• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi tempe di Kota Bogor.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi tempe di Kota Bogor."

Copied!
144
0
0

Teks penuh

(1)

FAKTOR-FAKYOR YANG MEMPENGARUHI

KONSUMSI TEMPE DI KOTA BOGOR

Oleh : INDRA SETIAWAN

A 14105673

PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)

RINGKASAN

INDRA SETIAWAN. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Konsumsi Tempe Di Kota Bogor (di bawah bimbingan NETTI TINAPRILLA).

Sumber pangan yang diharapkan oleh masyarakat adalah pangan yang memiliki nilai gizi tinggi. Salah satu sumber gizi yang tinggi terdapat pada kedelai yang mempunyai potensi sebagai sumber utama protein nabati dan merupakan pengganti sumber protein hewani yang harganya cukup mahal serta bahan pangan hewani umumnya banyak mengandung lemak dan zat-zat lain seperti kolesterol yang tinggi sehingga dapat menyebabkan timbulnya penyakit seperti jantung koroner, diabetes, dan lain sebagainya.

Kedelai merupakan salah satu komoditas pangan yang penting setelah padi, karena selain mempunyai potensi yang besar sebagai sumber utama protein bagi masyarakat, kedelai juga telah lama dikenal dan dipakai sebagai bahan produksi tempe, tahu, kecap, tauco, dan susu. Selain itu kedelai juga memiliki ragam kegunaan yang cukup luas untuk dikonsumsi langsung maupun sebagai bahan pakan ternak (unggas dan ikan).

Kebutuhan akan kedelai meningkat setiap tahunnya sejalan dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk, meningkatnya pendapatan per kapita, meningkatnya kesadaran masyarakat akan kecukupan gizi dan berkembangnya industri yang menggunakan bahan baku kedelai. Produksi dan produktivitas kedelai di Indonesia.

produksi kedelai pada tahun sangat tinggi yaitu 1.017.634 ton. Hal ini mengindikasikan bahwa pada saat itu, para petani kedelai dalam negeri melakukan panen dengan maksimal dengan lahan yang masih luas. Pada tahun 2001 produksi kedelai dalam negeri mengalami penurunan produksi sebesar 44.83 persen dari tahun 2000, hal ini dikarenakan dengan semakin sempitnya luas lahan untuk menanam kedelai selain iut hal ini dikarenakan oleh adanya persaingan penggunaan lahan dengan tanaman palawija lainnya. Pada tahun 2005 produksi kedelai dalam negeri kembali meningkat sebesar 28.1 persen dari tahun 2002, akan tetapi pada tahun 2006 sampai 2007 produksi kedelai dalam negeri kembali mengalami penurunan sebesar 27.58 persen, penurunan ini seiring dengan semakin sempitnya luas panen.

Meningkatnya kebutuhan akan kedelai dikarenakan oleh konsumsi yang terus meningkat mengikuti pertambahan jumlah penduduk, meningkatnya kesadaran masyarakat akan kecukupan gizi, dan berkembangnya berbagai industri yang menggunakan bahan baku dari kedelai. Dengan meningkatnya kebutuhan kedelai dan tidak terpenuhinya kedelai dalam negeri untuk memasoknya, maka pemerintah melakukan impor kedelai untuk memenuhi kebutuhan kedelai dalam negeri. Impor ini merupakan jalan keluar untuk memasok kekurangan kedelai dalam negeri, karena harganya murah dan kualitasnya lebih baik.

Tempe merupakan makanan yang bahan dasarnya dari kedelai banyak dikonsumsi oleh masyarakat di berbagai kalangan, baik itu kalangan dari golongan ekonomi kelas atas, menengah, dan bawah. Tempe banyak dikonsumsi masyarakat luas karena banyak mengandung protein nabati yang memiliki kandungan zat antioksidan yang bermanfaat untuk pencegah penyakit degeneratif,

(3)

penyakit jantung, hipertensi, dan lain-lain. Selain banyak mengandung gizi, masyarakat mengkonsumsi tempe karena harganya yang relatif murah dan terjangkau untuk semua kalangan.

Sehubungan dengan latar belakang dan permasalahan yang dihadapi, maka dapat dirumuskan suatu permasalahan yang akan dianalisis dalam penelitian ini adalah bagaimana karakteristik konsumen tempe di kota Bogor dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi konsumsi tempe di kota Bogor.

Penelitian ini dilaksanakan di Kota Bogor. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Metode Pengolahan dan analisis dilakukan secara deskriptif dan dengan menggunakan Regresi Linear Berganda.

usia rata-rata responden untuk kelas ekonomi atas 45,5 tahun, kelas ekonomi menengah 43,3 tahun, dan kelas ekonomi bawah 42,8 tahun. Mayoritas responden kelas ekonomi atas, menengah, maupun bawah adalah perempuan yang umunya adalah ibu rumah tangga, baik yang memiliki pekerjaan maupun tidak memiliki pekerjaan. Hal ini diambil karena biasanya ibu rumah tangga lebih memahami masalah-masalah yang berkaitan dengan urusan konsumsi keluarga.

Untuk responden rumah tangga berdasarkan jenis pekerjaan baik itu kelas ekonomi atas, menengah, maupun bawah peresntase terbesarnya adalah ibu rumah tangga. Persentase terbesar responden pada tingkat pendidikan kelas ekonomi atas dan menengah adalah tingkat SLTA, sedangkan kelas ekonomi bawah adalah SLTP. Persentase terbesar Jumlah anggota keluarga untuk kelas ekonomi atas, menengah dan bawah adalah yang memiliki jumlah anggota keluarga 5-6 orang.

Responden terbesar untuk pengeluaran konsumsi tempe keluarga kelas ekonomi atas, kelas ekonomi menengah dan kelas ekonomi bawah adalah diatas Rp 60.000. Lokasi pembelian tempe untuk kelas ekonomi atas sebesar 56 persen di pasar, kelas ekonomi menengah 38 persen di pedagang keliling, dan kelas ekonomi bawah sebesar 50 persen di pedagang sayur keliling.

(4)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONSUMSI TEMPE DI KOTA BOGOR

Oleh : INDRA SETIAWAN

A14105673

SKRIPSI

Skripsi Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Pada

Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(5)

Judul Skripsi : Faktor-Faktor Yang mempengaruhi Konsumsi Tempe Di Kota Bogor.

Nama : Indra Setiawan NRP : A14105673

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Ir. Netti Tinaprilla, MM NIP. 132 133 965

Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP. 131 124 019

(6)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN UNTUK SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Januari 2011

Indra Setiawan

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor, Jawa Barat, pada tanggal 13 Juli 1984 sebagai

anak ke dua dari lima bersaudara pasangan Bapak H. Dayat Hidayat dan Ibu Hj.

Iriani Cendrakasih. Pada Tahun 1990, masuk sekolah di SD Negeri Panaragan

Kidul 3 Bogor. Kemudian pada Tahun 1996 melanjutkan sekolah di SLTP Negeri

6 Bogor, dan pada Tahun 1999 kembali melanjutkan sekolah di SMU Rimba

Madya Bogor.

Pada tahun 2002 diterima di Program Diploma Komunikasi Pembangunan,

Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor dan lulus pada Tahun 2005. Pada

Tahun 2006 penulis melanjutkan pendidikan S1 Program Sarjana Ekstensi

(8)

KATA PENGANTAR

Bismillaahirrahmaanirrahiim, puji syukur penulis panjatkan kehadirat

Allah SWT karena atas rahmat, inayah dan hidayah-Nya penulis dapat

menyelesaikan skripsi yang berjudul Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi

Konsumsi Tempe di Kota Bogor”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Program Sarjana Manajemen

Agribisnis Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian

Institut Pertanian Bogor.

Penulis menyadari masih terdapat kekurangan pada penelitian ini. Oleh

karena itu, saran dan kritik yang membangun untuk perbaikan penelitian ini

sangat penulis harapkan. Akhir kata terima kasih kepada semua pihak atas

kerjasama dan bantuannya sehingga penelitian ini dapat terselesaikan. Semoga

hasil penelitian ini bermanfaat bagi yang membutuhkan

Bogor, Januari 2011

(9)

UCAPAN TERIMA KASIH

Segala puji dan syukur kembali dipanjatkan bagi Allah SWT, karena atas

kehendak-Nyalah skripsi ini bisa diselesaikan pada tempat dan waktu yang

direncanakan. Pada kesempatan ini juga penulis ingin menyampaikan

penghormatan dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang

telah memberikan dukungan baik moril maupun materiil, yaitu kepada :

1. Kedua orang tua tercinta Bapak H. Dayat Hidayat dan Ibu Hj. Iriani

Cendrakasih serta kakak dan adik-adik yang dengan tulus telah memberikan

do’a dan motivasi.

2. Ir. Netti Tinaprilla, MM sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan

bimbingan, pengarahan, dan sarannya sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini.

3. Dr. Ir. Rita Nurmalina, MSi sebagai dosen evaluator yang telah memberikan

koreksi dan masukan untuk kesempurnaan penelitian skripsi ini.

4. Dr. Ir. Anna Fariyanti, MS sebagai dosen penguji pada saat sidang yang

banyak memberikan saran dan kritik untuk kesempurnaan skripsi ini

5. Ir. Rachmat Yanuar sebagai dosen komisi akademik yang telah memberikan

koreksi dan masukan untuk kesempurnaan penelitian skripsi ini.

6. Teman-teman kantor Indra Karya : Ibu Tati, Tami, Mas Heru, dan Tomo yang

telah banyak memberikan dukungan.

7. Teman-teman Ekstensi MAB-14 : Aputz, Harry, Arfan, Ojie, Saut, Habib,

Boy, Hamid, Kang Dimas, Sandra, Nora, Teh Siti, dan Bu Leli, terima kasih

(10)

8. Semua staff sekretariat Ekstensi MAB terima kasih atas bantuannya.

9. Barudak Saung : Pank. Tomy, Apih, Mpie, Otan, Danu, Isan, Muri, Ikro,

Ucup, Sangu, Kaka dan Januar yang telah memberikan semangat.

10.Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah

membantu selama penyelesaian skripsi ini.

Semoga segala kebaikannya akan mendapatkan balasan dari Allah SWT,

(11)

DAFTAR ISI

1.4 Kegunaan Penelitian... 7

II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1 Kedelai ... 8

2.2 Sejarah dan Perkembangan Tempe ... 8

2.3 Khasiat dan Kandungan Gizi Tempe ... 9

3.2 Kerangka Pemikiran Operasianal ... 19

IV METODE PENELITIAN ... 22

4.6 Definisi Operasional... 31

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 33

5.1 Letak Geografis Kota Bogor ... 33

5.2 Wilayah Administrasi Kota Bogor ... 34

(12)

6.1.4 Tingkat Pendidikan ... 39

6.1.5 Jumlah Anggota Keluarga ... 40

6.1.6 Pendapatan Keluarga ... 41

6.1.7 Pengeluaran ... 41

6.1.8 Pengeluaran Untuk Pangan ... 42

6.1.9 Pengeluaran Untuk Tempe ... 43

6.1.10 Lokasi Pembelian Tempe ... 45

6.1.11 Alasan Mengkonsumsi Tempe ... 45

6.1.12 Kapan Pembelian Tempe ... 46

6.2 Analisis Faktor Yang mempengaruhi Konsumsi Tempe ... 47

VII KESIMPULAN DAN SARAN ... 55

7.1 Kesimpulan ... 55

7.2 Saran ... 56

(13)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Kurva Permintaan... 16

2. Keseimbangan Rumah Tangga ... 19

(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas

Kedelai di Indonesia Tahun 2000-2009 ... 2

2. Perkembangan Konsumsi dan Impor Kedelai Tahun 1997-2008 ... 3

3. Kandungan Gizi Tempe dan Bahan Olahan Kedelai Per 100 gram Bahan ... 5

4. Konsumsi Makanan yang Berbahan Dasar dari Kedelai ... 6

5. Jumlah Penduduk dan Luas Wilayah Pada Masing-Masing Kecamatan di Kota Bogor Tahun 2007 ... 35

6. Sebaran Responden Berdasarkan Usia ... 37

7. Sebaran Responden Menurut Jenis Kelamin ... 37

8. Sebaran Responden Menurut Jenis Pekerjaan ... 38

9. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 40

10. Sebaran Responden Berdasarkan Jumlah Anggota Keluarga ... 40

11. Sebaran Responden Menurut Jumlah Pendapatan Keluarga ... 41

12. Sebaran Responden Menurut Jumlah Total Pengeluaran Keluarga... 42

13. Sebaran Responden Menurut Jumlah Total Pengeluaran Untuk Pangan ... 43

14. Sebaran Responden Menurut Jumlah Total Pengeluaran Untuk Tempe ... 44

19. Analisis Variabel Pada Model Regresi Linear Berganda .... 48

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

(16)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Laju pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan populasi penduduk di

negara-negara berkembang membawa dampak pada peningkatan kemakmuran,

dimana konsekuensinya adalah semakin bertambah cepatnya permintaan pangan

serta perubahan bentuk dan kualitas pangan dari penghasil energi kepada

produk-produk penghasil protein. Kebutuhan akan protein ini akan semakin meningkat

dengan peningkatan kebutuhan energi, jumlah penduduk dan pendapatan.

Sumber pangan yang diharapkan oleh masyarakat adalah pangan yang

memiliki nilai gizi tinggi. Salah satu sumber gizi yang tinggi terdapat pada kedelai

yang mempunyai potensi sebagai sumber utama protein nabati dan merupakan

pengganti sumber protein hewani yang harganya cukup mahal serta bahan pangan

hewani umumnya banyak mengandung lemak dan zat-zat lain seperti kolesterol

yang tinggi sehingga dapat menyebabkan timbulnya penyakit seperti jantung

koroner, diabetes, dan lain sebagainya.

Kedelai merupakan salah satu bahan pangan nabati yang sangat penting

sebagai sumber protein. Masyarakat mulai mengonsumsi makanan olahan kedelai

seperti tempe, tahu, kecap, tahu, dan susu kedelai dengan tujuan untuk

meningkatkan konsumsi protein nabati. Selain itu, kedelai juga memiliki ragam

kegunaan yang cukup luas untuk dikonsumsi langsung maupun sebagai bahan

pakan ternak (unggas dan ikan).

Kebutuhan akan kedelai meningkat setiap tahunnya sejalan dengan

(17)

meningkatnya kesadaran masyarakat akan kecukupan gizi dan berkembangnya

industri yang menggunakan bahan baku kedelai. Produksi dan produktivitas

kedelai di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Kedelai di Indonesia

petani kedelai dalam negeri melakukan panen dengan maksimal dengan lahan

yang masih luas. Pada tahun 2001 produksi kedelai dalam negeri mengalami

penurunan produksi sebesar 44.83 persen dari tahun 2000, hal ini dikarenakan

dengan semakin sempitnya luas lahan untuk menanam kedelai, selain itu hal ini

dikarenakan oleh adanya persaingan penggunaan lahan dengan tanaman palawija

lainnya. Pada tahun 2005 produksi kedelai dalam negeri kembali meningkat

sebesar 28.1 persen dari tahun 2002, akan tetapi pada tahun 2006 sampai 2007

produksi kedelai dalam negeri kembali mengalami penurunan sebesar 27.58

persen, namun pada tahun 2008 produktivitas kedelai mengalami peningkatan

seiring dengan bertambahnya areal lahan dan produksi.

Produktivitas kedelai erat kaitannya dengan tingkat dan kualitas teknologi

(18)

yang digunakan, serta manajemen petani yang masih tergolong sederhana dan

terbatas. Pemerintah sendiri berusaha mendorong untuk peningkatan produksi

kedelai dalam negeri dengan melakukan perluasan lahan penanaman yang

didukung dengan kebijakan harga, namun penanganan oleh pemerintah relatif

kurang intesif.

Meningkatnya kebutuhan akan kedelai dikarenakan oleh konsumsi yang

terus meningkat mengikuti pertambahan jumlah penduduk, meningkatnya

kesadaran masyarakat akan kecukupan gizi, dan berkembangnya berbagai industri

yang menggunakan bahan baku dari kedelai. Dengan meningkatnya kebutuhan

kedelai dan tidak terpenuhinya kedelai dalam negeri untuk memasoknya, maka

pemerintah melakukan impor kedelai untuk memenuhi kebutuhan kedelai dalam

negeri. Impor ini merupakan jalan keluar untuk memasok kekurangan kedelai

dalam negeri, karena harganya murah dan kualitasnya lebih baik. Impor kedelai

yang dilakukan pemerintah dapat dilihat pada Tabel 2, dimana pada tahun

1997-2008 jumlah impor kedelai Indonesia cenderung meningkat.

Tabel 2. Perkembangan Konsumsi dan Impor Kedelai Tahun 1997 – 2008

(19)

Pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa Indonesia mengimpor kedelai terkecil

yaitu pada tahun 1998 dengan jumlah impor sebesar 344.050 ton dengan

konsumsi kedelai sebesar 1.649.000 ton,. Pada tahun-tahun berikutnya jumlah

impor kedelai Indonesia cenderung meningkat seiring dengan meningkatnya

jumlah konsumsi kedelai di dalam negeri. Indonesia paling banyak mengimpor

kedelai pada tahum 2003 yaitu sebesar 1.344.400 ton. Pada tahun-tahun

selanjutnya sampai tahun 2006 jumlah impor kedelai Indonesia mengalami

penurunan menjadi 1.078.420 ton dan pada tahun 2007 impor kedelai Indonesia

kembali meningkat menjadi 1.199.839 ton seiring dengan meningkatnya konsumsi

kedelai, hal ini dikarenakan rendahnya produksi kedelai dalam negeri dan

murahnya harga kedelai impor dibandingkan harga kedelai dalam negeri. Pada

tahun 1998 sampai 2003, sesuai dengan Keputusan Menteri No.44/KMK.01/1998,

tarif yang berlaku untuk impor kedelai adalah 0 persen. Akan tetapi hal ini sangat

merugikan petani, maka pada tahun 2004 pemerintah menetapkan untuk

menaikkan tarif impor kedelai menjadi sepuluh persen. Direncanakan tarif

tersebut akan berlaku sampai dengan tahun 2010 (Deptan, 2005).)

Ketergantungan Indonesia terhadap kedelai impor yang terus meningkat

karena produksi kedelai dalam negeri masih rendah dan terbatas sehingga tidak

mencukupi permintaan kedelai dalam negeri setiap tahunnya. Hal ini disebabkan

karena kebutuhan industri makanan dan minuman berbahan baku kedelai

menggunakan kedelai impor, seperti produsen tempe, tahu, dan lain sebagainya.

Tempe adalah salah satu makanan olahan dari kedelai yang sudah dikenal

lama oleh masyarakat luas sebagai sumber protein nabati. Dibandingkan hasil

(20)

murah serta nilai kandungan protein dalam tempe lebih baik. Perbandingan

Sumber: Santoso dalam Purba, 2006

Tempe merupakan makanan yang sudah dikenal oleh masyarakat luas dari

berbagai kalangan, baik itu kalangan kelas ekonomi atas, menengah dan bawah.

Alasan konsumen untuk mengonsumsi tempe itu berbeda-beda dari tiap kalangan,

untuk kelas ekonomi atas alasan mengonsumsi tempe karena kandungan gizi yang

terdapat dalam tempe, sedangkan untuk kelas ekonomi menengah dan bawah

alasan mengonsumsi tempe karena harganya yang murah serta terjangkau.

Dengan melihat alasan-alasan di atas, maka diperlukan suatu kajian atau

penelitian yang membahas mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi

tempe di Kota Bogor, baik bagi konsumen dari golongan ekonomi bawah,

menengah, dan atas. Sehingga, dapat diketahui faktor-faktor apa saja yang

berpengaruh terhadap konsumsi tempe dan bagaimana karakteristik konsumen

tempe di Kota Bogor.

1.2 Perumusan Masalah

Konsumsi makanan masyarakat sehari-hari hendaknya memenuhi dua

kriteria kecukupan, yaitu kecukupan energi dan protein. Kecukupan energi

(21)

karbohidrat, sedangkan kebutuhan protein diperoleh dari mengonsumsi makanan

yang berasal dari nabati (tumbuh-tumbuhan) dan hewani seperti daging, telur, dan

lain sebagainya.

Meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan

mengakibatkan masyarakat mulai mengonsumsi makanan dari olahan kedelai

seperti tempe, tahu, oncom, tauco, dan susu kedelai dengan tujuan untuk

meningkatkan konsumsi protein nabati. Berikut adalah tabel konsumsi makanan

yang bahan dasarnya dari kedelai.

tahun meningkat jika dibandingkan dengan makanan dari bahan dasar kedelai

lainnya seperti tahu, tauco, dan oncom. Hal ini dikarenakan karena tempe sebagai

salah satu produk olahan dari kedelai yang dapat diterima oleh semua kalangan

masyarakat.

Tempe sebagai salah satu produk olahan kedelai merupakan makanan yang

banyak dikonsumsi oleh masyarakat di berbagai kalangan, baik itu kalangan dari

golongan ekonomi kelas atas, menengah, dan bawah. Tempe banyak dikonsumsi

masyarakat luas karena banyak mengandung protein nabati yang memiliki

kandungan zat antioksidan yang bermanfaat untuk pencegah penyakit degeneratif,

(22)

penyakit jantung, hipertensi, dan lain-lain. Selain banyak mengandung gizi, masyarakat mengonsumsi tempe karena harganya yang relatif murah dan

terjangkau untuk semua kalangan.

Bagi kalangan vegetarian tempe merupakan makanan pengganti daging

yang banyak mengandung lemak dan zat-zat lainnya seperti kolesterol yang tinggi

sehingga dapat menyebabkan timbulnya penyakit seperti jantung koroner,

diabetes, dan lain sebagainya.

Sehubungan dengan latar belakang dan permasalahan yang dihadapi, maka

dapat dirumuskan suatu permasalahan yang akan dianalisis dalam penelitian ini

yaitu sebagai berikut :

1. Bagaimana karakteristik konsumen tempe di Kota Bogor.

2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi konsumsi tempe di Kota

Bogor.

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka

tujuan dari penelitian ini adalah

1. Menganalisis karakteristik konsumen tempe di Kota Bogor.

2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi tempe di Kota

Bogor.

1.4 Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan referensi untuk penelitian lebih

lanjut. Bagi penulis, penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk melatih diri

(23)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kedelai

Kedelai atau kacang kedelai adalah salah satu tanaman polong-polongan

yang menjadi bahan dasar banyak makanan Timur jauh seperti kecap, tahu dan

tempe. Kedelai yang dibudidayakan sebenarnya terdiri dari paling tidak dua

spesies Glycine max (disebut kedelai putih, biji dapat berwarna kuning, agak putih, atau hijau) dan Glycine soja (kedelai hitam, berbiji hitam). G. max

merupakan tanaman asli daerah Asia subtropik seperti Tiongkok dan Jepang

selatan, sementara G. soja merupakan tanaman asli Asia tropis di Asia Tenggara.

2.2 Sejarah dan Perkembangan Tempe

Tempe adalah makanan yang terbuat dari kacang kedelai yang

difermentasikan menggunakan kapang rhizopus ("ragi tempe"). Tempe kaya akan serat, kalsium, vitamin B dan zat besi. Berbagai macam kandungan dalam tempe

mempunyai nilai obat, seperti antibiotika untuk menyembuhkan infeksi dan

antioksi dan pencegah penyakit degeneratif.

Tempe merupakan makanan tradisional yang sudah dikenal sejak

berabad-abad yang lalu, terutama dalam tatanan budaya makan masyarakat jawa,

khususnya di Yogyakarta dan Surakarta. Kata tempe diduga berasal dari bahasa

jawa kuno. Pada zaman jawa kuno terdapat makanan berwarna putih terbuat dari

tepung sagu yang disebut tumpi. Tempe segar yang juga berwarna putih terlihat memiliki kesamaan dengan makanan tumpi tersebut.

Sumber lain mengatakan bahwa pembuatan tempe diawali pada era tanam

paksa di Jawa. Pada saat itu, masyarakat jawa terpaksa menggunakan hasil

(24)

pekarangan sebagai sumber pangan, seperti singkong, ubi dan kedelai. Ada pula

pendapat yang mengatakan bahwa tempe mungkin diperkenalkan oleh

orang-orang Tionghoa yang memproduksi makanan sejenis, yaitu koji, kedelai yang difermentasikan menggunakan kapang Aspergillus.

Teknik pembuatan tempe menyebar ke seluruh Indonesia, sejalan dengan

penyebaran masyarakat jawa yang bermigrasi ke seluruh penjuru Tanah Air.

Perhatian yang begitu besar terhadap tempe sebenarnya telah dimulai sejak zaman

pendudukan Jepang di Indonesia. Pada saat itu, para tawanan perang yang diberi

makan tempe terhindar dari disentri dan busung lapar. Dengan adanya tempe dan

kandungan gizi yang dimilikinya, serta harga yang sangat terjangkau,

menyelamatkan masyarakat miskin dari malgizi (malnutrition)1.

2.3 Khasiat dan Kandungan Gizi Tempe

Menurut Sarwono (2002), tempe memiliki beberapa khasiat terhadap

kelangsungan kesehatan tubuh, yaitu untuk menghindari diare akibat dari bakteri

enteropatogenik, dapat melangsingkan tubuh karena dapat menghindari terjadinya timbunan lemak dalam rongga perut, ginjal, dan dibawah kulit perut. Selain itu,

tempe berpotensi untuk digunakan melawan radikal bebas, sehingga dapat

menghambat proses penuaan dan mencegah terjadinya penyakit degeneratif

(aterosklerosis, jantung koroner, diabetes melitus, kanker, dan lain-lain). Selain itu, tempe juga mengandung zat penurun kolesterol darah, pencegah penyakit

jantung, hipertensi, dan lain-lain2.

Komposisi gizi tempe baik kadar protein, lemak, dan karbohidratnya tidak

banyak berubah dibandingkan dengan kedelai. Namun, karena adanya enzim

1

http://id.wikipedia.org/wiki/Tempe

2

(25)

pencernaan yang dihasilkan oleh kapang tempe, maka protein, lemak, dan

karbohidrat pada tempe menjadi lebih mudah dicerna di dalam tubuh

dibandingkan yang terdapat dalam kedelai. Oleh karena itu, tempe sangat baik

untuk diberikan kepada segala kelompok umur (dari bayi hingga lansia), sehingga

bisa disebut sebagai makanan semua umur.

2.4 Proses Pembuatan Tempe

Membuat tempe pada dasarnya menyebar benih kapang agar tumbuh subur

sehingga biji kedelai tertutup lapuk halus yang berwarna putih seperti kapas.

Pemanfaatan utama kedelai adalah dari biji. Biji kedelai kaya akan protein dan

lemak serta beberapa bahan gizi penting lain, misalnya vitamin (asam fitat) dan

lesitin. Olahan biji dapat dibuat menjadi salah satunya tempe, berikut adalah

proses pembuatan tempe.

1. Biji kedelai yang telah dipilih lalu dibersihkan dari kotoran, setelah itu

dicuci dengan air yang bersih selama satu jam.

2. Setelah bersih, kedelai direbus dalam air selama dua jam.

3. Kedelai kemudian direndam 12 jam dalam air panas atau hangat bekas air

perebusan supaya kedelai mengembang.

4. Berikutnya, kedelai direndam dalam air dingin selama 12 jam.

5. Setelah 24 jam direndam seperti pada butir tiga dan butir empat di atas,

kedelai dicuci dan dikuliti (dikupas).

6. Setelah dikupas, kedelai direbus untuk membunuh bakteri yang

(26)

7. Kedelai diambil dari dandang lalu diletakkan di atas tampah dan diratakan

tipis-tipis. Selanjutnya, kedelai dibiarkan dingin sampai permukaan keping

kedelai kering dan airnya menetes habis.

8. Sesudah itu, kedelai dicampur dengan laru (ragi dua persen) guna

mempercepat atau merangsang pertumbuhan jamur. Proses mencampur

kedelai dengan ragi memakan waktu sekitar 20 menit. Tahap peragian

(fermentasi) adalah tahap penentu keberhasilan dalam membuat tempe

kedelai.

9. Bila campuran bahan fermentasi kedelai sudah rata, campuran tersebut

dicetak pada loyang atau cetakan kayu dengan lapisan plastik atau daun

yang akhirnya dipakai sebagai pembungkus. Sebelumnya, plastik

dilubangi atau ditusuk-tusuk. Maksudnya adalah untuk memberi udara

supaya jamur yang tumbuh berwarna putih. Proses percetakan dan

pembungkusan memakan waktu tiga jam. Daun yang biasanya buat

pembungkus adalah daun pisang atau daun jati. Ada yang berpendapat

bahwa rasa tempe yang dibungkus plastik menjadi "aneh" dan tempe lebih

mudah busuk (dibandingkan dengan tempe yang dibungkus daun).

10.Campuran kedelai yang telah dicetak dan diratakan permukaannya lalu

diletakan di atas rak dan kemudian ditutup selama 24 jam.

11.Setelah 24 jam, tutup dibuka dan campuran kedelai

didinginkan/diangin-anginkan selama 24 jam lagi. Setelah itu, campuran kedelai telah menjadi

tempe siap jual.

12.Supaya tahan lama, tempe yang misalnya akan menjadi produk ekspor

(27)

Proses membekukan tempe untuk ekspor adalah sebagai berikut,

mula-mula tempe diiris-iris setebal 2-3 cm dan di-blanching, yaitu direndam dalam air mendidih selama lima menit untuk mengaktifkan kapang dan enzim. Kemudian,

tempe dibungkus dengan plastik selofan dan dibekukan pada suhu 40 °C sekitar

enam jam. Setelah beku, tempe dapat disimpan pada suhu beku sekitar 20 °C

selama 100 hari tanpa mengalami perubahan sifat penampak warna, bau, maupun

rasa. (Sarwono, 2002).

2.5 Penelitian Terdahulu

Penelitian yang dilakukan oleh Widari (2006) mengenai dampak

sosialisasi flu burung terhadap pola konsumsi daging dan telur ayam konsumen

rumah tangga di Kota Bogor dengan menggunakan regresi linear berganda

menjelaskan bahwa sosialisai flu burung berdampak positif terhadap pola

konsumsi daging dan telur ayam konsumen rumah tangga. Sesudah sosialisasi,

tidak ada konsumen rumah tangga yang berhenti mengonsumsi daging dan telur

ayam. Pola konsumsi mengalami perubahan yang meliputi frekuensi pembelian,

jumlah pembelian dan tempat pembelian.

Besarnya permintaan daging ayam dan telur untuk konsumen kelas atas

dipengaruhi oleh pendapatan, jumlah anggota keluarga, etnis responden,

pendidikan terakhir, pekerjaan kepala keluarga, dan pekerjaan responden. Untuk

konsumen kelas menengah permintaan daging ayam dan telur dipengaruhi oleh

jumlah anggota keluarga, pengaruh anggota keluarga, dan pekerjaan responden.

Sedangkan untuk konsumen kelas bawah dipengaruhi oleh pendapatan,

(28)

Penelitian yang dilakukan oleh Widodo (2004) mengenai faktor-faktor

yang mempengaruhi konsumen membeli stick tahu poo (studi kasus di Kabupaten

Kediri) dengan menggunakan analisis deskriptif, fishbean, dan linear berganda. Hasil penelitian yang diperoleh adalah mayoritas konsumen stick tahu poo di

Kabupaten Kediri adalah laki-laki yang berusia antara 17-27 tahun dengan tingkat

pendidikan terakhir SMU dan bekerja sebagai pegawai negeri atau swasta yang

memiliki penghasilan berkisar antara Rp 500.000- 1.500.000. Konsumen stick

tahu poo memiliki jumlah anggota keluarga sebanyak empat orang. Besarnya

jumlah pembeliaan stick tahu poo dipengaruhi nyata oleh besarnya tingkat pendapatan, jumlah anggota keluarga, pengaruh penjual, harga, dan promosi.

Media promosi yang mempengaruhi konsumen dalam membeli stick tahu poo

adalah melalui iklan.

Penelitian yang dilakukan oleh Hadipurnomo (2000) mengenai dampak

kebijakan produksi dan perdagangan terhadap penawaran dan permintaan kedelai

di Indonesia dengan menggunakan model persamaan simultan. Hasil penelitian

yang diperoleh adalah bahwa kebijakan produksi berdampak lebih besar kepada

perubahan luas areal lahan panen, produktivitas dan produksi terutama di wilayah

potensial luar Pulau Jawa daripada di Pulau Jawa. Sedangkan, kebijakan

perdagangan berdampak perubahan volume impor, harga impor, dan permintaan

kedelai.

Penelitian yang dilakukan oleh Susetyanto (1994) mengenai analisis

dampak alternatif kebijaksanaan terhadap produksi, pendapatan, dan konsumsi

rumah tangga petani kedelai di Kabupaten Subang dengan menggunakan model

(29)

petani kedelai dalam luas areal panen kedelai, produktivitas kedelai, penggunaan

tenaga kerja dalam keluarga, penggunaan tenaga kerja upahan, dan konsumsi

kedelai benih tidak responsif terhadap perubahan peubah penjelas, kecuali

konsumsi kedelai pangan responsif terhadap perubahan harga kedelai. Hasil

evaluasi alternatif kebijaksaan menunjukkan bahwa prioritas peningkatan

penggunaan tenaga kerja, produksi kedelai, dan pendapatan rumah tangga petani

kedelai adalah dengan menaikkan harga kedelai, harga kedelai dan pupuk, atau

harga kedelai dan saprotan (benih, pupuk, pestisida). Penelitian ini menyimpulkan

bahwa peningkatan penggunaan tenaga kerja, produksi kedelai, dan pendapatan

rumah tangga petani kedelai sesuai dengan arah dan tujuan kebijaksanaan

pemerintah dalam penentuan harga dasar padi dan palawija, serta penghapusan

subsidi pupuk.

Penelitian yang dilakukan oleh Kurniasari (2010) mengenai Analisis

Dampak Kenaikan Harga Kedelai di Sentra Industri Tempe Kelurahan Semanan

Jakarta barat dengan menggunakan analisis Linear Programming. Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya kenaikan harga kedelai membuat pengrajin tempe

skala kecil dan menengah memperkecil ukuran tempe sedangkan untuk pengrajin

skala besar cenderung mengurangi jumlah jam penggunaan tenaga kerja luar

keluarganya. Pengrajin tempe skala kecil paling sensitif terhadap kenaikan harga

kedelai.

Persamaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah bahan dasar

yang di gunakan untuk penelitian sama yaitu kedelai dan untuk penelitian

terdahulu ada yang sama alat analisisnya yaitu menggunakan linear berganda dan

(30)

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah lokasi

penelitiannya yang berbeda, alat analisis yang digunakan ada yang berbeda untuk

penelitian terdahulu dan variabel-variabel yang digunakan untuk penelitian

berbeda.

(31)

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1Permintaan

Jumlah total komoditas yang ingin dibeli oleh semua rumah tangga disebut

jumlah yang diminta (quantity demanded) untuk komoditas tersebut. Jumlah komoditi yang akan dibeli semua rumah tangga pada periode waktu tertentu,

dipengaruhi oleh beberapa variabel, yaitu: harga komoditas itu sendiri, harga

komoditas lain, selera, jumlah penduduk, dan tingkat pendapatan.

Suatu hipotesis ekonomi dasar menyatakan bahwa harga suatu komoditas

dan kuantitas yang akan diminta berhubungan negatif (ceteris paribus). Dengan kata lain, semakin rendah harga suatu komoditas maka jumlah yang akan diminta

untuk komoditas itu akan semakin besar, dan semakin tinggi harga semakin

rendah jumlah yang diminta.

Gambar 1. Kurva Permintaan Sumber : Soekartawi, 2002

Hubungan antara jumlah komoditas yang diminta dengan beberapa

variabel penting secara matematis dapat dirumuskan secara umum sebagai

berikut:

Harga (P)

(32)

Qd = f (Pi, Pj, S, PD, Y)

Dimana:

Qd : Permintaan Komoditas

Pi : Harga Komoditas itu sendiri

Pj : Harga Komoditas lain

S : Selera

PD : Jumlah penduduk

Y : Tingkat Pendapatan

Pi : Harga Komoditas itu sendiri

Dengan asumsi cateris paribus, semakin tinggi harga suatu barang maka akan menurunkan jumlah permintaan akan barang tersebut, dan sebaliknya makin

rendah harga suatu barang maka semakin tinggi jumlah permintaan. Permintaan

dan harga komoditas memiliki hubungan yang negatif.

Pj : Harga Komoditas lain

Perubahan harga komoditas substitusi akan mempengaruhi permintaan

atas komoditas yang bersangkutan secara positif. Kenaikan harga komoditas

substitusi akan meningkatkan permintaan atas komoditas yang bersangkutan, dan

sebaliknya. Sedangkan, perubahan harga barang komplemen dapat mengubah

permintaan barang yang bersangkutan secara negatif. Semakin tinggi harga barang

komplementer, semakin rendah permintaan atas barang yang bersangkutan.

S : Selera

Selera dan juga pilihan terhadap sesuatu barang merupakan variabel yang

mempengaruhi besar kecilnya permintaan. Perubahan selera terjadi dari waktu ke

waktu, dan cepat atau lambat akan menigkatkan permintaan pada periode tertentu

(33)

PD : Jumlah Penduduk

Semakin tinggi jumlah penduduk, maka makin besar pula barang yang

diminta oleh masyarakat.

Y : Tingkat Pendapatan

Kenaikan pendapatan cenderung meningkatkan permintaan untuk

mengonsumsi suatu barang, bahkan bertambah juga kualitas barang yang

dikonsumsi.

3.1.2 Teori Konsumsi

Konsumsi adalah kegiatan ekonomi yang berupa memakai atau

menggunakan barang atau jasa konsumsi dengan tujuan terpenuhinya kebutuhan

hidup mereka.

Garis anggaran (Isocost) adalah garis yang memperlihatkan semua kombinasi yg tersedia bagi RT sesuai dengan pendapatannya dan harga barang

yang dibelinya, jika ia membelanjakan semua uangnya untuk itu. Sifat- sifat garis

anggaran antara lain:

1. Titik-titik di sepanjang garis anggaran merupakan kombinasi barang yang

menghabiskan seluruh anggaran konsumen

2. Titik-titik di luar garis anggaran merupakan kombinasi barang yang tidak

bisa dicapai oleh konsumen, dengan anggaran yang ada

3. Titik-titik di dalam garis anggaran merupakan kombinasi barang yang

tidak menghabiskan anggaran konsumen

Kurva Indiferen adalah Garis yang menghubungkan titik-titik kombinasi

(34)

Keseimbangan rumah tangga akan tercapai pada saat kurva indiferen

bersinggungan dengan garis anggaran, dimana pada saat itu rasio harga relatif

sama dengan tingkat substitusi marginal (MRS). Hal itu dapat dilihat pada

Gambar 2

Gambar 2. Keseimbangan Rumah Tangga Sumber: Iswardono, 1994

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional

Konsumsi makanan masyarakat sehari-hari hendaknya memenuhi dua

kriteria kecukupan, yaitu kecukupan energi dan protein. Kecukupan energi

biasanya diperoleh dari mengonsumsi makanan-makanan yang mengandung

karbohidrat, sedangkan kebutuhan protein diperoleh dari mengonsumsi makanan

yang berasal dari nabati (tumbuh-tumbuhan) dan hewani seperti daging, telur, dan

lain sebagainya.

Meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan

mengakibatkan masyarakat mulai mengonsumsi makanan dari olahan kedelai

seperti tempe, tahu, susu kedelai dan lain sebagainya dengan tujuan untuk

A: tidak efisien karena tidak Menghabiskan anggaran

U3

C C: tidak dapat dicapai karena

Anggaran tidak cukup

U2 B

(35)

Tempe merupakan makanan berbahan dasar dari kedelai yang banyak

dikonsumsi oleh masyarakat luas dari berbagai kalangan, baik itu kalangan dari

golongan ekonomi kelas atas, menengah, dan bawah. Tempe banyak dikonsumsi

masyarakat luas karena banyak mengandung protein nabati yang memiliki

kandungan zat antioksidan yang bermanfaat untuk pencegah penyakit degeneratif,

mengandung zat antibakteri penyebab diare, penurun kolesterol darah, pencegah

penyakit jantung, hipertensi, dan lain-lain. Selain banyak mengandung gizi, masyarakat mengonsumsi tempe karena harganya yang relatif murah dan

terjangkau untuk semua kalangan.

Alasan konsumen untuk mengonsumsi tempe berbeda-beda dari tiap

kalangan, untuk kelas ekonomi atas alasan mengonsumsi tempe karena kandungan

gizi yang terdapat dalam tempe, sedangkan untuk kelas ekonomi menengah dan

bawah alasan mengonsumsi tempe karena harganya yang murah serta terjangkau.

Selain itu, terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi konsumen untuk

mengonsumsi tempe, antara lain oleh harga tempe itu sendiri, harga tahu, harga

telur, pendapatan, jumlah anggota keluarga dan pendidikan terakhir responden.

Responden dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga kelas ekonomi

berdasarkan tingkat pendapatan yaitu konsumen rumah tangga kelas ekonomi

atas, kelas ekonomi menengah dan kelas ekonomi bawah. Adapun alur kerangka

pemikiran penelitian ini secara lebih jelas telah tersusun secara sistematis pada

(36)

Gambar 3. Kerangka Pemikiran Operasional

Meningkatnya konsumsi terhadap tempe

Tempe

(37)

IV. METODE PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kota Bogor,karena untuk memudahkan penulis

melakukan penelitian. Lokasi penelitian dilakukan dengan sengaja (purposive), Pengumpulan data untuk penelitian ini dilaksanakan bulan Agustus - November

2009.

4.2 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data

sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh melalui pengamatan

langsung di lapangan dan melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner

yang telah disusun sebelumnya. Kuesioner didesain bersifat semi terbuka yaitu

selain responden menjawab pertanyaan yang ada di kuesioner tapi ada pertanyaan

yang ditanyakan langsung dalam wawancara yang tidak ada di dalam kuesioner.

Responden dalam hal ini adalah mereka yang bersedia untuk diwawancarai dan

dapat mengambil keputusan dalam kegiatan rumah tangga. Data sekunder

diperoleh melalui studi pustaka dan data-data yang dikeluarkan oleh Badan Pusat

Statistik (BPS).

Data primer digunakan untuk menjawab dari tujuan satu, yaitu untuk

menganalisis karakteristik konsumen tempe di kota Bogor. Sedangkan data

sekunder digunakan untuk menjawab tujuan dua, yaitu untuk menganalisis

(38)

4.3 Teknik Pengambilan dan Pengelompokan Contoh

Dalam penelitian ini yang menjadi sampel adalah konsumen rumah

tangga. Lebih spesifik lagi, responden yang termasuk ke dalam kriteria ini adalah

ibu rumah tangga, seorang ayah dengan keputusan sendiri, anggota keluarga yang

telah memiliki penghasilan dan mempunyai wewenang dalam membelanjakan

pendapatannya. Untuk memudahkan pengambilan sampel di lapangan, maka

teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah teknik pengambilan

sampel berdasarkan pendapatan atau penghasilan per bulan.

Penentuan sampel dilakukan pada responden yang bersedia untuk di

wawancarai (convinience) dan berdasarkan pengkelasan tingkat pendapatan dengan membagi 150 rumah tangga menjadi tiga bagian, yaitu 50 rumah tangga

kelas ekonomi atas, 50 rumah tangga kelas ekonomi menengah, dan 50 rumah

tangga kelas ekonomi bawah. Untuk daerah Bogor Barat responden yang diambil

adalah sebanyak 50 responden, Bogor Tengah sebanyak 30 responden, Bogor

Timur sebanyak 30 responden, Bogor Selatan 20 responden, Bogor Utara

sebanyak 20 responden. Penentuan sampel dengan membagi tiga kelas ekonomi

yaitu kelas ekonomi atas, kelas ekonomi menengah dan kelas ekonomi bawah

karena dalam penelitian ini ingin membandingkan faktor-faktor apa saja yang

mempengaruhi konsumsi tempe pada konsumen tempe dari kelas ekonomi atas,

menengah, dan bawah.

4.4 Metode Analisis Data

Analisis data adalah proses penyederhanaan data dalam bentuk yang lebih

mudah dibaca dan diinterpretasikan. Untuk mengetahui dan menganalisis data

(39)

berganda beserta ujinya dengan menggunakan program minitab 13. Sedangkan

data yang tidak dianalisis menggunakan alat tersebut diolah dengan menggunakan

analisis deskriptif dengan cara memproses data yang diperoleh.

4.4.1 Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif (pemaparan) digunakan untuk mengetahui gambaran

umum konsumen tempe yang terjadi di wilayah yang diamati. Data yang

diperoleh merupakan hasil perhitungan rata-rata dari karakteristik usia dan jumlah

anggota keluarga. Data mengenai jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan dan

lain sebagainya diperoleh dari perhitungan persentase terbesar. Metode analisis

deskriptif dengan tabulasi sederhana ditujukan untuk mendapatkan karakteristik

responden menurut tingkat pendapatan per bulan.

4.4.2 Analisis Regresi Linear Berganda

Regresi linear berganda digunakan untuk menjawab suatu permasalahan

sosial ekonomi yang secara teoritis menyangkut satu variabel dependen yang

dipengaruhi oleh dua atau lebih variabel independen. Regresi linear berganda

diharapakan dapat menghasilkan model yang akurat untuk memprediksi nilai

variabel independen (asumsi analisis terpenuhi). Model yang baik dan akurat

dapat dimanfaatkan, 1) untuk memprediksi besar dan arah perubahan variabel

dependen sebagai respons karena perubahan variabel independen, sehingga dapat

diuji variabel independen apa saja yang berpengaruh nyata terhadap variabel

dependen. 2) Untuk memprediksi nilai variabel dependen berdasarkan variabel

(40)

Pada penelitian ini, regresi linear berganda digunakan untuk melihat

faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi tempe, berikut adalah model

persamaannya:

Model persamaan faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi tempe

C = b0 + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5 + +D1X1 + D2X2 + D3X3 + e

Dimana:

C : Konsumsi Tempe (Rupiah per bulan)

b0 : Konstanta

X1 : Harga Tempe (Rupiah per pcs)

X2 : Harga Tahu (Rupiah per pcs)

X3 : Harga Telur (Rupiah per Kg)

X4 : Jumlah Anggota Keluarga (orang)

X5 : Pendidikan Terakhir Responden (tahun)

D1 : Kelas Ekonomi Bawah

1 = 50 Kelas Ekonomi Bawah

0 = Bukan Kelas Ekonomi Bawah

D2 : Kelas Ekonomi Menengah

1 = 50 Kelas ekonomi Menengah

0 = Bukan Kelas Ekonomi Menengah

D3 : Kelas Ekonomi Atas

1 = 50 Kelas Ekonomi Atas

0 = Bukan Kelas ekonomi Atas

e : Error

Hipotesis:

X1 (Harga tempe) : Semakin tinggi harga tempe maka konsumsi tempe akan

turun, begitu juga sebaliknya. Jadi hubungan antara konsumsi tempe dengan harga

(41)

X2 (Harga tahu) : Semakin tinggi harga tahu maka konsumsi tempe akan naik,

begitu juga sebaliknya. Jadi hubungan antara harga tahu dengan konsumsi tempe

adalah positif.

X3 (Harga telur) : semakin tinggi harga telur maka konsumsi tempe akan naik,

begitu juga sebaliknya. Jadi hubungan antara harga telur dengan konsumsi tempe

adalah positif.

X4 (Jumlah anggota keluarga) : Semakin banyak jumlah anggota keluarga maka

konsumsi tempe akan naik, begitu juga sebaliknya. Jadi hubungan antara jumlah

anggota keluarga dengan konsumsi tempe adalah positif.

X5 (Pendidikan terakhir responden) : semakin tinggi tingkat pendidikan maka

pengetahuan tentang konsumsi pangan yang bergizi semakin tinggi, begitu juga

sebaliknya. Jadi, hubungan pendidikan terakhir responden dengan konsumsi

tempe adalah positif.

D1 (Kelas ekonomi bawah) : semakin banyak kelas ekonomi bawah, maka

konsumsi tempe akan meningkat, maka hubungan kelas ekonomi bawah dengan

konsumsi tempe positif.

D2 (Kelas ekonomi menengah) : semakin banyak kelas ekonomi menengah, maka

konsumsi tempe akan meningkat, maka hubungan kelas ekonomi menengah

dengan konsumsi tempe positif.

D3 (Kelas ekonomi atas) : semakin banyak kelas ekonomi atas, maka konsumsi

tempe akan meningkat, maka hubungan kelas ekonomi atas dengan konsumsi

(42)

Pengujian Model Regresi

Setelah model dianalisis maka model harus di uji agar mendapatkan model

terbaik yang dapat merepresentasikan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi

konsumsi tempe di Kota Bogor. Beberapa uji yang akan dilakukan adalah :

Uji Normalitas

Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah residual dalam model

menyebar normal. Untuk mengetahuinya dilakukan uji Komogorov-Smirnov

dengan menggunakan α sebesar 0,05.

Hipotesis

H0 = residual tidak berdistribusi normal

H1 = residual berdistribusi normal

Jika nilai KS < KS1-α maka tolak H0, atau jika nilai statistik

Komogorov-Smirnov dikonversi ke dalam p-value maka daerah penolakannya adalah p-valuehitung > p-value1-α

Uji Signifikansi

Uji t digunakan untuk melihat nyata atau tidaknya pengaruh variabel

independen terhadap variabel dependen dengan langkah-langkah sebagai berikut:

Ho : bi = 0, Variabel independen tidak berpengaruh nyata terhadap variabel

dependen

H1 : bi ≠ 0, Variabel independen berpengaruh nyata terhadap variabel dependen

t-hitung =

bi : (n-k, ttabel)

(43)

Dimana :

bi : Koefisien Peubah ke-i

S(bi) : Standar Error Peubah ke-i

n : Jumlah Pengamatan

k : Jumlah Variabel dalam Model

Kriteria uji:

1. Jika –ttabel < thitung < ttabel maka terima Ho, artinya variabel-variabel

independen yang diuji tidak berpengaruh nyata terhadap variabel

dependen.

2. Jika thitung < -ttabel atau thitung > ttabel maka tolak Ho, artinya variabel-variabel

independen yang diuji berpengaruh nyata terhadap variabel dependen.

Koefisien Determinasi (R2)

Koefisien determinasi (R2)digunakan untuk mengukur sampai sejauh mana

besar keragaman yang dapat diterangkan oleh variabel bebas (Xi) terhadap

variabel tidak bebas (Y).

Dimana :

JKR : Jumlah Kuadrat Regresi

JKT : Jumlah Kuadrat Total

Uji F

Uji F digunakan untuk menunjukan kemampuan variabel-variabel

independen secara bersama-sama menjelaskan variasi dari variabel dependen.

Langkah-langkah dalam pengujian hipotesis sebagai berikut: JKR

(44)

Ho : b1 = b2 . . .= bi = 0, Variabel independen secara bersama-sama tidak

berpengaruh nyata terhadap variabel dependen

H1 : b1 ≠ b2 . . . bi ≠ 0, Variabel independen secara bersama-sama berpengaruh

nyata terhadap variabel dependen

Fhitung =

Dimana:

JKR : Jumlah kuadrat regresi

JKS : Jumlah kuadrat sisa

n : Jumlah sampel

k : Jumlah Peubah (Variabel)

Kriteria uji:

1. Jika Fhitung > Ftabel maka tolak H0, artinya semua variabel independen

mampu secara bersama-sama menjelaskan variasi dari variabel

independen.

2. Jika Fhitung < Ftabel maka terima H0, artinya semua variabel independen

tidak mampu secara bersama-sama menjelaskan variasi dari variabel

independen.

Uji Multikolinearitas

Multikolinear adalah hubungan linear antara dua atau beberapa variabel

independen. Untuk melihat apakah terdapat multikolinear atau tidak dapat dilihat

dari nilai Variance Inflation Factor (VIF). Jika nilai VIF lebih besar dari lima maka model dugaan ada masalah multikolinearitas, dengan nilai α sebesar 0,05.

JKR / (k – 1)

(45)

VIF = j = 1,2,3….k

Ket : Rj2 = koefisien determinasi untuk variabel atau peubah bebas ke – j

Uji autokorelasi

Autokorelasi adalah hubungan linear yang terjadi pada variabel itu sendiri

yang terlambat beberapa periode. Untuk mengetahui autokorelasi dari model ini

digunakan variabel residual atau error (e). Uji autokorelasi dapat dihitung

menggunakan statistik uji Durbin-Watson dengan α sebesar 0,05.

d = dimana dtabel α (n,k)

 Jika d < dlow maka tolak H0

 Jika d > (4- dlow) maka tolak H0

 Jika dlow < d < dup atau (4-dup) < d < (4-dlow) maka tidak dapat disimpulkan

 Jika dup < d < (4-dup) maka terima H0

4.5 Definisi Operasional

Ada beberapa istilah atau definisi dalam penelitian ini, antara lain:

1. Responden adalah ibu rumah tangga, seorang ayah dengan keputusan

sendiri, anggota keluarga yang telah memiliki penghasilan dan wewenang

dalam membelanjakan pendapatannya.

2. Rumah tangga adalah semua orang yang bertempat tinggal di bawah satu

atap dan yang membuat keputusan keuangan bersama.

1 1 – Rj2

Σ(

ei– ei-1

)

(46)

3. Tingkat pengeluaran rumah tangga adalah jumlah biaya yang dikeluarkan

untuk konsumsi semua anggota keluarga selama sebulan.

4. Tingkat pendidikan terakhir responden adalah tingkat pendidikan formal

yang diikuti responden sampai selesai (SD, SLTP, SLTA, dan Perguruan

Tinggi).

5. Kelas ekonomi dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga kelas yaitu kelas

ekonomi atas, kelas ekonomi menengah dan kelas ekonomi bawah yang

didasarkan pada pendapatannya. Untuk kelas ekonomi atas pendapatannya

dari Rp 5.000.000,- keatas, kelas ekonomi menengah pendapatannya

antara Rp 2.000.000,- sampai dengan kurang dari Rp 5.000.000,-,

sedangkan untuk kelas ekonomi bawah pendapatannya kurang dari

Rp 2.000.000,-. Pengkelasan ini berdasarkan pada buku pedoman

pencacah skor dari BPS untuk melakukan Survei Sosial Ekonomi

Nasional (SUSENAS).

6. Pendapatan rumah tangga dalam hal ini adalah pendapatan total rumah

tangga konsumen dari berbagai sumber yang merupakan pendapatan per

bulan dinyatakan dalam rupiah per bulan.

7. pola konsumsi adalah kebiasaan mengkonsumsi bahan pangan sumber

protein antara lain tempe, tahu, dan telur.

8. Frekuensi konsumsi adalah jumlah berapa kali konsumen mengkonsumsi

tempe dalam sebulan.

9. Alasan mengkonsumsi adalah hal-hal yang mendasari konsumen

(47)

10.Tempat pembelian adalah tempat asal konsumen membeli produk tempe

dan produk-produk lainnya seperti tahu, telur, dan lain sebagainya yang

meliputi pasar tradisional, supermarket, tukang sayur atau pedagang

(48)

BAB V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

5.1 Letak Geografis Kota Bogor

Secara geografis, Kota Bogor terletak diantara 106 derajat 43’30” BT, 106

derajat 51’00” BT, dan 30’30” LS – 6 derajat 41’00” LS. Kedudukan geografis

Kota Bogor berada di tengah-tengah wilayah Kabupaten Bogor serta lokasinya

dekat dengan Ibukota Negara, merupakan posisi yang strategis bagi

perkembangan dan pertumbuhan ekonomi dan jasa, industri, perdagangan,

transportasi, komunikasi, serta pariwisata.

Kota Bogor mempunyai ketinggian rata-rata minimal 190 meter dan

maksimal 350 meter diatas permukaan laut dengan topografi bergelombang.

Kemiringan lereng antara 0-3 persen, 4-15 persen, 16-30 persen dan diatas 40

persen dengan jarak dari Ibu Kota Negara kurang lebih 60 kilometer yang

dikelilingi oleh Gunung Salak, Gunung Pangrango, dan Gunung Gede.

Kota Bogor mempunyai keadaan cuaca dan udara yang sejuk dengan suhu

udara rata-rata 26 derajat celcius dan kelembaman udaranya kurang dari 70

persen. Suhu terendah di Kota Bogor adalah 21,8 derajat celcius. Sedangkan curah

hujan yang cukup besar setiap tahunnya adalah berkisar antara 3500-4000 mm

dengan luas 4992.3 ha, antara 4000-5000 mm dengan luas 6424.65 ha, dan antara

4500-5000 mm dengan luas 433.05 ha dan paling sering terjadi hujan pada bulan

Desember dan Januari. Arah mata angin waktu ini dipengaruhi oleh angin Muson.

Bulam Mei sampai Maret dipengaruhi oleh angin muson barat dengan arah mata

(49)

5.2 Wilayah Administrasi Kota Bogor

Kota Bogor mempunyai luas wilayah 118,50 km2 dan mengalir beberapa

sungai yang permukaan airnya jauh dari permukaan, yaitu Sungai Ciliwung,

Cisadane, Cipakancilan, Cidepit, Ciparigi, dan Cibalok. Oleh karena adanya

kondisi sedemikian rupa, maka Kota Bogor relatif aman dari bahaya banjir.

Secara administratif Kota Bogor terdiri dari enam wilayah kecamatan, 31

Kelurahan dan 37 Desa (lima diantaranya merupakan desa tertinggal, yaitu desa

Pamoyanan, Genteng, Balungbangjaya, Mekarwangi, dan Sindangrasa), 210

dusun, 623 RW, 2712 RT dan dikelilingi oleh wilayah Kabupaten Bogor dengan

batas-batas sebagai berikut:

Selatan : Berbatasan dengan kecamatan Cijeruk dan kecamatan Caringin

Kabupaten Bogor

Timur : Berbatasan dengan kecamatan Sukaraja dan kecamatan Ciawi

Kabupaten Bogor.

Utara : Berbatasan dengan kecamatan Sukaraja, kecamatan Bojong Gede, dan

kecamatan Kemang Kabupaten Bogor.

Barat : Berbatasan dengan kecamatan Kemang dan kecamatan Dramaga

Kabupaten Bogor.

5.3 Kondisi Demografis Kota Bogor

Jumlah penduduk Kota Bogor pada tahun 2007 mencapai 905.132 jiwa

yang terdiri dari laki-laki sebanyak 457.717 jiwa dan perempuan 447.415 jiwa.

(50)

Tabel 5. Jumlah Penduduk dan Luas Wilayah pada Masing-Masing Kecamatan di Kota Bogor Tahun 2007

Nama Kecamatan Jumlah Penduduk Luas Wilayah

(jiwa) (jiwa/km2)

Bogor Tengah 109.039 8,11

Bogor Timur 91.609 10,15

Bogor Barat 198.296 31,33

Bogor Selatan 176.094 29,26

Bogor Utara 161.562 17,69

Tanah Sareal 168.532 20,31

Sumber: BPS Kota Bogor, 2008

Pada tabel diatas jumlah penduduk di Kecamatan Bogor Barat lebih

banyak dibandingkan dengan kecamatan lainnya yaitu 198.296 jiwa dengan luas

wilayahnya 31,33 km2, sedangkan kecamatan dengan jumlah penduduk terkecil

ada di Kecamatan Bogor Timur dengan jumlah penduduk sebesar 91.609 jiwa

(51)

BAB VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

6.1 Karakteritik Responden

Karakteristik responden merupakan sifat atau ciri konsumen yang sudah

diberikan pertanyaan melalui kuesioner yang disajikan dari hasil survei.

Karakteristik responden dibagi menjadi tiga kelompok rumah tangga berdasarkan

tingkat pendapatannya, yaitu kelas ekonomi bawah, menengah, dan atas, dimana

pada penelitian ini yang menjadi reponden mayoritas adalah ibu rumah tangga.

Karakteristik responden yang dijelaskan dan dibahas dalam penelitian ini meliputi

variabel usia, jenis kelamin, pekerjaan, pekerjaan, tingkat pendidikan, pendapatan

keluarga, pengeluaran keluarga, pengeluaran untuk pangan, pengeluaran untuk

tempe, lokasi pembelian tempe, alasan mengonsumsi tempe dan kapan pembelian

tempe.

6.1.1 Usia

Usia sebagai karakteristik demografi yang dapat mempengaruhi preferensi

seseorang dalam melakukan keputusan pembelian Rata-rata usia responden pada

kelas ekonomi atas adalah 45.5 tahun, untuk kelas ekonomi menengah rata-rata

usia responden adalah 43.3 tahun, dan kelas ekonomi bawah adalah 42.8 tahun.

Sebagian besar reponden pada kelas ekonomi atas, menengah, dan bawah yang

umurnya di atas antara 36-50 tahun tahun sebesar 76 persen, 72 persen, dan 68

(52)

Tabel 6. Sebaran Responden Berdasarkan Usia

Mayoritas responden kelas ekonomi atas, menengah, maupun bawah

adalah perempuan yang umumnya adalah ibu rumah tangga, baik yang memiliki

pekerjaan maupun tidak memiliki pekerjaan. Hal ini diambil karena biasanya ibu

rumah tangga sebagai pengambil keputusan dalam keluarga untuk hal yang

berkaitan dengan urusan konsumsi keluarga. Selain itu, jenis kelamin telah

menjadi dasar segmentasi pasar yang digunakan dalam menentukan produk yang

khusus dihubungkan dengan jenis kelamin tersebut. Untuk sebaran reponden

menurut jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 7 berikut.

Tabel 7. Sebaran Responden Menurut Jenis Kelamin Jenis

Bekerja adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara teratur dan

berkesinambungan dalam jangka waktu tertentu dengan tujuan yang jelas, yaitu

(53)

maupun ide. Secara umum jenis pekerjaan akan membedakan tingkat pendapatan.

Dalam penelitian ini pekerjaan yang diamati adalah pekerjaan dari responden,

sementara tingkat pendapatan yang diamati adalah tingkat pendapatan dari rumah

tangga. Responden rumah tangga kelas ekonomi atas persentase terbesar untuk

jenis pekerjaan adalah ibu rumah tangga yaitu sebesar 70 persen, pegawai negeri

sebesar 14 persen, pegawai swasta sebesar 10 persen, dan sisanya enam persen

adalah wiraswasta. Untuk reponden kelas ekonomi menengah persentase terbesar

untuk jenis pekerjaan adalah ibu rumah tangga sebesar 66 persen, pegawai negeri

sebesar 22 persen, pegawai swasta sebesar 12 persen. Sedangkan untuk responden

untuk kelas ekonomi bawah persentase terbesar untuk jenis pekerjaan adalah ibu

rumah tangga sebesar 90 persen dan wiraswasta sebesar 10 persen. Besarnya

proporsi responden yang bekerja untuk semua kelas sosial, baik pegawai negeri,

pegawai swasta maupun berwiraswasta merupakan salah satu upaya untuk

menambah pendapatan keluarga. Sebaran responden menurut jenis pekerjaan

dapat dilihat pada Tabel 8 sebagai berikut.

(54)

6.1.4 Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan dari responden rumah tangga berbeda satu dengan

lainnya dari tingkat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) sampai dengan

Sarjana. Selain itu pendidikan dan pekerjaan adalah dua hal yang saling

berhubungan, dimana pendidikan akan mampu menentukan jenis pekerjaan

konsumen, dan akan berimplikasi pada pendapatan yang akan diterimanya.

Persentase terbesar responden rumah tangga kelas ekonomi atas adalah yang

memiliki tingkat pendidikan SLTA yaitu sebanyak 34 responden atau 68 persen

dari total responden kelas atas. Kelas ekonomi menengah persentase terbesar

responden rumah tangga untuk tingkat pendidikan adalah yang memiliki tingkat

pendidikan SLTA, yaitu sebanyak 33 responden atau 66 persen dari total

responden kelas menengah. Sedangkan untuk kelas ekomoni bawah persentase

terbesar responden rumah tangga untuk tingkat pendidikan adalah yang memiliki

tingkat pendidikan SLTP yaitu sebanyak 29 responden atau sebesar 58 persen dari

total responden kelas ekonomi bawah. Sebaran responden menurut tingkat

(55)

Tabel 9. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Jumlah anggota keluarga kelas ekonomi atas, menengah dan bawah antara 5-6 orang merupakan persentase terbesar dari responden yaitu 68 persen, 60

persen dan 66 persen. Jumlah anggota keluarga akan menentukan distribusi

pangan antar anggota keluarga. Keluarga yang memiliki jumlah anggota keluarga

yang lebih kecil tentunya akan lebih mudah untuk memenuhi kebutuhan

pangannya, terutama bagi keluarga yang termasuk kedalam kelas ekonomi

menengah ke bawah, karena kesenjangan distribusi pangan dapat berakibat buruk

pada anggota keluarga yang rawan gizi meskipun ketersediaan pangan tercukupi.

(56)

6.1.6 Pendapatan Keluarga

Tingkat pendapatan rumah tangga tergantung pada kemampuan anggota

keluarga untuk memperoleh kesempatan kerja dan penghasilan yang cukup sesuai

dengan kemampuan seseorang. Pendapatan berpengaruh terhadap kualitas dan

kuantitas konsumsi pangan. Semakin tinggi tingkat pendapatan, maka akan

mempengaruhi individu untuk meningkatkan konsumsinya. Sebaran responden

menurut jumlah pendapatan keluarga dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Sebaran Responden Menurut Jumlah Pendapatan Keluarga (Rp/bulan)

Dalam penelitian ini pengeluaran rumah tangga adalah pengeluaran total

yang dikeluarkan suatu rumah tangga selama satu bulan. Pengeluaran total rumah

tangga dapat diketahui dengan menghitung jumlah rupiah yang dikeluarkan oleh

suatu runmah tangga selama sebulan, baik itu untuk keperluan sehari-hari maupun

untuk keperluan rumah tangga lainnya. Responden memiliki jumlah pengeluaran

per bulan yang berbeda dengan kisaran berbeda pula untuk setiap kelas sosial.

Untuk kelas ekonomi atas, variasi pengeluaran total memiliki kisaran antara

Rp 1.000.000- 3.000.000 dengan rata-rata pengeluaran Rp 2.760.000. Untuk kelas

(57)

Rp 1.000.000- 2.500.000 dengan rata-rata pengeluaran Rp 1.782.000. untuk kelas

ekonomi bawah variasi pengeluaran total perbulan berkisar antara Rp 500.000-

1.500.000 dengan rata-rata pengeluaran Rp 1.035.000. Sebaran responden

menurut total pengeluaran keluarga per bulan dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Sebaran Responden Menurut Jumlah Total Pengeluaran Keluarga (Rp/bulan)

Pengeluaran keluarga khusus untuk konsumsi pangan dapat diketahui

dengan menghitung jumlah rupiah yang dikeluarkan oleh suatu rumah tangga

untuk membeli produk pangan guna memenuhi kebutuhan sehari-hari. Responden

memiliki pengeluaran khusus untuk pangan per bulan yang berbeda satu dengan

lainnya dengan kisaran yang berbeda pula untuk setiap kelas sosial.

Untuk kelas ekonomi atas, variasi pengeluaran khusus untuk pangan per

bulan memiliki kisaran antara Rp 1.000.000- 2.000.000 dengan rata-rata

pengeluaran Rp 1.562.000. Untuk kelas ekonomi menengah, variasi pengeluaran

khusus untuk pangan per bulan memiliki kisaran antara Rp 500.000- 2.000.000

dengan rata-rata pengeluaran Rp 1.042.000. Sedangkan untuk kelas ekonomi

bawah, variasi pengeluaran khusus untuk pangan per bulan memiliki kisaran

(58)

Tabel 13 menunjukkan bahwa sebanyak lima responden rumah tangga

kelas ekonomi atas memiliki jumlah pengeluaran khusus untuk pangan per bulan

sebesar Rp 1.100.000-2.000.000, sedangkan 45 rumah tangga responden memiliki

jumlah pengeluaran khusus untuk pangan per bulan lebih dari 2.000.000.

Responden kelas menengah memiliki 25 rumah tangga yang jumlah

pengeluaran khusus untuk pangan per bulan sebesar Rp 500.000- 1.000.000,

sisanya sebanyak 25 responden rumah tangga memiliki jumlah pengeluaran

khusus untuk pangan per bulan sebesar >Rp 1.000.000- 2.000.000. Sedangkan

untuk kelas ekonomi bawah, 13 rumah tangga memiliki jumlah pengeluaran

khusus untuk pangan sebesar kurang dari Rp 500.000 dan 37 rumah tangga

lainnya memiliki jumlah pengeluaran khusus untuk pangan per bulan sebesar

Rp 500.000- 1.000.000.

Tabel 13. Sebaran Responden Menurut Jumlah Total Pengeluaran untuk Pangan (Rp/bulan)

Pengeluaran keluarga khusus untuk tempe dapat diketahui dengan

menghitung jumlah rupiah yang dikeluarkan oleh suatu rumah tangga untuk

Gambar

Tabel 1. Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Kedelai di Indonesia
Gambar 1. Kurva Permintaan
Gambar 2
Gambar 3.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kontribusi dalam seni yang bertujuan untuk memperindah lingkungan.. 10

Awalnya bibit kakao ini di tanam di sela-sela tanaman kopi dengan jarak tanam berkisar antara 10 × 5 m dari tanaman kopi, setelah tanaman kakao ini membesar dan

Arahan penggunaan lahan dalam RTRW dimaksudkan agar terjadi pemanfaatan ruang yang efektif sesuai dengan arah pembangunan secara keseluruhan, Dari luasan tersebut, 16.228,78

Oleh karena itu bagi lembaga pendidikan yang mengembangkan pendidikan vokasi tidak perlu minder dan kemudian mengubah menjadi pendidikan akademik, karena akan

Dengan mempertimbangkan pilihan-pilihan adaptasi yang dikembangkan PDAM dan pemangku kepentingan, IUWASH juga merekomendasikan untuk mempertimbangkan aksi-aksi adaptasi

Jika session benar maka user dipersilahkan membuka halaman kotak surat, namun jika salah maka user tidak bisa membuka halaman kotak surat dan biasanya akan

(2003:61) menyatakan bahwa pengalaman dalam melaksanakan audit merupakan salah satu unsur yang dapat menunjang keahlian auditor. Standar umum kedua mengharuskan

Salah satu jaminan kesehatan di Indonesia yang mengutamakan tujuan tersebut guna membangun masyarakat yang sehat adalah Jaminan Kesehatan Semesta (Jamkesmasta) yang