• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Siklus Menstruasi - Hubungan Status Gizi, Stress, Olah Raga Teratur dengan Keteraturan Siklus Menstruasi pada Siswi SMA St. Thomas 2 Medan Tahun 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Siklus Menstruasi - Hubungan Status Gizi, Stress, Olah Raga Teratur dengan Keteraturan Siklus Menstruasi pada Siswi SMA St. Thomas 2 Medan Tahun 2014"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Siklus Menstruasi

Menstruasi adalah perdarahan secara periodik dan siklik dari uterus, disertai pelepasan (deskuamasi) endometrium (Prawirohardjo, 2005), sedangkan siklus menstruasi adalah menstruasi yang berulang setiap bulan yang merupakan suatuproses kompleks yang mencakup reproduktif dan endokrin yang berangkai secara kompleks dan saling mempengaruhi (Sherwood, 2009).

Panjang siklus menstruasi adalah jarak antara tanggal mulainya menstruasi yang lalu dan mulainya menstruasi berikutnya. Hari mulainya perdarahan dinamakan hari pertama siklus (Prawirohardjo, 2005).

Panjang siklus menstruasi yang normal atau dianggap sebagai siklus menstruasi klasik adalah 28 hari, tetapi variasinya cukup luas biasanya berlangsung selama kurang lebih 7 hari.Lama perdarahan sekitar 3-5 hari dengan jumlah darah yang hilang sekitar 30-40 cc (Bobak, 2005).

Pada setiap siklus, saluran reproduksi wanita dipersiapkan untuk fertilisasi dan implantasi ovum yang dibebaskan dari ovarium saat ovulasi. Jika pembuahan tidak terjadi, maka siklus akan berulang. Jika pembuahan terjadi, maka siklus terhenti sementara dan sistem pada wanita tersebut beradaptasi untuk memelihara dan melindungi makhluk hidup yang baru terbentuk sampai dapat berkembang menjadi individu yang dapat berkembang di luar lingkungan ibu (Sherwood, 2009).

2.2 Fisiologi Menstruasi

(2)

Hormone (LH) dan Follicle Stimulating Hormone (FSH) dari hipofisis. Sedangkan ovarium menghasilkan hormon steroid, terutama estrogen dan progesteron.

Perubahan-perubahan kadar hormon sepanjang siklus menstruasi disebabkan oleh mekanisme umpan balik (feedback) antara hormon yang dihasilkan oleh ovarium dan hormon yang dihasilkan oleh hipotalamus (Prawirohardjo, 2005).

+

+ +

+

++

Lonjakan LH

Gambar 2.1. Mekanisme umpan balik hormon-hormon yang berperan dalam siklus menstruasi

Siklus menstruasi normal dapat dipahami dengan baik dengan membaginya atas 2 fase dan 1 saat, yaitu fase folikular, saat ovulasi, dan fase luteal (Prawirohardjo, 2005).

1. Fase Folikular

Setiap saat selama siklus, sebagian dari folikel-folikel primer mulai berkembang. Pada fase ini, terjadi peningkatan hormon FSH untuk membantu

Hipotalamus

GnRH

Hipofisis Anterior

Sel penghasil LH Sel Penghasil FSH

LH FSH

Folikel Ovarium Matang

Kadar Estrogen Tinggi

(3)

perkembangan dan pematangan folikel. Dengan berkembangnya folikel, produksi estrogen meningkat dan ini akan memberi efek feedback, yaitu penekanan produksi hormon FSH. Hanya folikel dengan lingkungan hormonal tepat untuk mendorong pematangannya yang berlanjut melewati tahap-tahap awal perkembangan. Folikel yang lain karena tidak mendapat bantuan hormon akan mengalami atresia. Pada waktu ini, LH juga meningkat untuk membantu pembuatan estrogen dalam folikel. Perkembangan folikel berakhir setelah kadar estrogen dalam plasma meningkat secara signifikan. Selama pembentukan folikel, seiring dengan pembentukan dan penyimpanan bahan oleh oosit primer untuk digunakan jika dibuahi, terjadi perubahan-perubahan penting di sel-sel yang mengelilingi oosit dalam persiapan untuk pembebasan sel telur dari ovarium (Sherwood, 2009).

2. Saat ovulasi

Pada saat ovulasi, kadar estrogen perlahan-lahan meningkat dan kemudian dengan cepat mencapai puncaknya dan akan menyebabkan lonjakan LH pada pertengahan siklus. Lonjakan LH ini menyebabkan empat perubahan besar dalam folikel :

a. Hal ini menghentikan sintesis estrogen oleh sel folikel.

b. Hal ini memicu kembali meiosis di oosit folikel yang sedang berkembang. c. Hal ini memicu pembentukan prostaglandin kerja lokal yang akan memicu

ovulasi dengan mendorong perubahan vaskular yang menyebabkan pembengkakan cepat folikel dan menginduksi digesti enzimatik dinding folikel yang akan menyebabkan pecahnya dinding folikel yang menutupi tonjolan folikel.

d. Hal ini menyebabkan diferensiasi sel folikel menjadi sel luteal.

Lonjakan LH di pertengahan siklus akan mengakhiri fase folikular dan memulai fase luteal. (Sherwood, 2009).

3. Fase Luteal

(4)

meningkat dan kadar estrogen juga meningkat tetapi tidak sampai mencapai kadar yang sama ketika fase folikular. Progesteron akan mendominasi fase luteal dan akan menghambat sekresi LH dan FSH untuk mencegah pematangan folikel baru dan ovulasi selama fase luteal.

Korpus luteum berfungsi selama kurang lebih dua minggu dan akan berdegenerasi jika tidak terjadi fertilisasi. Proses degenerasi ini ditandai dengan berkurangnya kapiler-kapiler darah dan menurunnya sekresi progesteron dan estrogen. Hilangnya efek inhibisi kedua hormon ini akan memungkinkan sekresi FSH dan LH kembali meningkat dan akan mempengaruhi kelompok folikel primer untuk matang kembali dan memulai kembali fase folikular baru.

Pada kehamilan, hidupnya korpus luteum diperpanjang oleh rangsangan Human Chorionic Gonadotrophin (HCG) yang disekresi oleh blastokista yang tertanam. Hal ini terjadi sampai 9-10 minggu kehamilan dan fungsinya akan diambil alih oleh plasenta. (Prawirohardjo, 2005).

(5)

2.3 Keteraturan Siklus Menstruasi

Panjang siklus menstruasi adalah jarak antara tanggal mulainya menstruasi yang lalu dan mulainya menstruasi berikutnya (Prawirohardjo, 2005). Panjang siklus menstruasi mengalami kesalahan ±3 hari karena waktu keluarnya darah dari

ostium uteri eksternum (OUE) tidak dapat diketahui secara tepat. (Winkjosastro, 2007).

Menurut Tarigan (2010) dalam Pratiwi (2011), ketidakteraturan siklus menstruasi adalah kondisi dimana siklus bervariasi dari bulan ke bulan Ketidakteraturan siklus menstruasi pada masa-masa awal merupakan suatu hal yang fisiologis. Baziad (2009) dalam Pratiwi (2011) juga menyatakan bahwa mungkin saja jarak antar siklus berlangsung selama dua bulan atau mengalami dua siklus menstruasi dalam satu bulan.

2.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi keteraturan siklus menstruasi 2.4.1 Status Gizi

Status gizi adalah keadaan kesehatan tubuh seseorang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan, dan penggunaan zat gizi makanan. Status ini merupakan tanda-tanda atau penampilan seseorang akibat keseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran berdasarkan pangan yang dikonsumsi (Sunarti, 2004).Menurut Almatsier (2009), status gizi adalah suatu kondisi tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi.

Penilaian status gizi dapat dilakukan melalui penilaian secara langsung dan tidak langsung (Supriasa, 2002). Secara langsung dapat dilakukan dengan metode biokimia, biofisik, cara klinis, dan metode antropometri. Sedangkan secara tidak langsung dapat dilakukan dengan metode survei konsumsi makanan, statistik vital, dan faktor ekologi.

(6)

Metode antropometri dilakukan dengan mengukur berat badan dan tinggi badan kemudian menginterpretasikan status gizi dalam bentuk Indeks Massa Tubuh yang dapat diperoleh dengan rumus :

IMT = Berat badan (kg) Tinggi badan (m2)

Klasifikasi Indeks Massa Tubuh yang dikeluarkan oleh WHO untuk digunakan secara internasional tidak dapat diaplikasikan untuk orang Indonesia karena kepadatan dan ukuran tulang akan mempengaruhi perhitungan berat badan. Maka, Departemen Kesehatan mengeluarkan klasifikasi Indeks Massa Tubuh khusus untuk orang Indonesia (Riyadi, 2010).

Tabel 2.1. Klasifikasi Indeks Massa Tubuh (IMT) berdasarkan WHO (2004)

Klasifikasi IMT

Underweight < 18,50

Berat < 16,00

Sedang 16,00 – 16,99

Ringan 17,00 – 18,49

Normal 18,50 – 24,99

Overweight ≥ 25,00

Pre-Obese 25,00 – 29,99

Obesitas ≥ 30,00

Obesitas Kelas 1 30,00 – 34,99

Obesitas Kelas 2 35,00 - 39,99

(7)

Tabel 2.2. Klasifikasi Indeks Massa Tubuh (IMT) berdasarkan Departemen Kesehatan Repubik Indonesia (2005)

Kategori IMT

Status Gizi mempunyai peranan penting dalam siklus menstruasi. Diperlukan paling tidak 22% lemak dan indeks tubuh yang lebih besar dari 19 kg/m2 agar siklus ovulatorik dapat terpelihara dengan normal. (Coad, 2007).

Siklus menstruasi sendiri sangat bergantung pada mekanisme hormonal, termasuk hormon estrogen yang memiliki pengaruh yang sangat signifikan terhadap mekanisme feedback (Prawirohardjo, 2005). Selain dihasilkan di ovarium di bawah kontrol hipotalamus, estrogen juga dapat dihasilkan dari jaringan lemak. Dengan demikian, produksi estrogen juga bergantung pada berat badan dan komposisi lemak tubuh (Proverawati, 2009).

(8)

underweight umumnya akibat eating disorder, mengalami keterlambatan dalam maturitas seksual dan menyebabkan risiko siklus menstruasi yang tidak teratur. Selain itu, sekresi hormon LH yang terganggu akibat penurunan berat badan juga akan mengganggu siklus dengan menyebabkan pemendekan fase luteal (Coad, 2007).

2.4.2 Stress

Stress merupakan respons nonspesifik generalisata tubuh terhadap setiap faktor yang mengalahkan, atau mengancam untuk mengalahkan kompensasi tubuh untuk mempertahankan homeostasis (Sherwood, 2009).

Respon utama terhadap rangsangan stress adalah pengaktifan sistem saraf simpatis generalisata dan pengaktifan sistem CRH-ACTH-kortisol (Corticotropin- releasing hormone-Adenocorticotropik Hormone) (Sherwood, 2009). Stress akan memicu produksi hormon kortisol yang berlebihan, dimana hormon ini bekerja mengatur seluruh sistem di dalam tubuh, termasuk sistem reproduksi. Produksi kortisol yang berlebihan ini akan mempengaruhi pengeluaran hormon dari korteks adrenal, terutama hormon estrogen yang nantinya akan mempengaruhi kelancaran siklus menstruasi dan akan memicu perubahan-perubahan dependen androgen pada wanita (Duchesne, 2013).

Dalam pengaruhnya terhadap sistem menstruasi, stress melibatkan sistem neuroendokrinologi sebagai sistem yang besar peranannya dalam reproduksi wanita. Beberapa penelitian mengungkapkan bahwa pada saat terjadi stress, terjadi aktivasi aksis hipotalamus-pituitari-adrenal bersama-sama dengan aktivasi saraf otonom yang menyebabkan beberapa perubahan, salah satunya menyebabkan gangguan pada sistem reproduksi, yakni siklus menstruasi yang abnormal (Pinasti et al, 2012).

2.4.3 Olahraga yang teratur

(9)

yang akan menyebabkan penekanan sekresi pulsatil GnRH dari hypothalamus. Penekanan pulsatil GnRH ini juga diyakini akibat penggunaan energi yang berlebihan yang melebihi pemasukan energi pada orang-orang yang berolahraga secara teratur. Akibatnya, sekresi LH dan FSH akan berkurang dan membatasi stimulasi ke ovarium dan produksi estradiol dan mengakibatkan pemanjangan siklus folikuler dan hilangnya LH peak pada tengah siklus (fase ovulasi) (Dayanti, 2004).

Olahraga memang memberikan banyak keuntungan, tetapi olahraga yang berlebihan dapat menyababkan gangguan pada siklus menstruasi. Gangguan-gangguan yang dapat terjadi, yaitu Gangguan-gangguan keteraturan siklus menstruasi hingga amenorea (tidak mengalami menstruasi), penipisan tulang (osteoporosis), perdarahan abnormal, dan infertilitas. Sifat dan tingkat keparahan gejala tergantung pada beberapa hal, seperti jenis olahraga, intensitas dan durasi olahraga (Asmarani, 2010).

2.4.4 Penyakit yang berhubungan dengan sistem reproduksi

Penyakit reproduksi seperti polycystic ovary syndrome (PCOS), endometriosis, tumor ovarium, dan kanker serviks dapat menyebabkan perubahan kadar hormon sehingga mempengaruhi keteraturan siklus menstruasi (Winkjosastro, 2007).

2.4.5 Merokok

Siklus menstruasi pada perokok berat cenderung lebih pendek dan lebih tidak teratur dibandingkan dengan wanita yang tidak merokok (Winkjosastro, 2007).

2.4.6 Kelainan genetik

(10)

2.4.7 Konsumsi obat-obatan

Gambar

Gambar 2.1. Mekanisme umpan balik hormon-hormon yang berperan dalam siklus menstruasi
Gambar 2.2 Perubahan struktur dan hormonal selama siklus menstruasi
Tabel 2.1. Klasifikasi Indeks Massa Tubuh (IMT) berdasarkan WHO (2004)

Referensi

Dokumen terkait