PENGARUH PENYULUHAN TENTANG MAKANAN KARIOGENIK DENGAN METODE CERAMAH DAN DISKUSI TERHADAP
PENGETAHUAN ANAK-ANAK PENDERITA KARIES GIGI DI SD NEGERI 068004 PERUMNAS
SIMALINGKAR MEDAN TAHUN 2015
SKRIPSI
OLEH :
ELPITA EDNUNI TARIGAN NIM. 071000084
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
▸ Baca selengkapnya: ceramah singkat anak sd tentang sholat
(2)PENGARUH PENYULUHAN TENTANG MAKANAN KARIOGENIK DENGAN METODE CERAMAH DAN DISKUSI TERHADAP
PENGETAHUAN ANAK-ANAK PENDERITA KARIES GIGI DI SD NEGERI 068004 PERUMNAS
SIMALINGKAR MEDAN TAHUN 2015
Skripsi ini Diajukan Sebagai
Salah satu Syrata Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
OLEH :
ELPITA EDNUNI TARIGAN NIM. 071000084
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
HALAMAN PENGESAHAN
Judul Skripsi :PENGARUH PENYULUHAN TENTANG MAKANAN KARIOGENIK DENGAN METODE CERAMAH DAN DISKUSI TERHADAP PENGETAHUAN ANAK-ANAK PENDERITA KARIES GIGI DI SD
NEGERI 068004 PERUMNAS
SIMALINGKAR MEDAN TAHUN 2015 Nama Mahasiswi : Elpita Ednuni Tarigan
Nomor Induk Mahasiswa : 071000084
Program Studi : Ilmu Kesehatan Masyarakat
Peminatan : Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku Tanggal Lulus : 13 Agustus 2015
ABSTRAK
Upaya peningkatan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) yang bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, diprioritaskan pada personal hygiene pada semua golongan usia, baik dewasa maupun anak-anak.. Kesehatan dan kebersihan dasar dapat dilihat dari gigi dan mulut seseorang dan merupakan bagian dari kesehatan tubuh yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. Karies gigi merupakan masalah utama kesehatan gigi dan mulut, khususnya pada anak usia sekolah dasar. Anak yang mengalami karies gigi menjadi malas makan dan akhirnya dapat menyebabkan kekurangan gizi. Konsumsi makanan kariogenik diduga meningkatkan karies gigi pada anak. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan anak-anak tentang kebersihan dan kesehatan gigi dalam meningkatkan derajat kesehatan anak-anak adalah melalui penyuluhan tentang makanan kariogenik dalam pencegahan terjadinya karies gigi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penyuluhan dengan metode ceramah dan diskusi terhadap peningkatan pengetahuan anak-anak mengenai makanan kariogenik di SDN 068004 Perumnas Simalingkar Medan Tahun 2015. Jenis penelitian ini adalah quasi eksperimental, dimana bentuk desain yang digunakan adalah desain one group pretest-postest dengan total sampling 50 anak penderita karies gigi. 25 anak dikelompokkan dalam metode diskusi dan 25 anak dalam metode ceramah. Data dimbil dari hasil kuesioner. Data diolah dengan uji paired sample t-test. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rerata nilai pengetahuan anak-anak paling tinggi terdapat pada grup diskusi yaitu 38, 68 dimana nilai t hitung -14,814 dengan (p) 0,00 pada kelompok diskusi menunjukkan metode diskusi lebih efektif dalam peningkatan pengetahuan anak-anak SDN 068004.
Disarankan bagi petugas kesehatan untuk meningkatkan penyuluhan tentang pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut melalui program UKGS dengan memprioritaskan metode diskusi sebagai alternative dalam usaha peningkatan pengetahuan siswa SDN 068004.
ABSTRACT
Clean and healthy behavior increasing effort have it purpose to raise the level of public health with personal hygiene as it priority for every ages classification, young or adult. Healthy and clean behavior can refers to teeth and mouth cleanliness which are part of body hygienity we can’t separate one each other because it influence to whole body cleanliness. Dental caries is one of the main problems in dental and mouth health, especially for elementary school children. It effect dental pain which can make decreasing appetite in a children, and finally it causes nutritional deficiency. The cariogenic food consumption is estimated can increase incidence of dental caries. One effort that can be done to improve children clean and healthy dental behavior knowledge and improving them healthiness is through health education by providing counseling of cariogenic food to preventing dental caries.
This study aims to determine the influence of illumination with a lecture and discussion to improve the knowledge of children with dental cavity about cariogenic food in SDN 068004 Perumnas Simalingkar Medan. This research was a quasi-experimental designed with one group pretest-posttest with 50 children as total sampling who detected have dental cavity. Amounting 50 student, 25 student to discuss group and 25 student to lecture group. Data obtained from the questionnaire questions. Test used paired sample t-test. The result showed that the average value of the highest knowledge in the group discussion method than the lecture method at 38,68 with t count -14,814 and (p) 0,00. The test result test showed the method of discussion is more effective in improving knowledge of children about cariogenic food in SDN 068004.
It is recommended to teacher and UKGS staff to prioritize discussion method as an alternative to the provision of information to improve the knowledge of children on SDN 068004.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Elpita Ednuni Tarigan
NIM : 071000084
Tempat / Tanggal Lahir : Binjai / 09 Desember 1989
Agama : Kristen Protestan
Status : Belum Menikah
Jumlah Bersaudara : 5 Orang
Alamat : Jl. Sawit 2 No. 22 Perumnas Simalingkar
Medan - 20141
Riwayat Pendidikan : 1. TK Swasta Budi Murni 2 Medan (1994-1995)
2. SD Negeri 068003 Medan (1995-2001)
3. SMP Negeri 10 Medan (2001-2004)
4. SMA Swasta St. Thomas 2 Medan (2004- 2007)
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya ucapkan kepada Tuhan yang Maha Esa atas berkat
dan Kasih-Nya yang melimpah sehingga saya dapat menyelesaikan penelitian
dan penyusunan skripsi yang berjudul “Pengaruh Penyuluhan tentang
Makanana Kariogenik dengan Metode Ceramah dan Diskusi Terhadap
Pengetahuan Anak-anak Penderita Karies Gigi di SD Negeri 068004 Perumnas
Simalingkar Medan 2015” yang merupakan salah satu syarat bagi saya untuk
menyelesaikan pendidikan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Sumatera Utara.
Saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada ibunda
B. Rosalina Bukit, atas kesabaran, dukungan kasih baik dari materil, doa, motivasi dan perhatian, juga kepada saudara-saudara saya Kak Dian, Bro Edtra, Encan, Kak Iin, Encin, dan Joye serta keponakan-keponakanku yang telah memberikan dukungan baik moral, material maupun spiritual selama
penulis mengikuti pendidikan ini.
Saya juga mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang tulus
kepada Ibu Namora Lumongga Lubis, MSc, PhD selaku Dosen Pembimbing I dan Bapak Drs. Eddy Syahrial, MS selaku Dosen Pembimbing II, yang telah membimbing, mendidik dan memberi banyak masukkan kepada saya
dalam menyelesaikan skripsi ini. Ucapan terima kasih yang tulus saya tujukan
kepada:
2. Ibu Irnawati Marsaulina S., Prof. Dra., MS., Dr., selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah membimbing saya selama melaksanakan
perkuliahan di FKM USU.
3. Bapak Drs. Tukiman, MKM selaku Dosen Penguji II sekaligus Ketua Departemen Pendididkan dan Kesehatan yang telah memberikan saran dan
bimbingan untuk memperbaiki penelitian ini.
4. Bapak Drs. Alam Bakti Keloko, M.Kes selaku Dosen Penguji III yang telah memberikan saran dan bimbingan untuk memperbaiki penelitian ini.
5. Bapak Khozali Mar’I, S.Ag selaku Kepala Sekolah dan seluruh guru,
staff dan murid-murid SD Negeri 068004 Medan.
6. Ibu Drg. Erni yang sudah bersedia menolong selama proses pemeriksaan anak-anak SD 068004.
7. Semua dosen dan pegawai Administrasi di FKM USU, khusunya pada
Departemen PKIP Kesehatan Masyarakat juga kepada Pak Warsito, yang sudah banyak membantu saya.
8. Sahabat-sahabat terbaik saya spesial Rani yang sangat menolong, Meishi, Agnes, Riska, dan Ana yang memberi dukungan dan turut membantu saya selama melakukan penelitian hingga penulisan skripsi selesai.
9. Ibu Pdt. Tetty Sinulingga dan keluarga kasih Anugerah, yang telah banyak mendoakan dan mendukung saya selama menjalani perkuliahan dan
10. Keluarga Mama dan Mami Tengah Andre Bukit, yang telah sangat membantu, mendorong dan memotivasi saya dalam proses penulisan skripsi ini
serta keluarga Bukit .
11. Spesial untuk Shawn Robert Knapp dan Shael, untuk setiap support, prayers, trust, motivation, affection dan hardwork.
12. Teman-teman seperjuangan di Departemen PKIP (Devi, Horas, Josia, Dominika, Lola, Dominika) Kesehatan Masyarakat yang selalu memberi motivasi dan bantuan selama mengerjakan skripsi ini.
Akhir kata semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa menyertai kita semua dan
saya berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
DAFTAR ISI
1.4. Manfaat Penelitian ……….……… 10
1.5. Batasan Masalah ……….……….. 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ………..…..……….. 11
2.1. Pengetahuan (Knowledge) ……..………. 11
2.2. Penyuluhan ………..……… 13
2.2.1. Pengertian Penyuluhan ……….. 13
2.2.2. Metode Penyuluhan dan Media Penyuluhan .…… 14
2.2.2.1. Pendekatan Kelompok besar (Ceramah) . 14 2.2.2.2. Pendekatan Kelompok Kecil (Diskusi) .. 15
2.3. Makanan Kariogenik ……… 15
2.4. Karies Gigi ………...……… 19
2.4.1. Definisi Karies Gigi ……….. 19
2.4.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Karies Gigi ……… 20
2.5. Proses Terjadinya Karies gigi ……….……….. 25
2.5.1. Pembentukan Karies ……….. 25
2.5.2. Proses Penjalaran Karies ………... 26
2.6. Bentuk-bentuk Karies Gigi ……….. 27
2.7. Hubungan Makanan Kariogenik Dengan Karies …………. 30
2.8. Konsep Frekuensi Menyikat Gigi ……… 31
2.9. Kerangka Konsep ……… 32
BAB III METODE PENELITIAN……….…….... 34
3.1. Jenis Penelitian ……….……….….. 34
3.2. Lokasi danWaktu Penelitian ……….………... 35
3.2.1. Lokasi Penelitian ……….………..… 35
3.2.2. Waktu Penelitian ……….……..… 35
3.2.3 Mekanisme Pelaksanaan Penelitian …………..…. 35
3.3. Populasi dan Sampel ………..…..…. 35
3.3.1. Populasi ……….………. 35
3.3.2. Sampel ……….……….. 36
3.4. Metode Pengumpulan Data ……….. 37
3.4.1. Data Primer ………...………. 37
3.4.2. Data Sekunder ………..………. 37
3.5. Instrumen Penelitian ………. 38
3.6. Definisi Operasional ………..……….. 38
3.7. Aspek Pengukuran ……….……….. 39
3.7.1. Pengetahuan ………..……….... 39
3.7.2. Karies Gigi ………..………... 39
3.8. Teknik Analisis Data ………...………. 40
3.8.1. Pengolahan Data ………..………. 40
3.8.2. Analisis Data ………..……… 40
BAB IV HASIL PENELITIAN ………..…………. 42
4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ………..……. 42
4.1.1. Letak Geografis Lokasi Penenlitian …….…….… 42
4.1.2. Ketenagakerjaan dan Kepegawaian SD Negeri 068004 ……….... 42
4.2. Gambaran Umum Karakteristik Responden ………... 43
4.3. Gambaran Umum Hasil Pengetahuan Anak-anak Penderita karies gigi tentang makanan kariogenik Pre-test dan Post-Test dengan metode ceramah……….. 45
4.4. Hasil Pengetahuan Anak-anak Penderita karies gigi tentang makanan kariogenik Pre-Test dan Post-Test dengan metode ceramah …… 46
4.6. Hasil Pengetahuan Anak-anak
Penderita karies gigi tentang makanan kariogenik
Pre-Test dan Post-Test dengan metode ceramah ……… 62
4.7. Perbedaan Nilai Rerata Hasil Pretest dan PostTest Pengetahuan Siswa Responden Tentang Makanan Kariogenik Dengan Metode teramah dan Diskusi………. 77
BAB V PEMBAHASAN ……… 80
5.1. Hasil Analisis Hubungan Pengetahuan Siswa Responden Sebelum dan sesudah diberikan penyuluhan ………… 80
5.2. Pengetahuan anak-anak penderita karies gigi tentang makanan kariogenik dan sukrosa sebelum dan sesudah mendapat penyuluhan dengan metode ceramah dan diskusi ………. 81
5.3. Pengetahuan anak-anak penderita karies gigi tentang bahaya makanan kariogenik, akibat lamanya makanan dalam mulut serta cara mengkonsumsinya serta frekuensi mengkonsumsi sebelum dan sesudah mendapat penyuluhan dengan metode ceramah dan diskusi ……….. 82
5.4. Pengetahuan anak-anak penderita karies gigi tentang hubungan makanan kariogenik dengan kejadian karies dan plak gigi gigi, jenis makanan kariogenik, serta bakteri penyebab karies gigi sebelum dan sesudah mendapat penyuluhan dengan metode ceramah dan diskusi ………. 83
5.5. Pengetahuan anak-anak penderita karies gigi tentang pentingnya menyikat gigi setelah makan dan frekuesi menyikat gigi yang benar sebelum dan sesudah mendapat penyuluhan dengan metode ceramah dan diskusi ………... 83
5.6. Pengaruh Penyuluhan Dengan Metode Ceramah Terhadap Peningkatan Pengetahuan Anak Tentang Makanan Kariogenik…….……….…… 99
5.7. Pengaruh Penyuluhan Dengan Metode Diskusi Terhadap Peningkatan Pengetahuan Anak Tentang Makanan Kariogenik…….……….…… 101
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ……….. 86
6.1. Kesimpulan ……… 86
DAFTAR PUSTAKA LAMPIR
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Kemanisan Gula ……… 18
Tabel 4.1. Gambaran Umum Karakteristik Responden ……….…… 43
Tabel 4.2. Distribusi Tingkat Pengetahuan Pretest dan Posttest …... 45
Tabel 4.3. Distribusi Pengetahuan Tentang Istilah Makanan
Kariogenik ……….. 46
Tabel 4.4. Distribusi Pengetahuan Tentang Definisi Makanan
Kariogenik ……… 47
Tabel 4.5. Distribusi Pengetahuan Tentang Sifat Makanan
Kariogenik ………..………. 48
Tabel 4.6. Distribusi Pengetahuan Tentang Alasan Makanan
Kariogenik Berbahaya ……… 49
Tabel 4.7. Distribusi Pengetahuan Tentang Lama Makanan
Kariogenik Boleh Berada Di Dalam Mulut ……… 50
Tabel 4.8. Distribusi Pengetahuan Tentang Frekuensi Makan
Makanan Kariogenik ……… 51
Tabel 4.9. Distribusi Pengetahuan Tentang Resiko Mengemil
Terhadap Terjadinya Karies Gigi ……….…………. 52
Tabel 4.10. Distribusi Pengetahuan Tentang Alasan Mengulum
Tabel 4.11. Distribusi Pengetahuan Tentang Pernyataan yang Benar
Mengenai Sukrosa ……… 54
Tabel 4.12. Distribusi Pengetahuan Tentang Hubungan Makan Makanan
Kariogenik dengan Karies Gigi ……… 55
Tabel 4.13. Distribusi Pengetahuan Tentang Jenis Makanan Kariogenik 56
Tabel 4.14. Distribusi Pengetahuan Tentang Kuman atau Bakteri
Penyebab Karies Gigi ………... 57
Tabel 4.15. Distribusi Pengetahuan Tentang Definisi Plak Gigi …….. 58
Tabel 4.16. Distribusi Pengetahuan Tentang Pentingnya Menyikat Gigi
Setelah Makan ………. 59
Tabel 4.17. Distribusi Pengetahuan Tentang Frekuensi Menyikat Gigi
Dalam Satu Hari ……….…….…...…. 60
Tabel 4.18. Distribusi Tingkat Pengetahuan Pretest dan Posttest
Diskus i……….…...……. 61
Tabel 4.19 Distribusi Pengetahuan Tentang Istilah Makanan
Kariogenik ……….. 62
Tabel 4.20. Distribusi Pengetahuan Tentang Definisi Makanan
Kariogenik ……… 63
Tabel 4.21. Distribusi Pengetahuan Tentang Sifat Makanan
Kariogenik ………. 64
Tabel 4.22. Distribusi Pengetahuan Tentang Alasan Makanan
Kariogenik Berbahaya ……… 65
Kariogenik Boleh Berada Di Dalam Mulut ……… 66
Tabel 4.24 Distribusi Pengetahuan Tentang Frekuensi Makan
Makanan Kariogenik ……… 67
Tabel 4.25 Distribusi Pengetahuan Tentang Resiko Mengemil
Terhadap Terjadinya Karies Gigi ……….…………. 68
Tabel 4.26. Distribusi Pengetahuan Tentang Alasan Mengulum
Makanan Tidak Baik Bagi Kesehatan Gigi ………. 69
Tabel 4.27. Distribusi Pengetahuan Tentang Pernyataan yang Benar
Mengenai Sukrosa ……… 70
Tabel 4.28. Distribusi Pengetahuan Tentang Hubungan Makan Makanan
Kariogenik dengan Karies Gigi ……… 71
Tabel 4.29. Distribusi Pengetahuan Tentang Jenis Makanan
Kariogenik ………. 72
Tabel 4.30. Distribusi Pengetahuan Tentang Kuman atau Bakteri
Penyebab Karies Gigi ………. 73
Tabel 4.31. Distribusi Pengetahuan Tentang Definisi Plak Gigi …….. 74
Tabel 4.32. Distribusi Pengetahuan Tentang Pentingnya Menyikat Gigi
Setelah Makan ………. 75
Tabel 4.33. Distribusi Pengetahuan Tentang Frekuensi Menyikat Gigi
Dalam Satu Hari ……….………. 76
Tabel 4.34. Perbedaan Nilai Rerata Hasil Pretest dan Posttest
Pengetahuan Siswa Responden Tentang Makanan
Tabel 4.19. Perbedaan Nilai Rerata Hasil Pretest dan Posttest
Pengetahuan Siswa Responden Tentang Makanan
ABSTRAK
Upaya peningkatan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) yang bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, diprioritaskan pada personal hygiene pada semua golongan usia, baik dewasa maupun anak-anak.. Kesehatan dan kebersihan dasar dapat dilihat dari gigi dan mulut seseorang dan merupakan bagian dari kesehatan tubuh yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. Karies gigi merupakan masalah utama kesehatan gigi dan mulut, khususnya pada anak usia sekolah dasar. Anak yang mengalami karies gigi menjadi malas makan dan akhirnya dapat menyebabkan kekurangan gizi. Konsumsi makanan kariogenik diduga meningkatkan karies gigi pada anak. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan anak-anak tentang kebersihan dan kesehatan gigi dalam meningkatkan derajat kesehatan anak-anak adalah melalui penyuluhan tentang makanan kariogenik dalam pencegahan terjadinya karies gigi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penyuluhan dengan metode ceramah dan diskusi terhadap peningkatan pengetahuan anak-anak mengenai makanan kariogenik di SDN 068004 Perumnas Simalingkar Medan Tahun 2015. Jenis penelitian ini adalah quasi eksperimental, dimana bentuk desain yang digunakan adalah desain one group pretest-postest dengan total sampling 50 anak penderita karies gigi. 25 anak dikelompokkan dalam metode diskusi dan 25 anak dalam metode ceramah. Data dimbil dari hasil kuesioner. Data diolah dengan uji paired sample t-test. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rerata nilai pengetahuan anak-anak paling tinggi terdapat pada grup diskusi yaitu 38, 68 dimana nilai t hitung -14,814 dengan (p) 0,00 pada kelompok diskusi menunjukkan metode diskusi lebih efektif dalam peningkatan pengetahuan anak-anak SDN 068004.
Disarankan bagi petugas kesehatan untuk meningkatkan penyuluhan tentang pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut melalui program UKGS dengan memprioritaskan metode diskusi sebagai alternative dalam usaha peningkatan pengetahuan siswa SDN 068004.
ABSTRACT
Clean and healthy behavior increasing effort have it purpose to raise the level of public health with personal hygiene as it priority for every ages classification, young or adult. Healthy and clean behavior can refers to teeth and mouth cleanliness which are part of body hygienity we can’t separate one each other because it influence to whole body cleanliness. Dental caries is one of the main problems in dental and mouth health, especially for elementary school children. It effect dental pain which can make decreasing appetite in a children, and finally it causes nutritional deficiency. The cariogenic food consumption is estimated can increase incidence of dental caries. One effort that can be done to improve children clean and healthy dental behavior knowledge and improving them healthiness is through health education by providing counseling of cariogenic food to preventing dental caries.
This study aims to determine the influence of illumination with a lecture and discussion to improve the knowledge of children with dental cavity about cariogenic food in SDN 068004 Perumnas Simalingkar Medan. This research was a quasi-experimental designed with one group pretest-posttest with 50 children as total sampling who detected have dental cavity. Amounting 50 student, 25 student to discuss group and 25 student to lecture group. Data obtained from the questionnaire questions. Test used paired sample t-test. The result showed that the average value of the highest knowledge in the group discussion method than the lecture method at 38,68 with t count -14,814 and (p) 0,00. The test result test showed the method of discussion is more effective in improving knowledge of children about cariogenic food in SDN 068004.
It is recommended to teacher and UKGS staff to prioritize discussion method as an alternative to the provision of information to improve the knowledge of children on SDN 068004.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Upaya peningkatan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) yang
bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, diprioritaskan
pada personal hygiene pada semua golongan usia, baik dewasa maupun
anak-anak. Kesehatan dan kebersihan dasar dapat dilihat dari gigi dan mulut
seseorang. Hal tersebut dapat menjadi tolak ukur bagaimana seseorang dalam
menjaga kesehatan diri sebagai cerminan pribadi. (Indah Irma, S. Ayu Intan;
2013).
Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian dari kesehatan tubuh yang
tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya sebab kesehatan gigi dan
mulut akan mempengaruhi kesehatan tubuh keseluruhan. Mulut yang sehat
memungkinkan individu untuk berbicara, makan dan bersosialisasi tanpa
mengalami rasa sakit, rasa tidak nyaman, maupun rasa malu. Gigi merupakan
salah satu bagian tubuh yang berfungsi untuk mengunyah, berbicara dan
mempertahankan bentuk muka. (Meishi, 2011)
Mengingat kegunaannya yang sedemikian maka penting untuk menjaga
kesehatan gigi sedini mungkin agar dapat bertahan lama dalam rongga mulut.
Dan tidak bisa dipungkiri bahwa saat ini, gigi merupakan hal yang mulai
dental aesthetics atau perawatan estetika gigi mulai dari penggunaan behel gigi,
penambalan gigi berlubang, pemutihan warna gigi sampai dengan operasi gigi
dan gusi. Di sisi lain, hal ini membuktikan bahwa masalah gigi saat ini juga
sangat tinggi.
Karies gigi atau gigi berlubang merupakan salah satu penyakit yang
sangat luas penyebarannya, dan merupakan masalah utama kesehatan gigi dan
mulut di dunia, bahkan di negara-negara industri. Di negara-negara yang
sedang berkembang ada kecenderungan peningkatan prevalensi karies gigi
sebagai akibat meningkatnya konsumsi gula dan kurangnya pemanfaatan fluor.
Menurut Machfoeds dan Zein dalam Kawuryan (2008), Karies gigi ini
banyak terjadi pada anak-anak karena anak-anak cenderung lebih menyukai
makanan yang manis-manis yang bisa menyebabkan terjadinya karies gigi.
Pada umumnya keadaan kebersihan mulut anak lebih buruk karena anak lebih
banyak makan makanan dan minuman yang menyebabkan karies dibanding
orang dewasa. Anak-anak umumnya senang gula-gula dan apabila anak terlalu
banyak makan gula-gula dan jarang membersihkannya, maka gigi-giginya
banyak yang mengalami karies.
Diantara banyak kerugian-kerugian yang ditimbulkan, yang paling banyak disorot dari pemakaian gula pasir dalam makanan bergula seperti
permen, snack dan minuman adalah kerusakan atau pengeroposan gigi,
terutama pada anak-anak, karena dapat menyebabkan kerusakan atau karies
Kebersihan gigi dan mulut yang tidak diperhatikan, akan menimbulkan
masalah, salah satunya kerusakan pada gigi seperti karies atau gigi berlubang.
Karies gigi bersifat kronis dan dalam perkembangannya membutuhkan waktu
yang lama, sehingga sebagian besar penderita mempunyai potensi mengalami
gangguan seumur hidup. Anak usia sekolah diseluruh dunia diperkirakan 90%
pernah menderita karies. (Bedi; 2011).
Status kesehatan gigi dan mulut pada anak kelompok usia 12 tahun
merupakan indikator utama dalam kriteria pengukuran karies gigi yang
dinyatakan dengan indeks DMFT (Decay Missing Filling Tooth). Data dari
WHO (2000) menunjukkan bahwa rerata pengalaman karies (DMFT) pada
anak usia 12 tahun berkisar 2,4. Data dari The Oral Health Atlas, Mapping a
neglected global health issue by Beaglehole et al 2009 menunjukkan sebanyak
70% penduduk dunia berusia 6-19 tahun menderita karies gigi.
Data dari Laporan Riset Kesehatan Dasar tahun 2007, melaporkan
bahwa 72% penduduk Indonesia mempunyai pengalaman karies dan 46,5%
diantaranya merupakan karies aktif yang belum dirawat dan pada umumnya
diderita anak-anak (Depkes, 2007). Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT)
tahun 2004 menunjukkan bahwa prevalensi karies gigi sebesar 90,05 %
(Depkes, 2004).
Menurut data dari Riset Kesehatan Dasar Propinsi Sumatera Utara tahun
2007, persentase penduduk dengan karies gigi adalah 13,6 % pada kelompok
umur 5-9 tahun dan yang mendapat perawatan medis gigi sebanyak 19,4 %.
hanya 21,0 % diantaranya yang mendapat perawatan medis gigi. Dari data
tersebut juga diketahui persentase penduduk kelompok umur 10 -14 tahun yang
berperilaku benar dalam menggosok gigi hanya 3,5 % (Depkes Propinsi
Sumatera Utara, 2007).
Data pemeriksaan gigi dan mulut pada murid SD melalui UKGS (Usaha
Kesehatan Gigi Sekolah) di seluruh kabupaten di wilayah Propinsi Sumatera
Utara pada tahun 2010, dari sebanyak 1.420.129 orang murid, telah diperiksa
sebanyak 375.180 orang atau sebesar 26,42 %, yang menderita karies gigi
sebanyak 42.617 orang, dan mendapat perawatan sebanyak 22.560 orang atau
sebesar 53,17 %. Jumlah SD yang pernah melakukan sikat gigi massal
sebanyak 1490 SD atau sebesar 17,19 % dari total jumlah SD sebanyak 8.869
SD (Profil Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara, 2010).
Data dari Dinas Kesehatan Kota Medan tahun 2010 melaporkan bahwa
penyakit pulpa dan jaringan periapikal gigi menempati urutan ke-8 dari sepuluh
penyakit terbesar di kota Medan, yakni sebanyak 24.296 penderita atau sebesar
3,65 %. Data pemeriksaan gigi dan mulut pada murid SD melalui UKGS, dari
sejumlah 36.278 orang murid, telah mendapat pemeriksaan sebanyak 35.690
orang dan 10.723 orang diantaranya memerlukan perawatan, namun hanya
2884 orang atau 26,90 % yang mendapat perawatan (Profil Dinas Kesehatan
Kota Medan, 2010).
Sesuai dengan teori Blum (1980), bahwa faktor perilaku merupakan
faktor kedua yang dapat memengaruhi derajat kesehatan, maka tingginya angka
pengaruh faktor perilaku. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa perilaku
mempunyai hubungan yang signifikan dengan kejadian karies gigi. Penelitian
Warni, 2009, menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara tindakan anak
sekolah tentang kesehatan gigi terhadap kejadian karies gigi dengan p = 0,048
(< p = 0,05).
Menurut Beck yang dikutip oleh Hidayanti (2005) penyakit karies gigi
bersifat progresif serta akumulatif, berarti bila ada kelainan yang tidak diobati
kian lama kian bertambah parah, dan gigi yang sudah terkena tidak dapat
kembali normal dengan sendirinya. Selain itu pengobatan terhadap gigi yang
rusak juga menghabiskan waktu dan biaya yang mahal. Oleh karena itu,
pencegahan terjadinya kerusakan gigi jauh lebih baik dari pada merawat gigi
yang sudah rusak.
Makanan atau substrat merupakan salah satu unsur penting penyebab
terjadinya karies gigi. Makanan pokok manusia adalah karbohidrat, lemak dan
protein. Dari berbagai penelitian tampak ada hubungan antara intake
karbohidrat dengan karies dan hubungan yang lebih kompleks dengan lemak,
protein, vitamin dan mineral. Karbohidrat dalam bentuk tepung atau cairan atau
yang bersifat lengket serta mudah hancur di dalam mulut lebih memudahkan
timbulnya karies, atau pada jajanan yang disukai anak-anak seperti permen,
coklat, es krim dan selai. Oleh karena itu anak-anak rentan terhadap karies gigi.
Budaya makan saat ini sudah mengalami perubahan, makanan siap saji
menjadi sangat popular bagi orang-orang dari semua usia terutama anak-anak.
mempertontonkan berbagai produk makanan. Mereka membeli makanan dan
minuman jajanan di sekolah seperti yang mereka lihat di televisi/iklan tersebut,
karena kurangnya pengetahuan mereka akan hal tersebut.
Bukti tentang adanya hubungan antara pola makan dengan karies telah
banyak dicatat baik sebelum maupun sesudah peningkatan ketersediaan gula
sebagai contoh adalah penduduk di pulau terpencil di Atlantik Selatan. Pada
tahun tiga puluhan kondisi gigi mereka sangat baik sekali, pada saat itu
makanan mereka hanya terdiri dari daging, ikan, kentang dan sayuran lainnya.
Sejak tahun 1940 terjadi peningkatan makanan impor bergula diikuti dengan
kenaikan serupa pada keadaan kariesnya (Kidd, 1991).
Bukti lain mengenai hubungan pola makan dan karies berkaitan dengan
penyakit herediter yang jarang, yaitu suatu intoleransi terhadap fruktosa, yang
disebabkan oleh kesalahan metabolisme bawaan. Pasien yang menderita
penyakit ini kekurangan enzim hati sehingga makanan yang mengandung
fruktosa akan mengakibatkan rasa mual yang hebat. Oleh karena itu, mereka
akan menghindari makanan yang manis-manis. Ternyata kekerapan karies
mereka menjadi sangat rendah (Kidd, 1991).
Makanan manis akan dinetralisir setelah 20 menit, maka apabila setiap
20 menit sekali memakan makanan manis akan mengakibatkan gigi lebih cepat
rusak. Makanan manis lebih baik dimakan pada saat jam makan utama seperti
sarapan, makan siang, makan malam, karena pada waktu jam makan utama
biasanya air ludah yang dihasilkan cukup banyak sehingga dapat membantu
Penelitian Barus (2008) yang dilaksanakan pada anak SD 060935 di
Jalan Pintu Air II Simpang Gudang Kota Medan tahun 2008 menunjukkan
bahwa ada hubungan yang bermakna antara frekuensi makan jajanan dengan
karies gigi. Hasil penelitian tersebut menunjukkan anak-anak yang frekuensi
makanan jajanannya tinggi memiliki tingkat keparahan karies gigi yang berat
(74,2%).
Senada dengan itu, penelitian Hidayanti (2005) yang dilaksanakan pada
anak Sekolah Dasar di Kecamatan Cihideung Kota Tasikmalaya tahun 2005
menunjukkan ada hubungan kebiasaan konsumsi makanan kariogenik,
makanan pencegah karies dan skor konsumsi makan dengan keparahan karies
gigi. Rata-rata konsumsi makanan kariogenik sebesar 12,6± 4,5 dan rata-rata
indeks def-t sebesar 5,93 ± 3,13. Terdapat hubungan kesukaan anak terhadap
makanan kariogenik dengan kebiasaan konsumsi makanan kariogenik. Ada
hubungan kebiasaan konsumsi makanan kariogenik, makanan pencega h karies
gigi, dan delta konsumsi makan dengan keparahan karies gigi.
Hadnyanawati (2002), melalui penelitiannya pada siswa sekolah dasar
di Kabupaten Jember, juga menunjukkan adanya pengaruh pola jajan di sekolah
terhadap karies gigi (p<0,01). Siswa yang mengkonsumsi biskuit memeliki
DMF-T sebesar 2,5, yang mengkonsumsi permen coklat memiliki DMF-T
sebesar 2,9 dan yang mengkonsumsi es krim memiliki DMF-T sebesar 5,0 serta
yang mengkonsumsi sirup memiliki DMF-T sebesar 3,8. Keadaan ini
menunjukkan bahwa makanan yang bersifat kariogenik terutama karbohidrat
Penelitian Karunianingtyas (2008) yang dilakukan pada anak usia
prasekolah di Taman Kanak-kanak Pondok Beringin juga menunjukkan bahwa
ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan menggosok gigi dan konsumsi
makanan jajanan kariogenik dengan kejadian karies gigi. Faktor yang paling
berpengaruh adalah konsumsi makanan jajanan kariogenik. Hasil penelitian ini
juga mengungkapkan bahwa kebiasaan menggosok gigi berkategori kurang
baik 40%, konsumsi makanan jajanan kariogenik berkategori tinggi 88,3%.
Terdapat 85% anak usia pra-sekolah menderita karies gigi.
Data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Medan tahun 2013
menyatakan bahwa hasil pemeriksaan yang dilakukan kepada anak-anak
sekolah dasar kawasan Perumnas Simalingkar, terdapat 1.283 kasus karies gigi.
Berdasarkan data dari puskesmas Pembantu Wilayah Kerja Puskesmas
Simalingkar Medan yang merupakan penanggung jawab UKGS SD 068004
tersebut, hasil pemeriksaan pada anak kelas I yang berjumlah 12 orang, 9
diantaranya ditemukan menderita karies gigi atau dengan kata lain 75 % anak
kelas I menderita karies gigi.
Berangkat dari data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Medan
dan didukung oleh rujukan dan data yang diperoleh dari Puskesmas Pembantu
yang menaungi beberapa sekolah dikawasan Perumnas Simalingkar, peneliti
memutuskan akan meneliti anak-anak SD Negeri 068004.
Situasi dan kondisi di Sekolah dasar Negeri 068004 Perumnas
Simalingkar Medan menjual makanan jajanan yang dapat menimbulkan karies
minuman susu serta cendol. Makanan dan minuman ini berifat kariogenik.
Berdasarkan survei pendahuluan peneliti, belum pernah diadakan penyuluhan
tentang makanan kariogenik terhadap siswa-siswa SD Negeri 068004 tersebut.
1.2. Perumusan Masalah
Adapun yang menjadi masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana
pengaruh penyuluhan terhadap pengetahuan makanan kariogenik pada
anak-anak penderita karies gigi di SD Negeri 068004 Medan.
1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui pengaruh penyuluhan tentang makanan kariogenik
terhadap pengetahuan pada anak-anak penderita karies gigi di SD Negeri
068004 Perumnas Simalingkar Medan tahun 2014.
1.3.2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk :
1. Untuk mengetahui pengetahuan anak-anak penderita karies gigi tentang
makanan kariogenik di SD Negeri 068004 tahun 2015 Medan sebelum
mendapat penyuluhan.
2. Untuk mengetahui pengetahuan anak-anak penderita karies gigi tentang
makanan kariogenik di SD Negeri 068004 tahun 2015 Medan setelah
1.4. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Sebagai informasi bagi anak SD Negeri 068004 Medan mengenai
konsumsi makanan untuk kesehatan gigi serta pemeliharaan
kesehatan gigi.
2. Sebagai masukan dan informasi mengenai konsumsi makanan
kariogenik untuk kesehatan gigi anak bagi puskesmas di dalam
meningkatkan program UKGS.
1.5. Batasan Masalah
Adapun batasan masalah dari penelitian ini adalah Memberikan
penyuluhan hanya kepada siswa-siswi yang duduk di kelas 3, 4,5,6 atau yang
berumur 8 sampai 13 tahun yang dalam pemeriksaan gigi oleh dokter gigi
diperoleh 50 jumlah anak yang menderita karies gigi di SD Negeri 068004
Perumnas Simalingkar Medan karena pada umur tersebut banyak dari mereka
yang menderita karies gigi berdasarkan rujukan dari Puskesmas pembantu
wilayah kerja Puskesmas Simalingkar dan pada umur tersebut dianggap sudah
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengetahuan (Knowledge)
Pengetahuan merupakan hasil dari penginderaan manusia yaitu
penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar
pengalaman manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengelihatan atau
kognitif merupakan dominan yang sangat penting dalam bentuk tindakan
seseorang (Notoatmodjo, 2010:142). Pengetahuan seseorang terhadap objek
mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda. Secara garis besarnya
dibagi enam tingkat pengetahuan, yakni:
a. Tahu (know)
Tahu diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori yang telah ada
sebelumnya setelah mengamati sesuatu.
b. Memahami (comprehension)
Memahami suatu objek bukan sekadar tahu terhadap objek tersebut,
tidak sekadar dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut harus dapat
menginterpretasikan secara benar tentang objek yang diketahui tersebut.
c. Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang
dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang diketahui
d. Analisis (analysis)
Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan atau
memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen yang
terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui. Indikasi bahwa
pengetahuan seseorang itu sudah sampai pada tingkat analisis adalah apabila
orang tersebut telah dapat membedakan, atau memisahkan, mengelompokkan,
membuat diagram (bagan) terhadap pengetahuan atas objek tersebut.
e. Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjuk suatu kemampuan seseorang untuk merangkum atau
meletakkan dalam satu hubungan yang logis dari komponen-komponen
pengetahuan yang dimiliki. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan
untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang telah ada.
f. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan
justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek tertentu. Penilaian ini dengan
sendirinya didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau
norma-norma yang berlaku di masyarakat.
Menurut Rogers dalam Notoatmodjo (2010:54), pengetahuan dapat
dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu :
a. Awareness knowledge (Pengetahuan kesadaran), yaitu pengetahuan
akan keberadaan suatu inovasi. Pengetahuan jenis ini akan memotivasi
mengadopsinya. Pada inovasi ini diperkenalkan pada masyarakat tetapi tidak ada informasi yang pasti tentang produk tersebut. Karena
kurangnya informasi tersebut maka masyarakat tidak merasa
memerlukan inovasi tadi. Rogers menyatakan bahwa untuk
menyampaikan keberadaan inovasi akan lebih efektif disampaikan
melalui media massa seperti radio, televisi, koran atau majalah.
Sehingga masyarakat akan lebih cepat mengetahui keberadaan suatu
inovasi.
b. How-to-knowlegde (Pengetahuan pemahaman), yaitu pengetahuan
tentang bagaimana cara menggunakan suatu inovasi dengan benar.
Rogers memandang pengetahuan jenis ini penting dalam proses
keputusan inovasi. Untuk lebih meningkatkan peluang pemakaian
sebuah inovasi maka individu harus memiliki pengetahuan ini dengan
cukup tentang penggunaan inovasi ini.
c. Principles-knowledge (Prinsip dasar), yaitu pengetahuan tentang
prinsip-prinsip keberfungsian yang mendasari bagaimana dan mengapa
suatu inovasi dapat bekerja.
2.2. Penyuluhan
2.2.1. Pengertian Penyuluhan
Penyuluhan merupakan upaya perubahan perilaku manusia yang
dilakukan melalui pendekatan edukatif. Pendekatan edukatif sendiri diartikan
dengan peran serta aktif individu maupun kelompok atau masyarakat, untuk
memecahkan masalah masyarakat dengan memperhitungkan faktor sosial,
ekonomi, budaya setempat (Suharjo, 2003).
Dengan cara ini, kontak antara klien dengan petugas lebih intensif.
Setiap masalah yang dihadapi oleh klien dapat diteliti dan dibantu
penyelesaianya. Akhirnya klien tersebut dengan sukarela, berdasarkan
kesadaran, dan penuh pengertian akan menerima perilaku tersebut atau perilaku
baru.
2.2.2. Metode Penyuluhan dan Media Penyuluhan
Menurut Van de ban dan Hawkins yang dikutip oleh Rika Candra
(2008), pilihan seorang agen penyuluhan terhadap suatu metode atau teknik
penyuluhan sangat tergantung kepada tujuan khusus yang ingin dicapai.
2.2.2.1Pendekatan Kelompok besar
Dalam metode ini, penyuluh berhubungan dengan sasaran penyuluhan
secara kekompok. Metode ini cukup efektif karena sasaran dibimbing dan
diarahkan untuk melakukan sesuatu kegiatan yang lebih produktif atas dasar
kerjasama. Dalam pendekatan kelompok banyak manfaat yang dapat diambil,
disamping dari transfer informasi juga terjadi tukar pendapat dan pengalaman
antara sasaran penyuluhan dalam kelompok yang bersangkutan.
Disamping keuntungan yang diperoleh, kelemahan yang ditemukan
dalam metode ini adalah sulitnya mengkoordinir sasaran karena faktor
dikarenakan metode ini sesuai untuk masyarakat, baik yang berpengetahuan
tinggi maupun yang berpengetahuan rendah.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti memilih metode pendekatan
kelompok dengan melakukan penyuluhan dengan cara ceramah mengenai
makanan kariogenik dengan hubungannya terhadap penyakit karies gigi.
2.2.2.2Pendekatan Kelompok Kecil (Diskusi Kelompok)
Agar semua anggota kelompko dapat bebas berpartisipasi dalam diskusi
maka formasi duduk peserta diatur sedemikian rupa sehingga dapat saling
berhadapan satu sama lain. Pemimpin juga duduk diantara peserta sehingga
tidak menimbulkan kesan ada yang lebih tinggi.
2.3. Makanan Kariogenik
Menurut Setiowati dan Furqnita (2007), Makanan kariogenik adalah
makanan manis yang dapat menyebabkan terjadinya karies gigi. Sifat makanan
kariogenik adalah banyak mengandung karbohidrat, lengket dan mudah hancur
di dalam mulut.
Kariogenitas suatu makanan tergantung dari :
1. Bentuk fisik
Bentuk fisik makanan yang lunak, lengket dan manis yang mudah
menempel pada permukaaan gigi dan sela-sela gigi yang jika dibiarkan akan
menghasilkan asam yang lebih banyak pula sehingga mempertinggi resiko
hancur di dalam mulut juga harus dihindari, misalnya kue-kue, roti, es krim,
susu, permen dan lain-lain, (Suwelo 1992).
Sebaliknya makanan yang kasar dan berserat menyebabkan makanan
lebih lama dikunyah. Gerakan mengunyah sangat menguntungkan bagi
kesehatan gigi dan gusi. Mengunyah akan merangsang pengaliran air liur yang
membasuh gigi dan mengencerkan serta menetralisasi zat-zat asam yang ada.
Makanan berserat menimbulkan efek seperti sikat dan tidak melekat pada
gigi.Titik-titik positif pada buah segar adalah kadar vitamin, kadar mineral,
kaya akan serabut kasar dan air serta sifat-sifat yang merangsang fungsi
pengunyahan dan sekresi ludah. Buah yang mempunyai sifat sebagi pembersih
alami seperti apel, bengkoang, pir, jeruk.
2. Jenis
Ada banyak macam makanan yang dijual bebas sebagai makanan
cemilan, akan tetapi ada jenis makanan tertentu yang dapat menyebabkan karies
gigi, makanan manis yang banyak mengandung gula atau sukrosa.
Makanan-makanan yang lunak dan melekat pada gigi amat merusak gigi seperti permen,
coklat, biskuit dan lain sebagainya (Tarigan, 1993).
Pada umumnya para ahli sependapat bahwa karbohidrat yang paling erat
berhubungan dengan proses karies adalah sukrosa, karena mempunyai
kemampuan yang lebih efisien terhadap pertumbuhan mikroorganisme
asidogenik dibanding karbohidrat lain. Sukrosa dimetabolisme dengan cepat
manis dan camilan (snack) seperti roti, coklat, permen dan es krim (Pratiwi,
2009).
Gula adalah istilah umum untuk karbohidrat yang punya sifat khas
misalnya larut dalam air dan manis. Dalam arti sempit disebut sukrosa akan
tetapi dalam arti luas merupakan monosakarida dan disakarida yakni: glukosa
atau gula tebu atau gula pasir, maltose atau gula gandum, fruktosa atau gula
buah bisa juga terdapat dalam madu, laktosa atau gula susu dan gula inverse
atau campuran 50:50 glukosa dan fruktosa yang diperoleh dari hidrolisis
sukrosa, tingkat kemanisan gula inverse ini 130% lebih tinggi dibandingkan
dengan sukrosa.
Didalam makanan menurut Mahdiyah (2003), terdapat beberapa
kandungan
1. Coklat :
- 99,8% sukrosa
- kadar air 0.01-0,02%,
- mineral 0,006-0,3%
- gula invert 0,03-0,2%,
2. Susu :
- 62,5% sukrosa
- 4,8% laktosa
3. es krim :
- 12-16% sukrosa
4. permen :
- 65,25% sukrosa
Menurut Sutrisna dan Rizal (2007) jika tingkat kemanisan sukrosa diberi
angka 100 makan kandungan masing-masing tingkat kemanisan gula adalah
sebagai berikut:
Table 2.1
Tingkat kemanisan gula
No Jenis gula Tingkat kemanisan
1 Fruktosa 173
2 Gula inverse 130
3 Sukrosa 100
4 Glukosa 74
5 Maltose 33
6 Laktosa 16
Sumber : Sutrisna dan Rizal (2007)
3. Frekuensi konsumsi
Mengonsumsi makanan kariogenik dengan frekuensi yang lebih sering
akan meningkatkan kemungkinan terjadinya karies dibandingkan dengan
mengkonsumsi dalam jumlah banyak tetapi dengan frekuensi yang lebih jarang
(Arisman, 2002).
Terlalu sering mengemil akan membuat saliva dalam rongga mulut
Beberapa hasil penelitian menganjurkan supaya makanan dan minuman yang
bersifat kariogenik jangan dikonsumsi sepanjang hari tetapi sebaiknya
dikonsumsi pada tiga waktu makan utama, hal ini dapat mengurangi resiko
karies. (Houwink, 1993)
4. Cara Mengkonsumsi
Berhubungan dengan cara mengonsumsi makanan yang dapat
menyebabkan karies gigi dan juga berhubungan dengan oral clearance time,
yaitu waktu yang dibutuhkan oleh seseorang untuk mengeliminasi makanan
dari mulut, dan mengurangi konsentrasi karbohidrat sampai pada titik terang.
Seseorang yang mengulum makanan lebih lama didalam mulutnya mempunyai
resiko karies lebih tinggi dari pada orang yang mengulum makanan / oral
clearance time pendek (Tarigan, 1995).
2.4 Karies Gigi
2.4.1. Defenisi Karies Gigi
Karies gigi adalah penyakit jaringan gigi yang ditandai dengan
kerusakan jaringan, dimulai dari permukaan gigi (pits,fissure dan daerah
interproximal) meluas kearah pulpa. Karies gigi dapat dialami oleh setiap orang
dan dapat timbul pada satu permukaan gigi atau lebih dan dapat meluas ke
bagian yang lebih dalam dari gigi, misalnya dari email ke dentin atau ke pulpa
(Tarigan, 1995).
Menurut Inda Irma dan S. Ayu intan dalam bukunya mendefenisikan
yang ada dalam karbohidrat melalui perantaraan mikroorganisme yang ada
dalam saliva.
Kata karies, dalam bahasa Yunani diambil dari kata “Ker” artinya
kematian. Dalam bahasa Latin berarti kehancuran. Pembentukan lobang pada
permukaan gigi disebabkan oleh kuman yang dikenal sebagai Streptococcus.
Lubang ini terbentuk pada permukaan gigi yang terbuka yaitu mahkota gigi
(Srigupta, 2004).
Karies merupakan suatu proses kronis, regresif yang dimulai dengan
larutnya mineral email, sebagai akibat terganggunya keseimbangan antara
email dan sekelilingnya yang disebabkan oleh pembentukan asam mikrobial
dari substrat (medium makanan dari bakteri), selanjutnya timbul destruksi
komponen-komponen organik, yang akhirnya terjadi kavitasi (pembentukan
lubang) (Schuurs, 1992).
2.4.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Karies Gigi 1. Faktor dalam
Menurut Panjaitan (1995), ada empat faktor yang langsung
berhubungan dengan karies gigi yaitu faktor host atau tuan rumah, agen atau
mikrooorganisme, substrat dan waktu.
Faktor yang dihubungkan dengan gigi sebagai tuan rumah terhadap
karies yaitu faktor morfologi gigi (ukuran dan bentuk gigi), struktur enamel,
faktor kimia dan kristalografis. Pit dan fisur pada gigi posterior sangat rentan
terhadap karies karena sisa-sisa makanan mudah menumpuk di daerah tersebut
dapat menyebabkan plak mudah melekat dan membantu perkembangan karies
gigi.
Plak gigi memegang peranan penting dalam menyebabkan terjadinya
karies. Plak adalah suatu lapisan lunak yang terdiri atas kumpulan
mikroorganisme yang berkembang biak di atas suatu matriks yang terbentuk
dan melekat erat pada permukaan gigi yang tidak dibersihkan.
Menurut Panjaitan (1995), Streptokokus mempunyai sifat-sifat tertentu
yang memungkinkannya memegang peranan utama dalam proses karies gigi
yaitu : (1) memfermentasikan berbagai jenis karbohidrat menjadi asam
sehingga mengakibatkan penurunan Ph. (2) membentuk dan menyimpan
polisakarida intraseluler (levan) dari berbagai jenis karbohidrat, simpanan ini
dapat dipecahkan kembali oleh mikroorganisme tersebut bila karbohidrat
eksogen kurang sehingga dengan demikian menghasilkan asam terus-menerus.
(3) mempunyai kemampuan untuk membentuk polisakarida ekstraseluler
(dekstran) yang merupakan matriks yang melekatkan bakteri pada enamel gigi.
Dekstran menghasilkan sifat-sifat adhesif dan kohesif plak pada permukaan
gigi. (4) mempunyai kemampuan untuk menggunakan glikoprotein dari saliva
pada permukaan gigi.
Diet yang dimakan dapat mempengaruhi pembentukan plak karena
membantu pembiakan dan kolonisasi mikroorganisme yang ada pada
permukaan enamel, juga mempengaruhi metabolisme bakteri dalam plak itu
sendiri dengan menyediakan bahan-bahan yang diperlukan untuk produksi
karies. Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang yang banyak mengonsumsi
karbohidrat terutama sukrosa cenderung mengalami kerusakan pada gigi,
sebaliknya pada orang dengan diet yang banyak mengandung lemak dan
protein hanya sedikit atau sama sekali tidak mempunyai karies gigi. Hal ini
penting untuk menunjukkan bahwa karbohidrat memegang peranan penting
dalam terjadinya karies.
Secara umum karies dianggap penyakit kronis pada manusia, yang
berkembang dalam waktu beberapa bulan atau tahun. Lamanya waktu yang
dibutuhkan suatu karies berkembang menjadi suatu lubang, bervariasi dan
diperkirakan antara 6-48 bulan. Penelitian epidemiologi pada segolongan besar
anak memperlihatkan serangan karies mencapai puncaknya pada waktu dua
sampai empat tahun sesudah erupsi gigi, yang kemudian menurun. Disamping
itu aktivitas karies akan lebih besar bila semakin lama sukrosa di dalam mulut,
sebab aktivitas juga bergantung pada frekuensi konsumsi sukrosa (Panjaitan,
1995).
Karies akan terjadi bila kondisi setiap faktor tersebut saling mendukung
yaitu tuan rumah yang rentan, mikroorganisme yang kariogenik, substrat yang
sesuai dan waktu yang lama.
2. Faktor Luar
Menurut Tarigan (1995), beberapa faktor luar yang juga
mempengaruhi terjadinya karies gigi yaitu usia, jenis kelamin, ras / suku
bangsa, letak geografis, kultur sosial penduduk serta kesadaran, sikap dan
Penelitian epidemiologis menunjukkan terjadi peningkatan prevalensi
karies sejalan dengan bertambahnya umur. Gigi yang paling akhir erupsi lebih
rentan terhadap karies. Kerentanan ini meningkat karena sulitnya
membersihkan gigi yang sedang erupsi sampai gigi tersebut mencapai dataran
oklusal dan beroklusi dengan gigi antagonisnya. Anak-anak mempunyai resiko
karies yang paling tinggi ketika gigi mereka baru erupsi sedangkan orang tua
lebih berisiko terhadap terjadinya karies akar. Umur yang paling rentan
menderita karies gigi adalah 4-8 tahun untuk gigi primer dan 12-18 tahun untuk
gigi sekunder atau permanen (Wong, 2008).
Banyak faktor yang dapat menimbulkan karies gigi pada anak,
diantaranya adalah faktor di dalam mulut yang berhubungan langsung dengan
proses terjadinya karies gigi, antara lain struktur gigi, morfologi gigi, susunan
gigi-geligi di rahang, derajat keasaman saliva, kebersihan mulut yang
berhubungan dengan waktu dan teknik menggosok gigi, jumlah dan frekuensi
makan makanan yang menyebabkan karies (kariogenik). Selain itu, terdapat
faktor luar sebagai faktor predisposisi dan penghambat yang berhubungan tidak
langsung dengan terjadinya karies gigi antara lain usia, jenis kelamin, letak
geografis, tingkat ekonomi, serta pengetahuan, sikap dan perilaku terhadap
pemeliharaan kesehatan gigi.
Dilihat dari jenis kelamin seseorang, beberapa penelitian menyatakan
bahwa prevalensi karies gigi tetap wanita lebih tinggi dibandingkan pria.
Demikian juga dengan anak-anak, prevalensi karies gigi sulung anak
antara lain karena erupsi gigi anak perempuan lebih cepat dibanding anak
laki-laki sehingga gigi anak perempuan berada lebih lama dalam mulut. Akibatnya
gigi anak perempuan akan lebih lama berhubungan dengan faktor risiko
terjadinya karies.
Pengaruh ras terhadap terjadinya karies gigi amat sulit ditentukan, tetapi
keadaan tulang rahang suatu ras bangsa mungkin berhubungan dengan kejadian
karies yang semakin meningkat atau menurun. Misalnya pada ras tertentu
dengan rahang yang sempit, sehingga gigi-gigi pada rahang sering tumbuh
tidak teratur. Keadaan gigi yang tidak teratur ini akan mempertinggi prosentase
karies pada ras tersebut.
Keadaan geografis berpengaruh dalam hal terjadinya karies karena
kandungan fluor air minum. Bila air minum mengandung fluor 1 ppm maka
gigi mempunyai daya tahan terhadap karies tetapi bila air minum mengandung
lebih besar dari 1 ppm maka akan terjadi Mottled teeth yang menyebabkan
kerusakan email berupa bintik-bintik hitam. Pendidikan dan penghasilan yang
berhubungan dengan diet dan kebiasaan merawat gigi merupakan faktor yang
mempengaruhi kultur sosial penduduk .
Fase perkembangan anak- anak masih sangat tergantung pada
pemeliharaan dan bantuan orang dewasa dan pengaruh paling kuat dalam masa
tersebut datang dari ibunya. Peranan ibu sangat mementukan dalam
pertumbuhan dan perkembangan anak. Pengetahuan, kesadaran dan kebiasaan
orang tua dalam merawat kesehatan gigi anaknya sangat berpengaruh terhadap
mulut sangat dipengaruhi oleh faktor perilaku masyarakat. Dalam hal ini adalah
peran ibu yang pertama-tama terdekat dengan anak-anaknya (Ratna;_).
Kesadaran masyarakat untuk datang berobat ke fasilitas pelayanan kesehatan
masih rendah. Demikian juga keadaan kesehatan gigi dan mulut anak usia
prasekolah masih sangat ditentukan oleh kesadaran, sikap dan perilaku serta
pendidikan ibunya.
2.5 Proses terjadinya karies gigi 2.5.1. Pembentukan karies
Karies gigi atau lebih dikenal dengan lubang pada permukaan gigi,
yang berada di atas email dapat terjadi apabila semua faktor yaitu gigi, air liur,
makanan dan kuman lengkap. Bagian yang ganjil adalah bukan hanya
keberadaannya saja yang penting akan tetapi keempat faktor tersebut harus
saling mempengaruhi. Kuman yang sangat kecil memainkan peran yang sangat
penting dalam pembentukan lubang. Kuman-kuman ini menghasilkan asam
yang melarutkan email permukaan gigi dan membentuk suatu lubang.
Kuman-kuman tersebut menempel pada permukaan gigi dan bagian
yang tidak dicuci dengan air liur. Air liur, makanan dan permukaan gigi
menyediakan perlindungan bagi bakteri dalam mulut untuk menempati dan
membentuk suatu koloni. Bahan yang lengket dan bakteri membuat suatu
endapan, yang dikenal dengan plak (Srigupta, 2004).
Di dalam plak, 70% lapisan yang menutupi gigi, volumenya terdiri
lokal yang normal. Penurunan ini mengganggu keseimbangan antara jaringan
gigi, biasanya email, dan lingkungan (Schuurs, 1992).
2.5.2. Proses Penjalaran Karies
Secara perlahan-lahan demineralisasi interna berjalan ke arah dentin
melalui prismata dan lewat perluasan “lubang fokus” tapi belum sampai
kavitasi. Kavitasi baru muncul apabila dentin terlibat dalam proses tersebut.
Namun kadang-kadang begitu banyak mineral hilang dari inti lesi sehingga
permukaan mudah rusak secara mekanis, yang menghasilkan kavitas yang
makroskopis dapat dilihat. Bila lesi mencapai dentin, pulpa langsung akan
terlibat proses, lewat cabang-cabang odontoblas di dalam kanal-kanal dentin.
Lewat email yang menjadi porus, mungkin melalui suatu kavitas,
produk-produk bakterial mencapai dentin yang lebih miskin mineral dan kaya putih
telur dari pada email (Schuurs, 1992).
Secara histologis, pada karies tulang gigi yang tidak begitu dalam,
dapat dibedakan dari luar ke dalam lima daerah : (1) lapisan dentin lunak yang
strukturnya tidak dapat dikenal lagi. Di dalam lapisan ini terdapat flora
campuran yang mengeluarkan enzim hidrolitik yang akan merusak komponen
organik dentin. (2) lapisan infeksi, dimana akan dijumpai bakteri-bakteri di
dalam tubuli, tubuli melebar dan saling menyatu. Selain itu terlihat juga
celah-celah yang mengikuti jalannya garis-garis pertumbuhan owen. (3) lapisan
demineralisasi, suatu daerah sempit, dimana dentin peritubular diserang. (4)
lapisan transparan, terdiri atas tulang dentin sklerotik, kemungkinan
(tidak tembus penglihatan), ditandai dengan adanya lemak di dalam tubuli,
kemungkinan merupakan gejala degenerasi cabang-cabang odontoblas.
Pada karies dentin yang baru mulai terlihat hanya lapisan keempat dan
kelima. Baru setelah terjadi kavitas, bakteri akan menembus tulang gigi. Pada
proses karies yang amat dalam tidak terdapat lapisan-lapisan 4 dan 5.
Bila sementum oleh retraksi gingiva terbuka bagi lingkungan mulut,
dapat terjadi karies akar, suatu proses yang lebih luas ke arah dalam. Hal ini
menyebabkan keadaan tidak janggal bahwa dentin yang makin tua akan lebih
mengalami sklerosis. Mikroorganisme menembus saluran-saluran dimana
sebelumnya terdapat jaringan ikat dan dengan demikian pada lapisan lebih
dalam dapat mengurus proses perluasan ke arah lebar (Schuurs, 1992).
2.6. Bentuk – Bentuk Karies Gigi
Tarigan (1995) mengelompokkan karies gigi berdasarkan cara
meluasnya, stadium (kedalamannya), lokalisasi dan berdasarkan banyaknya
permukaan gigi yang terkena karies.
2.6.1.Berdasarkan Cara Meluasnya
Berdasarkan cara meluasnya karies gigi, karies terbagi sebagai berikut:
1. Penetrierende Karies
Karies yang meluas dari email ke dentin dalam bentuk kerucut.
Perluasannya secarapenetrasi, yaitu merembes ke arah dalam.
Karies yang meluas dari email ke dentin dengan jalan meluas ke arah
samping, sehingga menyebabkan bentuk seperti periuk.
2.6.2. Berdasarkan Stadium (Kedalamannya)
Berdasarkan stadium (kedalamannya) karies gigi, karies terbagi sebagai
berikut:
1. Karies Superficialis
Ciri-ciri karies superficialis adalah karies baru mengenai enamel saja,
sedang dentin belum terkena.
2. Karies Media
Ciri-ciri karies superficialis adalah karies sudah mengenai dentin, tetapi
belum melebihi setengah dentin.
3. Karies Profunda
Ciri-ciri karies superficialis adalah karies sudah mengenai lebih dari
setengah dentin dan kadang-kadang sudah mengenai pulpa.
Karies profunda dapat dibagi lagi atas :
a. Karies profunda stadium I
Karies telah melewati setengah dentin, biasanya radang pulpa belum
dijumpai.
b. Karies profunda stadium II
Masih dijumpai lapisan tipis yang membatasi karies dengan pulpa dan
telah terjadi radang pulpa.
c. Karies profunda stadium III
2.6.3. Berdasarkan Lokalisasi Karies
Berdasarkan lokalisasi, karies terbagi sebagai berikut:
1. Karies Oklusal
Karies yang terdapat pada bagian oklusal (pits dan fissure) dari gigi
premolar dan molar (gigi posterior). Dapat juga terdapat pada gigi
anterior di foramen caecum.
2. Kariess Labial
Karies yang terdapat pada bagian approximal dari gigi-gigi molar atau
premolar, yang umumnya meluas sampai kebagian oklusal.
3. Karies Bukal
Karies yang terdapat pada bagian approximal dari gigi-gigi depan, tetapi
belum mencapai margo incisalis (belum mencapai 1/3 incisial dari gigi).
4. Karies Palatal/Lingual
Karies yang terdapat pada bagian approximal dari gigi-gigi depan, dan
sudah mencapai margo incisalis (telah mencapai 1/3 incisial dari gigi).
5. Karies Aproksimal
Karies yang terdapat pada bagian 1/3 leher dari gigi-gigi depan maupun
gigi belakang pada permukaan labial lingual, palatal ataupun bukal dari
gigi.
6. Karies Kombinasi
Karies yang terdapat pada bagian incisal edge dan cusp oklusal pada
gigi belakang yang disebabkan oleh keausan pada gigi yang terjadi
pengunyahan (atrisi) dan keausan gigi yang disebabkan oleh proses
kimia (erosi).
2.6.4. Berdasarkan Banyaknya Permukaan gigi yang Terkena Karies Berdasarkan banyaknya permukaan gigi yang terkena karies, karies
terbagi sebagai berikut:
1. Simpel karies
Karies yang dijumpai pada satu permukaan saja. Misalnya labial, bukal,
lingual, mesial, distal, oklusal.
2. Kompleks Karies
Karies yang sudah luas dan mengenai lebih dari satu bidang permukaan
gigi. Misalnya : mesio incisal, disto incisal, mesio oklusal.
2.7. Hubungan Makanan Kariogenik Terhadap Karies
Beberapa jenis karbohidrat termasuk sukrosa dan glukosa, dapat
diragikan oleh bakteri tertentu (Edwina dan Sally, 1992) penurunan pH dalam
waktu tertentu akan demineralisasi permukaan gigi yang menyebabkan
terjadinya karies gigi.
Menurut Edwina dan Sally (1992) plak akan tetap bersifat asam pada
waktu tertentu untuk dapat kembali ke pH normal. Makanan manis atau
makanan kariogenik bertahan 20- 30 menit tidak berbahanya. Akan tetapi
apabila lebih dari 20 menit makanan tersebut akan bersifat asam dan gigi akan
mengalami kerusakan lebih cepat karena keadaan ini. Setelah memakan
menghancurkan email. pH ini akan bertahan dalam waktu 30 sampai 60 menit
sebelum mencapai pH normal. Sebaiknya dalam sehari kebiasaan mengemil
dibatasi 4 kali/ hari untuk total makanan kariogenik dan 3 kali/minggu agar gigi
mempunyai waktu untuk menetralisir asam yang ada dalam mulut (Ramadhan,
2010).
Kebiasaan mengemil makanan manis diluar jam makan utama yakni
makan pagi, siang dan malam juga mempengaruhi terjadinya karies gigi.
Karena pada waktu jam makan utama, air ludah yang dihasilkan cukup banyak
sehingga mambantu membersihkan gula dan bakteri yang menempel pada gigi
(Edwina dan Sally, 1992).
Mengkonsumsi permen loli juga mempunyai resiko lebih tingi terjadi
karies dibandingkan dengan mengkonsumsi coklat batangan karena adanya
gula sukrosa tersembunyi dalam permen loli serta permen loli lebih bersifat
lengket dan keras dibandingkan dengan coklat batangan (Wong, 2009).
2.8. Konsep Frekuensi Menyikat Gigi
Frekuensi menggosok gigi adalah banyak sedikitnya atau berapa kali
menyikat gigi dalam satu hari. Menngosok gigi ini dilakukan untuk
mengangakat dan menghilangkan sisa makanan dan pla pada permukaan gigi
dan gusi (Nurfaizah, 2007).
Frekuensi menggosok gigi adalah sehari 3 X, setiap sehabis makan dan
dilakukan, terutama ketika seseorang berada di sekolah, kantor atau tempat lain
(Mimit Ariwibowo, 2010).
Frekuensi sikat gigi adalah Minimal 2 kali sehari, pagi setelah sarapan
dan malam sebelum tidur. Idealnya sikat gigi setiap habis makan, tapi yang
paling penting malam hari sebelum tidur. Sebaiknya sikat gigi dengan pasta
gigi yang mengandung fluor yang dapat menguatkan email. Untuk anak -anak
berikan pasta gigi dengan rasa buah, sehingga anak gemar menggosok gigi
(Ririn Fitriana, 2010).
Sehingga dapat disimpulkan bahwa frekuensi menyikat gigi maksimal 3
X sehari (setelah makan pagi, makan siang dan sebelum tidur malam), atau
minimal 2 X sehari (setelah makan pagi dan sebelum tidur malam).
2.9. Kerangka Konsep
Penyuluhan Makanan Kariogenik dengan
hubungannya terhadap karies
Sebelum
Pengetahuan anak penderita karies gigi
Sesudah
Dalam kerangka konsep yang ingin diketahui adalah bagaimana tingkat
pengetahuan anak sebelum dan sesudah penyuluhan.
2.10.Hipotesis
Ada pengaruh (pemberian) penyuluhan tentang makanan kariogenik
dengan metode ceramah dan diskusi terhadap pengetahuan anak-anak penderita