Penyelesaian Kredit Macet Dalam Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Pada Bank Tabungan Negara Cabang Medan
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Meperoleh
Gelar Sarjana Hukum
DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN PERDATA BW
Oleh :
SADDAM YAFIZHAM LUBIS 090200273 FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur Penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT yang dengan rahmat dan hidayah-Nya, memberikan kesehatan, kesabaran, dan kelapangan berpikir kepada Penulis sehingga skripsi ini telah selesai dikerjakan.
Skripsi ini berjudul : Penyelesaian Kredit Macet Dalam Perjanjian Kredit
Pemilikan Rumah (KPR) Pada Bank Tabungan Negara Cabang Medan.
Penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi persyaratan dalam rangka mencapai gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Departemen Hukum Keperdataan.
Dalam proses penulisan skripsi ini, penulis telah mendapat bantuan dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini Penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada:
1. Prof. Dr. Runtung, S.H., M.Hum. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
2. Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum. selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
3. Prof. Dr. Syafruddin Hasibuan, S.H., M.H., D.F.M selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
4. Dr. Ok Saidin, S.H., M.Hum. selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
6. Prof. Dr. Tan Kamello, S.H, M.S. selaku Dosen Pembimbing I yang telah membimbing dan mengarahkan Penulis selama proses penulisan skripsi.
7. Ibu Puspa Melati, S.H., M.Hum selaku Dosen Pembimbing II yang telah membimbing dan mengarahkan Penulias selama proses penulisan skripsi. 8. Bapak Hemat Tarigan, S.H., M.Hum selaku Dosen Pembimbing Akademik. 9. Kepada Ayahanda H. Drs. Ahmad Sayuti Lubis, Ak dan ibunda Hj. A. Minda
Mora Lubis yang selalu memberikan dukungan moral dan materiil serta doa dan kasih saying yang sedari kecil diberikan. Tanpa cinta, dukungan dan doanya sangat sulit bagi Penulis untuk mencapai cita-citanya. Skripsi ini Penulis persembahkan buat Ayahanda dan Ibunda.
10.Seluruh Dosen dan Staf Pengajar di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah mengajar dan membimbing Penulis selama menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
11.Seluruh Staf Tata Usaha dan Staf Administrasi Perpuastakaan serta para pegawai di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
12.Bapak Elvin dan seluruh pegawai Bank Tabungan Negara Cabang Medan yang telah membantu Penulis dalam melakukan penelitian yang berhubungan dengan Penyelesaian Kredit Macet Dalam Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR).
13.Kepada abang dan kakak Penulis, yaitu Fuad Yunus Lubis, S.E. dan Wizni Nadra Lubis yang sangat penulis sayangi serta seluruh keluarga besarku yang memberikan perhatian dan semangat untuk ku agar terus maju.
Siregar, SH., Rizky Prananda Tambunan, SH., Ricky tri Gunarto, Maulana Syahputra, Hendra Saputro Ongko, Nico Adhari Effendi. Terimakasih atas doa, dukungan dan bantuannya selama ini.
15.Kepada seluruh teman-teman stambuk 2009 Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
Demikianlah Penulis sampaikan, Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk menambah wawasan dan pengetahuan hendaknya.
Medan, Januari 2014 Hormat Penulis
DAFTAR ISI
Halaman Judul i
Halaman Pengesahan ii
Kata Pengantar iii
Daftar Isi vi
Abstrak viii
BAB I PENDAHULUAN
A.Latar Belakang 1
B.Permasalahan... 7
C.Tujuan Penulisan 7
D.Manfaat Penulisan 8
E. Keaslian Penulisan 9
F. Metode penulisan 9
G.Sistematika Penulisan 12
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BANK DAN PERJANJIAN
KREDIT
A.Pengertian Bank Menurut Aspek Hukum Perbankan... 14 B. Fungsi Dan Jenis-Jenis Bank Menurut
Aspek Hukum Perbankan... 18 C. Pengertian Perjanjian Kredit Dan Dasar Hukumnya
Dalam KUHPerdata Syarat Sahnya Perjanjian... 27 D. Unsur-Unsur, Fungsi, Jenis-Jenis Kredit Perbankan... 45
BAB III Tinjauan Umum Kredit Pemilikan Rumah (KPR)
A.Pengertian Kredit Pemilikan Rumah (KPR)... 55 B.Jenis-Jenis Kredit Pemilikan Rumah (KPR)... 56 C.Syarat-Syarat Kredit Pemilikan Rumah (KPR)... 58 D.Penyelenggaraan Administrasi Kredit Pemilikan
BAB IV Penyelesaian Kredit Macet dalam Perjanjian Kredit Pemilikan
Rumah Pada Bank Tabungan Negara Cabang Medan
A.Pelaksanaan Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah
Pada Bank Tabungan Negara Cabang Medan... 73 B.Sebab-Sebab Timbulnya Kredit Macet Pada bank
Tabungan Negara Cabang Medan... 80 C.Upaya Penyelesaian Kredit Macet Dalam Perjanjian
Kredit Pemilikan Rumah Pada Bank Tabungan Negara
Cabang Medan... 84
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan 108
B. Saran 109
Daftar Pustaka
ABSTRAK
Saddam Yafizham Lubis* Tan Kamello** Puspa Melati***
Kredit Pemilikan Rumah (KPR) adalah kredit yang digunakan untuk membeli rumah atau untuk kebutuhan konsumtif lainnya dengan jaminan/agunan berupa rumah. Salah satu bank milik negara yang secara luas telah menyediakan pendanaan bagi masyarakat untuk membeli rumah dengan berbagai tipe dan harga adalah Bank Tabungan Negara Cabang Medan. Dalam pemberian KPR kepada debitur, Bank Tabungan Negara mengikatkan diri mereka dalam suatu Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah. Adapun permasalahan dalam skripsi ini adalah dalam pelaksanaan Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah debitur yang tidak beritikad kooperatif yaitu adanya debitur yang telat membayar kredit sesuai dengan jangka waktu yang telah ditentukan dalam Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah , sehingga terjadinya kredit macet pada Bank Tabungan Negara Cabang Medan. Upaya penyelesaian kredit macet yang dilakukan Bank Tabungan Negara Cabang Medan dilakukan dengan cara penjadwalan ulang, alih debitur (peralihan utang), subrogasi, gugatan kepada debitur melalui Pengadilan Negeri, dan eksekusi melalui Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara (BUPLN).
Metdose penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode penelitian hukum normatif dan penelitian hukum empiris. Penelitian hukum normatif dikonsepkan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan (laws in book) atau hukum dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan berprilaku manusia yang dianggap pantas. Sedangkan penilitian hukum empiris adalah penelitian yang dilakukan peneliti secara langsung di lapangan. Studi kasus di lakukan pada Bank Tabungan Negara Cabang Medan.
Kesimpulan menunjukkan bahwa Pelaksanaan Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) pada Bank Tabungan Negara Cabang Medan oleh kedua belah pihak (kreditur dan debitur) berdasarkan kesepakatan-kesepakatan yang telah dituangkan dalam sebuah Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam perjanjian tersebut maka masing-masing pihak akan memperoleh hak dan kewajiban. Salah satu penyebab terjadinya kredit macet adalah debitur tidak melaksanakan kewajibannya dengan baik mislanya tidak membayar angsuran sesuai dengan waktu yang telah ditentukan dalam perjanjian kredit.
Kata kunci : Kredit Pemilikan Rumah, Kredit Macet, Penyelesaian Kredit Macet
Mahasiwa Fakultas Hukum USU
** Dosen Pembimbing I *** Dosen Pembimbing II
ABSTRAK
Saddam Yafizham Lubis* Tan Kamello** Puspa Melati***
Kredit Pemilikan Rumah (KPR) adalah kredit yang digunakan untuk membeli rumah atau untuk kebutuhan konsumtif lainnya dengan jaminan/agunan berupa rumah. Salah satu bank milik negara yang secara luas telah menyediakan pendanaan bagi masyarakat untuk membeli rumah dengan berbagai tipe dan harga adalah Bank Tabungan Negara Cabang Medan. Dalam pemberian KPR kepada debitur, Bank Tabungan Negara mengikatkan diri mereka dalam suatu Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah. Adapun permasalahan dalam skripsi ini adalah dalam pelaksanaan Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah debitur yang tidak beritikad kooperatif yaitu adanya debitur yang telat membayar kredit sesuai dengan jangka waktu yang telah ditentukan dalam Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah , sehingga terjadinya kredit macet pada Bank Tabungan Negara Cabang Medan. Upaya penyelesaian kredit macet yang dilakukan Bank Tabungan Negara Cabang Medan dilakukan dengan cara penjadwalan ulang, alih debitur (peralihan utang), subrogasi, gugatan kepada debitur melalui Pengadilan Negeri, dan eksekusi melalui Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara (BUPLN).
Metdose penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode penelitian hukum normatif dan penelitian hukum empiris. Penelitian hukum normatif dikonsepkan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan (laws in book) atau hukum dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan berprilaku manusia yang dianggap pantas. Sedangkan penilitian hukum empiris adalah penelitian yang dilakukan peneliti secara langsung di lapangan. Studi kasus di lakukan pada Bank Tabungan Negara Cabang Medan.
Kesimpulan menunjukkan bahwa Pelaksanaan Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) pada Bank Tabungan Negara Cabang Medan oleh kedua belah pihak (kreditur dan debitur) berdasarkan kesepakatan-kesepakatan yang telah dituangkan dalam sebuah Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam perjanjian tersebut maka masing-masing pihak akan memperoleh hak dan kewajiban. Salah satu penyebab terjadinya kredit macet adalah debitur tidak melaksanakan kewajibannya dengan baik mislanya tidak membayar angsuran sesuai dengan waktu yang telah ditentukan dalam perjanjian kredit.
Kata kunci : Kredit Pemilikan Rumah, Kredit Macet, Penyelesaian Kredit Macet
Mahasiwa Fakultas Hukum USU
** Dosen Pembimbing I *** Dosen Pembimbing II
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam rangka Pembangunan Nasional Indoinesia yang pada hakekatnya adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya, maka pembangunan rakyat merupakan salah satu usaha untuk memenuhi kebutuhan dasar daripada kesejahteraan rakyat, oleh karena itu pemenuhan kebutuhan sandang, pangan, dan papan sangat diperlukan dalam rangka pemerataan hasil-hasil pembangunan untuk kesejahteraan masyarakat dalam hal ini melalui pembangunan perumahan.
Pembangunan perumahan bagi masyarakat mempunyai arti yang cukup penting dalam peningkatan kualitas kehidupan masyarakat agar tercipta suasana kerukunan hidup keluarga dan kesetiakawanan sosial. Mengingat pentingnya perumahan bagi rakyat, pemerintah memberikan perhatian yang sangat besar terhadap masalah perumahan ini berdasarkan peraturan mengenai perumahan yang berlaku di Indonesia.
yang yang secara luas telah menyediakan pendanaan bagi masyarakat untuk membeli rumah dengan berbagai tipe, dan harga adalah Bank Tabungan Negara (BTN).1
Bank Tabungan Negara (BTN) dengan dasar hukum Surat Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor : B-49/MK/IV/I/1974 tertanggal 29 Januari 1974 yang menegaskan serta menunjuk Bank Tabungan Negara (BTN) berfungsi sebagai wadah pembiayaan Proyek Perumahan Rakyat, dan selanjutnya Pemerintah melalui Menteri BUMN dalam Surat Nomor S-554/M-MBU/2002 memutuskan Bank Tabungan Negara (BTN) sebagai Bank Umum dengan fokus bisnis pembiayaan perumahan tanpa subsidi hingga saat ini.
Untuk memenuhi kebutuhan akan perumahan oleh pemerintah maupun pihak swasta memberikan kemudahan bagi mereka yang belum memiliki rumah sendiri dan tidak dapat membeli secara tunai maka dapat membeli dan memiliki rumah melalui fasilitas Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dari Bank Tabungan Negara yang lebih dikenal KPR-BTN. Dalam pemilikan rumah dengan fasilitas kredit dari Bank Tabungan Negara meminta jaminan atas agunan dari calon debitur, maka disini terdapat tiga pihak yang terlibat didalamnya yaitu :
1. Pihak pengembang (developer) sebagai penjual rumah.
2. Pihak pembeli sekaligus sebagai calon debitur dan pemberi jaminan. 3. Pihak BTN selaku pemberi kredit sekaligus pemegang jaminan.
Pengikatan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dilakukan dengan suatu perjanjian tertulis yang disebut dengan Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah Bank
Tabungan Negara yang berbentuk perjanjian baku atau disebut juga dengan perjanjian adhesi (standard contarct).
Perjanjian baku (standard contract) adalah perjanjian yang hampir seluruh klausula-klausulanya sudah dibakukan oleh pemakainya dan pihak yang lain pada dasarnya tidak mempunyai peluang untuk merundingkan atau meminta perubahan.2
Perjanjian kredit adalah suatu ikatan antara kreditur dengan debitur dan merupakan undang-undang bagi mereka sehingga harus ditaati oleh para pihak berdasarkan hak dan kewajiban masing-masing, ketidaktaatan dari undang-undang yang dibuatnya, maka para pihak tersebut dikatakan wanprestasi, alpa, atau ingkar janji sebagaimana diatur dalam Pasal 1338 KUHPerdata.
Untuk mendapat kepastian hukum dan mempunyai kekuatan hukum serta pemenuhan hak dan kewajiban, maka bank dalam suatu perjanjian kredit juga meminta kuasa jaminan kepada debitur. Hal tersebut diatur dalam Undang-Undang No. 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan pada Pasal 6 berbunyi :
"Apabila debitur cidera janji, pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual obyek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut."
Pengikatan jaminan tersebut dilakukan dengan pemberian kuasa oleh debitur kepada kreditur. Dalam hal ini Bank Tabungan Negara sebagai pemegang Hak Tanggungan, dimana debitur memberi kuasa kepada Pembebanan Hak Tanggungan (SKMHT) yang merupakan alasan bagi pemegang Hak Tanggungan untuk mengajukan kepada Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) kepada Badan
2
http://legalbanking.wordpress.com/2012/05/03/asas-kebebasan-berkontrak-dalam-standard-kontrak-perjanjian-baku-dalam-bidang-bisnis-dan-perdagangan, Diakses pada tanggal
Pertanahan Nasional (BPN), yang akhirnya Badan Pertanahan Nasional (BPN) akan menerbitkan Sertifikat Hak Tanggungan.
Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) diberikan untuk menjamin pelunasan jenis-jenis kredit usaha kecil sebagaimana dimaksud dalam Surat Kementrian Direksi Bank Indonesia No.26/24/KEP/Dir tanggal 29 Mei 1993, tersebut di bawah ini berlaku sampai saat berakhirnya masa berlaku pemilikan rumah yang diberikan untuk pengadaan perumahan yaitu :
1. Kredit yang diberikan untuk pembiayaan pemilikan rumah inti, rumah sederhana, atau rumah susun dengan luas tanah maksimum 200 m2 dan luas bangunan tidak lebih dari 70 m2.
2. Kredit yang diberikan untuk Kapling Siap Bangun (KSB) dengan luas tanah 54 m2 sampai dengan 72 m2 dan kredit yang diberikan untuk membiayai
bangunannya.
3. Kredit yang diberikan untuk perbaikan/pemugaran rumah sebagaimana dimaksud huruf a dan b.
Dalam masalah Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) yang dalam Pasal 15 ayat 3 Undang-Undang Hak Tangungan ditentukan bahwa Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) mengenai "hak atas tanah yang sudah terdaftar" wajib diikuti dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sesudah diberikan.
Di dalam praktik perbankan untuk adanya pemberian kredit dari bank kepada debitur, maka pihak bank mengadakan perjanjian di dalam penyerahan uang terhadap debitur, yang telah disepakati bersama antara bank dengan kreditur. Kesepakatan antara bank dengan debitur dibuat dalam suatu perjanjian, yang disebut dengan perjanjian kredit. Perjanjian kredit yang dibuat sebelum penyerahan uang, sehingga perjanjian kredit merupakan perjanjian perjanjian pendahuluan dari penyerahan uang. Perjanjian kredit terjadi pada saat ditandatanganinya perjanjian oleh kedua belah pihak antara kreditur dengan debitur yang telah ditentukan.
Pemberian kredit oleh bank mempunyai risiko bagi bank itu sendiri. Risikonya adalah risiko dari debitur, karena tidak mampunya debitur untuk membayar angsuran atau melunasi kreditnya yang disebabkan akan sesuatu hal tertantu yang tidak dikehendaki oleh bank. Oleh karena itu, semakin lama jangka waktu atau tenggang waktu yang diberikan bank kepada debitur untuk membayar atau melunasi kredit, maka semakin besar risiko yang ditanggung oleh bank.3
Namun perputaran uang melalui kredit tidak selalu lancar. Ada kalanya uang itu tersendat untuk kembali lagi ke bank. Dengan kata lain, debitur kesulitan untuk mengembalikan pinjaman atau hutangnya kepada bank. Dalam kondisi ini, tercipta apa yang disebut dengan kredit macet. Pada bank, kredit macet tidak hanya akan merugikan pemilik/pemegang saham bank tersebut, tetapi akan merugikan para pemilik dana yang sebagian besar adalah anggota masyarakat, bahkan merusak sendi perekonomian suatu negara. Bisa dibayangkan jika terjadi kredit macet yang cukup besar, maka bank tersebut akan lumpuh bahkan bahkan
3
terancam tidak mampu memenuhi semua kewajiban keungannya karena perusahaan likuidasi (insolvable) dan tidak mampu memenuhi kewajiban keungannya, terutama kewajiban jangka pendeknya (illiquid), karena sebagian besar dana masyarakat yang dititipkan pada bank, tertahan di tangan debitur bank.4
Dalam menyalurkan kreditnya, bank juga melakukan penelitian atas peminjamannya. Para calon debitur diwajibkan mengisi formulir tertentu yang diajukan bank sekaligus memenuhi persyaratan yang telah ditentukan oleh bank. Kemudian bank akan mempertimbangkan mengenai beberapa hal, termasuk kesanggupan calon debitur untuk membayar atau melunasi kembali pinjaman yang telah diberikan bank. Meskipun demikian, masalah kredit macet bukan masalah yang mudah untuk dihindari bank. Maka diperlukan suatu pengaturan mengenai perlindungan terhadap bank selaku kreditur atas kasus kredit macet pada perjanjian kreditnya.
Dalam pengadaan perumahan untuk rakyat dalam bentuk kredit, Bank Tabungan Negara menyediakan fasilitas Kredit Pemilikan Rumah (KPR) yang diprioritaskan bagi rakyat yang tergolong berpenghasilan rendah dan menengah dapat membeli rumah dengan pembayaran secara kredit yang disepakati bersama yang kemudian akan ditempati sendiri.
Berdasarkan dengan latar belakang di atas, maka penulis mencoba untuk mengangkat dan menuangkannya dalam bentuk skripsi yang berjudul
"Penyelesaian Kredit Macet Dalam Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah
(KPR) Studi Pada Bank Tabungan Negara Cabang Medan".
4
A.S. Mahmoeddin, 100 Penyebab Kredit Macet, Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1995,
B. Permasalahan
Berdasarkan hal-hal yang diuraikan diatas, maka perlu dikaji lebih jauh mengenai "Penyelesaian Kredit Macet Dalam Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Studi Pada Bank Tabungan Negara Cabang Medan". Yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah :
1. Bagaimana pelaksanaan perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) pada Bank Tabungan Negara Cabang Medan ?
2. Apa yang menjadi sebab-sebab timbulnya kredit macet pada Bank Tabungan Negara Cabang Medan ?
3. Bagaimana upaya penyelesaian kredit macet dalam perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) pada Bank Tabungan Negara Cabang Medan ?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk memenuhi syarat guna untuk mendapatkan gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan sebagai tambahan pengetahuan bagi penulis. Namun berdasarkan permasalahan yang dikemukakan di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam karya tulis ini antara lain:
1. Untuk mengetahui pelaksanaan perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) pada Bank Tabungan Negara Cabang Medan.
3. Untuk mengetahui upaya penyelesaian kredit macet dalam perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) pada Bank Tabungan Negara Cabang Medan.
D. Manfaat Penulisan
Manfaat penulisan dari skripsi yang berjudul "Penyelesaian Kredit Macet Dalam Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Studi Pada Bank Tabungan Negara Cabang Medan" adalah sebagai berikut :
1. Manfaat Secara Teoritis
Penulisan skripsi ini diharapkan dapat menambah dan memperluas pengetahuan penulis dan pembaca dalam karya ilmiah ini untuk mengetahui tentang hal-hal yang ada pada perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR), mengetahui penyelesaian kredit macet pada perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR), dan menambah ilmu pengetahuan di bidang hukum pada umumnya, khususnya dalam bidang hukum perbankan.
2. Manfaat Secara Praktis
Penulisan skripsi ini diharapkan dapat menjadi bahan kajian bagi para pembaca dan para pelaku bisnis perbankan, baik debitur maupun kreditur agar dapat memahami bagaimana solusi atau penyelesaian kredit macet dalam perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR).
E. Keaslian Penulisan
Pustaka bahwa judul skripsi yang sama dengan judul ”Penyelesaian Kredit Macet Dalam Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Studi Pada Bank Tabungan Negara Cabang Medan” ini tidak ditemukan dan tidak ada yang mirip. Penulis terjun langsung untuk melakukan penelitian pada Bank Tabungan Negara, sehingga sepengetahuan penulis tidak ada judul yang sama dengan skripsi ini di lingkungan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa tulisan ini adalah asli.
Skripsi ini asli ditulis dan diproses melalui pemikiran penulis, referensi dari peraturan-peraturan, buku-buku, kamus hukum, internet, bantuan dari narasumber dan pihak-pihak yang berkompeten dalam bidangnya yang berkaitan dengan skripsi ini. Dengan demikian keaslian skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
F. Metode Penelitian
Metode penelitian yang dipergunakan dalam penelitian dalam penyelesaian skripsi ini terdiri dari :
1. Jenis Penelitian
Metode yang digunakan pada penelitian ini yaitu metode penelitian hukum normatif dan penelitian hukum empiris. Penelitian hukum normatif disebut juga penelitian hukum doktrinal. Pada penelitian hukum jenis ini, acap kali hukum dikonsepkan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan (laws in books) atau hukum dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan berperilaku manusia yang dianggap pantas.5 Penelitian hukum empiris
5Amiruddin dan Zainal Askin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta : PT.
merupakan penelitian yang dilakukan peneliti langsung di lapangan, ditujukan untuk mengumpulkan data yang dibutuhkan untuk menjawab pertanyaan yang menjadi permasalahan dalam skripsi yang diajukan.
2. Sumber Data
Sumber data penelitian ini berdasarkan dengan data sekunder, yang terdiri dari :
a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat yaitu Kitab Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, dan Undang-Undang yang berhubungan dengan perbankan lainnya.
b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberi petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer yaitu berupa bahan yang berhubungan dengan topik penulisan skripsi ini buku-buku karangan para sarjana, hasil penelitian, undang-undang, internet, ataupun jurnal yang membahas tentang kredit macet dan Kredit Pemilikan Rumah (KPR).
c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk, maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder seperti kamus, ensiklopedia, dan lain-lain.
3. Alat Pengumpulan Data
a. Penelitian Kepustakaan (Library Research), yaitu dengan mempelajari peraturan perundang-undangan, buku, situs internet yang berkaitan dengan judul skripsi ini yang bersifat teoritis ilmiah yang dapat dipergunakan sebagai dasar dalam penelitian dan menganalisa yang dihadapi.6
b. Penelitian Lapangan (Field Research) yaitu suatu metode pengumpulan data-data yang dilakukan dengan cara meneliti langsung, dengan mencari data-data ke lapangan sesuai dengan yang dibutuhkan. Dalam penulisan skripsi ini penulis melakukan penelitian lapangan pada Bank Tabungan Negara Cabang Medan dengan melalui wawancara. Adapun yang di wawancarai adalah Bpk. Firman sebagai kepala bagian administrasi kredit dan Bpk. Elvin sebagai staff Loan Servive.
4. Analisis Data
Metode yang digunakan dalam menganalisis data adalah analisis kualitatif, yaitu data yang diperoleh kemudian disusun secara sistematis dan selanjutnya dianalisis secara kualitatif untuk mencapai kejelasan masalah yang akan dibahas dan hasilnya tersebut dituangkan dalam bentuk skripsi.
G. Sistematika Penulisan
Penulisan skripsi ini dibagi dalam lima bab yang masing-masing bab permasalahannya diuraikan tersendiri dalam beberapa sub bab yang lebih kecil.
Namun masing-masing pembahasan saling berkaitan satu sama lainnya, sehingga mencerminkan keutuhan materi skripsi ini dengan gambaran sebagai berikut : BAB I : PENDAHULUAN
Dalam bab ini penulis akan membahas tentang Latar Belakang, Permasalahan, Tujuan Penulisan, Manfaat Penulisan, Keaslian Penulisan, Tinjauan Pustaka, Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan.
BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG BANK DAN PERJANJIAN KREDIT
Dalam bab ini penulis akan membahas tentang Pengertian Bank Menurut Aspek Hukum Perbankan, Fungsi Dan Jenis-Jenis Bank Menurut Aspek Hukum Perbankan, Pengertian Perjanjian Kredit Dan Dasar Hukumnya Dalam KUHPerdata, dan Unsur-Unsur, Fungsi, Dan Jenis-Jenis Perjanjian Kredit Perbankan.
BAB III : TINJAUAN UMUM TENTANG KREDIT PEMILIKAN RUMAH (KPR)
Dalam bab ini penulis akan membahas tentang Pengertian Kredit Pemilikan Rumah (KPR), Syarat-Syarat Pemberian Kredit Pemilikan Rumah (KPR), Jenis-Jenis Kredit Pemilikan Rumah (KPR), dan Penyelenggaraan Administrasi Kredit Pemilikan Rumah (KPR).
BAB IV : PENYELESAIAN KREDIT MACET DALAM PERJANJIAN KREDIT PEMILIKAN RUMAH (KPR) PADA BANK TABUNGAN NEGARA CABANG MEDAN
Sebab-Sebab Timbulnya Kredit Macet Pada Bank Tabungan Negara Cabang Medan, dan Upaya Penyelesaian Kredit Macet Dalam Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Pada Bank Tabungan Negara Cabang Medan.
BAB V : Penutup
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG BANK DAN PERJANJAN KREDIT
A. Pengertian Bank Menurut Aspek Hukum Perbankan
Bank adalah sebuah lembaga intermediasi keuangan umumnya didirikan dengan kewenangan untuk menerima simpanan uang, meminjamkan uang, dan menerbitkan promes atau yang dikenal sebagai banknote. Kata bank berasal dari bahasa Italia yaitu "banque" atau "banca" yang berarti bangku, karena waktu itu para bankir Florence pada masa Renaissans melakukan transaksi mereka untuk duduk sambil bekerja.7
Bank merupakan salah satu lembaga keuangan yang paling penting dan besar peranannya dalam kehidupan masyarakat. Dalam menjalankan peranannya maka bank bertindak sebagai salah satu bentuk lembaga keuangan yang bertujuan memberikan kredit dan jasa-jasa keuangan lainnya. Adapun pemberian kredit itu dilakukan, baik dengan modal sendiri, dengan dana-dana yang dipercayakan oleh pihak ketiga, maupun dengan jalan memperedarkan alat-alat pembayaran baru berupa uang giral.8
Usaha bank tidak sebatas sebagai penyimpan dana dan pemberi kredit saja tetapi juga merupakan alat bagi pemerintah untuk menstabilkan moneter dan mendorong laju pertumbuhan perekonomian nasional atau sebagai agent of development. Sesuai dengan bidang usaha yang dijalankan bank tidak terlepas
7
Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2002, hal.
1.
8
Sigit Trianduri, Totok Budisantoso, Bank Dan Lembaga Keuangan Lain, Jakarta :
dengan dunia bisnis dan perekonomian pada umumnya sehingga untuk itu pengaturan, pengawasan dan pengendalian bank oleh pemeritah.9
Peranan bank sebagai lembaga keuangan baik dalam menghimpun dana masyarakat maupun menyalurkannya kembali ke masyarakat semakin meningkat dalam kondisi perekonomian saat ini maupun dimasa yang akan datang, peranan perbankan mempunyai kedudukan yang strategis sebagai lembaga yang berfungsi memperlancar arus lalu lintas pembayaran yang dirasakan amat dibutuhkan. Namun bank dalam melakukan usahanya menghadapi kendala antara lain :10
1. Kebijakan pemerintah dalam bidang moneter sebagai kewajiban mengendalikan keuangan Negara dan roda perekonomian, yang kadang berhubungan dengan kepentingan bank.
2. Berusaha untuk mencapai keuntungan yang maksimal namun tetap berpegang kepada aturan yang ditetapkan pemerintah, dan juga dituntut untuk menjaga likuiditasnya agar dapar memenuhi kewajiban kepada nasabahnya yang dapat menarik atau mencairkan simpanannya sewaktu-waktu.
3. Tingkat persaingan yang semakin tajam yng disebabkan oleh bertambahnya bank baru beserta kantor cabang yang baru, juga bertambahnya produk-produk perbankan yang baru yang sudah domidifikasi sesuai dengan permintaan pasar.
4. Bargaining power nasabah / calon nasabah lebih kuat, mereka semakin pintar memilih sehingga kalau tidak bias memperoleh apa yang diinginkannya, dengan mudah mereka pindah ke bank lain.
9 Ibid, hal. 3.
10 Syamsu Iskandar, Bank Dan Lembaga Keuangan Lainnya, Jakarta: In Media, 2013, hal.
5. Otomatis dalam sistem perbankan yang merupakan salah satu usaha meningkatkan kualitas pelayanan semakin diperlukan, namun manajemen menghadapi kendala dalam hal investasi yang relatif tidak kecil nilainya.
Selain menghadapi kendala yang bermacam-macam juga terdapat resiko yang dihadapi bank antara lain :11
1. Risiko Mismatch
Terganggunya likuiditas karena penarikan oleh deposan, penempatan dana, atau placement yang tidak cermat, serta penarikan atas komitmen dan sebagainya.
2. Risiko Bunga
Terganggunya likuiditas karena kekeliruan strategi dalam memupuk kemampuan likuiditas dan kemampuan profitabilitas, sehingga terdorong untuk menggunakan dana mahal.
3. Risiko Modal
Pada dasarnya fungsi modal adalah untuk menjaga keamanan kreditur dalam penentuan limit kredit, pangsa pasar atau market share dan mutu asset. Apabila kekurangan modal untuk kepentingan diatas, maka tertutuplah kemungkinan untuk mengisi peluang bisnis yang terbuka.
4. Risiko Kredit
Terjadinya kegagalan kreditur dalam usahanya, karena tidak mencapai sasaran dan tujuan kredit.
Pengertian yang lebih teknis dapat ditemukan pada Pernyataan Standard Akutansi Keuangan (PSAK) dan Surat Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor 792 Tahun 1990. Pengertian bank menurut PSAK Nomor 31 tentang Akutansi Perbankan :
“Bank adalah suatu lembaga yang berperan sebagai perantara keuangan
(financial intermediary) antara pihak yang memiliki dana dan pihak-pihak yang memerlukan dana, serta sebagai lembaga yang berfungsi memperlancar lalu lintas pembayaran.”
Sedangkan pengertian bank menurut Surat Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor 792 Tahun 1990 :
“Bank merupakan suatu badan yang kegiatannya di bidang keuangan melakukan penghimpun dan penyaluran dana kepada masyarakat terutama guna membiayai investasi perusahaan.”
Adapun pengertian bank menurut Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan :
“Bank adalah badan usaha yang mnghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.”
mencapai masyarakat yang adil dan makmur. Setiap kegiatan bank harus berhasil guna bagi kepentingan masyarakat.
B. Fungsi Dan Jenis-Jenis Bank Menurut Aspek Hukum Perbankan 1. Fungsi Bank Menurut Aspek Hukum Perbankan
Pada umumnya fungsi bank adalah menghimpun dana (funding) dalam bentuk simpanan, menyalurkan dana (lending) dalam bentuk kredit, dan bentuk-bentuk usaha lainnya. Fungsi bank pada umumnya adalah sebagai berikut :12
a. Menghimpun dana (funding) dalam bentuk simpanan yaitu kegiatan mengumpulkan uang dari masyarakat dalam bentuk rekening tabungan, rekening giro, dan deposito berjangka.
b. Menyalurkan dana (lending) dalam bentuk kredit adalah pemberian fasilitas kredit kepada nasabah maupun masyarakat umum yang membutuhkan pembiayaan, seperti : Kredit Modal Kerja, Kredit Investasi, Kredit Konstruksi, Kredit Komsumtif, Kredit Pemilikan Rumah, dan lain-lain.
c. Bentuk-bentuk usaha lainnya dari bank yaitu jasa bank lainnya, seperti : pengiriman uang (transfer), kliring, jual-beli valuta asing, pembayaran gaji, uang kuliah dan lain-lain.
Fungsi bank tidak hanya pada umumnya sebagai penyimpan dana
(funding) dalam bentuk simpanan, menyalurkan dana (lending), dan bentuk-bentuk usaha lainnya dari bank, tetapi bank juga berfungsi secara spesifik sebagai
agent of thrust, agent of development, dan agent of service. Adapun secara spesifik bank dapat berfungsi sebagai agent of trust, agent of development, dan
12 Iswardano, Uang Dan Bank Edisi Keempat, Cetakan Certama, Yogyakarta : BPFE,
agent of service seperti yang diungkapkan oleh Sigit Triandaru, dan A. Totok Budi Santoso, yaitu sebagai berikut :13
1) Agent of Trust
Dasar utama kegiatan perbankan adalah kepercayaan (trust), baik dalam menghimpun dana maupun menyalurkan dana. Masyarakat akan mau menyimpan dananya di bank apabila dilandasi oleh unsur kepercayaan. Masyarakat percaya bahwa uangnya tidak akan disalahgunakan oleh bank, uangnya akan dikelola dengan baik, dan juga percaya bahwa pada saat yang telah dijanjikan masyarakat dapat menarik lagi simpanannya di bank. Pihak bank sendiri akan mau menempatkan atau menyalurkan dananya kepada debitur atau masyarakat dilandasi oleh unsur kepercayaan.
Pihak bank percaya bahwa debitur tidak akan menyalahgunakan pinjamannya, debitur akan mengelola dana pinjaman dengan baik, debitur akan mempunyai kemauan untuk membayar pada saat jatuh tempo, dan juga bank percaya bahwa debitur mempunyai niat baik untuk mengembalikan pinjaman beserta kewajibannya lainnya pada saat jatuh tempo.
2) Agent of Development
Sektor dalam perekonomian masyarakat yaitu sektor moneter dan sektor riil tidak dapat dipisahkan. Kedua sektor tersebut berintegrasi saling mempengaruhi satu sama lain. Sektor riil tidak akan dapat berkinerja dengan baik apabila sektor moneter juga tidak bekerja dengan baik. Tugas bank sebagai penghimpun dana dan penyalur dana sangat diperlukan untuk kelancaran kegiatan
perekonomian sektor riil, dengan kegiatan bank tersebut memungkinkan masyarakat menanamkan investasi, distribusi, konsumsi, yang selalu berkaitan dengan penggunaan uang. Kelancaran kegiatan investasi, distribusi, konsumsi, ini tidak lain adalah kegiatan pembangunan ekonomi masyarakat.
3) Agent of Services
Di samping melakukan kegiatan menghimpun dana dan menyalurkan dana, bank juga memberikan penawaran jasa-jasa perbankan yang lain kepada masyarakat. Jasa bank ini erat kaitannya dengan kegiatan perekonomian masyarakat secara umum. Jasa-jasa bank ini antara lain dapat berupa pengiriman uang, jasa penitipan barang berharga, jasa pemberian jaminan bank, dan jasa menyelesaikan tagihan.
Adapun fungsi dan tujuan bank tercantum pada Pasal 3 dan 4 Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan maupun perubahannya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perbankan yang mengatakan bahwa :
“Fungsi utama perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat.”
“Perbankan Indonesia bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional kearah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak.” Dari fungsi-fungsi bank di atas dapat memberikan penjelasan atau gambaran yang menyeluruh dan lengkap mengenai fungsi bank dalam perekonomian yang terjadi di masyarakat, sehingga bank tidak hanya dapat diartikan sebagai lembaga perantara keuangan atau financial intermediary institution.
perekonomian tertentu atau memberikan perhatian yang lebih besar pada koperasi dan pengusaha golongan ekonomi lemah/pengusaha kecil dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Bank mempunyai konsekuensi sebagai lembaga yang bertujuan untuk menjaga dan memelihara perekonomian terutama mengenai nilai rupiah, maka bank mempunyai tugas untuk :14
a. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, bank berwenang untuk : i. Menetapkan sasaran-sasaran moneter dengan memperhatikan sasaran laju
inflasi yang ditetapkan.
ii. Melakukan pengendalian moneter dengan cara-cara tertentu, seperti operasi pasar terbuka di pasar uang, penetapan tingkat diskonto, penetapan cadangan-cadangan wajib minimum, dan pengaturan kredit atau pembiayaan, cara-cara ini pun dapat dilaksanakan berdasarkan prinsip syariah.
b. Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, bank berwenang untuk :
i. Melaksanakan dan memberikan persetujuan dan izin atas penyelenggaraan jasa dan sistem pembayaran.
ii. Mewajibkan penyelenggaraan jasa sistem pembayaran untuk menyampaikan laporan tentang kegiatannya.
iii. Menetapkan penggunaan alat pembayaran. c. Mengatur dan mengawasi bank.
14 Muhammad Djumhana, Hukum Perbankandi Indonesia, Bandung : PT. Citra Aditya
2. Jenis-Jenis Bank Menurut Aspek Hukum Perbankan
Pembagian jenis-jenis bank dapat dikelompokkan menurut fungsinya, kepemilikannya, status, dan cara menentukan harga. Pembagian jenis-jenis bank tersebut dimaksudkan untuk memperjelas ruang lingkup dan batas kegiatan yang dapat diselenggarakan.
Adapun menurut Kasmir dalam bukunya yang berjudul Bank dan Lembaga Keungan Lainnya menjelaskan tentang jenis-jenis bank dapat dibedakan atas :15
a. Dlihat dari segi fungsinya
Dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan ataupun undang-undang perubahannya, yakni Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan, jenis bank dari segi fungsinya terdiri dari :
1) Bank Umum
Pengertian bank umum tercantum pada Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, yaitu :
“Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan/atau berdasarkan prinsip syariah yangdalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.”
Bank umum sering disebut dengan bank komersil (commercial bank). Bank yang beroperasional, seperti bank umum kepemilikannya mungkin saja dimiliki oleh negara, swasta asing, swasta nasional, pemilikan campuran, atau milik koperasi. Dalam peraturan yang berlaku bank umum yang bisa menciptakan
uang giral. Pada Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 1998 ditetapkan bahwa Bank Pembangunan dan Bank Tabungan berubah fungsinya menjadi Bank Umum.
2) Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
Pengertian bank perkreditan rakyat (BPR) tercantum pada Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, yaitu :
“Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.”
Kepemilikan bank perkreditan rakyat hanya dimungkinkan dimiliki oleh pihak negara (pemerintah daerah). Bank perkreditan rakyat sesuai dengan Pasal 14 huruf a Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan dilarang untuk memberikan jasa simpanan berupa giro dan ikut serta dalam lalu lintas pembayaran. Pada Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 1998 ditetapkan bahwa Bank Desa, Bank Pasar, Lumbung Desa, dan Bank Pegawai berubah fungsinya menjadi Bank Perkreditan Rakyat (BPR).
b. Dilihat dari segi kepemilikannya
Maksudnya adalah siapa saja yang memiliki bank tersebut, berdasarkan kepemilikannya jenis bank terdiri dari :
1) Bank Milik Pemerintah
2) Bank Milik Swasta Nasional
Bank jenis ini seluruh atau sebagian besarnya dimiliki oleh swasta nasional serta akte pendiriannya pun didirikan oleh swasta, begitu pula pembagian keuntungannya untuk pihak swasta pula. Contoh bank jenis ini adalah : Bank Lippo, Bank Niaga, dan bank swasta nasional lainnya.
3) Bank Milik Koperasi
Pada bank jenis ini, kepemilikan saham-saham bank dimiliki oleh perusahaan yang berbadan hukum koperasi. Sebagai contohnya adalah Bank Umum Koperasi Indonesia (BUKOPIN).
4) Bank Milik Asing
Bank jenis ini merupakan cabang dari bank yang ada di luar negeri, bank milik swasta asing atau bank milik pemerintah asing. Jelas kepemilikannya dimiliki oleh pihak luar negeri. Contoh bank asing antara lain : ABN AMRO Bank American, Europan Asian Bank Express Bank, Bank of America, Bank of Tokyo, dan bank swasta asing lainnya.
5) Bank Milik Campuran
Pada bank campuran, kepemilikan sahamnya mayoritas dipegang oleh warga negara Indonesia. Contoh bank campuran adalah : Bank Finconesia, Bank UJF Indonesia, Bank Sumitomo Mitsui Indonesia, Bank ANZ Panin, Rabobank Internasional Indonesia, dan bank campuran lainnya.
c. Dlihat dari segi status
1) Bank Devisa
Bank devisa merupakan bank yang dapat melaksanakan transaksi ke luar negeri atau yang berhubungan dengan mata uang asing secara keseluruhan, misalnya transfer keluar negeri, inkaso keluar negeri, travelers cheque, pembukaan dan pembayaran letter of credit dan transaksi lainnya. Persyaratan untuk menjadi bank devisa ini ditentukan oleh Bank Indonesia.
2) Bank Non devisa
Bank non devisa merupakan bank yang belum mempunyai izin untuk melaksanakan transaksi sebagai bank devisa, sehingga tidak dapat melaksanakan transaksi seperti halnya devisa. Jadi, bank non devisa merupakan kebalikan dari bank devisa, dimana transaksi yang dilakukan masih dalam batas-batas negara.
d. Dilihat dari segi pembagian hasil atau pembayaran bunga
Berdasarkan cara menentukan harga baik harga jual maupun harga beli jenis bank adalah sebagai berikut :
1) Bank Berdasarkan Prinsip Konvensional
Mayoritas bank yang berkembang di Indonesia dewasa ini adalah bank yang berorientasi pada prinsip konvensional. Hal ini tidak terlepas dari sejarah bangsa Indonesia dimana asal mulanya bank di Indonesia dibawa oleh kolonial Belanda.
a) Menetapkan bunga sebagai harga, baik untuk produk simpanan seperti giro, tabungan maupun deposito. Demikian pula harga untuk produk pinjamannya (kredit) juga ditentukan berdasarkan tingkat suku bunga tertentu. Penentuan harga ini dikenal dengan istilah spread based.
b) Untuk jasa-jasa baik lainnya, pihak perbankan barat menggunakan atau menerapkan berbagai biaya-biaya dalam nominal atau presentase tertentu. Sistem pengenaan biaya ini dikenal dengan istilah fee based.
2) Bank Berdasarkan Prinsip Syariah
Bank yang berdasarkan prinsip syariah belum lama berkembang di Indonesia. Namun di luar negeri terutama negara-negara timur tengah jenis bank ini sudah lama berkembang pesat. Bank yang berdasarkan prinsip syariah dalam penentuan harga produknya sangat berbeda dengan bank yang berdasarkan prinsip konvensional. Bank berdasarkan prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum islam antara bank dengan pihak lain untuk menyimpan dana atau pembiayaan usaha atau kegiatan perbankan lainnya.
Dalam menentukan harga atau mencari keuntungan bagi bank yang berdasarkan prinsip syariah adalah sebagai berikut :
a) Pembiayan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah)
b) Pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musharakah)
c) Prinsip jual beli dengan memperoleh keuntungan (murabahah)
d) Pembayaran barang modal berdasarkan sewa murni tanpa pilihan (ijarah)
Sumber penentuan harga atau pelaksanaan kegiatan bank prnsip syariah dasar hukumnya adalah Al-qur’an dan Sunnah Rasul. Bank berdasarkan prinsip syariah mengharamkan penggunaan harga produknya dengan bunga tertentu. Bagi bank yang berdasarkan prinsip syariah, bunga adalah riba.
C. Pengertian Perjanjian Kredit Dan Dasar Hukumnya Dalam KUHPerdata Perjanjian kredit merupakan salah satu jenis perjanjian sehingga sebelum membahas secara khusus mengenai perjanjian kredit perlu dibahas secara garis besar tentang tentang ketentuan umum atau ajaran umum hukum perikatan yang terdapat dalam KUHPerdata karena ketentuan umum dalam KUHPerdata tersebut menjadi dasar atau asas umum yang konkrit dalam membuat semua perjanjian apapun. KUHPerdata buku III Bab I s/d Bab IV Pasal 1319 menegaskan :
“Semua perjanjian baik yang mempunyai suatu nama khusus maupun yang tidak dikenal dengan suatu nama khusus maupun yang tidak dikenal dengan suatu nama tertentu, tunduk pada peraturan-peraturan umum yang termuat pada Bab II dan Bab I KUHPerdata.”
Namun dalam perkembangannya jenis-jenis perjanjian dalam KUHPerdata tidak dapat memenuhi kebutuhan kehidupan masyarakat dalam bidang ekonomi dan perdagangan sehingga tumbuh atau muncul berbagai jenis perjanjian bernama yang tidak diatur dalam KUHPerdata seperti perjanjian sewa beli atau leasing, perjanjian distributor, perjanjian kredit, dan lain-lain. Perjanjian bernama diluar KUHPerdata tersebut diatur oleh Pemerintah melalui berbagai keputusan seperti
leasing diatur dengan Menteri Keuangan.16
Dalam membuat perjanjian bernama yang telah diatur dalam KUHPerdata atau yang diatur diluar KUHPerdata, maka syarat dan ketentuan dari perjanjian tersebut harus mengacu pada ketentuan umum hukum perikatan.
1. Pengertian Perjanjian
Secara umum yang dikatakan bahwa suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal. Dari peristiwa itu timbullah suatu hubungan yang dinamakan perikatan antara dua orang yang membuatnya. Dalam bentuknya perjanjian itu berupa suatu rangkaian kata-kata yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis.17
Perjanjian diatur dalam buku III KUHPerdata tentang Perikatan dikatakan salah satu sumber hukum perikatan bukan hanya perjanjian tetapi masih ada sumber hukum lainnya yaitu undang-undang, yurisprudensi, hukum tertulis dan tidak tertulis, dan ilmu pengetahuan hukum. Pengertian perjanjian dalam buku III KUHPerdata dalam Pasal 1313 KUHPerdata disebutkan:
“Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.”
Dalam hukum pejanjian yang didasarkan pada KUHPerdata berlaku suatu asas yang dinamakan asas konsensualisme yang artinya bahwa perjanjian itu sudah sah dan mengikat apabila kedua belah pihak sudah sepakat mengenai hal yang pokok dan tidak dierlukan suatu formalitas.18
17 R. Subekti, Hukum Perjanjian, Jakarta : PT. Intermasa, 1985, hal. 13.
18 Abdulkadir Muhammad, Hukum Perikatan, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2002,
Pasal 1233 KUHPerdata yang berbunyi : Tiap-tiap perikatan dilahirkan karena persetujuan atau karena undang-undang. Dari bunyi pasal tersebut secara jelas bahwa sumber hukum perikatan yaitu :19
1) Perjanjian atau persetujuan adalah sumber penting yang melahirkan perikatan karena perjanjian ini yang paling banyak di lakukan di dalam kehidupan masyarakat. Misalnya jual beli, sewa menyewa adalah perjanjian menerbitkan perikatan.
2) Undang-undang sebagai sumber perikatan dibagi dua (1352 KUHPerdata) yaitu :
a) Bersumber pada undang-undang saja misalnya orang tua yang berkewajiban memberikan nafkah adalah perikatan yang lahir dari undang-undang saja.
b) Bersumber pada undang-undang karena perbuatan manusia dibedakan menjadi dua :
i. Perbuatan manusia menurut hukum, misalnya mewakili urusan orang lain Pasal 1354 KUHPerdata (zaakwaarneming).
ii. Perbuatan manusia karena perbuatan melawan hukum (Pasal 1365 KUHPerdata).
Untuk terjadinya perikatan yang bersumber pada undang-undang ini, undang-undang tidak mesyaratkan dipenuhinya syarat sahnya perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata karean perikatan yang bersumber pada undang-undang tersebut terlepas dari keinginan dan kesepakatan para pihak.
Apabila ingin tercapainya suatu perikatan yang sah harus dipenuhinya syarat sahnya suatu perjanjian yang sebagaimana telah diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata, untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat :20
1) Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
Dalam KUHPerdata tidak ada menjelaskan apa pengertian dari sepakat. Secara umum sepakat merupakan bahwa kedua belah pihak yang membuat perjanjian harus benar-benar menyetujui isi perjanjian tersebut. Dalam Pasal 1321 KUHPerdata menyebutkan :
“Tiada sepakat yang sah apabila sepakat itu diberikan karena kekhilafan atau diperolehnya dengan paksaan atau penipuan.”
Kekhilafan terjadi apabila mengenai hakikat barang yang menjadi pokok perjanjian atau mengenai dirinya orang dengan siapa seorang bermaksud membuat suatu perjanjian, kekhilafan tidak menjadi sebab batalnya suatu perjanjian. Paksaan terjadi apabila perbuatan yang dapat menakutkan seseorang untuk menyetujui suatu perjanjian, paksaan mengakibatkan batalnya suatu perjanjian. Sedangkan penipuan terjadi apabila salah satu pihak dengan sengaja memberikan keterangan palsu atau tipu muslihat untuk membujuk memberikan persetujuan dalam perjanjian tersebut, penipuan mengakibatkan batalnya suatu perjanjian. 2) Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
Setiap orang yang sudah dewasa dan sehat pikirannya adalah cakap menurut hukum untuk melakukan atau membuat perjanjian-perjanjian. Dalam Pasal 1330 KUHPedata dinyatakan bahwa orang-orang yang dianggap tidak cakap untuk membuat suatu perjanjian :
a) Orang-orang yang belum dewasa.
20 Gatot Supramono, Perbankan Dan Masalah Kredit : Suatu Tinjauan Yuridis, Jakarta :
b) Mereka yang ditaruh dalam pengampuan.
c) Orang-orang perempuan dalam hal-hal yang yang dietapkan oleh undang-undang dan pada umumnya semua orang kepada siapa undang-undang-undang-undang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu.
Kecakapan harus ada ada subjek yang membuat perjanjian karena ia harus mempertanggungjawabkan akibat adanya perjanjian tersebut. KUHPerdata memberikan batas usia dewasa yaitu 21 tahun atau sudah kawin, sedangkan Undang-Undang Perkawinan memberikan batas usia dewasa yaitu 18 tahun. Orang yang berada di bawah pengampuan adalah orang dewasa yang boros atau yang tidak sehat pikirannya. Dalam Pasal 108 KUHPerdata dinyatakan bahwa wanita yang telah bersuami tidak cakap untuk melakukan perjanjian dan karenanya ia harus minta izin dari suaminya. Namun Mahkamah Agung telah mengeluarkan Surat Edaran Mahkamah Agung (S.E.M.A) Nomor 3 Tahun 1963 yang isinya antara lain agar para hakim tidak lagi menerapkan Pasal 108 KUHPerdata dalam pertimbangan hukumnya. Setelah keluarnya Undang-Undang Perkawinan Tahun 1974 dalam Pasal 31 ayat 1 dan 2 dengan jelas mengatakan:
”Bahwa hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan di masyarakat.”
“Bahwa masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum.”
3) Suatu hal tertentu
saja jumlah itu kemudian dapat ditentukan atau dihitung. Barang-barang yang baru akan ada dikemudian hari dapat menjadi pokok suatu perjanjian.
4) Suatu sebab yang halal
Dalam Pasal 1335 dan Pasal 1337 KUHPerdata disebutkan : suatu perjanjian tanpa sebab, atau yang telah dibuat karena suatu sebab yang palsu atau terlarang, tidak mempunyai kekuatan. Jika tidak dinyatakan suatu sebab tetapi ada suatu sebab yang halal atau sebab lain yang dinyatakan perjanjiannya adalah sah. Suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang oleh undang-undang atau berlawanan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum.
Tiap-tiap perjanjian yang dibuat adalah sah apabila telah memenuhi keempat syarat yang disebut di atas. Apabila salah satu syarat atau lebih tidak dipenuhi, maka perjanjian tersebut tidak sah sehingga akibat-akibat hukumnya pun sebagaimana diharapkan tidak terjadi pula.
perjanjian yang ditetapkan undang-undang tersebut tidak diikuti maka perjanjian yang dibuat menjadi tidak sah dan tidak melahirkan perjanjian.21
2. Pengertian Kredit
Sebenarnya kata “kredit” berasal daru bahasa Romawi yaitu credere yang artinya “percaya”. Bila dihubungkan dengan bank, maka terkandung bahwa pengertian bank selaku kreditur percaya meminjamkan sejumlah uang kepada nasabah/debitur, karena debitur dapat dipercaya kemampuannya untuk membayar lunas pinjamannya setelah jangka waktu yang ditentukan.22
Pemberian kredit tanpa dianalisis dulu akan sangat membahayakan bank. Debitur dalam hal ini dengan mudah memberikan data-data fiktif atau palsu, sehingga mungkin kredit sebenarnya tidak layak diberikan dan bisa berakibat sulit ditagih.
Pengertian kredit menurut Pasal 1 ayat 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan :
“Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pnjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.”
Kredit merupakan piutang bagi bank, maka pelunasannya (repayment)
merupakan kewajiban yang harus dilakukan debitur terhadap hutangnya, sehingga resiko kredit macet dapat dihindarkan. Yang dimaksudkan dengan jangka waktu tertentu adalah masa laku fasilitas kredit yang diberikan bank kepada debitur.
21 Sutarno, Op. Cit. hal. 74.
22 Mariam Darus Badrulzaman, Perjanjian Kredit Bank, Bandung : PT. Citra Aditya
Sedangkan jangka waktu faslitas kredit tergantung dari jenis kreditnya yaitu kredit jangka pendek, kredit jangka menengah, dan kredit jangka panjang.23
Dalam hal perkreditan, kredit pinjaman uang atau kredit barang hanya orang yang dipercaya yang dapat pinjaman uang dari kreditur bank atau lembaga keuangan non bank. Orang dapat pinjaman uang dari bank adalah orang dipercaya, orang tersebut akan mampu dan mau untuk mengembalikan pinjaman tepat pada waktunya disertai imbalan bunga, menggunakan pinjaman sesuai tujuan. Orang yang tidak mampu mengembalikan pinjamannya tanpa alasan yang dapat diterima atau menyalahgunakan pinjaman itu diluar tujuannya maka orang itu tidak dipercaya lagi untuk memperoleh pinjaman atau kredit.
Namun tidak mudah untuk mengetahui apakah orang yang mengajukan permohonan kredit atau membeli barang secara kredit itu adalah orang yang dapat dipercayai, apa ciri-cirinya atau kriterianya untuk menentukan bahwa seseorang itu dapat dipercaya.
Untuk mengetahui atau menentukan bahwa seseorang dipercaya untuk memperoleh kredit, pada umumnya dunia perbankan menggunakan instrumen analisa yang terkenal dengan the fives of credit atau 5C yaitu :24
1) Character (Watak)
Watak merupakan bahan pertimbangan untuk mengetahui risiko. Tidak mudah untuk menentukan watak seorang debitur apalagi debitur yang baru pertama kali mengajukan permohonan kredit.
Untuk mengetahui watak seseorang dapat mengetahui ciri-ciri orang tersebut seperti misalnya peminum minuman keras, suka berjudi, suka menipu,
23 Syamsu Iskandar, Op. Cit, hal. 118
dan lain sebagainya. Untuk petugas analis perlu melakukan penyelidikan atau mencari berbagai informasi mengenai watak seorang pemohon kredit karena watak dan tabiat menjadi dasar penilaian utama. Meskipun analisa dari berbagai aspek baik tetapi kalau watak seorang pemohon jelek maka akibatnya risiko kredit menjadi besar. Oleh karena itu seorang analis perlu menyelidiki dan mencari informasi tentang asal-usul kehidupan pribadi pemohon kredit.
2) Capital (Modal)
Seorang yang akan mengajukan permohonan kredit untuk kepentingan produktif atau konsumtif maka orang itu harus memiliki modal. Misalnya orang yang akan mengajukan kredit pemilikan rumah (KPR) untuk membeli sebuah rumah maka permohonan kredit harus memiliki modal untuk membayar uang muka. Uang muka itulah sebagai modal sendiri yang dimiliki pemohon kredit, sedangkan kredit berfungsi sebagai tambahan.
Pemohon kredit yang berbentuk badan usaha, besar modalnya yang dimiliki pemohon kredit ini dapat dicermati dari laporan keuangannya. Semakin besar jumlah modal yang dimiliki maka menunjukkan perusahaan tersebut memiliki kemampuan untuk memenuhi kewajiban membayar hutangnya.
3) Capacity (Kemampuan)
Untuk dapat memenuhi kewajiban pembayaran debitur harus memiliki kemampuan memedai yang berasal dari pendapatan pribadi jika debitur perorangan atau pendapatan perusahaan bila debitur berbentuk badan usaha.
usaha seorang analis harus meyakini pendapatan yang diperoleh dari usaha-usaha debitur yang menunjukkan adanya kemampuan dari debitur.
4) Collateral (Jaminan)
Jaminan berarti harta kekayaan yang dapat diikat sebagai jaminan guna menjamin kepastian pelunasan hutang jika kemudian hari debitur tidak melunasi hutangnya dengan jalan menjual jaminan dan mengambil pelunasan dari hasil penjualan harta kekayaan yang menjadi jaminan itu. Jaminan meliputi jaminan yang bersifat materiil berupa barang atau benda (materiil) yang bergerak atau benda yang tidak bergerak misalnya tanah, bangunan mobil, motor, saham dan jaminan yang bersifat inmateriil merupakan jaminan yang secara fisik tidak dapat dikuasai langsung oleh bank misalnya jaminan pribadi (borgtocht), garansi bank (bank lain).
Fungsi jaminan guna memberikan hak dan kekuasaan kepada bank untuk mendapatkan pelunasan dari barang-barang jaminan tersebut bilamana debitur tidak dapat melunasi hutangnya pada waktu yang telah ditentukan dalam perjanjian.
5) Condition of Economi (Kondisi Ekonomi)
mempengaruhi usaha pemohon kredit dan pendapatan perorangan yang akibatnya berdampak kepada kemampuan pemohon kredit untuk melunasi hutangnya.
3. Pengertian Perjanjian Kredit
Setelah kita memahami perjanjian dan kredit pada umumnya yang diuraikan seperti diatas maka kita memperoleh materi perjanjian dan kredit pada umumnya yang dapat digunakan sebagai dasar memahami dan menyusun mengenai perjanjian kredit. Perjanjian kredit tidak secara khsusus diatur dalam KUHPerdata tetapi termasuk perjanjian bernama diluar KUHPerdata.
Ada beberapa sarjana hukum berpendapat bahwa perjanjian kredit dikuasai oleh ketentuan-ketentuan KUHPerdata Bab XII Buku III karena perjanjian kredit mirip dengan perjanjian pinjam uang menurut KUHPerdata Pasal 1754 yang berbunyi :
“Pinjam-meminjam ialah perjanjian dengan mana pihak yang satu memeberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang menghabis karena pemakian, dengan syarat bahwa pihak yang belakangan ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula.”
Namun sarjana hukum yang lain berpendapat bahwa perjanjian kredit tidak dikuasai KUHPerdata tetapi perjanjian kredit memiliki identitas dan karakteristik sendiri. Mengetahui pengertian dari suatu perjanjian kredit, Mariam Darus Badrulzaman membedakan pengertian perjanjian kredit kedalam dua hal, yaitu :25
1) Perjanjian kredit sebagai perjanjian pendahuluan
Artinya bahwa perjanjian kredit adalah perjanjian pendahuluan dari penyerahan uang. Perjanjian pendahuluan ini merupakan hasil pemufakatan antara
pemberi dan penerima perjanjian mengenai hubungan-hubungan hukum antara keduanya. Perjanjian tersebut bersifat konsensual abligatoir (perjanjian yang timbul atau berbentuk, bersifat mengikat).
Penyerahan uangnya sendiri, adalah bersifat riil. Jadi pada saat penyerahan uang dilakukan, barulah berlaku ketentuan yang dituangkan dalam model perjanjian kredit kedua pihak. Dengan terjadinya penyerahan uang barulah dapat dikatakan perjanjian kredit terjadi.
Perjanjian kredit merupakan perjanjian pendahuluan (pactum de contrafendo). Maksudnya adalah perjanjian ini mendahului perjanjian hutang piutang (pinjam meminjam). Sedangkan perjanjian hutang piutang merupakan pelaksanaan dari perjanjian pendahuluan atau perjanjian kredit.
2) Perjanjian kredit sebagai perjanjian standar
Artinya bahwa perjanjian yang bentuk dan isinya telah disiapkan terlebih dahulu oleh kreditur, lantas kemudian disodorkan kepada debitur.
Dalam praktek perbankan, biasanya bank sudah menyediakan blanko atas akta, yang sudah dibuat tetap. Jadi nasabah langsung mengisi blanko akta yang disiapkan oleh bank tersebut.
perjanjian pinjam-meminjam yang ada dalam KUHPerdata tidaklah sepenuhnya identik dengan bentuk dan pelaksanaan perjanjian kredit perbankan, diantara keduanya ada perbedaan-perbedaan yang gradual, bahkan dapat pula merupakan perbedaan yang pokok.26
Perjanjian kredit merupakan perjanjian baku (standard contract), dimana isi atau klausula-klausula perjanjian kredit tersebut telah dibakukan dan dituangkan dalam bentuk formulir (blanko), tetapi tidak terikat dalam bentuk tertentu. Perjanjian baku harus ada suatu keseimbangan antara para pihak sehingga pemuatan klausul tidak boleh diletakkan atau bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas atau pengungkapannya sulit dimengerti. Larangan tersebut tercantum dalam Pasal 18 ayat 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen :
“Pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang letak atau bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas, atau pengungkapannya sulit dimengerti.”
Bentuk dan format formulir diserahkan Bank Indonesia kepada masing-masing bank untuk menetapkannya. Namun sekurang-kurangnya harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut :27
a) Memenuhi keabsahan dan persyaratan hukum yang dapat melindungi kepentingan bank
b) Memuat jumlah, jangka waktu, tata cara pembayaran kembali kredit serta persyaratan-persyaratan kredit lainnya sebagaimana ditetakan dalam keputusan persetujuan kredit.
26
Muhammad Djumhana, Op. Cit, hal. 441-442
Dalam praktek perbankan menunjukkan bahwa sesorang yang bermaksud untuk mendapatkan kredit bank, memulai langkahnya dengan mengajukan permohonan kredit. Biasanya bank telah menyediakan formulir tertentu yang harus diisi oleh pemohon kredit. Dalam formulir perjanjian tersebut berisi tentang apa saja syarat-syarat yang harus dipenuhi seseorang atau badan hukum untuk mengajukan kredit serta berisi syarat-syarat yang harus dipenuhi apabila permohonan kredit tersebut diberikan.
Menurut Ch.Gatot Wardoyo, ada beberapa klausul yang selalu perlu dicantumkan dalam setiap perjanjian kredit :28
1) Syarat-syarat penarikan kredit pertama kali (Predisbursement Clause)
Klausul ini menyangkut pembayaran provisi, premi asuransi kredit, penyerahan barang jaminan, dokumen, pelaksanaan pengikatan barang jaminan tersebut sera pelaksanaan penutupan asurans barang jaminan dan asuransi kredit.
2) Klausul mengenai maksimum kredit (Amount Clause)
Klausul ini merupakan objek dari perjanjian kredit, batas kewajiban pihak kreditur yang berupa penyediaan dana, penetapan besarnya nilai agunan yang harus diserahkan, dan batas dikenakannya denda kelebihan tarik (overdraft).
3) Klausul mengenai jangka waktu kredit
Klausul ini merupakan batas waktu berlakunya kredit yang disepakati oleh para pihak yang ditentukan oleh bank.
4) Klausul mengenai bunga pinjaman (Interest Clause)
28
Ch. Gatot Wardoyo, Sekitar Klasusul-Klausul Perjanjian Kredit Bank, Bank Dan
Klausul ini mengatur tentang bunga dari pinjaman kredit bank yang harus dibayarkan setiap bulannya oleh debitur kepada bank.
5) Klausul mengenai barang agunan kredit
Klausal ini bertujuan agar pihak debitur tidak melakukan penarikan atau penggantian barang jaminan secara sepihak, tetapi harus ada kesepakatan dengan pihak bank.
6) Klausul Asuransi (Insurance Clause)
Klausal ini bertujuan untuk pengalihan risiko yang mungkin terjadi, baik atas barang agunan maupun atas kreditnya sendiri. Adapun materinya perlu memuat mengenai maskapai asuransi yang ditunjuk, premi asuransinya, keharusan polis asuransi untuk disimpan bank, dan sebagainya.
7) Klausul mengenai tindakan yang dilarang oleh bank (Negative Clause)
Klausul ini terdiri atas berbagai macam hal yang mempunyai akibat yuridis dan ekonomi bagi pengamanan kepentingan bank sebagai tujuan utama. 8) Tigger Clause atau Opeisbaar Clause
Klausul ini mengatur hak bank untuk mengakhiri perjanjian kredit secara sepihak walaupun jangka waktu perjanjian kredit tersebut belum lahir.
9) Klausul mengenai denda (Penalty Clause)
Klausul ini dimaksudkan untuk mempertegas hak-hak bank untuk melakukan pungutan, baik mengenai besarnya maupun kondisinya.
10) Expence Clause
biaya pengikatan jaminan, pembuatan akta-akta perjanjian kredit, pengakuan utang, dan penagihan kredit.
11) Debet Authorization Clausei
Pendebetan rekening pinjaman debitur haruslah dengan izin debitur. 12) Representation and Warranties
Klausul ini sering disebut dengan istilah material advers change clause, maksudnya pihak debitur menjanjikan dan menjamin bahwa semua data informasi yang diberikan kepada bank adalah benar dan tidak diputar balikkan.
13) Klausul ketaatan pada ketentuan bank
Klausul ini dimaksudkan untuk menjaga kemungkinan terdapat hal-hal yang tidak diperjanjikan secara khusus, tetapi dipandang perlu, maka sudah dianggap telah diperjanjikan secara umum.
14) Miscellaneous atau Boiler Plate Provision
Klausul ini berisi tentang pasal-pasal tambahan yang berbeda di setiap bank yang merupakan salah satu syarat mengajukan kredit pada bank tersebut. 15) Dispute Settlement (Alernative Dispute Resolution)
Klausul ini mengenai metode penyelesaian perselisihan antara kreditur dengan debitur.
16) Pasal Penutup
Perjanjian kredit merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam pemberian kredit, tanpa perjanjian kredit yang ditandatangani oleh bank dan debitur maka tidak ada pemberian kredit. Perjanjian kredit merupakan ikatan antara bank dengan debitur yang isinya menentukan dan mengatur hak dan kewajiban kedua pihak sehubungan dengan pemberian atau pinjaman kredit. Sejak ditandatangani perjanjian kredit bank sebagai kreditur mencatat sudah adanya kewajiban menyerahkan uang oleh bank disebut mencairkan uang secara bertahap sesuai perjanjian.
Adanya kewajiban menyerahkan uang tersebut dalam pembukuan bank dicatat dalam posisi Of Balanced yang dalam akuntansi disebut komitmen. Komitmen artinya bank setiap saat siap untuk menyerahkan uang kepada debiturnya sesuai permintaan debitur sepanjang memenuhi syarat yang diatur dalam perjanjian kredit. Jika bank secara riil menyerahkan uang maka bank akan mencatat dalam pembukuannya pada sisi On Balanced artinya perjanjian kredit benar-benar terjadi dan berlaku. Jika meskipun perjanjian kredit telah ditandatangani bank dan debiturnya tetapi jika debitur belum menarik uangnya maka perjanjian kredit dianggap belum terjadi/belum ada.29
D. Unsur-Unsur, Fungsi, Dan Jenis-Jenis Kredit Perbankan 1. Unsur-Unsur Kredit Perbankan
Inti dari kredit yaitu unsur kepercayaan, sedangkan unsur yang lainnya bersifat sebagai sesuatu yang berguna dalam rangka pertimbangan yang menyeluruh dalam mendapatkan atau memperoleh keyakinan dan kepercayaan
untuk terjadinya suatu hubungan atau perikatan hukum dalam bidang perkreditan tersebut.30
Kredit dilihat dari unsur keuntungan maka pandangan antara kreditur dan debitur secara jelas mempunyai perbedaan. Dari sisi kreditur kegiatan kredit, yaitu untuk mengambil keuntungan dari modalnya dengan mengharapkan kontra prestasi, sedangkan pandangan dari sisi debitur, yaitu bahwa kredit tersebut memberikan bantuan bagi dirinya untuk menutupi kebutuhannya dan menjadi beban bagi dirinya untuk membayar di masa depan hal mana beban itu merupakan kewajiban baginya yang berupa utang. Sebaliknya, dari sisi penerima pembayaran di masa depan kreditur, maka hal itu merupakan klaim terhadap orang lain untuk membayar. Kondisi ini mengakibatkan timbulnya suatu risiko yang berasal dari ketidaktentuan dan karenanya diperlukan suatu jaminan dalam pemberian kredit tersebut.31
Kegiatan kredit menurut Drs. Thomas Suyatno dapat disimpulkan adanya unsur-unsur :32
a. Kepercayaan
Yaitu keyakinan dari isi pemberi kredit bahwa prestasi yang diberikannya, baik dalam bentuk uang, barang, maupun jasa akan benar-benar diterimanya kembali dalam jangka waktu tertentu dimasa yang akan datang.
30 Muhammad Djumhana, Op. Cit, hal. 420.
31 M. Rachmat Firdaus, Teori Dan Analisis Kredit, Cetakan Pertama, Bandung : PT :
Purna Sarana Lingga Utama, 1985, hal. 40.
32 Thomas Suyatno, Dasar-Dasar Perkreditan, Cetakan Ketiga, Jakarta : PT. Gramedia,
b. Tenggang waktu
Yaitu suatu masa yang memisahkan antara pemberian prestasi dan kontraprestasi yang akan dierima pada masa yang akan datang. Dalam unsur waktu ini, terkandung pengertian nilai agio dari uang, yaitu uang yang ada sekarang lebih tinggi nilainya dari uang yang akan diterima pada masa yang akan datang.
c. Degree of risk
Yaitu tingkat risiko yang akan dihadapi sebagai akibat dari adanya jangka waktu yang memisahkan antara pemberian prestasi dan kontraprestasi yang akan diterima kemudian hari. Semakin lama kredit diberikan, semakin tinggi pula tingkat risikonya karena sejauh-jauh kemampuan manusia untuk menerobos hari depan itu, maka masih selalu terdapat unsur ketidaktentuan yang tidak dapat diperhitungkan. Inilah yang menyebabkan timbulanya risiko. Dengan adanya unsur risiko inilah maka timbul jaminan dalam pemberian kredit.
d. Prestasi
Prestasi atau objek kredit itu tidak saja diberikan dalam bentuk uang, tetap juga dapat berbentuk barang atau jasa. Namun, karena kehidupan ekonomi modern sekarang ini didasarkan ada uang, maka transaksi-transaksi kredit yang menyangkut uanglah yang sering kita jumpai dalam praktek perkreditan.
dari pelaksanaan perkreditan itu sendiri, unsur-unsurnya paling tidak didalamnya juga meliputi organisasi dan manajemen perkreditan, dokumen dan administrasi kredit, perjanjian kredit, agunan, penyelesaian kredit macet, dan unsur lainnya, seperti pengelolaan risiko kredit atau manajemen risiko kredit.
2. Fungsi Kredit Perbankan
Suatu kredit mencapai fungsinya ap