ANALISIS KADAR KADMIUM (Cd) PADA AIR SUNGAI DELI
DI KAWASAN BELAWAN SECARA SPEKTROFOTOMETRI
SERAPAN ATOM (SSA)
TUGAS AKHIR
OLEH:
TRI AGUSTINA SIREGAR
NIM 112410066
PROGRAM STUDI DIPLOMA III
ANALIS FARMASI DAN MAKANAN
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
LEMBAR PENGESAHAN
ANALISIS KADAR KADMIUM (Cd) PADA AIR SUNGAI DELI
DI KAWASAN BELAWAN SECARA SPEKTROFOTOMETRI
SERAPAN ATOM (SSA)
TUGAS AKHIR
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Ahli Madya Pada Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan
Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara
OLEH:
TRI AGUSTINA SIREGAR NIM 112410066
Medan, Mei 2014 Disetujui Oleh: Dosen Pembimbing,
Dra.Lely Sari Lubis, M.Si., Apt. NIP 195404121987012001
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
memberikan rahmat, kesempatan, kemampuan, dan kesehatan pada penulis
sehingga dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini. Tugas akhir ini berjudul “
Analisis Kadar Kadmium (Cd) Pada Air Sungai Deli Di Kawasan Belawan Secara
Spektrofotometri Serapan Atom (SSA). Tugas Akhir ini disusun sebagai salah
satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan Program Studi Diploma III Analis
Farmasi dan Makanan di Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada orang tua yaitu Ayahanda
Mara Ongku Siregar dan Ibunda Saddiah Harahap yang telah memberikan
perhatian, doa, dukungan dan pengorbanan baik moril maupun materil dalam
menyelesaikan Tugas Akhir ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., sebagai Dekan Fakultas
Farmasi Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Dra. Lely Sari Lubis, M.Si., Apt., selaku Dosen Pembimbing Tugas Akhir
yang telah banyak memberikan bimbingan dan pengarahan dalam
menyelesaikan Tugas Akhir ini.
3. Bapak Martias, selaku Pembimbing Praktek Kerja Lapangan di Balai Riset
dan Standardisasi Industri Medan yang telah membimbing dan memberikan
ilmu dan arahan saat Praktek Kerja Lapangan.
4. Bapak Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.App.Sc., Apt., selaku Ketua Program
5. Bapak Drs. Surjanto M.Si., Apt., sebagai Dosen Penasehat Akademis yang
telah memberikan nasehat dan pengarahan dalam hal Akademis setiap
semester.
6. Dosen dan Pengawai Fakultas Farmasi Program Studi Diploma III Analis
Farmasi dan Makanan yang berupaya mendukung kemajuan mahasiswa.
7. Seluruh Staf dan Pengawai Balai Riset dan Standardisasi Industri Medan
yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam melaksanakan
Praktek Kerja Lapangan.
8. Untuk sahabat-sahabat penulis (Lila, Desi E, Nizar, Septa, Desi D, Astykha,
Tia, Amel, cimud) yang telah memberikan semangat dan dukungan.
9. Teman-teman PKL yang saling mendukung dan bahu membahu selama PKL
hingga Tugas Akhir ini selesai dan teman-teman mahasiswa Analis Farmasi
dan Makanan stambuk 2011 semuanya tanpa terkecuali, adik-adik stambuk
2012, 2013 dan kakak-kakak stambuk 2010 yang tidak disebut namanya satu
persatu, terima kasih atas semangat dan kebersamaannya selama ini, serta
masukan dalam penyusunan Tugas Akhir ini.
10. Kepada saudara-saudara penulis yang telah banyak memberi motivasi dan
dukungan dalam penyusunan Tugas Akhir ini.
11. Serta pihak-pihak yang telah ikut membantu penulis namun tidak tercantum
namanya.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa isi Tugas Akhir ini masih terdapat
kekurangan, kelemahan dan masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis
mutu penulisan Tugas Akhir di masa mendatang. Penulis berharap semoga Tugas
Akhir ini dapat memberikan manfaat kepada semua pihak yang memerluka.
Medan, Mei 2014
Penulis,
Tri Agustina Siregar
ANALISIS KADAR KADMIUM (Cd) PADA AIR SUNGAI DELI DI
KAWASAN BELAWAN SECARA SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM (SSA)
Abstrak
Pencemaran sungai adalah tercemarnya air sungai yang disebabkan oleh limbah industri, limbah penduduk, limbah peternakan, bahan kimia dan unsur hara yang terdapat dalam air serta gangguan kimia dan fisika yang dapat mengganggu kesehatan manusia. Tujuan penelitiaan ini adalah untuk mengetahui kadar Cd yang terkandung dalam air sungai sungai Deli di kawasan Belawan memenuhi baku mutu atau tidak.
Sampel diambil di 2 lokasi yakni hulu dan hilir air sungai Deli di kawasan Belawan, Medan. Analisis kadar Kadmium (Cd) dilakukan secara spektrofotometri serapan atom (SSA).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar Kadmium (Cd) pada sungai Deli yang diperoleh pada Hulu adalah 0,0134 ppm dan pada Hilir adalah 0,01565 ppm, tidak memenuhi baku mutu. Hal ini berdasarkan pada Peraturan Perundang-undangan Kementerian Kependudukan dan Lingkungan Hidup No. KEP.02/MENKLH/1/1988 yaitu kadar Kadmium (Cd) yang diperbolehkan adalah 0,01 mg/L.
Kata kunci: pencemaran sungai, analisis kadar kadmium, spektrofotometri
serapan atom.
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ... i
LEMBAR PENGESAHAN ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
ABSTRAK ... vi
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
BAB 1 PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Tujuan ... 3
1.3 Manfaat ... 3
BAB 11 TINJAUAN PUSTAKA ... 4
2.1 Pencemaran Air ... 4
2.2 Indikator Pencemaran Air ... 4
2.2.1 Perubahan Suhu ... 4
2.2.2 Perubahan pH atau Konsentrasi Ion Hidrogen ... 5
2.2.3 Perubahan Warna, Bau dan Rasa Air ... 5
2.3 Aspek Biokimia Pencemar Air ... 6
2.4 Bahan Pencemar Lain ... 6
2.5 Sumber Pencemaran ... 7
2.6 Baku Mutu Air ... 7
2.7 Sungai ... 7
2.7.1 Pencemaran Sungai ... 8
2.7.2 Penyebab Pencemaran Sungai ... 8
2.7.3 Dampak Dari Pencemaran Sungai ... 8
2.7.4 Cara Mengatasi/Upaya Pelestarian Daerah Aliran Sungai ... 9
2.8 Kadmium (Cd) ... 9
2.8.1 Sifat-sifat Kadmium (Cd) ... 10
2.8.2 Metabolisme Kadmium (Cd) dalam Tubuh ... 11
2.8.3 Bentuk-bentuk Keracunan Kadmium ... 11
2.9 Metode Kompleksometri, Gravimetri dan Spektrofotometri Visibel ... 13
2.10 Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) ... 14
BAB III METODE PENGUJIAN ... 19
3.1 Tempat ... 19
3.2 Alat-alt ... 19
3.4 Prosedur ... 19
3.4.1 Pembuatan Pereaksi ... 20
3.4.2 Pembuatan Larutan Induk ... 20
3.4.3 Pembuatan Larutan Baku ... 20
3.4.4 Pembuatan Larutan Kerja ... 21
3.4.5 Pembuatan Kurva Kalibrasi ... 22
3.4.6 Persiapan Contoh Uji Kadmium Total ... 22
3.4.7 Perhitungan ... 23
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 25
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 27
5.1 Kesimpulan ... 27
5.2 Saran ... 27
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Data hasil pemeriksaan Kadmium (Cd) pada sampel
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Hasil Pengukuran SSA ... 30
2. Perhitungan ... 36
3. Peraturan Pemerintah Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran Air ... 38
4. Baku Mutu Air Pada Sumber Air ... 42
ANALISIS KADAR KADMIUM (Cd) PADA AIR SUNGAI DELI DI
KAWASAN BELAWAN SECARA SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM (SSA)
Abstrak
Pencemaran sungai adalah tercemarnya air sungai yang disebabkan oleh limbah industri, limbah penduduk, limbah peternakan, bahan kimia dan unsur hara yang terdapat dalam air serta gangguan kimia dan fisika yang dapat mengganggu kesehatan manusia. Tujuan penelitiaan ini adalah untuk mengetahui kadar Cd yang terkandung dalam air sungai sungai Deli di kawasan Belawan memenuhi baku mutu atau tidak.
Sampel diambil di 2 lokasi yakni hulu dan hilir air sungai Deli di kawasan Belawan, Medan. Analisis kadar Kadmium (Cd) dilakukan secara spektrofotometri serapan atom (SSA).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar Kadmium (Cd) pada sungai Deli yang diperoleh pada Hulu adalah 0,0134 ppm dan pada Hilir adalah 0,01565 ppm, tidak memenuhi baku mutu. Hal ini berdasarkan pada Peraturan Perundang-undangan Kementerian Kependudukan dan Lingkungan Hidup No. KEP.02/MENKLH/1/1988 yaitu kadar Kadmium (Cd) yang diperbolehkan adalah 0,01 mg/L.
Kata kunci: pencemaran sungai, analisis kadar kadmium, spektrofotometri
serapan atom.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Menurut Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan
Hidup N0. 02/MENKLH/I/1988 yang dimaksud dengan polusi atau pencemaran
air adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau
komponen lain ke dalam air dan atau berubahnya tatanan (komposisi) air oleh
kegiatan manusia atau proses alam, sehingga kualitas air menjadi turun sampai ke
tingkat tertentu yang menyebabkan air menjadi kurang atau tidak berfungsi lagi
sesuai dengan peruntukannya.
Dengan semakin meningkatnya perkembangan industri, baik industri
migas, pertanian, maupun industri nonmigas lainnya, maka semakin meningkat
pula tingkat pencemaran perairan yang disebabkan oleh hasil buangan
industri-industri tersebut. Untuk mencegah terjadinya pencemaran lingkungan yang
disebabkan oleh perkembangan industri tersebut perlu dilakukan upaya
pengendalian pencemaran lingkungan dengan menetapakan baku mutu
lingkungan, termasuk baku mutu air pada sumbernya (Fardiaz, 1992).
Baku mutu air pada sumber air adalah batas kadar yang diperbolehkan
bagi zat atau bahan pencemar terdapat di dalam air, tetapi air tersebut tetap
digunakan sesuai kriterianya. Menurut kegunaanya air pada sumber air dibedakan
menjadi empat golongan, yaitu: (1) golongan A yaitu air yang dapat digunakan
sebagai air minum secara langsung tanpa harus diolah terlebih dahulu, (2)
air minum dan keperluan rumah tangga, (3) golongan C yaitu air yang dapat
digunakan untuk keperluan perikanan dan peternakan, dan (4) golongan D yaitu
air yang dapat digunakan untuk keperluan pertanian, dan dapat dimanfaatkan
untuk usaha perkotaan, industri dan listrik tenaga air (Fardiaz, 1992).
Pencemaran sungai adalah tercemarnya air sungai yang disebabkan oleh
limbah industri, limbah penduduk, limbah peternakan, bahan kimia dan unsur hara
yang terdapat dalam air serta gangguan kimia dan fisika yang dapat mengganggu
kesehatan manusia (Agus, 2012).
Sungai Deli merupakan salah satu dari delapan sungai yang ada di
KotaMedan. Saat ini, luas hutan di hulu Sungai Deli hanya tinggal 3.655
hektar,atau tinggal 7,59 % dari 48.162 hektar areal DAS Deli. DAS Deli yang
diapit oleh DAS Percut dan DAS Belawan terdiri dari tujuh gugus sungai yaitu
Sungai Petani, Simai-mai, Deli, Babura, Bekala, Sei Kambing dan Paluh Besar.
DAS Deli mengalir sepanjang 72 kilometer dari hulu di gunung hingga ke hilir di
laut.
Parameter limbah cair meliputi paremater fisika, kimia, mikrobiologi dan
radioktivias. Kadmium (Cd) merupakan parameter kimia yang apabila dibuang ke
sungai harus memenuhi persyaratan sesuai baku mutu (Kementerian Lingkungan
Hidup, 2006).
Sesuai dengan sifat sebagai logam berat beracun, Kadmium (Cd) dapat
mengakibatkan keracunan secara akut dan kronis. Keracunan akut dan kronis ini
terjadinya ditentukan oleh besarnya dosis yang masuk dan kemampuan organisme
Penetapan kadar kadmium dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu,
kompleksometri, gravimetri, spektrofotometri visibel dan spektrofotometri
serapan atom.
Alat spektrofotometri serapan atom untuk penentuan ion-ion logam yang
terlarut. Cara analisis ini memberikan kadar total unsur logam dalam suatu sampel
dan tidak tergantung pada bentuk molekul dari logam dalam sampel tersebut. Cara
ini cocok untuk analisis kelumit logam karena mempunyai kepekaan yang tinggi
(batas deteksi kurang dari 1 mg/L), pelaksanaanya relative sederhana dan
interferensinya sedikit (Rohman, 2007).
Berdasarkan hal di atas, maka perlu dilakukan penelitian pada air sungai
Deli di Belawan yang dikelilingi kawasan industri. Oleh karena itu penulis
memilih judul tentang “Analisis Kadar Kadmium (Cd) Pada Air Sungai Deli Di
Kawasan Belawan Secara Spektrofotometri Serapan Atom”.
1.2 Tujuan
Untuk mengetahui kadar Kadmium (Cd) yang terkandung dalam air sungai
Deli di kawasan Belawan memenuhi baku mutu atau tidak.
1.3 Manfaat
Dapat mengetahui kadar Kadmium (Cd) yang terkandung dalam air sungai
Deli memenuhi baku mutu atau tidak dan mengetahui kualitas air sungai Deli
tersebut sehingga hasil yang diperoleh dapat digunakan sebagai informasi kepada
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pencemaran Air
Berdasarkan keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan
Hidup No. 02/MENKLH/1998, yang dimaksud dengan pencemaran adalah masuk
atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke
dalam air/udara, dan/atau berubahnya tatanan (komposisi) air/udara oleh kegiatan
manusia atau proses alam, sehingga kualitas udara/air menjadi kurang atau tidak
dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya.
2.2 Indikator Pencemaran Air
2.2.1 Perubahan Suhu Air
Air sering digunakan sebagai medium pendingin dalam berbagai proses
industri. Air tersebut setelah digunakan akan mendapatkan panas dari bahan yang
didinginkan, kemudian dikembalikan ke sungai atau sumber air lainnya. Naikknya
suhu air akan menimbulkan akibat sebagai berikut :
a. Menurunnya jumlah oksigen terlarut dalam air.
b. Meningkatkan kecepatan reaksi kimia.
c. Mengganggu kehidupan ikan dan hewan air lainnya.
d. Jika batas suhu yang mematikan terlampaui, ikan dan hewan air lainnya
2.2.2 Perubahan pH atau Konsentrasi Ion Hidrogen
Air normal yang memenuhi syarat untuk suatu kehidupan mempunyai pH
berkisar antrara 6,5 – 7,5. Air dapat bersifat asam atau basa, tergantumg pada
besar kecilnya pH air atau besarnya konsentrasi ion hidrogen di dalam air. Air
limbah dan bahan buangan dari kegiatan industri yang dibuang ke sungai akan
menguabah pH air (Wardhana, 2001).
2.2.3 Perubahan Warna, Bau dan Rasa Air Warna dibedakan atas dua macam:
a. Warna sejati yang diakibatkan oleh bahan-bahan terlarut.
b. Warna semu yang selain diakibatkan oleh bahan-bahan terlarut juga
bahan-bahan tersuspensi, termasuk diantaranya bersifat koloid (Kristanto,
2002).
Timbulnya bau pada air lingkungan secara mutlak dapat dipakai sebagai
salah satu tanda terjadinya tingkat pencemaran air yang cukup tinggi. Apabila air
mempunyai rasa (kecuali air laut) maka hal itu berarti telah terjadipelarutan
sejenis garam-garaman.Adanya rasa pada air pada umumnya diikuti pula dengan
perubahn pH air (Wardhana, 2001).
2.2.4 Padatan
Pada dasarnya air sungai tercemar selalu mengandung padatan, yang dapat
dibedakan jadi 4 kelompok berdasarkan partikel dan sifat-sifat lainnya, terutama
a. Padatan terendap (sedimen) yang terdapat dalam air sebagai akibat erosi
dan merupkan padatan yang terdapat di dalam air permukaan.
b. Padatan tersuspensi dan koloid yang menyebabkan kekeruhan air, tidak
terlarut dan tidak dapat langsung mengendap.
c. Padatan terlarut yang terdiri dari senyawa-senyawa organik dan anorganik
yang larut dalam air, mineral dan garam-garamnya.
d. Minyak dan lemak yaitu padatan yang mengapung diatas permukaan air
dan terdapat dalam dua macam emulsi, emulsi minyak dalam air dan
emulsi air dalam minyak (Kristanto, 2002).
2.3 Aspek Biokimia Pencemar Air
Organisme pengurai aerobik seperti bakteriyang bekerja dalam air
menguraikan senyawa-senyawa organik menjadi karbondioksida dan air. Semua
proses ini membutuhkan oksigen. Jika jumlah bahan organik dalam air hanya
sedikit, maka bakteri aerob akan dengan mudah mengurainya tanpa menggangu
keseimbangan oksigen dalam air. Pengujian kandungan oksigen dalam dibedakan
menjadi:
a. Uji BOD (Biochemical Oxygen Demand Test = uji kebutuhan oksigen
biokimia).
b. Uji COD (Chemical Oxygen Demand = uji kebutuhan oksigen kimia)
(Kristanto, 2002).
2.4 Bahan Pencemar yang Lain
Air sering tercemar oleh komponen anorganik, diantaranya berbagai jenis
lingkungan adalah Merkuri (Hg), Timbal (Pb), Arsenik (As), Kadmiun (Cd),
Kromium (Cr) dan Nikel (Ni). Logam-logam tersebut dapat mengumpul di dalam
tubuh suatu organisme dan tetap tinggal dalam tubuh dalam jangka waktu yang
lama sebagai racun terakumulasi (Kristanto, 2002).
2.5 Sumber Pencemaran
Penggolongan sumber pencemaran dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
a. Limbah Domestik(Rumah Tangga)
Limbah domestik adalah semua limbah yang berasal dari kamar mandi,
WC, dapur, tempat cuci pakaian, apotik, rumah sakit, dari perkampungan,
kota, terminal dan sebagainya.
b. Limbah Non-domestik
Limbah non-domestik sangat bervariasi, diantaranya berasal dari pabrik,
pertanian, peternakan, perikanan, transportasi, dan sumber-sumber lainnya
(Kristanto, 2002).
2.6 Baku Mutu Air
Baku mutu air pada sumber air adalah batas kadar yang diperkenankan
bagi zat atau bahan pencemar terdapat di dalam air, tetapi air tersebut tetap dapat
digunakan sesuai kriterianya (Kristanto, 2002).
2.7 Sungai
Sungai adalah aliran air yang besar dan memanjang yang mengalir secara
terus menerus dari hulu (sumber) menuju hilir (muara). Kemanfaatan terbesar
saluran pembuangan air hujan dan air limbah, bahkan sebenarnya potensial untuk
dijadikan objek wisata sungai (Agus, 2012).
2.7.1 Pencemaran Sungai
Pencemaran sungai adalah tercemarnya air sungai yang disebabkan oleh
limbah industri, limbah penduduk, limbah peternakan, bahan kimia dan unsur hara
yang terdapat dalam air serta gangguan kimia dan fisika yang dapat mengganggu
kesehatan manusia (Agus, 2012).
2.7.2 Penyebab Pencemaran Sungai
a. Sumber polusi air sungai antara lain limbah industri, pertanian dan rumah
tangga. Ada beberapa tipe polutan yang dapat masuk perairan yaitu:
bahan-bahan yang mengandung bibit penyakit, bahan-bahan yang banyak
membutuhkan oksigen untuk pengurainya, bahan-bahan kimia organik dari
industri atau limbah pupuk pertanian, bahan-bahan yang tidak sedimen
(endapan), dan bahan-bahan yang mengandung radioaktif dan panas.
b. Penggunaan insektisida oleh para petani, untuk memberantas hama
tanaman dan serangga penyebar penyakit lain secara berlabihan dapat
mengakibatkan pencemaran air(Agus, 2012).
2.2.3 Dampak Pencemaran Sungai
Pencemaran air dapat berdampak sangat luas, misalnya dapat meracuni air
minum, meracuni makanan hewan, menjadi penyebab ketidak seimbangan
2.7.4 Cara Mengatasi/Upaya Pelestarian Daerah Aliran Sungai
1. Melestarikan hutan di hulu sungai
Agar tidak menimbulkan erosi tanah disekitar hulu sungai sebaiknya
pepohonan tidak digunduli atau ditebang atau merubahnya menjadi areal
pemukiman penduduk. Dengan adanya erosi otomatis akan membawa
tanah, pasir, dan sebagainya ke aliran sungai dari hulu ke hilir sehingga
menyebabkan pendangkalan sungai.
2. Tidak buang air di sungai
Buang air kecil dan air besar sembarangan adalah perbuatan yang salah.
Tinja merupakan medium yang paliang baik untuk perekembangan bibit
penyakit dari yang ringan sampai yang berat.
3. Tidak membuang sampah di sungai
Sampah yang dibuang sembarangan di sungai akan menyababkan aliran
air di sungai terhambat. Selain itu juga sampah akan menyebabkan sungai
cepat dangkal.
4. Tidak membuang limbah rumah tangga dan industri
Tempat yang paling mudah untuk membuang limbah industri atau limbah
rumah tangga berupa cairan adalah dengan mambuangnya ke sungai,
namun limbah yang dibuang secara asal-asalan tentu saja dapat
menimbulkan pencemaran mulai dari bau yang tidak sedap, pencemaran
2.8 Kadmium (Cd)
Kadmium (Cd) merupakan logam putih perak dan cukup lunak bila
dipotong dengan pisau. Dalam tabel periodik unsur-unsur kimia, kadmium
menempati posisi dengan nomor atom (NA) 48 dan mempunyai bobot atau berat
atom kadmium 112,41. titik beku 320, 900C, titik didih 7670C dan kepadatannya
8,6. Daya larut kadmium adalah 75 × 103 untuk tiap liternya (Adiwisastra, 1992).
Kadmium terdapat di alam terutama dalam bijih timbal dan zink.
Karenanya, logam ini banyak di lepakan di daerah dekat tambang dan tempat
peleburan logam-logam ini. Kadmium digunakan sebagai pigmen (misalnya,
dalam keramik), dalam penyepuhan listrik, dan dalam pembuatan aloi dan baterai
alkali (Lu, 1994).
Kadar dalam air sangat rendah (sekitar 1 µg/L) kecuali di daerah tercemar.
Sebagian besar makanan mengandung sebagian kecil kadmium. Padi-padian dan
produk biji-bijian biasanya merupakan sumber utama kadmium. Daging, unggas
dan ikan mempunyai kadar Cd relatif rendah, sedangkan kadar dalam hati, ginjal
dan kerang-kerangan jauh lebih tinggi. Kadar Cd dalam linkungan meningkat
karena peleburan dan penggunaan dalam industri. Selain dari sumber-sumber
lingkungan ini, manusia dapat terpajan terhadap Cd melalui asap rokok dan
mangkok piring keramik dengan banyak dekorasi (Lu, 1994).
2.8.1 Sifat-sifat Kadmium (Cd)
Secara kimia, senyawa-senyawa di bentuk oleh logam kadmium (Cd)
umumnya mempunyai bilangan valensi +2, sangat sedikit yang mempunyai
OH, ion-ion Cd2+ akan mengalami proses pengendapan. Endapan yang terbentuk
biasanya dalam bentuk terhidradasi yang berbentuk putih (Palar, 1994).
Bila logaam kadmium (Cd) digabungkan dengan senyawa karbonat,
senyawa posfat, senyawa arsenat dan senyawa oksalat-ferro dan ferri sianat, maka
akan terbentuk suatu senyawa yang berwarna kuning. Semua senyawa tersebut
akan dapat larut dalam senyawa NH4OH dan akan membentuk kation kompleks
Cd dengan NH3 (Palar, 1994).
2.8.2 Metabolisme Kadmium (Cd) dalam Tubuh
Kadmium (Cd) ditranportasikan dalam darah yang berikatan dengan sel
darah merah dan protein serta molekul tinggi dalam plasma, khususnya oleh
albumin. Sejumlah kecil ditransportasikan oleh metalotionon. Kadar Cd dalam
darah pada orang dewasa secara berlebihan biasanya 1 µg/dL, sedangkan dalam
bayi yang baru lahir mengandung Cd cukup rendah yaitu kurang dari 1 mg dari
beban total tubuh (Widowati, 2008).
Absorpsi Cd melalui gastrotestinal lebih rendah dibandingkan absorpsi
melalui respirasi, yaitu sekitar 5-8%. Absorpsi Cd akan meningkat bila terjadi
defisiensi Ca, Fe. Defisiensi Ca dalam makanan akan merangsang sintesis ikatan
Ca-protein sehingga akan meningkatkan absorpsi Cd, sedangkan kecukupan Zn
dalam makanan akan menurunkan absorpsi Cd. Hal ini tersebut karena Zn
merangsang produksi metalotionin. Metabolisme Cd berhubungan dengan
metabolisme Zn karena memiliki sifat kimia yang mirip. Absorpsi Cd dalam
1. Penyerapan Cd dari lumenusu melewati membran brush border ke dalam
sel mukosa
2. Transfor Cd ke dalam aliran darah dan deposisi dalam jaringan, terutama
dideposit hati dan ginjal. Seperti halnya Zn, kadmium (Cd) memiliki
afinitas yang tinggi pada testis sehingga konsentrasi lebih tinggi.
Ekskresi Cd terjadi melalui urin dan feses. Daya akumulasi Cd dalam
tubuh sangat panjang, yaitu kurang lebih 40 tahun (Widowati, 2008).
2.4.1 Bentuk-bentuk Keracunan Kadmium
Sesuai dengan sifat logam berat beracun, Cd dapat mengakibatkan
keracunan secara akut dan kronis. Keracunan akut dan kronis ini terjadi
ditentukan oleh besarnya dosis yang masuk dan kemampuan organisme untuk
menetralisir dosis tersebut (Palar, 1994).
a. Keracunan Akut
Keracunan akut yang disebabkan oleh Cd sering terjadi pada pekerja di
industri-industri yang berkaitan dengan logam ini. Peristiwa keracunan akut ini
dapat terjadi karena para pekerja tersebut terkena paparan uap logam Cd atau
CdO. Gejala-gejala keracunan tersebut adalah timbulnya rasa sakit dan panas pada
bagian dada. Akan tetapi gejala keracunan ini tidak langsung muncul begitu si
penderita terpapar oleh uap logam Cd atau CdO, tetapi akan muncul setelah 4-10
jam (Palar, 1994).
Akibat dari keracunan akut ini dapat menimbulkan penyakit paru-paru
atau CdO selam 24 jam. Keracunan akut ini dapat menyebabkan kematian bila
konsentrasi berkisar 2500-2900 mg/m3 (Palar, 1994).
b. Keracunan Kronis
Keracunan kronis disebabkan oleh daya racun yang dibawa logam Cd,
terjadi dalam selang waktu yang sangat panjang. Peristiwa ini terjadi karena
logam Cd yang masuk terus-menerus secara berkelanjutan sehingga tubuh tidak
mampu lagi memberikan toleransi terhadap daya racun yang dibawa Cd.
Keracunan kronis membawa akibat lebih buruk dari keracunan akut (Palar, 1994).
Pada keracunan kronis, umumnya berupa kerusakan-kerusakan pada
banyak sistem fisiologis tubuh. Sistem-sistem tubuh yang dirusak adalah ginjal,
pernapasan/paru-paru, sistem sirkulasi (darah) dan jantung. Di samping itu,
keracunan kronis tersebut juga merusak kelenjar reproduksi, sistim penciuman
dan dapat mengakibatkan kerapuhan tulang (Palar, 1994).
1.9 Metode Kompleksometri, Gravimetri dan Spektrofotometri Visibel Titrimetri atau analisis volumetri adalah salah satu pemeriksaan jumlah zat
kimia yang luas pemakaiannya. Hal ini disebabkan karena berbagai alasan. Pada
satu segi, cara ini menguntungkan karena pelaksanaannya mudah dan cepat,
ketelitian dan ketepatan cukup tinggi. Pada segi lain, cara ini menguntungkan
karena dapat digunakan untuk menentukan kadar berbagai zat yang mempunyai
sifat yang berbeda-beda. Pemeriksaan kimia secara titrimetri dapat digolongkan
dengan berbagai cara, salah satunya adalah titrasi kompleksometri (Rivai, 1995).
Titrasi kompleksometri didasarkan pada reaksi zat-zat pengompleks
mantap. Zat pengompleks yang paling sering digunakan adalah asam
etilendiaminatetra (EDTA), yang membentuk senyawa kompleks yang mantap
dengan beberapa ion logam (Rivai, 1995).
Gravimetri merupakan cara pemeriksaan jumlah zat yang palin tua dan
paling sederhana dibandingkan dengan cara pemeriksaan kimia lainnya.
Kesedarhanaan itu jelas kelihatan karena dalam gravimetri jumlah zat ditentukan
dengan menimbang langsung massa zat yang dipisahkan dari zat-zat lain (Rivai,
1995).
Spektrofotometer Visibel adalah pengukuran panjang gelombang dan
intesitas sinar ultraviolet dan cahaya tampak yang diabsorbsi oleh sampel.
Spektroskopi Vis biasanya digunakan untuk molekul dan ion anorganik atau
kompleks di dalam larutan. Sinar tampak berada pada panjang gelombang
400-800 nm (Dachriyanus, 2004).
1.10 Spektrofotometri Serapan Atom (SSA)
Peristiwa serapan atom pertama kali diamati oleh Frounhofer, ketika
mengamati garis-garis hitam pada spektrum matahari. Spektroskopi serapan atom
pertama kali digunakan pada tahun 1995 oleh Walsh. Sesudah itu tidak kurang
dari 65 unsur diteliti dan dapat dianalisis dengan cara tersebut. Spektoskopi
serapan atom digunakan untuk analisi kuantitatif unsur-unsur logam dalam jumlah
sekulumit dan sangat kelumit. Cara analisis ini memberikan kadar total logam
dalam suatu sampel dan tidak tergantung pada bentuk molekul dari logam dari
sampel tersebut. Cara ini cocok untuk analisis kelumit logam karena mempunyai
sederhana, dan interferensinya sedikit. Spektroskopi serapam atom didasarkan
pada penyerapan energi sinar ultraviolet. Dalam garis besarnya prinsip
spektroskopi serapan atom sama saja dengan spektrofotometri sinar tampak dan
ultraviolet. Perbedaan terletak pada bentuk spektrum, cara pengerjaan sampel dan
peralatannya (Rohman, 2007).
Alat spektrofotomerti serapan atom untuk penentuan ion-ion logam yang
terlarut. Dengan membakar larutan yang mengandung ion logam tersebut (api dari
udara bertekanan dan asetilen), ion tersebut memberi warna tertentu pada api
pembakaran. Absorbansi oleh api terhadap sinar yang bersifat warna yang
komplementer, seimbang dengan kadar ion, sinar tersebut barasal dari lampu
khusus pada alat. Pada sejenis instrumen yang mirip (Flame Emission
Spectrofotometer) intensitas salah satu warna dari api tersebut diukur, intensitas
tersebut seimbang dengan konsentrasi ion yang terlarut (Alaerts, 1987).
Instrumen Spektrofotometer Serapan Atom (SSA)
1. Sumber sinar
Sumber sinar yang lazim adalah lampu katoda berongga (hollow cathode
lamp). Lampu ini terdiri atas tabung kaca tertutup yang mengandung suatu katoda
dan anoda. Katoda sendiri berbentuk silindir berongga yang terbuat dari logam
atau dilapisi dengan logam tertentu. Tabung logam ini diisi dengan gas mulia
(neon atau argon) dengan tekanan rendah (10-15 torr). Neon biasanya lebih
disukai karena memberikan intensitas pancaran lampu yang lebih rendah. Bila
antara anoda dan katoda diberi suatu selisih tegangan yang tinggi (600 volt), maka
yang mana kecepatan sangat tinggi. Elektron-elektron dengan energi tinggi ini
dalam perjalanannya menuju anoda akan bertabrakan dengan gas-gas mulia yang
diisikan tadi (Rohman, 2007).
2. Tempat sampel
Dalam analisis dengan spektrofotometri serapan atom, sampel yang akan
dianalisis harus diuraikan menjadi atom-atom netral yang masih dalam keadaan
asas. Ada berbagai macam alat yang dapat digunakan untuk mengubah suatu
sampel menjadi uap atom-atom yaitu: dengan nyala (flame) dan dengan tanpa
nyala (flameless) (Rohman, 2007).
a. Nyala (falme)
Nyala digunakan untuk mengubah sampel yang berupa padatan atau cairan
menjadi bentuk uap atomnya, dan juga berfungsi untuk atomisasi. Pada
spektrofotometri emisi atom, nyala ini berfungsi untuk mengeksitasikan atom dari
tingkat dasar ke tingkat yang lebih tinggi (Rohman, 2007).
Suhu yang dapat dicapai oleh nyala tergantung pada gas-gas yang
digunakan, misalkan untuk gas batubara-udara, suhunya kira-kira sebesar 18000C;
gas alam udara: asetilen-udara; 22000C dan; gas asetilen-dinitrogen oksida (N2O)
sebesar 30000C (Rohman, 2007).
Metode nyala udara-asetilen dapat dipergunakan untuk pemeriksaan
sebanyak 30 unsur, termasuk unsur-unsur yang dapat diperiksa dengan metode
nyala udara propan seperti Natrium, Kalium, Litium. Akan tetapi metode tersebut
Kromium, Kobalt, Tembaga, Besi, Timbal, Magnesium, Mangan, Nikel, Perak
dan Seng (Direktorat Penyelidikan Masalah, 1981).
b. Tanpa nyala (flamesess)
Teknik atomisasi dengan nyala dinilai kurang peka karena atom gagal
mencapai nyala, tetesan sampel yang masuk ke dalam nyala yang terlalu besar,
dan proses atominisasi kurang sempurna. Oleh karena itu muncullah suatu teknik
atomisasi yang baru yakni atomisasi tanpa nyala. Pengatoman dapat dilakukan
dalam tungku dari grafit seperti tungku yang dikembangkan oleh Masmann
(Rohman, 2007).
3. Monokromator
Pada spektrofotometri serapam atom (SSA), monokromator dimaksudkan
untuk memisahkan dan memilih panjang gelombang yang digunakan dalam
analisis. Disamping sistem optik, dalam monokromator juga terdapat suatu alat
yang digunakan untuk memisahkan radiasi resonansi dan kontinyu yang disebut
dengan chopper (Rohman, 2007).
4. Detektor
Detektor digunakan untuk mengukur intensitas cahaya yang melalui
tempat pengatoman. Biasanya digunakan tabung dalam sistem deteksi yaitu: yang
memberikan respon terhadap radiasi resonansi dan radiasi kontinyu; dan yang
hanya memberikan respon terhadap radiasi resonansi (Rohman, 2007).
5. Readout
Readout merupakan suatu alat petunjuk atau dapat juga diartikan sebagai
terkalibrasi untuk pembacaan suatu transmisi atau absorbsi. Hasil pembacaan
dapat berupa angka atau berupa kurva suatu recorder yang menggambarkan
absorbansi atau intensitas emisi (Rohman, 2007).
Untuk keperluan analisis kuantitatif dengan spektrofotometer serapan
atom (SSA), maka sampel harus dalam bentuk larutan. Untuk menyiapkan larutan,
sampel harus diperlakukan sedemikian rupa yang pelaksanaannya tergantung dari
macam dan jenis sampel. Yang penting untuk diingat adalah bahwa larutan yang
akan dianalisis haruslah sangat encer (Rohman, 2007).
Ada beberapa cara untuk melarutkan sampel, yaitu:
1. Langsung dilarutkan dengan pelarut yang sesuai.
2. Sampel dilarutkan dengan pelarut yang sesuai
3. Sampel dilarutkan dalam suatu basa atau dilebur dahulu dengan basa
kemudian hasil leburan dalam pelarut yang sesuai.
Metode pelarut apapun yang akan dipilih untuk dilakukan dalam analisis
spektrofotometer serapan atom (SSA), yang terpenting adalah bahwa larutan yang
dihasilkan harus jernih, stabil, dan tidak menggangu zat-zat yang akan dianalisis.
Metode kuantifikasi hasil analisis dengan metode SSA yang dilakukan adalah
menggunakan kauntifikasi dengan kurva baku (kurva kalibrasi). Spektrofotometer
BAB III
METODE PENGUJIAN
3.1 Tempat
Penetapan kadar ini dilakukan di Ruang Laboratorium Instrumen yang
terdapat di Balai Riset dan Standardisasi (BARISTAND) Industri Medan Jalan
Sisingamangaraja No. 24 Medan.
3.2 Alat-alat
Alat-alat yang digunakan adalah Corong gelas, Erlenmeyer, Kaca arloji,
Labu semprot, Labu ukur, Lampu katoda berongga (Hollow Cathode Lamp, HCl)
kadmium, Penangas listrik, Pipet volumetric, Kertas saring whatmann no. 42,
Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) nyala AA- 7000, Timbangan analitik
(SNI, 2009).
3.3 Bahan-bahan
Bahan-bahan yang digunakan adalah Air bebas mineral, Asam Nitrat
(HNO3) pekat 69% (b/b), Gas esetilen (C2H2), Larutan pengencer HNO3 0,05 M,
Logam kadmium (Cd) dengan kemurnian minimum 99,7%, Udara tekan (SNI,
2009).
3.4 Prosedur
3.4.1 Pembuatan Pereaksi
Dilarutkan 3,5 ml HNO3 pekat ke dalam 1000 ml air bebas mineral dalam
gelas piala (SNI, 2009).
3.4.2 Pembuatan Larutan Induk Logam Kadmium mg Cd/L
Ditimbang ± 0,1000 g logam kadmium, masukkan ke dalam labu ukur
1000 ml. Tambahkan 2 ml HNO3 pekat sampai larut.
Ditambahkan 10 ml HNO3 pekat dan air bebas mineral hingga tepat tanda
tera kemudian homogenkan (SNI, 2009).
3.4.3 Pembuatan Larutan Baku Logam Kadmium
a. Pembuatan Larutan Baku Logam Kadmium 10 mg Cd/L
Dipipet 10 ml larutan induk 100 mg Cd/L, masukkan ke dalam labu ukur
100,0 ml.
Ditepatkan dengan larutan pengencer sampai tanda tera dan homogenkan
(SNI, 2009).
b. Pembuatan Larutan Baku Logam Kadmium 1 mg Cd/L
Dipipet 25 ml larutan baku mg Cd/L, masukkan ke dalam labu ukur 250
ml.
Ditepatkan dengan larutan pengencer sampai tanda tera dan homogenkan
(SNI, 2009).
3.4.4 Pembuatan Larutan Kerja
1. Pembuatan larutan kerja logam kadmium 1 mg Cd/L
Dipipet 25 ml larutan baku 10 mg/L, masukkan ke dalam labu ukur 250
Ditepatkan dengan larutan pengencer sampai tanda tera dan homogenkan
(SNI, 2009).
2. Pembuatan larutan kerja logam kadmium 0,2 mg Cd/L
Dipipet 10 ml larutan baku 1 mg/L, masukkan ke dalam labu ukur 100 ml.
Ditepatkan dengan larutan pengencer sampai tanda tera dan homogenkan
(SNI, 2009).
3. Pembuatan larutan kerja logam kadmium 0,4 mg Cd/L
Dipipet 20 ml larutan baku 1 mg/L, masukkan ke dalam labu ukur 50 ml.
Ditepatkan dengan larutan pengencer sampai tanda tera dan homogenkan
(SNI, 2009).
4. Pembuatan larutan kerja logam kadmium 0,6 mg Cd/L
Dipipet 30 ml larutan baku 1 mg/L, masukkan ke dalam labu ukur 50 ml.
Ditepatkan dengan larutan pengencer sampai tanda tera dan homogenkan
(SNI, 2009).
5. Pembuatan larutan kerja logam kadmium 0,8 mg Cd/L
Dipipet 40 ml larutan baku 1 mg/L, masukkan ke dalam labu ukur 50 ml.
Ditepatkan dengan larutan pengencer sampai tanda tera dan homogenkan
(SNI, 2009).
3.4.5 Pembuatan Kurva Kalibrasi
Kurva kalibrasi dibuat dengan tahap sebagai berikut:
Operasikan alat dan optimasikan sesuai denagn petunjuk penggunaan alat
Aspirasikan larutan blanko ke dalam SSA-nya kemudian atur serapan
hingga nol.
Aspirasikan larutan kerja satu persatu ke dalam SSA-nyala, lalu ukur
serapannya pada panjang gelombang 228,8 nm, kemudian catat.
Lakukan pembilasan pada selang aspirator dengan larutan pengencer.
Buat kurva kalibrasi dan tentukan persamaan garis lurusnya (SNI, 2009).
3.4.6 Persiapan Contoh Uji Kadmium Total
Homogenkan contoh uji, pipet 50 ml contoh uji dan masukkan ke dalam
gelas piala 100 ml atau erlenmeyer 100 ml.
Tambahkan 5 ml HNO3 pekat, bila menggunakan gelas piala, tutup dengan
kaca arloji dan bila dengan erlenmeyer gunakan corong sebagai penutup.
Panaskan perlahan-lahan sampai sisa volumenya 15-20 ml.
Jika dekstruksi belum sempurna (belum jernih), maka tambahkan lagi 5 ml
HNO3 pekat, kemudian tutup gelas piala dengan kaca arloji atau tutup
erlenmeyer dengan corong dan panaskan lagi (tidak mendidih).
Lakukan proses ini secara berulang sampai semua logam larut.
Bilas kaca arloji dan masukkan air bilasan.
Pindahkan ke dalam labu ukur 50 ml (saring bila perlu) dan tambahkan air
babas mineral kemudian dihomogenkan.
Aspirasikan contoh uji ke dalam SSA-nyala lalu ukur serapannya pada
panjang gelombang 288,8 nm.
3.4.7 Perhitungan
1. Pembuatan larutan induk 100 ppm
Berat Cd = × 100 mg/L
= ,
, × 100 mg/1000 ml
= 100/1000 ml
= 0,1 g/1000 ml
2. Pembuatan larutan baku
10 ppm dari 100 ppm
V1 . N1 = V2 . N2
V1 . 100 = 100 . 10
V1 = 10 ml
3. Pembuatan larutan kerja
V1 . N1 = V2 . N2
V1 . 1 = 50 . 0,4
V1 = 20 ml
0,6 dari 1 ppm
V1 . N1 = V2 . N2
V1 . 1 = 50 . 0,6
V1 = 30 ml
0,8 dari 1 ppm
V1 . N1 = V2 . N2
V1 . 1 = 50 . 0,4
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sungai Deli merupakan salah satu dari delapan sungai yang ada di
KotaMedan. Wilayah sungai Deli merupakan kawasan padat akan aktivitas
industrinya. Disepanjang perairan Bagan Deli berdiri berbagai
perusahaan-perusahaan yang bergerak di berbagai bidang. Perusahaan-perusahaan-perusahaan yang
bergerak tersebut diperkirakan telah berperan dalam peningkatan pencemaran
logam berat di sungai Deli melalui buangan limbahnya.
Sampel (contoh uji) air sungai terdiri dari Hulu dan Hilir. Hulu adalah air
sungai yang diambil ± 10 meter kedepan dari pembuangan limbah industri. Hilir
adalah air sungai yang di ambil di Titipapan dengan jarak ± 100 meter dari
pembuangan limbah industri. Pengambilan sampel dilakukan dengan botol plastik
biasa berkapasitas 1,5 L yang diambil secara langsung pada permukaan air secara
langsung di pagi hari.
Penetapan kadar kadmium dilakukan secara spektrofotometri serapan atom
(SSA). Hasil pemeriksaan sampel air sungai Deli yang dilaksanakan di
laboratorium Balai Riset Standardisasi Industri Medan pada tanggal 3 Maret 2014
Tabel 1. Data hasil pemeriksaan Kadmium (Cd) pada sampel air sungai Deli
Kadar kadmium (Cd) yang diperoleh pada Hulu adalah 0,0134 ppm dan
pada Hilir adalah 0,01565 ppm, tidak memenuhi baku mutu. Hal ini berdasarkan
pada Peraturan Perundang-undangan Kementerian Kependudukan dan
Lingkungan Hidup No. KEP.02/MENKLH/1/1988 yaitu kadar kadmium (Cd)
yang diperbolehkan adalah 0,01 mg/l. Dari uraian di atas dapat disimpulkan
bahwa limbah industri-industri di Belawan tidak mengalami pengolahan limbah
yang baik sebelum di buang ke sungai Deli dan sehingga limbahnya berbahaya
untuk lingkungan sekitar dan ekosistem air sungai tersebut. Selain limbah
industri-industri, limbah rumah tangga dan pertanian disekitar aliran sungai juga
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil analisa sampel yang diperiksa, dapat disimpulkan bahwa kadar
kadmium (Cd) pada hulu dan hilir tidak memenuhi baku mutu berdasarkan
Peraturan Perundang-undangan Kementerian Kependudukan dan Lingkungan
Hidup No. KEP.02/MENKLH/1/1988yaitu kadar kadmium (Cd) yang
diperbolehkan adalah 0,01 mg/l.
5.2 Saran
Sebelum melakukan pengujian, harus memahami metode serta prosedur
pengujian agar tidak terjadi kesalahan, dan untuk meningkatkan kinerja dan
produktivitas dari laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri Medan
DAFTAR PUSTAKA
Adiwisastra, A. (1992). Keracunan. Bandung: Angkasa Bandung. Hal.76-77.
Agus, D. (2012). Pencemaran Sungai (Pengertian, Penyebab, Dampak dan Cara
Mengatasinya).http://weblogask.blogspot.com/2012/18/05/pencemaran
sungai-pengertian-penyebab.html. Tgl: 28 Maret 2014.
Dachriyanus. (2004). Analisis Struktur Senyawa Organik Secara Spektroskopi.
Padang: Andalas University Press. Hal. 1.
Direktorat Penyelidikan Masalah dan Direktorat Jenderal Penyelidikan
Departemaen Pekerjaan. (1981). Pedoman Pengamatan Kualitas Air.
Jakarta: Republik Indonesia. Hal.300.I.
Fardiaz, S. (1992). Polusi Air dan Udara. Bogor: Kanisius. Hal. 15-17.
Kementerian Lingkungan Hidup. (2006). Himpunan Peraturan
Perundang-undangan di Bidang Pengolahan Lingkungan Hidup. Bogor: PT
Restorasi Ekosistem Indonesia. Hal. 726.
Kristanto, P. (2002). Ekologi Industri. Yogyakarta: Andi. Hal. 71-87.
Lu, F. C. (1994). Toksiologi Dasar. Jakarta: Universitas Indonesia. Hal. 360-361.
Palar, H. (1994). Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Jakarta: Rhineka
Cipta. Hal. 116-128.
Rohman , A. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Belajar. Hal
298-312.
SNI. (2009). Cara Uji Limbah (Cd) Secara Spektrofotometri Serapan Atom
(SSA)-nyala. Jakarta: BSN.
Wardhana, W. A. (2001). Dampak Pencemaran Lingkungan. Yogyakarta: Andi.
Hal. 73-92.
LAMPIRAN II
PERHITUNGAN KADAR KADMIUM (Cd)
1. Kadar Kadmium yang diperoleh pada Hulu adalah:
Diketahui: Volume awal = 100 ml Hulu A = 0,0526 ppm
Volume akhir = 25 ml Hulu B = 0,0546 ppm
Hulu rata-rata =
= , ,
= 0,0536 ppm
Kadar =
/
= ,
= 0,0134 ppm
2. Kadar Kadmium yang diperoleh pada Hilir adalah:
Diketahui: Volume awal = 100 ml Hilir A = 0,0629 ppm
Volume akhir = 25 ml Hilir B = 0,0623 ppm
Hilir rata-rata =
= , ,
Kadar =
/
= ,
LAMPIRAN III
PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 82 TAHUN 2001 TANGGAL 14 DESEMBER 2001
TENTANG
PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR
Kriteria Mutu Air Berdasarkan Kelas
PARAME
Temperatur 0C Deviasi
3
miah di luar renta
Seng mg/L 0,05 0,05 0,05 1 Bagi pengolahan air
Fecal coliform jml/100
ml
100 1000 2000 2000 Bagi pengolahan
air minum secara Total coliform jml/100
ml
1000 5000 10000 10000
RADIOKTIVITAS
Gross – A bg/L 0,1 0,1 0,1 0,1
Gross – B bg/L 1 1 1 1
KIMIA ORGANIK
Lemak
Detergen
sebagai MBAS
ug/L 200 200 200 (-)
Senyawa Fenol ug/L 1 1 1 (-)
Sebagai Fenol ug/L
BHC ug/L 210 210 210 (-)
Aldrin/Dieldrin ug/L 17 (-) (-) (-)
Chlordane ug/L 3 (-) (-) (-)
DDT ug/L 2 2 2 2
Heptachlor dan
Heptachlor
epoxide
ug/L 18 (-) (-) (-)
ug/L
Lindane ug/L 56 (-) (-) (-)
Methoxyctor ug/L 35 (-) (-) (-)
Endrin ug/L 1 4 4 (-)
LAMPIRAN IV
LAMPIRAN : KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINKUNGAN HIDUP
NOMOR : KEP – 51/MENLH/10/1995
TENTANG : BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN INDUSTRI
TANGGAL : 23 OKTOBER 1995
BAKU MUTU LIMBAH CAIR
NO PARAMETER SATUAN GOLONGAN BAKU
15 Nikel (Ni) mg/L 0,2 0,5
). Untuk mengetahui baku mutu limbah cair tersebut kadar parameter limbah
tidak diperbolehkan dicapai dengan cara pengenceran dengan air secara langsung
diambil dari sumber aior. Kadar parameter limbah tersebut adalah limbah
maksimum yang diperbolehkan.
). Kadar radioktivitas mengikuti peraturan yang berlaku.