• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kelimpahan Dan Sebaran Fitoplankton Di Perairan Berau Kalimantan Timur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kelimpahan Dan Sebaran Fitoplankton Di Perairan Berau Kalimantan Timur"

Copied!
172
0
0

Teks penuh

(1)

KELIMPAHAN DAN SEBARAN FITOPLANKTON

DI PERAIRAN BERAU KALIMANTAN TIMUR

RIRIS ARYAWATI

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

ABSTRACT

RIRIS ARYAWATI. Distribution and Abundance of Phytoplankton in Berau Waters East Kalimantan. Under the Supervision of R. Kaswadji dan Hikmah Thoha.

Distribution and abundance of phytoplankton is influenced by physical and chemical aspects of sea water especially temperature, salinity, current and nutrient. The purpose of the research is to determine the distribution and abundance of phytoplankton in Berau waters, East Kalimantan. The result of physical-chemical water measurement are generally inaccordance for phytoplankton living purposes. The number of phytoplankton genera found during research was 28 genera which consist of 24 kinds Bacillariophyceae and 4 kinds Dinophyceae. Community structure was dominated by the group of Bacillariophyceae such as Chaetoceros,

Dytilum, Thalassiothrix, Lauderia, Coscinodiscus, and Bacillaria.

(3)

RINGKASAN

RIRIS ARYAWATI. Kelimpahan dan Sebaran Fitoplankton di Perairan Berau Kalimantan Timur. Dibimbing oleh R. Kaswadji dan Hikmah Thoha.

Fitoplankton merupakan salah satu parameter yang sangat menentukan produktivitas primer di laut, karena fitoplankton mampu berfotosintesis. Fotosintesis adalah suatu proses yang kompleks, dimana sinar matahari diserap oleh sel-sel fitoplankton dan diubah menjadi energi biologi kemudian disimpan dalam bentuk senyawa organik. Sebaran dan tinggi rendahnya konsentrasi fitoplankton sangat terkait dengan kondisi oseanografi suatu perairan. Bertolak dari hal tersebut maka penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui sebaran mendatar fitoplankton serta pengaruh parameter-parameter oseanografi seperti suhu, salinitas, arus, kadar nitrat, fosfat dan silikat terhadap kelimpahan fitoplankton di perairan pesisir Berau, Kalimantan Timur.

Penelitian dilaksanakan di perairan pesisir Berau, Kalimantan Timur pada bulan September 2005 dan September 2006. Sampel air laut diambil dengan botol Nansen lalu dimasukkan dalam botol sampel untuk selanjutnya disimpan dalam kotak pendingin untuk dianalisis kandungan klorofil fitoplankton, fosfat, nitrat, dan silikat. Pada saat pengambilan sampel juga dilakukan pengukuran parameter oseanografi seperti suhu, salinitas, arah dan kecepatan arus. Sampel fitoplankton diambil dengan menggunakan jaring kitahara yang berbentuk kerucut dengan diameter 31 cm dan mata jaring 80 µm. Pada bagian tengah jaring dipasang sebuah flowmeter untuk mengetahui volume air yang tersaring. Jaring ini diturunkan kemudian ditarik secara horisontal di permukaan air. Contoh plankton yang diperoleh disimpan dalam botol contoh dan diberi larutan pengawet formalin hingga konsentrasi formalin dalam botol contoh mencapai 4%.

Cacahan fitoplankton dilakukan melalui fraksi sebuah stempel pipette dan dinyatakan dalam sel.m-3. Fitoplankton diamati di bawah mikroskop, kemudian ditentukan jenis-jenis fitoplankton dengan menggunakan bantuan buku identifikasi fitoplankton. Data yang diperoleh selanjutnya dilakukan analisis kelimpahan, dan dilakukan juga perhitungan untuk Indeks diversitas, Indeks Keseragaman, dan Indeks Dominansi.

Data parameter fisika-kimia dan fitoplankton yang telah diperoleh selanjutnya diolah dengan menggunakan sejumlah perangkat lunak. Untuk mengetahui sebaran mendatar dari parameter fisika-kimiawi perairan, dan kelimpahan fitoplankton pada setiap stasiun pengamatan digunakan Surfer 8, dan disajikan dalam bentuk kontur. Untuk melihat ada tidaknya perbedaan nilai parameter lingkungan yang diperoleh pada dua kali pengambilan sampel pada tahun yang berbeda di lakukan analisis sederhana dengan Uji-t, selanjutnya dilakukan analisis deskriptif.

(4)

dominan karena diatom mempunyai kemampuan reproduksi yang tinggi dibandingkan dinoflagellata dan klas fitoplankton yang lain, sehingga menyebabkan kelimpahannya besar. Fitoplankton yang dapat dijumpai di hampir semua stasiun penelitian adalah Chaetoceros, Coscinodiscus, Guinardia, Odontella, dan

Rhizosolenia, yang merupakan kelompok dari diatom. Kelimpahan fitoplankton

berkisar antara 75.746 – 15.311.933 sel/m3.

Indeks keanekaragaman komunitas fitoplankton di perairan Berau berkisar antara 1,535 – 3,585, Indeks keseragaman berkisar antara 0,357 – 0,877, dan Indeks dominansi berkisar antara 0,121-0,577. Berdasarkan nilai indeks keanekaragaman (H’), keseragaman (E) dan dominansi (D) dapat diketahui bahwa perairan Berau tergolong dalam perairan yang mempunyai kestabilan sedang, dan tidak terjadi adanya dominasi oleh jenis fitoplankton tertentu.

Secara umum stasiun yang berada lebih dekat dengan daratan dan sungai memiliki kelimpahan fitoplankton yang relatif lebih besar dari stasiun-stasiun lainnya. Hal ini disebabkan oleh pengaruh sungai yang membawa zat hara. Arus perairan juga mempengaruhi sebaran fitoplankton hal ini tidak terlepas dari sifat plankton yang tidak cukup kuat untuk melawan gerakan air yang begitu besar.

Hasil pengamatan kandungan klorofil-a di perairan Berau menunjukkan nilai yang sangat fluktuatif dan heterogen. Kandungan klorofil-a di lapisan permukaan berkisar antara 0,19 –4,24 mg/m3. Tinggi rendahnya kandungan klorofil-a di perairan Berau sangat berhubungan dengan pasokan nutrien yang berasal dari darat melalui aliran sungai-sungai yang bermuara ke perairan tersebut. Kandungan klorofil-a memiliki nilai yang tinggi di daerah dekat muara, dan semakin rendah menuju laut lepas. Tingginya kandungan klorofil-a di daerah muara karena tingginya kandungan nutrien yang merupakan akumulasi pasokan nutrien dari darat secara besar-besaran dan adanya turbulensi atau pengadukan air di daerah dangkal di lokasi tersebut sehingga terjadi pengayaan zat hara dari lapisan dasar ke lapisan permukaan.

(5)

KELIMPAHAN DAN SEBARAN FITOPLANKTON

DI PERAIRAN BERAU KALIMANTAN TIMUR

RIRIS ARYAWATI

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)

Judul : Kelimpahan dan Sebaran Fitoplankton di Perairan Berau Kalimantan Timur.

Nama : Riris Aryawati NRP : C 651040011

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Richardus. F. Kaswadji, M. Sc Dra. Hikmah Thoha, M.Si

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Ilmu Dekan Sekolah Pascasarjana Kelautan

Dr. Ir. Djisman Manurung, M.Sc. Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.S.

(7)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Kelimpahan dan Sebaran Fitoplankton di Perairan Berau Kalimantan Timur adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Juli 2007

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis merupakan anak ke-dua dari empat bersaudara yang dilahirkan pada tanggal 5 Januari 1976 di Madiun, dari pasangan Jalalludin dan Sutini. Menikah dengan Suhartono pada tanggal 18 November 2000 dan dikaruniai dua orang anak, S. M. Umar Al Haris dan M. Ivan Samudera.

(9)

PRAKATA

Syukur Alhamdulillah atas kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Judul penelitian ini adalah

Kelimpahan dan Sebaran Fitoplankton di Perairan Berau Kalimantan Timur.

Pada kesempatan ini penulis ucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:

1. Bapak Dr. R. Kaswadji, MSc dan Ibu Dra. Hikmah Thoha, MSi selaku ketua dan anggota komisi pembimbing yang dengan ikhlas dan sabar telah memberikan bimbingan dan pengarahan selama penelitian dan penulisan tesis ini.

2. Bapak Dr. Ario Damar, MSi selaku penguji luar komisi, atas segala saran dan petunjuk demi kesempurnaan tesis ini.

3. Bapak Prof. Dr. Khairil Anwar Notodiputro, MS selaku Dekan Sekolah Pascasarjana dan Bapak Dr. Ir. Djisman Manurung, MSc selaku ketua program studi Ilmu Kelautan yang telah memberi kemudahan selama penulis mengikuti Program Pendidikan Pascasarjana IPB.

4. Rektor dan Dekan FMIPA Universitas Sriwijaya yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti Program Pendidikan Pascasarjana IPB.

5. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi yang telah membiayai penulis selama mengikuti pendidikan S2 melalui Beasiswa Program Pascasarjana (BPPS).

6. Bapak Ir. L. F. Wenno, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk dapat mengikuti kegiatan yang beliau pimpin sehingga penelitian ini dapat terlaksana.

7. Staf laboratorium kimia-fisika air P2O LIPI (Pak Ari Sumijo, Pak Tri Utomo, Pak Madi Saini dan Mbak Suci), staf Plankton P2O LIPI (Ibu Sugestiningsih) dan Bapak Zainal yang telah banyak membantu dalam analisis dan penyediaan fasilitas penelitian baik di lapangan maupun di laboratorium

8. Suami tercinta Suhartono, ananda tersayang SM. Umar Al Haris dan M. Ivan Samudera, kedua orang tua, papa mama dan bapak ibu serta keluarga besarku di Madiun dan Palembang, atas pengorbanan, dorongan dan dukungannya.

9. Mbak Nurul Fitriya, yang telah sangat banyak membantu selama di lapangan dan di laboratorium, Zia, Indah, Heron, Fitri, Uci, Nani dan Suami serta teman-teman IKL 2004 atas dorongan dan bantuannya.

Semoga tesis ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2007

Riris Aryawati

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 2

1.3. Tujuan Penelitian ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fitoplankton ... 5

2.1.1. Diatom ... 8

2.1.2. Dinoflagellata ... 8

2.2. Sebaran Fitoplankton ... 9

2.3. Klorofil Fitoplankton ... 9

2.4. Faktor Lingkungan ... 10

2.4.1. Suhu ... 10

2.4.2. Salinitas ... 11

2.4.3. Cahaya ... 11

2.4.4. Nutrien ... 12

2.4.5. Arus ... 15

2.4.6. Oksigen Terlarut ... 15

2.4.7. pH ... 16

III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ... 17

3.2. Alat dan Bahan ... 17

3.3. Penentuan Lokasi Pengambilan Contoh ... 20

3.4. Pengambilan Contoh ... 20

3.4.1. Pengambilan Contoh Air Laut ... 20

3.4.2. Pengambilan Contoh Fitoplankton ... 20

3.5. Analisis Contoh Air ... 20

3.5.1. Analisis Kimia ... 20

3.5.2. Analisis Klorofil-a ... 21

3.5.3. Analisis Fitoplankton... 21

3.6. Analisis Data... 23

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Lingkungan ... 24

4.1.1. Faktor Fisika ... 24

4.1.2. Faktor Kimia ... 28

(11)

KELIMPAHAN DAN SEBARAN FITOPLANKTON

DI PERAIRAN BERAU KALIMANTAN TIMUR

RIRIS ARYAWATI

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

ABSTRACT

RIRIS ARYAWATI. Distribution and Abundance of Phytoplankton in Berau Waters East Kalimantan. Under the Supervision of R. Kaswadji dan Hikmah Thoha.

Distribution and abundance of phytoplankton is influenced by physical and chemical aspects of sea water especially temperature, salinity, current and nutrient. The purpose of the research is to determine the distribution and abundance of phytoplankton in Berau waters, East Kalimantan. The result of physical-chemical water measurement are generally inaccordance for phytoplankton living purposes. The number of phytoplankton genera found during research was 28 genera which consist of 24 kinds Bacillariophyceae and 4 kinds Dinophyceae. Community structure was dominated by the group of Bacillariophyceae such as Chaetoceros,

Dytilum, Thalassiothrix, Lauderia, Coscinodiscus, and Bacillaria.

(13)

RINGKASAN

RIRIS ARYAWATI. Kelimpahan dan Sebaran Fitoplankton di Perairan Berau Kalimantan Timur. Dibimbing oleh R. Kaswadji dan Hikmah Thoha.

Fitoplankton merupakan salah satu parameter yang sangat menentukan produktivitas primer di laut, karena fitoplankton mampu berfotosintesis. Fotosintesis adalah suatu proses yang kompleks, dimana sinar matahari diserap oleh sel-sel fitoplankton dan diubah menjadi energi biologi kemudian disimpan dalam bentuk senyawa organik. Sebaran dan tinggi rendahnya konsentrasi fitoplankton sangat terkait dengan kondisi oseanografi suatu perairan. Bertolak dari hal tersebut maka penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui sebaran mendatar fitoplankton serta pengaruh parameter-parameter oseanografi seperti suhu, salinitas, arus, kadar nitrat, fosfat dan silikat terhadap kelimpahan fitoplankton di perairan pesisir Berau, Kalimantan Timur.

Penelitian dilaksanakan di perairan pesisir Berau, Kalimantan Timur pada bulan September 2005 dan September 2006. Sampel air laut diambil dengan botol Nansen lalu dimasukkan dalam botol sampel untuk selanjutnya disimpan dalam kotak pendingin untuk dianalisis kandungan klorofil fitoplankton, fosfat, nitrat, dan silikat. Pada saat pengambilan sampel juga dilakukan pengukuran parameter oseanografi seperti suhu, salinitas, arah dan kecepatan arus. Sampel fitoplankton diambil dengan menggunakan jaring kitahara yang berbentuk kerucut dengan diameter 31 cm dan mata jaring 80 µm. Pada bagian tengah jaring dipasang sebuah flowmeter untuk mengetahui volume air yang tersaring. Jaring ini diturunkan kemudian ditarik secara horisontal di permukaan air. Contoh plankton yang diperoleh disimpan dalam botol contoh dan diberi larutan pengawet formalin hingga konsentrasi formalin dalam botol contoh mencapai 4%.

Cacahan fitoplankton dilakukan melalui fraksi sebuah stempel pipette dan dinyatakan dalam sel.m-3. Fitoplankton diamati di bawah mikroskop, kemudian ditentukan jenis-jenis fitoplankton dengan menggunakan bantuan buku identifikasi fitoplankton. Data yang diperoleh selanjutnya dilakukan analisis kelimpahan, dan dilakukan juga perhitungan untuk Indeks diversitas, Indeks Keseragaman, dan Indeks Dominansi.

Data parameter fisika-kimia dan fitoplankton yang telah diperoleh selanjutnya diolah dengan menggunakan sejumlah perangkat lunak. Untuk mengetahui sebaran mendatar dari parameter fisika-kimiawi perairan, dan kelimpahan fitoplankton pada setiap stasiun pengamatan digunakan Surfer 8, dan disajikan dalam bentuk kontur. Untuk melihat ada tidaknya perbedaan nilai parameter lingkungan yang diperoleh pada dua kali pengambilan sampel pada tahun yang berbeda di lakukan analisis sederhana dengan Uji-t, selanjutnya dilakukan analisis deskriptif.

(14)

dominan karena diatom mempunyai kemampuan reproduksi yang tinggi dibandingkan dinoflagellata dan klas fitoplankton yang lain, sehingga menyebabkan kelimpahannya besar. Fitoplankton yang dapat dijumpai di hampir semua stasiun penelitian adalah Chaetoceros, Coscinodiscus, Guinardia, Odontella, dan

Rhizosolenia, yang merupakan kelompok dari diatom. Kelimpahan fitoplankton

berkisar antara 75.746 – 15.311.933 sel/m3.

Indeks keanekaragaman komunitas fitoplankton di perairan Berau berkisar antara 1,535 – 3,585, Indeks keseragaman berkisar antara 0,357 – 0,877, dan Indeks dominansi berkisar antara 0,121-0,577. Berdasarkan nilai indeks keanekaragaman (H’), keseragaman (E) dan dominansi (D) dapat diketahui bahwa perairan Berau tergolong dalam perairan yang mempunyai kestabilan sedang, dan tidak terjadi adanya dominasi oleh jenis fitoplankton tertentu.

Secara umum stasiun yang berada lebih dekat dengan daratan dan sungai memiliki kelimpahan fitoplankton yang relatif lebih besar dari stasiun-stasiun lainnya. Hal ini disebabkan oleh pengaruh sungai yang membawa zat hara. Arus perairan juga mempengaruhi sebaran fitoplankton hal ini tidak terlepas dari sifat plankton yang tidak cukup kuat untuk melawan gerakan air yang begitu besar.

Hasil pengamatan kandungan klorofil-a di perairan Berau menunjukkan nilai yang sangat fluktuatif dan heterogen. Kandungan klorofil-a di lapisan permukaan berkisar antara 0,19 –4,24 mg/m3. Tinggi rendahnya kandungan klorofil-a di perairan Berau sangat berhubungan dengan pasokan nutrien yang berasal dari darat melalui aliran sungai-sungai yang bermuara ke perairan tersebut. Kandungan klorofil-a memiliki nilai yang tinggi di daerah dekat muara, dan semakin rendah menuju laut lepas. Tingginya kandungan klorofil-a di daerah muara karena tingginya kandungan nutrien yang merupakan akumulasi pasokan nutrien dari darat secara besar-besaran dan adanya turbulensi atau pengadukan air di daerah dangkal di lokasi tersebut sehingga terjadi pengayaan zat hara dari lapisan dasar ke lapisan permukaan.

(15)

KELIMPAHAN DAN SEBARAN FITOPLANKTON

DI PERAIRAN BERAU KALIMANTAN TIMUR

RIRIS ARYAWATI

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(16)

Judul : Kelimpahan dan Sebaran Fitoplankton di Perairan Berau Kalimantan Timur.

Nama : Riris Aryawati NRP : C 651040011

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Richardus. F. Kaswadji, M. Sc Dra. Hikmah Thoha, M.Si

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Ilmu Dekan Sekolah Pascasarjana Kelautan

Dr. Ir. Djisman Manurung, M.Sc. Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.S.

(17)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Kelimpahan dan Sebaran Fitoplankton di Perairan Berau Kalimantan Timur adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Juli 2007

(18)

RIWAYAT HIDUP

Penulis merupakan anak ke-dua dari empat bersaudara yang dilahirkan pada tanggal 5 Januari 1976 di Madiun, dari pasangan Jalalludin dan Sutini. Menikah dengan Suhartono pada tanggal 18 November 2000 dan dikaruniai dua orang anak, S. M. Umar Al Haris dan M. Ivan Samudera.

(19)

PRAKATA

Syukur Alhamdulillah atas kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Judul penelitian ini adalah

Kelimpahan dan Sebaran Fitoplankton di Perairan Berau Kalimantan Timur.

Pada kesempatan ini penulis ucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:

1. Bapak Dr. R. Kaswadji, MSc dan Ibu Dra. Hikmah Thoha, MSi selaku ketua dan anggota komisi pembimbing yang dengan ikhlas dan sabar telah memberikan bimbingan dan pengarahan selama penelitian dan penulisan tesis ini.

2. Bapak Dr. Ario Damar, MSi selaku penguji luar komisi, atas segala saran dan petunjuk demi kesempurnaan tesis ini.

3. Bapak Prof. Dr. Khairil Anwar Notodiputro, MS selaku Dekan Sekolah Pascasarjana dan Bapak Dr. Ir. Djisman Manurung, MSc selaku ketua program studi Ilmu Kelautan yang telah memberi kemudahan selama penulis mengikuti Program Pendidikan Pascasarjana IPB.

4. Rektor dan Dekan FMIPA Universitas Sriwijaya yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti Program Pendidikan Pascasarjana IPB.

5. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi yang telah membiayai penulis selama mengikuti pendidikan S2 melalui Beasiswa Program Pascasarjana (BPPS).

6. Bapak Ir. L. F. Wenno, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk dapat mengikuti kegiatan yang beliau pimpin sehingga penelitian ini dapat terlaksana.

7. Staf laboratorium kimia-fisika air P2O LIPI (Pak Ari Sumijo, Pak Tri Utomo, Pak Madi Saini dan Mbak Suci), staf Plankton P2O LIPI (Ibu Sugestiningsih) dan Bapak Zainal yang telah banyak membantu dalam analisis dan penyediaan fasilitas penelitian baik di lapangan maupun di laboratorium

8. Suami tercinta Suhartono, ananda tersayang SM. Umar Al Haris dan M. Ivan Samudera, kedua orang tua, papa mama dan bapak ibu serta keluarga besarku di Madiun dan Palembang, atas pengorbanan, dorongan dan dukungannya.

9. Mbak Nurul Fitriya, yang telah sangat banyak membantu selama di lapangan dan di laboratorium, Zia, Indah, Heron, Fitri, Uci, Nani dan Suami serta teman-teman IKL 2004 atas dorongan dan bantuannya.

Semoga tesis ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2007

Riris Aryawati

(20)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 2

1.3. Tujuan Penelitian ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fitoplankton ... 5

2.1.1. Diatom ... 8

2.1.2. Dinoflagellata ... 8

2.2. Sebaran Fitoplankton ... 9

2.3. Klorofil Fitoplankton ... 9

2.4. Faktor Lingkungan ... 10

2.4.1. Suhu ... 10

2.4.2. Salinitas ... 11

2.4.3. Cahaya ... 11

2.4.4. Nutrien ... 12

2.4.5. Arus ... 15

2.4.6. Oksigen Terlarut ... 15

2.4.7. pH ... 16

III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ... 17

3.2. Alat dan Bahan ... 17

3.3. Penentuan Lokasi Pengambilan Contoh ... 20

3.4. Pengambilan Contoh ... 20

3.4.1. Pengambilan Contoh Air Laut ... 20

3.4.2. Pengambilan Contoh Fitoplankton ... 20

3.5. Analisis Contoh Air ... 20

3.5.1. Analisis Kimia ... 20

3.5.2. Analisis Klorofil-a ... 21

3.5.3. Analisis Fitoplankton... 21

3.6. Analisis Data... 23

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Lingkungan ... 24

4.1.1. Faktor Fisika ... 24

4.1.2. Faktor Kimia ... 28

(21)

4.2. Hubungan antara Parameter Fisika Kimia antar Stasiun ... 43

4.2.1. Penelitian Periode I ... 43

4.2.2. Penelitian Periode II ... 46

4.3. Hubungan antara Kelimpahan Fitoplankton dengan Kandungan Klorofil-a ... 49

V. KESIMPULAN 5.1. Kesimpulan ... 50

5.2. Saran ... 50

DAFTAR PUSTAKA ... 51

(22)

DAFTAR TABEL

Halaman

(23)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

(24)

DAFTAR LAMPIRAN

(25)

I PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Daerah perairan merupakan kawasan yang sangat penting untuk berbagai

keperluan dan aktifitas dalam bidang perikanan, pariwisata, industri dan sebagainya.

Suatu perairan laut dapat dikatakan kaya akan sumberdaya perairan jika perairan

tersebut memiliki kesuburan yang tinggi yang dapat dilihat dari produktifitas

perairannya.

Fitoplankton merupakan salah satu parameter yang sangat menentukan

produktivitas primer di laut, karena fitoplankton mampu berfotosintesis, yaitu

dengan adanya pigmen klorofil yang terkandung didalamnya dan dengan bantuan

sinar matahari, akan merubah garam-garam mineral, air dan karbon dioksida menjadi

senyawa organik seperti karbohidrat. Hal tersebut membuat fitoplankton disebut

sebagai produsen primer, karena mampu membentuk zat organik dari zat anorganik

(Thurman, 1994). Menurut Millero & Sohn (1991), fotosintesa adalah suatu proses

yang kompleks, sinar matahari diserap oleh sel-sel fitoplankton dan diubah menjadi

energi biologi kemudian disimpan dalam bentuk senyawa organik.

Sebaran dan tinggi rendahnya konsentrasi fitoplankton sangat terkait dengan

kondisi oseanografi suatu perairan. Beberapa parameter fisik-kimia yang mengontrol

dan mempengaruhi kelimpahan serta sebaran fitoplankton antara lain adalah

intensitas cahaya, suhu, salinitas, arus, oksigen terlarut dan nutrien (terutama nitrat,

fosfat dan silikat). Perbedaan parameter fisika-kimia tersebut secara langsung

merupakan penyebab bervariasinya produktivitas primer di beberapa tempat di laut.

Umumnya sebaran konsentrasi fitoplankton tinggi di perairan pantai sebagai

akibat dari tingginya suplai nutrien yang berasal dari daratan melalui limpasan air

sungai, dan sebaliknya cenderung rendah di daerah lepas pantai. Meskipun demikian

pada beberapa tempat masih ditemukan konsentrasi fitoplankton yang cukup tinggi,

meskipun jauh dari daratan. Keadaan tersebut disebabkan oleh adanya proses

sirkulasi massa air yang memungkinkan terangkutnya sejumlah nutrien dari tempat

(26)

Sejauh ini telah diketahui eratnya kaitan antara konsentrasi fitoplankton dan

produktivitas primer dengan kondisi oseanografi. Di antara beberapa parameter

fisika-kimia tersebut ada yang belum diketahui secara pasti parameter oseanografi

mana yang memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap distribusi fitoplankton,

khususnya pada lokasi dan waktu tertentu, kajian yang melihat secara simultan

beberapa parameter oseanografi dan kaitannya dengan fitoplankton masih sangat

terbatas.

Keterkaitan antara sebaran fitoplankton dengan beberapa parameter

oseanografi (fisika-kimia dan biologi) sangat penting untuk diketahui guna

mengidentifikasi parameter fisika-kimia yang memiliki peranan besar terhadap

sebaran fitoplankton pada musim tertentu, serta mengetahui karakteristik massa air di

daerah itu. Hal ini bermanfaat dalam memberikan informasi mengenai pola sebaran

fitoplankton, dan karakteristik fisika-kimia di daerah pesisir.

1.2. Perumusan Masalah

Keberadaan fitoplankton sangat dipengaruhi oleh faktor fisika dan kimia

suatu perairan, terutama suhu, cahaya dan nutrien. Kondisi cahaya dan nutrien di

suatu daerah dipengaruhi oleh lokasi atau letak suatu perairan itu sendiri. Semakin

jauh suatu perairan dari daratan kemungkinan besar ia memiliki kedalaman yang

semakin dalam yang mengakibatkan intensitas cahaya akan semakin berkurang

dengan semakin dalamnya perairan, dan keberadaan nutrien juga dimungkinkan akan

semakin kecil karena perairan tersebut jauh dari daratan yang merupakan masukan

nutrien yang besar bagi perairan laut. Selain itu banyak faktor yang mempengaruhi

besarnya nilai fisika kimia perairan itu sendiri, antara lain karena adanya kegiatan

manusia, baik di darat maupun di laut.

Perairan pesisir Berau terletak di bagian timur dan paling utara dari pulau

Kalimantan. Perairan ini merupakan daerah penangkapan ikan bagi nelayan, tempat

lalu lintas kapal, tempat wisata dan bermuaranya beberapa sungai. Perairan ini

termasuk juga dalam wilayah perairan Selat Makassar, sehingga kondisi perairannya

sangat dipengaruhi oleh massa air yang berasal dari Samudera Pasifik. Dengan

kondisi demikian, perairan pesisir Berau ini merupakan daerah yang unik,

merupakan muara dari beberapa sungai, sangat dipengaruhi oleh kondisi perairan

(27)

tekanan sebagai akibat dari berbagai aktivitas yang dilakukan manusia, baik di darat

(kegiatan industri) maupun di laut (kegiatan penangkapan ikan, lalu lintas kapal, dan

wisata bahari). Oleh karena itu perubahan fungsi perairan ini memerlukan upaya

pemantauan perairan dari berbagai aspek. Salah satu aspeknya adalah pengamatan

plankton, khususnya fitoplankton, karena fitoplankton merupakan organisme yang

memiliki peranan sangat besar dalam rantai makanan di laut. Selain itu keberadaan

fitoplankton dapat dijadikan indikator kesuburan perairan, apabila kelimpahan

fitoplankton di suatu perairan tinggi maka perairan tersebut cenderung mempunyai

produktivitas yang tinggi, begitu pula sebaliknya. Oleh karena itu untuk mengetahui

hal ini maka perlu dilakukan penelitian tentang kondisi fitoplankton di perairan

pesisir Berau, Kalimantan Timur serta pengaruh beberapa faktor fisika kimia

perairan. Kerangka pendekatan masalah pada penelitian ini dapat dilihat pada

Gambar 1.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan utama yang menjadi kajian dalam penelitian ini adalah untuk

mengetahui sebaran mendatar fitoplankton dan parameter-parameter oseanografi

seperti suhu, salinitas, turbiditas, kadar nitrat, phosphat, silikat dan arus serta

pengaruh parameter tersebut terhadap kelimpahan dan sebaran fitoplankton di

(28)

Keterangan: ruang lingkup penelitian

Gambar 1. Kerangka Pendekatan Masalah Muara Sungai

(debit Sungai)

Kondisi Oseanografi Pesisir Berau (Fisika, Kimia, Biologi)

Sebaran dan Kelimpahan Fitoplankton Aktivitas manusia (perikanan, wisata, industri)

Laut Terbuka (arus, pasang surut)

Faktor Fisika: Suhu, Salinitas, Arus,

K h

Faktor Kimia:

Nutrien, pH, Oksigen Terlarut

(29)

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Fitoplankton

Plankton adalah istilah umum untuk biota yang hanyut, melayang atau

mengambang di dalam air secara bebas, kemampuan geraknya kalaupun ada sangat

terbatas atau dengan kata lain penyebarannya lebih banyak diatur oleh pergerakan air

seperti arus, gelombang dan sebagainya (Sachlan, 1982; Nybakken, 1992; Nontji,

2005). Plankton dibagi menjadi dua golongan utama yaitu fitoplankton dan

zooplankton (Wickstead, 1965; Sachlan 1982; dan Nybakken 1992).

Fitoplankton laut adalah tumbuhan laut yang bebas melayang dan hanyut

dalam laut serta mampu berfotosintesis (Nybakken, 1992). Menurut Sumich (1992)

fitoplankton terdiri dari satu sel, tidak dapat berpindah tempat sendiri kecuali karena

pergerakan air, sebagian besar dari kelas alga dan bakteri, bergerak dengan flagella

dan cilia, dan berukuran kurang dari 1 mikrometer sampai dengan lebih dari 1 mm

Fitoplankton merupakan tumbuhan yang amat banyak ditemukan di semua

perairan, tetapi karena ukurannya mikroskopis sukar dilihat kehadirannya,

konsentrasinya bisa ribuan hingga jutaan sel per liter air laut. Fitoplankton bisa

ditemukan di seluruh massa air mulai dari permukaan laut sampai pada kedalaman

dengan intensitas cahaya yang masih memungkinkan terjadinya fotosintesis. Zone ini

dikenal sebagai zone eufotik, tebalnya bervariasi dari beberapa puluh sentimeter

pada air yang keruh hingga lebih 150 m pada air yang jernih. Besarnya dimensi

ruang zone eufotik yang menjadi habitat fitoplankton menyebabkan fitoplankton

yang mikroskopis ini berfungsi sebagai tumbuhan yang paling penting artinya dalam

ekosistem laut.

Fitoplankton sebagai tumbuhan yang mengandung pigmen klorofil mampu

melaksanakan reaksi fotosintesis di mana air dan karbondioksida dengan adanya

sinar surya dan garam-garam hara dapat menghasilkan senyawa organik seperti

karbohidrat (Sumich, 1992; Nontji, 1993). Adanya kemampuan membentuk zat

organik dari zat anorganik maka fitoplankton disebut sebagai produsen primer.

Menurut Sachlan (1982) fitoplankton yang ada di laut dapat digolongkan

(30)

(1984) menyatakan bahwa wakil klas ganggang di dalam fitoplankton bahari dapat

dilihat pada Tabel 1. Lebih lanjut Zhong (1989) menerangkan secara lengkap bahwa

fitoplankton di laut memiliki kelompok sebagai berikut:

Prokaryotae

Bacteria:Pseudomonas

Cyanophyta Cyanophyceae

Oscillaloriales: Trichodesmium

Eukaryotae Pyrrophyta

Dinophyceae Desmokontae

Desmonadales: Pleromona

Prorocentrales: Prorocentrum

Dinokontae Peridinales

Gymnodiniineae: Gymnodinium

Dinophysidineae: Dinophysis

Peridiniinaea: Peridinium

Bacillariophyta Centriae

Coscinodiscales: Coscinodiscus

Biddulphiales: Biddulphia

Rhizosoleniales: Rhizosolenia

Pennatae

Naviculales: Navicula

Diatomales: Thalassiothrix

Phaeodactylales: Phaeodactylum

Surirellales: Nitzschia

Chlorophyta Chlorophyceae

Volvocales: Dunaliella

Chlorococcales: Chlorella

Prasinophyceae

Pyramimonadales: Platymonas

Chrysophyta

Haptophyceae =Prymnesiophyceae Coccolithiales: Coccoliihus

Isochrysidales: Isochrysis

Chrysocapsales: Phaeocystis Chrysophyceac Silicoflagellales = Dictychales: Dictyocha

(31)

Heterochloridales: Olisthodiscus

Mischococcales=Heterococcales: Hahsphaera

Heterocapsales: Pelagocystis Cryptophyta

Cryptophyceae: Cryptomonas

Euglenophyta

[image:31.612.121.539.209.593.2]

Euglenophyceae: Eutreptia

Tabel 1. Wakil klas ganggang di dalam fitoplankton bahari

Klas Nama umum Lokasi (Predominan) Kcterangan L. Cyanophyceae Cyanobacteria

Ganggang hijau-biru

Tropis Trychodesmi um (=Oscilatoria)

2. Rhodophyceae Ganggang merah Sangat jarang, pantai Rhodosorus, bentik

3. Bacillariophyceae Diatom Semua perairan, terutama pantai

Plankton renik utama sebagai produsen primer 4. Cryptophyceae Cryptomonads *) Kosmopolitan. pantai Sering diabaikan. tetapi

nanoplankton penting 5. Dynophyceae Dinoflagellata *) Semua perairan,

terutama tropis

Autotrofheterotrof, penyebab red tide

6. Crysophyceae (Prymnesiophyceae)

Crysomonads *) Silicoflagellata *)

Jarang, pantai kadang-kadang melimpah

-7. Haptophyceae Coccolithophor *) & prmnesiomonad *)

Oseanik Pantai

-8. Raphidiophyceae Chloromonad *) Jarang tapi kadang -kadang melimpah, payau

bebrapa jenis pembunuh ikan (Chattonella)

9 Xanthophyceae Ganggang hijau-kuning

heterochlorid*)

Sangat jarang

-10. Eustigmatophyceae - Sangat jarang -

11. Euglenophyceae Euglenoid *) Pantai -

12. Prasinophyceae Prasinomonad *) Semua perairan -

13. Chlorophyceae Ganggang hijau. Volvocalcan *)

Sangat jarang Pantai

-

*) Sering dikelompokkan ke dalam Phytoflagellate (Protozoa).

Menurut Nybakken (1992) diatom (Bacillariophyceae) dan dinoflagellata

(Dinophyceae) merupakan kelompok utama fitoplankton di laut. Diatom adalah

golongan tumbuh-tumbuhan bersel tunggal yang mempunyai kulit yang

(32)

2.1.1. Diatom

Diatom, sebagai plankton mempunyai peranan yang sangat penting untuk

perikanan. Diatom adalah alga bersel tunggal yang dicirikan oleh adanya kerangka

atau selubung, frustula, yang disusun oleh dua buah katup, epiteka dan hipoteka yang

cocok sesamanya, seperti cawan petri (McConnaughey dan Zottoli, 1983). Nybakken

(1992) dan Sumich (1992) menerangkan bahwa secara umum diatom mempunyai

ukuran tubuh berkisar 10 µm - 1 mm, bersel tunggal (uniseluler) atau berupa

rangkaian panjang, tidak memiliki alat gerak. Bagian luar dari diatom terbuat dari

silikon dioksida, yaitu bahan utama pembuat gelas, berhiaskan lubang-lubang

besar-kecil dengan pola-pola yang khas menurut spesies diatom.

Sebagian besar diatom hidup secara tunggal, tetapi tidak sedikit juga yang

hidup membentuk rantai. Diatom terdiri dari berbagai spesies, yang jika membentuk

rantai dihubungkan oleh penyambung seperti protoplasma, lendir atau tonjolan

seperti duri atau rambut dari frustula yang saling mengunci. Sel plasma membentuk

lapisan yang tipis sepanjang dinding dalam dari katup dengan melingkari sebuah

rongga yang berisi getah sel. Inti pada umumnya terletak di tengah. Plasma sel

mengandung kloroplas, yang didalamnya berlangsung fotosintesis. Warna kecoklatan

yang tersifat dari kebanyakan diatom disebabkan oleh pigmen diatomin dalam

kloroplas itu. Diatomin agak menyerupai pigmen dari alga coklat yang menyamarkan

klorofil.

Diatom memiliki bentuk yang beraneka ragam, sebagian besar berbentuk

batang, ada yang bulat dan ada juga yang berbentuk lonjong. Sebagian besar diatom

hidup di dalam air sebagai plankton, tetapi ada juga yang hidup pada dasar perairan

(yang masih dapat disinari) sebagai bentos, atau ada juga yang hidup menempel pada

benda-benda lain sebagai perifiton. Diatom tersebar luas di seluruh dunia. Pada

umumnya diatom adalah makhluk samudera di perairan dingin di wilayah-wilayah

kutub, di daerah-daerah tropika dan beriklim sedang.

2.1.2. Dinoflagellata

Dinoflagellata merupakan kelompok ke-dua dari alga bersel tunggal yang

memiliki jumlah cukup banyak di laut. Diatom merupakan plankton nabati dengan

jumlah terbesar di perairan dingin, sedangkan dinoflagellata biasanya dapat dijumpai

(33)

Kelompok dinoflagelata dicirikan dengan adanya sepasang flagella untuk

bergerak di dalam air, tidak memiliki rangka luar dari silikon tapi memiliki semacam

pembungkus (baju zirah) yang terbuat dari lempeng-lempeng selulosa (karbohidrat)

dan berukuran kecil (25 µm - 1 mm), biasanya bersel tunggal (jarang bersel banyak /

membentuk rantai), bereproduksi dengan membelah diri (Nybakken, 1992; Sumich,

1992).

2.2. Sebaran Fitoplankton

Arinardi, dkk (1997) menyatakan bahwa umumnya plankton di laut tidak

tersebar merata melainkan hidup secara berkelompok. Pengelompokan plankton

dapat terjadi pada jarak kurang dari 20 m (berskala kecil) atau dapat juga mencapai

beberapa kilometer (berskala besar). Penyebab terjadinya pengelompokan plankton

secara garis besar dibedakan atas pengaruh fisik (turbulensi atau adveksi) dan

pengaruh biologi. Angin dapat pula menyebabkan terkumpulnya plankton pada

tempat tertentu. Pengaruh biologi terjadi apabila terdapat perbedaan pertumbuhan

antara laju pertumbuhan fitoplankton dan kecepatan difusi untuk menjauhi

kelompoknya. Sementara zooplankton yang memangsa fitoplankton juga sangat

mempengaruhi pengelompokan fitoplankton.

Pengelompokan plankton lebih sering dijumpai di perairan neritik (terutama

perairan yang dipengaruhi oleh estuari) daripada perairan oseanik, hal ini sebagai

akibat adanya proses fisik dan kimia di perairan pantai. Produktivitas perairan pantai

ditentukan oleh beberapa faktor seperti arus pasang-surut, morfo-geografi setempat

dan proses fisik dari lepas pantai. Sementara adanya pulau-pulau akan

menyumbangkan produksi hayati yang lebih tinggi karena terjadinya pengayaan yang

disebabkan oleh turbulensi (pengadukan air), penaikan massa air di selat antar dua

pulau atau lebih dan aliran air sungai ke perairan pantai.

Secara vertikal, fitoplankton biasanya berkumpul di zona eufotik yaitu zona

dengan intensitas cahaya yang masih memungkinkan terjadinya fotosintesis.

2.3. Klorofil Fitoplankton

Tinggi rendahnya konsentrasi klorofil fitoplankton dapat digunakan sebagai

petunjuk kelimpahan sel fitoplankton dan juga potensi organik di perairan tertentu.

(34)

adanya pengadukan dasar perairan, dampak sungai dan proses naiknya air lapisan

agak dalam ke permukaan (Arinardi, dkk. 1997).

Distribusi vertikal klorofil di laut, secara umum menunjukkan konsentrasi

maksimum kadang kala terdapat di dekat atau di permukaan dan di lain waktu

terdapat di kedalaman eufotik atau di bawahnya (Steele and Yentsch, 1960 dalam

Parsons, dkk., 1984). Kedalaman klorofil maksimum terjadi secara musiman dicirikan

profil vertikal musim panas pada jarak 45 – 500 utara, baik di Samudra Atlantik

maupun Pasifik. Anderson (1969) dalam Parsons, dkk., (1984) mendapatkan

kandungan klorofil maksimum di pantai Oregon berakhir pada kedalaman 60 m yang

dibentuk oleh sel-sel aktif melalui fotosintesis, yang memperlihatkan adaptasi

terhadap intensitas cahaya yang sangat rendah.

2.4. Faktor Lingkungan

Ada beberapa faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan

penyebaran fitoplankton, baik itu faktor fisika maupun kimia, yang antara lain

meliputi suhu, salinitas, cahaya, arus, oksigen terlarut, nutrien, dan pH.

2.4.1. Suhu

Suhu dapat mempengaruhi fotosintesa di laut baik secara langsung maupun

tidak langsung. Pengaruh secara langsung yakni suhu berperan untuk mengontrol

reaksi kimia enzimatik dalam proses fotosintesa. Tinggi suhu dapat menaikkan laju

maksimum fotosintesa, sedangkan pengaruh secara tidak langsung yakni dalam

merubah struktur hidrologi kolom perairan yang dapat mempengaruhi distribusi

fitoplankton (Tomascik et al., 1997).

Secara umum, laju fotosintesa fitoplankton meningkat dengan meningkatnya

suhu perairan, tetapi akan menurun secara drastis setelah mencapai suatu titik suhu

tertentu. Hal ini disebabkan karena setiap spesies fitoplankton selalu beradaptasi

terhadap suatu kisaran suhu tertentu.

Suhu permukaan laut tergantung pada beberapa faktor, seperti presipitasi,

evaporasi, kecepatan angin, intensitas cahaya matahari, dan faktor-faktor fisika yang

terjadi di dalam kolom perairan. Presipitasi terjadi di laut melalui curah hujan yang

dapat menurunkan suhu permukaan laut, sedangkan evaporasi dapat meningkatkan

(35)

perairan. Suhu optimum untuk pertumbuhan fitoplankton pada perairan tropis

berkisar antara 25 – 320 C.

2.4.2. Salinitas

Salinitas berpengaruh terhadap penyebaran plankton, baik secara vertikal

maupun horisontal (Romimohtarto dan Juwana, 2004). Kisaran salinitas yang masih

dapat ditoleransi oleh fitoplankton pada umumnya berkisar antara 28 – 34 ppt.

Sebaran salinitas di laut dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti pola

sirkulasi air, penguapan, curah hujan dan aliran sungai. Perairan dengan tingkat

curah hujan tinggi dan dipengaruhi oleh aliran sungai memiliki salinitas yang rendah

sedangkan perairan yang memiliki penguapan yang tinggi, salinitas perairannya

tinggi. Selain itu pola sirkulasi juga berperan dalam penyebaran salinitas di suatu

perairan.

Secara vertikal nilai salinitas air laut akan semakin besar dengan

bertambahnya kedalaman. Di perairan laut lepas, angin sangat menentukan

penyebaran salinitas secara vertikal. Pengadukan di dalam lapisan permukaan

memungkinkan salinitas menjadi homogen. Terjadinya upwelling yang mengangkat

massa air bersalinitas tinggi di lapisan dalam juga mengakibatkan meningkatnya

salinitas permukaan perairan.

2.4.3. Cahaya

Cahaya merupakan salah satu faktor yang menentukan distribusi fitoplankton

di laut. Di laut lepas, pada lapisan permukaan tercampur tersedia cukup banyak

cahaya matahari untuk proses fotosintesa. Sedangkan di lapisan yang lebih dalam,

cahaya matahari tersedia dalam jumlah yang sedikit bahkan tidak ada sama sekali.

Ini memungkinkan fitoplankton lebih banyak terdapat pada bagian bawah lapisan

permukaan tercampur atau pada bagian atas dari permukaan lapisan termoklin jika

dibandingkan dengan bagian pertengahan atau bawali lapisan termoklin.

Dengan adanya perbedaan kandungan pigmen pada setiap jenis plankton,

maka jumlah cahaya matahari yang diabsorbsi oleh setiap plankton akan berbeda

(36)

2.4.4. Nutrien

Nutrien adalah semua unsur dan senyawa yang dibutuhkan oleh

tumbuhan-tumbuhan dan berada dalam bentuk material organik (misalnya amonia, nitrat) dan

anorganik terlarut (asam amino). Elemen-elemen nutrien utama yang dibutuhkan

dalam jumlah besar adalah karbon, nitrogen, fosfor, oksigen, silikon, magnesium,

potassium, dan kalsium, sedangkan nutrien trace element dibutuhkan dalam

konsentrasi sangat kecil, yakni besi, copper, dam vanadium (Levinton, 1982).

Menurut Parsons et al. (1984), alga membutuhkan elemen nutrien untuk

pertumbuhan. Beberapa elemen seperti C, H, O, N, Si, P, Mg, K, dan Ca dibutuhkan

dalam jumlah besar dan disebut makronutrien, sedangkan elemen-elemen lain

dibutuhkan dalam jumlali sangat sedikit dan biasanya disebut mikronutrien atau

trace element. Di antara unsur-unsur ini secara umum unsur hara yang sangat

esensial bagi pertumbuhan plankton adalah nitrogen, fosfor dan silikon, sehingga

unsur-unsur hara tersebut umumnya merupakan faktor pembatas bagi pertumbuhan

biota plankton (Tomascik et a!., 1997). Menurut Nybakken (1992) zat organik utama

yang diperlukan fitoplankton dan sering menjadi faktor pembatas pertumbuhan

adalah nitrat dan fosfat. Jadi zat hara fosfat dan nitrat merupakan salah satu mata

rantai makanan yang dibutuhkan dan mempunyai pengaruh terhadap proses

pertumbuhan dan perkembangan hidup organisme di laut. Keberadaan plankton di

suatu perairan tergantung pada konsentrasi zat hara perairan tersebut.

Sebaran fitoplankton di dalam kolom perairan sangat tergantung pada

konsentrasi nutrien. Konsentrasi nutrien di lapisan permukaan sangat sedikit dan

akan meningkat pada lapisan termoklin dan lapisan di bawahnya. Konsentrasi nutrien

juga akan berbeda di daerah dekat pantai dan di daerah lepas pantai. Pada keadaan

normal fitoplankton ditemukan dalam jumlah besar di perairan sekitar pesisir, sedang

di lepas pantai keberadaan fitoplankton berada dalam jumlah sedikit. Hal ini akan

berbeda apabila terjadi upwelling di perairan lepas pantai. Upwelling akan

mengakibatkan penyuburan fitoplankton. Nontji (2005) menerangkan bahwa

Fitoplankton yang subur di daerah pesisir dan di daerah upwelling karena masuknya

zat hara ke dalam lingkunga tersebut. Di daerah pesisir banyak zat hara datang dari

daratan dan dialirkan oleh sungai ke laut, sedangkan di daerah upwelling, zat hara

(37)

2.4.4.1. Nitrat

Nitrat merupakan salah satu bentuk senyawa N-anorganik dalam air laut dan

unsur hara yang digunakan dalam pembentukan protein untuk mendukung kehidupan

organisme dalam suatu perairan terutama fitoplankton. Nitrogen merupakan nutrien

yang sangat diperlukan dalam proses fotosintesis. Nitrogen masuk ke air laut melalui

aktivitas vulkanik, atmosfir dan sungai. Nitrogen di air laut terutama berada dalam

bentuk nitrat (NO3-), nitrit (NO2-) dan ammonium (NH3 atau NH4) (Millero dan

Sohn, 1991).

Nitrat dalam air laut secara alami terdapat pada kadar yang sesuai dengan

kebutuhan organisme yang hidup dalam perairan tersebut. Kadar nitrat dalam suatu

perairan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain adalah faktor lingkungan

sekitar, pengaruh musim dan kondisi pasang surut.

Menurut Wada dan Hattori (1991) nitrat merupakan senyawa nitrogen

terlimpah di laut. Selanjutnya dikatakan bahwa konsentrasi nitrat bervariasi menurut

letak lintang dan kedalaman. Di samping itu proses-proses biologi dan faktor fisika

juga mempengaruhi distribusi nitrat di laut. Akibat aktifitas tersebut mempengaruhi

profil sebaran nitrat sehingga memiliki karakteristik yang berbeda-beda di

masing-masing kawasan laut.

2.4.4.2. Fosfat

Fosfat merupakan salah satu zat hara yang dibutuhkan dan mempunyai

pengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan hidup organisme di laut.

Fitoplankton merupakan salah satu parameter biologi yang erat hubungannya dengan

fosfat. Tinggi rendahnya kelimpahan fitoplankton di suatu perairan tergantung

kepada kandungan zat hara di perairan tersebut, antara lain zat hara fosfat

(Nybakken, 1992). Senyawa anorganik fosfat yang terkandung dalam laut umumnya

berada dalam bentuk ion (orto) asam fosfat, H3PO4 (Koreleff, 1976 dalam

Hutagalung, dkk, 1997). Sama halnya seperti zat hara lainnya, kandungan fosfat di

suatu perairan secara alami terdapat sesuai dengan kebutuhan organisme yang hidup

di perairan tersebut

Distribusi dari berbagai bentuk fosfat di air laut dikontrol oleh proses-proses

(38)

konsentrasi fosfat di perairan dipengaruhi oleh faktor lintang, musim, dan aktifitas

plankton. Di laut tropis, variasi fosfat sangat kecil, bahkan dapat dikatakan tidak ada

variasi sama sekali. Hal ini disebabkan oleh perbedaan suhu antara musim hujan dan

musim kemarau tidak begitu mencolok, sehingga aktifitas plankton hampir seragam

sepanjang tahun.

Di perairan pesisir dan paparan benua, sungai sebagai pembawa

hanyutan-hanyutan sampah maupun sumber fosfat daratan lainnya akan mengakibatkan

konsentrasi fosfat di muara lebih besar dari sekitarnya.

Beberapa peneliti (Harrison dan Davis, 1979; Turpin dan Harrison, 1979;

Harrison dan Turpin, 1982; Kitham dan Kitham, 1984 dalam Sanders et a!., 1987)

mengemukakan bahwa perubahan nutrien adalah faktor lingkungan penting yang

mempengaruhi berbagai kelompok taksonomi yang dominan. Sebagai contoh

perubahan nutrien yang tinggi mengakibatkan dominasi dari diatom, perubahan

nutrien yang rendah mengakibatkan dominasi dan flagellata, sementara sejumlah

kecil nutrien atau bentuk kimia nutrien dapat mempengaruhi keberhasilan satu

spesies dibandingkan spesies yang lainnya contohnya Chaetoceros spp dibanding

Skeletonema costatum.

2.4.4.3. Silikat

Silikat merupakan bahan dasar penting untuk pembentukan kerangka diatom,

dan juga penting bagi radiolaria (Romimohtarto dan Juwana, 2004). Silikat berasal

dari pelapukan batu-batuan dan kerak bumi. Menurut Millero dan Sohn (1991), pada

dasarnya sumber silikat di laut sebagian besar merupakan hasil pelapukan yang

terbawa oleh aliran sungai dan angin melalui arus laut.

Silikon di perairan terdapat dalam tiga bentuk dasar , yaitu quarts terdetritus,

alumino-silikat dan silikat terlarut (Kennish, 1990), Silikat yang terlarut melalui

proses pelapukan (spesies terlarut) di estuarin dan perairan berbentuk sebagai asam

silikat , H4SiO4. Menurut Aston (1980) dalam Kennish (1994), silikat di perairan

berasal dari kristal-kristal batuan yang menjadi bentuk terlarut akibat aliran sungai

(pelapukan). Selanjutnya dijelaskan bahwa bentuk ini ada yang menjadi bentuk

partikel yang akhirnya mengendap menjadi bagian dari sedimen, dan dimanfaatkan

oleh organisme yang membutuhkan silikat dan ada pula yang terangkut menuju ke

(39)

perairan pesisir daripada di laut terbuka, yang merupakan akibat dari run off dari

daratan (Millero dan Sohn, 1991).

2.4.5. Arus

Arus dapat membantu penyebaran dan migrasi horisontal plankton, tetapi jika

terlalu kuat dapat mengganggu keseimbangan ekologis perairan yang sudah

terbentuk. Arus sangat berpengaruh terhadap sebaran fitoplankton karena

pergerakannya sangat tergantung pada pergerakan air (Romimohtarto dan Juwana,

2004).

Menurut Banjarnahor dan Suyarso (2000), arus yang brkembang di pesisir

perairan kalimantan Timur bukan hanya arus yang disebabkan terjadinya pasang

surut, namun berkembang arus lain yang merupakan terusan dari perairan lain

dengan kecepatan yang relatif kuat (20 cm/ det) pada kedalaman 5 m, dan semakin

ke dalam kecepatannya semakin kuat, pada kedalaman 20 m kecepatan arusnya

sekitar 80 cm/ det dan pada kedalaman 30 m kecepatan arusnya sekitar 78 cm/ det.

2.4.6. Oksigen Terlarut

Oksigen merupakan salah satu unsur penting dalam kehidupan organisme.

Oksigen oleh organisme akuatik dipergunakan dalam proses-proses biologi,

khususnya dalam proses respirasi dan penguraian zat organik oleh mikroorganisme.

Dalam ekosistem perairan oksigen terlarut sangat penting untuk mendukung

eksistensi organisme dan proses-proses yang terjadi di dalamnya, hal ini terlihat dari

peranan oksigen selain digunakan untuk aktivitas respirasi organisme air juga dipakai

oleh organisme dekomposer dalam proses bahan organik di perairan.

Sumber utama oksigen dalam air laut adalah dari udara melalui proses difusi

dan proses fotosintesis fitoplankton dan tumbuhan air lainnya pada siang hari.

Nybakken (1992) menyatakan bahwa kelarutan oksigen dalam air dipengaruhi oleh

temperatur dan kecerahan, semakin rendah temperatur perairan semakin tinggi

kelarutannya, dengan kata lain kandungan oksigen dalam kolom air akan semakin

rendah.

Oksigen di perairan bersumber baik melalui difusi dari udara maupun dari

(40)

lainnya di zona eufotik. Oksigen dikonsumsi oleh tumbuhan dan hewan secara

terus-menerus selama aktivitas respirasi. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kadar

oksigen terlarut dalam air laut adalah masuknya limbah yang dalam proses

penguraiannya banyak membutuhkan oksigen. Limbah jenis ini umumnya berasal

dan kegiatan-kegiatan penduduk.

2.4.7. Derajat Keasaman (pH)

Romimohtarto dan Juwana (2004) menyatakan bahwa perubahan pH sedikit

saja dapat menyebabkan perubahan dalam reaksi fisologik berbagai jaringan maupun

pada reaksi enzim dan lain-lain. Di laut terbuka, variasi pH dalam batas yang

diketahui mempunyai pengaruh kecil pada sebagian besar biota.

Nilai derajat keasaman (pH) di perairan pesisir umumnya lebih rendah

dibandingkan dengan pH air laut lepas, karena adanya pengaruh masukan massa air

(41)

III BAHAN DAN METODE

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2005 sampai dengan Februari

2007, meliputi pengambilan contoh air, analisis fitoplankton dan parameter

fisika-kimiawi perairan. Pengambilan contoh air dan fitoplankton dilaksanakan pada bulan

September 2005 dan September 2006, di perairan pesisir Berau, Kalimantan Timur

(Gambar 2 dan Gambar 3).

3.2. Alat dan Bahan

[image:41.612.123.512.321.677.2]

Alat dan bahan yang digunakan selama penelitian disajikan dalam Tabel 2.

Tabel 2. Alat dan Bahan Penelitian

No Alat dan Bahan Kegunaan

1. Plankton Net dengan flowmeter (jaring kitahara ø 31 cm dan mata jaring 80 µm)

Pengambilan sampel fitoplankton

2. Botol Sampel Tempat sampel air laut dan sampel fitoplankton

3. CTD Mengukur beberapa parameter perairan

4. Current Meter Mengukur kecepatan dan arah arus

5. Botol Nansen Pengambilan sampel air

6. GPS Menentukan posisi sampling

7. Spektrofotometer Mengukur absorbansi sampel air

8. Sedgwick Rafter Tempat pengamatan jenis fitoplankton

9. Stempel Pipette 0,1 ml Mengambil fraksi fitoplankton

10. Pompa vakum Menyedot contoh air untuk analisis kimia

11. Mikroskop Binokuler Mengamati jenis fitoplankton

12. Kertas saring Menyaring contoh air untuk analisis kimia

13. Hand counter Penghitung sel fitoplankton

14. pH meter Mengetahui pH perairan

(42)
[image:42.792.208.589.137.411.2]

Gambar 2 Peta lokasi dan stasiun penelitian pada periode I (2005)

117.7 117.8 117.9 118.0 118.1 118.2 118.3

1.8 1.9 2.0 2.1 2.2 2.3 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 KALIMANTAN LOKASI Lunsuranaga Guntung Lalawan Sodang Besar Talasau Tanjung Batu Ulingan Sukan Tg. Binkar Nakal Tg. Birai S. Beribik Tanjung Redep Rantaupanjang Muara Guntung Derawan 5 5 5 5 5 10 10 10 20 20 20 20 20 10 200 5 5 LEGENDA :

(43)
[image:43.792.215.597.155.425.2]

Gambar 3 Peta lokasi dan stasiun penelitian pada Periode II (2006)

117.7 117.8 117.9 118.0 118.1 118.2 118.3

1.8 1.9 2.0 2.1 2.2 2.3 9 8 7 4 3 2 1 6 5 KALIMANTAN LOKASI Lunsuranaga Guntung Lalawan Sodang Besar Talasau Tanjung Batu Ulingan Sukan Tg. Binkar Nakal Tg. Birai S. Beribik Tanjung Redep Rantaupanjang Muara Guntung Derawan 5 5 5 5 5 10 10 10 20 20 20 20 20 10 200 5 5 LEGENDA :

(44)

3.3. Penentuan Lokasi Pengambilan Contoh

Penentuan lokasi pengambilan contoh (stasiun) ditentukan secara dipilih

dengan pertimbangan adalah pengaruh arus dari sungai ke arah laut, dengan

asumsi bahwa air dari sungai akan membawa zat-zat nutrien yang kemudian akan

terakumulasi di perairan pesisir sebelum jauh menyebar ke arah laut.

3.4. Pengambilan Contoh

3.4.1. Pengambilan Contoh Air Laut

Sampel air laut diambil dengan botol Nansen lalu dimasukkan dalam botol

sampel untuk selanjutnya disimpan dalam kotak pendingin untuk dianalisa

kandungan klorofil fitoplankton, fosfat, nitrat, silikat, amoniak, derajat keasaman

dan oksigen terlarut.

Pada saat pengambilan sampel juga dilakukan pengukuran parameter

oseanografi secara in situ seperti suhu, salinitas, turbiditas, yang dilakukan

dengan menggunakan CTD, serta pengukuran arah dan kecepatan arus dengan

current meter.

3.4.2. Pengambilan Contoh Fitoplankton

Contoh fitoplankton diambil dengan menggunakan jaring Kitahara yang

berbentuk kerucut dengan diameter 31 cm dan mata jaring 80 µm. Pada bagian

tengah mulut jaring dipasang sebuah flowmeter untuk mengetahui volume air

yang tersaring. Jaring ini diturunkan kemudian ditarik secara horisontal di

permukaan air. Contoh plankton yang diperoleh disimpan dalam botol sampel dan

diberi larutan pengawet formalin hingga konsentrasi formalin dalam botol contoh

mencapai 4%.

3.5. Analisis Contoh 3.5.1. Analisis Kimia

Parameter yang diamati dari sampel air laut yaitu fosfat, nitrat, silikat,

amoniak, derajat keasaman dan oksigen terlarut. Contoh air laut untuk parameter

fosfat, nitrat, silikat, amoniak, derajat keasaman dan oksigen terlarut diambil

dengan menggunakan Nansen. Derajat keasaman (pH) air laut diukur dengan

(45)

elektroda kedalamnya. Untuk penentuan kadar oksigen terlarut digunakan botol

sampel dari gelas yang sudah ditentukan volumenya dan dianalisis menurut

metode Winkler, yaitu berdasarkan titrasi yodometri dan kadarnya dinyatakan

dalam ml/l.

Analisa nitrat dilakukan dengan menggunakan metode Moris dan Riley

(1963) yang dimodifikasi oleh Grasshoff (Parson et al, 1984), sedangkan analisa

fosfat dilakukan menurut metode Murphy dan Riley (1962) dalam Parson et al

(1984).

3.5.2. Analisis Klorofil-a

Metode untuk pengukuran kandungan klorofil fitoplankton mengikuti cara

yang dilakukan oleh Strickland & Parsons (1968), yakni dengan menyaring

contoh air laut lalu diekstrak dengan menggunakan larutan aseton 90 % untuk

selanjutnya disentrifuge pada putaran 4000 rpm selama kurang lebih 30 menit

untuk memisahkan antara filtrat dengan cairan yang bening. Kemudian cairan

yang bening tersebut dibaca fluororecencenya dengan menggunakan fluorometer

Turner Model 450 pada besaran 10 kali. Setelah diberi HCl 8 % sampel tersebut

kemudian dibaca kembali pada panjang gelombang yang sama, 750 dan 665 nm.

Tujuan penambahan asam tersebut adalah untuk memisahkan atau merubah

klorofil-a menjadi phaeopitin. Konsentrasi klorofil-a diperoleh dengan

menggunakan rumus berikut:

τ

Ve (ml)

Klorofil-a = F1 x ________ x (RB – RA) x __________ µg / l (= mg/m3)

τ

- 1 Vs(l)

F1 = Faktor (= 33,8045)

τ

= RB/RA (= 1,2222)

RB = Reading before (bacaan pada flurometer sebelum ditambah asam)

RA = Reading after (bacaan pada flurometer setelah ditambah asam)

Ve = Volume ektraksi (penambahan aseton 90 % = ml)

(46)

3.5.3. Analisis Fitoplankton

Cacahan fitoplankton dilakukan melalui fraksi sebuah stempel pipette dan

dinyatakan dalam sel.m-3. Fitoplankton diamati di bawah mikroskop, kemudian

ditentukan jenis-jenis fitoplankton dengan menggunakan bantuan buku

identifikasi fitoplankton (Davis, 1955; Yamaji, 1956; Wicstead, 1965; Newell &

Newell, 1977; Tomas, 1997). Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis

kelimpahannya dengan menggunakan rumus berikut (APHA, 1992):

N = kelimpahan Plankton (sel.m-1)

P = jumlah lapang pandang yang diamati

n = jumlah plankton yang tercacah (sel)

lSR = luas total lapang pandang Sedgwick Rafter (1000 mm2)

lp = luas lapang pandang Sedgwick Rafter yang diamati (mm2)

Vl = volume air contoh yang tersaring (ml)

VSRC = volume sedgwick rafter (1 ml)

VT = volume air yang disaring (m3)

VT = R a p

R = jumlah rotasi (putaran) baling-baling flowmeter

a = luas mulut jaring (m2)

p = panjang kolom air yang ditempuh untuk satu putaran (m)

Selanjutnya dilakukan penghitungan Indeks diversitas berdasarkan rumus

Shannon dan Weaver (1963) dalam Parsons et al. (1984) dengan satuan bits:

H1 = Indeks Diversitas

ni = Jumlah sel fitoplankton jenis ke-i

N = Jumlah total sel fitoplankton n

H1 = Σ Pi log2 Pi ; Pi = ni/N

i=1

T SRC

l

P SR

V

x

V

V

x

l

l

x

p

n

(47)

Untuk melihat keseragaman populasi fitoplankton pada setiap

pengambilan sampel dilakukan perhitungan Indeks Keseragaman, yaitu:

E = Indeks Keseragaman

H1 = Indeks Diversitas

Hmaks = Log2 S

S = Jumlah spesies

Untuk mengetahui adanya dominasi oleh spesies tertentu pada suatu

populasi digunakan Indeks Dominasi Simpson, yaitu:

D = Indeks Dominasi Simpson

ni = Jumlah sel fitoplankton jenis ke-i

N = Jumlah total sel fitoplankton

3.6. Analisis Data

Data yang telah diperoleh selanjutnya diolah dengan menggunakan

sejumlah perangkat lunak. Untuk mengetahui sebaran mendatar dari parameter

fisika-kimiawi perairan, dan kelimpahan fitoplankton pada setiap stasiun

pengamatan digunakan Surfer 8, dan disajikan dalam bentuk kontur.

Untuk melihat hubungan antar parameter fisika-kimiawi antar stasiun

pengamatan digunakan pendekatan analisis statistika multivariabel yang

didasarkan pada Analisis Komponen Utama, dengan memilih stasiun pengamatan

sebagai daerah observasi.

Untuk melihat ada tidaknya perbedaan nilai parameter lingkungan yang

diperoleh pada dua kali pengambilan sampel pada tahun yang berbeda di lakukan

analisis sederhana dengan Uji-t.

Untuk melihat hubungan antara parameter fisika-kimiawi air dengan

kelimpahan fitoplankton, digunakan analisis secara deskriptif dengan melihat

peta kontur sebaran parameter fisika-kimia perairan dan kelimpahan fitoplankton. E = H1 ; E= H1

Hmaks Log2 S

n

(48)

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Kondisi Lingkungan 4.1.1. Faktor Fisika 4.1.1.1. Suhu

Suhu merupakan salah satu faktor yang penting dalam mendukung proses

fotosintesa di laut. Besar kecilnya derajat suhu di laut dapat mempengaruhi reaksi

kimia enzimatik yang terjadi dalam proses fotosintesa dan dapat merubah struktur

hidrologi kolom perairan yang akhirnya dapat mempengaruhi distribusi

fitoplankton.

Kisaran suhu perairan Berau pada saat penelitian dilakukan berkisar antara

28,6 - 31,9 oC . Hal ini tidak jauh berbeda dengan yang dinyatakan oleh Nontji

(2005) bahwa suhu air permukaan di perairan Nusantara umumnya berkisar antara

28 – 31 0C. Menurut Raymont (1963), suhu optimum untuk pertumbuhan

fitoplankton pada perairan tropis berkisar antara 25 – 32 0C, sehingga kondisi

suhu di perairan ini masih optimal untuk pertumbuhan fitoplankton. Pada

penelitian periode I dilakukan suhu berkisar antara 28,8-31,9 oC. Sedangkan pada

saat penelitian periode II dilakukan diperoleh nilai suhu yang berkisar antara 28,6

-31,6 0C. Secara umum tidak diperoleh perbedaan nilai suhu pada kedua periode

penelitian.

Sebaran suhu permukaan di perairan Berau dapat dilihat pada Gambar 4.

Suhu pada perairan Berau ini ditemukan paling rendah di daerah laut lepas, dan

semakin mendekati daratan, suhu akan semakin meningkat. Hal ini sependapat

dengan pernyataan Nontji (2005) bahwa suhu air di dekat pantai biasanya sedikit

lebih tinggi daripada yang di lepas pantai.

117.7 117.8 117.9 118.0 118.1 118.2 118.3

[image:48.612.175.464.561.748.2]
(49)

4.1.1.2. Salinitas

Salinitas pada perairan Berau memiliki nilai antara 23,7 – 34 PSU. Pada

pengambilan sampel periode I diperoleh nilai salinitas berkisar antara 23,7 – 33,7

PSU. Sedangkan pada pengambilan sampel periode II, nilai salinitas berkisar

antara 24 – 34 PSU. Dengan demikian tidak terlihat adanya perbedaan

salinitas pada periode penelitian yang berbeda. Kisaran salinitas yang demikian

ini masih layak untuk pertumbuhan dan perkembangan fitoplankton. Menurut

Sachlan (1982) salinitas yang sesuai bagi fitoplankton laut untuk dapat hidup dan

memperbanyak diri disamping aktif melakukan proses fotosintesis adalah

salinitas yang memiliki nilai lebih dari 20 PSU.

Sebaran salinitas permukaan di perairan Berau ini dapat dilihat pada

Gambar 5. Nilai salinitas terendah dijumpai pada muara sungai dan nilai yang

semakin besar ditunjukkan ke arah laut. Hal ini disebabkan karena adanya

pengaruh daratan yang besar sehingga mempengaruhi salinitas yang kecil di

daerah muara sungai. Pengaruh daratan itu antara lain adalah masuknya aliran air

tawar melalui sungai menuju muara sungai yang menyebabkan penurunan

salinitas di daerah muara sungai tersebut.

Salinitas yang tinggi di daerah laut lepas karena adanya pengaruh yang

besar dari perairan Selat Makassar yang mempunyai salinitas tinggi dan karena

terletak di wilayah yang sangat jauh dari daratan (muara sungai). Sebaran

salinitas di laut dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti pola sirkulasi air,

penguapan, curah hujan dan aliran sungai (Nontji, 2005).

117.7 117.8 117.9 118.0 118.1 118.2 118.3

1.8 1.9 2.0 2.1 2.2 2.3 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 Lunsuranaga Guntung Lalawan Sodang Besar Talasau Tanjung Batu Ulingan Sukan Tg. Binkar Nakal Tg. Birai S. Beribik Tanjung Redep Rantaupanjang Muara Guntung Derawan 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34

(50)

4.1.1.3. Turbiditas

Nilai turbiditas pada permukaan laut di perairan Berau berkisar antara

16,9 – 77,3 NTU. Pada penelitian periode I, turbiditas berkisar antara 16,9 – 77,3

NTU. Pada penelitian periode II nilai turbiditas berkisar antara 17,69 – 53,69

NTU. Sebaran turbiditas di perairan ini dapat dilihat pada Gambar 6. Secara

umum nilai turbiditas yang besar dijumpai pada daerah muara sungai dan

semakin kecil ke arah laut. Besarnya nilai turbiditas menunjukkan tingkat

kekeruhan yang tinggi, hal ini mengandung pengertian bahwa di daerah muara

sungai mempunyai tingkat kekeruhan yang lebih tinggi dibandingkan dengan

wilayah lainnya. Tingginya tingkat kekeruhan di daerah muara sungai ini

disebabkan oleh banyaknya masukan dari daratan dan juga landainya daerah ini

yang mengakibatkan terangkatnya sedimen dasar perairan pada saat terjadi

turbulensi.

Nybakken (1992) menyatakan bahwa kekeruhan akan menyebabkan

penurunan penetrasi cahaya yang mengakibatkan menurunnya fotosintesis dan

[image:50.612.180.472.410.653.2]

produktifitas primer fitoplankton.

Gambar 6 Sebaran turbiditas di perairan Berau

117.7 117.8 117.9 118.0 118.1 118.2 118.3

1.8 1.9 2.0 2.1 2.2 2.3 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 Lunsuranaga Guntung Lalawan Sodang Bes ar

(51)

4.1.1.4. Arus

Arus sangat mempengaruhi sebaran dari fitoplankton. Ukuran

fitoplankton yang sangat kecil mengakibatkan pergerakannya sangat tergantung

pada pergerakan air (Romimohtarto dan Juwana, 2004).

Pengukuran arus dilakukan pada saat penelitian periode I. Pada penelitian

periode II tidak dilakukan pengukuran arus, karena masih dalam musim yang

sama dengan penelitian sebelumnya sehingga kemungkinan besar arah dan

kecepatan arus kurang lebih sama dengan penelitian sebelumnya.

Arah dan kecepatan arus pada perairan Berau ini sangat bervariasi, mulai

dari mulut sungai sampai dengan daerah perairan lepas. Kecepatan arus

permukaan baik pada saat pasang maupun surut, memiliki nilai tertinggi adalah

sebesar 115,3 cm/detik dan kecepatan arus permukaan terendah diperoleh nilai

sebesar 5,4 cm/detik. Sebaran arus selengkapnya disajikan pada Gambar 7.

Kecepatan arus yang tinggi dijumpai pada daerah laut lepas dan daerah

sekitar muara sungai. Hal ini kemungkinan besar disebabkan oleh pengaruh arus

Selat Makassar yang kuat sehingga mempengaruhi besarnya kecepatan arus di

daerah laut lepas. Pada daerah muara sungai, besarnya arus yang mengalir ini

kemungkinan karena derasnya aliran sungai yang masuk ke perairan muara

sungai.

Arah arus permukaan pada daerah muara umumnya mengikuti arah alur

sungai, kemudian membelok ke utara mengikuti pola umum arus Selat makassar.

117.7 117.8 117.9 118.0 118.1 118.2 118.3

[image:51.612.173.482.497.714.2]
(52)

4.1.2. Faktor Kimia 4.1.2.1. pH

Nilai pH menunjukkan derajat keasaman atau kebasaan. Dalam

kehidupan organisme perairan, pH menentukan terlarut tidaknya beberapa zat.

Nilai pH ini akan mepengaruhi produktifitas suatu perairan. Menurut Hickling

(1971), air yang bersifat basa dan netral cenderung lebih produktif dibandingkan

dengan air yang bersifat asam. Nilai pH yang diperoleh selama penelitian

di daerah perairan Berau memiliki kisaran antara 7,8 – 8,86. Pada penelitian I pH

memiliki kisaran antara 7,8 - 8,86 (Gambar 8). Secara umum nilai pH yang

rendah dijumpai di daerah dekat muara sungai dan nilai bertambah besar ketika

mendekati daerah laut lepas. Nilai derajat keasaman (pH) di perairan pesisir

umumnya lebih rendah dibandingkan dengan pH air laut lepas, karena adanya

pengaruh masukan massa air tawar dari sistem sungai yang bermuara. Davis

(1955) menyatakan bahwa pH air laut adalah bersifat basa (sekitar 8,20) kecuali

di dekat pantai, tempat masuknya air tawar, dan di perairan yang terjadi

pembusukan detritus organik yang dapat merubah kondisi pH.

Kisaran nilai pH yang demikian ini masih menunjang bagi kehidupan

fitoplankton. Menurut Sachlan (1982), fitoplankton dapat hidup subur

Gambar

Tabel 1. Wakil klas ganggang di dalam fitoplankton bahari
Tabel 2. Alat dan Bahan Penelitian
Gambar 2  Peta lokasi dan stasiun penelitian pada periode I (2005)
Gambar 3  Peta lokasi dan stasiun penelitian pada Periode II (2006)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Metode yang digunakan adalah analisis korelasi pearson untuk mengetahui hubungan antara kelimpahan dan keanekaragaman fitoplankton dengan kelimpahan dan

Penelitian ini bertujuan untuk: a) menganalisis pola sebaran kelimpahan dan keragaman fitoplankton; dan b) menganalisis pengaruh jarak perairan terhadap kelimpahan dan

bahwa parameter fisika-kimia pada kedalaman 1 m yang berkorelasi dengan struktur komunitas fitoplankton adalah turbiditas dan klorofil-a, sedangkan parameter oseanografi

Struktur Komunitas Fitoplankton dan Hubungannya dengan Beberapa Parameter Lingkungan di Perairan Teluk Jakarta.. Jurnal Oseanologi dan Limnologi

Tingginya nilai kelimpahan yang diperoleh pada stasiun 6 disebabkan oleh parameter-parameter lingkungan yang mempengaruhi kehidupan dan perkembangan fitoplankton pada

Sebaran massa air di lautan dapat diketahui dengan mempelajari parameter-parameter oseanografi, antara lain adalah suhu, salinitas, densitas, kedalaman dinamik, kecepatan

Berdasarkan pertimbangan tersebut maka dilakukan penelitian dengan tujuan: (1) Mengetahui sebaran parameter oseanografi dan sedimen pada area terumbu karang; (2) Mengetahui

Hasil analisia yang telah dilakukan untuk mengetahui konsentrasi klorofil-a dan kelimpahan fitoplankton serta dilakukan pengukuran parameter fisika dan kimia