• Tidak ada hasil yang ditemukan

Model Pembuatan Kebijakan Pengeluaran Publik Belanja Pendidikan Dasar di Pemerintah Kabupaten Boyolali

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Model Pembuatan Kebijakan Pengeluaran Publik Belanja Pendidikan Dasar di Pemerintah Kabupaten Boyolali"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN AKHIR

HIBAH BERSAING

MODEL PEMBUATAN KEBIJAKAN PENGELUARAN PUBLIK BELANJA

PENDIDIKAN DASAR DI PEMERINTAH KABUPATEN BOYOLALI

Tahun Ke 2 Dari Rencana 2 Tahun

Tim Peneliti:

1. Dra. Mujiyati, M.Si. NIDN 0610056605 (Ketua)

2. Zulfikar, SE. MSi. NIDN 06-01127202 (Anggota)

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

(2)
(3)

PRAKATA

Assalamu’alaikumwarahmatullahiwabarakatuh,

SegalapujihanyamilikAllahrabbsekalianalam, ucapanrasasyukuratas segala nikmat yang telah diberikan senantiasa kita haturkan kehadiratNya. Salah

satu nikmat yang telah diberikan adalah jalan kemudahan bagi penulis untuk

menyelesaikanPenelitianHibahBersaing(PHB).DenganrahmatNyaprosesyang

panjang telah dilalui sehingga pada akhirnya penulis mampu menyelesaikan

sesuaidenganwaktuyangditentukan.

Laporan penelitian ini merupakan bagian dari tanggung jawab penulis

sebagai dosen pengusul PHB pada Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada

MasyarakatUniversitasMuhammadiyahSurakarta(LPPM-UMS). Pengajuanusul

penelitian didorong oleh pengamatan penelitian yang bertujuan untuk membantu

PemerintahKab.Boyolaliuntukmelakukankajianpengeluaranpublikpadasektor

pendidikan.Target khusus yang ingindicapai dalam penelitianini mencakupdua

hal, yaitu: pada tahun pertama menentukan model penganggaran pengeluaran

publik pada sektor pendidikan di Kabupaten Boyolali. Model tersebut

memberikan gambaran kepada Pemkab untuk merancang penganggaran

pengeluaran pendidikan di masa-masa yang akan datang. Model tersebut juga

akanmenjadipanduandalammembuatkebijakaninvestasidisektorpendidikan..

Keberhasilan penyelesaian laporan penelitian ini sangat bergantung

kepada banyak pihak. Oleh karenanya sudah sepantasnya melalui halaman ini

penulis mengucapkan rasa terima kasih yang mendalam terutama kepada ketua

LPPM-UMS melalui lembaga tersebut telah bersedia mendanai penelitian ini.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Dekan FE-UMS yang telah

bersediamemberikan suratpengesahan penelitian. Terima kasihpenulishaturkan

kepada kolega dosen yang tidak bisa disebutkan namanya satu per satu telah

banyak memberikan kritik dan saran atasselesainya penulisan laporan penelitian

ini. Akhirnya, kesempurnaan masih menjadi impian penulis sehingga dorongan

dankritikyangmembangundarisemuapihaksangatkamibutuhkan.

Wassalamu’alakumwarahmatullahiwabarakatuh.

(4)

RINGKASAN

(5)

DAFTAR ISI

Hal.

HALAMANJUDUL i

HALAMANPENGESAHAN ii

RINGKASAN iii

PRAKATA iv

DAFTARISI v

DAFTAR TABEL vi

BAB I PENDAHULUAN... 1. Latar Belakang... 2. PengaturanPembiayaanPemerintah... 3. SkilastentangKondisiPendidikanKab.Boyolali... 4. PerumusanMasalah... 5. SistematikaPenyusunanPenelitian... BAB II TINJAUANPUSTAKA...

1. PolaPenganggaranPengeluaranPublik... 2. InvestasiSektorPendidikandanPengembanganSDM... 3. DampakPengeluaranPublikSektorPendidikan... 4. Keterkaitan Pola Penganggaran Pendidikan dengan Kinerja

Pendidikan... 5. RoadmapPenelitian... BABIII TUJUANDANMANFAATPENELITIAN... 1. TujuanUmum... 2. TujuanKhusus... 3. UrgensiPenelitian... 4. ManfaatPenelitian... 5. TemuanyangDitargetkan... BAB IV METODAPENELITIAN... 1. DesainPenelitian... 2. DatadanSumberData... 3. MetodaAnalisisData... BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ...

1. Hasil Pengumpulan Data... 2. Analisis Data... BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN...

(6)

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Beberapa tahun terakhir ini Pemerintah Indonesia telah menjadikan

investasi dalam bidang pendidikan sebagai perioritas utama dan mengalokasikan

persentase yang lebih besar dari anggarannya untuk sektor pendidikan. Belanja

publik nasional untuk sektor pendidikan meningkat dari 2,8% pada tahun 2001

menjadi 3,1% pada tahun 2006 relatif terhadap pendapatan domestik bruto

(PDB). Jumlah belanja pendidikan di tingkat kab/kota meningkat dari Rp 26

Triliun pada tahun 2001 menjadi Rp 52 Triliun pada tahun 2006. Pengurangan

subsidi bahan bakar minyak (BBM) memungkinkan Pemerintah Indonesia

mengalokasikan kembali sumber daya publik untuk belanja pendidikan misalnya

melalui Bantuan Operasional Sekolah dan Program Keluarga Harapan (PKH).

Menurut Bank Dunia (2008) belanja publik untuk sektor pendidikan diperkirakan

meningkat lagi hingga 3,3% pada tahun 2008 dan 3,6% pada tahun 2011 sesuai

dengan data anggaran.

Hal tersebut disadari bahIa peningkatan pengeluaran publik untuk

anggaran pendidikan tidak terlepas dari amanat konstitusi UUD 1945. KeIajiban

konstitusi ini kemudian dipertegas dalam UU No.20 tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional, yang mengharuskan pemerintah pusat dan daerah untuk

mengalokasikan minimal 20 persen dari anggaran mereka untuk sektor

pendidikan ini. Meskipun demikian, besarnya anggaran pendidikan belum efektif

dalam mempengaruhi kinerja sektor pendidikan di Indonesia.

Walaupun belanja pendidikan telah ditingkatkan namun masih terdapat

perbedaan output dan pencapaian. Beberapa kab/kota masih tertinggal dalam

hal mencapai sasaran-sasaran pendidikan. Hal ini disebabkan oleh beberapa

faktor, yaitu: distribusi dan mutu guru, jumlah sekolah, mutu sarana dan

(7)

penyusunan anggaran serta inefisiensi dalam alokasi anggaran juga dapat

menghambat pencapaian sebagaimana yang diharapkan.

Implikasinya, terkadang ketersediaan anggaran yang cukup besar (dalam

nominal rupiah) namun tidak efektif dalam penggunaannya, sehingga

dampaknya menjadi tidak begitu nyata bagi peningkatan kinerja pendidikan di

daerah. Ketidaktepatan dalam pengelolaan belanja publik pendidikan ini juga

dapat dipengaruhi oleh kurangnya kapasitas aparat pemerintah daerah.

Struktur belanja dalam sektor pendidikan adalah faktor utama yang

menjelaskan kesulitan dalam memenuhi target yang ditetapkan oleh

Undang-Undang No. 20/2003, dibandingkan hambatan pendanaan. Komponen gaji dalam

belanja daerah menunjukkan jumlah yang signifikan di kab/kota sehingga hanya

menyisakan sebagian kecil bagi pos belanja lainnya. Laporan penelitian yang

dilakukan oleh tim Bank Dunia (2007) pada saat menganalisis belanja daerah

secara agregat untuk sektor pendidikan dimana rata-rata 96 persen belanja rutin

kabupaten/kota bagi gaji atau insentif. Ketiadaan sumber daya bukanlah alasan

di balik rendahnya belanja pendidikan non-gaji karena kabupaten-kabupaten

telah menikmati kenaikan transfer DAU secara besar-besaran terutama pada

tahun 2006. Kenaikan transfer telah mendorong pendapatan kabupaten/kota

secara signifikan, sehingga menaikkan dana Ialaupun belum berhasil mengatasi

masalah struktural utama.

1.1. Sekilas Tentang Kinerja Pendidikan Kab. Boyolali (Hasil Tahun ke 1)

1.1.1. Analisis Input

Analisis input mengkaji sumber-sumber masukan yang digunakan dalam

penyelenggaraan pendidikan dasar. Hasil penelitian dengan menggunakan

analisis input meliputi kondisi fasilitas sekolah dan sumber daya manusia di

sektor pendidikan, baik sisIa, guru, maupun kepala sekolah. Berdasarkan hasil

analisis disimpulkan bahIa kinerja pendidikan di Kab. Boyolali dari sisi jumlah

sekolah memilik kecukupan yang ideal. Kinerja pendidikan Kab. Boyolali dari sisi

kualifikasi guru menunjukkan standar yang ditetapkan oleh pemerintah, yaitu

(8)

berpendidikan > D4/S1 untuk SMP/MTs. Sementara untuk kepala sekolah juga

memenuhi standar, yaitu rata-rata 70% berpendidikan > D4/S1 baik SD/MI

maupun SMP/MTs. Dari sudut SDM banyak guru usia muda (usia 20 – 29 tahun)

yang mendukung mutu pendidikan. Terakhir, dari sisi fasilitas pendidikan

rata-rata memiliki kondisi bangunan yang baik (64% untuk SD/MI dan 73% untuk

SMP/MTs)

1.1.2. Analisis Output

Analisis output menilai pencapaian output di sektor pendidikan dengan

menganalisis berbagai indikator output dari Iaktu ke Iaktu. Dalam analisis ini

indikator output yang digunakan adalah angka partisipasi kasar (APK), angka

partisipasi murni (APM). Analisis output dari sisi APM berada di atas rata-rata

propinsi bahkan Nasional, yaitu 99,98% untuk SD/MI dan untuk SMP/MTs berada

dibaIah rata-rata propinsi, yaitu sebesar 75%. Sementara untuk APK rata-rata

melampaui 100% baik untuk SD/MI maupun SMP/MTs.

1.1.3. Analisis Pencapaian

Analisis ini dimaksudkan untuk menilai pencapaian pendidikan berdasarkan

urutan Iaktu melalui parameter prestasi akademis seperti rata-rata nilai ujian

dalam mata pelajaran utama. Hasil analisis terhadap nilai rata-rata ujian Nasional

untuk tingkat SD/MI menunjukkan penurunan setiap tahun (tahun pelajaran

2006/2007 s/d 2009/2010). Secara umum selama 4 (empat) perioda

berturut-turut nilai ujian nasional Madrasah Ibtidaiyah lebih tinggi dibanding dengan

Sekolah Dasar. Sama halnya untuk tingkat SMP/MTs menunjukkan penurunan

setiap tahun selama 4 (empat) periode.

1.1.4. Analisis Ekuitas

Analisis ekuitas merupakan analisis terhadap upaya Kabupaten Boyolali untuk

meningkatkan kapasitas pendidikan berdasarkan kesetaraan gender. Analisis

yang dilakukan dengan membedakan tingkat kelulusan dan angka tinggal kelas

laki-laki dan perempuan baik SD/MI maupun SMP/MTs. Hasilnya menunjukkan

bahIa tingkat kelulusan perempuan lebih baik dari laki-laki dan angka tinggal

(9)

1.1.5. Analisis Efisiensi

Analisis efisiensi akan digunakan untuk menjelaskan lebih lanjut apakah

penganggaran untuk pendidikan telah dibelanjakan secara efisien dan efektif.

Informasi penting dalam untuk mengetahui hal tersebut adalah pengelolaan

tenaga pendidik berdasarkan kebutuhan di lapangan. Analisis terhadap

pengelolaan tenaga pendidik menunjukkan Kab. Boyolali memiliki distribusi guru

yang tidak merata. Terdapat kelebihan dan kekurangan guru yang menunjukkan

bahIa terjadi kecenderungan guru yang memilih daerah perkotaan. Jika

diakumulasi secara keseluruhan Kab. Boyolali memliki kelebihan guru SD/MI

sebanyak 274 yang memerlukan penyerapan anggaran. Hal tersebut

menunjukkan ketidakefisienan pengelolaan anggaran pendidikan.

1.2. Pengaturan Pembiayaan Antar Pemerintah

Pengaturan pembiayaan antar pemerintah untuk sektor pendidikan telah

diuraikan sebagian dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 38/2007. Peraturan

Pemerintah tersebut mengatur pembagian peran dan tanggung jaIab kepada

setiap tingkat pemerintah untuk semua sektor yang didesentralisasi. Peraturan

tersebut juga telah mengatasi beberapa masalah tentang peran dan tanggung

jaIab antara pemerintah yang menurut beberapa pemangku kepentingan,

desentralisasi belum diuraikan secara jelas. Namun demikian klarifikasi

selanjutnya tentang masalah-masalh seperti pembiayaan sektoral masih tetap

diperlukan terutama untuk sektor yang didesentralisasi dalam cakupan yang luas,

seperti pendidikan dan kesehatan. Penugasan kepada pemerintah pusat,

propinsi, dan kabupaten/kota dalam sektor pendidikan dapat dibagi menjadi lima

sub-sektor yang berhubungan dengan: (1) kebijakan; (2) perencanaan dan

pembiayaan; (3) kurikulum; (4) infrastruktur dan fasilitas; dan (5) personel

pendidikan.

Subbagian perencanaan dan pembiayaan dari peraturan baru tersebut

membagi tanggungjaIab pembiayaan masing-masing tingkat pemerintah

menurut tingkat pendidikan dan program. Pemerintah bertanggungjaIab untuk

(10)

Tabel 1. Ringkasan pengaturan pembiayaan menurut PP No. 38/2000

10

tingkat pendidikan dan program. Selanjutnya pemerintah pusat

bertanggung-jaIab untuk menyediakan sumber daya bagi pendidikan tinggi dan subsidi silang

untuk pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan

pendidikan non-formal serta layanan pendidikan khusus. Sementara tanggung

jaIab utama bagi pemerintah propinsi mencakup penyediaan dukungan

keuangan bagi pendidikan menengah dan kejuruan, dan pendidikan luar biasa.

Propinsi juga dapat memberikan bantuan tambahan atau subsidi bagi pendidikan

anak usia dini, pendidikan dasar, dan non-formal serta pendidikan yang lebih

tinggi. Akhirnya pemerintah daerah terutama bertanggung jaIab untuk

menyediakan sumber daya bagi pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan

pendidikan non-formal. Kabupaten dan kota tidak bertanggungjaIab untuk

memberikan bantuan subsidi tambahan. Berikut disajikan ringkasan Peraturan

Pemerintah No. 38/2007:

(11)

2. Perumusan Masalah

Terkait dengan penjelasan latar belakang tersebut penelitian ini merumuskan

beberapa masalah belanja pendidikan sebagai berikut:

a. Bagaimana model penganggaran pengeluaran pendidikan yang dapat

memandu Pemerintah Kab. Boyolali dalam membuat kebijakan investasi di

sektor pendidikan?

b. Bagaimana menyusun pedoman kajian pengeluaran publik yang dapat

memandu Pemerintah Kab. Boyolali dalam membuat kebijakan peningkatan

fasilitas pendidikan dan kIalitas sumber daya manusia?

3. Sistematika Penyusunan Penelitian

Bab 1 Pendahuluan

Bab ini menjelaskan penemuan ide penelitian yang akan diuraikan melalui

beberapa sub bab, yaitu: latar belakang dan Perumusan masalah.

Bab 2 Tinjauan Pustaska

Bab ini akan menjelaskan tinjauan pustaska. Bab ini terdiri dari beberapa sub

bab, yaitu: pola penganggaran pengeluaran publik, investasi sektor pendidikan

dan pengembangan sumber daya manusia, dampak pengeluaran publik sektor

pendidikan, keterkaitan pola penganggaran pendidikan dengan kinerja

pendidikan, dan roadmap penelitian Bab 3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

Bab ini akan menguraikan tujuan umum, tujuan khusus, urgensi penelitian,

manfaat penelitian, temuan yang ditargetkan

Bab 4 Metoda Penelitian

Bab ini berisi

Bab 5 Hasil yang Dicapai

Bab ini akan menguraikan hasil penelitian. Pembahasan yang digunakan dalam

penelitian ini terdiri dari: analisis input, output, pencapaian, ekuitas, analisis

(12)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

1. Pola Penganggaran Pengeluaran Publik.

Sistem penganggaran di sektor publik (pemerintah) mengalami perubahan yang

cukup signifikan terhadap peningkatan kinerja instansi pemerintah. Hal ini

dimaklumi karena adanya perubahan yang sangat mendasar dalam sistem

penganggaran yang berbasis pada input berubah menjadi berorientasi pada hasil.

Di samping itu peran masing-masing satuan kerja perangkat daerah (SKPD) lebih

diperluas dalam berpartisipasi dalam proses penganggaran. Proses penyusunan

anggaran di pemerintah diaIali dengan adanya IeIenang dari kepala daearah

untuk memberikan ruang kepada kepala SKPD untuk mengelola sendiri keuangan

yang dianggarkarkan melalui proses penganggaran berbasis kinerja.

Sejalan dengan hal tersebut, kajian tentang pemberian atau pelimpahan

IeIenang dalam proses penyusunan anggaran yang dilakukan oleh Ryninta dan

Zulfikar (2005) menunjukkan bahIa partisipasi penyusunan anggaran dapat

meningkatkan kinerja manajerial. Pemberian IeIenang kepada manajer (SKPD)

untuk ikut serta dalam proses penyusunan anggaran memungkinkan negosiasi

mengenai sasaran yang menurut mereka sesuai dengan tujuan organisasi dapat

tercapai.

Kinerja merupakan sebuah ukuran keberhasilan organisasi yang banyak

dikaji dalam konteks penelitian di sektor publik. Di samping perannya dalam

proses penyusunan anggaran, kinerja manajer juga didorong oleh proses yang

adil dalam pengukuran kinerja mereka (Zulfikar dan MurIanti 2006). Dalam hal

ini keadilan prosedural merupakan pemicu bagi manajer untuk meningkatkan

(13)

Ukuran lain yang mungkin menjadi perhatian penting bagi pengambil

kebijakan dalam proses peningkatan kinerja organisasi sektor publik adalah

terkait dengan pengeluaran publik yang diperuntukan bagi insentif pengguna

anggaran. Penelitian Zulfikar (2008) yang menganalisis insentif berbasis pada

anggaran kinerja pada sektor pemerintah menunjukkan bahIa insentif mampu

meningkatkan kinerja pada saat manajer diberikan IeIenang yang luas untuk

berpartisipasi dalam menyusun anggaran.

2. Investasi Sektor Pendidikan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia

Menurut MankiI (2008) pengembangan sumber daya manusia dapat dilakukan

dengan perbaikan kualitas modal manusia. Modal manusia dapat mengacu pada

pendidikan, namun juga dapat digunakan untuk menjelaskan jenis investasi

manusia lainnya yaitu investasi yang mendorong ke arah populasi yang sehat

yaitu kesehatan. Pendidikan dan kesehatan merupakan tujuan pembangunan

yang mendasar di suatu Iilayah. Kesehatan merupakan inti dari kesejahteraan,

dan pendidikan adalah hal yang pokok untuk mencapai kehidupan yang layak.

Pendidikan memiliki peran yang penting dalam membentuk kemampuan sebuah

negara berkembang untuk menyerap teknologi modern dan untuk

mengembangkan kapasitas agar tercipta pertumbuhan serta pembangunan yang

berkelanjutan (Todaro, 2006).

Perbaikan kualitas modal manusia tergantung pada tersedianya

infrastruktur untuk menunjang investasi pada sumber daya manusia. Perumahan

dan transportasi merupakan barang publik yang dapat disediakan pemerintah

dalam rangka pemenuhan kebutuhan masyarakat. Ketersediaan perumahan yang

layak akan membuat kualitas hidup masyarakat menjadi lebih baik karena

dengan rumah yang layak dapat mendukung kesehatan dan pada akhirnya akan

meningkatkan produktifitas sumber daya manusia. Jaringan transportasi yang

terintegrasi dengan baik akan melancarkan distribusi kegiatan ekonomi dan

secara jangka panjang dapat menjadi media pemerataan pembanguna. Menurut

(14)

sebuah integrasi ekonomi. Alasan pertama adalah ketersedian infrastruktur yang

baru merupakan mesin utama pembangunan ekonomi. Kedua, untuk

memperoleh manfaat yang penuh dari integrasi, ketersediaan jaringan

infrastruktur sangat penting dalam memperlancar aktifitas perdagangan dan

investasi. Alasan ketiga adalah perhatian terhadap perbaikan infrastruktur juga

penting untuk mengatasi kesenjangan pembangunan ekonomi antar negara.

Infrastruktur terdiri dari beberapa subsektor, infrastruktur dalam bentuk

perumahan dan transportasi merupakan cukup penting untuk menunjang

kehidupan masyarakat.

3. Dampak Pengeluaran Publik Sektor Pendidikan

Pengeluaran pemerintah atas pendidikan, kesehatan dan infrastruktur

pada dasarnya merupakan suatu investasi terhadap pertumbuhan ekonomi. Efek

pembangunan pada ketiga sektor tersebut tidak dapat berdampak langsung

melainkan membutuhkan beberapa periode untuk dapat merasakan dampaknya.

Terdapat time lag ketika pemerintah mengeluarkan anggaran pembangunan atau

belanja negara untuk ketiga sektor tersebut dengan dampak kebijakan tersebut,

maka dibutuhkan suatu penelitian yang menggunakan runtut Iaktu (time series)

cukup panjang. Penelitian dengan menggunakan runtun Iaktu akan membantu

melihat pengaruh pengeluaran pemerintah pada ketiga sektor tersebut terhadap

pertumbuhan ekonomi. Investasi pemerintah dalam pendidikan, kesehatan dan

infrastruktur akan menyebabkan peningkatan kualitas modal manusia dan

prasarana fisik, hal ini juga akan memacu investasi ekonomi. Investasi ekonomi

selanjutnya akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, karena banyaknya

modal yang tersedia untuk pembangunan.

Penelitian-penelitian terdahulu masih memperdebatkan hubungan

pengeluaran pemerintah dengan pertumbuhan ekonomi. Perbedaan hubungan

yang terjadi pada penelitian terdahulu terkait dengan perbedaan kondisi

tiap-tiap negara yang diteliti. Studi yang dilakukan oleh Baum dan Shuanglin (1993)

(15)

dan signifikan terhadap petumbuhan ekonomi. Sebaliknya pengeluaran atas

kesejahteraan berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi, dan tingkat

pertumbuhan pengeluaran pertahanan berpengaruh positif terhadap

pertumbuhan ekonomi. Estache (2007) meneliti tentang hubungan antara

pengeluaran publik dengan pertumbuhan ekonomi pada negara kaya. Hasilnya

adalah hubungan negatif yang kuat antara ukuran pemerintah dan pertumbuhan

ekonomi. Namun hubungan negatif tersebut hanya dapat diterapkan untuk

negara kaya dengan sektor publik yang luas. Daber et al. (2004) mengamati

pengeluaran pemerintah untuk sektor sipil dan militer serta pertumbuhan

ekonomi dengan menggunakan arah kausalitas diantara variabel tersebut di

Negara Mesir, Israeil dan Syria. Dan hasilnyapengeluaran militer berpengaruh

negatif terhadap pertumbuhan ekonomi. Pengeluaran sipil berpengaruh positif

terhadap pertumbuhan ekonomi di Israel dan Mesir. Hubungan antara

pengeluaran pemerintah pertumbuhan ekonomi dan pengeluaran pemerintah

dapat positif atau negatif tergantung dari Negara yang menjadi sample penelitian

hal ini dijelaskan dalam penelitian oleh Marta Pascual dan Santiago

Álvarez-García (2006). Di Indonesia Zodik (2006) meneliti hubungan pengeluaran

pemerintah dan pertumbuhan ekonomi regional dan hasilnya adalah

pengeluaran pemerintah (baik pengeluaran pembangunan maupun pengeluaran

rutin) berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi regional.

Penelitian-penelitian diatas menunjukkan bahIa hubungan pengeluaran pemerintah

terhadap pertumbuhan ekonomi memiliki kesimpulan yang beragam.

Pengeluaran pemerintah merupakan suatu jenis kebijakan yang dapat

dilakukan pemerintah sebagai salah satu langkah untuk mensejahterakan

masyarakatnya dan menuju pertumbuhan ekonomi. Pengeluaran pemerintah

terhadap sektor pendidikan, kesehatan dan infrastruktur merupakan bagian dari

pengeluaran pemerintah yang memacu kesejahteraan masyarakat dan pada

(16)

Teori pertumbuhan ekonomi yang berkembang saat ini didasari kepada

kapasitas produksi tenaga manusia didalam proses pembangunan atau disebut

juga investment in human capital. Hal ini berarti peningkatan kemampuan

masyarakat menjadi suatu tumpuan yang paling efisien dalam melakukan

pembangunan disuatu Iilayah.

Asumsi yang digunakan dalam teori human capital adalah bahIa

pendidikan formal merupakan faktor yang dominan untuk menghasilkan

masyarakat berproduktivitas tinggi. Teori human capital dapat diaplikasikan

dengan syarat adanya sumber teknologi tinggi secara efisien dan adanya sumber

daya manusia yang dapat memanfaatkan teknologi yang ada. Teori ini percaya

bahIa investasi dalam hal pendidikan sebagai investasi dalam meningkatkan

produktivitas masyarakat.

Investasi dalam hal pendidikan mutlak dibutuhkan maka pemerintah harus

dapat membangun suatu sarana dan sistem pendidikan yang baik. Alokasi

anggaran pengeluaran pemerintah terhadap pendidikan merupakan Iujud nyata

dari investasi untuk meningkatkan produktivitas masyarakat. Pengeluaran

pembangunan pada sektor pembangunan dapat dialokasikan untuk penyediaan

infrastruktur pendidikan dan menyelenggarakan pelayanan pendidikan kepada

seluruh penduduk Indonesia secara merata. Anggaran pendidikan sebesar 20

persen merupakan Iujud realisasi pemerintah untuk meningkatkan pendidikan.

Menurut E.SetiaIan (2006) implikasi dari pembangunan dalam pendidikan

adalah kehidupan manusia akan semakin berkualitas. Dalam kaitannya dengan

perekonomian secara umum (nasional) semakin tinggi kualitas hidup suatu

bangsa, semakin tinggi tingkat pertumbuhan dan kesejahteraan bangsa tersebut.

Semakin tinggi kualitas hidup / investasi sumber daya manusia yang kualitas

tinggi akan berimplikasi juga terhadap tingkat pertumbuhan ekonomi nasional.

Keberadaan pembiayaan pendidikan merupakan faktor yang tidak dapat

(17)

1998, 136). Input yang berkIalitas akan membuat proses belajar mengajar yang

bermutu baik, sehingga menghasilkan keluaran yang baik pula. Salah satu

komponen input yang sangat penting dalam penyelenggaraan pendidikan adalah

belanja pendidikan (Supriadi 2001). Belanja pendidikan diperlukan untuk

memfasilitasi pelaksanaan kebijakan dan program sekolah, terlaksananya

aktivitas sekolah (intra dan ekstra), dan dapat mengembangkan sekolah sebagai

lembaga pendidikan yang bermutu (Syamsudin 2009). Dalam rangka

meningkatkan mutu pendidikan melalui proses pembelajaran, pemerintah pusat

maupun daerah terus meningkatkan pengeluaran di sektor pendidikan. Hal ini

tercermin dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003

tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 49 ayat (1) menyatakan: Dana

pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan

minimal 20% dari APBN pada sektor pendidikan dan minimal 20% dari APBD.

Problema utama dalam dunia pendidikan tidak lepas dari mutu proses

belajar mengajar dan mutu hasil belajar. Mutu-mutu tersebut terkait erat dengan

belanja pendidikan (Jhons 1983 dalam Fatah 1998, 108). Belanja pendidikan yang

dikeluarkan seyogyanya diarahkan pada pencapaian mutu pendidikan yang

mengacu pada standar nasional pendidikan yang terdiri atas standar isi, standar

proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan,

standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan dan

standar penilaian pendidikan.

Dalam sektor pendidikan mengandung nilai konsumsi dan nilai investasi.

Nilai konsumsi pendidikan dalam bentuk jasa yang dapat membei utilitas bagi

pemakai jasa pendidikan (Syamsudin 2009). Sedangkan nilai investasi pendidikan

dapat diukur dengan pendapatan seorang yang terdidik sesuai dengan tingkat

produktivitasnya. Belanja pendidikan diartikan sebagai jumlah uang yang

dihasilkan dan dibelanjakan untuk berbagai keperluan penyelenggaraan

pendidikan yang mencakup: gaji pendidik, peningkatan kemampuan profesional

(18)

mebelair, pengadaan alat-alat pelajaran, pengadaan buku-buku pelajaran,

pengadaan alat-tulis kantor, kegiatan ekstrakurikuler, kegiatan pengelolaan

keuangan, supervisi/pembinaan pendidik dan tenaga kependidikan yang

semuanya dituangkan dalam Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah

setiap tahun pelajaran (Syamsudin 2009).

Anggaran pendidikan merupakan rencana operasional keuangan

pendidikan yang dibuat berdasarkan estimasi pengeluaran dalam perioda Iaktu

tertentu. Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah (2002, 41)

menyatakan bahIa anggaran pendidikan adalah rencana yang diformulasikan

dalam bentuk rupiah untuk jangka Iaktu tertentu serta alokasi sumber-sumber

kepada setiap bagian aktifitas.

4. Keterkaitan Pola Penganggaran Pendidikan dengan Kinerja Pendidikan

Studi yang dilakukan Syamsudin (2009) terhadap hubungan antara biaya

pendidikan dan indikator kinerja pendidikan menunjukkan bahIa biaya

pendidikan berpengaruh tidak langsung terhadap mutu hasil belajar. Terdapat

variabel kontinjensi yang mempengaruhi hubungan tersebut, yaitu variabel mutu

proses belajar mengajar. Hasil ini mengisaratkan bahIa kenaikan pengeluaran

untuk sektor pendidikan akan meningkatkan kualitas kinerja pendidikan dalam

bentuk kIalitas proses belajar mengajar. Hasil konsisten konsisten dengan

penelitian yang dilakukan jauh sebelumnya oleh Sukmadinata et al. (2005) yang

menyimpulkan bahIa pola anggaran pendidikan yang baik akan mempengaruhi

(19)

BABBVIB

PENUTUPB

B

A. SimpulanB

Penelitian ini menggunakan analisis diskripsi atas data sekunder pendidikan

dan anggaran pengeluaran pendidikan yang diperoleh di setiap kecamatan

yang terdapat di Kabupaten Boyolali. Hasil analis yang telah dilakukan

memberi kesimpulan sebagai berikut:

1. Tingkat ketersediaan sekolah SD/MI di Kabupaten Boyolali cukup ideal,

yakni untuk setiap 1000 anak usia sekolah tersedia jumlah sekolah 5,7.

2. Tingkat kecukupan guru sekolah SD/MI di Kabupaten Boyolali kurang

memenuhi standar karena terdapat kekurangan sebesar 23%.

3. Tingkat keiukutsertaan anak usia sekolah untuk sekolah pada tingkat SD/MI

pada tingkat Kabupaten Boyolali masih cukup ideal, yaitu 0,95. Hal ini

menunjukkan motivasi orang tua dan dukungan stakeholder cukup tinggi.

4. Pengeluaran pendidikan selama tiga tahun berturut-turut mengalami

kenaikan rata-rata 10%, baik tingkat kecamatan maupun tingkat

kabupaten.

5. Pelaksanaan anggaran rata-rata dari tahun ke tahun mengalami

perubahan kenaikan masing-masing sebesar 0,20 (Kenaikan di tahun

2010), 0,22 (Kenaikan di tahun 2011), dan 0,25 (Kenaikan di tahun 2010).

6. Pada tingkat Kabupaten capaian porsi pengeluaran pendidikan sebesar

(20)

B. RekomendasiB

Berdasarkan hasil analisis yang sudah dilakukan, penelitian ini memberikan

beberap rekomendasi sebagai berikut:

1. Tingkat ketersediaan sekolah di Kabupaten Boyolali perlu dikelola

dengan manajemen distribusi yang baik. Hal ini disebabkan adanya

penyebaran jumlah sekolah yang tidak proporsional antara daerah

perkotaan dan pedesaan. Di tingkat perkotaan cenderung lebih banyak

bangunan gedung sekolah dengan tingkat keikutsertaan yang rendah,

sementara di pedesaan sangat kurang bangunan gedung sekolah dengan

tingkat keikutsertaan yang sangat tinggi.

2. Demikian halnya dengan kecukupan guru, pemerintah Kab. Boyolali juga

perlu mengelola distribusi guru dengan baik. Penyebaran guru

cenderung terkonsentrasi pada daerah perkotaan. Hal ini akan berakibat

terjadinya kekurangan guru pada daerah pedesaan. Distribusi guru juga

harus memperhatikan pada daerah atau kecamatan yang memiliki

tingkat anak usia sekolah yang tinggi.

3. Pemerintah Kab. Boyolali perlu mengapresiasi tingkat keikutsertaan anak

usia sekolah yang bersekolah yang cukup ideal dengan memberikan

fasilitas pendidikan yang lebih baik.

4. Pemerintah Kab. Boyolali perlu memperbaiki basis data pendidikan guna

meningkatkan pengukuran kinerja pelayanan pendidikan. Penyusunan

program dan kegiatan di Dinas Pendidikan belum berdasarkan pada

(21)

C. KeterbatasBdanBSaranBPenelitianBSelanjutnya.B

Beberapa keterbatasan dalam penelitian ini akan diuraikan beserta

saran-saran bagi penelitian selanjutnya, sebagai berikut:

1. Keterbatasan basis data pendidikan untuk tiap kecamatan yang terjadi

dapat diperbaiki dengan penggalian data yang mendalam pada

penelitian berikutnya. Dengan demikian penelitian selanjutnya

seyogyanya justru membantu Pemerintah Kabupaten Boyolali untuk

memperbaiki basis data.

2. Keterbatasan obyek penelitian yang hanya berfokus pada pendidikan

dasar belum dapat menggambarkan kondisi pendidikan di Kabupaten

Boyolali. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat memperluas obyek

penelitian sampai ke jenjang perguruan tinggi.

3. Keterbatasan dalam melihat kinerja pendidikan di Kabupaten Boyolali

pada penelitian ini dapat diperluas dengan melihat faktor lain selain

kinerja pendidikan.

Gambar

Tabel 1. Ringkasan pengaturan pembiayaan menurut PP No. 38/2000

Referensi

Dokumen terkait

Hasil analisa deskriptif menunjukan bahwa (1) nilai rata-2 variabel beban kerja sebesar 2.28 (tidak setuju) terhadap pernyataan variabel beban kerja yang berarti bahwa

RKA - SKPD 2.2.1 Rincian Anggaran Belanja Langsung Menurut Program dan Per Kegiatan Satuan Kerja Perangkat Daerah.. RKA - SKPD 3.1 Rincian Penerimaan Pembiayaan Daerah

Karya tugas akhir penyutradaraan film dokumenter "The Perpetrator of Klithih" membahas fenomena kejahatan jalanan remaja yang dikenal dengan sebutan klithih melalui

Berdasarkan pengertian peran kajian pendidikan agama Islam, sikap keberagamaan dan pondok pesantren Fatimatuzzhra tersebut diatas, maka yang dimaksud peran kajian

Dengan adanya pengendalian sistem informasi akuntansi penjualan maka lebih memudahkan pihak perusahaan dalam menyajikan informasi tentang penjualan dan akan

Berdasarkan tweet-tweet yang telah diolah di software Gephi dan menampilkan model graph , hal yang bisa direkomendasikan kepada penyedia jasa telekomunikasi yaitu

Penentuan linearitas dilakukan dengan penotolan larutan baku kerja pada konsentrasi 100 ppm, 200 ppm, 300 ppm, 400 ppm dan 500 ppm sebanyak 10 μL pada lempeng KLT (untuk