• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ekologi Administrasi : Holistik, Kontemporer dan Konstektual

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Ekologi Administrasi : Holistik, Kontemporer dan Konstektual"

Copied!
152
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)

EKOLOGI ADMINISTRASI

Holistik, Kontemporer, dan Konstekstual Cet. ke-1 Mei 2018, 1624 cm.; 288 hlm. ISBN: 978-979-076-710-2

Penulis: Dr. Sahya Anggara, M.Si. Desain cover: Tim Desain Pustaka Setia

Setting, Layout, Montase: Tim Redaksi Pustaka Setia Cetakan ke-1: Mei 2018

Diterbitkan oleh: CV PUSTAKA SETIA

Jl. BKR (Lingkar Selatan) No. 162–164 Telp.: (022) 5210588 Faks.: (022) 5224105 E-mail: pustaka_seti@yahoo.co.id

BANDUNG 40253

(Anggota IKAPI Jawa Barat)

Copy Right © 2018 CV PUSTAKA SETIA Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian

atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari penerbit. Hak penulis dilindungi undang-undang.

All right reserved

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 28 TAHUN 2014 TENTANG HAK CIPTA

Pasal 113

(1) Setiap orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk penggunaan secara komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

(2) Setiap orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin pencipta atau pemegang hak cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

(3) Setiap orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin pencipta atau pemegang hak cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e, dan/atau huruf g untuk penggunaan secara komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

(4) Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang dilakukan dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).

Dr. Sahya Anggara, M.Si.

EKOLOGI

ADMINISTRASI

HOLISTIK, KONTEMPORER,

DAN KONTEKSTUAL

(5)

Diskursus tentang administrasi pemerintahan tidak akan pernah usai selama pemerintahan masih ada untuk mengelola kepentingan negara dan bangsa. Bahkan, saat ini studi administrasi pemerintahan semakin intens dilakukan tidak hanya karena kegagalan menam­ pilkan prinsip tersendiri secara efektif dan efisien, tetapi juga karena ketidakmampuannya mengeliminasi diri dari kepentingan elite penguasa. Hal ini karena ketika negara dan pemerintah dikendalikan oleh politik kekuasaan, birokrasi sangat sulit menampilkan kinerja yang akomodatif terhadap kebutuhan nyata masyarakat.

Salah satu pendekatan alternatif yang digagas dalam buku ini adalah pendekatan ekologis yang merepresentasikan model holistik birokrasi kontemporer dan kontekstual. Pendekatan model ini didasarkan pada asumsi bahwa semakin dekat epicentrum birokrasi

pemerintahan ke wilayah masyarakat yang dilayani, birokrasi akan semakin akomodatif dan lebih bermakna bagi peningkatan pelayanan publik. Asumsi tersebut berawal dari pemikiran utilitarianisme yang lebih memandang aspek kegunaannya bagi masyarakat sebagai sasaran utama pelayanan. Model ini juga berarti lebih menonjolkan faktor ekologis terdekatnya secara eksternal serta penguatan dimensi budaya organisasi secara internal yang terbentuk dari kearifan lokal. Diakui bahwa pendekatan model ini masih memerlukan pengkajian dan pengujian empiris secara tematik. Akan tetapi, dengan logika berpikir rasional menggunakan analogi homeostatis serta berbekal pengalaman praktik birokrasi selama ini, diyakini bahwa perspektif pengembangannya akan mendapat support dari para cendekiawan, pemerhati, dan praktisi yang berkomitmen menaruh kepedulian terhadap peningkatan kualitas bernegara dan bermasyarakat. Untuk itu, diperlukan penggalian variabel dan indikator yang relevan untuk memastikan adanya novelty dari konteks birokrasi model masa kini dan masa yang akan datang.

Untuk itulah pengetahuan dan kemampuan administrasi dibutuhkan. Pengetahuan dan kemampuan administrasi menjadi penting dimiliki oleh mahasiswa, apa pun program studi yang dipilihnya, baik yang tergolong dalam ilmu­ilmu eksakta maupun ilmu­ilmu sosial. Sebagai sebuah ilmu, administrasi bukan lagi merupakan “barang mewah” yang sulit dijangkau oleh rata­rata mahasiswa. Ia ada di sekitar kita, dan karenanya cukup menjadi familiar.

Buku­buku tentang administrasi secara mudah dapat ditemukan di berbagai perpustakaan dan toko buku sehingga tidak ada alasan lagi bagi mahasiswa untuk merasa kesulitan mendapatkannya. Walaupun demikian, penulisan buku ini tetap dilakukan untuk ikut “memeriahkan” khasanah keilmuan. Kehadiran buku­buku administrasi negara yang pada umumnya banyak dimanfaatkan untuk keperluan praktis, yang dalam hal ini, terutama untuk pengkajian lebih dalam di jurusan Administrasi Negara. Selain itu, dalam sejumlah buku yang beredar, penyajian administrasi tidak sedikit yang bersifat konseptual, penuh dengan rumus­rumus abstrak,

(6)

sehingga tidak mudah dipahami oleh mahasiswa, apalagi untuk taraf pemula.

Dengan maksud membantu memudahkan pemahaman terhadap sejumlah konsep, rumus, dan contoh penerapan dalam strategi yang berkaitan dengan teknik­teknik pendekatan tertentu, penulis menghadirkan buku ini. Jadi, walaupun mungkin tidak terlalu bersifat elementer, penulisan buku ini diusahakan sedemikian rupa untuk secara mudah dipahami oleh mahasiswa, pengguna, atau peminat yang concern terhadap pengembangan administrasi negara dan/atau pemerintahan, tingkat pemula sekalipun. Untuk itu, pembicaraan setiap jenis atau teknik disertai contoh­contoh penerapan yang relevan dengan kebutuhan kondisi saat ini dan masa yang akan datang.

Selain itu, penulisan buku Ekologi Administrasi ini sengaja diorientasikan untuk kebutuhan pengguna. Pembicaraan teknik­ teknik dikelompokkan berdasarkan penggunaan yang relevan. Buku ini membicarakan sejumlah teknik pendekatan yang terlihat banyak dimanfaatkan untuk keperluan pengembangan administrasi pemerintahan. Penyajiannya diawali dengan Kajian Makna Filosofis Ekologi; Konsep Dasar Ekologi Administrasi; Studi Perkembangan Ekologi Administrasi Pemerintahan; Tinjauan Ekologis Administrasi Negara; Kerangka Dasar Sistem Administrasi Negara; Spesifikasi dan Aneka Wajah Administrasi Negara; Administrasi Daerah dalam Sistem Administrasi Negara; Administrasi Daerah dalam Sistem Administrasi Negara; Struktur Perubahan Sistem Ekologi Administrasi Negara; Membangun Ekologi Administrasi Publik dan Nilai­nilai Lokal; Strategi Pengembangan Ekologi Administrasi Publik; Model Pengembangan Ekologi Administrasi Publik; diakhiri dengan Model Ekologi Administrasi Publik Kontemporer.

Kehadiran buku ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, terutama dorongan keluarga, istri, dan anak­anak yang memotivasi semangat kerja penulis sehingga memanfaatkan berbagai kesempatan dan waktu luang untuk menulis berbagai gagasan dalam buku ini. Sekalipun demikian, berbagai kekurangan tentunya masih terdapat dalam penyusunan buku ini, dan semoga menjadi bahan perbaikan berikutnya. Harapan penulis, betapa pun kecilnya, karya ini dapat

menambah wawasan pengetahuan dan pengayaan kepustakaan di bumi tercinta ini.

(7)

BAB 1

PENDAHULUAN ... 1

A. Makna Filosofis Ekologi ... 2

B. Problem dalam Pengembangan Etika Lingkungan ... 6

C. Upaya Pengembangan Etika Lingkungan ... 8

D. Mewujudkan Pembangunan yang Berwawasan Lingkungan 12 BAB 2 KONSEP DASAR EKOLOGI ADMINISTRASI ... 23

A. Konsepsi Ekologi Administrasi ... 24

B. Faktor­faktor Ekologis dalam Administrasi ... 27

C. Ruang Lingkup Ekologi Administrasi ... 33

D. Pertumbuhan dan Perspektif Ekologi Administrasi Negara 34 BAB 3 STUDI PERKEMBANGAN EKOLOGI ADMINISTRASI PEMERINTAHAN ... 37

A. Studi Ekologi Administrasi Pemerintahan ... 37

B. Perkembangan dalam Perspektif Ekologi Administrasi Pemerintahan di Indonesia ... 41

C. Pengaruh Lingkungan Sosial Budaya dalam Perkembangan Administrasi Pemerintahan di Indonesia ... 42

D. Perkembangan dan Revitalisasi Administrasi Pemerintahan di Indonesia ... 45

BAB 4 TINJAUAN EKOLOGIS ADMINISTRASI NEGARA... 51

A. Tinjauan Ekologi Administrasi Negara ... 52

B. Prinsip Ekologi Administrasi Negara ... 53

C. Karakteristik Ekologi Administrasi Negara ... 54

D. Faktor­faktor yang Memengaruhi Sistem dalam Ekologi Administrasi Negara ... 58

BAB 5 KERANGKA DASAR SISTEM ADMINISTRASI NEGARA 67 A. Konsep Dasar Sistem Administrasi Negara ... 67

B. Paradigma Administrasi Negara ... 77

C. Reinventing Government ... 82

D. Reformasi Administrasi Negara di Indonesia ... 83

BAB 6 SPESIFIKASI DAN ANEKA WAJAH ADMINISTRASI NEGARA ... 89

A. Konsep Spesifikasi Administrasi Negara ... 89

(8)

B. Keanekaragaman Spesifikasi Wajah Administrasi Negara 96

C. Pendekatan Administrasi Negara ... 103

D. Identifikasi Administrasi Negara ... 107

BAB 7 ADMINISTRASI DAERAH DALAM SISTEM ADMINISTRASI NEGARA ... 109

A. Konsep Dasar Administrasi dan Pemerintahan Daerah ... 110

B. Undang­Undang Pemerintahan  Daerah ... 112

C. Kegiatan Administrasi Pemerintahan Daerah dalam Sistem Administrasi Negara ... 115

D. Hubungan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam Pengelolaan Administrasi Pemerintahan ... 117

BAB 8 STRUKTUR PERUBAHAN SISTEM EKOLOGI ADMINISTRASI NEGARA ... 131

A. Konsep Dasar Struktural Perubahan Sistem Ekologi Administrasi Publik ... 132

B. Perubahan Konseptual ... 137

C. Perubahan Struktural Institusional Administrasi Negara . 143 BAB 9 MEMBANGUN EKOLOGI ADMINISTRASI PUBLIK DAN NILAI-NILAI LOKAL ... 147

A. Konsep Dasar Kearifan Lokal ... 148

B. Kepemimpinan Lokal ... 157

C. Nilai­nilai Ekologis Kepemimpinan Administrasi ... 165

D. Tipologi dan Peran Kepemimpinan dalam Pembangunan Administrasi Publik ... 169

BAB 10 STRATEGI PENGEMBANGAN EKOLOGI ADMINISTRASI PUBLIK ... 177

A. Konsep Dasar Strategi Pengembangan Ekologi Administrasi Publik ... 178

B. Perkembangan Administrasi Publik ... 181

C. Dimensi Strategi Administrasi Publik ... 182

D. Strategi Pengembangan Ekologi Administrasi Publik ... 194

BAB 11 MODEL PENGEMBANGAN EKOLOGI ADMINISTRASI PUBLIK... 203

A. Konsep Model Pengembangan Ekologi Administrasi Publik 204 B. Model Sistem Administrasi Negara Indonesia ... 210

C. Model Struktur dan Fungsional ... 216

D. Model Good Governance ... 220

BAB 12 MODEL EKOLOGI ADMINISTRASI PUBLIK KONTEMPORER ... 235

A. Konsep Dasar Model Ekologi Administrasi Publik Kontemporer ... 236

B. Desain Ekologi Administrasi Publik Kontemporer dalam Fungsi Pelayanan Publik ... 247

C. Skema Ekologi Administrasi Publik Kontemporer dalam Birokrasi Pemerintahan Pusat dan Daerah ... 252

D. Perspektif Birokrasi Kontekstual Otonomi Khusus ... 268

DAFTAR PUSTAKA ... 271

(9)

Manusia dan alam semesta adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Manusia sebagai mikrokosmos dan alam semesta serta lingkungan sebagai makrokosmos saling berinteraksi. Fakta menunjukkan bahwa manusia adalah makhluk yang memiliki ketergantungan paling besar terhadap lingkungannya. Sejauh mana hubungan antara manusia dan lingkungan, dan posisi keduanya? Manusia adalah makhluk yang berbudaya. Secara ideal, segala tindakannya merupakan tindakan beradab yang dilandasi etika moral dan tanggung jawab, termasuk dalam masalah lingkungan administrasi. Dengan membudayakan pengelolaan lingkungan yang bertanggung jawab merupakan suatu imperatif. Di sinilah peran moral dan etika sangat mendasar yang pada akhirnya akan membangun hubungan lingkungan dan manusia, organisasi, administrasi, manajemen, bangsa, dan negara yang berbudaya.

A. Makna Filosofis Ekologi

1. Mendekat dengan Ekologi

Membahas filsafat lingkungan tentu tidak dapat dilepaskan dari masalah atau pengertian ekologi.1 Istilah ekologi pertama kali digunakan oleh Haeckel, seorang ahli biologi Jerman dalam pertengahan 1860­an. Istilah ini berasal dari bahasa Yunani, yaitu

oikos yang berarti rumah dan logos yang berarti ilmu. Ekologi secara harfiah berarti ilmu tentang makhluk hidup dalam rumahnya atau dapat juga diartikan sebagai ilmu rumah tangga makhluk hidup.2

Ekologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan timbal­balik antara mahluk hidup dan lingkungannya. Dengan demikian, ekologi merupakan disiplin baru dari biologi yang merupakan mata rantai fisik dan proses biologi serta bentuk­bentuk yang menjembatani antara ilmu alam dan ilmu sosial. Ekologi juga  merupakan cabang ilmu yang mendasari ilmu­ilmu yang berkembang dan selalu berkaitan dengan kehidupan sehari­hari, terutama dengan lingkungan. Oleh karena itu, ekologi dijadikan sebagai dasar pengetahuan lingkungan.

Menurut Otto Soemarwoto (1988), ada persamaan antara ekonomi dan ekologi, yaitu adanya hubungan kepentingan. Adapun perbedaannya, dalam ekonomi, mata uang yang dipakai dalam transaksi adalah uang, cek, dan lain­lain. Dalam ekologi yang menjadi alat transaksi adalah materi, energi, dan informasi. Ekologi dapat juga dikatakan sebagai ekonomi alam yang melakukan transaksi dalam bentuk materi, energi, dan informasi.3

Ekologi selalu berkaitan dengan ilmu lain, seperti ekonomi, teknologi, politik, dan sosial budaya. Ekologi memang penting, tetapi bukan satu­satunya landasan dalam mengambil keputusan dalam

BAB

1

P

ENDAHULUAN

1 Otto Sumawarto, 1998, Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan, Jakarta: Jembatan, hlm. 15.

2 Op. Cit., Sumawarto, 1998, Ekologi, hlm. 16. 3 Op. Cit., hlm. 17.

(10)

permasalahan lingkungan hidup. Ekologi adalah salah satu masukan, satu komponen dalam sistem pengelolaan lingkungan hidup yang harus ditinjau bersama dengan komponen lain untuk mendapatkan keputusan yang seimbang. Dalam pengelolaan lingkungan, yang dibutuhkan adalah ekologi manusia, yang merupakan cabang khusus dari ekologi di samping ekologi tumbuhan, hewan, dan ekologi jasad renik. Ekologi manusia adalah ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara manusia dan lingkungan hidupnya.

Dalam masalah lingkungan hidup, selain ekologi terdapat pula istilah ekosistem yang perannya tidak kalah penting dengan ekologi. Ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal balik antara makhluk hidup dan lingkungannya. Ekosistem terbentuk oleh komponen hidup dan tidak hidup di suatu tempat yang berinteraksi untuk membentuk suatu kesatuan yang teratur. Keteraturan itu terjadi karena adanya arus materi dan energi yang terkendalikan oleh arus informasi antara komponen dalam ekosistem. Tiap­tiap komponen itu mempunyai fungsi. Selama tiap­tiap komponen itu melakukan fungsinya dan bekerja sama dengan baik, keteraturan ekosistem pun terjaga.

Ada dua bentuk ekosistem yang penting. Pertama, ekosistem alamiah (natural). Dalam ekosistem alamiah ini terdapat heterogenitas yang sangat tinggi dari organisme hidup sehingga mampu mempertahankan proses di dalamnya dengan sendirinya. Kedua, ekosistem buatan (artificial). Dalam ekosistem buatan ini, organisme yang hidup kurang heterogen sehingga bersifat labil, diusahakan menjadi stabil.4 Apa pun bentuk ekosistem tersebut yang paling penting adalah mengupayakan agar ekosistem menjadi stabil. Dengan ekosistem yang stabil, manusia dapat tetap hidup secara teratur dari generasi ke generasi dengan sejahtera.5

2. Esensi Filosofis Lingkungan

Filsafat lingkungan adalah salah satu cabang dari filsafat yang membicarakan lingkungan secara kritis, radikal, sampai menyentuh hal yang mendasar dalam hubungannya dengan keutuhan hidup manusia. Filsafat lingkungan membahas masalah ini secara menyeluruh atau komprehensif. Filsafat lingkungan tidak mempelajari lingkungan sebagaimana apa adanya. Di dalamnya terkandung nilai­nilai normatif, idealis yang seharusnya menjadi landasan berpikir dan bertindak atau dalam mengambil dan menetapkan kebijakan.

Filsafat lingkungan bukan hanya sebuah cabang ilmu filsafat, melainkan juga pandangan hidup yang memberikan kesadaran akan lingkungan, baik bagi semua pihak yang berhubungan dengan ilmu ini maupun kesadaran umum bagi manusia, masyarakat, dan bangsa. Di sinilah letak kekuatan filsafat lingkungan, sebagai cabang filsafat yang paling baru yang bersifat pragmatik, faktual, dan kontekstual. C.A. Yan Peursen (1988) menegaskan bahwa filsafat harus membahas masalah­masalah aktual, faktual kontekstual bukan hanya yang abstrak tekstual. Hal ini penting dalam rangka mengikuti perkembangan zaman agar filsafat lingkungan senantiasa mampu memberikan kontribusi bagi umat manusia. Sebagai induk dari segala disiplin ilmu, peran filsafat lingkungan dibutuhkan dalam rangka menjembatani berbagai cabang ilmu yang membahas satu objek yang sama sebagaimana dalam masalah lingkungan.6

Filsafat lingkungan atau disebut etika lingkungan esensinya mengharapkan lingkungan diperlakukan secara baik dan bijaksana. Dalam hal ini filsafat lingkungan diharapkan menjadi landasan, dasar, dan nilai, serta memberi semangat bagi upaya penyelamatan lingkungan yang dalam konteks ini adalah lingkungan administrasi. Objek forma filsafat administrasi adalah keteraturan, pengaturan, atau dalam lingkup yang luas, yaitu administration (Inggris) atau

4 Koesnadi Hardjasoemantri, 2002, Hukum Tata Lingkungan, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, hlm. 3.

(11)

beheren atau bestuur (Belanda) yang berarti “pemerintah, pemerintahan” sebagai hasil pendekatan yang digunakan. Ini artinya pendekatan yang digunakan akan memberikan batas terhadap objek materia dari filsafat yang dikaji.7 Pendekatan atau yang menjadi pembatas inilah yang menempatkan perbedaan suatu kajian filsafat tertentu. Keteraturan, pengaturan, kepemerintahan sebagai objek forma filsafat administrasi secara substansial atau secara esensial tampak pada hubungan pengatur dengan pihak yang diatur, baik dalam konteks internal kerja sama yang berlangsung maupun secara eksternal berlangsung antara individu sebagai subjek administrasi dan individu dalam kehidupan yang lebih luas, sebagai objek yang harus dilayani, diayomi dan diberdayakan oleh subjek administrasi.

3. Manusia dan Lingkungan: Tiga Tantangan untuk Filsafat Ekologi

Ketergantungan manusia pada alam tidak dapat dipahami tanpa ekologi mendalam berkaitan dengan kehidupan. Sejak kontribusi awal Leopold, bidang filsafat lingkungan telah berkembang dengan banyaknya pemikiran baru tentang kaitan manusia dengan alam dan prinsip metafisik dan etika yang membentuk pemikiran kita.

Ada tiga tantangan yang dihadapi filsafat lingkungan yang muncul dari perdebatan baru­baru ini. Pertama, perjuangan untuk mengatasi pandangan antroposentris alam, yang melihat semua alam untuk melayani kepentingan manusia, dan menghadapi “nilai intrinsik” alam. Kedua, pertanyaan tentang cara menentukan tempat manusia di alam; yang dianggap sama dengan makhluk alam lainnya, dan berperan lebih tinggi dalam membentuk dan mengelola alam.

Ketiga, menentukan dasar yang digunakan dalam menetapkan status moral atau considerability moral untuk hewan dan benda­benda alam.

B. Problem dalam Pengembangan Etika Lingkungan

1. Problem Lingkungan sebagai Isu Strategis Bangsa

Masalah lingkungan hidup adalah masalah individu, keluarga, masyarakat, bahkan dunia. Akhir­akhir ini, masalah peningkatan kerusakan lingkungan hidup dan ekologi manusia menjadi bahan perbincangan hangat, baik di negara­negara maju maupun negara berkembang, termasuk Indonesia.8

Kerusakan lingkungan yang terjadi, baik di negara maju maupun di negara berkembang tidak lagi dapat ditoleransi. Ini adalah masalah mendesak yang harus mendapat perhatian penuh jika manusia tidak ingin mendapatkan malapetaka yang lebih besar. Menurut Franz Magnis­Suseno, ulah kasar manusia terhadap lingkungan akan berdampak pada kelestarian biosfer.9 Semua unsur biosfer saling bergantung dan saling memengaruhi. Ini merupakan ciri khas biosfer yang terdiri atas ekosistem­ekosistem yang tidak terhitung banyaknya. Ciri khas sistem adalah keseimbangan. Ekosistem hanya dapat lestari apabila ada keseimbangan antara kekuatan yang merusak dan yang memperbaharui, antara kematian dan munculnya organisme baru tetap terjaga. Akan tetapi, karena ulah manusia, keseimbangan menjadi terganggu. Hal ini ditunjukkan dengan terjadinya bencana alam akibat kesalahan manusia.10

Dalam hal ini sepertinya tidak ada pilihan lain kecuali menggalakkan gerakan perlindungan ekosistem, yaitu gerakan yang membebaskan manusia dari ancaman belenggu perbudakan berupa “bahaya­bahaya lingkungan” buatan sendiri.11

2. Hukum Perlindungan Lingkungan Hidup

Danusaputro menyebutkan beberapa alat yang kuat dan ampuh dalam melindungi lingkungan hidup. Pertama, perlindungan

7 Sutarto, 1986, Dasar-dasar Kepemimpinan Administrasi, Yogyakarta: Gajah Mada University Press, hlm. 103.

8 Op. Cit., Bintarto, 1997, Ekologi Manusia..., hlm. 33. 9 Loc. Cit., Franz, 1993, Berfilsafat dari..., hlm. 229. 10 Op. Cit., hlm. 230.

(12)

lingkungan hidup. Kedua, program pembangunan yang berwawasan lingkungan. Pembangunan dalam segala bidang harus memerhatikan aspek lingkungan. Dalam menetapkan kebijakan, baik jangka panjang maupun jangka pendek tidak boleh mengesampingkan kelestarian lingkungan.12

Memang tidak dapat disangkal bahwa kata kunci dalam masalah pelestarian lingkungan adalah “kesadaran manusia”, baik sebagai pribadi, anggota masyarakat, maupun agen pemerintah yang menyelenggarakan sistem. Tidak cukup jika hanya berharap pada kesadaran. Oleh karena itu, harus ada upaya konkret dengan kekuatan memaksa untuk meningkatkan atau menumbuhkan sikap peduli lingkungan ini.

Dalam hal ini peran negara atau bangsa sangat besar. Bangsa (baca: negara) merupakan lembaga formal paling besar yang mengatur kepentingan seluruh warga negaranya. Negara memiliki program pembangunan yang secara sistematis disusun dan dijalankan, dalam hal ini pembangunan yang berwawasan lingkungan mutlak diperlukan. Negara memiliki pengaruh yang sangat kuat sebagai lembaga kekuatan ekonomi, politik, kekuatan represif untuk menjalankan misi pelestarian lingkungan ini.

Ketiga, negara mempunyai kekuatan persuasif ataupun memaksa melalui institusinya agar semua pihak mematuhi undang­undang atau peraturan, termasuk dalam hal lingkungan.

3. Subjektivitas Lingkungan

Pengaruh langsung yang menyebabkan kerusakan lingkungan, yaitu tindakan atau perilaku manusia, masyarakat, atau bangsa sebagai subjek yang berhadapan dengan lingkungan.

a. Kerusakan Lingkungan oleh Perilaku Manusia

Kerusakan lingkungan dapat disebabkan oleh perilaku manusia perseorangan sebagai individu. Kerusakan lingkungan karena subjek

perseorangan ini, seperti membuang sampah di selokan atau parit, sungai, menebang pohon atau memetik bunga langka di gunung, dan sebagainya. Perilaku perseorangan ini jika dilakukan oleh banyak orang menimbulkan dampak kerusakan yang sangat besar. Hal ini karena akumulasi kerusakan yang semula kecil akan menjadi besar dan menjadi bom waktu yang siap meledak setiap saat.

b. Kerusakan Lingkungan oleh Sekelompok Manusia

Kerusakan yang disebabkan oleh sekelompok manusia atau masyarakat menimbulkan bahaya yang lebih besar. Sebagai contoh, penebangan kayu di wilayah hutan lindung jika dilakukan perseorangan, pelakunya akan diberi peringatan oleh masyarakat. Jika dilakukan secara bersama­sama oleh masyarakat yang bersangkutan dan mayoritas masyarakat merasakan manfaat langsung, tidak ada kekuatan yang dapat memberi peringatan kepada mereka.

c. Kerusakan Lingkungan oleh Negara atau Bangsa

Kerusakan lingungan dalam tingkat ini biasanya berkaitan dengan kebijakan pemerintah yang tidak berwawasan lingkungan dalam mengambil suatu keputusan atau menyusun dan melaksanakan program pembangunan.

C. Upaya Pengembangan Etika Lingkungan

1. Penguatan Misi untuk Mempertahankan Keseimbangan Ekosistem

Misi mulia untuk mempertahankan keseimbangan ekosistem di tengah­tengah tuntutan dan kebutuhan pelaksanaan pembangunan adalah masalah yang sangat sulit. Upaya ini tidak cukup dengan penyuluhan­penyuluhan untuk menumbuhkan kesadaran. Pada tahap awal perlu adanya landasan yang kuat dalam upaya menjaga lingkungan. Landasan ini harus memiliki kekuatan yang memaksa dalam pelaksanaannya. Berkaitan dengan masalah ini, bangsa Indonesia sebenarnya sudah cukup tanggap untuk mengantisipasinya.

(13)

2. Penetapan Sikap untuk memerhatikan Lingkungan

Pemerintah melalui programnya menetapkan sikap dasar yang sangat memerhatikan lingkungan dalam melaksanakan pembangunan. Hal ini dapat ditemukan dengan dimasukkannya program pembangunan lingkungan dalam wujud Bab 4 dalam REPELITA II berdasarkan butir 10 Pendahuluan BAB III GBHN 1973­ 1978. Selanjutnya berdasarkan Keputusan Presiden No. 27 Tahun 1975 dibentuk Panitia Inventarisasi dan Evaluasi Kekayaan Alam. Tugas panitia ini adalah menelaah secara nasional pola­pola permintaan dan persediaan serta perkembangan teknologi, baik masa kini maupun masa yang akan datang. Hal ini dilakukan dengan tujuan menilai implikasi sosial, ekonomis, ekologis dan politis dari pola­pola tersebut untuk dijadikan dasar penentuan kebijaksanaan, pemanfaatan serta pengamanannya sebagai salah satu sumber daya pembangunan nasional.13

Masalah lingkungan ini selanjutnya dimasukkan dalam GBHN sampai dengan tahun 1998, dan ditetapkan seorang menteri yang menangani masalah ini. Pada dasarnya pelaksanaan pembangunan, sumber­sumber alam Indonesia harus digunakan secara orisinal. Penggalian sumber kekayaan alam tersebut harus diusahakan agar tidak merusak tata lingkungan hidup manusia, dilaksanakan dengan kebijaksanaan yang menyeluruh dan dengan memperhitungkan kebutuhan generasi yang akan datang.

Pada tangal 11 Maret 1982 DPR RI dalam Sidang Paripurna telah mengesahkan Rancangan Undang­Undang Lingkungan Hidup yang ditetapkan dalam Lembaran Negara No. 12. RUU yang selanjutnya menjadi Undang­Undang No. 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan­ Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang disingkat UULH. Pada dasarnya Undang­Undang ini memuat asas serta prinsip­prinsip pokok tentang perlindungan dan pengembangan lingkungan hidup beserta sanksi­sanksi ini merupakan dasar bagi semua peraturan perundangan lainnya.

3. Pemantapan Kesadaran Masyarakat dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup

Kesadaran dan kehidupan masyarakat yang berkaitan dengan pengelolaan lingkungan hidup telah berkembang sedemikian rupa sehingga UU No. 4 Tahun 1982 (UULH) perlu disempurnakan untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan. Undang­undang baru ini diundangkan pada tanggal 19 September 1997, yaitu Undang­Undang No. 23 Tahun 1997 yang disingkat Undang­Undang Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPLH).14 Masih banyak peraturan lain yang ditetapkan sebagai aturan operasional, baik dalam bentuk Keputusan Presiden maupun Peraturan Menteri.

4. Kebijakan Berwawasan Lingkungan

Berkaitan dengan alam, manusia mempunyai tugas dan tanggung jawab sendiri. Manusia dikaruniai akal budi yang dititahkan untuk menguasai dan memerintah sub­subsistem lain dalam keseluruhan ekosistem sehingga sering bertindak sewenang­wenang. Manusia pada akhirnya menjadi agresor dan predator yang sangat mengerikan. Ia menganggap alam sebagai lawan yang harus ditundukkan dan diperbudak untuk memuaskan segala keinginan dan nafsunya.15 Untuk itu, sudah seharusnya dikembangkan sikap baru dalam memperlakukan lingkungan. Dengan kekuasaannya terhadap lingkungan, manusia tidak dapat melepaskan diri dari keterikan yang lebih kuat dengan cara menjaga keutuhan lingkungan hidup.

Lebih jauh Franz Magnis Suseno berpendapat: “Yang diperlukan tidak kurang dari suatu perubahan fundamental dalam sikap manusia modern terhadap lingkungan hidup dan alam. Sikap dasar yang dituntut itu dapat dirumuskan: “menguasai secara berpartisipasi, menggunakan dengan memelihara. Manusia harus

13 Loc. Cit., Hardjasoemantri, Hukum..., hlm. 47­48.

14 Op. Cit., Hardjasoemantri, Hukum..., hlm. 66. 15 Op. Cit., Hardjasoemantri, Hukum..., hlm. 71.

(14)

tetap menguasai alam. Ia tetap menggunakannya. Hal yang perlu diubah adalah cara penguasaan dan cara pemanfaatan. Menguasai tidak sebagai pihak luar dan di atas alam, tetapi sebagai bagian alam, sebagai partisipan dalam ekosistem bumi. Manusia dapat menguasai dengan menghargai, mencintai, mendukung, dan mengembangkan.16

5. Membangun Etika Lingkungan Baru

Beberapa rumusan yang memuat sikap dan tanggung jawab terhadap lingkungan, yaitu sebagai berikut.17

a. Manusia harus menghormati alam. Manusia tidak hanya melihat alam sebagai sesuatu yang berguna baginya, tetapi juga memiliki nilainya sendiri. Jika terpaksa mencampuri proses­proses alam, ia hanya melakukan seperlunya dengan tetap menjaga keutuhannya.

b. Manusia harus menanamkan kesadaran akan tanggung jawab khusus terhadap lingkungan lokal sendiri agar lingkungan bersih, sehat, dan alamiah.

c. Manusia harus merasa bertanggung jawab terhadap kelestarian biosfer. Ia harus mengembangkan kesadaran mendalam bahwa kita, termasuk biosfer, merupakan bagian dari ekosistem yang tidak boleh terganggu keseimbangannya.

d. Solidaritas dengan generasi­generasi yang akan datang harus menjadi acuan dalam pengelolaan lingkungan. Manusia bertanggung jawab untuk meninggalkan ekosistem bumi ini secara utuh dan baik kepada generasi yang akan datang. e. Etika lingkungan hidup baru memuat larangan keras untuk

merusak, mengotori, dan meracuni, mematikan, menghabiskan, menyia­nyiakan, dan melumpuhkan alam sebagian atau keseluruhan.

f. Perlu dikembangkan prinsip proporsionalitas. Pembangunan pasti akan mengubah atau merusak lingkungan, baik sedikit maupun banyak. Untuk itu, urgensi suatu program dan akibat kerusakan lingkungan yang akan ditimbulkannya perlu diperhatikan. g. Prinsip pembebanan biaya pada penyebab. Kerusakan lingkungan

yang disebabkan oleh pihak tertentu akan menyebabkan kerugian bagi seluruh masyarakat. Tidak adil jika seluruh masyarakat harus menanggung akibatnya. Pihak penyebab kerusakan lingkungan harus bertanggung jawab sehingga kerusakan lingkungan dapat diatasi.

D. Mewujudkan Pembangunan yang Berwawasan Lingkungan

Masalah lingkungan sangat berkaitan dengan sistem. Rusaknya sistem tersebut akan merusak hidup manusia. Kerusakan lingkungan yang terjadi secara global merupakan tanggung jawab bersama. Ada beberapa pendekatan untuk mewujudkan pembangunan ber­ wawasan lingkungan, di antaranya sebagai berikut.

1. Pola Pendekatan Filosofis

Pada dasarnya banyak ajaran filsafat dan agama yang menganjurkan manusia untuk memelihara, menghargai, dan hidup menyatu dengan lingkunganya. Akan tetapi, ajaran­ajaran ini belum menampakkan kekuatan yang efektif karena kerusakan alam masih terus terjadi.

Dalam prespektif pembangunan yang berwawasan lingkungan, manusia dipandang sebagai subjek dan objek pembangunan. Dikatakan subjek pembangunan karena ia merupakan pelaksana pembangunan. Adapun dikatakan objek pembangunan karena sasaran hasil pembangunan pada hakikatnya untuk kepentingan manusia. Dengan kata lain, pembangunan dilaksanakan oleh dan untuk manusia.18

16 Loc. Cit., Magnis­Suseno, Berfilsafat..., hlm. 232.

(15)

Pada dasarnya tujuan pembangunan adalah tercapainya standar kesejahteraan yang adil dan merata bagi hidup manusia. Karena aspek kesejahteraan yang adil dan merata di setiap wilayah harus diupayakan, dalam pelaksanaan pembangunan, manusia memiliki hak dan kewajiban yang diatur sedemikian rupa sehingga kedudukan manusia sebagai subjek dan objek pembangunan dapat terwujud. Akan tetapi, pelaksanaan hak dan kewajiban manusia dalam mencapai kesejahteraan harus memerhatikan kelestarian lingkungan alam serta tetap tersedianya sumber daya yang diperlukan.

Sumber daya lingkungan yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan manusia mempunyai keterbatasan dalam banyak hal, yaitu keterbatasan tentang ketersediaan menurut kuantitas dan kualitasnya. Sumber daya lingkungan juga mempunyai keterbatasan menurut ruang dan waktu. Oleh sebab itu, manusia harus melakukan pengelolaan yang bijaksana, rasional, cerdas, dan bertanggung jawab. Dalam pengelolaan sumber daya lingkungan, manusia perlu berdasar pada prinsip ekoefisiensi. Artinya, tidak merusak ekosistem, pengambilan secara efisien dalam memikirkan kelanjutan sumber daya yang ada dan keberlangsungan hidup manusia serta makhluk lainnya.

Pemanfaatan sumber daya alam tidak dimaksudkan untuk menguras habis kekayaan yang terkandung di alam, tetapi bertujuan pada terwujudnya tata pengelolaan keberadaan sumber daya alam untuk mendukung kesejahteraan manusia. Akan tetapi, pemanfaatan sumber daya alam tersebut sering merusak alam. Kasus­kasus pencemaran dan kerusakan lingkungan (pencemaran udara, pencemaran air, pencemaran tanah, serta kerusakan hutan) terjadi karena perilaku dan aktivitas manusia yang tidak bijaksana dan tidak cerdas dan tidak bertanggung jawab. Akibatnya ekosistem lingkungan menjadi terganggu.

Jika dibiarkan, perilaku manusia atas lingkungannya yang “merusak” ini akan menghambat pembangunan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan manusia. Dalam konteks ini, keberadaan psikologi lingkungan memegang peranan penting. Psikologi lingkungan merupakan proses untuk membangun manusia yang sadar dan peduli terhadap lingkungannya secara total

(keseluruhan) serta segala masalah yang berkaitan dengannya. Psikologi lingkungan mengantar manusia yang memiliki pengetahuan, keterampilan, sikap dan tingkah laku serta memotivasi manusia untuk membangun komitmen bekerja sama, baik secara individu maupun secara kolektif, untuk memecahkan berbagai masalah lingkungan saat ini dan mencegah timbulnya masalah baru. Terbentuknya pola perilaku manusia yang terinspirasi dan berwawasan lingkungan merupakan salah satu dasar penetapan tujuan umum (goal) dalam psikologi lingkungan. Seiring dengan tujuan tersebut, untuk membantu manusia sebagai pelaku pembangunan yang berwawasan lingkungan, psikologi lingkungan merancang metode berikut.19

a. Membangun kesadaran, yaitu membantu individu dan kelompok sosial memperoleh kesadaran tentang kepekaan terhadap lingkungan dan berbagai masalah yang berkaitan.

b. Transfer pengetahuan, yaitu membantu individu dan kelompok sosial memperoleh berbagai pengalaman tentang lingkungan dan pemahaman dasar mengenai masalah­masalah yang berhubungan. Dasarnya adalah eksplorasi kemampuan rasional manusia.

c. Pengembangan sikap, yaitu membantu individu dan kelompok sosial memperoleh nilai­nilai sosial, perasaan kuat dan kepedulian terhadap lingkungan serta mempunyai motivasi. d. Pemberian keterampilan, yaitu membantu individu dan

kelompok sosial memperoleh keterampilan dalam pemecahan masalah­masalah lingkungan.

e. Partisipasi dan observasi, yaitu membantu individu dan kelompok sosial mengembangkan rasa tanggung jawab terhadap berbagai masalah lingkungan dan mencoba menerapkan tindakan yang tepat untuk membantu memecahkan masalah.

19 S. Yusuf, 2006, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, Bandung: Remaja Rosdakarya, hlm. 195.

(16)

f. Evaluasi dan refleksi, yaitu membantu individu dan kelompok sosial mengembangkan pola internalisasi diri atas seluruh aktivitas terhadap lingkungan dengan seluruh pembelajarannya sehingga menjadi sebuah spiritualitas hidup. Spiritualitas hidup inilah yang akan mendorong perilaku konstan manusia atas lingkungannya.

2. Pola Pendekatan Ekologis a. Sikap Teknokratis

Menurut Franz Magnis­Suseno, salah satu penyebab kerusakan lingkungan adalah sikap teknokratis. Istilah teknokratis berasal dari bahasa Yunani, yaitu tekne yang artinya keterampilan dan kratein

yang artinya menguasai. Dengan demikian, secara umum teknokratis artinya keterampilan untuk menguasai sesuatu. Sikap teknokratis pada intinya merampas dan membuang alam dan mengambil semua yang diperlukan dalam kehidupan manusia.20

b. Sikap Dikotomis

Sikap dikotomis berarti melihat dan menempatkan lingkungan terpisah dari kehidupan manusia, sudut pandang kepentingan, sikap ini akan memunculkan perilaku tidak peduli terhadap lingkungan bahwa lingkungan adalah “tempat dan sumber daya”.

Sikap dikotomis dapat diketahui dari hubungan manusia dan lingkungan. Beberapa pokok persoalan manusia melihat lingkungan, yaitu sebagai berikut.21

1) Cara manusia melihat lingkungan yang mempunyai dasar kepentingan. Kepentingan bisa negatif, bisa positif, bisa individu atau kelompok kepentingan hidup secara keseluruhan.

2) Cara memanfaatkan lingkungan. Artinya, apakah lingkungan hanya dieksploitasi atau dipikirkan juga keserasian atau keseimbangan lingkungan manusia dan masyarakat sekitar?

3) Cara mengelola lingkungan. Pengelolaan lingkungan ini mencakup aspek sosial, ekonomi, teknik, budaya, dan politik. Apakah ada ketegasan, kejelasan, dan perencanan yang matang terhadap kebijakan yang berhubungan dengan lingkungan? 4) Cara menyelamatkan lingkungan. Apakah lingkungan baik yang

dapat dimanfaatkan manusia atau tidak itu perlu diamankan? Apakah lingkungan dikelola dengan baik dan arif sehingga pemanfaatan sumber daya alam tetap menyelamatkan lingkungan?

3. Pola Pendekatan Psikologis

Pada hakikatnya pembangunan berkelanjutan merupakan aktivitas memanfaatkan seluruh sumber daya untuk meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat manusia. Pelaksanaan pembangunan pada dasarnya juga merupakan upaya memelihara keseimbangan antara lingkungan alami (sumber daya alam hayati dan nonhayati) dan lingkungan binaan (sumber daya manusia dan buatan) sehingga sifat interaksi ataupun interdependensi antarkeduanya tetap dalam keserasian yang seimbang. Dalam kaitan ini, eksplorasi ataupun eksploitasi komponen­komponen sumber daya alam untuk pembangunan harus seimbang dengan hasil/produk bahan alam dan pembuangan limbah ke alam lingkungan.

Prinsip pemeliharaan keseimbangan lingkungan harus menjadi dasar dari setiap upaya pembangunan atau perubahan untuk mencapai kesejahteraan manusia dan keberlanjutan fungsi alam semesta.

Upaya peningkatan kesejahteraan manusia harus seiring dengan kelestarian fungsi sumber daya alam agar keseimbangan lingkungan tetap terjaga dan potensi keanekaragaman hayati tidak akan menurun kualitasnya.

a. Psikologi Lingkungan Mendasari Perilaku Subjek Pembangunan yang Berwawasan Lingkungan

Psikologi lingkungan adalah suatu disiplin yang memerhatikan dan mempelajari hubungan antara perilaku manusia dan

20 Franz Magnis­Suseno, 1993. Berfilsafat dari Konteks, Jakarta: Gramedia, hlm. 226.

(17)

lingkungannya. Psikologi lingkungan menekankan studi dari transaksi di antara individu dengan setting fisiknya. Dalam transaksi tersebut, individu mengubah lingkungan dan sebaliknya, perilaku dan pengalaman individu diubah oleh lingkungan. Hubungan yang saling bergantung antara manusia dan lingkungannya pada saat ini akan tampak pada teori­teori yang dikembangkan pada disiplin psikologi lingkungan.

Dari pemahaman tersebut tampak bahwa secara implisit psikologi lingkungan, sebagai disiplin ilmu, memiliki tiga fungsi, yaitu: 1) memberikan pemahaman mengenai konsep­konsep dasar

tentang manusia dan lingkungannya;

2) memberikan dasar­dasar kemampuan untuk melakukan analisis mengenai permasalahan lingkungan aktual, baik yang terjadi di tingkat lokal, regional, maupun global;

3) mengantar penemuan solusi­solusi alternatif tentang cara mengatasi permasalahan lingkungan melalui pendekatan ekologis dan penerapan bagi kehidupan manusia.

b. Psikologi Lingkungan Berperan dalam Kebijakan Pembangunan Nasional yang Berwawasan Lingkungan

Secara umum, peranan psikologi lingkungan dalam penentuan kebijakan pembangunan nasional yang berwawasan lingkungan meliputi tiga hal, yaitu fungsi inspiratif, fungsi daya operatif, dan fungsi evaluatif.22

1. Fungsi inspiratif

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata inspirasi adalah kata benda yang berarti ilham, sedangkan kata ilham memiliki arti petunjuk (Tuhan) yang timbul di hati, pikiran (angan­angan) yang timbul dari hati bisikan hati serta sesuatu yang menggerakkan hati

untuk mencipta sesuatu.23 Dengan demikian, fungsi inspiratif dimaksudkan bahwa psikologi lingkungan digunakan sebagai dasar petunjuk, pemahaman, dan analisis kritis dalam menentukan kebijakan pembangunan yang berwawasan lingkungan.

Beberapa prinsip dasar yang perlu diperhatikan dalam penentuan kebijakan pembangunan yang berwawasan lingkungan adalah sebagai berikut.

a) Prinsip kedaulatan negara atas sumber daya alam dipergunakan untuk kemakmuran rakyat dan tanggung jawab negara untuk mencegah dampak lingkungan yang bersifat lintas batas. b) Prinsip melakukan tindakan pencegahan.

c) Prinsip bertetangga yang baik dan kewajiban melakukan kerja sama dengan semua lembaga dan internasional.

d) Prinsip pembangunan berkelanjutan. e) Prinsip kehati­hatian.

f) Prinsip pencemar membayar.

g) Prinsip kebersamaan dengan tanggung jawab yang berbeda. Apabila prinsip dasar ini dipakai dalam penentuan kebijakan pembangunan, diyakini bahwa tujuan luhur pembangunan seperti yang tercantum dalam UUD 1945 akan menjadi kenyataan.

2) Fungsi daya operatif

Secara umum, operatif merupakan kata sifat dari operasional. Operasional berarti fungsi yang didasarkan pada karakteristik yang dapat diobservasi atau mengubah konsep­konsep yang berupa konstruk dengan kata­kata yang menggambarkan perilaku atau gejala yang dapat diamati dan yang dapat diuji serta ditentukan kebenarannya oleh orang lain.

Dalam fungsi daya operatif, psikologi lingkungan berperan untuk mengobservasi, meneliti, menguji kebenaran, dan mengamati

22 Anton Bakker, 1995, Ekologi dan Kosmologi: Filsafat tentang Kosmos sebagai Rumah

(18)

sejauh mana pelaksanaan kebijakan pembangunan berdampak pada pola perilaku dan gejala yang muncul akibat pelaksanaan kebijakan. Bahkan, psikologi lingkungan dapat berperan sebagai pengontrol pelaksanaan kebijakan pembangunan.

3) Fungsi evaluatif

Secara umum, evaluasi adalah proses penilaian. Penilaian ini bisa menjadi netral, positif, atau negatif atau gabungan dari keduanya.

Fungsi utama evaluasi adalah menyediakan informasi yang berguna bagi pihak pembuat keputusan untuk menentukan kebijakan yang akan diambil berdasarkan evaluasi yang telah dilakukan. Fungsi evaluatif yang dimaksudkan adalah psikologi lingkungan berperan dalam mengevaluasi proses pelaksanaan kebijakan pembangunan yang telah dilaksanakan.

Apabila dikaitkan dengan UU No. 32 Tahun 200424 dengan PP No. 25 Tahun 200025 tampak bahwa pengelolaan lingkungan hidup menjadi fokus utama. Implikasi yang muncul dari UU tersebut mencakup sebagai berikut.

1. Program Pengembangan dan Peningkatan Akses Informasi Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup

Program ini bertujuan untuk memperoleh dan menyebarluaskan informasi yang lengkap mengenai potensi dan produktivitas sumber daya alam dan lingkungan hidup melalui inventarisasi dan evaluasi, serta penguatan sistem informasi. Sasaran yang ingin dicapai melalui program ini adalah tersedia dan teraksesnya informasi sumber daya alam dan lingkungan hidup, baik berupa infrastruktur data spasial maupun nilai dan neraca sumber daya alam dan lingkungan hidup oleh masyarakat luas di setiap daerah.

2. Program Peningkatan Efektivitas Pengelolaan Konservasi dan Rehabilitasi Sumber Daya Alam

Tujuan dari program ini adalah menjaga keseimbangan pemanfaatan dan pelestarian sumber daya alam dan lingkungan hidup, hutan, laut, air udara, dan mineral. Sasaran yang akan dicapai dalam program ini adalah pemanfaatan sumber daya alam untuk mendukung kebutuhan bahan baku industri secara efisien dan berkelanjutan. Sasaran lain di program adalah terlindunginya kawasan­kawasan konservasi dari kerusakan akibat pemanfaatan sumber daya alam yang tidak terkendali dan eksploitatif.

3. Program Pencegahan dan Pengendalian Kerusakan dan Pencemaran Lingkungan Hidup

Tujuan program ini adalah meningkatkan kualitas lingkungan hidup dalam upaya mencegah kerusakan dan/atau pencemaran lingkungan dan pemulihan kualitas lingkungan yang rusak akibat pemanfaatan sumber daya alam yang berlebihan, serta kegiatan industri dan transportasi.

Sasaran program ini adalah tercapainya kualitas lingkungan hidup yang bersih dan sehat, yaitu tercapainya kualitas lingkungan hidup yang bersih dan sehat sesuai dengan baku mutu lingkungan yang ditetapkan.

4. Program Penataan Kelembagaan dan Penegakan Hukum, Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Pelestarian Lingkungan Hidup

Program ini bertujuan untuk mengembangkan kelembagaan, menata sistem hukum, perangkat hukum dan kebijakan, serta menegakkan hukum untuk mewujudkan pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian lingkungan hidup yang efektif dan berkeadilan.

Sasaran program ini adalah tersedianya kelembagaan bidang sumber daya alam dan lingkungan hidup yang kuat dengan didukung oleh perangkat hukum dan perundangan serta terlaksananya upaya penegakan hukum secara adil dan konsisten.

24 Tentang Pemerintahan Daerah.

25 Tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai Otonom.

(19)

5. Program Peningkatan Peranan Masyarakat dalam Pengelolaan Sumber Daya alam dan Pelestarian Fungsi Lingkungan Hidup Tujuan program ini adalah untuk meningkatkan peranan dan kepedulian pihak­pihak yang berkepentingan dalam pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian fungsi lingkungan hidup. Sasaran program ini adalah tersedianya sarana bagi masyarakat dalam pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian fungsi lingkungan hidup sejak proses perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan, perencanaan, pelaksanaan sampai pengawasan.

(20)

Ekologi administrasi merupakan lingkungan yang dipengaruhi dan memengaruhi administrasi, yaitu politik, ekonomi, budaya, teknologi, security (keamanan), dan natural resource (sumber daya alam).

Peran suatu masyarakat dalam bidang politik (infrastruktur), ekonomi (pendapatan/institusi), sosial budaya (pendidikan dan agama), dan hankam (tentram/tertib) jelas sangat memengaruhi jalannya roda pemerintahan. Sebaliknya, administrasi negara juga akan memengaruhi faktor-faktor lingkungannya, dengan jalan membina, menata, dan memproses kelangsungan roda pemerintahan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sesuai dengan peraturan yang berlaku.

A. Konsepsi Ekologi Administrasi

1. Pengertian Ekologi dan Administrasi

Secara etimologi (asal kata), ekologi berasal dari bahasa Yunani yang terdiri atas dua akar kata, yaitu oikos berarti rumah, rumah tangga atau tempat tinggal, dan logos berarti ilmu. Dengan demikian, ekologi adalah ilmu tentang rumah atau tempat tinggal makhluk. Umumnya ekologi didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara mahluk hidup dan lingkungan.1Kata

ekologi diperkenalkan pertama kali oleh Ernest Hackel, seorang biologis Jerman pada tahun 1869.

Prajudi Atmosudirjo mendefinisikan “ekologi” sebagai “...tata hubungan total (menyeluruh) dan mutual (timbal-balik) antara satu organisme dan lingkungan sekelilingnya”.2

Sitanggang (1997) mendefinisikan “ekologi” sebagai ilmu yang mempelajari hubungan antara lingkungan dan faktor-faktornya, hubungan antarfaktor lingkungan sendiri, dan hubungan antarunsur suatu faktor dengan selamanya, serta hubungan dengan lingkungannya.3

Collins (1989) mendefinisikan “ekologi” sebagai suatu ilmu cabang biologi yang menyelidiki hubungan antara organisme hidup dan lingkungan tempat ia hidup.4

Komarudin (1983) memandang bahwa ekologi adalah suatu kajian yang berhubungan dengan inter-relasi antara organisme dan lingkungan. Dasar empirisnya terletak dalam hasil penelitian bahwa organisme-organisme yang hidup ini bervariasi menurut lingkungan.5

BAB

2

K

ONSEP DASAR

EKOLOGI ADMINISTRASI

1 R. Soedjiran dkk., 1986, Pengantar Ekologi, Bandung: Remadja Karya, hlm. 21. 2 S. Prajudi Atmosudirdjo, 1978, Faktor Ekologi dalam Administrasi Pemerintahan,

Jakarta: Yayasan Karya Dharma IIP, hlm. 1.

3 H. Sitanggang, 1997, EkologiPemerintahan, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. 4 Collins, 1989, Dictionary of Phrasal Verbs, London: Collins Publishers, hlm.

411.

(21)

Dari pengertian tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa lingkungan mempunyai batas dan isi tertentu. Secara praktis, ruang lingkungan dapat ditentukan oleh faktor alam, sosial, dan sebagainya. Secara teoretis, batas lingkungan sulit untuk ditentukan.

Adapun administrasi secara sempit berasal dari kata administratie (bahasa Belanda), meliputi kegiatan catat-mencatat, surat-menyurat, pembukuan ringan, pembuatan agenda, dan sebagainya yang bersifat teknis ketatausahaan.6 Dalam arti sempit

tersebut, administrasi adalah kegiatan yang bersifat tulis-menulis. Dengan demikian, administrasi dapat dipandang sebagai kegiatan tata usaha, seperti mengetik, mengirim surat, dan menyimpan arsip. Dalam arti luas, administrasi meliputi kegiatan yang dilakukan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.7

Menurut George Terry, administrasi adalah perencanaan, pengendalian, dan pengorganisasian pekerjaan perkantoran, serta penggerakan mereka yang melaksanakannya agar mencapai tujuan yang telah ditetapkan.8

Menurut The Liang Gie (1980), administrasi secara luas adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh sekelompok orang dalam suatu kerja sama untuk mencapai tujuan tertentu.9 Pendapat lain

mengenai administrasi dikemukakan oleh Sondang P. Siagian (1994) bahwa administrasi adalah keseluruhan proses kerja sama antara dua orang atau lebih yang didasarkan atas rasionalitas tertentu untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.10 

Berdasarkan beberapa definisi tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa administrasi adalah seluruh kegiatan yang dilakukan melalui kerja sama dalam suatu organisasi berdasarkan rencana yang telah ditetapkan untuk mencapai tujuan. 

2. Ciri-ciri Ekologis Administrasi

Sebagaimana yang telah diuraikan pada halaman sebelumnya bahwa ekologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara organisme hidup/makhluk hidup dengan lingkungannya maka administrasi dapat pula dipandang sebagai organisme hidup yang dipengaruhi dan memengaruhi keadaan lingkungan. Dengan kata lain, ada hubungan timbal balik antara administrasi dan lingkungan atau faktor-faktor ekologi. Artinya, administrasi sebagai organisme hidup bersifat dinamis; berproses ke arah pencapaian tujuan. Dalam proses inilah, faktor ekologi menampakkan pengaruhnya, baik secara positif maupun negatif. Sebaliknya, dalam menghadapi pengaruh tersebut, administrasi yang tidak statis ini harus mampu memanfaatkan hal-hal yang negatif ke arah yang positif, setidaknya tidak menghambat proses administrasi. Administrasi sebagai organisme hidup mempunyai sifat-sifat tertentu agar memanfaatkan dan mengendalikan faktor-faktor lingkungan.

Ekologi merupakan suatu sintesis, penilai paduan kembali dari hasil-hasil studi yang telah dilakukan terhadap unsur-unsur masing-masing dan satu per satu yang diperoleh dengan analisis.11 Penilai

paduan kembali itu dilakukan karena studi yang dilakukan oleh para sarjana sesuai dengan keahliannya masing-masing dapat dihimpun dan disatukan sehingga menghasilkan prestasi yang baik dan tinggi. Dalam melakukan penilaian paduan kembali, ada asas-asas yang sangat perlu diperhatikan, yaitu asas interdependensi, asas perubahan, dan asas evolusi.12

6 Soewarno Handayaningrat, 1988, Pengantar Studi Ilmu Administrasi Manajemen, Jakarta: Masasung, hlm. 2.

7 Sondang P. Siagian, 1976, Administrasi dan Pembangunan, Jakarta: Gunung Agung, hlm. 1.

8 George R. Winardi Terry, 1986, Asas-asas Manajemen, Bandung: Alumni, hlm. 41.

9 The Liang Gie, 1980, Administrasi Perkantoran Modern, Cetakan Ke-10, Yogyakarta: Nur Cahaya, hlm. 9. 

10 Sondang P. Siagian, 1994, Organisasi, Kepemimpinan, Perilaku Administrasi, Jakarta: Haji Mas Agung, hlm. 3.

11 Loc. Cit., Prajudi Atmosudirdjo, 1978, Faktor Ekologi..., hlm.14. 12 Op. Cit., hlm. 15.

(22)

Asas interdependensi, yaitu asas hubungan antara manusia dan manusia, manusia dan flora, flora dengan fauna dan iklim, dan sebagainya. Asas perubahan adalah semua yang hidup selalu mengalami perubahan atau berubah. Asas evolusi mengatakan bahwa semua perubahan yang terjadi di dunia ini berlangsung secara bertahap.

Tinjauan ekologi terhadap perkembangan administrasi berarti tinjauan yang mencoba menerangkan hubungan antara lingkungan (environment) tempat administrasi itu tumbuh dan berkembang dengan administrasi yang dianggap sebagai organisme hidup. Dengan kata lain, tinjauan ekologis ingin menjelaskan pengaruh lingkungan terhadap administrasi dan sebaliknya, dan pengaruh tersebut memberikan ciri-ciri khas pada administrasi.13

Ciri-ciri dari faktor ekologis menyebabkan adanya perbedaan administrasi di suatu daerah tertentu dengan daerah lain walaupun masing-masing berada di suatu negara.

B. Faktor-faktor Ekologis dalam Administrasi

Faktor-faktor internal dan eksternal yang berkaitan dengan dimensi lingkungan, politik, kultur, hukum, politik, ekonomi, teknologi, struktur, manusia, pilihan strategi, kewenangan, pembagian tugas, spesialisasi, proses dan prosedur pengoperasian, harus dipertimbangkan karena turut menentukan keberhasilan mencapai tujuan.

Dalam hubungan itu, Olsen (2004) mengutip pandangan John M. Gaus: “The six factors are: people, place, physical technology, social technology, whises and ideas, catastrophe, and personality”.

Riggs berpendapat bahwa faktor-faktor ekologi administrasi negara, yaitu economic foundation, social structure, communication network, ideological/symbol patterns and political system. Nigro

menyarankan faktor-faktor ekologi administrasi negara, antara lain population changes, advances in physyical technology, advances in social inventions, and ideological environment.14

Pamudji (2004) menekankan pada komponen sistem lingkungan, masukan, proses konversi, keluaran, dan umpan balik.15 Lahirnya

Ilmu Perbandingan Administrasi Negara16 semakin menegaskan

adanya pengakuan akademis terhadap karakteristik ekologis yang dimiliki oleh suatu wilayah pemerintahan.

Seperti ditulis oleh Keban (2008) bahwa beberapa kelompok pakar dari Universitas Indiana, Michigan State, Syracusa, Southern California, dan Pittsburg, mengingatkan untuk tidak memaksakan penerapan manajemen Barat ke negara sedang berkembang karena membutuhkan banyak persyaratan khusus. Penganjurnya adalah Rondinelli, Bryant dan White, Kiggudu, Ingle, Uphoff, Korten, Lindenberg dan Crosby, Chambers, Brinkerhoff, dan Esman.17

Karena kekhususan faktor-faktor itulah, terdapat perbedaan ekologis dari birokrasi pemerintahan dalam konstelasi lintas negara ataupun lintas daerah.

Faktor-faktor ekologis administrasi negara dapat dilihat dari aspek-aspek kehidupan nasional yang terdiri atas dua aspek, yaitu aspek alamiah dan aspek kemasyarakatan.

Fred. W. Riggs membagi faktor ekologis ke dalam beberapa aspek berikut.18

1. Aspek-aspek Alamiah Kehidupan Nasional

Faktor-faktor ekologis administrasi negara Indonesia yang

13 Loc. Cit., S. Pramudji, 2004, Ekologi Administrasi..., hlm. 22.

14 Op. Cit., hlm. 32.

15 Loc. Cit., Pamuji, 2004, Ekologi Administrasi..., hlm. 16.

16 H.G. Surie, 1987, Ilmu Administrasi Negara; Suatu Bacaan Pengantar, Terjemahan Samekto, Cet. 1, Jakarta: Gramedia, hlm. 177.

17 Yeremias T. Keban, 2008, Enam Dimensi Strategis Administrasi Publik Konsep, Teori dan Issu, Yogyakarta: Gava Media, hlm. 46.

(23)

diperinci sejalan dengan aspek-aspek alamiah kehidupan nasional, yaitu sebagai berikut.

a. Lokasi dan Posisi Geografi

Lokasi dan posisi geografi meliputi beberapa hal.

1) Pengaruh lokasi dan posisi geografi terhadap administrasi negara. Pengaruh lokasi dan posisi geografi terhadap administrasi negara Indonesia dapat dilihat dari bentuk wujud negara Indonesia yang terdiri atas kepulauan, letak astronomiknya yang berada di daerah tropis, posisi silang antara dua benua, dan dua samudra.

2) Pengaruh administrasi negara terhadap geografi Indonesia. Geografi Indonesia merupakan lautan yang di tengah-tengahnya bertebaran pulau-pulau sehingga laut antara dua pulau menjadi perairan dalam.

b. Keadaan dan Kekayaan Alam

Keadaan dan kekayaan alam meliputi beberapa hal berikut. 1) Pengaruh keadaan dan kekayaan alam terhadap administrasi

negara, yang tampak pada usaha-usaha untuk memanfaatkan sumber alam bagi pemenuhan kebutuhan hidup manusia. Negara-negara sedang berkembang pada umumya belum mampu menggali sumber kekayaan alam secara maksimal sehingga membutuhkan bantuan asing, baik berupa modal maupun tenaga ahli. Demikian pula Indonesia, untuk menggali sumber-sumber minyak di lepas pantai pada akhir-akhir ini diperlukan kerja sama dengan pihak asing.

2) Pengaruh administrasi negara terhadap keadaan dan kekayaan alam. Pengaruh ini sangat terbatas karena kekayaan alam merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa. Pengaruhnya terbatas pada mengubah sumber-sumber dari potensi menjadi kemampuan real. Misalnya, air terjun merupakan potensi tenaga diubah untuk menjadi tenaga listrik, tanah yang subur diubah menjadi tanaman padi agar menghasilkan padi.

c. Keadaan dan Kemampuan Penduduk

Keadaan dan kemampuan penduduk meliputi beberapa hal berikut.

1) Pengaruh keadaan dan kemampuan penduduk terhadap administrasi negara. Dalam melihat pengaruh faktor keadaan dan kemampuan penduduk ini, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu:

a) jumlah penduduk, b) distribusi sosial, c) komposisi (umur), d) penghasilan penduduk, e) tingkat pendidikan, dan f) kesehatan penduduk.

2) Pengaruh administrasi negara terhadap keadaan dan kemampuan penduduk. Program pemerintah diimplementasikan oleh administrasi negara dapat mengubah keadaan dan kemampuan penduduk, antara lain sebagai berikut.

a) Kerja sama antara Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, khususnya Direktorat Jendral Transmigrasi dengan jajarannya dan unsur-unsur administrasi negara lain, misalnya Departemen Dalam Negeri atau Badan Koordinasi Penyelenggaraan Transmigrasi untuk menyeimbangkan penyebaran spasial penduduk.

b) Departemen Kesehatan membuat program-programnya di bidang kesehatan yang dapat memengaruhi keadaan kesehatan penduduk.

2. Aspek Kemasyarakatan

Aspek kemasyarakatan meliputi sebagai berikut. a. Ideologi

Ideologi adalah kompleks atau jalinan ide tentang manusia dan dunia, yang dijadikan pedoman dan cita-cita hidup. Ideologi di Indonesia adalah Pancasila. Mantan Presiden Soeharto menegaskan

(24)

bahwa Pancasila adalah sumber dari segala gagasan kita mengenai wujud masyarakat yang kita anggap baik, yang menjamin kesentosaan kita semua, dan mampu memberi kesejahteraan lahir dan batin bagi kita semua.

b. Politik

Pengaruh politik mencakup beberapa hal berikut. 1) Pengaruh sistem politik terhadap administrasi negara

Pengaruh sistem politik terhadap administrasi negara timbul karena administrasi negara berada di bawah pimpinan pejabat politis yang berorientasi pada partai tertentu.

Langkah-langkah membenahi administrasi negara menuju ke arah administrasi negara yang sehat meliputi bidang-bidang berikut. a) Organisasi, meliputi refungsionalisasi, restrukturisasi, dan

penempatan.

b) Struktur dan prosedur kerja, meliputi hubungan-hubungan, debirokratisasi/dekontrol dan penyelenggaraan fungsi dan metode organisasi.

c) Perusahaan negara, yaitu pengelompokan perusahaan milik negara dalam tiga bentuk perusahaan, yaitu: Perusahaan Jawatan (PERJAN), Perusahaan Umum (PERUM), dan Perusahaan Perseroan (PERSERO).

2) Pengaruh administrasi negara terhadap sistem politik

Pengaruh administrasi negara terhadap sistem politik bertolak pada maklumat pemerintah tentang pembentukan partai-partai politik pada tanggal 3 November 1945 yang berisi anjuran pemerintah tentang pembentukan partai-partai politik.

c. Ekonomi

Pengaruh ekonomi mencakup beberapa hal berikut. 1) Pengaruh Ekonomi terhadap Administrasi Negara

Faktor-faktor ekonomi khususnya pembangunan ekonomi, yang memerlukan penanaman modal dalam negeri dan asing, mempunyai

dampak terhadap sistem administrasi negara. Pembangunan nasional yang dilaksanakan secara bertahap dan berencana diperlukan suatu badan perencana yang dilengkapi dengan seperangkat administrasi negara.

2) Pengaruh administrasi negara terhadap ekonomi

Pengaruh administrasi negara terhadap ekonomi mencakup: a. anggaran belanja dan pendapatan negara,

b. kebijakan penanaman modal,

c. kebijakan proteksi (perlindungan), dan d. kebijakan di bidang ekspor.

d. Sosial Budaya

Pengaruh administrasi negara terhadap sosial budaya dapat ditelusuri melalui program pembangunan sosial budaya yang dilancarkan oleh pemerintah yang diimplementasikan oleh administrasi negara. GBHN telah memberikan pengarahan program pembangunan dalam bidang sosial budaya yang dapat dijadikan acuan dalam membahas pengaruh administrasi negara terhadap sosial budaya.

e. Militer

Pengaruh militer terhadap administrasi negara dapat ditelusuri melalui dwifungsi ABRI dengan sistem kekaryaannya.

Pengaruh administrasi negara terhadap militer mencakup sebagai berikut. Pertama, anggota militer sewaktu-waktu harus siap ditugaskan di luar jajaran departemen hamkan; harus memiliki kualifikasi yang sedemikian rupa yang sesuai dengan tuntutan persyaratan jabatan di luar jajaran hankam dimaksud. Kedua, pelaksanaan sishankamrata memerlukan pengerahan kekuatan rakyat. Oleh karena itu, rakyat harus dipersipakan dengan latihan-latihan, diorganisasi dalam kelompok yang sewaktu-waktu dapat digerakkan untuk menghadapi tugas-tugas nyata dalam hankamrata.

(25)

C. Ruang Lingkup Ekologi Administrasi

1. Manusia selalu Mengembangkan Lingkungan Sosial

Pangkal lingkungan sosial adalah kemampuan akal manusia untuk mempersatukan (to assimilate) khazanah alam ke dalam ranah kebudayaan dan melihat diri dan orang lain sebagai bagian dari lingkungannya.

Secara lebih lugas, Bennett (1976) menyatakan bahwa manusia hidup dalam lingkungannya bersama orang lain yang membentuk suatu lingkungan (human ecology). Lingkungan ini merupakan bagian dari lingkungan hidup yang lebih luas (natural ecology) sebagai kenyataan.19 Oleh karena itu, manusia lebih banyak dituntut untuk

beradaptasi terhadap lingkungan sosial yang mereka ciptakan berdasarkan pemahaman kebudayaannya daripada menyesuaikan diri terhadap lingkungan alam semata-mata.

2. Sifat-sifat Administrasi

Administrasi sebagai ilmu mempunyai sifat umum dan universal dalam arti memiliki unsur-unsur yang sama, di mana pun dan kapan pun ilmu administrasi diterapkan. Namun, dalam satu sistem administrasi negara masih dijumpai subsistem administrasi dari suatu kelompok masyarakat yang menggambarkan hubungan pengaruh antara administrasi negara dan lingkungan sekitarnya, baik fisik maupun lingkungan masyarakatnya. Oleh karena itu, dengan mengkaji ekologi administrasi negara —yang merupakan salah satu cabang ilmu administrasi, kita dapat menerangkan hubungan timbal balik antara lingkungan hidup (environment) tempat administrasi negara tumbuh dan berkembang dengan administrasi negara yang dianggap sebagai organisme hidup (living organism).

3. Peran Administrasi dalam Perspektif Kebudayaan

Dalam kajian ilmu administrasi negara, terutama ekologi

administrasi negara, tinjauan kebudayaan berperan cukup penting, karena kebudayaan termasuk dalam salah satu unsur faktor-faktor ekologis yang beraspek kemasyarakatan dalam tinjauan ekologis.

Dalam aspek budaya dikaji pula berbagai pola perilaku seseorang ataupun sekelompok orang (suku) yang orientasinya berkisar tentang kehidupan bernegara, penyelenggaraan administrasi negara, politik, hukum, adat istiadat dan norma kebiasaan yang berjalan, dipikir, dikerjakan, dan dihayati oleh seluruh anggota masyarakat setiap harinya, serta dicampurbaurkan dengan prestasi di bidang peradaban.20

Pentingnya kebudayaan pada suatu masyarakat, dapat disimpulkan dari pendapat Melville J. Herkovits yang mengemukakan pengertian cultural determinish, berarti bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan adanya oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat tersebut.

D. Pertumbuhan dan Perspektif Ekologi Administrasi Negara

1. Pertumbuhan Ekologi Administrasi Negara

Sekelompok ilmuwan politik dan administrasi negara menyadari bahwa memindahkan sistem dan lembaga-lembaga atau pranata politik dan administrasi negara dari suatu lingkungan masyarakat, bangsa dan negara tertentu ke lingkungan masyarakat, bangsa dan negara yang lain tidaklah tepat. Analisis ilmu-ilmu sosial, seperti sosiologi, antropologi, ekonomi dan lain-lain memperkuat pendapat bahwa hal-hal yang baik dalam suatu lingkungan masyarakat, bangsa, dan negara lain, bahkan dapat terjadi sebaliknya.

Oleh karena itu, penyempurnaan sistem dan pranata administrasi negara dari negara-negara yang sedang berkembang perlu didukung oleh suatu perbandingan, khususnya yang

19 J.W. Bennett, 1976, The Ecological Transition Cultural Anthropology and Human Adaptation, New York: Pergamon Press, Inc, hlm. 60.

20 Inu Kencana Syafiie dkk., 1999, Ilmu Administrasi Publik, Jakarta: Rineka Cipta, hlm. 140.

(26)

memusatkan perhatian pada faktor-faktor persamaan dan perbedaan kondisi yang secara langsung ataupun tidak langsung memengaruhi berhasil tidaknya usaha-usaha penyempurnaan tadi.

Dalam studi perbandingan ini dipakai pendekatan secara ekologi (ecological approach). Dengan demikian, jelaslah adanya suatu keinginan yang kuat untuk memahami latar belakang berbagai sistem administrasi negara yang ada di dunia ini, kemudian mulailah dikembangkan suatu cabang baru dari ilmu administrasi negara, yaitu ekologi administrasi negara.

Pendorong utama perkembangan ekologi administrasi negara adalah Prof. Fred W. Riggs yang pada tahun 1950-an telah memberikan ceramah-ceramah di berbagai lingkungan masyarakat ilmiah, yang dibukukan dengan judul The Ecology of Public Administration.

Kini ekologi administrasi negara semakin menarik banyak perhatian para ilmuwan dan mahasiswa, khususnya yang bergerak dalam ilmu-ilmu politik, pemerintahan, dan administrasi negara. Hal tersebut karena dengan mempelajari ekologi administrasi negara, kita dapat mengetahui ciri-ciri suatu sistem administrasi negara dari suatu masyarakat, bangsa, dan negara tertentu, selanjutnya dapat dipahami pula tumbuh dan berkembangnya suatu sistem administrasi tertentu dalam suatu masyarakat, bangsa, dan negara.

2. Pentingnya Studi Administrasi Negara

Birokrat pemerintah dituntut untuk berpikir, menganalisis, mencari, dan mengajukan alternatif pemecahannya. Apabila pemecahannya tercapai, diperlukan adanya tindak lanjut, dan seterusnya tindak lanjut ini membutuhkan pengawasan. Administrasi negara merupakan suatu sistem yang menjawab persoalan-persoalan masyarakat tersebut. Gerald E. Gaiden menandaskan bahwa disiplin administrasi negara ini pada hakikatnya adalah suatu disiplin yang menggapai pelaksanaan persoalan masyarakat. Tentunya hal ini meliputi segala sesuatu yang dapat dijelaskan sebagai jawaban masyarakat terhadap masalah yang memerlukan pemecahan kolektif dan bukan perseorangan, dengan melalui suatu bentuk intervensi pemerintah di luar intervensi sosial dan pihak swasta.

Dalam kondisi demikian, administrasi negara merupakan “titik temu” antara hasrat dan harapan rakyat dengan pemerintah. Bertitik tolak pada pandangan bahwa administrasi adalah ilmu yang mempelajari hak-hal yang dikehendaki oleh rakyat melalui pemerintah dan cara mereka mempelajarinya. Dimock berpendapat bahwa hal-hal yang mendapatkan perhatian utama dalam studi administrasi negara adalah hal-hal yang dilakukan dan cara melakukannya.

Administrasi negara adalah sarana dalam rangka usaha pencapaian tujuan negara, yaitu menciptakan kemakmuran dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat. Dengan demikian, peranan studi administrasi negara, yang dapat berubah melekat dengan pentingnya administrasi negara, dapat dijabarkan menjadi:

a. peranan administrasi sebagai stabilisator masyarakat; b. peranan administrasi negara dalam perubahan sosial;

c. peranan administrasi negara sebagai kunci masyarakat modern. Para ahli teori pembangunan bersepakat bahwa administrasi negara untuk negara-negara yang sedang berkembang (termasuk Indonesia) merupakan roda pembangunan nasional. Hal ini karena inti dari pembangunan adalah pembicaraan tentang manusia. Di samping sebagai pelaksana pembangunan, manusia juga sebagai pengguna hasil pembangunan.

(27)

A. Studi Ekologi Administrasi Pemerintahan

1. Makna Studi Ekologi Administrasi Pemerintahan

Ekologi administrasi pemerintahan muncul karena adanya gejala dan peristiwa pemerintahan yang silih berganti dan dinamis selama bertahun-tahun. Selanjutnya, kinerja pemerintahan tersebut dinilai kemudian dan dibandingkan dengan negara lain. Pemerintahan adalah sebuah organisme hidup yang lahir, mati, berkembang, dan dapat mati serta dapat dibentuk.1

Adapun ilmu pemerintahan adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara lembaga tertinggi dan tinggi negara dengan masyarakatnya dalam rangka menjalankan kewenangan untuk melayani publik.2

Pengertian pemerintah dan ilmu pemerintahan berkaitan dengan ekologi sebagai ilmu lanjutan. Ilmu pemerintahan sebagai bagian dari ilmu sosial mengadopsi konsep, teori, paradigma ataupun hukum yang berkembang dalam ilmu ekologi, dengan asumsi bahw

Gambar

Diagram  administrasi  negara  sebagai  suatu  proses Sumber: S. Pamudji (1985: 32)
Gambar  11.1  Model  Keseimbangan  F.W.  Riggs

Referensi

Dokumen terkait

Bagian Ilmu Sosial, dan Ekologi Manusia, Kementerian Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi, Fakultas Pertanian, IPB. Penelitian

ekologi manusia di Amerika terka:t dengan perlunya 'pengembangan ilmu di pendidikan tinggi untuk percepatan reformasi sosial. antara lain: peningkatan efisiensi

Untuk mengumpulkan data empirik sebagai bahan merumuskan konsep teoritik berkenaan dengan paradigma yang berkembang dalam rangka. memahami Bagaimana gagasan

Teori elit, yaitu teori yang berkembang dari teori politik elit massa yang melandaskan diri pada asumsi bahwa dalam setiap masyarakat pasti terdapat dua kelompok, yaitu

Dengan menggabungkan konsep-konsep yang relevan dari disiplin ilmu lain, Auda berharap teori sistem yang diterapkan pada dasar hukum Islam dapat menghilangkan

Indikator perkembangan tersebut salah satunya adalah dilihat dari kemunculan paradigma, teori, konsep yang digunakan oleh ilmu sosial yang mampu menjelaskan

Teori Ekologi Budaya Culture Core Kegiatan Unsur Sistem Sosial Interkasi sosial Sistem Ekonomi Cara produksi dan pembagian kerja Sistem Politik Organisasi sosial dan peran

Mata kuliah ini mengajarkan berbagai konsep dasar dan teori-teori ilmu sosial terutama yang terkait dengan perspektif sosiologi, antropologi, politik, ekonomi, psikologi sosial,