• Tidak ada hasil yang ditemukan

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Analisis pengaruh dimensi fraud triangle, self-efficacy, dan religiusitas terhadap terjadinya kecurangan akademik mahasiswa jurusan akuntansi - Perbanas Institutional Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Analisis pengaruh dimensi fraud triangle, self-efficacy, dan religiusitas terhadap terjadinya kecurangan akademik mahasiswa jurusan akuntansi - Perbanas Institutional Repository"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kecurangan merupakan masalah yang sering kali ditemui di sekitar kita, baik berskala kecil maupun berskala besar seperti halnya korupsi. Hampir setiap hari media masa selalu menyajikan berita terkait dengan kecurangan seperti korupsi, money loundering (pencucian uang), gratifikasi, penyuapan, dan sebagainya. Semakin hari kecurangan di Indonesia semakin membudaya dan semakin rumit untuk diatasi. Hal tersebut dikarenakan para pelaku kecurangan merupakan orang yang berpendidikan dan telah berpengalaman, sehingga mereka dapat dengan mudah menentukan celah dan jalan keluar apabila terjerat dalam suatu skandal. Berbagai skandal kecurangan tersebut umumnya tidak memandang siapa mereka, apa jabatan yang sedang diembannya, dan apa latar pendidikan mereka. Tak hanya itu, para pelaku kecurangan umumnya berasal dari berbagai golongan profesi, salah satunya adalah akuntan.

(2)

Keenam profesi tersebut diantaranya; profesi yang menduduki peringkat nomer satu adalah perawat, kemudian selanjutnya adalah apoteker, dokter, guru, polisi, dan rohaniawan.

Profesi akuntan berada pada peringkat ke-sembilan. Sedangkan peringkat terbawah diduduki oleh profesi salesman dan telemarketer. Gallup (2005) menyatakan bahwa peringkat akuntan semakin menurun dikarenakan skandal keuangan yang terjadi di awal abad 20-an seperti kasus Enron, dan Wolrdcom yang melibatkan Kantor Akuntan Publik Arthur Anderson. Berbagai skandal korupsi yang sering diberitakan di media masa saat ini dilakukan oleh berbagai golongan profesi, tak luput salah satunya adalah akuntan. Keterlibatan akuntan dalam kasus kecurangan atau korupsi menyebabkan integritas akuntan semakin diragukan dan menjadi sorotan publik. Selain itu, bukti lain menunjukkan bahwa berdasarkan laporan Mahkamah Agung atas keputusan tindak pidana korupsi dari 2003 hingga 2012, ternyata lebih dari 70% pelaku korupsi berasal dari jenjang pendidikan Sarjana (Wilopo 2016 : 37).

(3)

menghindari ketidakjujuran ini dan diharapkan mampu menghargai etika pendidikan dan pengembangan moral pendidikan sarjana (Deliana, dkk, 2017).

Fenomena kecurangan akademik yang terjadi di Perguruan Tinggi salah satunya di STIE Perbanas Surabaya khususnya pada mahasiswa Akuntansi beragam, mulai dari kecurangan saat ujian seperti mencontek dan membuka jawaban saat ujian melalui handphone, hingga pelanggaran berat seperti menititipkan tanda tangan sebagai bukti hadir perkuliahan, memalsukan surat ijin sakit, memalsukan tanda tangan orang tua bahkan dosen. Hal tersebut terbukti dengan adanya pemberitahuan pempublikasian wajah, identitas pelaku, maupun pernyataan tertulis pelaku kecurangan di papan mading kampus. Konsekuensi yang harus mereka terima juga dapat dikatakan sepadan yakni digugurkannya mata kuliah yang terbukti telah dicurangi, bahkan skorsing. Namun, nyatanya sanksi tersebut tidak memberikan efek takut pada mahasiswa lainnya, justru mereka masih berani untuk berbuat curang demi mendapatkan yang mereka inginkan.

(4)

kegiatan Super Softskill Mentoring (SSM) yang diadakan di Semester Genap tiap tahunnya. Harapannya, dengan diadakannya kegiatan tersebut akan timbul kesadaran diri, sikap proaktif , mental yang sehat, dan kejujuran dari mahasiswa. Namun sepertinya tidak semua mahasiswa menerapkan softskillnya dalam kegiatan perkuliahan sehari-hari. Alhasil, masih saja ada mahasiswa yang terbukti melakukan kecurangan.

Kecurangan akademik khususnya pada saat Ujian Tengah Semester (UTS) maupun Ujian Akhir Semester (UAS) di STIE Perbanas Surabaya selalu terjadi di setiap semester, hal ini dibuktikan dengan data rekap mahasiswa yang melakukan ketidakjujuran berupa mencontek, membuka catatan, dan lain-lain mulai dari periode Gasal 2013/2014 hingga Genap 2017/2018 sebagai berikut:

Tabel 1.1

Data Mahasiswa Yang Melakukan Kecurangan Akademik

TAHUN SEMESTER JUMLAH PER

(5)

Gambar 1.1

Grafik Kecurangan Akademik Mahasiswa Jurusan Akuntansi STIE Perbanas Surabaya per Semester

Gambar 1.2

Kecurangan Akademik Mahasiswa Akuntansi STIE Perbanas Surabaya per UTS/UAS

Tabel 1.1 maupun Gambar 1.2 menyajikan data bahwa kecurangan akademik cenderung lebih tinggi disaat UAS dari pada UTS. Hal ini terbukti dari lebih besarnya angka kecurangan saat UAS dari pada UTS di setiap semesternya. Kecurangan tertinggi terjadi pada UAS semester Gasal 2015/2016 sebanyak 13 mahasiswa, Genap 2017/2018 sebanyak 10 mahasiswa, dan Gasal 2014/2015

(6)

sebanyak 8 mahasiswa, sedangkan kecurangan terendah terjadi pada UTS semester Genap 2013/2014 dan 2017/2018, serta Gasal 2017/2016, dimana tidak terdapat mahasiswa yang tercatat telah mencontek. Jika ditelusuri lebih lanjut, umumnya mahasiswa cenderung merasa mata kuliah di periode UAS (Setelah UTS hingga menjelang UAS) lebih sulit jika dibandingkan dengan periode UTS (setelah awal masuk hingga menjelang minggu UTS). Hal ini dikarenakan pada silabus perkuliahan memberikan perkenalan materi di awal minggu dan semakin bertambah tingkat kesulitan dan kompleksitasnya di minggu-minggu berikutnya. Jika ditinjau secara keseluruhan semester, kecurangan akademik tertinggi berada pada periode 2015/2016 yang berjumlah 19 mahasiswa. Lalu, jika dilihat tren kecurangan ini cenderung masih berfluktuatif setiap periodenya.

(7)

dalam penyelesaian tugas dan ujian, melakukan copy paste terhadap tugas rekannya dan sebagainya. Ketidakjujuran akademik yang dilakukan mahasiswa disebabkan diantaranya adanya tekanan, peluang dan pembenaran perilaku yang diteliti oleh Apriani, dkk (2017), Artani dan Wetra (2017), Deliana dkk (2017), Nursani dan Irianto (2016), Fitriana dan Baridwan (2012), dan Becker, et al.,

(2006) Selain itu, ada beberapa faktor lainnya seperti self-efficacy yang diteliti oleh Artani dan Wetra (2017), Purnamasari (2013), Pudjiastuti (2012), Kushartanti (2009), dan Bolin (2004), dan juga religiusitas oleh Herlyana, dkk (2017), Pamungkas (2014), dan Purnamasari (2013).

(8)

oleh, Zamzam, dkk (2017), dan Deliana, dkk (2017) dan Fitriana dan Baridwan (2012). Namun, penelitian oleh Artani dan Wetra (2017) dan Nursani (2016), memberikan hasil yang sedikit berbeda, bahwa tekanan yang dirasakan oleh mahasiswa tidak berpengaruh terhadap terjadinya kecurangan.

Kedua, peluang. Peluang didefinisikan sebagai elemen kedua dalam Fraud Triangle, dikarenakan tekanan saja tidak akan membuat seseorang melakukan ketidakjujuran, namun jika seseorang melihat peluang dan terhimpit tekanan, maka ia akan semakin termotivasi untuk bertindak curang (Tuanakotta, 2010 : 211). Peluang untuk melakukan tindak kecurangan yang biasanya dilihat oleh mahasiswa STIE Perbanas Surabaya adalah mereka sering kali menganalisis situasi ruang kelas ketika mereka sedang melakukan ujian. Mereka sering kali memperhatikan baik dosen ataupun pengawas ujian. Ketika pengawas ujian terlihat lengah, mahasiswa akan seketika memikirkan cara untuk membuka jawaban yang dibawanya dan berusaha berhati-hati agar tidak terlihat. Tak hanya peluang terkait pengawas, peluang yang menguntungkan mahasiswa adalah posisi duduk yang “tepat”. Tepat memiliki maksud yakni mereka terhalangi oleh rekan

(9)

dan Wetra (2017) menujukkan bahwa peluang yang dirasakan oleh mahasiswa tidak berpengaruh terhadap terjadinya kecurangan akademik.

Ketiga, pembenaran. Pembenaran biasanya terjadi sebelum seseorang melakukan kecurangan, bukan sesudahnya. Mencari pembenaran merupakan bagian yang harus ada dalam kejahatan itu sendiri, bukan sebuah motivasi untuk melakukan kejahatan. Pembenaran diperlukan agar pelaku dapat mencerna perilakunya yang berlawanan dengan hukum untuk tetap mempertahankan jati dirinya sebagai orang yang dipercaya (Tuanakotta, 2010 : 212). Pembenaran yang mendasari mahasiswa untuk melakukan tindak kecurangan adalah karena mereka memiliki alasan yang sebenarnya dikatakan baik, seperti agar dapat lulus dalam mata kuliah tertentu, agar IPK tinggi, dan sebagainya, namun tindakan yang mereka lakukan salah. Pembenaran bertentangan antara niat dengan perilaku. Pembenaran hanya berada di sudut pandang individu tersebut tapi dapat dilihat orang lain sebagai tindakan yang salah. Penelitian untuk membuktikan keterkaitan antara pembenaran dengan tindak kecurangan akademik pernah dilakukan oleh Apriyani, dkk (2017), Nursani (2016), dan Fitriana dan Baridwan (2012) secara bersama-sama memberikan hasil bahwa pembenaran berpengaruh terhadap kecurangan akademik. Namun, berbeda dengan peneliti oleh Deliana, dkk (2017) Artani dan Wetra (2017), dan Zamzam, dkk (2017) yang menemukan bahwa pembenaran tidak berpengaruh terhadap terjadinya kecurangan akademik.

(10)

keinginannya (Ghufron dan Risnawita 2011 : 73). Dalam diri mahasiswa pastinya memiliki pengukuran tersendiri terhadap kemampuannya dalam menanggapi berbagai macam situasi dam masalah. Ketika efikasi diri seseorang meningkat, maka ia akan merasakan bahwa ia akan sangat mampu untuk menyelesaikan masalah dengan segenap kemampuannya, begitu juga sebaliknya. Mahasiswa yang melakukan kecurangan akademik dapat dikategorikan sebagai mereka yang memiliki efikasi diri rendah. Hal itu dikarenakan mereka tidak memiliki kepercayaan diri yang cukup terhadap kemampuan yang mereka miliki. Padahal ketika menghadapi ujian seperti kuis, UTS, UAS, mahasiswa tidak akan belajar terlalu banyak. Hal ini dikarenakan sistem ujian di STIE Perbanas Surabaya yang memiliki cut-off di setiap tiga kali pertemuan. Seharusnya, tiga sub-bab yang mereka pelajari selama tiga minggu tersebut telah dipahami, bukan justru bertindak curang. Penelitian terkait efikasi diri dengan terjadinya kecurangan pernah diteliti oleh Purnamasari (2013), Pudjiastuti (2012) dan Kushartanti (2009) menunjukkan bahwa Self-Efficacy berpengaruh terhadap terjadinya kecurangan akademik. Sedangkan penelitian oleh Artani dan Wetra (2017), Bolin (2004) menjelaskan bahwa Self-Efficacy tidak berpengaruh terhadap kecurangan akademik.

(11)

akademik pernah dilakukan oleh Herlyana, dkk (2017) dan Purnamasari (2013) yang memberikan hasil bahwa religiusitas berpengaruh terhadap kecurangan akademik.

Penelitian ini dilakukan pada mahasiswa STIE Perbanas Surabaya jurusan Akuntansi dikarenakan STIE Perbanas Surabaya merupakan salah satu Perguruan Tinggi unggulan yang menghasilkan lulusan yang mampu terjun di bidang bisnis dan perbankan yang berwawasan global (www.perbanas.ac.id), sehingga diharapkan para mahasiswanya mampu meningkatkan dan menjunjung visi misi STIE Perbanas Surabaya sebagai mahasiswa yang berkompeten dan memiliki daya saing. Dikarenakan menurut Becker et al., (2006), mahasiswa yang menempuh pendidikan berbasis bisnis lebih banyak melakukan kecurangan (seperti mencontek, dan sebagainya) dikarenakan mereka memiliki mental yang lemah. Hal ini tentunya tidak diiginkan oleh Perguruan Tinggi manapun terkait dengan mental atau kualitas mahasiswa mereka yang rendah. Selain itu, diharapkan juga para mahasiswa Akuntansi Perbanas yang nantinya akan menjadi seorang profesional, mampu menjunjung kode etik dan keprofesionalannya.

Berdasarkan paparan fenomena di atas dan terdapatnya research gap pada penelitian terdahulu menjadikan peneliti tertarik untuk menyusun penelitian dengan judul “Analisis Pengaruh Dimensi Fraud Triangle, Self-Efficacy, dan

(12)

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan sebelumnya, maka munculah beberapa permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini. Adapun perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana pengaruh tekanan (pressure) terhadap terjadinya kecurangan akademik mahasiswa jurusan akuntansi?

2. Bagaimana pengaruh peluang (opportunity) terhadap terjadinya kecurangan akademik mahasiswa jurusan akuntansi?

3. Bagaimana pengaruh pembenaran (rationalization) terhadap terjadinya kecurangan akademik mahasiswa jurusan akuntansi?

4. Bagaimana pengaruh self-efficacy terhadap terjadinya kecurangan akademik mahasiswa jurusan akuntansi?

5. Bagaimana pengaruh religiusitas terhadap terjadinya kecurangan akademik mahasiswa jurusan akuntansi?

1.3Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dijelaskan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk menganalisis pengaruh tekanan (pressure) terhadap terjadinya kecurangan akademik mahasiswa jurusan akuntansi.

(13)

3. Untuk menganalisis pengaruh pembenaran (rationalization) terhadap terjadinya kecurangan akademik mahasiswa jurusan akuntansi.

4. Untuk menganalisis pengaruh self-efficacy terhadap terjadinya kecurangan akademik mahasiswa jurusan akuntansi.

5. Untuk menganalisis pengaruh religiusitas terhadap terjadinya kecurangan akademik mahasiswa jurusan akuntansi.

1.4Manfaat Penelitian a. Bagi Mahasiswa

Penelitian ini selain dapat digunakan untuk menambah ilmu pengetahuan baru, juga diharapkan dapat meningkatkan kesadaran diri mahasiswa untuk dapat berpasrtisipasi aktif dalam meningkatkan kejujuran dan ketikutsertaan secara positif dalam peraturan lingkungan Perguruan Tingginya.

b. Bagi Akademisi

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi terkait dengan faktor-faktor apa saja yang dapat menimbulkan keinginan untuk berbuat curang, sehingga lembaga pendidikan dapat dengan mudah mencari langkah antisipasi atau langkah memperbaiki agar dapat menghalangi adanya celah untuk melakukan kecurangan.

c. Bagi Pemerintah

(14)

memberi masukan kepada pemerintah mengenai bagaimana tata kelola yang baik, serta untuk membuat peraturan mengenai penerapan Standard Operating Procedure (SOP) yang harus dimiliki oleh seluruh instansi pendidikan di Indonesia.

1.5Sistematika Penulisan Skripsi

Untuk memberikan penjelasan mengenai objek dan pembahasan yang lebih rinci, maka dibuatlah sistematika penulisan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Pendahuluan ini terdiri atas beberapa subbab, diantaranya uraian Latar Belakang masalah, Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, dan Sistematika Penulisan Skripsi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bab ini menjelaskan tentang Penelitian Terdahulu, Landasan Teori yang digunakan untuk meneliti, Kerangka Pemikiran dan Hipotesis. Dalam Kerangka Pemikiran diharapkan mampu menjelaskan hubugan keterkaitan antar variabel yang diteliti. BAB III METODE PENELITIAN

(15)

dan Teknik Pengambilan Sampel, Data dan Metode Pengumpulan Data, Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian, dan Teknik Analisis Data.

BAB IV GAMBARAN SUBJEK PENELITIAN DAN ANALISIS

DATA

Bab ini menjelaskan tentang gambaran subjek penelitian, analisis data dan pembahasan hasil penelitian.

BAB V PENUTUP

Gambar

Tabel 1.1 Data Mahasiswa Yang Melakukan Kecurangan Akademik
Gambar 1.1 Grafik Kecurangan Akademik Mahasiswa Jurusan Akuntansi STIE

Referensi

Dokumen terkait

Aspek keuangan dalam penyusunan RPI2JM pada dasarnya adalah dalam rangka membuat taksiran dana yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan pembelanjaan prasarana

Pemeriksaan White Spot Syndrom Virus (WSSV) pada Udang Vaname (Litopenaeus vannamei) dengan Metode real-time PCR di Balai Uji Standar Karantina Ikan, Pengendalian

Daerah pelayanan pengelolaan sampah di Kabupaten Dharmasraya tersebar pada 6 lokasi, yang terdiri dari 4 lokasi pasar dan 2 pusat keramaian, yaitu pasar Sungai Rumbai, pasar

Hasil dari penelitian ini yaitu penentuan tingkat kemiripan dilakukan dengan cara menghitung string edit distance, string edit similairty, pemetaan dengan algoritma heuristik,

Analisis Data Tentang Implementasi Active Learning terhadap Motivasi Belajar di MTs Miftahul Falah Betahwalang, Bonang, Demak. Pada bagian ini penulis akan menganalisis

Struktur penduduk berdasarkan tingkat pendidikan pada 11 kecamatan di wilayah Kabupaten Sidrap dapat dilihat pada Tabel Berikut :..

telah dipelajari untuk mendapatkan sistem daur bahan bakar yang paling layak untuk pengembangan PLTN yang berkelanjutan di Indonesia.Ukuran yang digunakan untuk menilai

Kunjungan ke rumah atau home visit merupakan upaya sekaligus inovasi yang dilakukan oleh guru di masa pandemi covid-19 dalam rangka menjalin kerjasama atau