya salah pengertian dan pemahaman yang berbeda
tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini, maka perlu diuraikan pengertian
konsepsi yang digunakan, yaitu :
a. Bank Syariah
Bank Syariah adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan
kredit dan jasa-jasa lain dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang
yang beroperasi disesuaikan dengan prinsip-prinsip syariah.32 Selain itu, Bank Syariah biasa disebut Islamic Banking atau Interest fee banking, yaitu suatu
sistem perbankan dalam pelaksanaan operasional tidak menggunakan sistem
bunga (riba), spekulasi (maisir), dan ketidakpastian atau ketidakjelasan
(gharar).33
b. Perbankan Syariah
Perbankan Syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank
Syariah dan Unit Syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara
dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya.
c. Akad
32
Muhamad, Sistem & Prosedur Operasional Bank Syariah, (Yogyakarta: UII Press, 2000), hlm 15
33
Akad menurut bahasa berarti ikatan (al-rabthu), kaitan (al- 'akadah) atau janji
(al-'ahdu). Akadatau perjanjian adalah janji setia kepada Allah SWT dan juga
meliputi perjanjian yang dibuat oleh manusia dengan sesama manusia dalam
pergaulan hidupnya sehari-hari.34
d. Pembiayaan berdasarkan prinsip syariah
Pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah penyediaan uang/ tagihan
yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan/ kesepakatan antara
Bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk
mengembalikan uang/ tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan
imbalan atau bagi hasil.35
e. Harga Jual adalah harga beli bank dari pemasok ditambah keuntungan
(margin)36
f. Pembiayaan Murabahah Al-Wakalah
adalah pemberian kuasa dari pihak bank sebagai muwakil kepada pihak
nasabah sebagai wakil didalam akad perjanjian pembiayaan murabahah
yang berisi pemberian pinjaman atau hutang kepada debitur atau nasabah
peminjam terhadap transaksi jual beli barang, dimana bank bertindak sebagai
penjual dan nasabah debitur sebagai pembeli, dengan harga jual dari bank
berdasarkan harga jual asal dari pemasok barang ditambah dengan persentase
34
Chairuman Pasaribu, Suhrawadi K. Lubis, Hukum Perjanjian Dalam Islam, (Jakarta : Sinar Grafika, 1994), hlm 2.
35
Pasal 1 angka 1 butir 12 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan Syariah
36
tambahan keuntungan untuk bank, yang besarnya telah disepakati bersama
antara kedua belah pihak. Dalam hal ini, pihak bank harus memberi tahu
harga awal produk yang dia beli, dan menentukan besarnya keuntungan yang
diperoleh sebagai tambahannya. Biasanya pembayaran harga dalam transaksi
jual beli ini dilangsungkan dengan cara angsuran.
g. Pembiayaan Warung Mikro
Pembiayaan Warung Mikro adalah pembiayaan bank kepada nasabah/ calon
nasabah perorangan/ badan usaha untuk membiayai kebutuhan usahanya
melalui pembiayaan modal kerja dan/ atau pembiayaan investasi.37
h. Agunan
Agunan adalah hak dan kekuasaan atas barang/ asset yang diserahkan oleh
nasabah kepada Bank guna menjamin perlunasan hutangnya apabila
pembiayaan yang diterimanya tidak dapat dilunasi sesuai dengan waktu yang
diperjanjikan dalam perjanjian pembiayaan berikut perpanjangan dari
perubahan-perubahannya.
i. Bank Syariah Mandiri
Bank Syariah Mandiri adalah lembaga perbankan di Indonesia. Bank ini
berdiri pada tahun 1973 dengan nama Bank Susila Bakti dan tahun 1999, bank
ini terpengaruhi krisis moneter. Saat itu pula, Bank Dagang Negara, Bank
37
Pembangunan Indonesia, Bank Bumi Daya dan Bank Ekspor Impor Indonesia
merger membentuk Bank Mandiri. Bank Susila Bakti diambil alih oleh Bank
Mandiri menjadi Bank Syariah Sakinah Mandiri, sejak tanggal 8 September
1999 berubah menjadi Bank Syariah Mandiri. Resmi menjadi Bank Syariah
tanggal 1 November 1999.
G. Metodologi Penelitian
1. Sifat dan Jenis Penelitian
Penelitian tesis ini merupakan penelitian yang menggunakan penelitian
deskriptif analitis, yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsikan atau
menggambarkan dan menganalisis data yang diperoleh secara sistematis, faktual dan
akurat termasuk didalamnya peraturan perundang-undangan yang berlaku dikaitkan
dengan teori-teori hukum dan praktek pelaksanaan hukum positif yang menyangkut
permasalahan di atas yang diarahkan untuk mengetahui secara lebih mendalam serta
menganalisa pelaksanaan akad pembiayaan murabahah al-wakalah pada pembiayaan
warung mikro di PT. Bank Syariah Mandiri.
Jenis penelitian yang diterapkan adalah memakai penelitian dengan metode
pendekatan yuridis empiris yaitu merupakan cara prosedur yang dipergunakan untuk
memecahkan masalah penelitian dengan meneliti data sekunder terlebih dahulu
kemudian dilanjutkan dengan mengadakan penelitian terhadap data primer di
lapangan.38
38
Hal ini diperlukan dengan pertimbangan bahwa efektif tidaknya berlaku suatu
aturan hukum sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti perubahan pemikiran
masyarakat.
2. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Medan, tepatnya di Bank Syariah Mandiri Cabang
Medan. Karena kota Medan adalah termasuk salah satu kota besar di Indonesia,
ibukota Sumatera Utara ini merupakan pusat pemerintahan dan pusat perekonomian,
sehingga pembangunannya berkembang cukup pesat, termasuk juga di bidang
perekonomian terhadap pembiayaan akad murabahah al-wakalah mengenai
pembiayaan di warung mikro.
3. Sumber Data
Berdasarkan sifat penelitian tersebut di atas, maka data yang dikumpulkan
berasal dari data primer dan data sekunder, yaitu data yang dikumpulkan melalui
studi dokumen terhadap bahan kepustakaan antara lain meliputi bahan hukum primer,
bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.39 Adapun yang menjadi data sekunder dalam penelitian ini adalah :
a) Bahan hukum primer hukum yang mengikat dari sudut norma dasar, dan
peraturan perundang-undangan. Bahan hukum primer yang terdiri dari :
1) Al-Qur‟an, Hadist
2) Undang- Undang Nomor 21 Tahun 2008 perihal Perbankan Syariah
39
Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Sosial, Format-Format Kuantitatif dan Kualitatif,
3) Undang-Undang Republik Indonesia No.20 Tahun 2008 perihal Usaha
Mikro, Kecil dan Menengah
4) Fatwa DSN No. 04/DSN-MUI/IV/2000 perihal Pembiayaan Murabahah
5) Surat Edaran Pembiayaan No.11/009/PEM perihal Pembiayaan Melalui
Warung Mikro
6) Akad murabahah al-wakalah mengenai pembiayaan warung mikro
b) Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan
terhadap bahan hukum primer misalnya buku-buku perbankan syariah yang
ada kaitannya dengan akad murabahah al-wakalah, seperti makalah,
hasil-hasil penelitian, artikel, karya ilmiah atau hasil-hasil-hasil-hasil seminar yang relevan
dengan penelitian ini.
c) Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk dan
juga penjelasan terhadap yang mencakup bahan yang member petunjuk
maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti
kamus hukum, kamus fiqh, majalah, surat kabar, internet dan jurnal ilmiah.
4. Teknik Pengumpul Data
Untuk mendapatkan hasil yang objektif dan dapat dibuktikan kebenarannya
serta dapat dipertanggungjawabkan hasilnya, maka data dalam penelitian ini
diperoleh melalui alat pengumpulan data yang dilakukan dengan menggunakan cara
sebagai berikut :
a. Studi Dokumen, digunakan untuk memperoleh data sekunder dengan
membaca, mempelajari, meneliti, mengidentifikasi, dan menganalisis data
mengumpulkan data sekunder guna dipelajari kaitannya dengan permasalahan
yang diajukan. Data ini diperoleh dengan mempelajari buku-buku, hasil
penelitian, dan dokumen-dokumen perundang-undangan tentang perbankan
syariah yang ada kaitannya dengan akad pembiayaan murabahah al-wakalah.
b. Wawancara40, dilakukan dengan pedoman wawancara kepada informan yang telah ditetapkan dengan memilih wawancara langsung (tatap muka), yang
terlebih dahulu dibuat pedoman wawancara dengan sistematis. Adapun yang
menjadi informan adalah Kepala Warung Mikro (KWM) PT. Bank Syariah
Mandiri cabang Medan dan nasabah yang telah menerima pembiayaan
murabahah al-wakalah berjumlah 7 orang. Tujuannya agar mendapatkan data
yang mendalam dan lebih lengkap dan punya kebenaran yang konkrit baik
secara hukum maupun kenyataan yang ada di lapangan.
5. Analisis Data
Setelah semua data dalam penelitian ini diperoleh, baik data primer
maupun sekunder, maka dalam menganalisis data yang digunakan secara kualitatif41 (tidak berbentuk angka). Metode yang dipakai menggunakan metode deduktif, yaitu
data yang diperoleh melalui penelitian lapangan maupun penelitian kepustakaan
kemudian disusun secara sistematis dan logis agar dapat memberikan jawaban atas
40
Herman Warsito, Pengantar Metodologi Penelitian, Buku Panduan Mahasiswa, (Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, 1997), hlm 71, yang menyatakan wawancara merupakan alat pengumpul data untuk memperoleh informasi langsung dari sumbernya. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi arus informasi dalam wawancara, yaitu pewawancara (interviewer), responden (interview), pedoman wawancara, dan situasi wawancara.
41
permasalahan yang telah dipaparkan dan akhirnya ditariklah suatu kesimpulan serta
tujuan penelitian dapat terpenuhi.