• Tidak ada hasil yang ditemukan

KARAKTERISTIK PENDERITA DIABETES MELLITUS TIPE 2 BERDASARKAN KADAR HBA1C DI PUSKESMAS JAYABARU KOTA BANDA ACEH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "KARAKTERISTIK PENDERITA DIABETES MELLITUS TIPE 2 BERDASARKAN KADAR HBA1C DI PUSKESMAS JAYABARU KOTA BANDA ACEH"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

49

KARAKTERISTIK PENDERITA DIABETES MELLITUS TIPE 2

BERDASARKAN KADAR HBA1C DI PUSKESMAS JAYABARU

KOTA BANDA ACEH

Nur Ramadhan1, Nelly Marissa1 Loka Penelitian dan Pengembangan Biomedis Aceh

Jl. Sultan Iskandar Muda Blang Bintang Lr. Tgk. Dilangga No. 9 Lambaro, Aceh Besar 0651-8070189, 0651-8070289

Email : nur.ramadhan89@gmail.com

ABSTRAK

Diabetes Melitus (DM) tipe 2 merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik h iperglikemia yang terja di ka rena resistensi insulin diserta i defisiensi insulin relatif. Pemantauan status metabolik pasien DM merupakan hal yang penting. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk menentukan pengendalian glukosa darah pada penderita DM adalah pengukuran hemoglobin-glikosilat (HbA1c).Tujuan penelitian ini untuk mengetahui karakteristik penderita DM berdasarkan HbA1c di wilayah kerja Puskesmas Jayabaru Kota Banda Aceh. Penelitian menggunakan desain potong lintang, dan penyajian data secara deskriptif. Sampel berjumlah 85 orang penderita DM tipe 2 di Puskesmas Jayabaru. Data karakteristik responden berupa umur, jenis kelamin, pendidikan serta lama menderita DM didapatkan melalui wawancara, dan nilai HbA1c didapatkan dengan pemeriksaan darah di laboratorium yang terstandarisasi di Kota Banda Aceh. Pada hasil penelitian terlihat bahwa dari 85 penderita DM, 84,7%

memiliki nilai HbA1c ≥ 6,5%. Penderita dengan HbA1c ≥ 6,5% sebagian besar perempuan, usia lanjut, pendidikan rendah dan lama menderita DM kurang dari 5 tahun. Untuk mencegah komplikasi lebih lanjut, diperlukan kontrol glikemik melalui pemeriksaan HbA1c secara rutin.

Kata kunci : Diabetes Melitus tipe 2, HbA1c

ABSTRACT

Diabetes mellitus (DM) type 2 is a group of metabolic diseases with relative insulin deficiency results from insulin resistance results. Glycated hemoglobin (HbA1c) is one of methods to determine blood glucose control in diabetic patients. The purpose of the study is to determine the characteristics of diabetic patients based on HbA1c in Puskesmas Jayabaru Banda Aceh. This is a cross sectional study with descriptive analysis. The samples are 85 patients with type 2 diabetes mellitus from Puskesmas Jayabaru. Data on the characteristics of respondents include age, sex, education, and long-suffering DM obtained through interviews, and HbA1c values obtained by standardized laboratory tests in Banda Aceh. The result showed 84.7% patients with HbA1c ≥ 6.5%. Diabetic patients with HbA1c > 6.5% were mostly female, elderly, low educated and suffered from DM < 5 years. Good glycemic control by routine measurement of HbA1c is required to prevent further complications in diabetic patients.

(2)

PENDAHULUAN

Diabetes Melitus (DM) tipe 2 merupakan kelompok DM dengan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif. Kecurigaan adanya DM perlu mendapatkan perhatian bila ada keluhan klasik DM berupa poliuria, polidipsia, polifagia dan terjadi penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.(1).Diabetes mellitus tipe 2 sering tidak dapat dirasakan gejalanya pada stadium awal dan tetap tidak terdiagnosis dalam waktu lama sampai terjadi berbagai komplikasi.

Setiap tahun sekitar 3,2 juta kematian yang disebabkan oleh DM, berarti ada satu orang per 10 detik atau 6 orang per menit yang meninggal negara berkembang, termasuk Indonesia. Pasien DM di Indonesia menurut WHO mengalami kenaikan dari 8,4 juta jiwa pada tahun 2000 menjadi 13,7 juta pada tahun 2003 dan diperkirakan akan meningkat sekitar 21,3 juta jiwa pada tahun 2030(4). Tingginya jumlah penderita menjadikan Indonesia berada pada peringkat keempat di dunia setelah China, India dan Amerika Serikat(5).

Pada hasil Riskesdas 2007, terlihat prevalensi DM di Indonesia 1,1%(6)dan pada tahun 2013 terlihat adanya peningkatan prevalensi DM menjadi 2.1 %(7). Prevalensi DM tipe 2 di Aceh termasuk dalam 10 provinsi di atas prevalensi nasional. Pada Riskesdas 2007ditemukan prevalensi DM di Aceh sebesar 1.7%, angka ini meningkat pada tahun 2013 menjadi 1.8% penderita(7).

Diabetes mellitus merupakan penyakit kronik yang tidak menyebabkan kematian secara

langsung, tetapi dapat berakibat fatal apabila pengelolaannyatidak tepat. Penatalaksanaan DM yang tidak tepat menyebabkan glukosa darah pasien menjadi sulit terkontrol dan dapat mengakibatkan berbagai komplikasi, seperti neuropati diabetik, nefropati diabetik, stroke, kebutaan, dan ulkus diabetik yang berpengaruh terhadap kualitas hidup pasien (8)

Faktor yang dapat digunakan dalam menilai pengendalian DM yaitu kadar HbA1c, gula darah puasa (GDP), glukosa darah 2 jam post prandial, kolesterol, indeks massa tubuh, dan tekanan darah(9).

Pengontrolan DM dengan pemeriksaan kadar HbA1c juga direkomendasikan oleh American Diabetic Association(ADA) karena dapat mengambarkan rerata gula darah selama 2-3 bulan terakhir sehingga bisa dijadikan acuan untuk perencanaan pengobatan(10)

HbA1c merupakan ikatan molekul glukosa pada hemoglobin secara non-enzimatik melalui proses glikasi post translasi(9,11). Hemoglobin yang terglikasi terlihat dalam beberapa asam amino HbA yang terdiri dari HbA1a, HbA1b dan HbA1c. Komponen yang terpenting dari glikasi hemoglobin tersebut dalam penyakit Diabetes mellitus adalah HbA1c, digunakan sebagai patokan utama untuk pengendalian penyakit DM karena HbA1c dapat mengambarkan kadar gula darah dalam rentang 1 – 3 bulan karena usia sel darah merah yang terikat oleh molekul glukosa adalah 120 hari (11)

Studi yang dilakukan oleh

United Kingdom Prospective DM

Study (UKPDS) mengungkapkan,

(3)

51 (mikro vaskuler) sebanyak 35 %,

komplikasi DM lain 21 % dan menurunkan resiko kematian 21 %. Kenormalan HbA1c dapat diupayakan dengan mempertahankan kadar gula darah tetap normal sepanjang waktu (11). Pengontrolan DM yang tidak optimal dapat meningkatkan jumlah penderita dan komplikasi pada berbagai organ tubuh seperti mata, ginjal, jantung dan pembuluh darah. Jumlah penderita dan komplikasi DM di kota Banda Aceh terus meningkat. Menurut laporan Dinas Kesehatan Kota Banda Aceh 2012, DM termasuk 10 penyakit terbanyak rawat jalan di Puskesmas yaitu dengan jumlah kunjungan dalam setahun sebanyak (3,51 %) 8562 kali (13). Di wilayah kerja Puskesmas Jayabaru mempunyai penderita yang melakukan rawat jalan terbanyak di Kota Banda Aceh(14). Berdasarkan hal tersebut perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui bagaimana karakteristik penderita DM berdasarkan HbA1c di wilayah kerja Puskesmas tersebut.

BAHAN DAN METODE

Desain penelitian ini adalah cross sectional study dengan penyajian data secara deskriptif. Penelitian dilakukan selama 8 bulan.Populasi penelitian adalah penderita DM yang berobat jalan di Puskesmas Jayabaru. Besar sampel dalam penelitian ini (merujuk pada rumus Lemeshow, 1997) didapatkan 85 responden yang diidentifikasi melalui data sekunder Puskesmas Jayabaru. Kriteria inklusi yaitu pasien DM yang melakukan rawat jalan di puskesmas, berusia 30-65 tahun, dan bersedia ikut serta dalam penelitian,

Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara untuk mendapatkan data umur, jenis kelamin, dan lama menderita DM, sedangkan nilai HbA1c didapatkan dari hasil pemeriksaan laboratorium yang terstandarisasi di Kota Banda Aceh.Data diolah dan dianalisis secara deskriptif dan disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi. Untuk nilai HbA1c merujuk pada PERKENI yaitu kriteria DM nilai cut- off HbA1c ≥ 6.5 %(1)

HASIL

[] []

[] []

Nilai HbA1c < 6.5

Nilai HbA1c ≥ 6.5

(4)

Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa nilai HbA1c ≥ 6,5% pada penderita DM tipe 2 rawat jalan di

Puskesmas Jayabaru Kota Banda Aceh adalah 84,7%.

Tabel 1. Karakteristik penderita DM tipe 2 berdasarkan HbA1c di Puskesmas Jayabaru Kota Banda Aceh.

No. Karakteristik pasien DM tipe 2

HbA1c

Total

≥ 6,5% < 6.5 %

n % n % n %

1 Umur

Dewasa 11 78.6 3 21.4 14 100

Lansia 61 85.9 10 14.1 71 100

2 Jenis Kelamin

Laki-laki 22 78.6 6 21.4 28 100

Perempuan 50 87.7 7 12.3 57 100

3 Pendidikan

Rendah 40 87.0 6 13.0 46 100

Menengah 21 77.8 6 22.2 27 100

Tinggi 11 91.7 1 8.3 12 100

4 Lama menderita DM

< 5 tahun 41 87.2 6 12.8 47 100

5-10 tahun 15 78.9 4 21.1 19 100

>10 tahun 16 84.2 3 15.8 19 100

Dari tabel 1 diatas ditemukan sebagian besar penderita DM tipe 2 di Puskesmas Jayabaru dengan kadar HbA1c ≥ 6,5% yaitu pasien usia lanjut 85.9%, perempuan (87.7%) lebih

banyak dari laki-laki, penderita dengan pendidikan rendah (87,0%), dan telah menderita DM tipe 2 kurang dari 5 tahun.

PEMBAHASAN

Penilaian HbA1c pada penderita DM digunakan untuk mengetahui komplikasi lebih dini dan menilai kepatuhan pengontrolan DM oleh penderita.HbA1c merupakan salah satu fraksi hemoglobin di dalam tubuh manusia yang berikatan dengan glukosa secara enzimatik. Karena sel-sel darah merah bertahan hidup sel-selama 8-12 minggu sebelum terjadi regenerasi, mengukur hemoglobin

(5)

53 kadar glikemi (15). Kadar HbA1c 6%

sama dengan konsentrasi glukosa rata-rata 126 mg/dl dan setiap peningkatan kadar HbA1c 1% sama dengan peningkatan glukosa rata-rata 29 mg/ dl. (16)

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa nilai HbA1c pada penderita berada pada nilai ≥ 6,5% sebanyak 84,7%. Hal ini menggambarkan masih kurangnya perhatian penderita terhadap DM. Nilai HbA1c < 6.5% menandakan kendali diabetes yang baik, nilai ≥ 6,5% menunjukkan kendali diabetes yang kurang baik. Dari hasil HbA1c dapat diketahui nilai rata-rata glukosa dalam 1-3 bulan terakhir. Dengan demikian dianjurkan agar penderita memeriksakan HbA1c secara rutin setiap 3-6 bulan, minimal 2 kali dalam setahun

Peningkatan kejadian DM sangat erat kaitannya dengan peningkatan umur karena lebih dari 50% penderita DM terjadi pada kelompok umur lebih dari 60 tahun(17). Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian yang menunjukkan bahwa mayoritas penderita DM merupakan lansia ( 46-65 tahun). Pada orang yang sudah berumur, fungsi organ tubuh semakin menurun, mengakibatkan menurunnya fungsi endokrin pankreas untuk memproduksi insulin (18). Penelitian lain menyebutkan bahwa pada kelompok umur 41-64 tahun memiliki risiko untuk menderita diabetes melitus 3,3 kali lebih mudah dibanding dengan kelompok umur 25-40 tahun(19). Hasil penelitian juga menunjukkan pada kelompok lansia dengan HbA1c ≥ 6.5% juga mendominasi yaitu sebanyak 61 orang. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dikemukakan oleh Yerizel (2010), peningkatan HbA1c tertinggi pada DM tipe 2 dengan kelainan pembuluh darah perifer terdapat pada penderita

dengan kelompok umur 60 – 64 tahun.(20)

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa sebagian besar penderita DM berjenis kelamin perempuan(50 orang) dengan nilai HbA1c ≥ 6,5. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Romadhiati tahun 2006 di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru periode 2003-2004, dilaporkan bahwa persentase nilai HbA1c ≥ 6,5 pada perempuan (56,7%) lebih tinggi dari laki-laki(21). Demikian pula penelitian Lesi Kurnia Putri yang dilakukan tahun 2012 di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru, menemukan bahwa persentase nilai HbA1c ≥ 6,5 pada perempuan 58,3% lebih tinggi dari laki-laki(22). Selain itu Chen etal

dari hasil penelitian di Taiwan juga menemukan bahwa persentase nilai HbA1c ≥ 6,5 pada perempuan 66,7% lebih tinggi dari laki-laki(23). Pada dasarnya, angka kejadian DM tipe 2 bervariasi antara laki-laki dan perempuan. Mereka mempunyai peluang yang sama terkena DM. Hanya saja dilihat dari faktor resiko, perempuan mempunyai peluang lebih besar diakibatkan peningkatan indeks massa tubuh (IMT) yang lebih besar. Sindroma siklus bulanan

(premenstrual syndrome),

pascamenopause yang membuat distribusi lemak tubuh menjadi mudah terakumulasi akibat proses hormonal tersebut sehingga wanita berisiko menderita DM(24). Riskesdas 2007 juga mengemukakan, bahwa prevalensi DM lebih tinggi pada perempuan sebesar 6,4% dibanding laki-laki sebesar 4.9%(6). Hasil penelitian lain menyebutkan bahwa perempuan lebih mudah terkena diabetes mellitus 1,3kali dibandingkan laki-laki(25).

(6)

oleh lanjut usia. Dari hasil penelitian didapatkan nilai HbA1c ≥ 6.5 pada pendidikan rendah sebanyak 40 responden.Peningkatan kejadian diabetes juga didorong oleh factor tingkat pendidikan dan memiliki pengaruh terhadap kejadian DM. Orang dengan pendidikan tinggi biasanya akan memiliki banyak pengetahuan tentang kesehatan, mempunyai kesadaran dalam menjaga kesehatan dan mempengaruhi aktivitas fisik yang akan dilakukan(24). Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang diabetes melitus, mengakibatkan masyarakat baru sadar terkena penyakit DM setelah mengalami sakit parah.Berdasarkan data Riskesdas 2013, kejadian DM, tertinggi pada responden dengan tingkat pendidikan tidak tamat Sekolah Dasar (SD) dan tamat DI-DIII/PT yaitu sebesar 2.8% kemudian pada tingkat pendidikan tidak sekolah sebesar 2.7%, tamat SD 2.3%, tamat Sekolah Menengah Atas (SMA) sebesar 1.8% dan tamat Sekolah Menengah Pertama (SMP) sebesar 1.5%.(7)

Lama menderita DM akan makin meningkatkan terjadinya komplikasi berupa kerusakan pembuluh darah darah di seluruh tubuh sehingga makin memperberat gangguan fungsi organ-organ vital. Seperti penelitian oleh Samberka (2008), mengemukakan bahwa dari 30 responden priayang lama menderita diabetes mellitus> 5 tahun, 70 % mengalami disfungsi ereksi(26), dan penelitian lain oleh Firdaus (2013), ada hubungan antara lama menderita diabetes mellitus dengan terjadinya depresi(27).Penelitian yang dikemukakan diatas merupakan kasus kejadian komplikasi akibat penyakit diabetes mellitus yang ditemukan di rumah sakit. Keadaan ini jelas menurunkan kualitas hidup penderita DM tersebut. Ini juga

disebabkan karena diabetes sering tidak terdeteksi atau mulai terjadinya diabetes adalah 7 tahun sebelum diagnosis ditegakkan sehingga angka morbiditas dan mortalitas dini terjadi pada kasus yang tidak terdeteksi. Sedangkan hasil penelitian yang dilakukan di Puskesmas Jayabaru, 41 responden lama menderita DM <5 tahun dan nilai HbA1c ≥ 6.5%. Dilihat dari riwayat perjalanan penyakit, belum lama menderita Diabetes, sehingga masih memungkinkan untuk mencegah komplikasi lebih lanjut dengan control glikemik secara rutin, salah satunya dengan pemeriksaan HbA1c.

KESIMPULAN DAN SARAN Kadar HbA1c pada penderita Diabetes mellitus tipe 2 di Puskesmas Jayabaru sebagian besar ≥ 6.5 yang menandakan bahwa control glikemik yang kurang baik. Karakteristik responden sebagian besar perempuan, usia lanjut, berpendidikan rendah dan telahmenderita DM tipe 2 kurang dari 5 tahun. Disarankan bagi penderita DM dan keluarga lebih meningkatkan pengetahuan tentang penatalaksanaan dan pengendalian kadargula darah, untuk meningkatkan upaya preventif agar tidak mengalami komplikasi lebih lanjut.

UCAPAN TERIMA KASIH

Terima kasih kepada Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW. Terima kasih kepada Kepala Loka Litbang Biomedis Aceh, Bapak Fahmi Ichwansyah, rekan di Loka Litbang Biomedis Aceh, tim penelitian, Komisi Ilmiah dan Komisi Etik Badan Litbang Kesehatan yang telah mendukung penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

(7)

55 Tipe 2 di Indonesia 2011. Jakarta;

2011. 1-58 p.

2. Smetlzer S B. Keperawatan Medikal Bedah. Volume 2. Jakarta: EGC; 2008.

3. Suyono. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Terpadu. Jakarta: Penerbit FKUI; 2005.

4. WHO. Global Status Report on Noncommunicable Disease [Internet]. 2010 [cited 2014 Jul 11].

Available from:

http://www.who.int/entity/nmh/pub lications/ncd_report_chapter1.pdf? ua=1.

5. Wild S, Roglic G, Green A, Sicree R, King H. Global Prevalence of Diabetes: Estimates for the year 2000 and projections for 2030. Diabetes Care. 2004;27(5):1047– 53.

6. Balitbangkes. Riset Kesehatan Dasar 2007. Indonesia; 2008.

7. Balitbangkes. Riset Kesehatan Dasar 2013. Indonesia; 2013.

8. Kocurek B. Promoting Medication Adherence in Older Adults and the Rest of Us. Diabetes Spectr [Internet]. 2009 Apr 1;22(2):80–4.

Available from:

http://spectrum.diabetesjournals.org /cgi/doi/10.2337/diaspect.22.2.80

9. PERKENI. Konsensus Pengelolaan Diabetes Melitus. 2006.

10. Care M. Standards of Medical Care in Diabetes--2008. Diabetes

Care [Internet].

2008;31(Supplement 1):S12–54.

Available from:

http://care.diabetesjournals.org/cg i/doi/10.2337/dc08-S012

11. Chugh S. Jaypee Gold Standart Mini Atlas Series Diabetes. I. India: Jaypee Brothers Medical Publishers; 2011.

12. UK Prospective Diabetes Study (UKPDS) Group. Intensive Blood-Glucose Control with Sulphonylureas or Insulin Compared with Conventional Treatment and Risk of Complications in Patients With Type 2 Diabetes (UKPDS 33). Lancet. 1998;352:837–53.

13. Dinas Kesehatan Kota Banda Aceh. Rekapan Kunjungan , Rujukan & 20 penyakit Puskesmas Tahun 2012. Banda Aceh; 2013.

14. Dinas Kesehatan Kota Banda Aceh. Laporan Kasus Penyakit Tidak Menular di Kota Banda Aceh. Banda Aceh; 2013.

15. Begley J. HbA1c in Diabetes. Case Studies Using IFCC Units. Ann Clin Biochem [Internet]. 2012 Sep 1;49(5):512–512.

Available from:

http://acb.sagepub.com/lookup/do i/10.1258/acb.2012.201205

(8)

17. Goldstein BJ. Type 2 Diabetes: Principles and Practice. II. New York: Informa Healthcare; 2007.

18. Waspadji S. Komplikasi Kronis Diabetes : Mekanisme , Diagnosis dan Strategi Pengobatan. IV. Jakarta, Indonesia: Penerbit FK UI; 2006.

19. Rahajeng E. Pengaruh Konsumsi Kopi Terhadap Kejadian Diabetes Mellitus Tipe 2. Gizi Indones. 2010;33(2):82–95.

20. Yerizel E. Gambaran HbA1c ( Hemoglobin Glikosilat) Pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 Dengan Kelainan Pembuluh Darah Perifer. Indonesia; 2010.

21. Romadhiati. Karakteristik Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 Dengan Komplikasi Kronik yang Dirawat di instalasi Rawat jalan Bagian Penyakit Dalam RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau. Universitas Riau; 2006.

22. Putri LK. Gambaran Penggunaan Jenis Obat Antidiabetes dan Pengetahuan Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Poliklinik Penyakit Dalam RSUD Arifin Achmad Pekanbaru. Universitas Riau; 2012.

23. Wen Chen K-, Tseng, H-M. The Barriers to Initiating Insulin

Therapy among People with Type 2 Diabetes in Taiwan - A Qualitative Study. J Diabetes Metab [Internet]. 2012;03(05).

Available from:

http://www.omicsonline.org/2155

-6156/2155-6156-3-194.digital/2155-6156-3-194.html

24. Irawan D. Prevalensi dan Faktor Risiko Kejadian Diabetes Melitus Tipe 2 di Daerah Urban Indonesia (Analisa Data Sekunder Riskesdas 2007). Universitas Indonesia; 2010.

25. Umar HB. Faktor Determinan Kejadian Diabetes pada Orang Dewasa di Indonesia ( Analisis Data Sekunder SKRT 2004). Universitas Indonesia; 2006.

26. Samberka AS. Hubungan Usia dan Lama Menderita Diabetes Melitus (DM) Dengan Kejadian Disfungsi Ereksi Pada Pasien Pria DM di Poliklinik Khusus Endokrinologi RS. dr. M. Djamil Padang. Universitas Andalas Padang; 2008.

Gambar

Gambar 1.  HbA1c pada penderita DM tipe 2 di Puskesmas Jayabaru Kota Banda Aceh
Tabel 1. Karakteristik penderita DM tipe 2  berdasarkan HbA1c di Puskesmas

Referensi

Dokumen terkait

Bahwa selanjutnya terdakwa kembali menjalin komunikasi kepada saksi korban, yang mana terdakwa meminta kepada saksi korban untuk berjumpa pada hari Sabtu tanggal 15

18. menjelaskan bahwa jumlah responden 20 orang sebagian besar adalah mahasiswa di karenakan letak bank tersebut berada di lingkungan kampus. Para responden mempunyai

para wisatawan untuk menikmati bentuk- bentuk wisata yang berbeda dari biasanya. Dalam konteks ini wisata yang dilakukan memiliki bagian yang tidak terpisahkan dalam

Kesimpulan hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan strategi blended learning efektif untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar

Setelah pasien atau keluarga pasien setuju, lakukan penilaian sesuai dengan formulir yang sudah ditentukan (skala Humpty Dumpty untuk anak, skala Morse untuk dewasa, formulir

Konsep Porter ini dikenal sebagai Diamond of Competitive Advantage (Gambar 1): (1) Kon- disi faktor ( faktor conditions ), yaitu posisi negara dalam hal penguasaan

Kegiatan penelitian UPT BPML - LIPI pada Tahun Anggaran 2015 dari berbagai sumber.. pendanaan disajikan pada

[r]