• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis kebutuhan hutan kota untuk menjaga ketersediaan air di Kota Sintang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis kebutuhan hutan kota untuk menjaga ketersediaan air di Kota Sintang"

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KEBUTUHAN HUTAN KOTA UNTUK MENJAGA

KETERSEDIAAN AIR DI KOTA SINTANG

AGUS RULIYANSYAH

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERN YATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Analisis Kebutuhan Hutan Kota untuk menjaga Ketersediaan Air Di Kota Sintang adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau kutipan dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Agustus 2009

Agus Ruliyansyah

(3)

ABSTRACT

AGUS RULIYANSYAH. The Analyse of Needs of Urban Forest to Keep

Water Supply in Sintang City. Under direction of ALINDA F. M. ZAIN and ENDES N. DAHLAN.

The increasing amount of people in town causes increasing needs of space. The uncontrolled land cover change causes the forests which covered by nature vegetation before, change becomes open area. The effect of that activity is decreased rain intercept area. Water needs for people in Sintang city will be increasing together with the increasing amount of people therefore the water supply should be looked after. To keeps the water supply, the effort which can be done is build the urban forest.

From the Landsat Image interpretation result of Sintang city since 2001-2008, we found that covered land which has a wide descent are forest and open area. Meanwhile, the medley garden, residence and bush are increase. Needs of urban forest based on Permendagri No.01 Year 2007 is about 918 ha, based on

UU No.26 Year 2007 is about 1.376 ha and PP RI No.63 Year 2002 is about 459 ha. Needs of urban forest for 2042 is about 2.184 ha. Potential space to

build urban forest is about 1.516 ha. The result of examination shows that land allocation to keeps the water supply in Sintang City in 2042 is very wide, for that reason the government should repair the infrastructure of water manufacturing and decrease population growth rate start from now thus the pressure of water land usage by society can be reduced.

(4)

RINGKASAN

AGUS RULIYANSYAH. Analisis Kebutuhan Hutan Kota untuk Menjaga Ketersediaan Air di Kota Sintang. Dibimbing oleh ALINDA F. M. ZAIN dan ENDES N. DAHLAN.

Perkembangan Kota Sintang diikuti dengan perubahan penutupan dan penggunaan lahan seperti dibukanya lahan-lahan baru untuk bangunan dan jalan. Ketimpangan dalam pemanfaatan lahan menyebabkan perubahan lahan yang tidak terkendali sehingga kawasan hutan yang semula dilindungi oleh vegetasi alami berubah menjadi kawasan terbuka. Perubahan tata guna lahan tersebut mengubah karakteristik hidrogeografis kawasan tersebut dan secara langsung mengancam tata guna airnya.

Bertambahnya jumlah penduduk juga meningkatkan kebutuhan sumber daya alam seperti kebutuhan air bersih. Air tawar yang bersih sangat diperlukan oleh manusia untuk keperluan minum, masak, mandi, menyiram tanaman, mencuci pakaian, membersihkan rumah dan mobil. Berdasarkan hasil pengukuran kualitas air oleh Bapedalda tahun 2006 pada Sungai Kapuas dan Sungai Melawi yang menjadi sumber air baku PDAM menunjukkan bahwa kualitas air tersebut di atas abang batas yang telah ditetapkan pemerintah tentang Standar Kualitas Air di Perairan Umum.

Total kapasitas produksi dari 121 liter/detik atau setara dengan 3.815.856 m3/tahun. Jangkauan pelayanan PDAM rendah karena baru dapat melayani 30% dari sasaran pengguna air bersih di perkotaan. Belum maksimalnya kapasitas produksi air bersih PDAM Kota Sintang menyebabkan konsumen belum dapat terlayani secara maksimal. Proyeksi kekurangan pasokan air bagi masyarakat Kota Sintang yang dilakukan oleh Bappeda Kota Sintang untuk tahun 2011 sebesar 5.133.668 liter/hari dan pada tahun 2016 menjadi 10.604.180 liter/hari.

Kualitas air yang dihasilkan tidak bagus, jangkauan pelayanan yang masih rendah serta waktu pengaliran air tidak 24 jam menyebabkan banyak pelanggan berhenti berlangganan dengan PDAM. Masyarakat yang tidak terlayani PDAM mengusahakan sendiri dengan membuat sumur bor, kolam, dan memanfaatkan air hujan. Peningkatan penggunaan sumur bor menyebabkan peningkatan penggunaan air tanah.

Menjaga ketersediaan dan meningkatkan air tanah dapat dilakukan dengan cara membangun hutan kota. Hutan kota memilik i derajat kerembesan tanah yang jauh lebih tingg i dibandingkan dengan jenis permukaan lainnya. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota, disebutkan bahwa Hutan Kota adalah suatu hamparan lahan yang bertumbuhan pohon-pohon yang kompak dan rapat di dalam wilayah Perkotaan, baik pada tanah negara maupun tanah hak, yang ditetapkan sebagai Hutan Kota oleh pejabat yang berwenang.

(5)

Dari beberapa uraian di atas maka penelitian ini secara umum bertujuan menentukan luas hutan kota untuk menjaga ketersediaan air di Kota Sintang. Untuk mencapai tujuan umum tersebut maka ada beberapa tujuan khusus lainnya yaitu:

(1). Mengidentifikasi laju perubahan lahan hutan dan lahan terbangun. (2). Mengidentifikasi kebutuhan dan ketersediaan air bersih di Kota Sintang, dan

(3). Mengidentifikasi potensi hutan kota di Kota Sintang.

Hasil interpretasi pada Citra Landsat pada tahun 2001, 2004, 2006 dan 2008 dapat dikatahui bahwa penutupan lahan tahun 2001 didominansi oleh hutan sebesar 39% dari luas wilayah. Selanjutnya berturut-turut: kebun campuran 28% , pemukiman 15% , tubuh air 10% , lahan terbuka 6% dan semak belukar 2%. Sedangkan penutupan lahan untuk tahun 2008 didominasi oleh kebun campuran sebesar 42% dari luas

menunjukkan penurunan yang linier dengan persamaan Y = -3,121x + 6283 dengan nilai R2 = 0,947. Berdasarkan persamaan tersebut di ketahui bahwa luas lahan terbangun maksimal (60% dari luas kota) di Kota Sintang akan terjadi pada tahun 2042. Sedangkan luasan hutan akan terus menurun hingga akan tersisa 213 ha pada tahun 2012.

Dari aspek kebijakan diketahui bahwa standar pemerintah tentang luasan Ruang Terbuka Hijau Hutan Kota di Perkotaan tidak tetap. Masing-masing peraturan menetapkan luasan yang berbeda. Berdasarkan PP No. 63 Tahun 2002 didapat luas kebutuhan hutan kota di Kota Sintang adalah 459 ha. Berdasarkan Permendagri No. 01 Tahun 2007 luas kebutuhan hutan kota di Kota Sintang adalah seluas 918 ha. Sedangkan berdasarkan UU No. 26 Tahun 2007, luas Ruang hutan kota untuk Kota Sintang seluas 1.376 ha.

Hasil kajian RTDR Kota Sintang diketahui bahwa Pemerintah Daerah telah memiliki komitmen pengalokasian ruang untuk Ruang Terbuka Hijau dan Hutan Kota. Pada tingkat Rencana Detail Tata Ruang Kota, rencana penanganan lingkungan diwujudkan dengan penyempurnaan fungsi Hutan Kota Baning, mengalokasikan jalur-jalur hijau pada kawasan sempadan sungai, dan kawasan sempadan jalan.

Jumlah penduduk Kota Sintang pada tahun 2007 adalah 50.803 jiwa. Rata-rata pertumbuhan diambil dari kecenderungan pertumbuhan dalam kurun waktu tujuh tahun terakhir (tahun 2001 s.d. 2007) yaitu sebesar 3,8%. Hasil proyeksi jumlah penduduk dan kebutuhan air Kota Sintang dengan mengasumsikan kebutuhan air per orang 262 liter/hari diketahui bahwa kebutuhan air bersih Kota Sintang pada tahun 2009 sebesar 5.205.906 m3. Kebutuhan air akan terus meningkat sehingga pada tahun 2025 mencapai 7.987.591 m3.

Kapasitas produksi PDAM tiga tahun terakhir adalah 3.815.856 m3/tahun dengan rata-rata jumlah produksi tiga tahun terakhir tersebut sebesar 2.349.450 m3/tahun. Sedangkan hasil pengukuran potensi air tanah oleh Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Departemen Pekerjaan Umum diketahui bahwa potensi air tanah Kota Sintang sebesar 4.279.288 m3/tahun.

(6)

Sedangkan mulai pada tahun 2012 luas hutan di Kota Sintang akan tetap karena yang tersisa hanya Hutan Kota Baning saja yaitu seluas 213 ha, sehingga kemampuan menyimpan air juga akan tetap yaitu 383.400 m3.

Pembandingan antara kebutuhan dan ketersediaan air bersih akan mencapai titik keseimbangan pada tahun 2019. Pada tahun tersebut juga merupakan batas maksimal kota dapat menyediakan air bersih untuk 72.618 warganya. Sehingga untuk kebutuhan tahun-tahun berikutnya akan terjadi kekurangan air bersih. Pada tahun 2020 akan terjadi kekurangan air sebesar 106.177 m3. Sedangkan tahun 2025, kekurangan air bersih mencapai 975.453 m3.

Untuk dapat memperkirakan luas kebutuhan hutan kota yang tepat maka juga dipertimbangkan batas maksimal laju pertambahan lahan terbangun di Kota Sintang. Berdasar prediksi luas lahan terbangun yang telah dilakukan dengan persamaan Y = 1,121x − 229 diketahui bahwa luas terbangun akan mencapai puncaknya pada tahun 2042. Pada tahun itu pula diketahui bahwa jumlah penduduk Kota Sintang akan mencapai 114.432 jiwa.

Hasil perhitungan menunjukkan bahwa kebutuhan hutan kota mencapai 1.315 ha atau 30% luas kota pada tahun 2033. Pada tahun 2042 kebutuhan air warga kota mencapai 10.943.132 m3 sehingga untuk menjaga ketersediaan air tersebut, dibutuhan hutan kota seluas 2.184 ha. Untuk memenuhi kebutuhan hutan kota seluas 2.184 ha sangat sulit karena telah mencapai 47% dari luas Kota Sintang.

Potensi lahan yang dapat dimanfaatkan untuk membangun hutan kota di Kota Sintang adalah Hutan Kota Baning yang ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Republik Indonesia Nomor 405/Kpts-II/99 pada tanggal 14 Juni 1999 mempunyai luas 213 ha dan hutan alami yang belum mempunyai status seluas 574 ha. Pemanfaatkan sempadan sungai diperoleh lahan potensial untuk pembangunan hutan kota seluas 251 ha. Pemanfaatan sempadan jalan diperoleh luasan total hutan kota sebesar 273 ha. Serta luas total lahan bekas penambangan emas yang dapat dimanfaatkan seluas 205 ha. Total keseluruhan lahan yang berpotensi untuk membangun hutan kota yaitu 1.516 ha atau 33% dari luas Kota Sintang.

Selain melakukan penambahan luas hutan kota, pemerintah juga harus melakukan tindakan lainnya seperti usaha menurunkan angka pertambahan penduduk serta melakukan perbaikan pengolahan air bersih sehingga tekanan penduduk terhadap pemanfaatan air tanah dalam jumlah besar dapat dikurangi.

Hutan kota yang akan dibangun di Kota Sintang diarahkan ke hutan kota berstruktur banyak dengan tipe-tipe hutan kota: tipe pemukiman, tipe perlindungan, tipe pengaman, tipe pelestarian plasma nutfah, dan tipe rekreasi dan keindahan. Jenis tanaman dipilih yang mempunyai kemampuan meningkatkan kandungan air tanah. Jenis tanaman tersebut dicirikan dengan sistem perakaran tanaman yang dalam dan menyebar serta menghasilkan banyak serasah yang akan berubah menjadi humus sehingga memperbesar jumlah pori tanah. Serta jenis tanaman yang mempunyai kemampuan evapotranspirasi yang rendah.

(7)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2009 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(8)

ANALISIS KEBUTUHAN HUTAN KOTA UNTUK MENJAGA

KETERSEDIAAN AIR DI KOTA SINTANG

AGUS RULIYANSYAH

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Mayor Arsitektur Lanskap

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(9)
(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala berkat dan rahmat-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2008 sampai Juni 2009 di Kota Kabupaten Sintang Kalimantan Barat ini adalah hutan kota, dengan judul Analisis Kebutuhan Hutan Kota untuk Menjaga Ketersediaan Air di Kota Sintang.

Penulisan karya ilmiah ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. O leh sebab itu, pada kesempatan ini penulis menghaturkan rasa terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada Dr. Ir. Alinda Fitriany M. Zain, M.Si selaku ketua komisi pembimbing dan Dr. Ir. Endes N. Dahlan, MS selaku anggota komisi pembimbing atas segala motivasi, arahan dan bimbingan

yang diberikan mulai dari tahap awal hingga penyelesaian tesis ini, serta Dr. Ir. Aris Munandar, MS selaku penguji luar komisi yang telah memberikan

koreksi dan masukan bagi penyempurnaan tesis ini. Disamping itu, penghargaan dan terima kasih penulis haturkan kepada Prof. Dr. Ir. Hadi Susilo Arifin, MS selaku ketua Program Mayor Arsitektur Lanskap IPB, Universitas Tanjungpura Pontianak atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan, Dinas Pendidikan berserta jajarannya atas kesempatan beasiswa yang diberikan kepada penulis, Pemerintah Daerah Kota Sintang yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melaksanakan penelitian, rekan-rekan Arsitektur Lanskap angkatan 2007 atas segala do’a, dukungan dan kebersamaannya selama proses belajar hingga selesai, dan pihak-pihak lain yang tidak bisa disebutkan satu-persatu yang telah membantu dalam penyelesaian tesis ini.

Akhirnya ucapkan terima kasih yang setinggi-tingginya juga disampaikan kepada ayahanda, ibunda, dan kedua saudaraku serta seluruh keluarga, atas segala do’a, dukungan, pengertian dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2009

(12)

RIWAYAT HIDUP

(13)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

1.5 Kebaharuan Penelitian ... 6

2 TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1 Perubahan Lahan/Penggunaan Lahan Di Kota ... 7

2.2 Deteksi Perubahan Lahan/Penggunaan Lahan... 9

2.3 Hidrologi ... 10

2.3.1 Siklus Hidrologi ... 10

2.3.2 Air Tanah ... 11

2.3.3 Infiltrasi... 12

2.3.4 Konservasi Air ... 13

2.4 Hutan Kota ... 14

2.5 Fungsi Hutan Kota sebagai Pengelola Air Tanah ... 14

3 METODE PEN ELITIAN ... 16

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 16

3.2 Alat dan Bahan ... 17

3.3 Metode Penelitian ... 18

3.3.1 Inventarisasi ... 19

3.3.2 Analisis Spasial dan Temporal ... 19

3.3.3 Analisis Kebijakan ... 22

3.3.4 Analisis Kebutuhan Hutan Kota berdasarkan Kebutuhan Air 26 3.3.5 Rekomendasi Kebutuhan Hutan Kota di Kota Sintang ... 27

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN ... 28

4.1 Letak dan Luas Wilayah ... 28

4.2 Topografi ... 29

4.3 Geohidroklimatologi ... 29

4.4 Jenis Tanah ... 31

(14)

4.6 Kondisi Eksisting Hutan Kota dan RTH Kota Sintang ... 33

4.6.1 Hutan Kota ... 33

4.6.2 Jalur Sempadan Sungai dan Parit ... 35

4.6.3 Taman Kota ... 36

4.6.4 Taman Pemakaman Umum... 37

4.6.5 Taman Rumah/Perkarangan... 37

5 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 38

5.1 Analisis Penutupan Lahan ... 38

5.2 Analisis Standar Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Hutan Kota ... 44

5.3 Analisis Rencana Detail Tata Ruang Kota Sintang ... 46

5.3.1 Penyempurnaan Fungsi Hutan Baning ... 47

5.3.2 Jalur Hijau Sempadan Jalan ... 48

5.3.3 Jalur Hijau Sepanjang Sungai ... 48

5.4 Analisis Ketersediaan Air ... 48

5.4.1 Kebutuhan Air Bersih... 49

5.4.2 Penyediaan Air Bersih... 50

5.4.3 Selisih Kebutuhan dan Ketersediaan Air Bersih ... 55

5.5 Analisis Kebutuhan Hutan Kota Sintang ... 56

5.5.1 Potensi Hutan Kota ... 57

5.5.2 Tipe Hutan Kota ... 65

5.5.3 Jenis Tanaman ... 68

6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 70

6.1 Kesimpulan ... 70

6.2 Saran ... 70

DAFTAR PUSTAKA ... 71

(15)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Jenis data yang dibutuhkan untuk penelitian... 17

2. Kebutuhan luas RTH Hutan Kota berdasarkan peraturan dan Undang-Undang ... 25

3. Luas kawasan Kota Sintang ... 28

4. Data iklim Kota Sintang tahun 1998-2007... 30

5. Jumlah penduduk Kota Sintang tahun 2001-2007 ... 32

6. Luas Penutupan Lahan di Kota Sintang tahun 2001, 2004, 2006 dan 2008 ... 39

7. Prediksi luas terbangun di Kota Sintang ... 41

8. Proporsi Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Hutan Kota di Kota Sintang menurut kebijakan pemerintah ... 46

9. Proyeksi kebutuhan air penduduk Kota Sintang hingga Tahun 2020 ... 50

10. Data operasional PDAM Kota Sintang (tahun 2003 s/d 2007) ... 51

11. Kebutuhan dan ketersedian air bersih di Kota Sintang ... 55

12. Kebutuhan hutan kota di Kota Sintang ... 56

13. Potensi hutan kota di Kota Sintang ... 61

(16)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Siklus Hidrologi ... 11

2. Peta administrasi Kota Sintang ... 16

3. Rancang bangun penelitian ... 18

4. Diagram alir pengolahan data penginderaan jauh untuk produksi informasi spasial tutupan lahan ... 21

5. Hutan Baning sebagai hutan kota dan hutan wisata Kota Sintang ... 34

6. Jalur sempadan Sungai Melawi ... 35

7. Jalur sempadan Sungai Kapuas ... 36

8. Taman-taman Kota ... 36

9. Kawasan pemakaman umum Kota Sintang... 37

10. Berbagai kelas penutupan lahan ... 38

11. Grafik luas penutupan lahan di Kota Sintang tahun 2001-2008 ... 39

12. Grafik proporsi luas lahan terbangun di Kota Sintang tahun 2001-2008... 41

13. Grafik proporsi luas hutan di Kota Sintang tahun 2001-2008 ... 42

14. Proses pembukaan lahan hutan dengan proses tebang bakar ... 44

15. Instalasi PDAM ... 51

16. Pembuatan sumur bor ... 52

17. Grafik penurunan kemampuan hutan menyimpan air di Kota Sintang ... 54

18. Grafik kebutuhan dan ketersedian air bersih di Kota Sintang... 55

19. Peta potensi hutan kota di Kota Sintang... 62

20. Hutan kota yang berada di pemukiman ... 65

21. Hutan kota di sempadan sungai... 66

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Peta penutupan lahan Kota Sintang tahun 2001... 74

2. Peta penutupan lahan Kota Sintang tahun 2004... 75

3. Peta penutupan lahan Kota Sintang tahun 2006... 76

4. Peta penutupan lahan Kota Sintang tahun 2008... 77

5. Pemakaian air bersih warga Kota Sintang... 78

6. Hasil uji kualitas air Sungai Kapuas dan Sungai Melawi ... 79

(18)

1. PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Kota dapat dianggap sebagai suatu organisme hidup yang terus tumbuh

dan berkembang dengan tingkat yang berbeda-beda, tuntutan terhadap ruang akan

berlangsung terus, sementara ruang/lahan yang tersedia dan sesuai untuk

menampung kegiatan perkotaan adalah tetap dan terbatas. Dalam kurun waktu

tertentu, terutama jangka panjang, permasalahan kota tersebut dapat menimbulkan

persoalan yang kompleks dan akan menyangkut segala aspek, baik bagi kota yang

bersangkutan maupun wilayah belakangnya (hinterland). Permasalahan tersebut tidak hanya merupakan permasalahan fisik ruang, tetapi juga menyangkut fungsi

dan struktur tata ruang serta fungsi ekologis yang pada akhirnya akan berpengaruh

kepada perkembangan kota tersebut selanjutnya.

Kota merupakan konsentrasi penduduk, material, dan energi dalam suatu

area geografi yang relatif kecil sebagai fasilitas yang berfungsi sosial.

Perkembangan kota sering menurunkan kualitas lingkungan lokal dan regional

seperti lanskap alami yang digantikan dengan material antroposentris (Nowak,

2006)

Meningkatnya jumlah penduduk kota menyebabkan meningkatnya

kebutuhan ruang untuk permukiman, industri dan perkantoran. Hal ini

menyebabkan semakin berkurangnya tutupan vegetasi di wilayah perkotaan.

Konversi lahan dan tata ruang yang tidak sesuai peruntukan merupakan awal dari

kerusakan lingkungan yang perlu segera ditanggulangi, yaitu dengan upaya

pencegahan yang mendasar, sehingga daerah wilayah kota akan tetap menjadi

daerah yang nyaman dan sehat.

Pepohonan di kota mempunyai fungsi alami yang dapat meningkatkan

kualitas lingkungan dan kesehatan manusia di dalam dan di sekitar area kota.

Keuntungan tersebut termasuk perbaikan kualitas udara dan air, konservasi energi,

pendingin temperatur udara, dan banyak fungsi lingkungan lainnya serta

(19)

Kota Sintang dengan luas 4.587 hektar sebagai Ibukota Kabupaten Sintang

merupakan salah satu kota yang berada di jalur pelayaran Sungai Kapuas. Kota ini

dibagi menjadi 3 Bagian Wilayah Kota (BWK) sesuai pembagian akibat aliran

Sungai Kapuas dan Sungai Melawi. Secara administrasi, Kota Sintang meliputi

tujuh kelurahan, yaitu: Kelurahan Kapuas Kanan Hulu, Kapuas K iri Hilir,

Tanjung Puri, Ladang, Kapuas kiri hulu, Kapuas K iri Hilir dan Desa Baning Kota.

Kota Sintang mempunyai jumlah penduduk sebanyak 53.151 jiwa. Rata-rata

angka pertumbuhan penduduk dari tahun 2000 – 2006 adalah 3,93 % per tahun

(BPS, 2007).

Perkembangan Kota Sintang diikuti dengan perubahan penutupan dan

penggunaan lahan seperti dibukanya lahan- lahan baru untuk bangunan dan jalan.

Ketimpangan dalam pemanfaatan lahan menyebabkan perubahan lahan yang

tidak terkendali sehingga kawasan hutan yang semula dilindungi oleh vegetasi

alami berubah menjadi kawasan terbuka. Perubahan tata guna lahan tersebut

mengubah karakteristik hidrogeografis kawasan tersebut dan secara langsung

mengancam tata guna airnya (Sunaryo et al., 2007).

Bertambahnya jumlah penduduk juga meningkatkan kebutuhan sumber

daya alam seperti kebutuhan air bersih. Air tawar yang bersih sangat diperlukan

oleh manusia untuk keperluan minum, masak, mandi, menyiram tanaman,

mencuci pakaian, membersihkan rumah dan mobil. Air bersih diperoleh dari mata

air yang letaknya kadang-kadang jauh di luar kota atau hasil dari olahan air

sungai. Kesemuanya itu akan memerlukan biaya yang tinggi (Dahlan, 2004).

Sungai Kapuas dan Sungai Melawi yang membagi Kota Sintang menjadi

tiga wilayah merupakan sumber bahan baku air bersih yang dikelola oleh PDAM

Kota Sintang. Sungai Kapuas mempunyai hulu di Kabupaten Kapuas Hulu dan

Sungai Melawi mempunyai hulu di Kabupaten Melawi. Air baku diolah hingga

menjadi air bersih, namun karena sumber air baku yang tidak jernih dan proses

pengolahan yang tidak sempurna, maka air yang dihasilkan kualitasnya kurang

(20)

Berdasarkan hasil pengukuran kualitas air oleh Bapedalda tahun 2006 pada

Sungai Kapuas dan Sungai Melawi menunjukkan bahwa kualitas air tersebut di

atas ambang batas yang telah ditetapkan pemerintah tentang Standar Kualitas Air

di Perairan Umum (Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 1990) untuk parameter air

raksa, BOD, COD dan timbal. Hal ini disebabkan karena telah menurunnya

kualitas lingkungan pada ke dua DAS tersebut akibat kegiatan pembukaan hutan

(deforestasi) dan penambangan emas liar.

PDAM Kota Sintang memiliki tiga mesin penyedot dan instalasi

pengolahan air. Ketiga mesin penyedot air tersebut disesuaikan dengan tiga

Bagian Wilayah Kota yang memang dibatasi oleh aliran Sungai Melawi dan

Sungai Kapuas. Total kapasitas produksi dari 121 liter/detik atau setara dengan

3.815.856 m3/tahun (Bapeda Kota Sintang, 2008).

Jangkauan pelayanan PDAM yang rendah karena baru dapat melayani

30% dari sasaran pengguna air bersih di perkotaan. Persentase tersebut belum

memenuhi standar rata-rata cakupan pelayanan menurut Kepmendagri 47/1999

yaitu 60% (Bapeda Kota Sintang, 2006). Belum maksimalnya kapasitas produksi

air bersih PDAM Kota Sintang menyebabkan kosumen belum dapat terlayani

secara maksimal.

Sumber air yang digunakan tidak sesuai standar kualitas air menurut PP.

No. 20 tahn 1990, jangkauan pelayanan yang masih rendah serta waktu pengaliran

air tidak 24 jam menyebabkan banyak pelanggan berhenti berlangganan dengan

PDAM. Dari hasil laporan kinerja PDAM Kota Sintang diketahui bahwa pada

tahun 2003 terdapat 7.048 sambungan, sedangkan tahun 2007 tersisa 3.028

sambungan. Masyarakat yang tidak terlayani PDAM mengusahakan sendiri

dengan membuat sumur bor, kolam dan memanfaatkan air hujan. Peningkatan

penggunaan sumur bor menyebabkan peningkatan penggunaan air tanah.

Proyeksi kekurangan pasokan air bagi masyarakat Kota Sintang yang

dilakukan oleh Bapeda Kota Sintang (2008) untuk tahun 2011 sebesar 5.133.668

liter/hari dan pada tahun 2016 menjadi 10.604.180 liter/hari. Belum optimalnya

layanan kepada masyarakat dan menurunnya produksi air bersih pada musim

kemarau menyebabkan sebagian masyarakat mengambil langsung dari sungai, kolam,

(21)

Menjaga ketersediaan dan meningkatkan air tanah dapat dilakukan dengan

cara membangun hutan kota. Hutan Kota memiliki derajat kerembesan tanah yang

jauh lebih tinggi dibandingkan dengan jenis permukaan lainnya. Permukaan tanah

yang ditutupi dengan kombinasi pepohonan memiliki kemampuan infiltrasi yang

tinggi. Sistem perakaran tanaman dan serasah yang berubah menjadi humus akan

memperbesar jumlah pori tanah. Karena humus bersifat lebih higroskopis dengan

kemampuan menyerap air yang besar maka kadar air tanah hutan akan meningkat.

Jika hujan lebat terjadi, maka air hujan akan turun masuk meresap ke lapisan

tanah yang lebih dalam menjadi air infiltrasi dan air tanah serta hanya sedikit yang

menjadi air limpasan. Dengan demikian pelestarian hutan pada daerah resapan air

dari kota yang bersangkutan akan dapat membantu mengatasi masalah air dengan

kualitas yang baik.

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 63 Tahun 2002

tentang Hutan Kota, disebutkan bahwa Hutan Kota adalah suatu hamparan lahan

yang bertumbuhan pohon-pohon yang kompak dan rapat di dalam wilayah

perkotaan, baik pada tanah negara maupun tanah hak, yang ditetapkan sebagai

hutan kota oleh pejabat yang berwenang.

Hutan kota merupakan bagian dari ruang terbuka hijau kota. Ruang

terbuka hijau kota terdiri dari ruang terbuka hijau non hutan kota dan ruang

terbuka hijau hutan kota. Ruang terbuka hijau non hutan kota terdiri dari: hutan,

kebun, sawah, semak, dan rumput, sedangkan ruang terbuka hijau hutan kota

adalah areal bervegetasi pohon yang sudah dikukuhkan sebagai kawasan hutan

kota, untuk selanjutnya disebut hutan kota, sedangkan ruang terbuka non hutan

kota disebut ruang terbuka hijau saja (Dahlan, 2007).

Alasan memilih hutan kota antara lain: (1). Mengingat sudah dikukuhkan,

maka alih fungsi lahan menjadi agak sulit, (2). Pembangunan hutan kota

mempunyai tujuan yang jelas dalam pengelolaan lingkungan, (3). Biomassa daun

yang banyak dapat meningkatkan kesejukan dan kenyamanan (Grey dan Deneke,

1978, Robinette 1983 dalam Dahlan, 2007), (4). Hutan kota tidak membutuhkan

perawatan yang intensif dibandingkan taman kota. O leh sebab itu, dana yang

diperlukan untuk perawatan dan pemeliharaan relatif murah, (5). Merupakan

(22)

Pendekatan pembangunan hutan kota yang digunakan dalam penelitian ini adalah

pendekatan parsial yakni menyisihkan sebagian dari kota untuk kawasan hutan

kota (Dahlan, 2004).

Untuk mengetahui seberapa luas hutan kota yang diperlukan maka

dilakukan penelitian “Analisis Kebutuhan Hutan Kota untuk Menjaga Ketersedian

Air Di Kota Sintang” berdasarkan Undang-Undang, Peraturan Pemerintah dan

kebutuhan air bersih masyarakat Kota Sintang. Hasil perhitungan tersebut

disesuaikan dengan kondisi ruang terbuka hijau yang ada sekarang dan Rencana

Detail Tata Ruang Kota sehingga diperoleh luas hutan kota yang dibutuhkan

sesungguhnya.

1.2 Perumusan Masalah

Penduduk Kota Sintang terus meningkat yang diikuti dengan

pembangunan fisik kota seperti pemukiman yang dilengkapi dengan pusat

perdagangan dan transportasi umum. Pembangunan fisik tersebut menggusur

lanskap alami seperti hutan. Dampak dari kegiatan tersebut menyebabkan

berkurangnya daerah tutupan bervegetasi yang berfungsi sebagai daerah

tangkapan air.

Kebutuhan air bagi masyarakat Kota Sintang juga akan bertambah seiring

dengan meningkatnya jumlah penduduk sehingga ketersediaan air perlu dijaga.

Untuk menjaga ketersedian air tersebut dapat dilakukan dengan membangun hutan

kota sehingga rumusan permasalahan penelitian ini adalah berapa luas hutan kota

yang harus disediakan untuk menjaga ketersedian air bagi masyarakat Kota

Sintang.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian ini adalah menentukan luas hutan kota untuk

menjaga ketersediaan air di Kota Sintang. Untuk mencapai tujuan umum tersebut

maka ada beberapa tujuan khusus lainnya yaitu:

1. Mengidentifikasi laju perubahan lahan hutan dan lahan terbangun.

2. Menghitung kebutuhan dan ketersediaan air bersih di Kota Sintang

(23)

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yaitu, sebagai

bahan pertimbangan dalam pengambilan kebijakan bagi pihak pemerintah daerah

dalam penyusunan Rencana Tata Ruang Kota Sintang. Kemudian diharapkan

dapat menjadi bahan rujukan dan pembanding bagi kota-kota lain yang

mengalami permasalahan pembukaan lahan hutan dan ketersediaan air.

1.5 Kebaharuan Penelitian

Penelitian yang pernah dilakukan di Kota Sintang yaitu penentuan luas

Ruang Terbuka Hijau menggunakan standar yang ditetapkan Undang-Undang dan

Peraturan Pemerintah dan tidak melakukan analisis perubahan penutupan lahan.

Kebaharuan penelitian ini adalah menentukan kebutuhan luasan hutan kota

berdasarkan kebutuhan air masyarakat Kota Sintang, menganalisis perubahan

lahan dan memperhitungkan daya dukung jumlah penduduk dan luasan lahan

(24)

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perubahan Lahan/Penggunaan Lahan di Kota

Adanya aktifitas manusia dalam menjalankan kehidupan ekonomi, sosial

dan budaya sehari- hari berdampak pada perubahan penutup/penggunaan lahan.

Di perkotaan, perubahan umumnya mempunyai pola yang relatif sama, yaitu

bergantinya penggunaan lahan lain menjadi lahan urban. Sawah atau lahan

pertanian umumnya berubah menjadi pemukiman, industri atau infrastruktur kota.

Pola demikian terjadi karena lahan urban mempunyai nilai sewa lahan (land rent) yang lebih tinggi dibanding penggunaan lahan sebelumnya (Grigg, 1984 dalam

Sitorus, 2004).

Penggunaan lahan berhubungan dengan kegiatan manusia pada sebidang

lahan, sedangkan penutup lahan lebih merupakan perwujudan fisik obyek-obyek

yang menutupi lahan tanpa mempersoalkan kegiatan manusia terhadap

obyek-obyek tersebut. Satuan-satuan penutup lahan kadang-kadang juga bersifat penutup

lahan alami.

Penelitian yang membahas tentang perubahan penggunaan lahan dan

dampaknya terhadap biofisik dan sosial ekonomi telah banyak dilakukan.

Penelitian terhadap struktur ekonomi, yang dilakukan Somaji (1994) menyatakan

bahwa pada tahun 1984 wilayah industri berperan sebanyak 13,05% dan

meningkat menjadi 14,65% pada tahun 1990. N ilai ini dicapai akibat dari

kecepatan alih fungsi lahan pertanian menjadi non pertanian selama kurun waktu

1981-1990 sebanyak 0,46%. Penelitian Janudianto (2003) menjelaskan perubahan

penggunaan lahan di Sub DAS Ciliwung Hulu didominasi oleh kecenderungan

perubahan lahan pertanian (sawah) menjadi lahan pemukiman dan perubahan

hutan menjadi lahan perkebunan (kebun teh). Hasil penelitian Heikal (2004)

menunjukkan penggunaan lahan di DAS Ciliwung Hulu berpengaruh nyata

terhadap peningkatan selisih debit maksimum- minimum sungai. Penurunan luas

hutan dan luas sawah meningkatkan selisih debit maksimum- minimum,

sedangkan peningkatan luas pemukiman dan kebun campuran meningkatkan

(25)

Perubahan penggunan lahan di suatu wilayah merupakan pencerminan

upaya manusia memanfaatkan dan mengelola sumberdaya lahan. Perubahan

penggunaan lahan tersebut akan berdampak terhadap manusia dan kondisi

lingkungannya. Menurut Suratmo (1982) dampak suatu kegiatan pembangunan

dibagi menjadi dampak fisik-kimia seperti dampak terhadap tanah, iklim mikro,

pencemaran, dampak terhadap vegetasi, dampak terhadap kesehatan lingkungan

dan dampak terhadap sosial ekonomi yang meliputi ciri pemukiman, penduduk,

pola lapangan kerja dan pola pemanfaatan sumberdaya alam yang ada.

Pesatnya pembangunan menyebabkan bertambahnya kebutuhan hidup,

termasuk kebutuhan akan sumberdaya lahan. Kebutuhan lahan di kawasan

perkotaan semakin meningkat sejalan dengan pertumbuhan penduduk dan

kegiatan sosial ekonomi yang menyertainya. Peningkatan kebutuhan lahan ini

merupakan implikasi dari semakin beragamnya fungsi di kawasan perkotaan

seperti pemerintahan, perdagangan dan jasa serta industri yang disebabkan oleh

keunggulannya dalam hal ketersediaan fasilitas dan kemudahan aksesibilitas

sehingga mampu menarik berbagai kegiatan untuk beraglomerasi.

Perkembangan kota diikuti dengan perubahan penggunaan lahan di

perkotaan. Dari area hijau yang alami menjadi area terbangun. Perubahan

Penggunaan lahan berimplikasi pada kondisi ekologis (biodiversiti dan sumber

daya alami). Perkembangan kota juga didorong faktor ekonomi yang menuntut

pemanfaatan secara maksimal sumber daya yang dimiliki.

Berkaitan dengan karakteristik lahan yang terbatas, dinamika

perkembangan kegiatan di kawasan perkotaan ini menimbulkan persaingan antar

penggunaan lahan yang mengarah pada terjadinya perubahan penggunaan lahan

dengan intensitas yang semakin tinggi. Akibat yang ditimbulkan oleh

perkembangan kota adalah adanya kecenderungan pergeseran fungsi- fungsi kota

(26)

Perubahan penggunaan lahan dan perkembangan kota dapat diamati secara

spasial dan temporal. Pengamatan ini untuk mempelajari hubungan antara aktifitas

manusia dan perubahan penggunaan lahan dengan pola ekologis. Dengan

mengetahui pola ini diharapkan dapat menjaga biodiversiti dan suberdaya alam

serta menciptakan kota yang sustainable.

2.2 Deteksi Perubahan Lahan/Penggunaan Lahan

Deteksi perubahan adalah sebuah proses untuk mengidentifikasi perbedaan

keberadaan suatu obyek atau fenomena yang diamati pada waktu yang berbeda.

Kegiatan ini perlu mendapat perhatian khusus dari sisi waktu maupun

keakurasian. Mengetahui perubahan menjadi penting dalam hal mengetahui

hubungan dan interaksi antara manusia dan fenomena alam sehingga dapat dibuat

kebijakan penggunaan lahan yang tepat.

Klasifikasi penutup lahan/penggunaan lahan adalah upaya pengelompokan

berbagai jenis penutup lahan/penggunaan lahan ke dalam suatu kesamaan sesuai

dengan system tertentu. K lasifikasi penutup lahan/penggunaan lahan digunakan

sebagai pedoman atau acuan dalam proses interpretasi citra penginderaan jauh

untuk tujuan pemetaan penutup lahan/penggunaan lahan.

Pendekatan aplikasi GIS terdahulu untuk deteksi perubahan yang

difokuskan pada daerah urban. Ini mungkin karena metoda deteksi perubahan

tradisional sering menghasilkan deteksi perubahan yang tidak betul karena

kompleksitas landscape urban dan model tradisional tidak bisa digunakan secara efektif menganalisa data multi-sumber. Sehingga, kekuatan fungsi GIS

memberikan alat yang menyenangkan untuk pengolahan data multi-sumber dan

efektif dalam menangani analisa deteksi perubahan yang menggunakan data

multi-sumber. Banyak penelitian difokuskan pada integrasi GIS dan teknik

penginderaan jauh yang diperlukan untuk analisis deteksi perubahan yang lebih

(27)

2.3 Hidrologi

Air merupakan sumber kehidupan bagi setiap mahluk yang jumlahnya

sangat terbatas baik dalam skala waktu maupun ruang sehingga perlu dijaga

keberadaan air tersebut baik kuantitas maupun kualitasnya.

Potensi Air permukaan yang dimiliki oleh Indonesia diperkirakan sebesar

1.789.000 juta m3/tahun yang berasal dari seluruh pulau-pulau di Indonesia seperti

Papua sekitar 401.000 juta m3/tahun, Kalimantan 557.000 juta m3/tahun, dan Jawa

118.000 juta m3/tahun (DirJen Pengairan, 1995 dalam Sjarief, 2002). Disamping

air permukaan, Indonesia juga memiliki potensi air tanah sebesar 47.000 juta

m3/tahun yang berasal dari 224 buah cekungan air tanah (Sjarief, 2002).

2.3.1 Siklus Hidrologi

Siklus hidrologi merupakan salah satu aspek penting yang diperlukan pada

proses hidrologi. Siklus hidrologi adalah air yang menguap ke udara dari

permukaan tanah dan laut, berubah menjadi awan sesudah melalui beberapa

proses dan kemudian jatuh sebagai hujan atau salju ke permukaan laut atau

daratan. Sedangkan siklus hidrologi menurut Sjarief dan Kodoatie (2008) adalah

gerakan air ke udara, yang kemudian jatuh ke permukaan tanah lagi sebagai hujan

atau bentuk presipitasi lain, dan akhirnya mengalir kembali ke laut. Dalam siklus

hidrologi ini terdapat beberapa proses yang saling terkait, yaitu antara proses

(28)

Gambar 1. Siklus Hidrologi

(sumber: google image)

2.3.2 Air Tanah

Air yang berada di wilayah jenuh di bawah permukaan tanah disebut air

tanah. Secara global, dari keseluruhan air tawar yang berada di bumi ini lebih dari

97% terdiri dari air tanah. Semakin berkembangnya industri dan pemukiman

dengan segala macam fasilitasnya, maka ketergantungan aktivitas manusia pada

air tanah menjadi semakin terasakan.

Selama berlangsungnya musim hujan, sebagian besar air air hujan tersebut

dapat ditampung oleh daerah resapan dan secara gradual dialirkan ke tempat yang

lebih rendah sehingga kebanyakan sungai masih mengalir pada musim kemarau,

meskipun besarnya debit air sungai tersebut menurun.

Daerah penampungan air tanah terdapat di lapisan bagian bawah tanah,

tepatnya di dalam lapisan padat atau batuan yang sarang yang biasanya terbentuk

dari bahan-bahan pasir dan kerikil, tufa vulkanis, batu gamping dan beberapa

bahanlainnya. Lapisan penampung air tanah ini selanjtnya dikenal sebagai lapisan

pengandung air atau aquifer, air yang terkempul disini mudah bergerak dari

tempatnya yang lebih tinggi ke tempat-tempat yang lebih rendah (Kertasapoetra,

(29)

Berkaitan dengan kondisi dan letaknya di dalam tanah, lapisan

mengandung air tersebut biasanya dibedakan menjadi sebagai berikut:

− Lapisan mengandung air tanah yang bebas atau tidak terbatas. Lapisan ini di bagian bawahnya dibatasi oleh lapisan kedap air, sedangkan di sebelah

atasnya berupa muka air yang berhubungan dengan atmosfer.

− Lapisan mengandung air anah yang tertekan. Lapisan ini bagian atas dan di bagian bawahnya dibatasi oleh lapisan kedap air.

− Lapisan pengandung air tanah tumpang. Lapisan ini terletak di atas lapisan

kedap air yang tidak begitu luas, berada pada zona aerasi di atas water

table. Karena volume air pada lapisan pengandung air tanah ini tidak

banyak maka kurang dapat diandalkan sebagai sumber air.

2.3.3 Infiltrasi

Ketika air hujan jatuh ke permukaan jalan, sebagian air tertahan di

cekungan-cekungan, sebagian air mengalir sebagai run off dan sebagian lainnya meresap ke dalam tanah. Saat hujan mencapai permukaan lahan maka akan

terdapat bagian hujan yang mengisi ruang kosong (void) dalam tanah yang terisi udara (soil moisture deficiency) sampai mencapai kapasitas lapang (field capacity) dan berikutnya bergerak ke bawah secara gravitasi akibat berat sendiri dan

bergerak terus ke bawah (pekolasi) ke dalam daerah jenuh (saturated zone) yang terdapat di bawah permukaan air tanah (phreatik). Air bergerak perlahan- lahan melewati akuifer masuk ke sungai atau kadang-kadang langsung ke laut.

Analisis perubahan penutupan lahan terhadap laju infiltrasi menunjukkan

bahwa semakin tua umur tegakan hutan, semakin besar kemampuan hutan untuk

meresapkan air ke dalam tanah, bahkan total air yang mampu dimasukkan ke

dalam tanah pada tegakan P. merkusii berumur 34 tahun lebih dari dua kali lipat dibandingkan dengan tegakan umur 10 tahun. Hal ini membuktikan bahwa

tegakan hutan sangat baik dalam meresapkan air ke dalam tanah. Kemampuan

tanah menginfiltrasikan curah hujan pada tegakan tua disebabkan karena pada

tegakan P. merkusii tua banyak dijumpai tumbuhan bawah, serasah, dan kandungan bahan organik yang menutupi lantai hutan, sehingga dapat

(30)

tanah (Mulyana, 2000). Hal ini serupa dengan hasil yang dijumpai oleh Pudjiharta

dan Fauzi (1 981) d imana aliran permukaan pada tegakan P. merkusii, Altingia excelsa, Maespsis emin ii beserta tumb uhan bahwa d an serasahnya hanya sek itar 0 - 0,04 m3/ha/b ln d an erosi tidak terjadi. Ketika tumbuhan bawah dan serasah

dari tegakan yang sama dihilangkan, maka aliran permukaan meningkat

mencapai 6,7 m3/ha/b ln.

2.3.4 Konservasi Air

Air bersih merupakan salah satu kebutuhan manusia untuk memenuhi

standar kehidupan manusia secara sehat. Ketersediaan air yang terjangkau dan

berkelanjutan menjadi bagian terpenting bagi setiap individu baik yang tinggal di

perkotaan maupun dipedesaan. O leh karena itu, ketersediaan air dapat

menurunkan water borne disease sekaligus dapat meningkatkan perekonomian masyarakat (Muis, 2005).

Upaya memelihara keberadaannya dikenal dengan istilah konservasi air.

Setiap orang atau badan usaha dilarang melakukan kegiatan yang mengakibatkan

rusaknya sumber air dan prasarananya, mengganggu upaya pengawetan air, dan

mengakibatkan pencemaraan air. Konservasi sumber daya air dilaksanakan pada

sungai, danau, waduk, rawa, cekungan air tanah, sistem irigasi, daerah tangkapan

air, kawasan suaka alam, kawasan hutan dan kawasan pantai. Konservasi sumber

daya air dilakukan melalui kegiatan perlindungan dan pelestarian sumber air,

pengawetan air serta pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air

mengacu pada pola pengelolaan sumber daya air yang ditetapkan pada setiap

wilayah sungai.

Sjarief (2002) menyatakan perlindungan dan pelestarian sumber air

ditujukan untuk melindungi dan melestarikan sumber air beserta lingkungan

keberadaanya terhadap kerusakan atau gangguan yang disebabkan oleh daya alam

termasuk kekeringan dan yang disebabkan oleh tindakan manusia. Perlindungan

dan pelestarian sumber air sebagai dimaksud adalah: (1). Pemeliharaan fungsi

resapan air dan daerah tangkapan air. (2). Pengendalian pemanfaatan sumber air.

(3). Pengisian air pada sumber air. (4). Pengaturan prasarana dan sarana sanitasi.

(5). Perlindungan sumber air dalam hubungannya dengan kegiatan pembangunan

(31)

daerah hulu. (7). Pengaturan daerah sempadan sumber air. (8). Rehabilitasi hutan

dan lahan. dan (8). Pelestarian hutan lindung, kawasan suaka alam dan kawasan

pelestarian alam.

2.4 Hutan Kota

Hutan Kota adalah pepohonan yang berdiri sendiri atau berkelompok atau

vegetasi berkayu di kawasan perkotaan yang pada dasarnya memberikan dua

manfaat pokok bagi masyarakat dan lingkungannya, yaitu manfaat konservasi dan

manfaat estetika.

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 63 Tahun 2002

tentang Hutan Kota, disebutkan bahwa Hutan Kota adalah suatu hamparan lahan

yang bertumbuhan pohon-pohon yang kompak dan rapat di dalam wilayah

Perkotaan, baik pada tanah negara maupun tanah hak, yang ditetapkan sebagai

Hutan Kota oleh pejabat yang berwenang.

Sementara dalam hasil rumusan Rapat Teknis Kementerian Kependudukan

dan Lingkungan Hidup di Jakarta pada bulan Februari 1991, dinyatakan bahwa

Hutan Kota adalah suatu lahan yang tumbuh pohon-pohonan di dalam wilayah

perkotaan di dalam tanah negara maupun tanah milik yang berfungsi sebagai

penyangga lingkungan dalam hal pengaturan tata air, udara, habitat flora dan

fauna yang memiliki nilai estetika dan dengan luas yang solid merupakan ruang

terbuka hijau, serta areal tersebut ditetapkan oleh pejabat berwenang sebagai

Hutan Kota (Dirjen PU, 2006).

2.5 Fungsi Hutan Kota sebagai Pengelola Air Tanah

Hujan yang turun ke permukaan bumi dapat menambah ketersedian air di

dalam tanah dan juga dapat menyebabkan banjir. Pengamanan air hujan pada

prinsipnya terletak dalam dua pengelolaan teknis, yaitu peningkatan daya serap

tanah dan pengendalian mengalirnya air. Meningkatkan daya serap tanah pada

hakekatnya adalah meningkatkan kapasitas penyimpanan air oleh tanah.

Hutan kota dapat meningkatkan air tanah, karena akar tanaman yang besar

dapat mengakibatkan terbentuknya rekahan tanah. Air hujan akan dapat masuk

melalui rekahan-rekahan tersebut. Selain dari itu, serasah yang dihasilkan oleh

(32)

Kemampuan humus dalam mengikat air jauh lebih besar daripada butiran tanah.

Oleh sebab itu, air yang dapat diserap dan dikandung di dalamnya akan lebih

banyak (Dahlan, 2004).

Pada umumnya jenis pohon-pohon yang berakar panjang dan berdaun

kecil memiliki kemampuan yang baik dalam menyimpan air dalam tanah.

Walaupun tanaman juga mengalami transpirasi, namun air tidak begitu mudah

keluar dari tanaman karena terdapat hambatan-hambatan atau mekanisme

tersendiri. Adanya hambatan pergerakan air tanah dari tanaman dibuktikan dengan

adanya kenyataan bahwa kehilangan air tanah dari tanaman selalu lebih kecil

dibandingkan dengan kehilangan air dari tanah terbuka (Muis, 2005).

Hutan memilik i neraca air yang baik d ib and ingkan dengan kawasan

tid ak berhutan. Hal in i sangat memu ngk ink an karena infiltrasi curah hujan ke

dalam tanah akan meningkat karena struktur tanah yang semakin b aik, karena

perakarannya yang b ervariasi mu lai d angkal sampai dalam, tajuk berlap is akan

mengurangi daya hancur butiran hujan sehingga laju erosi akan dapat dikurangi.

Demikian juga halnya dengan keberadaan tumbuhan bawah dan serasah serta

humus yang akan semak in memperbesar kemamp uan hutan alam dalam

menahan air. O leh karena itu, kandungan air tanah pada hutan alam akan

besar dan akan dikeluarkan secara perlahan- lahan pada musim kemarau (Onrizal,

2005).

Pengalihan fungsi lahan di perkotaan cenderung ke arah penutupan tanah

dengan bahan-bahan semen yang tidak tembus air, sehingga mengakibatkan

terganggunya keseimbangan hidrologi. Hidrologi kota menjadi masalah yang

pelik bagi ahli hidrologi, karena urbanisasi meningkatkan luasan permukaan

tertutup semen, paving, aspal, sehingga air hujan tercegah untuk masuk ke dalam

(33)

3. METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian d ilak uk an d i Ko ta S intang Kalimantan Barat, terletak k urang

leb ih 3 95 k m dari K ota Po ntianak Ib u Ko ta P rop insi Kalimantan Barat.

Melip uti tujuh kecamatan yaitu: Kapuas Kanan Hulu, Kapuas Kanan Hilir,

Tanjung Puri, Desa Baning Kota, Ladang, Kapuas K iri Hulu, dan Kapuas K iri

Hilir dengan luas wilayah 4.587 hektar.

Letak geo grafisnya yaitu 0 °09 ’ LU - 0 °02 ’ LS d an 1 11 °21 ’ BT -

111 °36 ’, d engan batas-b atas ad ministrasi sbb :

Utara : Kec. Binjai Hulu d an K ec. K elam Permai

Timur : Kec. Dedai dan Kelam Permai

Selatan : Kec. Sei Teb elian dan Ded ai

Barat : Kec. Temp unak

Gamb ar 2. Peta ad ministrasi Ko ta S intang

Wak tu p enelitian selama 1 0 b ulan sejak b ulan Sep temb er 2008 hin gga

Juni 20 09, melip uti tahap stud i p ustaka, pengamatan lapangan, pengo lahan

(34)

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang d iperluk an dalam penelitian ini adalah seperangkat ko mp uter

beserta perlengkap annya yang berguna untuk p ro ses p engo lahan d an analisis

data, d oub le ring, S oftware Arc View 3.2 beserta extensio n, E RDAS V er 9.1,

Glob al Po sit ion in g System (GPS ), untuk mengetahui po sisi koo rd inat titik ko ntro l tanah yang berguna menentuk an area co nto h d aerah-d aerah bervegetasi

dengan k lasifik asi hutan, p erk eb unan, semak /rump ut, tanah terb uka,

pemuk iman dan b adan air. Adap un bahan yang d ip ergunakan d alam

penelitian ini dapat d ilihat pada Tabel 1 .

Tabel 1. Jenis data yang dibutuhkan untuk penelitian

No Aspek Jenis Data Bentuk Data Sumber Data

Peta letak dan luas kota Sintang Data pola aku ife r

Peta Topografi skala 1:25.000 Data potensi air permu kaan Data potensi air tanah

Peta jenis tanah

Data curah hujan 10 tahun Data te mperatur 10 tahun Deskripsi

2 Biologi - Vegetasi: Deskripsi Survei,

(35)

Lanjutan Tabel 1. Jenis data yang dibutuhkan untuk penelitian

No Aspek Jenis Data Bentuk Data Sumber Data

4 Kebijakan - Permendagri No.01 Tahun 2007tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan - UU RI No.26

Tahun 2007 tentang Tata Ruang - PP RI No. 63

Tahun 2002 tentang Hutan Kota

- Perda RDTR Kota Sintang 2001-2011

Deskripsi

Deskripsi

Deskripsi

Deskripsi -Bappeda

3.3 Metode Penelitian

Penelitian ini d ibatasi samp ai pada penentuan luas k eb utuhan hutan

kota untuk menjaga k etersed iaan air d i Ko ta S intang. Kerangk a p enelitian

dapat d ilihat p ada Gambar 3 .

(36)

3.3.1 Inventarisasi

Tahap inventarisasi b erupa pengu mp u lan data yang d ip erluk an untuk

analisis keb utuhan luas d an sebaran hutan k ota. Data yang d ik ump ulk an

melip uti aspek fis ik, b io lo gi, so sial ek o no mi dan b udaya, serta aspek k eb ijakan

pemerintah.

3.3.2 Analisis Spasial dan Temporal

Perubahan penutup an lahan d ianalisis secara spasial dan temp oral untuk

mendapatkan in formasi mengenai luas dan sebaran ruang terb uka hijau Ko ta

S intang d alam k urun wak tu lima tahun. Hal ini akan dilihat melalui data citra

satelit Landsat dengan rentang waktu perubahan 8 tahun. Selain skala spasial, skala temporal sama pentingnya ketika memperkirakan perubahan lanskap dari

waktu ke waktu (Rocchini et al., 2005). Klasifikasi citra untuk menentukan kelas penutupan lahan dilakukan pada data citra satelit Landsat tahun 2001, 2004, 2006 dan 2008.

Pengo lahan d ata citra d ilak ukan dengan mengg unakan perangk at lu nak

Erdas Imagine versi 9.1. K lasifikasi diawali dengan persiapan citra satelit Landsat

TM 2001, 2004, 2006 dan 2008. Kemudian dilakukan koreksi geometrik dengan

menggunakan Arcview Extension Image Analysist. Citra dikoreksi berdasarkan peta jalan dan sungai dalam format TIFF (*.tiff file). Setelah kesalahan hasil koreksi (RMS error) bernilai <0,1, citra disimpan dengan format Erdas Image

(*.img file). Color composite digunakan untuk mengkombinasikan band-band dari citra satelit TM sehingga menghasilkan citra komposit yang dapat mengambarkan

keadaan penutupan lahan secara lebih mudah. Kombinasi band yang digunakan 542.

Klasifikasi citra dilakukan dengan metode klasifikasi terbimbing

(supervised classification) dan visual. Pemilihan sistem klasifikasi ini untuk mendapatkan kelas terbaik karena mempertimbangkan adanya semua peluang

yang ada dan tidak adanya kekosongan dalam kelas objek, yang mungkin terjadi

mengingat tipe kenampakan kelas objek sangat beragam. Sedangkan interpretasi

visual dilakukan untuk menginterpretasikan tutupan lahan yang liputan areanya

mengalami gangguan sistematik (stripping/noise dan no data).

Proses klasifikasi memerlukan data pendukung berupa data sekunder atau

(37)

dikumpulkan dari peta-peta tematik penggunaan lahan pada tempat tertentu.

Kunjungan lapangan dilakukan pada objek-objek yang tidak dikenali identitasnya

dengan bantuan alat penunjuk posisi (GPS).

Pengkelasan penutupan lahan yang dilakukan pada penelitian ini dibagi

menjadi enam kelas yaitu: hutan, perkebunan, semak/belukar, tanah terbuka,

pemukimanan, dan badan air. Data citra setiap tahun perek aman ak an d iuraikan

menjad i nilai d ijital yang akan d iband ingk an perubahannya secara temporal.

Tampilan SIG dengan perangkat lunak Arcview versi 3.2 akan digunakan

untuk menyimpan, memperbaharui, menganalisis, dan menyajikan kembali semua

bentuk informasi tersebut (Prahasta, 2002). Diagram alir pengolahan data

penginderaan jauh untuk produksi informasi spasial liputan lahan disajikan pada

(38)
(39)

3.3.3 Analisis Kebijakan

Analisis kebijakan dilakukan untuk menentukan luas kebutuhan Ruang

Terbuka Hijau Hutan Kota berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor

01 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan,

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan

Ruang dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 63 Tahun 2002

tentang Hutan Kota.

Bentuk RTH yang akan dibangun di sebuah kota harus memperhatikan

tujuan pembangunan dan aspek biogeografis kota. Pada penelitian ini bentuk RTH

yang akan di bangun di Kota Sintang adalah RTH Hutan Kota, karena tujuan dari

pembangunan hutan kota tersebut sebagai pengaman untuk mengkonservasi air

atau daerah tangkapan hujan sehingga ketersediaan air Kota Sintang dapat terjaga.

3.3.3.1 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 01 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan

Di dalam Permendagri No. 1 Tahun 2007 yang dimaksud Ruang Terbuka

adalah ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas baik dalam bentuk

area/kawasan maupun dalam bentuk area memanjang/jalur di mana dalam

penggunaannya lebih bersifat terbuka yang pada dasarnya tanpa bangunan.

Sedangkan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan yang selanjutnya disingkat

RTHKP adalah bagian dari ruang terbuka suatu kawasan perkotaan yang diisi oleh

tumbuhan dan tanaman guna mendukung manfaat ekologi, sosial, budaya,

ekonomi dan estetika. Dimana Kawasan Perkotaan disini adalah kawasan yang

mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan

sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa

pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi.

Tujuan penataan RTHKP adalah menjaga keserasian dan keseimbangan

ekosistem lingkungan perkotaan, mewujudkan kesimbangan antara lingkungan

alam dan lingkungan buatan di perkotaan, dan meningkatkan kualitas lingkungan

perkotaan yang sehat, indah, bersih dan nyaman.

Fungsi RTHKP adalah pengamanan keberadaan kawasan lindung

perkotaan; pengendali pencemaran dan kerusakan tanah, air dan udara;

tempat perlindungan plasma nuftah dan keanekaragaman hayati;

(40)

Bentuk (RTHKP) seperti yang diatur pada BAB III tentang Pembentukan

dan Jenis Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan pada Pasal 5 dan Pasal 6.

Pasal 5 ayat 1 menyebutkan bahwa pembentukan RTHKP disesuaikan dengan

bentang alam berdasarkan aspek biogeografis dan struktur ruang kota dan estetika.

Pasal 5 ayat 2 menyebutkan bahwa pembentukan RTHKP sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) mencerminkan karakter alam dan/atau budaya setempat yang

bernilai ekologis, historik, panorama yang khas dengan tingkat penerapan

teknologi. Jenis-jenis RTHKP disebutkan pada Pasal 6 diantaranya hutan kota.

Standar kebutuhan di kawasan perkotaan diatur pada pasal 9 ayat 1, yaitu luas

ideal Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan minimal 20% dari luas kawasan

perkotaan.

3.3.3.2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

Ruang Terbuka Hijau Hutan Kota merupakan bagian dari penataan ruang.

Hal ini terlihat dari adanya aturan Undang-undang penataan ruang yang mengatur

tentang RTH ini. Menurut UU No. 26 Tahun 2007 yang dimaksud Ruang Terbuka

Hijau adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya

lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah

maupun yang sengaja ditanam.

Penyelenggaraan penataan ruang bertujuan untuk mewujudkan ruang

wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan

Wawasan N usantara dan Ketahanan Nasional dengan: terwujudnya keharmonisan

antara lingkungan alam dan lingkungan buatan; terwujudnya keterpaduan dalam

penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan

sumber daya manusia; dan terwujudnya pelindungan fungsi ruang dan pencegahan

dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang.

Berdasarkan UU No. 26 Tahun 2007 tersebut, rencana penyediaan dan

pemanfaatan ruang terbuka hijau merupakan bagian dari perencanaan tata ruang

wilayah kota. Proporsi ruang terbuka hijau pada wilayah kota diatur pada Pasal 29

Ayat 1, proporsi ruang terbuka hijau paling sedikit 30 persen dari luas wilayah

(41)

3.3.3.3 Peraturan Pe merintah Republik Indonesia Nomor 63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota

Pembangunan kota sering dicerminkan oleh adanya perkembangan fisik

kota yang lebih banyak ditentukan oleh sarana dan prasarana yang ada.

Lahan-lahan bertumbuhan banyak dialihfungsikan menjadi kawasan perdagangan,

kawasan permukiman, kawasan industri, jaringan transportasi (jalan, jembatan,

terminal) serta sarana dan prasarana kota lainnya. Pembangunan kota pada masa

lalu sampai sekarang cenderung untuk meminimalkan ruang terbuka hijau dan

menghilangkan wajah alam.

Untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup perkotaan secara ekologi,

Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah No. 63 Tahun 2002 tentang Hutan

Kota. PP yang ditetapkan tanggal 12 November 2002 ini dimaksudkan sebagai

pedoman dan arahan bagi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam

penyelenggaraan Hutan Kota, serta untuk memberikan kepastian hukum tentang

keberadaan hutan kota.. Adapun penyelenggaraan hutan kota dimaksudkan untuk

kelestarian, keserasian, dan keseimbangan ekosistem perkotaan yang meliputi

unsur lingkungan, sosial dan budaya.

Sesuai tujuannya penyelenggaraan hutan kota lebih ditekankan kepada

fungsinya, yaitu untuk memberbaiki dan menjaga iklim mikro, nilai estetika,

meresapkan air, menciptakan keseimbangan dan keserasian lingkungan fisik kota,

serta mendukung pelestarian keanekaragaman hayati. Untuk itu di dalam setiap

wilayah perkotaan ditetapkan kawasan tertentu dalam rangka penyelenggaraan

hutan kota.

Di dalam PP No. 63 Tahun 2002 disebutkan bahwa alokasi hutan kota

merupakan bagian dari Ruang Terbuka Hijau (RTH) Wilayah Perkotaan. Yang

dimaksud dengan Hutan Kota adalah suatu hamparan lahan yang bertumbuhan

pohon-pohon yang kompak dan rapat di dalam wilayah perkotaan baik pada tanah

negara maupun tanah hak, yang ditetapkan sebagai hutan kota oleh pejabat yang

berwenang.

Penunjukan lokasi dan luas hutan kota yang diatur dalam PP RI No. 63

Tahun 2002 (pasal 8 ayat 1) dapat berdasarkan pada luas wilayah dan jumlah

penduduk dengan persentase luas hutan kota paling sedikit 10% dari wilayah

(42)

Kabupaten/Kota. Rencana pembangunan hutan kota merupakan bagian dari

Rencana Tata Ruang Wilayah Perkotaan, dan disusun berdasarkan kajian dari

aspek teknis, ekologis, ekonomis, sosial, dan budaya setempat. Biaya

penyelenggaraan hutan kota berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja

Daerah atau sumber dana lainnya yang sah, ketentuan ini diatur dalam pasal 36.

Tabel 2. Kebutuhan luas RTH Hutan Kota berdasarkan peraturan dan undang-undang

No Kebijakan Pasal

dan Ayat Luas

1 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 01 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

3 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota

Pasal 8 ayat 2 dan ayat 3

(43)

3.3.4 Analisis Kebutuhan Hutan Kota berdasarkan Kebutuhan Air

Luas hutan kota yang dibangun untuk menjaga ketersedia air dihitung

berdasarkan beberapa parameter meliputi jumlah penduduk, konsumsi air per

kapita, laju peningkatan pemakaian air, faktor pengendali (besarannya tergantung

kepada usaha pemerintah dalam menekan laju pertambahan penduduk), kapasitas

suplai air oleh PDAM Kota Sintang, potensi air tanah Kota Sintang, dan

kemampuan hutan kota dalam menyimpan air.

Data konsumsi air bersih diperoleh dari hasil kuisioner. Responden

kuisioner tersebut dibagi menjadi tiga yaitu: perumahan mewah, perumahan

sedang dan perumahan sederhana. Hasilnya akan dirata-ratakan sehingga

diperoleh data konsumsi air bersih masyarakat Kota Sintang. Sedangkan kapasitas

produksi PDAM dihitung dari total ketiga instalasi pnegelolaan air pada

masing-masing BWK. Kapasitas produksi PDAM Kota Sintang adalah 2.045.510

m3/tahun.

Potensi air tanah pada Kota Sintang mengacu kepada hasil pengukuran

yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Departemen Pekerjaan

Umum. Hasil pengukuran tersebut diketahui bahwa potensi air tanah di Kota

Sintang adalah 4.279.288 m3/tahun.

Rumus penghitungan luas kebutuhan hutan kota yang harus dibangun di

Kota Sintang adalah sebagai berikut ini (Sutisna et al., 1987 dalam Dahlan, 2004).

= . 1 + − − −

Keterangan:

La = Luas hutan kota yang harus dibangun

Po = Jumlah penduduk pada tahun ke 0

K = Konsumsi air per kapita

r = Laju peningkatan pemakaian air

c = Faktor pengendali

PAM = Kapasitas suplai air perusahaan air minum

t = Tahun

Pa = Potensi air tanah

(44)

Untuk memproyeksikan jumlah penduduk hingga 20 tahun yang akan

datang menggunakan metode Arithmatik. Rumus perhitungan proyeksi jumlah

penduduk Aritmatik adalah:

= + − )

= −

Dimana:

Pn : Jumlah penduduk pada tahun ke- n

Po : Jumlah penduduk pada tahun dasar

Ka : Konstanta aritmatik

Pa : Jumlah penduduk pada tahun terakhir

P1 : Jumlah penduduk pada tahun ke-1

T2 : Tahun terakhir

T1 : Tahun ke-1

3.3.5 Rekomendasi Kebutuhan Hutan Kota Di Kota Sintang

Langkah terakhir adalah pembuatan rekomendasi luas kebutuhan hutan

kota berdasar perhitungan kebutuhan air yang diselaraskan dengan kondisi ruang

(45)

4. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

4.1Letak dan Luas Wilayah

Kota Sintang sebagai Ibukota Kabupaten Sintang memiliki luas 4.587 ha

yang terdiri dari 3 Bagian Wilayah Kota (BWK) sesuai dengan pembagian aliran

Sungai Kapuas dan Sungai Melawi. BWK A seluas 1.995 ha merupakan bagian

barat-selatan kota yang terdiri dari Kelurahan Kapuas Kanan Hulu dan Kapuas

Kanan Hilir. BWK B seluas 1.878 ha merupakan bagian selatan-timur kota yang

terdiri dari Kelurahan Tanjungpuri, Ladang dan Desa Baning. Sedangkan BWK C

yang luasnya 714 ha merupakan bagian utara kota terdiri dari Kelurahan Kapuas

Kiri Hilir dan Kapuas K iri Hulu.

Tabel 3 menunjukkan luas masing- masing BWK dirinci per

desa/kelurahan. Kota Sintang merupakan salah satu kota kecamatan yang berada

di jalur pelayaran Sungai Kapuas. Kota ini dapat ditempuh melalui jalur sungai

dan juga dapat ditempuh melalui jalan darat sepanjang ± 395 km dari ibukota

propinsi (Pontianak).

Tabel 3. Luas kawasan Kota Sintang

No Kelurahan/Desa Luas Wilayah

(ha)

(46)

Sedangkan batas-batas administrasi Kecamatan Sintang adalah sebelah

utara berbatasan dengan Kecamatan Binjai Hulu dan Kecamatan Kelam Permai.

Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Sungai Tebelian. Sebelah timur

berbatasan dengan Kecamatan Dedai, dan sebelah barat berbatasan dengan

Kecamatan Tempunak.

4.2Topografi

Kota Sintang berada pada ketinggian antara 15 sampai 50 meter di atas

permukaan laut dengan kemiringan antara 0 – 15%. Daerah-daerah terbangun

yang mempunyai ketinggian di atas 30 meter umumnya terdapat di bagian

tenggara kota sebelah timur dan tenggara hutan wisata Baning. Sedangkan pada

kawasan lainnya seperti sebagian besar kawasan utara kota di wilayah Kelurahan

Kapuas Kanan Hulu dan bagian barat kota di Kapuas Kanan Hilir serta wilayah

Kelurahan Kapuas K iri Hilir dan Kapuas K iri Hulu merupakan kawasan-kawasan

yang relatif datar. Bagian kota di sebelah timur aliran Sungai Melawi umumnya

memiliki topografi yang bergelombang sampai berbukit.

4.3Geohidroklimatologi

Geologi Kota Sintang termasuk pada grup aluvial jalur aliran sungai.

Wilayah sepanjang aliran sungai sempit, yang terletak di sepanjang kanan-kiri

Sungai Kapuas dan Sungai Melawi. bahannya berupa endapan halus dan kasar

(campuran).

Sebagaimana umumnya Kabupaten Sintang, kondisi klimatologi Kota

Sintang tergolong dalam tipe A menurut klasifikasi iklim Schmidt and Ferguson, karena hampir tidak memiliki bulan kering dalam setahun. Suhu di Kota Sintang

umumnya berkisar antara 21°C sampai 33°C, dengan tingkat kelembaban rata-rata

86,6 %, kecepatan angin rata-rata 27 – 34 km/jam dan penyinaran matahari

rata-rata 57 %.

Curah hujan rata-rata 10 tahun yang terukur dari stasiun iklim Bandara

Susilo Sintang adalah 260,90 mm/bulan dengan jumlah hari hujan 19,20 hh/bulan.

Pada tahun 2007 curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Januari sebesar 447,40

mm dengan jumlah hari hujan 25 hari. Sedangkan curah hujan terendah terjadi

Gambar

Gambar 2. Peta administrasi Kota Sintang
Tabel 1. Jenis data yang dibutuhkan untuk penelitian
Gambar 3.  Rancang bangun
Gambar 4. Diagram alir pengolahan data penginderaan jauh untuk produksi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kegiatan refleksi dilakukan setelah melakukan proses belajar pembelajaran. Evaluasi dilakukan sebanyak 2 kali tiap pertemuan. Kegiatan refleksi dilakukan berdasarkan

Hal senada juga disebutkan Kepala Seksi Perluasan dan Pengembangan Tenaga Kerja yaitu : “Kami membantu para pencari kerja dengan tidak mempersulit dalam proses

Dari data yang terkumpul, maka didapat kesimpulan bahwa sistem pakar yang akan dirancang dapat menggunakan metode fuzzy, hal ini dikarenakan bahwa para pakar selalu

Baterai, adalah perangkat kimia untuk menyimpan tenaga listrik dari tenaga surya.Tanpa baterai, energi surya hanya dapat digunakan pada saat ada sinar matahari

Sejumlah kelompok serangga seperti kumbang (terutama kumbang pupuk), semut, kupu-kupu dan rayap memberikan respons yang khas terhadap tingkat kerusakan hutan sehingga memiliki

Hasil penelitian di kelas X MIA 2 SMA Batik 1 Surakarta menunjukkan setiap aspek keterampilan proses sains peserta didik meningkat dan miskonsepsi peserta didik pada

Program Desa Mandiri Pangan memiliki tujuan untuk meningkatkan keberdayaan masyarakat miskin pedesaan dalam mengelola dan memanfaatkan sumber daya yang dimiliki

Indonesia memiliki prevalensi tertinggi untuk Non-Alcoholic Fatty Liver Disease (NAFLD) di Asia Tenggara (30%), prevalensi yang sama juga dilaporkan di Provinsi DKI Jakarta.Tujuan