• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis elemen-elemen brand equity PT Bank Muamalat Indonesia Tbk cabang Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis elemen-elemen brand equity PT Bank Muamalat Indonesia Tbk cabang Bogor"

Copied!
104
0
0

Teks penuh

(1)

Oleh

FITRA ABADI

H24053151

DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

DEPARTEMEN MANAJEMEN

ANALISIS ELEMEN-ELEMEN BRAND EQUITY BANK MUAMALAT INDONESIA CABANG BOGOR

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA EKONOMI

pada Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Oleh FITRA ABADI

H24053151

DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

(3)

Indonesia Tbk Cabang Bogor. Di bawah bimbingan Ma’mun Sarma.

Undang-Undang Bank Sentral No. 10 tahun 1998 memberikan keleluasaan kepada bank konvensional untuk dapat membuka cabang dengan sistem operasional bank syariah dan membuat tingkat kompetisi dalam bisnis perbankan syariah di Indonesia makin ketat. Hal tersebut telah mendorong PT. Bank Muamalat Indonesia Tbk untuk senantiasa merumuskan dan mengevaluasi secara terus menerus strategi usahanya untuk dapat bertahan dan memenangkan persaingan. Salah satu asset untuk mencapai hal tersebut adalah melalui manajemen merek. Ekuitas merek yang kuat memungkinkan preferensi dan loyalitas dari konsumen terhadap perusahaan semakin kuat, yang terdiri dari brand awareness, brand association, perceived quality dan brand loyalty.

Tujuan penelitian ini adalah : (1) Mengetahui posisi tingkat brand awareness Nasabah PT. Bank Muamalat Indonesia Tbk Cabang Bogor, (2) Menganalisis brand

association di benak Nasabah PT. Bank Muamalat Indonesia Tbk Cabang Bogor

terhadap merek BMI, (3) Mengetahui perceived quality Nasabah PT. Bank Muamalat Indonesia Tbk Cabang Bogor terhadap merek PT. BMI Tbk dan (4) Mengetahui brand

loyalty Nasabah PT. Bank Muamalat Indonesia Cabang Bogor terhadap merek PT. BMI

Tbk. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara dan hasil penyebaran kuesioner dari Nasabah BMI Cabang Bogor. Data sekunder diperoleh dari studi pustaka, website, literatur dan dokumen perusahaan. Jumlah sampel ditentukan dengan rumus Slovin sebanyak 100 orang. Metode analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif, skala likert, nilai rata-rata, skala semantic differential dan uji Cochran.

Pada analisis brand awareness, hasil analisis top of mind dapat diketahui merek PT. Bank Muamalat Indonesia Tbk Cabang Bogor menempati urutan tertinggi dengan persentase 52%. Pada analisis brand recall diperoleh 64 % yang mengingat kembali merek Bank Syariah Mandiri. Pada analisis brand recognition diketahui tidak ada seorangpun yang perlu diberikan bantuan dalam mengenal merek PT. Bank Muamalat Indonesia Tbk Cabang Bogor. Pada analisis brand unaware, diketahui bahwa tidak ada seorangpun yang tidak mengenal merek PT. Bank Muamalat Indonesia Tbk Cabang Bogor.

Pada analisis brand association diketahui brand image PT. Bank Muamalat Indonesia Tbk Cabang Bogor yang terbentuk yaitu bank murni syariah pertama di Indonesia, terjamin halal, bernuansa islami, pelayanan karyawan yang ramah dan bersahabat dan sistemnya lebih fair. Pada analisis perceived quality PT. Bank Muamalat Indonesia Tbk Cabang Bogor Nilai rataan tertinggi berada pada atribut terjamin halal. Sedangkan nilai rataan terendah berada pada atribut program promosi dan iklan .

Pada Analisis brand loyalty, terdapat 7% responden switcher, terdapat 27% responden yang termasuk tingkatan habitual buyer, terdapat 43% responden yang termasuk tingkatan satisfied buyer, terdapat 45% respoden yang termasuk tingkatan

liking the brand dan terdapat 14% responden yang termasuk tingkatan committed buyer.

Kemudian pada analisis piramida brand loyalty PT. Bank Muamalat Indonesia Tbk Cabang Bogor belum menunjukkan bentuk piramida terbalik. Hal ini menunjukkan bahwa merk PT. PT. Bank Muamalat Indonesia Tbk Cabang Bogor belum memiliki

(4)

DEPARTEMEN MANAJEMEN

ANALISIS ELEMEN-ELEMEN BRAND EQUITY BANK MUAMALAT INDONESIA CABANG BOGOR

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA EKONOMI

pada Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Oleh

FITRA ABADI H24053151

Menyetujui,5 Agustus 2009

Dr. Ir. Ma’mun Sarma, MS, M.Ec Dosen Pembimbing

Mengetahui,

Dr. Ir. Jono M Munandar, M.Sc Ketua Deaprtemen

(5)

ii

1.2. Perumusan Masalah ... 4

1.3. Tujuan Penelitian ... 5

1.4. Manfaat Penelitian ... 6

III. METODE PENELITIAN ... 26

3.1. Kerangka Pemikiran Operasional ... 26

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 27

3.3. Metode Pengumpulan Data ... 27

3.3.1. Jenis dan Sumber Data ... 27

3.3.2. Metode Pengumpulan Sampel... 28

3.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 29

3.4.1. Uji Validitas ... 29

3.4.2. Uji Realibilitas ... 30

3.4.3. Analsis Deskriptif ... 32 3.4.4. Skala Likert ... 32

3.4.5. Skala Semantic Differential ... 33

(6)

iii

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 35

4.1. Gambaran Umum PT. Bank Muamalat Indonesia Tbk ... 35

4.1.1. Sejarah PT. Bank Muamalat Indonesia Tbk ... 35

4.1.2. Visi dan Misi PT. Bank Muamalat Indonesia Tbk ... 36

4.1.3. Struktur Organisasi PT. Bank Muamalat Indonesia Tbk ... 37

4.1.4. Produk dan Jasa PT. Bank Muamalat Indonesia Tbk ... 37

4.2. Hasil Uji awal ... 42

4.2.1. Uji awal Reliabilitas Brand Association ... 42

4.2.1. Uji awal Perceived Quality ... 43

4.3. Profil Responden ... 45

4.4. AnalisisBrand Awareness ... 49

4.4.1. Analisis Top of Mind. ... 50

4.4.2. AnalisisBrand Recall ... 51

4.4.3. AnalisisBrand Recognition ... 51

4.4.3. AnalisisBrand Unaware ... 52

4.5. Analisis Brand Association ... 52

4.6. Analisis Perceived Quality ... 55

4.7. Analisis Brand loyalty ... ...58

4.7.1. AnalisisSwitcher ... 59

4.7.2. AnalisisHabitual Buyer. ... 60

4.7.3. AnalisisSatisfied Buyer ... 61

4.7.4. AnalisisLiking The Brand. ... 62 4.7.5. AnalisisCommitted Buyer. ... 64

4.8. PiramidaBrand Loyalty ... 65

(7)

iv

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Perkembangan Perbankan Syariah di Indonesia 1992-2007... 2

2. Penghargaan yang telah diraih Bank Muamalat Indonesia... 3

3. Hasil perhitungan brand associaton BMI Cabang Bogor... 53

4. Nilai Rata-Rata Atribut Perceived Quality... 56

5. Hasil Perhitungan Switcher BMI... 59

6. Hasil Perhitungan Habitual Buyer BMI………... 60

7. Hasil Perhitungan Satisfied Buyer BMI... 62

8. Hasil Perhitungan Liking The Brand BMI... 63

(8)

v

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Konsep Brand Equity... 9

2. Piramida Kesadaran Merek... 11

3. Nilai Asosiasi merek... 15

4. Piramida Kesetiaan Merek... 20

5. Kerangka Pemikiran Operasional... 26

6. Penyebaran Nasabah Berdasarkan Jenis Kelamin... 46

7. Penyebaran Nasabah Berdasarkan Status Pernikahan... 46

8. Penyebaran Nasabah Berdasarkan Usia... 47

9. Penyebaran Nasabah Berdasarkan Pekerjaan... 47

10. Penyebaran Nasabah Berdasarkan Tingkat Pendidikan... 48

11. Penyebaran Nasabah Berdasarkan Tingkat Pengeluaran... 48

12. Penyebaran Nasabah Berdasarkan Media Informasi yang digunakan... 49

13. Top Of Mind Bank Syariah... 50

14. Perhitungan Brand Recall Bank Syariah .... 51

15. Grafik Semantic Differential... 57

(9)

vi

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Kuesioner Elemen-Elemen Brand Equity BMI bagi Nasabah... 75

2. Struktur Organisasi BMI Cabang Bogor... 78

3. Uji Reliabilitas Brand Association... 79

4. Uji validitas Perceived Quality... 81

5. Uji Reliabilitas Perceived Quality... 84

6. Pengujian Brand asociation BMI... 85

7. Tabel Perhitungan Brand Loyalty... 87

(10)

ii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 19 Mei 1988 di kota udang, Cirebon.

Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Ucup

Supriyadi dan Ibu AG. Latifah Quraisyin. Penulis memulai pendidikan Taman

Kanak-kanak pada tahun 1992 – 1993, pendidikan sekolah dasar di SD N 1

Susukan Tonggoh pada Tahun 1993 – 1996, karena suatu alasan keluarga penulis

meneruskan pendidikan sekolah dasarnya di SD N 1 Susukan Agung 1996 – 1999,

kemudian SLTP N I Lemah Abang pada Tahun 1999 – 2002 dan SMU N I Lemah

Abang pada 2002 – 2005. Pada tahun 2005 penulis melanjutkan pendidikan

perkuliahannya di IPB melalui jalur USMI (Udangan Seleksi Masuk IPB).

Selama masa SLTA penulis pernah meraih beberapa prestasi dalam bidang

bahasa inggris anatara lain juara 1st Best Student of IEC (Intensive English Course) Cirebon Branch pada tahun 2005. Runner Up Best Student All Branches

of IEC Indonesia pada tahun yang sama, dan beberapa juara Speech Contest yang

diadakan di sekolah dan lokal.

Sedangkan selama masa perkuliahan penulis menyibukkan diri dalam

waktu kosongnya bergabung bersama Ikatan Pelukis Jakarta, akan tetapi tidak

begitu aktif dalam megikuti kegiatan kampus. Penulis pernah terlibat dalam

kegiatan kepanitian kampus seperti pelatihan SPSS, Minitab dan kegiatan Himpro

Manajemen lainnya. Penulis juga merupakan salah satu staf IT (Information and

(11)

iii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah

SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, serta pertolongan-Nya, sehingga

penyusunan skripsi yang berjudul “Analisis Elemen-Elemen Brand Equity PT.

Bank Muamalat Indonesia Tbk Cabang Bogor sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan

Manajemen, Institut Pertanian Bogor dapat diselesaikan.

Penelitian ini tidak mungkin terselesaikan tanpa adanya bantuan,

dukungan serta saran dari semua pihak. Pada kesempatan ini, penulis ingin

menyampaikan ungkapan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Ir. Ma’mun Sarma, MS, M.Ecselaku dosen pembimbing yang telah

meluangkan waktu di sela kesibukan yang amat padat dengan penuh

kesabaran memberikan bimbingan, membagikan ilmu, motivasi, saran dan

pengarahan kepada penulis dalam penyempurnaan skripsi ini.

2. Bapak Dr. Ir. Jono M Munandar, MSc selaku dosen penguji 1 pada sidang

penulis yang telah meluangkan waktu disela kesibukan yang amat padat untuk

memberikan bimbingan, membagikan ilmu, saran, perbaikan dan pengarahan

kepada penulis.

3. Bapak Dr. Ir. Abdul Kohar, MSc selaku dosen penguji 2 pada sidang penulis

yang telah meluangkan waktu disela kesibukan yang amat padat untuk

memberikan bimbingan, membagikan ilmu, saran, perbaikan dan pengarahan

kepada penulis.

4. Bapak Hamdan Kosasih sebagai Operation Manager BMI Cabang Bogor dan

Bapak Teguh, Kak Indah, Kak Vany, Teh Esy serta seluruh karyawan BMI

Cabang Bogor yang telah memberikan bantuan dan kesempatan kepada

penulis untuk melakukan penelitian di BMI Cabang Bogor dan telah banyak

memberikan bantuan, informasi, dan wawasan kepada penulis.

5. Mama dan papa yang selalu memberi dukungan semangat, kasih sayang, do’a

(12)

iv

My brothers and sisters (Ebi dan Oce) yang selalu menjadi motivasi dalam

setiap langkah penulis.

6. Weny Joni yang selalu mewarnai jadi inspirasi, warna dan rasa pada

masa-masa kuliah dan hidup sang penulis.

7. Teman-teman satu bimbingan (Mami, Ella, Fandy, Tedi, Rima dan Ila) atas

dukungan dan kerjasamanya. Teman-teman di Manajemen Angkatan 42 yang

tidak dapat disebutkan satu-satu, atas kenangan dan kebahagiaan yang telah

mewarnai hari-hari penulis.

8. Sahabat terbaik in my hometown yang selalu memberi dukungan selama hidup

ini dan teman-teman All Blue Community atas tawa dan canda yang menghiasi

masa-masa di IPB, serta masukan, kritik dan saran yang sangat berharga.

9. Seluruh dosen pengajar dan Staf Tata Usaha Departemen Manajemen,

Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

10. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan

bantuan kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh

karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan kritik dan

saran yang bersifat membangun untuk dijadikan bahan perbaikan dalam

penulisan yang lebih baik lagi.

Bogor, Juli 2009

(13)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Krisis moneter dan ekonomi sejak Juli 1997, yang disusul dengan krisis

politik nasional telah membawa dampak besar dalam perekonomian nasional.

Krisis tersebut telah mengakibatkan perbankan Indonesia yang didominasi

oleh bank-bank konvensional mengalami kesulitan yang sangat parah.

Keadaan tersebut menyebabkan pemerintah Indonesia terpaksa mengambil

tindakan untuk merestrukturisasi dan merekapitalisasi sebagian bank-bank di

Indonesia. Namun hal tersebut tidak terlalu banyak mengubah kondisi

perekonomian negara.

Salah satu kegiatan usaha yang paling dominan dan sangat dibutuhkan

keberadaannya di dunia ekonomi dewasa ini adalah kegiatan usaha lembaga

keuangan perbankan secara umum dan lembaga keuangan syariah secara

khusus. Jenis usaha bank yang berlaku di Indonesia ada dua, yaitu bank

konvensional dan bank syariah. Bank konvensional adalah bank yang dasar

usahanya hanya berdasarkan peraturan perbankan pada umumnya. Sedangkan

bank syariah selain menggunakan aturan perbankan pada umunya, juga

dilandasi oleh prinsip-prinsip syariah islam.

Fungsi perbankan sebagai lembaga intermediasi sangat berperan dalam

menunjang pertumbuhan ekonomi suatu bangsa. Selain itu peranan perbankan

syariah sebagai penunjang dari keputusan bisnis yang merupakan kebutuhan

dari masyarakat untuk melakukan suatu aktivitas perekonomian.

Perkembangan perbankan syariah di Indonesia dimulai tahun 1992

dengan berdirinya Bank Muamalat Indonesia (BMI). Kemudian lahir UU No

7 Tahun 1992 tentang perbankan lalu mengalami perubahan sehingga

dikeluarkan UU No 10 Tahun 1998. Perkembangan dari sisi perundangan

tersebut adalah wujud pengakuan Bank Indonesia akan keberadaan bank

syariah. Dengan diberlakukannya Undang-undang No. 10 tahun 1998 sebagai

perubahan atas Undang-undang No. 7 tahun 1992, memberikan peluang

kepada bank umum yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional

(14)

pendirian kantor cabang atau di bawah kantor cabang baru yang khusus

melakukan kegiatan berdasarkan prinsip syariah. Perkembangan Perbankan

Syariah di Indonesia secara rinci dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Perkembangan Perbankan Syariah di Indonesia 1992-Mei 2009 Kelompok Bank 1992 1999 2004 2007 2008 2009

Bank Umum Syari’ah 1 2 3 3 5 5

Keterangan : - BUK (Bank Umum Konvensional) - 1992-2008 Per Desember

Sumber : Statistik Perkembangan Bank Syari’ah Bank Indonesia (data diolah).

Kesuksesan Bank Muamalat Indonesia melewati krisis ekonomi tahun

1998 dan pengakuan Pemerintah melalui peraturan perundangan di atas telah

menginspirasi tumbuh pesatnya perbankan syariah di Indonesia. Pada Bulan

Mei tahun 2009 telah berdiri lima Bank Umum Syariah (BUS), 25 Unit

Usaha Syariah (UUS), 134 Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS), dan

898 kantor BUS dan UUS. Pertumbuhan ini relatif cepat bila dibandingkan

Bank Muamalat Indonesia (BMI) sebagai Bank Syariah pertama di Indonesia

berdiri tahun 1991 dan mulai beroperasi tahun 1992 dengan modal awal 190

miliar rupiah (Newsroom Replubika, 2009). Selain itu Jumlah nasabah dana

perbankan syariah naik dari 2007 yang sebanyak 2,845 juta rekening menjadi

3,799 juta rekening hingga November 2008. Untuk nasabah pembiayaan, di

mana penyaluran kredit bank yang hanya naik dari 512 ribu nasabah di 2007

menjadi 589 ribu nasabah di November 2008. Sedangkan, untuk nilai

pembiayaannya mengalami kenaikan 30 persen. (Ekonomi dan Bisnis dalam

antaranews, 2009). Jumlah rekening bank syariah sebanyak 4,7 juta orang,

dengan rincian nasabah giro 74 ribu orang, tabungan 4,5 juta orang dan

deposito 122 ribu orang. (Newsroom Replubika, 2009).

Pada bulan Mei 2009 diketahui jumlah total penyaluran dana bank

(15)

dana bank syariah sebesar Rp. 52.151.000.000 pada bulan April 2009. Pada

bulan Mei 2009 jumlah bank umum commercial di Indonesia tercatat sebesar

122 bank dengan jumlah kantor cabang sebesar 2.915 unit yang terdiri dari bank swasta, lokal, maupun asing. (Statistik Perbankan Indonesia, 2009).

BMI sejak pendirian telah mendapat banyak penghargaan dari

berbagai lembaga. Penghargaan-penghargaan berikut adalah bukti eksistensi

dan kontribusi BMI di dunia perbankan Indonesia serta bukti nyata bahwa

BMI adalah salah satu bank syariah terbaik di Indonesia, bahkan di dunia

internasional. Penghargaan-penghargaan tersebut diperoleh baik dari dalam

maupun luar negeri (secara rinci dapat diihat pada Tabel 2).

Tabel 2. Penghargaan yang telah diraih Bank Muamalat Indonesia

No Lembaga/ Jenis Kategori Penghargaan

1. MUI Awards 2004

Penghargaan sebagai Bank terbaik yang menjalankan operasional secara syariah tahun 2004

2. KLIFF AWARD 2004

The Most Outstanding Performance by an Islamic Bank. Dikeluarkan oleh Islamic

Financial Forum yang berbasis di Kuala Lumpur melalui Centre for Research and

Training (CERT) bekerja sama dengan Dow

Jones Indexes New York - USA.

3. Majalah MODAL

Peringkat 1 kategori The Top of Mind (Bank Syariah yang mudah diingat), hasil survey Karim Business Consultants (KBC) dan Majalah Modal edisi Maret 2004.

4. SUPERBRANDS Satu dari 101 perusahaan yang memiliki brand/merek yang kuat (Superbrands) di Indonesia.

5.

InfoBank Golden Trophy 2006

Penghargaan yang diberikan kepada institusi yang meraih InfoBank Awards 5 tahun berturut-turut

6. Best Islamic Banks Poll 2006

Islamic Finance News Awards

7. Majalah Pilars Sepuluh Besar Bank dengan Predikat Teraman versi Majalah Pilars Bisnis Tahun 2003

8. AS/NZS ISO 9001 :

2000 Quality Manajemen system Requirements

(16)

Persaingan yang semakin ketat saat ini sedang terjadi di dunia

perbankan. Hal ini terjadi seiring dengan semakin pesatnya perkembangan

bank syariah di Indonesia. Selain itu, kebijakan pemberlakuan office

chanelling membuat suasana perebutan konsumen setia syariah semakin

kental. Terlepas dari semua itu, pada dasarnya persaingan utama bank

syariah, khususnya BMI bukanlah dengan sesama perbankan syariah, tetapi

dengan perbankan konvensional itu sendiri.

1.2. Rumusan Masalah

Masuknya PT. Bank Muamalat Indonesia sebagai bank sehat yang

dikeluarkan oleh Bank Indonesia telah menarik minat banyak pihak termasuk

beberapa bank konvensional di Indonesia untuk mulai mendirikan atau

mengoperasikan bank dengan sistem syariah. Minat tersebut selain karena

sistem syariah yang berdasarkan bagi hasil terbukti lebih tahan dari krisis,

juga karena masih sangat terbukanya pangsa pasar di industri perbankan

syariah tersebut, terdapat hampir 90% rakyat Indonesia beragama Islam.

Peluang tersebut dapat terealisir dengan adanya Undang-Undang Bank

Sentral No. 10 tahun 1998 yang memberikan keleluasaan kepada bank

konvensional untuk dapat membuka cabang dengan sistem operasional bank

syariah. Keluarnya peraturan ini akhirnya memicu bermunculannya

bank-bank yang sejenis, sehingga tingkat kompetisi dalam bisnis perbank-bankan syariah

di Indonesia makin ketat.

Kondisi persaingan yang semakin meningkat, bukan hanya dengan

bank-bank konvensional namun juga dengan bank-bank syariah baru yang

dimungkinkan kelahirannya karena terbitnya undang-undang No. 10/1998 ini

telah mendorong PT. Bank Muamalat Indonesia Tbk untuk senantiasa

merumuskan dan mengevaluasi secara terus menerus strategi usahanya untuk

dapat bertahan dan memenangkan persaingan. Fenomena persaingan ini

menuntut para pemasar untuk selalu menginovasi strategi bisnisnya.

Salah satu asset untuk mencapai hal tersebut adalah melalui

manajemen merek. Ekuitas merek yang kuat memungkinkan preferensi dan

loyalitas dari konsumen terhadap perusahaan semakin kuat. Semakin besar

(17)

kesempatan perusahaan untuk mempertahankan dan mengembangkan pasar

semakin besar. Di tengah persaingan yang semakin ketat, merek dapat

menjadi senjata andalan untuk menarik perhatian dan mengikat loyalitas

pelanggan. Merek yang sejati adalah merek yang memiliki ekuitas merek

yang kuat. Suatu produk yang memiliki ekuitas merek yang kuat dapat

membentuk landasan merek yang kuat dan mampu mengembangkan

keberadaan suatu merek dalam persaingan apapun dalam jangka panjang.

Konsumen menjadikan merek sebagai salah satu pertimbangan penting ketika

hendak membeli suatu produk atau jasa. Pertimbangan tesebut didasari oleh

banyak aspek, baik aspek yang rasional maupun emosional.

Secara rasional, konsumen percaya bahwa merek tertentu dapat

memberikan jaminan kualitas. Secara emosional, merek tersebut dianggap

mampu menjaga atau meningkatkan citra dan gengsi penggunanya. Keller

dalam Shimp (2003) menyatakan bahwa menurut perspektif konsumen,

sebuah merek yang memiliki ekuitas sebesar pengenalan konsumen atas

merek tersebut dan menyimpan dalam memorinya merek beserta asosiasi

merek yang mendukung, kuat, dan unik.

Dengan mengetahui kekuatan merek, BMI akan memperoleh

informasi yang dapat digunakan sebagai dasar memonitor kinerja pemasaran

BMI. Penelitian ini dianggap penting bagi BMI dalam mengetahui seberapa

jauh persepsi dari merek BMI di benak nasabah BMI khususnya nasabah

BMI Cabang Bogor. Oleh karena itu, analisis brand equity sangat perlu

dilakukan terhadap merek BMI. Permasalahan yang akan diidentifikasi dalam

penelitian ini yaitu :

1. Bagaimana posisi tingkat brand awareness merek BMI Cabang Bogor?

2. Bagaimana brand association merek BMI Cabang Bogor?

3. Bagaimana perceived quality merek BMI Cabang Bogor?

4. Bagaimana brand loyalty merek BMI Cabang Bogor?

1.3. Tujuan penelitian

1. Mengidentifikasi posisi tingkat brand awareness Nasabah BMI Cabang

(18)

2. Menganalisis brand association Nasabah BMI Cabang Bogor terhadap

merek BMI.

3. Menganalisis perceived quality Nasabah BMI Cabang Bogor terhadap

merek BMI.

4. Menganalisis brand loyalty Nasabah BMI Cabang Bogor terhadap merek

BMI.

1.4. Manfaat penelitian 1. Bagi BMI Cabang Bogor

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan

mengenai brand equity BMI Cabang Bogor.

2. Bagi peneliti

Meningkatkan kemampuan dalam mengidentifikasi masalah, menganalisis

dan menemukan solusi yang tepat bagi permasalahan tersebut sebagai

aplikasi dari ilmu yang telah diperoleh di bangku kuliah.

3. Bagi Pembaca

Menambah pengetahuan dan dapat dijadikan sebagai perbandingan atau

acuan dalam melakukan kegiatan studi lebih lanjut.

(19)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Bank dan Bank Syariah

Pengertian bank dalam UU No. 10 Tahun 1998 Pasal 1 butir ke-3

adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk

simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan

dalam bentuk lainnya dengan tujuan meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.

Sedangkan menurut Kasmir (2004), bank adalah sebuah lembaga keuangan

yang kegiatan usahanya adalah menghimpun dana dari masyarakat dan

menyalurkan kembali dana tersebut ke masyarakat serta memberikan

jasa-jasa perbankan lainnya.

Jenis usaha bank yang berlaku di Indonesia ada 2, yaitu bank

konvensional dan bank syariah. Bank konvensional adalah bank yang dasar

usahanya hanya berdasarkan peraturan perbankan pada umumnya. Sedangkan

bank syariah selain menggunakan aturan perbankan pada umunya, juga

dilandasi oleh prinsip-prinsip syariah Islam.

Menurut Antonio (2001) bank syariah adalah bank yang beroperasi

sesuai dengan prinsip-prinsip syariah Islam atau bank yang tatacara

beroperasinya mengacu pada ketentuan Al-Quran dan Hadits. Menurut Karim

(2004) bank syariah merupakan suatu lembaga yang melaksanakan tiga

fungsi utama, yaitu menerima simpanan, memberikan pinjaman, dan

memberikan pelayanan jasa yang berlandaskan pada prinsip syariah Islam.

Bank syariah berpedoman pada praktek usaha yang dilakukan di zaman

Rasullulah SAW.

Bisnis perbankan syariah di Indonesia tergolong baru. Walaupun

perkembangan perbankan syariah tergolong pesat beberapa tahun terakhir,

namun volume usaha perbankan syariah masih tergolong kecil dibandingkan

volume usaha total perbankan nasional. Selain itu, ketatnya persaingan

mendorong bank-bank syariah untuk mampu menciptakan strategi pemasaran

yang jitu. Salah satu strategi pemasaran yang terbukti efektif adalah strategi

(20)

2.2. Merek

Menurut Aaker dalam Durianto, dkk (2001) merek adalah nama dan atau

simbol yang bersifat membedakan (seperti sebuah logo, cap atau kemasan)

untuk mengidentifikasikan barang atau jasa dari seorang penjual atau

kelompok penjual tertentu, serta membedakannya dari barang atau jasa yang

dihasilkan para pesaing. Susanto, (2004) mendefinisikan merek merupakan

kombinasi nama, kata, simbol, dan desain kemasan yang menjadi ciri khas

suatu produk yang membedakannya dengan pesaingnya.

Merek merupakan suatu sarana bagi perusahaan untuk mengembangkan

dan memelihara loyalitas pelanggan. Sekitar 70 % pelanggan menggunakan

merek sebagai petunjuk alam membuat keputusan pembelian (Susanto,

2004). Sebuah merek yang terkenal dan terpercaya merupakan aset yang

tidak ternilai. Keahlian yang paling unik dari pemasar profesional adalah

kemampuannya untuk menciptakan, memelihara dan melidungi dan

meningkatkan merek. Para pemasar menyatakan pemberian merek adalah

seni dan bagian paling penting dalam pemasaran. American Marketing

Association mendefinisikan merek adalah suatu nama, istilah, tanda, simbol,

rancangan, atau kombinasi dari hal-hal tersebut dan dimaksudkan untuk

membedakannya dari barang-barang yang dihasilkan oleh pesaing.

Kotler (2002) menjelaskan pada hakikatnya merek mengidentifikasikan

penjual atau pembuat. Merek dapat berupa nama, merek dagang, logo, atau

simbol lainnya. Merek sebenarnya janji penjual untuk secara konsisten

memberikan keistimewaan, manfaat, dan jasa tertentu kepada pembeli.

Merek-merek terbaik memberikan jaminan mutu.

2.3. Ekuitas Merek (brand equity)

Menurut Durianto, dkk (2001), ekuitas merek adalah seperangkat aset

dan liabilitas merek yang berkaitan dengan suatu merek, nama dan simbolnya

yang menambah atau mengurangi nilai yang diberikan oleh sebuah barang

atau jasa kepada perusahaan atau para pelanggan. Agar aset dan liabilitas

mendasari ekuitas merek, maka aset dan liabilitas merek harus berhubungan

(21)

terhadap nama dan simbol merek, beberapa atau semua aset dan liabilitas

yang menjadi dasar ekuitas merek akan berubah pula.

Gambar 1. Konsep brand equity (Aaker dalam Durianto dkk, 2001)

Menurut Aaker dalam Durianto, dkk (2001), brand equity (Gambar 1)

dapat dikelompokkan ke dalam kategori yaitu :

1. Brand awareness (kesadaran merek)

Brand awareness menunjukkan kesanggupan seorang calon pembeli

untuk mengenali, mengingat kembali suatu merek sebagai bagian dari

suatu kategori produk tertentu.

2. Brand associatioan (asosiasi merek)

Asosiasi merek adalah segala kesan yang muncul di benak seseorang yang

terkait dengan ingatannya mengenai suatu merek.

3. Perceived Quality (kesan kualitas)

Perceived quality adalah kesan nasabah terhadap keseluruhan kualitas

atau keunggulan suatu produk atau jasa berkenaan dengan maksud yang 1. Effesiensi dan efektifitas

(22)

4. Brand Loyalty (kesetiaan merek)

Brand loyalty merupakan gagasan inti dari pemasaran dan merupakan

ukuran keterkaitan seorang nasabah pada sebuah merek.

Menurut Aaker dalam Kotler (2002), terdapat lima tingkat sikap

pelanggan terhadap merek mulai dari terendah hingga tertinggi, yaitu :

1. Pelanggan akan mengerti merek terutama untuk alasan harga. Tidak

ada kesetiaan merek.

2. Pelanggan puas. Tidak ada alasan untuk berganti merek.

3. Pelanggan puas dan merasa rugi bila berganti merek.

4. Pelanggan menghargai merek itu dan mengganggapnya sebagai teman.

5. Pelanggan terikat dengan merek itu.

Ekuitas merek sangat berkaitan dengan seberapa banyak pelanggan

suatu merek berada pada Tingkat 3, 4 dan 5. Ekuitas merek juga sangat

berkaitan dengan tingkat pengukuran merek, mutu merek yang diyakini,

asosaisi mental dan emosional yang kuat, serta aktiva lain seperti paten,

merek dagang dan hubungan saluran distribusi.

Menurut Kotler (2002), ekuitas merek yang tinggi memberikan

sejumlah keunggulan kompetitif, yaitu :

1. Perusahaan akan menikmati biaya pemasaran yang lebih kecil, karena

tingkat kesadaran dan kesetiaan merek konsumen yang tinggi.

2. Perusahaan akan mempunyai posisi yang lebih kuat dalam negosiasi

dengna distributor dan pengecer, karena pelanggan mengharapkannya

mempunyai merek tersebut.

3. Perusahaan dapat mengenalkan biaya yang lebih tinggi dari

pesaingnya, karena merek tersebut memiliki mutu yang diyakini lebih

tinggi.

4. Perusahaan dapat lebih mudah meluncurkan perluasan merek, karena

merek tersebut memiliki kredibilitas tinggi.

5. Merek tersebut memberikan pertahanan terhadap persaingan harga

(23)

2.3.1. Kesadaran Merek

Kesadaran merek mengambarkan keberadaan merek di

dalam pikiran konsumen, yang dapat menjadi penentu dalam

beberapa kategori dan biasanya mempunyai peranan kunci dalam

brand equity. Meningkatkan kesadaran adalah suatu mekanisme

untuk memperluas pasar merek. Kesadaran juga mempengaruhi

persepsi dan tingkah laku. Kesadaran merek merupakan key of

brand asset atau kunci pembuka untuk masuk ke elemen lainnya.

Jadi jika kesadaran itu sangat rendah maka hampir dipastikan

bahwa ekuitas mereknya juga rendah. (Durianto et al., 2004).

Gambar 2. Piramida Kesadaran Merek (Aaker dalam Durianto,

dkk, 2001).

Piramida kesadaran merek terdiri dari 4 tingkatan, antara lain;

1. Puncak pikiran (Top of Mind) merupakan merek yang

disebutkan pertama kali muncul dalam benak konsumen,

tanpa bantuan.

2. Pengingatan Kembali Merek (Brand Recall) adalah tingkat

pengenalan suatu merek yang dapat diingat kembali oleh

seseorang tanpa bantuan (unaided recall),

3. Pengenalan Merek (Brand Recognition) adalah tingkat

minimal kesadaran merek. Dimana orang-orang baru

mengenal kalau melihat atau mendengar identitas

audio-visual merek lewat bantuan seperti logo, kemasan, nama, dan

slogan (aided recall)

Pengenalan Merek

Tidak menyadari merek Pengingatan kembali merek

(24)

4. Tidak Menyadari Merek (Brand Unaware) merupakan

tingkatan paling rendah dalam piramida kesadaran merek,

dimana pembeli tidak menyadari adanya suatu merek.

2.3.2. Asosiasi Merek (brand association)

Asosiasi merek adalah segala kesan yang muncul di benak

seseorang yang terkait dengan ingatannya mengenai suatu

merek. Dengan demikian, terhadap suatu merek yang sama

seorang konsumen mungkin akan mempunyai asosiasi berbeda

dengan konsumen lainnya. Bahkan terhadap suatu merek,

seorang konsumen akan mempunyai kesan yang

bermacam-macam, tergantung banyaknya pengalaman dalam

mengkonsumsi merek itu atau dengan semakin seringnya

penampakan merek tersebut. Berbagai asosiasi merek yang

saling berhubungan akan menimbulkan citra merek (brand

image). Semakin banyaknya asosiasi yang berhubungan, maka

semakin kuat pula citra merek yang dimiliki oleh merek tersebut

(Durianto dkk, 2001). Asosiasi-asosiasi yang terkait dengan

merek umumnya dihubungkan dengan berbagai hal berikut :

1. Product attributes

Mengasosiasikan atribut atau karakteristik suatu prosuk

merupakan strategi positioning yang paling sering digunakan.

Mengembangkan asosiasi semacam ini efektif karena jika atribut

tersebut bermakna, asosiasi dapat secara langsung diterjemahkan

dalam alasan pembelian suatu merek.

2. Intangible attributes

Suatu faktor tak berwujud merupakan atribut umum, seperti

halnya persepsi kualitas, kemajuan teknologi atau kesan nilai

yang mengikhtisarkan serangkaian atribut yang objektif.

3. Customers Benefits

Manfaat bagi pelanggan dapat dibagi menjadi dua, yaitu rational

benefit (manfaat rasional) dan psychological benefits (manfaat

(25)

produk yang dapat menjadi bagian dari proses pengambilan

keputusan yang rasional. Manfaat psikologis sering kali

merupakan konsekuensi ekstrem dalam pembentukan sikap,

berkaitan dengan perasaan yang ditimbulkan ketika membeli

atau menggunakan merek tersebut.

4. Relative price

Evaluasi terhadap suatu merek disebagian kelas produk ini akan

diawali dengan penetuan posisi merek tersebut dalam satau atau

dua dari tingkat harga.

5. Application

Pendekatan ini adalah dengan mengasosiasikan merek tersebut

dengan suatu penggunaan atau aplikasi tertentu.

6. Users/ Customers

Pendekatan ini adalah dengan mengasosiasikan merek tersebut

dengan tipe pengguna atau pelanggan dari produk tersebut.

7. Celebrity/ person

Mengaitkan orang terkenal atau artis dengan sebuah merek dapat

mentransfer asosiasi kuat yang dimiliki oleh orang terkenal ke

merek tersebut.

8. Life style/ personality

Asosiasi sebuah merek dengan suatu gaya hidup dapat diilhami

oleh asosiasi para pelanggan merek tersebut dengan aneka

kepribadian dan gaya hidup yang hampir sama.

9. Product Class

Mengasosiasikan sebuah merek menurut kelas produknya.

10. Competitiors

Mengetahui pesaing dan berusaha menyamai atau bhkan

mengungguli pesaing.

11. Country/ Geographic Area (Negara/ wilayah geografis)

Sebuah Negara dapat menjadi simbol yang kuat asalkan

memiliki hubungan yang erat dengan produk, bahan, dan

(26)

mode pakaian dan parfum. Asosiasi tersebut dapat dieksploitasi

dengan mengaitkan merek pada sebuah negara.

Menurut Durianto, dkk (2001), terdapat lima keuntungan

asosiasi merek, yaitu :

1. Membantu proses penyusunan informasi

Asosiasi-asosiasi yang tedapat pada suatu merek, dapat

membantu mengikhtisarkan sekumpulan fakta dan spesifikasi

yang dapat dengan mudah dikenal oleh pelanggan.

2. Differensiasi

Suatu asosiasi dapat memberikan landasan yang sangat penting

bagi usaha pembedaan. Asosiasi-asosiasi merek dapat

memainkan peran penting dalam membedakan satu merek

dengan merek yang lain.

3. Alasan untuk membeli

Pada umunya, asosiasi merek sangat membantu para konsumen

untuk mengambil keputusan untuk membeli produk tersebut atau

tidak.

4. Penciptaan sikap atau perasaan positif

Asosiasi merek dapat merangsang perasaan positif yang pada

gilirannya akan berdampak positif terhadap produk yang

bersangkutan.

5. Landasan untuk keluasan

Asosiasi merek dapat menghasilkan landasan bagi suatu

perluasan merek, yaitu dengan menciptakan rasa kesesuaian

antara suatu merek dan sebuah produk baru.

(27)

Gambar 3. Nilai Asosiasi Merek (Duriant, dkk., 2001).

2.3.3. Kesan Kualitas (perceived quality)

Kesan kualitas memiliki peranan penting dalam

membangun suatu merek. Dalam banyak situasi, kesan kualitas

dapat menjadi alasan kuat dalam membangun suatu keputusan

pembelian. Seorang pelanggan mungkin tidak memiliki

informasi yang cukup kuat untuk mengarahkannya pada

penentuan kualitas suatu merek secara objektif. Mungkin pula ia

tidak tahu atau kurang termotivasi untuk memproses informasi,

ataupun tidak mempunyai kesanggupan dan sumberdaya untuk

memperolah informasi. Dalam konteks seperti inilah kesan

kualitas mempunyai peranan penting dalam keputusan

pelanggan. Secara jelas kesan kualitas akan menghasilkan nilai

sebagai berikut :

1. Alasan untuk membeli

Kadangkala konsumen memiliki sumberdaya yang terbatas atau

kurang termotivasi dalam mengoptimalkan sumberdaya

pengumpulan informasi untuk membuat suatu keputusan

pembelian yang didasarkan atas pertimbangan objektif. Suatu

merek yang berhasil menanamkan suatu kesan kualitas yang Asosisasi merek

Menciptakan sikap/perasan positif

Basis perluasan Alasan untuk membeli Differensiasi/posisi

(28)

positif dalam benak konsumen akan memenangkan persaingan

dengan kontekas yang seperti ini.

2. Diferensiasi atau posisi dan harga premium

Suatu produk yang mempunyai kesan kualitas tertentu akan

menempati posisi yang tertentu pula dalam benak konsumen.

Pada gilirannya ini akan memantapkan posisi merek tersebut

dalam pasar sasarannya. Kesan kualitas juga dapat dijadikan

dasar bagi perusahaan untuk mennetapkan suatu harga premium

bagi produknya, selama merek tersebut memang dipersepsikan

mempunyai kualitas yang tinngi dibenak konsumen.

3. Perluasaan saluran distribusi

Suatu merek yang dipersepsikan mempunyai kulitas tinggi akan

mudah dalam pendistribusiannya, sebab distributor juga ingin

menuai laba larisnya produk. Selain itu, dengan ikut menjual

suatu merek yang berkualitas, mereka akan mempunyai citra

yang baik.

4. Perluasan merek

Produk yang kualitasnya tinggi akan mempunyai kemungkinan

lebih sukses dalam memperkenalkan kategori produk baru

dengan nama merek yang sama dibandingkan dengan merek

yang kesan kualitasnya rendah.

David A Garvin dalam Durianto, dkk (2001) menambahkan

bahwa dimensi-dimensi konteks jasa serupa tapi tidak sama

dengan dimensi-dimensi konteks produk, pada umummnya

sering digunakan sebagai dimensi dalam konteks jasa adalah:

1. Bentuk fisik

2. Kompetensi

3. Keandalan

4. Tanggung jawab

5. Empati

Berikut adalah pertanyaan-pertanyaan dalam mengukur

(29)

1. Bentuk fisik : apakah fasilitas fisik, perlengkapan dan

penampilan karyawan mengesankan mutunya ?

2. Kompetensi : Apakah karyawan divisi pelayanan memiliki

pengetahuan yang memadai dalam memnuhi tugasnya ? apakah

karyawan divisi pelayanan mengesankan keyakinan dan percaya

yang tinggi ?

3. Keandalan : Apakah tugas tersebut dikerjakan dengan akurat dan

meyakinkan ?

4. Tanggung jawab : Apakah petugas penjualan berkemauan untuk

membantu para pelanggan dengan memberikan pelayanan yang

sebaik-baiknya ?

5. Empati : Apakah sebuah supermarket menunjukan perhatian dan

kepedulian kepada pelanggan yang memiliki kartu anggota ?

Menurut Kotler (2002), mutu adalah keseluruhan ciri serta

sifat dari suatu produk atau pelayanan yang berpengaruh pada

kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang dinyatakan

atau yang tersirat. Sedangkan yang dimaksud dengan mutu jasa

adalah sesuatu yang selalu diidam-idamkan oleh pelanggan,

karena merupakan manfaat yang paling besar akan jasa yang

diperoleh atau dinikmati oleh pelanggan tersebut (Assauri,

2000).

Menurut Sipahutar (2002) mutu jasa ditentukan oleh :

1. Reliability (keandalan)

Kemampuan untuk melaksanakan jasa yang dijanjikan dengan

akurat dan terpercaya.

2. Responsiveness (cepat tanggap)

Kemampuan karyawan untuk membantu dan memberikan

pelayanan kepada pelanggan dengan cepat.

3. Assurance (jaminan)

(30)

4. Emphaty (empati)

Kesediaan untuk peduli dan memberi perhatian kepada

pelanggan.

5. Tangible (kasat mata)

Penampilan fasilitas fisik seperti peralatan, karyawan dan sarana

komunikasi.

Berbagai hal yang harus diperhatikan dalam membangun

perceived quality (Aaker dalam Durianto dkk, 2001):

1. Komitmen terhadap kualitas

Perusahaan harus mempunyai komitmen terhadap kualitas serta

memilihara kualitas secara terus-menerus. Upaya memelihara

kualitas bukan hanya basa-basi tetapi tercermin dalam tindakan

tanpa kompromi.

2. Budaya kualitas

Komitmen kualitas harus terrefleksi dalam budaya perusahaan,

norma perilakinya dan nilai-nilai. Jika peruashaan dihadapkan

kualitas dan biaya maka kualitas yang harus dimenangkan.

3. Informasi masukan dari pelanggan

Pada akhirnya dalam membangun perceived quality

pelangganlah yang mendefinisikan kualitas. Sering kali para

pemimpin keliru dalam memperkirakan apa yang dianggap

penting oleh pelanggannya.

4. Sasaran/standar yang jelas

Sasaran kualitas harus jelas dan tidak terlalu umum karena

sasaran kualitas yang terlalu umum cenderung menjadi tidak

bermanfaat. Kualitas juga harus memiliki standar yang jelas,

dapat dipahami dan diprioritaskan. Terlalu banyak sasaran tanpa

prioritas sama saja dengan tidak mempunyai sasaran yang fokus

yang pada akhirnya akan membahayakan perusahaan itu sendiri.

5. Kembangkan karyawan yang berinisiatif

Karyawan harus dimotivasi dan izinkan untuk berinisiatif serta

(31)

pemikiran yang kreatif dan inovatif. Karyawan juga secara aktif

dilibatkan dalam pengendalian kualitas layanan.

2.3.4. Kesetiaan Merek (brand loyalty)

Mendefinisikan kesetiaan merek sebagai preferensi

konsumen secara konsisten untuk melakukan pembelian pada

merek yang sama pada produk yang spesifik atau kategori

pelayanan tertentu. Walaupun demikian, kesetiaan konsumen

berbeda dengan perilaku pembelian berulang (repeat purchasing

behavior). Perilaku pembelian berulang adalah tindakan

pembelian berulang pada suatu produk atau merek yang lebih

dipengaruhi oleh faktor kebiasaan. Seorang pelanggan yang

sangat setia kepada suatu merek tidak akan dengan mudah

memindahkan pembeliannya ke merek lain, apa pun yang terjadi

pada merek tersebut. Bila kesetiaan pelanggan terhadap suatu

merek meningkat, kerentanan kelompok tersebut dari ancaman

dan serangan merk produk pesaing dapat dihindari. Kesetiaan

pada merek ini timbul karena konsumen mempersepsikan merek

tersebut menghasilkan produk yang memiliki sejumlah manfaat

dan kualitas dengan harga yang sesuai. Kesetiaan merek juga

menjadi indikasi adanya kekuatan merek, karena tanpa kesetiaan

merek tidak akan tercipta kekuatan merek.

Aaker dalam Simamora (2002) membagi kesetiaan merek

ke dalam lima tingkatan, sebagai berikut:

1. Switcher adalah golongan yang tidak peduli pada merek, mereka

suka berpindah merek. Motivasi mereka berpindah merek adalah

harga yang rendah karena golongan ini memang sensitif terhadap

harga (price sensitive switcher), adapula yang selalu mencari

variasi yang disebut Kotler (2002) sebagai variety-prone

switcher dan karena para konsumen tersebut tidak mendapatkan

kepuasan (unsatisfied switcher).

2. Habitual buyer adalah golongan yang setia terhadap suatu merek

(32)

kebanggaan. Golongan ini memang puas, setidaknya tidak

merasa dikecewakan oleh merek tersebut. Dan dalam membeli

produk didasarkan pada faktor kebiasaan, bila menemukan

merek yang lebih bagus, maka mereka akan berpindah.

3. Satisfied buyer adalah golongan konsumen yang merasa puas

dengan suatu merek. Mereka setia, tetapi dasar kesetiaannya

bukan pada kebanggaan atau keakraban pada suatu merek tetapi

lebih didasarkan pada perhitungan untung rugi atau biaya

peralihan (switching cost).

4. Liking the brand adalah golongan konsumen yang belum

mengekspresikan kebanggannya pada kepada orang lain,

kecintaan pada produk baru terbatas pada komitmen terhadap

diri sendiri, dan mereka merasa akrab dengan merek.

5. Commited buyer adalah konsumen yang merasa bangga dengan

merek tersebut dan mengekspresikan kebanggaannya dalam satu

golongan loyalitas masih terbuka kemungkinan pada perbedaan

derajat kesetiaan. Kita dapat mengatakan bahwa kesetiaan berada

pada suatu kontinum. Titik paling rendah adalah tidak loyal sama

sekali sedangkan titik paling tinggi adalah loyalitas penuh.

Keseluruhan tingkatan tersebut dalam piramida kesetiaan merek,

seperti terlihat pada Gambar 2.

Gambar 4. Piramida Brand Loyalty (Duriant, dkk, 2001). Committed

buyer

Satisfied Buyer Linking the

brand

Habitual Buyer

(33)

Piramida kesetiaan merek tersebut menunjukkan bahwa

merek yang belum memiliki brand equity yang kuat, porsi

terbesar dari konsumennya berada pada tingkatan switcher.

Selanjutnya, porsi kedua ditempati oleh konsumen yang berada

pada taraf habitual buyer, hingga porsi terkecil ditempati oleh

committed buyer. Meskipun demikian, gambar piramida brand

loyalty yang baik akan memperlihatkan bentuk piramida yang

terbalik yang semakin atas akan semakin melebar.

Schiffman dan Kanuk (2004) menyebutkan faktor-faktor

yang mempengaruhi terbentuknya/terciptanya loyalitas merek

adalah:

1. Perceived product superiority (penerimaan keunggulan produk)

2. Personal fortitude (keyakinan yang dimiliki oleh seseorang

terhadap merek tersebut)

3. Bonding with the product or company (keterikatan dengan

produk atau perusahaan)

4. Kepuasan yang diperoleh konsumen

Sebagai inti dari ekuitas merek, tentu saja penting sekali

nilai dari kesetiaan merek. Berikut ini adalah nilai strategis dari

kesetiaan merek yang diperinci oleh Durianto dkk (2001) :

1. Mengurangi biaya pemasaran

Perusahaan tidak perlu mengeluarkan biaya promosi yang besar

untuk menggerakkan pelanggan yang loyal melakukan

pembelian. Tanpa perlu dibujuk oleh advertensi, diyakinkan oleh

demo kualitas produk/jusa, atau dirayu oleh promosi penjualan,

pelanggan akan membeli dengan sendirinya karena memang

puas oleh manfaat yang diterimanya dari pengalaman

sebelumnya.

2. Meningkatkan penjualan

Produk/jasa yang terbukti mempunyai konsumen atau pelanggan

dalam bahasa lain diistilahkan dengan produk laris, adalah

(34)

distribusi untuk ikut menjual produk yang terjamin penjualannya

karena akan menguntungkan mereka juga.

3. Menarik minat pelanggan baru

Dengan tanpa bujukan, seseorang pasti akan menjajaki

kemungkinan pembelian atas suatu produk bila seseorang yanmg

dikenalnya (apalasi yang berintegritas dan kredibilita tinggi)

ternyata mengkonsumsi suatu produk tertentu. Kemungkinan

pembelian ini akan bertambah besar seiring dengan

meningkatnya frekuensi dan kuantitas pembelian orang yang dia

kenal tersebut.

4. Memberi waktu untuk merespon ancaman-ancaman persaingan

Jika pesaing mengembangkan suatu produk yang lebih unggul,

seorang pelanggan loyal tidak akan dengan serta merta

mengalihkan pembeliannya ke merek pesaing. Ia akan

memberikan perusahaan waktu untuk merespon ancaman itu

sehingga grafik penjualan perusahaan tidak akan turun

mendadak.

2.4. Penelitian Terdahulu

Gumilar (2005) melakukan penelitian mengenai Analisis Brand Equity

Supermarket Matahari Market Place Bogor. penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui posisi brand awareness dibenak konsumen terhadap merek

Supermarket “Matahari Market Place” diantara merek-merek supermarket

lain yang dikenal oleh konsumen, menganalisis brand association dibenak

konsumen terhadap merek supermarket “Matahari Market Place”,

menganalisis perceived quality dibenak konsumen terhadap merek

supermarket “Matahari Market Place” dan menganalisis brand loyalty pada

konsumen terhadap merek Supermarket “Matahari Market Place”.

Dalam analisis brand awareness hasil analisis top of mind

menunjukkan bahwa 67 % responden menyebutkan ’’Matahari Market

Place” sebagai merek yang paling diingat dan hero berada diurutan ke-2

(23%). Hasil analisis brand recall menunjukkan bahwa responden paling

(35)

sedangkan supermarket “Matahari Market Place” berada diurutan ke-2

(33%). Hasil analisis brand recognition menunjukkan bahwa seluruh

responden (100%) telah mengenal merek supermarket “Matahari Market

Place” tanpa perlu diberi bantuan. Hasil analisis brand unaware

menunjukkan bahwa tak ada seorangpun responden yang tidak mengenal

supermarket “Matahari Market Place”.

Hasil analisis brand association menunjukkan bahwa

asosiasi-asosiasi merek Supermarket “Matahari Market Place” yang membentuk

brand image Matahari Market Place adalah pelayanan yang baik terhadap

konsumen, penampilan pramuniaga menarik, produk yang dijual lengkap,

ruangan bersih, suasana sejuk dan nyaman, serta pencahayaan ruangan yang

lembut.

Hasil analisis perceived quality yang terlihat pada grafik semantic

differensial menunjukkan atribut-atribut merek supermarket “Matahari

Market Place” berada pada sisi kanan atau kutub positif. Perceived quality

supermarket “Matahari Market Place” berada pada posisi cukup hingga baik.

Dalam analisis brand loyalty, seluruh responden (100%) tidak

berencana pindah ke supermarket lain tetapi hasil switcher menunjukkan 8%

responden termasuk dalam jenis pembeli switcher. Hasil analisis habitual

buyer menunjukkan 81% responden termasuk dalam jenis pembeli habitual

buyer. Hasil analisis satisfied buyer menunjukkan 81% responden termasuk

dalam jenis pembeli satisfied buyer. Hasil analisis liking the brand

menunjukkan 74% responden termasuk dalam jenis pembeli liking the brand.

Hasil analisis committed buyer menunujukkan 23% responden termasuk

dalam jenis pembeli committed buyer. Pada piramida brand loyalty merek

Supermarket “Matahari Market Place” tidak menggambarkan bentuk segitiga

terbalik.

Selanjutnya, Saridewi (2006) melakukan penelitian mengenai Analisis

Elemen-Elemen Brand Equity kartu Shar-E pada PT. Bank Muamalat

Indonesia Cabang Bandung. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

bauran pemasaran merek Kartu Shar-E, mengetahui posisi tingkat brand

(36)

menganalisis brand association di benak pemegang Shar-E terhadap merek

kartu shar-E, menganalisis perceived quality di benak pemegang shar-E

terhadap merek kartu shar-E dan menganalisis brand loyalty pemegang

Shar-E terhadap merek kartu shar-Shar-E.

Pada analisis brand awareness, hasil analisis top of mind dapat

diketahui bahwa merk kartu shar-E berada pada posisi tertinggi pada top of

Mind (65%). Pada analisis brand recall, sebanyak 30 responden yang

mengingat kembali merek BSM card. Pada analisis brand recognition dari

100 respoden pemegang Shar-E diketahui bahwa tak seorang pun yang perlu

diberikan bantuan dalam mengenal kartu shar-E. Pada analisis brand

unaware, dari 100 responden pemegang shar-E diketahui bahwa tidak ada

seorang pun yang tidak mengenal merek kartu shar-E.

Pada analisis brand association kartu Shar-E dapat diketahui brand

image kartu Shar-E yaitu produknya halal, produknya mudah diperoleh, kartu

investasi syariah pertama di Indonesia dan produk perbankan syariah yang

inovatif. Pada analisis perceived quality kartu shar-E, atribut yang memiliki

nilai rataan tertinggi adalah kehalalan produk kartu Shar-E. Sedangkan

program promosi dan iklan Shar-E merupakan atribut dengan nilai rataan

terendah.

Pada analisis brand loyalty, terdapat 5% responden yang termasuk

dalam tingkatan switcher, 25% responden yang termasuk dalam tingkatan

habitual buyer, 55% yang termasuk dalam tingkatan satisfied buyer, 54%

responden yang termasuk dalam tingkatan liking the brand dan 7% responden

yang termasuk dalam tingkatan commited buyer. Pada piramida brand loyalty

kartu Shar-E tidak memperlihatkan bentuk piramida yang terbalik. Hal ini

menunjukkan bahwa merk kartu shar-E belum memiliki brand equity yang

kuat.

Persamaan yang terdapat pada kedua penelitian tersebut dengan

penelitian ini yaitu memiliki tujuan yang sama untuk menganalisis posisi

tingkat brand awareness, menganalisis brand association, menganalisis

perceived quality dan menganalisis brand loyalty dengan metode yang sama

(37)

Likert, nilai rata-rata dan uji Cochran. Akan tetapi terdapat perbedaan pada

tempat penelitian. Pada penelitian ini yang menjadi tempat penelitian

merupakan suatu bank syariah yang berlokasi di Kota Bogor yang bergerak

(38)

III. METODE PENELITIAN

3.1. Kerangka Pemikiran Operasional

Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis elemen-elemen brand

equity PT. BMI Cabang Bogor, yaitu brand awareness, brand association,

perceived quality dan brand loyalty. Pertama, dilakukan analisis brand

awareness untuk mengetahui posisi merek PT. BMI Cabang Bogor. Kedua,

dilakukan analisis brand asociation untuk mengetahui asosiasi atau brand

image PT. BMI Cabang Bogor bagi Nasabah BMI Cabang Bogor. Ketiga,

dilakukan analisis perceived quality untuk mengetahui persepsi mutu merek

PT. BMI Cabang Bogor yang dirasakan Nasabah PT. BMI Cabang Bogor.

Terakhir, dilakukan analisis brand loyalty untuk mengetahui tingkat

kesetiaan Nasabah PT. BMI Cabang Bogor terhadap merek PT. BMI Cabang

Bogor. Selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Kerangka Pemikiran Operasional PT. BMI Cabang Bogor

Analisis brand equity

Analisis brand

awareness

Analisis brand

loyalty

Analisis brand

association

Analisis

perceived quality

Brand equity

Pemilihan salah satu merek bank syariah Bank syariah

Analisis deskriptif Uji Cochran Nilai rataan &

Skala semantic differential

(39)

Ekuitas merek yang kuat memungkinkan preferensi dan loyalitas dari

konsumen terhadap perusahaan semakin kuat. Merek yang sejati adalah

merek yang memiliki ekuitas merek yang kuat. Suatu produk yang memiliki

ekuitas merek yang kuat dapat membentuk landasan merek yang kuat dan

mampu mengembangkan keberadaan suatu merek. Konsumen menjadikan

merek sebagai salah satu pertimbangan penting ketika hendak membeli suatu

produk atau jasa.

Dengan mengetahui kekuatan merek, BMI akan memperoleh

informasi yang dapat digunakan sebagai dasar memonitor kinerja pemasaran

BMI. Penelitian ini dianggap penting bagi BMI dalam mengetahui seberapa

jauh persepsi dari merek BMI di benak Nasabah BMI khususnya Nasabah

BMI Cabang Bogor.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada PT. BMI Tbk Cabang Bogor yang

berlokasi di Jl. Padjajaran no. 165 Bantarjati, Bogor. Penelitian ini

dilaksanakan selama bulan April hingga Mei 2009.

3.3. Metode Pengumpulan Data 3.3.1. Jenis dan Sumber Data

Data yang diperlukan dalam penelitian ini meliputi data primer

dan data sekunder. Data primer diperoleh dari observasi lapang,

kuesioner dan wawancara dengan didapat langsung dari penyebaran

kuesioner yang berisi daftar pertanyaan berkenaan dengan

elemen-elemen brand Equity BMI. Metode wawancara dilakukan dengan

menggunakan kuesioner yang berisikan pertanyaan tertutup dan

pertanyaaan terbuka. Pertanyaan tertutup adalah pertanyaan yang

alternatif jawabannya telah disediakan sehingga responden hanya

memilih salah satu dari alternatif jawaban yang menurutnya paling

sesuai. Pertanyaan terbuka adalah pertanyaan yang alternatif

jawabannya telah disediakan sehingga responden menjawab

pertanyaan sesuai dengan alasan responden atau tidak terdapat dalam

pilihan yang ada. Lokasi penelitian dilakukan di Kota Bogor,

(40)

Data sekunder penelitian ini adalah data yang diperoleh peneliti

melalui buku-buku yang berkaitan dengan penelitian ini, literatur,

artikel yang didapat dari majalah maupun website. Data sekunder

dalam penelitian skripsi ini meliputi gambaran umum perusahaan,

dan studi pustaka sebagai landasan teori yang diperlukan.

Adapun metode pengumpulan data primer dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut :

1. Wawancara (interview)

Tatap muka langsung dan memberikan berbagai macam pertanyaan

yang berkaitan dengan penelitian kepada responden.

2. Kuesioner (quesionaire)

Peneliti memberikan pertanyaan berupa angket kepada responden

untuk mendapat informasi.

3.3.2. Metode pengambilan sampel

Dalam penelitian ini pengambilan contoh dilakukan dengan

metode convinience sampling yang termasuk pada non-probability

sampling dalam populasi Nasabah BMI Cabang Bogor. Pertimbangan

terhadap responden yang diteliti adalah Nasabah PT. Bank Muamalat

Indonesia Tbk Cabang Bogor yang bersedia mengisi kuesioner yang

diajukan pada saat menunggu panggilan nomor antrian dalam ruang

tunggu BMI Cabang Bogor. Penentuan jumlah responden didasarkan

pada pendapat Slovin dalam Umar (2001) dengan rumus :

n =

...

(1)

Dengan :

N : Jumlah Populasi

n : Contoh

e : Persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan

contoh yang masih dapat ditolelir atau diinginkan ditetapkan 10%.

(41)

= 99,83 (dibulatkan menjadi 100).

Dengan didasarkan pada pendapat Slovin maka diperoleh 100

responden untuk penelitian ini dan penyebaran kuesioner dilakukan

selama 1 bulan pada bulan April 2009.

3.4. Metode pengujian kuesioner

Dalam penelitian ini, data yang diperoleh diolah dengan menggunakan

rumus statistika menggunakan program Microsoft Excel 2007 dan SPSS for

windows ver.11,5. Hasil tersebut kemudian dianalisis menggunakan metode

analisis brand equity. Alat analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif,

skala likert dan nilai rata-rata, skala semantic differential dan uji Cochran.

3.4.1. Uji validitas

Data dikatakan valid, jika pertanyaan pada kuesioner mampu

mengungkapkan sesuatu yang diukur oleh kuesioner tersebut.

Butir-butir pertanyaan yang ada dalam kuesioner diuji terhadap faktor

terkait. Jika ternyata tidak valid maka butir pertanyaan yang tidak valid

tersebut disingkirkan dari kuesioner atau diperbaiki.

Agar instrumen penelitian dapat diuji kebenaran dan

keabsahannya, maka kuesioner diuji validitasnya. Hasil dan uji

validitas adalah untuk mendapatkan pertanyaan yang valid dari

sejumlah pertanyaan kepada nasabah. Uji validitas menggunakan

bantuan Microsoft Office excel dan SPSS 11,5 dengan rumus teknik

korelasi product moment pearson. Rumus teknik korelasi product

moment pearson (Umar, 2003) adalah:

……….(2)

Dimana : rhitung = Angka korelasi

n = Jumlah responden

X = Skor pertanyaan tiap nomor

(42)

Data dikatakan valid apabila nilai korelasi hitung data tersebut

melebihi nilai korelasi tabelnya. Nilai r hitung adalah nilai-nilai yang

berada dalam kolom corrected item total correlation. Jika r hasil

positif, dan r hasil > r tabel, maka butir pertanyaan atau variabel

tersebut valid.

3.4.2. Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana

alat pengukur dapat diandalkan. Uji reabilitas digunakan untuk

mengukur ketepatan atau kejituan suatu instrument jika dipergunakan

untuk mengukur himpunan objek yang sama berkali-kali akan

mendapatkan hasil yang serupa.

Reliabilitas adalah suatu nilai yang menunjukkan konsistensi

suatu alat pengukur didalam mengukur gejala yang sama. Setiap alat

pengukur memiliki kemampuan untuk memberikan hasil pengukuran

yang konsisten. Dalam hal ini terdapat beberapa teknik yang

digunakan dalam pengukuran reliabilitas. Dalam penelitian ini, teknik

reliabilitas yang digunakan adalah teknik Alpha Cronbach dan metode

Spearman-Brown. Teknik Alpha Cronbach digunakan untuk mencari

reliabilitas instrumen yang skornya bukan 0-1, tetapi merupakan

rentangan antara beberapa nilai, misalnya 0-10 atau 0-100 atau bentuk

skala 1-3, 1-5 atau 1-7 dan seterusnya (Umar, 2003). Teknik ini

digunakan pada pengujian elemen perceived quality. Adapun rumus

yang digunakan adalah sebagai berikut :

………...…(3)

Dimana : r11 = Reliabilitas instrumen

k = Banyak butir pertanyaan

t2 = Ragam total

= Jumlah ragam butir

Rumus ragam yang digunakan :

(43)

Dimana : n = Jumlah responden

X = Nilai skor yang dipilih (total nilai dari nomor-nomor

butir pertanyaan).

Sedangkan untuk uji reliabilitas brand associaton dilakukan

dengan menggunakan metode Spearman-Brown. Dalam metode ini,

skor yang diperoleh dikelompokkan menjadi dua belahan bagian

butirnya. Teknik pembelahan yang digunakan dalam penelitian ini

adalah teknik pembelahan ganjil-genap.

Dengan teknik pembelahan ganjil-genap, nilai butir bernomor

ganjil dikelompokkan menjadi belahan pertama dan nilai butir

bernomor genap menjadi belahan kedua. Langkah selanjunya adalah

mengkolerasikan nilai belahan pertama dengan nilai belahan kedua

sehingga diperoleh kolerasi antara kedua belahan instrumen (rxy).

Rumus selengkapnya (Durianto, dkk., 2001) adalah :

...(5)

Keterangan :

X : total skor ya belahan ganjil

Y : total skor ya belahan genap

XY : total skor hasil kali belahan ganjil dan genap

rxy : kolerasi antara dua belahan instumen

Nilai yang diperoleh dengan formula yang disebutkan

sebelumnya, dimasukkan dalam rumur Spearman-Brown (Durianto,

dkk, 2001) :

...(6)

Keterangan :

r11 : reabilitas instrument

rxy : kolerasi antara dua belahan instumen

Nilai reabillitas yang diperoleh kemudian dibandingkan dengan

r product moment. jika r11 > r product moment, maka instrumen yang

diugunakan dapat diandalkan dan penelitian dengan menggunakan

Gambar

Tabel 2. Penghargaan yang telah diraih Bank Muamalat Indonesia
Gambar 1. Konsep brand equity (Aaker dalam Durianto dkk, 2001)
Gambar 2. Piramida Kesadaran Merek (Aaker dalam Durianto, dkk, 2001).
Gambar 3 . Nilai Asosiasi Merek (Duriant,  dkk., 2001).
+7

Referensi

Dokumen terkait

terdiri dari brand awareness (kesadaran merek), perceived quality (persepsi kualitas), brand association (asosiasi merek), brand loyalty (loyalitas merek) produk Sari

Adapun masalah penelitian ini adalah untuk menganalisis apakah ekuitas merek yang terdiri dari loyalitas merek (brand loyalty), asosiasi merek (brand association),

Maka dari itu penelitian ini bertujuan untuk mengukur elemen-elemen ekuitas merek asuransi raya yang terdiri dari brand awareness (kesadaran merek), brand association (asosiasi

Pengukuran brand equity (ekuitas merek) tidak terlepas dari empat dimensi ekuitas merek, yaitu awareness (kesadaran), association (asosiasi) yang dapat membentuk brand image

terdiri dari brand awareness (kesadaran merek), perceived quality (persepsi kualitas), brand association (asosiasi merek), brand loyalty (loyalitas merek) produk Sari

Elemen ekuitas merek tersebut yaitu kesadaran merek (brand awareness), asosiasi merek (brand association), persepsi kualitas merek (brand perceived quality) dan

Tujuan Penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan antara ekuitas merek yang dibentuk dari dimensi kesadaran merek, asosiasi merek, persepsi kualitas serta loyalitas

Hasil dari riset ini menampilkan kalau variabel brand awareness, serta brand association mempengaruhi signifikan terhadap brand equity jilbab Saudia, sebaliknya variabel perceived