• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. semula, bahkan kadang-kadang akan menjadi lebih menguntungkan. 1 Salah satu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. semula, bahkan kadang-kadang akan menjadi lebih menguntungkan. 1 Salah satu"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A.1 Latar Belakang

Dalam Hukum Adat, tanah adat mempunyai kedudukan yang sangat penting. Tanah adat dalam masyarakat adat biasanya terdiri dari hutan adat, sungai atau kali, tanah-tanah untuk tempat beribadah, dan pemukiman dimana masyarakat adat itu sendiri tinggal. Tanah adat mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam Hukum Adat karena merupakan satu-satunya benda kekayaan yang meskipun mengalami keadaan seperti bagaimanapun akan tetap dalam keadaan

semula, bahkan kadang-kadang akan menjadi lebih menguntungkan.1 Salah satu

bagian yang termasuk dalam tanah adat adalah hutan adat, yang disebut hutan adalah satu kesatuan ekosistem yang didominasi oleh pepohonan. Dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, hutan adat adalah hutan

negara yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat. 2 Didalam hukum

adat, masyarakat adat bertindak sebagai kesatuan dengan tanah yang didudukinya sehingga memiliki hubungan yang sangat erat; hubungan yang bersumber pada

pandangan yang bersifat religio-magis.3 Hal ini menyebabkan masyarakat adat

memperoleh hak menguasai tanah, memanfaatkan tanah, memungut hasil dari tumbuh-tumbuhan yang hidup diatas tanah itu, dan berburu terhadap

1

Prof.Bushar Mahmud, Pokok-Pokok Hukum Adat, PT Pradnya Paramita, cet ke 10, Jakarta 2006, hlm 103.

2

Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.

3

(2)

binatang yang hidup disitu. Hak masyarakat adat atas tanah ini disebut hak pertuanan atau hak ulayat, atau yang oleh Cornelis van Vallenhoven disebut

dengan beschikkingsrecht.4 Dalam masyarakat hukum adat hak-hak atas tanah

dibagi menjadi dua macam yaitu, hak persekutuan atas tanah dan hak

perseorangan atas tanah.5

Di Indonesia hukum adat merupakan salah satu hukum positif, bahkan hukum adat sering dijadikan titik tolak dalam membuat peraturan perundang-undangan. Kita semua tahu bahwa Indonesia adalah Negara yang terdiri dari berbagai macam suku dan budaya mulai dari Sabang sampai Merauke. Salah satu pulau di Indonesia yang terdapat banyak kekayaan alam didalamnya dan masih kental dengan masyarakat adatnya adalah Pulau Papua. Pulau Papua terbagi menjadi dua, pulau Papua bagian Barat masuk ke dalam wilayah Negara Indonesia, sedangkan Pulau Papua bagian Timur masuk ke dalam wilayah Negara Papua New Guinea. Pulau Papua yang termasuk dalam wilayah Negara Indonesia terbagi lagi atas dua Provinsi yakni Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat. Provinsi Papua adalah Provinsi yang sangat kaya, dikarenakan terdapat begitu banyak sumberdaya alam didalamnya. Salah satu contoh ialah terdapat perusahaan emas terbesar di Indonesia yakni PT. Freeport Indonesia di Tembagapura, selain itu masih terdapat begitu banyak sumberdaya alam lainnya. Sebagian besar wilayah Provinsi Papua terdiri dari hutan yang sangat luas, sehingga sejak tahun 2008 Pemerintah Pusat mencanangkan program Food Estate

4

Ibid

5Djaren Saragih, Pengantar Hukum Adat Indonesia, Tarsito, cet ke 2, Bandung 1984,

(3)

di wilayah paling timur Indonesia dengan dikeluarkannya Instruksi Presiden no 5 Tahun 2008 tentang Fokus Program Ekonomi Tahun 2008-2009 yang meminta Mentri Pertanian mengeluarkan kebijakan pengembangan Food Estate di wilayah Kabupaten Merauke. Kabupaten Merauke adalah kabupaten yang terletak di wilayah paling timur Indonesia yang berbatasan langsung dengan Papua New Guinea. Kabupaten Merauke ditemukan pada tanggal 12 Februari 1902 oleh salah seorang pegawai pemerintah Belanda. Suku asli yang berasal dari Kabupaten Merauke adalah suku Marind. Suku Marind terbagi menjadi dua bagian yaitu marind Pantai dan marind Kali (bian) dan terdiri dari enam marga diantaranya adalah; marga Gebze, marga Mahuze, marga Kaize, marga Balagaize, marga Basik-Basik, dan marga Ndiken. Suku Marind merupakan satu dari sekian banyak suku di Indonesia yang berfikir maju, namun ada beberapa hal tertentu yang membuat suku Marind tetap berpegangan pada adat istiadat dari nenek moyang mereka. Pada saat ini Kabupaten Merauke berada dalam tahapan pemekaran dimana sedang dilakukan berbagai pembangunan agar menjadi kabupaten yang maju. Bukan tidak sengaja pemerintah mencanangkan program Food Estate di Kabupaten Merauke, tetapi mengingat karena luasnya Kabupaten Merauke yang

sangat luas. Luas Merauke adalah 44.071 km2 dengan luas daratan yang demikian

sehingga membuat Kabupaten Merauke menjadi Kabupaten terluas di Indonesia.

Program Food Estate di Kabupaten Merauke ini awalnya digagas oleh mantan Bupati Kabupaten Merauke sendiri Drs. John Gluba Gebze pada tahun 2007 yang diberi nama Merauke Integrated Rice Estate (MIRE) dimana Merauke dijadikan sebagai lumbung pangan Provinsi Papua, kemudian oleh Presiden Indonesia saat

(4)

itu Bapak Susilo Bambang Yudhoyono diteruskan dengan tujuan agar Merauke selanjutnya bisa menjadi Lumbung Pangan Nasional dengan luas tanah

persawahan 460 km2 dan kelapa sawit 220 km2. Program yang dilanjutkan oleh

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ini diberi nama Merauke Integrated Food and Energy Estate (MIFEE). Setelah berakhirnya masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono dan dilantiknya Ir. H Joko Widodo sebagai Presiden ke-7 Indonesia. Jokowi pun melanjutkan estafet program MIFEE, beliau memutuskan bahwa akan membuka lagi lahan pertanian dan perkebunan kelapa sawit seluas

1,2 jt hadalam kurun waktu tiga tahun.

Keputusan Presiden Jokowi untuk membuka lagi lahan pertanian dan perkebunan inilah yang menyebabkan keresahan bagi masyarakat-masyarakat adat yang wilayahnya masuk didalam perencanaan pengadaan lahan pertanian tersebut. Salah satu contohnya adalah masyarakat adat Suku Marind Marga Mahuze. Tanah adat marga Mahuze yang termasuk didalam perencanaan

pengadaan lahan pertanian seluas 200 km2 yang semuanya adalah hutan adat,

sehingga marga Mahuze dengan tegas menolak adanya pengadaan lahan pertanian

diatas tanah adat mereka.6 Masyarakat adat marga Mahuze beranggapan bahwa

tanah adalah rahim ibu dan mereka adalah bayi didalamnya, artinya bahwa tanah atau hutan adat milik mereka selalu memberikan mereka bahan untuk bertahan hidup secara gratis dan cuma-cuma. Agustinus Doyo Mahuze (Kepala Marga Mahuze) mengatakan bahwa mereka akan tetap mempertahankan hak-hak mereka, Karena mereka berpikir jauh kedepan bagaimana nasib anak dan cucu

6

Kabupaten Merauke, https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Merauke, terakhir diakses 25 Oktober 2016

(5)

mereka nantinya, jikalau hutan adat mereka dijadikan lahan pertanian oleh pemerintah. Agustinus juga mengatakan bahwa jika kedepannya anak dan cucu mereka tidak semua bisa menjadi pegawai negeri ataupun bekerja di kantoran, lalu bagaimana nasib anak dan cucu mereka yang tidak bisa mendapatkan pekerjaan yang layak nantinya ? andai hal ini terjadi bagaimana anak dan cucu mereka yang tidak mendapatkan pekerjaan yang layak itu bisa mendapatkan bahan untuk hidup dan makan secara gratis jika bukan dari hutan adat yang

mereka miliki ini.7

Setelah Presiden Jokowi menyampaikan rencananya untuk menambah lahan pertanian guna melanjutkan program MIFEE, muncul LSM dan tokoh-tokoh masyarakat Kabupaten Merauke yang tidak sependapat dengan rencana Presiden Jokowi. Menurut Komandan Korem Kabupaten Merauke, “Merauke dijadikan lumbung pangan nasional harusnya kita semua masyarakat Merauke bangga, apalagi ada pembagian hasil 70% - 30%. Pemilik tanah tiap panen mendapat bagian 30% tanpa harus bekerja”. Pendapat ini ditanggapi langsung oleh penggagas program MIFEE Drs. John Gluba Gebze, beliau mengatakan “bahwa jangan mengancam tuan tanah dengan alasan ini program nasional. Program Merauke menjadi lumbung pangan ini bukan hal yang baru, sejak tahun 1939-1958 Belanda telah mengembangkan Kurik sebagai lumbung pangan Kolonial Belanda. Pemerintah pusat seharusnya jangan hanya membicarakan 1,2 jt ha tanah yang akan dijadikan lahan pertanian tetapi mereka harus berpusat pada tanah yang telah diberiakan sejak dulu. Sekalipun terjadi kesepakatan bagi hasil beliau

7

The Mahuzes, https://www.youtube.com/watch?v=MSVTZSa4oSg, terakhir diakses 25 Oktober 2016

(6)

meminta dibalik 70% masyarakat adat dan 30% pengelola”. Uskup Agung Kabupaten Merauke mengatakan “Hutan sebegitu yang memberikan hidup secara gratis akan berubah menjadi tanah yang harus dilayani supaya dapat

menghasilkan makanan”.8

Masyarakat adat marga Mahuze telah melakukan berbagai upaya guna menghalangi agar hutan adat mereka tidak diratakan. Awalnya mereka melakukan pemalangan dengan memasang patok-patok. Kemudian masyarakat adat marga Mahuze melakukan upacara adat “SASI” yang menurut Barnabas Mahuze (kepala suku marind deq) jika upacara adat sasi telah dilingkari dengan daun kelapa apabila dicabut menurut adat suku marind hukumannya mati. Namun upaya

mereka tidak dihiraukan oleh pihak pengelola.9 Ketidakpedulian pengelola

terhadap upacara adat yang masyarakat adat marga Mahuze lakukan ternyata mempunyai alasan, Karena telah ada dari salah seorang anggota masyarakat adat marga Mahuze yang menandatangani perjanjian dengan pihak pengelola tersebut. Namun, masyarakat adat marga Mahuze tetap bersikeras melawan pihak pengelola agar tidak menggusur hutan adat mereka. Menurut mereka, hutan adat bukan hanya dimiliki oleh satu orang saja melainkan mereka semua memilikinya bersama-sama secara turun-temurun. Masyarakat adat Marga Mahuze ingin mengganti seluruh biaya yang telah dikeluarkan oleh pihak pengelola untuk membayar salah satu anggota masyarakat yang menandatangani perjanjian tersebut. Akan tetapi, pihak pengelola menolak dan terus menggusur hutan adat masyarakat marga Mahuze.

8

Ibid

9

(7)

Didalam hukum Agraria Nasional, Hukum adat mempunyai peranan yang sangat penting. Bahkan tidak jarang hukum tanah adat dijadikan dasar pengambilan keputusan oleh hakim, hal ini menggambarkan bahwa hukum adat itu efisien, efektif, aplikatif, dan come into force ketika dihadapkan dengan masyarakat. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria adalah Undang-Undang yang didasarkan oleh Hukum Adat. Hal ini ditegaskan oleh; konsideran berpendapat, huruf a, penjelasan umum angka III (1), penjelasan Pasal 16, dan Pasal 56. Masyarakat adat suku Marind sendiri masih berpegang pada adat istiadat yang diturunkan oleh nenek moyang mereka. Secara umum hak-hak atas tanah merupakan hubungan hukum antara pemegang hak atas tanah dengan suatu bidang tanah tertentu. Hak masyarakat adat atas tanah diantaranya adalah hak ulayat masyarakat hukum adat. Hak ulayat merupakan serangkaian hak dan kewajiban masyarakat hukum adat yang berhubungan dengan tanah yang terletak dalam ingkungan wilayahnya. Bagi masyarakat hukum adat hak ulayat merupakan hak penguasaan atas tanah yang tertinggi. Dari hak ulayat muncul hak perorangan yang selalu bertimbal balik dengan hak ulayat.

Secara konstitusional sebagai suatu negara, tujuan Negara Kesatuan republik Indonesia adalah sebagaimana telah dituliskan dalam pembukaan UUD 1945 yaitu: melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa serta mewujudkan keadilan sosial. Secara normatif tujuan negara Republik Indonesia

(8)

adalah untuk memajukan kesejahteraan umum dan mewujudkan keadilan sosial.10 Secara khusus, dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat (3) dituliskan bahwa Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Ini berarti pada dasarnya tujuan Negara adalah untuk mensejahterahkan rakyatnya. Pada satu sisi, tujuan utama program MIFEE sangatlah bagus yaitu menjadikan Kabupaten Merauke sebagai lumbung pangan nasional, guna meningkatkan pendapatan ekonomi nasional dari meningkatnya permintaan dan harga komoditi pangan dunia. Namun disisi lain masyarakat adat suku marind yang menjadi korban dimana mereka dipaksa menyerahkan hutan adat milik mereka. Padahal suku marind telah menduduki Kabupaten Merauke sejak zaman nenek-moyang mereka. Bahkan sejak Irian Jaya belum masuk dalam kesatuan Negara Indonesia. Berdasarkan uraian diatas maka penting untuk dilakukannya kajian lebih mendalam tentang rencana Pemerintah untuk menambah lahan pertanian dan perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Merauke guna menunjang program Merauke Integrated Food and Energy Estate (MIFEE) agar program yang direncanakan oleh pemerintah ini tidaklah menjadi beban bagi masyarakat adat marga Mahuze, dan agar kita dapat mengerti hak-hak apa saja yang dimiliki oleh masyarakat adat marga Mahuze. Oleh sebeb itu penulis akan menuangkannya

dalam bentuk Skripsi dengan judul : “Dampak Program Merauke Integrated

Food and Energy Estate Pada Hak Adat Marga Mahuze.”

10 Umar Said Sugiharto, Suratman, dan Noorhudha Muchsin, Hukum Pengadaan Tanah,

(9)

A.2 Rumusan Masalah

Apakah Pengambilan tanah marga Mahuze untuk Program Merauke Integrated Food and Energy Estate (MIFEE) melanggar hak-hak yang dimiliki oleh masyarakat adat suku Marind marga Mahuze ?

A.3 Tujuan Penelitian

1. Menggambarkan apa saja hak-hak yang dimiliki oleh masyarakat adat marga Mahuze;

2. Menggambarkan apa saja hak masyarakat marga Mahuze yang dilanggar oleh pihak perusahaan dalam program Merauke Integrated Food and Energy Estate (MIFEE).

3. Menggambarkan cara yang dilakukan oleh pihak pengelola dalam pengambilan tanah marga Mahuze.

A.4 Manfaan Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan penulis dari penelitian skripsi ini adalah sebagai berikut :

1. Secara teoritis, penulis berharap penelitian skripsi ini dapat

memberikan sumbangan pemikiran bagi perkembangan ilmu hukum adat dan hukum agraria.

2. Secara praktis, penulis berharap penelitian skripsi ini dapat memberikan

masukan terhadap masalah-masalah yang sering timbul dan dihadapi oleh masyarakat adat dan pemerintah dalam sengketa tanah guna pembagunan nasional.

(10)

A.5 Metode Penelitian

A.5.1 Jenis Penelitian

Penelitian pada dasarnya merupakan, “suatu upaya pencarian”.11 Dalam

isu hukum saat ini penulis menggunakan metode penelitian empiris atau sering disebut juga metode penelitian sosiologis. Pada penelitian hukum

sosiologis, hukum dikonsepkan sebagai pranata sosial yang secara riil.12

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apa saja hak-hak masyarakat adat marga Mahuze atas tanah adat milik mereka, dan juga mengetahui hak-hak apa saja yang telah dilanggar guna menunjang program Merauke Integrated Food and Energy Estate (MIFEE).

A.5.2 Jenis dan Sumber Data

1. Jenis Data

Jenis data dalam penulisan adalah subyek darimana data dapat diperoleh dan digunakan untuk memecahkan permasalahan yang ada. Jenis-jenis data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh langsung di lapangan

(field reserch) dari masyarakat dengan mendatangi sumber data yang relevan dengan masalah penelitian yaitu Kepala suku Marind marga Mahuze

11

Bambang Suggono, Metode Penelitian Hukum, Cet 1, Penerbit Rajawali Pers, Jakarta, 2012, hlm 27

12

Dr. Amiruddin, Dr. H. Zainal Asikin, Pengantar Metoe Penelitian Hukum, Cet 8, Penerbit Rajawali Pers, Jakarta, 2014, hlm 133

(11)

b. Data Sekunder

Data sekunder memberikan penjelasan tentang data primer13.

Data sekunder yang dimaksudkan penulis yaitu berupa

buku-buku teks, kamus-kamus hukum, dan jurnal-jurnal hukum 14.

2. Sumber Data

a) Penelitian pustaka, yaitu meneliti dari berbagai buku,

artikel, jurnal-jurnal hukum, dan artikel yang berkaitan dengan rumusan masalah dan tujuan penelitian.

b) Penelitian lapangan, yaitu mengamati

peristiwa-peristiwa yang terjadi di kehidupan nyata.

A.5.3 Teknik Pengumpulan Data

a) Studi Pustaka, yaitu penelitian dilakukan dengan membaca

dan merangkai berbagai macam literatur yang berhubungan dengan masalah penelitian yang kemudian dijadikan landasan teoritis.

b) Wawancara, yaitu proses memperoleh keterangan, pendapat,

secara lisan dari seseorang dengan cara bertemu langsung dengan orang yang memberikan keterangan. Wawancara ini khususnya kepada pengurus adat marga Mahuze.

A.6 Sistematika Penulisan

13Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif, Cet XVI, Penerbit Rajawali

Pers, Jakarta, 2014.

14

(12)

Untuk dapat memberikan gambaran secara luas dan memudahkan pembaca dalam memahami gambaran menyeluruh dari skripsi ini, maka penulis memberikan penjelasan secara garis besarnya, dalam skripsi ini dibuat sistematika penulisan skripsi sebagai berikut :

1. BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini berisikan uraian tentang penelitian yang akan dilakukan. Meliputi, Latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

2. BAB II : PEMBAHASAN

Bab ini berisikan uraian pembahasan, hasil penelitian dan analisis tentang kasus yang dipelajari, yaitu tentang hak-hak masyarakat adat marga Mahuze.

3. BAB III : PENUTUP

Referensi

Dokumen terkait

Metode representasi pengetahuan dalam sistem pakar untuk otomasi penyusunan angka kredit instruktur ini menggunakan kaidah produksi yang berupa aplikasi rule

Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai literatur manajemen pemasaran Bank khususnya mengenai reputasi Bank, kepercayaan dan komunikasi word of mouth

Karena itu, tulisan ini memberikan koreksi dan hasil yang lebih teliti terhadap penentuan parameter gempa bumi berupa hiposenter dari gempa bumi yang ada di

Penelitian ini telah di kenakan pada 85 karyawan CV.Barutama samarinda, teknik pengambilan sampel pada penelitian ni adalah purposive sampling, yaitu teknik

Indikatornya adalah mampu memahami skala literasi ekonomi yaitu The Standards in Economics Survey yang dikembangkan oleh National council on Economic Education (NCEE) 2. Modernitas

Adapun yang dimaksud dengan model hermeneutika adalah salah satu bentuk metode penafsiran yang dalam pengoprasiannya dimaksudkan untuk memperoleh kesimpulan makna

Perencanaan Kinerja Tahunan merupakan penjabaran dari tujuan, sasaran dan program yang telah ditetapkan dalam Rencana Strategis (Renstra) Sekretariat Daerah Provinsi

22 Mujiharto Ketua Divisi Profesi MTKI Pengawas Div.. Pengelolaan