HUBUNGAN STRES KERJA DENGAN KINERJA PERAWAT
PELAKSANA DI INSTALASI RAWAT INAP
RSUD KOTA DUMAI
TAHUN 2012
SKRIPSI
Hafsah Jumaini 111121083
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PRAKATA
Segala Puji kepada Allah SWT atas segala berkat rahmat dan hidayah Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya dengan judul “Hubungan Stres Kerja Dengan Kinerja Perawat Pelaksana Di Instalasi Rawat Inap RSUD Kota Dumai”. Peneliti menyadari dalam penelitian in i masih jauh dari kesempurnaan, baik dari isi serta bahasa yang digunakan, hal ini dikarenakan pengetahuan dan kemampuan peneliti masih terbatas. Oleh karena itu peneliti mengharapkan kritik dan saran pembaca yang sifatnya membangun agar penelitian ini dapat menjadi lebih baik dikemudian hari.
Pada kesempatan ini peneliti menyampaikan rasa hormat, penghargaan dan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. dr. Dedi Ardinata, M. Kes, selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas
Sumatera Utara.
2. dr. Syaiful selaku Direktur Rumah Sakit Umum Dumai.
3. Achmat Fathi, S.Kep, Ns. MNS selaku dosen pembimbing Proposal dan
Skripsi di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.
4. Cholina Trisa Srg, S.Kep, Ns. M. Kep, Sp. KMB selaku dosen penguji I
Proposal dan Skripsi di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.
5. Setiawan, S. Kp, MNS, Ph. D selaku dosen penguji II Proposal di Fakultas
Keperawatan Universitas Sumatera Utara.
6. Ikram, S. Kep, M. Kep selaku dosen penguji II skripsi di Fakultas
7. Diah Arrum, S.Kep, M.Kep, selaku dosen pembimbing Akademik di Fakultas
Keperawatan Universitas Sumatera Utara.
8. Seluruh staf dan dosen pengajar di Fakultas Keperawatan Universitas
Sumatera Utara.
9. Orang yang paling spesial Ayahanda Zulkifli Syam, ibunda Maryati, kakanda
Desliana fadillah beserta suami Juliadi, serta adinda Ridha rahman, Riduwan,
Suryawati yang telah banyak memberikan dukungan serta doa yang menjadi
inpirasi dalam menggapai kesuksesan.
10.Suami tercinta dan ananda tersayang: Rudy Samsuria dan Rahma Suryani
“Thanks for your love and all your motivation”.
11.Rekan-rekan mahasiswa jalur B stambuk 2012 di Fakultas Keperawatan USU
semoga kita tetap menjadi sahabat selamanya dan terima kasih atas
kebersamaannya, support serta semangat yang selalu kalian berikan.
Akhir kata peneliti sekali lagi mengucapkan terimakasih bagi semua
pihak yang turut membantu peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini semoga
segenap bantuan, bimbingan dan arahan yang telah diberikan kepada penulis
mendapat imbalan yang setimpal dari Allah SWT.
Medan, 5 Februari 2013
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman Judul ... i
Halaman Lembar Pengesahan ... ii
Prakata ... iii
3. Pertanyaan Penelitian... 6
4. Tujuan Penelitian ... 6
5. Manfaat Penelitian ... 7
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 1. Stres... 9
1.1. Defenisi Stres ... 9
1.2. Sumber Stres ... 9
1.3. Tahapan Stres ... 10
1.4. Tingkatan Stres ... 12
1.5. Tanda-tanda Stres... 12
2. Stres Kerja... 13
2.1. Defenisi Stres Kerja ... 13
2.2. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Stres Kerja ... 14
2.3. Dampak Stres Kerja ... 16
2.4. Cara Mengatasi Stres Kerja... 17
3. Kinerja... 18
3.1. Defenisi Kinerja ... 18
3.3. Evaluasi Kinerja ... 18
3.4. Proses Keperawatan ... 19
3.5. Standar Instrumen Penilaian kinerja ... 21
4. Hubungan Stres Kerja Dengan Kinerja Perawat... 24
BAB 3. KERANGKA PENELITIAN 1. Kerangka Konseptual ... 25
2. Kerangka Operasional... 27
3. Hipotesa Penelitian ... 28
BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN 1. Desain Penelitian... 29
2. Populasi dan Sampel Penelitian ... 29
3. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 31
4. Pertimbangan Etik... 32
5. Instrumen Penelitian ... 32
6. Uji Validitas dan Realibilitas Instrumen ... 35
7. Prosedur Pengumpulan Data ... 37
8. Analisa Data ... 38
BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Hasil Penelitian ... 40
1.1. Karekteristik responden ... 40
1.2. Stres Kerja... 41
1.3. Kinerja Perawat... 42
1.4. Analisa Hubungan Stres Kerja Dengan Kinerja Perawat ... 42
2. Pembahasan... 43
2.1. Stres Kerja... 43
2.2. Kinerja Perawat... 45
2.3. Hubungan Stres Kerja Dengan Kinerja Perawat... 46
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan ... 49
2. Saran... 50
DAFTAR PUSTAKA ... 53
Lampiran-lampiran ... 55
1. Lembar Persetujuan Menjadi Responden ... 56
2. Instrumen Penelitian……….... 57
3. Lembar Bukti Bimbingan ... 63
4. Lembar Surat Pengambilan Data Dari Fakultas Keperawatan ... 65
5. Lembar Surat Pemberian Izin Pengambilan Data Dari RS ... 67
6. Lembar Surat Pengambilan Data Penelitian Dari Fakulta Keperawatan... 68
7. Lembar Surat Izin Penelitian Dari RS ... 70
8. Lembar Surat Selesai Penelitian ... 71
9. Uji Reliabilitas ... 72
10.Korelasi ... 80
11.Taksasi Dana ... 81
12. Jadwal Pelaksanaan Proposal dan Skripsi... 82
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1. Kerangka Operasional Hubungan Stres Kerja Dengan Kinerja
Perawat Pelaksana ... 27
Tabel 4.1. Tehnik Pengambilan Sampel Dari Tiap-tiap Ruangan ... 31
Tabel 4.2. Kuesioner Stres Kerja ... 33
Tabel 4.3. Kuesioner Kinerja Perawat Pelaksana ... 35
Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi Dan Persentase Karekteristik Responden... 40
Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi Dan Persentase Tingkat Stres Kerja ... 41
Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi dan Persentase Tingkat Kinerja Perawat... 42
Tabel 5.4. Hasil Uji Statistik Pearson Correlation... 42
DAFTAR SKEMA
Skema 3.1. Kerangka Konsep Penelitian Hubungan Stres Kerja Dengan
Judul : Hubungan Stres Kerja Dengan Kinerja Perawat Pelaksana Di Instalasi Rawat Inap RSUD Kota Dumai
Penulis : Hafsah Jumaini Nim : 111121083
Jurusan : Sarjana Keperawatan (SKep) Tahun Akademik : 2011/2012
ABSTRAK
Stres kerja merupakan tuntutan pekerjaan yang melampaui kemampuan individu. Saat ini perawat merupakan salah satu profesi yang rentan mengalami stres kerja. Stres kerja tersebut disebabkan adanya tuntutan pekerjaannya yang semakin kompleks, karena tugas dan tanggung jawab perawat bukanlah hal yang ringan untuk dipikul. Hal ini yang bisa menimbulkan stres kerja pada perawat. Tingkat stres yang tinggi yang dihadapi oleh perawat didalam bekerja akan sangat mempengaruhi kualitas pelayanan keperawatan yang diberikan kepada pasien dan secara tidak langsung juga akan mempengaruhi ritme kinerja para perawat.
Desain penelitian adalah deskriptif hubungan/korelasi yaitu penelitian korelasional mengkaji hubungan antara variabel dengan jumlah sampel 45 orang, menggunakan Simple Random Sampling, dengan kuesioner sebagai instrumen penelitian yang berjumlah 38 pernyataan stres kerja dengan kinerja perawat pelaksana. Hasil penelitian menyatakan bahwa ada hubungan stres kerja dengan kinerja perawat pelaksana dengan menggunakan uji korelasi Pearson. Berdasarkan uji yang dilakukan didapat hasil p = 0,000 dan koefisien korelasi r = 0,682, menunjukkan hubungan yang kuat, penelitian bersifat positif. Stres kerja perawat mayoritas kategori sedang (42,2%), kinerja perawat mayoritas cukup (48,9%). Kesimpulan penelitian ini, stres kerja merupakan perasaan tertekan yang dialami karyawan dalam menghadapi pekerjaan, yang disebabkan oleh stresor yang datang dari lingkungan kerja seperti faktor lingkungan, organisasi dan individu. Faktor-faktor yang mempengaruhi stres kerja antara lain tuntutan fisik, tuntutan peran dan tuntutan interpersonal. Kinerja merupakan suatu fungsi kemampuan pekerja dalam menerima tujuan pekerjaan, tingkat pencapaian tujuan dan interaksi antara tujuan dan kemampuan pekerja. Faktor yang mempengaruhi kinerja antara lain pengetahuan, pengalaman dan kepribadian.
Judul : Hubungan Stres Kerja Dengan Kinerja Perawat Pelaksana Di Instalasi Rawat Inap RSUD Kota Dumai
Penulis : Hafsah Jumaini Nim : 111121083
Jurusan : Sarjana Keperawatan (SKep) Tahun Akademik : 2011/2012
ABSTRAK
Stres kerja merupakan tuntutan pekerjaan yang melampaui kemampuan individu. Saat ini perawat merupakan salah satu profesi yang rentan mengalami stres kerja. Stres kerja tersebut disebabkan adanya tuntutan pekerjaannya yang semakin kompleks, karena tugas dan tanggung jawab perawat bukanlah hal yang ringan untuk dipikul. Hal ini yang bisa menimbulkan stres kerja pada perawat. Tingkat stres yang tinggi yang dihadapi oleh perawat didalam bekerja akan sangat mempengaruhi kualitas pelayanan keperawatan yang diberikan kepada pasien dan secara tidak langsung juga akan mempengaruhi ritme kinerja para perawat.
Desain penelitian adalah deskriptif hubungan/korelasi yaitu penelitian korelasional mengkaji hubungan antara variabel dengan jumlah sampel 45 orang, menggunakan Simple Random Sampling, dengan kuesioner sebagai instrumen penelitian yang berjumlah 38 pernyataan stres kerja dengan kinerja perawat pelaksana. Hasil penelitian menyatakan bahwa ada hubungan stres kerja dengan kinerja perawat pelaksana dengan menggunakan uji korelasi Pearson. Berdasarkan uji yang dilakukan didapat hasil p = 0,000 dan koefisien korelasi r = 0,682, menunjukkan hubungan yang kuat, penelitian bersifat positif. Stres kerja perawat mayoritas kategori sedang (42,2%), kinerja perawat mayoritas cukup (48,9%). Kesimpulan penelitian ini, stres kerja merupakan perasaan tertekan yang dialami karyawan dalam menghadapi pekerjaan, yang disebabkan oleh stresor yang datang dari lingkungan kerja seperti faktor lingkungan, organisasi dan individu. Faktor-faktor yang mempengaruhi stres kerja antara lain tuntutan fisik, tuntutan peran dan tuntutan interpersonal. Kinerja merupakan suatu fungsi kemampuan pekerja dalam menerima tujuan pekerjaan, tingkat pencapaian tujuan dan interaksi antara tujuan dan kemampuan pekerja. Faktor yang mempengaruhi kinerja antara lain pengetahuan, pengalaman dan kepribadian.
BAB 1
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Stres kerja merupakan salah satu masalah yang serius didunia bahkan
stres ditempat kerja bisa membebani perusahaan dengan biaya yang mahal
karena menurunnya produktivitas sebagai efek stres karyawan. The Seventh
Annual Labour Day Survey (2001) melaporkan bahwa 1 dari 5 orang
penduduk Amerika mengalami stres kerja disepanjang hidup mereka. Survei
ini juga dilakukan oleh Yale University and The Families Work Institute
yang mengatakan bahwa 40% pekerja di Amerika juga mengalami stres
berat berkaitan dengan pekerjaan mereka (Akramunnas, 2009).
Selye (1950, dikutip dari Hidayat, 2007) mengatakan bahwa stres
merupakan respon tubuh yang bersifat tidak spesifik terhadap setiap tuntutan
atau beban atasnya. Artinya bila seseorang yang mengalami beban atau tugas
yang berat tetapi orang tersebut tidak dapat mengatasi tugas yang
dibebankan itu, maka tubuh akan berespon dengan tidak mampu terhadap
tugas tersebut, yang menyebabkan orang tersebut dapat mengalami stres.
Sebaliknya apabila seseorang yang dengan beban tugas yang berat tetapi
mampu mengatasi beban tersebut dengan tubuh berespon dengan baik, maka
orang itu tidak akan mengalami stres.
Stimuli yang mengawali atau mencetuskan perubahan yang dapat
kebutuhan yang tidak terpenuhi bisa saja didapat dari kebutuhan
fisiologis, psikologis, sosial, lingkungan, perkembangan, spiritual, atau
kebutuhan kultural (Potter & Perry, 2005).
Rosiana (2008) mengatakan bahwa saat ini perawat merupakan salah
satu profesi yang rentan mengalami stres kerja. Stres kerja tersebut
disebabkan karena adanya tuntutan pekerjaannya yang semakin kompleks.
Pernyataan ini didukung juga oleh Robbins (1998, dalam Rosiana, 2008)
yang mengatakan bahwa perawat yang bekerja di dalam bidang kesehatan
cenderung mempunyai tingkat stres yang tinggi, karena tugas dan tanggung
jawab perawat bukanla h hal yang ringan untuk dipikul. Hal inilah yang bisa
menimbulkan stres kerja pada perawat. Tingkat stres yang tinggi yang
dihadapi oleh perawat didalam bekerja akan sangat mempengaruhi kualitas
pelayanan keperawatan yang diberikan kepada pasien dan secara tidak
langsung akan mempengaruhi ritme kinerja para perawat yang dituntut untuk
memiliki kemauan dan kemampuan untuk mengembangkan skill, knowledge
dan kemampuan psikologis dalam menghadapi tantangan kerja pada
perawatan pekerjaan untuk memberikan layanan yang berkualitas kepada
pasien dan keluarganya.
Febriani (2009) mengatakan bahwa perawat merupakan salah satu
komponen utama dalam pemberian layanan kesehatan, sehingga memiliki
peranan penting terkait dengan mutu layanan kesehatan yang diberikan.
tidak memungkinkan juga perawat bisa mengalami stres. Semakin banyak
jumlah pasien yang dirawat dan semakin beragamnya penyakit serta tingkat
kebutuhan juga bisa memicu terjadinya stres. Dari satu sisi, seorang perawat
harus menjalankan tugas yang menyangkut kelangsungan hidup pasien yang
dirawatnya. Disisi lain, keadaan psikologis perawat sendiri juga harus tetap
terjaga. Kondisi seperti inilah yang dapat menimbulkan rasa tertekan pada
perawat, sehingga perawat mudah mengalami stres. Stres yang berlebihan
akan berakibat buruk terhadap individu untuk berhubungan langsung dengan
lingkungan secara normal. Akibatnya kinerja perawat menjadi buruk dan
secara tidak langsung berpengaruh terhadap organisasi dimana mereka
berkerja.
Hasil survey Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) tahun
2006 dalam Febrianti (2009) yang melaporkan bahwa sekitar setengah (50,9
%) perawat Indonesia yang bekerja di empat provinsi mengalami stres kerja,
dengan keluhan yang sering dialami yaitu pusing, lelah, tidak bisa
beristirahat karena adanya beban kerja yang terlalu tinggi dan menyita
waktu, gaji yang rendah serta insentif yang tidak memadai.
Penelitian lain yang dilakukan terkait stres kerja , stres kerja yang
dialami perawat dapat membantu dalam meningkatkan kinerja dan bisa juga
dapat menyebabkan menurunnya kinerja. Seperti hasil penelitian Yesi (2010)
yang menunjukkan adanya hubungan antara tingkat stres kerja perawat
Umum (RSUD) Pasaman Barat dengan hasil penelitian menunjukkan bahwa
lebih dari setengah persen (67,5%) responden memiliki tingkat stres kerja
yang menengah dan sekitar setengah persen (52,5% ) responden memiliki
kinerja baik.
Hasil penelitian yang juga dilakukan oleh Rony (2008) di RSUD
Arifin Achmad Pekanbaru yang menunjukkan bahwa perawat yang dapat
mengatasi stres kerja di Instalasi Gawat Darurat secara adekuat hanya
sebesar 37,5%, sebagian besar perawat mengalami stres kerja dengan tingkat
stres rendah sebesar 50% dan ditemui juga stres tingkat sedang, namun
masih dalam persentase yang rendah yaitu 12,5%.
Kinerja perawat dirumah sakit terutama sebagai perawat pelaksana
dapat dilihat dari hasil yang dicapai dalam memberikan asuhan keperawatan.
Dengan demikian pencapaian standar praktik keperawatan yang tinggi atau
kinerja perawat yang tinggi dalam pelayanan keperawatan akan
mempengaruhi tingkat kualitas dalam keperawatan. Asuhan keperawatan
yang optimal merupakan salah satu indikator dari kinerja perawat. Oleh
karena itu kinerja perawat harus selalu ditingkatkan dalam pemberian asuhan
keperawatan (Nathalia,R, 2004). Penelitian yang dilakukan oleh Joeharno
(2008) menunjukkan bahwa tingkat kinerja perawat pelaksana memiliki
kategori cukup sebesar 64,8% dalam melaksanakan asuhan keperawatan di
Pada tanggal 26 April 2012 peneliti melakukan survey awal di
Instalasi Rawat Inap RSUD Kota Dumai terhadap 10 (sepuluh) orang
perawat yang bertugas di Instalasi Rawat Inap, didapatkan informasi bahwa
perawat mengatakan stres yang dialami akibat adanya risiko penularan
penyakit seperti TBC, Hepatitis, Flu Burung dan AIDS. Selain itu perawat
juga mengatakan ada faktor lain yang menimbulkan stres kerja yaitu beban
kerja yang berlebihan, adanya konflik/perselisihan antar teman sejawat,
kesulitan dalam merawat pasien kritis, kurangnya perhatian dari pihak rumah
sakit terhadap perlindungan perawat dari penyakit infeksi, dan sering terjadi
miskomunikasi dengan keluarga pasien karena keluarga pasien merasa
kurang puas dengan pelayanan dan kinerja perawat dalam melaksanakan
tindakan keperawatan.
Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Dumai merupakan sarana
pelayanan kesehatan rujukan milik pemerintah Kota Dumai memiliki 8
(delapan) ruangan rawat inap dengan jumlah pasien yang dirawat pada setiap
tahunnya mengalami peningkatan. Bertambahnya jumlah pasien yang
dirawat dapat menimbulkan permasalahan bagi perawat, terutama perawat
yang bertugas diruang rawat inap, untuk itu diperlukan perhatian khusus agar
perawat mampu bekerja secara optimal sehingga menghasilkan pelayanan
keperawatan yang bermutu dengan menggunakan proses keperawatan yang
terstruktur dan sistimatis. Proses keperawatan inilah yang nantinya dapat
Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti ingin melihat fenomena
nyata apakah ada hubungan antara stres kerja terhadap kinerja perawat
pelaksana yang bekerja di Instalasi Rawat Inap RSUD Kota Dumai.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan masalah diatas dapat disimpulkan rumusan masalah
sebagai berikut : Apakah ada hubungan stres kerja dengan kinerja perawat
pelaksana di Instalasi Rawat Inap RSUD Kota Dumai?
3. Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana tingkat stres kerja yang dialami perawat pelaksana di Instalasi
Rawat Inap RSUD Kota Dumai?
2. Bagaimana tingkat kinerja perawat pelaksana di Instalasi Rawat Inap
RSUD Kota Dumai?
3. Apakah ada hubungan stres kerja dengan kinerja perawat pelaksana di
Instalasi Rawat Inap RSUD Kota Dumai.
4. Tujuan
1. Tujuan umum
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui
hubungan stres kerja dengan kinerja perawat pelaksana di Instalasi
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk :
a. Mengidentifikasi stres kerja yang dialami perawat pelaksana di
Instalasi Rawat Inap RSUD Kota Dumai
b. Mengidentifikasi kinerja perawat pelaksana di Instalasi Rawat Inap
RSUD Kota Dumai.
5. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian :
1. Bagi Pendidikan Keperawatan
Menambah wawasan dan memberikan informasi dalam bidang
manajemen keperawatan, khususnya tentang stres kerja yang dialami
perawat dan sebagai bahan masukan untuk institusi pendidikan dalam
hal pengembangan dan peningkatan ilmu pengetahuan terkait stres dan
kinerja perawat di rumah sakit.
2. Bagi Pelayanan Keperawatan
Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk mengetahui hubungan
stres kerja perawat dengan kinerja perawat diruang Rawat Inap RSUD
Kota Dumai dan dapat dijadikan sebagai bahan masukan kepada
perawat agar stres pada saat bekerja tidak mempengaruhi kinerjanya,
sehingga mutu pelayanan keperawatan yang diberikan dapat menjadi
3. Bagi penelitian selanjutnya
Merupakan bahan informasi dan perbandingan untuk penelitian
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
1. Stres
1.1. Defenisi Stres
Stres merupakan ketidakmampuan mengatasi ancaman atau tuntutan
non-spesifik yang dihadapi oleh mental, fisik, emosional, dan spiritual
manusia. Stres pada suatu saat dapat mempengaruhi kesehatan fisik manusia
dalam melakukan tindakan. Perasaan stres terhadap situasi atau kondisi
lingkungan ditempat kerja dapat diekspresikan sebagai: sikap yang pesimis,
tidak puas, produktivitas rendah, dan sering absen (National Safety Council,
2003 ; Potter & Perry, 2005).
Imogene King dalam Asmadi (2008) mengatakan bahwa stres adalah
suatu keadaan yang dinamis yang berlangsung setiap kali manusia berinteraksi
dengan lingkungan yang bertujuan memelihara keseimbangan pertumbuhan,
perkembangan dan perbuatan yang meliputi pertukaran energi dan informasi
antara individu dan lingkungannya guna mengatur stresor.
1.2. Sumber Stres
Sumber stres merupakan asal penyebab suatu stres yang dapat
mempengaruhi sifat stresor seperti individu, keluarga, dan lingkungan.
Sumber stres yang berasal dari dalam diri individu umumnya dikarenakan
adalah berbagai permasalahan yang terjadi yang tidak sesuai dengan dirinya
dan tidak mampu diatasi maka dapat menimbulkan stres. Sumber stres dari
masalah keluarga ditandai dengan adanya perselisihan masalah keluarga,
masalah keuangan serta adanya tujuan yang berbeda diantara keluarga.
Permasalahan ini akan selalu menimbulkan keadaan yang dinamakan stres
begitu juga dengan sumber stres dalam masyarakat dan lingkungan umumnya,
yang dapat dilihat dari hubungan pekerjaan yang secara umum disebut
dengan stres pekerja karena lingkungan fisik, hubungan interpersonal serta
kurang adanya pengakuan di masyarakat sehingga tidak dapat berkembang
(Hidayat, 2007).
1.3. Tahapan Stres
Stres yang dialami seseorang dapat melalui beberapa tahapan. Menurut
van Amberg (1979), tahapan stres dapat dibagi menjadi enam tahap. Tahap
pertama merupakan tahapan yang ringan dari stres yang ditandai dengan
adanya semangat bekerja keras, penglihatannya tajam tidak sebagaimana
biasanya, merasa mampu menyelesaikan pekerjaan lebih dari biasanya,
kemudia n merasa senang akan pekerjaan akan tetapi kemampuan yang
dimilikinya semakin berkurang. Tahap kedua, pada stres tahap kedua ini
seseorang memiliki ciri-ciri adanya perasaan letih sewaktu bangun pagi yang
semestinya segar, terasa lelah sesudah makan siang, cepat lelah menjelang
dari biasanya, otot-otot punggung dan tengkuk terasa tegang dan tidak bisa
santai.
Tahap ketiga, pada tahap ini seseorang memiliki ciri-ciri adanya
gangguan lambung dan usus seperti buang air besar tidak teratur, ketegangan
otot semakin terasa, perasaan tidak senang, gangguan pola tidur seperti sukar
untuk memulai waktu tidur, terbangun tengah malam, lemah dan terasa seperti
tidak memiliki tena ga. Tahap keempat, pada tahap ini seseorang akan
mengalami gejala seperti segala pekerjaan yang menyenangkan terasa
membosankan, semula tanggap terhadap situasi menjadi kehilangan
kemampuan untuk merespon secara adekuat, tidak mampu melaksanakan
kegiatan sehari- hari, adanya gangguan pola tidur, sering menolak ajakan
karena tidak bergairah, daya konsentrasi dan daya ingat menurun, dan adanya
rasa ketakutan dan kecemasan yang tidak diketahui penyebabnya.
Tahap kelima, stres tahap ini ditandai dengan adanya kelelahan fisik
secara mendalam, tidak mampu menyelesaikan pekerjaan yang ringan dan
sederhana, gangguan pada sistem pencernaan semakin berat dan perasaan
ketakutan dan kecemasan semakin meningkat. Tahap keena m, tahap ini
merupakan tahap puncak dan seseorang mengalami panik dan perasaan takut
mati dengan ditemukannya gejala seperti detak jantung semakin keras susah
bernafas, terasa gemetar dan seluruh tubuh berkeringat, serta kemungkinan
1.4. Tingkatan Stres
Potter & Perry (2005) membagi tingkatan stres menjadi tiga situasi
yaitu situasi stres ringan, situasi stres sedang dan situasi stres berat. Situasi
stres ringan merupakan stresor yang dihadapi setiap orang secara teratur
seperti terlalu banyak tidur, kemacetan lalu lintas, kritikan dari atasan, stres ini
berlangsung beberapa menit atau jam.
Sementara situasi stres sedang, berlangsung lebih lama, dari beberapa
jam sampai beberapa hari, misalnya perselisihan yang tidak terselesaikan
dengan rekan kerja, anak yang sakit atau ketidakhadiran yang lama dari
anggota keluarga, sedangkan situasi stres berat, merupakan situasi kronis yang
dapat berlangsung beberapa minggu sampai beberapa tahun, seperti
perselisihan perkawinan terus- menerus, kesulitan finansial yang
berkepanjangan.
1.5. Tanda-tanda stres
Agoes, dkk (2003) menjelaskan bahwa ada beberapa tanda atau gejala
yang dapat menunjukkan ada tidaknya seseorang sudah atau belum terkena
stres. Tanda-tanda stres pada umumnya dapat dilihat melalui perasaan,
pikiran, perilaku, tubuh. Pada perasaan, tanda atau gejala yang dapat dilihat
meliputi merasa khawatir, cemas, gelisah, merasa ketakutan, mudah marah,
merasa suka murung, dan merasa tidak dapat menanggulanginya.
Tanda-tanda pada pikiran, hal ini meliputi penghargaan atas dirinya
akan masa depannya, emosi dan tidak stabil. Pada perilaku, hal ini meliputi
sulit bekerja sama, tidak mampu rileks, menangis tanpa alasan yang jelas,
bertindak menurut kata hati, mudah terkejut, penggunaan obat-obatan dan
alkohol meningkat, kehilangan nafsu atau selera makan. Pada tubuh, hal ini
meliputi berkeringat, serangan jantung meningkat, menggigil atau gemetar,
gelisah, mulut dan kerongkongan kering, sering buang air kecil, sakit kepala,
tekanan darah tinggi, rentan terhadap penyakit, dan sulit tidur.
2. Stres Kerja
2.1. Defenisi Stres Kerja
Rini (2004) mengatakan stres kerja merupakan tuntutan pekerjaan
yang melampaui kemampuan individu.Istinjo (2006) mengatakan bahwa stres
pekerjaan dapat diartikan tekanan yang dirasakan karyawan karena
tugas-tugas pekerjaan tidak dapat mereka penuhi. Artinya, stres muncul saat
karyawan tidak mampu melawan apa yang menjadi tuntutan-tuntutan
pekerjaan. Ketidakjelasan apa yang menjadi tanggung jawab pekerjaan,
kekurangan waktu untuk menyelesaikan tugas, tidak ada dukungan fasilitas
untuk menjalankan pekerjaan, tugas-tugas pekerjaan yang saling bertentangan,
merupakan contoh pemicu stres.
Ilmi (2003) mengatakan bahwa stres kerja merupakan perasaan
disebabkan oleh stresor yang datang dari lingkungan kerja seperti faktor
lingkungan , organisasi dan individu.
2.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Stres Kerja
Griffin (2004) mengatakan bahwa faktor- faktor yang mempengaruhi stres kerja antara lain tuntutan fisik, tuntutan peran, dan tuntutan
interpersonal. Tuntutan fisik yang terkait dengan lingkungan kerja misalnya
bekerja diluar ruangan dalam suhu yang sangat dingin atau panas,atau bahkan
didalam ruangan yang tidak mempunyai AC, cahaya ruangan yang buruk,
lingkungan kerja yang bising dan ruangan kerja yang sempit desain rua ngan
yang buruk yang membuat pegawai kurang memiliki privasi atau menghambat
interaksi sosial yang bisa menimbulkan stres. Tuntutan peran, tuntutan peran
bisa terkait dengan ketidakjelasan peran atau konflik peran yang mungkin
dialami individu dalam kelompok misalnya seorang pegawai yang merasa
ditekan atasannya unt uk bekerja lebih panjang. Tuntut an interpersonal,
merupakan stresor yang dikaitkan dengan hubungan dalam organisasi,
walaupun dalam beberapa kasus hubungan interpersonal dapat mengurangi
stres, hal ini juga dapat menjadi sumber stres ketika kelompok menekan
individu atau ketika terjadi konflik. Konflik interpersonal terjadi ketika dua
atau lebih individu merasakan bahwa sikap atau tujuan berbeda, kurangnya
dukungan sosial dari rekan-rekan dan hubungan antar pribadi yang buruk juga
Dewe (1989, dikutip dalam Abraham, 1997) menyatakan bahwa
penyebab stres kerja perawat terdiri dari beban kerja yang berlebihan seperti
merawat terlalu banyak pasien, mengalami kesulitan dalam mempertahankan
standar yang tinggi, merasa tidak mampu memberi dukungan yang dibutuhkan
teman dalam bekerja dan menghadapi masalah keterbatasan tenaga. Kesulitan
menjalin hubungan dengan staf lain seperti mengalami konflik dengan teman
sejawat, mengetahui orang lain tidak menghargai sumbangsih yang dilakukan
dan gagal membentuk tim kerja dengan staf. Kesulitan terlibat dalam merawat
pasien kritis seperti menjalankan peralatan yang belum dikenal, mengelola
prosedur atau tindakan baru dan bekerja dengan dokter yang menuntut
jawaban dan tindakan cepat.
Kemudian dalam hal berurusan dengan pengobatan/perawatan pasien,
misalnya bekerja dengan dokter yang tidak memahami kebutuhan sosial dan
emosional pasien, terlibat dalam ketidaksepakatan pada program tindakan,
merasa tidak pasti sejauh mana harus memberi informasi pada pasien atau
keluarga dan merawat pasien sulit atau tidak kerjasama. Serta merawat pasien
yang gagal untuk membaik, misalnya pasien lansia, pasien nyeri kronis atau
mereka yang meninggal selama dirawat.
Menurut National Safety Council (2004), penyebab atau sumber stres
kerja dikelompokkan dalam tiga kategori. Penyebab organisasional, penyebab
individual dan penyebab dari lingkungan. Faktor penyebab organisasional
tenggat waktu dan kuota yang tidak logis, relokasi pekerjaan, kurangnya
pelatihan, karier yang melelahkan, hubungan dengan majikan (penyelia yang
buruk), selalu mengikuti perkembangan teknologi (mesin faks,voice mail,dll),
Downsizing (bertambahnya tanggung jawab tanpa penambahan gaji),
pekerjaan dikorbankan (penurunan laba yang didapat). Penyebab Individual,
antara lain pertentangan antara karier dan tanggung jawab keluarga,
ketidakpastian ekonomi, kurangnya penghargaan dan pengakuan kerja,
kejenuhan, ketidakpuasan kerja, kebosanan, perawatan anak yang tidak
adekuat, konflik dengan rekan kerja. Penyebab dari lingkungan yang bisa
menjadi penyebab stres karena adanya kondisi lingkungan kerja yang buruk
(pencahayaan, kebisingan, ventilasi, suhu, dll), diskriminasi ras, pelecehan
seksual, kekerasan di tempat kerja, serta kemacetan saat berangkat dan pulang
kerja.
2.3. Dampak Stres Kerja
Rini (2004) mengatakan bahwadampak stres kerja bagi individu
adalah munculnya masalah- masalah yang berhubungan dengan kesehatan,
psikologis, dan interaksi interpersonal. Dampak bagi kesehatan, tubuh akan
mudah terserang penyakit. Dampak psikologis, stres yang berkepanjangan
akan menyebabkan ketegangan dan kekuatiran yang terus- menerus, dan
dampak secara interaksi interpersonal, akan sering terjadi salah persepsi dalam
membaca dan mengartikan suatu keadaan, pendapat atau penilaian, kritik,
2.4. Cara Mengatasi Stres Kerja
Yates (1979, dikutip dari Rini 2004) mengatakan stres kerja sekecil
apapun juga harus ditangani dengan segera. Ada delapan aturan main yang
harus diikuti dalam mengatasi stres yaitumempertahankan kesehatan sebaik
mungkin, dengan berbagai cara agar individu tidak jatuh sakit, menerima diri
apa adanya dengan segala kekurangan dan kelebihan serta kegagalan maupun
keberhasilan sebagai bagian dari kehidupan yang dialami, tetap memelihara
hubungan persahabatan yang indah dengan seseorang yang dianggap paling
bisa untuk curhat.
Melakukan tindakan positif dan konstruktif dalam mengatasi sumber
stres di dalam pekerjaan, misalnya segera mencari solusi atas permasalahan
yang dihadapi dalam pekerjaan, tetap selalu memelihara hubungan stres
dengan orang-orang diluar lingkungan pekerjaan, misalnya, tenaga atau
kerabat dekat, berusaha mempertahankan aktivitas yang kreatif diluar
pekerjaan, misalnya berolahraga atau berekreasi, selalu melibatkan diri dalam
pekerjaan-pekerjaan yang berguna, misalnya kegiatan stres dan keaga maan,
serta menggunakan metode analisa yang cukup ilmiah dan rasional dalam
3. Kinerja
3.1. Defenisi Kinerja
Gordon dalam Nawawi (2006), kinerja merupakan suatu fungsi
kemampuan pekerja dalam menerima tujuan pekerjaan, tingkat pencapaian
tujuan dan interaksi antara tujuan dan kemampuan pekerja.
3.2.Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja
Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja antara lain pengetahuan,
pengalaman dan kepribadian. Pengetahuan, khususnya yang berhubungan
dengan pekerjaan yang menjadi tanggung jawab dalam bekerja, mencakup
jenis dan jenjang pendidikan serta pelatihan yang pernah diikuti dibidangnya.
Pengalaman, berkaitan dengan jumlah waktu atau lamanya dalam bekerja,
tetapi berkenaan juga dengan substansi yang dikerjakan yang jika
dilaksanakan dalam waktu yang cukup lama akan meningkatkan kemampuan
dalam mengerjakan suatu bidang tertentu. Kepribadian, berupa kondisi
didalam diri seseorang dalam menghadapi bidang kerjanya, seperti minat,
bakat, kemampuan bekerjasama/ keterbukaan, ketekunan, kejujuran, motivasi
kerja, dan sikap terhadap pekerjaan (Nawawi, 2006).
3.3. Evaluasi kinerja
Penilaian kinerja merupakan alat yang paling dapat dipercaya oleh manajer
perawat dalam mengontrol sumber daya manusia dan produktivitas. Proses
pegawai dalam rangka menghasilkan jasa keperawatan dalam kualitas dan
volume yang tinggi (Nursalam, 2008).
Menurut Nawawi (2006), mengatakan bahwa evaluasi kinerja
merupakan kegiatan mengukur/menilai pelaksanaan pekerjaan yang hasilnya
dijadikan umpan balik (feed back) untuk membuat keput usan mengenai
keberhasilan atau kegagalan seseoarang pekerja dalam melaksanakan tugas
pokoknya
3.4. Proses Keperawatan
Potter & Perry (2005) mengatakan bahwa proses keperawatan adalah
suatu pendekatan untuk pemecahan masalah yang memampukan perawat
untuk mengatur dan memberikan asuhan keperawatan. Ada lima tahap proses
keperawatan yaitu pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan,
implementasi, evaluasi.
Pengkajian merupakan langkah pertama dari proses keperawatan,
dimulai perawat dengan menerapkan pengetahuan dan pengalaman untuk
menyimpulkan data tentang klien. Pengkajian digunakan dalam peran
kolaboratif perawat. Perawat membuat pengamatan klinis tentang klien,
melaporkan situasi klien yang berhubungan degan masalah medis. Dalam
peran mandiri memberikan perawatan kesehatan, perawat mengaji kebutuhan
kesehatan klien dan melakukan intervensi.Pengkajian yang akurat penting
Diagnosa keperawatan, setelah menyelesaikan pengkajian
keperawatan, perawat melanjutkan pada diagnosa keperawatan yang
merupakan penilaian khusus tentang respon individu, keluarga dan komunitas
terhadap masalah kesehatan aktual atau potensial. Diagnosa keperawatan yaitu
pernyataan yang menguraikan respon actual atau potensial terhadap masalah
kesehatan, perawat mempunyai izin dan berkompeten untuk mengatasinya.
Perencanaan merupakan kategori dari prilaku keperawatan dimana
tujuan yang berpusat pada klien dan hasil yang diperkirakan ditetapkan dan
diintervensi keperawatan dipilih untuk tujuan tersebut. Selama perencanaan
dibuat prioritas. Selain berkolaborasi dengan klien dan keluarga klien,
perawatan berkolaborasi dengan anggota tim perawatan kesehatan lainnya,
memodifikasi asuhan dan mencatat informasi yang relevan tentang kebutuhan
perawat kesehatan dan penatalaksanaan klinis.
Implementasi, implementasi merupakan komponen dari proses keperawatan.
Implementasi mencakup melakukan, membantu atau mengarah kinerja
aktivitas kehidupan sehari- hari, memberikan asuhan keperawatan untuk
mencapai tujuan yang berpusat pada klien, mencatat serta melakukan
pertukaran informasi yang relevan dengan perawatan kesehatan yang
berkelanjutan dari klien. Selama implementasi, perawatan mengkaji kembali
klien, memodifikasi rencana asuhan dan menulis kembali hasil yang
Evaluasi, tahap evaluasi dari proses keperawatan untuk mengukur
respons klien terhadap tindakan keperawatan dan kemajuan klien kearah
pencapaian tujuan. Perawat mengevaluasi apakah prilaku atau respon klien
mencerminkan suatu kemunduran atau kemajuan dalam diagnosa keperawatan
atau pemeliharaan stasus yang sehat. Selama evaluasi perawatan memutuskan
apakah langkah proses keperawatan sebelumnya telah efektif.
3.5.Standar Instrumen Penilaian Kinerja Perawat dalam Melaksanakan
Asuhan keperawatan
Penilaian kualitas pelayanan keperawatan kepada pasien di dalam
melaksanakan asuhan keperawatan digunakan standar praktik keperawatan
yang merupakan pedoman bagi perawatan dala m melaksanakan asuhan
keperawatan. Standar praktik keperawatan yang telah dijabarkan oleh PPNI
(2000 dikutip dari Nursalam, 2008) yang mengacudalam keperawatan yang
meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi dan
evaluasi. Standar pertama yaitu pengkajian,pada pengkajian perawat
mengumpulkan data tentang status kesehatan pasien secara sistematis,
menyeluruh, akurat, singkat dan berkesinambungan. Kriteria pengkajian yaitu,
pengumpulan data dilakukan dengan cara anamnesa, observasi, pemeriksaan
fisik. Sumber data adalah pasien, keluarga atau orang terkait, tim kesehatan,
rekam medis dan catatan lain. Standar kedua yaitu diagnosa keperawatan,pada
keperawatan. Kriteria proses diagnosa terdiri dari analisa, interpretasi data,
identifikasi masalah pasien dan perumusan diagnosa keperawatan.
Diagnosa keperawatan terdiri dari masala h, penyebab, tanda atau
gejala. Bekerjasama dengan pasien dan petugas kesehatan lainuntuk
memvalidasi diagnosa keperawatan, melakukan pengkajian ulang dan
merevisi diagnosa berdasarkan data baru. Standar ketiga yaitu perencanaan
keperawatan, pada perencanaan perawat membuat rencana tindakan
keperawatan untuk mengatasi masalah dan meningkatkan kesehatan pasien.
Kriteria pada perencanaan terdiri dari penetapan prioritas masalah, tujuan dan
rencana tindakan keperawatan, bekerjasama dengan pasien dalam menyusun
rencana tindakan keperawatan, perencanaan bersifat individual sesuai dengan
kondisi atau kebutuhan pasien, mendokumentasikan rencana keperawatan.
Standar keempat yaitu Implementasi, perawat mengimplementasikan
tindakan yang telah diidentifikasi dalam rencana asuhan keperawatan.
Kriteria, bekerjasama dengan pasien dalam pelaksanaan tindakan
keperawatan, berkolaborasi dengan tim kesehatan lain, melakukan tindakan
keperawatan untuk mengatasi kesehatan pasien, memberikan pendidikan pada
pasien dan keluarga mengenai konsep, keterampilan asuhan diri serta
membantu pasien memodifikasi lingkungan yang digunakan, mengkaji ulang
dan merevisi pelaksanaan tindakan keperawatan yang berdasarkan respon
Standar kelima yaitu evaluasi keperawatan, perawat mengevaluasi
kemajuan pasien terhadap tindakan keperawtan dalam pencapaian tujuan dan
merevisi data dasar dan perencanaan. Kriteria evaluasi terdiri dari,menyusun
perencanaan evaluasi hasil dari intervensi secara komprehensif, tepat waktu
dan terus-menerus, menggunakan data dasar dan respon pasien dalam
mengukur perkembangan kearah pencapaian tujuan, memvalidasi dan
menganalisis data baru dengan teman sejawat, bekerjasama dengan pasien
keluarga untuk memodifikasi rencana asuhan keperawatan,
mendokumentasikan hasil evaluasi dan memodifikasi perencanaan.
Menurut Departemen Kesehatan (Depkes), 2005 bahwa instrument
evaluasi penerapan standar asuhan keperawatan di Rumah Sakit dilihat dari
beberapa aspek, yaitu pengkajian, diagnosa, intervensi (perencanaan),
implementasi (tindakan), evaluasi. Tahap pertama pengkajian terdiri dari
mencatat data yang dikaji sesuai dengan pedoman pengkajian, data
dikelompokkan (bio-psiko-sosial-spritual), data dikaji sejak pasien masuk
sampai pulang, masalah dirumuskan berdasarkan kesenjangan antara status
kesehatan dengan norma dan pola fungsi kehidupan. Tahap kedua yaitu
diagnosa yang terdiri dari diagnosa keperawatan berdasarkan masalah yang
telah dirumuskan, diagnosa keperawatan mencerminkan PE/PES,
merumuskan diagnosa keperawatan actual/potensial. Tahap ketiga yaitu
intervensi yang dibuat berdasarkan diagnosa keperawatan, disusun
pasien/subyek, perubahan, perilaku, kondisi pasien dan atau kriteria waktu,
rencana tindakan mengacu pada tujuan dengan kalimat perintah, terinci dan
jelas, rencana tindakan menggambarkan keterlibatan pasien/keluarga, dan
rencana tindakan menggambarkan kerjasama dengan tim kesehatan lain.
Tahap implementasi, tindakan dilaksanakan mengacu pada rencana
keperawatan, perawat mengobservasi respon pasien terhadap tindakan
keperawatan, revisi tindakan berdasarkan hasil evaluasi, semua tindakan yang
telah dilaksanakan dicatat ringkas dan jelas. Tahap evaluasi, pada tahap ini
mengacu pada tujuan dan hasil evaluasi kemudian dicatat.
4. Hubungan stres kerja dengan kinerja perawat
Hubungan stres kerja dengan kinerja merupakan hubungan U terbalik,
artinya semakin tinggi tingkat stres, tantangan kerja juga bertambah maka
akan mengakibatkan prestasi juga bertambah, apabila tingkat stres sudah
optimal maka akan menyebabkan gangguan kesehatan dan pada akhirnya
akan menurunkan prestasi kerja (Iswanto,1999 dan Higgins, 2000 dikutip
BAB 3
KERANGKA PENELITIAN
1. Kerangka Konseptual
Stres kerja merupakan tuntutan pekerjaan yang melampaui
kemampuan individu (Rini, 2004). Adapun kerangka konsep dari stres kerja yang
akan diteliti dalam penelitian ini adalah faktor- faktor yang mempengaruhi stres
kerja menurut Griffin, 2004 & Dewe, 1989 dalam Abraham, 1997 antara lain
adalah tuntutan fisik, tuntutan peran, tuntutan interpersonal, beban kerja yang
berlebihan, kesulitan menjalin hubungan dengan staf lain, dan kesulitan terlibat
dalam merawat pasien kritis. Dimana faktor- faktor stres kerja perawat akan
mempengaruhi kinerja perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan.
Gordon dalam Nawawi (2006) mengatakan bahwa kinerja merupakan suatu
fungsi kemampuan pekerja dalam menerima tujuan pekerjaan, tingkat
pencapaian tujuan dan interaksi antara tujuan dan kemampuan pekerja. Kinerja
perawat yang akan diteliti dalam penelitian ini menggunakan standar praktik
keperawatan yang telah dijabarkan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia
(PPNI), 2000 dalam Nursalam, 2008 antara lain meliputi : pengkajian, diagnosa
Skema 3.1
Kerangka Konsep Penelitian
Hubungan Stres Kerja Dengan Kinerja Perawat pelaksana
Variabel Independen Variabel Dependen
Stres Kerja
- Tuntutan fisik - Tuntutan peran
- Tuntutan interpersonal (Griffin, 2004).
- Beban kerja yang berlebih - Kesulitan menjalin hubungan
dengan staf lain
- Kesulitan terlibat dalam merawat pasien kritis (Dewe, 1989 dikutip dalam
Abraham, 1997).
Kinerja Perawat
- Pengkajian
- Diagnosa keperawatan - Perencanaan
- Implementasi
2. Kerangka Operasional
Tabel 3.1
Kerangka Operasional
Hubungan stres Kerja Dengan Kinerja Perawat Pelaksana
Tabel 3.1
Kerangka Operasional
Hubungan stres Kerja Dengan Kinerja Perawat Pelaksana
No Variabel Defenisi Operasional
Hipotesa yang digunakan dalam penelitian ini adalah hipotesa
alternatif (Ha) yaitu terdapat hubungan antara stres kerja dengan kinerja
BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN
1. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif korelasidengan cara
melihat skor atau nilai rata-rata dari variabel stres kerja dengan variabel kinerja
perawat pelaksana di Instalasi Rawat Inap RSUD Kota Dumai. Koefisien
korelasi yang diperoleh selanjutnya dapat dijadikan dasar untuk menguji
hipotesis penelitian yang dikemukakan dengan membuktikan apakah ada
hubungan antara kedua variabel tersebut (Hidayat, 2007).
2. Populasi dan Sampel Penelitian
2.1.Populasi Penelitian
Populasi penelitian merupakan seluruh subjek atau objek dengan
karakteristik tertentu yang akan diteliti (Hidayat, 2007). Populasi dalam
penelitian ini adalah perawat pelaksana yang bekerja di Instalasi Rawat Inap
RSUD Kota Dumai dengan kriteria ruangan yaitu : ruangan irna A, irna B,
irna C dan irna D yang berjumlah 82 perawat.
2.2. Sampel Penelitian
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Arikunto,
2006). Penentuan jumlah sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan tehnik purposive sampling, yaitu suatu tehnik penetapan
dihendaki peneliti (tujuan/masalah dalam penelitian) sehingga sampel
tersebut dapat mewakili karakteristik populasi yang telah dikenal
sebelumnya (Arikunto, 2006). Penelitian ini dilakukan pada perawat
pelaksana yang bekerja di 4 unit instalasi rawat inap dengan jumlah sampel
sebanyak 45 orang.
Perhitungan besar sampel ditetapkan dengan menggunakan rumus
Notoatmodjo (2005) :
n = N
1+ N (d²)
Keterangan :
N = Besar populasi
n = Besar sampel
d = Tingkat kepercayaan/ketetapan yang diinginkan
n = 82
1+ 82 (0,1²)
n = 82
1+ 82 (0,01)
n = 45,05
Pengambilan sampel dari setiap unit ditentukan dengan menggunakan
rumus Isgiyanto (2009) :
N i x n ni =
Keterangan :
ni = Besar sampel yang harus diambil dari unit 1
Ni = Besar populasi dari unit 1
N = Besar Populasi
n = Besar sampel
ni = 13,1
Tabel 4.1.
Tehnik Pengambilan Sampel dari Tiap-Tiap Ruangan
No Ruangan Populasi Sampel
1 IRNA A 24 13
2 IRNA B 21 11
3 IRNA C 19 10
4 IRNA D 18 11
Jumlah 82 45
Kriteria sampel yang diteliti adalah perawat pelaksana di Instalasi
rawat Inap RSUD Kota Dumai di unit irna A, irna B, irna C dan irna D.
3. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di ruang rawat inap RSUD Kota Dumai.
Adapun pertimbangan pemilihan rumah sakit tersebut karena merupakan rumah 24 x 45
sakit tipe B, rumah sakit pendidikan, perawat bekerja selama 24 jam dan sampel
penelitian jumlahnya tersedia. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus-
September 2012.
4. Pertimbangan Etik
Dalam penelitian ini peneliti memberi penjelasan kepada responden
tentang maksud dan tujuan penelitian serta prosedur penelitian yang dilakukan.
Jika responden bersedia diteliti maka diminta kepada responden untuk
menandatangani lembar persetujuan (informed consent). Jika responden menolak
untuk diteliti maka peneliti tidak memaksa dan tetap menghormati hak
responden. Kerahasiaan catatan menge nai responden dijamin dengan
menggunakan inisial responden atau memberi kode pada masing- masing lembar
kuesioner dan menyimpan instrument penelitian selesai digunakan untuk
kepentingan peneliti. (Nursalam, 2003).
5. Instrumen Penelitian
Instrumen yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner.
Kuesioner stres kerja disusun sendiri oleh peneliti berdasarkan tinjauan pustaka
dari faktor- faktor yang mempengaruhi stres kerja menurut Griffin, 2004 &Dewe,
1989 dalam Abraham,1997 dan untuk kuesioner kinerja perawat pelaksana juga
disusun sendiri oleh peneliti sesuai dengan tinjauan pustaka yang dijabarkan
yaitu bagian pertama tentang data demografi meliputi, kode responden, status,
pendidikan, status kepegawaian, lama bekerja dan besar gaji/tunjangan.
Bagian kedua tentang stres kerja terdiri dari 15 pernyataan. Pilihan
jawaban yang diberikan adalah tidak pernah diberi skor 1, kadang-kadang diberi
skor 2, sering diberi skor 3, selalu diberi skor 4. Menurut Wahyuni (2011)
berdasarkan rumus statistika p= rentang/banyak kelas. Rentang merupakan
pengurangan nilai tertinggi dengan nilai terendah, nilai terendah yang mungkin
diperoleh oleh setiap responden adalah 15 dan nilai tertinggi adalah 60. Rentang
kelas sebesar 45 (60-15) dan banyak kelas yang diinginkan adalah 3 yaitu stres
kerja ringan (15-30), stres kerja sedang (31-45), stres kerja berat (46-60).
Berdasarkan uraian diatas kuesioner stres kerja dapat dilihat pada
tabel 4.2.
Tabel 4.2.
Kuesioner Stres Kerja
Variabel Sub variable No Soal Jumlah
soal
Stres kerja Tuntutan fisik Tuntutan peran
Tuntutan interpersonal Beban kerja yang berlebihan
Kesulitan menjalin hubungan dengan staf lain
Bagian ketiga tentang kinerja perawat pelaksana terdiri dari 23
pernyataan. Pilihan yang diberikan adalah tidak pernah diberi skor 1,
kadang-kadaing diberi skor 3, selalu diberi skor 4. Menurut Wahyuni (2011) berdasarkan
k kelas. Rentang merupakan pengurangan nilai tertinggi dengan nilai terendah,
nilai terendah yang mungkin diperoleh oleh setiap responden adalah 23 tertinggi
adalah 92. Rentang kelas sebesar 69 (92-23) dan banyak kelas yang diiginkan
adalah 3 yaitu, kinerja baik (70-92), kinerja cukup (47-69), kinerja kurang
(23-46). Berdasarkan uraian diatas lembaran kuesioner kinerja perawat pelaksana
Tabel 4.3.
Kuesioner Kinerja Perawat Pelaksana
Variabel Sub variable No soal Jumlah soal
Kinerja
Validitas merupakan suatu indeks yang menunjukkan kemampuan
instrumen pengumpulan data untuk mengukur apa yang harus diukur, untuk
mendapatkan data yang relevan dengan apa yang sedang diukur (Dempsey,
2002). Untuk menguji validitas berdasarkan tinjauan pustaka selanjutnya
dikonsultasikan kepada yang berkompeten dibidang tersebut (Setiadi, 2007).
Pada instrument penelitian ini, uji validitas dilakukan sebelum pengumpulan
data dengan melakukan konsultasi kepada beberapa ahli administrasi
keperawatan yakni kepada Diah Arrum, S.Kep,Ns, M.Kep di Departemen
Keperawatan Dasar & Medikal Bedah Fakultas Keperawatan USU dan Ns
Junaina Ridwan S.Kep selaku Kepala Seksi (Ka.Sie) Keperawatan di RSUD
6.2. Uji Reliabilitas
Uji realiabilitas instrumen adalah suatu uji yang dilakukan untuk
mengetahui konsistensi dari instrument sehingga dapat digunakan untuk
penelitian selanjutnya dalam ruang lingkup yang sama. Sebuah instrument
disebut reliabel jika instrument itu melakukan apa yang seharusnya
dilakukan dengan cara yang sama (Dempsey, 2002).
Pada penelitian ini peneliti melakukan reliabel di Instalasi Rawat Inap
RSUD Kota Dumai ( Irna A, Irna B, Irna C, Irna D) yang dilakukan sebelum
penelitian dengan menggunakan teknik tes ulang dimana kuesioner yang
sama diteskan kepada kelompok responden yang bukan menjadi sampel
dalam penelitian ini tetapi masih termasuk dalam populasi yang sama yang
diberikan kepada perawat pelaksana yang terpilih berdasarkan pertimbangan
pribadi peneliti sendiri sebanyak 30 sampel dengan menggunakan
Cronbach’s alpha dengan program komputerisasi. Adapun alasan peneliti
menggunakan rumus Cronbach’s alpha karena skala pengukuran kuesioner
menggunakan skala ordinal. Untuk kuesioner stres kerja diperoleh hasil
0,842 dan untuk kuesioner kinerja perawat pelaksana hasil yang diperoleh
0,948. Hasil ini sudah dikatakan reliabel sesuai dengan pendapat Dempsey
(2002) yang mengatakan bahwa suatu instrument pengukuran yang
memiliki reliabilitas sempurna koefisiennya 1,00 yaitu 0,80 ; 0,70 ; atau
7. Prosedur Pengumpulan Data
Peneliti mengajukan permohonan izin pelaksanaan penelitian pada
Institusi Pendidikan Program Studi Ilmu keperawatan FK USU yang dilanjutkan
dengan mengajukan permohonan izin penelitian di RSUD Kota Dumai. Setelah
mendapat izin dari Direktur RSUD Kota Dumai. Mula- mula peneliti
mengidentifikasi semua karakteristik populasi dengan mengadakan studi
pendahuluan/dengan mempelajari berbagai hal yang berhubungan dengan
populasi. Kemudian peneliti menetapkan sampel berdasarkan pada
pertimbangan pribadi peneliti sendiri, sebagian dari anggota populasi menjadi
sampel penelitian dan sebagian populasi menjadi uji ulang reliabel. Sampel
pertama dari tiap unit diambil secara acak oleh perwakilan perawat pelaksana
dari tiap unit yang pengambilannya diberikan nomor urut dengan teknik undian.
Kemudian sampel berikutnya dipilih dengan mengambil setiap anggota populasi
dari setiap unit dengan menggunakan rumus interval tertentu. Interval disini
merupakan kelipatan atau pola yang digunakan dalam pengambilan sampel
populasi dari tiap unit yang menyerupai deret ukur yang akan mempengaruhi
terpilih tidaknya sampel berikutnya (Istijanto,2006).
Jumlah populasi setiap unit
Jumlah sampel yang diambil
24
13
= 1,8 Rumus Interval =
Setelah sampel terpilih sesuai rumus interval kemudian peneliti
mengadakan pendekatan kepada calon responden untuk mendapatkan
persetujuan sebagai sampel penelitian, responden diambil sesuai rumus dari
tiap-tiap ruang rawat inap dan responden diberi kesempatan membaca lembar
persetujuan kemudian menandatangani lembar persetujuan tersebut.
Responden diminta untuk menjawab pertanyaan yang terdapat pada
lembaran kuesioner sesuai dengan petunjuk masing- masing bagian. Peneliti
memberitahu responden untuk mengisi kuesioner sesuai dengan apa yang
dialami, dirasakan, dilakukan oleh responden dan harus diisi sendiri oleh
responden. Notoatmodjo (2005) mengatakan bahwa jika kuesioner yang
diberikan terlalu banyak akan memakan waktu yang panjang dan dapat
menimbulkan kebosanan dari responden. Apabila responden sudah bosan maka
jawaban yang akan diberikan akan bias.
8. Analisa Data
Setelah semua data terkumpul maka dilakukan analisa data melalui
beberapa tahapan, antara lain tahap pertama editing yaitu mengecek kelengkapan
identitas responden serta memastikan bahwa semua pertanyaan telah diisi sesuai
petunjuk, tahap coding yaitu memb eri kode atau angka tertentu pada kuesioner
untuk mmpermudah waktu mengadakan tabulasi dan analisa, tahap ketiga
processing yaitu memasukkan data dari kuesioner kedalam program komputer
yaitu mengecek kembali data yang telah di entry untuk mengetahui ada
kesalahan atau tidak. Data yang sudah diolah, disajikan dalam bentuk tabel
distribusi frekuensi, deskripsi tentang sampel penelitian berupa frekuensi dan
presentase yaitu pada data demografi, stres kerja dan kinerja perawat pelaksana.
Hubungan antara dua variabel dalam penelitian diuji dengan
menggunakan korelasi pearson, sebab kedua variabel termasuk kelompok data
ordinal dan berdistribusi normal. Ada tidaknya korelasi dinyatakan dalam angka
pada indeks. Arah korelasi dinyatakan dalam tanda (+) menyatakan adanya
korelasi sejajar searah, dan tanda (-) menyatakan korelasi sejajar berlawanan
arah (Arikunto, 2002).Pada uji ini, ada dua jenis kelompok data- interval
berbeda saling dibandingkan untuk menentukan derajat hubungan diantara
keduanya, karena r berkisar antara -1,0 sampai +1,0 sehingga dapat dikatakan
bahwa poin ini saling berhubungan baik secara positif atau secara negatif. Di sisi
lain, jika koefisien korelasi mendekati 0, maka poin-poin tersebut hubungannya
lemah atau tidak ada hubungan .
Tahapan terakhir dalam analisa data adalah mengidentifikasi
hubungan antara stres kerja dengan kinerja perawat pelaksana di instalasi rawat
inap RSUD Kota Dumai. Untuk mengetahui hubungan antar variabel digunakan
uji statistik korelasi pearson, dengan batas kemaknaan a= 0,05. Dengan
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini akan diuraikan data hasil penelitian dan pembahasan yang
diperoleh dari hasil pengumpulan data terhadap 45 perawat di Instalasi rawat inap
Irna A, Irna B, Irna C dan Irna D di RSUD Kota Dumai. Penyajian data penelitian ini
meliputi deskriptif karakteristik responden, stres kerja, kinerja perawat pelaksana,
dan korelasi stres kerja dengan kinerja perawat pelaksana di RSUD Kota Dumai.
1. Hasil Penelitian
1.1. Karakteristik Responden
Tabel 5.1. Distribusi frekuensi dan Persentase Karakteristik Responden di Instalasi Rawat Inap RSUD Kota Dumai (N=45)
Berdasarkan tabel 5.1 hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
mayoritas responden berstatus menikah yaitu 26 orang (57,8%) dengan
tingkat pendidikan mayoritas responden berpendidikan DIII Keperawatan
yaitu 40 orang (88,9%) dan dilihat dari status kepegawaiannya mayoritas
responden berstatus sebagai tenaga kerja lepas (TKL) yaitu 24 orang
(53,3%) dan mayoritas responden dengan lama bekerja < 5 tahun yaitu 35
orang (77,8%) serta menerima gaji/ pendapatan mayoritas responden
sebesar RP. 800.000- RP.1 Juta yaitu 20 orang (44,4%).
1.2. Stres Kerja
Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi dan Persentase Tingkat Stres Kerja Perawat di Ruang Rawat Inap RSUD Kota Dumai (N=45)
Tingkat Stres kerja Perawat Frekuensi (n) Persentase (%)
Stres kerja ringan 17 37,8
Stres kerja sedang 19 42,2
Stres kerja Berat 9 20,0
Total 45 100%
Berdasarkan tabel 5.2 hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas
perawat yang bekerja di ruang rawat inap RSUD Kota Dumai 17perawat
(37,8%) mengalami stres kerja ringan, 19 perawat (42,2%) mengalami stres
1.3. Kinerja Perawat
Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi dan Persentase Tingkat Kinerja Perawat di Ruang Rawat Inap RSUD Kota Dumai (N=45)
Tingkat Kinerja Perawat Frekuensi (n) Persentase (%)
Kinerja Baik 14 31,1 Kinerja Cukup 22 48,9 Kinerja Kurang 9 20,0 Total 45 100%
Berdasarkan tabel 5.3 pengelompokan tingkat kinerja perawat, hasil
penelitian menunjukkan bahwa mayoritas perawat memiliki kinerja cukup
yaitu 22 perawat (48,9 %), 14 perawat (31,1%) memiliki kinerja baik, 9
perawat (20,0%) memiliki kinerja kurang.
1.4. Analisa Hubungan Stres Kerja Dengan Kinerja Perawat Di Ruang Rawat
Inap RSUD Kota Dumai
Tabel 5.4. Hasil Uji Statistik Pearson Correlation Stres Kerja dengan Kinerja Perawat di Ruang Rawat Inap RSUD Kota Dumai (N=45)
Hasil Korelasi Stres Kerja Kinerja
Berdasarkan tabel 5.4 hasil uji statistik secara komputerisasi
menggunakan pearson correlation. Koefisien korelasi stres kerja dengan
kinerja perawat diperoleh 0,682 berarti korelasi stres kerja dengan kinerja
perawat mempunyai hubungan yang kuat dan nilai p- value pada kolom sig
(2-tailed) sebesar 0,000. Angka ini lebih kecil dari nilai a= 0,05. Hal ini
diinterpretasikan bahwa Ho di tolak, yang artinya ada hubungan antara stres
kerja dengan kinerja perawat pelaksana di Ruang Rawat Inap RSUD Kota
Dumai.
2. Pembahasan
2.1. Stres Kerja
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa mayoritas perawat
mengalami stres kerja sedang sebanyak 19 perawat (42,2%) yang
memberikan gambaran tentang bahwa masih adanya faktor yang
mempengaruhi timbulnya stres pada perawat terkait dengan lingkungan
kerja dan faktor beban kerja yang berlebihan dan kesulitan menjalin
hubungan dengan staf yang lain yang dirasakan perawat di ruang rawat inap
RSUD Kota Dumai.
Stres kerja pada kategori sedang pada penelitian ini salah satunya
merupakan kondisi tempat kerja yang kurang sehat dikarenakan masih
adanya resiko penularan penyakit di setiap ruangan rawat inap dan perawat
kerja yang berat dan masih mempunyai konflik dengan teman sejawat
sehingga menimbulkan stres pada perawat. Hal ini sesuai dengan pendapat
Griffin (2004) yang mengatakan bahwa tuntutan fisik terkait dengan
lingkungan kerja yaitu kondisi tempat kerja yang kurang sehat dapat
menimbulkan stres. Penyebab stres juga dikemukakan oleh Dewe (1989,
dikutip dalam Abraham, 1997) yang menyatakan bahwa beban kerja yang
terlalu berlebihan, masalah keterbatasan tenaga dan kesulitan menjalin
hubungan dengan teman staf lain seperti mengalami konflik dengan teman
sejawat. Hasil penelitian sebelumnya yang di kemukakan oleh Febriani
(2009) juga mengatakan bahwa semakin banyak jumlah pasien yang dirawat
dan semakin beragamnya penyakit serta tingkat kebutuhan juga bisa
memicu terjadinya stres.
Menurut asumsi peneliti, jika dilihat dari status kepegawaian,
rata-rata tenaga keperawatan masih berstatus Tenaga Kerja Lepas (TKL), ini
berarti adanya perbedaan atau diskriminasi struktur organisasi yang
menggambarkan garis tanggung jawab dalam suatu pekerjaan. Hal ini sesuai
dengan pendapat National Safety Council (2004) salah satu penyebab stres
adalah kurangnya penghargaan dan pengakuan kerja.
Di lihat dari besar gaji dan tunjangan perbulan, penghasilan
responden yang paling banyak adalah antara Rp. 800.000- Rp. 1 Juta
perbulan dengan jumlah responden sebanyak 20 orang (44,4%). Menurut
satunya adalah Downsizing (bertambahnya tanggung jawab tanpa
penambahan gaji) yang bisa menimbulkan stres.Sesuai dengan hasil survey
Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) tahun 2006 dalam Febrianti
(2009) yang melaporkan bahwa sekitar setengah (50,9 %) perawat Indonesia
yang bekerja di empat provinsi mengalami stres kerja, dengan keluhan yang
sering dialami yaitu pusing, lelah, tidak bisa beristirahat karena adanya
beban kerja yang terlalu tinggi dan menyita waktu, gaji yangrendah serta
insentif yang tidak memadai.
2.2. Kine rja Perawat
Berdasarkan hasil penelitian mayoritas perawat yang bekerja di
ruang rawat inap RSUD Kota Dumaimempunyai kinerja dalam kategori
cukup dalam melaksanakan asuhan keperawatan sebanyak 22 perawat
(48,9%). Kinerja perawat pelaksana pada kategori cukup pada penelitian ini
dikategorikan dari kemampuan yang dimiliki oleh tenaga perawat pelaksana
dalam melaksanakan tindakan asuhan keperawatan pasien yang terkait
dengan perawat lebih banyak melakukan pengkajian pada klien dengan
melengkapi format pengkajian, melakukan pengkajian melalui anamnesa dan
observasi, perawat lebih banyak merumuskan diagnosa keperawatan
berdasarkan masalah, penyebab atau gejala, perawat membuat rencana
perawatan pasien berdasarkan kondisi dan kebutuhan pasien, perawat
mengkaji ulang dan merevisi pelaksanaan tindakan keperawatan saat
kondisi kesehatan pasien dan perawat mengevaluasi kondisi pasien secara
terus menerus.
PPNI (2000 dikutip dari Nursalam,2008) yang mengatakan bahwa
penilaian kualitas pelayanan keperawatan kepada pasien di dalam
melaksanakan asuhan keperawatan maka digunakan standar praktik
keperawatan yang merupakan pedoman bagi perawatan dalam melaksanakan
asuhan keperawatan yang menjadi standar instrument dalam penilaian
kinerja perawat yang meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan,
perencanaan, implementasi dan evaluasi. Berdasarkan kine rja perawat dalam
pemberian layanan, hasil penelitian ini belum sesuai dengan penelitian
Natalia R (2004) yang mengatakan bahwa asuhan keperawatan yang optimal
merupakan salah satu indikator dari kinerja perawat tetapi hal ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Joeharno (2008) menunjukkan
bahwa tingkat kinerja perawat pelaksana memiliki kategori cukup sebesar
64,8 % dalam melaksanakan asuhan keperawatan di Ruang Rawat Inap
RSUD Lansirang.
2.3. Hubungan antara Stres Kerja dengan Kinerja perawat
Berdasarkan uji korelasi yang dilakukan didapat hasil yang
signifikan untuk terjadinya hubungan (r = 0,682), p value = 0,000 sehingga
Ho ditolak atau ada hubungan yang signifikan antara stres kerja dengan
kinerja perawat pelaksana di Instalasi Rawat Inap RSUD Kota Dumai.
kerja seseorang yaitu tuntutan fisik berupa lingkungan kerja yang panas,
dingin atau AC dan tidak ada AC, pencahayaan, luas ruangan kerja,.
Tuntutan peran seperti peran dan konflik yang dialami perawat. Tuntutan
interpersonal terjadi apabila sikap dan tujuan dari setiap individu berbeda.
Stres juga disebabkan oleh beban kerja yang berat sehingga kesulitan dalam
mempertahankan kualitas pekerjaan yang tinggi. Penyebab organisasional
berupa prosedur atau tindakan baru yang selalu mengikuti perkembangan
teknologi. Sedangkan dari individual berupa pertentangan karier dan
tanggung jawab keluarga, ekonomi, serta kejenuhan saat bekerja. Hal ini
sejalan dengan penelitian Yesi (2010) bahwa terdapat hubungan yang
bermakna antara tingkat stres kerja perawat dengan kinerja perawat
pelaksanadi Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum (RSUD) Pasaman
Barat.
Dari hasil tersebut sesuai juga dengan penelitian(Iswanto,1999 dan
Higgins, 2000 dikutip dalam Ilmi, 2003) bahwa semakin tinggi tingkat stres,
tantangan kerja juga bertambah maka akan mengakibatkan prestasi juga
bertambah, apabila tingkat stres sudah optimal maka akan menyebabkan
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang dilakukan mengenai Hubungan Stres Kerja
dengan Kinerja Perawat Pelaksana di Instalasi Rawat Inap RSUD Kota Dumai
dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa, mayoritas responden
berstatus menikah yaitu 26 orang dengan tingkat pendidikan mayoritas
responden berpendidikan DIII Keperawatan yaitu 40 orang dan dilihat
dari status kepegawaiannya mayoritas responden berstatus sebagai tenaga
kerja lepas (TKL) yaitu 24 orang dan mayoritas responden dengan lama
bekerja < 5 tahun yaitu 35 orang serta menerima gaji/pendapatan
mayoritas responden sebesar RP. 800.000- RP.1 Juta yaitu 20 orang.
2. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa, mayoritas stres kerja
perawat adalah kategori stres sedang yaitu sebanyak 19 responden.
3. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa, mayoritas kinerja
perawat adalah kategori kinerja cukup yaitu sebanyak 22 responden.
4. Hasil uji Korelasi Pearson yang dilakukan didapat adanya hubungan
antara stres kerja dengan kinerja perawat pelaksana di Instalasi Rawat