i
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN DERMATITIS KONTAK PADA PEKERJA PEMBUAT TAHU
DI WILAYAH KECAMATAN CIPUTAT DAN CIPUTAT TIMUR
TAHUN 2012 SKRIPSI
Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)
Disusun Oleh: RISKA FERDIAN NIM : 10810100042
\
PEMINATAN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
iii
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA Skripsi, November 2012
Riska Ferdian, NIM : 108101000042
Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Dermatitis Kontak Pada Pekerja Pembuat Tahu di Wilayah Kecamatan Ciputat dan Ciputat Timur Tahun 2012
xix+ 138 halaman, 11 tabel, 2 gambar, 3 bagan, 4 lampiran
ABSTRAK
Dermatitis kontak akibat kerja yang merupakan salah satu penyakit kelainan kulit sering timbul pada industri seperti industri pada pabrik tahu yang dapat menurunkan produktifitas pekerja. Pemaparan zat kimia yang digunakan dalam proses penggumpalan dapat menyebabkan dermatitis kontak, mengakibatkan iritasi dan gangguan kulit lainnya dalam bentuk gatal-gatal, kulit kering dan pecah-pecah, kemerah-merahan, serta koreng yang tidak sembuh-sembuh. Studi pendahuluan yang dilakukan menunjukkan 50% dari 10 orang pekerja pembuat tahu mengalami dermatitis kontak.
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan desain studi cross sectional. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni – September 2012 pada pekerja pembuat tahu yang berada di wilayah kecamatan Ciputat dan Ciputat Timur. Sampel penelitian ini berjumlah 71 orang dari total populasi 79 orang. Faktor – faktor yang diduga sebagai penyebab dermatitis kontak adalah faktor eksternal (lama kontak, frekuensi kontak, suhu dan kelembaban) dan faktor internal (usia, riwayat penyakit kulit, riwayat atopi, riwayat alergi, masa kerja, jenis pekerjaan). Pengumpulan data menggunakan lembar pemeriksaan dokter (untuk variabel kejadian dermatitis), thermohigrometer, dan kuesioner. Data yang diperoleh kemudian di uji menggunakan uji chi-square dan uji Mann-Withney dengan derajat kepercayaan 95% dan alpha sebesar 0,05.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pekerja pembuat tahu yang menderita dermatitis kontak adalah sebanyak 37 orang (52,1%) dan sebanyak 34 pekerja (47,9%) tidak mengalami dermatitis kontak. Faktor eksternal yang berhubungan dengan kejadian dermatitis kontak adalah lama kontak, frekuensi kontak, dan suhu. Faktor internal yang berhubungan dengan dermatitis kontak adalah riwayat penyakit kulit, riwayat atopi, riwayat alergi, dan jenis pekerjaan.
Beberapa hal yang dapat disarankan untuk menurunkan risiko terkena dermatitis adalah dengan mengganti bahan penggumpal tahu dengan Nigarin yang terbuat dari sari air laut, meningkatkan kesadaran pekerja terhadap penyakit kulit khususnya dermatitis kontak. Menjaga kebersihan diri (personal hygiene). Memakai alat pelindung diri berupa sarung tangan yang menutupi sampai bagian lengan dan baju kerja yang menutupi seluruh bagian tubuh.
Kata Kunci: dermatitis kontak, pekerja pembuat tahu, lama kontak, jenis pekerjaan
iv
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES DEPARTMENT OF PUBLIC HEALTH
MAJOR OF SAFETY AND OCCUPATIONAL HEALTH Undergraduated Thesis, November 2012
Riska Ferdian, NIM: 108101000042
Factors Associated With Incidence of Contact Dermatitis In Tofu Maker Workers in Ciputat and Ciputat Timur Sub-District 2012
xix+ 138 pages, 11 tables, 2 pictures, 3 diagrams, 4 attachments Abstract
Occupational contact dermatitis is a skin disease which is often arise in the tofu’s industry that can reduce workers productivity. The exposure of chemicals used in the process of clotting can caused contact dermatitis, may lead to irritation and other skin disorders like itching, dry skin and chapped, redness, and sores that do not heal. The earlier study found the Tofu makers with contact dermatitis is 5 persons from 10 persons (50%)
This research is a quantitative study using a cross-sectional study design. The research was conducted in June - September 2012 on tofu maker workers in Ciputat and Ciputat Timur Sub-District. The sample amounted to 71 people from a total population of 79 people. The Factors suspected as the cause of contact dermatitis is an external factor (prolonged contact, frequency of contact, temperature and humidity) and internal factors (age, history of skin disease, history of atopy, history of allergies, years of service, and the type of work). The data are collected using a doctor's examination (for contact dermatitis), thermohigrometer, and questionnaires. The data is tested using the chi-square and Mann-Whitney test with a confidence interval of 95% and alpha 0.05.
The results showed that workers with contact dermatitis is 37 people (52.1%) and the workers without contact dermatitis is 34 workers (47.9%). External factors associated with the incidence of contact dermatitis is prolonged contact, frequency of contact, and temperature. Internal factors associated with contact dermatitis are history of skin disease, history of atopy, history of allergies, and type of work.
Some solutions that can be recommended to reduce the risk of dermatitis are change the clotting solvent into Nigarin which is made from seawater extract, increase employee awareness about skin disease especially contact dermatitis. Maintain a good personal hygiene. Using PPE (Personal Protective Equipment) such a gloves which covers full arm and use work’s cloth that covers entire body.
vii
CURRICULUM VITAE A. Personal Detail
Name : Riska Ferdian
Place/Date of Brith : Bukitttinggi, February 24th 1990
Home Address : Jl. S. Parman no.90 Malana Ponco, Baringin Sub-District; Lima Kaum District; Batusangkar, West Sumatera Province
Current Address : Jl. SD Inpres No. 84, RT 02/09 Cirendeu Sub- District; Ciputat Timur District; South Tangerang. Banten Province
Zip Code (15419)
Blood Type : AB
Email : intro_ferdian@yahoo.com
riska.ferdian90@yahoo.com
B. Formal Education
No. Degree Major School/University Period
1 University Public
Health/Occupational Health and Safety Concentration
Faculty of Medicine and Health Sciences Islamic
3 Junior School SMPN 1 Pamulang 2002-2005
4 Elementary
School
viii C. Experiences and Organizations
NO Company / Institution
Dates Position/ Job description
1 PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit II, Dumai – Riau
February- March 2012
On the Job Training; Health, Safety, Environment Division (HSE)
2 Kompas Gramedia, South Palmerah – Jakarta
February 2009 – December 2012
Polling Staff (Freelancer) LitbangKompas Gramedia
May 2012 Interviewer Pra-Pilkada DKI 2012 1st round July 2012 Interviewer Exit Poll Pilkada DKI 2012 1st round September 2012 Interviewer Pra-Pilkada DKI 2012 2nd round September 2012 Interviewer Exit Poll Pilkada DKI 2012 2nd round
3 Paduan Suara FKIK (Pasifik)
2010-2011 Chairman of Paduan Suara FKIK 2009-2010 Treasurer of Paduan Suara FKIK
4 Paduan Suara Mahasiswa (PSM) UIN Jakarta
2010-2011 Chief of Relation Between Organization Division
5 Badan Eksekutif Mahasiswa FKIK
2008-2009 Staff Sports and Arts Division
D. Courses and Training
Name Institution Year Result
From To
ix
KATA PENGANTAR
Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang akhirnya saya dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul “Faktor-Faktor Yang
Berhubungan Dengan Kejadian Dermatitis Kontak Pada Pekerja Pembuat Tahu Di
Wilayah Kecamatan Ciputat Dan Ciputat Timur Tahun 2012”. Sholawat dan salam juga selalu tercurah kepada baginda besar Nabi Muhammad SAW yang telah
menuntun umatnya dari zaman kegelapan ke zaman terang benderang seperti saat ini.
Dalam penyusunan skripsi ini, tak lepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu, saya
ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Riastuti Kusumawardani, MKM. selaku pembimbing I yang menyempatkan
waktu di kesibukannya untuk membimbing selama ini.
2. Ibu Iting Shofwati, MKKK selaku pembimbing II dan yang memberikan
kesempatan saya untuk ikut dalam penelitian mengenai dermatitis kontak.
Terima kasih banyak bu... barakallah..
3. Bapak dr. Yuli Prapanca Satar, MARS sebagai ketua sidang skripsi saya..
4. Ibu Yuli Amran, MKM selaku penguji II dalam sidang skripsi
5. Ibu dr. Rachmania Diandini, M.KK selaku penguji III sidang skripsi
6. Sofia, Era, Iqbal, Astri, Via dan Niswah atas bantuannya selama menulis skripsi
ini.
7. Seluruh pekerja dan pemilik pabrik tahu di Ciputat dan Ciputat Timur, terima
x
8. Keluarga Besar PSM UIN Jakarta, terima kasih atas segala pengalaman dalam
berjuang mulai dari Cirebon sampai Thailand. Terima kasih support kawan
-kawan. That was my last concert with you guys. Thanks for everything. Jaya
PSM UIN Jakarta!
9. Keluarga Besar Pasifik UIN Jakarta yang telah memberikan pengalaman yang
menguatkan hati untuk terus bertahan di tengah kesibukan perkuliahan di FKIK.
10.Era, Tika , Depoy, Ayu dan Kak Yunci atas semua semangat yang diberikan.
Semoga kalian sukses,, sampai bertemu di masa depan!
11.Surya Pradana, No more words to say but thank you.
12.The last but the best untuk Mama dan Papa yang telah mencurahkan semua kasih
sayang dan doanya setiap saat.. semua yang aku lakukan,untuk mama papa..
Love you much!
Skripsi ini tentu jauh dari sempurna. Saran dan kritik yang membangun
terhadap skripsi ini sangat saya harapkan.
Jakarta, Januari 2013
xi DAFTAR ISI
JUDUL ... i
LEMBAR PERNYATAAN ... ii
ABSTRAK ... iii
LEMBAR PERSETUJUAN ... v
LEMBAR PENGESAHAN ... vi
CURRICULUM VITAE ... vii
KATA PENGANTAR ... ix
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR BAGAN ... xvii
DAFTAR TABEL ... xviii
DAFTAR GAMBAR ... xix
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Rumusan Masalah ... 7
1.3. Pertanyaan Penelitian ... 8
1.4. Tujuan... 9
1. Tujuan Umum ... 9
2. Tujuan Khusus ... 9
1.5. Manfaat Penelitian... 10
xii
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 12
2.1 Penyakit Akibat Kerja ... 12
2.2 Penyakit Kulit Akibat Kerja ... 13
2.2.1 Pengertian ... 13
2.2.2 Etiologi ... 13
2.2.3 Anatomi Kulit ... 14
2.2.4 Skin Barrier ... 15
2.3 Dermatitis Kontak ... 16
2.3.1 Definisi ... 16
2.3.2 Etiologi ... 17
2.3.3 Fisiologi ... 19
2.3.4 Tanda dan gejala ... 22
2.3.5 Diagnosis ... 25
2.4Tahu ... 28
2.4.1 Bahan baku ... 28
2.4.2 Pembuatan Tahu ... 29
2.5Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Dermatitis Kontak ... 38
2.5.1 Faktor Eksternal (Eksogen/Luar) ... 38
a. Lama Kontak ... 38
b. Frekuensi Kontak ... 40
xiii
d. Suhu ... 44
e. Kelembaban ... 45
f. Musim ... 45
2.5.2 Faktor Internal (Endogen) ... 46
a. Jenis kelamin ... 46
b. Usia ... 47
c. Masa Kerja ... 48
d. Jenis Pekerjaan ... 49
e. Riwayat Alergi ... 50
f. Jenis Kulit ... 51
g. Keringat ... 52
h. Ras ... 54
i. Riwayat Penyakit Kulit ... 54
j. Riwayat Atopi ... 55
k. Personal Hygine ... 57
l. Penggunaan APD ... 58
2.6Kerangka Teori ... 60
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 62
3.1Kerangka Konsep ... 62
3.2DefinisiOperasional ... 64
xiv
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ... 68
4.1Jenis Penelitian ... 68
4.2Lokasi dan Waktu Penelitian ... 68
4.3Populasi dan Sampel ... 68
4.4Instrumen Penelitian... 73
4.4.1 Lembar Pemeriksaan Dokter ... 73
4.4.2 Pengukur Suhu dan Kelembaban ... 73
4.4.3 Kuesioner ... 73
4.5Pengumpulan Data ... 74
4.5.1 Data Primer ... 74
4.6Pengolahan Data... 75
4.6.1 Data Coding ... 75
4.6.2 Data Editing ... 75
4.6.3 Data Entry ... 75
4.6.4 Data Cleaning ... 76
4.7Teknik Analisis Data ... 76
4.7.1 Analisa Univariat ... 76
4.7.2 Analisa Bivariat ... 76
BAB V HASIL ... 78
5.1Gambaran Lokasi Penelitian ... 78
xv
5.2.1 Gambaran Kejadian Dermatitis Kontak Pekerja Pembuat Tahu di
Ciputat dan Ciputat Timur ... 81
5.2.2 Gambaran Faktor Eksternal dan Faktor Internal Dermatitis Kontak pada Pekerja Pembuat Tahu di Ciputat dan Ciputat Timur tahun 2012 ... 82
5.2.2.1Gambaran Faktor Eksternal ... 84
5.2.2.2Gambaran Faktor Internal ... 85
5.3Analisa Bivariat ... 88
5.3.1 Hubungan Antara Faktor Eksternal dengan Dermatitis Kontak pada Pekerja Pembuat Tahu di Ciputat dan Ciputat Timur tahun 2012 ... 90
5.3.2 Hubungan Antara Faktor Internal dengan Dermatitis Kontak pada Pekerja Pembuat Tahu di Ciputat dan Ciputat Timur tahun 2012 ... 92
BAB VI PEMBAHASAN ... 97
6.1Keterbatasan Penelitian ... 97
6.2Kejadian Dermatitis Kontak ... 97
6.3Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Dermatitis Kontak Pada Pekerja Pembuat Tahu di Wilayah Kecamatan Ciputat dan Ciputat Timur Tahun 2012... 100
6.3.1 Hubungan Antara Lama Kontak dengan Dermatitis Kontak ... 100
6.3.2 Hubungan Antara Frekuensi Kontak dengan Dermatitis Kontak ... 103
6.3.3 Hubungan Antara Suhu dengan Dermatitis Kontak ... 105
6.3.4 Hubungan Antara Kelembaban dengan Dermatitis Kontak ... 107
xvi
6.3.6 Hubungan Antara Riwayat Penyakit Kulit dengan Dermatitis
Kontak... 113
6.3.7 Hubungan Antara Riwayat Atopi dengan Dermatitis Kontak ... 117
6.3.8 Hubungan Antara Riwayat Alergi dengan Dermatitis Kontak ... 120
6.3.9 Hubungan Antara Masa Kerja dengan Dermatitis Kontak ... 122
6.3.10 Hubungan Antara Jenis Pekerjaan dengan Dermatitis Kontak ... 125
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ... 128
7.1 Simpulan... 128
7.2 Saran ... 131
7.2.1 Saran Bagi Pekerja ... 131
7.2.2 Saran Bagi Pemilik Pabrik ... 132
7.2.3 Saran Bagi Penelitian Selanjutnya ... 133
xvii
DAFTAR BAGAN
No. Bagan Judul Bagan Halaman
Bagan 2.1 Alur pembuatan tahu 37
Bagan 2.2 Kerangka Teori 61
xviii
DAFTAR TABEL
No. Tabel Judul Tabel Halaman
Tabel 2.1 Alergen yang sering menimbulkan Dermatitis Kontak Alergi
18
Tabel 2.2 Perbedaan Dermatitis Kontak Iritan (DKI) dengan Dermatitis Kontak Alergis (DKA)
27
Tabel 2.3 Bahan kimia berpotensi iritasi dan sensitisasi 41
Tabel 3.1 Definisi Operasional 64
Tabel 4.1 Hasil Perhitungan Sampel 72
Tabel 5.1 Gambaran Tahapan Proses Kerja Pada Pabrik Tahu beserta Jenis Pekerjaan
81
Tabel 5.2 Distribusi Kejadian Dermatitis Kontak pada Pekerja Pembuat Tahu di Ciputat dan Ciputat Timur tahun 2012
82
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi (Lama Kontak, Frekuensi Kontak, Masa Kerja, Usia, Suhu dan Kelembaban) pada Pekerja Pembuat Tahu di Ciputat dan Ciputat Timur tahun 2012
83
Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi (Riwayat Penyakit Kulit, Riwayat Atopi, Riwayat Alergi, dan Jenis Pekerjaan) pada Pekerja Pembuat Tahu di Ciputat dan Ciputat Timur tahun 2012
83
Tabel 5.5 Analisis Hubungan antara (Lama Kontak, Frekuensi Kontak, Masa Kerja, Usia, Suhu dan Kelembaban) dengan dermatitis kontak pada Pekerja Pembuat Tahu di Ciputat dan Ciputat Timur tahun 2012
88
Tabel 5.6 Distribusi pekerja menurut (Riwayat Penyakit Kulit, Riwayat Atopi, Riwayat Alergi, dan Jenis Pekerjaan) dengan Dermatitis kontak pada Pekerja Pembuat Tahu di Ciputat dan Ciputat Timur tahun 2012
xix
DAFTAR GAMBAR
No. Gambar Judul Gambar Halaman
Gambar 5.1 Salah satu proses pembuatan tahu (pencetakan) 81
1 BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Menurut Diepgen & Coenraads (1999), dermatitis kontak akibat kerja
menempati urutan pertama dari seluruh penyakit akibat kerja di banyak negara.
Tingkat kejadiannya berkisar antara 0,5-1,9 kasus per 1000 pekerja penuh
waktu per tahun. Prevalensi dermatitis kontak pada populasi umum di AS telah
diperkirakan bervariasi antara 1,5% dan 5,4%. Dermatitis kontak adalah alasan
yang paling umum ketiga bagi pasien yang berkonsultasi dengan dokter kulit,
tercatat ada 9,2 juta kunjungan pada tahun 2004. Hal ini juga menyumbang
95% dari semua penyakit kulit akibat kerja yang dilaporkan.
Agius & Seaton (2005) menyebutkan bahwa di United Kingdom
dermatitis kontak adalah penyakit akibat kerja yang umum diderita, sekitar 80%
dari kasus yang dilaporkan. Tipe dari dermatitis kontak yang dilaporkan
tersebut ada dua yaitu tipe iritan dan alergik. Dermatitis kontak salah satunya
dapat disebabkan oleh keterpaparan bahan kimia yang mempunyai tingkat
keasaman tertentu dan bahan kimia yang mempunyai aktifitas kimia (chemical
persen dari seluruh kasus dermatitis kontak yang didiagnosis di Poliklinik Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin FKUI-RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta.
Dermatitis kontak adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai
respon terhadap pengaruh faktor eksogen (eksternal) dan atau faktor endogen
(internal), menimbulkan kelainan klinis berupa efloresensi polimorfik (eritema,
edema, papul, vesikel, skuama, likenifikasi) dan gatal (Djuanda, 1999).
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa penyakit dermatitis kontak
merupakan penyakit yang lazim terjadi pada pekerja-pekerja yang berhubungan
dengan bahan kimia dan panas, serta faktor mekanik sebagai gesekan, tekanan,
trauma.
Menurut Siregar (2009), beberapa jenis dermatitis kontak seperti
dermatitis kontak iritan yang disebabkan oleh bahan iritan absolut seperti asam
kuat, basa kuat, logam berat dengan konsentrasi kuat dan bahan relatif iritan
misalnya sabun, detergen dan pelarut organik. Jenis dermatitis lain adalah
dermatitis kontak alergi biasanya disebabkan oleh paparan bahan-bahan kimia
atau lainnya yang meningkatkan sensivitas kulit. Dermatitis kontak akibat kerja
mencapai 90% dari dermatitis akibat kerja (DAK) (Trihapsoro, 2003). Di
banyak industri saat ini, prevalensi dermatitis kontak akibat kerja meningkat
sejalan dengan peningkatan penggunaan bahan kimia di industri tersebut.
Siregar (2009) menyebutkan bahwa beberapa penelitian yang pernah dilakukan
pekerja perusahaan kayu lapis menderita dermatitis kontak. Utama Wijaya
(1972) dalam Siregar (2009) menemukan 23,75% dari pekerja pengelolaan
minyak di Sumatera Selatan menderita dermatitis akibat kerja. Dari data ini
terlihat bahwa dermatitis akibat kerja memang mempunyai prevalensi cukup
tinggi, walaupun jenis dermatitisnya tidak sama pada semua perusahaan.
Dermatitis kontak akibat kerja yang merupakan salah satu penyakit
kelainan kulit sering timbul pada industri seperti industri pada pabrik tahu yang
dapat menurunkan produktifitas pekerja. Jumlah industri tahu di Indonesia
mencapai 84.000 unit usaha dengan kapasitas produksi lebih dari 2,56 juta ton
per tahun. Sebanyak 80 persen industri tahu berada di Pulau Jawa (Sadzali,
2010). Tahu merupakan hasil olahan dari bahan dasar kacang kedelai melalui
proses pengendapan dan penggumpalan oleh bahan penggumpal. Tahu ikut
berperan dalam pola makan sehari-hari sebagai lauk pauk maupun sebagai
makanan ringan. Kacang kedelai sebagai bahan dasar tahu mempunyai
kandungan protein sekitar 30-45%. Jika dibandingkan dengan kandungan
protein bahan pangan lain seperti daging (19%), ikan (20%) dan telur (13%),
ternyata kedelai merupakan bahan pangan yang mengandung protein tertinggi.
Zat penggumpal yang dapat digunakan adalah asam cuka, asam laktat, batu
tahu dan CaCl2 (Koswara, 1992). Bahan – bahan tersebut dipakai salah satu
penggumpal ini sebagai sioh koh. Zat penggumpal yang digunakan rata-rata
berkadar asam 90%.
Pemaparan zat-zat kimia yang digunakan dalam proses penggumpalan
terhadap tahu dapat mengakibatkan iritasi dan gangguan kulit lainnya dalam
bentuk gatal-gatal, kulit kering dan pecah-pecah, kemerah-merahan, serta
koreng yang tidak sembuh-sembuh. Kerusakan kulit seperti ini akan
memudahkan masuknya zat-zat kimia yang bersifat beracun kedalam tubuh
melalui kulit yang terluka. Uap zat kimia dapat mengakibatkan peradangan dan
iritasi saluran pernafasan, dengan gejala batuk, pilek, sesak nafas dan demam.
Kebersihan lingkungan kerja di pabrik tahu yang kurang baik (panas, lembab,
lantai kotor dan basah, bau yang menyegat, dll) dapat menimbulkan gangguan
kesehatan seperti penyakit infeksi, gangguan kenyamanan kerja, kecelakaan,
penyakit allergi/ dermatitis kontak, dll (Dinkes Sulsel, 2004)
Sherine (2007) dalam Ernasari (2012) menyebutkan bahwa kasus
dermatitis kontak pada pekerja pembuat tahu terjadi di Lamongan Jawa Timur,
dimana para pekerja pembuat tahu mengalami gatal-gatal di daerah tangannya
dan kaki akibat sering kontak dengan bahan-bahan pembuat tahu. Beberapa dari
mereka juga menyebutkan bahwa penyakit kulit yang mereka alami diakibatkan
oleh karena mereka tidak menggunakan alat pelindung diri seperti sarung
Penelitian yang dilakukan oleh Elisandri (2007) dalam Ernasari (2012)
menyebutkan bahwa kasus yang terjadi pada para pekerja pembuat tahu di
beberapa pabrik tahu di daerah Binjai menyebutkan bahwa 72% dari pekerja
pembuat tahu mengalami reaksi akibat kontak dengan bahan pembuat tahu
dalam waktu yang lama. Beberapa dari mereka juga menyebutkan gatal-gatal
yang mereka alami tidak akan kunjung sembuh apabila mereka tidak
menghentikan pekerjaannya dalam waktu yang lama.
Data yang diperoleh dari Puskesmas Medan Deli menunjukkan angka
kasus penyakit kulit para pengrajin tahu yaitu 93,42 persen dengan kasus
dermatitis kontak dan 6,58 persen dengan kasus penyakit kulit lainnya (Profil
Puskesmas Medan Deli (2009) dalam Ernasari (2012)). Hasil penelitian
Kusriastuti (1992) menunjukkan bahwa pemeriksaan fisik pada pekerja-pekerja
industri tahu di Kelurahan Utan Kayu Utara menyatakan bahwa pekerja di
bagian penyaringan mempunyai risiko 6 kali lebih besar untuk terkena
dermatitis kontak dibanding pekerja yang bekerja di bagian lainnya.
Djuanda (1999) dalam bukunya Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin
menyebutkan bahwa dermatitis dermatitis kontak iritan dan dermatitis kontak
alergi dipengaruhi faktor-faktor seperti bahan yang bersifat iritan, lama kontak,
kekerapan, adanya oklusi yang menyebabkan kulit lebih permeabel, gesekan
dan taruma fisis juga suhu dan kelembaban lingkungan. Selain itu juga
jenis kelamin, riwayat penyakit kulit. Agner & Menne (2006) menambahkan
bahwa selain faktor jenis kelamin, usia, ras, riwayat penyakit kulit lain seperti
yang disebutkan oleh Djuanda (1999), dermatitis juga dipengaruhi oleh riwayat
atopi dan pengobatan yang sedang diterima.
Lestari, dkk (2008) juga menyebutkan bahwa faktor yang paling utama
mempengaruhi terjadinya dermatitis akibat kerja karena kontak dengan bahan
kimia adalah pemakaian APD berupa sarung tangan yang tidak sesuai untuk
jenis bahan kimia yang digunakan. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi
dermatitis kontak akibat kerja adalah adanya kontak dengan bahan kimia, lama
kontak, dan frekuensi kontak.
Terdapat sekitar 2500 pengrajin tahu di wilayah Tangerang, Banten. Di
Tangerang Selatan sendiri, terdapat beberapa daerah penghasil tahu yang cukup
banyak dan tersebar di daerah Ciputat dan Ciputat Timur (Sekarningrum,
2012). Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 21-22
Juni 2012 di 4 pabrik tahu yang berada di wilayah kecamatan Ciputat dan
kecamatan Ciputat Timur, dari 10 orang pekerja pembuatan tahu di didapatkan
5 orang pekerja pembuat tahu mengalami dermatitis kontak dan 5 pekerja
pembuat tahu tidak mengalami dermatitis kontak. Hasil tersebut di dapat dari
Oleh karena itu perlu diteliti apa saja faktor-faktor yang berhubungan
dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja pembuat tahu, sehingga
diharapkan dengan diadakannya penelitian ini dapat dapat menambah informasi
pengelola pabrik tahu dan pekerja pembuat tahu mengenai penyakit akibat kerja
khususnya dermatitis kontak.
1.2. Rumusan Masalah
Data yang diperoleh dari Puskesmas Medan Deli menunjukkan angka
kasus penyakit kulit para pengrajin tahu yaitu 93,42 persen dengan kasus
dermatitis kontak dan 6,58 persen dengan kasus penyakit kulit lainnya (Profil
Puskesmas Medan Deli, 2009 dalam Ernasari 2012). Hasil penelitian Kusriastuti
(1992) menunjukkan bahwa pemeriksaan fisik pada pekerja-pekerja industri
tahu di Kelurahan Utan Kayu Utara menyatakan bahwa pekerja di bagian
penyaringan mempunyai risiko 6 kali lebih besar untuk terkena dermatitis
kontak dibanding pekerja yang bekerja di bagian lainnya.
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 21-22
Juni 2012 kepada 10 orang pekerja di 4 pabrik pembuatan tahu di wilayah
kecamatan Ciputat dan kecamatan Ciputat Timur didapatkan 5 orang pekerja
pembuat tahu mengalami dermatitis kontak dan 5 pekerja pembuat tahu tidak
mengalami dermatitis kontak. Hasil tersebut di dapat dari pemeriksaan fisik dan
Budimulja (2008), Wolff K (2007), Djuanda (1987), Agner & Menne
(2006), Erliana (2008), Kusriastuti (1992), Lestari, dkk (2008) dan Partogi
(2008) menyebutkan bahwa faktor- faktor yang berhubungan dengan dengan
dermatitis kontak adalah faktor eksternal ( bahan iritan, lama kontak, frekuensi
kontak, musim, suhu dan kelembaban), faktor internal (faktor perbedaan jenis
kulit, usia, ras, jenis kelamin, riwayat penyakit kulit, riwayat atopi, riwayat
alergi, masa kerja, jenis pekerjaan, kebiasaan mencuci tangan (personal
hygiene))dan penggunaan APD.
1.3. Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana gambaran kejadian dermatitis kontak pada pekerja pembuat
tahu di wilayah kecamatan Ciputat dan Ciputat Timur pada tahun 2012?
2. Bagaimana gambaran faktor eksternal (lama kontak, frekuensi kontak, suhu
dan kelembaban) pada pekerja pembuat tahu di wilayah kecamatan Ciputat
dan Ciputat Timur pada tahun 2012?
3. Bagaimana gambaran faktor internal (usia, riwayat penyakit kulit, riwayat
atopi, riwayat alergi, masa kerja, jenis pekerjaan) pada pekerja pembuat
tahu di wilayah kecamatan Ciputat dan Ciputat Timur pada tahun 2012?
4. Apakah ada hubungan antara faktor eksternal (lama kontak, frekuensi
kontak, suhu dan kelembaban) dengan kejadian dermatitis kontak pada
pekerja pembuat tahu di wilayah kecamatan Ciputat dan Ciputat Timur
5. Apakah ada hubungan antara faktor internal (usia, riwayat penyakit kulit,
riwayat atopi, riwayat alergi, masa kerja, jenis pekerjaan) dengan kejadian
dermatitis kontak pada pekerja pembuat tahu di wilayah kecamatan Ciputat
dan Ciputat Timur pada tahun 2012?
1.4. Tujuan
1.4.1 Tujuan Umum
Diketahuinya faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian
dermatitis kontak pada pekerja pembuat tahu di wilayah kecamatan
Ciputat dan Ciputat Timur tahun 2012.
1.4.2 Tujuan Khusus
1. Diketahuinya gambaran kejadian dermatitis kontak pada pekerja pembuat
tahu di wilayah kecamatan Ciputat dan Ciputat Timur pada tahun 2012.
2. Diketahuinya gambaran faktor eksternal (lama kontak, frekuensi kontak,
suhu dan kelembaban) pada pekerja pembuat tahu di wilayah kecamatan
Ciputat dan Ciputat Timur pada tahun 2012.
3. Diketahuinya gambaran faktor internal (usia, riwayat penyakit kulit,
riwayat atopi, riwayat alergi, masa kerja, jenis pekerjaan) pada pekerja
pembuat tahu di wilayah kecamatan Ciputat dan Ciputat Timur pada tahun
2012.
4. Diketahuinya hubungan antara faktor eksternal (lama kontak, frekuensi
kontak, suhu dan kelembaban) dengan kejadian dermatitis kontak pada
pada tahun 2012.Diketahuinya hubungan antara faktor internal (usia,
riwayat penyakit kulit yang sedang dialami, riwayat atopi, riwayat alergi,
masa kerja, jenis pekerjaan) dengan kejadian dermatitis kontak pada
pekerja pembuat tahu di wilayah kecamatan Ciputat dan Ciputat Timur
pada tahun 2012.
1.5. Manfaat Penelitian
1.5.1 Manfaat Bagi Pekerja Pembuat Tahu
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi
pengelola pabrik tahu dan pekerja pembuat tahu mengenai penyakit
akibat kerja khususnya dermatitis kontak.
1.5.2 Manfaat Bagi Peneliti
Sebagai bahan referensi yang dapat dijadikan bahan bacaan oleh
peneliti selanjutnya yang berhubungan dengan dermatitis kontak.
1.6. Ruang Lingkup
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor- faktor yang
berhubungan dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja pembuat tahu di
wilayah kecamatan Ciputat dan Ciputat Timur tahun 2012. Penelitian ini
dilaksanakan pada bulan Juni – September 2012. Sasaran penelitian ini adalah pekerja pembuat tahu yang berada di wilayah kecamatan Ciputat dan Ciputat
Timur. Metode penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional (potong
lintang). Penelitian ini dilakukan berdasarkan studi pendahuluan yang
kecamatan Ciputat dan Ciputat Timur, diketahui ada 5 pekerja yang mengalami
kejadian dermatitis kontak. Data primer diperoleh dari pemeriksaan oleh dokter,
12 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penyakit Akibat Kerja
Menurut Keppres RI no 22/1993, Penyakit yang timbul karena hubungan
kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja.
Penyebab Penyakit akibat kerja:
1. Golongan fisik: Bising, Radiasi, Suhu ekstrem, Tekanan udara, Vibrasi,
Penerangan
2. Golongan Kimiawi: Semua bahan kimia dalam bentuk debu, uap , gas,
larutan, kabut
3. Golongan biologik: Bakteri, virus, jamur, dan lain-lain.
4. Golongan Fisiologik/ergonomik: desain tempat kerja, beban kerja
5. Golongan Psikososial: Stress psikis, monotoni kerja, tuntutan pekerjaan,
dan lain-lain.
Adapun kriteria umum penyakit akibat kerja adalah sebagai berikut:
1. Adanya hubungan antara pajanan yang spesifik dengan penyakit
2. Adanya fakta bahwa frekwensi kejadian penyakit pada populasi pekerja
lebih tinggi daripada frekwensi kejadian penyakit di masyarakat umum
3. Penyakit dapat dicegah dengan melakukan tindakan preventif di tempat
2.2Penyakit Kulit Akibat Kerja 2.2.1 Pengertian
Penyakit kulit akibat kerja adalah proses patologis kulit yang timbul
pada waktu melakukan pekerjaan dan pengaruh-pengaruh yang terdapat di
dalam lingkungan kerja. Dari batasan ini terlihat bahwa penyakit kulit
akibat kerja ini boleh disebut sebagai gejala sampingan usaha manusia atau
sebagai buatan manusia. Oleh karena itu manusia dituntut untuk mencegah
atau memperkecil kemungkinan terjadinya dengan menerapkan teknologi
pengendalian (Siregar, 2009).
2.2.2 Etiologi
Penyakit kulit akibat kerja dapat disebabkan oleh 4 faktor (Siregar, 2009):
1. Faktor kimiawi, dapat berupa iritasi primer, alergen, atau karsinogen.
2. Faktor mekanis/fisik, seperti getaran, gesekan, tekanan, trauma,
panas, dingin, kelembaban udara, sinar radioaktif.
3. Faktor biologis, seperti jasad renik (mikroorganisme) hewan dan
produknya, jamur, parasit, virus.
4. Faktor psikologis (kejiwaan) seperti ketidak cocokan pengelolaan
perusahaan sering membuat konflik di antara pegawai dan dapat
menimbulkan gangguan pada kulit seperti neurodermatitis.
Sebenarnya kulit mempunyai fungsi untuk mempertahankan diri
dari serangan/rangsangan luar. Epidermis berfungsi menghambat
berlebihan dari luar. Pigmen di dalam kulit melindungi tubuh dari pengaruh
sinar matahari. Selain itu kulit mengandung kelenjar keringat dan
pembuluh darah yang berfungsi sebagai alat penjaga keseimbangan cairan
tubuh, mempermudah timbulnya kelainan kulit.
2.2.3 AnatomiKulit
Kulit merupakan pembungkus yang elastik yang melindungi tubuh
dari pengaruh lingkungan. Kulit juga merupakan alat tubuh yang terberat
dan terluas ukurannya, yaitu 15% dari berat tubuh dan luasnya 1,50 – 1,75 m², rata-rata tebal kulit 1-2 mm, paling tebal (6 mm) ada ditelapak tangan
dan kaki, paling tipis (0,5 mm) ada di penis. Kulit di bagian atas terdiri dari
tiga lapisan pokok yaitu : epidermis, dermis atau korium dan jaringan
subkutan atau subkutis (Harahap, 1990).
Kulit terbagi atas 3 (tiga) lapisan pokok yaitu :
a. Epidermis, terbagi atas empat lapisan yaitu : lapisan basal atau
stratum germinativum, lapisan malpighi atau stratum spinosum,
lapisan granular atau stratum granulosum dan lapisan tanduk atau
stratum korneum.
b. Dermis atau korium merupakan lapisan di bawah epidermis dan
diatas jaringan.
c. Subkutis
Jaringan Subkutan (subkutis atau hipodermis) merupakan lapisan
panas, bantalan terhadap trauma dan tempat penumpukan energi
(Harahap, 1990).
2.2.4 Skin Barrier
Kulit mengandung sejumlah tumpukan lapisan spesifik yang dapat
mencegah masuknya bahan-bahan kimia yang terutama disebabkan adanya
lapisan tipis lipida dipermukaan, lapisan tanduk dan lapisan epidermis
alfigi. Pada daerah ini ditemukan juga suatu celah yang berhubungan
langsung dengan epidermis kulit bagian dalam yang dibentuk oleh kelenjar
sebasea yang membatasi bagian luar dan cairan ekstraselular yang juga
merupakan sawar (barrier).
Barrier kulit terutama disusun oleh lapisan tanduk. Deretan sel-sel
pada lapisan tanduk salilng berkaitan dengan sangat kuat dan merupakan
pelindung kulit yang paling efisien. Sesudah penghilangan lapisan tanduk,
impermeabilitas kulit dipengaruhi oleh regenerasi sel. Dalam 2-3 hari
meskipun ketebalan lapisan tanduk yang terbentuk masih sangat tipis,
namun lapisan tersebut telah mempunyai kapasitas perlindungan yang
2.3Dermatitis Kontak 2.3.1 Definisi
Dermatitis kontak adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis)
sebagai respons terhadap pengaruh faktor eksogen (eksternal) dan atau faktor
endogen (internal), menimbulkan kelainan klinis berupa efloresensi
polimorfik (eritema, edema, papul, vesikel, skuama, likenifikasi) dan gatal
(Djuanda, 1999). Eczema atau dermatitis merupakan nama yang diberikan
untuk suatu inflamasi khusus pada kulit, dermatitis kontak mengarah kepada
inflamasi semacam itu yang disebabkan oleh zat-zat dari luar (external
agents). Istilah eczema dan dermatitis digunakan untuk keadaan inflamasi
kulit lainnya yang bukan terjadi karena faktor-faktor eksternal melainkan
terutama karena faktor-faktor internal.
Menetapkan penyebab dermatitis kontak tidak selalu mudah
dikarenakan banyak sekali kemungkinan yang ada. Selain itu banyak yang
tidak tahu atau menyadari seluruh zat-zat kimia yang bersentuhan dengan kulit
mereka. Seringkali lokasi awal ruam merupakan suatu petunjuk penting
2.3.2 Etiologi
Dibawah ini akan dijelaskan etiologi dermatitis kontak iritan dan
etiologi dermatitis kontak alergi.
a. Dermatitis Kontak Iritan
Dapat disebabkan oleh bahan iritan absolut seperti asam kuat, basa
kuat, garam logam berat dengan konsentrasi kuat dan bahan iritan relatif,
seperti sabun, detergen, dan pelarut organik. Dermatitis kontak oleh iritan
absolut biasanya timbul seketika setelah berkontak dengan iritan, dan
semua orang akan terkena. Sedangkan dermatitis kontak iritan relatif dapat
timbul sesudah pemakaian bahan yang lama dan berulang, dan seringkali
baru timbul bila ada faktor fisik berupa abrasi, trauma kecil dan maserasi;
oleh karena itu sering disebut traumatic dermatitis. Kelainan yang timbul
biasanya berupa hiperpigmentasi, likenifikasi, fisur dan kadang-kadang
eritem dan vesikel (Siregar, 2009).
Dermatitis kontak iritan yang terjadi setelah pemaparan pertama kali
disebut dermatitis kontak iritan akut, dan biasanya disebabkan oleh iritan
kuat seperti asam kuat. Sedangkan, dermatitis kontak iritan yang terjadi
setelah pemaparan berulang disebut dermatitis kontak iritan kronis dan
biasanya disebabkan oleh iritan lemah (Hayakawa, 2000 dalam Sumantri,
b. Dermatitis kontak alergi
Banyak senyawa yang dapat berperan menjadi alergen pada
individu tertentu, misalnya saja urusiol yang berasal dari racun tanaman
oak, ivy atau sumac. Selain itu juga ada garam nikel yang terdapat pada
perhiasan dan parfum yang terdapat pada kosmetik, alergen tersebut dapat
menyebabkan dermatitis kontak alergi. Di Amerika Serikat, dermatitis
kontak alergi banyak disebabkan oleh senyawa urushiol dari racun ivy, oak,
atau sumac. Racun ini berasal dari tanaman genus toxicodendron. Selain
itu, tanaman lain yang dapat menyebabkan dermatitis kontak alergi adalah
kacang cashew, mangga, Laquer danginko biloba (Keefner, 2004).
Tabel 2.1
Alergen yang sering menimbulkan Dermatitis Kontak Alergi
Alergen Uji Patch Positif Sumber Antigen
Benzokain 2 Penggunaan anastetik tipe –kain, baik pada
penggunaan topikal maupun oral
Garam Kromium 2,8 Plat elektronik kalium dikromat, semen, detergen, pewarna
Lanolin 3,3 Lotion, pelembab, kosmetik, sabun
Latex 7,3 Sarung tangan karet, vial, Syringes
Bacitracin 8,7 Pengobatan topikal maupun injeksi
Kobal Klorida 9 Semen, plat logam, pewarna cat
Formaldehid 9,3 Germisida, plastik, pakaian, perekat
Tiomersal 10,9 Pengawet dalam sediaan obat, kosmetik
Pewangi 11,7 Produk rumah tangga, kosmetik, asam sinamat,
geraniol
Balsam Peru 11,9 Sirup untuk obat batuk, penyedap
Neomisin Sulfat 13,1 Pengobatan, salep antibiotik, aminoglikosida lainnya
Nikel Sulfat 14,2 Akssoris pada celana jeans, pewarna, perabot rumah tangga, koin
Tanaman Tidak ditentukan Spesies Toxicodendron, primrose, tulip
2.3.3 Fisiologi
a. Dermatitis Kontak Iritan
Dermatitis kontak iritan tampak setelah pemaparan tunggal atau
pemaparan berulang pada agen yang sama. Beberapa mekanisme dapat
menjadi penyebab terjadinya dermatitis kontak iritan. Pertama, bahan
kimia mungkin merusak sel dermal secara langsung dengan absorbsi
langsung melewati membran sel kemudian merusak sistem sel.
Mekanisme kedua, setelah adanya sel yang mengalami kerusakan maka
akan merangsang pelepasan mediator inflamasi ke daerah tersebut oleh
sel T maupun sel mast secara non-spesifik. Misalnya setelah kulit
terpapar asam sulfat maka asam sulfat akan menembus ke dalam sel kulit
kemudian mengakibatkan kerusakan sel sehingga memacu pelepasan
asam arakidonat dari fosfolipid dengan bantuan fosfolipase.
Asam arakidonat kemudian dirubah oleh siklooksigenase
(menghasilkan prostaglandin, tromboksan) dan lipooksigenase
(menghasilkan leukotrien). Prostaglandin dapat menyebabkan dilatasi
pembuluh darah sehingga terlihat berwarna merah dan mempengaruhi
saraf sehingga terasa sakit. Leukotrien meningkatkan permeabilitas
vaskuler di daerah tersebut sehingga meningkatkan jumlah air dan terlihat
bengkak serta berefek kemotaktik kuat terhadap eosinofil, netrofil dan
makrofag. Mediator pada inflamasi akut adalah histamin, serotonin,
IL2, IL3, TNFα2. Reaksi ini bukanlah akibat imun spesifik dan tidak membutuhkan pemaparan sebelumnya agar iritan menampakan reaksi.
Beberapa faktor mungkin mempengaruhi tingkatan respon
kulit. Adanya penyakit kulit sebelumnya dapat menghasilkan dermatitis
yang parah akibat membiarkan iritan dengan mudah memasuki dermis.
Jumlah dan konsentrasi paparan bahan kima juga penting. Iritan kimia
kuat, asam dan basa tampaknya menghasilkan keparahan yang reaksi
inflamasi yang sedang parah. Iritan yang lebih ringan seperti detergen,
sabun, pelarut mungkin membutuhkan pemaparan yang banyak untuk
mengakibatkan dermatitis. Selain itu faktor lingkungan seperti suhu
hangat, kelembaban yang tinggi atau pekerjaan basah dapat berpengaruh
(Siregar, 2009).
b. Dermatitis Kontak Alergi
Siregar (2009) memaparkan bahwa dermatitis kontak alergi
biasanya disebabkan oleh bahan dengan berat molekul rendah yang
disebut hapten. Kelainan kulit terjadi melalui proses hipersensitivitas tipe
IV atau proses alergi tipe lambat (Gell & Coombs). Hapten bergabung
dengan protein pembawa menjadi alergen lengkap. Alergen lengkap
difagosit oleh makrofag dan merangsang limfosit yang ada di kulit yang
mengeluarkan limfosit aktivasi faktor (LAF). Sel limfosit kemudian
berdeferensiasi membentuk subset sel limfosit T memori (sel Tdh) dan sel
informasi alergen yang sudah dikenal masuk kedalam kulit maka sel Tdh
akan mengeluarkan limfokin (faktor sitotoksis, faktor inhibisi migrasi,
faktor kemotaktik dan faktor aktivasi makrofag).
Dengan dilepaskannya berbagai faktor ini, maka akan terjadi
pengaliran sel mas dan sel basofil, ke arah lesi, dan timbulah proses radang
yang merupakan manifestasi reaksi dermatitis kontak alergis. Gambaran
klinis umumnya berupa papul, vesikel dengan dasar ertitem dan edema,
disertai rasa gatal.
Dalam perusahaan sering ditemukan beberapa bahan kimia yang
mempunyai gugusan rumus kimia yang sama. Apabila pekerja sudah
sensitif terhadap suatu zat kimia, maka ia akan mudah menjadi sensitif
terhadap zat-zat lain yang mempunyai rumus kimia yang bersamaan,
misalnya prokain, benzokain, paraaminobensen mempunyai gugus bensen
yang sama. Apabila seseorang sensitif terhadap benzokain atau PABA; ini
disebut sensitisasi silang.
Pengetahuan sensitisasi silang ini sangat penting untuk menentukan
penempatan seorang pegawai. Orang yang sudah sensitif terhadap suatu zat
jangan lagi ditempatkan pada tempat yang mengandung bahan yang
Contoh bahan yang mempunyai rumus kimia serupa ialah:
1. Rhus antigen : poison ivy, poison sumac, japanese decyl catechol,
mangga.
2. Streptomisin, kanamisin, klomisin
3. Fenotiazin: prometazin, khlorpromazin, biru metilen.
2.3.4 Tanda dan gejala
a. Dermatitis kontak iritan
Ketika terkena paparan iritan, kulit menjadi radang, bengkak
kemerahan dan dapat berkembang menjadi veskel kecil atau papul
(tonjolan) dan mengeluarkan cairan apabila terkelupas. Gatal, perih dan
rasa terbakar terjadi pada bintik-bintik merah itu. Reaksi inflamasi
bermacam-macam, mulai dari gejala awal seperti ini hingga pembentukan
luka dan area nekrosis pada kulit. Dalam beberapa hari, penurunan
dermatitis dapat terjadi bila iritan dihentikan. Pada pasien yang terpapar
iritan secara kronis, area kulit tersebut akan mengalami radang, dan mulai
mengkerut, membesar bahkan terjadi hiper/hipopigmentasi dan penebalan
(likenifikasi). Kebanyakan dermatitis kontak iritan terjadi pada daerah
tubuh yang kurang terlindungi, seperti wajah, punggung (bagi pekerja yang
tidak menggunakan baju), tangan dan lengan. Sebesar 80% dermatitis
kontak irtitan terjadi di daerah tangan dan 10% di daerah wajah. Secara
klinis, penampakan yang paling sering adalah batas yang jelas dari lesi.
b. Dermatitis kontak alergi
Tanda dan gejala dermatitis kontak alergi sangat tergantung pada
alergen, tempat dan durasi pemaparan serta faktor individu. Pada
umumnya, kulit tampak kemerahan dan bulla. Blister juga mungkin terjadi
dan dapat membentuk crust dan scales ketika mereka pecah. Gatal, rasa
terbakar dan sakit merupakan gejala dari dermatitis kontak alergi. Setelah
pemaparan urushiol, pada tahap awal reaksi adalah rasa gatal yang intensif
kemudian diikuti eritema.
Pasien yang menggaruk rasa gatal tersebut dapat mengakibatkan
menyebarnya urushiol ke daerah yang sebelumnya tidak terpapar sehingga
rasa gatal dapat menyebar. Walaupun demikian, bulla atau vesikel yang
pecah dapat menyebar ke daerah tubuh lain, namun cairan vesikel tersebut
tidak mengandung urushiol. Tetapi dengan terbukanya bulla atau vesikel
dapat mengakibatkan infeksi luka. Mikroba yang sering menginfeksi
tersebut adalah S. Aureus, Streptococcus kelompok A dan E. Coli.
Bulla yang pecah tersebut dalam beberapa hari akan mengering dan
membentuk crust . Urushiol yang tertinggal dipermukaan kulit dapat
mengalami oksidasi oleh udara sehingga tampak kehitaman pada beberapa
daerah kulit yang mengalami dermatitis. Secara umum, tingkat keparahan
dermatitis kontak alergi dapat dibagi menjadi tiga: dermatitis ringan,
1. Dermatitis ringan
Dermatitis ringan secara karakteristik ditandai oleh adanya daerah
gatal dan eritema yang terlokalisasi, kemudian diikuti terbentuknya
vesikel dan bulla yang biasanya letaknya membentuk pola liner.
Bengkak pada kelopak mata juga sering terjadi, namun tidak
berhubungan dengan bengkak di daerah terpapar, melainkan akibat
terkena tangan yang terkontaminasi urushiol. Secara klinis, pasien
menglami reaksi dibawah tubuh dan lengan yang kurang terlindungi.
2. Dermatitis sedang
Sealin rasa gatal, eritema, papul dan vesikel pada dermatitis
ringan, gejala dan tanda dermatitis sedang juga meliputi bulla dan
bengkak eritematous dari bagian tubuh.
3. Dermatitis berat
Dermatitis berat ditandai dengan adanya respon yang meluas ke
daerah tubuh dan edema pada ekstremitas dan wajah. Rasa gatal dan
iritasi yang berlebihan dapat menyebabkan pembentukan vesikel,
blister dan bulla juga dapat terjadi. Selain itu, aktivitas harian pasien
dapat terganggu, sehingga kadang membutuhkan terapi yang segera,
khususnya dermatitis yang telah mempengaruhi sebagian besar wajah,
mata ataupun genital. Komplikasi dengan penyakit lain yang dapat
terjadi adalah eosinofilia, serima multiform, sindrom pernapasan akut,
2.3.5 Diagnosis
Terdapat beberapa cara diagnosis dermatitis kontak, diantaranya adalah
sebagai berikut:
a. Anamnesis
Menurut Siregar (2009), hal-hal yang perlu ditanyakan dalam mendiagnosa penyakit kulit akibat kerja adalah sebagai berikut:
a) Apakah penderita sudah ada penyakit kulit sebelum bekerja di
perusahaan yang sekarang
b) Jenis pekerjaan penderita
c) Pengaruh libur/istirahat terhadap penyakitnya
d) Apakah ada karyawan lain menderita hal yang sama
e) Riwayat alergi penderita dan keluarganya
f) Prosedur produksi di tempat kerja dan bahan- bahan yang
digunakan di tempat pekerjaan
g) Apakah kelainan terjadi di tempat-tempat yang terpajan
h) Bahan yang dipakai untuk membersihkan kulit dan alat proteksi
yang dipakai.
i) Lingkungan pekerjaan, tempat kerja terutama mengenai kebersihan
dan temperatur
j) Kebiasaan atau hobi penderita yang mendorong timbulnya penyakit,
b. Pemeriksaan Klinis
Pertama-tama tentukan lokalisasi kelainan apakah sesuai dengan
kontak bahan yang dicurigai; yang tersering ialah daerah yang terpajan,
misalnya tangan, lengan, muka atau anggota gerak.
Kemudian tentukan ruam kulit yang ada, kelainan kulit yang akut
dapat terlihat berupa eritem, vesikel, edema, bula, dan eksudasi. Kelainan
kulit yang kronis berupa hiperpigmentasi, likenifikasi, kering dan
skuamasi. Bila ada infeksi terlihat pustulasi. Bila ada penumbuhan tampak
tumor, eksudasi, lesi verukosa atau ulkus.
c. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah, urin, tinja hendaknya dilakukan secara
lengkap. Bila ada infeksi bakteri hendaknya pus atau nanah dibiak dan
selanjutnya dilakukan tes resistensi. Bila ada jamur perlu diperiksa kerokan
kulit dengan KOH 10% dan selanjutnya dibiak dalam media Sabouraud
agar. Pemeriksaan biopsi kulit kadang perlu dilakukan.
d. Uji tempel
Dermatitis akibat kerja sebagian besar berbentuk dermatitis kontak
alergis (80%) maka uji tempel perlu dikerjakan untuk memeriksa penyebab
alergennya. Bahan tersangka dilarutkan dalam pelarut tertentu dengan
konsentrasi tertentu. Sekarang sudah ada bahan tes tempel yang sudah
standar dan disebut unit uji tempel; unit ini terdiri dari filter paper disc,
diteteskan di atas unit uji tempel, kemudian ditutup dengan bahan
impermebel, selanjutnya ditutup lagi dengan plester yang hipoalergis.
Pembacaan dilakukan setelah 48,72 dan 96 jam. Setelah penutup dibuka,
ditunggu dahulu 15-30 menit untuk menghilangkan efek plester.
Hasil yang didapat akan berupa:
0 : bila tidak ada reaksi
Perbedaan Dermatitis Kontak Iritan (DKI) dengan Dermatitis Kontak Alergis (DKA)
Eritem tidak berbatas tegas; bila uji tempel diangkat reaksi menetap atau bertambah.
2.4Tahu
Tahu adalah makanan yang terbuat dari kedelai yang dilumatkan atau
dihancurkan menjadi bubur. ( Kastyanto (1999) dalam Fredickson (2012).
2.4.1 Bahan baku 1. Kedelai
Kedelai merupakan bahan utama dalam pembuatan tahu. Kedelai
yang biasanya digunakan adalah kedelai jenis Bola I. Kedelai dicuci
hingga bersih kemudian dilakukan pelunakan supaya kedelai mudah
dihancurkan pada saat penggilingan.
2. Air
Hampir semua tahapan dalam pembuatan tahu membutuhkan air
dari proses perendaman, pencucian, penggilingan, pemasakan, dan
perendaman tahu yang sudah jadi sehingga dibutuhkan air dalam jumlah
banyak. Air yang digunakan di berasal dari air tanah atau air artesis.
3. Asam Cuka Asam cuka encer / batu tahu / kalsium sulfat
Digunakan untuk menggumpalkan protein yang masih tercampur
di dalam sari kedelai. Bahan- bahan tersebut berfungsi untuk
mengedapkan atau memisahkan air dengan konsentrat tahu. Asam cuka
yang digunakan diperoleh dari pabrik tahu lain dan dapat digunakan
4. Soda kue
Digunakan supaya dapat diperoleh sari kedelai dalam jumlah
maksimal (konsentrasi 5 g per 10 liter air bersih) dan diaduk-aduk agar
seluruh soda kue larut.
2.4.2 Pembuatan Tahu
Berikut ini adalah tahapan pembuatan tahu menurut Suprapti ( 2005):
a. Persiapan
Tahap persiapan merupakan kegiatan pokok pada pembuatan tahu
meliputi: persiapan bahan baku dan persiapan bahan penggumpal.
1. Persiapan Bahan Baku
a)Pembersihan
Biji kedelai dibersihkan dari kotoran, misalnya kerikil, butiran
tanah, kulit, ataupun batang kedelai.
b) Pengeringan
Pengeringan dilakukan dengan cara penjemuran ataupun
pemanasan dalam oven dengan suhu 400C – 600C (sama dengan
suhu sinar matahari). Pengeringan dilakukan hingga kulit luar
kedelai pecah-pecah. Waktu pengeringan atau penjemuran berkisar
antara 3-7 hari berturut-turut. Tujuan utama proses pengeringan biji
kedelai adalah untuk mempermudah pelepasan kulit kedelai dalam
c) Pemisahan Kulit
Setelah kedelai dikeringkan, maka pemisahan kulit kedelai akan
mudah dengan cara menampinya.
d) Pelunakan
Pelunakan dilakukan dengan menambahkan soda kue sehingga
diperoleh sari kedelai dalam jumlah maksimal. Larutan pelunak
dibuat dengan mencampurkan soda kue ke dalam air bersih
mendidih dengan konsentrasi 5 g per 10 liter air bersih dan
diaduk-aduk agar seluruh soda kue larut. Untuk 10 kg kedelai kering,
diperlukan larutan pelunak sebanyak + 30 liter. Pelunakan biji
kedelai dilakukan dengan merendam kedelai kering pecah-pecah
dalam larutan pelunak yang masih panas selama 6-24 jam atau
sampai kedelai cukup lunak.
e) Pencucian-Penirisan
Setelah kedelai cukup lunak dan mengembang, segera diangkat dari
dalam larutan pelunak, dicuci, serta dibilas beberapa kali agar
benar-benar bersih. Soda kue yang masih tersisa akan menyebabkan
rasa pahit, maka kedelai harus ditiriskan. Kedelai tanpa kulit yang
telah lunak akan menghasilkan tahu yang kenyal dan dalam jumlah
yang maksimal dengan limbah berupa ampas yang minimal.
2. Persiapan Bahan Penggumpal
Proses pembuatan tahu membutuhkan bahan penggumpal untuk
menggumpalkan protein yang masih tercampur di dalam sari kedelai.
Dengan demikian, akan diperoleh bubur tahu yang dapat dicetak.
Bahan penggumpal yang digunakan dapat berupa asam cuka encer,
batu tahu (sioh koo) atau kalsium sulfat.
a) Asam cuka encer
Digunakan bahan baku berupa asam cuka pekat atau asam cuka
keras. Asam cuka ini perlu diencerkan terlebih dahulu sesuai
dengan kebutuhan (200 ml asam cuka keras dalam wadah yang
terbuat dari kaca atau plastik dicampur dengan air bersih 500 ml
sedikit demi sedikit sambil diaduk).
b) Batu tahu
Batu tahu berbentuk pecahan kaca dibakar beberapa saat lalu
ditumbuk halus dan diayak menjadi serbuk putih (serbuk gips)
yang kemudiaan dilarutkan dalam air bersih hingga jenuh (tidak
mampu lagi melarutkan serbuk). Larutan dibiarkan beberapa
saat, kemudiaan endapan dipisahkan dan diambil cairan
jernihnya. Cairan jernih inilah yang digunakan sebagai bahan
c) Whey
Dilakukan pemisahan sebagian dari cairan sisa penggumpalan
(whey), sementara yang lainnya dibuang atau dimanfaatkan
untuk pupuk, dan pakan ternak. Whey yang telah dipisahkan
disimpan selama 24 jam dan siap digunakan sebagai bahan
penggumpal protein.
b. Proses Pembuatan Tahu
Proses pembuatan tahu menurut Widiantoko (2010) terdiri
beberapa tahap yaitu:
1. Perendaman
Pada tahapan perendaman ini, kedelai direndam dalam
sebuah bak perendam yang dibuat dari semen. Langkah pertama
adalah memasukan kedelai ke dalam karung plastik kemudian
diikat dan direndam selama kurang lebih 3 jam (untuk 1 karung
berisi 15 kg biji kedelai). Jumlah air yang dibutuhkan tergantung
dari jumlah kedelai, intinya kedelai harus terendam semua. Tujuan
dari tahapan perendaman ini adalah untuk mempermudah proses
penggilingan sehingga dihasilkan bubur kedelai yang kental.
Selain itu, perendaman juga dapat membantu mengurangi jumlah
zat antigizi (Antitripsin) yang ada pada kedelai. Zat antigizi yang
ada dalam kedelai ini dapat mengurangi daya cerna protein pada
2. Pencucian kedelai
Proses pencucian merupakan proses lanjutan setelah
perendaman. Sebelum dilakukan proses pencucian, kedelai yang
di dalam karung dikeluarkan dari bak pencucian, dibuka, dan
dimasukan ke dalam ember-ember plastik untuk kemudian dicuci
dengan air mengalir. Tujuan dari tahapan pencucian ini adalah
membersihkan biji-biji kedelai dari kotoran-kotoran supaya tidak
mengganggu proses penggilingan dan agar kotoran-kotoran tidak
tercampur ke dalam adonan tahu. Setelah selesai proses
pencucian, kedelai ditiriskan dalam saringan bambu berukuran
besar.
3. Penggilingan
Proses penggilingan dilakukan dengan menggunakan
mesin penggiling biji kedelai dengan tenaga penggerak dari motor
lisrik. Tujuan penggilingan yaitu untuk memperoleh bubur kedelai
yang kemudian dimasak sampai mendidih. Saat proses
penggilingan sebaiknya dialiri air untuk didapatkan kekentalan
4. Perebusan/Pemasakan
Proses perebusan ini dilakukan di sebuah bak berbentuk
bundar yang dibuat dari semen yang di bagian bawahnya terdapat
pemanas uap. Uap panas berasal dari ketel uap yang ada di bagian
belakang lokasi proses pembuatan tahu yang dialirkan melalui
pipa besi. Bahan bakar yang digunakan sebagai sumber panas
adalah kayu bakar yang diperoleh dari sisa-sisa pembangunan
rumah. Tujuan perebusan adalah untuk mendenaturasi protein dari
kedelai sehingga protein mudah terkoagulasi saat penambahan
asam. Titik akhir perebusan ditandai dengan timbulnya
gelembung-gelembung panas dan mengentalnya larutan/bubur
kedelai. Kapasitas bak perebusan adalah sekitar 7.5 kg kedelai.
5. Penyaringan
Setelah bubur kedelai direbus dan mengental, dilakukan
proses penyaringan dengan menggunakan kain saring. Tujuan dari
proses penyaringan ini adalah memisahkan antara ampas atau
limbah padat dari bubur kedelai dengan filtrat yang diinginkan.
Pada proses penyaringan ini bubur kedelai yang telah mendidih
dan sedikit mengental, selanjutnya dialirkan melalui kran yang ada
di bagian bawah bak pemanas. Bubur tersebut dialirkan melewati
Setelah seluruh bubur yang ada di bak pemanas habis lalu
dimulai proses penyaringan. Saat penyaringan secara
terus-menerus dilakukan penambahan air dengan cara menuangkan pada
bagian tepi saringan agar tidak ada padatan yang tersisa di
saringan. Penuangan air diakhiri ketika filtrat yang dihasilkan
sudah mencukupi. Kemudian saringan yang berisi ampas diperas
sampai benar-benar kering. Ampas hasil penyaringan disebut
ampas yang kering, ampas tersebut dipindahkan ke dalam karung.
Ampas tersebut dimanfaatkan untuk makanan ternak ataupun
dijual untuk bahan dasar pembuatan tempe gembus/bongkrek.
6. Pengendapan dan Penambahan Asam Cuka
Dari proses penyaringan diperoleh filtrat putih seperti susu
yang kemudian akan diproses lebih lanjut. Filtrat yang didapat
kemudian ditambahkan asam cuka dalam jumlah tertentu. Fungsi
penambahan asam cuka adalah mengendapkan dan
menggumpalkan protein tahu sehingga terjadi pemisahan antara
whey dengan gumpalan tahu. Setelah ditambahkan asam cuka
terbentuk dua lapisan yaitu lapisan atas (whey) dan lapisan bawah
(filtrat/endapan tahu). Endapan tersebut terjadi karena adanya
koagulasi protein yang disebabkan adanya reaksi antara protein
dan asam yang ditambahkan. Endapan tersebut yang merupakan
yang berupa limbah cair merupakan bahan dasar yang akan diolah
menjadi Nata De Soya.
7. Pencetakan dan Pengepresan
Proses pencetakan dan pengepresan merupakan tahap akhir
pembuatan tahu. Cetakan yang digunakan adalah terbuat dari kayu
berukuran 70x70cm yang diberi lubang berukuran kecil di
sekelilingnya. Lubang tersebut bertujuan untuk memudahkan air
keluar saat proses pengepresan. Sebelum proses pencetakan yang
harus dilakukan adalah memasang kain saring tipis di permukaan
cetakan. Setelah itu, endapan yang telah dihasilkan pada tahap
sebelumnya dipindahkan dengan menggunakan alat semacam
wajan secara pelan-pelan. Selanjutnya kain saring ditutup rapat
dan kemudian diletakkan kayu yang berukuran hampir sama
dengan cetakan di bagian atasnya. Setelah itu, bagian atas cetakan
diberi beban untuk membantu mempercepat proses pengepresan
tahu. Waktu untuk proses pengepresan ini tidak ditentukan secara
tepat, pemilik mitra hanya memperkirakan dan membuka kain
saring pada waktu tertentu. Pemilik mempunyai parameter bahwa
tahu siap dikeluarkan dari cetakan apabila tahu tersebut sudah
8. Pemotongan tahu
Setelah proses pencetakan selesai, tahu yang sudah jadi
dikeluarkan dari cetakan dengan cara membalik cetakan dan
kemudian membuka kain saring yang melapisi tahu. Setelah itu
tahu dipindahkan ke dalam bak yang berisi air agar tahu tidak
hancur. Sebelum siap dipasarkan tahu terlebih dahulu dipotong
sesuai ukuran. Pemotongan dilakukan di dalam air dan dilakukan
secara cepat agar tahu tidak hancur.
Diagram 2.1 Alur pembuatan tahu
Perendaman
Pencucian kedelai
Penggilingan
Perebusan/Pemasakan
Penyaringan
Pengendapan dan Penambahan Asam Cuka
Pencetakan dan Pengepresan
2.5Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Dermatitis Kontak 2.5.1 Faktor Eksternal (Eksogen/Luar)
Agius & Seaton (2005) menyebutkan bahwa paparan ditentukan oleh
banyak faktor diantaranya adalah lama kontak, frekuensi kontak, konsentrasi
bahan kimia dan lain-lain. Sehingga terjadinya risiko kontak dengan bahan
kimia perlu dikendalikan dan dikotrol seperti membatasi jumlah kontak yang
terjadi. Wolff K (2007) menyebutkan bahwa faktor eksternal (bahan iritan,
lama kontak, frekuensi kontak, musim, suhu dan kelembaban) dapat
menyebabkan dermatitis kontak.
1. Lama Kontak
Pekerja yang berkontak dengan bahan kimia menyebabkan
kerusakan sel kulit lapisan luar, semakin lama berkontak dengan bahan
kimia maka akan semakin merusak sel kulit lapisan yang lebih dalam dan
memudahkan untuk terjadinya dermatitis. Kontak dengan bahan kimia
yang bersifat iritan atau alergen secara terus menerus akan menyebabkan
kulit pekerja mengalami kerentanan mulai dari tahap yang ringan sampai
tahap yang berat (Hudyono, 2002)
Lama kontak adalah jangka waktu pekerja berkontak dengan
bahan kimia dalam hitungan jam/hari. Setiap pekerja memiliki lama
berkontak dengan bahan kimia maka peradangan atau iritasi kulit dapat
terjadi sehingga menimbulkan kelainan kulit (Lestari, 2007).
Melalui hasi penelitiannya, Nuraga (2006), menunjukkan bahwa
terdapat hubungan yang bermakna antara lama kontak dengan kejadian
dermatitis kontak (pvalue = 0,003). Selain itu dari penelitian tersebut
didapatkan bahwa pekerja dengan lama kontak 8 jam/hari menyebabkan
dermatitis kontak akut dengan angka 92,8%, dermatitis kontak sub akut
sebesar 95,2% dan 100% pada dermatitis kontak kronis.
Hasil penelitian Lestari, dkk (2008) juga menunjukkan bahwa
terdapat hubungan yang bermakna antara lama kontak dengan kejadian
dermatitis kontak (pvalue 0,003). Hasil penelitian Lestari, dkk (2008)
menunjukkan bahwa pekerja yang berkontak lebih lama cenderung lebih
banyak menderita dermatitis kontak daripada pekerja dengan jangka
waktu paparan lebih singkat.
Sedangkan pada penelitian yang dilakukan oleh Lingga (2011)
dengan subjek penelitian pekerja pada perusahaan Invar Sin, Medan.
Pada penelitiannya, Lingga (2011) menyebutkan bahwa pekerja dengan lama kontak ≤ 8 jam sehari yang menderita dermatitis kontak berjumlah
tujuh orang (22,6%), sedangkan yang tidak menderita dermatitis kontak
berjumlah 24 orang (77,4%). Pekerja dengan lama kontak > 8 jam sehari
yang menderita dermatitis kontak berjumlah lima orang (20,8%),
(79,2%). Dari analisis bivariat, diperoleh p-value sebesar 0,876 sehingga
dapat ditarik kesimpulan bahwa tidak ada hubungan antara lama kontak
dengan angka kejadian dermatitis kontak pada penelitian Lingga (2011).
2. Frekuensi Kontak
Frekuensi kontak yang berulang untuk bahan yang mempunyai sifat
sensitisasi akan menyebabkan terjadinya dermatitis kontak alergi, yang
mana bahan kimia dengan jumlah sedikit akan menyebabkan dermatitis
yang berlebih baik luasnya maupun beratnya tidak proporsional. Oleh
karena itu upaya menurunkan terjadinya dermatitis kontak akibat kerja
adalah dengan menurunkan frekuensi kontak dengan bahan kimia (Cohen,
1999).
Hasil penelitian Nuraga (2006) menunjukkan bahwa kejadian
dermatitis kontak dengan frekuensi kontak 15x/hari terjadi pada dermatitis
kontak akut sebanyak 100% responden, sub akut pada 81% responden dan
kronis 80%. Hal ini menunjukkan bahwa ada korelasi positif antara
kejadian dermatitis kontak dengan frekuensi kontak.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan
oleh Lestari, dkk (2008) yang menunjukkan bahwa ada hubungan antara frekuensi kontak bahan kimia dengan kejadian dermatitis kontak yaitu
dengan pvalue sebesar 0,000. Penelitian yang dilakukan oleh Lingga