• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kondisi Pemeliharaan Sapi Perah di Peternakan Rakyat Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Cibungbulang Kabupaten Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kondisi Pemeliharaan Sapi Perah di Peternakan Rakyat Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Cibungbulang Kabupaten Bogor"

Copied!
136
0
0

Teks penuh

(1)

KONDISI PEMELIHARAAN SAPI PERAH DI PETERNAKAN

RAKYAT KAWASAN USAHA PETERNAKAN (KUNAK)

CIBUNGBULANG KABUPATEN BOGOR

SKRIPSI

PRIA SEMBADA

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(2)

RINGKASAN

Pria Sembada. D14070253. 2012. Kondisi Pemeliharaan Sapi Perah di Peternakan Rakyat Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Cibungbulang Kabupaten Bogor. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Dr. Ir. Bagus Priyo Purwanto, M. Agr. Pembimbing Anggota : Ir. Andi Murfi, M. Si.

Peternakan sapi perah memiliki peran yang besar dalam memenuhi kebutuhan gizi masyarakat melalui produk utamanya berupa susu dan merupakan salah satu sektor yang membantu menopang pembangunan ekonomi nasional. Produksi susu dalam negeri masih belum bisa mencukupi kebutuhan susu nasional. Hal ini disebabkan salah satunya oleh tata laksana pemeliharaan yang kurang baik pada peternakan rakyat. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari aspek teknis pemeliharaan sapi perah pada peternakan sapi perah rakyat di Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor.

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai September 2011 di Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Metode yang digunakan adalah metode survei. Pengambilan sampel dilakukan secara acak dengan jumlah peternak sebagai sampel adalah sebanyak 30 peternak dari jumlah populasi 118 peternak yang ada. Data primer didapat dari semua responden melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner, teknik observasi dan pengukuran langsung di lapangan yang meliputi pengukuran lingkar dada, pengukuran produksi susu dan pakan yang diberikan oleh peternak. Data sekunder diperoleh dari kecamatan dan KPS Bogor berupa keadaan umum KUNAK dan data peternak yang tergabung dalam kelompok peternak di KUNAK 1 dan 2. Data karakteristik peternak dianalisis menggunakan analisis deskriptif. Data keterampilan teknis beternak dianalisis menggunakan analisis statistik menggunakan Wilcoxon Signed Test.

Berdasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa capaian penerapan aspek teknis pemeliharaan di KUNAK Cibungbulang dari yang tertinggi hingga yang terendah secara berturut-turut adalah aspek kandang dan peralatan, kesehatan hewan, pengelolaan, makanan ternak, dan pembibitan dan reproduksi. Capaian nilai penerapan rata-rata adalah sebesar 86,88%. Nilai terendah terdapat pada aspek pembibitan dan reproduksi dengan nilai 78,18%. Berdasarkan hasil penelitian, sapi-sapi yang berumur 5 tahun memiliki rata-rata produksi susu harian maksimum yaitu sebesar 11,45 liter/ekor/hari. Sapi- sapi pada periode laktasi ketiga berdasarkan hasil penelitian menunjukkan rata-rata produksi susu harian maksimum yaitu sebesar 11,19 liter/ekor/hari.

(3)

ABSTRACT

Condition of Dairy Management in Small Holder Dairy Farm at Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Cibungbulang Bogor

Sembada, P., B.P. Purwanto, A. Murfi

This research was conducted to observe and evaluate the farming practices in small holder dairy farm at Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Cibungbulang, Bogor. This research was carried out from June to September 2011. Data were collected from 30 farms by using survey method which based on field observation, interview farmers, and direct measurement. Secondary data were collected from milk cooperation and district regency. Then, the data frequency were tabulated. The differences between observation and expectation value were analyzed by using Wilcoxon Signed Test. The results showed that the average of score of dairy farming practices was 86,88%. The farmers’ knowledge and skills breeding and reproduction aspect lower than expectated value (78,18%). Based on research, the peak milk production was 11,45 l/d/h in 5 years old, with the peak of production on the third lactation period was 11,19 l/d/h. Therefore, the farmers’ skills and knowledge need to be improved especially for breeding and reproduction aspect, so the production of KUNAK and national milk can be improved.

(4)

KONDISI PEMELIHARAAN SAPI PERAH DI PETERNAKAN

RAKYAT KAWASAN USAHA PETERNAKAN (KUNAK)

CIBUNGBULANG KABUPATEN BOGOR

PRIA SEMBADA

D14070253

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(5)

Judul : Kondisi Pemeliharaan Sapi Perah di Peternakan Rakyat Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Cibungbulang Kabupaten Bogor

Nama : Pria Sembada

NIM : D14070253

Menyetujui,

Mengetahui:

Tanggal Ujian: 27 Januari 2012 Tanggal Lulus:

Pembimbing Utama,

(Dr. Ir. Bagus Priyo Purwanto, M. Agr) NIP. 19600503 198503 1 003

Pembimbing Anggota,

(Ir. Andi Murfi, M. Si.) NIP. 19631229 198903 1 002

Ketua Departemen

Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta, pada tanggal 16 Oktober 1988 dari pasangan Bapak Drs. Bambang Djaluprapto dan Ibu Rohana. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara.

Pendidikan Penulis dimulai dari TK Nurul Jannah pada tahun 1993-1995. Selanjutnya Penulis menyelesaikan pendidikan dasar pada sekolah percontohan SDN 011 pagi, Pondok Labu, Jakarta Selatan. Pendidikan lanjutan tingkat menengah pertama diselesaikan pada tahun 2004 di SMP 85 Jakarta dan pendidikan lanjutan tingkat menengah atas diselesaikan di SMA 34 Jakarta pada tahun 2007. Penulis diterima sebagai mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama Institut Pertanian Bogor (TPB IPB) melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) pada tahun 2007 dan terdaftar sebagai mahasiswa Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2008.

(7)

KATA PENGANTAR

Bismillahirohmannirrohiim,

Alhamdulillahirobbilalamiin, puji syukur senantiasa Penulis panjatkan kehadirat Sang Pencipta, Pemilik seiisi alam semesta, Allah SWT atas segala nikmat, karunia, rahmat, taufik dan hidayah-Nya, sehingga Penulis mendapat berbagai macam kemudahan dan kelancaran dalam penelitian dan penulisan skripsi yang berjudul “Kondisi Pemeliharaan Sapi Perah di Peternakan Rakyat Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Cibungbulang”. Shalawat dan salam tak henti-hentinya tercurah kepada seorang pemimpin, qudwah hasanah, junjungan besar Nabi Muhammad SAW, keluarga dan sahabatnya serta orang-orang yang senantiasa istiqomah berjuang di jalan-Nya hingga yaumil akhir nanti.

Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni hingga bulan September 2011 yang berlokasi di Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Cibungbulang Kabupaten Bogor. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari aspek teknis pemeliharaan sapi perah di lokasi tersebut. Penulis berharap agar hasil penelitian ini dapat menjadi rekomendasi untuk para peternak, pemerintah, dan semua stakeholders pada peternakan sapi perah rakyat di Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, sehingga perbaikan tata laksana pemeliharaan dapat dilakukan untuk meningkatkan produksi susu.

Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh para pembaca, selain itu juga dapat menambah ilmu pengetahuan terutama di bidang manajemen sapi perah. Penulis berterima kasih kepada semua pihak yang telah mendorong, membantu dan mengizinkan untuk mempergunakan bagian atau materi-materi yang digunakan selama penelitian dan penulisan skripsi ini.

Bogor, Januari 2012

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

RINGKASAN ………..………… i

ABSTRACT………. ii

LEMBAR PERNYATAAN……….. iii

LEMBAR PENGESAHAN……….. iv

RIWAYAT HIDUP……….. v

KATA PENGANTAR……….. vi

DAFTAR ISI………. vii

DAFTAR TABEL………. ix

DAFTAR GAMBAR……… xi

PENDAHULUAN………. 1

Latar Belakang……….. 1

Tujuan………... 2

TINJAUAN PUSTAKA……… 3

Peternakan Sapi Perah………... 3

Sapi Friesian Holstein (FH)………. 3

Faktor Penentu Ternak Sapi Perah……… 4

Pengembangbiakan dan Reproduksi………. 4

Pakan Sapi Perah………... 6

Pengelolaan………... 7

Kandang dan Peralatan………. 9

Kesehatan Hewan……….. 10

MATERI DAN METODE……… 11

Waktu dan Lokasi………. 11

Materi……… 11

Prosedur………. 11

Persiapan Kuesioner……….. 16

Survey dan Wawancara………. 16

Analisis Data………. 16

Peubah yang Diamati……… 17

HASIL DAN PEMBAHASAN………. 19

(9)

viii

Karakteristik Peternak dan Komposisi Sapi Perah……… 21

Umur Responden……….. 22

Tingkat Pendidikan………... 22

Pengalaman Beternak……… 23

Struktur Kepemilikan Ternak……… 23

Faktor Penentu Ternak Sapi Perah……… 25

Pembibitan dan Reproduksi……….. 26

Makanan Ternak……… 30

Pengelolaan………... 35

Kandang dan Peralatan……….. 39

Kesehatan Hewan……….. 42

Pertumbuhan Pedet dan Dara……… 44

Produksi Susu Harian berdasarkan Umur………. 46

Produksi Susu Harian berdasarkan Jumlah Laktasi………...………….. 48

KESIMPULAN DAN SARAN………. 50

Kesimpulan………... 50

Saran………. 50

UCAPAN TERIMAKASIH……….. 51

DAFTAR PUSTAKA………... 52

(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Faktor Penentu Ternak Sapi Perah Ditinjau dari Aspek Pembibitan dan

Reproduksi Berdasarkan Dirjen Peternakan (1983)……… 12 2. Faktor Penentu Ternak Sapi Perah Ditinjau dari Aspek Makanan Ternak

Berdasarkan Dirjen Peternakan (1983)……… 13

3. Faktor Penentu Ternak Sapi Perah Ditinjau dari Aspek Pengelolaan

Berdasarkan Dirjen Peternakan (1983)………. 14

4. Faktor Penentu Ternak Sapi Perah Ditinjau dari Aspek Kandang dan

Peralatan Berdasarkan Dirjen Peternakan (1983)……… 15 5. Faktor Penentu Ternak Sapi Perah Ditinjau dari Aspek Kesehatan

Hewan Berdasarkan Dirjen Peternakan (1983)………. 15 6. Umur, Pendidikan, dan Pengalaman Beternak Responden di KUNAK,

Cibungbulang………. 21

7. Rataan Kepemilikan Sapi Perah Peternak di KUNAK,

Cibungbulang……… 24

8. Rataan dan Simpangan Baku Hasil Pengamatan Aspek Teknis

Peternakan Sapi Perah Rakyat di KUNAK, Cibungbulang, Bogor……. 25

9. Rataan dan Simpangan Baku Hasil Pengamatan Aspek Pembibitan dan

Reproduksi di KUNAK Cibungbulang, Kabupaten Bogor……… 27 10. Penerapan Aspek Pembibitan dan Reproduksi Sapi Perah di KUNAK,

Cibungbulang……… 28 11. Rataan dan Simpangan Baku Hasil Pengamatan Makanan Ternak…… 31

12. Penerapan Aspek Makanan Ternak Sapi Perah di KUNAK,

Cibungbulang……… 33

13. Rataan dan Simpangan Baku Hasil Pengamatan Aspek Pengelolaan…. 35

14. Penerapan Aspek Pengelolaan Sapi Perah di KUNAK, Cibungbulang,

Bogor………. 37 15. Rataan dan Simpangan Baku Hasil Pengamatan Aspek Kandang dan

Peralatan……….. 39

16. Penerapan Aspek Kandang dan Peralatan Sapi Perah di KUNAK,

(11)

x 17. Rataan dan Simpangan Baku Hasil Pengamatan Aspek Kesehatan

(12)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Pertumbuhan Lingkar Dada dari Pedet Sapi Perah sampai Umur 24

Bulan………..……….. 45

2. Grafik Rataan Produksi Susu pada Umur Sapi Perah yang Berbeda di

KUNAK, Cibungbulang……….. 47

3. Grafik Rataan Produksi Susu pada Setiap Kali Laktasi Sapi Perah di

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Peternakan sapi perah merupakan salah satu sektor pertanian yang dapat membantu menopang pembangunan ekonomi nasional. Selain itu, peternakan sapi perah juga memiliki peran yang sangat besar dalam memenuhi kebutuhan gizi masyarakat. Produk utama yang dihasilkan dari peternakan sapi perah adalah susu.

Susu merupakan bahan pangan yang memiliki kandungan gizi lengkap dan seimbang sehingga mengkonsumsi susu sangat diperlukan untuk meningkatkan kecerdasan dan pertumbuhan yang baik pada seseorang. Kesadaran terhadap pentingnya mengkonsumsi susu masih perlu ditingkatkan. Namun, produksi susu nasional untuk memenuhi kebutuhan susu nasional ternyata masih jauh dari cukup. Indonesia masih mengimpor susu dari luar negeri. Tercatat dari Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (2010), produksi dalam negeri hanya dapat memasok sekitar 20% dari permintaan susu sehingga masih terjadi ketergantungan dengan susu yang diimpor dari luar negeri. Melihat hal tersebut, perlu dilakukan peningkatan produktivitas baik melalui perbaikan genetik dan lingkungan serta peningkatan populasi ternak sapi perah maupun tatalaksana pemeliharaan.

Salah satu upaya untuk perbaikan tatalaksana pemeliharaan yaitu ditetapkannya Cibungbulang sebagai salah satu Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) sapi perah. Topografi Kawasan Usaha Peternakan ini bergelombang sampai dengan berbukit dan berada 600-700 meter di atas permukaan laut. Daerah ini cukup baik sebagai tempat berproduksi sapi perah baik dalam bentuk perusahaan maupun peternakan rakyat.

(14)

2 Tujuan

Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari aspek teknis pemeliharaan (pengembangbiakan dan reproduksi, makanan ternak, pengelolaan, kandang dan peralatan, serta kesehatan hewan) peternakan sapi perah rakyat di Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor. Hasil penelitian yang didapat diharapkan dapat memberi informasi atau gambaran mengenai aspek teknis pemeliharaan sapi perah di KUNAK yang dapat menjadi bahan pertimbangan dalam perbaikan tatalaksana pemeliharaan sapi perah sehingga terjadi peningkatan produksi susu di daerah tersebut.

(15)

TINJAUAN PUSTAKA

Peternakan Sapi Perah

Usaha peternakan sapi perah di Indonesia diklasifikasikan berdasarkan skala usahanya yaitu perusahaan peternakan sapi perah dan peternakan sapi perah rakyat (Sudono, 1999). Pulungan dan Pambudy (1993) menyatakan bahwa usaha peternakan sapi perah rakyat adalah usaha peternakan yang memiliki total sapi perah di bawah 20 ekor, sedangkan perusahaan peternakan sapi perah adalah usaha peternakan yang memiliki lebih dari 20 ekor sapi perah.

Tedapat beberapa faktor yang berpengaruh dalam beternak sapi perah. Faktor yang terpenting untuk sukses dalam usaha peternakan sapi perah adalah peternak harus dapat menggabungkan kemampuan tata laksana yang baik dengan menentukan lokasi peternakan yang baik, besarnya peternakan, pemilihan sapi yang berproduksi tinggi, pemakaian peralatan yang tepat, tanah yang subur untuk tanaman hijauan makanan ternak dan pemasaran yang baik (Sudono, 1999). Usaha peternakan sapi perah memiliki beberapa keuntungan yaitu peternakan sapi perah termasuk usaha yang tetap, sapi perah sangat efisien dalam mengubah pakan menjadi protein hewani dan kalori, jaminan pendapatan yang tetap, tenaga kerja yang tetap, pakan yang relatif mudah dan murah, kesuburan tanah dapat dipertahankan, pedet jantan dijual untuk sapi potong dan pedet betina bisa dipelihara hingga dewasa dan menghasilkan susu (Sudono et al., 2003).

Sapi Friesian Holstein (FH)

(16)

4 Diwyanto et al. (2001) menyatakan produksi susu FH berkisar 2400-3000 liter per laktasi.

Sapi FH adalah sapi yang berasal dari iklim sedang, memerlukan suhu yang optimum (sekitar 180C) dan kelembaban 55% untuk mencapai produksi maksimalnya. Pada suhu yang lebih tinggi, ternak akan melakukan penyesuaian secara fisiologis dan secara tingkah laku (behavior). Yani dan Purwanto (2006) menyatakan bahwa usaha peternakan sapi FH di Indonesia umumnya terdapat pada daerah dengan ketinggian lebih dari 800 meter di atas permukaan laut, kondisi yang baik untuk penyesuaian lingkungan yang dibutuhkan sapi FH.

Faktor Penentu Ternak Sapi Perah

Faktor-faktor penentu ternak sapi perah merupakan indikator untuk melihat pengetahuan teknis beternak sapi perah dari para peternak. Faktor-faktor penentu ternak sapi perah meliputi lima aspek sesuai dengan standar penilaian dari Direktorat Jenderal Peternakan (1983), yaitu 1). Breeding dan Reproduksi, 2). Makanan Ternak, 3). Pengelolaan, 4). Kandang dan Peralatan, dan 5). Kesehatan Hewan.

Pengembangbiakan dan Reproduksi

Sudono et al. (2003) menyatakan bahwa bibit sapi perah yang akan dipelihara sangat menentukan keberhasilan usaha ternak sapi perah. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam pemilihan bibit sapi perah yaitu:

a. Genetik dan keturunan: bibit sapi harus berasal dari induk yang produktivitasnya tinggi dan pejantan yang unggul. Hal ini disebabkan sifat unggul kedua tetua akan menurun kepada anaknya

b. Bentuk ambing: ambing yang baik adalah ambing yang besar, pertautan antar otot kuat dan memanjang sedikit ke depan, serta puting tidak lebih dari empat c. Eksterior atau penampilan: secara keseluruhan penampilan bibit sapi perah harus

(17)

5 d. Umur bibit: umur bibit sapi perah betina yang ideal adalah 1,5 tahun dengan

bobot badan sekitar 300 kg, sedangkan umur pejantan dua tahun dengan bobot badan sekitar 350 kg.

Salah satu aspek penting yang perlu diperhatikan untuk meningkatkan produksi susu adalah aspek reproduksi. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam reproduksi menurut Ginting dan Sitepu (1989) adalah dewasa kelamin dan perkawinan pertama, masa dan tanda-tanda serta siklus estrus, saat perkawinan yang tepat di waktu estrus, lama bunting, perkawinan kembali setelah beranak, cara perkawinan dan kegagalan reproduksi dan penanggulangannya. Ensminger (1971) menyatakan bahwa sapi dara dengan asupan nutrisi yang tinggi akan mengalami estrus pertama pada umur 9-11 bulan, jika asupan nutrisinya kurang baik maka estrus pertama pada umur 18-20 bulan. Lama estrus tergantung umur, sapi dara mempunyai masa estrus lebih pendek dibandingkan dengan sapi dewasa pada umumnya. Siklus estrus berkisar antara 18-24 hari (± 21 hari). Ginting dan Sitepu (1989) menyatakan bahwa tanda-tanda estrus yang paling penting adalah :

1) Sapi kelihatan tidak tenang, gelisah dan nafsu makan biasanya turun

2) Vulva tampak bengkak, merah, hangat dan keluar cairan seperti lendir mirip putih telur dari vagina

3) Bulu di pangkal ekor rontok

4) Sering menguak seolah-olah memanggil pejantan 5) Produksi susu turun

6) Sapi lebih sering berbaring dibandingkan dengan berdiri 7) Bermesraan dengan sapi betina lainnya

8) Apabila di kandang, selalu ingin memisahkan diri dan jika berada di padang penggembalaan dinaiki pejantan akan diam dan pasrah, terkadang menaiki sapi lain

9) Bila pemilik memegang seekor sapi, maka sapi segera mengangkat ekornya 10) Sapi yang digembalakan sering berhenti merumput

(18)

6 memelihara pejantan, sedangkan kawin suntik biasa dilakukan oleh peternak kecil dengan biaya lebih murah, karena tidak harus memelihara pejantan (Sudono et al., 2003). Syarief dan Sumoprastowo (1984) menyatakan bahwa inseminasi buatan merupakan suatu cara beternak modern dalam usaha meningkatkan mutu ternak secara efisien.

Perkawinan kembali setelah beranak tidak sama pada setiap bangsa bahkan setiap individu dalam satu bangsa, namun secara garis besarnya berkisar antara 60-90 hari. Ginting dan Sitepu (1989) menyatakan bahwa waktu istirahat ini sangat perlu untuk memulihkan semua jaringan tubuh sapi terutama yang erat kaitannya dengan reproduksi dan produksi susu. Interval beranak (calving interval) yang optimal adalah 12 dan 13 bulan. Bila interval beranak diperpendek akan menurunkan produksi susu 3,7-9,0 % pada laktasi yang sedang berjalan atau yang berikutnya, sedangkan bila calving interval diperpanjang sampai 450 hari, maka laktasi yang sedang berlaku dan laktasi yang akan datang akan meningkatkan produksi susu 3,5 % tetapi bila ditinjau dari segi ekonomi akan rugi karena kenaikan produksi susu yang dihasilkan tidak sesuai dengan makanan yang diberikan (Sudono, 1999).

Pakan Sapi Perah

Pakan merupakan faktor yang sangat menentukan terhadap kemampuan berproduksi susu sapi perah (Siregar, 2007). Sudono (1999) menyatakan bahwa pemberian pakan harus diperhitungkan dengan cermat dan harus dilakukan secara efisien untuk mencegah timbulnya kerugian. Pemberian pakan harus sesuai dengan bobot badan sapi, kadar lemak susu dan produksi susu, terutama bagi beberapa sapi yang telah berproduksi (Sudono et al., 2003) karena pada umumnya variasi dalam kadar lemak dan produksi susu disebabkan adanya perubahan pakan dan tata laksana pemeliharaan sapi perah (Sudono, 1999).

(19)

7 kelapa, tetes dan umbi. Peranan pakan konsentrat adalah untuk meningkatkan nilai nutrisi agar memenuhi kebutuhan normal hewan untuk tumbuh dan berkembang secara sehat (Akoso,1996). Sudono et al. (2003) menyarankan bahwa pemberian konsentrat adalah 50% dari jumlah susu yang dihasilkan.

Sutardi (1981) menyatakan bahwa jumlah pemberian ransum (hijauan dan konsentrat) dapat diperkirakan dari kebutuhan bahan kering. Jumlah bahan kering yang disarankan ialah 2-3% dari bobot tubuh, artinya dengan jumlah bahan kering tertentu harus dapat terpenuhi kebutuhan energi dan protein (Sigit, 1985). Menurut Despal et al. (2008), sapi yang berproduksi tinggi dapat mengonsumsi bahan kering pakan 3,6-4,0% bobot hidupnya. Besarnya konsumsi BK dipengaruhi antara lain oleh bobot badan ternak, jenis ransum, umur atau kondisi ternak, jenis kelamin, kandungan energi bahan pakan dan tingkat stress ternak (Chuzaemi dan Hartutik, 1988).

Proses hidup dan produksi sangat memerlukan energi. Kekurangan energi pada usia muda dapat menghambat pertumbuhan dan pencapaian dewasa kelamin. Pada sapi laktasi, kekurangan energi akan menurunkan produksi dan bobot hidup. Defisiensi energi yang parah dapat mengganggu reproduksi (Sutardi, 1981). Kebutuhan energi untuk sapi perah adalah berdasarkan kebutuhan untuk hidup pokok, produksi susu, kadar lemak susu dan kebutuhan untuk reproduksi (Schmidt et al., 1988). Sudono (1999) menyatakan bahwa disamping energi, protein merupakan zat pakan yang penting untuk proses metabolisme tubuh. Protein penting untuk kebutuhan hidup pokok, pertumbuhan, produksi susu dan perkembangan fetus sapi perah. Selain itu, protein dibutuhkan juga untuk formulasi enzim dan hormon yang mengontrol reaksi kimia dalam tubuh. Kebutuhan protein sapi merupakan kebutuhan untuk asam amino. Sintesis protein oleh mikroba rumen tergantung pada konsumsi pakan, bahan organik yang dapat dicerna, jenis pakan, level protein dan sistem pemberian pakan (Tyler dan Ensminger, 1993). Despal et al. (2008) menyarankan kadar protein ransum sekitar 17-18 %. Penurunan protein ransum biasanya lebih banyak mempengaruhi tingkat produksi susu.

Pengelolaan

(20)

8 satunya adalah selalu menjaga kebersihan kandang. Cara menjaga kebersihan kandang menurut Hidayat et al. (2002) yaitu dengan cara membersihkan tempat pakan dan minum, membersihkan lantai kandang dan memiliki tempat khusus untuk menyimpan atau membuang kotoran kandang. Sebelum sapi diperah, Sudono (1999) menyarankan kandang dimana tempat sapi itu diperah harus dibersihkan atau dicuci terlebih dahulu dan dihilangkan dari bau-bauan, baik yang berasal dari kotoran sapi maupun dari makanan atau hijauan yang berbau (silage) karena susu mudah sekali menyerap bau-bauan yang dapat mempengaruhi kualitas susu. Sebaiknya sapi dimandikan sebelum pemerahan. Jika sapi hendak diperah dan kondisinya kotor, sapi tersebut dapat dimandikan dengan syarat hanya membersihkan bagian tubuh yang kotor dan disiram dengan air, menyikat bagian tubuh yang kotor dari punggung ke perut dan menjatuhkan bulu-bulu yang lepas (Hidayat et al., 2002).

Pemerahan dengan cara manual lazim digunakan pada peternakan sapi perah di Indonesia. Pemerahan dilakukan dengan menggunakan kelima jari tangan, yakni puting susu dipegang antara jempol dengan empat jari tangan lainnya, lalu kelima jari tangan meremas-remas sampai susu keluar. Ada pula yang melakukan pemerahan dengan cara memegang pangkal puting susu antara ibu jari dengan jari tengah, lalu kedua jari tersebut menekan dan menarik ke bawah sampai susu mengalir keluar. Pemerahan cara ini umumnya dilakukan pada sapi-sapi perah yang mempunyai puting susu panjang. Namun, Siregar et al. (1996) menyarankan peternak untuk menghindari cara pemerahan dengan menarik-narik puting susu dari atas ke bawah karena hal ini dapat membuat puting susu melar dan menjadi panjang ke bawah. Selesai diperah puting dibersihkan dan dicelupkan ke dalam larutan desinfektan chlor atau iodophor dengan kepekatan 0,01% (Sudono, 1999).

Kebersihan penting untuk diperhatikan pada proses penanganan produksi susu. Susu dipindahkan dari peternakan ke konsumen melalui 3 tahap yaitu a) susu dikumpulkan kemudian ditransportasikan ke tempat pemrosesan b) pemrosesan dan pengemasan ke dalam berbagai produk susu dan c) pendistribusian susu yang telah dikemas atau produk susu dari pabrik ke konsumen (Tyler dan Ensminger, 2006).

Penyaringan dilakukan untuk mencegah agar kotoran tidak ikut masuk ke dalam susu (Syarief dan Sumoprastowo, 1984). Menyaring susu dilaksanakan pada saat

(21)

9 segera dibawa ke Tempat Pengumpulan Susu (TPS) atau langsung ke tangki pendingin di KUD/Koperasi. Susu dan hasil olahannya harus disimpan pada suhu rendah untuk menghambat pertumbuhan mikroba (Hidayat et al., 2002).

Salah satu hal penting yang perlu diperhatikan pada usaha peternakan sapi perah adalah program pembesaran pedet dan dara sebagai replacement stock untuk dapat mempertahankan ataupun dapat meningkatkan produksi susu (Sudono, 1999). Pedet adalah anak sapi yang baru lahir sampai dengan umur delapan bulan. Pedet yang baru lahir masih perlu mendapat perhatian khusus, sebab pedet mungkin mengalami mati lemas, infeksi dan lain sebagainya jika kurang diperhatikan. Dalam membesarkan pedet harus memperhatikan pemberian pakan, penyediaan kandang, pencegahan penyakit, pemotongan tanduk, kastrasi, pemasangan kaling, pemberian tanda pengenal dan menghilangkan tanduk. Pertumbuhan sapi dara tergantung dari cara pemeliharaan dan pemberian pakannya. Bila pemberian makan dan minum baik, sapi betina akan tumbuh baik sampai umur empat hingga lima tahun. Dewasa tubuh pada sapi dara dapat dicapai pada umur 15-18 bulan, sehingga pada umur tersebut sapi mulai dapat dikawinkan, hal ini sangat penting supaya sapi dapat cepat beranak pada umur 2,5 tahun (Muljana, 1982).

Pengeringan pada sapi yang sedang berproduksi dan sudah bunting 7-7,5 bulan harus dilakukan. Pengeringan artinya sapi tidak boleh diperah lagi. Sudono (1999) menjelaskan, cara mengeringkan sapi adalah dengan pemerahan berselang atau penghentian pemerahan secara mendadak.

Kandang dan Peralatan

(22)

10 Syarief dan Sumoprastowo (1984) menyatakan, peralatan kandang sapi perah yang selalu dipakai adalah sekop, sapu, ember, sikat, kereta dorong, tali, dan bangku kecil. Sudono et al. (2003) menambahkan, peralatan susu yang digunakan untuk menampung dan meyimpan susu segar berupa ember perah dan milkcan.

Kesehatan Hewan

Peningkatan produktivitas sapi perah tak lepas dari masalah kesehatan hewan. Serangan penyakit pada sapi perah sedapat mungkin dicegah. Itulah sebabnya penting bagi peternak untuk selalu menjaga kebersihan kandang dan ternak serta memberikan pakan yang cukup. Ternak yang sakit sebaiknya dipisahkan dan diobati hingga sembuh.

(23)

MATERI DAN METODE

Waktu dan Lokasi

Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni sampai September 2011 di Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan KUNAK sebagai lokasi penelitian karena Kawasan Usaha Peternakan ini berada 600-700 m dpl sehingga cukup baik sebagai lokasi budidaya sapi perah dengan topografi bergelombang sampai dengan berbukit.

Materi

Penelitian dilaksanakan dengan peternak yang memiliki sapi kurang dari 20 ekor sebagai responden yang berjumlah 30 orang. Dari 30 peternak tersebut diamati 260 ekor sapi, pada 30 kandang dan hijauan serta konsentrat sebagai pakannya. Peralatan yang digunakan meliputi alat tulis, pita ukur, timbangan, gelas ukur, dan kuesioner (lembar panduan wawancara).

Prosedur

Penelitian ini menggunakan metode survei. Metode survei dilakukan dengan cara mengambil informasi atau data dari sampel atas populasi untuk mewakili seluruh populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok. Pengambilan sampel dilakukan secara acak dengan jumlah peternak sebagai sampel sebanyak 30 peternak dari jumlah populasi 118 peternak.

Penelitian menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer didapat dari semua responden melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner, teknik observasi atau dengan melakukan pengamatan langsung ke lapangan untuk melihat fenomena yang ada pada objek-objek penelitian, dan pengukuran langsung di lapangan yang meliputi pengukuran lingkar dada, pengukuran jumlah susu yang dihasilkan dan pakan yang diberikan. Data sekunder diperoleh dari kecamatan dan KPS Bogor berupa keadaan umum KUNAK dan data peternak yang tergabung dalam kelompok peternak di KUNAK 1 dan 2.

(24)

12 Tabel 1. Faktor Penentu Ternak Sapi Perah Ditinjau dari Aspek Pembibitan dan

Reproduksi Berdasarkan Dirjen Peternakan (1983)

No. Faktor Penentu Alternatif Jawaban Nilai

1. Bangsa sapi yang dipelihara a. FH murni

b. Alam dengan pejantan unggul c. Alam dengan pejantan tidak

unggul

40 30 10

4. Pengetahuan berahi a. Paham

b. Kurang paham

6. Saat dikawinkan setelah beranak

(25)

13 Tabel 2. Faktor Penentu Ternak Sapi Perah Ditinjau dari Aspek Makanan Ternak

Berdasarkan Dirjen Peternakan (1983)

No. Faktor penentu Alternatif Jawaban Nilai

Hijauan Makanan Ternak (HMT) 4. Frekuensi pemberian hijauan a. Dua kali

b. Satu kali

5. Air Minum a. Tersedia terus menerus

b. Dua kali perhari c. Tidak teratur

(26)

14 Tabel 3. Faktor Penentu Ternak Sapi Perah Ditinjau dari Aspek Pengelolaan

Berdasarkan Dirjen Peternakan (1983)

No. Faktor penentu Alternatif Jawaban Nilai

1. Membersihkan sapi 2. Membersihkan kandang a. Dua kali perhari

b. Satu kali perhari 4. Penanganan pasca panen a. Benar dan baik

b. Kurang benar 6. Pengeringan sapi laktasi

(27)

15 Tabel 4. Faktor Penentu Ternak Sapi Perah Ditinjau dari Aspek Kandang dan

Peralatan Berdasarkan Dirjen Peternakan (1983)

No. Faktor penentu Alternatif Jawaban Nilai

1. Tata letak kandang a. Tersendiri

b. Jadi satu dengan rumah

10 5 2. Konstruksi kandang a. Memenuhi syarat

b. Kurang memenuhi syarat c. Tidak memenuhi syarat 5. Peralatan kandang a. Lengkap

b. Kurang lengkap c. Tidak lengkap

15 10 5 6. Peralatan susu a. Lengkap dan sesuai persyaratan

b. Kurang lengkap dan tidak memenuhi Sumber : Dirjen Peternakan (1983)

Tabel 5. Faktor Penentu Ternak Sapi Perah Ditinjau dari Aspek Kesehatan Hewan Berdasarkan Dirjen Peternakan (1983)

No. Faktor Penentu Alternatif Jawaban Nilai

1. Pengetahuan penyakit a. Baik 2. Pencegahan penyakit (vaksinasi) a. Teratur

b. Tidak teratur c. Tidak pernah

100 50 5 3. Pengobatan penyakit a. Dilakukan dengan benar

b. Dilakukan kurang benar c. Tidak dilakukan

(28)

16 Persiapan Kuesioner

Kuesioner digunakan untuk mengumpulkan data. Kuesioner disusun untuk mengetahui karakteristik peternak dan keterampilan teknis peternak dalam mengelola usaha beternak sapi perah. Aspek teknis meliputi pengembangbiakan dan reproduksi, makanan ternak, pengelolaan, kandang dan peralatan, serta kesehatan hewan.

Survey dan Wawancara

Sebelum penelitian dimulai, terlebih dahulu dilakukan survei pendahuluan ke Kawasan Usaha Peternakan Cibungbulang dengan melihat data peternak untuk menentukan responden. Wawancara dilakukan terhadap 30 peternak rakyat (memiliki populasi sapi kurang dari 20 ekor) yang sudah terpilih sebagai responden dengan menggunakan kuesioner.

Analisis Data

1. Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan karakteristik peternak responden dengan bantuan tabulasi frekuensi. Karakteristik peternak yang diamati meliputi umur, pendidikan, pengalaman beternak, kepemilikan ternak dan keterampilan teknis beternak.

2. Analisis Statistik

Keterampilan teknis peternak diuji dengan menggunakan prosedur statistika nonparametrik. Data yang digunakan adalah data ordinal. Berdasarkan kuesioner dapat diketahui bahwa pilihan jawaban pertanyaan yang sifatnya kategorik diberikan nilai atau kode yang mengandung levelisasi. Alat analisis yang digunakan adalah analisis statistika Wilcoxon Signed Test. Uji ini dapat digunakan untuk menguji hipotesis:

Ho: median suatu sampel = median yang dihipotesiskan H1: median suatu sampel ≠ median yang dihipotesiskan

(29)

17 Peubah yang Diamati

1. Struktur Kepemilikan Ternak

Populasi ternak dihitung berdasarkan satuan ternak. Komposisi ternak yang diamati adalah:

1. Anak sapi yaitu sapi jantan atau betina berumur kurang dari 1 tahun, dihitung sama dengan 0,25 satuan ternak.

2. Sapi dara yaitu sapi betina yang berumur lebih dari 1 tahun dan belum pernah beranak, dihitung sama dengan 0,5 satuan ternak.

3. Sapi laktasi yaitu sapi betina yang sedang dalam masa menghasilkan susu, dihitung sama dengan 1,00 satuan ternak.

4. Sapi kering kandang yaitu sapi betina dewasa yang tidak dalam masa menghasilkan susu, dihitung sama dengan 1,00 satuan ternak.

5. Sapi jantan muda yaitu sapi jantan yang berumur lebih dari 1 tahun dan kurang dari 2 tahun, dihitung sama dengan 0,50 satuan ternak.

6. Sapi jantan dewasa yaitu sapi jantan yang telah berumur 2 tahun, dihitung sama dengan 1,00 satuan ternak.

2. Pengembangbiakan dan Reproduksi

Peubah yang diamati meliputi bangsa sapi yang dipelihara, cara seleksi, cara kawin, pengetahuan berahi, umur beranak pertama, saat dikawinkan setelah beranak dan selang beranak (calving interval).

3. Makanan Ternak

Peubah yang diamati meliputi cara pemberian, jumlah pemberian, frekuensi pemberian, kualitas HMT dan konsentrat, serta pemberian air minum.

4. Pengelolaan

Peubah yang diamati meliputi kebersihan ternak, kebersihan kandang, cara pemerahan oleh peternak, penanganan pasca panen, pemeliharaan pedet dan dara, pengeringan sapi laktasi dan pencatatan usaha.

5. Kandang dan Peralatan

(30)

18 6. Kesehatan Hewan

Peubah yang diamati meliputi pengetahuan peternak tentang penyakit, cara pencegahan dan pengobatan penyakit.

7. Produksi susu, diukur dengan cara mengukur susu yang dihasilkan dari seekor sapi hasil pemerahan pagi hari dan sore hari. Pengukuran susu dilakukan dengan menggunakan gelas ukur 1000 ml.

8. Lingkar dada (LD), diukur dengan cara melingkarkan pita ukur pada rongga dada di belakang sendi bahu (Os Scapula); lingkar dada digunakan untuk mengestimasi bobot badan.

(31)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum Lokasi

Sejarah KUNAK

Salah satu Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) sapi perah yang ada di Kabupaten Bogor, terletak di daerah Cibungbulang. Amilia (1997) menyatakan, sebelum dijadikan Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK), lahan yang berada di KUNAK terdiri atas semak belukar, tanaman pisang yang berada di lereng, di beberapa tempat terdapat pohon jeungjing dan sedikit kebun singkong, cabe dan kacang-kacangan. Kegiatan pembangunan KUNAK dilaksanakan secara bertahap dan dibagi menjadi tiga lokasi. Lokasi I dan II telah diisi dan digunakan oleh peternak, sedangkan lokasi III masih dalam pembangunan.

Tujuan pembangunan KUNAK adalah: 1. Meningkatkan pendapatan peternak 2. Memperluas kesempatan kerja

Setiap peternak diberikan fasilitas khusus per unit/kavling sebagai berikut:

1. Luas lahan 4250 m2

2. Rumah tipe 21 21 m2

3. Kandang sapi tipe 63 m2 63 m2

4. Sarana air bersih 1 unit

5. Sarana listrik 450 watt 1 unit

Adapun jangka waktu peternak mengembalikan kredit selama tujuh tahun termasuk tenggang waktu angsuran pokok selama satu tahun, dengan suku bunga pinjaman sebesar 6% pertahun atau 0,5% perbulan.

(32)

20 pemeliharaan pedet yang pada akhirnya akan mengganggu kelancaran usaha sapi perahnya.

Peternak yang berada di lokasi KUNAK berasal dari Desa Situ Udik kecamatan Cibungbulang dan Desa Pasarean Kecamatan Pamijahan 10%. Sebesar 90% peternak berasal dari luar daerah Cibungbulang dan Pamijahan, yaitu dari Cisarua, Megamendung, Caringin, Cijeruk, Ciomas, Sukaraja, Bojong Gede, Beji, Sawangan, Cibinong, Ciawi Hilir, dan Tanah Sareal.

Jumlah peternak yang berada di lokasi KUNAK pada tahun 1996 sebanyak 181 orang, yang sebagian besar berasal dari luar daerah Cibungbulang dan Pamijahan. Ini disebabkan karena prioritas yang menjadi peserta KUNAK berasal dari peternakan rakyat yang mulai terdesak oleh pemukiman penduduk di sekitarnya. Jumlah inipun sebenarnya masih kecil, jika dibandingkan dengan peternak yang masih berada di sekitar pemukiman penduduk (822 peternak), karena jumlah kavling yang terbatas. Sehingga peserta KUNAK ditetapkan atas dasar hasil penilaian (skoring) oleh tim pengisian KUNAK.

Adapun persyaratan peternak yang mengalihkan usahanya ke Kawasan Usaha Peternakan adalah:

1. Mempunyai usaha peternakan sapi perah sebagai usaha pokok. 2. Sudah menjadi anggota KPS Bogor.

3. Mampu menyediakan sapi minimal 10 ekor sapi dewasa/laktasi.

4. Lahan yang ada sebelumnya sudah tidak memungkinkan untuk pengembangan sapi perah.

5. Sebagai penduduk yang berdomisili di Kabupaten Bogor. 6. Mampu membayar angsuran kredit yang telah ditetapkan. 7. Bersedia menandatangani surat perjanjian.

Kondisi Geografis

(33)

21 Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Cibungbulang memiliki topografi wilayah yang bergelombang sampai dengan berbukit dan berada 600-700 m dpl. Sebagian besar lahannya mempunyai kemiringan 15-25 persen (45 hektar). Kemiringan lahan 8-15 persen sekitar 25 hektar, kemiringan 15-25 persen sekitar 20 hektar dan kemiringan lahan lebih dari 40 persen hanya 5 hektar. Sumber air yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan seluruh kegiatan adalah sumber air dari Sungai Cigamea. Terdapat dua mata air di daerah puncak bukit yang dapat dijadikan sumber air bersih untuk seluruh peternak yang ada di KUNAK Cibungbulang.

Total peternak yang terdaftar di KUNAK Cibungbulang pada tahun 2011 adalah sebanyak 118 peternak merupakan peternak relokasi dari Cisarua, Kebon Pedes dan Ciawi. Pengelola peternakan yang ada di KUNAK saat ini sebagian besar hanyalah sebagai pegawai kandang, sementara pemilik ternak berada di tempatnya masing-masing seperti di Jakarta dan Bogor Kota.

Karakteristik Peternak dan Komposisi Sapi Perah

Karakteristik peternak yang meliputi umur, pendidikan, dan pengalaman beternak yang secara lengkap disajikan pada Tabel 6. Umur peternak responden di-

Tabel 6. Umur, Pendidikan, dan Pengalaman Beternak Responden di KUNAK, Cibungbulang

No. Uraian Jumlah Peternak

(34)

22 kelompokkan menjadi 3, yaitu berumur 20-35 tahun sebagai peternak muda, berumur 36-51 tahun sebagai peternak berumur sedang, dan berumur lebih dari 52 tahun sebagai peternak tua. Pengalaman beternak dikelompokkan menjadi 3 yaitu, peternak baru (<8 tahun), berpengalaman (9-15 tahun) dan peternak sangat berpengalaman (>16 tahun). Pendidikan dilihat berdasarkan pendidikan terakhir peternak.

Umur Responden

Peternak sapi perah di KUNAK, Cibungbulang berdasarkan Tabel 6 umumnya berada pada kelompok umur 15-35 tahun atau termasuk peternak yang berusia muda yaitu sebesar 73,33%. Apabila dikategorikan sebagai usia kerja produktif, sebagian besar peternak (90%) memiliki usia produktif (20-51 tahun). Hanya 1 orang (3,33%) berusia di bawah usia kerja produktif dan dapat dikategorikan sebagai usia sekolah sedangkan peternak dengan usia tidak produktif (>51 tahun) ada sebanyak 2 peternak (6,67%). Hal ini dikarenakan sebagian besar pengelola peternakan di KUNAK adalah pegawai kandang saja bukan pemilik. Para pemilik ternak lebih memilih peternak muda untuk menjadi pengelola peternakan mereka karena para peternak muda masih memiliki tenaga dan kemampuan yang baik untuk memelihara ternak. Semakin banyak peternak di KUNAK yang berusia produktif, memungkinkan peternakan di daerah tersebut, bisa berkembang lebih baik. Hal ini dikarenakan kemampuan kerja seseorang dipengaruhi oleh umur, pendidikan, keterampilan, pengalaman, kesehatan dan faktor alam sesuai yang dipaparkan Hernanto (1989).

Tingkat Pendidikan

(35)

23 tinggi, padahal peternak yang memiliki pendidikan formal yang tinggi, sangat memungkinkan dirinya untuk bisa lebih mengembangkan usaha peternakan yang dimilikinya, karena perbedaan tingkat pendidikan memungkinkan terjadinya perbedaan tingkat pola pikir, pola kerja, dan wawasan intelektual. Peternak yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi diharapkan dapat melakukan transfer ilmu, teknologi, dan wawasannya untuk bisa menyeimbangkan dan mengembangkan peternakan di KUNAK tersebut.

Pengalaman Beternak

Pengalaman beternak merupakan salah satu hal yang penting dalam menyikapi dan menjawab tantangan dunia beternak sapi perah. Pengalaman beternak merupakan lamanya waktu peternak menekuni usaha peternakan perah yang dinyatakan dalam tahun. Salah satu faktor yang dapat menentukan keberhasilan usaha sapi perah adalah pengalaman beternak karena pengalaman beternak mempengaruhi kemampuan kerja seorang peternak. Berdasarkan Tabel 6, peternak di KUNAK Cibungbulang secara umum merupakan peternak yang sudah berpengalaman (70%). Banyaknya peternak yang berpengalaman di lokasi penelitian ini karena KUNAK merupakan lokasi peternakan yang peternaknya merupakan relokasi dari peternakan Cisarua, Kebon Pedes dan Ciawi. Sebelum mereka pindah ke KUNAK, mereka terlebih dahulu sudah beternak sapi perah. Sehingga mereka sudah berpengalaman dalam beternak sapi perah. Hanya sekitar 30% peternak yang bisa dikatakan peternak baru (2-8 tahun). Hal ini merupakan salah satu bentuk ketertarikan atas potensi peternakan sapi perah sehingga terus ada orang-orang baru yang mencoba berkecimpung di bisnis peternakan sapi perah.

Struktur Kepemilikan Ternak

(36)

24 kepemilikan di KUNAK lebih tinggi dibandingkan dengan rataan kepemilikan ternak di Desa Cilumber (Akilah, 2008) dan Desa Cibeureum (Juliani, 2011).

Tabel 7. Rataan Kepemilikan Sapi Perah Peternak di KUNAK, Cibungbulang

Kelompok ternak Ekor ST Persentase (%)

Pedet

Jumlah ternak yang paling banyak dipelihara adalah sapi laktasi yaitu sebanyak 146 satuan ternak (74,97%) dan yang paling sedikit adalah sapi jantan yaitu 3 satuan ternak (1,54%). Sapi jantan memiliki persentase yang paling sedikit dipelihara di KUNAK Cibungbulang karena sapi-sapi jantan dijual pada saat usia ternak jantan menginjak satu tahun. Hal ini disebabkan pemeliharaan sapi jantan hanya akan menambah biaya pemeliharaan sehingga para peternak lebih memilih untuk menjual yang akan dijadikan sapi potong (Sudono et al., 2003).

(37)

25 ditujukan agar peternak tidak mengalami kesulitan dalam pemeliharaan pedet yang pada akhirnya akan mengganggu kelancaran usaha sapi perahnya.

Salah satu faktor yang menentukan keberhasilan peternakan sapi perah adalah keberhasilan program pembesaran anak-anak sapi dan dara sebagai replacement stock. Umumnya lebih ekonomis bagi seorang peternak untuk membesarkan sendiri replacement stock (Sudono, 1999). Peternak di KUNAK memelihara sapi dara dan pedet betina (14,89%) untuk dijadikan replacement stock. Hal ini dilakukan para peternak untuk mengefisiensi biaya walaupun terkadang pedet yang dijadikan replacement stock bukan merupakan betina unggulan.

Faktor Penentu Ternak Sapi Perah

Keberhasilan peternakan sapi perah sangat bergantung dari beberapa faktor penentu. Faktor-faktor penentu ternak sapi perah merupakan indikator untuk melihat pengetahuan teknis beternak sapi perah dari para peternak. Faktor-faktor penentu tersebut meliputi lima aspek sesuai dengan standar penilaian dari Direktorat Jenderal Peternakan (1983), yaitu 1). Pembibitan dan Reproduksi, 2). Makanan Ternak, 3). Pengelolaan, 4). Kandang dan Peralatan, dan 5). Kesehatan Hewan. Hasil pengamatan tentang aspek teknis pemeliharaan sapi perah yang didapat dari peternak KUNAK Cibungbulang disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8. Rataan dan Simpangan Baku Hasil Pengamatan Aspek Teknis Peternakan Sapi Perah Rakyat di KUNAK, Cibungbulang, Bogor

No. Aspek Pengamatan Nilai

Harapan

Pengamatan (%) 1. Pembibitan dan reproduksi 176,97 ± 10,56 240 78,18

2. Makanan ternak 220,67 ± 8,01 260 84,87

3. Pengelolaan 178,17 ± 9,99 200 89,08

4. Kandang dan peralatan 95,33 ± 4,91 100 95,33

5. Kesehatan hewan 187 ± 33,71 200 93,50

(38)

26 Berdasarkan penyajian Tabel 8, dapat dilihat bahwa aspek teknis peternakan sapi perah di KUNAK, Cibungbulang baru menerapkan sebesar 86,88% dari yang direkomendasikan. Nilai ini termasuk lebih tinggi dibandingkan dengan peternakan sapi perah di Desa Cilumber yang hanya mencapai 79,73% (Akilah, 2008) dan peternakan sapi perah di Desa Cibeureum sebesar 82,98% (Juliani, 2011). Nilai terendah didapat pada aspek pembibitan dan reproduksi (78,18%) sedangkan nilai tertinggi didapat pada aspek kandang dan peralatan (95,33%). Aspek kandang dan peralatan memiliki nilai penerapan yang tinggi dikarenakan para peternak mendapatkan kandang melalui pembelian secara tunai ataupun kredit melalui KPS Bogor dengan bentuk standar yang telah memenuhi persyaratan teknis sebagai kandang sapi perah. Sementara, nilai rendah pada aspek pembibitan dan reproduksi disebabkan para peternak kurang memerhatikan dan rendahnya penerapan sub aspek cara seleksi, selang beranak, pengetahuan berahi, dan saat dikawinkan kembali setelah beranak. Hal ini diduga karena para peternak di lokasi ini sebagian besar merupakan hanya para pegawai kandang sehingga menyebabkan rendahnya kepekaan dan kepedulian peternak terhadap ternaknya serta pengembangan peternakannya. Padahal salah satu aspek penting untuk menentukan tingkat produktivitas suatu ternak perah adalah aspek pembibitan dan reproduksinya. Apabila hal ini dibiarkan terus menerus, produksi susu yang ada di lokasi ini diduga tidak bisa meningkat dengan baik. Seperti yang bisa dilihat di pembahasan pada sub bab produksi susu, produksi susu rata-rata tertinggi di KUNAK hanya mencapai 11,45 liter.

Pembibitan dan Reproduksi

Beberapa hal yang diamati pada aspek pembibitan dan reproduksi, diantaranya meliputi bangsa sapi yang dipelihara, cara seleksi, cara kawin, pengetahuan berahi, umur beranak pertama, saat dikawinkan setelah beranak, dan calving interval. Hasil pengamatan pada peternak di KUNAK Cibungbulang disajikan pada Tabel 9.

(39)

27 Tabel 9. Rataan dan Simpangan Baku Hasil Pengamatan Aspek Pembibitan dan

Reproduksi di KUNAK Cibungbulang, Kabupaten Bogor

No. Aspek Pengamatan Nilai

Harapan

Pengamatan (%) 1. Bangsa sapi yang dipelihara 29 ± 4,03 30 96,67

2. Cara seleksi 23** ± 13,68 40 57,50

3. Cara kawin 40 ± 0,00 40 100

4. Pengetahuan berahi 33,33** ± 9,59 40 83,33

5. Umur beranak pertama 34 ± 10,37 40 85 6. Saat dikawinkan setelah

beranak

21,33** ± 13,06 40 53,33

7. Calving interval 6,97** ± 2,80 10 69,67

Keterangan: ** = sangat nyata (P<0,01)

sebut antara lain sub aspek cara seleksi, pengetahuan berahi, saat dikawinkan setelah beranak dan calving interval. Rendahnya nilai pengamatan sub aspek cara seleksi sehingga berbeda dengan nilai harapan dikarenakan para peternak lebih banyak menyeleksi ternaknya dengan melihat bentuk luar ternak. Hal ini dapat terjadi karena pengalaman yang dilakukan selama ini adalah dengan melihat bentuk luar dan kurangnya pengetahuan para peternak terhadap cara seleksi ternak. Pengetahuan yang berkembang pada peternak, semakin baik bentuk luar ternak semakin bagus pula produksi susunya.

(40)

28 Cibungbulang menggunakan inseminasi buatan dalam mengawinkan ternaknya untuk mengefisiensikan biaya.

Jumlah dan persentase peternak yang menerapkan aspek pembibitan dan reproduksi disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10. Penerapan Aspek Pembibitan dan Reproduksi Sapi Perah di KUNAK, Cibungbulang

No. Uraian Jumlah Peternak

Orang %

1. Bangsa sapi yang dipelihara a. FH murni

b.Alam dengan pejantan unggul c. Alam dengan pejantan tidak unggul

30 5. Umur beranak pertama

a. 2,5 tahun 6. Saat dikawinkan setelah beranak

(41)

29 Sapi yang dipelihara pada peternakan KUNAK sebagian besar (90%) adalah sapi Fries Holland atau biasa disebut sapi FH. Menurut Blakely dan Bade (1991), sapi FH dan peranaknnya memiliki warna hitam dan putih (ada juga yang berwarna merah putih). Sapi ini sangat dikenal oleh para peternak karena jumlah susu yang dihasilkan lebih banyak dibandingkan sapi lain, namun kadar lemaknya lebih rendah. Berdasarkan hasil pengamatan, ada 2 orang peternak (6,67%) yang memelihara selain sapi perah, yaitu sapi potong dengan alasan untuk menambah penghasilan.

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa peternak di KUNAK Cibungbulang, sebagian besar (50%) peternaknya melakukan seleksi dengan cara melihat bentuk luar ternak. Hal ini menurut Sudono (1999) sebenarnya tidak tepat karena hewan-hewan yang memiliki bentuk badan (eksterior) yang baik, belum tentu memiliki produksi susu yang tinggi. Cara seleksi yang paling tepat untuk memilih sapi-sapi perah untuk dijadikan bibit adalah seleksi berdasarkan atas uji produksi (Sudono, 1999). Akan tetapi cara seleksi berdasarkan produksi susu ini hanya diterapkan oleh 30% peternak. Peningkatan pengetahuan peternak terhadap cara seleksi yang tepat sangat diperlukan karena sebagian besar peternak masih belum begitu tahu dan memahami cara seleksi yang paling benar.

Tabel 10 menunjukkan bahwa semua peternak di KUNAK Cibungbulang melakukan IB untuk mengawinkan ternaknya. Hal ini dilakukan untuk menghemat dan mengefisiensi pengeluaran para peternak daripada harus memelihara pejantan, kawin suntik (IB) biasa dilakukan oleh peternak kecil dengan biaya lebih murah, karena tidak harus memelihara pejantan (Sudono et al., 2003). Para peternak apabila melihat sapinya ada yang berahi, segera melapor ke petugas dari koperasi agar dilakukan IB terhadap ternaknya.

Deteksi berahi yang kurang baik dapat merupakan alasan utama rendahnya tingkat kebuntingan pada peternakan di Indonesia (Tomaszewska, et al., 1991). Demikian juga peternak di KUNAK, Cibungbulang sebagian peternak (33,33%) masih kurang memahami tanda-tanda berahi. Menurut Hosein & Gibson (2006), tanda-tanda sapi berahi, yaitu:

a) Sapi gelisah

(42)

30 d) Diam apabila dinaiki

e) Keluarnya bercak darah.

Peternak hanya bisa menyebutkan antara dua sampai tiga tanda saja apabila ditanyakan mengenai tanda-tanda berahi. Menurut para peternak dua tanda saja cukup untuk mengetahui bahwa ternaknya sedang berahi atau tidak.

Sapi-sapi yang beranak pada umur yang tua (3 tahun) akan menghasilkan susu yang lebih banyak daripada sapi-sapi yang beranak muda (2 tahun) (Sudono, 1999). Hasil pengamatan peternak di KUNAK, Cibungbulang menunjukkan bahwa umur beranak pertama paling banyak pada sapi perah yang dipelihara adalah pada umur 2,5 tahun (73,33%). Hal ini disebabkan para peternak mulai mengawinkan ternaknya pada umur 17-18 bulan. Hasil pengamatan ini menunjukkan ada kemajuan dalam beternak di Bogor dibandingkan hasil pada tahun 1999. Pada tahun 1999, Sudono (1999) melaporkan bahwa umur beranak pertama sapi perah di Bogor pada umur 36 bulan.

Berdasarkan hasil pengamatan, peternak di KUNAK Cibungbulang sebagian besar (46,67%) mengawinkan kembali sapinya setelah beranak dalam waktu lebih dari 60 hari. Hal tersebut dikarenakan beberapa hal, seperti terlambat mendeteksi berahi dan performa sapi yang belum siap dikawinkan karena faktor pakan atau kesehatan.

Selang beranak atau calving interval merupakan salah satu sub aspek yang penting dalam mempengaruhi produksi susu. Berdasarkan Tabel 10, sebagian besar peternak (50%) di KUNAK Cibungbulang memelihara sapinya dengan calving interval 1-1,5 tahun. Hal ini kurang sesuai dengan pendapat Sudono (1999) yang menyatakan bahwa selang beranak (calving interval) yang optimal adalah 12 dan 13 bulan. Penyebab utama calving interval yang lama dikarenakan waktu pengawinan kembali setelah beranak juga lama dan ternak belum tentu langsung bunting pada pegawinan pertama setelah beranak. Perlu diantisipasi hal-hal yang menyebabkan calving interval menjadi lama karena apabila hal ini dibiarkan, pada jangka panjang akan mempengaruhi efisiensi dari peternakan tersebut.

Makanan Ternak

(43)

31 hijauan, frekuensi pemberian hijauan, cara pemberian konsentrat, jumlah pemberian konsentrat, kualitas konsentrat dan mineral, frekuensi pemberian, dan pemberian air minum. Hasil pengamatan rataan dan simpangan baku aspek makanan ternak secara lengkap disajikan pada Tabel 11.

Tabel 11. Rataan dan Simpangan Baku Hasil Pengamatan Makanan Ternak

No. Aspek Pengamatan Nilai

Harapan

Pengamatan (%)

1. Cara pemberian hijauan 23,33 ± 3,79 25 93,33

2. Jumlah pemberian hijauan 29,17**± 10,01 40 72,92

3. Kualitas hijauan 37,67**± 5,83 45 83,70

4. Frekuensi pemberian hijauan 20 ± 0 20 100 5. Cara pemberian konsentrat 11,5** ± 4,76 15 76,67 6. Jumlah pemberian konsentrat 27,67**± 6,66 35 79,05

7. Kualitas konsentrat 28** ± 7,61 35 80

8. Frekuensi pemberian konsentrat 15 ± 0 15 100

9. Pemberian air minum 28,33 ± 5,31 30 94,44

Keterangan: ** = sangat nyata (P<0,01)

(44)

32 Selain pemberian dan kualitas hijauan yang rendah, sub aspek pemberian konsentrat juga tidak sesuai dengan nilai yang diharapkan. Hal yang menyebabkan sub aspek jumlah pemberian konsentrat berbeda dengan nilai harapan adalah harga konsentrat yang mahal. Harga konsentrat yang dijual dari koperasi tidak sebanding dengan produksi dan harga susu yang dijual ke koperasi sehingga para peternak kesulitan untuk memberikan konsentrat dengan jumlah yang cukup. Konsentrat yang dijual di koperasi menurut peternak memiliki kualitas yang tidak stabil, terkadang baik namun terkadang juga tidak bagus.

Jumlah dan persentase peternak yang sudah menerapkan aspek makanan ternak dapat dilihat secara lengkap pada Tabel 12. Cara pemberian hijauan oleh sebagian besar peternak (83,3%) di KUNAK Cibungbulang dilakukan setelah melakukan pemerahan. Standar kebutuhan sapi laktasi pada populasi sapi yang diamati di KUNAK adalah sebanyak 39,6 kg untuk hijauan. Dihitung dari rata-rata bobot badan populasi sapi perah di daerah tersebut kemudian dicari 10% dari rata-rata tersebut. Hasil yang didapat menunjukkan bahwa para peternak masih cukup bervariasi dalam memberikan hijauannya, mulai dari yang terendah sebesar 21 kg dan yang tertinggi sebesar 44 kg. Sebanyak 13 peternak (43,33%) yang memberikan hijauan pada ternaknya sesuai dengan yang dibutuhkan ternak yaitu sebesar 36 kg-43 kg. Paling banyak peternak (53,33%) memberikan hijauan kepada ternaknya dibawah jumlah yang disarankan yaitu pemberian hijauannya kurang dari 36 kg. Kekurangan tersebut disebabkan oleh terbatasnya lahan yang dimiliki para peternak di KUNAK Cibungbulang untuk membudidayakan hijauan unggul untuk ternaknya. Menurut Sudono (1999), sapi perah yang memiliki produktivitas tinggi, bila tidak mendapat pakan yang cukup baik secara kuantitas maupun kualitas, tidak akan menghasilkan susu yang sesuai dengan kemampuannya. Cara pemberian pakan yang salah dapat mengakibatkan penurunan produksi, gangguan kesehatan bahkan dapat juga menyebabkan kematian. Hanya ada sebanyak satu peternak (3,33%) yang memberikan hijauan secara berlebihan yaitu sebesar 44 kg hijauan.

(45)

33 kualitas campuran dan semua peternak (100%) memberikan hijauan dengan frekuensi sebanyak 2 kali pemberian. Hal ini menyebabkan kualitas hijauan yang di-

Tabel 12. Penerapan Aspek Makanan Ternak Sapi Perah di KUNAK, Cibungbulang, Bogor

No. Uraian Jumlah Peternak

Orang %

1. Cara pemberian hijauan a. Setelah diperah

2. Jumlah pemberian hijauan a. Cukup

4. Frekuensi pemberian hijauan a. dua kali

5. Cara pemberian konsentrat a. Sebelum diperah

6. Jumlah pemberian konsentrat a. Cukup

7. Kualitas konsentrat dan mineral a. Baik dan lengkap

b. Baik dan kurang mineral c. Kurang baik

(46)

34 berikan kepada ternaknya bukan kualitas unggulan kaarena sebagian besar peternak masih mencampur hijauannya dengan beberapa bahan hijauan lain. Terkadang peternak mencampur jerami dengan rumput gajah, atau mencampur rumput gajah dengan rumput lapang dan sawi. Hal tersebut dilakukan untuk menghemat hijauan yang dibudidayakan agar dapat memenuhi kebutuhan ternak sepanjang tahun. Menurut Ensminger (1971), hijauan yang berkualitas adalah hijauan yang memiliki karakteristik fisik dan kimia umum dengan palatabilitas baik dan kaya akan nutrisi.

Salah satu faktor yang mempengaruhi produksi susu adalah pakan konsentrat. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa sebagian besar peternak (63,3%) di KUNAK, Cibungbulang memberikan pakan konsentrat kepada ternaknya sebelum diperah. Pemberian pakan konsentrat pada lokasi KUNAK berkisar antara yang paling rendah sebesar 2,2 kg sampai yang paling tinggi yaitu sebesar 29,3 kg. Biasanya para peternak mencampur konsentrat dengan ampas tahu atau ampas tempe. Jumlah pemberian pakan konsentrat yang dilakukan oleh sebagian besar peternak (43,3%) di lokasi penelitian tersebut termasuk pada kategori kurang secara kuantitas yaitu kurang dari 4 kg pakan konsentrat. Sebanyak 33,33% peternak sudah memberikan pakan konsentrat sesuai standar kuantitas yang dibutuhkan yaitu sebesar 4-6 kg. Hal ini yang menyebabkan produksi susu di lokasi tersebut hanya sekitar 10 liter/ekor/hari. Menurut Sudono (1999), pada umumnya produksi sapi perah di Indonesia cukup rendah, produksi susu rata-rata berkisar antara 3-10 liter/ekor/hari tergantung pada jenis peternakannya. Produksi yang rendah ini dapat disebabkan salah satunya karena makanan yang diberikan baik kuantitas maupun kualitasnya kurang baik. Konsentrat yang digunakan para peternak di KUNAK, Cibungbulang berasal dari KPS Bogor, pabrik pakan pada salah satu peternak, pabrik pakan Cibinong, dan ada yang didatangkan dari Bandung. Sejumlah kecil peternak (23,33%) masih ada yang memberikan konsentrat kepada ternaknya melebihi kuantitas yang dibutuhkan bahkan mencapai 29 kg. Hal ini dapat meningkatkan biaya pakan yang akan berdampak pada efisiensi peternakan tersebut.

(47)

35 yang tersedia di KPS Bogor memiliki harga yang bervariasi sesuai dengan kualitas pakan, mulai dari yang harganya Rp.60 ribuan sampai mencapai harga Rp.120 ribuan. Sebanyak 46,7% peternak masih menggunakan pakan dengan kualitas yang paling rendah yaitu yang harganya hanya Rp. 60 ribuan. Hal ini dilakukan, karena kurangnya pendapatan para peternak dan harga susu yang rendah menyebabkan mereka kesulitan untuk membeli pakan dengan kulaitas yang paling baik. Semua peternak memberikan konsentrat pada ternaknya dengan frekuensi dua kali pemberian dan sebanyak 90% peternak memberikan minum ternaknya dengan cara ad libitum atau tersedia terus menerus. Hal ini disebabkan suplai air yang ada, terkadang tidak menentu. Apabila suplai airnya baik, biasanya para peternak memberikan ternaknya minum secara ad libitum.

Pengelolaan

Aspek pengelolaan yang diamati meliputi sub aspek membersihkan sapi, membersihkan kandang, cara pemerahan, penanganan pasca panen, pemeliharaan anak sapi dan dara, pengeringan sapi laktasi dan pencatatan usaha. Hasil pengamatan aspek pengelolaan dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13. Rataan dan Simpangan Baku Hasil Pengamatan Aspek Pengelolaan

No. Aspek Pengamatan Nilai

Harapan

Pengamatan (%)

1. Membersihkan sapi 20 ± 0 20 100

2. Membersihkan kandang 20 ± 0 20 100

3. Cara pemerahan 31,33** ± 3,46 40 78,33

4. Penanganan pasca panen 35 ± 0 35 100 5. Pemeliharaan anak sapi dan dara 35 ± 0 35 100 6. Pengeringan sapi laktasi 29 ± 4,03 30 96,67

7. Pencatatan usaha 7,83** ± 5,20 20 39,17

Keterangan: ** = sangat nyata (P<0,01)

(48)

36 sub aspek cara pemerahan dan sub aspek pencatatan usaha yang juga memiliki nilai pengamatan aspek teknis yang paling rendah. Hal ini terjadi karena pada peternakan di KUNAK, Cibungbulang sebagian besar pengelola peternakan disana hanyalah sebagai pegawai kandang saja dan masih ada anggapan bahwa pencatatan usaha dirasa tidak begitu penting. Adanya pencatatan apabila mereka diminta melakukan hal tersebut oleh pemilik ternaknya. Tidak sesuainya sub aspek cara pemerahan pada lokasi penelitian tersebut disebabkan para peternak sudah terbiasa dengan cara pemerahan yang kurang benar. Hal tersebut dilakukan selama bertahun-tahun walaupun terkadang mereka juga mengetahui bahwa cara pemerahan tersebut kurang benar. Cara pemerahan yang kurang benar tersebut dilakukan untuk mempercepat proses pemerahan sehingga waktu yang digunakan dalam memerah menjadi efektif.

Jumlah dan persentase peternak di KUNAK Cibungbulang dapat dilihat pada Tabel 14. Semua peternak (100%) di KUNAK, Cibungbulang membersihkan sapi setiap hari dan membersihkan kandang sebanyak dua kali sehari. Hal ini membuktikan bahwa para peternak yang ada di lokasi penelitian tersebut sudah mulai menyadari akan arti pentingnya sanitasi. Peternak membersihkan sapi terutama pada bagian ambing, lipatan paha, dan bagian belakangnya. Bagian-bagian tersebut menjadi prioritas dalam membersihkan sapi karena keterbatasan suplai air dari aliran irigasi yang bersumber dari Sungai Cigamea tidak menentu. Hal ini bertujuan untuk menjaga kehigienisan susu yang diperah. Ketika suplai airnya lancar, mereka melakukan penampungan air untuk mengatasi kekeringan air pada waktu-waktu tertentu. Cara membersihkan sapi, ketika airnya cukup melimpah adalah dengan cara menyiram ke seluruh bagian ternak, kemudian menyikatnya dan memakai pembersih seperti pemutih atau sabun pencuci. Cara membersihkan kandang yang biasanya dilakukan oleh peternak di KUNAK, Cibungbulang yaitu: pertama-tama membersihkan kotoran ternak yang ada di lantai, kemudian membersihkan sisa pakan dan minum, setelah itu menyiram dan menyikat lantai kandang.

(49)

37 Tabel 14. Penerapan Aspek Pengelolaan Sapi Perah di KUNAK, Cibungbulang,

Bogor

No. Uraian Jumlah Peternak

Orang % 4. Penanganan pasca panen

a. benar dan baik 5. Pemeliharaan anak sapi dan dara

a. baik 6. Pengeringan sapi laktasi

a. 2 bulan sebelum beranak b. 1,5 bulan sebelum beranak

c. Kurang dari 1 bulan sebelum beranak

28

(50)

38 puting susu dari atas ke bawah karena hal ini dapat membuat puting susu melar dan menjadi panjang ke bawah.

Penanganan pasca panen yang dilakukan semua peternak di KUNAK, Cibungbulang sesuai hasil pengamatan adalah benar dan baik. Setelah pemerahan selesai dan susu dimasukkan ke dalam milkcan, susu tersebut kemudian langsung disetor ke koperasi yang ada di lokasi KUNAK. Hal-hal yang dilakukan setelah disetor adalah dilakukan uji berat jenis, kadar air dan kadar lemak kemudian susu diberi perlakuan pendinginan untuk menghambat pertumbuhan mikroba. Uji-uji tersebut yang kemudian akan menentukan harga dari susu yang disetor oleh para peternak.

Aspek lain yaitu pemeliharaan pedet dan dara sebagai replacement stock. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa pemeliharaan pedet dan dara oleh para peternak (100%) dilakukan dengan baik. Kandang pedet dari mulai berumur sehari sampai dua hari langsung dipisahkan dari induknya. Sudono (1999) menyatakan pada umumnya anak sapi dibiarkan bersama-sama dengan induknya selama 24 jam sampai dengan 48 jam setelah lahir. Peternak di KUNAK, Cibungbulang memberikan susu pada pedetnya sampai sapi tersebut berumur tiga hingga empat bulan. Tiap peternak biasanya melakukan penyapihan pada anak sapinya dengan waktu yang beragam disesuaikan pada tenaga dan faktor-faktor ongkos yang lain, besarnya anak sapi, kecepatan tumbuhnya dan kesehatan umum dari anak sapi (Sudono, 1999). Pemeliharaan dara dilakukan dengan cara memberikan pakan yang lebih sedikit dibandingkan pemberian pakan terhadap sapi yang sedang laktasi.

(51)

39 laktasi berat sehingga kondisi sapi tetap sehat dan menjamin pertumbuhan fetus di dalam kandungan.

Pencatatan usaha tidak dilakukan oleh para peternak di KUNAK, Cibungbulang (73,33%). Beberapa hal yang menjadi penyebabnya, antara lain kurangnya kepedulian dan kesadaran peternak untuk mengembangkan usahanya, dan peternak yang ada biasanya ada di lokasi tersebut hanya sebagai pegawai bukan pemilik. Peningkatan sub aspek ini harus dilakukan agar pengembangan peternakan sapi perah di KUNAK Cibungbulang dapat terus dilakukan. Semakin baik pencatatan usaha yang dilakukan para peternak, akan semakin mudah pula dalam mengidentifikasi permasalahan pada peternakannya sehingga dapat menemukan jalan keluar yang sesuai.

Kandang dan Peralatan

Sub aspek yang diamati pada aspek kandang yaitu tata letak kandang, konstruksi kandang, drainase kandang, tempat kotoran, peralatan kandang dan peralatan susu. Hasil pengamatan aspek perkandangan disajikan pada Tabel 15.

Tabel 15. Rataan dan Simpangan Baku Hasil Pengamatan Aspek Kandang dan Peralatan

No. Aspek Pengamatan Nilai

Harapan

Pengamatan (%)

1. Tata letak kandang 10 ± 0 10 100

2. Konstruksi kandang 25 ± 0 25 100

3. Drainase kandang 15 ± 0 15 100

4. Tempat kotoran 10 ± 0 10 100

5. Peralatan kandang 15 ± 0 15 100

6. Peralatan susu 15,33** ± 1,83 25 61,33

Keterangan: ** = sangat nyata (P<0,01)

(52)

40 dihasilkan bisa terkena kontaminasi ketika ditampung dengan peralatan yang tidak higienis. Perlu adanya subsidi atau kredit yang ringan agar peternak bisa mendapatkan peralatan susu yang sesuai standar sehingga kualitas susu yang dihasilkan bisa ikut terjaga.

Jumlah peternak yang telah menerapkan aspek perkandangan dapat dilihat secara lengkap pada Tabel 16.

Tabel 16. Penerapan Aspek Kandang dan Peralatan Sapi Perah di KUNAK, Cibungbulang, Bogor

No. Uraian Jumlah Peternak

Orang %

1. Tata letak a. Tersendiri

b. Jadi satu dengan rumah

30

a. Lengkap, dan sesuai persyaratan

Gambar

Tabel 1. Faktor Penentu Ternak Sapi Perah Ditinjau dari Aspek Pembibitan dan Reproduksi Berdasarkan Dirjen Peternakan (1983)
Tabel 2. Faktor Penentu Ternak Sapi Perah Ditinjau dari Aspek Makanan Ternak
Tabel 3. Faktor Penentu Ternak Sapi Perah Ditinjau dari Aspek Pengelolaan    Berdasarkan Dirjen Peternakan (1983)
Tabel 4. Faktor Penentu Ternak Sapi Perah Ditinjau dari Aspek Kandang dan  Peralatan Berdasarkan Dirjen Peternakan (1983)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada delay 30 detik dan juga 60 detik, rata-rata selisih waktu tamu terdeteksi yang didapatkan dengan delay 30 detik yaitu 6.05 detik dan delay 60 detik didapatkan

Pemberhentian adalah putusnya hubungan kerja seseorang dari suatu perusahaan. Pemberhentian ini disebabkan oleh keinginan karyawan, keinginan perusahaan, kontrak kerja

Untuk mengatasi kondisi yang demikian, maka di dalam pengelolaan pemberian kredit, pihak perusahaan mempertimbangkan informasi character (kharakter konsumen) berkaitan dengan

serbuk daun ungu, metode yang digunakan perkolasi dan pelarut yang. digunakan adalah etanol 70%. Ekstraksi adalah kegiatan

Untuk melakukan pengenalan terhadap pola tanda tangan, input gambar scan tanda tangan akan dilakukan proses pengambangan (thresholding), untuk menghasilkan gambar biner (hitam

Metode penelitian: Penelitian penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang bertujuan untuk memperoleh gambaran karakteristik masyarakat, yaitu umur, pendidikan,

Fokus penelitian ini pada kegiatan Musrenbang pada tingkat desa dan kelurahan sebagai forum komunikasi stakeholder yang mewakili masyarakat desa/kelurahan untuk mengaspirasikan