PERAN DISPERINDAG DALAM
MEMBERDAYAKAN USAHA KECIL dan
MENENGAH di KECAMATAN MEDAN
DENAI
D
I
S
U
S
U
N
OLEH :
PARLIN S SIAGIAN
( 0 5 0 9 0 3 0 5 1 )
DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
HALAMAN PERSETUJUAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
HAL PERSETUJUAN
Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan oleh:
Nama : Parlin Sotarlalo Siagian
NIM : 050903051
Departemen : Ilmu Administrasi Negara
Judul : Pemberdayaan Usaha Kecil dan Menengah di Kecamatan
Medan Denai
Medan, Mei 2009
Pembimbing Ketua Departemen
(Drs Robinson Sembiring, M.Si) (Prof Dr. Marlon Sihombing, MA.) NIP: 131763360 NIP: 131568391
Dekan FISIP
(Prof Dr. M. Arif Nasution, MA)
ABSTRAK
Secara garis besar penelitian ini menggambarkan pelaksanaan pemberdayaan UKM oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Medan. Penelitian ini sangat penting mengingat pentingnya pemberdayaan UKM yang dianggap sebagai salah satu alternatif yang mampu mengurangi beban berat yang dihadapi perekonomian daerah khususnya kota Medan.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang menghasilkan data deskriptif yang diperoleh melalui kuisoner dan wawancara dengan informan yang ada di Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Medan.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa peranan Pemko Medan (Disperindag) dalam memberdayakan UKM, baik dari segi perkembangan modal usaha, perkembangan produksi usaha industri, serta perkembangan pemasaran barang produksi dapat dikatakan kurang aktif. Hal ini dapat dilihat dari tanggapan-tanggapan responden yang telah diterima dilapangan. Pelaku UKM merasa Disperindag membantu mereka setengah hati, karena walaupun Disperindag memberikan bimbingan tentang cara meningkatkan pemasaran barang, Pemko Medan sama sekali tidak membantu.
Oleh karena itu, saran yang ditawarkan penulis hendaknya: Disperindag seharusnya lebih memperhatikan perkembangan industri kecil, perlu adanya pameran sebagai kegiatan yang paling memberikan manfaat bagi pengembangan pemasaran UKM, pelatihan keterampilan dalam memproduksi barang yang berkualitas baik serta suntikan dana dari pemerintah yang terkontrol dengan baik.
Kata kunci: Pemberdayaan UKM, peranan Disperindag, perkembangan modal usaha, produksi industri, dan jaringan pemasaran.
DAFTAR ISI
Hal
DAFTAR ISI………. i
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang……… 1
B. Perumusan Masalah………. 3
C. Tujuan Penelitian………. 3
D. Manfaat Penelitian……….. 4
E. Kerangka Teori……… 5
E.1. Pemberdayaan………. 5
E.1.1. Pengertian Pemberdayaan………. 5
E.1.2. Tujuan Pemerdayaan………. 8
E.1.3. Proses Pemberdayaan……… 11
E.2. Industri Kecil Menengah……… 13
E.2.1. Pengertian Industri Kecil Menengah……… 13 A. Bentuk Penelitian……….. 22
B. Lokasi Penelitian………... 22
C. Populasi dan Sampel………. 22
D. Teknik Pengumpulan Data……… 23
E. Teknik Analisa Data……….. 24
ABSTRAK
Secara garis besar penelitian ini menggambarkan pelaksanaan pemberdayaan UKM oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Medan. Penelitian ini sangat penting mengingat pentingnya pemberdayaan UKM yang dianggap sebagai salah satu alternatif yang mampu mengurangi beban berat yang dihadapi perekonomian daerah khususnya kota Medan.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang menghasilkan data deskriptif yang diperoleh melalui kuisoner dan wawancara dengan informan yang ada di Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Medan.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa peranan Pemko Medan (Disperindag) dalam memberdayakan UKM, baik dari segi perkembangan modal usaha, perkembangan produksi usaha industri, serta perkembangan pemasaran barang produksi dapat dikatakan kurang aktif. Hal ini dapat dilihat dari tanggapan-tanggapan responden yang telah diterima dilapangan. Pelaku UKM merasa Disperindag membantu mereka setengah hati, karena walaupun Disperindag memberikan bimbingan tentang cara meningkatkan pemasaran barang, Pemko Medan sama sekali tidak membantu.
Oleh karena itu, saran yang ditawarkan penulis hendaknya: Disperindag seharusnya lebih memperhatikan perkembangan industri kecil, perlu adanya pameran sebagai kegiatan yang paling memberikan manfaat bagi pengembangan pemasaran UKM, pelatihan keterampilan dalam memproduksi barang yang berkualitas baik serta suntikan dana dari pemerintah yang terkontrol dengan baik.
Kata kunci: Pemberdayaan UKM, peranan Disperindag, perkembangan modal usaha, produksi industri, dan jaringan pemasaran.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Usaha mikro, kecil & menengah (UMKM) merupakan basis usaha rakyat,
yang secara mengejutkan mampu bertahan di masa kritis 1997/1998. Saat itu banyak
usaha besar bergelimpangan, mengalami pailit didera pahitnya krisis. Pada saat
bersamaan, perbankan tidak mampu lagi membantu usaha besar karena mereka
sendiri memiliki masalah pula sehingga menambah parah penderitaan usaha besar.
Tidak demikian halnya dengan UMKM, yang dapat bertahan pada badai krisis
karena struktur keuangan mereka yang tidak banyak bergantung pada perbankan,
meski mereka tetap memanfaatkan jasa perbankan, baik untuk transaksi maupun
untuk menjaga keamanan. Sebagian besar pelaku UMKM ini mengandalkan seluruh
permodalannya sendiri yang bersumber pada tabungan pribadi, pinjaman dari bank,
kerabat atau tetangga bahkan tak jarang yang perolehannya melalui pinjaman ke
lembaga keuangan bukan bank. Misalnya koperasi dan lembaga keuangan mikro
(LKM). (Darmawan, 2004).
Di sisi lain, UMKM yang umumnya padat karya ini juga mampu menyerap
tenaga kerja dalam jumlah cukup besar. Berdasarkan data dari Kementerian Koperasi
dan Umkm, pada tahun 2004, ada 37 juta unit usaha atau 99 persen dari seluruh
jumlah unit usaha di Indonesia yang menyerap tenaga kerja sebanyak 60,4 juta atau
sekaligus menyadarkan kita betapa besar ketergantungan roda perekonomian nasional
terhadap sektor ini.
UKM yang umumnya padat karya ini juga mampu menyerap tenaga kerja
dalam jumlah yang cukup besar. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh BPS dan
kantor Menteri Negara untuk Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Menegkop &
UKM), pada tahun 2004, ada 37 juta unit usaha atau 99 persen dari seluruh jumlah
unit usaha di Indonesia yang menyerap tenaga kerja sebanyak 60,4 juta atau 87,5
persen dari total tenaga kerja keseluruhan. Kenyataan ini telah membuka mata
sekaligus menyadarkan kita betapa besar ketergantungan roda perekonomian nasional
terhadap sektor ini (Wahyudi, dkk, 2005:2)
Di tingkat daerah, khususnya kota Medan, kita dapat melihat bahwa secara
umum pertumbuhan perekonomian kota Medan tidak terlepas dari kontribusi UKM.
Hal ini dapat dilihat dari jumlah pertumbuhan UKM yang ada di Kota Medan, yaitu
terdapat 12.997 unit usaha baik di sektor perdagangan (Dinas perindustrian dan
perdagangan Kota Medan, 2003). Selain itu, keberadaan UKM juga mampu
menyerap tenaga kerja sebanyak 102.241 orang. Namun walaupun UKM mempunyai
jumlah yang besar UKM hanya memberikan kontribusi sebesar 60,2 %.
Ketidakmaksimalan kontribusi yang diberikan UKM adalah tidak lain dari
kendala atau masalah-masalah yang mereka hadapi dalam menjalankan usahanya. Hal
inidapat kita lihat dari lilitan masalah UKM yang diteliti oleh Wahyuni, dkk. Lilitan
masalah yang dihadapi UKM itu sendiri, terdiri dari beberapa bidang yaitu:
Permodalan menjadi masalah klasik UKM kita, umumnya mereka mengeluhkan
tentang terbatasnya modal, yang menyebabkan usaha mereka dari tahun ke tahun
tidak berkembang menjadi lebih besar. Di lain pihak kebijakan perbankan juga masih
lebih berorientasi.
Pada kredit komsumtif (Kredit Perumahan, Kredit Mobil, dll) sehingga para
pelaku UKM masih saja mengeluh, sebagai akibat rumitnya mengakses kredit
perbankan. Bank selalu saja mengharuskan adanya agunan dan kelengkapan
surat-surat izin usaha. Bukan rahasia lagi, sulitnya akses permodalan bagi UKM telah
memberi peluang berkembangnya rentenir. Pelaku UKM yang kerap mengalami
kesulitan permodalan, karena tidak punya pilihan, akhirnya lebih memilih meminjam
dari rentenir dengan bunga yang mencekik leher bisa mencapai 15-20 persen per
bulan. Alternatif ini terpaksa dipilih karena meminjam melalui rentenir ini relatif
tanpa prosedur dan pencairannya juga sangat cepat, jauh berbeda dengan kredit
melalui perbankan.
Bahkan hampir 80 persen usaha mikro dan kecil sumber pembiayaannya masih
dari modal sendiri dan sumber non formal (seperti tengkulak dan rentenir) yang
membebankan bunga jauh di atas tingkat suku bunga lembaga non bank (koperasi)
maupun perbankan..
2. Akses pasar
Sentra Pusat Industri Kecil (PIK) yang dilokalisasi Pemko Medan, berlokasi
jauh dari pusat kota, tepatnya di Jl. Menteng VII Medan, menyebabkan lokasi ini
kurang strategis untuk akses pasar. Upaya pemerintah untuk memberdayakan UKM
tidak memberikan solusi berkaitan solusi berkaitan dengan jaringan usaha dan akses
pasir. Hal ini menjadi kendala besar bagi perkembangan UKM Medan.
Melihat kendala-kendala di atas, pemerintah Kota Medan khususnya Dinas
Perindustrian dan Perdagangan Kota Medan, merasa perlu memberdayakan UKM
dengan memberikan kebijakan atau program terhadap masalah yang dihadapi UKM.
Berdasarkan uraian di atas, penulis sangat tertarik untuk melakukan penelitian
yang berjudul “Pemberdayaan Usaha Kecil dan Menengah di Kelurahan
Menteng, Kecamatan Medan Denai”.
1.2 Perumusan Masalah
Untuk dapat memudahkan penelitian ini nantinya, dan supaya penulis dapat
terarah dalam menginterpretasikan fakta dan data ke dalam pembahasan, maka
terlebih dahulu dirumuskan permasalahannya. Masalah adalah merupakan bagian
pokok dari suatu kegiatan penelitian dimana penulis mengajukan pertanyaan terhadap
dirinya tentang hal-hal yang akan dicari jawabannya melalui kegiatn penelitian
(Arikunto, 1993: 47).
Beranjak dari pengertian di atas serta berpedoman kepada latar belakang yang
telah dikemukakan, maka penulis merumuskan permasalahan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut: “Bagaimanakah pemberdayaan UKM di Kecamatan
Medan Denai?”
I.3 Tujuan penelitian
Setiap penelitian yang dilakukan tentu mempunyai suatu sasaran yang hendak
sebelumnya. Suatu riset khusus dalam ilmu pengetahuan yang empiris pada
umumnya bertujuan untuk menemukan, mengembangkan, dan menguji kebenaran
suatu pengetahuan (Sutrisno Hadi, 2001: 13). Adapun yang menjadi tujuan penelitian
adalah :
1. Untuk mendeskripsikan bagaimana peran pemerintah pada pelaksanaan
pengembangan jaringan pemasaran UKM dan permasalahannya yang timbul
di dalamnya.
2. Untuk mengetahui kondisi objektif UKM yang telah terlibat dalam program
pemberdayaan kelembagaan UKM.
3. Untuk mengetahui sejauh mana peran pemerintah dalam hal bantuan modal.
4. Untuk mengetahui masalah-masalah yang dihadapi oleh pemerintah Kota
Medan dalam pemberdayan UKM di Kecamatan Medan Denai.
1. 4 Manfaat Penelitian
Disamping tujuan yang hendak dicapai maka suatu penelitian harus
mempunyai manfaat yang jelas. Adapun manfaat yang diharapkan diperoleh dari
penelitian ini antara lain :
1. Secara subjektif adalah suatu tahap sebagai suatu tahap untuk melatih dan
mengembangkan kemampuan kemampuan berfikir secara sistematis dan
teoritis dalam memecahkan suatu permasalahan secara objektif dan kritis
melalui suatu karya ilmiah sehingga diperoleh sutu kesimpulan yang bersifat
2. Secara teoritis, penelitian diharapkan mampu menambah pengetahuan ataupun
informasi tentang program pemberdayaan kelembagaan UKM, khususnya
pengembangan jaringan pemasaran UKM dan masalah yang dihadapi.
3. Secara akademis, penelitian ini diharapkan agar dapat memberikan kontribusi
empirik terhadap studi kebijakan (konsentrasi kebijakan) di Departemen Ilmu
Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Sumatera Utara mengenai studi evaluasi.
1.5. Kerangka Teori
Sebagai titik tolak atau landasan berfikir dalam menyoroti atau memecahkan
masalah perlu adanya pedoman teoritis yang dapat membantu. Untuk itu perlu
disusun kerangka teori yang memuat pokok-pokok pikiran yang menggambarkan dari
sudut mana masalah dari sudut tersebutu disoroti.
Menurut Masri Singarimbun (1989: 37), teori adalah serangkaian konsep, defenisi
dan preposisi yang saling berkaitan dan bertujuan memberikan gambaran yang
sistematis tentang suatu fenomena sosial.
Bedasarkan rumusan diatas maka dalam bab ini penulis akann mengemukakan
teori, pendapat, ataupun gagasan yang akan dijadikan dalam penelitian ini.
1.5.1. Usaha Kecil dan Menengah
1.5.1.1. Pengertian Usaha Kecil Menengah ( UKM )
Definisi yang berkaitan dengan UKM (Usaha Kecil Menengah) tersebut
Ketentuan Undang-Undang No. 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil dan
kemudian dilaksanakan lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun
1997 tentang Kemitraan, di mana pengertian UKM adalah sebagaimana diatur dalam
Pasal 1 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 sebagai berikut:
1) Usaha Kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dan memenuhi
kriteria kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan serta kepemilikan
sebagaimana diatur dalam undang-undang ini.
2) Usaha Menengah dan Usaha Besar adalah kegiatan ekonomi yang mempunyai
kriteria kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan lebih besar dari kekayaan
bersih dan hasil penjualan tahunan usaha kecil.
Biro Pusat Statistik (BPS) Indonesia Tahun 2003, menggambarkan bahwa
perusahaan dengan:
a) Jumlah tenaga kerja 1-4 orang digolongkan sebagai industri kerajinan dan rumah
tangga.
b) Perusahaan dengan tenaga kerja 5-19 orang sebagai industri kecil
c) Perusahaan dengan tenaga kerja 20-99 orang sebagai industri sedang atau
menengah.
d) Perusahaan dengan tenaga kerja lebih dari 100 orang sebagai industri besar.
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2003, yang mendefenisikan UKM
menurut dua kategori, yaitu:
a) Menurut omset. Usaha Kecil adalah usaha yang memiliki aset tetap kurang dari
b) Menurut jumlah tenaga kerja. Usaha kecil adalah usaha yang memiliki tenaga
kerja sebanyak 5 sampai 9 orang. Industri rumah tangga adalah industri yang
memperkerjakan kurang dari lima orang.
Usaha kecil menengah (UKM) adalah usaha yang mempunyai modal awal
yang kecil, atau nilai kekayaan (aset) yang kecil dan jumlah pekerja yang kecil
(terbatas), nilai modal (aset) atau jumlah pekerjanya sesuai dengan definisi yang
diberikan oleh pemerintah atau institusi lain dengan tujuan tertentu (Sukirno,
2004:365).
Longenecker, Justin, Carlos dan William Petty (2001: 15) mengatakan UKM
(Usaha Kecil Menengah) adalah usaha yang berpendapatan pertahun 100 juta samapi
dengan tenaga kerja kurang dari 100 orang.
Sedangkan Ball, Culloch dan Wendell (2001: 494), berpendapat bahwa UKM
(Usaha Kecil Menengah) adalah yang memiliki omset lebih dari 300 juta dengan
karyawan lebih dari 100, dengan kekayaan bersih 100 juta (di luar tanah dan
bangunan)
Sebagai bahan perbandingan menurut Susana Suprapti (2005:48), UKM
(Usaha Kecil Menengah) adalah badan usaha baik perorangan atau badan hukum
yang memiliki kekayaan bersih (tidak termasuk tanah dan bangunan) sebanyak 200
juta dan mempunyai omset/nilai output atau hasil penjualan rata-rata pertahun
sebanyak Rp 1 Milyar dan berdiri sendiri.
Pengertian UKM (Usaha Kecil Menengah) menurut Surat Edaran Bank
1) Usaha Kecil adalah yang memiliki total aset maksimum Rp 600 juta, tidak
termasuk tanah dan rumah yang ditempati.
2) Usaha menengah adalah usaha ekonomi yang dikembangkan dengan perhitungan
aset (di luar tanah dan bangunan) mulai dari 200 juta sampai kurang dari 600 juta
dengan jumlah tenaga kerja mulai 20 orang sampai dengan 99 orang.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan definisi UKM adalah
kegiatan usaha berskala kecil yang dilakukan oleh perorangan atau kelompok dengan
tenaga kerja kurang dari 100 orang, memiliki kekayaan bersih 200 juta (di luar tanah
dan bangunan) dengan pendapatan 100 juta-200 juta.
Karakteristik UKM
Dalam ketentuan UU No. 9 Tahun Tentang Usaha Kecil, yang menjadi
kriteria usaha kecil adalah:
1) Memiliki kekayaan paling banyak Rp 200.000.000,- (tidak termasuk tanah dan
bangunan tempat usaha)
2) Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 1.000.000.000,-
3) Milik warga negara Indonesia.
4) Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang
dimiliki, dikuasai atau berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan
usaha menengah atau usaha besar.
5) Berbentuk usaha orang perorangan, badan usaha tidak berbadan hukum atau
Ciriciri usaha kecil menurut Mintzerg dkk, (dalam Situmorang dkk., 2003: 5)
adalah:
1) Kegiatan cenderung tidak normal dan jarang yang memiliki rencana bisnis
2) Struktur organisasinya bersifat sederhana
3) Jumlah tenaga kerja terbatas dengan pembagian kerja yang longgar
4) Kebanyakan tidak memiliki pemisahan antara kekayaan pribadi dan perusahaan
5) Sistem akuntansi yang kurang baik, bahkan kadang-kadang tidak memiliki
6) Skala ekonomi terlalu kecil sehingga sukar menekan biaya
7) Kemampuan pasar serta diversifikasi pasar cenderung terbatas
8) Marjin keuntungan sangat tipis
9) Keterbatasan modal sehingga tidak mampu memperkerjakan manajer-manajer
profesional. Hal itu menyebabkan kelemahan manajerial, yang meliputi
kelemahan pengorganisasian, perencanaan, pemasaran dan akuntansi.
Batasan/ Karakteristik UKM menurut beberapa organisasi
Organisasi Jenis Usaha Keterangan Kriteria
Badan Pusat Statistik (BPS)
Usaha Mikro
Pekerja <5 orang termasuk keluarga yang tidak dibayar.
Usaha Kecil Pekerja 5-19 orang Usaha Menengah Pekerja 20-99 orang
Menneg Koperasi & UKM
Usaha Kecil (UU No. 9/1995)
Bank Indonesia
Usaha Mikro (SK Dir BI No. 31/24/KEP/DIR Tgl 5
Mei 1998)
Usaha yang dijalankan oleh rakyat miskin atau mendekati miskin.
• Dimiliki oleh keluarga sumberdaya lokal dan teknologi sederhana
• Lapangan usaha mudah untuk exit dan entry
Usaha Kecil (UU No. 9/1995)
Aset < Rp. 200 juta di luar tanah dan bangunan: Omzet tahunan < Rp. 1
Bank Dunia Usaha Mikro Kecil
Menengah
Pekerja < 20 orang
• Pekerja 20-150 orang
• Aset < US$. 500 ribu di luar tanah dan bangunan
Sumber:
Selain itu, Sutojo (dalam Bararuallo, 2001: 7), mengemukakan bahwa ciri-ciri
usaha kecil di Indonesia adalah:
1) Lebih dari setengah usaha didirikan sebagai pengembangan dari usaha
kecil-kecilan
2) Selain masalah permodalan, masalah lain yang dihadapi usaha kecil bervariasi
tergantung dengan tingkat perkembangan usaha
3) Sebagian besar usaha kecil tidak mampu memenuhi persyaratan-persyaratan
4) Hampir 60% usaha kecil masih menggunakan teknologi tradisional
5) Hampir setengah perusahaan kecil hanya menggunakan kapasitas terpasang
kurang dari 60%
6) Pangsa pasar usaha kecil cenderung menurun baik karena faktor kekurangan
modal, kelemahan teknologi dan kelemahan manajerial
7) Hampir 70% usaha kecil melakukan pemasaran langsung kepada konsumen
8) Tingkat ketergantungan terhadap fasilitas-fasilitas pemerintah sangat besar.
Menurut Haryadi dan Isono (2001: 14), ada beberapa karakteristik yang
menjadi ciri usaha kecil, antara lain adalah:
1) Mempunyai skala usaha kecil, baik modal, penggunaan tenaga kerja maupun
orintasi pasar
2) Banyak berlokasi di wilayah pedesaan dan kota-kota atau daerah pinggiran kota
besar
3) Status usaha milik pribadi atau keluarga
4) Sumber tenaga kerja berasal dari lingkungan sosial budaya (etnis geografis)
5) Pola bekerja sering kali part time atau sebagai usaha sampingan dari kegiatan
ekonomi lainnya
6) Memiliki kemampuan terbatas dalam mengadopsi teknologi, pengelolaan usaha
dan administrasinya sendiri masih sederhana
7) Struktur permodalannya sangat tergantung pada fiskal aset, berarti kekurangan
modal kerja dan sangat tergantung terhadap sumber modal sendiri serta
8) Izin usaha sering kali tidak memiliki dan persyaratan resensi berubah-ubah secara
cepat.
Sesuai dengan Perda No. 10 Tahun 2002 tentang Retribusi Izin Usaha
Industri, Perdagangan, Gudang/Ruangan dan Tanda Daftar Perusahaan (TDP), Dinas
perindustrian dan Pendapatan kota mean, jenis usaha digolongkan berdasarkan modal
menjadi empat golongan. (Lihat tabel)
Tabel 2.2. Penggolongan Jenis Usaha
Modal Golongan
≤ 5 juta Usaha Mikro
5-200 juta Usaha Kecil
201-500 juta Usaha Menengah
≥ 501 juta Usaha Besar
Sumber Dirperindag Kota Medan
Keterangan: *Tidak termasuk tanah dan bangunan
1.5.1.3 Jenis-Jenis UKM
Secara umum UKM bergerak dalam 2 ( dua ) bidang , yaitu bidang
perindustrian dan bidang barang dan jasa. Menurut Keppres No. 127 Tahun 2001 ,
adapun bidang/ jenis usaha terbuka bagi usaha kecil dan menengah di bidang industri
1. Industri makanan dan minuman olahan yang melakukan pengawetan dengan
proses pengasinan, penggaraman, pemanisan, pengasapan, pengeringan,
perebusan, penggorengan, dan fermentasi dengan cara-cara tradisional.
2. Industri penyempurnaan benang dari serat buatan menjadi benang
bermotif/celup, ikat dengan menggunakan alat yang digunakan oleh tangan.
3. Industri tekstil meliputi pertenunan, perajutan, pembatikan, dan pembordiran
yang memiliki ciri dikerjakan dengan ATB , atau alat yang digerakkan tangan
termasuk batik, peci, kopiah, dsb.
4. Pengolahan hasil hutan dan kebun golongan non pangan :
a. Bahan bangunan atau rumah tangga, bambu, nipah, sirap, arang, sabut.
b. Bahan industri : getah-getahan, kulit kayu, sutra alam, gambir.
5. Industri perkakas tangan yang diproses secara manual atau semi mekanik
untuk pertukangan dan pemotongan.
6. Industri perkakas tangan untuk pertanian yang diperlukan untuk persiapan
lahan, proses produksi, pemanenan, pasca panen, dan pengolahan, kecuali
cangkul dan sekop.
7. Industri barang dari tanah liat, baik yang diglasir, maupun tidak diglasir untuk
keperluan rumah tangga.
8. Industri jasa pemeliharaan dan perbaikan yang meliputi otomotif, kapal
dibawah 30 GT, elektronik dan peralatan rumah tangga yang dikerjakan
secara manual atau semi otomatis.
9. Industri kerajinan yang memiliki kekayaan khasanah budaya daerah, nilai seni
10.Perdagangan dengan skala kecil dan imformasi.
1.5.1.4. Masalah – masalah yang dihadapi UKM
Terdapat delapan masalah – masalah utama yang dihadapi oleh para
pengusaha kecil dan menengah ( ISEI, 1998 ) yaitu :
1. Permasalahan Modal
a) Suku bunga kredit perbankan yang masih tinggi sehingga kredit
menjai mahal.
b) Informasi sumber pembiayaan dari lembaga keuangan nonbank masih
kurang.
c) Sistem dan prosedur kredit dari lembaga keuangan bank dan nonbank
terlalu rumit dan memakan waktu yang cukup lama.
d) Perbankan kurang menginformasikan standar proposal untuk
pengajuan kredit, sehingga pengusaha kecil belum mampu membuat
proposal yang sesuai dengan krteria perbankan.
e) Perbankan kurang memahami kriteria usaha kecil dalam menilai
kelayakan usaha, sehingga jumlah kredit yang disetujui sering kali
tidak sesuai dengan kebutuhan usaha kecil.
2. Permasalahan pemasaran
a) Posisi tawar pengusaha kecil ketika berhadapan dengan pengusaha
besar selalu lemah, terutama berkaitan dengan penentuan harga dan
b) Asosiasi pengusaha atau profesi belum berperan dalam
mengkoordinasi persaingan yang tidak sehat antara usaha yang
sejenis.
c) Infornasi untuk memasarkan produk masih kurang, misalnya produk
yang dinginkan, potensi pasar, tata cara memasarkan produk dan
lain-lain.
3. Permasalahan bahan baku
a) Suplai bahan baku untuk usaha kecil kurang memadai dan
berfluktuasi. Ini disebabkan karena adanya pembeli besar yang
menguasai bahan baku.
b) Harga bahan baku masih terlalu tinggi
c) Kualitas bahan baku rendah karena tidak adanya standarisasi dan
adanya manipulasi kualitas bahan baku.
d) Sistem pembelian bahan baku secara tunai menyulitkan pengusaha
kecil, sementara pembayaran penjualan produk umumnya tidak tunai.
4. Permasalahan teknologi
a) Tenaga kerja terampil sulit diperoleh dan dipertahankan karena
lembaga pendidikan dan pelatihan yang ada kurang dapat
menghasilkan tenaga kerja terampil yang sesuai dengan kebutuhan
usaha kecil.
b) Asas dan informasi sumber teknologi masih kurang dan tidak merata.
c) Spesifikasi peralatan yang sesuai dengan kebutuhan usaha kecil sukar
d) Lembaga independen belum ada belum berperan, khususnya lembaga
pengkajian teknologi yang ditawarkan pasar kepada pengusaha kecil
sehingga teknologi tidak dapat dimanfaatkan secara optimal.
e) Peran instansi pemerintah, nonpemerintah dan perguruan tinggi dalam
mengidentifikasi, menemukan, menyebarluaskan dan melakukan
pembinaan teknis tentang teknologi baru atau teknologi tepat guna
bagi uasah kecil masih kurang intensif.
5. Permasalahan manajemen
a) Pola manajemen yang sesuai dengan kebutuhan dan tahap
perkembangan usaha sulit ditemukan karena pengetahuan pengusaha
relatif rendah.
b) Pemisahan antara manajemen keuangan perusahaan perusahaan dan
keluarga belum dilakukan sehungga pengusaha kecil mengalami
kesulitan dalam mengontrol atau mengatur cash flow serta dalam
membuat perenacaan dan laporan keuangan.
c) Kemampuan pengusaha kecil dalam mengoganisasikan diri dan
karyawan masih lemah sehingga terjadi pembagian kerja yang tidak
jelas.
d) Pelatihan tentang manajemen dari berbagai instansi kurang efektif
karena materi yang terlalu banyak tetapi tidak sesuai dengan
kebutuhan.
e) Produktivitas karyawan masih sehingga pengusaha kecil sulit
6. Permasalahan sistem birokrasi
a) Perizinan yang tidak transparan, mahal, berbelit-belit, diskriminatif,
lama, dan tidak pasti serta terjadi tumpang tindih dalam mengurus
perizinan.
b) Penegakan dan pelaksanaan hukum dan berbagai ketentuan masih
kurang serta cenderung kurang tegas.
c) Penguaha kecil dn asosiasi usaha kecil kurang dilibatkan dalam
perumusan kebijakan tentang usaha kecil.
d) Pungutan atau biaya tambahan dalam pengurusan perolehan modal
dari dana penyisihan laba BUMN dan sumber modal lainnya cukup
tinggi.
e) Banyak pungutan yang sering kali tidak disertai pelayanan yang
memadai.
7. Ketersediaan infrastruktur
a) Listri, air,dan telepon berarti mahal dn sering kali mengalami
gangguan di samping pelayanan petugas yang kurang baik.
8. Pola kemitraan
a) Kemitraan antara usaha kecil dengan usaha menengah dan besar dalam
pemasaran dan sistem pembayaran baik produk maupun bahan baku
dirasakan belum bermanfaat.
b) Kemitraan antara usaha kecil dengan usaha menengah dan besar dalam
1.5.1.5. Landasan Hukum UKM
Adapun yang menjadi landasan hukum UKM adalah sebagai berikut :
1) Kegiatan usaha industri ataupun perdagangan di Indonesia diatur oleh UU No.
1 Tahun 1985.
2) Untuk usaha kecil industri diatur oleh UU No. 9 Tahun 1995.
3) Bentuk badan Hukum Usaha Industri dan perdagangan diatur dalam UU No. 1
Tahun 1985 tentang Perseroan Terbatas.
4) Perijinan usaha kecil dan menengah dan besar khusus industri tertuang dalam
Surat Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan dan tanda daftar
industri.
5) Tata cara perijinan usaha perdagangan ( SIUP ) diatur dalam Surat Keputusan
Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 591/MPP/Kep/99 tentang tata
cara pemberian surat izin usaha perdagangan ( SIUP ).
1.5.2. Pemberdayaan Usaha Kecil dan Menengah
1.5.2.1. Pengertian Pemberdayaan
Istilah pemberdayaan diambil dari bahasa asing yaitu empowerment, yang
juga dapat bermakna pemberian kekuasaan karena power bukan sekedar daya, tetapi
juga kekuasaan sehingga kata daya tidak saja bermakna mampu tetapi juga
mempunyai kuasa (Wrihatnolo dan Riant 2007: 1)
Pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan
atau keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat termasuk individu-individu
pada keadaan atau hasil yang dicapai oleh sebuah perubahan sosial yaitu masyarakat
yang berdaya, memiliki kekuasaan atau mempunyai pengetahuan dan kemampuan
dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang bersifat fisik, ekonomi, maupun
sosial seperti memiliki percaya diri, mampu menyampaikan aspirasi, mempunyai
mata pencaharian, berpartisipasi dalam kegiatan sosial dan mandiri dalam
melaksanakan tugas-tugas kehidupannya.
Menurut Siahaan, Rambe dan Mahidin (2006: 11) Pemberdayaan dapat
diartikan sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan seseorang atau kelompok
sehingga mampu melaksanakan tugas dan kewenangannya sebagaimana tuntutan
kinerja tugas tersebut. Pemberdayaan merupakan proses yang dapat dilakukan
melalui berbagai upaya, seperti pemberian wewenang, meningkatkan partisipasi,
memberikan kepercayaan sehingga setiap orang atau kelompok dapat memahami apa
yang akan dikerjakannya, yang pada akhirnya akan berimplikasi pada peningkatan
pencapaian tujuan secara efektif dan efisien. (Dalam Siahaan, Rambe dan Mahidin,
2006:13). Selajutnya menurut Gunawan sumodiningrat, pemberdayaan berarti
meningkatkan kemampuan atau kemandirian (1999: 134)
Pemberdayaan merupakan usaha membantu klien memperoleh daya untuk
mengambil keputusan dan menentukan tindakan yang akan ia lakukan terkait dengan
diri mereka termasuk mengurangi efek hambatan pribadi dan sosial dalam melakukan
tindakan. Hal ini dilakukan melalui peningkatan kemampuan & rasa percaya diri
untuk menggunakan daya yang ia miliki, antara lain melalui transfer daya dari
lingkungannya.
1.5.2.2. Prinsip Pemberdayaan
Didalam melakukan pemberdayaan keterlibatan pihak yang diberdayakan
yang akan diberdayakan sangatlah penting sehingga tujuan dari pemberdayaan dapat
tercapai secara maksimal. Program yang mengikutsertakan masyarakat, memiliki
beberapa tujuan, yaitu agar bantuan tersebut efektif karena sesuai dengan kehendak
dan mengenali kemampuan serta kebutuhan mereka, serta meningkatkan keberdayaan
(empowering) pihak yang diberdayakan dengan pengalaman merancang,
melaksanakan, dan mempertanggungjawabkan upaya peningkatan diri dan ekonomi
(Kartasasmita, 1996 : 249).
Dalam kaitannya dengan UKM sebagai pihak yang diberdayakan, untuk itu
diperlukan suatu perencanaan yang didalamnya terkandung prinsip-prinsip
pemberdayaan yaitu adanya pertama, pihak yang memberdayakan ( Community
Worker ) dan kedua, pihak yang diberdayakan (masyarakat). Antara kedua pihak
harus saling mendukung sehingga masyarakat sebagai pihak yang akan diberdayakan
bukan hanya dijadikan objek, tapi lebih diarahakan sebagai subjek (pelaksanaan).
1.5.2.3. Proses Pemberdayaan
Pemberdayaan sebagai suatu prose perlu adanya penmgembangan dari
keadaan yang tidak atau kurang berdaya menjadi mempunyai daya guna mencapai
kehidupan yang lebih baik. Untuk meningkatkan kapasitas masyarakat agar mampu
mentransfer daya adalah dengan strategi peningkatan pendidikan dan kesadaran.
Agar proses pemberdayaan sesuai dengan tujuannya, Adi (2001: 32-33)
yakni intervensi makro yaitu intervensi yang dilakukan di tingkat komunitas dan
organisasi sedangkan intervensi mikro adalah sutu intervensi yang dilakukan pada
level individu, keluarga, dan kelompok.
Dalam penerapannya dilapangan Adi (2001: 160) menyatakan ada 2 (dua)
pilihan pendekatan yang dapat dilakukan. Pendekatan direktif yang dilakukan
berdasarkan asumsi bahwa community worker tahu apa yang dibutuhkan dan yang
baik bagi masyarakat, sedangkan pendekatan non direktuf dilakukan berdasarkan
asumsi bahwa masyarakat tahu apa yang sebenarnya mereka butuhkan dan baik bagi
mereka.
Sesuai uraian di atas, dapat dukatakan proses pemberdayaan sebaiknya
mampu mentransfer daya dengan upaya peningkatan kapasitas masyarakatnya secara
berkelanjutan dalam meningkatkan daya dan kemampuan yang ada baik secara
individu, organisasi dan komunitas, yang merupakan upaya peningkatan
kesejahteraan dan taraf hidup masyarakat.
Kartasasmita (1995) menyatakan bahwa proses pemberdayaan dapat
dilakukan melalui tiga proses yaitu : Pertama, menciptakan suasana atau iklim yang
memungkinkan potensi masyarakat berkembang (enabling).Titik tolaknya adalah
bahwa setiap manusia memiliki potensi yang dapat dikembangkan. Artinya tidak ada
sumberdaya manusia atau masyarakat tanpa daya. Dalam konteks ini, pemberdayaan
adalah membangun daya, kekuatan atau kemampuan, dengan mendorong (encourage)
dan membangkitkan (awareness) akan potensi yang dimiliki serta berupaya
mengembangkannya. Kedua, memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh
dari iklim atau suasana. Ketiga, memberdayakan juga mengandung arti melindungi.
Dalam proses pemberdayaan, harus dicegah yang lemah menjadi bertambah lemah,
oleh karena kekurang berdayaannya dalam menghadapi yang kuat.
1.5.2.4. Pemberdayaan UKM
Pemberdayaan masyarakat mengacu kepada kata empowerment, yaitu sebagai
upaya untuk mengaktualisasikan potensi yang sudah dimiliki sendiri oleh kelompok
masyarakat tersebut. Jadi, pendekatan pemberdayaan masyarakat bertitik berat pada
pentingnya masyarakat yang mandiri sebagai suatu sistem yang mengorganisir diri
mereka sendiri sehingga diharapkan dapat memberi peranan kepada individu bukan
sekedar objek, tetapi justru sebagai subjek pelaku pembangunan ikut menentukan
masa depan dan kehidupan masyarakat secara umum.
Dalam kaitannya dengan UKM sebagai objek yang diberdayakan,
pemberdayaan adalah memberikan motivasi/ dorongan kepada UKM agar mereka
memiliki kesadaran dan kemampuan untuk menentukan sendiri apa yang harus
mereka lakukan untuk mengatasi permasalahan yang mereka hadapi.
Dalam hal ini, UKM berada dalam posisi yang tidak berdaya, ( powerless ).
Posisi yang demikian memberi ruang yang lebih besar terhadap penyalahgunaan
kekeuasaan yang berimplikasi keterpurukan UKM. Dengan demikian, UKM harus
diberdayakan sehingga memiliki kekuatan posisi tawar (empowerment of the
powerless). Pada intinya, pemberdayaan bukan membuat objek pemberdayaan makin
adalah memandirikan mereka, dan membangun kemampuan untuk memajukan diri ke
arah kehidupan yang lebih baik secara berkesinambungan.
Pemberdayaan masyarakat demikian juga terhadap UKM, bertitik tolak untuk
memandirikan UKM agar dapat meningkatkan taraf hidupnya, mengoptimalkan
sumber daya setempat, baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia.
Pemberdayaan masyarakat meningkatkan kemampuan masyarakat untuk
menyampaikan kebutuhannya kepada instansi-instansi pemberi pelayanan.
Untuk memudahkan penulis memahami konsep pemberdayaan UKM penulis
menyimpulkan bahwa: dari segi defenisi, penulis mengartikan pemberdayaan UKM
sebagai upaya untuk mengaktualisasikan potensi yang sudah dimiliki sendiri oleh
UKM. Jadi, pendekatan pemberdayaan UKM bertitik berat pada pentingnya UKM
yang mandiri sebagai suatu sistem yang mengorganisir diri mereka sendiri sehingga
diharapkan dapat memberi peranan kepada individu bukan sekedar pihak, tetapi justru
sebagai subjek pelaku pembangunan yang ikut menentukan masa depan dan
kehidupan masyarakat secara umum. Dalam kaitannya dengan pelaku di bidang UKM
sebagai objek yang akan diberdayakan, pemberdayaan adalah upaya memberikan
motivasi/ dorongan kepada pelaku di bidang UKM agar mereka memiliki kesadaran
dan kemampuan untuk menentukan sendiri apa yang harus mereka lakukan untuk
mengatasi permasalahan yang mereka hadapi.
Dari segi prinsip, didalam melakukan pemberdayaan keterlibatan pelaku
UKM yang akan diberdayakan sangatlah penting sehingga tujuan dari pemberdayaan
dapat tercapai secara maksimal. Program yang mengikutsertakan UKM, memiliki
dan mengenali serta kebutuhan mereka, serta meningkatkan keberdayaan
(empowerment) UKM dengan pengalaman merancang, melaksanakan dan
mempertanggungjawabkan upaya peningkatan diri dan ekonomi.
Dari segi proses, pemberdayaan sebagai suatu proses perlu adanya
pengembangan dari keadaan yang tidak atau kurang berdaya menjadi daya guna
mencapai kehidupan yang lebih baik. Untuk meningkatkan kapasitas UKM agar
mampu mentransfer daya adalah dengan strategi peningkatan pendidikan dan
kesehatan.
Penulis juga menambahkan tujuan dari pemberdayaan UKM dimana
Undang-undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil secara tegas menyatakan tujuan
pemberdayaan usaha kecil adalah : (1) menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan
usaha kecil menjadi usaha yang tangguh dan mandiri serta dapat berkembang menjadi
usaha menengah, dan (2) meningkatkan peranan usaha kecil dalam pembentukan
produk nasional, perluasan kesempatan kerja dan berusaha, peningkatan ekspor, serta
peningkatan dan pemerataan pendapatan untuk mewujudkan dirinya sebagai tulang
punggung serta memperkukuh struktur perekonomian nasional.
1.5.3. Program Pemberdayaan Usaha Kecil dan Menengah
Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Periode Tahun 2004 – 2009,
UKM menempati posisi strategis untuk mempercepat perubahan struktural dalam
rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Sebagai wadah kegiatan usaha
bersama bagi produsen maupun konsumen, UKM berperan dalam memperluas
pertumbuhan ekonomi, dan memeratakan peningkatan pendapatan. Bersamaan
dengan itu adalah meningkatkan daya saing dan daya tahan ekonomi nasional.
Dengan persfektif peran seperti itu ,sasaran umum pemberdayaan UKM
dalam lima tahun mendatang adalah :
1. Meningkatnya produktivitas UKM dengan laju pertumbuhan lebih tinggi dari
laju pertumbuhan produtivitas nasional;
2. Meningkatnya proporsi usaha kecil formal;
3. Meningkatnya nilai ekspor produk UKM dengan laju pertumbuhan lebih
tinggi dari laju pertumbuhan nilai tambahnya;
4. Berfungsinya sistem untuk menumbuhkembangkan wirausaha baru berbasis
ilmu pengetahuan dan teknologi; dan
5. Meningkatnya kualitas kelembagaan dan organisasi UKM.
Dalam rangka mewujudkan sasaran tersebut, pemberdayaan UKM akan
dilaksanakan dengan arah kebijakan sebagai berikut :
1. Mengembangkan UKM yang dirahkan untuk memberikan kontribusi yang
signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan kerja, dan
peningkatan daya saing; sedangkan pemberdayaan usaha skala mikro lebih
diarahkan untuk memberikan kontribusi dalam peningkatan pendapatan
pada kelompok masyarakat berpendapatan rendah.
2. Memperkuat kelembagaan dengan menerapkan prinsip-prinsip tata
kepemerintahan yang baik (good governance) dan berwawasan gender
a) Memperluas akses kepada sumber permodalan khususnya
perbankan;
b) Memperbaiki lingkungan usaha dan menyederhanakan prosedur
perijinan;
c) Memperluas dan meningkatkan kualitas institusi pendukung yang
menjalankan fungsi intermediasi sebagai penyedia jasa
pengembangan usaha, teknologi, manajemen, pemasaran, dan
informasi.
3. Memperluas basis dan kesempatan berusaha serta menumbuhkan
wirausaha baru berkeunggulan untuk mendorong pertumbuhan,
peningkatan ekspor dan penciptaan lapangan kerja terutama dengan :
a) Meningkatkan perpaduan antar tenaga kerja terdidik dan terampil
dengan adopsi penerapan teknologi;
b) Mengembangkan UKM melalui pendekatan klaster di sektor
agribisnis dan agroindustri disertai pemberian kemudahan dalam
pengelolaan usaha, termasuk dengan cara meningkatkan kualitas
kelembagaan UKM sebagai wadah organisasi kepentingan usaha
bersama untuk memperoleh efisiensi kolektif;
4. Meningkatkan peran UKM sebagai penyedia barang dan jasa pada pasar
domestik yang semakin berdaya saing dengan produk impor, khususnya
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat banyak.
5. Membangun UKM yang diarahkan dan difokuskan pada upaya-upaya
a. Membenahi dan memperkuat tatanan kelembagaan guna
menciptakan iklim dan lingkungan usaha yang kondusif bagi
kemajuan UKM serta kepastian hukum yang menjamin
terlindunginya dan/ atau anggotanya dari praktek-praktek
persaingan usaha yang tidak sehat;
b. Meningkatkan pemahaman, kepedulian dan dukungan pemangku
kepentingan (stakeholders) kepada UKM; dan
c. Meningkatkan kemandirian UKM.
1.5.3.1. Pengembangan Akses Pemasaran UKM, Permodalan, dan Produksi
Didalam penelitian ini, yang dijadikan fokus penelitian oleh penulis berkaitan
dengan program pemberdayaan UKM di Kota Medan adalah pengembangan akses
pemasaran UKM, permodalan, produksi. Dimana ketiga hal tersebut merupakan
kegiatan dalam program pemberdayaan UKM.
Dalam Pasal 14 UU No. 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil dirumuskan
bahwa “ Pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat melakukan pembinaan dan
pengembangan usaha kecil dalam bidang produksi dan pengolahan, pemasaran dan
distribusi, sumber daya manusia, dan teknologi.
1. Bidang pemasaran
Dirumuskan langkah pembinaan dan pengembangan, baik di dalam maupun
di luar negeri. Langkah tersebut dicapai lewat pelaksanaan penelitian dan pengkajian
Selain itu juga dimaksudkan untuk mengembangkan lembaga pemasaran dan jaringan
distribusi, serta memasarkan produk usaha kecil.
Pemasaran oleh banyak pengusaha kecil dan menengah dianggap sebagai
aspek yang paling penting. Pendapat yang sering muncul adalah bahwa “kemampuan
menghasilakan produk tetapi tidak disertai kemampuan memsarkan produk tersebut
adalah kehancuran“. Oleh karena itu permasalahan di bidang pemasaran pada UKM
sering ditempatkan sebagai masalah utama diantara masalah-masalah lainnya.
Permasalahan UKM pada bidang pemasaran terfokus pada tiga hal, yaitu (1)
permasalalahan persaingan pasar produk, (2) permasalahan akses terhadap informasi
pasar dan (3) permasalahan kelembagaan pendukung UKM. Munculnya
permasalahan- permasalahan tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya
adalah kekurangmampuan pengusaha kecil untuk membaca dan mengakses
peluang-peluang pasar yang potensial dan yang memiliki prospek cerah, yang akibatnya
adalah pemasaran produk cenderung statis dan monoton, baik dilihat dari segi
diversifikasi produk, kualitas ,maupun pasar. Hal ini terjadi karena pengetahuan dan
keterampilan pengusaha masih lemah ditambah lagi akses terhadap informasi pasar
yang kurang serta kelembagaan pendukung yang belum berperan khususnya dalam
hal membantu pemasaran. Lembaga pendukung tersebut misalnya asosiasi atau
instansi yang seharusnya mampu menjembatani dalam pemasaran produk UKM.
2. Bidang Permodalan
Permodalan menjadi masalah klasik UMKM bagi sejumlah pelaku UMKM,
umumnya mereka mengeluhkan tentang terbatasnya modal, yang menyebabkan usaha
beberapa kasus, tim penulis menemukan contoh ada pelaku usaha yang memulai
usahanya dengan modal hanya 2 juta rupiah dan itupun pinjaman dari bank gelap
alias rentenir, tapi setelah 5 tahun, kini memiliki omzet penjualan mencapai sekitar
150 juta per-bulan. Pelaku usaha ini bahkan mampu menampung tenaga kerja sekitar
50 orang.
Contoh di atas menunjukkan pada kita betapa seandainya saja para pelaku
UMKM bisa mendapatkan akses modal yang lebih baik dari perbankan dan dengan
bunga yang sesuai, bisa kita bayangkan tingkat kemajuan yang akan dicapai oleh
UMKM dalam mengembangkan usahanya tersebut. Bila tanpa dibantu permodalan
saja mereka bisa tumbuh dan berkembang, apalagi bila mereka mendapat dukungan
permodalan.
Ini menggambarkan betapa akses UMKM terhadap permodalan sangat kecil.
Di lain pihak, kebijakan perbankan juga masih berorientasi pada kredit konsumtif
(kredit perumahan, kredit mobil, dll). Alokasi kredit yang dikucurkan oleh perbankan
untuk konsumtif jauh lebih besar dibandingkan dengan pembiayaan dan investasi.
Alasannya, dengan bunga mencapai 40 persen per tahun, kredit komsumtif lebih
menguntungkan. Sedangkan kredit pembiayaan dan investasi hanya sekitar 20 persen.
Kecilnya jatah kredit untuk sektor pembiayaan rupanya menjadi perhatian
pemerintah. Bank Indonesia menetapkan pada tahun 2003 kucuran kredit untuk
UMKM sebesar 42,3 trilyun rupiah. Dana kredit tersebut berasal dari perbankan
nasional, termasuk Bank Syariah dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Selanjutnya
pada tahun 2004 meningkat secara signifikan menjadi 72,1 trilyun rupiah. Pada tahun
UMKM sebesar 60,4 trilyun rupiah. Peningkatan ini juga menunjukkan keyakinan
perbankan bahwa pasar di sektor UMKM masih luas.
Tapi kenyataannya, para pelaku UMKM masih saja mengeluh, sebagai akibat
rumitnya mengakses kredit di perbankan. Bank selalu saja memberlakukan
persyaratan standar bagi kreditur, termasuk berlaku juga bagi kalangan UMKM.
Misalnya mengharuskan adanya agunan dan kelengkapan surat-surat izin usaha.
Padahal kenyataannya, masih cukup banyak UMKM yang bentuk usahanya belum
memiliki izin formal (informal), tapi sangat produktif dan menyerap tenaga kerja
yang sangat besar. Ada beberapa bank yang cukup berani mengucurkan kredit bagi
UMK hanya dengan syarat-syarat yang sederhana dan mudah, seperti Bank Danamon
DSP (Danamon Simpan Pinjam).
Permodalan bagi UMK ini rupanya menjadi program yang menarik bagi Bank
Danamon. Melalui DSP, Bank Danamon ini telah membuat simpul-simpul di
kecamatan untuk menghimpun dana sekaligus penyalurannya kepada UMKM.
Program ini menyalurkan kredit tanpa agunan dengan kriteria telah menjadi nasabah
setidaknya lima bulan. Sedangkan jumlah kredit dibatasi maksimal 4 kali lipat dari
saldo rata-rata tiap tahunnya. Program ini mudah-mudahan menjadi jawaban dari
sejumlah persoalan permodalan UMKM Sumut dan diakui oleh lembaga keuangan
lainnya.
Dalam sebuah perbincangan, Pemimpin Kantor Bank Indonesia Medan, Hadi
Hasyim menyebutkan pihaknya telah melakukan sosialisasi di tiga daerah seperti
Semakin besar alokasi dana untuk kredit UMKM diharapkan akan berdampak pada
kemudahan dalam memperoleh kredit.
Namun sebuah fakta lain menyebutkan, restrukturisasi (pembangunan
kembali) kredit UMKM bukan tidak mungkin terjadi penyimpangan di lapangan,
apalagi melibatkan dana yang sangat besar. Dikhawatirkan, UMKM skala kecil tidak
mendapatkan kredit ini. Dan ini terungkap dalam sebuah rapat dengar pendapat
dengan DPRD Sumut. Data dari pihak perbankan menyebutkan kalau usaha
menengah-lah yang lebih banyak memperoleh fasilitas kredit perbankan.
Bukan rahasia lagi, sulitnya akses permodalan bagi UMKM ini telah memberi
peluang berkembangnya rentenir. Pelaku UMKM yang kerap mengalami kesulitan
permodalan, karena tak punya pilihan, akhirnya lebih memilih meminjam dari
rentenir dengan bunga yang mencekik leher bisa mencapai 15-20 persen per bulan.
Alternatif ini terpaksa dipilih karena meminjam melalui rentenir ini relatif tanpa
prosedur dan pencairannya juga sangat cepat, jauh berbeda dengan kredit melalui
perbankan.
Bahkan hampir 80 persen usaha mikro dan kecil sumber pembiayaannya
masih dari modal sendiri dan sumber nonformal (seperti tengkulak dan rentenir) yang
membebankan tingkat bunga jauh di atas tingkat suku bunga lembaga nonbank
(seperti koperasi) maupun perbankan.
Oleh karena itu, pemerintah diminta untuk lebih intensif melakukan
upaya-upaya guna meningkatkan akses UMKM pada lembaga jasa keuangan, baik
perbankan maupun keuangan nonbank (seperti modal ventura, koperasi, dan lembaga
3. Bidang Produksi
Dalam usaha kecil menengah yang merupakan kegiatan ekonomi rakyat tidak
terlepas dari produksi. Yang sering menjadi permasalahan produksi UKM kita saat ini
adalah ketersediaan bahan baku. Dimana suplai bahan baku untuk usaha kecil
menengah ini kurang memadai dan berfluktuasi.
Hal ini disebabkan oleh :
a. Adanya pembeli besar yang menguasai bahan baku
b. Harga bahan baku masih terlalu tinggi
c. Kualitas bahan baku rendah karena tidak adanya standarisasi dan adanya
manipulasi kualitas bahan baku.
d. Sistem pembelian bahan baku secara tunai menyulitkan pengusaha kecil,
sementara pembayaran penjualan produk umumnya tidak tunai.
1.5.3.2. Program yang telah dilakukan DISPERINDAG.
1. Tahun anggaran 2008 yaitu :
a) Fasilitasi bagi industri kecil dan menengah bagi pemanfaatan sumber
daya yaitu :
− Pelatihan keterampilan sulaman bordir di Pusat industri Kecil
− Pelatihan keterampilan IK/RT hasil musrembang Kecamatan
untuk empat angkatan.
b) Perluasan pemasaran produk UKM
c) Terlaksananya pembinaan Gugus Kendali Mutu bagi UKM.
d) Terlaksananya pameran UKM di dalam dan di luar negeri.
e) Meningkatnya jumlah konsumen potensial terhadap produk UKM.
2. Tahun anggaran 2009 ( sedang berjalan ) yaitu :
a) Program peningkatan dan pemberdayaan ekspor yaitu :
− Sosialisasi kebijakan dan penyederhanaan prosedur dokumen
ekspor dan impor.
b) Program pemberdayaan industri kecil dan menengah yaitu
− Pelatihan keterampilan di Kelurahan hasil musrenbang
kecamatan untuk lima angkatan.
− Pelatihan keterampilan industri kecil dan menengah.
c) Program pemberdayaan industri kecil dan menengah yaitu :
− Pemberian fasilitas kemudajan akses perbankan bagi industri
kecil dan menengah dalam bentuk perkuatan permodalan
UKM ( dana pendampingan UKM )
d) Program pemberdayaan industri kecil dan menengah yaitu :
− Pelaksanaan promosi industri kecil dan menengah dalam
1.6. Defenisi Konsep
Konsep adalah istilah yang digunakan dalam menggambarkan secara abstrak
mengenai kejadian, keadaan, kelompok atau individu yang menjadi perhatian ilmu
sosial. ( Singarimbun , 1989 ).
Untuk menetapkan batasan-batasan yang lebih jelas mengenai
variabel-variabel yang akan diteliti maka defenisi konsep yang akan digunakan dalam
penelitian ini adalah :
1. Peranan pemerintah adalah perbuatan pemerintah atas sesuatu pekerjaan yang
harus dilaksanakan dan dikaitkan dengan kehidupan seseorang.
2. Pemberdayaan UKM adalah memberikan motivasi/ dorongan kepada pelaku
dibidang UKM agar mereka memiliki kesadaran dan kemampuan untuk
menentukan sendiri apa yang harus mereka lakukan untuk mengatasi
permasalahan yang mereka hadapi yang dilakukan oleh pemerintah bersama
dengan masyarakat dan swasta sebagai pilar utama pembangunan untuk
memperoleh suatu perubahan kualitas hidup yang lebih baik yang berisfat
kontinu/ berkelanjutan.
3. Program pemberdayaan UKM di Kota Medan adalah sebuah upaya pemerintah
Kota Medan (DISPERINDAG) memberdayakan UKM di kota Medan agar
dapat mengatasi kendala-kendala manajerial, permodalan, dan kewirausahaan
1.7. Defenisi Operasional
Defenisi operasional adalah unsur-unsur penelitian yang memberitahuakn
bagaimana cara mengukur suatu variabel sehingga dalam pengukuran ini dapat
diketahui indikator-indikator apa saja pendukung yang dialisa dari variabel tersebut
(Singarimbun 1995 : 46). Suatu defenisi operasional merupakan spesialisasi kegiatan
penelitian dalam mengukur suatu variabel. Adapun defenisi operasional dalam
penelitian ini adalah :
1. Sumber daya pendukung dan bahan-bahan dasar yang diperlukan
untuk
melaksanakan pemberdayaan meliputi :
a. Sumber daya manusia
b. Penyampaian / sosialisasi informasi yang berhubungan dengan
pelaksanaan pemberdayaan.
2. Pelaksanaan program dan strategi yang dilakukan dalam
pengembangan jaringan pemasaran , yang dapat dilihat dari :
a. Peningkatan pengetahuan dan keterampilan tentang pasar dan
pemasaran bagi UKM.
b. Tersedianya akses terhadap informasi pasar untuk memasarkan
produk, misalnya tentang produk yang dinginkan, potensi
pasar, tata cara memasarkan produk dan lain-lain.
c. Pemanfaatan teknologi informasi untuk pemasaran produk.
e. Terciptanya saran promosi dan uji pasar bagi produk-produk
UKM.
f. Mengembangkan seluruh UKM di Kota Medan.
3. Pelakasanaan program dan strategi yang dilakukan dalam bentuk
modal :
a. Sosialisasi tentang pentingnya UKM.
b. Memperlancar sistem dan prosedur kredit dari lembaga
keuangan bank dan nonbank.
c. Pemberian bantuan modal dengan suku bunga yang relatif
rendah.
4. Hasil yang dapat dilihat dari :
a. Respon dan keterlibatan UKM terhadap program
b. Manfaat pemberdayaan UKM terhadap UKM, khususnya
terhadap pengembangan jaringan pemasaran UKM dan
I.8. Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini menguraikan latar belakang masalah, perumusan masalah,
tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, hipotesis, definisi
konsep, definisi operasional dan sistematika penulisan.
BAB II METODE PENELITIAN
Bab ini terdiri dari bentuk penelitian, lokasi penelitian, populasi dan
sample, teknik pengumpulan data, teknik penentuan skor dan teknik
analisa data.
BAB III DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
Bab ini berisi gambaran umum tentang objek atau lokasi penelitian
yang relevan dengan topik penelitian.
BAB IV PENYAJIAN DATA
Bab ini berisi hasil data yang diperoleh dari lapangan dan atau berupa
dokumen yang akan dianalisis.
BAB V ANALISA DATA
Bab ini berisi tentang uraian data-data yang diperoleh setelah
melaksanakan penelitian.
BAB VI PENUTUP
Bab ini memuat kesimpulan dan saran dari hasil penelitian yang
BAB II
METODE PENELITIAN
2.1. Bentuk Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif, yaitu untuk mengetahui nilai
variabel mandiri baik satu variabel atau lebih tanpa membuat perbandingan atau
menghubungkan antara variabel yang satu dengan variabel yang lain (Sugiyono,
2005:11)
2.2. Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Kecamatan Medan Denai, Jl. Menteng VII, Medan.
2.3. Populasi dan Sampel
2.3.1. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas subyek dan obyek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi bukan hanya orang, tetapi juga
objek dan benda-benda alam lainnya. Populasi juga bukan sekedar jumlah yang ada
pada objek/subjek yang dipelajari, tapi meliputi seluruh karakteristik/sifat yang
dimiliki oleh subjek atau objek itu. Yang menjadi populasi dalam penelitian ini
adalah seluruh pengusaha UKM di Kelurahan Menteng, Kecamatan Medan Denai.
2.3.2. Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi. Teknik penentuan sampel dalam penelitian ini adalah dengan Purposive
Sampling, yaitu banyaknya sampel dan yang menjadi sampel ditentukan dimana
sampel itu harus yang mengerti permasalahan penelitian untuk ketepatan tujuan
penelitian. Menurut Sugiyono (2005: 96), sampling purposive adalah teknik
penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu. Sampel dalam penelitian ini adalah
responden yang mengetahui permasalahan penelitian, adalah 22 orang pengusaha
UKM.dan Kepala Bagian Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Medan sebagai
informan kunci.
2.4. Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data atau informasi, keterangan-keterangan yang
diperlukan penulis menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut :
1. Pengumpulan Data Primer
Yaitu pengumpulan data yang dilakukan secara langsung ke lokasi penelitian
untuk mendapatkan data yang lengkap dan berkaitan dengan masalah yang
diteliti. Data primer tersebut dilakukan dengan cara sebagai berikut :
a. Metode Observasi
Yaitu teknik pengumpulan data dengan pengamatan langsung terhadap
sejumlah acuan yang berkenaan dengan topik penelitian.
Yaitu teknik pengumpulan data melalui pemberian daftar pertanyaan
secara tertutup kepada responden yang dilengkapi dengan beberapa
alternatif jawaban.
c. Kuisoner
Yaitu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan tanya jawab
secara langsung kepada pihak-pihak terkait.
2. Pengumpulan Data Sekunder
Yaitu cara pengumpulan data yang dilakukan melalui :
a. Penelitian Kepustakaan
Yaitu pengumpulan data yang diperoleh dengan menggunakan
berbagai literatur seperti buku, dokumen, majalah dan berbagai bahan
yang berhubungan dengan objek penelitian.
b. Studi Dokumentasi
Yaitu pengumpulan data yang diperoleh melalui pengkajian dan
penelaahan terhadap catatan tertulis maupun dokumen-dokumen yang
berkaitan dengan masalah yang diteliti.
2.5. Teknik Analisa Data
Teknik analisa data yang dipergunakan adalah teknik analisa data kualitatif,
yaitu dengan menyajikan data yang dimulai dengan menelaah seluruh data yang
tersedia dari berbagai sumber data yang terkumpul, mempelajari data, menelaah,
berikutnya, dan memeriksa keabsahan data serta menafsirkannya dengan analisis
sesuai dengan kemampuan daya nalar peneliti untuk membuat kesimpulan penelitian
BAB III
DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
3.1. Sejarah Singkat Kecamatan Medan Denai
Kecamatan Medan Denai adalah salah satu dari 2
da
di selatan, dan
Pada tahun
Luasnya adalah 9,05 km² dan kepadatan penduduknya adalah 13.867,96 jiwa/km².
Daerah ini adalah bekas kawasan perkebunan
Kecamatan Medan Denai mempunyai 6 kelurahan. Mereka adalah:
• Tegalsari Mandala I
• Tegalsari Mandala II
• Tegalsari Mandala III
• Denai
• Binjai
• Medan Tenggara
3.2. Perkampungan Industri Kecil ( PIK )
Bila didasarkan harga konstan tahun 1993, pendapatan per kapita masyarakat
Rp.2.775.285,56 pada tahun 2000. Angka-angka ini menunjukkan bahwa dari waktu
ke waktu secara umum kesejahteraan masyarakat Kota Medan semakin meningkat.
Guna mendukung perkembangan perekonomian Kota Medan, pemerintah
menyediakan kawasan-kawasan industri dengan manajemen terpadu.
Kebijakan pengembangan sektor industri juga mencakup kebijakan
pengembangan sub sektor industri kecil menengah (UKM). Salah satu strategi yang
ditempuh adalah membangun lokasi khusus industri kecil menengah (UKM) yang
diberi nama Perkampungan Industri Kecil (PIK), di Kelurahan Medan Tenggara
Kecamatan Medan Denai. Kawasan ini memiliki luas 14.496 meter persegi.
PIK adalah satu kawasan perajin industri kecil yang dibangun Pemerintah
Kota Medan tahun 1996. Ada 99 rumah toko (ruko) bertingkat dua berukuran 4 x 7
meter disediakan di sana untuk perajin kecil, seperti, penjahit pakaian, tukang sepatu,
dan bordir. Dari 99 ruko itu, di antaranya 25 ruko perajin sepatu. Ruko tersebut
ditempati perajin usaha kecil dengan membayar uang muka Rp 2,6 juta dan cicilan
Rp 203.000 per bulan.
Manajeman PIK juga menyediakan lahan dengan harga yang relatif murah
dengan
berbagai fasilitas produksi yang diperlukan seperti halnya KIM, termasuk bantuan
mendapatkan mitra usaha, permodalan dan pelatihan kewirausahawan, manajemen
produksi dan pemasaran untuk meningkatkan kualitas produk yang dihasilkan
sehingga memiliki daya saing baik di pasar lokal, domestik maupun kebutuhan pasar
ekspornya. Sampai saat ini sejumlah pengusaha kecil menengah (UKM) telah
menengah yang dihasilkan. Untuk mengantisipasi kebutuhan lokasi berusaha yang
lebih besar pada masa datang sesuai dengan perkembangan industri yang ada
khususnya memasuki era perdagangan bebas (AFTA/APEC, dan lain-lain). Guna
mengembangkan bisnisnya, kalangan pengusaha kecil menengah, selain memerlukan
bantuan modal, juga pembinaan untuk memasarkan produknya dari badan usaha milik
negara (BUMN).
3.3. Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Medan
3.3.1. Sejarah Singkat Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Medan
Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Medan merupakan salah satu
Instansi Pemerintah Kota Medan yang melaksanakan tugas pelayanan publik dalam
bidang perindustrian dan perdagangan. Seiring dengan bergulirnya reformasi maka
terjadi perubahan diberbagai bidang kehidupan, tak terkecuali dalam bidang
pemerintahan yakni diberlakukannya otonomi daerah. Diberlakukannya otonomi
daerah ini berimbas kepada terjadinya perubahan lembaga pelayanan.
Dengan diberlakukannya Undang-undang No. 22 tahun 1999 dan sesuai
dengan Peraturan Daerah Kota Medan No. 4 Tahun 2001 tentang pembentukan
organisasi dan tata kerja dinas-dinas di lingkungan Pemerintah Kota Medan, maka
Dinas Perindustrian dan Perdagangan adalah salah satu unit kerja pemerintah kota
Medan yang terdiri dari gabungan eks Departemen Perdagangan Kodya Medan
dengan Kantor Departemen Perindustrian Kodya Medan (Gabungan dari eks kantor
Departemen Perdagangan dan eks kantor Departemen Perdagangan dan eks kantor
3.3.2. Stuktur Organisasi Disperindag Kota Medan
Dalam menjalankan suatu perusahaan baik Instansi Pemerintah maupun
swasta membutuhkan adanya suatu stuktur organisasi untuk uraian tugas yang jelas.
Dengan demikian setiap pegawai akan dapat memahami secara jelas apa tugas dan
wewenang serta tanggung jawab yang diberikan kepadanya, sejauh mana wewenang
seorang pegawai sehingga dalam melaksanakan tugasnya dapat lebih efisien dan akan
mengurangi terjadinya penyimpangan terhadap tujuan perusahaan dan kebijaksanaan
yang telah ditentukan oleh perusahaan tersebut.
3.3.3 Bidang-bidang Kerja
Tugas dan fungsi dari setiap bagian dalam struktur organisasi dinas
perindustrian dan perdagangan kota Medan adalah sebagai berikut :
1. Kelapa Dinas
Kepala Dinas bertugas untuk :
a) Merumuskan dan melaksanakan kebijakan teknis dibidang perindustrian dan
perdagangan.
b) Melaksanakan pemberian bimbingan, pembinaan dalam pelaksanaan kegiatan
industri dan perdagangan.
c) Menyelenggarakan perlindungan konsumen.
d) Menetapkan tera dan tera ulang, alat ukur, tukar, timbang dan perlengkapan
(UTTP).
f) Melaksanakan seluruh kewenangan yang ada sesuai dengan bidang dan
tugasnya.
g) Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh kepala daerah
2. Bagian Tata Usaha
Pada bagian tata usaha mencakup beberapa sub, yaitu :
a) Sub bagian Kepegawaian
b) Sub bagian Keuangan
c) Sub bagian Umum
d) Sub bagian perlengkapan
Tugas bagian Tata Usaha :
Bagian Tata Usaha mempunyai tugas untuk melaksanakan sebagian tugas
pokok Disperindag di bidang Ketatausahaan yang meliputi pengolahan administrasi
kepegawaian, keuangan, perlengkapan, dan kerumah tanggan dan urusan umum
lainnya.
Fungsi bagian Tata Usaha :
a) Menyusun rencana kegiatan kerja.
b) Mengelola urusan perlengkapan, kerumah tanggan dan pengadaan barang.
c) Mengelola urusan administrasi kepegawaian.
d) Mengelola urusan keuangan dan perbendaharaan serta penyusunan laporan
keuangan.
e) Melaksanakan pengelolaan urusan surat menyurat dan urusan umum lainnya.
f) Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh kepala dinas sesuai
3. Sub Dinas Perencanaan
Pada Sub Dinas Perencanaan mencakup beberapa sub, yaitu :
a) Seksi Penyusunan Program Perindustrian.
b) Seksi Penyusunan Program Perdagangan.
c) Seksi Data dan Informasi.
d) Seksi Evaluasi dan Pelaporan.
Tugas Sub Dinas Perencanaan adalah melaksanakan tugas-tugas dibidang
perencanaan perusahaan
Fungsi Sub Dinas Perencanaan Adalah:
a. Menyusun rencana kegiatan kerja.
b. Mempersiapkan dan merumuskan rencana produksi dan mengkoordinasikan
dengan unit terkait.
c. Mengumpulkan, merumuskan kebijakan, dan mrncata hasil perindustrian dan
perdagangan.
d. Mempersiapkan, merumuskan dan menyusun laporan kegiatan pelaksanaan
program kerja dinas.
e. Mengevaluasi, menganalisa dan menyusun laporan kegiatan pelaksanaan
program kerja dinas.
f. Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas sesuai
dengan bidang dan tugasnya.
4. Sub Dinas Perindustrian
a. Seksi Agro dan Hasil Hutan
b. Seksi Industri Tekstil, Kimia dan Tambang
c. Seksi Logam, Elektronik dan Perekayasaan
d. Seksi Pengembangan dan Pembinaan
Tugas Sub Dinas Perindustrian:
Melaksanakan tugas di bidang perindustrian yang meliputi pembinaan dan
pengembangan sarana usaha serta peningkatan mutu hasil produksi.
Fungsi Sub Dinas Perindustrian adalah:
a. Menyusun kegiatan kerja
b. Memberikan bimbingan teknis untuk peningkatan usaha, produksi dan
melaksanakan penerapan standard dan penerapan teknologi serta
melaksanakan pengawasan diversifikasi dan mutu bidang agro dan hasil
hutan, industri kimia, tekstil dan tambang, logam elektronika, mesin dan
perekayasaan.
c. Membina dan mengembangkan usaha dan produksi serta melaksanakan
hubungan kerjasama dengan mitra usaha industri.
d. Memberikan pelayanan penerbitan izin bidang industri sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
e. Memantau, mengevaluasi dan melaporkan kegiatan bidang perindustrian.
f. Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas sesuai
dengan bidang tugasnya.
5. Sub Dinas Industri dan Menengah
a) Seksi Industri Kecil dan Menengah
b) Seksi Dagang Kecil dan Menengah
c) Seksi Iklim Usaha
d) Seksi Industri dan Dagang Informal
Tugas Sub Dinas Industri Kecil dan Menengah :
Melaksanakan sebagian tugas sub Dinas di bidang Industri dan Dagang Kecil
dan Menengah.
Fungsi Sub Dinas Industri Kecil dan Menengah :
a) Menyusun rencana kegiatan kerja
b) Menyusun petunjuk teknis pembinaasn kegiatan dibidang usaha Industri Kecil
dan Menengah, dagang kecil dan menengah serta industri dagang formal.
c) Mempersiapkan pembinaan bidang iklim usaha.
d) Melaksanakan bimbingan dalam mengembangkan sarana usaha, produksi di
bidang usaha Industri Kecil dan Menengah, Dagang Kecil dan Menengah
serta Industri dan Dagang Formal.
e) Melaksanakan pemantauan dibidang Industri Dagang Kecil dan Menengah.
f) Menciptakan kerjasama dengan dunia usaha dibidang Industri Dagang Kecil
dan Menengah.
6. Sub Dinas Perdagangan
Pada Sub Dinas Perdagangan mencakup beberapa sub, yaitu :
a) Seksi Usaha Perdagangan.