• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Daya Tahan Jantung Paru Pemain Sepak Bola Kota Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Daya Tahan Jantung Paru Pemain Sepak Bola Kota Medan"

Copied!
83
0
0

Teks penuh

(1)

LAMPIRAN 1

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Yonis Chencera Perangin-angin

Tempat/ Tanggal lahir : Medan / 27 Mei 1993

Agama : Kristen Protestan

Alamat : Jl. Tembakau Raya No.116 P.Simalingkar Riwayat Pendidikan : 1.SD Katolik Budi Murni-2 Medan 1999

(2)

LAMPIRAN 2

LEMBAR PENJELASAN Dengan hormat,

Saya, Yonis Chencera P adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2012. Saat ini saya sedang mengadakan penelitian dengan

judul “Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Daya Tahan Jantung Paru pada Pemain Sepak Bola di Beberapa Klub Sepak Bola Kota Medan Tahun 2015”. Penelitian ini dilakukan sebagai salah satu kegiatan dalam menyelesaikan proses belajar mengajar pada blok Community Research Programme.

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui hubungan antara indeks massa tubuh dengan Daya Tahan Jantung Paru pada pemain sepak bola di beberapa klub sepak bola Kota Medan. Untuk keperluan tersebut, saya memohon kesediaan saudara untuk menjadi partisipan dalam penelitian ini. Selanjutnya, saya memohon kesediaan saudara untuk mengikuti instruksi dari kami dan melakukannya dengan sunguh-sungguh. Jika saudara bersedia, silahkan menandatangani persetujuan ini sebagai bukti kesukarelawan saudara.

Identitas pribadi saudara sebagai partisipan akan dirahasiakan dan semua informasi yang diberikan hanya akan digunakan untuk penelitian ini. Bila terdapat hal yang kurang dimengerti, saudara dapat bertanya langsung kepada peneliti. Atas perhatian dan kesediaan saudara menjadi partisipan dalam penelitian ini, saya mengucapakan terima kasih

Medan, 2015

(3)

LAMPIRAN 3

LEMBAR PERSETUJUAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini,

Nama :

Usia :

Jenis kelamin :

telah benar-benar paham atas penjelasan yang disampaikan oleh peneliti mengenai penelitian ini yang berjudul “Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Daya Tahan Jantung Paru pada Pemain Sepak Bola di Beberapa Klub Sepak Bola Kota Medan Tahun 2015”. Oleh karena itu saya menyatakan BERSEDIA menjadi partisipan dalam penelitian ini.

Demikianlah, persetujuan ini saya sampaikan dengan sukarela dan tanpa ada paksaan dari pihak manapun.

Medan, 2015 Hormat Saya,

(4)

LAMPIRAN 4

HASIL OUTPUT SPSS

Distribusi Subjek Penelitian Berdasarkan Umur

Statistics Umur

N Valid 60

Missing 0

Mean 16.37

Std. Deviation 3.479

Umur

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 11 1 1.7 1.7 1.7

13 4 6.7 6.7 8.3

14 15 25.0 25.0 33.3

15 16 26.7 26.7 60.0

16 4 6.7 6.7 66.7

17 2 3.3 3.3 70.0

18 3 5.0 5.0 75.0

19 4 6.7 6.7 81.7

20 6 10.0 10.0 91.7

21 2 3.3 3.3 95.0

22 1 1.7 1.7 96.7

(5)

33 1 1.7 1.7 100.0

Total 60 100.0 100.0

Distribusi Subjek Penelitian berdasarkan Berat Badan

Statistics Bbkel

N Valid 60

Missing 0

Mean 2.2500

Std. Deviation 1.01889

bbkel

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 40-50 16 26.7 26.7 26.7

51-60 21 35.0 35.0 61.7

61-70 16 26.7 26.7 88.3

71-80 6 10.0 10.0 98.3

81-90 1 1.7 1.7 100.0

Total 60 100.0 100.0

(6)

Statistics Imtkel

N Valid 60

Missing 0

Mean 2.0333

Std. Deviation .91996

imtkel

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid underweight 17 28.3 28.3 28.3

normal 31 51.7 51.7 80.0

overweight 5 8.3 8.3 88.3

obes I 7 11.7 11.7 100.0

Total 60 100.0 100.0

Distribusi Subjek Penelitian berdasarkan IMT Kelompok Usia 10-19

Statistics Imtkel

N Valid 49

Missing 0

Mean 1.86

Std. Deviation .842

(7)

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid underweight 17 34.7 34.7 34.7

normal 26 53.1 53.1 87.8

overweight 2 4.1 4.1 91.8

obes I 4 8.2 8.2 100.0

Total 49 100.0 100.0

Distribusi Subjek Penelitian berdasarkan VO2max Kelompok Usia 10-19

Statistics vo2maxkel

N Valid 49

Missing 0

Mean 3.7347

Std. Deviation .60469

vo2maxkel

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid cukup 17 34.7 34.7 34.7

baik 28 57.1 57.1 91.8

sangat baik 4 8.2 8.2 100.0

Total 49 100.0 100.0

Distribusi Subjek Penelitian berdasarkan IMT Kelompok Usia 20-29

(8)

Imtkel

N Valid 11

Missing 0

Mean 2.8182

Std. Deviation .87386

imtkel

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid normal 5 45.5 45.5 45.5

overweight 3 27.3 27.3 72.7

obes I 3 27.3 27.3 100.0

Total 11 100.0 100.0

Tabel 5.7 Distribusi Subjek Penelitian berdasarkan VO2max Kelompok Usia 20-29

Statistics vo2maxkel

N Valid 11

Missing 0

Mean 4.2727

Std. Deviation .46710

vo2maxkel

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

(9)

sangat baik 3 27.3 27.3 100.0

Total 11 100.0 100.0

Tabulasi Silang Responden Berdasarkan Indeks Massa Tubuh Dengan Daya Tahan Jantung Paru(VO2max) Kelompok Usia 10-19 Tahun

imtkel * vo2maxkel Crosstabulation Count

vo2maxkel

Total cukup baik sangat baik

imtkel underweight 6 10 1 17

normal 8 15 3 26

overweight 0 2 0 2

obes I 3 1 0 4

Total 17 28 4 49

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 5.021a 6 .541

Likelihood Ratio 5.783 6 .448

Linear-by-Linear Association .657 1 .418

N of Valid Cases 49

a. 8 cells (66.7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .16.

(10)

imt2x * vo2maxkel Crosstabulation Count

vo2maxkel

Total baik sangat baik

imt2x <22.9 4 1 5

>23 4 2 6

Total 8 3 11

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig.

(1-sided) Point Probabilit

Pearson Chi-Square .244a 1 .621 1.000 .576

Continuity Correctionb .000 1 1.000

Likelihood Ratio .249 1 .618 1.000 .576

Fisher's Exact Test 1.000 .576

Linear-by-Linear Association .222c 1 .637 1.000 .576 .455

N of Valid Cases 11

a. 4 cells (100.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.36. b. Computed only for a 2x2 table

(11)

LAMPIRAN 5

(12)
(13)
(14)

DAFTAR PUSTAKA

Adrianto, E. H., Ningrum D. N. A., 2010. Hubungan Antara Tingkat Kesegaran Jasmani dan Status Gizi dengan Produktivitas Kerja.Jurnal Kesehatan Masyarakat, 5(2).

Aginta, E., 2012. Hubungan antara merokok dan kebiasaan makan dengan Status Gizi pada Remaja Putra. Semarang: Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.

Almy, M. A. & Sukadiyanto, S., 2014. Perbedaan Pengaruh Circuit Training Dan Fartlek Training Terhadap Peningkatan VO2max Dan Indeks Massa

Tubuh.Jurnal Keolahragaan, 2(1): 60.

Anam, M. S., 2010. Pengaruh Intervensi Diet Dan Olahraga Terhadap Indeks Massa Tubuh, Kesegaran Jasmani, hsCRP dan Profil Lipid Pada Anak Obesitas. Semarang: Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.

Andika, B. & Bawono, M. N., 2013. Analisis Status Gizi Dan VO2max Pada Pemain Sepakbola. Jurnal Kesehatan Olahraga, 1(1): 3 .

Anindito, F., 2014. Hubungan Indeks Massa Tubuh Dengan Keterampilan Sepak Bola. Bandar Lampung: Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

Arum, V. M., Mulyati, T., 201. Hubungan Intensitas Latihan, Persen Lemak Tubuh dan Kadar Hemoglobin dengan Ketahanan Kardiorespirasi Atlet Sepak Bola. Journal of Nutrition College 3(1): 180-182.

Bin Mohd Noor, M. D., 2011. Proporsi Indeks Massa Tubuh (IMT) Penderita Penyakit Jantung Koroner Di RSUP Haji Adam Malik Medan. Medan: Repository Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

(15)

Kabupaten Samosir Tahun 2010. Medan: Repository Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Dhara, S. & Chatterjee, K. (2015). A Study of VO2max in Relation with Body Mass Index (BMI) of Physical Education Students. Research Journal of Physical Education Students, 3(6) : 11.

Djojodibroto, R.D., 2013. Anatomi dan Fisiologi Sistem Pernapasan. In: Respirologi. Jakarta: EGC, 21-25.

Fuziyono, A., 2013. Profil Kondisi Fisik Atlet Sepak Bola SMA Negeri 3 Cimahi. Bandung: Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan Universitas Pendidikan Indonesia.

Flegal, K. M., B.I. Graubard, D.F. Williamson et al. 2007. Cause Specific Excess Deaths Associated With Underweight, Overweight, And Obesity. JAMA 298: 391.

Harahap, H., Widodo, Y. & Mulyati, S., 2005. Penggunaan Berbagai Cut-Off Indeks Massa

Hardjanti, S. E., 2011. Perbedaan Pengaruh Latihan Interval Dan Jenis Kelamin Terhadap Kadar Gula Darah Penderita Prediabetes. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.

Herman, D., Faisal, Y., Fachrial, H., & Monaldi, R., 2011. Ambilan Oksigen Maksimal Dan Faal Paru Laki-Laki Sehat Penyelam Dan Bukan Penyelam.J Respir Indo, 31(2): 69.

Hertanto, P. A., 2012. Pengaruh Sirkuit Training Terhadap Kecakapan Menggiring Bola Pada Siswa Sekolah Sepakbola Cakar Mas Berbah Sleman Kelompok

Usia 15-16 Tahun. Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Yogyakarta.

(16)

Iskaningtyas, D. A., 2012. Model Prediksi VO2maks Anak Usia 10-11 tahun etnis Jawa Dari Tes Berjalan 1 Mil Berdasarkan Jenis Kelamin, Denyut Nadi,dan Waktu Tempuh. Depok: Departemen Gizi Kesehaatan Masyarakat Fakultas Kesehatan MasyarakatUniversitas Indonesia.

Kusuma, B. J. & Pinandita, T., 2012. Rancang Bangun Aplikasi Mobile Perhitungan Indeks Massa Tubuh dan Berat Badan Ideal. Jurnal Informatika ISSN 1(4): 158.

Laila, I., 2008. Perbandingan Denyut Jantung Murid Laki–Laki Di Sltp Aek Nabara Selatan Pada Pemberian Minuman Beroksigen Dengan Plasebo Selama Latihan Fisik. Medan: Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Lailani, T. M., 2013. Hubungan Antara Peningkatan Indeks Massa Tubuh Dengan Kejadian Nyeri Punggung Bawah Pada Pasien Rawat Jalan Di Poliklinik Saraf RSUD Dokter Soedarso Pontianak.Jurnal Mahasiswa PSPD Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura,3(1).

Lathiifa, H., 2009. Gambaran Kebiasaa Berolahraga Terhadap Daya Tahan Kardiorespirasi.Pada Siswa-Siswi SMU Triguna Utama Kampung Utan Ciputat Banten Tahun 2009. Jakarta: Repository Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.

Lubis, H. M., Sulastri, D., Afriwardi, 2015. Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Ketahanan Kardiorespirasi, Kekuatan, dan Ketahanan Otot dan Fleksibilitas pada Mahasiswa Laki-Laki Jurusan Pendidikan Dokter Universitas Andalas Angkatan 2013. Jurnal Kesehatan Andalas, 4(10): 147.

Mawi, M., 2003. Indeks massa tubuh sebagai determinan penyakit jantung koroner pada orang dewasa berusia diatas 35 tahun. Jurnal Kedokteran Trisakti, 23(3): 91.

(17)

Meutia, N., 2012. Hubungan Indeks Massa Tubuh Dengan Tekanan Darah Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Medan: Repository Universitas Sumatera Utara.

Mihardja, L., 2004. Sistem Energi Dan Zat Gizi Yang Diperlukan Pada Olahraga Aerobik Dan Anaerobik. Majalah Gizi Medik Indonesia, 3: 9-13.

Mopangga, N., 2014. Pengaruh Interval Training Terhadap Vo2max Pada Mahasiswa Semester I Program Studi Penjaskesrek. Universitas Negeri Gorontalo.

Nagarajoo, S. D., 2012. Perbandingan Faal Paru Pemain Badminton dan Bukan Pemain Badminton di Cikal Medan pada Tahun 2011.Medan: Repository Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Nikolaïdis, P. T., 2012. Physical Fitness Is Inversely Related With Body Mass Index And BodyFat Percentage In Soccer Players Aged 16-18 Years. Medicinski Pregled, 65(11-12), 470-475.

Novia, A., 2011. Gambaran Pengetahuan Ibu-ibu tentang Kesegaran Jasmani pada Ikatan Keluarga Besar Ibu-ibu Kebun Sei Rokan PT Perkebunan Nusantara V. Medan: Repository Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Olivia, W., 2012.Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Kebugaran Fisik pada

Mahasiswa Laki-Laki Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Tahun Masuk 2010.Medan : Repository Fakultas Kedokteran Universitas

Sumatera Utara.

Palar, C. M., Wongkar, D., & Ticoalu, S. H., 2015. Manfaat Latihan Olahraga Aerobik Terhadap Kebugaran Fisik Manusia. Jurnal e-Biomedik, 3(1) : 319. Permaesih, D., & Kusdinar A, H. E., 1999. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi

Ketahanan Kardiovaskuler Pada Pria Dewasa. Buletin Penelitian Kesehatan, 27(2): 231.

(18)

(VO2maks) Atlet Sepak Bola.Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.

Pradana, A., Seno, K. & Puruhita, N., 2014.Hubungan Antara Indeks Massa Tubuh (IMT) Dengan Nilai Lemak Viseral .Fakultas Kedokteran Universitas

Diponegoro.

Powers, S. K. & Howley, E. T., 2009. Circulatory Response to Exercise. In Exercise Physiology (pp. 184-188). New York: McGraw-Hill.

Retnaningsih, E. & Oktariza, R., 2011. Pengaruh Aktifitas Fisik Terhadap Kejadian Obesitas Pada Murid. Jurnal Pembangunan Manusia, 5(2).

Rodriguez, L., 2014. Cardiorespiratory Endurance Lake Sumter State . Available from

http://www.lssc.edu/faculty/leonardo_rodriguez/Downloads%20%20Documents/Phys ical%20Fitness%20Classes/Materials/Ch04_Cardio_Book.pdf. [ Accesed 28 May 2015].

Sandrie Phutri, I., 2014. Gambaran Pasien Yang Membutuhkan Pemeriksaan Spirometri Di Instalasi Diagnostik Terpadu Rumah Sakit Pusat Haji Adam Malik Pada Bulan Juli Tahun 2013.Medan : Repository Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Santo, A. S. & Golding, L. A., 2003. Predicting Maximum Oxygen Uptake From a Modified 3-Minute Step Test. Research Quarterly for Exercise and Sport, 74(1): 110-115.

Sherwood, L. 2012. Fisiologi Manusia: Dari Sel ke Sistem. Ed.6. Jakarta: EGC Sinamo, C.E., 2012. Hubungan Antara Status Gizi, Asupan Gizi, dan Aktivitas Fisik

Dengan VO2max Pada Mahasiswa Program Studi Gizi FKM UI. Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.

Sorongan, C. I., 2012. Hubungan Antara Aktivitas Fisik dengan Status Gizi Pelajar SMP Frater Don Bosco Manado.Manado: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi.

(19)

Sepakbola Putri Di Smp Negeri 2 Pengasih Kulon Progo Tahun Ajaran 2011/2012 : Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Yogyakarta. Susantiningsih, T., 2015. Obesitas dan Stress Oksidatif. Bandar Lampung: Fakultas

Kedokteran Universitas Lampung.

Syuaib, M. M., 2014. Hubungan Kebugaran Kardiovaskuler Denpgan Kualitas Kesehatan Fisik Pada Lansia di PSTW Gau Mabaji Gowa.Jurnal Al

Hikmah 15(1): 54-56.

Tang, A. (2014). Gambaran Tingkat Keseimbangan Atlet Sepakbola Pusat

Pendidikan dan Latihan Olahraga Pelajar Sulawesi Selatan. Jurnal Ilmiah Kesehatan Diagnosis 5(1) : 124

Uliyandari, A., 2009. Pengaruh Latihan Fisik Terprogram Terhadap Perubahan Nilai Konsumsi Oksigen Maksimal (VO2max) Pada Siswi Sekolah Bola Voli Tugu Muda Semarang Usia 11-13 Tahun. Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.

Wahyuni, A. S., 2007. Statistika Kedokteran. Jakarta Timur.Bambodea Communication.

Watulingas, I., Rampengan J.J.V., & Polii, H., 2013. Pengaruh Latihan Fisik Aerobik Terhadap VO2max Mahasiswa Pria dengan Berat Badan Lebih(Overweight). Jurnal e-Biomedik 1(22) : 1065.

Wicaksono, D. & Bawono, M. N., 2014. Hubungan Antara Indeks Massa Tubuh Dan Daya Tahan Jantung–Paru Pada Pemain U-17 Ssb Bina Muda.Jurnal Kesehatan Olahraga, 2(1): 21-27.

Widiantinie, W. & Tafal, Z., 2014. Aktivitas Fisik, Stres, dan Obesitas pada Pegawai Negeri Sipil.Kesmas Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional, 8(7) : 333-334. Wulandari, D. P., 2013. Hubungan Indeks Massa Tubuh Dan Volume Oksigen

(20)

Wood, R. J. (2010). Queen College Step Test .Available from:

(21)

Berat Badan

IMT Tinggi Badan

BAB 3

KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep Penelitian

Kerangka konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian

Pemain Sepak Bola

Jantung -Hipertensi

-Kelainan jantung bawaan

Daya Tahan Jantung Paru(VO2max)

-Umur

-Jenis kelamin -Kebiasan latihan -Anemia

Usia

Jenis Kelamin Genetik

Kebiasaan konsumsi makanan Aktivitas fisik

(22)
(23)
(24)

Pemain Senior

Subjek penelitian yang berada dalam rentang umur 20-29 tahun

IMT pemain senior

dikelompokk an menjadi dua untuk memenuhi syarat uji Fisher yaitu tabel 2x2

 <22.9  >23

3.3 Hipotesa

(25)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian analitik yang bertujuan menilai hubungan antara dua variabel, yaitu IMT dan daya tahan jantung paru pada atlet sepak bola kota Medan. Desain penelitian yang dipakai adalah cross sectional,dimana pendekatan,observasi dan pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (Notoatmodjo, 2010)

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di empat lokasi berlatih pemain sepak bola di beberapa klub sepak bola di kota Medan. Lokasi latihan antara lain lapangan sepak bola Tasbih, lapangan sepak bola Thamrin Graha Metropolitan, lapangan sepak bola Gumarang FC, lapangan sepak bola Medan International School.

4.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian dimulai selama kurang lebih 6 bulan sejak bulan Juli 2015 sampai bulan Desember 2015.

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian 4.3.1 Populasi

(26)

4.3.2 Sampel

Sampel pada penelitian ini adalah pemain sepak bola yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak termasuk kriteria eksklusi pada populasi yang telah ditetapkan. Adapun kriteria yang memenuhi untuk sampel penelitian adalah sebagai berikut: a. Kriteria Inklusi

 Sehat

 Bersedia berpartisipasi menjadi subjek penelitian  Tidak dalam masa perawatan penyakit

b. Kriteria Eksklusi  Merokok

 Peminum alkohol

 Sedang mengalami cedera sendi dan cedera tungkai

 Memiliki kelainan jantung bawaan dan riwayat sesak napas  Menolak untuk berpartisipasi menjadi subjek penelitian

4.3.3 Teknik Pengampilan Sampel

Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah total sampling. Total sampling adalah penentuan sampel dengan mengambil seluruh anggota populasi sebagai responden atau subjek (Sugiyono, 2009). Total sampling pada penelitian ini merangkum seluruh pemain yang berasal dari klub TGM (Thamrin Graha Metropolitan) dan SSB Tasih, Gumarang, dan Medan International School.

Pengambilan sampel dilakukan secara accidental sampling yaitu mengambil sampel yang ada di 4 klub tersebut yang secara kebetulan dijumpai pada saat dilaksanakan tes terhadap pemain.

(27)

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis data primer, yaitu data yang dikumpulkan langsung oleh peneliti dari subjek penelitian. Data primer pada penelitian ini adalah indeks massa tubuh dan daya tahan jantung paru yang didapatkan dengan pengukuran VO2max.

Sebelum pengukuran data, dilakukan wawancara terhadap subjek penelitian untuk menghindari kriteria eksklusi. Setelah itu, peneliti memberitahukan apa yang akan dilakukan kepada subjek penelitian dan meminta kesediaan subjek untuk menerima prosedur yang akan dilakukan. Pengukuran indeks massa tubuh dan VO2max dilakukan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan.

4.5. Metode Pengolahan dan Analisis Data 4.5.1. Pengolahan Data

Pengolahan data adalah suatu langkah penting untuk mendapatkan informasi dari data-data yang masih mentah,belum memberikan informasi apa-apa, dan belum siap disajikan.

1. Editing

Proses editing dilakukan untuk memeriksa kelengkapan dan ketepatan data 2. Coding

Data yang telah terkumpul dan dikoreksi ketepatan dan kelengkapannya kemudian diberi kode oleh peneliti secara manual sebelum diolah dengan komputer.

3. Entry

Data yang telah dibersihkan kemudian dimasukkan ke dalam program komputer SPSS

4. Cleaning

(28)

5. Saving

Penyimpanan data untuk siap dianalisis (Wahyuni, 2007).

4.5.2 Analisis Data

Analisis data adalah proses mendeskripsikan dan menginterpretasikan data yang telah diolah untuk memperoleh makna dari hasil penelitian. Analisis data dilakukan dengan menggunakan program SPSS (Statistical Product and Service Solution). Jenis analisis data yang digunakan adalah analisis bivariat. Analisa bivariat digunakan untuk menyatakan analisis terhadap dua variabel, yaitu variabel dependen dan variabel independen. Pada analisa bivariat digunakan uji Chi-Square karena seluruh variabel dependen dan independen merupakan data kategorik (Sastroasmoro dan Ismael, 2011). Dan apabila tidak memenuhi syarat uji Chi-Square maka akan digunakan uji Fisher Exact.

1. Variabel dependent yang dimaksud adalah indeks massa tubuh dengan skala variabel kategori (ordinal).

(29)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di empat lokasi. Pertama, pengambilan data dilakukan di lapangan sepak bola tempat berlatih klub sepak bola Thamrin Graha Metropolitan (TGM). Lokasi penelitian berada di Jalan Kapten Sumarsono Komplek Graha Metropolitan, Kecamatan Labuhan Deli, Kabupaten Deli Serdang. Klub Thamrin Graha Metropolitan ini berdiri pada tahun 2002 hingga sekarang. Kedua, pengambilan data dilakukan di Sekolah Sepak Bola Tasbih. Lokasi penelitian berada di lapangan sepak bola Komplek Perumahan Taman Setia Budi Indah, di Jalan Setiabudi Blok D, Kelurahan Tanjung Rejo, Kecamatan Medan Sunggal, Kota Medan. Ketiga, pengambilan data dilakukan di Sekolah Sepak Bola Medan International School. Lokasi penelitian berada di jalan Tali Air No.5, Kelurahan Mangga, Kecamatan Medan Tuntungan. Keempat, pengambilan data dilalukan pada Sekolah Sepak Bola Gumarang yang bersekretariat d Jalan Ismaliyah Gg. Rahayu No.1 Jumlah subjek penelitian yang terlibat dalam penelitian ini adalah 60 orang.

5.1.2 Deskripsi Karakteristik Subjek Penelitian

(30)

penelitian yang terlibat dalam penelitian ini ada 60 orang. Berikut ini adalah karakteristik dari subjek penelitian:

5.1. Karakteristik Subjek Penelitian Secara Keseluruhan Karakteristik Frekuensi

(31)

Dari tabel 5.1 di atas didapatkan bahwa mayoritas subjek penelitian (35%) memiliki berat badan dalam rentang 51-60 kg. Rata-rata berat badan subjek penelitian setelah diolah d program SPSSS adalah 58.5 kg (SD 11.1).

Dari tabel 5.1 di atas didapatkan bahwa subjek penelitian yang memiliki IMT normal ada 31 orang (51.7%), subjek penelitian dengan IMT underweight ada 17 orang (28.7%), subjek penelitian dengan berat badan berlebih (overweight) 5 orang (8.3%) dan subjek penelitian dengan obes 1 ada 7 orang (11.7%) . Rata-rata subjek penelitian memiliki IMT normal ( 18.5-22.9).

Setelah dianalisa secara keseluruhan total subjek, peneliti mengelompokkan subjek berdasarkan kelompok daya tahan jantung paru (VO2max) menjadi dua kelompok agar dianalisa lebih lanjut. Kelompok yang akan dianalisa adalah kelompok usia 10-19 dan kelompok usia 20-29.

5.1.4 Karakteristik Subjek Penelitian Kelompok Usia 10-19 5.1.4.1. Indeks Massa Tubuh (IMT)

Tabel 5.2 Distribusi Subjek Penelitian berdasarkan IMT Kelompok Usia 10-19 IMT Nilai Frekuensi

(orang)

Persentase (%)

Underweight ( <18.5) 17 34.7 Normal ( 18.5-22.9) 26 53.1 Overweight ( 23-24.9) 2 4.1 Obes 1 (>25) 4 8.2

Total 49 100

(32)

(4.1%) dan subjek penelitian dengan obes 1 ada 4 orang (8.2%). Rata-rata subjek penelitian memiliki IMT normal ( 18.5-22.9).

5.1.5. Daya Tahan Jantung Paru (VO2max)

Tabel 5.3 Distribusi Subjek Penelitian Berdasarkan VO2max Kelompok Usia 10-19 VO2max Nilai Frekuensi

(orang)

Persentase (%)

Sangat Kurang ( < 38 ) 0 0 Kurang ( 38-46) 0 0 Cukup ( 47-56) 17 34.7 Baik (57-66) 28 57.1 Sangat Baik ( > 66 ) 4 8.2

Total 49 100

Dari tabel 5.3 di atas didapatkan 28 orang memiliki VO2max baik (57.1), 4

orang memiliki VO2max yang sangat baik (8.2%), 17 orang memiliki VO2max yang

cukup. Rata-rata subjek penelitian memiliki VO2max yang berada dalam kategori

baik ( 57-66 ml/kg/menit).

5.1.6 Karakteristik Subjek Penelitian Kelompok Usia 20-29 5.1.6.1 Indeks Massa Tubuh (IMT)

Tabel 5.4 Distribusi Subjek Penelitian berdasarkan IMT Kelompok Usia 20-29 IMT Nilai Frekuensi (orang) Persentase (%)

Underweight ( <18.5) 0 0 Normal ( 18.5-22.9) 5 45.5 Overweight ( 23-24.9) 3 27.3 Obes 1 (>25) 3 27.3

(33)

Dari tabel 5.4 di atas didapatkan bahwa subjek penelitian yang memiliki IMT normal ada 5 orang (45.5%), subjek penelitian dengan berat badan berlebih (overweight) 3 orang (27.3%) dan subjek penelitian dengan obes 1 ada 3 orang (27.3%). Rata-rata subjek penelitian memiliki IMT normal ( 18.5-22.9).

5.1.7 Daya Tahan Jantung Paru (VO2max)

Tabel 5.5 Distribusi Subjek Penelitian berdasarkan VO2max Kelompok Usia 20-29

VO2max Nilai Frekuensi (orang)

Persentase (%)

Sangat Kurang ( < 33 ) 0 0 Kurang ( 33-42) 0 0 Cukup (43-52) 0 0 Baik (53-62) 8 72.7 Sangat Baik ( > 62 ) 3 27.3

Total 11 100

Dari tabel 5.5 di atas didapatkan 8 orang memiliki VO2max baik (72.7%) dan

3 orang memiliki VO2max yang sangat baik (27.3%). Rata-rata subjek penelitian

memiliki VO2max yang berada dalam kategori baik ( 53-62 ml/kg/menit).

5.3 Hasil Analisa Data dan Pembahasan 5.3.1 Hasil Analisa Statistik

Peneliti melakukan analisa statistik terhadap kedua kelompok usia tersebut untuk mengetahui hubungan indeks massa tubuh dengan VO2max kelompok usia

(34)

5.3.1.1. Hubungan Antara Indeks Massa Tubuh Dengan Daya Tahan Jantung Paru (VO2max) Pada Subjek Penelitian Kelompok Usia 10-19 Tahun

Tabel 5.6 Tabulasi Silang Subjek Penelitian Berdasarkan Indeks Massa Tubuh Dengan Daya Tahan Jantung Paru(VO2max)

IMT Kategori tubuh kategori underweight berjumlah 17 orang dengan 6 orang diantaranya memiliki kategori VO2max cukup, 10 orang memiliki VO2max dengan kategori baik dan 1

orang memiliki kategori VO2max yang sangat baik. Subjek yang memiliki indeks

massa tubuh kategori normal berjumlah 26 orang dengan 8 diantaranya memiliki VO2max yang cukup, 15 orang memiliki VO2max yang baik dan 3 orang memiliki

VO2max yang cukup. Subjek yang memiliki indeks massa tubuh kategori overweight

(35)

yang memiliki indeks massa tubuh kategori obes I berjumlah 4 orang, 3 diantaranya memiliki VO2max kategori cukup dan 1 orang memiliki VO2max kategori baik.

Untuk mengetahui hubungan kedua variabel tersebut dilakukan uji Chi Square. Setelah dilakukan uji Chi Square didapatkan nilai p=0.541 (p>0.05). Karena

nilai p yang diperoleh lebih besar dari 0,05, maka hipotesis nol dalam penelitian ini diterima. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan indeks massa tubuh dengan daya tahan jantung paru (VO2max).

5.3.1.2 Hubungan Antara Indeks Massa Tubuh Dengan Daya Tahan Jantung Paru (VO2max) Pada Subjek Penelitian Kelompok Usia 20-29 tahun

Pada kelompok usia 20-29 tahun, kategori IMT yang di dapat ada tiga yaitu normal,overweight, dan obes I. Namun, peneliti mengelompokkan IMT menjadi dua kelompok yaitu IMT<22.9 dan IMT >23. Hal ini dilakukan untuk memenuhi uji Fisher yaitu syarat tabel harus 2x2. Uji fisher dilakukan karena subjek penelitian sangat sedikit atau tidak mencapai 40 orang. Nilai <22.9 berarti IMT subjek berada dalam kategori normal dan underweight. Namun pada kelompok usia 20-29 tidak didapat pemain yang memiliki IMT underweight sehingga makna <22.9 dianggap IMT pemain dalam kategori normal. Sementara itu nilai ≥23 berarti IMT subjek ada yang overweight dan obes. Sedangkan VO2max yang didapat dari distribusi frekuensi

(36)

Tabel 5.7 Tabulasi Silang Subjek Penelitian Berdasarkan Indeks Massa Tubuh Dengan Daya Tahan Jantung Paru(VO2max) Pada Kelompok Usia 20-29

IMT Kategori VO2max p-value

Dari tabel 5.7 di atas didapatkan subjek yang memiliki IMT <22.9 berjumlah 5 orang. Empat diantaranya memiliki VO2max dalam kategori baik dan seorang lagi

memiliki VO2max yang sangat baik. Sementara itu, subjek yang memiliki IMT ≥23

berjumlah 6 orang. Empat diantaranya memiliki VO2max dalam kategori baik dan

dua orang lagi memiliki VO2max yang sangat baik.

. Untuk mengetahui hubungan kedua variabel tersebut dilakukan uji Chi Square. Setelah dilakukan uji Chi Square didapatkan nilai p=1 (p>0.05). Karena nilai p yang diperoleh lebih besar dari 0,05, maka hipotesis nol dalam penelitian ini diterima. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan indeks massa tubuh dengan daya tahan jantung paru (VO2max).

(37)

ml/kg/menit (SD 4.9). Sedangkan, pada kelompok usia 20-29 didapatkan lebih banyak pemain memiliki IMT yang normal (45.5%), daya tahan jantung paru dalam kategori baik (72.7) dengan rata-rata IMT 23 kg/m2 (SD 2,5), VO2max 60

ml/kg/menit (SD 4.8).

5.3.2 Pembahasan

5.3.2.1 Analisa Univariat a. Indeks Massa Tubuh (IMT)

Berdasarkan tabel 5.2 dan tabel 5.4, rata-rata subjek penelitian baik memiliki IMT yang normal. Hal yang sama juga diperoleh pada penelitian Mirza terhadap atlet Pasuruan yang berusia 14-37 tahun dengan nilai IMT yang berada dalam kisaran normal 18.5-22. Pada penelitian Tang tahun 2014 pada atlet sepak bola di Makassar yang berusia 17-30 tahun didapati rata-rata IMT normal yaitu sekitar 81%. Selain itu, pada penelitian Arum pada atlet sepak bola usia 15-18 tahun pada tahun 2013 dari 33 atlet sepak bola yang diteliti 78.8% memiliki IMT normal 22.08 20 kg/m2. Namun dari distribusi frekuensi data ini masih ditemukan atlet yang IMT nya (overweight dan obesitas) dan underweight.

(38)

b. Daya Tahan Jantung Paru (VO2max)

Berdasarkan tabel 5.5 dan 5.7 di atas, masing-masing kelompok memiliki VO2max dalam kategori baik. Pada kelompok usia 10-19 tahun rata-rata VO2max nya

58.8 ml/kg/menit (SD 4.9) dan pada kelompok usia 20-29 didapatkan rata-rata VO2max a 60 ml/kg/menit (SD 4.8) . Hal ini sejalan dengan penelitian Mermier tahun

2008 pada atlet laki-laki berusia 18-23 tahun di Meksiko. Nilai VO2max yang didapat

dalam kategori baik rata-rata sekitar 60.8 ml/kg/menit. Sementara itu, pada penelitian Lubis tahun 2013 terhadap mahasiswa laki-laki yang sehat dengan rentang umur 19-28 tapi memiliki pola hidup sedentary, daya tahan jantung paru yang didapat lebih buruk yaitu 28-46 ml/kg/menit.

Daya tahan jantung paru dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satuya adalah latihan aerobik. Latihan aerobik pemain sepak bola berupa latihan, pemanasan secara teratur dan dalam intensitas tertentu. Latihan aerobik dapat meningkatkan nilai VO2max dikarenakan saat melakukan latihan tersebut kebutuhan otot akan oksigen

meningkat karena otot yang aktif mengoksidasi molekul nutrien lebih cepat untuk memenuhi peningkatan kebutuhan energinya. Pada penelitian yang dilakukan Arum pada tahun 2009 dilakukan pelatihan fisik secara aerobik dan teratur selama enam minggu terhadap atlet sepak bola. Pelatihan fisik dilakukan secara teratur yang artinya frekuensi latihan >3x seminggu,dalam waktu 30-60 menit dengan intensitas sedang-berat. Dari penelitian tersebut terbukti ada kemajuan dalam nilai VO2max dari

58,1 ml/kg/menit menjadi 64,3 ml/kg/menit.

(39)

5.3.2.2 Analisa Bivariat

5.3.2.2.1 Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Daya Tahan Jantung Paru Melalui hasil uji Chi Square pada kelompok usia 10-19 didapati nilai signifikan p=0.541 ( p > 0.05). Hasil penelitian ini menunjukkan tidak ada hubungan antara indeks massa tubuh dengan VO2max pemain sepak bola. Hal ini didukung

dengan gambaran distribusi subjek penelitian berdasarkan IMT dan VO2max nya.

Atlet yang memiliki berat badan obes dan overweight ada juga yang memiliki VO2max dalam kategori baik

Melalui hasil uji Fisher Exact tabel 2x2 pada kelompok usia 20-29 didapati nilai p=1 (p > 005). Hasil penelitian ini juga menunjukkan tidak ada hubungan antara indeks massa tubuh dengan VO2max pemain sepak bola. Hal ini didukung dengan

gambaran distribusi subjek penelitian berdasarkan IMT dan VO2max nya. Pada

gambaran distribusi hanya ditemukan atlet yang memiliki VO2max kategori baik dan

sangat baik walau indeks massa tubuh overweight atau obes.

Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Lubis tahun 2015 yang menyatakan bahwa ada hubungan antara indeks massa tubuh dengan daya tahan jantung paru (VO2max) walaupun korelasinya rendah. Lubis menyatakan bahwa IMT

yang tinggi berbanding terbalik dengan VO2max. Semakin tinggi IMT maka VO2max

berkurang. Menurut Lubis, IMT mampu memprediksi nilai VO2max sebesar 6.15 %

yang berarti ada 93.85% faktor yang mempengaruhi VO2max selain IMT.

Hasil penelitian ini juga tidak sejalan dengan penelitian Pate dalam Olivia yang menilai tingkat kebugaran kardiorespirasi (VO2max) pada kelompok usia 19-28

tahun di Amerika Serikat,didapatkan bahwa laki-laki dengan normoweight memiliki VO2max yang lebih baik (48.2 (SD 0.5) ml/kg/menit) daripada individu yang berisiko

menjadi overweight (43.5 (SD 0.6) ml/kg/menit) maupun individu yang overweight (41.6 (SD 1.0) ml/kg/menit), p < 0.001.

(40)

cardiac output. Akibatnya jumlah darah yang dipompakan dan jumlah oksigen yang diedarkan menjadi lebih sedikit. Sementara, penumpukan lemak pada otot akan menghambat otot dalam menggunakan pasokan oksigen dari darah. Peningkatan resistensi pembuluh darah akibat penumpukan lemak merpakan hal yang dapat memperburuk dan menghambat pendistribusian oksigen ke seluruh sel dalam tubuh. Hal-hal tersebut mengakibatkan berkurangnya ambilan oksigen. Jika hal ini terus menerus terjadi maka akan terjadi penurunan dalam daya tahan jantung paru seseorang (Olivia, 2011).

Namun pada penelitian Dhara, et al (2015) menyatakan mengenai indeks massa tubuh tidak mempunyai hubungan dengan daya tahan jantung paru dapat dijumpai di lapangan pertandingan. Pemain yang memiliki indeks massa tubuh lebih tinggi sedikit lebih mampu untuk menyimpan banyak energi dalam bentuk glikogen/glukosa dan dalam bentuk lemak tubuh yang akan melakukan serangkaian proses biomekananikal untuk memasok ketidaksediaan energi sehingga dapat meningkatkan kestabilan dalam bertanding.

(41)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Dari seluruh proses analisa yang telah dilakukan, peneliti menarik beberapa kesimpulan diantaranya :

1. Tidak terdapat hubungan antara indeks massa tubuh dengan daya tahan jantung paru (VO2max) pada atlet sepak bola.

2. Nilai rata-rata IMT pada kelompok usia 10-19 tahun termasuk dalam IMT kategori normal.

3. Nilai rata-rata IMT pada kelompok usia 20-29 tahun termasuk dalam IMT kategori overweight.

4.Nilai rata-rata VO2max pada kelompok usia 10-19 tahun termasuk dalam kategori

baik.

5.Nilai rata-rata VO2max pada kelompok usia 20-29 tahun termasuk dalam kategori

baik.

6.2 Saran

1. Bagi atlet yang memiliki IMT dalam kategori underweight, overweight dan obes dianjurkan untuk melakukan pemantauan terhadap berat badan dengan menjaga asupan kalori dan melakukan latihan fisik rutin.

2. Bagi beberapa atlet dianjurkan untuk mempraktikkan pola hidup sehat agar kualitas permainan semakin meningkat

3. Bagi pelatih disarankan untuk mencatat data berat badan dan daya tahan jantung paru setiap bulan agar selalu dievaluasi.

(42)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Indeks Massa Tubuh

2.1.1 Pengertian Indeks Massa Tubuh

Indeks massa tubuh (IMT) adalah nilai yang diambil dari perhitungan antara berat badan (BB) dan tinggi badan (TB) seseorang (Nor, 2011). Indeks massa tubuh ini ditemukan oleh Quetelet ahli statistik Belgia dari perhitungan secara konvensional yaitu dengan membagi berat badan (dalam kilogram) dengan kuadrat dari tinggi badan (dalam meter) (Lailani, 2013).

IMT = � ��� �� � (��) [�� ��� �� � ( )]2

Pengunaan IMT hanya berlaku untuk orang dewasa yang berusia 18 tahun ke atas. Berbeda dengan orang dewasa, IMT pada anak berubah sesuai dengan umur dan peningkatan berat badan serta panjang badan. Pengukuran dan penilaian menggunakan IMT berhubungan dengan kekurangan dan kelebihan status gizi. Gizi kurang dapat meningkatkan risiko terhadap penyakit infeksi dan gizi lebih dengan akumulasi lemak tubuh berlebihan meningkatkan risiko menderita penyakit degeneratif (Pradana, 2014).

Indeks Massa Tubuh tidak mengukur lemak tubuh secara langsung, tapi hasil riset telah menunjukan bahwa IMT berkorelasi dengan pengukuran lemak tubuh secara langsung, seperti pengukuran dalam air dan dual energi x-ray absorptiometry (DXA). IMT adalah metode yang tidak mahal dan gampang untuk dilakukan untuk memberikan indikator atas lemak tubuh dan digunakan untuk screening berat badan yang dapat mengakibatkan problema kesehatan (CDC dalam Mutia, 2010).

(43)

Mellitus menjadi 2 kali lipat, dan prevalensi ini naik menjadi 3 kali lipat pada orang dengan IMT 28 (Harahap et al., 2005).

2.1.2 Komponen Indeks Massa Tubuh A. Tinggi badan

Menurut Hanom (2012) tinggi badan adalah jarak maksimum dari verteks ke telapak kaki. Tinggi badan diukur dengan keadaan berdiri tegak lurus, tanpa menggunakan alas kaki, kedua tangan merapat ke badan, punggung dan bokong menempel pada dinding serta pandangan di arahkan ke depan. Kedua lengan tergantung relaks di samping badan. Bagian pengukur yang dapat bergerak disejajarkan dengan bagian teratas kepala (vertex) dan harus diperkuat pada rambut kepala yang tebal (Pradana, 2014).

B. Berat badan

Penimbangan berat badan terbaik dilakukan pada pagi hari bangun tidur sebelum makan pagi, sesudah 10-12 jam pengosongan lambung. Timbangan badan perlu dikalibrasi pada angka nol sebagai permulaan dan memiliki ketelitian 0,1 kg. Berat badan dapat dijadikan sebagai ukuran yang reliabel dengan mengkombinasikan dan mempertimbangkannya terhadap parameter lain seperti tinggi badan, dimensi kerangka tubuh, proporsi lemak, otot, tulang dan komponen berat patologis (seperti edema dan splenomegali). Berat badan ideal orang dewasa dapat diperoleh menggunakan formula Lorentz: (Pradana, 2014).

BBI (laki-laki) = (TBcm - 100) - (TBcm - 150) / 4

(44)

2.1.3 Klasifikasi Indeks Massa Tubuh

Tabel 2.2. Klasifikasi IMT menurut Kriteria Asia Pasifik

Klasifikasi IMT

Berat badan kurang < 18.5

Kisaran normal 18.5-22.9

Berat badan lebih ≥ 23

Berisiko 23-24.9

Obes I 25-29.9

Obes II ≥ 30

(Sumber: Sugondo, 2006. Ilmu Penyakit Dalam Ed. IV Jilid)

2.1.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Indeks Massa Tubuh 2.1.4.1 Usia

Pada penelitian Lamon-Fava S. et al dalam Mawi menunjukkan bahwa IMT

berhubungan erat dengan usia. Pada usia ≤ 50 tahun IMT akan menurun dan

kemudian mendatar pada usia sekitar 50 tahun, sedangkan pada usia > 50 tahun IMT akan semakin meningkat dengan meningkatnya usia responden. Hal ini dapat terjadi mengingat pada usia > 50 tahun pola hidup masyarakat umumnya lebih santai dan secara ekonomi lebih stabil (Mawi, 2013).

2.1.4.2 Jenis Kelamin

(45)

2.1.4.3 Aktivitas fisik

Asupan energi yang berlebih dan tidak diimbangi dengan pengeluaran energi yang seimbang (dengan kurang melakukan aktivitas fisik) akan menyebabkan terjadinya penambahan berat badan (Sorongan, 2012).

Penelitian pada anak sekolah mengatakan sebanyak 58 % kejadian obesitas akan terjadi pada kelompok murid yang mempunyai aktifitas fisik ringan dan atau sedang sebesar 49 % kejadian obesitas tidak akan terjadi pada populasi, apabila mereka mempunyai aktifitas fisik berat (Retnanigsih et al, 2011).

Penelitian pada PNS usia 30-49 tahun mengatakan semakin berat aktivitas

fisik, semakin kecil risiko obesitas. Pekerja yang beraktivitas fisik sedang berisiko

0,4 kali lebih kecil untuk mengalami obesitas dibandingkan dengan yang beraktivitas

fisik ringan. Pekerja yang beraktivitas fisik berat berisiko 0,6 kali lebih kecil untuk

mengalami obesitas daripada yang beraktivitas fisik ringan (Widiantinie et al, 2014).

2.1.4.4 Kebiasaan merokok

(46)

2.2 Sistem kardiorespirasi

Sistem kardiorespirasi adalah merupakan salah satu sistem di tubuh yang berperan dalam keadaan homeostasis. Sistem kardiorespiratori terdiri dari jantung,pembuluh darah, dan sistem pernapasan. Sistem kardiorespiratori berfungsi untuk transport oksigen,nutrien, dan substansi yang terkandung dalam darah ke jaringan dan organ serta mengangkut zat-zat sisa metabolisme (Rodriguez, 2014).

2.2.1 Fisiologi Jantung daan Pembuluh darah

Jantung mengalami beberapa pergerakan yang dramatis yang berurutan mulai dari kontraksi yaitu memompakan darah keluar melalui bilik, dan relaksasi yaitu pengisian darah ke dalam bilik. Pada siklus jantung dikenal istilah sistol dan diastol yang masing-masing menunjukan periode kontraksi dan relaksasi. (Elaine et al ,2007). Proses mekanisme siklus jantung terdiri dari sebagai berikut :

1. Middiastol ventrikel

Karena darah dari sistem vena terus mengalir ke dalam atrium maka

tekanan atrium sedikit melebihi tekanan ventrikel meskipun kedua rogga ini berada dalam keadaan relaksasi.karena perbedaan tekanan ini maka katub AV terbuka, dan darah mengalir langsung dari atrium ke dalam ventrikel sepanjang diastol ventrikel. Akibat pengisian pasif ini, volume ventrikel secara perlahan meningkat bahkan sebelum atrium mulai berkontraksi.

2. Menjelang akhir diastol ventrikel

Impuls dari SA node menyebar ke seluruh atrium yang kemudian meningkatkan tekanan atrium sehigga memeras lebih banyak darah ke dalam ventrikel

3. Akhir diastol ventrikel

Pada saat ini,kontraksi atrium dan pengisian ventrikel telah tuntas. Volume darah di ventrikel pada akhir diastol dikenal sebagai volume diastolik akhir.tidak ada lagi darah yang akan ditambahkan pada siklus ini.

(47)

Setelah eksitasi atrium, impuls merambat melalui nodus AV untuk merangsang ventrikel. Sewaktu kontraksi ventrikel dimulai, tekanan ventrikel segera melebihi tekanan atrium sehingga perbedaan tekanan ini menyebabkan katup AV menutup

5. Kontraksi ventrikel isovolumetrik

Setelah tekanan ventrikel melebihi tekanan atrium dan katup AV tertutup, untuk membuka katup aorta, tekanan ventrikel harus terus meningkat melebihi tekanan aorta. Oleh sebab itu, setelah katup AV tertutup dan sebelum katup aorta terbuka terdapat periode singkat ketika ventrikel menjadi ruangan tertutup. Karena semua katup tertutup maka tidak ada darah yang masuk atau keluar dari ventrikel selama waktu ini. Interval ini dinamakan kontraksi ventrikel isovolumetrik. Selama kontraksi ventrikel isovolumetrik, tekanan ventrikel terus meningkat karena volume tidak berubah.

6. Ejeksi ventrikel

Ketika tekanan ventrikel melebihi tekanan aorta, katup aorta terbuka dan dimulailah ejeksi(penyemprotan) darah keluar dari masing-masing ventrikel. Jumlah darah yang dipompa keluar dari masing-masing ventrikel pada setiap kontraksi disebut dengan isi sekuncup. Volume ventrikel menurun secara bermakna sewaktu darah dengan cepat dipompa keluar. Sistol ventrikel mencakup periode kontraksi isovolumetrik dan fase ejeksi ventrikel.

7. Akhir sistol ventrikel

Ventrikel tidak mengosongkan isinya secara sempurna selama fase ejeksi. Jumlah darah yang tertinggal di ventrikel pada akhir sistol ketika ejeksi selesai disebut volume sistolik akhir.

8. Repolarisasi ventrikel dan awitan diastol ventrikel

Sewaktu ventrikel mulai melemas pada repolarisasi tekanan ventrikel turun di bawah tekanan aorta dan katup aorta menutup. Tidak ada lagi darah yang keluar dari ventrikel selama siklus ini karena katup aorta telah menutup

(48)

Saat katup aorta menutup, katup AV belum terbuka, karena tekanan ventrikel masih melebihi tekanan atrium, sehingga tidak ada darah yang masuk ke ventrikel dari atrium. Karena itu,semua katup kembali tertutup untuk waktu yang singkat dikenal sebagai relaksasi ventrikel isovolumetrik.

10.Pengisian ventrikel

Ketika tekanan ventrikel turun di bawah tekanan atrium,katup AV membuka dan ventrikel kembali terisi.repolarisasi atrium dan depolarisasi ventrikel terjadi bersamaan, sehingga atrium berada dalam keadaan diastol selama sistol ventrikel. Darah terus mengalir dari vena-vena paru ke dalam atrium kiri menyebabkan tekanan atrium meningkat dan katup AV terbuka. Pengisian ventrikel mula-mula berlangsung cepat. Pengisian ventrikel melambat sewaktu darah yang terakumulasi tersebut disalurkan ke ventrikel, dan tekanan atrium mulai turun. Selama periode penurunan pengisian ini, darah terus mengalir dari vena pulmonalis ke dalam atrium kiri dan menembus katup AV ke dalam ventrikel kiri. Selama diastol ventrikel tahap akhir, ketika pengisian ventrikel melambat, nodus SA kembali melepaskan muatan listrik dan siklus jantung kembali berulang (Sherwood, 2002).

Aorta bercabang menjadi pembuluh-pembuluh darah yang lebih kecil lagi. Cabang arteri yang paling kecil lebih lanjut bercabang menjadi pembuluh kapiler. Kapiler merupakan pembuluh darah yang sangat tipis yang menyalurkan oksigen dan darah yang kaya nutrisi ke jaringan dan membawa darah kotor menuju venula, dari venula akan dibawa ke vena yang lebih besar untuk kembali ke siklus jantung awal (Rodriguez, 2014).

2.2.2 Fisiologi repirasi

Respirasi adalah usaha tubuh untuk memenuhi kebutuhan O2 untuk proses

(49)

organ paru dan saluran napas bersama kardiovaskuler sehingga dihasilkan darah yang kaya oksigen

Sistem faal paru dikatakan normal jika hasil kerja proses ventilasi, distribusi, perfusi, serta hubungan antara ventilasi dengan perfusi pada orang tersebut dalam keadaan santai menghasilkan tekanan parsial gas darah arteri (PaO2 dan PaCO2) yang

normal.

Proses pada sistem pernapasan adalah sebagai berikut: 1. Ventilasi

Ventilasi merupakan volume udara yang bergerak masuk dan keluar dari hidung atau mulut pada proses bernapas.

2. Distribusi

Udara yang telah memasuki saluran napas didistribusikan ke seluruh paru kemudian masuk ke dalam alveoli. Udara tidak semua terbagi rata ke alveoli bergantung pada resistance dan compliance paru.

3. Perfusi

Perfusi merupakan sirkulasi darah di dalam pembuluh kapiler paru 4. Difusi gas O2 dan CO2

Difusi merupakan peristiwa pasif berupa perpindahan molekul oksigen dari rongga alveoli melintasi membrane kapiler alveolar, kemudian membatasi plasma darah, selanjutnya menembus dinding sel darah merah, dan akhirnya masuk ke interior sel darah merah sampai berikatan dengan hemoglobin. Oksigen dan karbondioksida menembus dinding alveolus dan kapiler pembuluh darah dengan cara difusi (Djojodibroto, 2013).

2.2.3 Mekanisme Respirasi

(50)

setelah dapat rangsangan kemudian mengkerut datar. Dengan demikian jarak antara stenum (tulang dada) dan vertebrata semakin luas dan lebar. Rongga dada membesar maka pleura akan tertarik, dengan demikian menarik paru-paru maka tekanan udara di dalamnya berkurang sehingga udara dari luar masuk

Ekspirasi merupakan proses pasif yang tidak memerlukan kontraksi otot untuk menurunkan intratorakal. Ekspirasi terjadi apabila pada suatu saat otot-otot akan kendur lagi (diafragma akan menjadi cekung, muskulus interkostalis miring lagi) dan dengan demikian rongga dada menjadi kecil kembali, maka udara didorong keluar (Syaifuddin, 1996 dalam Phutri, 2014).

Gambar 2.1 Sirkulasi Jantung-Paru-Pembuluh Darah

(51)

2.3 Metabolisme Energi Saat Berolahraga

Proses metabolisme energi di dalam tubuh adalah untuk meresintesis molekul ATP baik secara aerobik maupun anaerobik. ATP adalah senyawa fosfat yang berenergi tinggi yag menyimpan energi untuk tubuh. ATP terbentuk dari nukleotida adenosine ditambah dengan gugus fosfat dalam ikatan yang berenergi tinggi. Di dalam jaringan otot, hidrolisis 1 mol ATP akan menghasilkan energi sebesar 31 kJ (7.3 kkal) serta akan menghasilkan produk lain berupa ADP (adenosine diphospate) dan Pi (inorganik fosfat) (Hardjanti, 2011)

2.3.1 Metabolisme Energi Pada Olahraga Aerobik

Pada kegiatan olahraga dengan aktivitas aerobik yang dominan, metabolisme energi akan berjalan melalui pembakaran simpanan karbohidrat, lemak dan sebagian kecil (±5%) dari pemecahan simpanan protein yang terdapat di dalam tubuh untuk menghasilkan ATP.

Sistem aerobik membutuhkan oksigen untuk menguraikan glikogen/glukosa menjadi CO2 dan H2O melalui siklus Krebs (tricarboxyclic acid cyde= TCA) dan

sistem transport elektron. Reaksi aerobik terjadi dalam sel otot yaitu pada organel mitokondria. Sistem aerobik menghasilkan ATP lebih lambat daripada sistem ATP-CP dan asam laktat, tetapi produksi ATP jauh lebih besar.

Pemecahan 1 mol atau 180 gram glikogen, pada keadaan oksigen cukup tersedia, dihasilkan energi sebanyak 39 mol ATP. CO2 akan masuk ke dalam darah,

dibawa ke paru untuk dikeluarkan dan diganti dengan O2. Air berguna untuk sel

(52)

2.3.2 Metabolisme Energi Pada Olahraga Anaerob

Sistem pemakaian energi anaerobik yang dapat menghasilkan ATP selama olahraga yaitu sistem ATP-kreatin fosfat (ATP-CP) dan sistem asam laktat. Sistem ATP-CP berguna untuk menggerakkan otot 6–8 detik, misalnya pada olahraga anerobik seperti sprint 100 m, angkat besi dan tolak peluru. Pada otot hanya sedikit ATP yang tersimpan. Estimasi tiap molekul ATP yang terurai sebesar 7–12 kalori. Disamping ATP, otot skelet juga mempunyai senyawa fosfat berenergi tinggi lain yaitu kreatin fosfat (CP), yang dapat digunakan untuk menghasilkan ATP. Sistem ATP-CP merupakan sistim anaerobik dimana ATP dan CP dapat diuraikan tanpa adanya oksigen.

Sistem asam laktat adalah sistem anaerobik dimana ATP dihasilkan otot skelet melalui glikolisis. Sistem asam laktat penting untuk olahraga intensitas tinggi yang lamanya 20 detik–2 menit seperti sprint 200–800 m dan renang gaya bebas 100 m. Glukosa dari glikogen otot dipecah menjadi asam laktat. Sistem ini penting untuk exercise anaerobik dengan intensitas tinggi yang berguna untuk melakukan kontraksi otot. Setelah 1,5 – 2 menit melakukan exercise anaerobik, penimbunan laktat yang terjadi akan menghambat glikolisis, sehingga timbul kelelahan otot. Pada sistem ini dari 1 mol (180 gram) glikogen otot dihasilkan 3 molekul ATP dan berjalan tanpa kehadiran oksigen (O2) (Mihardja, 2004)

2.4 Perubahan Fisiologis Tubuh Saat Olahraga

2.4.1 Adaptasi Fisiologis Sistem Kardiovaskuler Saat Olahraga

Saat berolahraga, kebutuhan metabolisme oksigen pada otot skeletal meningkat. Untuk memenuhi kebutuhan oksigen yang meningkat tersebut, aliran darah pada otot yang berkontraksi harus meningkat juga.

1. Perubahan curah jantung saat latihan

(53)

kurang lebih 5 L per menit pada laki-laki berukuran rata-rata dan kurang 20 % pada perempuan (LIPI, 2009).

Curah jantung meninggi saat latihan akibat volume isi sekuncup dan denyut nadi yang meningkat. Sekitar 80-85% total curah jantung menuju ke otot skeletal yang berkontraksi. Pada latihan yang berat, persentasi curah jantung dikurangi ke otak dibandingkan pada saat istirahat (Powers & Howley, 2009)

2. Peningkatan Denyut Nadi

Denyut nadi merupakan rambatan dari denyut jantung yang dihitung tiap menitnya dengan hitungan repetisi (kali/menit), dengan denyut nadi normal 60-100kali/menit. Peningkatan denyut nadi terutama disebabkan oleh tonus vagal yang menurun daripada peningkatan rangsangan simpatis. Rangsangan simpatis disebakan oleh perintah beberapa pusat di otak dan mekanoreseptor di otot yang menimbulkan takikardi, kontraksi otot jantung dan vasokonstriksi. Peningkatan denyut jantung juga dipengaruhi oleh sekresi adrenalin pada awal latihan dan peningkatan suhu tubuh pada latihan fisik yang berlanjut (Laila, 2007).

3. Distribusi aliran darah

Untuk memenuhi kebutuhan oksigen pada otot skeletal saat latihan, maka tubuh mengurangi aliran darah ke organ yang kurang aktif bergerak (Powers & Holey, 2009).

2.4.2 Adaptasi Dari Sistem Pernapasan

Pemakaian oksigen sangat meningkat, karena otot yang aktif mengoksidasi molekul nutrien lebih cepat untuk memenuhi peningkatan kebutuhan energinya.

(54)

 Peningkatan proses metabolisme pada otot menghasilkan lebih banyak panas, karbondioksida, dan ion hidrogen. Semua faktor ini meningkatkan penggunakan oksigen dalam otot, yang meningkatkan oksigen arteri juga. Akibatnya, lebih banyak karbondioksida memasuki darah, meningkatkan kadar karbon dioksida dan ion hydrogen dalam darah. Hal ini akan dirasakan oleh kemoreseptor, yang sebaliknya merangsang pusat inspirasi, dimana terjadi peningkatan dan kedalaman pernapasan.

 Frekuensi pernapasan juga sangat meningkat (Nagarajoo, 2011)

Gambar 2.2. Adaptasi Fisiologis Tubuh saat Olahraga

2.5 Definisi Daya Tahan Jantung Paru

(55)

Daya tahan jantung paru merupakan komponen yang penting dalam kesegaran jasmani dengan sistem jantung,paru dan pembuluh darah berfungsi dalam keadaan optimal dalam keadaan istirahat dan kerja dalam mengambil oksigen dan menyalurkan ke dalam jaringan yang aktif sehingga dapat digunakan pada proses metabolismetubuh (Permaesih, 1999).

Daya tahan jantung paru adalah kemampuan jantung untuk melakukan kerja yang lebih dari biasanya dan kemampuan jantung untuk segera pulih dari aktivitas yang berlebihan. Sistem kardiovaskular yang efisien mampu menyesuaikan aliran darah untuk menyuplai oksigen ke jaringan yang penting dan membuang bahan-bahan kimia yang diproduksi pada kontraksi otot (Allan J.Ryan et al, 1974).

Kualitas daya tahan paru jantung secara kuantitatif dinyatakan dengan kapasitas aerobik maksimal (VO2max) yang diukur dalam satuan ml/kg bb/Menit

(Almy, 2014).

2.5.1 Kapasitas Aerobik maksimal (VO2max)

Baku emas dalam pengukuran daya tahan jantung paru adalah konsumsi oksigen maksimal (VO2max). VO2max adalah kapasitas sistem kardiovaskular dalam

menghantarkan oksigen oleh darah ke massa otot yang terlibat dalam kerja yang dinamis selama satu menit (Guyton, 2010). VO2max dianggap sebagai pengukur

terbaik untuk menilai sistem kardiovaskuler saat olahraga dan lazim diinterpretasikan sebagai indeks daya tahan jantung paru (Howley et al, 1995).

(56)

VO2max juga dapat diartikan sebagai kemampuan maksimal seseorang untuk

mengkonsumsi oksigen selama aktivitas fisik pada ketinggian yang setara dengan permukaan laut. VO2maks merefleksikan keadaan paru, kardiovaskuler, dan

hematologik dalam pengantaran oksigen, serta mekanisme oksidatif dari otot yang melakukan aktivitas (Uliyandari, 2009).

VO2max adalah hasil dari curah jantung maksimal dan ekstraksi O2 maksimal

oleh jaringan, dan keduanya meningkat dengan latihan. Perubahan yang terjadi pada otot rangka dengan latihan adalah peningkatan jumlah mitokondria dan enzim yang berperan dalam metabolisme oksidatif. Terjadi peningkatan jumlah kapiler dengan distribusi darah ke serat otot menjadi lebih baik. Efek akhir ialah ekstraksi O2 yang

lebih sempurna dan akibatnya untuk beban kerja yang sama, peningkatan pembentukan laktat lebih rendah (Wulandari, 2013).

(57)

2.5.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi daya tahan jantung paru dan VO2max Usia

Nilai VO2max mengalami penurunan seiring dengan bertambahnya umur,

dimana kecepatan penurunan VO2max pada lansia sekitar 10% per dekade, dan sekitar

5% per dekade pada orang yang aktif (Oliveira et al, 2008 dalam Syuaib, 2013).

Konsumsi oksigen maksimal mencapai puncak pada umur 18 sampai 30 tahun. Nilai

VO2max mulai turun secara perlahan setelah umur 25 tahun sebesar 0,5 ml/kg/menit

pertahun bila seseorang tidak melakukan latihan yang teratur nilainya akan turun

curam. Bila latihan dilakukan dengan teratur nilainya akan dapat bertahan lama

(Herman, 2011).  Genetik

Faktor genetik yang berpengaruh dalam daya tahan jantung paru adalah genotip Angiotensin Converting Enzim (kinase II). Polimorfisme ACE mempengaruhi metabolisme zat yang berperan dalam remodeling pembuluh darah sehingga setiap individu memiliki respon berbeda terhadap latihan fisik (Arum, 2013). Di dalam tubuh sifat genetik mempengaruhi fungsi pergerakan otot yang ditentukan oleh perbedaan jenis serabut otot yang menunjukkan perbedaan struktural,histokimiawi, dan sifat karakteristik (Fatmah et al, 2011 dalam Iskaningtyas, 2012).

Menurut Brian Sharkey, pengaruh genetik pada kekuatan otot dan daya tahan

otot pada umumnya berhubungan dengan komposisi serabut otot yang terdiri dari

serat merah dan serat putih. Seseorang yang memiliki lebih banyak serat merah lebih

tepat untuk melakukan kegiatan bersifat aerobik, sedangkan yang lebih banyak

memiliki serat otot rangka putih, lebih mampu melakukan kegiatan yang bersifat

anaerobik (Lathiifa, 2009).  Jenis Kelamin

(58)

mempunyai nilai yang lebih besar (Palar et al., 2015). Menurut Sharkey (2011) salah satu penyebab perbedaan tersebut adalah perbesaan hemoglobin yang merupakan komponen pembawa oksigen dalam sel darah merah. Laki-laki memiliki 15 gram per 100 mililiter darah sementara perempuan hanya 13 gram per 100 mililiter darah. Total hemoglobin merupakan penentu VO2max (Iskaningtyas, 2012).

Aktivitas fisik

Peningkatan konsumsi oksigen pada saat latihan dikarenakan kadar darah meningkat . pada saat melakukan aktivitas fisik, kontraksi otot rangka mengakibatkan kebutuhan oksigen dan sumber energi untuk kontraksi otot rangka meningkat. Untuk memenuhi kebutuhan otot tersebut, maka terjadi peningkatan aktivitas pernapasan, jantung, sistem sirkulasi,darah, hormonal, dan sistem syaraf dan metabolisme (Sinamo, 2012).

Kebiasaan merokok

Zat-zat beracun seperti nikotin,karbon monoksida, tar, zat adiktif memberikan dampak buruk pada jantung dan pembuluh darah. Zat-zat tersebut meningkatkan kebutuhan oksigen dan menyempitkan pembuluh darah. kebiasaan merokok menurunkan jumlah udara yang dapt dihirup paru-paru, hormon yang diproduksi dalam darah akan menurunkan tekanan darah dalam otot sebagai respon terhadap kegiatan merokok sehingga mengakibatkan terbatasnya penggunaan oksigen (Sinamo, 2012).

Komposisi tubuh

(59)

2.5.3. Pengukuran VO2max

Penilaian VO2max dapat secara langsung atau melalui prediksi. Pengukuran

langsung dilakukan dengan cara tes beban kerja maksimal. Tes ini menggunakan tenaga semaksimal mungkin. Tes ini menetukan nilai kebugaran kardiorespirasi bukan sekedar memprediksi nilai daya tahan jantung paru (Nieman, 1990 dalam Lathiffa, 2009). Pengukuran VO2max secara prediksi dapat dinilai dengan cara:

Tes di lapangan (field test)

Ada beberapa cara,yaitu : lari 12 menit, berjalan jauh 1 mil, lari selama 9 menit.Tes ketahanan lari sekurang-kurangnya harus berjarak 1 mil atau lebih untuk mengukur sistem aerobik. Kemampuan berlari dengan jarak pengujian 1 mil atau lebih terbukti menunjukkan suatu hubungan yang signifikan degan kemampuan aerobik dalam keadaan maksimal

 Tes dengan beban kerja submaksimal

Cara yang dapat digunakan adalah tes langkah(step test).

Tes dengan kekuatan submaksimal mengukur perkiraan nilai VO2max dengan

cara mengukur denyut jantung terhadap latihan submaksimal dengan menetapkan beban kerja sebelumnya, contoh menetapkan tempo yang tetap dalam melangkah pada step test. Beberapa variasi ddalam latihan step tes adalah The Canadian Aerobik Fitness(CAFT),Harvard Step Test,YMCA Three Minute Step Test, American College of Sport Medicine Bench Step Test. (Olivia, 2010 dan Lathiifa, 2009)

Menurut Shephard (1968) dalam Watkins (1984) pengukuran langsung VO2max melibatkan prosedur dan laboratorium yang canggih dan bergantung pada

(60)

berbahaya untuk beberapa orang sekaligus merupakan metode yag tidak praktis diterapkan untuk sejumlah populasi yang besar.

Banyak peneliti memprediksi VO2max dari beberapa modalitas yang bervariasi

dan nyaman, salah satunya adalah tes langkah (step test). Step test memiliki variasi dalam frekuensi melangkah, ketinggian bangku, durasi, metode scoring (Santo dan Golding, 2003).

McArdle Step test adalah salah satu variasi dari tes langkah yang memerlukan perlengkapan yang cukup sederhana seperti metronome, penghitung waktu, dan bangku 41 cm. Atlet melangkah sesuai dengan irama metronome yang telah disesuaikan yaitu 24 langkah per menit, setelah selesai denyut nadi akan diukur selama 15 detik mulai dari 5-20 detik pertama periode pemulihan. Denyut nadi dikonversikan ke dalam denyut nadi permenit dengan dikali empat(www.topendsports.com).

Formulasi VO2max menurut McArdle Step Test

Laki-laki: VO2max (ml/kg/min) = 111.33 - (0.42 x DJ)

Perempuan: VO2max (ml/kg/min) = 65.81 - (0.1847 x DJ)

Tabel 2.2 Klasifikasi Nilai VO2max Pada Laki-Laki (ml/kg/menit)

Age (years) Low Fair Average Good High

10-19 <38 38-46 47-56 57-66 >66 20-29 <33 33-42 43-52 53-62 >62 30-39 <30 30-38 39-48 49-58 >58 40-49 <26 26-35 36-44 45-54 >54 50-59 <24 24-33 34-41 42-50 >40 60-69 <22 22-30 31-38 39-46 >46 70-79 <20 20-27 28-35 36-42 >42

(61)

2.6 Efek Jangka Pendek Dan Jangka Panjang Latihan Daya Tahan Jantung Paru

1. Jangka pendek

 Meningkatkan jumlah neurotransmitter dan meningkatkan aliran darah ke otak

 Meningkatkan denyut jantung dan volume sekuncup  Meningkatkan ventilasi pulmonal.

 Meingkatkan produksi ATP

 Meningkatkan tekanan darah sistol, meningkatkan aliran darah dan transpor oksigen ke otot skeletal, meningkatkan VO2max,

meningkatkan ambang laktat 2. Jangka panjang

 Memperbaiki kemampuan kognitif da kemampuan memanajemen stress, mempertajam ingatan,menurunkan tingkat depresi,kegelisahan dan resiko stroke

 Meningkatkan ukuran jantung dan isi sekuncup saat istirahat, menurunkan risiko serangan jantung

 Memperbaiki kemampuan untuk menyaring oksigen dari udara sewaktu latihan, mengurangi risiko infeksi saluran pernapasan  Mengurangi lemak tubuh

 Mengurangi risiko kanker

 Meningkatkan jumlah dan ukuran mitokondria pada sel otot, meningkatkan penyimpanan glikogen,meningkatkan

mioglobin,memperbaiki kemampuan untuk mengunakan asam laktat dan lemak sebagai bahan bakar, memperbaiki sensitivitas insulin  Meningkatkan kepadatan dan kekuatan

(62)

 Meningkatkan kemampuan pembuluh darah untuk mengurangi agregasi platelet yang merupakan faktor pencetus penyakit jantung koroner (Rodriguez, 2014).

2.7 Indeks Massa Tubuh dengan Daya Tahan Jantung Paru

Peningkatan IMT berdampak pada sejumlah penyakit seperti sindroma metabolik dan penyakit kardiovaskular. Sebagai contoh pada orang yang memiliki IMT tinggi alias obes ditemukan abnormalitas metabolik seperti hiperglikemia, hipertensi dan lipoprotein yang bersifat aterogenik, yang dapat menyebabkan kerusakan vaskuler. Pembentukan plak aterosklerosis melibatkan proses inflamasi sebagai inisiator maupun propagator (mempercepat proses pembentukan aterosklerosis). Bukti keterlibatan proses inflamasi terhadap pembentukan plak aterosklerosis adalah dengan ditemukannya peningkatan penanda inflamasi yaitu CRP, interleukin-6, dan tumor necrosis factor pada penderita obesitas dan pada penderita penyakit kardiovaskuler. Bila fungsi jantung terganggu maka daya tahan janutng paru akan terganggu juga (Anam, 2010).

Gambar

Tabel 5.7 Distribusi Subjek Penelitian berdasarkan VO2max Kelompok Usia 20-
Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian
Tabel 5.2 Distribusi Subjek Penelitian berdasarkan IMT Kelompok Usia 10-19
Tabel 5.3 Distribusi Subjek Penelitian Berdasarkan VO2max Kelompok Usia 10-19
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada kelompok usia 11-17 tahun didapatkan hubungan yang signifikan antara indeks massa tubuh dengan muscular endurance yang diukur dari jumlah push-up (p&lt;0,05)

Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.. Hubungan Indeks Massa Tubuh Dengan Tingkat Kesegaran Jasmani pada

Setelah mempelajari dan mendapatkan penjelasan yang sejelas-jelasnya mengenai penelitian yang berjudul Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Ketahanan Otot pada Pemain

indeks massa tubuh (IMT) dan daya tahan kardiovaskuler pemain bolavoli Sparta Universitas Negeri Makassar dengan total 10 dengan hasil analisis kesegaran jasmani yaitu 5 orang

Berkaitan dengan uraian di atas peneliti akan mencoba meneliti tentang ³ Profil Daya Tahan Jantung Paru, Kekuatan Otot Punggung, Kekuatan Otot Tungkai,

Selain indeks massa tubuh, daya tahan kardiovaskular dalam olahraga futsal sangat diperlukan karena dapat mempengaruhi kualitas seorang atlet, karena di dalam permainan futsal

Setelah mendapatkan penjelasan dari peneliti tentang penelitian yang berjudul “Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Onset Men arke pada Siswi di SMP Santo Thomas

1 Juni 2018 ASOSIASI ANTARA INDEKS MASSA TUBUH DAN DAYA TAHAN RESPIRASI DI KALANGAN REMAJA KEPULAUAN BANGKA BELITUNG Dzihan Khilmi Ayu Firdausi, Muhammad Eka Mardyansyah