LISA SOFIA SIBY
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Biologi Reproduksi Ikan Pelangi Merah
(Glossolepis incisus, Weber 1907) di Danau Sentani adalah karya saya dengan arahan
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Agustus 2009
ABSTRACT
LISA SOFIA SIBY. Reproductive Biology of Red Rainbowfish (Glossolepis incisus, Weber 1907) in Sentani Lake. Under direction of M. F. RAHARDJO and DJADJA SUBARDJA SJAFEI
This study investigated the reproductive biology of red rainbowfish (Glossolepis incisus), endemic and small pelagic fish found in Sentani Lake. The reproductive biology study included sex ratio, gonad maturity, gonado somatic index, fecundity, spawning season, and length at first maturity (L50). This study was conducted in Sentani Lake for 5
months (December 2007-February 2008 and April-May 2008). Samples were caught monthly by using experimental gill nets with different mesh sizes. Gonad maturity stages were determined by the macroscopically and microscopically.
Based on the results of the research, Gonad maturity and GSI was higher at December, length at first maturity (L50) of female and male was 99,2 mm and 99,5 mm,
respectively. Sex ratio shows statistically significant at January – February (1 : 2,5; 1 : 3) with trends in more number of female. Fecundity ranged between 910-3122 eggs, no significant correlation between fecundity with total length and body weight, egg diameter range between 0,625 – 7,125 μm. Spawning patterns are partially and iteroparous.
RINGKASAN
LISA SOFIA SIBY. Biologi Reproduksi Ikan Pelangi Merah (Glossolepis incisus Weber, 1907) di Danau Sentani. Dibimbing oleh M. F. RAHARDJO dan DJADJA SUBARDJA SJAFEI
Penelitian biologi reproduksi ikan pelangi merah (Glossolepis incisus) telah dilakukan di Danau Sentani dari bulan Desember 2007 – Februari 2008 dan April-Mei 2008 dengan tujuan mengkaji biologi reproduksi yang meliputi tingkat kematangan gonad, ukuran pertama kali matang gonad, nisbah kelamin, indeks kematangan gonad, fekunditas dan diameter telur.
Pengambilan sampel ikan dilakukan dengan menggunakan jaring insang eksperimen dengan berbagai ukuran mata jaring. Sampel ikan yang diperoleh dianalisis dengan melakukan pengukuran panjang dan penimbangan berat tubuh. Selanjutnya dilakukan pembedahan untuk pengamatan morfologi gonad. Selain itu juga dilakukan pembuatan preparat histologi untuk pengamatan mikroskopis.
Berdasarkan hasil penelitian, TKG IV-V dan IKG tertinggi ditemukan pada bulan Desember, ukuran pertama kali matang gonad untuk ikan jantan 99,5 mm dan betina 99,2 mm. Nisbah kelamin ikan pelangi merah selama penelitian menunjukkan ketidakseimbangan pada bulan Januari – Februari (1 : 2,5; 1 : 3) dengan kecenderungan jumlah ikan betina lebih banyak. Fekunditas berkisar 910-3122 butir, terlihat korelasi yang lemah antara fekunditas dengan panjang total dan berat tubuh, kisaran diameter telur 0,625 – 7,124 µm. Berdasarkan sebaran diameter telurnya, maka ikan pelangi merah tergolong pemijah bertahap dan iteroparous.
©
Hak Cipta milik IPB, tahun 2009 Hak cipta dilindungi Undang-UndangDilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
BIOLOGI REPRODUKSI IKAN PELANGI MERAH
(Glossolepis incisus, Weber 1907)
DI DANAU SENTANI
LISA SOFIA SIBY
Tesis
Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Magister Sains pada
Program Studi Ilmu Perairan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
HALAMAN PENGESAHAN
Judul Tesis : Biologi reproduksi ikan pelangi merah (Glossolepis incisus Weber, 1907) di Danau Sentani
Nama : Lisa Sofia Siby
NIM : C151060271
Disetujui, Komisi Pembimbing
Dr. Ir. M.F. Rahardjo, DEA Dr. Ir. Djadja Subardja Sjafei
Ketua Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Ilmu Perairan Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. Enang Harris, MS Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkatNya
sehingga tesis dengan judul “Biologi Reproduksi Ikan Pelangi Merah (Glossolepis incisus,
Weber 1907) dari hasil penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2007 hingga
Februari 2008 dan bulan April hingga Mei 2008 dapat selesai.
Terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Dr. M.F. Rahardjo, DEA selaku
dosen pembimbing I dan Dr. Djadja Subardja Sjafei selaku dosen pembimbing II yang
telah memberikan arahan dan masukan yang sangat berarti selama proses penyusunan tesis
ini. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan pada Dr. Ir. Sulistiono, MSc sebagai
dosen penguji luar komisi pembimbing yang telah memberikan masukan dalam ujian tesis
untuk perbaikan tesis ini; Prof. Dr. Enang Harris, MS selaku Ketua Program Studi Ilmu
Perairan atas bimbingan selama penulis menjadi mahasiswa SPs IPB; Direktur Sekolah
Tinggi Pertanian St. Thomas Aquinas melalui Ketua Jurusan Perikanan Sekolah Tinggi
Pertanian St. Thomas Aquinas yang merekomendasikan penulis melanjutkan studi ke
Institut Pertanian Bogor; Keluarga Bapak Tungkoye di Yakonde; Keluarga Bapak
Benyamin Tokoro di Simporo; Herlina Matuan S.Pi, Penaho Wuka S.Pi, Bapak Ruslan, Ir.
Syarifah Nurdawati, Wahyu Yuliani S.Pi , Prawira Atmaja Tampubolon S.Pi, Shelly N.E.
Tutupoho S.Pi yang membantu dalam penelitian di lapangan dan laboratorium maupun
penyusunan tesis ini. Terima kasih kepada Bapak S. Siby, Mama N. Makanuay (almh),
Suami Stevanus William de Keyzer S.Th dan putri tercinta Kezia Tanyaradzwa de Keyzer
atas doa dan dukungan mereka.
Akhir kata, semoga tesis ini dapat bermanfaat dalam pengelolaan dan pelestarian
ikan pelangi di Papua, khususnya ikan pelangi merah di Danau Sentani.
Bogor, Agustus 2009
RIWAYAT HIDUP
LISA SOFIA SIBY. Lahir di Jayapura, 30 Maret 1972 sebagai anak pertama dari lima orang anak pasangan Bapak Sosthenes Siby dan Ibu Neltje Makanuay (almh). Pendidikan sarjana ditempuh di Fakultas Perikanan Universitas Brawijaya Malang, lulus tahun 2001. Kesempatan melanjutkan studi program magister sains di Program Studi Ilmu Perairan IPB diperoleh pada tahun 2006.
LISA SOFIA SIBY
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Biologi Reproduksi Ikan Pelangi Merah
(Glossolepis incisus, Weber 1907) di Danau Sentani adalah karya saya dengan arahan
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Agustus 2009
ABSTRACT
LISA SOFIA SIBY. Reproductive Biology of Red Rainbowfish (Glossolepis incisus, Weber 1907) in Sentani Lake. Under direction of M. F. RAHARDJO and DJADJA SUBARDJA SJAFEI
This study investigated the reproductive biology of red rainbowfish (Glossolepis incisus), endemic and small pelagic fish found in Sentani Lake. The reproductive biology study included sex ratio, gonad maturity, gonado somatic index, fecundity, spawning season, and length at first maturity (L50). This study was conducted in Sentani Lake for 5
months (December 2007-February 2008 and April-May 2008). Samples were caught monthly by using experimental gill nets with different mesh sizes. Gonad maturity stages were determined by the macroscopically and microscopically.
Based on the results of the research, Gonad maturity and GSI was higher at December, length at first maturity (L50) of female and male was 99,2 mm and 99,5 mm,
respectively. Sex ratio shows statistically significant at January – February (1 : 2,5; 1 : 3) with trends in more number of female. Fecundity ranged between 910-3122 eggs, no significant correlation between fecundity with total length and body weight, egg diameter range between 0,625 – 7,125 μm. Spawning patterns are partially and iteroparous.
RINGKASAN
LISA SOFIA SIBY. Biologi Reproduksi Ikan Pelangi Merah (Glossolepis incisus Weber, 1907) di Danau Sentani. Dibimbing oleh M. F. RAHARDJO dan DJADJA SUBARDJA SJAFEI
Penelitian biologi reproduksi ikan pelangi merah (Glossolepis incisus) telah dilakukan di Danau Sentani dari bulan Desember 2007 – Februari 2008 dan April-Mei 2008 dengan tujuan mengkaji biologi reproduksi yang meliputi tingkat kematangan gonad, ukuran pertama kali matang gonad, nisbah kelamin, indeks kematangan gonad, fekunditas dan diameter telur.
Pengambilan sampel ikan dilakukan dengan menggunakan jaring insang eksperimen dengan berbagai ukuran mata jaring. Sampel ikan yang diperoleh dianalisis dengan melakukan pengukuran panjang dan penimbangan berat tubuh. Selanjutnya dilakukan pembedahan untuk pengamatan morfologi gonad. Selain itu juga dilakukan pembuatan preparat histologi untuk pengamatan mikroskopis.
Berdasarkan hasil penelitian, TKG IV-V dan IKG tertinggi ditemukan pada bulan Desember, ukuran pertama kali matang gonad untuk ikan jantan 99,5 mm dan betina 99,2 mm. Nisbah kelamin ikan pelangi merah selama penelitian menunjukkan ketidakseimbangan pada bulan Januari – Februari (1 : 2,5; 1 : 3) dengan kecenderungan jumlah ikan betina lebih banyak. Fekunditas berkisar 910-3122 butir, terlihat korelasi yang lemah antara fekunditas dengan panjang total dan berat tubuh, kisaran diameter telur 0,625 – 7,124 µm. Berdasarkan sebaran diameter telurnya, maka ikan pelangi merah tergolong pemijah bertahap dan iteroparous.
©
Hak Cipta milik IPB, tahun 2009 Hak cipta dilindungi Undang-UndangDilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
BIOLOGI REPRODUKSI IKAN PELANGI MERAH
(Glossolepis incisus, Weber 1907)
DI DANAU SENTANI
LISA SOFIA SIBY
Tesis
Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Magister Sains pada
Program Studi Ilmu Perairan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
HALAMAN PENGESAHAN
Judul Tesis : Biologi reproduksi ikan pelangi merah (Glossolepis incisus Weber, 1907) di Danau Sentani
Nama : Lisa Sofia Siby
NIM : C151060271
Disetujui, Komisi Pembimbing
Dr. Ir. M.F. Rahardjo, DEA Dr. Ir. Djadja Subardja Sjafei
Ketua Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Ilmu Perairan Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. Enang Harris, MS Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkatNya
sehingga tesis dengan judul “Biologi Reproduksi Ikan Pelangi Merah (Glossolepis incisus,
Weber 1907) dari hasil penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2007 hingga
Februari 2008 dan bulan April hingga Mei 2008 dapat selesai.
Terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Dr. M.F. Rahardjo, DEA selaku
dosen pembimbing I dan Dr. Djadja Subardja Sjafei selaku dosen pembimbing II yang
telah memberikan arahan dan masukan yang sangat berarti selama proses penyusunan tesis
ini. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan pada Dr. Ir. Sulistiono, MSc sebagai
dosen penguji luar komisi pembimbing yang telah memberikan masukan dalam ujian tesis
untuk perbaikan tesis ini; Prof. Dr. Enang Harris, MS selaku Ketua Program Studi Ilmu
Perairan atas bimbingan selama penulis menjadi mahasiswa SPs IPB; Direktur Sekolah
Tinggi Pertanian St. Thomas Aquinas melalui Ketua Jurusan Perikanan Sekolah Tinggi
Pertanian St. Thomas Aquinas yang merekomendasikan penulis melanjutkan studi ke
Institut Pertanian Bogor; Keluarga Bapak Tungkoye di Yakonde; Keluarga Bapak
Benyamin Tokoro di Simporo; Herlina Matuan S.Pi, Penaho Wuka S.Pi, Bapak Ruslan, Ir.
Syarifah Nurdawati, Wahyu Yuliani S.Pi , Prawira Atmaja Tampubolon S.Pi, Shelly N.E.
Tutupoho S.Pi yang membantu dalam penelitian di lapangan dan laboratorium maupun
penyusunan tesis ini. Terima kasih kepada Bapak S. Siby, Mama N. Makanuay (almh),
Suami Stevanus William de Keyzer S.Th dan putri tercinta Kezia Tanyaradzwa de Keyzer
atas doa dan dukungan mereka.
Akhir kata, semoga tesis ini dapat bermanfaat dalam pengelolaan dan pelestarian
ikan pelangi di Papua, khususnya ikan pelangi merah di Danau Sentani.
Bogor, Agustus 2009
RIWAYAT HIDUP
LISA SOFIA SIBY. Lahir di Jayapura, 30 Maret 1972 sebagai anak pertama dari lima orang anak pasangan Bapak Sosthenes Siby dan Ibu Neltje Makanuay (almh). Pendidikan sarjana ditempuh di Fakultas Perikanan Universitas Brawijaya Malang, lulus tahun 2001. Kesempatan melanjutkan studi program magister sains di Program Studi Ilmu Perairan IPB diperoleh pada tahun 2006.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ……….………. ii
DAFTAR GAMBAR ……….. iii
DAFTAR LAMPIRAN ……….……… iv
1 PENDAHULUAN ……….……….. 1
1.1 Latar Belakang ………. 1
1.2 Tujuan dan Manfaat ……….. 2
2 TINJAUAN PUSTAKA ... 3
2.1 Klasifikasi dan Deskripsi ikan ………. 3
2.2 Pemijahan Ikan ……… 4
2.3 Nisbah Kelamin Ikan Pelangi ………. 6
2.4 Kematangan Gonad Ikan Pelangi ……….. 6
2.5 Fekunditas ..……….. 7
3 METODE PENELITIAN ………. 9
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ..………. 9
3.2 Bahan dan Alat Penelitian ………. 9
3.3 Metode Pengumpulan Data ……… 9
3.4 Analisis Laboratorium ……….. 10
3.5 Analisis Data ..……….. 11
4 HASIL DAN PEMBAHASAN …..………. 15
4.1 Hasil ………..……….. 15
4.2 Pembahasan ……… 31
5 SIMPULAN DAN SARAN …..……… 40
5.1 Simpulan …..………. 40
5.2 Saran ………. 40
DAFTAR PUSTAKA ……….. 41
LAMPIRAN ..………. 48
DAFTAR TABEL Halaman 1. Pengukuran kualitas air ……….. 10
2. Kisaran parameter kualitas air di Danau Sentani selama penelitian .. 15
merah (Glossolepis incisus) tiap bulan pengamatan ……… 18
4. Sebaran hasil tangkapan berdasarkan stasiun penelitian ……….. 19
5. Kisaran faktor kondisi ikan pelangi merah selama penelitian …….. 21
6. Faktor kondisi ikan pelangi merah berdasarkan TKG ………. 22
7. Nisbah kelamin ikan pelangi merah berdasarkan bulan pengamatan. 22
8. Nisbah kelamin berdasarkan kelas panjang total ……… 23
9. Nisbah kelamin ikan pelangi merah matang gonad (TKG IV-V)
pada tiap bulan pengamatan ……….. 23
10. Nisbah kelamin ikan pelangi merah matang gonad pada tiap
stasiun penelitian ……….. 24
11. Perkembangan gonad secara makroskopis dan mikroskopis gonad
ikan pelangi merah jantan (Modifikasi Pusey et al., 2001) ... 27
12. Perkembangan gonad secara makroskopis dan mikroskopis gonad
ikan pelangi merah betina (Modifikasi Pusey et al., 2001) ……….. 27
13. Indeks Kematangan Gonad ikan pelangi merah selama penelitian… 28
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Ikan pelangi merah (Glossolepis incisus) ………. 3
2. Grafik jumlah curah hujan di Jayapura ……… 17
3. Sebaran ikan pelangi merah berdasarkan kelas ukuran panjang
total ……….. 19
4. Hubungan panjang berat ikan pelangi merah di Danau Sentani …… 20
5. Faktor kondisi ikan pelangi merah matang gonad (TKG IV-V) …… 21
6. Tingkat kematangan gonad berdasarkan waktu ……… 24
7. Gonad dan jaringan gonad ikan pelangi merah jantan pada
TKG I-IV ………. 25
8. Gonad dan jaringan gonad ikan pelangi merah betina pada
TKG II-V ……… 26
9. Persentase ukuran pertama kali matang gonad (L50) ……….. 28
10. Indeks Kematangan Gonad berdasarkan TKG ………. 29
11. Grafik hubungan fekunditas dengan panjang total, berat tubuh
dan berat gonad ………. 30
12. Sebaran diameter telur ikan pelangi merah yang tertangkap di
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Peta lokasi penelitian ……….. 48
2. Gambaran lokasi penelitian ……….. 49
3. Alat tangkap jaring insang (gill net) ……….. 50
4. Kategori perkembangan dan kematangan gonad ikan pelangi …….. 51
5. Pembuatan preparat histologi (Angka et al., 1990) ………. 52
6. Uji khi kuadrat terhadap nisbah kelamin ikan pelangi merah
(Glossolepis incisus) ………. 53
7. Frekuensi ukuran pertama kali matang gonad berdasarkan stasiun... 54
8. Frekuensi ukuran pertama kali matang gonad berdasarkan waktu
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Danau Sentani dengan luas 9.360 ha terletak di Kabupaten Jayapura.
Keanekaragaman sumberdaya hayati ikan air tawar di danau ini terdiri atas lima belas jenis
ikan sehingga danau ini merupakan pemasok ikan air tawar untuk konsumsi penduduk di
sekitarnya. Delapan jenis ikan diantaranya adalah ikan asli, salah satunya adalah ikan
pelangi merah (Glossolepis incisus) yang merupakan ikan endemik di Danau Sentani
(Allen, 1991) dan digemari sebagai ikan hias terutama ikan jantan yang berwarna merah
cerah.
Pada tahun 1996, ikan pelangi merah telah terdaftar dalam Redlist IUCN sebagai
spesies ikan yang mengalami ancaman kepunahan dengan status rentan (vulnerable A2ce)
(IUCN, 2007). Diduga terjadi penurunan populasi ikan ini yang disebabkan kompetisi
terhadap makanan dan habitat pemijahan dengan ikan introduksi yang ditemukan di danau
ini seperti mata merah, tambakan, nila, nilem, gabus toraja, sepat siam, mas dan
menurunnya kualitas lingkungan perairan Danau Sentani serta penebangan hutan untuk
pembangunan jalan dan perluasan pemukiman yang mengakibatkan menurunnya luas
tutupan hutan sebagai daerah tangkapan air (Allen, 1991; Allen et al., 2002; Polhemus et
al., 2004).
Beberapa penelitian mengenai ikan pelangi merah ini telah dilakukan seperti
taksonomi dan distribusi (Allen, 1991), pengaruh jenis pakan terhadap warna (Sulawesty,
1997), kekerabatan beberapa spesies ikan pelangi (Said et al., 2005) dan keanekaragaman
genetiknya (Said dan Hidayat, 2005). Namun penelitian tersebut masih terbatas pada skala
laboratorium, sedangkan informasi tentang ekologi dan biologi ikan pelangi merah di
habitatnya belum tersedia.
Melihat seriusnya tekanan yang dihadapi ikan pelangi merah di habitatnya serta
belum adanya informasi dasar menyangkut biologi reproduksinya, maka perlu dilakukan
1.2 Tujuan dan Manfaat Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji biologi reproduksi ikan pelangi merah di
Danau Sentani. Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan informasi dasar untuk
pengelolaan sumberdaya ikan pelangi merah di Danau Sentani, terutama dalam upaya
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Klasifikasi dan Deskripsi
Klasifikasi ikan pelangi merah menurut Allen (1991); Nelson (2006) dan Fishbase
(2009) sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Actinopterygii
Divisi : Teleostei
Super Ordo : Atherinea
Ordo : Atheriniformes
Famili : Melanotaeniidae
Sub Famili : Melanotaeniinae
Genus : Glossolepis
Spesies : Glossolepis incisus Weber, 1907
Nama umum : Red Rainbowfish, Pelangi Merah Irian (Inggris, Indonesia)
Nama daerah : Ikan Kaskado, Heuw (Papua, Sentani)
Gambar 1. Ikan Pelangi Merah (Glossolepis incisus)
Famili Melanotaeniidae terdiri atas tujuh genera dan enam puluh delapan spesies
(Nelson, 2006). Salah satu genusnya adalah Glossolepis, dengan daerah sebaran pada
wilayah utara Papua dari Sungai Markham hingga sistem Sungai Mamberamo. Sebaran
ikan pelangi merah (Glossolepis incisus) di Danau Sentani (Allen, 1991).
Ikan ini dicirikan dengan tubuh yang pipih menyamping (compressed lateral), sisik
yang besar, sirip punggung yang terbagi dua, sirip anal yang panjang dan linea lateralis
yang tidak beraturan. Dimorfisme seksual terlihat jelas pada ikan jantan yang bertubuh
lebih besar daripada ikan betina. Ikan inipun memiliki sifat dikromatisme seksual yang
ditandai dengan warna tubuh ikan pelangi merah betina yang hijau kekuningan (olive)
hingga kecoklatan dan ikan jantan yang berwarna merah cerah dengan pantulan keperakan
pada kepala dan kedua sisinya. Ukuran panjang baku maksimum ikan pelangi merah jantan
sekitar 120 mm dan betina sekitar 100 mm (Allen, 1991; Allen et al., 2000; Allen, 2001).
2.2 Pemijahan Ikan
Di daerah tropis, perubahan tinggi air sangat berpengaruh terhadap pemijahan ikan
di sungai daripada di danau (McKaye, 1984 ; Lowe-McConnel, 1987 dalam Wootton,
1990). Reproduksi ikan pada musim kering saat banjir berkurang dan tinggi air relatif
stabil dikenal sebagai rekrutmen aliran rendah (low flow recruitment hypothesis). Pola
reproduksi pada kondisi aliran air rendah dan suhu meningkat banyak dilakukan oleh ikan
yang berukuran kecil seperti Melanotaenia fluviatilis (famili Melanotaeniidae),
Hypseleotris spp, Retropinna semoni dan Phylipnodon grandiceps di Australia yang
memanfaatkan makanan berukuran kecil yang banyak terdapat pada kondisi air stabil
(Humphries et al., 1999).
Pola lainnya ditunjukkan oleh tiga spesies ikan pelangi di bagian utara Australia
yakni Melanotaenia eachamensis, M. splendida splendida dan Cairnsichthys
rhombosomoides yang matang gonad pada ukuran kecil dan mengeluarkan telur per
tumpukan (batch spawner). Sebagian besar aktivitas reproduksi ikan pelangi ini terjadi
pada saat musim kering tetapi beberapa individu aktif bereproduksi sepanjang musim
(Pusey et al., 2001).
Reproduksi saat musim basah seperti yang terjadi pada sebagian besar ikan tropis
dikenal sebagai rekrutmen aliran tinggi (flood recruitment model) (Harris dan Gehrke,
1994). Kondisi seperti ini tergambarkan pada ikan pelangi sulawesi (Telmatherina
celebensis) di Danau Towuti yang memijah tiga hingga empat kali selama siklus
splendida di bagian timur Australia memijah sepanjang musim pemijahan dengan puncak
pemijahan sesaat sebelum dan selama air meninggi (banjir) dengan meletakkan telurnya
lebih dari 200 butir pada tanaman air yang terendam dalam air selama lebih dari 2 minggu
(Allen, 1991 dalam Hurwood dan Hughes, 2001). Reproduksi spesies ikan pada musim
penghujan sebagai salah satu strategi agar larva ikan mendapatkan cukup makanan saat air
meninggi (Humphries et al., 1999).
Menurut Lowe McConnel (1987) dalam Paugy (2002) terdapat dua tipe strategi
pemijahan ikan yaitu pemijah total (total spawners), umumnya memiliki periode
pemijahan tahunan yang pendek dan pemijah tumpukan telur (partial spawners), yang
mengasuh anaknya dan memproduksi tumpukan telur dengan frekuensi yang berselang
sepanjang tahun. Ikan Telmatherina ladigesi tergolong memijah bertahap (partial
spawner) (Nasution et al., 2006); Selanjutnya dikatakan bahwa, umumnya famili
Telmatherinidae tergolong pemijah bertahap (partial spawner).
Berdasarkan frekuensi pemijahan, ikan dibedakan menjadi semelparous yakni ikan
yang memijah sekali kemudian mati dan iteroparous, ikan yang memijah berkali-kali
(Murua dan Sabarido-Rey, 2003). Menurut Winemiller dan Rose (1992); Winemiller
(1989) dalam Moreno-Amich et al. (2006), terdapat tiga strategi ikan dalam
mempertahankan hidupnya yaitu periodic life-history strategy, spesies yang sekali atau
beberapa kali memijah tiap tahun, waktu hidup yang lebih panjang, berukuran besar,
fekunditas yang besar dan tidak mengasuh anaknya. Opportunistic life-history strategy,
spesies yang memijah berkali-kali, masa pemijahan yang panjang, waktu hidup lebih
pendek, berukuran kecil, fekunditas rendah, mengasuh anaknya dan ukuran telur yang
kecil. Equilibrium life-history strategy, spesies yang mengasuh anaknya, fekunditas kecil
dan ukuran telur yang besar dan keberhasilan hidup larva tinggi. Menurut McGuigan et al.
(2005) ikan pelangi (Melanotaeniidae) tergolong pemijah eksternal dan tidak mengasuh
2.3 Nisbah Kelamin Ikan Pelangi
Nisbah kelamin merupakan perbandingan antara ikan jantan dan ikan betina di
dalam suatu populasi dengan perbandingan ideal adalah 1 : 1 yaitu 50 % ikan jantan dan 50
% ikan betina (Ball dan Rao, 1984). Tetapi seringkali terjadi penyimpangan dari
perbandingan 1 : 1 yang disebabkan mortalitas karena penangkapan (Offem et al., 2008;
Arslan dan Aras, 2007), ruaya pemijahan (Hashem, 1981 dalam Ilhan dan Togulga, 2007),
pemangsaan (Alp dan Kara, 2007) dan faktor lainnya seperti suhu, cahaya, salinitas dan
lingkungan sosial kehidupan ikan itu sendiri (Jobling, 1995). Masa menjelang dan selama
ruaya untuk pemijahan, nisbah kelamin dapat berubah secara teratur. Pada awalnya ikan
jantan mendominasi kemudian nisbah kelamin berubah menjadi 1 : 1 selanjutnya diikuti
dengan dominasi ikan betina (Nikolsky, 1969). Ikan pelangi sulawesi (Telmatherina
ladigesi) di Sungai Maros, Sulawesi Selatan memperlihatkan nisbah kelamin yang tidak
seimbang (1 : 1,47) dengan jumlah ikan betina yang lebih banyak (Andriani, 2000).
Selanjutnya dikatakan bahwa ketidakseimbangan ini terjadi karena mortalitas akibat
penangkapan. Ikan pelangi arfak (Melanotaenia arfakensis) di Manokwari memperlihatkan
perbandingan yang seimbang (1 : 1) dengan kecenderungan ikan betina lebih banyak
(Manangkalangi dan Pattiasina, 2005). Penelitian mengenai reproduksi ikan Melanotaenia
splendida fluviatilis di bagian tenggara Queensland, Australia yang dilakukan selama tahun
1981-1982 didapati pola nisbah kelamin yang tidak seimbang. Ikan betina mendominasi
pada tahun 1981 dan pada tahun berikutnya didominasi oleh ikan jantan. Kondisi tersebut
diduga sebagai bentuk strategi pemijahan ikan pelangi tersebut (Milton dan Arthington,
1984).
2.4 Kematangan Gonad Ikan Pelangi
Menurut Lagler et al. (1977) ada dua faktor yang memengaruhi kematangan gonad
yaitu faktor dalam dan luar. Faktor dalam meliputi perbedaan spesies, umur, ukuran serta
sifat fisiologi ikan itu sedangkan faktor luar adalah makanan, suhu dan arus. Hasil
penelitian Andriani (2000) mengenai ikan pelangi sulawesi (Telmatherina ladigesi) di
Sulawesi Selatan menunjukkan bahwa kematangan gonad dipengaruhi oleh arus, suhu dan
splendida dan Cairnsichthys rhombosomoides di bagian utara Queensland, Australia lebih
banyak mencapai TKG IV dan V saat musim kemarau yang ditandai dengan meningkatnya
suhu, arus relatif stabil dan tersedianya makanan yang cukup di alam (Pusey et al., 2001)
Selama perkembangan gonad, sebagian besar hasil metabolisme ditujukan untuk
perkembangan gonad. Hal ini menyebabkan terjadi perubahan-perubahan dalam gonad.
Umumnya pertambahan berat gonad pada ikan betina sebesar 10-25% dari berat tubuh dan
5-10% pada ikan jantan. Pengetahuan tentang tahap kematangan gonad diperlukan untuk
mengetahui waktu pemijahan, ukuran pertama kali matang gonad, hubungannya dengan
pertumbuhan ikan dan faktor lingkungan yang mempengaruhinya (Effendie, 1997). Ikan
pelangi dari bagian barat Australia tergolong ikan yang matang gonad sepanjang tahun
(Pusey et al., 2001).
Perubahan dalam gonad dapat dinyatakan secara kuantitatif dengan menggunakan
Indeks Kematangan Gonad (IKG). Indeks ini adalah suatu nilai dalam persen sebagai hasil
dari perbandingan berat gonad dengan berat tubuh ikan termasuk gonad dikalikan 100%.
Nilai IKG ikan pelangi tergolong bervariasi bergantung pada lokasi dan musim (Milton
dan Arthington, 1984; Pusey et al., 2001; Nasution, 2005; Nasution et al., 2006) dan
strategi pemijahan (Harris dan Gehrke, 1994; Humphries et al., 1999).
2.5 Fekunditas
Fekunditas dapat beragam diantara spesies sebagai hasil adaptasi terhadap
lingkungan habitat (Witthames et al., 1995 dalam Murua et al., 2003), umur ikan, ukuran
telur, makanan, dan musim (Nikolsky, 1963). Fekunditas relatif pada ikan Brycinus nurse
di Waduk Asa, Nigeria lebih rendah dibanding spesies yang sama di Ivory Coast. Namun
rata-rata fekunditas mutlak lebih tinggi pada populasi B. nurse di Nigeria dibandingkan di
Ivory Coast. Variasi dari hal tersebut disebabkan oleh perbedaan lokasi geografis dari
populasi, sehingga memengaruhi perbedaan habitat hidup (Saliu dan Fagade, 2003).
Bahkan dalam stok populasi, fekunditas bervariasi tahunan, menghadapi
perubahan-perubahan dalam waktu yang panjang memperlihatkan hasil yang proporsional pada
ukuran dan kondisi ikan. Ikan yang berukuran besar menghasilkan fekunditas yang tinggi
lebih baik menghasilkan fekunditas yang tinggi (Kjesbu et al., 1991 dalam Murua dan
Sabarido-Rey, 2003). Ukuran dan kondisi ikan adalah parameter kunci untuk mengkaji
fekunditas pada level populasi. Fekunditas pada ikan Melanotaenia splendida splendida
berkaitan erat dengan ukuran ikan. Ikan dengan panjang 40 mm menghasilkan sekitar 370
telur. Demikian juga pada ukuran 70 mm menghasilkan sekitar 1655 telur (Pusey et al.,
2001).
Perubahan dalam faktor lingkungan seperti suhu dan ketersediaan makanan
berpengaruh pada tingkah laku dan metabolisme ikan. Menurunnya kondisi dapat
mengakibatkan penurunan fekunditas yang direfleksikan dalam rendahnya jumlah oosit
yang berkembang atau terjadi atresia. Pada kasus yang ekstrim, kondisi yang menurun
dapat memicu kegagalan reproduksi yang mengakibatkan musim pemijahan terlewati (Bell
et al., 1992; Livingston et al., 1997 dalam Murua et al., 2003).
Menurut Paugy (2002) terdapat hubungan yang berlawanan antara ukuran telur dan
fekunditas. Fekunditas ikan Melanotaenia eachemensis berkisar antara 206-2126 butir
dan kisaran diameter telur ikan M. eachemensis antara 1,207 mm – 1,324 mm (Pusey et
al., 2001). Glossolepis multisquamatus pada rawa banjiran Sungai Sepik, Papua New
Guinea memperlihatkan ukuran telur yang lebih besar. Diameter telur terbesar adalah 2
mm sedangkan ikan pelangi lainnya di wilayah tersebut adalah 1 mm. Hal ini diasumsikan
sebagai bentuk adaptasi terhadap kondisi rawa banjiran dengan meningkatkan ukuran telur
tetapi menurunkan fekunditas (Allen dan Cross, 1982; Milton dan Arthington, 1984;
3 METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di perairan Danau Sentani selama lima bulan dari bulan
Desember 2007 hingga Mei 2008. Pengambilan sampel ikan dan pengamatan kualitas air
dilakukan bersamaan.
Penentuan titik sampling dilakukan berdasarkan kondisi alam dan aktifitas manusia
di Danau Sentani, sehingga ditetapkan enam stasiun penelitian. Stasiun I, di bagian barat
laut Danau Sentani (Doyo Lama) merupakan wilayah tempat tinggal penduduk. Stasiun II,
di bagian barat Danau Sentani, pada stasiun ini terdapat muara sungai kecil. Stasiun III di
bagian barat Danau Sentani, wilayah ini masih diliputi hutan. Stasiun IV di bagian barat
daya Sentani (Simporo) merupakan wilayah tempat tinggal masyarakat dan terdapat hutan
rawa. Stasiun V di bagian selatan Danau Sentani (Abaar) merupakan wilayah pemukiman
penduduk dan masih diliputi hutan. Stasiun VI di bagian timur Danau Sentani (Waena).
Stasiun ini merupakan area budidaya ikan karamba jaring apung dan pemancingan
(Lampiran 1 dan 2).
3.2 Bahan dan Alat Penelitian
Bahan penelitian meliputi ikan sampel, paraform 4% untuk mengawetkan ikan dan
bahan-bahan untuk analisis kualitas air. Alat yang digunakan dalam penelitian meliputi
jaring insang eksperimen dengan ukuran mata jaring ½ inci, 1 inci, 1¼ inci, 1½ inci , 2 inci
masing-masing berukuran panjang 4 m dan tinggi 2 m (Lampiran 3), alat bedah,
mikroskop, timbangan digital dengan ketelitian 0,01 g dan 0,0001 g, kaliper vernier untuk
mengukur panjang ikan dengan ketelitian 0,01 mm dan alat pengukur kualitas air.
3.3 Metode Pengumpulan Data
Pengukuran kualitas air dilakukan di setiap stasiun bersamaan dengan
pengambilan sampel ikan. Parameter yang diamati meliputi parameter fisika dan kimia.
Alat dan metode pengukuran parameter kualitas air yang dilakukan selama penelitian
Tabel 1. Pengukuran Kualitas Air
Paramater Alat dan Metode Satuan Lokasi
Suhu Termometer 0C in situ
Kecerahan Cakram Secchi cm in situ
Alkalinitas Titrasi mg/l CaCO3 in situ
pH pH meter - in situ
Oksigen terlarut DO meter mg/l in situ
Karbondioksida Titrasi mg/l in situ
Sampel ikan ditangkap dengan menggunakan jaring insang eksperimen dengan
ukuran mata jaring ½ inci, 1 inci, 1¼ inci, 1½ inci dan 2 inci masing-masing satu buah
dengan panjang 4 m dan tinggi 2 m yang dipasang pada sore hari (16.00) dan diangkat
pada pagi hari (06.00). Cara pemasangan jaring dilakukan pada setiap stasiun dari arah
pantai ke perairan bebas. Ikan yang tertangkap dipisahkan berdasarkan stasiun penelitian
dan jenis kelamin. Selanjutnya ikan sampel diawetkan dalam paraform 4 %.
3.4 Analisis Laboratorium
Analisis laboratorium dilakukan di laboratorium Bio Makro I FPIK IPB meliputi
penimbangan berat ikan dengan menggunakan timbangan digital berketelitian 0,01 g.
Identifikasi jenis ikan berdasarkan karakter morfometrik dan meristik berdasarkan Allen
(1991); Kottelat et al. (1993); Wiecaszek et al. (2007) dengan menggunakan kaliper
vernier dengan ketelitian 0,01 mm. Ikan sampel kemudian dibedah menggunakan alat
bedah lalu gonadnya diambil dan diawetkan dalam paraform 4 %.
Penentuan tingkat kematangan gonad berdasarkan morfologinya mengacu pada
kategori perkembangan dan kematangan gonad ikan pelangi (Pusey et al., 2001)
(Lampiran 4). Pengamatan gonad secara histologi dengan membuat preparat histologi
gonad betina dan jantan mengacu pada pembuatan preparat histologi (Angka et al., 1990)
(Lampiran 5) dan analisis histologi gonad menggunakan analisis histologi ikan
berdasarkan Takashima dan Hibiya (1982); ikan Odonthestes bonariensis (Soria et al.,
timbangan berketelitian 0,0001 g. Analisis fekunditas dilakukan dengan menghitung
langsung telur dari ikan yang matang gonad (TKG IV–V) dan penghitungan dilakukan
seluruhnya dengan cara diencerkan dengan air dan dihitung jumlah telurnya di bawah
mikroskop (Effendie, 1979). Pengukuran diameter telur dilakukan dengan mengambil
gonad ikan betina dari TKG III- V dari tiga bagian yang berbeda yaitu anterior, median dan
posterior masing-masing sebanyak 100 butir, diletakkan berjajar pada gelas objek lalu
diamati dengan menggunakan mikroskop yang dilengkapi mikrometer okuler, sebelumnya
mikrometer okuler ditera dengan mikrometer objektif. Peneraan dilakukan dengan
mengalikan nilai pengukuran diameter telur dengan hasil bagi antara mikrometer objektif
dan okuler.
3.5. Analisis Data
Nisbah Kelamin
Perbandingan antara jumlah ikan jantan dan betina (nisbah kelamin) yang terdapat
pada setiap stasiun dihitung menggunakan rumus :
X BJ
Keterangan :
X : Nisbah kelamin
J : Jumlah ikan jantan (ekor) B : Jumlah ikan betina (ekor)
Keseragaman sebaran nisbah kelamin dilakukan dengan uji khi kuadrat (Steel dan Torrie,
1993).
x oi eei i n
i
Keterangan :
X2 : Sebuah nilai bagi peubah acak X2 yang sebaran penarikan contohnya menghampiri khi kuadrat
oi : Frekuensi ikan jantan dan betina yang teramati
ei : Frekuensi harapan yaitu frekuensi ikan jantan ditambah frekuensi
Hubungan Fekunditas dengan Panjang Total Tubuh, Berat Tubuh dan Gonad
Hubungan fekunditas dengan panjang total tubuh menggunakan rumus sebagai
berikut (Effendie, 1997) :
F = aLb
Keterangan :
F : Fekunditas
L : Panjang total ikan (mm) a dan b : Konstanta
Persamaan hubungan fekunditas dengan berat tubuh dan berat gonad
F = a + bBg
F = a + bBt
Keterangan :
Bt : Berat tubuh (g) Bg : Berat gonad (g)
Untuk melihat keeratan hubungan antara keduanya ditunjukkan dengan nilai koefisien
korelasi ( r ). Jika nilainya mendekati satu menandakan korelasi yang kuat. Jika nilai r-nya
mendekati nol maka hubungan keduanya lemah (Walpole, 1992).
Indeks Kematangan Gonad
Nilai indeks kematangan gonad merupakan suatu nilai dalam persen yang
didapatkan dari perbandingan berat gonad dengan berat ikan dikalikan 100 %. Nilai IKG
yang terdapat pada setiap stasiun dianalisis menggunakan rumus yang diuraikan oleh
Effendie (1979) :
IKG Bg Bt
Keterangan :
IKG : Indeks kematangan gonad Bg : Berat gonad (g)
Ukuran Ikan Pertama Kali Matang Gonad
Untuk mendapatkan ukuran ikan pertama kali matang gonad dilakukan dengan
memplotkan persentase ikan matang gonad dengan panjang totalnya. Panjang ikan
minimum pada sekurang-kurangnya 50% dari ikan yang matang gonad (TKG IV dan V)
dinyatakan sebagai ukuran ikan pertama kali matang gonad (Rao and Sharma, 1984; Offem
et al., 2008).
Hubungan Panjang Berat
Hubungan panjang-berat menggunakan rumus sebagai berikut :
W = aLb
Keterangan :
W : Berat tubuh ikan (g)
L : Panjang ikan (mm)
a dan b : konstanta
Persamaan ini untuk menduga pola pertumbuhan dari nilai b. Jika didapatkan b = 3 maka
pertambahan berat seimbang dengan pertambahan panjang (isometrik). Bila didapatkan b <
3 maka pertambahan panjang lebih cepat dibanding pertambahan beratnya (allometrik
negatif). Jika b>3 maka pertambahan berat lebih cepat dibanding pertambahan panjangnya
(allometrik positif). Untuk menguji nilai b dilakukan uji t dengan hipotesis : H0 : b = 3;
H1 : b ≠ 3; t hitung :
.
Untuk penarikan keputusan dengan membandingkan thitung dengan t tabel pada selang kepercayaan 95 %. Jika nilai t hitung > t tabel maka
keputusannya menolak hipotesis nol (H0) tetapi jika t hitung < t tabel maka keputusannya
menerima hipotesis nol (H0) (Steel dan Torrie, 1993).
Faktor Kondisi
Faktor kondisi dihitung dengan menggunakan sistem metrik berdasarkan hubungan
panjang berat ikan sampel. Jika pertumbuhan ikan isometrik, maka rumus yang digunakan
seperti berikut (Effendie 1979) :
Keterangan :
K : Faktor kondisi
W : Berat tubuh ikan (g)
L : Panjang total ikan (mm)
Jika pertumbuhan bersifat allometrik, maka faktor kondisi dihitung dengan rumus :
Kn aLw
Keterangan :
Kn : Faktor kondisi relatif W : Berat tubuh ikan (gram)
L : Panjang total ikan (mm)
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian
Hasil pengukuran dan pengamatan aspek kualitas air yang dilakukan di Danau
Sentani selama penelitian meliputi suhu, kecerahan, alkalinitas, pH, oksigen terlarut dan
karbondioksida di tiap stasiun dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Kisaran parameter kualitas air di Danau Sentani selama penelitian
Parameter Satuan Stasiun
I II III IV V VI
Fisika
Suhu 0C 28,8 - 30 29 – 29,4 28,9 – 29,4 28 – 29,2 29 – 29,2 29 – 29,1
Kecerahan cm 350 – 520 300 – 430 200 – 450 450 – 550 200 – 350 250 – 450
Kimia
Alkalinitas mg /l CaCO3
104,89-Kisaran suhu perairan selama penelitian adalah 28-300C. Kisaran suhu tidak
menunjukkan perbedaan yang menonjol selama waktu penelitian dan masih mendukung
untuk kehidupan organisme perairan. Suhu berperan dalam metabolisme organisme yang
berpengaruh pada pertumbuhan, reproduksi dan aktifitas mencari makan. Ikan di perairan
dapat mendeteksi suhu yang berubah dengan mengendalikan tingkah lakunya untuk
mencari ruang dengan suhu yang sesuai (Wootton, 1992). Hasil pengukuran kecerahan
berkisar 200 – 450 cm. Hal ini menunjukkan kondisi stasiun penelitian yang tergolong
jernih. Alkalinitas di Danau Sentani tergolong tinggi dengan kisaran 103,99 – 115,12. Nilai
alkalinitas yang baik bagi pertumbuhan organisme perairan berkisar 30 – 500 mg/l CaCO3.
Perairan alami dengan nilai alkalinitas > 40 mg/l CaCO3 tergolong perairan sadah (Boyd,
1988). Alkalinitas yang tinggi di Danau Sentani dapat dijelaskan dari pegunungan kapur
karbonat dari batuan yang dilewati air kedalam perairan. Nilai pH di Danau Sentani selama
penelitian umumnya stabil dan berkisar 7,6 – 8,2. Sebagian besar organisme akuatik
sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai nilai sekitar 7 – 8,5. Toksisitas dari suatu
senyawa kimia dipengaruhi oleh pH, senyawa ammonium yang dapat terionisasi banyak
ditemukan pada perairan dengan pH rendah dan senyawa ini tidak bersifat toksik,
sebaliknya pada suasana dengan pH tinggi banyak ditemukan ammonia tidak terionisasi
dan bersifat toksik (Novotny dan Olem, 1994). Oksigen terlarut masih tergolong baik di
Danau Sentani selama penelitian dengan kisaran 5,8 – 6,1. Menurut Boyd (1988) kisaran
oksigen terlarut yang baik untuk kehidupan dan mendukung pertumbuhan ikan di perairan
adalah > 5 mg/l. Sebagian besar oksigen terlarut pada perairan lakustrin seperti danau dan
waduk merupakan hasil aktifitas fotosintesis mikrofita dan makrofita perairan (Tebbut,
1992). Karbondioksida di Danau Sentani selama penelitian masih berada dalam kisaran
yang tidak merugikan bagi kehidupan organisme di danau ini. Kadar karbondioksida bebas
yang mendukung untuk pertumbuhan ikan adalah < 5 mg/l. Fluktuasi nilai kadar
karbondioksida bebas di perairan berkaitan dengan proses fotosintesis dan evaporasi
(Boyd, 1988).
Curah hujan yang cenderung meningkat untuk daerah Sentani dan sekitarnya terjadi
pada bulan November 2007 – April 2008, sedangkan yang terendah terjadi pada bulan
September – Oktober 2007 dan Mei 2008. Curah hujan yang terus-menerus meningkat
sejak bulan November 2007 – April 2008 menyebabkan perubahan pada tinggi air di danau
Sumber : BMKG Jayapura, 2007-2008
Gambar 2. Grafik jumlah curah hujan di Jayapura
Stasiun satu (Yakonde satu) terletak di bagian barat Danau Sentani. Kondisi alam
di sekitar stasiun ini dicirikan dengan adanya muara sungai kecil dengan lebar 3 m, pada
wilayah litoralnya terdapat hutan sagu dan sub litoralnya terdapat tumbuhan air yang
tenggelam dari jenis Ipomea aquatica, Vallisneria sp.,Nymphoides sp..
Stasiun dua (Yakonde dua) terletak di dekat perkampungan penduduk. Wilayah
litoral stasiun ini landai dan terdapat batu-batu karang sekeliling perkampungan.
Tumbuhan air yang mendominasi di stasiun ini adalah Hydrilla verticillata, Vallisneria sp.,
Myriophyllum brasiliense dan Potamogeton sp..
Stasiun tiga (Yakonde tiga) memiliki wilayah litoral yang berukuran lebar 2 cm
dan curam, wilayah supra litoral dibatasi dengan gunung kapur. Tumbuhan air yang
terdapat pada stasiun ini didominasi oleh Vallisneria sp., Myriophyllum brasiliense dan
Ceratophylum demersum.
Stasiun empat (Simporo) terletak di bagian tengah yang dicirikan dengan hutan
rawa yang luas, warna air di sekitar stasiun ini merah tua dan terlihat adanya lapisan
humus. Tumbuhan air yang terdapat pada stasiun ini yakni Ceratophylum demersum dan
Myriophyllum brasiliense.
Stasiun lima (Abaar) terletak di wilayah tengah danau. Stasiun ini memiliki pantai
berpasir abu-abu dan berbatu-batu kecil. Pada stasiun ini juga terdapat muara sungai kecil
dan wilayah litoral ditumbuhi tanaman pandan. Terdapat satu jenis tumbuhan air yang
mendominasi yakni Nesaeae sp.
Stasiun enam (Waena) merupakan perbatasan antara kota dan kabupaten Jayapura
yang terletak di bagian timur danau. Pada daerah ini terdapat usaha budidaya ikan dalam
karamba jaring apung dan tempat wisata pemancingan danau. Wilayah litoral danau
terdapat tumbuhan air yang mendominasi yakni Eichornia crassipes, Hydrilla verticillata
dan Ipomea aquatica.
4.1.2 Hasil Tangkapan dan Sebaran Ukuran Panjang
Selama penelitian, ikan pelangi merah yang tertangkap berjumlah 798 ekor yang
terdiri atas 404 ikan jantan dan 394 ikan betina. Kisaran panjang total dan berat ikan
pelangi merah adalah 88 – 120 mm ; 6,85 – 22,58 g. Kisaran panjang total dan berat ikan
jantan 88 – 119 mm dan 7,23 – 22,58 g dan ikan betina berkisar 90 – 120 mm dan 6,85 –
22,58 g (Tabel 3). Pada bulan Maret, tidak dilakukan pengambilan sampel ke lapangan
karena kendala teknis yaitu kekurangan bahan pengawet.
Tabel 3. Jumlah hasil tangkapan, kisaran panjang dan berat ikan pelangi merah (Glossolepis incisus) tiap bulan pengamatan
Bulan
Hasil tangkapan yang diperoleh selama penelitian berdasarkan stasiun penelitian
terbanyak terdapat pada stasiun dua dengan jumlah ikan jantan 94 ekor dan betina 80 ekor
dan yang terendah didapat pada stasiun lima dengan jumlah ikan jantan 16 ekor dan betina
betina W = 9 x 10-5L2,528. Hubungan panjang berat menunjukkan nilai korelasi yang kuat
untuk ikan jantan (r = 0,862) dan ikan betina (r = 0,746) (Gambar 4). Untuk menentukan
pola pertumbuhan dilakukan dengan uji t. Hasil analisis uji t terhadap nilai b diperoleh
ikan jantan menunjukkan pola pertumbuhan isometrik (t hitung < t tabel) yang berarti
pertambahan berat ikan jantan seimbang dengan pertambahan panjang dan ikan betina
memperlihatkan pola pertumbuhan allometrik (t hitung > t tabel) yang berarti pola
pertumbuhan panjang tidak seimbang dengan pertambahan beratnya dan karena nilai b < 3
maka pola pertumbuhannya adalah allometrik negatif, yang berarti pertambahan panjang
lebih cepat dibanding pertambahan berat. Nilai b yang rendah (b = 2,528) pada ikan betina
memperlihatkan ikan betina lebih kurus dibanding ikan jantan (b = 3,157). Pola
pertumbuhan ikan pelangi merah secara keseluruhan bersifat isometrik (b = 2,852).
Gambar 4. Hubungan panjang berat ikan pelangi merah di Danau Sentani
4.1.4 Faktor Kondisi
Berdasarkan pola pertumbuhan ikan pelangi merah secara keseluruhan yang
bersifat isometrik, maka penentuan nilai faktor kondisi menggunakan rumus faktor
kondisi. Kisaran rata-rata faktor kondisi ikan jantan adalah 1,003 – 1,019 dan betina
Jantan
Gabungan Jantan -Betina
1,058 – 1,212. Nilai rata-rata faktor kondisi ikan jantan dan betina yang tertinggi
ditemukan pada bulan Desember (1,019 ± 0,186; 1,212 ± 0,129), sedangkan yang terendah
untuk ikan jantan ditemukan pada bulan Januari (1,003 ± 0,084) dan ikan betina pada bulan
Mei (1,058 ± 0,174) (Tabel 5).
Tabel 5. Kisaran faktor kondisi ikan pelangi merah selama penelitian
Bulan Jantan Betina
Kisaran Rata-rata Sb Kisaran Rata-rata Sb
Des 0,558 - 1,597 1,019 0,186 0,879 - 1,649 1,212 0,129 Jan 0,869 - 1,268 1,003 0,084 0,936 - 1,514 1,192 0,126 Feb 0,795 - 1,283 1,005 0,105 0,879 - 1,469 1,183 0,117 April 0,722 - 1,244 1,005 0,103 0,938 - 1,445 1,186 0,139 Mei 0,628 - 1,343 1,014 0,168 0,723 - 1,448 1,058 0,174
Keterangan : Sb : Simpangan baku
Nilai rata-rata faktor kondisi ikan pelangi merah jantan dan betina pada tingkat
kematangan gonad IV-V yang tertinggi ditemukan pada bulan Desember (1,080 ± 0,140;
1,190 ± 0,111) (Gambar 5), nilai faktor kondisi pada bulan April-Mei 2008 bias karena
sampel ikan pelangi merah matang gonad (TKG IV-V) yang ditemukan sedikit.
Gambar 5. Faktor kondisi ikan pelangi merah matang gonad (TKG IV-V)
Faktor kondisi ikan pelangi merah pada tiap tingkat kematangan gonad
memperlihatkan nilai bervariasi. Kisaran nilai faktor kondisi yang tertinggi baik pada ikan
jantan maupun betina terdapat pada tingkat kematangan gonad empat (TKG IV) dan
terendah pada TKG I (Tabel 6).
Tabel 6. Faktor kondisi ikan pelangi merah berdasarkan TKG
TKG Jantan Betina Keterangan : Sb : Simpangan baku
4.1.5 Nisbah Kelamin
Selama penelitian, ikan pelangi merah jantan yang tertangkap berjumlah 404 ekor
(50,6%) dan betina 394 ekor (49,4%), sehingga secara keseluruhan nisbah kelamin ikan
pelangi merah mengikuti pola 1 : 1. Dari uji khi kuadrat terhadap nisbah kelamin secara
keseluruhan memperlihatkan hasil yang tidak berbeda nyata pada taraf kepercayaan 95%
[X2 hitung (1,02) < X2 tabel (db=1) (3,84)]. Pola perbandingan 1 : 1 juga terlihat pada uji khi
kuadrat terhadap nisbah kelamin per bulan pengamatan (Tabel 7).
Tabel 7. Nisbah kelamin ikan pelangi merah berdasarkan bulan pengamatan
Bulan Jantan (ekor) Betina (ekor) Nisbah kelamin X2 hitung
Des 177 153 1,16 1,745 ns
Jan 63 84 0,75 3 ns
Feb 88 77 1,14 0,733 ns
April 48 40 1,2 0,727 ns
Mei 28 40 0,70 2,118 nS
Keterangan : ns : tidak berbeda nyata
Nisbah kelamin berdasarkan kelas panjang total ikan pelangi merah
memperlihatkan nilai yang tertinggi pada kelas panjang 112-114 mm. Hasil uji khi kuadrat
terlihat berbeda nyata pada kelas panjang 100 – 102 mm [x2 hitung (4, 86) > x2 tabel
(3,84)] dan 112 – 114 mm [x2 hitung (9,85) > x2 tabel (3,84)] (Tabel 8).
Tabel 8. Nisbah kelamin berdasarkan kelas panjang total
103 - 105 50 55 0,91 0,25ns
106 - 108 24 22 1,09 0,09ns
109 - 111 23 22 1,05 0,04ns
112 - 114 21 5 4,20 9,85s
115 - 117 4 8 0,50 1,33ns
118 - 120 2 1 2,00 0,50ns
Keterangan : s : berbeda nyata ; ns : tidak berbeda nyata
Nisbah kelamin ikan pelangi merah yang matang gonad (TKG IV-V) tertinggi
diperoleh pada bulan Desember (1 : 1,56) dan yang terendah pada bulan Februari (1 : 0,3).
Dari hasil uji khi kuadrat, nisbah kelamin pada tiap bulan pengamatan menunjukkan hasil
yang tidak berbeda pada bulan Desember dan Mei dan berbeda nyata pada bulan Januari
dan Februari, dimana jumlah ikan betina lebih banyak dari ikan jantan. Pada bulan April
tidak dapat dianalisis karena bias akibat sampel yang tertangkap sedikit (Tabel 9).
Tabel 9. Nisbah kelamin ikan pelangi merah matang gonad (TKG IV-V) pada tiap bulan pengamatan
Bulan Jantan (ekor) Betina (ekor) Nisbah kelamin X2 hitung
Des 28 18 1,56 2,17 ns
Jan 10 25 0,40 59,46 s
Feb 3 10 0,30 14,13 s
April 0 2 0 2
Mei 1 1 1,00 0 ns
Keterangan : s : berbeda nyata; ns : tidak berbeda nyata
Berdasarkan hasil uji khi kuadrat nisbah kelamin ikan pelangi merah pada tiap
stasiun penelitian terlihat mengikuti pola 1 : 1 kecuali pada stasiun 4, tidak ditemukan ikan
yang matang gonad (Tabel 10, Lampiran 6).
Tabel 10. Nisbah kelamin ikan pelangi merah matang gonad pada tiap stasiun penelitian
Stasiun Jantan Betina Nisbah Kelamin X2 hitung
1 11 14 0,8 3,6ns
2 9 13 0,7 3,1ns
3 10 13 0,8 3,3ns
4 0 0 0 0
5 8 10 0,8 2,6ns
6 4 6 0,7 1,4ns
4.1.6 Tingkat Kematangan Gonad
Analisis tingkat kematangan gonad menunjukkan bahwa ikan pelangi merah jantan
yang matang gonad ditemukan pada bulan tertentu (Desember-Februari) sedangkan ikan
betina pada bulan Desember-Mei dengan persentase yang berbeda-beda. Persentase
tertinggi TKG V pada ikan jantan dan betina terdapat pada bulan Desember (0,31); (0,28)
(Gambar 6).
Gambar 6. Tingkat kematangan gonad berdasarkan waktu
Penggolongan tingkat kematangan gonad ikan pelangi merah terbagi dalam lima
tahap yaitu TKG I (belum matang), II (perkembangan awal), III (perkembangan remaja
dan dewasa istirahat), IV (perkembangan akhir) dan V (bunting). Gambaran
masing-masing tingkat perkembangan gonad ikan pelangi merah jantan dan betina secara
morfologi maupun histologi dapat dilihat pada Gambar 7 dan 8. Perkembangan gonad
ikan pelangi merah jantan dan betina secara makroskopis dan mikroskopis diutarakan pada
Tabel 11 dan 12.
Des Jan Feb Apr Mei
0%
Des Jan Feb Apr Mei
Gambar 7. Keterang
Gonad dan j (skala bar : gan : A : sperm
jaringan gon 5 mm; 1 µm matid; B : sperm
nad ikan pela m; perbesaran matozoa; C dan
angi merah j n 200 x) n E : spermatog
antan pada
gonia; D : sper
TKG I-IV
Gambar 8. Gonad dan jaringan gonad ikan pelangi merah betina pada TKG II-V (skala bar : 5 mm; 5 µm; perbesaran 40 x)
Keterangan : A : sitoplasma; B dan D : nukleus; C : butir minyak; At : Atresia
Tabe
Tabe
el 11. Perke merah
el 12. Perke merah
mbangan go h jantan (M
mbangan go h betina (Mo
onad secara Modifikasi dar
onad secara difikasi dari
makroskopi ri Pusey et a
makroskopi i Pusey et al
is dan mikro al., 2001)
is dan mikro ., 2001)
oskopis gona
oskopis gona
ad ikan pela
ad ikan pela angi
ekor ikan betina TKG V yang mengeluarkan kelompok telur sehingga tidak dapat
dilakukan analisis (Gambar 10).
Gambar 10. Indeks Kematangan Gonad berdasarkan TKG
Nilai IKG ikan jantan yang tertinggi ditemukan pada stasiun 1 (0,63 ± 0,46), 2 (0,88 ± 0,55) dan stasiun 3 (0,76 ± 0,33) dan ikan betina pada stasiun 1 (2,01 ± 0,62), 2 (2,02 ± 0,55), 3 (2,07 ± 0,49) dan 6 (2,11 ± 0,72) (Tabel 14).
Tabel 14. Indeks Kematangan Gonad Ikan Pelangi Merah Berdasarkan Stasiun
Stasiun Jantan Betina
Kisaran Rata-rata Sb N (ekor) Kisaran Rata-rata Sb N (ekor)
Keterangan : Sb : Simpangan baku
4.1.9 Fekunditas dan Diameter Telur
Fekunditas ikan pelangi merah dengan kisaran panjang total 95 – 120 mm dan berat
tubuh 9,95 – 22,58 g sebanyak 910 – 3122 butir (rata-rata 1432 ± 451 butir). Hubungan
antara fekunditas dengan panjang total adalah F = 528,5L0,206 (r = 0,045), fekunditas
dengan berat tubuh F = 537,8W0,368 (r = 0,285) fekunditas dengan berat gonad F =
Gambar 12. Sebaran diameter telur ikan pelangi merah yang tertangkap di Danau Sentani
4.2 Pembahasan
4.2.1 Hubungan Panjang Berat
Pola pertumbuhan ikan pelangi merah jantan bersifat isometrik sedangkan ikan
betina bersifat allometrik negatif, yang berarti pertambahan panjang lebih cepat dibanding
pertambahan beratnya. Namun, secara keseluruhan pola pertumbuhan ikan pelangi merah
di Danau Sentani bersifat isometrik. Pola pertumbuhan isometrik juga terlihat pada ikan
rainbow selebensis (T. celebensis) di Danau Towuti ( b = 3,08; R2 = 0,81) (Nasution,
2007); ikan Atherina boyeri di danau kecil dari Sungai Segura (b = 3,26; R2 = 0,971)
(Andreu-Soler et al., 2006).
Bentuk tubuh yang berbeda antara ikan pelangi merah jantan dan betina
memengaruhi nilai b dalam hubungan panjang berat ikan ini. Ikan jantan memiliki bentuk
tubuh yang pipih dan cenderung membulat sedangkan ikan betina memperlihatkan bentuk
sifat dimorfisme seksual yaitu bentuk tubuh yang berbeda antara ikan jantan dan betina.
Sifat inipun terdapat pada ikan pelangi merah yang berpengaruh terhadap pola
pertumbuhannya. Pola pertumbuhan yang berbeda antara ikan jantan dan betina dalam satu
spesies juga terlihat pada ikan Atherina boyeri (Andreu-Soler et al., 2006).
4.2.2 Faktor Kondisi
Faktor kondisi ikan pelangi merah di Danau Sentani berkaitan dengan ketersediaan
makanan dan reproduksi. Hal ini dapat dijelaskan dari tingginya nilai faktor kondisi ikan
pelangi merah pada bulan Desember yang merupakan puncak musim pemijahan yang
berkaitan dengan kondisi lingkungan saat musim hujan yang memberikan keuntungan
dengan tersedianya makanan yang cukup di habitatnya. Nilai faktor kondisi kemudian
menurun sejalan dengan musim pemijahan yang telah berakhir. Nilai faktor kondisi yang
berkaitan dengan ketersediaan makanan dan saat puncak pemijahan juga terlihat pada
ikan rainbow selebensis (Telmatherina celebensis) di Danau Towuti (Nasution, 2007);
ikan Atherina boyeri di Semenanjung Iberia menunjukkan fluktuasi nilai faktor kondisi
yang berhubungan dengan musim (Andreu-Soler et al., 2003).
Ikan pelangi merah betina mempunyai nilai rata-rata faktor kondisi yang lebih
tinggi dibanding ikan jantan. Hal ini dapat dijelaskan dari berat ovarium yang lebih tinggi
daripada berat testes pada ukuran ikan yang sama.
Nilai rata-rata faktor kondisi ikan pelangi merah cenderung meningkat dengan
meningkatnya TKG. Dalam proses reproduksi, oosit ikan pada TKG I belum berkembang
karena proses vitellogenesis belum berjalan secara sempurna. Pada TKG yang lebih
tinggi, proses vitellogenesis dalam pembentukan vitellogenin sebagai bahan dasar kuning
telur telah berlangsung sempurna, sehingga ukuran oosit akan bertambah besar yang
menyebabkan berat gonad bertambah. Dengan meningkatnya berat gonad ikan pelangi
merah akan meningkatkan berat tubuh yang juga meningkatkan nilai faktor kondisi. Hal
ini terlihat pada ikan pelangi merah pada TKG I - IV, selanjutnya nilai rata-rata faktor
kondisi yang menurun pada TKG V menunjukkan berat gonad yang berkurang karena
ikan pelangi merah telah memijah, kondisi ini memengaruhi berat tubuh yang ditunjukkan
(2005) nilai faktor kondisi ikan yang meningkat selama musim hujan berkaitan erat
dengan peningkatan kematangan gonad dan menurunnya nilai faktor kondisi berkaitan
dengan alokasi energi untuk perkembangan dan pemijahan.
4.2.3 Nisbah Kelamin
Nisbah kelamin ikan pelangi merah dipengaruhi oleh tingkah laku ikan ini dalam
bergerombol. Berdasarkan pengamatan, ikan jantan banyak terlihat di daerah litoral,
sedangkan ikan betina yang terlihat jarang dan banyak terdapat di daerah yang lebih dalam
dan terlindung pada tumbuhan air.
Variasi nisbah kelamin pada ikan pelangi merah di Danau Sentani diduga terjadi
karena lingkungan kehidupan sosial ikan itu sendiri. Menurut Jobling (1995) nisbah
kelamin ikan dapat dipengaruhi oleh kehidupan sosial ikan yaitu sifat menggerombolnya.
Sifat menggerombol ikan Telmatherina ladigesi jantan yang terlihat lebih agresif di
wilayah litoral yang terbuka juga memengaruhi variasi nisbah kelaminnya (Andriani,
2000). Selain itu, kecenderungan jumlah ikan betina matang gonad yang lebih banyak juga
terlihat pada ikan M. splendida fluviatilis (Milton dan Arthington, 1984), G,
multisquamatus (Coates, 1990), M. arfakensis (Manangkalangi dan Pattiasina, 2005).
Nisbah kelamin ikan pelangi merah yang bervariasi dapat dijelaskan dari tingkah
laku ikan pelangi (Melanotaenia sp.) terutama sifat menggerombolnya dengan ikan
pelangi yang berjenis kelamin sama dan pada habitat yang dikenalnya, yang berkaitan
dengan responnya terhadap ketersediaan makanan dan keberadaan predator (Brown dan
Warburton, 1997; Brown, 2001; Brown 2002; Brown, 2003; Hoare et al., 2004).
Nisbah kelamin ikan pelangi merah yang matang gonad bervariasi tiap bulan
pengamatan dengan ikan betina lebih banyak pada bulan Januari-Februari (1 : 2,5 ; 1: 3).
Kondisi ini menggambarkan satu ekor ikan pelangi merah jantan yang matang gonad pada
bulan tersebut harus membuahi telur-telur dari tiga ekor ikan pelangi merah betina yang
matang gonad yang dikeluarkan ke perairan.
Berdasarkan kelas ukuran, nisbah kelamin ikan pelangi merah relatif memiliki
perbandingan yang seimbang antara ikan jantan dan betina. Ketidakseimbangan nisbah
(4 : 1). Hal ini menggambarkan pada ukuran tersebut yang juga merupakan ukuran
reproduktif menunjukkan kecenderungan ketidakseimbangan nisbah kelamin yang dapat
berpengaruh pada pembuahan ikan pelangi merah.
4.2.4 Pemijahan
Gonad ikan pelangi merah secara anatomis, testes dan ovarium terdiri atas satu
lobus. Menurut Miller (1984) bahwa testes dan ovarium pada sebagian besar ikan Teleostei
berupa sepasang lobus yang terletak di rongga tubuh. Namun, pada sebagian jenis ikan
lain, testes dan ovarium yang berkembang hanya satu lobus. Lobus tunggal juga ditemukan
pada ikan opudi (Telmatherina antoniae) di Danau Matano (Sumassetiyadi, 2003), ikan
Atherina presbyter di Pulau Canary (Pajuelo dan Lorenzo, 2004), ikan rainbow selebensis
(T. celebensis) di Danau Towuti (Nasution, 2005) dan ikan beseng-beseng (T. ladigesi) di
beberapa sungai di Sulawesi Selatan (Nasution et al., 2006).
Reproduksi ikan pelangi merah di Danau Sentani terjadi saat ikan telah mencapai
tingkat kematangan tertinggi pada ukuran pertama kali matang gonad (L50) pada ikan
jantan 99,5 mm dan betina 99,2 mm. Hal ini menggambarkan kematangan pada ikan
pelangi merah jantan dan betina terjadi pada ukuran yang relatif sama.
Selain itu, pencapaian ukuran pertama kali matang gonad (L50) dapat juga berbeda
pada ikan jantan dan betina seperti yang ditemukan pada ikan Atherinisoma
presbyteroides, A. elongata, A. wallacei, Allaneta mugilloides dan Pranesus ogilby (Ordo
Atheriniformes) yang dicapai pada ukuran 40 – 85 mm (Prince dan Potter, 1983),
Glossolepis multisquamatus betina pada ukuran 63 mm dan jantan 67 mm (Coates, 1990),
Ikan Atherina presbyter jantan mencapai ukuran pertama kali matang gonad (L50) pada
ukuran 65,4 mm dan betina 73,1 mm (Moreno et al., 2005), Ikan bonti-bonti (Paratherina
striata) jantan di Danau Towuti mencapai matang gonad untuk pertama kalinya pada
ukuran 167,8 mm dan betina 146,1 mm (Nasution et al., 2008). Kondisi ini diduga
berkaitan dengan pertumbuhan dan pengaruh lingkungan terhadap pertumbuhan serta
taktik reproduksinya, akibat adanya perbedaan kecepatan tumbuh maka ikan-ikan yang
berasal dari telur yang menetas pada waktu bersamaan bisa mencapai tingkat kematangan
Pengamatan ukuran ikan pertama kali matang gonad secara berkala dapat dijadikan
indikator adanya tekanan terhadap populasi. Data berkala ukuran pertama kali matang
gonad pada ikan pelangi merah belum tersedia, sehingga belum dapat dijadikan
pembanding akan adanya tekanan terhadap populasi ikan ini, namun ukuran ikan ini telah
menurun dari ukuran yang ditemukan oleh Allen (1991) yaitu panjang baku 120 mm pada
ikan jantan dan ikan betina 100 mm. Menurut Lowe-Mc Connel (1990); Barbieri et al.
(2004) dalam Moresco dan Bemvenuti (2006) ukuran pertama kali matang gonad pada
ikan yang berbeda-beda dan terjadi pada ukuran yang lebih kecil merupakan taktik
reproduksi ikan untuk memulihkan keseimbangan populasinya yang disebabkan oleh
perubahan kondisi, faktor abiotik dan tangkap lebih.
Analisis tingkat kematangan gonad berdasarkan waktu pengamatan ditemukan ikan
pelangi merah jantan dan betina pada TKG IV-V di bulan Desember yang merupakan
musim penghujan. Kondisi serupa juga terjadi pada ikan rainbow selebensis
(Telmatherina celebensis) di Danau Towuti yang mencapai TKG IV pada bulan
Desember (Nasution, 2005). Bila dikaitkan dengan curah hujan daerah setempat, maka
dapat dikatakan bahwa kematangan gonad dan pemijahan ikan pelangi merah pada musim
penghujan di Danau Sentani berkaitan dengan faktor lingkungan yaitu ketersediaan
makanan (Lagler et al., 1977; Wootton, 1990; Pusey et al., 2001; Andreu-Soler et al.,
2006b; Bartulovich et al., 2006; Moresco dan Bemvenuti, 2006). Pada musim hujan,
memberi keuntungan dengan tersedianya makanan yang cukup bagi larva dan anak-anak
ikan untuk sintasan dan perkembangan anak ikan tersebut (Mc Kaye, 1984; Lowe-Mc
Connel, 1991; Vazzoler, 1996 dalam Gomiero dan Braga, 2004). Ikan yang telah
mencapai ukuran pertama kali matang gonad (L50) pada tingkat kematangan gonad yang
tertinggi lalu ditunjang oleh faktor lingkungan seperti suhu termasuk ketersediaan
makanan yang cukup di alam dapat memengaruhi terjadinya pemijahan (Gomiero dan
Braga, 2004).
4.2.5 Musim Pemijahan
Nilai IKG yang dikaitkan dengan jumlah ikan pelangi merah jantan dan betina yang