• Tidak ada hasil yang ditemukan

Produk Hukum Terkait Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Produk Hukum Terkait Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 109/KMK. 06/2004

TENTANG

TATACARA PENYETORAN PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERASAL DARI SUMBER DAYA ALAM SEKTOR KEHUTANAN

(2)

Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 1998 tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Departemen Kehutanan dan Perkebunan, perlu diatur Tata Cara Penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berasal Dari Sumber Daya Alam Sektor Kehutanan oleh Menteri Keuangan setelah mendengar pertimbangan Menteri Kehutanan dan Perkebunan;

b. bahwa dalam rangka pelaksanaan Pasal 7 ayat (6) Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2002 tentang Dana Reboisasi, perlu ditetapkan format dokumen Surat Setoran Bukan Pajak dengan Keputusan Menteri Keuangan;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b, perlu menetapkan Keputusan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berasal Dari Sumber Daya Alam Sektor Kehutanan.

Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3687);

2. Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3848);

3. Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888);

4. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);

5. Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);

6. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1997 tentang Jenis dan Penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3694) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 1998 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3760);

(3)

8. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2002 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4206);

9. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2002 tentang Dana Reboisasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4207);

10. Keputusan Presiden Nomor 228/M Tahun 2001;

11. Keputusan Presiden Nomor 42 Tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 4214);

Memperhatikan : Surat Menteri Kehutanan Nomor 300/Menhut-II/2003 tanggal 13 Mei 2003. MEMUTUSKAN :

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PENYETORAN PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERASAL DARI SUMBER DAYA ALAM SEKTOR KEHUTANAN.

BAB I

KETENTUAN UMUM Pasal 1

Dalam Keputusan Menteri Keuangan ini, yang dimaksud dengan :

1. Surat Perintah Pembayaran yang selanjutnya disebut SPP adalah surat perintah yang diterbitkan oleh Pejabat Penagih kepada Wajib Bayar untuk membayar kewajiban Iuran Izin Usaha Pemanfaatan Hutan (IIUPH), Provinsi Sumber Daya Hutan (PSDH) dan atau Dana Reboisasi (DR).

2. Wajib Bayar adalah pemegang Izin Usaha Pemanfaatan Hutan dan izin lainnya yang sah, yang mempunyai kewajiban membayar PSDH atas sejumlah hasil hutan kayu dan bukan kayu yang diproduksi dari hutan alam dan hutan tanaman; dan atau DR atas sejumlah kayu bulat dan atau bahan baku serpih yang diproduksi dari hutan alam, dan atau IIUPH atas sejumlah luas areal kerja kepada Pemerintah.

3. Bendaharawan Penerima/penyetor adalah pejabat atau pegawai Departemen Kehutanan Pusat yang ditunjuk oleh Menteri kehutanan dan diberi tugas serta wewenang untuk menerima/menyetor IIUPH, PSDH dan atau DR.

4. Surat Setoran Penerimaan Negara Bukan Pajak yang selanjutnya disebut SS-PNBP adalah surat setoran PNBP yang merupakan bukti pembayaran IIUPH, PSDH dan atau DR.

(4)

6. Hutan alam adalah suatu lapangan yang bertumbuhan pohon-pohon alami yang secara keseluruhan merupakan persekutuan hidup alam hayati beserta alam lingkungannya.

7. Hutan tanaman adalah hutan yang dibangun dalam rangka meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi yang menerapkan silvikultur intensif.

Pasal 2

PNBP Yang Berasal dari Sumber daya Alam Sektor Kehutanan terdiri dari : 1. Iuran Izin Usaha Pemanfaatan Hutan (IIUPH)

2. Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) 3. Dana Reboisasi (DR)

BAB II

TATACARA PENYETORAN Bagian Pertama

Iuran Izin Usaha Pemanfaatan Hutan Pasal 3

(1) Setiap pemegang Izin Usaha Pemanfaatan Hutan (IUPH) dikenakan IIUPH.

(2) IIUPH dihitung berdasarkan luas areal kerja dikalikan tarif IIUPH sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah yang mengatur tarif atas jenis PNBP yang berlaku pada Departemen Kehutanan.

(3) IIUPH sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dibayar oleh Wajib Bayar atas dasar SPP-IIUPH sebelum IUPH diterbitkan.

Pasal 4

(1) Pejabat berwenang yang ditunjuk oleh Menteri Kehutanan menerbitkan SPP-IIUPH dalam rangkap 6 (enam) masing-masing disampaikan kepada :

a. Lembar ke 1 untuk Wajib Bayar yang bersangkutan;

b. Lembar ke 2 untuk Kepala Dinas Provinsi/Kabupaten/Kota setempat yang diserahi tanggung jawab dibidang kehutanan;

c. Lembar ke 3 untuk Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan; d. Lembar ke 4 untuk Sekretaris Jenderal Dep. Kehutanan;

e. Lembar ke 5 untuk Direktur Jenderal Lembaga Keuangan; f. Lembar ke 6 untuk Direktur Jenderal Anggaran.

(5)

(3) Bendaharawan Penerima/Penyetor wajib menyetorkan seluruh penerimaan IIUPH ke rekening Kas Negara sekurang-kurangnya sekali seminggu dengan menggunakan Surat Setoran Bukan Pajak (SSBP). (4) Pelaksanaan penyetoran sebagaimana dimaksud dalam ayat (3)

dilakukan oleh Bendaharawan Penerima dengan mengisi SSBP dalam rangkap 5 (lima) masing-masing :

a. Lembar ke 1 dan ke 4 untuk Bendaharawan Penerima;

b. Lembar ke 2 dan 3 untuk KPKN, melalui Bank Persepsi bersangkutan;

c. Lembar ke 5 untuk pertinggal pada Bank Persepsi.

(5) Bendaharawan Penerima/Penyetor selambat-lambatnya setiap tanggal 10 bulan berikutnya menyampaikan laporan realisasi penerimaan dan penyetoran ke Rekening Kas Negara bulan yang bersangkutan kepada : a. Sekretaris Jenderal Dep. Kehutanan;

b. Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan; c. Direktur Jenderal Lembaga Keuangan; d. Direktur Jenderal Anggaran.

(6) Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) kepada Sekretaris Jenderal Dep. Kehutanan, Direktur Jenderal Lembaga Keuangan dan Direktur Jenderal Anggaran dilampiri dengan fotokopi SSBP.

Bagian Kedua

Provisi Sumber Daya Hutan Pasal 5

(1) Setiap hasil hutan kayu dan bukan kayu yang ditebang/diproduksi dari hutan negara atau dari areal yang dibiayai baik sebagian maupun seluruhnya dari sumber dana Pemerintah dikenakan PSDH.

(2) PSDH sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan berdasarkan Rekapitulasi Laporan Hasil Cruising Tebangan Tahunan (RLHC) atau Usulan Laporan Hasil Penebangan/Produksi (ULHP) sesuai daerah penghasilnya.

(3) PSDH dihitung dengan cara mengalikan jumlah satuan hasil hutan dengan Harga Patokan dan tarif PSDH sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah yang mengatur tarif atas jenis PNBP yang berlaku pada Departemen Kehutanan.

(4) PSDH sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dibayar oleh Wajib Bayar atas dasar SPP-PSDH.

Pasal 6

(1) Pejabat berwenang yang ditunjuk oleh Menteri Kehutanan menerbitkan SPP-PSDH dalam rangkap 6 (enam) masing-masing disampaikan kepada :

(6)

b. Lembar ke 2 untuk Kepala Dinas Provinsi/Kabupaten/Kota setempat yang diserahi tanggung jawab dibidang kehutanan;

c. Lembar ke 3 untuk Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan; d. Lembar ke 4 untuk Sekretaris Jenderal Dep. Kehutanan;

e. Lembar ke 5 untuk Direktur Jenderal Lembaga Keuangan; f. Lembar ke 6 untuk Direktur Jenderal Anggaran.

(2) Berdasarkan SPP-PSDH, Wajib Bayar melakukan pembayaran ke Bendaharawan Penerima/Penyetor dengan menggunakan SS-PNBP dengan mencantumkan Kodefikasi Kabupaten/Kota Penghasil sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran II Keputusan Menteri Keuangan ini.

(3) Bendaharawan Penerima/Penyetor wajib menyetorkan seluruh penerimaan PSDH ke rekening Kas Negara sekurang-kurangnya sekali seminggu dengan menggunakan Surat Setoran Bukan Pajak (SSBP). (4) Pelaksanaan penyetoran sebagaimana dimaksud dalam ayat (3)

dilakukan oleh Bendaharawan Penerima dengan mengisi SSBP dalam rangkap 5 (lima) masing-masing :

a. Lembar ke 1 dan ke 4 untuk Bendaharawan Penerima;

b. Lembar ke 2 dan 3 untuk KPKN, melalui Bank Persepsi bersangkutan;

c. Lembar ke 5 untuk pertinggal pada Bank Persepsi.

(5) Bendaharawan Penerima/Penyetor selambat-lambatnya setiap tanggal 10 bulan berikutnya menyampaikan laporan realisasi penerimaan dan penyetoran ke Rekening Kas Negara bulan yang bersangkutan, kepada : a. Sekretaris Jenderal Dep. Kehutanan;

b. Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan; c. Direktur Jenderal Lembaga Keuangan; d. Direktur Jenderal Anggaran.

(6) Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) kepada Sekretaris Jenderal Dep. Kehutanan, Direktur Jenderal Lembaga Keuangan dan Direktur Jenderal Anggaran dilampiri dengan fotokopi SSBP.

Bagian Ketiga Dana Reboisasi

Pasal 7

(1) Setiap hasil hutan kayu yang diproduksi dari pemegang IUPH dari hutan alam dan hutan tanaman yang dibiayai dari sumber dana pemerintah dikenakan DR.

(7)

(3) DR dihitung dengan cara mengalikan jumlah satuan hasil hutan dengan tarif DR sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah yang mengatur tarif atas jenis PNBP yang berlaku pada Departemen Kehutanan.

(4) DR sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) dibayar oleh Wajib Bayar atas dasar SPP-DR.

Pasal 8

(1) Pejabat berwenang yang ditunjuk oleh Menteri Kehutanan menerbitkan SPP-DR dalam rangkap 6 (enam) masing-masing disampaikan kepada : a. Lembar ke 1 untuk Wajib Bayar yang bersangkutan;

b. Lembar ke 2 untuk Kepala Dinas Provinsi/Kabupaten/Kota setempat yang diserahi tanggung jawab dibidang kehutanan;

c. Lembar ke 3 untuk Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan; d. Lembar ke 4 untuk Sekretaris Jenderal Dep. Kehutanan;

e. Lembar ke 5 untuk Direktur Jenderal Lembaga Keuangan; f. Lembar ke 6 untuk Direktur Jenderal Anggaran.

(2) Berdasarkan SPP-DR, Wajib Bayar melakukan pembayaran ke Bendaharawan Penerima/Penyetor dengan menggunakan SS-PNBP dengan mencantumkan Kodefikasi Kabupaten/Kota Penghasil sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran III Keputusan Menteri Keuangan ini.

(3) Bendaharawan Penerima/Penyetor wajib menyetorkan seluruh penerimaan DR ke rekening Kas Negara sekurang-kurangnya sekali dalam seminggu dengan menggunakan Surat Setoran Bukan Pajak (SSBP).

(4) Pelaksanaan penyetoran sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dilakukan oleh Bendaharawan Penerima dengan mengisi SSBP dalam rangkap 5 (lima) masing-masing :

a. Lembar ke 1 dan ke 4 untuk Bendaharawan Penerima;

b. Lembar ke 2 dan 3 untuk KPKN, melalui Bank Persepsi bersangkutan;

c. Lembar ke 5 untuk pertinggal pada Bank Persepsi.

(5) Bendaharawan Penerima/Penyetor selambat-lambatnya setiap tanggal 10 bulan berikutnya menyampaikan laporan realisasi penerimaan dan penyetoran ke Rekening Kas Negara bulan yang bersangkutan kepada : a. Sekretaris Jenderal Dep. Kehutanan;

b. Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan; c. Direktur Jenderal Lembaga Keuangan; d. Direktur Jenderal Anggaran.

(8)

BAB III

KETENTUAN PENUTUP Pasal 9

(1) Wajib Bayar dapat mengajukan permohonan untuk mengangsur atau menunda pembayaran PSDH dan atau DR yang terutang dengan dikenakan denda administrasi sebesar 2% (dua persen) per bulan.

(2) Permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diajukan oleh Wajib Bayar kepada Menteri Kehutanan dengan dilengkapi persyaratan yang ditetapkan oleh Menteri Kehutanan.

(3) Menteri Kehutanan c.q. Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan menyampaikan permohonan untuk mengangsur atau menunda pembayaran PSDH dan atau DR yang terutang dengan dikenakan denda administrasi sebesar 2% (dua persen) per bulan kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Lembaga Keuangan.

(4) Persetujuan untuk mengangsur atau menunda pembayaran PSDH dan atau DR yang terutang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Lembaga Keuangan.

(5) Pengajuan permohonan penundaan atau mengangsur pembayaran PSDH dan atau DR yang terutang, tidak menunda kewajiban pembayaran PSDH dan atau DR yang terutang tahun berjalan.

Pasal 10

Ketentuan mengenai tatacara pengenaan dan pemungutan akan diatur tersendiri dengan Keputusan Menteri Keuangan.

Pasal 11

Keputusan Menteri Keuangan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Keputusan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 12 Maret 2004

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan penelitian sebelumnya (Zhang et al., 2014), klorantraniliprol dan flubendiamid berbeda tingkat efektivitasnya dalam mengendalikan S. exigua pada pertanaman

Faktor-faktor yang mempengaruhi proses adsorpsi yang meliputi paramater kinetika dan termodinamika dibahas secara rinci dan dibandingkan dengan adsorben kitin maupun selulosa

Isolasi suatu jalur murni pada prinsipnya dapat dilakukan secara bertingkat, tingkat pertama biasa dilakukan secara manual yaitu dengan cara sejauh mungkin mengencerkannya,

Data snapshot ini akan dirata- rata menjadi suatu nilai tunggal yang mewakili satuan waktu, selanjutnya data ini akan diolah pada sistem pengenalan aroma untuk

Tidak adanya alasan tertentu dalam memberikan nama toko pun didasari oleh beberapa pendapat seperti pemilik toko tidak mengetahui secara detail dari pertimbangan pendiri

Pensiun Pokok bekas Pejabat Negara (Lembaran Negara Tahun 1977d.

Pemerintah dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Pembinaan Tenaga Kependidikan Pendidikan Dasar dan Menengah melalui Subdirektorat Tenaga

Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya adalah Institusi Pendidikan Tinggi Kesehatan yang merupakan Satker Badan PPSDM Kesehatan yang menghasilkan Lulusan Tenaga