• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pupuk Organik Hayati pada Peningkatan Keragaan Bibit Kelapa Sawit ( Elaeis guineensis Jacq )

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Pupuk Organik Hayati pada Peningkatan Keragaan Bibit Kelapa Sawit ( Elaeis guineensis Jacq )"

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PUPUK ORGANIK HAYATI PADA

PENINGKATAN KERAGAAN BIBIT KELAPA SAWIT

(

Elaeis guineensis

Jacq )

ABDUL HASYIM SODIQ

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengaruh Pupuk Organik Hayati pada Peningkatan Keragaan Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2014

Abdul Hasyim Sodiq

(4)
(5)

RINGKASAN

ABDUL HASYIM SODIQ. Pengaruh Pupuk Organik Hayati pada Peningkatan Keragaan Bibit Kelapa Sawit. Dibimbing oleh : ISWANDI ANAS, DWI ANDREAS SANTOSA dan ATANG SUTANDI

Percobaan ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pupuk organik hayati diperkaya mikrob tanah terhadap keragaan tanaman, kadar hara tanaman serta populasi total mikrob, populasi Azotobacter sp dan mikrob pelarut fosfat di pembibitan kelapa sawit. Percobaan ini dilakukan mulai bulan April hingga bulan Oktober 2013. Persiapan media tanam dilakukan dengan mengambil lapisan tanah atas (top soil) dengan kedalaman maksimal 25 cm kemudian tanah tersebut dikering anginkan dan dimasukkan ke dalam setiap kantong plastik media tanam dengan volume masing-masing 5 kg. Pengukuran parameter keragaan tanaman bibit kelapa sawit dilakukan dari minggu ke-4 setelah tanam (MST) hingga ke-22 MST di rumah kaca kebun percobaan Cikabayan, Darmaga dengan ketinggian tempat ± 225 mdpl.

Percobaan tersebut menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK), pada percobaan pengujian efektifitas mikrob penambat N2 yang terdapat pada pupuk organik hayati terdiri dari dua faktor dengan tiga ulangan. Faktor pertama yaitu penggunaan pupuk organik hayati yang terdiri atas tiga taraf (tanpa penggunaan pupuk organik hayati, menggunakan pupuk organik dan menggunakan pupuk organik hayati). Faktor kedua yaitu dosis N yang terdiri dari lima taraf (0, 50 %, 75 %, 100 % dan 125 %). Sedangkan pada pengujian efektifitas mikrob pelarut fosfat (MPF) yang terdapat pada pupuk organik hayati terdiri dari dua faktor dengan tiga ulangan. Faktor pertama yaitu penggunaan pupuk organik hayati yang terdiri atas tiga taraf (tanpa penggunaan pupuk organik hayati, menggunakan pupuk organik dan menggunakan pupuk organik hayati). Faktor kedua yaitu sumber hara dan dosis P yang terdiri dari enam taraf (BP 50 %, BP 75 %, BP 100 %, SP-36 50 %, SP-36 75 % dan SP-36 100 %).

(6)

Hasil percobaan pada pengujian efektifitas mikrob pelarut Pdalam pupuk organik hayati menunjukkan pemberian perlakuan berpengaruh secara nyata terhadap diameter bonggol, tinggi tanaman dan jumlah pelepah daun. Hasil pengukuran kadar N tanaman berbeda nyata dengan hasil tertinggi ditunjukkan oleh perlakuan (B1P3 & B2P5), pengukuran P tanaman tidak menunjukkan hasil yang berbeda nyata dan pengukuran hara K tanaman kembali menunjukkan hasil yang berbeda nyata dengan nilai tertinggi ditunjukkan oleh perlakuan (B1P6). Selanjutnya hasil pengukuran populasi total mikrob juga menunjukkan hasil yang nyata dengan hasil terbaik ditunjukkan oleh perlakuan penggunaan pupuk organik dengan batuan fosfat 75 % (B1P2), sedangkan pada populasi Azotobacter sp dan populasi MPF tidak menunjukkan hasil yang berbeda nyata. Berdasarkan hasil keragaan tanaman yang diamati hingga umur 12 MST karena apabila percobaan dilanjutkan hingga umur 22 MST maka data yang akan diamati merupakan data yang tidak mencerminkan pertumbuhan bibit kelapa sawit sebenarnya, karena kantong plastik media tanam dengan kapasitas 5 kg tanah hanya mampu menopang pertumbuhan tanaman hingga umur 12 MST. Hasil tersebut menunjukkan pada pengujian efektifitas mikrob penambat N2, hasil terbaik ditunjukkan oleh perlakuan penggunaan pupuk organik hayati dengan dosis pupuk N 100 % (B2N3) dan perlakuan ini juga menunjukkan populasi Azotobacter sp terbaik. Penggunaan pupuk SP-36 dan batuan fosfat dosis 100 % bersamaan dengan pupuk organik hayati dapat mendukung pertumbuhan diameter bonggol dan tinggi tanaman yang optimal.

(7)

SUMMARY

ABDUL HASYIM SODIQ . The effect of Bio-organic Fertilizer on Improving Performance of Oil Palm Seedlings. Supervised by : ISWANDI ANAS, DWI ANDREAS SANTOSA and ATANG SUTANDI

This experiment was conducted to determine the effect of bio-organic fertilizer on improving performance of oil palm seedlings, measurements of the levels of plant nutrients and total microbial population, Azotobacter sp, microbial dissolve phosphate in oil palm seedlings. This experiment was conducted from April to October 2013. Preparation of planting medium is done by taking the upper soil layer (top soil) with a maximum depth of 25 cm was then the air dried grounded and put into each polybag with a volume of 5 kg. The parameter of oil palm seedlings performed at week 4 to the 22 after planting (WAP) in the experimental garden greenhouse Cikabayan, Darmaga with altitude of ± 225 meters above sea level.

The experiment using a randomized block design (RBD), in experiments to test the effectiveness of microbial N2 in bio-organic fertilizer that composed of two factors with three replications. The first factor is the use of bio-organic fertilizers consisting of three levels (without the use of bio-organic fertilizers, organic fertilizers and use of bio-organic fertilizers). The second factor dose N fertilizer is composed of five level (0, 50 %, 75 %, 100 % and 125 %). Whereas to test the capacity of microbial to dissolve phosphate in bio-organic fertilizer that composed of two factors with three replications. The first factor is the use of bio-organic fertilizers consisting of three levels (without the use of bio-bio-organic fertilizers, organic fertilizers and use of bio-organic fertilizers). The second factor is the source of nutrients and doses P which consists of six level (RP 100 %, RP 75 %, RP 50 %, SP-36 100 % , SP-36 75 % and SP-36 50 %) .

(8)

The experimental results on testing the effectiveness of microbial dissolve phosphate (MPF) in bio-organic fertilizers treatment showed significantly affect to stump diameter, plant height and number of leaf midrib. Further measurements of plant N content significantly different the results highest show by the treatment (B1P3 & B2P5), measurement of P plants did not show significantly different results and measurements of nutrient K plants again showed significantly different results with the highest value is shown by the treatment (B1P6). The results of measurements of the total microbial population showed significant results with the best results shown by treatment with the use of organic fertilizer and rock phosphate 75 % (B1P2), while the population of Azotobacter sp and microbial dissolve phosphate did not show significant results. Based on the results of plant variability was observed up to the age of 12 WAP because if the trial continued until the age of 22 WAP, the data will be observed is does not reflect the actual growth of oil palm seedlings because the polybag with a capacity of 5 kg soil is only able to sustain plant growth age until 12 WAP. These results suggest the testing effectiveness of microbial N2 fastening the best results shown by treatment the use of bio-organic fertilizers with N fertilizer dose of 100 % (B2N3), this treatment also showed the best population of Azotobacter sp. The use of SP-36 fertilizer and rock phosphate with a dose of 100 % and bio-organic fertilizer can support the growth of stump diameter and plant height were optimal.

(9)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(10)
(11)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Bioteknologi Tanah dan Lingkungan

PENGARUH PUPUK ORGANIK HAYATI PADA

PENINGKATAN KERAGAAN BIBIT KELAPA SAWIT

(

Elaeis guineensis

Jacq )

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014

(12)
(13)

Judul Tesis : Pengaruh Pupuk Organik Hayati pada Peningkatan Keragaan Bibit Kelapa Sawit ( Elaeis guineensis Jacq )

Nama : Abdul Hasyim Sodiq NIM : A154100061

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Iswandi Anas Chaniago, MSc Ketua

Prof Dr Ir Dwi Andreas Santosa, MS Anggota

Ir. Atang Sutandi, MSi PhD Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Bioteknologi Tanah dan Lingkungan

Prof Dr Ir Dwi Andreas Santosa, MS

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MSc Agr

(14)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga penulisan karya ilmiah dengan judul “Pengaruh Pupuk Organik Hayati pada Peningkatan Keragaan Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq)” dapat diselesaikan.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Iswandi Anas, M.Sc sebagai ketua komisi pembimbing, Bapak Prof Dr Ir Dwi Andreas Santosa, MS dan Bapak Ir. Atang Sutandi, M.Si PhD sebagai anggota komisi pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis selama penelitian hingga selesainya penulisan karya ilmiah ini. Terima kasih diucapkan kepada PT. Swakarsa Sinar Sentosa atas dukungan materil untuk pelaksanaan penelitian juga kepada PT. Sitosu Agro Cemerlang atas bantuan pupuk Biost yang digunakan dalam penelitian, Bapak Sarjito, Bapak Sukoyo, Ibu Asih Karyati, Ibu Julaeha dan rekan-rekan Forum Pascasarjana Bioteknologi Tanah dan Lingkungan atas kebersamaan yang telah terbina selama ini.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih yang tidak terhingga ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala do’a dan kasih sayangnya.

Akhir kata, semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang terkait dan pihak-pihak lain yang membutuhkan informasi.

Bogor, Agustus 2014

(15)

DAFTAR ISI

Waktu dan Tempat Penelitian 5

Bahan dan Alat 5

Metode Penelitian 5

Pelaksanaan Penelitian 7

Analisa Data 8

HASIL DAN PEMBAHASAN 9

Pengaruh efektivitas mikrob penambat N2 yang terdapat pada pupuk organik hayati dalam meningkatkan keragaan tanaman bibit kelapa sawit

9

Pengaruh efektivitas mikrob pelarut fosfat yang terdapat pada pupuk organik hayati dalam meningkatkan keragaan tanaman di pembibitan kelapa sawit

18

Diameter Bonggol 19

Tinggi Tanaman 21

Jumlah Pelepah Daun 22

Uraian umum pengaruh pupuk organik hayati pelarut fosfat terhadap keragaan tanaman pada umur 14 – 22 MST

24

Kadar Hara Tanaman 27

(16)

KESIMPULAN DAN SARAN 31

1. Pengaruh pupuk organik hayati penambat N2 terhadap diameter bonggol bibit kelapa sawit pada 4 - 12 MST

daun bibit kelapa sawit pada 4 - 12 MST

11 4. Pengaruh pupuk organik hayati penambat N2 terhadap diameter bonggol

(a), tinggi tanaman (b), jumlah pelepah daun (c) bibit kelapa sawit pada 14 - 22 MST

15

5. Pengaruh pupuk organik hayati pelarut fosfat pada tanaman bibit kelapa sawit terhadap diameter bonggol pada 4 - 12 MST

20 6. Pengaruh pupuk organik hayati pelarut fosfat pada tanaman bibit kelapa

sawit terhadap tinggi tanaman pada 4 - 12 MST

21 7. Pengaruh pupuk organik hayati pelarut fosfat pada tanaman bibit kelapa

sawit terhadap pelepah daun tanaman pada 4 - 12 MST

22 8. Pengaruh pupuk organik hayati pelarut fosfat terhadap diameter

bonggol (a), tinggi tanaman (b), jumlah pelepah daun (c) bibit kelapa sawit pada 14 - 22 MST

26

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Kombinasi perlakuan pupuk organik hayati penambat N2 dengan pupuk Nitrogen

6 2. Kombinasi perlakuan pupuk organik hayati pelarut fosfat dengan dua

sumber hara fosfat

7

3. Metode dan media tumbuh analisa mikrob tanah 8

4. Pengaruh pupuk organik hayati penambat N2 pada tanaman bibit kelapa sawit terhadap diameter, tinggi dan jumlah pelepah daun tanaman pada 12 MST

12

5. Pengaruh pupuk organik hayati penambat N2 terhadap penilaian variabel keragaan tanaman pada 12 MST

14 6. Pengaruh pupuk organik hayati penambat N2 pada tanaman bibit kelapa

sawit terhadap kadar hara tanaman pada 22 MST

16 7. Pengaruh pupuk organik hayati penambat N2 pada tanaman bibit kelapa

sawit terhadap populasi mikrob tanah pada 22 MST

18 8. Pengaruh pupuk organik hayati pelarut fosfat pada tanaman bibit kelapa

sawit terhadap diameter, tinggi dan jumlah pelepah daun tanaman pada 12 MST

(17)

9. Pengaruh pupuk organik hayati pelarut fosfat terhadap penilaian variabel keragaan tanamanpada pada12 MST

25 10. Pengaruh pupuk organik hayati pelarut fosfat pada tanaman bibit kelapa

sawit terhadap kadar hara tanaman pada 22 MST

27 11. Pengaruh pupuk organik hayati pelarut fosfat pada tanaman bibit kelapa

sawit terhadap populasi mikrob tanah pada 22 MST

29

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Tabel aplikasi pemupukan dipembibitan kelapa sawit 36 2. Perhitungan dosis pupuk pengaruh pupuk organik hayati pada keragaan

tanaman bibit kelapa sawit

5. Sifat kimia dan fisik tanah media tanam 38

6. Dosis dan komposisi media tumbuh mikrob tanah 39

7. Penilaian variabel keragaan tanaman 39

8. Hasil penilaian variabel keragaan tanaman pengaruh pupuk organik hayati penambat N2 pada 12 MST

40 9. Hasil penilaian variabel keragaan tanaman pengaruh pupuk organik

hayati pelarut fosfat pada 12 MST

40 10. Pengaruh pupuk organik hayati penambat N2 pada tanaman bibit kelapa

sawit terhadap diameter bonggol tanaman

41 11. Pengaruh pupuk organik hayati penambat N2 pada tanaman bibit kelapa

sawit terhadap tinggi tanaman

41 12. Pengaruh pupuk organik hayati penambat N2 pada tanaman bibit kelapa

sawit terhadap jumlah pelepah daun tanaman

42 13. Pengaruh pupuk organik hayati pelarut fosfat pada tanaman bibit kelapa

sawit terhadap diameter bonggol tanaman

42 14. Pengaruh pupuk organik hayati pelarut fosfat pada tanaman bibit kelapa

sawit terhadap tinggi tanaman

43 15. Pengaruh pupuk organik hayati pelarut fosfat pada tanaman bibit kelapa

sawit terhadap pelepah daun tanaman

43 16. Analisis ragam diameter bonggol pada uji efektifitas pupuk organik

hayati mikrob penambat N2

44 17. Analisis ragam tinggi tanaman pada uji efektifitas pupuk organik hayati

mikrob penambat N2

44 18. Analisis ragam pelepah daun pada uji efektifitas pupuk organik hayati

mikrob penambat N2

44 19. Analisis ragam diameter bonggol pada uji efektifitas pupuk organik

hayati mikrob pelarut fosfat

44 20. Analisis ragam tinggi tanaman pada uji efektifitas pupuk organik hayati

mikrob pelarut fosfat

(18)

21. Analisis ragam pelepah daun pada uji efektifitas pupuk organik hayati mikrob pelarut fosfat

45 22. Analisis ragam total mikrob tanah pada uji efektifitas pupuk organik

hayati mikrob penambat N2

45 23. Analisis ragam total mikrob tanah pada uji efektifitas pupuk organik

hayati mikrob pelarut fosfat

45 24. Analisis ragam populasi Azotobacter sp tanah pada uji efektifitas pupuk

organik hayati mikrob penambat N2

45 25. Analisis ragam populasi Azotobacter sp tanah pada uji efektifitas pupuk

organik hayati mikrob pelarut fosfat

46 26. Analisis ragam populasi mikrob pelarut fosfat tanah pada uji efektifitas

pupuk organik hayati mikrob penambat N2

46 27. Analisis ragam populasi mikrob pelarut fosfat tanah pada uji efektifitas

pupuk organik hayati mikrob pelarut fosfat

46 28. Analisis ragam pengukuran N tanaman pada uji efektifitas pupuk

organik hayati mikrob penambat N2

46 29. Analisis ragam pengukuran N tanaman pada uji efektifitas pupuk

organik hayati mikrob pelarut fosfat

46 30. Analisis ragam pengukuran P tanaman pada uji efektifitas pupuk

organik hayati mikrob penambat N2

46 31. Analisis ragam pengukuran P tanaman pada uji efektifitas pupuk

organik hayati mikrob pelarut fosfat

46 32. Analisis ragam pengukuran K tanaman pada uji efektifitas pupuk

organik hayati mikrob penambat N2

47 33. Analisis ragam pengukuran K tanaman pada uji efektifitas pupuk

organik hayati mikrob pelarut fosfat

47 34. Denah tata letak kantong plastik media tanam percobaan rumah kaca 48

35. Dokumentasi penelitian 49

(19)

1. PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sejalan dengan pesatnya perkembangan perkebunan kelapa sawit di Indonesia saat ini baik perkebunan swasta, perkebunan rakyat maupun pemerintah sudah pasti akan berdampak kepada tingginya permintaan pupuk terutama pupuk-pupuk anorganik karena mengandung unsur hara relatif lebih tinggi. Sebagai akibatnya harga pupuk terus meningkat dan berimbas kepada tingginya biaya produksi. Salah satu hal yang perlu dicermati adalah bahwa pemakaian pupuk anorganik secara terus menerus dengan dosis yang berlebihan memiliki dampak buruk terhadap kerusakan lingkungan dan penurunan keanekaragaman hayati tanah. Berkaitan dengan hal tersebut maka perlu dicari alternatif lain agar produksi pertanian bisa ditingkatkan tanpa bergantung sepenuhnya pada pemakaian pupuk anorganik. Salah satu solusi adalah dengan penggunaan pupuk organik hayati (Bio organic fertilizer) yang diperkaya mikrob tanah bermanfaat. Mikrob tanah diketahui dapat memproduksi fitohormon yang berfungsi untuk meningkatkan pertumbuhan perakaran, pertumbuhan tajuk dan kesehatan tanaman (Hindersah & Simarmata 2004). Menurut El-Habbasha et al. (2007) aplikasi pupuk organik hayati untuk menurunkan pemakaian pupuk anorganik penting dilakukan untuk melindungi lingkungan dari dampak buruk pupuk anorganik yang digunakan berlebihan.

Pupuk organik hayati adalah kombinasi antara pupuk mikrob dan pupuk organik. Pupuk ini terbuat dari bahan-bahan alami seperti pupuk kandang, kompos dan kascing serta diperkaya dengan mikrob hidup yang memiliki peranan positif bagi tanaman. Pupuk hayati merupakan mikrob hidup yang diberikan kedalam tanah sebagai inokulan menyediakan unsur hara tertentu bagi tanaman. Beberapa mikroorganisme tanah seperti Rhizobium, Azospirillum, Bacillus, Bukholderia, Azotobacter, mikrob pelarut fosfat, bakteri penambat N2, Mikoriza, Tricodherma sp dan mikrob tanah lainnya adalah contoh mikrob yang sering digunakan untuk pupuk hayati dan sudah banyak tersedia dipasaran. Komunitas mikrob dapat berperan dalam pertumbuhan tanaman melalui beberapa mekanisme antara lain meningkatkan ketersediaan unsur hara didalam tanah, meningkatkan kemampuan bersaing terhadap hama dan penyakit yang ditularkan melalui perakaran (Smith & Read 1997; Weller et al. 2002), serta untuk meningkatkan unsur-unsur hara di dalam tanaman.

Pemakaian pupuk organik hayati yang diaplikasikan dengan tepat dan benar akan berpengaruh positif terhadap ketersediaan unsur hara, ketahanan terhadap serangan penyakit dan meningkatkan kesehatan tanah sehingga pertumbuhan tanaman akan lebih baik dan hasil produksi dapat ditingkatkan. Pupuk organik hayati mampu meningkatkan efisiensi serapan hara, memperbaiki pertumbuhan dan meningkatkan komponen hasil produksi tanaman serta dapat meningkatkan ketahanan fisik tanaman terhadap serangan hama dan penyakit (Agung & Rahayu 2004). Hardjowigeno (1995) menyatakan bahwa pemakaian pupuk organik selain menambahkan hara dapat pula memperbaiki struktur tanah, meningkatkan kapasitas tukar kation dan meningkatkan kegiatan biologi tanah.

(20)

interaksinya dengan tanaman. Lee et al. (2000) mengungkapkan interaksi mikrob penambat N2 dengan tanaman inang merupakan salah satu contoh peningkatan kualitas tanaman oleh mikrob. Oleh sebab itu penelitian tentang pemanfaatan mikrob untuk budidaya perkebunan harus terus diteliti untuk mendapatkan hasil yang lebih baik dan optimal.

Pupuk organik hayati Biost adalah produk pupuk yang mengandung berbagai mikrob yang berfungsi sebagai pelarut fosfat, penambat N2 dan juga mengandung jamur Trichoderma sp. Pemakaian pupuk ini diharapkan dapat menjadi solusi untuk meningkatkan efisiensi pemupukan anorganik, ketahanan tanaman terhadap serangan penyakit, serta dapat meningkatkan keragaan tanaman bibit kelapa sawit.

Tujuan Penelitian

1. Mengetahui efektifitas mikrob penambat N2 yang terdapat dalam pupuk organik hayati pada empat taraf dosis pemupukan nitrogen dalam meningkatkan keragaan bibit kelapa sawit.

2. Mengetahui efektifitas mikrob pelarut fosfat yang terdapat dalam pupuk organik hayati pada dua sumber hara fosfat dan enam taraf dosis fosfat dalam meningkatkan keragaan bibit kelapa sawit.

Hipotesis Penelitian

1. Pemberian pupuk organik hayati meningkatkan efektifitas mikrob penambat N2 pada pembibitan kelapa sawit.

2. Pemberian pupuk organik hayati meningkatkan efektifitas mikrob pelarut fosfat pada dua sumber hara dan enam taraf dosis fosfat di pembibitan kelapa sawit.

Manfaat Penelitian

1. Memberikan informasi tentang efektifitas mikrob penambat N2 yang terdapat dalam pupuk organik hayati untuk meningkatkan keragaan tanaman bibit kelapa sawit.

2. Memberikan informasi tentang efektifitas mikrob pelarut fosfat yang terdapat dalam pupuk organik hayati untuk meningkatkan ketersediaan hara fosfat dan keragaan tanaman di pembibitan kelapa sawit.

(21)

2. TINJAUAN PUSTAKA

Pupuk Organik Hayati

Pupuk organik atau bahan organik tanah merupakan sumber nitrogen utama selain itu peranannya cukup besar terhadap perbaikan sifat fisik, kimia dan biologi tanah serta lingkungan. Pupuk organik yang ditambahkan ke dalam tanah akan mengalami beberapa kali fase perombakan oleh mikrob tanah untuk menjadi humus atau bahan organik tanah. Bahan organik dapat berperan sebagai sumber energi dan makanan mikrob tanah sehingga dapat meningkatkan aktivitas mikrob tanah dalam penyediaan unsur hara bagi tanaman. Namun penggunaan pupuk organik saja dirasa belum dapat meningkatkan produktivitas tanaman, oleh karena itu sistem pengelolaan hara terpadu yang memadukan pupuk organik dan pupuk hayati dalam rangka meningkatkan produktivitas lahan dan pelestarian lingkungan perlu digalakkan (Simanungkait et al. 2006).

Pupuk hayati merupakan mikrob hidup yang diberikan kedalam tanah sebagai inokulan untuk membantu tanaman memfasilitasi atau menyediakan unsur hara tertentu bagi tanaman. Oleh karena itu pupuk ini sering juga disebut sebagai pupuk mikrob. Pupuk hayati telah dilaporkan mampu meningkatkan efisiensi serapan hara, memperbaiki pertumbuhan dan hasil, serta meningkatkan ketahanan terhadap serangan hama penyakit (Agung & Rahayu 2004).

Beberapa mikrob yang memiliki sifat unggul adalah mikrob penambat N2, mikrob pelarut fosfat, mikrob perombak selulosa untuk mempercepat pengomposan dan masih banyak lagi fungsi dari mikrob yang belum diketahui secara luas. Beberapa jenis mikrob penambat N2 antara lain Azotobacter,

Azospirillum sedangkan bakteri pelarut fosfat antara lain Pseudomonas sp,

Bacillus sp, Bukholderia sp, Mycobacterium dan Flavobacterium (Premono 1994). Menurut Katupitya dan Vlassak (1990) berdasarkan hasil percobaan inokulasi di lapang dengan Azospirillum dari seluruh dunia yang dikumpulkan selama 20 tahun, bakteri Azospirillum mampu meningkatkan hasil pertanian pada kondisi tanah dan iklim yang berbeda dan secara statistik nyata meningkatkan hasil 30 hingga 50 %. Kemampuan penambatan N2 oleh bakteri yang hidup disekitar akar tanaman akan berkurang jika nitrogen dalam tanah tinggi. Hasil penelitian pada tanaman sorgum di lapangan menunjukkan bahwa dengan pemberian pupuk nitrogen 200 kg/ha, dapat menghambat aktivitas bakteri yang mengandung enzim nitrogenase.

Bakteri pelarut fosfat seperti Bacillus sp dan Pseudomonas sp merupakan mikrob tanah yang mempunyai kemampuan melarutkan fosfat tidak tersedia menjadi tersedia. Hal tersebut dikarenakan bakteri mampu mensekresi asam-asam organik yang dapat membentuk komplek stabil dengan kation-kation pengikat fosfat didalam tanah dan asam-asam organik tersebut akan menurunkan pH serta memecahkan ikatan pada beberapa bentuk senyawa fosfat sehingga akan meningkatkan ketersediaan fosfat dalam larutan tanah (Subba Rao 1994). Dalam aktivitasnya, mikrob pelarut fosfat akan menghasilkan asam-asam organik diantaranya asam sitrat, glutamat, suksinat dan laktat. Meningkatnya asam-asam organik tersebut biasanya diikuti dengan penurunan pH tanah.

(22)

dengan ortofosfat pada permukaan tapak jerapan koloid yang bermuatan positif (Premono et al.1994); (2) pelepasan ortofosfat dari ikatan logam P melalui pembentukan kompleks logam organik (Elfiati 2005) dan (3) modifikasi muatan jerapan oleh ligan organik. Selain meningkatkan nutrisi dan serapan hara bagi tanaman, mikrob juga memproduksi fitohormon yang berfungsi untuk meningkatkan pertumbuhan perakaran, pertumbuhan tajuk dan kesehatan tanaman (Hindersah & Simarmata 2004).

Kelapa Sawit

Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) adalah tanaman perkebunan penting penghasil minyak makanan, minyak industri, maupun bahan bakar nabati (biodiesel). Syarat tumbuh kelapa sawit diantaranya membutuhkan lama penyinaran matahari yang baik antara 5-7 jam/hari, memerlukan curah hujan tahunan 1500-4000 mm dan temperatur optimal 24-28 oC. Ketinggian tempat yang ideal untuk sawit antara 1-500 m dpl (di atas permukaan laut). Kelembaban optimum yang ideal untuk tanaman sawit sekitar 80-90 % dan kecepatan angin 5-6 km/jam untuk membantu proses penyerbukan.

Kelapa sawit dapat tumbuh pada jenis tanah Podzolik, Latosol, Hidromorfik Kelabu, Alluvial atau Regosol, tanah gambut saprik, dataran pantai dan muara sungai. Tingkat keasaman (pH) yang optimum untuk sawit adalah 5.0-5.5. Kelapa sawit menghendaki tanah yang gembur, subur, datar, berdrainase (ber-irigasi) baik dan memiliki lapisan solum cukup dalam (80 cm) tanpa lapisan padas. Kemiringan lahan pertanaman kelapa sawit sebaiknya tidak lebih dari 15o (Kiswanto et al. 2008).

Pembibitan merupakan langkah awal dari seluruh rangkaian kegiatan budidaya tanaman kelapa sawit. Melalui tahap pembibitan sesuai standar teknis diharapkan dapat dihasilkan bibit yang baik dan berkualitas. Bibit kelapa sawit yang baik adalah bibit yang memiliki kekuatan dan penampilan tumbuh yang optimal serta berkemampuan dalam menghadapi kondisi cekaman lingkungan pada saat pelaksanaan penanaman transplanting. Sistem pembibitan kelapa sawit dapat dilakukan dengan menggunakan satu atau dua tahapan pekerjaan, tergantung kepada persiapan yang dimiliki sebelum kecambah dikirim ke lokasi pembibitan. Untuk pembibitan yang menggunakan satu tahap single stage, berarti penanaman kecambah kelapa sawit langsung dilakukan ke pembibitan utama main nursery.

(23)

di pembibitan awal dapat mengurangi keperluan tanah dan kantong plastik media tanam besar di pembibitan utama.

Penanaman kecambah kelapa sawit yang telah diterima diusahakan segera ditanam pada kantong plastik media tanam yang telah disediakan. Keterlambatan penanaman akan mengakibatkan kerusakan atau kelainan pada kecambah tersebut, antara lain: bakal akar dan daun akan menjadi panjang, sehingga mempersulit penanaman sehingga bakal akar dan daun akan mudah patah, kecambah akan mengalami kerusakan karena terserang jamur dan kecambah akan menjadi mati/kering karena kekurangan air. Kecambah yang ditanam adalah kecambah yang telah dapat dibedakan antara bakal daun plumula dan bakal akar radikula. Bakal daun ditandai dengan bentuknya yang agak menajam dan berwarna kuning muda, sedangkan bakal akar berbentuk agak tumpul dan berwarna lebih kuning dari bakal daun. Pada waktu penanaman harus diperhatikan posisi dan arah kecambah, plumula menghadap ke atas dan radikula menghadap ke bawah. Kecambah yang belum jelas bakal akar dan daunnya dikembalikan kedalam kantong plastik dan disimpan dalam kondisi lembab, selama beberapa hari bisa ditanam kembali.

Tanaman kelapa sawit berakar serabut. Perakarannya sangat kuat karena tumbuh ke bawah dan ke samping membentuk akar primer, sekunder, tertier dan kuarter (Fauzi et al. 2008). Akar primer tumbuh ke bawah didalam tanah sampai batas permukaan air tanah. Akar sekunder, tertier dan kuarter tumbuh sejajar dengan permukaan air tanah bahkan akar tertier dan kuarter menuju ke lapisan atas atau ke tempat yang banyak mengandung zat hara. Daun kelapa sawit mirip kelapa yaitu membentuk susunan daun majemuk, bersisip genap dan bertulang sejajar. Daun-daun membentuk satu pelepah yang panjangnya mencapai 7.5 – 9 m. Jumlah anak daun disetiap pelepah berkisar antara 250 – 400 helai.

3. BAHAN DAN METODE

Percobaan I. Pengujian efektifitas mikrob penambat N2 yang terdapat

pada pupuk organik hayati dalam meningkatkan keragaan bibit kelapa sawit.

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Oktober 2013 di rumah kaca kebun percobaan IPB, Cikabayan – Darmaga, Bogor. Analisa hara tanah dilakukan di Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah, Analisa Mikrob tanah dilakukan di Laboratorium Biologi Tanah Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Institut Pertanian Bogor.

Bahan dan Alat

(24)

Fosfat, SP-36, KCl dan Kiserit. Sedangkan alat yang digunakan adalah polybag

(kantong plastik), meteran, gelas ukur, kaliper digital, Flamefotometer, Spektofotometer, timbangan digital, dan alat dokumentasi kamera digital.

Metode Penelitian

Metode penelitian adalah menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) faktorial dengan 2 faktor, yaitu (I) pupuk organik hayati dan (II) pupuk nitrogen (N), dengan taraf sebagai berikut :

Faktor I. Pupuk organik hayati B0 = Tanpa pupuk organik hayati

B1 = Pupuk organik dari kotoran sapi (Agro Flower) 40 g/5 kg Tanah B2 = Pupuk organik hayati (Biost) 40 g/5 kg Tanah

Faktor II. Pupuk Nitrogen (N) N0 = Tanpa pupuk N

N1 = Pupuk N 50 % dari dosis standar N2 = Pupuk N 75 % dari dosis standar N3 = Pupuk N 100 % dari dosis standar N4 = Pupuk N 125 % dari dosis standar Kombinasi perlakuan dapat tersaji berikut ini :

Tabel 1 Kombinasi perlakuan pupuk organik hayati penambat N2 dengan pupuk nitrogen

Perlakuan pupuk organik hayati

Pupuk N

N0 N1 N2 N3 N4

B0 B0N0 B0N1 BON2 B0N3 B0N4

B1 B1N0 B1N1 B1N2 B1N3 B1N4

B2 B2N0 B2N1 B2N2 B2N3 B2N4

Setiap perlakuan diujikan terhadap 4 bibit kelapa sawit dan diulang sebanyak 3 kali, sehingga diperoleh 180 tanaman percobaan.

Percobaan II. Pengujian efektifitas mikrob pelarut fosfat yang terdapat pada pupuk organik hayati dalam meningkatkan keragaan bibit kelapa sawit.

Metode Penelitian

Metode penelitian adalah menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) faktorial dengan 2 faktor yaitu pupuk organik hayati (I) dan sumber hara & dosis fosfat (II) dengan taraf sebagai berikut :

Faktor I. Pupuk organik hayati Bo = Tanpa pupuk organik hayati

(25)

Faktor II. Sumber hara & dosis fosfat (P)

Kombinasi perlakuan dapat tersaji berikut ini:

Tabel 2 Kombinasi perlakuan pupuk organik hayati pelarut fosfat dengan dua sumber hara fosfat sebanyak 3 kali, sehingga diperoleh 216 tanaman percobaan. Pada aplikasi pemupukan dilakukan juga pemupukan dasar (Urea, KCl dan Kiserit) berdasarkan dosis anjuran teknologi budidaya kelapa sawit (Kiswanto et al. 2008).

Pelaksanaan Penelitian 1. Persiapan Media Tanam

Media tanah terlebih dahulu dibuat dalam kondisi kering udara dan diaduk sampai merata sesuai perlakuan masing – masing dengan bobot total sebanyak 5 kg. Media tanam ditempatkan didalam rumah kaca agar dapat dijaga kelembaban yang diinginkan serta meminimalisir dari serangan hama dan penyakit tanaman.

2. Penanaman Kecambah

Kecambah kelapa sawit diseleksi terlebih dahulu dengan cara dipilih dengan tampakan fisik yang normal (plumula dan radikula lurus). Kecambah yang sudah diseleksi kemudian ditanam pada kedalaman 1.5 cm dibawah permukaan tanah. Pada masing – masing perlakuan ditanam 1 (satu) kecambah sedangkan untuk kecambah cadangan ditanam pada waktu yang sama pada media netral (tanah tanpa perlakuan).

3. Penyiraman Tanaman

Penyiraman dilaksanakan maksimal 2 kali dalam sehari, penyiraman dilakukan hingga terjadi sedikit genangan (macak-macak ringan) pada masing – masing kantong plastik media tanam. Hal ini dilakukan untuk memastikan kecukupan kebutuhan air pada masing – masing perlakuan. Pada saat aplikasi pemupukan penyiraman dilaksanakan setelah aplikasi pemupukan.

4. Pengamatan Peubah Penelitian

Pengamatan peubah penelitian dilakuan terhadap hasil penelitian yang meliputi pengukuran hal - hal berikut :

(26)

Tinggi tanaman diukur mulai dari pangkal batang sampai ujung daun tertinggi. Pengukuran dilakukan setiap 2 minggu setelah 4 minggu dari waktu tanam (MST).

2) Jumlah pelepah daun

Jumlah pelepah daun dihitung adalah yang sudah membuka > 75 %, dilakukan setiap 2 minggu setelah 4 minggu dari waktu tanam. 3) Diameter bonggol

Diameter bonggol diukur pada pangkal batang yang membengkak, pengukuran dilakukan dengan menggunakan kaliper digital. Pengukuran dilakukan setiap 2 minggu setelah 4 MST

b. Peubah kadar hara tanaman 1) Kadar hara N total

Kadar hara N total dihitung dari sampel masing-masing perlakuan pada tiap ulangan dari jaringan tanaman yang telah dikering-ovenkan pada suhu 70 0C.

2) Kadar hara P

Kadar hara P dihitung dari sampel masing-masing perlakuan pada tiap ulangan dari jaringan tanaman yang telah dikering-ovenkan. 3) Kadar hara K

Kadar hara K dihitung dari sampel masing-masing perlakuan pada tiap ulangan dari jaringan tanaman yang telah dikering-ovenkan. c. Peubah populasi mikrob tanah

Populasi mikrob tanah ditetapkan di Laboratorium. Contoh tanah komposit diambil dari tiap kantong plastik media tanam perlakuan dengan hasil tanaman yang dianggap paling mewakili ulangannya. Metode dan medium yang digunakan seperti disajikan pada tabel. Tabel 3 Metode dan media tumbuh analisa mikrob tanah

Mikrob Tanah Metode Medium

Total Mikrob Cawan Hitung Nutrient Agar (Rao 1982)

Azotobacter sp Cawan Hitung NFM (Anas 1989)

Mikrob Pelarut Fosfat Cawan Hitung Pikovskaya ( Anas 1989)

(27)

Dosis dan komposisi media tumbuh mikrob tanah disajikan pada Lampiran 6. Populasi masing-masing mikrob dihitung setelah 3-5 hari masa inkubasi. Keseluruhan proses dilakukan secara steril untuk menghindari kontaminasi yang dapat mengganggu parameter yang ditetapkan.

5. Analisa Data

Data yang diperoleh dianalisa secara statistik menggunakan Analysis of Variance (ANOVA) pada selang kepercayaan 5 %. Analisis statistik dilanjutkan terhadap perlakuan yang berpengaruh nyata dengan menggunakan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf nyata 5 % (Mattjik & Sumertajaya 2006).

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pengaruh efektivitas mikrob penambat N2 yang terdapat pada pupuk

organik hayati dalam meningkatkan keragaan tanaman bibit kelapa sawit.

4.1.1 Diameter Bonggol

Hasil pengamatan terhadap diameter bonggol pada tanaman bibit kelapa sawit yang diamati setiap 2 minggu dari 4 MST hingga 12 MST terlihat pada Gambar 1. Diketahui bahwa perlakuan penggunaan pupuk organik hayati penambat N2 dengan pupuk N dosis 100 % (B2N3) menunjukkan hasil terbaik, selengkapnya data pengamatan diameter bonggol tanaman sebagai berikut :

Gambar 1 Pengaruh pupuk organik hayati penambat N2 terhadap diameter bonggol bibit kelapa sawit pada 4 - 12 MST.

Ditunjukkan pada Gambar 1 terdapat kecenderungan dimana peningkatan pertumbuhan diameter bonggol pada perlakuan pupuk organik (B1) relatif sama dengan perlakuan pupuk organik hayati (B2) dan lebih tinggi dibanding pada perlakuan tanpa pupuk organik hayati (B0). Peningkatan pertumbuhan diameter bonggol kedua tertinggi ditunjukkan oleh perlakuan kombinasi pupuk organik

0

B0N0 B0N1 B0N2 B0N3 B0N4 B1N0 B1N1 B1N2 B1N3 B1N4 B2N0 B2N1 B2N2 B2N3 B2N4

(28)

dengan pupuk N dosis 100 % (B1N3). Peningkatan pertumbuhan diameter bonggol terendah ditunjukkan perlakuan tanpa pupuk organik/hayati tanpa pupuk N (B0N0). Hal ini sejalan dengan pernyataan bawasannya dengan bertambahnya usia bibit kelapa sawit, kebutuhan akan unsur hara semakin meningkat pula. Menurut Dwidjoseputro (1984) pasokan unsur kalium dan fosfor akan menyebabkan tanaman tidak mudah roboh, diameter batang membesar, pembuluh xylem dan floem tidak mudah rusak, sehingga memperlancar pengangkutan mineral dan fotosintat. Pengukuran diameter bonggol tanaman dilakukan untuk mengetahui sejauh mana perlakuan yang diaplikasikan pada media tanam bibit kelapa sawit dapat mendukung pertumbuhan keragaan tanaman sebelum dipindah tanam kelapangan karena melalui tahap pembibitan sesuai standar teknis diharapkan dapat dihasilkan bibit yang baik dan berkualitas (BPTP, 2006).

4.1.2 Tinggi Tanaman

Data pengamatan tinggi tanaman yang diamati setiap 2 minggu dari 4 MST hingga 12 MST, diketahui bahwa pemberian perlakuan berupa pupuk nitrogen, pupuk organik dan pupuk organik hayati menunjukkan pengaruh yang nyata (Tabel 4). Hal ini mengindikasikan pengaruh aplikasi pupuk organik hayati penambat N2 bersama pupuk nitrogen dapat menunjukkan performa keragaan tinggi tanaman yang baik sehingga ada peluang untuk melanjutkan penelitian pada areal terbuka/lapangan untuk lebih melihat pengaruh lanjutan dari penggunaan pupuk organik hayati di pembibitan kelapa sawit. Hasil pengamatan laju pertumbuhan tinggi tanaman disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2 Pengaruh pupuk organik hayati penambat N2 terhadap tinggi tanaman bibit kelapa sawit pada 4 - 12 MST.

(29)

penggunaan pupuk organik, dimana pengaruh suhu rumah kaca yang tinggi dapat diminimalisir karena kemampuan bahan organik menjaga kelembaban tanah dan hara yang terkandung pada pupuk organik bersifat lambat tersedia. Diketahui suhu optimum untuk mikrob diazotrop adalah 32-36 oC (Dobereiner 1991). Data tinggi tanaman yang diamati sampai dengan 12 MST dan di uji secara statistik ini agar mendapatkan gambaran perkembangan vegetatif tanaman bibit kelapa sawit. Pada pengamatan selanjutnya (Lampiran 8) terjadi penurunan efektifitas pupuk organik hayati terhadap pertumbuhan tinggi tanaman yang diantaranya selain disebabkan kondisi media tanam juga dapat disebabkan oleh pengaruh suhu rumah kaca yang tinggi sehingga memberikan stress lingkungan pada mikrob diazotrop yang terkandung pada pupuk organik hayati dan diketahui bahwa ketersediaan energi dan kemampuan bakteri menambat N2 bersaing dengan mikroba lain yang hidup dan perkembangannya juga bergantung pada energi/sumber makanan yang sama (Simanungkait et al. 2004).

4.1.3 Jumlah Pelepah Daun

Dari hasil analisa statistik DMRT 5 % terhadap data pengamatan jumlah pelepah daun pada 12 MST, diketahui bahwa pemberian perlakuan berupa pupuk kimia, pupuk organik dan pupuk organik hayati menunjukkan pengaruh yang tidak nyata (Tabel 4), namun pada Gambar 3 terlihat perlakuan penggunaan pupuk organik hayati dengan dosis N 75 % (B1N2). Hal tersebut menunjukkan bahwa dosis pupuk N satu taraf dibawah dosis rekomendasi masih dapat menunjukkan hasil pelepah daun terbaik. Berikut disajikan hasil pengamatan pelepah daun tanaman Gambar 3 :

Gambar 3 Pengaruh pupuk organik hayati penambat N2 terhadap jumlah pelepah daun bibit kelapa sawit pada 4 - 12 MST.

Masih berdasarkan Gambar 3 pertambahan jumlah pelepah daun tertinggi berturut-turut terdapat pada perlakuan kombinasi pupuk organik pada berbagai taraf dosis N. Hal ini diduga karena aspek biologi tanah yang lebih baik pada perlakuan pupuk organik dimana pupuk organik dapat berperan sebagai penambah

(30)

bahan organik yang berfungsi sebagai buffer dalam tanah dan sumber karbon dan energi bagi aktifitas mikrob dalam tanah, pemberian pupuk organik hayati secara terus menerus dapat memperbaiki struktur tanah dan dapat mempengaruhi ketersediaan unsur hara bagi tanaman. Bahan organik juga berperan sebagai sumber dan makanan mikrob tanah sehingga dapat meningkatkan aktifitas mikrob tanah dalam menyediakan unsur hara bagi tanaman (Simanungkalit et al. 2006)

Hasil analisa statistik pada keragaan tanaman 12 MST (Tabel 4) menunjukkan hasil yang berbeda nyata pada diameter bonggol dan tinggi tanaman. Hal ini diduga karena pupuk N yang diberikan dalam bentuk NH4+ digunakan oleh mikrob tanah untuk mendekomposisi bahan organik atau C-Organik. Jumlah N yang dimineralisasi dalam kondisi aerobik (lahan kering) lebih kecil daripada kondisi anaerobik (Broadbent & Rayes 1971). Kandungan N yang tersedia bagi tanaman sangat berpengaruh terhadap kemampuan tanaman untuk berkembang salah satunya dalam pertumbuhan pelepah daun tanaman. Nitrogen berperan utama dalam pertumbuhan daun dan batang, juga keseluruhan tubuh tanaman serta vigor tanaman (Santosa et al. 2007).

Tabel 4 Pengaruh pupuk organik hayati penambat N2 pada tanaman bibit kelapa sawit terhadap diameter, tinggi dan jumlah pelepah daun pada 12 MST

Perlakuan Keragaan Tanaman

Keterangan : Angka yang ditandai dengan huruf yang sama pada setiap kolom menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf nyata 0.05.

(31)

diakibatkan asupan N tanaman tidak terdistribusi dengan baik sehingga pertumbuhan tanaman tidak optimal. Setiawati (2006) menyatakan keberadaan N sangat penting dalam pertumbuhan tanaman karena kedudukannya dalam proses biokimia tanaman sebagai unsur esensial pada pembentukan sel, penyusunan protein, sitoplasma, klorofil dan komponen sel lainnya. Hal tersebut juga mengakibatkan proses fotosintesis tidak berjalan optimal sehingga berakibat langsung pada pertumbuhan tanaman.

Pada analisa pengaruh tunggal menunjukkan penggunaan pupuk organik/hayati selalu menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan tanpa penggunaan pupuk organik/hayati. Hal ini membuktikan penggunaan pupuk organik/hayati dapat meningkatkan keragaan tanaman. Memasukan bahan organik ke dalam tanah dapat memperbaiki struktur tanah melalui peningkatan agregat yang mempengaruhi infiltrasi air, retensi air, drainase, aerasi, suhu dan penetrasi akar (De Datta & Hundal, 1984). Pemberian unsur-unsur bahan organik ke dalam tanah akan memperbaiki agregasi tanah dan tanah akan menjadi gembur sehingga dapat mendukung secara optimal pertumbuhan keragaan tanaman. Bahan organik mempengaruhi produktivitas tanah melalui mineralisasi zat gizi, kapasitas tukar kation, kapasitas memegang air dan kemampuannya untuk memperbaiki sifat fisik tanah (Larson & Clapp, 1984).

4.1.4 Uraian umum pengaruh pupuk organik hayati penambat N2 terhadap

keragaan tanaman pada umur 14 – 22 MST

Hasil pengamatan keragaan tanaman dari 14 MST hingga 22 MST memperlihatkan hasil tanaman yang tidak berbeda nyata dan cenderung tidak mempresentasikan tujuan penelitian, sehingga pada sub-bab ini akan ditampilkan secara umum data hasil pengamatan pada 14 – 22 MST (Gambar 4) yang dapat dijadikan gambaran pertumbuhan tanaman hingga 22 MST. Namun sebelumnya akan dipaparkan hasil skoring terhadap hasil data keragaan tanaman pada 12 MST yang diharapkan dapat membantu pembaca lebih mudah memahami perkembangan tanaman pada 12 MST. Terlihat pada Tabel 5, semua perlakuan berdasarkan hasil penilaian (skoring) tiga variabel keragaan tanaman semua perlakuan masuk pada kelompok normal dan unggul.

(32)

dapat menjadi acuan bagaimana kualitas keragaan tanaman pada masa 12 MST, seperti pada Tabel 5 :

Tabel 5 Pengaruh pupuk organik hayati penambat N2 terhadap penilaian variabel keragaan tanaman pada 12 MST

Perlakuan Penilaian keragaan tanaman

Skoring Huruf mutu Kelompok

Kontrol 40 B Normal

Hasil pengamatan pertumbuhan tanaman pada 14 – 22 MST menunjukkan pengaruh pupuk organik hayati penambat N2 terhadap diameter bonggol mulai pada 16 MST terlihat pertumbuhan tanaman tanpa perlakuan pupuk organik hayati dan pupuk N (B0N0) menunjukkan hasil tertinggi dibanding semua perlakuan. Hal yang sama dijumpai terhadap tinggi tanaman bahkan pada peubah tinggi tanaman nilai pertumbuhan perlakuan (B0N0) mulai 14 – 22 MST selalu menunjukkan hasil yang tertinggi hingga akhir pengamatan 22 MST. Hal tersebut diperkirakan akibat penggunaan media tanam yang sudah tidak dapat mendukung pertumbuhan tanaman pada perlakuan unggul lainnya sehingga data menunjukkan perlakuan kontrol (B0N0) dapat mengejar laju pertumbuhan perlakuan lainnya. Hasil data yang demikian dapat menjadi acuan bawasannya untuk pembibitan kelapa sawit sebaiknya dilakukan dengan dua fase yaitu pre & main nursery

dimana dilakukan pemindahan bibit kelapa sawit ke kantong plastik yang lebih besar pada 12 MST. Hal tersebut diduga akan lebih baik karena selain pemindahan bibit kelapa sawit pada 12 MST dapat dilakukan seleksi terhadap bibit yang sudah tidak normal. Sistem pembibitan dua tahap banyak dilaksanakan oleh perusahaan perkebunan, karena memiliki beberapa keuntungan, antara lain: Kemudahan dalam pengawasan dan pemeliharaan serta tersedianya waktu persiapan pembibitan utama pada tiga bulan pertama. Terjaminnya bibit yang akan ditanam ke lapangan, karena telah melalui beberapa tahapan seleksi, baik di pembibitan awal maupun di pembibitan utama (BPTP, 2006).

(33)

(a)

(b)

(c)

Gambar 4 Pengaruh pupuk organik hayati penambat N2 terhadap diameter bonggol (a), tinggi tanaman (b), jumlah pelepah daun (c) bibit kelapa sawit pada 14 - 22 MST.

B0N0 B0N1 B0N2 B0N3 B0N4 B1N0 B1N1 B1N2 B1N3 B1N4 B2N0 B2N1 B2N2 B2N3 B2N4

14

B0N0 B0N1 B0N2 B0N3 B0N4 B1N0 B1N1 B1N2 B1N3 B1N4 B2N0 B2N1 B2N2 B2N3 B2N4

14

B0N0 B0N1 B0N2 B0N3 B0N4 B1N0 B1N1 B1N2 B1N3 B1N4 B2N0 B2N1 B2N2 B2N3 B2N4

(34)

4.1.5 Kadar Hara Tanaman

Hasil uji statistik yang disajikan pada Tabel 6 mengenai pengaruh pemberian pupuk organik hayati terhadap serapan hara tanaman dari tiga parameter pengukuran hara tanaman hasil tertinggi selalu berada pada kelompok pengunaan pupuk organik hayati, hal ini semakin menguatkan pendapat bawasannya penggunaan pupuk organik hayati secara langsung dapat meningkatkan kemampuan tanaman menyerap kebutuhan hara tanaman. Pada pengukuran N tanaman dimana perlakuan kombinasi pupuk organik hayati dengan dosis pupuk N 125 % (B2N3) menunjukkan hasil tertinggi, hal tersebut diduga efek dari penggunaan pupuk organik hayati yang dapat membantu memperbaiki kualitas fisik dan kimia media tanam. Berdasarkan penelitian Winarso (2005) kecepatan serapan hara oleh akar tanaman dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti: kondisi fisik dan kimia, fase tumbuh tanaman, kecepatan tumbuh tanaman, cahaya matahari, suhu dan air.

Tabel 6 Pengaruh pupuk organik hayati penambat N2 pada tanaman bibit kelapa sawit terhadap kadar hara tanaman pada 22 MST

Perlakuan N P K

Keterangan : Angka yang ditandai dengan huruf yang sama pada setiap kolom menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf nyata 0.05.

(35)

tanaman, sehingga pemberian pupuk organik/hayati dapat membantu proses mineralisasi P dalam tanah.

Selanjutnya hasil analisis statistik terhadap kadar K tanaman bibit kelapa sawit memberikan pengaruh yang nyata dibandingkan dengan semua perlakuan. Hasil terbaik ditunjukkan oleh perlakuan pupuk organik hayati dengan dosis pupuk N 75 % (B2N3), hal ini diduga karena dengan penambahan pupuk K dalam bentuk KCl kedalam tanah dapat meningkatkan kadar K dalam tanaman sehingga peningkatan K dalam tanaman seiring dengan peningkatan K dalam tanah. Masih berdasarkan pada Tabel 6 menunjukkan perlakuan (B2N3) dengan dosis N 75 % diduga merupakan dosis yang optimum dalam menciptakan keterseimbangan unsur hara dalam tanah. Hal ini sejalan dengan pendapat Hardjowigeno (2007) untuk proses metabolisme dan pertumbuhan yang optimum, tanaman membutuhkan ketersediaan unsur hara dalam jumlah seimbang dalam tanah.

Pada analisa pengaruh tunggal pupuk organik/hayati hasil data menunjukkan bahwa pada aplikasi penggunaan pupuk oragnik/hayati terhadap kadar hara P dan K tanaman menunjukkan hasil yang berbeda nyata. Pada pengukuran hara P penggunaan pupuk organik hayati menunjukkan hasil terbaik meski tidak berbeda nyata dengan perlakuan tanpa penggunaan pupuk organik/hayati, sedangkan pada pengukuran kadar hara K hasil terbaik masih ditunjukkan oleh aplikasi penggunaan pupuk organik hayati dan berbeda nyata dengan semua perlakuan. Hal ini semakin menguatkan dugaan bahwa penggunaan agen hayati pada media tanam akan dapat signifikan mendukung pertumbuhan tanaman khususnya pada pengukuran kadar hara tanaman. Peningkatan jumlah mikrob tanah dapat meningkatkan ketersediaan hara tanah dalam bentuk yang tersedia sehingga dapat diasimilasi oleh tanaman. Diketahui beberapa mikrob tanah mampu menghasilkan hormon tanaman yang dapat merangsang pertumbuhan tanaman. Hormon yang dihasilkan oleh mikrob akan diserap oleh tanaman sehingga tanaman akan tumbuh lebih cepat atau lebih besar. Kelompok mikrob yang mampu menghasilkan hormon tanaman, antara lain: Pseudomonas sp dan Azotobacter sp.

4.1.6 Populasi Mikrob Tanah

(36)

kebutuhan nitrogen bagi tanaman sangat penting bagi pertumbuhan tanaman. Kebutuhan nitrogen untuk komoditas pertanian pada umumnya dipenuhi dengan dua cara yaitu (1) pupuk kimia/buatan, manure dan/atau mineralisasi dari bahan organik, dan (2) melalui penambatan N2 melalui proses simbiosis (Armiadi 2007). Diketahui pupuk organik dapat meningkatkan ketersediaan unsur hara mikro dan juga tidak menimbulkan polusi lingkungan, Hardjowigeno (1995) menyatakan bahwa keuntungan pupuk organik selain menambah hara dapat pula memperbaiki struktur tanah, meningkatkan kapasitas tukar kation dan meningkatkan kegiatan biologi tanah. Pada analisa populasi Azotobacter sphasil uji statistik memperlihatkan pengaruh yang nyata antar perlakuan dimana hasil terbaik ditunjukkan oleh perlakuan pupuk organik hayati dengan pupuk N 100 % (B2N3). Hasil analisa populasi mikrob tanah disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7 Pengaruh pupuk organik hayati penambat N2 pada tanaman bibit kelapa sawit terhadap populasi mikrob tanah pada 22 MST

Perlakuan Populasi Mikrob Tanah (SPK g-1)

Total Mikrob

Keterangan : Angka yang ditandai dengan huruf yang sama pada setiap kolom menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf nyata 0.05.

Diketahui pemberian 100 % dosis urea merupakan batas dimana populasi

(37)

sehingga peran oksigen didalam siklus hidup mikrob tersebut adalah salah satu faktor terpenting. Hasil analisis statistik terhadap data hasil populasi mikrob pelarut fosfat pada perlakuan penggunaan pupuk organik hayati tanpa dosis pemupukan N (B2N0) memperlihatkan hasil tertinggi 1.25 x 103 SPK g-1 walaupun hasil tersebut tidak berbeda nyata dibandingkan dengan semua perlakuan. Mikrob pelarut fosfat merupakan mikrob yang hidup didaerah rhizosfer dan mampu meningkatkan ketersediaan P dalam tanah dengan mengeluarkan asam-asam organik yang mampu melarutkan P yang tidak tersedia menjadi tersedia bagi tanaman (Isroi 2005). Pada Tabel 7 terlihat hasil terendah ditunjukkan oleh perlakuan penggunaan pupuk hayati dengan dosis pupuk N 125 % (B2N4). Hal tersebut diduga karena peningkatan dosis melebihi rekomendasi tidak baik untuk meningkatkan populasi mikrob pelarut fosfat. Spedding et al.

(2003) menyatakan bahwa kepadatan populasi dan aktifitas mikrob ditentukan oleh perubahan fisika dan kimia tanah.

Pada analisa pengaruh tunggal penggunaan pupuk organik hayati terhadap populasi total mikrob tanah, hasil terbaik ditunjukkan oleh aplikasi tanpa penggunaan pupuk organik/hayati. Hal ini sangat dimungkinakan karena media tanam yang digunakan tidak distrelisasi sehingga masih sangat memungkinkan mikrob tanah indigenous terbawa didalam media tanam dan dapat berkembang secara baik. Mikrob indigineous memiliki fleksibilitas metabolisme yang tinggi karena mikrob ini mempunyai kemampuan menyesuaikan diri yang besar sehingga apabila ada interaksi yang tinggi dengan lingkungan menyebabkan terjadinya konversi zat yang tinggi pula dan hal ini semakin membuktikan banyak mikrob tanah yang berperan di dalam penyediaan maupun penyerapan unsur hara bagi tanaman.

Peran mikrob tanah dalam bidang pertanian maupun perkebunan antara lain dalam hal penyediaan dan penyerapan unsur hara bagi tanaman. Dalam hal penyediaan dan penyerapan unsur hara bagi tanaman, aktifitas mikrob tanah diperlukan untuk menjaga ketersediaan tiga unsur hara yang penting bagi tanaman antara lain, Nitrogen (N), fosfat (P), dan kalim (K). Kurang lebih 74 % kandungan udara adalah N. Namun, N udara tersebut harus ditambat oleh mikrob dan diubah bentuknya terlebih dahulu agar bisa langsung dimanfaatkan oleh tanaman. Untuk itu pengamatan populasi total mikrob tanah, Azotobacter sp dan mikrob pelarut fosfat (MPF) penting diketahui namun pada penelitian kali ini hasil belum menunjukkan data yang sesuai dengan hipotesis sehingga perlu dikaji lebih lanjut faktor-faktor yang menyebabkan hal tersebut terjadi/muncul.

4.2 Pengaruh efektifitas mikrob pelarut fosfat yang terdapat pada pupuk organik hayati dalam meningkatkan keragaan tanaman di pembibitan kelapa sawit.

4.2.1 Diameter Bonggol

(38)

fosfat yang mudah tersedia bagi tanaman terlebih bila aplikasinya bersamaan dengan penggunaan pupuk organik maupun pupuk organik hayati. Diketahui P dalam pupuk sifatnya sangat larut dalam air (very soluble), sehingga meningkatkan kadar P larutan. P adalah hara utama tanaman yang penting untuk perkembangan akar, anakan, berbunga awal, dan pematangan sehingga P dibutuhkan tanaman dalam jumlah relatif besar, sedikit lebih kecil dibawah N dan K. P mobil dalam tanaman, tetapi tidak mobil dalam tanah.

Gambar 5 Pengaruh pupuk organik hayati pelarut fosfat pada tanaman bibit kelapa sawit terhadap diameter bonggol pada 4 - 12 MST.

Berdasarkan Gambar 5 kombinasi perlakuan pupuk organik dan pupuk organik hayati dengan batuan fosfat lebih berpengaruh dalam meningkatkan diameter bonggol tanaman kelapa sawit bila dibandingkan dengan pemberian pupuk batuan fosfat saja. Hasil diameter terendah yaitu 14.7 mm ditunjukkan oleh perlakuan kombinasi pupuk organik dengan batuan fosfat pada dosis 50 % (B0P5). Selanjutnya ditunjukkan oleh Gambar 5 perlakuan pupuk organik dan organik hayati dengan berbagai taraf dosis SP-36 menunjukkan pengaruh pertambahan diameter bonggol tanaman kelapa sawit yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan pemberian SP-36 saja. Hal ini membuktikan walaupun pupuk SP-36 merupakan pupuk fosfat yang mudah tersedia namun tanpa aplikasi bersamaan dengan pupuk organik/organik hayati diduga SP-36 belum dapat mendukung pertumbuhan tanaman kelapa sawit secara optimal. Menurut Smith et al. (1993) bahan organik merupakan sumber utama hara makro seperti N, P dan S dan unsur hara mikro esensial lainnya yang sangat penting bagi pertumbuhan tanaman. Selain itu dikemukakan bahwa pupuk fosfat seperti fosfat alam bukan hanya merupakan sumber P, tetapi juga Ca, juga mengandung sejumlah hara esensial seperti Mg, S, Fe, Cu dan Zn (Dev 1996).

(39)

4.2.2 Tinggi Tanaman

Hasil pengamatan laju pertumbuhan tinggi tanaman selama 12 MST dengan hasil tertinggi 46.80 cm ditunjukkan oleh perlakuan penggunaan pupuk organik hayati dengan dosis pupuk batuan fosfat 50 % ( B2P2). Hal tersebut diduga karena adanya peningkatan efektifitas mikrob tanah yang bersamaan pada aplikasi pupuk organik hayati. Hasil terbaik berturut-turut selanjutnya ditunjukkan oleh perlakuan penggunaan pupuk organik hayati pada berbagai dosis SP-36. Hasil pengamatan laju pertumbuhan tinggi tanaman selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6 Pengaruh pupuk organik hayati pelarut fosfat pada tanaman bibit kelapa sawit terhadap tinggi tanaman pada 4 - 12 MST.

Pertumbuhan tinggi tanaman seperti yang ditunjukkan pada Gambar 6 membuktikan bahwa penggunaan pupuk organik/organik hayati menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan perlakuan tanpa penggunaan pupuk organik. Hal ini karena karbon (C) dari pupuk kandang/organik dapat digunakan oleh mikrob sebagai sumber energi dan penyusun tubuhnya (Subba Rao 1994). Diketahui meningkatnya populasi dan aktivitas mikrob di dalam tanah karena pemberian pupuk kandang (Boggs et al. 2000). Bahan organik di dalam tanah berperan dalam hal pembentukan kompleks organofosfat yang mudah diasimilasi oleh tanaman, penggantian anion H2P04- pada tapak jerapan, penyelimutan oksida Fe/Al oleh humus yang membentuk lapisan pelindung dan mengurangi jerapan P, dan meningkatkan jumlah P anorganik yang dimineralisasi menjadi P organik (Havlin et al. 1999).

4.2.3 Jumlah pelepah daun

Ditunjukkan pada Gambar 7, pertumbuhan jumlah pelepah daun bibit kelapa sawit akibat kombinasi perlakuan pupuk organik dan organik hayati

(40)

dengan batuan fosfat lebih baik bila dibandingkan dengan perlakuan batuan fosfat saja. Sementara pada kombinasi pupuk organik dengan SP-36 lebih baik dalam meningkatkan pertumbuhan pelepah daun kelapa sawit dibandingkan semua perlakuan yang diberikan (Gambar 7). Laju pertumbuhan pelepah daun kelapa sawit terbaik selama pengamatan ditunjukkan oleh kombinasi pupuk organik dengan SP-36 dosis 50 % (B1P4). Namun tidak demikian dengan kombinasi perlakuan pupuk organik hayati maupun pupuk organik dengan batuan fosfat, bahkan jumlah pertumbuhan pelepah daun kelapa sawit pada kombinasi perlakuan pupuk organik hayati dengan batuan fosfat dosis 50 % (B2P3) menunjukkan nilai pertambahan pelepah daun terendah. Hal tersebut juga semakin membuktikan bahwa SP-36 memang pupuk sumber P yang mudah diserap oleh tanaman.

Gambar 7 Pengaruh pupuk organik hayati pelarut fosfat pada tanaman bibit kelapa sawit terhadap pelepah daun tanaman pada 4 - 12 MST.

Soepardi (1983) mengemukakan peranan P antar lain penting untuk pertumbuhan sel, pembentukan akar halus dan rambut akar, memperkuat batang agar tanaman tidak mudah rebah, memperbaiki kualitas tanaman, pembentukan bunga, buah dan biji serta memperkuat daya tahan terhadap penyakit. Seperti dikemukakan sebagai berikut : Pergerakan ion fosfat pada umumnya disebabkan oleh proses difusi, tetapi jika kandungan P larutan tanah cukup tinggi, maka proses aliran massa dapat berperan dalam transportasi tersebut. Ion yang sudah berada di permukaan akar akan menuju rongga luar melalui proses difusi sederhana, jerapan pertukaran, dan kegiatan bahan pembawa (carrier). Selanjutnya ion memasuki rongga akar dengan melibatkan energi metabolisme, yang dikenal sebagai serapan aktif (Nyakpa et al. 1988).

Lebih lanjut Adiningsih (1992) mengemukakan bahwa efisiensi pupuk P dapat lebih ditingkatkan melalui pemberian bahan organik. Dekomposisi bahan organik dalam tanah dapat meningkatkan efisiensi pupuk P sebanyak 1.5 sampai 2 kali lipat. Pemberian pupuk SP-36 disertai dengan pemberian pupuk organik

(41)

hayati lebih meningkatkan P-tersedia tanah. Semakin banyak jumlah pupuk organik dan SP-36 yang diberikan pada tanah, semakin banyak jumlah P-tersedia dalam tanah untuk tanaman (Soepardi 1983).

Tabel 8 Pengaruh pupuk organik hayati pelarut fosfat pada tanaman bibit kelapa sawit terhadap diameter bonggol, tinggi dan pelepah daun tanaman pada 12 MST

Keterangan : Angka yang ditandai dengan huruf yang sama pada setiap kolom menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf nyata 0.05.

(42)

Hasil analisa statistik terhadap pengaruh tunggal faktor sumber hara fosfat menunjukkan penggunaan pupuk SP-36 menunjukkan hasil yang lebih tinggi dibanding penggunaan pupuk batuan fosfat terhadap tinggi dan jumlah pelepah daun tanaman. Hal ini semakin membuktikan bahwa pupuk SP-36 adalah pupuk yang mudah larut dan diserap oleh tanaman. Penggunaan pupuk batuan fosfat dapat dibarengi dengan penggunaan pupuk organik hayati agar mendapatkan hasil yang optimal. Hal ini sejalan dengan pendapat Winarso (2005) yaitu sifat P di dalam tanah terdapat dalam berbagai bentuk persenyawaan yang sebagian tidak tersedia bagi tanaman, sehingga pemberian pupuk organik/hayati dapat membantu proses mineralisasi P dalam tanah.

4.2.4 Uraian umum pengaruh pupuk organik hayati pelarut fosfatterhadap keragaan tanaman pada umur 14 – 22 MST

Seperti sudah diungkapkan sebelumnya dimana hasil pengamatan keragaan tanaman dari 14 MST hingga 22 MST memperlihatkan hasil tanaman yang tidak berbeda nyata dan cenderung tidak mempresentasikan tujuan dari penelitian. Data hasil pengamatan tersebut dapat dilihat pada Gambar 8. Sebelumnya akan disajikan data hasil skoring terhadap keragaan tanaman pada 12 MST dimana data berikut dapat memperkuat bawasannya pada pengamatan keragaan tanaman hingga 12 MST sudah dapat menunjukkan kemampuan keragaan tanaman selama dipembibitan.

Disajikan pada Tabel 9, terdapat tiga perlakuan yang masuk pada kelompok Abnormal hal ini diduga pada beberapa perlakuan penggunaan pupuk batuan fosfat dipembibitan kelapa sawit terbukti belum dapat mendukung pertumbuhan secara optimal walau diantara semua perlakuan penggunaan aplikasi pupuk batuan fosfat tanpa penggunaan pupuk organik/hayati dapat masuk dalam kelompok pertumbuhan yang unggul. Hal tersebut semakin menguatkan dugaan bahwa pentingnya seleksi penggunaan pupuk organik/hayati pada masa awal aplikasi karena diketahui pertumbuhan mikrob pelarut fosfat dapat dipengaruhi oleh kemasaman tanah. Mikrob pelarut fosfat bersifat menguntungkan karena mengeluarkan berbagai macam asam organik seperti asam formiat, asetat, laktat

dan suksinat. Asam-asam organik ini dapat membentuk khelat dengan kation Al, Fe atau Ca yang mengikat P, sehingga ion H2P04- menjadi bebas dari ikatannya dan tersedia bagi tanaman.

(43)

Tabel 9 Pengaruh pupuk organik hayati pelarut fosfatterhadappenilaian variabel keragaan tanamanpada pada12 MST

Perlakuan Penilaian keragaan tanaman

Skoring Huruf mutu Kelompok

Batuan fosfat 50 % 52 A Unggul

Pada Gambar 8 menunjukkan kombinasi perlakuan penggunaan pupuk organik dan pupuk organik hayati pelarut fosfat dengan dua sumber hara fosfat pada berbagai taraf dosis penggunaanya dapat menunjukkan keragaan tanaman yang lebih baik dibandingkan perlakuan tanpa penggunaan pupuk organik/hayati pada 22 MST. Hal ini sangat dimungkinkan karena keberadaan mikrob pelarut fosfat yang beragam dalam mendukung pertumbuhan tanaman bibit kelapa sawit, dimana salah satu faktor yang menyebabkan keragaman tersebut adalah sifat biologisnya. Ada yang hidup pada kondisi asam dan ada pula yang hidup pada kondisi netral dan basa juga beberapa sifat lain yang bervariasi.

(44)

(a)

(b)

(c)

Gambar 8 Pengaruh pupuk organik hayati pelarut fosfat terhadap diameter bonggol (a), tinggi tanaman (b), jumlah pelepah daun (c) bibit kelapa sawit pada 14 - 22 MST.

B0P1 B0P2 B0P3 B0P4 B0P5 B0P6 B1P1 B1P2 B1P3 B1P4 B1P5 B1P6 B2P1 B2P2 B2P3 B2P4 B2P5 B2P6

14

B0P1 B0P2 B0P3 B0P4 B0P5 B0P6 B1P1 B1P2 B1P3 B1P4 B1P5 B1P6 B2P1 B2P2 B2P3 B2P4 B2P5 B2P6

14

B0P1 B0P2 B0P3 B0P4 B0P5 B0P6 B1P1 B1P2 B1P3 B1P4 B1P5 B1P6 B2P1 B2P2 B2P3 B2P4 B2P5 B2P6

(45)

4.2.5 Kadar Hara Tanaman

Hasil uji statistik terhadap data analisa kadar hara tanaman menunjukkan terjadi perbedaan yang nyata antar perlakuan terhadap kadar N tanaman dengan hasil terbaik ditunjukkan oleh perlakuan pupuk organik dengan dosis batuan fosfat 100 % (B1P3) dan perlakuan penggunaan pupuk organik hayati dengan dosis SP-36 75 % (B2P5). Berdasarkan data tersebut penggunaan batuan fosfat yang diharapkan dapat meningkatkan kadar N tanaman sesuai Tabel 10 belum dapat terbukti diduga karena sifat pupuk batuan fosfat yang lambat tersedia. Serapan N tanaman yang rendah dipengaruhi oleh nitrogen yang tersedia untuk tanaman, tanaman memerlukan pasokan nitrogen pada semua tingkat pertumbuhan, terutama pada awal pertumbuhan, sehingga adanya sumber N yang murah akan sangat membantu mengurangi biaya produksi. Dilain hal diketahui unsur hara N diperlukan untuk menjamin kualitas tanaman yang optimum ditunjukkan oleh kandungan protein dari tanaman yang berhubungan langsung dengan pasokan N. Tabel 10 Pengaruh pupuk organik hayati pelarut fosfat pada tanaman bibit kelapa

sawit terhadap kadar hara tanaman pada 22 MST

Perlakuan N P K

Gambar

Gambar 2   Pengaruh pupuk organik hayati penambat N2 terhadap tinggi tanaman
Gambar 3 Pengaruh pupuk organik hayati penambat N2 terhadap jumlah pelepah
Tabel 4   Pengaruh pupuk organik hayati penambat N2 pada tanaman bibit kelapa
Tabel 5 Pengaruh pupuk organik hayati penambat N2 terhadap penilaian variabel
+7

Referensi

Dokumen terkait

Persinggungan antara dua motif dakwah politik diatas, tampak adanya dialektika antara partai politik yang menjadikan agama sebagai alat untuk meraih kekuasaan

Soal No Soal 3.3 Menganalisis ketergantungan antarruang dilihat dari konsep ekonomi (produksi, distribusi, konsumsi, harga, pasar) dan pengaruhnya terhadap migrasi

Secara keseluruhan limbah cair yang diolah dengan reaktor biofilter (bermedia botol plastik berisikan potongan-potongan plastik dan tanpa media botol plastik

kawasan andalan dan kawasan budidaya lainnya, kota-kota dan pusat- pusat kegiatan di dalamnya, dengan kawasan-kawasan dan pusat- pusat pertumbuhan antar pulau di wilayah

Jenis penelitian ini adalah eksperimental yang dibagi menjadi beberapa tahap utama, yaitu: produksi HPIL (hidrolisat protein ikan lele dumbo), formulasi bubur bayi, seleksi

Jenis penelitian ini tergolong dalam penelitian kualitatif dengan pendekatan penelitian yang digunakan adalah yuridis-empiris. Adapun sumber data dari penelitian ini

Berdasarkan kesimpulan yang telah diuraikan, yang menjadi preferensi utama bagi nasabah dalam memilih produk pembiayaan Bank Aceh Syariah di kota Banda Aceh

Menurut Undang – undang Nomor 8 tahun 1992 tentang Perfilman, yang dimaksud dengan Film adalah karya cipta seni dan budaya yang merupakan media komunikasi massa pandang –