RINGKASAN
DIANI NOFESA. D24080056. 2012. Performa Produksi dan Organ Dalam Kelinci Peranakan New Zealand White Jantan yang Diberi Pelet Ransum Komplit Mengandung Daun Indigofera zollingeriana dan Leucaena leucocephala. Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama : Dr. Ir. Luki Abdullah, M.Sc.Agr. Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Moh. Yamin, M.Agr.Sc.
Kelinci merupakan salah satu ternak penghasil daging yang dapat dijadikan alternatif untuk memenuhi kebutuhan protein hewani. Daging kelinci memiliki kandungan protein yang tinggi dan kolesterol yang relatif rendah. Pakan merupakan komponen penting dalam budidaya kelinci. Pakan yang memenuhi kebutuhan nutrisi akan mendukung potensi kelinci untuk menghasilkan jumlah dan kualitas daging yang diharapkan. Pemenuhan kebutuhan nutrisi kelinci dalam ransum dapat berasal dari berbagai jenis bahan baku pakan sumber protein, seperti legum. Indigofera zollingeriana dan Leucaena leucocephala (lamtoro) merupakan legum yang potensial sebagai sumber protein lokal yang dapat digunakan sebagai campuran pakan kelinci. I. zollingeriana memiliki kandungan protein sebesar 23,40%-27,60% dan lamtoro mempunyai kandungan protein sebesar 21%. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan pengaruh pemberian pelet ransum komplit mengandung daun I. zollingeriana dan lamtoro dengan taraf yang berbeda terhadap performa produksi dan organ dalam kelinci peranakan New Zealand White jantan.
Penelitian ini menggunakan 20 ekor kelinci peranakan New Zealand White jantan dengan bobot rata-rata 1653,36 ± 265,46 g/ekor dengan koefisien variasi sebesar 16,06%. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan lima perlakuan dan empat kelompok. Perlakuan yang diberikan adalah R0 (Pelet ransum komersil dengan 0% lamtoro dan 0% I. zollingeriana), R1 (Pelet ransum komplit dengan 30% lamtoro dan 0% I. zollingeriana), R2 (Pelet ransum komplit dengan 20% lamtoro dan 10% I. zollingeriana), R3 (Pelet ransum komplit dengan 10% lamtoro dan 20% I. zollingeriana), R4 (Pelet ransum komplit dengan 0% lamtoro dan 30% I. zollingeriana). Data dianalisis menggunakan analysis of variance (ANOVA), untuk melihat perbedaan antar perlakuan dilakukan uji Jarak Duncan. Peubah yang diamati adalah konsumsi ransum, pertambahan bobot badan harian, efisiensi pakan, bobot potong, persentase karkas dan non karkas, kadar lemak daging, bobot hati, bobot jantung, bobot ginjal, dan Income Over Feed Cost (IOFC).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian ransum perlakuan berdampak relatif sama dalam meningkatkan performa produksi kelinci peranakan New Zealand White jantan. Penggunaan hijauan pada pelet ransum komplit perlakuan R1 (30% lamtoro) dan R4 (30% I. zollingeriana) cenderung dapat menurunkan kadar lemak daging. Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pelet ransum komplit mengandung daun I. zollingeriana dan lamtoro dapat direkomendasikan sebagai ransum kelinci berbahan pakan hijauan yang tinggi protein.
ABSTRACT
Performance and Viscera Persentage of New Zealand White Crossbred Rabbit Fed with Complete Feed Containing Indigofera zollingeriana and Leucaena
leucochepala Leaves
D. Nofesa, L. Abdullah and M. Yamin
The aim of the study was to compare and analize the effect of complete feed with different combination I. zollingeriana leaves and Leucaena leucochepala leaves on rabbit performance. This research used a randomized block design, with five dietary treatments and four replications. The treatments were R0 (commercial pellet ration with 0% Leucaena leucochepala and 0% I. zollingeriana), R1 (complete pellet ration containing 30% Leucaena leucocephala and 0% I. zollingeriana, R2 (complete pellet ration containing 20% Leucaena leucocephala and 10% I. zollingeriana), R3 (complete pellet ration containing 10% Leucaena leucocephala and 20% I. zollingeriana), R4 (complete pellet ration containing 0% Leucaena leucocephala and 30% I. zollingeriana). Variables observed were feed intake, body weight gain, feed efficiency, fat content, carcass and non carcass weight, liver, heart, kidneys weights and Income Over Feed Cost. The data were analyzed with analysis of variance, and the differences among treatment were examined with Duncan Range Test. The results show that all complete pellet ration having the same effect in improving the performance of rabbits. Complete ration pellet with 30% Leucaena leucocephala and completed ration pellet with 30% I. zollingerianahad a tendency to derease the fat content compared with commercial pellet rations. It can be concluded that complete pellet ration containing I. zollingeriana and Leucaena leucochepala can be recommended as rabbit pellet.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kelinci adalah ternak penghasil daging yang dapat dijadikan alternatif untuk
memenuhi kebutuhan protein hewani. Daging kelinci mengandung protein tinggi dan
kolesterol lebih rendah dibandingkan daging ternak lain. Kelinci mampu
menghasilkan anak dengan jumlah per kelahiran tinggi, laju pertumbuhan tinggi serta
mudah dalam pemenuhan kebutuhan pakannya karena tidak bersaing dengan
kebutuhan pangan manusia.
Pakan merupakan komponen penting dalam budidaya kelinci. Pakan yang
memenuhi kebutuhan nutrisi akan mendukung potensi kelinci untuk menghasilkan
jumlah dan kualitas daging yang diharapkan. Pemenuhan kebutuhan nutrisi kelinci
dalam ransum dapat berasal dari berbagai jenis bahan baku pakan sumber protein,
seperti legum. Indigofera zollingeriana dan Leucaena leucocephala (lamtoro)
merupakan legum pakan yang potensial sebagai sumber protein lokal yang dapat
digunakan sebagai campuran pakan kelinci.
I. zollingeriana dan lamtoro adalah leguminosa yang berkembang di daerah
tropis, toleran terhadap kekeringan dan pertumbuhan kedua tanaman tersebut cukup
cepat karena kemampuannya yang adapif terhadap lingkungan tropis. Kedua legum
ini sudah berkembang di masyarakat dan sering digunakan sebagai hijauan pakan
tambahan untuk memenuhi kebutuhan protein ternak. Peternak di Indonesia telah
menggunakannya sejak disosialisaikan penggunaannya oleh pemerintah.
Penyajian kedua jenis hijauan ini dalam ransum masih terbatas sebagai
sumber pakan yang diberikan secara terpisah dan dalam bentuk segar. Pemberian
dalam komponen ransum komplit belum pernah dilakukan untuk ternak kelinci.
Penelitian ini merupakan pengujian ransum komplit yang mengandung I.
zollingeriana dan lamtoro yang diatur dalam taraf berbeda untuk diketahui
peranannya sebagai bahan pakan dalam ransum komplit.
Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan pengaruh pemberian pelet
ransum komplit mengandung daun I. zollingeriana dan lamtoro dengan taraf yang
berbeda terhadap performa produksi dan organ dalam kelinci peranakan New
ters Am mak ini gen poh Kan ber anta kas zoll Indigofe sebar secara merika Selata kanan ternak adalah mem
nangan air, d
hon tropis
ndungan pro
rkisar antara
ara 22%-46%
Menuru
sar sebesar 2
lingeriana m
Taksono divisi sub divi kelas bangsa suku marga jenis fera zollinge a geografis
an. Banyak s
k, pupuk hij
miliki kandun
dan tahan ter
memiliki k
otein kasar b
22%-29%,
% (Hassen e
Ga
ut Hassen et
24,3%, sedan
mempunyai
omi tanaman
: Spe
isi : Ang
: Dic : Ros : Leg : Ind : Ind TINJAU Indigofe eriana adala
di Afrika t
spesies di A
jau atau seb
ngan protein
rhadap salini
kandungan n
beberapa spe
sedangkan k
et al., 2007).
ambar 1. Ind
Sumber
al. (2008) I
ngkan menu
protein kasa
n I. zollinger
ermatophyta giospermae cotyledonae sales guminosae digofera digofera zolli UAN PUSTA era zollinger ah genus d
tropis, Asia
Afrika dan As
bagai tanama
n yang tingg
itas. Indigofe
nutrisi yang
esies Indigofe
kandungan s
digofera zoll
: Abdullah (20
Indigofera s
urut Abdullah
ar sekitar 23,
rianasebaga ingeriana AKA riana dengan sekit a, Australia,
sia telah dila
an penutup.
gi, toleran te
fera sp. adala
g baik untu
fera sp. dilap
serat (NDF)
lingeriana
010)
sp. mempun
h dan Suhar
,40%-27,60%
ai berikut :
tar 700 spe
, Amerika U
aporkan berg
Khas dari l
erhadap mus
ah tanaman l
uk ternak r
Menurut Skerman (1982), ciri-ciri legume Indigofera sp. adalah tinggi
kandungan protein dan toleran terhadap kekeringan dan salinitas menyebabkan sifat
agronominya sangat diinginkan. Saat akar terdalamnya dapat tumbuh
kemampuannya untuk merespon curah hujan yang kurang dan ketahanan terhadap
herbivore merupakan potensi yang baik sebagai tanaman penutup tanah untuk daerah
semi-kering dan daerah kering. Interval defoliasi tanaman ini yaitu 60 hari dengan
intensitas defoliasi 100 cm dari permukaan tanah pada batang utama dan 10 cm dari
pangkal percabangan pada cabang tanaman. Produksi bahan kering (BK) total
Indigofera sp. adalah 21 ton/ha/tahun dan produksi bahan kering daun total 5
ton/ha/tahun (Hassen et al., 2008). Menurut Tarigan dan Ginting (2011), Indigofera
sp. dapat digunakan sebagai bahan pakan sumber protein dengan kandungan tanin
yang rendah yaitu sebesar 0,8 g/kg bahan kering.
Lamtoro (Leucaena leucocephala)
Lamtoro (Leucena leucocephala) merupakan salah satu leguminosa pohon
yang mengandung protein tinggi dan karotenoid yang sangat potensial sebagai pakan
ternak. Lamtoro merupakan legum pohon yang produktif menghasilkan hijauan,
tahan pemotongan, pengembalaan berat, dan sebagai pakan tambahan bermutu
tinggi. Tanaman lamtoro dapat diberikan kepada ternak dalam bentuk hijauan segar,
kering, tepung, silase, dan pelet. Lamtoro sangat baik sebagai pakan ternak,
dikarenakan daun lamtoro kaya akan protein, karoten, vitamin, dan mineral (Soeseno
dan Soedaharoedjian, 1992). Menurut Mtenga dan Laswai (1994) lamtoro memiliki
kandungan protein yang tinggi (21%), kandungan asam aminonya cukup tinggi dan
juga memiliki antinutrisi seperti mimosin dan tanin. Wood et al. (2003) menyatakan
bahwa terjadi penurunan kadar mimosin daun lamtoro akibat pemanasan pada suhu
60°C dari 3,2% menjadi 2,5% dan pada pemanasan 145°C turun menjadi 1,8%.
Selain itu, terjadi inaktivasi mimosin akibat proses pelleting. Menurut Laconi dan
Widiyastuti (2010), detoksifikasi secara fisik dan kimia mampu menurunkan
kandungan mimosin daun lamtoro dengan perendaman selama 12 jam dalam air pada
gam kon men itu tida men diam pen pan pak men mem bah yan pro baik (Ri Pelet be
mal, namun p
nsumsi paka
nyebabkan k
Onwudike
ak lebih dari
Menuru
nggiling bah
meter, panja
ngolahan bah
nas dan teka
kan, mempe
ngurangi pen
Menuru
miliki kom
hannya, hija
ng dapat dig
otein kasar se
k dibanding
zqiani, 2011
G
erbasis daun
pemberian d
an, dan efis
kerontokan
(1995) mere
i 50% total ra
ut Pond et
han baku yan
ang dan dera
han baku ran
anan. Ransum
ermudah pe
nyusutan (D
ut Abdullah
mposisi baha
auan yang b
gunakan seb
ebesar 25,66
gkan dengan
1)
Gambar 2. Le
Sumber
n lamtoro le
daun lamtoro
siensi pakan
dan reddish
ekomendasik ansum. al. (1995) ng kemudian ajat kekerasa nsum secara
m dalam be
enanganan
Dozier, 2001)
(2010), hij
an yang leb
berpotensi di
bagai pakan
6%. Perform
n kelinci ya
eucaena leuc
r : flickriver.co
ebih disukai
o dapat meng
n. Daun lam
pada kelinc
kan penggun
Pelet pelet adal
n dipadatkan
an yang berb
mekanik ya
entuk pelet d
sehingga m
).
auan dapat
bih padat d
iproses men
sumber pro
ma kelinci ya
ang diberi
cocephala
om
i oleh kelin
gurangi pertu
mtoro menga
ci (Onwudik
naan daun l
lah ransum
n menggunak
beda. Pelet m
ang didukung
dapat menin
menurunkan
dibentuk m
dan tidak m
njadi pelet a
otein karena
ang diberi pa
pakan berup
nci dibandin
umbuhan bo
andung mim
ke, 1995). O
lamtoro dala
yang dibu
kan die deng
merupakan h
g oleh faktor
ngkatkan nu
biaya pro
menjadi pele
mengubah
adalah I. zol
a memiliki akan berupa pa butiran ngkan daun obot badan, mosin yang Oleh karena am ransum uat dengan gan bentuk, hasil proses
r kadar air,
trisi dalam
oduksi dan
et sehingga
kandungan
llingeriana
kandungan
pelet lebih
Kelinci New Zealand White
Kelinci memiliki potensi cukup baik untuk dikembangkan sebagai penghasil
daging yang dapat dijadikan alternatif sumber protein hewani bagi masyarakat, selain
itu bulu dan kotorannya dapat dimanfaatkan serta dijadikan hewan peliharaan.
Kelinci termasuk hewan herbivora non ruminan yang memiliki sistem pencernaan
monogastrik dengan perkembangan sekum seperti alat pencernaan ruminansia,
sehingga kelinci disebut pseudo-ruminansia (Cheeke dan Patton, 1982). Kelinci
dapat mencerna serat kasar, terutama selulosa, dengan bantuan bakteri yang hidup di
dalam sekumnya (Farrel dan Raharjo, 1984).
Klasifikasi kelinci menurut Lebas et al. (1986) adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animal
Phylum : Chordata
Sub phylum : Vertebrata
Ordo : Logomorph
Family : Lepotidae
Sub family : Leporine
Genus : Oryctolagus
Species : Orytolagus cuniculus
Bangsa kelinci yang biasanya paling banyak digunakan sebagai hewan
penelitian adalah New Zealand White. Kelinci ini memiliki beberapa keunggulan
antara lain : sifat produksi tinggi, siklus hidup yang pendek, daya tahan tubuh yang
lebih baik terhadap penyakit, adaptif terhadap lingkungan yang baru, dan tidak
memerlukan tempat yang luas. Kelinci New Zealand White ini termasuk dalam
bangsa medium yang memiliki bobot hidup antara 3,5-4 kg dan mencapai bobot
dewasa pada umur 5-6 bulan (Cheeke et al., 1987).
Kebutuhan Nutrisi Kelinci
Kebutuhan nutrisi untuk kelinci harus terpenuhi untuk mencapai hasil yang
baik supaya kelinci calon pejantan atau betina dapat tumbuh normal dan sehat.
Kandungan nutrisi pakan yang diberikan harus berkualitas baik dan seimbang untuk
menunjang pertumbuhannya. Menurut Cheeke dan Patton (1982), kandungan protein
artinya bahwa kadar serat kasar ransum tidak boleh terlalu rendah dibandingkan
dengan kadar protein ransumnya.
Tabel 1. Kebutuhan Nutrien Kelinci
Nutrien Kebutuhan nutrien kelinci
Pertumbuhan Hidup pokok Bunting Laktasi
Digestible Energy (kcal/kg) 2500 2200 2500 2700
Serat kasar (%) 14 15-16 14 12
Protein kasar (%) 15 13 18 18
Lemak (%) 3 3 3 5
Ca (%) 0,50 0,60 0,80 1,10
P (%) 0,30 0,40 0,50 0,80
Sumber: Cheeke et al. (1987)
Konsumsi Ransum
Banyaknya pakan yang dikonsumsi akan mempengaruhi kondisi ternak,
karena dengan mengetahui tingkat konsumsi pakan dapat ditentukan banyaknya zat
makanan yang masuk ke dalam tubuh ternak dan digunakan untuk keperluan
pertumbuhan dan produksi (Parakkasi, 1999). Faktor-faktor yang mempengaruhi
tingkat konsumsi ransum pada ternak kelinci adalah temperatur lingkungan,
kesehatan, bentuk ransum, imbangan zat makanan, cekaman, bobot badan, dan
kecepatan pertumbuhan (NRC, 1977).
Menurut Church dan Pond (1980), faktor yang mempengaruhi konsumsi
ransum adalah bobot badan, individu ternak, dan suhu lingkungan. Konsumsi ransum
akan semakin rendah bila kadar proteinnya semakin rendah sehingga metabolisme
jaringan ikat tidak seimbang. Sebaliknya bila kadar protein ransum terlalu tinggi
akan menurunkan kecernaan zat makanan lainnya (Cheeke, 1987).
Menurut Rizqiani (2011), konsumsi bahan kering kelinci lokal peranakan
New Zealand White yang diberi pelet ransum komplit yaitu sebesar 117,78
g/ekor/hari. Menurut Okerman (1994), kebutuhan konsumsi bahan kering ransum
pelet pada kelinci sebanyak 5% dari bobot badan. Jumlah pakan yang diberikan
bergantung pada periode pemeliharaan, harus memenuhi jumlah yang dibutuhkan
oleh kelinci sesuai dengan tingkat umur atau bobot badan kelinci. Pemberian pakan
Tabel 2. Kebutuhan Bahan Kering Kelinci
Status Bobot Badan (kg) Kebutuhan Bahan Kering
(% BB) (g/ekor/hari)
Muda 1,8-3,2 6,2-5,4 112-173
Dewasa 2,3-6,8 4,0-3,0 92-204
Bunting 2,3-6,8 5,0-3,7 115-251
Menyusui 4,5 11,5 520
Sumber : NRC (1977)
Pertambahan Bobot Badan Kelinci
Pertambahan bobot badan merupakan salah satu kriteria yang dapat
digunakan untuk mengevaluasi kualitas bahan pakan, karena pertumbuhan yang
diperoleh dari suatu percobaan merupakan salah satu indikasi pemanfaatan zat-zat
makanan dari ransum yang diberikan. Dari data pertambahan bobot badan akan
diketahui nilai suatu bahan pakan bagi ternak (Church dan Pond, 1980).
Pertambahan bobot badan erat hubungannya dengan pertumbuhan.
Pertumbuhan adalah proses pertambahan ukuran fisik individu yang mencakup
pertambahan jumlah sel, volume, jenis maupun substansi sel yang terkandung
didalamnya dan bersifat tidak kembali. Pertumbuhan biasanya diukur dengan
bertambahnya bobot hidup yang diiringi dengan perubahan ukuran tubuh.
Pertumbuhan ternak umumnya mengikuti pola kurva berbentuk sigmoid yang
merupakan hubungan antara umur, bobot tubuh, dan pola pertumbuhan yang terjadi
pada kelinci sejak setelah lahir (Sanford, 1980).
Thalib et al. (2001) menyatakan bahwa pertumbuhan bobot tubuh ternak
sangat dipengaruhi oleh kuantitas dan kulitas ransum, maksudnya penilaian
pertambahan bobot badan tubuh ternak sebanding dengan ransum yang dikonsumsi.
Menurut Rasyid (2009) salah satu faktor yang mempengaruhi pertambahan bobot
badan adalah konsumsi pakan. Konsumsi pakan dan kecernaan pakan yang tinggi
akan menghasilkan pertambahan bobot badan yang lebih tinggi. Hal ini disebabkan
oleh semakin banyak nutrien yang diserap oleh tubuh ternak tersebut.
Rizqiani (2011) menyatakan bahwa pertambahan bobot badan harian kelinci
lokal peranakan New Zealand White dengan pemberian pelet ransum komplit
pertambahan bobot hidup hanya 10-20 g/ekor/hari sehingga pemotongan dilakukan
pada umur 20 minggu. Pertumbuhan dan perkembangan yang maksimum ditentukan
oleh faktor genetik, tetapi makanan merupakan faktor esensial untuk mencapai bobot
maksimal (Cheeke, 1987).
Efisiensi Pakan Kelinci
Efisiensi ransum merupakan perbandingan antara pertambahan bobot badan
dan konsumsi pakan. Menurut Card dan Nesheim (1972), nilai efisiensi penggunaan
pakan menunjukkan banyaknya pertambahan bobot badan yang dihasilkan dalam
satu kilogram pakan. Menurut Cheeke et al. (2000), efisiensi dapat berkisar antara
0,25–0,28. Nilai efisiensi pakan kelinci lokal peranakan New Zealand White dengan
pemberian pelet ransum komplit pada penelitian Rizqiani (2011) yaitu 0,15.
Parakkasi (1999) menyatakan bahwa penambahan protein dalam ransum dapat
meningkatkan pertambahan bobot badan sedangkan penambahan serat dalam ransum
dapat menurunkan bobot badan. Penelitian Fernandez dan Fraga (1996) melaporkan
efisiensi pakan pada kelinci yang diberikan pakan mengandung lemak nabati lebih
tinggi dibandingkan kelinci yang diberi pakan yang mengandung lemak hewani.
Pakan berkualitas rendah dapat memperlambat pertambahan bobot hidup dan
memperkecil efisiensi penggunaan ransum (Lebas et al., 1986).
Bobot Potong dan Karkas Kelinci
Bobot potong merupakan bobot hidup akhir ternak sebelum dipotong pada
saat kelinci sudah siap dipotong pada umur dan bobot badan yang ditentukan. Bobot
potong yang tinggi menghasilkan bobot karkas yang tinggi pula (Muryanto dan
Prawirodigdo, 1993). Hal ini disebabkan proporsi bagian tubuh yang menghasilkan
daging akan bertambah selaras dengan ukuran bobot tubuh ternak.
Karkas adalah tubuh ternak setelah dilakukan pemotongan yang dihilangkan
kepala, kaki dari bagian carpus dan tarsus, darah serta organ-organ internal
(Soeparno 1992). Produksi karkas dinyatakan dalam bobot dan persentasenya,
dimana persentase karkas merupakan hasil dari perbandingan bobot karkas dengan
bobot tubuh kosong atau bobot potongnya. Zotte (2002) menyatakan bahwa faktor
yang mempengaruhi bobot karkas dibedakan menjadi 3, yaitu faktor genetik, biologi,
pemotongan. Faktor yang menentukan adalah bobot karkas, jumlah daging yang
dihasilkan dan kualitas daging dari karkas yang bersangkutan (Soeparno dan Sumadi,
1991).
Menurut Yurmiaty (1991), semakin banyak jumlah ransum yang dikonsumsi
semakin baik pula pertumbuhan seekor ternak yang selanjutnya akan berpengaruh
pada bobot karkas, karena bobot karkas mempunyai kaitan yang erat dengan bobot
potong yang dihasilkan. Menurut Gillespie (2004), bobot hidup sekitar 1,8-2,1 kg
menghasilkan karkas dengan persentase karkas sebesar 50%-59%. Hasil penelitian
dari Rohmatin (2010) yang menggunakan kelinci jantan lokal menghasilkan
persentase karkas sebesar 50,89%-52,65%.
Kadar Lemak Daging Kelinci
Tingkat perlemakan dapat menentukan kapan ternak seharusnya dipotong.
Pemotongan ternak sebaiknya dilakukan menjelang dewasa. Lemak akan ditimbun
selama pertumbuhan dan perkembangan, karkas ternak dewasa dapat mengandung
lemak sekitar 30%-40%, dengan meningkatnya berat karkas maka proporsi otot dan
tulang menurun, sedangkan proporsi lemak meningkat (Soeparno, 1992). Perletakan
dan distribusi lemak mempunyai arti ekonomi dalam produksi daging, karena lemak
menambah bobot daging karkas dan penyebarannya turut menentukan mutu daging.
Depot lemak merupakan komponen karkas yang masak lambat, dimana persentase
depot lemak meningkat dengan bertambahnya bobot hidup (De Blass et al., 1977).
Perletakan lemak tubuh pada kelinci disekitar rusuk, sepanjang tulang
belakang, daerah paha, sekitar leher, ginjal dan jantung. Pertumbuhan lemak pada
ternak kelinci berlangsung bila berumur lebih dari dua bulan yaitu pada bobot sekitar
1,5-2,0 kg, tetapi lemak yang dikandungnya lebih kecil dibandingkan dengan ternak
lainnya (Bogart, 1977). De Blass et al. (1977) melakukan penelitian dengan
menggunakan kelinci betina Spanish giant, yang dipotong pada umur 3, 4, dan 5
bulan, ternyata dengan meningkatnya umur potong kadar lemaknya meningkat
34,1%, 37,85% dan 43,97% dari bobot lemak awalnya.
Penentuan kadar lemak dalam analisis proksimat menggunakan metode
Soxhlet. Penentuan kadar lemak menggunakan metode ini, selain lemak juga
dihasilkan fosfolipida, sterol, asam lemak bebas, karotenoid dan pigmen yang lain,
1989). Kadar lemak daging kelinci pada paha kanan kelinci lokal peranakan New
Zealand White yang diperoleh oleh Rizqiani (2011) yang menggunakan metode
Soxhlet adalah sebesar 0,65%.
Organ Dalam Kelinci
Hati merupakan organ terbesar dan secara metabolisme paling kompleks di
dalam tubuh. Fungsi hati antara lain : mensekresikan empedu, mengatur aktivitas
karbohidrat, metabolisme protein, metabolisme lemak, pembentukan darah,
menyimpan vitamin, mengatur produksi panas, serta mengatur kadar protein dan gula
dalam darah (Thakur dan Puranik, 1981; Leach, 1961). Steven et al. (1974)
menyatakan bahwa persentase bobot hati kelinci berkisar antara 2,45%-3,29%.
Jantung adalah suatu struktur muskular berongga yang berbentuk menyerupai
kerucut dan terbagi menjadi bagian kanan dan bagian kiri. Jantung terdiri dari empat
rongga dengan empat katup sebagai alat pemompa darah. Jantung mendapat nutrisi
dan oksigen dari darah yang mengalir melalui pembuluh darah koroner. Besarnya
jantung bergantung pada jenis, umur, besar dan pekerjaan (Ressang, 1984)
Ginjal adalah alat tubuh yang mempunyai daya saring dan serap kembali
(Ressang, 1984). Ginjal terletak dibagian dalam rongga perut pada kedua sisi tulang
belakang. Ginjal mempunyai fungsi mengeluarkan limbah sisa metabolisme,
mengatur konsentrasi air dan garam, menjaga keasaman plasma darah, sebagai organ
endokrin menghasilkan hormon-hormon eritropietin, renin, dan prostaglandin.
(Hernomoadi et al., 1994). Ressang (1984) menyatakan bahwa pembesaran dan
pengecilan bobot ginjal dapat diakibatkan oleh bertambahnya aktivitas ginjal dalam
menyeimbangkan susunan darah yang mengandung racun.
Data persentase bobot hati, jantung, dan ginjal pada penelitian yang
dilakukan oleh Rohmatin (2010) yaitu sebesar 2,31%-2,76%; 0,21%-0,23%; dan
0,52%-0,59% untuk kelinci lokal peranakan New Zealand White yang diberi ransum
komplit dengan bobot 1723-2015 g.
Persentase Non Karkas Kelinci
Berat non karkas sangat mempengaruhi berat karkas, karena semakin
meningkat berat non karkas maka perolehan karkas yang dihasilkan akan semakin
pada jumlah karkas dari ternak tersebut. Menurut Rao et al. (1977), kepala dan kaki
merupakan organ yang masak dini, pertumbuhan dan perkembangan kepala terjadi
sangat cepat, sedangkan setelah dewasa pertumbuhannya menjadi lambat. Cheeke et
al. (2000) menyatakan bahwa bobot kulit kelinci dipengaruhi oleh kandungan protein
pakan, dimana dengan tercukupinya asupan protein maka akan meningkatkan bobot
potong dan selanjutnya akan berpengaruh terhadap bobot kulit.
Bobot saluran pencernaan berhubungan dengan nilai retensi makanan
didalam saluran pencernaan, ransum yang bermutu rendah cenderung memerlukan
waktu yang lama, hal ini sehubungan dengan usaha ternak yang bersangkutan untuk
memenuhi kebutuhan nutrisinya. Perkembangan saluran pencernaan dipengaruhi
oleh adanya perubahan anatomis dan enzimatis, hal ini berhubungan dengan jenis
pakan yang dikonsumsi (Mulyaningsih et al., 1984). Sistem pencernaan pada kelinci
terdiri dari saluran pencernaan dan kelenjar pencernaan yang meliputi kelenjar ludah,
pankreas dan hati (Thakur dan Puranik, 1981).
Persentase bobot kepala, kaki, kulit dan saluran pencernaan yang dilaporkan
oleh Rohmatin (2010), yaitu 9,99%-10,34%; 2,81%-3,19%; 10,02%-10,705%;
13,55%-15,42% yang menggunakan kelinci lokal peranakan New Zealand White
yang diberi ransum komplit dengan bobot 1723-2015 g.
Income Over Feed Cost (IOFC)
Analisis ekonomi sangat penting dalam usaha peternakan, karena tujuan akhir
usaha adalah untuk mendapatkan keuntungan. Salah satu perhitungan yang dapat
digunakan adalah Income Over Feed Cost yaitu pendapatan yang diterima setelah
dikurangi biaya pakan selama pemeliharaan (Setyono, 2006). Pendapatan merupakan
salah satu tujuan utama dalam usaha peternakan, dengan mengetahui jumlah
pendapatan yang diterima maka seorang peternak dapat mengetahui apakah biaya
pakan yang dikeluarkan selama pemeliharaan ternak cukup ekonomis atau tidak.
Faktor yang dapat berpengaruh penting dalam perhitungan IOFC adalah pertambahan
bobot badan selama pemeliharaan, konsumsi pakan dan harga pakan (Mulyaningsih,
Rum pele dar Ter Zea rata Ka terb tem Peneliti minansia Ke
et ransum k
ri bulan Nov
rnak Ternak
aland White
a 1653,36 ±
ndang dan Kandan
buat dari ka
mpat pakan d
ian dilakuk
ecil Blok B,
komplit dilak ember 2011 yang digun jantan seban 265,46 g/ek Gam Su Peralatan ng yang digu
awat sebany
dan tempat m
Gam
Su
MATERI
Lokas kan di Lab
Fakultas Pe
kukan di Pab
sampai Janu
Ma
nakan dalam
nyak 20 eko
or dengan ko
mbar 3. Kelin
umber : Dokum
unakan adala
ak 20 buah
minum.
mbar 4. Kand
umber : Dokum
I DAN MET
si dan Wakt boratorium eternakan, In brik Pakan uari 2012. teri m penelitian
or umur emp
oefisien vari
nci New Zea
mentasi penelit
ah kandang b
. Masing-m dang Kelinc mentasi penelit TODE tu Lapang Ilm nstitut Pertan
Komersil. P
ini adalah k
pat bulan den
iasi sebesar aland White tian (2011) bertingkat si masing kanda ci Penelitian tian (2011) mu Produk
nian Bogor. P
Penelitian dil
kelinci peran
ngan bobot h
16,06%. stem baterai ang dilengka ksi Ternak Pembuatan laksanakan
nakan New
hidup
rata-i rata-indrata-ivrata-idual
Peralatan lain yang dibutuhkan adalah timbangan untuk mengukur bobot
badan kelinci, termometer digital, plastik, dan alat kebersihan kandang. Pada analisis
organ dalam dan persentase karkas, peralatan yang digunakan adalah pisau, gunting,
tali dan timbangan digital.
Ransum Penelitian
Ransum penelitian yang digunakan merupakan pelet ransum komplit yang
mengandung hijauan daun I. zollingeriana dan daun lamtoro dengan taraf
masing-masing sesuai perlakuan. Ransum komplit diformulasikan sesuai dengan kebutuhan
kelinci periode pertumbuhan berdasarkan NRC (1977) dengan menggunakan
Winfeed 2.8. Ransum komplit ini disusun sesuai dengan kebutuhan kelinci jantan.
Komposisi bahan ransum komplit masing-masing perlakuan dan kandungan zat
makanannya berturut-turut dapat dilihat pada Tabel 3 dan Tabel 4. Ransum
penelitian lain adalah pelet ransum komersil kelinci yang berasal dari Pabrik Pakan
Komersil dengan komposisi bahan pakan yaitu jagung kuning, dedak padi, dedak
gandum, bungkil kedelai, bungkil kelapa, molasses, rumput, antimold, antioxidant,
vitamin serta mineral.
Tabel 3. Komposisi Ransum Penelitian (% BK)
Bahan Pakan Taraf Pemberian (%)
R01 R1 R2 R3 R4
Ransum komersil 100 - - - -
Daun I. zollingeriana - 0 10 20 30
Daun Lamtoro - 30 20 10 0
Jagung - 30 30 30 30
Dedak padi - 20 20 20 20
Bungkil kedelai - 11 11 11 11
Bungkil Kelapa - 5 5 5 5
Tepung ikan - 1 1 1 1
CGM - 1 1 1 1
CaCO3 - 0,5 0,5 0,5 0,5
DCP - 0,5 0,5 0,5 0,5
NaCl - 0,5 0,5 0,5 0,5
Premix - 0,5 0,5 0,5 0,5
Jumlah (%) - 100 100 100 100
Tabel 4. Kandungan Nutrien Ransum (% BK)
Kandungan nutrien Perlakuan
R01 R12 R22 R32 R42
Abu (%) 8,00 7,20 7,63 8,06 8,48
LK (%) 4,00 5,08 5,13 5,16 5,21
PK (%) 16,00 20,51 20,86 21,19 21,54
SK (%) 13,00 11,66 11,57 11,47 11,37
BETN (%) 59,00 55,55 54,81 54,12 53,4
TDN (%) 68,00 74,82 75,28 75,74 76,19
Kandungan nutrien R0 R1 R2 R3 R4
Kadar Air3 (%) 9,19 10,46 10,02 9,61 10,35
Abu3 (%) 10,25 8,07 8,40 8,63 8,63
LK3 (%) 6,68 6,46 6,79 7,07 5,29
PK3 (%) 15,74 17,90 18,95 21,06 19,00
SK3 (%) 9,76 8,16 7,60 8,45 8,11
BETN3 (%) 57,57 59,41 58,26 54,79 58,97
TDN4 (%) 62,87 68,26 69,70 68,81 66,99
Keterangan : 1Komposisi nutrien dari Pabrik Pakan Komersil. 2Komposisi nutrien berdasarkan hasil perhitungan formulasi ransum komplit. 3Hasil analisa di Laboratorium Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Institut Pertanian Bogor (2011). 4Berdasarkan rumus Hartadi et al. (1980).
%TDN = 22,822 – 1,44 (SK) – 2,875 (LK) + 0,655 (BeTN) + 0,863 (PK) + 0,02 (SK)2 – 0,078(LK)2 + 0,018 (SK)(LK) + 0,045 (LK)(BeTN) – 0,085 (LK)(PK) + 0,02 (LK)2(PK)
Prosedur
Persiapan Hijauan
Daun I. zollingeriana dan lamtoro segar dijemur di bawah sinar matahari
selama ± 3 hari hingga kadar air bahan mencapai ± 12%. I. zollingeriana dan lamtoro
kering dipisahkan antara daun dan rantingnya kemudian digiling halus.
Pembuatan Pelet Ransum Komplit
Daun I. zollingeriana dan lamtoro yang telah digiling dan berbentuk tepung
dicampur dengan bahan pakan (jagung, dedak, CGM, bungkil kedelai, bungkil
kelapa, CaCO3, DCP, NaCl, premix dan tepung ikan) sesuai dengan formula pada
Tabel 3. Bahan-bahan tersebut dimasukkan ke dalam mesin mixer agar semua bahan
tersebut tercampur rata. Selanjutnya dilakukan proses pelleting menggunakan mesin
pelet dengan ukuran 3 mm. Pelet yang dihasilkan selanjutnya diangin-anginkan dan
Per dan dar tela Pem Wh tuju dila keli dila saa pen Pen dib pag dila G rsiapan Kan Kandan
n disanitasi s
ri keramik d
ah dibersihka
meliharaan Ternak
hite jantan um
uh minggu.
akukan secar
inci dan pe
anjutkan 50%
at kelinci
ngamatan d
nimbangan b
erikan ad li
gi dan sore
akukan setiap
Gambar 5. Al
ndang ng sebanyak
seminggu se
dan tempat m
an.
yang digun
mur empat b
Dua minggu ra bertahap elet perlaku %:50% selam sudah dapa dan pengam bobot badan ibitum. Pem
e hari. Pem
p hari.
lur Proses Pe
20 buah se
ebelum kelin
minum dari
nakan adala
bulan. Kelin
u pertama se
dengan men
uan dengan
ma lima hari
at mengkon
mbilan data,
n dan sisa pa
mberian paka
mbersihan k
embuatan Pe
ebelum digun
nci datang. K
botol minu
ah 20 ekor
nci dipelihar ebagai masa ncampurkan perbanding i, pemberian nsumsi 100 pada min akan dilakuk
an dan minu
andang, tem
elet Ransum
nakan diber
Kandang dil
um khusus y
kelinci pera
ra dalam kan
a adaptasi pa
pemberian
gan 25%:75
n 75%:25% s
0% pelet
nggu ke tig
kan setiap m
um dilakukan mpat pakan m Komplit rsihkan terle lengkapi tem yang sebelu
anakan New
ndang indiv akan. Pembe pelet ransum 5% selama selama empa perlakuan, ga sampai minggu dan
n dua kali s
, dan temp
bih dahulu mpat pakan umnya juga w Zealand idu selama erian pakan m komersil lima hari,
at hari, dan
dilakukan
ke tujuh.
air minum
sehari pada
Pengukuran Persentase Karkas dan Organ Dalam
Sebelum dilakukan proses pemotongan di akhir penelitian, kelinci dipuasakan
selama lebih kurang 10 jam dan ditimbang bobotnya sebagai bobot potong.
Pemotongan dilakukan dengan cara memotong leher, semua pembuluh darah (vena
jugularis), tenggorokan dan oesophagus terpotong agar pengeluaran darah sempurna.
Kelinci yang telah dipotong, digantung dengan cara mengikat kaki belakang. Bagian
kepala, kaki depan, kaki belakang dan ekor dipisahkan. Kulit dilepaskan dengan cara
membuat sayatan pada bagian dalam paha ke arah pangkal ekor, setelah kulit terlapas
buat sayatan pada tengah perut, jeroan dikeluarkan sehingga diperoleh karkas.
Setelah didapatkan karkas kelinci, karkas ditimbang untuk mengetahui bobot karkas.
Organ dalam dipisahkan lalu ditimbang sebagai bobot organ dalam.
Rancangan Percobaan dan Analisis Data Perlakuan
Perlakuan yang diberikan adalah pelet ransum komersil kelinci sebagai kontrol
dan pelet ransum komplit mengandung daun lamtoro dan I. zollingeriana dengan
taraf yang berbeda, perlakuannya adalah sebagai berikut :
R0 = Pelet ransum komersil dengan 0% lamtoro dan 0% I. zollingeriana
R1 = Pelet ransum komplit dengan 30% lamtoro dan 0% I. zollingeriana
R2 = Pelet ransum komplit dengan 20% lamtoro dan 10% I. zollingeriana
R3 = Pelet ransum komplit dengan 10% lamtoro dan 20% I. zollingeriana
R4 = Pelet ransum komplit dengan 0% lamtoro dan 30% I. zollingeriana
Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok
(RAK) dengan lima perlakuan dan empat kelompok. Kelompok dalam percobaan
adalah bobot badan kelinci New Zealand White jantan. Model matematika rancangan
tersebut adalah sebagai berikut:
Yij = µ + τi + ßj+ εij
Keterangan : = rataan umum
i = efek perlakuan ke-i
ßj = efek kelompok ke-j
Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis statistik dengan sidik ragam (ANOVA) (Steel
dan Torrie, 1993), apabila hasil uji menunjukkan adanya pengaruh yang nyata, maka
uji lanjutan untuk membandingkan pengaruh antar perlakuan dengan uji Jarak
Duncan.
Peubah yang Diamati
Peubah yang diamati pada penelitian ini adalah :
1. Konsumsi Ransum (g/ekor/hari) diukur setiap hari dengan cara menghitung
jumlah pakan yang diberikan dikurangi dengan jumlah pakan yang tersisa.
2. Pertambahan bobot badan harian (g/ekor/hari) adalah rataan selisih perhitungan
bobot akhir dikurang bobot awal dalam satuan hari setiap minggu selama lima
minggu. Bobot badan awal dan akhir diukur dengan cara menimbang kelinci
sebelum pemberian pakan.
3. Efisiensi pakan diperoleh dengan cara membagi pertambahan bobot badan
dengan konsumsi bahan kering selama perlakuan.
4. Bobot potong, yaitu bobot kelinci pada saat sebelum dipotong.
5. Persentase karkas adalah bobot tubuh kelinci dikurangi dengan bobot kulit,
bobot kepala, bobot ekor, bobot organ dalam serta darah, dihitung berdasarkan
bobot potong dan dikalikan 100%.
Persentase Karkas = (bobot karkas : bobot potong) x 100%
6. Pengukuran kadar lemak dilakukan dengan menggunakan daging paha bagian
kanan.
Kadar lemak (%) = kadar lemak (%) x berat sampel
7. Bobot hati, yaitu bobot hati setelah dipisahkan dari kantung empedu.
Persentase hati dihitung berdasarkan bobot potong dan dikalikan 100%.
8. Bobot jantung, yaitu bobot jantung setelah dipisahkan dari lemak. Persentase
jantung dihitung berdasarkan bobot potong dan dikalikan 100%.
9. Bobot ginjal, yaitu bobot ginjal setelah dipisahkan dari lemak. Persentase ginjal
dihitung berdasarkan bobot potong dan dikalikan 100%.
10. Bobot non karkas meliputi bobot kepala, kaki, kulit, dan saluran pencernaan.
kotor setelah dikurangi organ dalam. Persentase kepala, kaki, kulit, dan saluran
pencernaan dihitung berdasarkan bobot potong dan dikalikan 100%.
11. IOFC merupakan pendapatan yang dihasilkan setelah dikurangi biaya pakan.
IOFC =[(Pertambahan bobot badan x harga/kg BB) – (biaya pakan/kg x
HASIL DAN PEMBAHASAN
Konsumsi Ransum
Banyaknya pakan yang dikonsumsi akan mempengaruhi kondisi ternak,
karena dengan mengetahui tingkat konsumsi pakan dapat ditentukan banyaknya zat
makanan yang masuk ke dalam tubuh ternak dan digunakan untuk keperluan
pertumbuhan dan produksi (Parakkasi, 1999). Faktor-faktor yang mempengaruhi
tingkat konsumsi ransum pada ternak kelinci adalah temperatur lingkungan,
kesehatan, bentuk ransum, imbangan zat makanan, cekaman, bobot badan, dan
kecepatan pertumbuhan (NRC, 1977). Hasil penelitian terhadap konsumsi ransum
pada berbagai perlakuan dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Rataan Konsumsi Ransum Kelinci Penelitian
Perlakuan Konsumsi Ransum (g/ekor/hari)
Konsumsi Bahan Kering (g/ekor/hari)
Konsumsi BK per Bobot Badan (%)
R0 84,14 76,40 4,02
R1 86,01 77,02 3,92
R2 73,86 66,46 3,49
R3 97,87 88,47 4,10
R4 89,11 79,88 3,77
SEM 4,41 3,98 0,11
Keterangan : R0 = Pelet ransum komersil dengan 0% lamtoro dan 0% I. zollingeriana
R1 = Pelet ransum komplit dengan 30% lamtoro dan 0% I. zollingeriana
R2 = Pelet ransum komplit dengan 20% lamtoro dan 10% I. zollingeriana
R3 = Pelet ransum komplit dengan 10% lamtoro dan 20% I. zollingeriana
R4 = Pelet ransum komplit dengan 0% lamtoro dan 30% I. zollingeriana
SEM = standard error of mean
Berdasarkan uji sidik ragam pemberian ransum memberikan pengaruh yang
tidak berbeda terhadap jumlah konsumsi ransum harian dan konsumsi bahan kering.
Hasil penelitian terhadap konsumsi bahan kering pada penelitian ini lebih rendah
dibandingkan dengan penelitian Rizqiani (2011), konsumsi bahan kering kelinci
lokal peranakan New Zealand White yang diberi pelet ransum komplit yaitu sebesar
117,78 g/ekor/hari dan menurut NRC (1977) kelinci dengan bobot badan 1,8-3,2 kg,
mengkonsumsi bahan kering sebesar 112-173 g/ekor/hari. Pakan perlakuan yang
mengandung daun lamtoro menyebabkan konsumsi ransum yang rendah diduga
disebabkan oleh masih adanya antinutrisi mimosin pada lamtoro. Menurut Onwudike
gamal, namun pemberian daun lamtoro dapat mengurangi pertambahan bobot badan,
konsumsi pakan, dan efisiensi pakan. Daun lamtoro mengandung mimosin yang
menyebabkan kerontokan dan reddish (urin berwarna coklat) pada kelinci. Oleh
karena itu Onwudike (1995) merekomendasikan penggunaan daun lamtoro dalam
ransum kelinci tidak lebih dari 50% total ransum.
Konsumsi ternak dipengaruhi oleh faktor pakan dan ternak. Ternak lebih suka
mengonsumsi pakan berkualitas dengan tingkat palatabilitas tinggi. Faktor ternak
yang mempengaruhi tingkat konsumsi adalah kondisi fisiologi ternak yang
membutuhkan zat makanan dengan jumlah berbeda pada setiap fasenya. Faktor lain
yang mempengaruhi tingkat konsumsi ternak kelinci adalah kadar bahan kering.
Menurut Okerman (1994), kelinci mengonsumsi bahan kering sebanyak 5% dari
bobot badannya. Persentase rataan konsumsi bahan kering harian pada penelitian
pada setiap perlakuan berkisar antara 3,77%-4,10% dari bobot badan. Konsumsi
bahan kering pada perlakuan lebih rendah dari 5%, kondisi ini disebabkan karena
konsumsi ransum harian yang rendah sehingga konsumsi bahan kering penelitian ini
belum memenuhi kebutuhan bahan kering kelinci.
Pertambahan Bobot Badan Harian dan Efisiensi Pakan
Hasil penelitian terhadap PBBH (pertambahan bobot badan harian) dan
efisiensi pakan menghasilkan tidak adanya perbedaan yang nyata (Tabel 6).
Tabel 6. Rataan Pertambahan Bobot Badan Harian dan Efisiensi Pakan
Perlakuan PBBH (g/ekor/hari) Efisiensi Pakan
R0 6,01 0,06
R1 4,88 0,05
R2 4,09 0,06
R3 7,00 0,08
R4 7,65 0,09
SEM 1,19 0,01
Keterangan : R0 = Pelet ransum komersil dengan 0% lamtoro dan 0% I. zollingeriana
R1 = Pelet ransum komplit dengan 30% lamtoro dan 0% I. zollingeriana
R2 = Pelet ransum komplit dengan 20% lamtoro dan 10% I. zollingeriana
R3 = Pelet ransum komplit dengan 10% lamtoro dan 20% I. zollingeriana
R4 = Pelet ransum komplit dengan 0% lamtoro dan 30% I. zollingeriana
Pertambahan Bobot Badan Harian
Pertambahan bobot badan merupakan salah satu kriteria yang dapat
digunakan untuk mengevaluasi kualitas bahan pakan ternak, karena pertumbuhan
yang diperoleh dari suatu percobaan merupakan salah satu indikasi pemanfaatan
zat-zat makanan dari ransum yang diberikan. Dari data pertambahan bobot badan akan
diketahui nilai suatu bahan pakan bagi ternak (Chruch dan Pond, 1980).
Hasil penelitian terhadap pertambahan bobot badan kelinci pada berbagai
perlakuan dapat dilihat pada Tabel 6. Perlakuan secara statistika memberikan
pengaruh yang tidak berbeda (P>0,05) terhadap nilai pertambahan bobot badan. Hal
tersebut menunjukkan bahwa perlakuan memberikan pengaruh yang sama terhadap
pertambahan bobot badan harian kelinci.
Pertambahan bobot badan harian kelinci pada penelitian ini lebih rendah bila
dibandingkan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Rizqiani (2011) yang juga
menggunakan kelinci peranakan New Zealand White, yaitu sebesar 17,60
g/ekor/hari. Menurut Cheeke (1987) kelinci di didaerah tropis mempunyai
pertambahan bobot badan harian sekitar 10–20 g/ekor/hari. Hal ini dapat disebabkan
oleh konsumsi pakan yang rendah karena kelinci tumbuh berada di kondisi yang
kurang opimal sehingga menghasilkan pertambahan bobot badan harian yang rendah.
Menurut Rasyid (2009) salah satu faktor yang mempengaruhi pertambahan bobot
badan adalah konsumsi pakan. Konsumsi pakan yang tinggi akan menghasilkan
pertambahan bobot badan yang lebih tinggi. Hal ini disebabkan oleh semakin banyak
nutrien yang diserap oleh tubuh ternak tersebut
Faktor lingkungan sangat mempengaruhi pertumbuhan kelinci yang meliputi
suhu kandang, cuaca, dan kebersihan kandang. Rataan suhu kandang pada saat
penelitian sebesar 28,3°C dan kelembaban sebesar 91,3%. Nilai suhu tersebut kurang
sesuai untuk pertumbuhan kelinci, Direktorat Jendral Peternakan (2008) menyatakan
bahwa suhu optimal kandang untuk perkembangbiakan kelinci sebesar 15-20°C,
dengan kelembaban sebesar 45%-70%. Ternak kelinci yang tumbuh pada suhu yang
kurang optimal, akan menyebabkan kelinci stress sehingga konsumsi terhadap pakan
menjadi rendah yang mengakibatkan pertambahan bobot badan harian menjadi
Efisiensi Pakan
Efisiensi pakan dikatakan tinggi jika kuantitas pakan yang dikonsumsi
rendah, ternak dapat menghasilkan pertambahan bobot badan yang tinggi. Hasil
penelitian terhadap efisiensi pakan pada berbagai perlakuan dapat dilihat pada Tabel
6. Rataan efisiensi pakan pada setiap perlakuan pada penelitian ini berkisar antara
0,05-0,09. Perlakuan tidak berpengaruh signifikan terhadap nilai efisiensi pakan.
Nilai efisiensi pakan pada penelitian ini lebih rendah dibandingkan dengan efisiensi
pakan kelinci yang dilakukan oleh Rizqiani (2011) yaitu 0,15. Hal ini dapat
disebabkan karena konsumsi pakan dan pertambahan bobot badan harian yang
rendah pada penelitian ini dibandingkan dengan penelitian Rizqiani (2011).
Cheeke (1987) menyatakan bahwa kandungan energi ransum mempengaruhi
efisiensi penggunaan ransum yakni dengan semakin tinggi kandungan energi dalam
ransum akan menurunkan konversi pakan dan meningkatkan efisiensi pakan. Pakan
berkualitas rendah dapat memperlambat pertambahan bobot hidup dan memperkecil
efisiensi penggunaan ransum (Lebas et al., 1986).
Bobot Potong, Persentase Karkas dan Kadar Lemak Daging
Hasil penelitian terhadap bobot potong persentase karkas, dan kadar kemak
daging kelinci pada berbagai perlakuan dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Rataan Bobot Potong, Persentase Karkas, dan Kadar Lemak Daging Kelinci
Perlakuan Bobot Potong (g) Persentase Karkas Kadar Lemak daging (%)
R0 1736 51,58ab 0,90b
R1 1867 50,15ab 0,49a
R2 1815 46,69b 0,80ab
R3 2067 53,77a 0,71ab
R4 2046 50,29ab 0,46a
SEM 68,25 0,89 0,07
Keterangan :Superscrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan adanya perbedaan nyata (p<0,15)
R0 = Pelet ransum komersil dengan 0% lamtoro dan 0% I. zollingeriana
R1 = Pelet ransum komplit dengan 30% lamtoro dan 0% I. zollingeriana
R2 = Pelet ransum komplit dengan 20% lamtoro dan 10% I. zollingeriana
R3 = Pelet ransum komplit dengan 10% lamtoro dan 20% I. zollingeriana
R4 = Pelet ransum komplit dengan 0% lamtoro dan 30% I. zollingeriana
Bobot Potong
Bobot potong merupakan bobot hidup akhir ternak sebelum dipotong pada
saat kelinci sudah siap dipotong pada umur dan bobot badan yang ditentukan. Bobot
potong yang tinggi menghasilkan bobot karkas yang tinggi pula (Muryanto dan
Prawirodigdo, 1993). Hal ini disebabkan proporsi bagian tubuh yang menghasilkan
daging akan bertambah selaras dengan ukuran bobot tubuh ternak.
Perlakuan ransum tidak memberikan pengaruh (p>0,05) terhadap bobot
potong kelinci. Hal ini diduga karena konsumsi kelima ransum perlakuan relatif
sama dalam menunjang pertumbuhan kelinci. Rizqiani (2011) menyatakan bahwa
bobot potong dipengaruhi oleh jumlah pakan yang dikonsumsi dan nutrien yang
diserap dalam tubuh kelinci. Nutrien yang diserap lebih banyak oleh ternak kelinci
akan memberikan bobot hidup lebih tinggi. Hal ini dikarenakan perkembangan
jaringan-jaringan tubuh ternak dan pendepositan lemak akan banyak dilakukan oleh
tubuh ternak. Bobot awal kelinci juga mempengaruhi bobot hidup kelinci, ketika
bobot awalnya lebih tinggi, maka memungkinkan hasil bobot akhirnya lebih tinggi
juga.
Persentase Karkas
Karkas adalah tubuh ternak setelah dilakukan pemotongan yang dihilangkan
kepala, kaki dari bagian carpus dan tarsus, darah serta organ-organ internal
(Soeparno, 1992). Produksi karkas dinyatakan dalam bobot dan persentasenya,
dimana persentase karkas merupakan hasil dari perbandingan bobot karkas dengan
bobot tubuh kosong atau bobot potongnya
Persentase karkas erat hubungannya dengan bobot potong kelinci. Semakin
tinggi bobot potong, maka persentase karkas daging kelincinya juga semakin tinggi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rataan persentase karkas pada semua perlakuan
berkisar 46,69%-53,77%. Berdasarkan uji sidik ragam perlakuan memberikan
pengaruh yang berbeda (P<0,15) terhadap persentase karkas. Persentase karkas
kelinci yang diberi perlakuan R3 cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan
perlakuan lain, dan perlakuan R2 mempunyai persentase bobot karkas paling rendah
karena mempunyai bobot potong yang rendah. Persentase karkas perlakuan R0, R1,
Menurut Gillespie (2004), bobot hidup sekitar 1,8-2,1 kg menghasilkan -
karkas dengan persentase karkas sebesar 50%-59%. Menurut Yurmiaty (1991),
semakin banyak jumlah ransum yang dikonsumsi, semakin baik pula pertumbuhan
seekor ternak yang selanjutnya akan berpengaruh pada bobot karkas, karena bobot
karkas mempunyai kaitan yang erat dengan bobot potong yang dihasilkan. Zotte
(2002) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi bobot karkas dibedakan
menjadi tiga, yaitu faktor genetik, biologi, dan pakan.
Kadar Lemak Daging
Lemak pada penelitian ini diambil bagian paha kanan dan dianalisis
menggunakan metode Soxhlet. Sudarmadji et al. (1989) menyatakan bahwa
penentuan kadar lemak dalam analisis proksimat menggunakan metode Soxhlet.
Penentuan kadar lemak yang menggunakan metode ini, selain lemak juga dihasilkan
fosfolipida, sterol, asam lemak bebas, karotenoid dan pigmen yang lain, sehingga
hasil analisisnya sering disebut dengan lemak kasar. Nilai rataan kadar lemak daging
yang diperoleh oleh Rizqiani (2011) menggunakan metode Soxhlet pada lemak
bagian paha kanan yaitu sebesar 0,65%.
Pengamatan terhadap kadar lemak daging pada berbagai perlakuan dapat
dilihat pada Tabel 7. Rataan kadar lemak daging pada setiap perlakuan berkisar
antara 0,46%-0,90%. Berdasarkan uji sidik ragam perlakuan memberikan pengaruh
yang berbeda (P<0,15) terhadap kadar lemak daging. Kadar lemak daging
dipengaruhi oleh zat makanan yang dikonsumsi oleh kelinci. Kadar lemak daging
pada perlakuan R1 dan R4 masing-masing sebesar 0,49% dan 0,46% cenderung lebih
rendah dibandingkan dengan perlakuan lain, hal ini dapat disebabkan karena kadar
lemak ransum yang juga rendah yaitu sebesar 6,46% dan 5,29%. Penggunaan hijauan
I. zollingeriana 30% dan lamtoro 30% atau tanpa kombinasi dalam pelet ransum
komplit dapat menurunkan kadar lemak daging. Kadar lemak daging pada R2 dan
R3 relatif sama yaitu masing-masing sebesar 0,80% dan 0,71%, namun pelet ransum
komersil (R0) mempunyai kadar lemak daging yang cenderung lebih tinggi yaitu
sebesar 0,90%. Penggunaan pelet ransum komplit tanpa kombinasi (R1 dan R4)
dapat menurunkan kadar lemak hingga 50% dibandingkan pelet ransum komersil
Organ Dalam Kelinci
Rataan persentase bobot hati, jantung, dan ginjal yang diperoleh dari tiap
perlakuan dapat dilihat pada Tabel 8. Rataan persentase bobot hati, jantung, dan
ginjal berturut-turut sebesar 2,09%-3,21%; 0,28%-0,32%; dan 0,48%-0,58%. Data
persentase bobot hati, jantung, dan ginjal pada penelitian ini cenderung sama dengan
penelitian yang dilakukan oleh Rohmatin (2010) yaitu sebesar 2,31%-2,76%;
0,21%-0,23%; dan 0,52%-0,59% untuk kelinci lokal jantan.
Tabel 8. Rataan Persentase Bobot Hati, Jantung dan Ginjal
Perlakuan Bobot Hati (%) Bobot Jantung (%) Bobot Ginjal (%)
R0 3,21 a 0,32 0,58
R1 2,63 b 0,29 0,54
R2 2,47b 0,31 0,52
R3 2,09 b 0,28 0,48
R4 2,24 b 0,29 0,52
SEM 0,18 0,02 0,02
Keterangan :Superscrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan adanya perbedaan nyata (p<0,05)
R0 = Pelet ransum komersil dengan 0% lamtoro dan 0% I. zollingeriana
R1 = Pelet ransum komplit dengan 30% lamtoro dan 0% I. zollingeriana
R2 = Pelet ransum komplit dengan 20% lamtoro dan 10% I. zollingeriana
R3 = Pelet ransum komplit dengan 10% lamtoro dan 20% I. zollingeriana
R4 = Pelet ransum komplit dengan 0% lamtoro dan 30% I. zollingeriana
SEM = standard error of mean
Perlakuan tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap persentase bobot
jantung dan ginjal. Hal ini menunjukkan bahwa ransum perlakuan tidak mengandung
bahan yang dapat memicu aktivitas organ jantung dan ginjal yang berlebih, sehingga
tidak meningkatkan bobot organ tersebut. Namun pada organ hati, perlakuan
memberikan pengaruh yang berbeda (P<0,05). Kelinci yang diberi perlakuan R0
nyata menghasilkan bobot hati yang lebih berat dibandingkan perlakuan lain, namun
persentase bobot hati tersebut masih dalam kisaran normal yang sesuai dengan
pernyataan Steven et al. (1974) bahwa persentase bobot hati kelinci berkisar antara
2,45%-3,29%.
Hati merupakan organ terbesar dan secara metabolisme paling kompleks di
dalam tubuh. Fungsi hati antara lain : mensekresikan empedu, mengatur aktivitas
menyimpan vitamin, mengatur produksi panas, serta mengatur kadar protein dan gula
dalam darah (Thakur dan Puranik, 1981; Leach, 1961).
Persentase Bobot Non Karkas
Bobot non karkas meliputi kepala, kaki, kulit dan saluran pencernaan. Hasil
rataan persentase bobot non karkas dapat dilihat pada Tabel 9. Pada penelitian ini
perlakuan memberikan hasil yang tidak berbeda nyata (P>0,05). Hal ini
kemungkinan besar dikarenakan semua faktor yang mempengaruhi bobot kepala,
kaki, kulit, dan saluran pencernaan antar perlakuan relatif sama.
Tabel 9. Rataan Persentase Bobot Kepala, Kaki, Kulit, dan Saluran Pencernaan
Perlakuan Kepala (%) Kaki (%) Kulit (%) Sal. Pencernaan (%)
R0 10,43 3,09 10,59 16,78
R1 10,27 3,66 10,40 15,29
R2 10,62 3,64 11,37 14,43
R3 10,24 3,48 10,70 11,79
R4 9,94 3,07 10,44 15,58
SEM 0,19 0,12 0,26 0,64
Keterangan : R0 = Pelet ransum komersil dengan 0% lamtoro dan 0% I. zollingeriana
R1 = Pelet ransum komplit dengan 30% lamtoro dan 0% I. zollingeriana
R2 = Pelet ransum komplit dengan 20% lamtoro dan 10% I. zollingeriana
R3 = Pelet ransum komplit dengan 10% lamtoro dan 20% I. zollingeriana
R4 = Pelet ransum komplit dengan 0% lamtoro dan 30% I. zollingeriana
SEM = standard error of mean
Rataan persentase bobot kepala, kaki, kulit, dan saluran pencernaan yang
diperoleh dari tiap perlakuan berturut-turut sebesar 9,94%-10,62%; 3,07%-3,66%;
10,40%-11,37%; 11,79%-16,78%. Data persentase bobot kepala, kaki dan kulit yang
diperoleh dari penelitian ini cenderung sama dibandingkan dengan data persentase
bobot kepala, kaki, dan kulit yang dilaporkan oleh Rohmatin (2010), yaitu
9,99%-10,34%; 2,81%-3,19%; 10,02%-10,70%; 13,55%-15,42%.
Menurut Rao et al. (1977), kepala dan kaki merupakan organ yang masak
dini, pertumbuhan dan perkembangan kepala terjadi sangat cepat, sedangkan setelah
dewasa pertumbuhannya menjadi lambat. Cheeke et al. (2000) menyatakan bahwa
bobot kulit kelinci dipengaruhi oleh kandungan protein pakan, dimana dengan
tercukupinya asupan protein maka akan meningkatkan bobot potong dan selanjutnya
yaitu 15,74%-21,06% belum dapat mempengaruhi bobot kulit kelinci pada penelitian
ini.
Rataan persentase bobot saluran pencernaan yang diperoleh dari tiap
perlakuan, yaitu sebesar 11,79%-16,7%. Bobot saluran pencernaan berhubungan
dengan nilai retensi makanan didalam saluran pencernaan, ransum yang bermutu
rendah cenderung memerlukan waktu yang lama, hal ini sehubungan dengan usaha
ternak yang bersangkutan untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya. Perkembangan
saluran pencernaan dipengaruhi oleh adanya perubahan anatomis dan enzimatis, hal
ini berhubungan dengan jenis pakan yang dikonsumsi (Mulyaningsih et al., 1984).
Berat non karkas sangat mempengaruhi berat karkas, karena semakin
meningkat berat non karkas maka perolehan karkas yang dihasilkan akan semakin
menurun. Hal ini disebabkan jumlah non karkas yang dihasilkan lebih banyak dari
pada jumlah karkas dari ternak tersebut.
Income Over Feed Cost (IOFC)
Income Over Feed Cost merupakan pendapatan yang dihasilkan setelah
dikurangi biaya pakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa IOFC perlakuan dengan
pemberian ransum komplit mengandung daun I. zollingeriana dan lamtoro
memberikan hasil yang tidak berbeda nyata (P>0,05) (Tabel 8). Capaian ini
membuktikan bahwa pemberian pelet ransum komplit mengandung daun
I.zollingeriana dan lamtoro mampu menghasilkan IOFC relatif sama dibanding pelet
ransum komersil pada usaha penggemukan kelinci peranakan New Zealand White.
Tabel 8. Rataan Nilai IOFC
Perla-kuan
PBB (kg) Harga kelinci/kg hidup
Konsumsi pakan (kg)
Harga pakan/kg
IOFC (Rp)
R0 0,2105 100000 2,9446 6600 1616
R1 0,1708 100000 3,0105 4700 2931
R2 0,1430 100000 2,5853 4900 1632
R3 0,2450 100000 3,4255 5400 6002
R4 0,2678 100000 3,1188 5700 9003
SEM - - - - 790
Keterangan : R0= Pelet ransum komersil dengan 0% lamtoro dan 0% I. zollingeriana
R1= Pelet ransum komplit dengan 30% lamtoro dan 0% I. zollingeriana
R2= Pelet ransum komplit dengan 20% lamtoro dan 10% I. zollingeriana
R3= Pelet ransum komplit dengan 10% lamtoro dan 20% I. zollingeriana
R4= Pelet ransum komplit dengan 0% lamtoro dan 30% I. zollingeriana
PE
PERFOR
ERANAK
PELE
Indig
DEPA
RMA PRO
KAN
NEW
ET RANSU
gofera zoll
ARTEMEN
IN
ODUKSI D
W ZEALAN
UM KOM
lingeriana
S DIAN
ILMU NUT FAKULTA STITUT PE
DAN ORG
ND WHITE
MPLIT ME
a
DAN
Leu
SKRIPSI NI NOFESA
TRISI DAN AS PETERN ERTANIAN
2012
GAN DAL
E
JANTAN
ENGANDU
ucaena leu
A
N TEKNOLO NAKAN
N BOGOR
LAM KEL
N YANG D
UNG DAU
ucocephala
OGI PAKA
INCI
DIBERI
UN
la
PE
PERFOR
ERANAK
PELE
Indig
DEPA
RMA PRO
KAN
NEW
ET RANSU
gofera zoll
ARTEMEN
IN
ODUKSI D
W ZEALAN
UM KOM
lingeriana
S DIAN
ILMU NUT FAKULTA STITUT PE
DAN ORG
ND WHITE
MPLIT ME
a
DAN
Leu
SKRIPSI NI NOFESA
TRISI DAN AS PETERN ERTANIAN
2012
GAN DAL
E
JANTAN
ENGANDU
ucaena leu
A
N TEKNOLO NAKAN
N BOGOR
LAM KEL
N YANG D
UNG DAU
ucocephala
OGI PAKA
INCI
DIBERI
UN
la
RINGKASAN
DIANI NOFESA. D24080056. 2012. Performa Produksi dan Organ Dalam Kelinci Peranakan New Zealand White Jantan yang Diberi Pelet Ransum Komplit Mengandung Daun Indigofera zollingeriana dan Leucaena leucocephala. Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama : Dr. Ir. Luki Abdullah, M.Sc.Agr. Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Moh. Yamin, M.Agr.Sc.
Kelinci merupakan salah satu ternak penghasil daging yang dapat dijadikan alternatif untuk memenuhi kebutuhan protein hewani. Daging kelinci memiliki kandungan protein yang tinggi dan kolesterol yang relatif rendah. Pakan merupakan komponen penting dalam budidaya kelinci. Pakan yang memenuhi kebutuhan nutrisi akan mendukung potensi kelinci untuk menghasilkan jumlah dan kualitas daging yang diharapkan. Pemenuhan kebutuhan nutrisi kelinci dalam ransum dapat berasal dari berbagai jenis bahan baku pakan sumber protein, seperti legum. Indigofera zollingeriana dan Leucaena leucocephala (lamtoro) merupakan legum yang potensial sebagai sumber protein lokal yang dapat digunakan sebagai campuran pakan kelinci. I. zollingeriana memiliki kandungan protein sebesar 23,40%-27,60% dan lamtoro mempunyai kandungan protein sebesar 21%. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan pengaruh pemberian pelet ransum komplit mengandung daun I. zollingeriana dan lamtoro dengan taraf yang berbeda terhadap performa produksi dan organ dalam kelinci peranakan New Zealand White jantan.
Penelitian ini menggunakan 20 ekor kelinci peranakan New Zealand White jantan dengan bobot rata-rata 1653,36 ± 265,46 g/ekor dengan koefisien variasi sebesar 16,06%. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan lima perlakuan dan empat kelompok. Perlakuan yang diberikan adalah R0 (Pelet ransum komersil dengan 0% lamtoro dan 0% I. zollingeriana), R1 (Pelet ransum komplit dengan 30% lamtoro dan 0% I. zollingeriana), R2 (Pelet ransum komplit dengan 20% lamtoro dan 10% I. zollingeriana), R3 (Pelet ransum komplit dengan 10% lamtoro dan 20% I. zollingeriana), R4 (Pelet ransum komplit dengan 0% lamtoro dan 30% I. zollingeriana). Data dianalisis menggunakan analysis of variance (ANOVA), untuk melihat perbedaan antar perlakuan dilakukan uji Jarak Duncan. Peubah yang diamati adalah konsumsi ransum, pertambahan bobot badan harian, efisiensi pakan, bobot potong, persentase karkas dan non karkas, kadar lemak daging, bobot hati, bobot jantung, bobot ginjal, dan Income Over Feed Cost (IOFC).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian ransum perlakuan berdampak relatif sama dalam meningkatkan performa produksi kelinci peranakan New Zealand White jantan. Penggunaan hijauan pada pelet ransum komplit perlakuan R1 (30% lamtoro) dan R4 (30% I. zollingeriana) cenderung dapat menurunkan kadar lemak daging. Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pelet ransum komplit mengandung daun I. zollingeriana dan lamtoro dapat direkomendasikan sebagai ransum kelinci berbahan pakan hijauan yang tinggi protein.
ABSTRACT
Performance and Viscera Persentage of New Zealand White Crossbred Rabbit Fed with Complete Feed Containing Indigofera zollingeriana and Leucaena
leucochepala Leaves
D. Nofesa, L. Abdullah and M. Yamin
The aim of the study was to compare and analize the effect of complete feed with different combination I. zollingeriana leaves and Leucaena leucochepala leaves on rabbit performance. This research used a randomized block design, with five dietary treatments and four replications. The treatments were R0 (commercial pellet ration with 0% Leucaena leucochepala and 0% I. zollingeriana), R1 (complete pellet ration containing 30% Leucaena leucocephala and 0% I. zollingeriana, R2 (complete pellet ration containing 20% Leucaena leucocephala and 10% I. zollingeriana), R3 (complete pellet ration containing 10% Leucaena leucocephala and 20% I. zollingeriana), R4 (complete pellet ration containing 0% Leucaena leucocephala and 30% I. zollingeriana). Variables observed were feed intake, body weight gain, feed efficiency, fat content, carcass and non carcass weight, liver, heart, kidneys weights and Income Over Feed Cost. The data were analyzed with analysis of variance, and the differences among treatment were examined with Duncan Range Test. The results show that all complete pellet ration having the same effect in improving the performance of rabbits. Complete ration pellet with 30% Leucaena leucocephala and completed ration pellet with 30% I. zollingerianahad a tendency to derease the fat content compared with commercial pellet rations. It can be concluded that complete pellet ration containing I. zollingeriana and Leucaena leucochepala can be recommended as rabbit pellet.
PERFORMA PRODUKSI DAN ORGAN DALAM KELINCI
PERANAKAN
NEW ZEALAND WHITE
JANTAN YANG DIBERI
PELET RANSUM KOMPLIT MENGANDUNG DAUN
Indigofera zollingeriana
DAN
Leucaena leucocephala
DIANI NOFESA D24080056
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada
Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN ILMU NUTRSI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN
Judul : Performa Produksi dan Organ Dalam Kelinci Peranakan New Zealand White Jantan yang Diberi Pelet Ransum Komplit Mengandung Daun Indigofera zollingeriana dan Leucaena leucocephala
Nama : Diani Nofesa
NIM : D24080056
Menyetujui,
Pembimbing Utama,
(Dr. Ir. Luki Abdullah, M.Sc. Agr.) NIP: 19670107 199103 1 003
Pembimbing Anggota,
(Dr. Ir. Moh. Yamin, M.Agr.Sc.) NIP: 19630928 198803 1 002
Mengetahui: Ketua Departemen, Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan
(Dr. Ir. Idat Galih Permana, M.Sc.Agr.) NIP: 19670506 199103 1 001
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 4 November 1989
di Batusangkar, Sumatera Barat. Penulis merupakan anak
pertama dari empat bersaudara dari pasangan Bapak
Reflis dan Ibu Rosni.
Penulis mengawali jenjang pendidikan formal
pada tahun 1996 di Sekolah Dasar Negeri 16 Sungayang,
Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat, dan
diselesaikan pada tahun 2002. Pendidikan lanjutan tingkat
pertama dimulai pada tahun 2002 dan diselesaikan pada
tahun 2005 di SMP Negeri 1 Sungayang. Penulis melanjutkan pendidikan di SMA
Negeri 1 Sungayang pada tahun 2005 dan diselesaikan pada tahun 2008.
Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2008 melalui jalur
Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Departemen Ilmu Nutrisi dan
Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2009.
Selama menjadi mahasiswa, Penulis aktif di Himpunan Mahasiswa Nutrisi dan
Makanan Ternak (HIMASITER) sebagai Bendahara Umum II (periode 2009-2010)
dan Bendahara Umum I (periode 2010-2011) dan aktif di Koperasi Mahasiswa IPB
(periode 2009-2011). Penulis juga menjadi asisten mata kuliah Teknik Formulasi
Ransum dan Sistem Informasi Pakan, Fakultas Peternakan pada tahun 2012.
Penulis juga berkesempatan menjadi peserta Program Kreativitas Mahasiswa
(PKM) yang lolos didanai sebanyak dua proposal pada tahun 2012 dengan judul
pertama “Pemanfaatan Pelet Ransum Komplit Indigofera sp. dan Leucaena
leucocephala untuk Meningkatkan Performa Produksi Kelinci Jantan Peranakan New
Zealand White Menuju Swasembada Daging 2014” pada bidang PKM Penelitian dan
judul PKM yang kedua “Program Berkelanjutan Pengolahan Sampah Berbasis
Masyarakat Berbahan Dasar Limbah Dapur di Desa Cimanggis Kabupaten Bogor”
pada bidang PKM Pengabdian Masyarakat.
Bogor, Juli 2012
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur penulis sampaikan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehinggga penulis mampu menyelesaikan
penelitian dan penulisan skripsi berjudul Performa Produksi dan Organ Dalam
Kelinci Peranakan New Zealand White Jantan yang Diberi Pelet Ransum Komplit
Mengandung Daun Indigofera zollineriana dan Leucaena leucocephala. Skripsi ini
merupakan syarat memperoleh gelar sarjana peternakan.
Skripsi ini ditulis berdasarkan hasil penelitian sejak November 2011 sampai
Januari 2012. Penelitian di lakukan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak
Ruminansia Kecil Blok B, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Kelinci
merupakan salah satu ternak penghasil daging yang dapat dijadikan alternatif untuk
memenuhi kebutuhan protein hewani. Daging kelinci memiliki kandungan protein
yang tinggi dan kolesterol yang relatif rendah dibandingkan daging ternak lain.
Pakan merupakan komponen penting dalam budidaya kelinci. Pakan yang memenuhi
kebutuhan nutrisi akan mendukung potensi kelinci untuk menghasilkan jumlah dan
kualitas daging yang diharapkan. Pemenuhan kebutuhan nutrisi kelinci dalam ransum
dapat berasal dari berbagai jenis bahan baku pakan sumber protein, seperti legum. I.
zollingeriana dan Leucaena leucocephala (lamtoro) merupakan legum pakan yang
potensial sebagai sumber protein lokal yang dapat digunakan sebagai campuran
pakan kelinci. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan pengaruh pemberian
pelet ransum komplit mengandung daun Indigofera zollingeriana dan lamtoro
dengan taraf yang berbeda terhadap performa produksi kelinci peranakan New
Zealand White jantan.
Penulis memahami bahwa masih banyak kekurangan dalam pe