• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sustainable land productivity improvement for small scale cocoa plantations in the Border Area of East Kalimantan Malaysia case study on Sebatik Island, Nunukan Regency, East Kalimantan Province

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Sustainable land productivity improvement for small scale cocoa plantations in the Border Area of East Kalimantan Malaysia case study on Sebatik Island, Nunukan Regency, East Kalimantan Province"

Copied!
195
0
0

Teks penuh

(1)

UNTUK PERKEBUNAN KAKAO RAKYAT DI KAWASAN

PERBATASAN KALIMANTAN TIMUR - MALAYSIA

(Studi Kasus di Pulau Sebatik, Kabupaten Nunukan,

Provinsi Kalimantan Timur)

MUHAMAD HIDAYANTO

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Peningkatan Produktivitas Lahan Berkelanjutan untuk Perkebunan Kakao Rakyat di Kawasan Perbatasan Kalimantan Timur-Malaysia: Studi Kasus di Pulau Sebatik, Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Timur, adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, 17 Agustus 2010

(3)

for Small Scale Cocoa Plantations in the Border Area of East Kalimantan-Malaysia: Case Study on Sebatik Island, Nunukan Regency, East Kalimantan

Province. Under direction of SUPIANDI SABIHAM, SUDIRMAN YAHYA, and LE ISTIQLAL AMIEN.

Sebatik Island is a major producer of cocoa in the Nunukan Regency. Productivity of cocoa from study area is less than of potential production. Improving land productivity is very important to increase productivity and quality of cocoa. This study was conducted on Sebatik Island, Nunukan Regency, East Kalimantan Province. The objectives of this study were: (1) to analyze land suitability of cocoa, (2) to examine the gap of land productivity of cocoa, (3) to examine sustainability index of land productivity of cocoa, (4) to identify need analysis, and (5) to formulate policy recommendations of sustainable land productivity improvement for small scale cocoa plantations. Methodology of this study was desk study, field survey and in-depth interview. Primary and secondary data obtained from field surveys (biophysical and socio-economic), and reinforced by the opinions of experts or specialists in their field. Soil sample was analysis to determine the physical soil properties, chemical and biological soil properties. Multi Dimensional Scaling (MDS) it’s called RAP-COCOA SEBATIK (Rapid Appraisal for Cocoa on Sebatik Island) was used to evaluate sustainability of land productivity of cocoa. The result of this study indicated that: (1) land suitability of cocoa on Sebatik Island was suitable i.e. moderately suitable (S2) 7.616 ha (31,14%), marginally suitable (S3) 12.965 ha (53,01%) and not suitable (N) 3.628 ha (14,83%); (2) land productivity in existing conditions less than the optimum conditions and factors gap between current conditions and expected conditions include are the use of agricultural inputs (fertilizers, pesticide), plant maintenance (pest and disease eradication, pruning, rejuvenation), fermentation, integration crops and livestock; (3) analysis of farming system in the existing condition, B/C >1 [farming system of small scale cacao plantations on Sebatik Island is profitable]. However, in order to meet the needs of decent living required minimum land area (Lm) approximately 3,54 to 4,35 ha/household; (4) sustainability analysis for six dimensions (ecology, economic, social-cultural, infrastructure and technology, law and institutional, security and defender) on the existing conditions of moderately suitable (S2) i.e. ecological dimension less sustainable (40,75%), economic less sustainable (48,58%), socio-culture sustainable (75,20%), infrastructure and technology less sustainable (40,49%), law and institutional less sustainable (36,39%), defense and security less sustainable (36,39%). On marginally suitable (S3) i.e. ecological dimension less sustainable (36,78%), economic less sustainable (44,87%), socio-culture sustainable (75,20%), infrastructure and technology less sustainable (32,96%), law and institutional less sustainable (36,39%), defense and security less sustainable (36,39%). Therefore, more effort are required to increase land productivity and the index sustainability of small scale cocoa plantations on Sebatik Island.

(4)

Kawasan perbatasan Pulau Sebatik letaknya sangat strategis bagi Indonesia dan Provinsi Kalimantan Timur, baik ditinjau dari aspek geoekonomi, geopolitik, geografi, maupun geokultural. Permintaan komoditas kakao dari Pulau Sebatik untuk tujuan ekspor semakin tinggi tetapi tidak diimbangi dengan kualitas hasil (mutu rendah), sehingga harganya relatif rendah di pasar Malaysia. Produktivitas kakao dari daerah ini semakin menurun disebabkan antara lain oleh umur tanaman sudah tua, serangan hama penyakit dan rendahnya produktivitas lahan. Perkebunan kakao rakyat di daerah tersebut pada umumnya belum dikelola dengan baik, sehingga produktivitas hasil tanaman relatif rendah.

Permasalahan pembangunan pertanian khususnya perkebunan kakao rakyat di kawasan perbatasan Pulau Sebatik cukup komplek dan memerlukan penanganan yang lebih komprehensif dan berkelanjutan. Hasil-hasil penelitian selama ini menunjukkan bahwa penanganan berbagai masalah di sektor pertanian telah banyak dilakukan, namun masih parsial dan belum mampu mengatasi masalah yang kompleks. Oleh karena itu untuk menyelesaikan berbagai permasalahan perkebunan kakao rakyat di kawasan perbatasan ini perlu dilakukan secara holistik, yang memadukan aspek ekologi, ekonomi, sosial budaya, teknologi dan infrastruktur, hukum dan kelembagaan, serta pertahanan dan keamanan.

Penelitian dilaksanakan di kawasan perbatasan Pulau Sebatik, Kabupaten Nunukan, Propinsi Kalimantan Timur dari bulan Maret hingga November 2009. Tujuan penelitian adalah: (a) mempelajari kesesuaian lahan untuk tanaman kakao, (b) mempelajari kesenjangan dan kendala produktivitas lahan perkebunan kakao rakyat, (c) mempelajari status keberlanjutan produktivitas lahan perkebunan kakao rakyat, (d) mengidentifikasi kebutuhan stakeholders, dan (e) menformulasikan arahan kebijakan peningkatan produktivitas lahan berkelanjutan perkebunan kakao rakyat di kawasan perbatasan Pulau Sebatik. Metode yang digunakan adalah studi literatur, survei lapangan dan wawancara. Data primer dan sekunder diperoleh dari survei lapangan (biofisik dan sosial ekonomi), serta diperkuat oleh pendapat para pakar atau ahli di bidangnya. Sampel tanah hasil survei lapangan dilakukan analisis laboratorium untuk mengetahui sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Analisis data meliputi: (1) analisis kesesuaian lahan, (2) analisis kesenjangan dan kendala produktivitas lahan, (3) analisis ekonomi, (4) analisis keberlanjutan, (5) analisis kebutuhan stakeholders, dan (6) analisis prospektif.

Analisis keberlanjutan menggunakan Multi Dimensional Scaling (MDS) yang disebut RAP-COCOA SEBATIK (Rapid Appraisal for Cocoa on Sebatik Island), hasilnya dinyatakan dalam bentuk indeks dan status keberlanjutan. Analisis Leverage dan Monte Carlo digunakan untuk mengetahui atribut-atribut sensitif atau pengungkit yang berpengaruh terhadap indeks dan status keberlanjutan. Untuk menyusun formulasi rekomendasi kebijakan dilakukan analisis prospektif berdasarkan hasil analisis keberlanjutan dan analisis kebutuhan stakeholders.

(5)

hara (nr) dan media perakaran (rc). Pada kelas kesesuaian lahan N faktor pembatasnya adalah adanya bahaya sulfidik (xh) dan terbatasnya media perakaran (rc).

Hasil analisis kesenjangan menunjukkan bahwa: (1) produktivitas lahan perkebunan kakao rakyat di Pulau Sebatik pada kondisi saat ini (eksisting) di bawah dari kondisi yang diharapkan (optimal). Produktivitas hasil kakao kondisi eksisting dibandingkan kondisi optimal pada kelas kesesuaian lahan cukup sesuai (S2) yaitu sebesar 45,19 % dan sesuai marginal (S3) sebesar 44,00%. Faktor-faktor kesenjangan (gap) antara kondisi saat ini dan kondisi yang diharapkan antara lain adalah penggunaan sarana produksi pertanian (pupuk, obat-obatan), pemeliharaan tanaman (pemberantasan hama dan penyakit, penggunaan tanaman penaung, pemangkasan, peremajaan), fermentasi, integrasi tanaman dan ternak; (2) analisis usahatani pada kondisi eksisting diperoleh B/C > 1, artinya usahatani perkebunan kakao rakyat di Pulau Sebatik menguntungkan. Namun demikian untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup layak (KHL), diperlukan luas lahan minimal (Lm) sekitar 3,54-4,35 ha KK-1.

Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produktivitas lahan dan meningkatkan pendapatan petani adalah melalui perbaikan terhadap beberapa faktor atau parameter sesuai dengan syarat pertumbuhan tanaman kakao dan untuk mencapai produktivitas hasil optimal. Berdasarkan jumlah kehilangan unsur hara akibat panen (faktor tanaman) dan hasil analisis tanah (faktor tanah), maka kebutuhan pupuk, kapur dan bahan organik adalah sebagai berikut: (1) di wilayah Tanjung Aru (Sebatik) pada kelas kesesuaian lahan cukup sesuai (S2): (a) Urea 375 kg ha-1th-1, (b) SP-36 sebanyak 354 kg ha-1th-1, (c) KCl sebanyak 394 kg ha-1th-1, (d) kapur pertanian 31 kwt ha-1, (e) kieserit 70 kg ha-1 dan (f) bahan organik 69 kwt ha-1. Pada kelas lahan sesuai marginal (S3): (a) Urea 408 kg ha-1th-1, (b) SP-36 sebanyak 361 kg ha-1th-1, (c) KCl sebanyak 451 kg ha-1 th-1, (d) kapur pertanian 38 kwt ha-1, (e) kieserit 70 kg ha-1 dan (f) bahanorganik 81 kwt ha-1; (2) di wilayah Aji Kuning (Sebatik Barat) pada kelas kesesuaian lahan cukup sesuai (S2): (a) Urea 360 kg ha-1 th-1, (b) SP-36 sebanyak 324 kg ha-1 th-1, (c) KCl 419 kg ha-1 th-1, (d) kapur pertanian 39 kwt ha-1, (e) kieserit 70 kg ha-1 dan (f) bahan organik 74 kwt ha-1. Pada kelas lahan sesuai marginal (S3): (a) Urea sebanyak 410 kg ha-1th-1, (b) SP-36 sebanyak 350 kg ha-1th-1, (c) KCl sebanyak 441 kg ha-1 th-1, (d) kapur pertanian 39 kwt ha-1, (e) kieserit 75 kg ha-1 dan (f) bahanorganik 79 kwt ha-1.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kendala untuk meningkatkan produktivitas lahan adalah: (a) terbatasnya infrastruktur, (b) masih rendahnya kualitas sumberdaya manusia [terutama jika dilihat dari segi pendidikan petani kakao yang mayoritas hanya berpendidikan SD], (c) produktivitas lahan rendah,

(d) produktivitas hasil pertanian rendah, (e) mutu hasil pertanian rendah, (f) terbatasnya sarana usahatani, (g) perhatian pemerintah rendah atau kurang, (h) penyuluhan kurang, dan (i) lemahnya kerjasama antar sektor.

(6)

kesesuaian lahan sesuai marginal (S3): dimensi ekologi statusnya kurang berkelanjutan (36,78%), dimensi ekonomi kurang berkelanjutan (44,87%), dimensi sosial budaya berkelanjutan (75,20%), dimensi infrastruktur dan teknologi kurang berkelanjutan (32,98%), dimensi hukum dan kelembagaan kurang berkelanjutan (36,39%), serta dimensi pertahanan dan keamanan kurang berkelanjutan (36,39%). Atribut-atribut sensitif atau pengungkit terhadap indeks dan status keberlanjutan dari masing-masing dimensi perlu dilakukan upaya-upaya intervensi atau perbaikan untuk meningkatkan indeks dan status keberlanjutan.

Perkebunan kakao rakyat di Pulau Sebatik mempunyai peluang besar untuk dikembangkan. Pengembangan perkebunan kakao rakyat di kawasan ini akan mampu meningkatkan tarap hidup masyarakat, dan meningkatkan daya saing kawasan perbatasan. Untuk meningkatkan produktivitas lahan berkelanjutan perkebunan kakao rakyat di kawasan perbatasan Pulau Sebatik, dilakukan berdasarkan analisis kesenjangan, dan dengan meningkatkan nilai skoring faktor dominan atau atribut kunci dari masing-masing dimensi keberlanjutan. Faktor dominan tersebut adalah: sarana dan prasarana pertahanan dan keamanan, sikronisasi kebijakan pemerintah pusat dan daerah, penguasaan dan penerapan teknologi budidaya dan pasca panen, sarana produksi pertanian, lembaga keuangan mikro [LKM]), tindakan pemupukan, umur tanaman kakao, serangan hama dan penyakit, daya saing kakao, serta industri pengolahan. Upaya yang dapat dilakukan adalah melalui tiga skenario rekomendasi kebijakan. Pada kelas kesesuaian lahan cukup sesuai (S2) indeks keberlanjutan gabungan kondisi eksisting 45,81%; skenario I menjadi 51,38%; skenario II menjadi 62,38%; serta skenario menjadi III 69,48%. Pada kelas kesesuaian lahan sesuai marginal (S3) indeks keberlanjutan gabungan kondisi eksisting 42,83%; skenario I menjadi 47,32%; skenario II menjadi 58,44%; serta skenario III menjadi 65,44%.

(7)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2010

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(8)

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS LAHAN BERKELANJUTAN

UNTUK PERKEBUNAN KAKAO RAKYAT DI KAWASAN

PERBATASAN KALIMANTAN TIMUR - MALAYSIA

(Studi Kasus di Pulau Sebatik, Kabupaten Nunukan,

Provinsi Kalimantan Timur)

MUHAMAD HIDAYANTO

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Doktor pada

Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(9)

Penguji Luar Komisi

Pada Ujian Tertutup (28 Juni 2010):

1. Prof. Dr. Ir. Surjono H. Sutjahjo, MS.

(Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan - PSL IPB)

2. Dr. Ir. AdeWachjar, MS.

(Staf Pengajar Departemen Agronomi dan Hortikultura - AGH IPB)

Pada Ujian Terbuka (02 Agustus 2010): 1. Prof. Dr. Ir. Irsal Las, MS.

(Kepala Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian [BBPSDLP])

2. Dr. Ir. Mastur, MSi.

(10)

Kalimantan Timur - Malaysia (Studi Kasus di Pulau Sebatik, Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Timur)

Nama : Muhamad Hidayanto

NIM : P062070181

Disetujui

Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, M.Agr. Ketua

Prof. Dr. Ir. Sudirman Yahya, M.Sc. Dr. Le Istiqlal Amien, MSc, APU. Anggota Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan

Prof.Dr.Ir. Surjono H.Sutjahjo, M.S. Prof.Dr.Ir. Khairil A.Notodiputro, M.S.

(11)

melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Penelitian dalam rangka penyusunan disertasi ini berjudul “Peningkatan Produktivitas Lahan Berkelanjutan untuk Perkebunan Kakao Rakyat di Kawasan Perbatasan Kalimantan Timur - Malaysia (Studi Kasus di Pulau Sebatik, Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Timur)”, dilaksanakan sejak bulan Maret hingga November 2009.

Penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak atas bimbingan, masukan, saran, bantuan dan dukungannya terutama kepada: Bapak Prof.Dr.Ir. Supiandi Sabiham, MAgr, Bapak Prof.Dr.Ir. Sudirman Yahya, MSc, dan Bapak Dr. Le Istiqlal Amien, MSc (sebagai komisi pembimbing); Bapak Prof.Dr.Ir. Suryono H. Sutjahjo, MS., Bapak Dr.Ir. Ade Wachjar, MS., Bapak Prof.Dr.Ir. Irsal Las, MS dan Bapak Dr.Ir. Mastur, MSi (sebagai penguji luar komisi); Komisi Pembinaan Tenaga Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian yang telah memberi kesempatan dan biaya untuk tugas belajar; Program Kerjasama Kemitraan Penelitian Pertanian dengan Perguruan Tinggi (KKP3T) Badan Litbang Pertanian tahun 2009 yang telah membiayai penelitian dalam rangka penyusunan disertasi ini; Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Kalimantan Timur yang telah memberi ijin tugas belajar; Kepala Badan Pengelolaan Kawasan Perbatasan Pedalaman dan Daerah Tertinggal Provinsi Kalimantan Timur, Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Kalimantan Timur, Kepala Bappeda Nunukan, Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Nunukan, serta Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Nunukan yang telah memberi ijin melakukan penelitian. Di samping itu penulis juga menyampaikan terima kasih kepada rekan-rekan mahasiswa S3 PSL-IPB angkatan tahun 2007 atas kerjasamanya yang baik; Bapak Ropik (BBPPSDLP Bogor) yang telah membantu melaksanakan survei lapangan dan analisis data; koordinator PPL (penyuluh pertanian lapangan), PPL, petugas lapangan di Kecamatan Sebatik dan Sebatik Barat, serta ketua KTNA Sebatik yang telah banyak membantu penelitian di lapangan. Secara khusus terima kasih penulis sampaikan kepada kedua orang tua (Bapak H. Pardi, BA dan Ibu Hj. Partini), kedua mertua (Bapak D. Surjadi dan Ibu B. Supiati), Istri tercinta (Yossita Fiana), anak-anak tersayang (Irfan Yasyfi Hidayat dan Hanna Rosyida Rachmayanti) atas pengertian, doa, dan kasih sayangnya; dan keluarga atas segala perhatian, dukungan, dan doa restunya; serta kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Mudah-mudahan semua amal baik yang telah diberikan kepada penulis mendapat imbalan pahala berlipat ganda dari Allah SWT.

Semoga disertasi ini bermanfaat.

Bogor, 17 Agutus 2010

(12)

Penulis dilahirkan di Sragen pada tanggal 17 Agustus 1965, anak ke-2 dari lima bersaudara pasangan Bapak H. Pardi BA, dan Ibu Hj. Partini. Pendidikan S1 di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, dan S2 di Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta pada Fakultas Pertanian Program Studi Ilmu Tanah. Pada tahun 2007 mendapat kesempatan melanjutkan pendidikan S3 Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSL) Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB), dengan beasiswa dari Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Hingga saat ini bekerja sebagai peneliti pada Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Kalimantan Timur. Beberapa kegiatan penelitian telah dilakukan, baik bersifat intern institusi, kegiatan penelitian kerjasama dengan swasta, maupun dengan dinas dan instansi terkait lainnya. Kegiatan kerjasama penelitian dan pengkajian tersebut antara lain: (1) analisis tanah untuk menyusun rekomendasi pemupukan padi sawah spesifik lokasi di 10 Kabupaten sentra pengembangan padi di Kalimantan Timur, (2) pengelolaan lahan dan tanaman terpadu [PLTT] lahan pasang surut, (3) uji efektivitas pupuk organik cair untuk tanaman sayuran, (4) pewilayahan komoditas pertanian spesifik lokasi di Kalimantan Timur, (5) pengembangan kelapa sawit di kawasan perbatasan Kabupaten Nunukan - Kalimantan Timur, dan (6) identifikasi kendala peningkatan produktivitas lahan sawah.

Karya ilmiah bagian dari hasil penelitian atau disertasi ini telah terbit pada jurnal terakreditasi, yaitu (1) Arahan Penggunaan Lahan Berkelanjutan untuk Tanaman Kakao di Kawasan Perbatasan Kaltim - Malaysia (Recommendation of Sustainable Landuse for Cocoa in the Border Area East Kalimantan - Malaysia)

(13)

xii

DAFTAR ISI ……….. xii

DAFTAR TABEL ……… xv

DAFTAR GAMBAR ……….. xviii

DAFTAR LAMPIRAN ……….. xx

I. PENDAHULUAN ………. 1

1.1. Latar Belakang ……….. 1

1.2. Tujuan Penelitian ………... 4

1.3. Kerangka Pemikiran ………... 4

1.4. Perumusan Masalah ……… 6

1.5. Manfaat Penelitian ……… 7

1.6. Kebaruan (Novelty) ………. 7

1.7. Definisi Beberapa Istilah dalam Penelitian ……… 9

II. TINJAUAN PUSTAKA ………. 13

2.1. Produktivitas Lahan dan Usahatani Kakao ………... 13

2.2. Kesuaian Lahan ..….………... 13

2.3. Kawasan Perbatasan .….……….... 15

2.4. Pembangunan Pertanian Berkelanjutan ……….. 17

2.5. Pendekatan Sistem ……… 18

2.6. Analisis Kelayakan Ekonomi ………. 20

2.7. Analisis Keberlanjutan ………. 22

2.8. Analisis Leverage ……… 22

2.9. Analisis Monte Carlo ……… 22

2.10. Analisis Prospektif ……… 23

III. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ……… 25

3.1. Letak Geografis dan Wilayah Administrasi ... 25

3.2. Topografi dan Fisiografi ... 26

3.3. Geologi dan Jenis Batuan ... 27

3.4. Geomorfologi dan Sistem Lahan ... 29

3.5. Jenis Tanah dan Iklim ... 29

3.6. Kebijakan Pembangunan Pertanian di Pulau Sebatik ... 31

3.7. Kondisi Sosial dan Ekonomi ... 31

(14)

xiii

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ……… 35

4.2. Bahan dan Alat ……… 35

4.3. Rancangan Penelitian ……… 36

4.4. Lingkup dan Rencana Kegiatan ……… 36

4.5. Jenis, Sumber dan Teknik Pengumpulan Data ………. 37

4.6. Formulasi Rekomendasi Kebijakan ……… 41

4.7. Analisis Data... 41

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 53

5.1. Keragaan Pertanian ... 53

5.1.1. Usaha Tani Kakao Rakyat ... 53

5.1.2. Kelembagaan Pertanian ... 56

5.1.3. Kendala Umum Pengembangan Kakao Rakyat ... 57

5.2. Sifat dan Kualitas Tanah ... 58

5.3. Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Kakao ... 63

5.4. Analisis Kesenjanan (Gap Analysis) ... 66

5.5. Analisis Kendala, Perubahan yang Diinginkan dan Kelembagaan Pendukung ... 74

5.5.1. Elemen Kendala ... 75

5.5.2. Elemen Perubahan yang Diinginkan ... 80

5.5.3. Kelembagaan Pendukung ... 82

5.6. Analisis Sosial Ekonomi ... 85

5.7. Indeks dan Status Keberlanjutan ... 87

5.7.1. Analisis Keberlanjutan ... 87

5.7.2. Keberlanjutan Dimensi Ekologi ... 89

5.7.3. Keberlanjutan Dimensi Ekonomi ... 91

5.7.4. Keberlanjutan Dimensi Sosial Budaya ... 93

5.7.5. Keberlanjutan Dimensi Infrastruktur dan Teknologi ... 95

5.7.6. Keberlanjutan Dimensi Hukum dan Kelembagaan ... 97

5.7.7. Keberlanjutan Dimensi Pertahanan dan Keamanan ... 100

(15)

xiv

5.8.1. Indeks Keberlanjutan ... 104

5.8.2. Kebutuhan Stakeholders ... 105

5.9. Faktor Kunci Keberlanjutan ... 107

5.10. Skenario Peningkatan Produktivitas Lahan Berkelanjutan Perkebunan Kakao Rakyat ... 115

5.11. Skenario Rekomendasi Kebijakan ... 134

VI. REKOMENDASI KEBIJAKAN ... 137

VII. KESIMPULAN DAN SARAN ... 143

7.1 Kesimpulan ... 143

7.2 Saran ... 145

DAFTAR PUSTAKA ... 147

(16)

xv

2. Luas wilayah pada masing-masing kecamatan di Pulau Sebatik ... 26

3. Jenis-jenis tanah di Pulau Sebatik ... 29

4. Neraca air di Kabupaten Nunukan ... 30

5. Sumber dan teknik pengumpulan data ... 38

6. Parameter dan metode analisis tanah ... 40

7. Keterkaitan antara tujuan penelitian, kegiatan, data yang diperlukan, analisis data, dan keluaran yang diharapkan ... 43

8. Kategori indeks status keberlanjutan perkebunan kakao rakyat ... 45

9. Pedoman penilaian analisis prospektif ... 49

10. Pengaruh antar faktor peningkatan produktivitas lahan berkelanjutan untuk perkebunan kakao rakyat di kawasan perbatasan Pulau Sebatik ... 49

11. Ilustrasi keadaan yang mungkin terjadi di masa depan pada peningkatan produktivitas lahan berkelanjutan untuk perkebunan kakao rakyat di kawasan perbatasan Pulau Sebatik ... 50

12. Hasil analisis skenario peningkatan produktivitas lahan untuk pengembangan kakao rakyat di kawasan perbatasan Pulau Sebatik .. 51

13. Karakteristik dan penerapan teknologi usahatani kakao di Pulau Sebatik ... 54

14. Sifat fisik tanah perkebunan kakao rakyat di Pulau Sebatik ... 58

15. Hasil analisis sifat kimia tanah di Pulau Sebatik ... 60

16. Hasil analisis Cmic, C-organik, nisbah Cmic / C-organik tanah di Pulau Sebatik ... 62

17. Kelas kesesuaian lahan aktual dan faktor pembatas pada setiap satuan lahan untuk tanaman kakao di Pulau Sebatik ... 64

18. Produksi optimal tanaman kakao berdasarkan kelas kesesuaian lahan 66

19. Kesenjangan produktivitas hasil dan teknologi usahatani perkebunan kakao rakyat di Pulau Sebatik ... 67

20. Kebutuhan pupuk untuk tanaman kakao di Tanjung Aru, Kecamatan Sebatik ... 68

21. Dosis kapur dan bahan organik di Tanjung Aru, Kecamatan Sebatik 69 22. Kebutuhan pupuk untuk tanaman kakao di Aji Kuning, Kecamatan Sebatik Barat ... 70

(17)

xvi

Sebatik ... 71 25. Analisis usahatani perkebunan kakao rakyat di Tanjung Aru,

Kecamatan Sebatik pada kondisi eksisting dan kondisi yang

diharapkan (rekomendasi) ... 72 26. Analisis usahatani perkebunan kakao rakyat di Aji Kuning,

Kecamatan Sebatik Barat pada kondisi eksisting dan kondisi yang

diharapkan (rekomendasi) ……….. 73

27. Kebutuhan hidup layak (KHL) di Pulau Sebatik ... 86

28. Perbedaan indeks keberlanjutan antara RAP-COCOA SEBATIK

(MDS) dengan Monte Carlo ... 102 29. Nilai stress dan R2 dimensi keberlanjutan perkebunan kakao rakyat

di kawasan perbatasan Pulau Sebatik ... 103 30. Gabungan faktor-faktor kunci yang mempunyai pengaruh besar .... 107 31. Uraian masing-masing skenario peningkatan produktivitas lahan

berkelanjutan perkebunan kakao rakyat di kawasan perbatasan

Pulau Sebatik ... 116 32. Perubahan kondisi faktor-faktor dominan peningkatan produktivitas

lahan berkelanjutan perkebunan kakao rakyat ... 117 33. Skenario strategi peningkatan produktivitas lahan berkelanjutan ... 117

34. Perubahan skoring atribut pada skenario I ... 119

35. Perubahan nilai indeks keberlanjutan peningkatan produktivitas lahan berkelanjutan perkebunan kakao rakyat di kawasan perbatasan

Pulau Sebatik skenario I ... 120 36. Perubahan skoring atribut pada skenario II ... 123 37. Perubahan nilai indeks keberlanjutan peningkatan produktivitas

lahan berkelanjutan perkebunan kakao rakyat di kawasan perbatasan Pulau Sebatik skenario II ... 124 38. Perubahan skoring atribut pada skenario III ... 127 39. Perubahan nilai indeks keberlanjutan peningkatan produktivitas

lahan berkelanjutan perkebunan kakao rakyat di kawasan perbatasan Pulau Sebatik skenario III ... 128 40. Indeks keberlanjutan kondisi eksisting, dan kondisi masing-masing

skenario ... 128 41. Jarak euclidian antara kondisi eksisting dan kondisi Skenario I, II

dan III pada kelas kesesuaian lahan cukup sesuai (S2) ... 131 42. Jarak euclidian antara kondisi eksisting dan kondisi Skenario I, II

(18)

xvii

1. Kerangka pemikiran ... 6

2. Persentase luas wilayah per kecamatan di Kabupaten Nunukan .... 25

3. Distribusi penduduk Kabupaten Nunukan menurut kecamatan tahun 2007 ... 32

4. Lokasi penelitian ... 35

5. Tahapan penelitian ... 37

6. Bagan proses aplikasi RAP-COCOA SEBATIK ……….... 45

7. Ilustrasi penentuan indeks keberlanjutan produktivitas lahan di kawasan perbatasan dalam skala ordinasi pada dua titik ekstrim buruk (0%) dan baik (100%) ... 48

8. Ilustrasi diagram layang-layang indeks keberlanjutan ... 48

9. Penentuan elemen kunci peningkatan produktivitas lahan berkelanjutan untuk perkebunan kakao rakyat ... 51

10. Kesesuaian lahan untuk tanaman kakao di Pulau Sebatik ... 65

11. Struktur hirarki antar sub elemen kendala peningkatan produktivitas lahan berkelanjutan perkebunan kakao rakyat pada kelas kesesuaian lahan cukup sesuai (S2) ... 75

12. Diagram klasifikasi sub elemen kendala peningkatan produktivitas lahan berkelanjutan perkebunan kakao rakyat pada kelas kesesuaian lahan cukup sesuai (S2) ... 77

13. Struktur hirarki antar sub elemen kendala peningkatan produktivitas lahan berkelanjutan perkebunan kakao rakyat pada kelas kesesuaian lahan sesuai marginal (S3) ... 78

14. Diagram klasifikasi sub elemen kendala peningkatan produktivitas lahan berkelanjutan perkebunan kakao rakyat pada kelas kesesuaian lahan sesuai marginal (S3) ... 79

15. Struktur hirarki antar sub elemen perubahan yang diinginkan untuk peningkatan produktivitas lahan berkelanjutan perkebunan kakao rakyat pada kelas kesesuaian lahan cukup sesuai (S2) dan sesuai marginal (S3) ... 81

16. Diagram klasifikasi sub elemen perubahan yang diinginkan untuk peningkatan produktivitas lahan berkelanjutan perkebunan kakao rakyat pada kelas kesesuaian lahan cukup sesuai (S2) dan sesuai marginal (S3) ... 82

17. Struktur hirarki antar sub elemen kelembagan yang terlibat pada kelas kesesuaian lahan cukup sesuai (S2) dan sesuai marginal (S3).. 83

(19)

xviii

20. Diagram indeks keberlanjutan pada kelas kesesuaian lahan sesuai

marginal (S3) ... 88 21. Indeks keberlanjutan dan peran atribut yang sensitif

mempengaruhi keberlanjutan dimensi ekologi pada kelas

kesesuaian lahan cukup sesuai (S2) ... 89 22. Indeks keberlanjutan dan peran atribut yang sensitif

mempengaruhi keberlanjutan dimensi ekologi pada kelas

kesesuaian lahan sesuai marginal (S3) ... 90 23. Indeks keberlanjutan dan atribut yang sensitif mempengaruhi

keberlanjutan dimensi ekonomi pada kelas kesesuaian lahan cukup sesuai (S2) ... 92 24. Indeks keberlanjutan dan atribut yang sensitif mempengaruhi

keberlanjutan dimensi ekonomi pada kelas kesesuaian lahan sesuai marginal (S3) ... 93 25. Indeks keberlanjutan dan atribut yang sensitif mempengaruhi

keberlanjutan dimensi sosial budaya pada kelas kesesuaian lahan

cukup sesuai (S2) dan sesuai marginal (S3) ... 94 26. Indeks keberlanjutan dan atribut yang sensitif mempengaruhi

keberlanjutan dimensi infrastruktur dan teknologi pada kelas

kesesuaian lahan cukup sesuai (S2) ... 96 27. Indeks keberlanjutan dan atribut yang sensitif mempengaruhi

keberlanjutan dimensi infrastruktur dan teknologi pada kelas

kesesuaian lahan sesuai marginal (S3) ... 97 28. Indeks keberlanjutan dan atribut yang sensitif mempengaruhi

keberlanjutan dimensi hukum dan kelembagaan ... 98 29. Indeks keberlanjutan dan atribut yang sensitif mempengaruhi

keberlanjutan dimensi pertahanan dan keamanan ... 101 30. Pengaruh dan ketergantungan antar faktor pengungkit berdasarkan

analisis keberlanjutan pada kelas kesesuaian lahan cukup sesuai

(S2) dan sesuai marginal (S3) ... 105 31. Pengaruh dan ketergantungan antar faktor pengungkit berdasarkan

analisis kebutuhan stakeholders pada kelas kesesuaian lahan cukup sesuai (S2) dan sesuai marginal (S3) ... 106 32. Pengaruh dan ketergantungan antar faktor pengungkit, gabungan

(20)

xix

34. Bagan peningkatan indeks keberlanjutan berdasarkan skenario I

pada kelas kesesuaian lahan cukup sesuai (S2) ... 121 35. Bagan peningkatan indeks keberlanjutan berdasarkan skenario I

pada kelas kesesuaian lahan sesuai marginal (S3) ... 122 36. Bagan peningkatan indeks keberlanjutan berdasarkan skenario II

pada kelas kesesuaian lahan cukup sesuai (S2) ... 125 37. Bagan peningkatan indeks keberlanjutan berdasarkan skenario II

pada kelas kesesuaian lahan sesuai marginal (S3) ... 126 38. Bagan peningkatan indeks keberlanjutan berdasarkan skenario III

pada kelas kesesuaian lahan cukup sesuai (S2) ... 129 39. Bagan peningkatan indeks keberlanjutan berdasarkan skenario III

pada kelas kesesuaian lahan sesuai marginal (S3) ... 130 40. Indeks keberlanjutan enam dimensi keberlanjutan kondisi eksisting,

skenario I, II dan III pada kelas kesesuaian lahan cukup sesuai (S2) 132 41. Indeks keberlanjutan enam dimensi keberlanjutan kondisi eksisting,

skenario I, II dan III pada kelas kesesuaian lahan sesuai marginal (S3) ... 132 42. Model peningkatan produktivitas lahan berkelanjutan perkebunan

(21)

xx

1. Dimensi dan atribut skor keberlanjutan peningkatan produktivitas lahan berkelanjutan untuk perkebunan kakao rakyat di kawasan

perbatasan Kalimantan Timur-Malaysia ... 157 2. Kelas kesesuaian lahan tanaman kakao (Theobroma cacao L.) ....... 163 3. Produksi optimal tanaman kakao (Theobroma cacao L.)

berdasarkan kelas kesesuaian lahan ... 164

4. Kriteria penilaian sifat kimia tanah ... 165 5. Produktivitas hasil kakao (kg ha-1 tahun-1) berdasarkan umur

(22)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kawasan perbatasan di Kalimantan Timur yang berbatasan langsung dengan negara tetangga (Malaysia) memiliki panjang sekitar 1,02 ribu km, membentang dari Kabupaten Nunukan, Malinau dan Kutai Barat. Potensi sumberdaya alam yang dimiliki di kawasan perbatasan Kalimantan Timur cukup melimpah, namun hingga saat ini relatif belum dimanfaatkan secara optimal. Salah satu kawasan perbatasan yang terletak di Kabupaten Nunukan adalah Pulau Sebatik. Pulau ini mempunyai luas sekitar 24,6 ribu ha. Kawasan perbatasan negara di Kalimantan Timur ini sangat strategis, terutama jika dilihat dari aspek geoekonomi, geopolitik, geografi, dan geokultural, karena berbatasan langsung dengan wilayah negara tetangga (Sabah) Malaysia yang memiliki tingkat perekonomian relatif lebih baik.

Sektor pertanian merupakan salah satu peluang untuk meningkatkan kondisi sosial-ekonomi masyarakat di Pulau Sebatik. Pengembangan berbagai komoditas pertanian unggulan di kawasan ini sangat memungkinkan, karena didukung oleh kondisi biofisik sumberdaya lahan kering yang memadai (Puslittanak, 2000; BPTP Kaltim, 2007). Komoditas unggulan tanaman perkebunan di kawasan ini adalah kakao (Theobroma cacao L.), yang dikelola oleh perkebunan rakyat. Permintaan kakao untuk pasar ekspor dari kawasan ini cukup tinggi, tetapi tidak diimbangi dengan kualitas kakao yang dihasilkan (kualitas rendah) sehingga sampai saat ini hanya sebagai pencampur kakao Malaysia. Luas perkebunan kakao rakyat di kawasan ini mencapai 5,2 ribu ha dengan produktivitas berkisar antara 600-800 kg ha-1 th-1 kakao kering (Abubakar, 2004; Samudra, 2005). Hasil penelitian di Ghana (Dormon et al., 2004) menunjukkan bahwa rendahnya produktivitas kakao antara lain disebabkan oleh faktor biologi (hama penyakit) dan kondisi sosial ekonomi (keterbatasan modal, upah tenaga kerja mahal dan terbatasnya infrastruktur).

(23)

produktivitas hasil tanaman, antara lain melalui evaluasi kualitas dan kesesuaian lahan, pengelolaan hara, konservasi air, pemanfaatan bahan organik dan integrasi tanaman-ternak (Benjamin et al., 2003; Bindraban et al., 2000; Dariah et al., 2005; Evah et al., 2000; Garrity dan Agus, 1999; Ouédraogo et al., 2001; Subagyono et al., 2004; Watung et al., 2003; Zhang et al., 2004).

Berkaitan dengan kendala lahan untuk pengembangan pertanian, keragaman sifat lahan akan sangat menentukan jenis komoditas yang dapat diusahakan, karena setiap jenis komoditas pertanian memerlukan persyaratan sifat lahan yang spesifik untuk dapat tumbuh dan berproduksi dengan optimal (Amien, 1996; Djaenudin et al., 2000). Tanah di Pulau Sebatik umumnya berkembang dari bahan sedimen dan sebagian kecil endapan sungai (marine) serta volkan. Wilayah ini mempunyai rejim kelembaban tanah daerah dataran tinggi tergolong udik dengan curah hujan tahunan > 2000 mm. Kelas kedalaman solum tanah bervariasi dari dangkal (< 50 cm) hingga sangat dalam (> 150 cm), namun secara umum didominasi oleh solum dalam (100 - 150 cm). Solum dangkal dijumpai pada tanah yang terbentuk dari bahan kuarsa dengan lereng datar-berombak, dan tanah yang terbentuk dari bahan batu pasir dengan lereng terjal. Pada beberapa lokasi dijumpai batuan yang muncul ke permukaan tanah. Berdasarkan sifat-sifat morfologi dan hasil analisis tanah, tanah-tanah di daerah penelitian dikelompokkan menjadi 3 Ordo yaitu Entisols, Inceptisols, dan Ultisols (BPTP Kaltim, 2007). Jenis tanah tersebut umumnya memiliki kemampuan menahan air rendah (Uexkull, 1984; Spain, 1986), sehingga curah hujan yang melimpah tidak bermanfaat bagi tanaman apabila kapasitas menahan air tanah rendah.

(24)

menyebabkan makin menurunnya kualitas kesuburan tanah (lapisan tanah menipis, agregat tanah tidak stabil), sehingga akan mempengaruhi produktivitas hasil komoditas yang diusahakan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Saliba (1985), bahwa produktivitas lahan akan mempengaruhi produktivitas hasil dari komoditas yang diusahakan pada suatu wilayah. Lebih lanjut Zhang et al. (2004) menyatakan bahwa evaluasi sistem peningkatan produktivitas lahan dapat memberikan informasi secara detail, yang akan membantu pengambil keputusan mengidentifikasi pengelolaan pertanian optimal untuk meningkatkan produktivitas lahan berkelanjutan. Oleh karena itu peningkatan produktivitas lahan berkelanjutan dalam rangka pembangunan pertanian perlu dilaksanakan di kawasan Pulau Sebatik, sesuai dengan potensi sumberdaya dan kearifan lokal setempat.

World Conservation Strategy mendefinisikan pembangunan berkelanjutan sebagai pembangunan yang dapat memenuhi kebutuhan masa sekarang tanpa mengorbankan kesanggupan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka (Anonim, 1990). Pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture) merupakan implementasi dari konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development) pada sektor pertanian. Menurut Sutanto (2002), pertanian berkelanjutan merupakan keberhasilan dalam mengelola sumberdaya untuk kepentingan pertanian dalam memenuhi kebutuhan manusia, sekaligus mempertahankan dan meningkatkan kualitas lingkungan serta konservasi sumberdaya alam.

(25)

kegiatan peningkatan produktivitas lahan berkelanjutan untuk pengembangan komoditas pertanian unggulan secara holistik yang memadukan aspek ekologi, ekonomi, sosial budaya, infrastruktur dan teknologi, hukum dan kelembagaan serta pertahanan dan keamanan.

1.2. Tujuan Penelitian

Tujuan utama penelitian untuk meningkatkan produktivitas lahan berkelanjutan perkebunan kakao rakyat di kawasan perbatasan Kalimantan Timur-Malaysia, dengan studi kasus di Pulau Sebatik. Tujuan spesifiknya adalah:

a) Mempelajari kesesuaian lahan untuk tanaman kakao.

b) Mempelajari kesenjangan produktivitas lahan dan kendala yang dihadapi. c) Mempelajari status keberlanjutan produktivitas lahan perkebunan kakao

rakyat.

d) Mengidentifikasi kebutuhan stakeholders untuk peningkatan produktivitas lahan berkelanjutan perkebunan kakao rakyat.

e) Memformulasikan arahan kebijakan peningkatan produktivitas lahan berkelanjutan perkebunan kakao rakyat.

1.3. Kerangka Pemikiran

Sektor pertanian merupakan salah satu peluang untuk meningkatkan kondisi sosial ekonomi masyarakat di Pulau Sebatik, Kabupaten Nunukan sebagai salah satu kawasan perbatasan negara di Kalimantan Timur. Pengembangan berbagai komoditas pertanian di kawasan ini sangat memungkinkan, namun demikian faktor pembatas kualitas lahan perlu mendapatkan sentuhan inovasi teknologi untuk meningkatkan produktivitas hasil tanaman.

Keadaan biofisik lahan untuk pengembangan pertanian di Pulau Sebatik diasosiasikan sebagai lahan-lahan kritis yang rentan terhadap kerusakan lahan akibat erosi, dan produktivitas tanah relatif rendah. Berbagai masalah yang dihadapi untuk pengembangan komoditas unggulan di kawasan ini antara lain adalah: (a) keterbatasan air tahunan, (b) terjadinya degradasi lahan akibat erosi pada lahan perbukitan dan lahan miring, yang mengakibatkan makin menurunnya

(26)

(c) pengelolaan sistem pertanaman (cropping system), pengelolaan tanah dan air di tingkat petani belum memadai. Permasalahan tersebut terkait dengan tingkat penguasaan petani terhadap teknologi budidaya komoditas unggulan, dan konservasi tanah serta air yang relatif kurang memadai.

Komoditas unggulan tanaman perkebunan di kawasan Pulau Sebatik diusahakan untuk keperluan pasar ekspor ke Sabah (Malaysia). Akses pasar yang sangat baik merupakan faktor pendorong bagi masyarakat untuk mengusahakan tanaman perkebunan di kawasan tersebut.Permintaan komoditas kakao dari Pulau Sebatik untuk tujuan ekspor semakin tinggi, tetapi tidak diimbangi dengan kualitas hasil (mutu rendah), sehingga harganya relatif rendah di pasar Malaysia. Produktivitas hasil kakao dari kawasan ini semakin menurun yang disebabkan antara lain oleh umur tanaman sudah tua, serangan hama penyakit, dan produktivitas lahan yang semakin menurun.

Lahan pertanian untuk perkebunan kakao rakyat di Pulau Sebatik pada umumnya belum dikelola dengan baik (Abubakar, 2004; Samudra, 2005; BPTP Kaltim, 2007). Masalah lain adalah teknologi yang tersedia bagi pengembangan lahan kering marginal ini umumnya memerlukan input tinggi, masih kurangnya informasi potensi sumberdaya lahan, terbatasnya sumberdaya manusia, terbatasnya modal, belum didukung oleh kelembagaan usahatani yang memadai dan terbatasanya infrastruktur.

(27)

Gambar 1. Kerangka pemikiran

1.4. Perumusan Masalah

Tanaman kakao merupakan komoditas pertanian unggulan dari Pulau Sebatik. Pengembangan perkebunan kakao rakyat di kawasan perbatasan Pulau Sebatik ini menghadapi berbagai masalah yang kompleks dan multidimensi, terutama berkaitan dengan produktivitas dan mutu hasil kakao yang semakin

Ketersediaan pangan

Pendapatan masyarakat

Lapangan kerja

PAD

Perkebunan Kakao Rakyat

Produksi dan Mutu Rendah

Rekomendasi Peningkatan Produktivitas Lahan Berkelanjutan untuk Perkebunan Kakao Rakyat

di Kawasan Perbatasan Pulau Sebatik

Ekonomi (kelayakan finansial)

Kesesuaian Lahan

Kesenjangan dan kendala, produktivitas lahan

Kebutuhan stakeholders

Keberlanjutan

Prospektif

Analisis

Identifikasi Faktor Berpengaruh

Data primer, sekunder dan pendapat pakar

Skenario

Berkelanjutan

Ya

Tidak Kawasan Perbatasan Negara Sebagai

(28)

menurun. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk menjawab beberapa pertanyaan penelitian yaitu (1) apakah lahan usahatani kakao rakyat sesuai dengan agroekologi kawasan setempat ? (2) bagaimana kesenjangan (gap) produktivitas lahan perkebunan kakao rakyat ? (3) apakah kendala, perubahan yang diinginkan dan kelembagaan pendukung yang terlibat dalam perkebunan kakao rakyat ? (4) seberapa besar tingkat keberlanjutan produktivitas lahan perkebunan kakao rakyat ? (5) apa saja kebutuhan stakeholders untuk peningkatan produktivitas lahan berkelanjutan perkebunan kakao rakyat ? dan (6) bagaimana formulasi rekomendasi kebijakan peningkatan produktivitas lahan berkelanjutan untuk perkebunan kakao rakyat di kawasan perbatasan Pulau Sebatik ?

1.5. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian peningkatan produktivitas lahan berkelanjutan untuk perkebunan kakao rakyat di kawasan perbatasan Pulau Sebatik ini diharapkan:

a. Menjadi arahan atau rekomendasi bagi penentu kebijakan dan masyarakat setempat untuk pengembangan komoditas kakao di kawasan perbatasan, khususnya di Pulau Sebatik berdasarkan potensi sumberdaya alam, potensi ekonomi dan kelembagaan setempat.

b. Mempertahankan keberlanjutan produktivitas lahan untuk pengembangan komoditas kakao di kawasan perbatasan.

1.6. Kebaruan (Novelty)

Penelitian ini adalah pengembangan dari penelitian sebelumnya yang terkait dengan pembangunan pertanian di kawasan perbatasan negara, beranjak dari pendekatan parsial menuju pendekatan holistik. Penelitian-penelitian sebelumnya antara lain:

(29)

b) Abubakar (2004) dengan judul “Pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil Perbatasan (Kasus Pulau Sebatik, Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Timur”. Penelitian tersebut menggunakan metode Strengths, Weaknesses, Opportunities and Threats (SWOT), Analitycal Hierarchy Process (AHP) dan Linear Goal Programming. Hasil penelitian menunjukkan bahwa permasalahan di kawasan perbatasan cukup komplek dan memerlukan penanganan yang lebih komprehensif dan berkelanjutan.

c) Samudra (2005) dengan judul “Kajian Pengelolaan Sumberdaya Pulau Sebatik Sebagai Pulau Kecil Perbatasan di Kabupaten Nunukan Kalimantan Timur Secara Terpadu, Berkelanjutan dan Berbasis Masyarakat”. Metode yang digunakan adalah skoring sederhana dan SWOT. Hasil analisis menunjukkan bahwa sumberdaya hayati unggulan Pulau Sebatik adalah (i) perikanan tangkap, (ii) perkebunan kakao, dan (iii) peternakan [kerbau, sapi, kambing].

d) Marhayudi (2006) dengan judul “Model Pengelolaan Sumberdaya Hutan Berkelanjutan di Wilayah Perbatasan Kalimantan Barat”. Penelitian tersebut menggunakan metode Rap-INSUSFORMA dan disimpulkan bahwa pengelolaan hutan di wilayah perbatasan Kalimantan Barat termasuk dalam kategori kurang berkelanjutan dengan nilai indeks keberlanjutan 36,85%.

e) Thamrin (2008) dengan judul “Model Pengembangan Kawasan Agropolitan Secara Berkelanjutan di Wilayah Perbatasan Kalimantan Barat-Malaysia”. Penelitian tersebut menggunakan Rap-BENGKAWAN dan disimpulkan bahwa status keberlanjutan multidimensi pengembangan kawasan agropolitan secara berkelanjutan di wilayah perbatasan Kalimantan Barat-Malaysia cukup berkelanjutan dengan nilai indeks keberlanjutan 52,43%.

(30)

1. Penggunaan analisis kesenjangan (gap analysis) untuk mengetahui produktivitas lahan perkebunan kakao rakyat pada kondisi saat ini (existing) dan kondisi yang diharapkan (optimum), sehingga akan diketahui upaya-upaya perbaikan.

2. Penggunaan alat analisis keberlanjutan Multi Dimensional Scaling (MDS) yang disebut RAP-COCOA SEBATIK (Rapid Appraisal for Cocoa on Sebatik Island) untuk peningkatan produktivitas lahan berkelanjutan perkebunan kakao rakyat di kawasan perbatasan Pulau Sebatik. Alat analisis ini merupakan modifikasi dari RAPFISH (Rapid Appraisal Technique for Fisheries), yang semula hanya menyertakan 5 dimensi keberlanjutan (ecological, technology economic, social, and ethical), pada RAP-COCOA SEBATIK ini ditambahkan dimensi pertahanan keamanan, sehingga menjadi 6 dimensi keberlanjutan (ekologi, ekonomi, sosial budaya, infrastruktur dan teknologi, hukum dan kelembagaan, serta pertahanan dan keamanan).

3. Alternatif skenario arahan kebijakan berdasarkan analisis kesenjangan produktivitas lahan (antara kondisi eksisting dengan kondisi yang diharapkan), dan analisis keberlanjutan dari berbagai dimensi atau aspek keberlanjutan di kawasan perbatasan Pulau Sebatik.

1.7. Definisi Beberapa Istilah dalam Penelitian

a. Kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung atau budidaya (UU No. 26 Tahun 2007 Pasal 1 ayat 20).

(31)

c. Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam dan sumberdaya buatan (UU No. 26 Tahun 2007 Pasal 1 ayat 21). d. Kawasan budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama

untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumberdaya alam, sumberdaya manusia, dan sumberdaya buatan (UU No. 26 Tahun 2007 Pasal 1 ayat 22).

e. Kawasan strategis nasional adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting secara nasional terhadap kedaulatan negara, pertahanan dan keamanan negara, ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan, termasuk wilayah yang telah ditetapkan sebagai warisan dunia (UU No. 26 Tahun 2007 Pasal 1 ayat 28). f. Badan Pengelola adalah badan yang diberi kewenangan di bidang

pengelolaan Batas Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan (UU No. 43 Tahun 2008 Pasal 1 ayat 11).

g. Pemerintah Pusat, yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia (UU No. 43 Tahun 2008 Pasal 1 ayat 12).

h. Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah (UU No. 43 Tahun 2008 Pasal 1 ayat 13).

i. Komoditas andalan adalah komoditas dengan ciri-ciri: merupakan komoditas yang dominan diusahakan oleh masyarakat, merupakan komoditas spesifik lokasi, dan dapat dibudidayakan berdasarkan kondisi agroekologi setempat (Thamrin, 2008).

(32)

k. Pembangunan berkelanjutan (sustainable development) adalah pembangunan yang dapat memenuhi kebutuhan masa sekarang tanpa mengorbankan kesanggupan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka (Anonim, 1990).

l. Pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture) adalah keberhasilan dalam mengelola sumberdaya untuk kepentingan pertanian dalam memenuhi kebutuhan manusia, sekaligus mempertahankan dan meningkatkan kualitas lingkungan serta konservasi sumberdaya alam (Anonim, 1990; Sutanto, 2002). Pertanian berkelanjutan merupakan implementasi dari konsep pembangunan berkelanjutan pada sektor pertanian.

m. Kesesuaian lahan merupakan penggambaran tingkat kecocokan sebidang lahan untuk suatu tipe penggunaan lahan (jenis tanaman dan tingkat pengelolaan) tertentu (FAO, 1976).

n. Lahan atau land adalah suatu wilayah di permukaan bumi, mencakup semua komponen biosfer yang dapat dianggap tetap atau bersifat siklis yang berada di atas dan di bawah wilayah tersebut, termasuk atmosfer, tanah, batuan induk, relief, hidrologi, tumbuhan dan hewan, serta segala akibat yang ditimbulkan oleh aktivitas manusia di masa lalu dan sekarang yang kesemuanya itu berpengaruh terhadap penggunaan lahan oleh manusia pada saat sekarang dan di masa mendatang (FAO, 1976).

(33)
(34)

Produktivitas lahan adalah kemampuan lahan untuk menghasilkan produk dari suatu sistem pengelolaan tertentu (Saliba, 1985). Untuk meningkatkan produktivitas lahan perkebunan kakao perlu diketahui sifat tanah (fisik, kimia dan biologi) dan dilakukan pemupukan sesuai dengan kandungan hara tanah serta kebutuhan tanaman. Menurut Jadin dan Snoeck (1985) pemupukan tanaman kakao akan lebih efektif jika ditekankan pada tercapainya perbandingan hara optimal, yaitu untuk K:Ca:Mg adalah 8:68:24.

Tanaman kakao diperkirakan berasal dari lembah hulu sungai Amazone, Amerika Selatan yang dibawa ke Indonesia oleh bangsa Spanyol sekitar tahun 1560 (Wahyudi dan Rahardjo, 2008). Di Indonesia tanaman ini sebagian besar dikelola oleh perkebunan rakyat (89,59%), perkebunan besar negara (5,04%) dan perkebunan besar swasta (5,37). Produktivitas hasil kakao rata-rata nasional 945 kg ha-1, dimana produktivitas perkebunan rakyat 952,2 kg ha-1, perkebunan besar negara 861 kg ha-1 dan perkebunan besar swasta 889 kg ha-1 (Deptan, 2007)

Secara umum syarat tumbuh tanaman kakao (PPKK, 1977; BBP2TP, 2008) sebagai berikut: (a) daerahnya terletak pada 10o LS-10o LU, (b) ketinggian tempat 0 - 600 m dpl, (c) curah hujan 1500 - 2500 mm th-1 dengan bulan kering kurang dari 3 bulan [< 60 mm bl-1], (d) suhu maksimum 30 - 32oC dan minimum 18 - 21oC, (e) kemiringan tanah < 45% dengan kedalaman olah < 150 cm, (f) tekstur tanah terdiri atas 50% pasir, 10 - 20% debu, dan 30 - 40% lempung atau lempung berpasir, (g) sifat kimia tanah pada lapis olah (0 – 30 cm): kadar bahan organik > 3,5%; C/N ratio 10 - 12; KTK > 15 me 100g-1; kejenuhan basa > 35%; pH (H2O): 4,0 - 8,5 [optimum pH 6,0 - 7,0]; kadar unsur hara minimum tanah yang dibutuhkan: N = 0,38%; P (Bray 1) = 32 ppm; K tertukar = 0,50 me 100g-1; Ca tertukar = 5,3 me 100g-1; dan Mg tertukar = 1 me 100g-1.

2.2. Kesesuaian Lahan

(35)

kebutuhan operasional di lapangan, sedangkan evaluasi lahan pada tingkat tinjau ditujukan untuk arahan, atau informasi awal di tingkat regional (Djaenudin et al., 2000). Penilaian kesesuaian lahan dilakukan dengan menggunakan hukum minimum yaitu membandingkan (maching) antara kualitas dan karakteristik lahan sebagai parameter dengan kriteria kesesuaian lahan yang disusun berdasarkan persyaratan tumbuh tanaman.

Kelas kesesuaian lahan suatu areal atau kawasan dapat berbeda dan bergantung pada tipe penggunaan lahan. Evaluasi kesesuaian lahan berhubungan dengan evaluasi suatu penggunaan tertentu untuk komoditas yang dikembangkan. Penilaian kesesuaian lahan dibedakan menurut tingkatannya (Djaenudin et al., 2000) yaitu sebagai berikut:

(1). Ordo

Pada tingkat ordo, kesesuaian lahan dibedakan antara lahan yang tergolong sesuai (S) dan tidak sesuai (N). Lahan termasuk ordo S adalah lahan yang dapat digunakan untuk suatu penggunaan tertentu secara lestari, tanpa atau dengan sedikit resiko kerusakan terhadap sumberdaya lahan. Ordo N adalah lahan yang mempunyai pembatas sedemikian rupa sehingga tidak dapat digunakan secara lestari.

(2). Kelas

Pada tingkat kelas, lahan yang tergolong sesuai (S) dibedakan antara lahan sangat sesuai (S1), cukup sesuai (S2) dan sesuai marginal (S3).

Kelas S1(sangat sesuai)

Lahan tidak mempunyai faktor pembatas yang berarti untuk penggunaan secara berkelanjutan, atau faktor pembatas tidak berarti dan tidak akan menurunkan produktivitas secara nyata.

Kelas S2(cukup sesuai)

(36)

Kelas S3(sesuai marginal)

Lahan mempunyai faktor pembatas yang berat. Faktor pembatas tersebut berpengaruh terhadap produktivitas, sehingga memerlukan tambahan input yang lebih banyak daripada lahan kelas S2. Tanpa bantuan pemerintah atau pihak swasta, petani tidak akan mampu mengatasinya.

Kelas N (tidak sesuai)

Lahan mempunyai faktor pembatas yang berat dan sulit diatasi, sehingga tidak mungkin untuk digunakan.

(3). Sub kelas

Sub kelas kesesuian lahan mencerminkan jenis pembatas atau macam perbaikan yang diperlukan dalam suatu kelas. Tiap kelas, kecuali S1 dapat dibagi menjadi satu atau lebih sub kelas bergantung pada jenis pembatas yang ada. Jenis pembatas ini ditujukkan dengan simbol huruf kecil yang diletakkan setelah simbol kelas. Biasanya hanya satu simbol pembatas di dalam setiap sub kelas, akan tetapi dapat juga dua atau tiga simbol pembatas, dengan catatan jenis pembatas yang paling dominan di tempat pertama.

(4). Satuan kesesuaian lahan

Tingkat satuan merupakan pembagian lebih lanjut dari sub kelas. Satuan-satuan berbeda antara satu dengan lainnya dalam sifat-sifat atau aspek tambahan dari pengelolaan yang diperlukan, dan merupakan pembedaan detail dari pembatas-pembatasnya. Dengan diketahuinya pembatas secara detail akan memudahkan penafsiran perencanaan pada tingkat usahatani. Simbol kesesuaian lahan pada tingkat satuan dibedakan dengan angka arab yang ditempatkan setelah simbol sub kelas.

2.3. Kawasan Perbatasan

(37)

Wilayah Negara, pada pasal 1 ayat 6, kawasan perbatasan adalah bagian dari wilayah negara yang terletak pada sisi dalam sepanjang batas wilayah Indonesia dengan negara lain, dalam hal batas wilayah negara di darat, Kawasan Perbatasan berada di kecamatan. Indonesia memiliki wilayah perbatasan darat (kontinen) dengan beberapa negara seperti Malaysia, Papua New Guinea (PNG) dan Timor Leste, serta yang berbatasan laut (Maritim) di sepuluh negara seperti India, Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, Filipina, Republik Palau, Australia, Timor Leste dan Papua New Guinea (Bappenas, 2004).

Pembangunan di kawasan perbatasan selama ini belum mendapatkan perhatian yang cukup dari pemerintah (pusat dan daerah) jika dibandingkan dengan wilayah-wilayah lain yang aksesnya lebih mudah, dan juga padat penduduknya. Kondisi tersebut membawa implikasi terhadap kawasan perbatasan yang semakin terisolir dan tertinggal bila dibandingkan dengan wilayah lainnya, baik dari aspek ekonomi maupun sosial. Kawasan perbatasan negara di Kalimantan Timur memiliki arti sangat penting, terutama terhadap aspek ekonomi, dan pertahanan keamanan, karena berbatasan langsung dengan wilayah negara tetangga (Sabah) Malaysia yang memiliki tingkat perekonomian relatif lebih baik. Potensi sumberdaya alam yang dimiliki di kawasan perbatasan Kalimantan Timur ini cukup melimpah, namun hingga saat ini relatif belum dimanfaatkan secara optimal.

Di samping masalah rendahnya dana pembangunan, penyebab utama ketertinggalan kawasan perbatasan Indonesia dengan negara tetangga adalah akibat dari arah kebijakan pembangunan kewilayahan yang selama ini cenderung berorientasi ’inward looking’ sehingga seolah-olah kawasan perbatasan hanya menjadi halaman belakang negara. Sejalan dengan proses globalisasi saat ini, dan sejalan dengan agenda prioritas dari Badan Koordinasi Tata Ruang Nasional (BKTRN) kebijakan tersebut memerlukan koreksi agar menjadi ’outward looking’, sehingga kawasan perbatasan negara harus dimanfaatkan sebagai ’pintu gerbang’ untuk aktivitas ekonomi dan perdagangan dengan negara tetangga.

(38)

1) Kebijakan di masa lalu yang belum berpihak kepada kawasan tertinggal dan terisolir.

2) Belum adanya kebijakan dan strategi nasional pengembangan wilayah perbatasan.

3) Adanya paradigma wilayah perbatasan sebagai halaman belakang. 4) Terjadinya kesenjangan pembangunan dengan negara tetangga. 5) Sarana dan prasarana umum masih minim (terbatas).

6) Tingginya angka kemiskinan dan jumlah keluarga pra-sejahtera.

7) Terisolirnya wilayah perbatasan akibat rendahnya aksesibilitas menuju wilayah perbatasan.

8) Rendahnya kualitas sumberdaya manusia.

Wilayah perbatasan di Propinsi Kalimantan Timur-Malaysia terbentang memanjang dari wilayah timur hingga ke barat. Panjang garis perbatasan langsung dengan negara bagian Sarawak dan Sabah Malaysia Timur sepanjang + 1.038 km, yang secara administrasi meliputi tiga kabupaten (Nunukan, Malinau dan Kutai Barat) dan mencakup 11 wilayah kecamatan. Pulau Sebatik merupakan salah satu kawasan perbatasan antara Kabupaten Nunukan dengan Malaysia.

2.4. Pembangunan Pertanian Berkelanjutan

Menurut World Conservation Strategy pembangunan berkelanjutan (sustainable development) didefinisikan sebagai pembangunan yang dapat memenuhi kebutuhan masa sekarang tanpa mengorbankan kesanggupan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka (Anonim, 1990). Konsep pembanguan berkelanjutan dapat dipandang dari tiga aspek utama yaitu ekologi, ekonomi dan sosial budaya.

(39)

hidup manusia dapat dioptimalkan dengan pembangunan pertanian yang sesuai dengan kondisi biofisik dan daya dukung wilayah setempat.

Pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture) merupakan implementasi dari konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development) pada sektor pertanian. Menurut Gips (1986) sistem pertanian berkelanjutan harus dievaluasi berdasarkan pertimbangan beberapa kriteria: aman menurut wawasan lingkungan, menguntungkan secara ekonomi, adil menurut pertimbangan sosial, manusiawi terhadap semua bentuk kehidupan, dan mudah diadaptasikan. Selanjutnya menurut Sutanto (2002), pertanian berkelanjutan merupakan keberhasilan dalam mengelola sumberdaya untuk kepentingan pertanian dalam memenuhi kebutuhan manusia, sekaligus mempertahankan dan meningkatkan kualitas lingkungan serta konservasi sumberdaya alam.

2.5. Pendekatan Sistem

Sistem adalah suatu perangkat elemen-elemen yang saling berhubungan atau berkaitan yang diorganisir untuk mencapai tujuan atau seperangkat tujuan (Manetsch and Park, 1977). Menurut Djojomartono (1993), sistem adalah suatu gugus atau kumpulan dari elemen-elemen yang berinteraksi dan terorganisir untuk mencapai suatu tujuan. Analisis sistem adalah serangkaian teknik yang mencoba untuk: (a) mengidentifikasi sifat-sifat makro dari suatu sistem, yang merupakan perwujudan karena adanya interaksi di dalam dan di antara subsistem; (b) menjelaskan interaksi atau proses-proses yang berpengaruh terhadap sistem secara keseluruhan sebagai akibat adanya masukan; (c) menduga apa yang mungkin terjadi pada sistem bila beberapa faktor yang ada dalam sistem berubah.

Elemen dari sistem adalah unsur (entity) yang mempunyai tujuan dan realitas fisik. Pola hubungan antara dua atau lebih elemen menentukan struktur sistem. Oleh karena itu pendekatan kesisteman selalu mengutamakan kajian tentang struktur sistem, baik yang bersifat penjelasan maupun sebagai dukungan kebijakan.

(40)

terhadap suatu sistem atau ekosistem tanpa harus mengganggu atau mengadakan perlakuan terhadap sistem yang diteliti, (b) dapat digunakan untuk menciptakan suatu sistem yang diduga akan lebih baik dari keadaan sistem sesungguhnya yang diteliti, (c) dapat digunakan pada keadaan dimana ekperimen tak dapat dilakukan, (d) dapat melakukan penelitian yang bersifat multidisiplin dan teritegrasi yang seringkali tidak mungkin dilakukan dalam keadaan sebenarnya, serta (e) dari segi efisiensi dan kelayakan, analisis sistem dapat dilakukan dalam waktu singkat, biaya murah dan dengan hasil meyakinkan.

Menurut Eriyatno (1999), metodologi sistem pada prinsipnya melalui enam tahap analisis sebelum tahap sintesa (rekayasa) yaitu (a) analisis kebutuhan, (b) identifikasi sistem, (c) formulasi masalah, (d) pembentukan alternatif sistem, (e) determinasi dari realisasi fisik, sosial dan politik, serta (f) penentuan kelayakan ekonomi dan keuangan.

Pemodelan dengan interpretasi struktur (Interpretive Structural Modelling-ISM) merupakan salah satu teknik pemodelan yang dikembangkan untuk perencanaan kebijakan strategis. ISM adalah proses pengkajian kelompok (group learning proces), dimana model-model struktural dihasilkan guna memotret perihal yang komplek dari suatu sistem melalui pola yang dirancang secara seksama dengan menggunakan grafis serta kalimat (Eriyatno, 1998 dalam Marimin, 2004). ISM menganalisis sebuah elemen dari beberapa elemen dan menyajikan dalam bentuk grafikal dari setiap hubungan langsung dan tingkatannya.

(41)

2.6. Analisis Kelayakan Ekonomi

Alat ukur atau kriteria diperlukan untuk menentukan apakah suatu usaha tersebut menguntungkan atau layak untuk diusahakan. Analisis kelayakan usahatani kakao dilakukan untuk membandingkan besarnya investasi yang dikeluarkan dengan manfaat yang diterima. Alat ukur atau kriteria yang biasa digunakan adalah menggunakan Internal Rate of Return (IRR), Benefit Cost Ratio (B/C) dan Net Present Value (NPV) (Soekartawi, 1988).

NPV diartikan sebagai nilai bersih sekarang, menunjukkan keuntungan yang akan diperoleh selama umur investasi (proyek). Nilai B/C menunjukkan berapa kali lipat keuntungan yang akan diperoleh dari besarnya investasi yang dikeluarkan, sedangkan IRR menunjukkan persentase keuntungan yang akan diperoleh dari usaha tersebut tiap tahun. Nilai IRR menunjukkan kemampuan dari usaha tersebut dalam mengembalikan atau membayar bunga pinjaman. Pengertian yang sederhana tentang kriteria tersebut saling mendukung atau saling melengkapi dalam menunjukkan kelayakan dari suatu usaha.

2.6.1. Benefit Cost Ratio

Analisis Benefit-Cost Ratio (B/C) merupakan salah satu alat yang digunakan untuk menentukan kriteria layak atau tidaknya suatu usaha dijalankan. Bila B/C > 1, menunjukkan bahwa pendapatan yang dihasilkan dari usahatani suatu komoditas lebih besar daripada biaya yang dikeluarkan (usaha tersebut menguntungkan), sedangkan bila B/C < 1, maka usaha tersebut tidak layak dilaksanakan. B/C dihitung dengan formulasi sebagai berikut:

= + n t

t t

i B

0(1 )

B/C = ...………..…………... (1)

= + n t

t t

i C

0(1 )

Keterangan:

(42)

2.6.2. Internal Rate of Return (IRR)

IRR menunjukkan persentase keuntungan yang akan diperoleh tiap tahun atau merupakan kemampuan usaha dalam mengembalikan bunga bank. Hal ini berarti bahwa IRR sama dengan tingkat bunga pada waktu NPV = 0. Perhitungan besarnya IRR dapat dilakukan dengan cara melakukan interpolasi antara tingkat bunga pada saat NPV bernilai positif dengan tingkat bunga pada saat NPV bernilai negatif. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:

IRR = i1 + (1 2) 2

1

1 i i

NPV NPV

NPV

− +

− ... (2)

Keterangan:

NPV1 = NPV bernilai positif

NPV2 = NPV bernilai negatif

i1 = tingkat bunga dimana NPV positif

i2 = tingkat bunga dimana NPV negatif

Kegiatan investasi dikatakan layak apabila nilai IRR lebih besar daripada Discount Rate yang ditentukan. IRR > tingkat bunga bank, maka usaha tersebut layak dilakukan dan apabila IRR< tingkat bunga bank, maka usaha tersebut tidak layak dilakukan.

2.6.3. Net Present Value (NPV)

NPV adalah keuntungan yang diperoleh atau nilai kini yang ditimbulkan oleh kegiatan investasi. Kriteria nilai sekarang bersih (NPV) didasarkan pada konsep pendiskontoan seluruh arus kas ke nilai sekarang. Dengan mendiskontokan semua arus kas masuk dan keluar selama umur proyek (investasi) ke nilai sekarang, kemudian menghitung kas bersihnya akan diketahui selisihnya dengan memakai dasar yang sama (harga pasar) saat ini. Dengan demikian dua hal telah diperhatikan yaitu faktor nilai waktu dari uang serta selisih besar arus kas masuk dan keluar. Hal ini akan membantu pengambil keputusan untuk menentukan pilihan. Suatu investasi atau usaha layak dilaksanakan jika NPV > 0 dan jika NPV < 0, maka usaha atau investasi tidak layak untuk dilaksanakan. Secara matematis nilai NPV dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

NPV =

= +

n t

t t t

i C B

0 (1 )

(43)

Keterangan:

Bt = benefit pada tahun ke-t

Ct = biaya pada tahun ke-t

i = tingkat bunga yang berlaku n = jumlah tahun

t = tahun tertentu

2.7. Analisis Keberlanjutan

Analisis keberlanjutan dengan model RAPFISH (Rapid Appraisal Technique for Fisheries) telah digunakan oleh University of British Columbia, Canada pada tahun 1998 untuk menilai status keberlanjutan sistem usaha perikanan (Alder et al., 2000; Kavanagh, 2001; Fauzi dan Anna, 2005). Metode analisis Multi Dimensional Scaling (MDS) yang digunakan dalam model RAPFISH ini untuk menilai indeks dan status keberlanjutan serta mengindentifikasi atribut-atribut yang paling sensitif dari masing-masing dimensi keberlanjutan melalui leverage analysis. Dengan analisis RAPFISH tersebut maka sistem perikanan yang komplek dapat dinilai secara cepat dan hasilnya dapat memberikan gambaran yang jelas dan komprehensif. Analisis dengan RAPFISH, penilaiannya dilakukan melalui pemberian skor (nilai) terhadap atribut-atribut yang telah ditetapkan dan dikelompokkan dalam group evaluation field, dengan skoring 0 atau kondisi buruk hingga skoring 3 atau kondisi berkelanjutan (Kavanagh dan Pitcher, 2004).

2.8. Analisis Leverage

Analisis leverage (daya ungkit) digunakan untuk mengetahui efek stabilitas jika salah satu atribut dihilangkan atau dilakukan ordinasi. Hasil analisis leverage dinyatakan dalam bentuk persentase (%) perubahan root mean square masing-masing atribut jika dihilangkan dalam ordinasi. Atribut dengan persentase tertinggi merupakan atribut atau faktor yang paling sensitif berpengauh terhadap keberlanjutan (Kavanagh dan Pitcher, 2004).

2.9. Analisis Monte Carlo

(44)

untuk mempelajari efek ketidakpastian dari beberapa faktor yaitu (1) kesalahan pembuatan skoring dalam setiap atribut, (2) dampak keragaman skoring dari perbedaan penilaian, (3) stabilitas MDS dalam running, dan (4) tingginya nilai S-stress dari algoritma ASCAL. Jika perbedaan antara hasil perhitungan MDS dan Monte Carlo kurang dari 1, maka sistem yang dikaji cukup bagus atau sesuai dengan kondisi nyata (Kavanagh dan Pitcher, 2004; Fauzi dan Anna, 2005).

2.10. Analisis Prospektif

Analisis prospektif digunakan untuk mendapatkan skenario arahan kebijakan pada masa yang akan datang, dengan cara menentukan faktor-faktor kunci yang berpengaruh terhadap kinerja sistem. Analisis prospektif bertujuan memprediksi kemungkinan yang akan terjadi di masa yang akan datang sesuai dengan tujuan yang akan dicapai.

(45)

Pulau Sebatik berada di bagian utara Kabupaten Nunukan, yang terletak pada koordinat antara 117°41’05” - 117°55’56” BT, dan 4°01’37” - 4°10’05” LU. Di sebelah utara berbatasan langsung dengan Negara Malaysia Timur (Sabah), sebelah barat berbatasan dengan Selat Nunukan, sebelah timur dan selatan berbatasan dengan Selat Makasar (Laut Sulawesi).

Pulau Sebatik merupakan pulau yang terbagi menjadi dua wilayah atau bagian. Sebelah utara masuk wilayah Sabah (Malaysia) dan sebelah selatan masuk wilayah Indonesia. Pulau Sebatik posisinya sangat strategis bagi Indonesia dan Provinsi Kalimantan Timur, terutama ditinjau dari aspek ekonomi, sosial budaya, serta pertahanan dan keamanan. Pulau Sebatik (Indonesia) merupakan salah satu

Gambar

Tabel 2. Luas wilayah pada masing-masing kecamatan di Pulau Sebatik
Tabel 4. Neraca air di Kabupaten Nunukan
Gambar 5. Tahapan penelitian
Tabel 5. Sumber dan teknik pengumpulan data
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

[r]

Puji dan syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkah dan rahmat hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini dengan judul “KEABSAHAN AKTA HIBAH

persepsi masyarakat terhadap kualitas pelayanan publik, yang dalam hal ini adalah.. progam pembuatan

Berdasarkan fenomena di atas terlihat bahwa ada masalah yang memengaruhi penderita diabetes mellitus (DM) tidak melakukan pengobatan, sehingga perlu dilakukan penelitian

dari jenis legum karena dapat membantu meningkatkan unsur N dalam tanah.. melalui fiksasi nitrogen bebas dari udara oleh bakteri

Experiential Marketing (sebuah pendekatan pemasaran).. Jurnal

Tiki Jalur Nugraha Ekakurir Cabang Bandung yang dilakukan Penulis, dapat disimpulkan bahwa analisis sistem yang berjalan pada sistem informasi akuntansi laporan