• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Model Matematik Pengaruh Pemanfaatan Waduk Pada Kapasitas Sistem Pengendalian Banjir Jakarta Wilayah Tengah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kajian Model Matematik Pengaruh Pemanfaatan Waduk Pada Kapasitas Sistem Pengendalian Banjir Jakarta Wilayah Tengah"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

1. Anggota KK Teknik Sumber Daya Air , FTSL-ITB, Jl. Ganesha No.10 Bandung 40132.

2. Asisten Lab. Uji Model Hidraulik, Teknik Sumber Daya Air , FTSL-ITB, Jl. Ganesha No.10 Bandung 40132.

Kajian Model Matematik Pengaruh Pemanfaatan Waduk pada Kapasitas

Sistem Pengendalian Banjir Jakarta Wilayah Tengah

M. Syahril B.K1)

Iwan K. Hadihardaja1)

Rommy M2)

TEKNIK

SIPIL

Abstrak

Pelaksanaan kegiatan pengendalian banjir wilayah DKI Jakarta berpedoman pada konsep Prof. H. Van Breen (1918), yang direncanakan pada saat wilayah Kota Jakarta (Batavia) masih memiliki luas wilayah 125 km2. Namun seiring dengan perkembangan Kota Jakarta yang menyebabkan perluasan wilayah (650 km2 pada tahun 1974) dirasakan perlu adanya modifikasi metoda tersebut, terutama berkaitan dengan pengendalian aliran permukaan dari hulu DAS Ciliwung.

Penyebab banjir yang akan dikaji ialah aliran permukaan (runoff) yang terdiri dari run off lokal wilayah Jakarta

dan run off dari hulu DAS Ciliwung, dengan penempatan waduk unregulated pada wilayah DAS Ciliwung.

Perlunya waduk pada DAS Ciliwung disebabkan adanya kecenderungan meningkatnya curah hujan terutama pada saat puncak musim penghujan pada wilayah tersebut, yang diiringi dengan perubahan tata guna lahan pada hampir semua wilayah DAS, sehingga memperbesar koefisien pengaliran yang merupakan cerminan dari semakin berkurangnya kemampuan tanah untuk melakukan proses infiltrasi terhadap aliran permukaan.

Hasil studi yang telah dilaksanakan menunjukkan bahwa waduk yang diusulkan tersebut hanya merupakan suatu upaya yang tidak akan memberikan kontribusi nyata tanpa adanya dukungan sistem pengendalian banjir lainnya. Oleh sebab itu dibutuhkan kinerja yang sinergis dari seluruh metoda pengendalian banjir yang telah ada, sehingga dapat saling menyempurnakan kinerja pengendalian banjir dimasa mendatang.

Kata-kata Kunci: Pengendalian banjir, waduk unregulated, pemodelan.

Abstract

The concept of flood control which issued by Prof. H. Van Breen (1918) that explained Master Plan of Jakarta’s Flood Control in comprehensive stage. For additional information, Batavia had 125 km2 when Prof. H. Van Breen arranged The Master Plan of Jakarta’s Flood Control. But, according the improvement of Jakarta’s area (650 km2 in 1974) there have been needed some modification of flood control concept to support the last mechanism, especially in relation with run off control from the up stream of Ciliwung Basin.

Cause of flood that will try to analyze is run off which consist from local run off and up stream run off, with use unregulated reservoir in Ciliwung Basin. Reservoir which recommended should has capability to receiving run off from up stream. Based the needed of reservoir are the increasement of rainfall intensity, especially at the peak of rainy season, and followed by the change of land use at catchments area in large proportion, until give contribution to increasement of run off coefficient which show how reduction of soil capability for doing infiltration process.

The result of study shows, the reservoir which recommended is only an effort that will not give significant contribution without support from another flood control method. So there are need better relation performance from all flood control method, and interdependence support another method until find the perfect rules of performance in the future.

(2)

1. Pendahuluan

Rendahnya kapasitas sistem pengendalian banjir DKI Jakarta telah menjadikan wilayah tersebut sebagai wilayah yang sangat rawan terhadap banjir, baik dari limpahan hujan lokal maupun dari limpahan hujan daerah BOPUNJUR. Rendahnya kapasitas tersebut antara lain karena rendahnya hidrotopgrafi (terutama wilayah sepanjang pantai Jakarta dan wilayah tengah), keterbatasan lahan untuk saluran dan tampungan, kurang tepatnya prediksi beban banjir, dan kurang efektifnya pengelolaan sistem pengendalian yang ada. Banjir besar DKI Jakarta telah terjadi beberapa kali, antara lain adalah pada tahun 1699, 1711, 1714, 1854, 1918, 1942, 1976, 1996, 2002, dan yang terakhir pada awal Februari 2007 yang menyebabkan 75 % wilayah DKI Jakarta tergenang banjir.

Sistem pengendalian banjir DKI Jakarta dikembangkan berdasarkan pada konsep Prof. H. Van Breen (Master Plan 1973 dan direncanakan pada saat wilayah Kota Jakarta / Batavia masih memiliki luas

wilayah 125 km2) dimana beban limpahan hujan dari

luar Jakarta dialihkan melalui Banjir Kanal yang melingkari Jakarta, sementara beban limpahan hujan dari dalam Kota Jakarta dibuang melalui jaringan drainase kota secara gravitasi pada wilayah yang cukup tinggi, dan aliran lokal yang terjadi pada pada daerah-daerah rendah dibuang dengan sistem polder yang terletak di sepanjang pantai Jakarta.

Seiring dengan perkembangan Kota Jakarta yang

menyebabkan perluasan wilayah (650 km2 pada tahun

1974) sehingga semakin sulit untuk merealisasikan infrastruktur pengendalian banjir di dalam kota maka dirasakan perlu adanya modifikasi metoda pengendalian banjir tersebut, terutama berkaitan dengan pengendalian aliran permukaan dari hulu DAS Ciliwung.

2. Identifikasi Banjir di Wilayah DKI

Jakarta

Melalui identifikasi data – data dan perhitungan, diperoleh nilai – nilai parameter fisik banjir wilayah DKI Jakarta pada tahun 2002 dan 2007 dapat dilihat

pada Gambar I dan Gambar 2:

Luas Genangan Banjir Wilayah DKI Jakarta

6.73E+07 2.50E+07 4.95E+07 2.50E+07 1.95E+07 1.27E+08 2.48E+07 7.36E+07 9.43E+07 9.79E+07 0.00E+00 5.00E+06 1.00E+07 1.50E+07 2.00E+07 2.50E+07 3.00E+07 3.50E+07 4.00E+07 4.50E+07 5.00E+07 5.50E+07 6.00E+07 6.50E+07 7.00E+07 7.50E+07 8.00E+07 8.50E+07 9.00E+07 9.50E+07 1.00E+08 1.05E+08 1.10E+08 1.15E+08 1.20E+08 1.25E+08 1.30E+08 1.35E+08 1.40E+08

Jakarta Utara Jakarta Pusat Jakarta Barat Jakarat Timur Jakarta Selatan

Luas G e nangan (m 2) 2002 2007

Gambar 1. Luas genangan banjir di wilayah DKI Jakarta tahun 2002 dan 2007 Sumber : Data dan perhitungan

6.79E+07 1.27E+08 2.50E2048E+07 4.95E+07 7.36E+07 2.50E+07 9.43E+07 1.95E+07 9.79E+07 Jakarta

(3)

Gambar 3. Wilayah genangan banjir di DKI Jakarta tahun 2007 Sumber : United Nations Department of Safety & Security 2007

Selanjutnya dengan visualisasi bar chart parameter fisik banjir di wilayah DKI Jakarta tahun 2002 dan 2007, dapat disampaikan bahwa telah terjadi peningkatan besaran kuantitatif fisik genangan banjir

yang meliputi luas genangan, dan tinggi genangan (bervariasi untuk setiap tempat dan kejadian banjir), sehingga mengakibatkan peningkatan volume genangan banjir.

Volume Banjir Wilayah DKI Jakarta

5.27E+07 1.50E+07 5.05E+07 4.12E+07 3.51E+07 8.63E+07 1.17E+07 4.60E+07 6.29E+07 6.92E+07 0.00E+00 5.00E+06 1.00E+07 1.50E+07 2.00E+07 2.50E+07 3.00E+07 3.50E+07 4.00E+07 4.50E+07 5.00E+07 5.50E+07 6.00E+07 6.50E+07 7.00E+07 7.50E+07 8.00E+07 8.50E+07 9.00E+07 9.50E+07 1.00E+08

Jakarta Utara Jakarta Pusat Jakarta Barat Jakarat Timur Jakarta Selatan

Vo lu m e ( m 3) 2002 2007

Gambar 2. Volume banjir di wilayah DKI Jakarta tahun 2002 dan 2007 Sumber : Data dan perhitungan

5.27E+07 8.69E+07 1.50E+07 1.17E+07 5.05E+ 4.60E+07 4.12E+07 6.29E+07 3.51E+07 6.92E+07

(4)

Indikator 2002 2007 Jangka Waktu 5 hari (29 Jan - 3 Feb) 7 hari (2 - 8 Feb) Curah Hujan 5288 mm (29 Jan - 3 Feb) 7065 mm (29 Jan - 3 Feb)

Korban Tewas 32 orang 48 orang

Pengungsi 40.000 orang 316.825 orang

Kerusakan Fasilitas Umum 132 gardu listrik padam

2104 gardu listrik padam Sentral telpon Semanggi lumpuh Telpon seluler & internet terganggu Distribusi air bersih terganggu Kerugian Rp. 5 Triliun - Rp. 6.7 Triliun Rp. 10 Triliun - Rp. 12 Triliun

Luas Genangan 16.788 ha 45.500 ha

Tabel 1. Indikator kejadian banjir wilayah DKI Jakarta 2002 dan 2007

Sumber : Kompas, 10 Februari 2007

3. Hidrograf Banjir DAS Ciliwung Tengah

Beban drainase yang terjadi pada DAS Ciliwung Tengah divisualisasikan melalui hidrograf banjir pada wilayah tersebut yang diperoleh melelui perhitungan

dengan Metoda Snyder. Dalam perhitungan hidrograf

banjir diperlukan data curah hujan, dan data fisik daerah tangkapan air wilayah terkait.

Dalam penelitian ini, dilakukan perbandingan beban drainase yang terjadi pada saat terjadi banjir di wilayah DKI Jakarta tahun 2002 dan 2007. Adapun data hujan tahun 2002 diperoleh melalui BMG, sedangkan data hujan tahun 2007 diperoleh melalui media cetak dan elektronik pada Februari 2007.

Melalui identifikasi data dan perhitungan dapat diketahui bahwa telah terjadi peningkatan parameter kuantitatif banjir selama kurun waktu 2002 hingga 2007, yang tercermin melalui peningkatan intensitas

hujan dan hidrograf banjir DAS Ciliwung Tengah. Kondisi kapasitas alur sungai yang sangat rendah semakin mempercepat terjadinya banjir pada wilayah tersebut, terutama pada saat puncak musim penghujan.

4. Identifikasi Potensi Waduk pada DAS

Ciliwung Tengah

Dengan mengamati kondisi hidrotopografi DAS Ciliwung Tengah, keadaan sosial ekonomi, dan Master Plan Pengendalian Banjir 1997, maka dapat disampaikan dua alternatif lokasi waduk yaitu Bojonggede dan Ciawi.

Dalam identifikasi awal lokasi waduk, diperlukan informasi yang akurat mengenai aliran yang masuk ke

waduk (inflow) dan kapasitas tampungan waduk.

Aliran yang memasuki waduk divisualisasikan melalui

hidrograf inflow waduk yang diperoleh melalui

perhitungan dengan Metoda Snyder dengan

memperhitungkan data hujan yang terjadi pada Februari 2007, dan parameter fisik daerah tampungan air bagi waduk.

Inte ns itas Hujan DAS Ciliw ung Te ngah

0 25 50 75 100 125 150 175 200 225 250 275 300 325 350 375 400 425 450 0 25 50 75 100 125 150 175 200 225 250 275 300 325 350 375 400 t (m e nit) I ( mm/ ja m) Februari 2007 Februari 2002

Gambar 4. Perbandingan intensitas hujan pada DAS Ciliwung Tengah

(5)

Melalui identifikasi data dan perhitungan dapat diketahui bahwa telah terjadi peningkatan parameter kuantitatif banjir selama kurun waktu 2002 hingga 2007, yang tercermin melalui peningkatan intensitas hujan dan hidrograf banjir DAS Ciliwung Tengah. Kondisi kapasitas alur sungai yang sangat rendah semakin mempercepat terjadinya banjir pada wilayah tersebut, terutama pada saat puncak musim penghujan.

4. Identifikasi Potensi Waduk pada DAS

Ciliwung Tengah

Dengan mengamati kondisi hidrotopografi DAS Ciliwung Tengah, keadaan sosial ekonomi, dan Master Plan Pengendalian Banjir 1997, maka dapat disampaikan dua alternatif lokasi waduk yaitu Bojonggede dan Ciawi.

Dalam identifikasi awal lokasi waduk, diperlukan informasi yang akurat mengenai aliran yang masuk ke

waduk (inflow) dan kapasitas tampungan waduk.

Aliran yang memasuki waduk divisualisasikan melalui

hidrograf inflow waduk yang diperoleh melalui

perhitungan dengan Metoda Snyder dengan

memperhitungkan data hujan yang terjadi pada Februari 2007, dan parameter fisik daerah tampungan air bagi waduk.

4.1 Kapasitas alternatif waduk

Informasi mengenai kapasitas Waduk Bojonggede diperoleh melalui pengukuran peta topografi rencana lokasi waduk, sedangkan kapasitas Waduk Ciawi diperoleh melalui data sekunder dari instansi terkait.

4.2 Skenario pemanfaatan waduk

Untuk mengetahui komposisi hidrograf pada tiap skenario, dilakukan perhitungan rambatan hidrograf

dengan Metoda Kinematic Wave, penelusuran banjir

(Flood Routing) dengan Metoda Step by Step, dan

perhitungan run off lokal dengan Metoda Snyder.

Dalam penelitian ini, pola operasi waduk yang

diterapkan ialah pola unregulated. Pada kondisi

unregulated, aliran yang keluar dari waduk tidak dikontrol dengan bangunan pengatur.

Persamaan untuk Metoda Kinematic Wave ialah

sebagai berikut :

Perubahan hidrograf yang terjadi akibat penempatan Waduk Bojonggede dapat dijelaskan berdasarkan

hidrograf inflow waduk di titik inlet maupun outlet

waduk, hidrograf outflow, dan hidrograf run off lokal.

Skema perubahan hidrograf tersebut dapat dijelaskan

pada Gambar 9, Gambar 10, dan Gambar 11.

q t Q Q x Q 1 = ∂ ∂ α β + ∂ ∂ β− (1)

Gambar 5. Daerah tangkapan air, dan hidrograf banjir Kali Ciliwung akibat RO dari hulu DAS Ciliwung Sumber : Perhitungan dengan Metoda Snyder

Hidrograf Banjir DAS Ciliwung Tengah

0 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500 550 600 650 700 750 800 850 900 950 1000 1050 1100 1150 1200 1250 1300 1350 1400 1450 1500 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 t (jam) Q ( m 3/d t)

Feb 2007 Q kapasitas penampang Feb 2002

(6)

Hidrograf Inflow Waduk 0 25 50 75 100 125 150 175 200 225 250 275 300 325 350 375 400 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 t (jam) Q ( m 3/d t)

Inflow Waduk Bojonggede Inflow Waduk Ciawi

Gambar 6. Hidrograf inflow Waduk Bojonggede dan Waduk Ciawi Sumber : Perhitungan (Data hujan Feb 2007) dengan Metoda Snyder

100 101 102 103 104 105 106 107 108 109110 111 112 113 114 115 116 117 118 119 120 121 122 123 124 125 126 0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 3.5 4.0 4.5 5.0 5.5 6.0 6.5 7.0 7.5 8.0 Volume (106 m3) El ev as i ( m ) 100 101 102 103 104 105 106 107 108 109 110 111 112 113 114 115 116 117 118 119 120 121 122 123 124 125 126 0.0 7.5 15.0 22.5 30.0 37.5 45.0 52.5 60.0 67.5 75.0 82.5 90.0 97.5 105.0 112.5 120.0 Genangan (ha) El ev asi (m )

Gambar 7. Hubungan parameter Waduk Bojonggede

(7)

Komposisi Hidrograf DAS Ciliwung dengan Waduk Bojonggede (Unregulated) 0 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500 550 600 650 700 750 800 850 900 950 1000 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 t (jam) Q ( m 3/d t)

Inflow di inlet Waduk Bojonggede Inflow di outlet Waduk Bojonggede Outflow Waduk Bojonggede RO Bojonggede - Manggarai Superposisi Hidrograf

4.2.1 Waduk tunggal Bojonggede

Gambar 9. Komposisi hidrograf pada DAS Ciliwung Tengah dengan Waduk Bojonggede (unregulated) Sumber : Perhitungan hidrograf RO dengan Metoda Snyder, dan Flood Routing dengan Metoda Step by Step

Komposisi Hidrograf DAS Ciliwung dengan Waduk Ciawi (Unregulated)

0 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500 550 600 650 700 750 800 850 900 950 1000 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 t (jam) Q ( m 3/d t)

Inflow di inlet Waduk Ciawi Inflow di outlet Waduk Ciawi Outflow

RO Ciawi - Manggarai Superposisi Hidrograf

4.2.2 Waduk tunggal Ciawi

Gambar 10. Komposisi hidrograf pada DAS Ciliwung Tengah dengan Waduk Ciawi (unregulated) Sumber : Perhitungan hidrograf RO dengan Metoda Snyder, dan Flood Routing dengan Metoda Step by Step

(8)

4.2.3 Waduk Seri / Cascade (Ciawi dan Bojonggede)

Komposisi Hidrograf Pada DAS Ciliwung dengan Waduk Cascade (unregulated)

0 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500 550 600 650 700 750 800 850 900 950 1000 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 t (jam) Q ( m 3/d t)

Inflow di inlet Waduk Ciawi Inflow di outlet Waduk Ciawi Outflow Waduk Ciawi RO Ciawi - Bojonggede Inflow di inlet Waduk Bojonggede Inflow di outlet Waduk Bojonggede Outflow Waduk Bojonggede RO Bojonggede - Manggarai Superposisi Hidrograf

Gambar 11. Komposisi hidrograf pada DAS Ciliwung Tengah dengan Waduk Cascade (unregulated)

Sumber : Perhitungan hidrograf RO dengan Metoda Snyder, dan Flood Routing dengan Metoda Step by Step Dengan membandingkan hidrograf eksisting DAS

Ciliwung Tengah, dan hidrograf – hidrograf pasca penempatan waduk dengan beberapa skenario yang telah dijelaskan sebelumnya, dapat ditampilkan

perubahan hidrograf yang terjadi melalui Gambar 12.

Melalui Gambar 12 dapat disampaikan bahwa

beberapa skenario waduk yang diusulkan belum sepenuhnya mampu mereduksi hidrograf secara maksimal. Hal tersebut disebabkan masih tingginya

run off lokal yang terjadi pada DAS Ciliwung Tengah terutama pada wilayah Kota Jakarta.

5.

Pemodelan Perubahan Limpasan

Pasca Penempatan Waduk

5.1 Pemahaman konsep pemodelan aliran sungai dengan HEC RAS

Pemodelan tersebut dilaksanakan untuk mengetahui kondisi penampang sungai (node – node), akibat beban drainase yang divisualisasikan melalui hidrograf banjir. Untuk memperoleh model yang representatif maka dilakukan pemodelan dengan

kondisi Unsteady One – Dimensional Flow, dimana

pada intinya menerapkan kondisi aliran yang berubah terhadap ruang dan waktu dalam 1 (satu) dimensi.

Dalam penerapan konsep unsteady flow digunakan

dua persamaan utama yaitu Persamaan Kontinuitas dan Persamaan Momentum.

Selain persamaan kontinuitas dan momentum, untuk

input pemodelan fisik sungai dibutuhkan pula data profil penampang sungai, yang diperoleh melalui pengukuran langsung di lapangan atau data sekunder berupa peta kontur dengan interval kontur yang rapat sehingga dapat medeskripsikan profil penampang sungai yang mendekati kondisi eksistingnya.

5.2 Syarat batas hidrograf banjir

Dengan mengunakan hasil perhitungan hidrograf – hidrograf sebelumnya maka diperoleh syarat batas (Boundary Condition) untuk digunakan dalam pemodelan. Berikut ini merupakan kurva-kurva hidrograf aliran lokal hasil perhitungan dengan

Metoda Snyder. q t A x Q = ∂ ∂ + ∂ ∂ (2) (3) 0 R AC Q Q g gAS x h gA A Q x t Q 2 o 2 = + − ∂ ∂ + ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ β ∂ ∂ + ∂ ∂

(9)

5.3 Pelaksanaan tahap – tahap dalam pemodelan

Langkah – langkah yang dilaksanakan dalam memasukkan data yang dibutuhkan dalam pemodelan

aliran sungai dengan HEC RAS 3.1.3 ialah sebagai

berikut :

• Melalui data koordinat yang diperoleh dengan

bantuan tools distance pada AutoCAD, dilakukan

plotting data geometri alur jaringan sungai pada

bagian input geometri HEC RAS 3.1.3

Deskripsikan data tiap – tiap penampang melintang sungai sesuai dengan node – node yang telah ditetapkan sebelumnya.

• Posisikan hidrograf – hidrograf sebagai syarat

batas (boundary condition) sesuai hasil

perhitungan, seperti pada Gambar 13 dan

Gambar 14.

Hasil input data fisik alur sungai dapat dilihat pada

Gambar 15.

Pada skema model tersebut, node paling hulu

merupakan titik outlet Waduk Ciawi, dilanjutkan

dengan penempatan node-node hingga titik outlet

Waduk Bojonggede, dan node - node lain hingga

membentuk alur Sungai Ciliwung, termasuk percabangan – percabangan yang terdapat pada sungai tersebut.

Setelah seluruh data input pemodelan dimasukkan

kedalam tools input HEC RAS 3.1.3, dilakukan

proses running pemodelan dengan skenario

penempatan Waduk Bojonggede, dan dilanjutkan

dengan penempatan Waduk Ciawi.

Perbandingan Hidrograf DAS Ciliwung Tengah Dengan Waduk Unregulated

0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 1100 1200 1300 1400 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 t (jam) Q ( m 3/d t) Hidrograf Eksisting Dengan Waduk Bojonggede Dengan Waduk Ciawi Dengan Waduk Cascade

(10)

Hidrograf Banjir Ruas Ciliwung Gn. Sahari 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 t (jam) Q ( m 3/dt)

Feb 2007 Q kapasitas penampang Feb 2002

Hidrograf Banjir Kali Ciliwung (Ruas Istana - PA Tangki)

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 t (jam) Q ( m 3/dt)

Feb 2007 Q kapasitas penampang Feb 2002

Hidrograf Banjir Ruas Ciliwung 2

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 t (jam) Q ( m 3/d t)

Feb 2007 Q kapasitas penampang Feb 2002 Hidrograf Banjir Ruas PA Tangki - Ciliwung Kota

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 t (jam) Q ( m 3/dt)

Feb 2007 Q kapasitas penampang Feb 2002

Hidrograf Banjir Anak Kali Ciliwung

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 t (jam) Q ( m 3/d t)

Feb 2007 Q kapasitas penampang Feb 2002

Hidrograf Banjir BKB - PA Karet

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140 150 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 t (jam) Q ( m 3/dt)

Februari 2007 Q kapasitas penampang Februari 2002 Hidrograf Banjir PA Karet - BKB

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 t (jam) Q ( m 3/dt )

Februari 2007 Q kapasitas penampang Februari 2002

Hidrograf Banjir Kali Besar

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 t (jam) Q ( m 3/dt)

Februari 2007 Q kapasitas penampang Februari 2002 Hidrograf Banjir Kali Krukut

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 t (jam) Q ( m 3/dt)

Februari 2007 Q kapasitas penampang Februari 2002 Hidrograf Banjir Muara Karang

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 t (jam) Q (m 3/dt)

Februari 2007 Q kapasitas penampang Februari 2002

Hidrograf Banjir Kali Cideng

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 t (jam) Q ( m 3/dt)

Februari 2007 Q kapasitas penampang Februari 2002

Gambar 13. Hidrograf aliran lokal pada wilayah Kota Jakarta

(11)

Dijelaskan pada Gambar 13

Perbandingan Hidrograf DAS Ciliwung Tengah Dengan Waduk Unregulated

0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 1100 1200 1300 1400 0123456789 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 t (jam) Q ( m 3/dt) Hidrograf Eksisting Dengan Waduk Bojonggede Dengan Waduk Ciaw i

Bendungan –

Outlet Waduk Ciawi Bendungan –

Outlet Waduk Bojonggede

Gambar 14. Skema pemodelan alur Sungai Ciliwung

Sumber : Peta kontur DAS Ciliwung Tengah

1262 1 279 223 2 4 282 3 332328 323 317 309 295 1 234 233 232 230 2 238 237 236 C id e n g 3 4266 5 242 240 1 403 400 397 394 392 390 388 386 383 381 378 374 370 367 365 363 361 358 356 353 350 347 344 341 338 161 157 151 141 132 123 115105 94 82 70 60 27 9 Ci l i w u n g 2 201 193 185 166 3 218 211 4216 2145 268 8 1 253 252 251 250 249 247 K ru k u t 2255 1 258 257 1 270 2293 291 289 285 j1 j3 j4 j2 j8 j10 j9j11 j13 j14 j6 j7 Bendungan -

Outlet Waduk Ciawi Bendungan -

Outlet Waduk Bojonggede

Gambar 15. Node – node pada jaringan sungai dengan penempatan Waduk Ciawi dan Waduk Bojonggede

(12)

Perbandingan Profil Aliran DAS Ciliwung Tengah 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140 150 160 Node E lev as i ( m ) Elevasi Dasar TM A Eksist ing

TM A dgn Waduk B ojo nggede

Gambar 16. Perbandingan profil aliran eksisting dan setelah terdapat Waduk Bojonggede (unregulated) pada alur Sungai Ciliwung

Sumber : Output HEC RAS 3.1.3

0 50 100 150 200 250 300 350 400 0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 2 40 Nod e El e v a s i ( m ) Elev as i Da s ar TMA Eks is ting TMA dg W aduk Cia w i

Gambar 17. Perbandingan profil aliran eksisting dan setelah terdapat Waduk Ciawi (unregulated) pada alur Sungai Ciliwung

(13)

Dengan output pemodelan yang diperoleh, dilakukan

plotting pada peta kontur Wilayah Tengah Jakarta untuk memperoleh informasi lokasi genangan banjir yang masih terjadi sebagai berikut :

Gambar 18. Lokasi genangan pada Wilayah Tengah Jakarta dengan penempatan waduk pada

DAS Ciliwung Tengah

Sumber : OutputHEC RAS 3.1.3, dan plotting pada peta kontur Wilayah Tengah Jakarta

6. Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan yang dapat disampaikan ialah sebagai berikut :

• Melalui pemodelan dengan HEC RAS 3.1.3 yang

melibatkan 333 Node dapat diketahui bahwa

dengan pemanfaatan Waduk Bojonggede di

Kabupaten Bogor menyebabkan pengurangan parameter aliran Sungai Ciliwung sebagai berikut : - Pengurangan tinggi muka air rata – rata pada

alur Sungai Ciliwung yaitu 1.308 m;

- Pengurangan luas genangan akibat adanya waduk yaitu 414 ha;

- Pengurangan volume genangan banjir akibat adanya waduk yaitu 5 juta m3.

• Melalui pemodelan dengan HEC RAS 3.1.3 yang

melibatkan 397 Node dapat diketahui bahwa

dengan pemanfaatan Waduk Ciawi di Kabupaten

Bogor menyebabkan pengurangan parameter aliran Sungai Ciliwung sebagai berikut :

- Pengurangan tinggi muka air rata – rata pada

alur Sungai Ciliwung yaitu 0.75 m;

- Pengurangan luas genangan akibat adanya

waduk yaitu 237 ha;

- Pengurangan volume genangan banjir akibat

adanya waduk yaitu 2.3 juta m3.

• Melalui pemodelan yang telah dilakukan dapat

disampaikan bahwa Waduk Bojonggede memberikan reduksi parameter banjir yang lebih tinggi dibandingkan dengan Waduk Ciawi. Saran yang dapat disampaikan ialah sebagai berikut :

• Mengupayakan tampungan – tampungan air (situ)

pada alur Sungai Ciliwung, terutama pada ruas Depok – Manggarai, karena terdapat kecenderungan bahwa intensitas hujan yang terjadi pada bagian hilir (Wilayah Kota Jakarta saat ini) lebih besar daripada intensitas hujan pada bagian hulu.

• Untuk mengantisipasi run off yang masih terjadi

di bagian outlet waduk diperlukan peningkatan

kapasitas pompa.

• Untuk mengatasi run off dari hulu DAS – DAS

yang menuju wilayah Kota Jakarta, dan sekitarnya perlu diadakan waduk pada alur sungai lainnya, sehingga terjadi keselarasan antara pengendalian

run off lokal dan run off dari hulu DAS terkait.

Daftar Pustaka

Hydraulic Refrence Manual HEC RAS 3.1.3, 2002, US Army Corps Engineers.

1994, “Jabotabek Water Resources Management

Study”, IWACO, DHV Consultants, DELFT HYDRAULICS, TNO.

Pedoman Pelaksanaan Pengendalian Banjir DPU DKI Jakarta, 1998.

Penataan Banjir Kanal Barat (Pintu Air Manggarai s.d. Muara), 2002, DPU DKI Jakarta – PUSLITBANG SDA Bandung.

Simulasi di Wilayah Aliran Barat DKI Jakarta, 2002, Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Air, Bandung Jawa Barat

JICA, 1997, “The Study on Comprehensive River

Water Management Plan in Jabotabek”.

1973, “Rencana Induk untuk Pengeringan dan

Pengendalian Banjir di Jakarta”, Proyek Pengendalian Banjir DKI Jakarta – NEDECO, Rencana Tata Ruang Kabupaten Dati II Bogor 2004 –

(14)

Riset Unggulan ITB, 2004, “Teknologi Pengendalian Banjir”, Studi Kasus Sistem Drainase Kawasan Cideng DKI-Jakarta,

Priambodo, B., 2005, “Banjir di Daerah Pantai yang

Mengalami Penurunan Tanah (Land Subsidence) & Dipengaruhi Oleh Peningkatan Muka Air Laut (Sea Level Rise)”,

ReVelle, C., 1999, “Optimizing Reservoir

Resources”, John Willey & Sons, Inc.

Faganello, E., Attewill, L., 2005, “Flood Management

Strategy for the Upper and Middle Odra River Basin: Feasibility Study of Raciborz Reservoi”.

Kuiper, E., “Water Resources Development”,

Butter-worths, London.

Kuiper, E., “Water Resources Project Economics”,

Butterworths, London

Filippone, E.F.,Walsh, J.W., 1990, “The Flood

Con-trol Saga in The Passaic River Basin”.

Correia, F.N., Saraiva, M.D., Da Silva, F.N., Ramos,

I., 1999, “Floodplain Management in Urban

Developing Areas”, Part I. Urban Growth Sce-narios and Land-Use Controls.

Fengqing, J., Cheng, Z., Mu, G., Hu, R., Meng, Q.,

2005, “Magnification of Flood Disasters and its Relation to Regional Precipitation and Lo-cal Human Activities since the 1980s in Xinji-ang, Northwestern China”.

Kusuma, M.S.B., Tjahjadi, D., Bagus, M., Farid, M.,

2007, “Kajian Sistem Pengendalian Banjir

Wilayah Tengah DKI Jakarta Terhadap Beban Hidrograf Banjir Akibat Hujan Merata”, Jurnal Teknik Sipil ITB.

Rommy. M., 2007, “Studi Mengenai Pemanfaatan

Waduk Pada DAS Ciliwung Untuk Pengendalian Banjir Wilayah Tengah DKI Jakarta”.

Ahmad, S., Simonovic, S.P., 2006, “An Intelligent

Decision Support System for Management of Floods”.

Firdaus., L., Tjahyadi, D., 2004, “Hidrograf Drainase

Perkotaan dan Pengurangan Puncak Banjir (Studi Kasus Kawasan Jati Pinggir Jakarta)”, Kolokium Hasil Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Air (Puslitbang SDA Bandung - ITB).

Te Chow, V.,1998, “Applied Hydrology”, Mc Graw

Gambar

Gambar 1. Luas genangan banjir di wilayah DKI Jakarta tahun 2002 dan 2007  Sumber : Data dan perhitungan
Gambar 3. Wilayah genangan banjir di DKI Jakarta tahun 2007  Sumber : United Nations Department of Safety & Security  2007
Tabel 1. Indikator kejadian banjir wilayah DKI Jakarta 2002 dan 2007
Gambar 6. Hidrograf inflow Waduk Bojonggede dan Waduk Ciawi  Sumber : Perhitungan (Data hujan Feb 2007) dengan Metoda Snyder
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sothink Glanda merupakan suatu produk baru dari Sothink untuk software pembuat flash, Sothink Glanda bisa digunakan untuk membuat amimasi flash yang menarik tanpa

Tujuan studi ini adalah untuk mengetahui pengaruh perubahan salinitas, suhu air laut dan suhu udara lingkungan tapak terhadap harga listrik dan air, serta dapat menentukan

[r]

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membangun aplikasi encode dan decode tree menggunakan Prufer code dan batasan yang dimiliki sistem yakni pengembangan

Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan petunjuk, rahmat, dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

Jika tidak banyak melakukan simulasi maka akan menghasilkan permainan yang buruk dan membosankan.Perancangan board game manajemen waktu dalam berlalu lintas ini

Pemerintah Indonesia bersedia untuk melalui perundingan dengan negara yang bersangkutan menetapkan suatu garis batas sesuai dengan prinsip-prinsip hukum dan