• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Dermatitis Kontak Pada Pekerja Pembuat Tahu Di Wilayah Kecamatan Ciputat Dan Ciputat Timur Tahun 2012

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Dermatitis Kontak Pada Pekerja Pembuat Tahu Di Wilayah Kecamatan Ciputat Dan Ciputat Timur Tahun 2012"

Copied!
183
0
0

Teks penuh

(1)

i

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN DERMATITIS KONTAK PADA PEKERJA PEMBUAT TAHU

DI WILAYAH KECAMATAN CIPUTAT DAN CIPUTAT TIMUR

TAHUN 2012 SKRIPSI

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)

Disusun Oleh: RISKA FERDIAN NIM : 10810100042

\

PEMINATAN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(2)
(3)

iii

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA Skripsi, November 2012

Riska Ferdian, NIM : 108101000042

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Dermatitis Kontak Pada Pekerja Pembuat Tahu di Wilayah Kecamatan Ciputat dan Ciputat Timur Tahun 2012

xix+ 138 halaman, 11 tabel, 2 gambar, 3 bagan, 4 lampiran

ABSTRAK

Dermatitis kontak akibat kerja yang merupakan salah satu penyakit kelainan kulit sering timbul pada industri seperti industri pada pabrik tahu yang dapat menurunkan produktifitas pekerja. Pemaparan zat kimia yang digunakan dalam proses penggumpalan dapat menyebabkan dermatitis kontak, mengakibatkan iritasi dan gangguan kulit lainnya dalam bentuk gatal-gatal, kulit kering dan pecah-pecah, kemerah-merahan, serta koreng yang tidak sembuh-sembuh. Studi pendahuluan yang dilakukan menunjukkan 50% dari 10 orang pekerja pembuat tahu mengalami dermatitis kontak.

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan desain studi cross sectional. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni – September 2012 pada pekerja pembuat tahu yang berada di wilayah kecamatan Ciputat dan Ciputat Timur. Sampel penelitian ini berjumlah 71 orang dari total populasi 79 orang. Faktor – faktor yang diduga sebagai penyebab dermatitis kontak adalah faktor eksternal (lama kontak, frekuensi kontak, suhu dan kelembaban) dan faktor internal (usia, riwayat penyakit kulit, riwayat atopi, riwayat alergi, masa kerja, jenis pekerjaan). Pengumpulan data menggunakan lembar pemeriksaan dokter (untuk variabel kejadian dermatitis), thermohigrometer, dan kuesioner. Data yang diperoleh kemudian di uji menggunakan uji chi-square dan uji Mann-Withney dengan derajat kepercayaan 95% dan alpha sebesar 0,05.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pekerja pembuat tahu yang menderita dermatitis kontak adalah sebanyak 37 orang (52,1%) dan sebanyak 34 pekerja (47,9%) tidak mengalami dermatitis kontak. Faktor eksternal yang berhubungan dengan kejadian dermatitis kontak adalah lama kontak, frekuensi kontak, dan suhu. Faktor internal yang berhubungan dengan dermatitis kontak adalah riwayat penyakit kulit, riwayat atopi, riwayat alergi, dan jenis pekerjaan.

Beberapa hal yang dapat disarankan untuk menurunkan risiko terkena dermatitis adalah dengan mengganti bahan penggumpal tahu dengan Nigarin yang terbuat dari sari air laut, meningkatkan kesadaran pekerja terhadap penyakit kulit khususnya dermatitis kontak. Menjaga kebersihan diri (personal hygiene). Memakai alat pelindung diri berupa sarung tangan yang menutupi sampai bagian lengan dan baju kerja yang menutupi seluruh bagian tubuh.

Kata Kunci: dermatitis kontak, pekerja pembuat tahu, lama kontak, jenis pekerjaan

(4)

iv

FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES DEPARTMENT OF PUBLIC HEALTH

MAJOR OF SAFETY AND OCCUPATIONAL HEALTH Undergraduated Thesis, November 2012

Riska Ferdian, NIM: 108101000042

Factors Associated With Incidence of Contact Dermatitis In Tofu Maker Workers in Ciputat and Ciputat Timur Sub-District 2012

xix+ 138 pages, 11 tables, 2 pictures, 3 diagrams, 4 attachments Abstract

Occupational contact dermatitis is a skin disease which is often arise in the tofu’s industry that can reduce workers productivity. The exposure of chemicals used in the process of clotting can caused contact dermatitis, may lead to irritation and other skin disorders like itching, dry skin and chapped, redness, and sores that do not heal. The earlier study found the Tofu makers with contact dermatitis is 5 persons from 10 persons (50%)

This research is a quantitative study using a cross-sectional study design. The research was conducted in June - September 2012 on tofu maker workers in Ciputat and Ciputat Timur Sub-District. The sample amounted to 71 people from a total population of 79 people. The Factors suspected as the cause of contact dermatitis is an external factor (prolonged contact, frequency of contact, temperature and humidity) and internal factors (age, history of skin disease, history of atopy, history of allergies, years of service, and the type of work). The data are collected using a doctor's examination (for contact dermatitis), thermohigrometer, and questionnaires. The data is tested using the chi-square and Mann-Whitney test with a confidence interval of 95% and alpha 0.05.

The results showed that workers with contact dermatitis is 37 people (52.1%) and the workers without contact dermatitis is 34 workers (47.9%). External factors associated with the incidence of contact dermatitis is prolonged contact, frequency of contact, and temperature. Internal factors associated with contact dermatitis are history of skin disease, history of atopy, history of allergies, and type of work.

Some solutions that can be recommended to reduce the risk of dermatitis are change the clotting solvent into Nigarin which is made from seawater extract, increase employee awareness about skin disease especially contact dermatitis. Maintain a good personal hygiene. Using PPE (Personal Protective Equipment) such a gloves which covers full arm and use work’s cloth that covers entire body.

(5)
(6)
(7)

vii

CURRICULUM VITAE A. Personal Detail

Name : Riska Ferdian

Place/Date of Brith : Bukitttinggi, February 24th 1990

Home Address : Jl. S. Parman no.90 Malana Ponco, Baringin Sub-District; Lima Kaum District; Batusangkar, West Sumatera Province

Current Address : Jl. SD Inpres No. 84, RT 02/09 Cirendeu Sub- District; Ciputat Timur District; South Tangerang. Banten Province

Zip Code (15419)

Blood Type : AB

Email : intro_ferdian@yahoo.com

riska.ferdian90@yahoo.com

B. Formal Education

No. Degree Major School/University Period

1 University Public

Health/Occupational Health and Safety Concentration

Faculty of Medicine and Health Sciences Islamic

3 Junior School SMPN 1 Pamulang 2002-2005

4 Elementary

School

(8)

viii C. Experiences and Organizations

NO Company / Institution

Dates Position/ Job description

1 PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit II, Dumai – Riau

February- March 2012

On the Job Training; Health, Safety, Environment Division (HSE)

2 Kompas Gramedia, South Palmerah – Jakarta

February 2009 – December 2012

Polling Staff (Freelancer) LitbangKompas Gramedia

May 2012 Interviewer Pra-Pilkada DKI 2012 1st round July 2012 Interviewer Exit Poll Pilkada DKI 2012 1st round September 2012 Interviewer Pra-Pilkada DKI 2012 2nd round September 2012 Interviewer Exit Poll Pilkada DKI 2012 2nd round

3 Paduan Suara FKIK (Pasifik)

2010-2011 Chairman of Paduan Suara FKIK 2009-2010 Treasurer of Paduan Suara FKIK

4 Paduan Suara Mahasiswa (PSM) UIN Jakarta

2010-2011 Chief of Relation Between Organization Division

5 Badan Eksekutif Mahasiswa FKIK

2008-2009 Staff Sports and Arts Division

D. Courses and Training

Name Institution Year Result

From To

(9)

ix

KATA PENGANTAR

Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang akhirnya saya dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul “Faktor-Faktor Yang

Berhubungan Dengan Kejadian Dermatitis Kontak Pada Pekerja Pembuat Tahu Di

Wilayah Kecamatan Ciputat Dan Ciputat Timur Tahun 2012”. Sholawat dan salam juga selalu tercurah kepada baginda besar Nabi Muhammad SAW yang telah

menuntun umatnya dari zaman kegelapan ke zaman terang benderang seperti saat ini.

Dalam penyusunan skripsi ini, tak lepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu, saya

ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Riastuti Kusumawardani, MKM. selaku pembimbing I yang menyempatkan

waktu di kesibukannya untuk membimbing selama ini.

2. Ibu Iting Shofwati, MKKK selaku pembimbing II dan yang memberikan

kesempatan saya untuk ikut dalam penelitian mengenai dermatitis kontak.

Terima kasih banyak bu... barakallah..

3. Bapak dr. Yuli Prapanca Satar, MARS sebagai ketua sidang skripsi saya..

4. Ibu Yuli Amran, MKM selaku penguji II dalam sidang skripsi

5. Ibu dr. Rachmania Diandini, M.KK selaku penguji III sidang skripsi

6. Sofia, Era, Iqbal, Astri, Via dan Niswah atas bantuannya selama menulis skripsi

ini.

7. Seluruh pekerja dan pemilik pabrik tahu di Ciputat dan Ciputat Timur, terima

(10)

x

8. Keluarga Besar PSM UIN Jakarta, terima kasih atas segala pengalaman dalam

berjuang mulai dari Cirebon sampai Thailand. Terima kasih support kawan

-kawan. That was my last concert with you guys. Thanks for everything. Jaya

PSM UIN Jakarta!

9. Keluarga Besar Pasifik UIN Jakarta yang telah memberikan pengalaman yang

menguatkan hati untuk terus bertahan di tengah kesibukan perkuliahan di FKIK.

10.Era, Tika , Depoy, Ayu dan Kak Yunci atas semua semangat yang diberikan.

Semoga kalian sukses,, sampai bertemu di masa depan!

11.Surya Pradana, No more words to say but thank you.

12.The last but the best untuk Mama dan Papa yang telah mencurahkan semua kasih

sayang dan doanya setiap saat.. semua yang aku lakukan,untuk mama papa..

Love you much!

Skripsi ini tentu jauh dari sempurna. Saran dan kritik yang membangun

terhadap skripsi ini sangat saya harapkan.

Jakarta, Januari 2013

(11)

xi DAFTAR ISI

JUDUL ... i

LEMBAR PERNYATAAN ... ii

ABSTRAK ... iii

LEMBAR PERSETUJUAN ... v

LEMBAR PENGESAHAN ... vi

CURRICULUM VITAE ... vii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR BAGAN ... xvii

DAFTAR TABEL ... xviii

DAFTAR GAMBAR ... xix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 7

1.3. Pertanyaan Penelitian ... 8

1.4. Tujuan... 9

1. Tujuan Umum ... 9

2. Tujuan Khusus ... 9

1.5. Manfaat Penelitian... 10

(12)

xii

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 12

2.1 Penyakit Akibat Kerja ... 12

2.2 Penyakit Kulit Akibat Kerja ... 13

2.2.1 Pengertian ... 13

2.2.2 Etiologi ... 13

2.2.3 Anatomi Kulit ... 14

2.2.4 Skin Barrier ... 15

2.3 Dermatitis Kontak ... 16

2.3.1 Definisi ... 16

2.3.2 Etiologi ... 17

2.3.3 Fisiologi ... 19

2.3.4 Tanda dan gejala ... 22

2.3.5 Diagnosis ... 25

2.4Tahu ... 28

2.4.1 Bahan baku ... 28

2.4.2 Pembuatan Tahu ... 29

2.5Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Dermatitis Kontak ... 38

2.5.1 Faktor Eksternal (Eksogen/Luar) ... 38

a. Lama Kontak ... 38

b. Frekuensi Kontak ... 40

(13)

xiii

d. Suhu ... 44

e. Kelembaban ... 45

f. Musim ... 45

2.5.2 Faktor Internal (Endogen) ... 46

a. Jenis kelamin ... 46

b. Usia ... 47

c. Masa Kerja ... 48

d. Jenis Pekerjaan ... 49

e. Riwayat Alergi ... 50

f. Jenis Kulit ... 51

g. Keringat ... 52

h. Ras ... 54

i. Riwayat Penyakit Kulit ... 54

j. Riwayat Atopi ... 55

k. Personal Hygine ... 57

l. Penggunaan APD ... 58

2.6Kerangka Teori ... 60

BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 62

3.1Kerangka Konsep ... 62

3.2DefinisiOperasional ... 64

(14)

xiv

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ... 68

4.1Jenis Penelitian ... 68

4.2Lokasi dan Waktu Penelitian ... 68

4.3Populasi dan Sampel ... 68

4.4Instrumen Penelitian... 73

4.4.1 Lembar Pemeriksaan Dokter ... 73

4.4.2 Pengukur Suhu dan Kelembaban ... 73

4.4.3 Kuesioner ... 73

4.5Pengumpulan Data ... 74

4.5.1 Data Primer ... 74

4.6Pengolahan Data... 75

4.6.1 Data Coding ... 75

4.6.2 Data Editing ... 75

4.6.3 Data Entry ... 75

4.6.4 Data Cleaning ... 76

4.7Teknik Analisis Data ... 76

4.7.1 Analisa Univariat ... 76

4.7.2 Analisa Bivariat ... 76

BAB V HASIL ... 78

5.1Gambaran Lokasi Penelitian ... 78

(15)

xv

5.2.1 Gambaran Kejadian Dermatitis Kontak Pekerja Pembuat Tahu di

Ciputat dan Ciputat Timur ... 81

5.2.2 Gambaran Faktor Eksternal dan Faktor Internal Dermatitis Kontak pada Pekerja Pembuat Tahu di Ciputat dan Ciputat Timur tahun 2012 ... 82

5.2.2.1Gambaran Faktor Eksternal ... 84

5.2.2.2Gambaran Faktor Internal ... 85

5.3Analisa Bivariat ... 88

5.3.1 Hubungan Antara Faktor Eksternal dengan Dermatitis Kontak pada Pekerja Pembuat Tahu di Ciputat dan Ciputat Timur tahun 2012 ... 90

5.3.2 Hubungan Antara Faktor Internal dengan Dermatitis Kontak pada Pekerja Pembuat Tahu di Ciputat dan Ciputat Timur tahun 2012 ... 92

BAB VI PEMBAHASAN ... 97

6.1Keterbatasan Penelitian ... 97

6.2Kejadian Dermatitis Kontak ... 97

6.3Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Dermatitis Kontak Pada Pekerja Pembuat Tahu di Wilayah Kecamatan Ciputat dan Ciputat Timur Tahun 2012... 100

6.3.1 Hubungan Antara Lama Kontak dengan Dermatitis Kontak ... 100

6.3.2 Hubungan Antara Frekuensi Kontak dengan Dermatitis Kontak ... 103

6.3.3 Hubungan Antara Suhu dengan Dermatitis Kontak ... 105

6.3.4 Hubungan Antara Kelembaban dengan Dermatitis Kontak ... 107

(16)

xvi

6.3.6 Hubungan Antara Riwayat Penyakit Kulit dengan Dermatitis

Kontak... 113

6.3.7 Hubungan Antara Riwayat Atopi dengan Dermatitis Kontak ... 117

6.3.8 Hubungan Antara Riwayat Alergi dengan Dermatitis Kontak ... 120

6.3.9 Hubungan Antara Masa Kerja dengan Dermatitis Kontak ... 122

6.3.10 Hubungan Antara Jenis Pekerjaan dengan Dermatitis Kontak ... 125

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ... 128

7.1 Simpulan... 128

7.2 Saran ... 131

7.2.1 Saran Bagi Pekerja ... 131

7.2.2 Saran Bagi Pemilik Pabrik ... 132

7.2.3 Saran Bagi Penelitian Selanjutnya ... 133

(17)

xvii

DAFTAR BAGAN

No. Bagan Judul Bagan Halaman

Bagan 2.1 Alur pembuatan tahu 37

Bagan 2.2 Kerangka Teori 61

(18)

xviii

DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul Tabel Halaman

Tabel 2.1 Alergen yang sering menimbulkan Dermatitis Kontak Alergi

18

Tabel 2.2 Perbedaan Dermatitis Kontak Iritan (DKI) dengan Dermatitis Kontak Alergis (DKA)

27

Tabel 2.3 Bahan kimia berpotensi iritasi dan sensitisasi 41

Tabel 3.1 Definisi Operasional 64

Tabel 4.1 Hasil Perhitungan Sampel 72

Tabel 5.1 Gambaran Tahapan Proses Kerja Pada Pabrik Tahu beserta Jenis Pekerjaan

81

Tabel 5.2 Distribusi Kejadian Dermatitis Kontak pada Pekerja Pembuat Tahu di Ciputat dan Ciputat Timur tahun 2012

82

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi (Lama Kontak, Frekuensi Kontak, Masa Kerja, Usia, Suhu dan Kelembaban) pada Pekerja Pembuat Tahu di Ciputat dan Ciputat Timur tahun 2012

83

Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi (Riwayat Penyakit Kulit, Riwayat Atopi, Riwayat Alergi, dan Jenis Pekerjaan) pada Pekerja Pembuat Tahu di Ciputat dan Ciputat Timur tahun 2012

83

Tabel 5.5 Analisis Hubungan antara (Lama Kontak, Frekuensi Kontak, Masa Kerja, Usia, Suhu dan Kelembaban) dengan dermatitis kontak pada Pekerja Pembuat Tahu di Ciputat dan Ciputat Timur tahun 2012

88

Tabel 5.6 Distribusi pekerja menurut (Riwayat Penyakit Kulit, Riwayat Atopi, Riwayat Alergi, dan Jenis Pekerjaan) dengan Dermatitis kontak pada Pekerja Pembuat Tahu di Ciputat dan Ciputat Timur tahun 2012

(19)

xix

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Judul Gambar Halaman

Gambar 5.1 Salah satu proses pembuatan tahu (pencetakan) 81

(20)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Menurut Diepgen & Coenraads (1999), dermatitis kontak akibat kerja

menempati urutan pertama dari seluruh penyakit akibat kerja di banyak negara.

Tingkat kejadiannya berkisar antara 0,5-1,9 kasus per 1000 pekerja penuh

waktu per tahun. Prevalensi dermatitis kontak pada populasi umum di AS telah

diperkirakan bervariasi antara 1,5% dan 5,4%. Dermatitis kontak adalah alasan

yang paling umum ketiga bagi pasien yang berkonsultasi dengan dokter kulit,

tercatat ada 9,2 juta kunjungan pada tahun 2004. Hal ini juga menyumbang

95% dari semua penyakit kulit akibat kerja yang dilaporkan.

Agius & Seaton (2005) menyebutkan bahwa di United Kingdom

dermatitis kontak adalah penyakit akibat kerja yang umum diderita, sekitar 80%

dari kasus yang dilaporkan. Tipe dari dermatitis kontak yang dilaporkan

tersebut ada dua yaitu tipe iritan dan alergik. Dermatitis kontak salah satunya

dapat disebabkan oleh keterpaparan bahan kimia yang mempunyai tingkat

keasaman tertentu dan bahan kimia yang mempunyai aktifitas kimia (chemical

(21)

persen dari seluruh kasus dermatitis kontak yang didiagnosis di Poliklinik Ilmu

Penyakit Kulit dan Kelamin FKUI-RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta.

Dermatitis kontak adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai

respon terhadap pengaruh faktor eksogen (eksternal) dan atau faktor endogen

(internal), menimbulkan kelainan klinis berupa efloresensi polimorfik (eritema,

edema, papul, vesikel, skuama, likenifikasi) dan gatal (Djuanda, 1999).

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa penyakit dermatitis kontak

merupakan penyakit yang lazim terjadi pada pekerja-pekerja yang berhubungan

dengan bahan kimia dan panas, serta faktor mekanik sebagai gesekan, tekanan,

trauma.

Menurut Siregar (2009), beberapa jenis dermatitis kontak seperti

dermatitis kontak iritan yang disebabkan oleh bahan iritan absolut seperti asam

kuat, basa kuat, logam berat dengan konsentrasi kuat dan bahan relatif iritan

misalnya sabun, detergen dan pelarut organik. Jenis dermatitis lain adalah

dermatitis kontak alergi biasanya disebabkan oleh paparan bahan-bahan kimia

atau lainnya yang meningkatkan sensivitas kulit. Dermatitis kontak akibat kerja

mencapai 90% dari dermatitis akibat kerja (DAK) (Trihapsoro, 2003). Di

banyak industri saat ini, prevalensi dermatitis kontak akibat kerja meningkat

sejalan dengan peningkatan penggunaan bahan kimia di industri tersebut.

Siregar (2009) menyebutkan bahwa beberapa penelitian yang pernah dilakukan

(22)

pekerja perusahaan kayu lapis menderita dermatitis kontak. Utama Wijaya

(1972) dalam Siregar (2009) menemukan 23,75% dari pekerja pengelolaan

minyak di Sumatera Selatan menderita dermatitis akibat kerja. Dari data ini

terlihat bahwa dermatitis akibat kerja memang mempunyai prevalensi cukup

tinggi, walaupun jenis dermatitisnya tidak sama pada semua perusahaan.

Dermatitis kontak akibat kerja yang merupakan salah satu penyakit

kelainan kulit sering timbul pada industri seperti industri pada pabrik tahu yang

dapat menurunkan produktifitas pekerja. Jumlah industri tahu di Indonesia

mencapai 84.000 unit usaha dengan kapasitas produksi lebih dari 2,56 juta ton

per tahun. Sebanyak 80 persen industri tahu berada di Pulau Jawa (Sadzali,

2010). Tahu merupakan hasil olahan dari bahan dasar kacang kedelai melalui

proses pengendapan dan penggumpalan oleh bahan penggumpal. Tahu ikut

berperan dalam pola makan sehari-hari sebagai lauk pauk maupun sebagai

makanan ringan. Kacang kedelai sebagai bahan dasar tahu mempunyai

kandungan protein sekitar 30-45%. Jika dibandingkan dengan kandungan

protein bahan pangan lain seperti daging (19%), ikan (20%) dan telur (13%),

ternyata kedelai merupakan bahan pangan yang mengandung protein tertinggi.

Zat penggumpal yang dapat digunakan adalah asam cuka, asam laktat, batu

tahu dan CaCl2 (Koswara, 1992). Bahan – bahan tersebut dipakai salah satu

(23)

penggumpal ini sebagai sioh koh. Zat penggumpal yang digunakan rata-rata

berkadar asam 90%.

Pemaparan zat-zat kimia yang digunakan dalam proses penggumpalan

terhadap tahu dapat mengakibatkan iritasi dan gangguan kulit lainnya dalam

bentuk gatal-gatal, kulit kering dan pecah-pecah, kemerah-merahan, serta

koreng yang tidak sembuh-sembuh. Kerusakan kulit seperti ini akan

memudahkan masuknya zat-zat kimia yang bersifat beracun kedalam tubuh

melalui kulit yang terluka. Uap zat kimia dapat mengakibatkan peradangan dan

iritasi saluran pernafasan, dengan gejala batuk, pilek, sesak nafas dan demam.

Kebersihan lingkungan kerja di pabrik tahu yang kurang baik (panas, lembab,

lantai kotor dan basah, bau yang menyegat, dll) dapat menimbulkan gangguan

kesehatan seperti penyakit infeksi, gangguan kenyamanan kerja, kecelakaan,

penyakit allergi/ dermatitis kontak, dll (Dinkes Sulsel, 2004)

Sherine (2007) dalam Ernasari (2012) menyebutkan bahwa kasus

dermatitis kontak pada pekerja pembuat tahu terjadi di Lamongan Jawa Timur,

dimana para pekerja pembuat tahu mengalami gatal-gatal di daerah tangannya

dan kaki akibat sering kontak dengan bahan-bahan pembuat tahu. Beberapa dari

mereka juga menyebutkan bahwa penyakit kulit yang mereka alami diakibatkan

oleh karena mereka tidak menggunakan alat pelindung diri seperti sarung

(24)

Penelitian yang dilakukan oleh Elisandri (2007) dalam Ernasari (2012)

menyebutkan bahwa kasus yang terjadi pada para pekerja pembuat tahu di

beberapa pabrik tahu di daerah Binjai menyebutkan bahwa 72% dari pekerja

pembuat tahu mengalami reaksi akibat kontak dengan bahan pembuat tahu

dalam waktu yang lama. Beberapa dari mereka juga menyebutkan gatal-gatal

yang mereka alami tidak akan kunjung sembuh apabila mereka tidak

menghentikan pekerjaannya dalam waktu yang lama.

Data yang diperoleh dari Puskesmas Medan Deli menunjukkan angka

kasus penyakit kulit para pengrajin tahu yaitu 93,42 persen dengan kasus

dermatitis kontak dan 6,58 persen dengan kasus penyakit kulit lainnya (Profil

Puskesmas Medan Deli (2009) dalam Ernasari (2012)). Hasil penelitian

Kusriastuti (1992) menunjukkan bahwa pemeriksaan fisik pada pekerja-pekerja

industri tahu di Kelurahan Utan Kayu Utara menyatakan bahwa pekerja di

bagian penyaringan mempunyai risiko 6 kali lebih besar untuk terkena

dermatitis kontak dibanding pekerja yang bekerja di bagian lainnya.

Djuanda (1999) dalam bukunya Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin

menyebutkan bahwa dermatitis dermatitis kontak iritan dan dermatitis kontak

alergi dipengaruhi faktor-faktor seperti bahan yang bersifat iritan, lama kontak,

kekerapan, adanya oklusi yang menyebabkan kulit lebih permeabel, gesekan

dan taruma fisis juga suhu dan kelembaban lingkungan. Selain itu juga

(25)

jenis kelamin, riwayat penyakit kulit. Agner & Menne (2006) menambahkan

bahwa selain faktor jenis kelamin, usia, ras, riwayat penyakit kulit lain seperti

yang disebutkan oleh Djuanda (1999), dermatitis juga dipengaruhi oleh riwayat

atopi dan pengobatan yang sedang diterima.

Lestari, dkk (2008) juga menyebutkan bahwa faktor yang paling utama

mempengaruhi terjadinya dermatitis akibat kerja karena kontak dengan bahan

kimia adalah pemakaian APD berupa sarung tangan yang tidak sesuai untuk

jenis bahan kimia yang digunakan. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi

dermatitis kontak akibat kerja adalah adanya kontak dengan bahan kimia, lama

kontak, dan frekuensi kontak.

Terdapat sekitar 2500 pengrajin tahu di wilayah Tangerang, Banten. Di

Tangerang Selatan sendiri, terdapat beberapa daerah penghasil tahu yang cukup

banyak dan tersebar di daerah Ciputat dan Ciputat Timur (Sekarningrum,

2012). Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 21-22

Juni 2012 di 4 pabrik tahu yang berada di wilayah kecamatan Ciputat dan

kecamatan Ciputat Timur, dari 10 orang pekerja pembuatan tahu di didapatkan

5 orang pekerja pembuat tahu mengalami dermatitis kontak dan 5 pekerja

pembuat tahu tidak mengalami dermatitis kontak. Hasil tersebut di dapat dari

(26)

Oleh karena itu perlu diteliti apa saja faktor-faktor yang berhubungan

dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja pembuat tahu, sehingga

diharapkan dengan diadakannya penelitian ini dapat dapat menambah informasi

pengelola pabrik tahu dan pekerja pembuat tahu mengenai penyakit akibat kerja

khususnya dermatitis kontak.

1.2. Rumusan Masalah

Data yang diperoleh dari Puskesmas Medan Deli menunjukkan angka

kasus penyakit kulit para pengrajin tahu yaitu 93,42 persen dengan kasus

dermatitis kontak dan 6,58 persen dengan kasus penyakit kulit lainnya (Profil

Puskesmas Medan Deli, 2009 dalam Ernasari 2012). Hasil penelitian Kusriastuti

(1992) menunjukkan bahwa pemeriksaan fisik pada pekerja-pekerja industri

tahu di Kelurahan Utan Kayu Utara menyatakan bahwa pekerja di bagian

penyaringan mempunyai risiko 6 kali lebih besar untuk terkena dermatitis

kontak dibanding pekerja yang bekerja di bagian lainnya.

Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 21-22

Juni 2012 kepada 10 orang pekerja di 4 pabrik pembuatan tahu di wilayah

kecamatan Ciputat dan kecamatan Ciputat Timur didapatkan 5 orang pekerja

pembuat tahu mengalami dermatitis kontak dan 5 pekerja pembuat tahu tidak

mengalami dermatitis kontak. Hasil tersebut di dapat dari pemeriksaan fisik dan

(27)

Budimulja (2008), Wolff K (2007), Djuanda (1987), Agner & Menne

(2006), Erliana (2008), Kusriastuti (1992), Lestari, dkk (2008) dan Partogi

(2008) menyebutkan bahwa faktor- faktor yang berhubungan dengan dengan

dermatitis kontak adalah faktor eksternal ( bahan iritan, lama kontak, frekuensi

kontak, musim, suhu dan kelembaban), faktor internal (faktor perbedaan jenis

kulit, usia, ras, jenis kelamin, riwayat penyakit kulit, riwayat atopi, riwayat

alergi, masa kerja, jenis pekerjaan, kebiasaan mencuci tangan (personal

hygiene))dan penggunaan APD.

1.3. Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana gambaran kejadian dermatitis kontak pada pekerja pembuat

tahu di wilayah kecamatan Ciputat dan Ciputat Timur pada tahun 2012?

2. Bagaimana gambaran faktor eksternal (lama kontak, frekuensi kontak, suhu

dan kelembaban) pada pekerja pembuat tahu di wilayah kecamatan Ciputat

dan Ciputat Timur pada tahun 2012?

3. Bagaimana gambaran faktor internal (usia, riwayat penyakit kulit, riwayat

atopi, riwayat alergi, masa kerja, jenis pekerjaan) pada pekerja pembuat

tahu di wilayah kecamatan Ciputat dan Ciputat Timur pada tahun 2012?

4. Apakah ada hubungan antara faktor eksternal (lama kontak, frekuensi

kontak, suhu dan kelembaban) dengan kejadian dermatitis kontak pada

pekerja pembuat tahu di wilayah kecamatan Ciputat dan Ciputat Timur

(28)

5. Apakah ada hubungan antara faktor internal (usia, riwayat penyakit kulit,

riwayat atopi, riwayat alergi, masa kerja, jenis pekerjaan) dengan kejadian

dermatitis kontak pada pekerja pembuat tahu di wilayah kecamatan Ciputat

dan Ciputat Timur pada tahun 2012?

1.4. Tujuan

1.4.1 Tujuan Umum

Diketahuinya faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian

dermatitis kontak pada pekerja pembuat tahu di wilayah kecamatan

Ciputat dan Ciputat Timur tahun 2012.

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Diketahuinya gambaran kejadian dermatitis kontak pada pekerja pembuat

tahu di wilayah kecamatan Ciputat dan Ciputat Timur pada tahun 2012.

2. Diketahuinya gambaran faktor eksternal (lama kontak, frekuensi kontak,

suhu dan kelembaban) pada pekerja pembuat tahu di wilayah kecamatan

Ciputat dan Ciputat Timur pada tahun 2012.

3. Diketahuinya gambaran faktor internal (usia, riwayat penyakit kulit,

riwayat atopi, riwayat alergi, masa kerja, jenis pekerjaan) pada pekerja

pembuat tahu di wilayah kecamatan Ciputat dan Ciputat Timur pada tahun

2012.

4. Diketahuinya hubungan antara faktor eksternal (lama kontak, frekuensi

kontak, suhu dan kelembaban) dengan kejadian dermatitis kontak pada

(29)

pada tahun 2012.Diketahuinya hubungan antara faktor internal (usia,

riwayat penyakit kulit yang sedang dialami, riwayat atopi, riwayat alergi,

masa kerja, jenis pekerjaan) dengan kejadian dermatitis kontak pada

pekerja pembuat tahu di wilayah kecamatan Ciputat dan Ciputat Timur

pada tahun 2012.

1.5. Manfaat Penelitian

1.5.1 Manfaat Bagi Pekerja Pembuat Tahu

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi

pengelola pabrik tahu dan pekerja pembuat tahu mengenai penyakit

akibat kerja khususnya dermatitis kontak.

1.5.2 Manfaat Bagi Peneliti

Sebagai bahan referensi yang dapat dijadikan bahan bacaan oleh

peneliti selanjutnya yang berhubungan dengan dermatitis kontak.

1.6. Ruang Lingkup

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor- faktor yang

berhubungan dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja pembuat tahu di

wilayah kecamatan Ciputat dan Ciputat Timur tahun 2012. Penelitian ini

dilaksanakan pada bulan Juni – September 2012. Sasaran penelitian ini adalah pekerja pembuat tahu yang berada di wilayah kecamatan Ciputat dan Ciputat

Timur. Metode penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional (potong

lintang). Penelitian ini dilakukan berdasarkan studi pendahuluan yang

(30)

kecamatan Ciputat dan Ciputat Timur, diketahui ada 5 pekerja yang mengalami

kejadian dermatitis kontak. Data primer diperoleh dari pemeriksaan oleh dokter,

(31)

12 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penyakit Akibat Kerja

Menurut Keppres RI no 22/1993, Penyakit yang timbul karena hubungan

kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja.

Penyebab Penyakit akibat kerja:

1. Golongan fisik: Bising, Radiasi, Suhu ekstrem, Tekanan udara, Vibrasi,

Penerangan

2. Golongan Kimiawi: Semua bahan kimia dalam bentuk debu, uap , gas,

larutan, kabut

3. Golongan biologik: Bakteri, virus, jamur, dan lain-lain.

4. Golongan Fisiologik/ergonomik: desain tempat kerja, beban kerja

5. Golongan Psikososial: Stress psikis, monotoni kerja, tuntutan pekerjaan,

dan lain-lain.

Adapun kriteria umum penyakit akibat kerja adalah sebagai berikut:

1. Adanya hubungan antara pajanan yang spesifik dengan penyakit

2. Adanya fakta bahwa frekwensi kejadian penyakit pada populasi pekerja

lebih tinggi daripada frekwensi kejadian penyakit di masyarakat umum

3. Penyakit dapat dicegah dengan melakukan tindakan preventif di tempat

(32)

2.2Penyakit Kulit Akibat Kerja 2.2.1 Pengertian

Penyakit kulit akibat kerja adalah proses patologis kulit yang timbul

pada waktu melakukan pekerjaan dan pengaruh-pengaruh yang terdapat di

dalam lingkungan kerja. Dari batasan ini terlihat bahwa penyakit kulit

akibat kerja ini boleh disebut sebagai gejala sampingan usaha manusia atau

sebagai buatan manusia. Oleh karena itu manusia dituntut untuk mencegah

atau memperkecil kemungkinan terjadinya dengan menerapkan teknologi

pengendalian (Siregar, 2009).

2.2.2 Etiologi

Penyakit kulit akibat kerja dapat disebabkan oleh 4 faktor (Siregar, 2009):

1. Faktor kimiawi, dapat berupa iritasi primer, alergen, atau karsinogen.

2. Faktor mekanis/fisik, seperti getaran, gesekan, tekanan, trauma,

panas, dingin, kelembaban udara, sinar radioaktif.

3. Faktor biologis, seperti jasad renik (mikroorganisme) hewan dan

produknya, jamur, parasit, virus.

4. Faktor psikologis (kejiwaan) seperti ketidak cocokan pengelolaan

perusahaan sering membuat konflik di antara pegawai dan dapat

menimbulkan gangguan pada kulit seperti neurodermatitis.

Sebenarnya kulit mempunyai fungsi untuk mempertahankan diri

dari serangan/rangsangan luar. Epidermis berfungsi menghambat

(33)

berlebihan dari luar. Pigmen di dalam kulit melindungi tubuh dari pengaruh

sinar matahari. Selain itu kulit mengandung kelenjar keringat dan

pembuluh darah yang berfungsi sebagai alat penjaga keseimbangan cairan

tubuh, mempermudah timbulnya kelainan kulit.

2.2.3 AnatomiKulit

Kulit merupakan pembungkus yang elastik yang melindungi tubuh

dari pengaruh lingkungan. Kulit juga merupakan alat tubuh yang terberat

dan terluas ukurannya, yaitu 15% dari berat tubuh dan luasnya 1,50 – 1,75 m², rata-rata tebal kulit 1-2 mm, paling tebal (6 mm) ada ditelapak tangan

dan kaki, paling tipis (0,5 mm) ada di penis. Kulit di bagian atas terdiri dari

tiga lapisan pokok yaitu : epidermis, dermis atau korium dan jaringan

subkutan atau subkutis (Harahap, 1990).

Kulit terbagi atas 3 (tiga) lapisan pokok yaitu :

a. Epidermis, terbagi atas empat lapisan yaitu : lapisan basal atau

stratum germinativum, lapisan malpighi atau stratum spinosum,

lapisan granular atau stratum granulosum dan lapisan tanduk atau

stratum korneum.

b. Dermis atau korium merupakan lapisan di bawah epidermis dan

diatas jaringan.

c. Subkutis

Jaringan Subkutan (subkutis atau hipodermis) merupakan lapisan

(34)

panas, bantalan terhadap trauma dan tempat penumpukan energi

(Harahap, 1990).

2.2.4 Skin Barrier

Kulit mengandung sejumlah tumpukan lapisan spesifik yang dapat

mencegah masuknya bahan-bahan kimia yang terutama disebabkan adanya

lapisan tipis lipida dipermukaan, lapisan tanduk dan lapisan epidermis

alfigi. Pada daerah ini ditemukan juga suatu celah yang berhubungan

langsung dengan epidermis kulit bagian dalam yang dibentuk oleh kelenjar

sebasea yang membatasi bagian luar dan cairan ekstraselular yang juga

merupakan sawar (barrier).

Barrier kulit terutama disusun oleh lapisan tanduk. Deretan sel-sel

pada lapisan tanduk salilng berkaitan dengan sangat kuat dan merupakan

pelindung kulit yang paling efisien. Sesudah penghilangan lapisan tanduk,

impermeabilitas kulit dipengaruhi oleh regenerasi sel. Dalam 2-3 hari

meskipun ketebalan lapisan tanduk yang terbentuk masih sangat tipis,

namun lapisan tersebut telah mempunyai kapasitas perlindungan yang

(35)

2.3Dermatitis Kontak 2.3.1 Definisi

Dermatitis kontak adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis)

sebagai respons terhadap pengaruh faktor eksogen (eksternal) dan atau faktor

endogen (internal), menimbulkan kelainan klinis berupa efloresensi

polimorfik (eritema, edema, papul, vesikel, skuama, likenifikasi) dan gatal

(Djuanda, 1999). Eczema atau dermatitis merupakan nama yang diberikan

untuk suatu inflamasi khusus pada kulit, dermatitis kontak mengarah kepada

inflamasi semacam itu yang disebabkan oleh zat-zat dari luar (external

agents). Istilah eczema dan dermatitis digunakan untuk keadaan inflamasi

kulit lainnya yang bukan terjadi karena faktor-faktor eksternal melainkan

terutama karena faktor-faktor internal.

Menetapkan penyebab dermatitis kontak tidak selalu mudah

dikarenakan banyak sekali kemungkinan yang ada. Selain itu banyak yang

tidak tahu atau menyadari seluruh zat-zat kimia yang bersentuhan dengan kulit

mereka. Seringkali lokasi awal ruam merupakan suatu petunjuk penting

(36)

2.3.2 Etiologi

Dibawah ini akan dijelaskan etiologi dermatitis kontak iritan dan

etiologi dermatitis kontak alergi.

a. Dermatitis Kontak Iritan

Dapat disebabkan oleh bahan iritan absolut seperti asam kuat, basa

kuat, garam logam berat dengan konsentrasi kuat dan bahan iritan relatif,

seperti sabun, detergen, dan pelarut organik. Dermatitis kontak oleh iritan

absolut biasanya timbul seketika setelah berkontak dengan iritan, dan

semua orang akan terkena. Sedangkan dermatitis kontak iritan relatif dapat

timbul sesudah pemakaian bahan yang lama dan berulang, dan seringkali

baru timbul bila ada faktor fisik berupa abrasi, trauma kecil dan maserasi;

oleh karena itu sering disebut traumatic dermatitis. Kelainan yang timbul

biasanya berupa hiperpigmentasi, likenifikasi, fisur dan kadang-kadang

eritem dan vesikel (Siregar, 2009).

Dermatitis kontak iritan yang terjadi setelah pemaparan pertama kali

disebut dermatitis kontak iritan akut, dan biasanya disebabkan oleh iritan

kuat seperti asam kuat. Sedangkan, dermatitis kontak iritan yang terjadi

setelah pemaparan berulang disebut dermatitis kontak iritan kronis dan

biasanya disebabkan oleh iritan lemah (Hayakawa, 2000 dalam Sumantri,

(37)

b. Dermatitis kontak alergi

Banyak senyawa yang dapat berperan menjadi alergen pada

individu tertentu, misalnya saja urusiol yang berasal dari racun tanaman

oak, ivy atau sumac. Selain itu juga ada garam nikel yang terdapat pada

perhiasan dan parfum yang terdapat pada kosmetik, alergen tersebut dapat

menyebabkan dermatitis kontak alergi. Di Amerika Serikat, dermatitis

kontak alergi banyak disebabkan oleh senyawa urushiol dari racun ivy, oak,

atau sumac. Racun ini berasal dari tanaman genus toxicodendron. Selain

itu, tanaman lain yang dapat menyebabkan dermatitis kontak alergi adalah

kacang cashew, mangga, Laquer danginko biloba (Keefner, 2004).

Tabel 2.1

Alergen yang sering menimbulkan Dermatitis Kontak Alergi

Alergen Uji Patch Positif Sumber Antigen

Benzokain 2 Penggunaan anastetik tipe –kain, baik pada

penggunaan topikal maupun oral

Garam Kromium 2,8 Plat elektronik kalium dikromat, semen, detergen, pewarna

Lanolin 3,3 Lotion, pelembab, kosmetik, sabun

Latex 7,3 Sarung tangan karet, vial, Syringes

Bacitracin 8,7 Pengobatan topikal maupun injeksi

Kobal Klorida 9 Semen, plat logam, pewarna cat

Formaldehid 9,3 Germisida, plastik, pakaian, perekat

Tiomersal 10,9 Pengawet dalam sediaan obat, kosmetik

Pewangi 11,7 Produk rumah tangga, kosmetik, asam sinamat,

geraniol

Balsam Peru 11,9 Sirup untuk obat batuk, penyedap

Neomisin Sulfat 13,1 Pengobatan, salep antibiotik, aminoglikosida lainnya

Nikel Sulfat 14,2 Akssoris pada celana jeans, pewarna, perabot rumah tangga, koin

Tanaman Tidak ditentukan Spesies Toxicodendron, primrose, tulip

(38)

2.3.3 Fisiologi

a. Dermatitis Kontak Iritan

Dermatitis kontak iritan tampak setelah pemaparan tunggal atau

pemaparan berulang pada agen yang sama. Beberapa mekanisme dapat

menjadi penyebab terjadinya dermatitis kontak iritan. Pertama, bahan

kimia mungkin merusak sel dermal secara langsung dengan absorbsi

langsung melewati membran sel kemudian merusak sistem sel.

Mekanisme kedua, setelah adanya sel yang mengalami kerusakan maka

akan merangsang pelepasan mediator inflamasi ke daerah tersebut oleh

sel T maupun sel mast secara non-spesifik. Misalnya setelah kulit

terpapar asam sulfat maka asam sulfat akan menembus ke dalam sel kulit

kemudian mengakibatkan kerusakan sel sehingga memacu pelepasan

asam arakidonat dari fosfolipid dengan bantuan fosfolipase.

Asam arakidonat kemudian dirubah oleh siklooksigenase

(menghasilkan prostaglandin, tromboksan) dan lipooksigenase

(menghasilkan leukotrien). Prostaglandin dapat menyebabkan dilatasi

pembuluh darah sehingga terlihat berwarna merah dan mempengaruhi

saraf sehingga terasa sakit. Leukotrien meningkatkan permeabilitas

vaskuler di daerah tersebut sehingga meningkatkan jumlah air dan terlihat

bengkak serta berefek kemotaktik kuat terhadap eosinofil, netrofil dan

makrofag. Mediator pada inflamasi akut adalah histamin, serotonin,

(39)

IL2, IL3, TNFα2. Reaksi ini bukanlah akibat imun spesifik dan tidak membutuhkan pemaparan sebelumnya agar iritan menampakan reaksi.

Beberapa faktor mungkin mempengaruhi tingkatan respon

kulit. Adanya penyakit kulit sebelumnya dapat menghasilkan dermatitis

yang parah akibat membiarkan iritan dengan mudah memasuki dermis.

Jumlah dan konsentrasi paparan bahan kima juga penting. Iritan kimia

kuat, asam dan basa tampaknya menghasilkan keparahan yang reaksi

inflamasi yang sedang parah. Iritan yang lebih ringan seperti detergen,

sabun, pelarut mungkin membutuhkan pemaparan yang banyak untuk

mengakibatkan dermatitis. Selain itu faktor lingkungan seperti suhu

hangat, kelembaban yang tinggi atau pekerjaan basah dapat berpengaruh

(Siregar, 2009).

b. Dermatitis Kontak Alergi

Siregar (2009) memaparkan bahwa dermatitis kontak alergi

biasanya disebabkan oleh bahan dengan berat molekul rendah yang

disebut hapten. Kelainan kulit terjadi melalui proses hipersensitivitas tipe

IV atau proses alergi tipe lambat (Gell & Coombs). Hapten bergabung

dengan protein pembawa menjadi alergen lengkap. Alergen lengkap

difagosit oleh makrofag dan merangsang limfosit yang ada di kulit yang

mengeluarkan limfosit aktivasi faktor (LAF). Sel limfosit kemudian

berdeferensiasi membentuk subset sel limfosit T memori (sel Tdh) dan sel

(40)

informasi alergen yang sudah dikenal masuk kedalam kulit maka sel Tdh

akan mengeluarkan limfokin (faktor sitotoksis, faktor inhibisi migrasi,

faktor kemotaktik dan faktor aktivasi makrofag).

Dengan dilepaskannya berbagai faktor ini, maka akan terjadi

pengaliran sel mas dan sel basofil, ke arah lesi, dan timbulah proses radang

yang merupakan manifestasi reaksi dermatitis kontak alergis. Gambaran

klinis umumnya berupa papul, vesikel dengan dasar ertitem dan edema,

disertai rasa gatal.

Dalam perusahaan sering ditemukan beberapa bahan kimia yang

mempunyai gugusan rumus kimia yang sama. Apabila pekerja sudah

sensitif terhadap suatu zat kimia, maka ia akan mudah menjadi sensitif

terhadap zat-zat lain yang mempunyai rumus kimia yang bersamaan,

misalnya prokain, benzokain, paraaminobensen mempunyai gugus bensen

yang sama. Apabila seseorang sensitif terhadap benzokain atau PABA; ini

disebut sensitisasi silang.

Pengetahuan sensitisasi silang ini sangat penting untuk menentukan

penempatan seorang pegawai. Orang yang sudah sensitif terhadap suatu zat

jangan lagi ditempatkan pada tempat yang mengandung bahan yang

(41)

Contoh bahan yang mempunyai rumus kimia serupa ialah:

1. Rhus antigen : poison ivy, poison sumac, japanese decyl catechol,

mangga.

2. Streptomisin, kanamisin, klomisin

3. Fenotiazin: prometazin, khlorpromazin, biru metilen.

2.3.4 Tanda dan gejala

a. Dermatitis kontak iritan

Ketika terkena paparan iritan, kulit menjadi radang, bengkak

kemerahan dan dapat berkembang menjadi veskel kecil atau papul

(tonjolan) dan mengeluarkan cairan apabila terkelupas. Gatal, perih dan

rasa terbakar terjadi pada bintik-bintik merah itu. Reaksi inflamasi

bermacam-macam, mulai dari gejala awal seperti ini hingga pembentukan

luka dan area nekrosis pada kulit. Dalam beberapa hari, penurunan

dermatitis dapat terjadi bila iritan dihentikan. Pada pasien yang terpapar

iritan secara kronis, area kulit tersebut akan mengalami radang, dan mulai

mengkerut, membesar bahkan terjadi hiper/hipopigmentasi dan penebalan

(likenifikasi). Kebanyakan dermatitis kontak iritan terjadi pada daerah

tubuh yang kurang terlindungi, seperti wajah, punggung (bagi pekerja yang

tidak menggunakan baju), tangan dan lengan. Sebesar 80% dermatitis

kontak irtitan terjadi di daerah tangan dan 10% di daerah wajah. Secara

klinis, penampakan yang paling sering adalah batas yang jelas dari lesi.

(42)

b. Dermatitis kontak alergi

Tanda dan gejala dermatitis kontak alergi sangat tergantung pada

alergen, tempat dan durasi pemaparan serta faktor individu. Pada

umumnya, kulit tampak kemerahan dan bulla. Blister juga mungkin terjadi

dan dapat membentuk crust dan scales ketika mereka pecah. Gatal, rasa

terbakar dan sakit merupakan gejala dari dermatitis kontak alergi. Setelah

pemaparan urushiol, pada tahap awal reaksi adalah rasa gatal yang intensif

kemudian diikuti eritema.

Pasien yang menggaruk rasa gatal tersebut dapat mengakibatkan

menyebarnya urushiol ke daerah yang sebelumnya tidak terpapar sehingga

rasa gatal dapat menyebar. Walaupun demikian, bulla atau vesikel yang

pecah dapat menyebar ke daerah tubuh lain, namun cairan vesikel tersebut

tidak mengandung urushiol. Tetapi dengan terbukanya bulla atau vesikel

dapat mengakibatkan infeksi luka. Mikroba yang sering menginfeksi

tersebut adalah S. Aureus, Streptococcus kelompok A dan E. Coli.

Bulla yang pecah tersebut dalam beberapa hari akan mengering dan

membentuk crust . Urushiol yang tertinggal dipermukaan kulit dapat

mengalami oksidasi oleh udara sehingga tampak kehitaman pada beberapa

daerah kulit yang mengalami dermatitis. Secara umum, tingkat keparahan

dermatitis kontak alergi dapat dibagi menjadi tiga: dermatitis ringan,

(43)

1. Dermatitis ringan

Dermatitis ringan secara karakteristik ditandai oleh adanya daerah

gatal dan eritema yang terlokalisasi, kemudian diikuti terbentuknya

vesikel dan bulla yang biasanya letaknya membentuk pola liner.

Bengkak pada kelopak mata juga sering terjadi, namun tidak

berhubungan dengan bengkak di daerah terpapar, melainkan akibat

terkena tangan yang terkontaminasi urushiol. Secara klinis, pasien

menglami reaksi dibawah tubuh dan lengan yang kurang terlindungi.

2. Dermatitis sedang

Sealin rasa gatal, eritema, papul dan vesikel pada dermatitis

ringan, gejala dan tanda dermatitis sedang juga meliputi bulla dan

bengkak eritematous dari bagian tubuh.

3. Dermatitis berat

Dermatitis berat ditandai dengan adanya respon yang meluas ke

daerah tubuh dan edema pada ekstremitas dan wajah. Rasa gatal dan

iritasi yang berlebihan dapat menyebabkan pembentukan vesikel,

blister dan bulla juga dapat terjadi. Selain itu, aktivitas harian pasien

dapat terganggu, sehingga kadang membutuhkan terapi yang segera,

khususnya dermatitis yang telah mempengaruhi sebagian besar wajah,

mata ataupun genital. Komplikasi dengan penyakit lain yang dapat

terjadi adalah eosinofilia, serima multiform, sindrom pernapasan akut,

(44)

2.3.5 Diagnosis

Terdapat beberapa cara diagnosis dermatitis kontak, diantaranya adalah

sebagai berikut:

a. Anamnesis

Menurut Siregar (2009), hal-hal yang perlu ditanyakan dalam mendiagnosa penyakit kulit akibat kerja adalah sebagai berikut:

a) Apakah penderita sudah ada penyakit kulit sebelum bekerja di

perusahaan yang sekarang

b) Jenis pekerjaan penderita

c) Pengaruh libur/istirahat terhadap penyakitnya

d) Apakah ada karyawan lain menderita hal yang sama

e) Riwayat alergi penderita dan keluarganya

f) Prosedur produksi di tempat kerja dan bahan- bahan yang

digunakan di tempat pekerjaan

g) Apakah kelainan terjadi di tempat-tempat yang terpajan

h) Bahan yang dipakai untuk membersihkan kulit dan alat proteksi

yang dipakai.

i) Lingkungan pekerjaan, tempat kerja terutama mengenai kebersihan

dan temperatur

j) Kebiasaan atau hobi penderita yang mendorong timbulnya penyakit,

(45)

b. Pemeriksaan Klinis

Pertama-tama tentukan lokalisasi kelainan apakah sesuai dengan

kontak bahan yang dicurigai; yang tersering ialah daerah yang terpajan,

misalnya tangan, lengan, muka atau anggota gerak.

Kemudian tentukan ruam kulit yang ada, kelainan kulit yang akut

dapat terlihat berupa eritem, vesikel, edema, bula, dan eksudasi. Kelainan

kulit yang kronis berupa hiperpigmentasi, likenifikasi, kering dan

skuamasi. Bila ada infeksi terlihat pustulasi. Bila ada penumbuhan tampak

tumor, eksudasi, lesi verukosa atau ulkus.

c. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan darah, urin, tinja hendaknya dilakukan secara

lengkap. Bila ada infeksi bakteri hendaknya pus atau nanah dibiak dan

selanjutnya dilakukan tes resistensi. Bila ada jamur perlu diperiksa kerokan

kulit dengan KOH 10% dan selanjutnya dibiak dalam media Sabouraud

agar. Pemeriksaan biopsi kulit kadang perlu dilakukan.

d. Uji tempel

Dermatitis akibat kerja sebagian besar berbentuk dermatitis kontak

alergis (80%) maka uji tempel perlu dikerjakan untuk memeriksa penyebab

alergennya. Bahan tersangka dilarutkan dalam pelarut tertentu dengan

konsentrasi tertentu. Sekarang sudah ada bahan tes tempel yang sudah

standar dan disebut unit uji tempel; unit ini terdiri dari filter paper disc,

(46)

diteteskan di atas unit uji tempel, kemudian ditutup dengan bahan

impermebel, selanjutnya ditutup lagi dengan plester yang hipoalergis.

Pembacaan dilakukan setelah 48,72 dan 96 jam. Setelah penutup dibuka,

ditunggu dahulu 15-30 menit untuk menghilangkan efek plester.

Hasil yang didapat akan berupa:

0 : bila tidak ada reaksi

Perbedaan Dermatitis Kontak Iritan (DKI) dengan Dermatitis Kontak Alergis (DKA)

Eritem tidak berbatas tegas; bila uji tempel diangkat reaksi menetap atau bertambah.

(47)

2.4Tahu

Tahu adalah makanan yang terbuat dari kedelai yang dilumatkan atau

dihancurkan menjadi bubur. ( Kastyanto (1999) dalam Fredickson (2012).

2.4.1 Bahan baku 1. Kedelai

Kedelai merupakan bahan utama dalam pembuatan tahu. Kedelai

yang biasanya digunakan adalah kedelai jenis Bola I. Kedelai dicuci

hingga bersih kemudian dilakukan pelunakan supaya kedelai mudah

dihancurkan pada saat penggilingan.

2. Air

Hampir semua tahapan dalam pembuatan tahu membutuhkan air

dari proses perendaman, pencucian, penggilingan, pemasakan, dan

perendaman tahu yang sudah jadi sehingga dibutuhkan air dalam jumlah

banyak. Air yang digunakan di berasal dari air tanah atau air artesis.

3. Asam Cuka Asam cuka encer / batu tahu / kalsium sulfat

Digunakan untuk menggumpalkan protein yang masih tercampur

di dalam sari kedelai. Bahan- bahan tersebut berfungsi untuk

mengedapkan atau memisahkan air dengan konsentrat tahu. Asam cuka

yang digunakan diperoleh dari pabrik tahu lain dan dapat digunakan

(48)

4. Soda kue

Digunakan supaya dapat diperoleh sari kedelai dalam jumlah

maksimal (konsentrasi 5 g per 10 liter air bersih) dan diaduk-aduk agar

seluruh soda kue larut.

2.4.2 Pembuatan Tahu

Berikut ini adalah tahapan pembuatan tahu menurut Suprapti ( 2005):

a. Persiapan

Tahap persiapan merupakan kegiatan pokok pada pembuatan tahu

meliputi: persiapan bahan baku dan persiapan bahan penggumpal.

1. Persiapan Bahan Baku

a)Pembersihan

Biji kedelai dibersihkan dari kotoran, misalnya kerikil, butiran

tanah, kulit, ataupun batang kedelai.

b) Pengeringan

Pengeringan dilakukan dengan cara penjemuran ataupun

pemanasan dalam oven dengan suhu 400C – 600C (sama dengan

suhu sinar matahari). Pengeringan dilakukan hingga kulit luar

kedelai pecah-pecah. Waktu pengeringan atau penjemuran berkisar

antara 3-7 hari berturut-turut. Tujuan utama proses pengeringan biji

kedelai adalah untuk mempermudah pelepasan kulit kedelai dalam

(49)

c) Pemisahan Kulit

Setelah kedelai dikeringkan, maka pemisahan kulit kedelai akan

mudah dengan cara menampinya.

d) Pelunakan

Pelunakan dilakukan dengan menambahkan soda kue sehingga

diperoleh sari kedelai dalam jumlah maksimal. Larutan pelunak

dibuat dengan mencampurkan soda kue ke dalam air bersih

mendidih dengan konsentrasi 5 g per 10 liter air bersih dan

diaduk-aduk agar seluruh soda kue larut. Untuk 10 kg kedelai kering,

diperlukan larutan pelunak sebanyak + 30 liter. Pelunakan biji

kedelai dilakukan dengan merendam kedelai kering pecah-pecah

dalam larutan pelunak yang masih panas selama 6-24 jam atau

sampai kedelai cukup lunak.

e) Pencucian-Penirisan

Setelah kedelai cukup lunak dan mengembang, segera diangkat dari

dalam larutan pelunak, dicuci, serta dibilas beberapa kali agar

benar-benar bersih. Soda kue yang masih tersisa akan menyebabkan

rasa pahit, maka kedelai harus ditiriskan. Kedelai tanpa kulit yang

telah lunak akan menghasilkan tahu yang kenyal dan dalam jumlah

yang maksimal dengan limbah berupa ampas yang minimal.

(50)

2. Persiapan Bahan Penggumpal

Proses pembuatan tahu membutuhkan bahan penggumpal untuk

menggumpalkan protein yang masih tercampur di dalam sari kedelai.

Dengan demikian, akan diperoleh bubur tahu yang dapat dicetak.

Bahan penggumpal yang digunakan dapat berupa asam cuka encer,

batu tahu (sioh koo) atau kalsium sulfat.

a) Asam cuka encer

Digunakan bahan baku berupa asam cuka pekat atau asam cuka

keras. Asam cuka ini perlu diencerkan terlebih dahulu sesuai

dengan kebutuhan (200 ml asam cuka keras dalam wadah yang

terbuat dari kaca atau plastik dicampur dengan air bersih 500 ml

sedikit demi sedikit sambil diaduk).

b) Batu tahu

Batu tahu berbentuk pecahan kaca dibakar beberapa saat lalu

ditumbuk halus dan diayak menjadi serbuk putih (serbuk gips)

yang kemudiaan dilarutkan dalam air bersih hingga jenuh (tidak

mampu lagi melarutkan serbuk). Larutan dibiarkan beberapa

saat, kemudiaan endapan dipisahkan dan diambil cairan

jernihnya. Cairan jernih inilah yang digunakan sebagai bahan

(51)

c) Whey

Dilakukan pemisahan sebagian dari cairan sisa penggumpalan

(whey), sementara yang lainnya dibuang atau dimanfaatkan

untuk pupuk, dan pakan ternak. Whey yang telah dipisahkan

disimpan selama 24 jam dan siap digunakan sebagai bahan

penggumpal protein.

b. Proses Pembuatan Tahu

Proses pembuatan tahu menurut Widiantoko (2010) terdiri

beberapa tahap yaitu:

1. Perendaman

Pada tahapan perendaman ini, kedelai direndam dalam

sebuah bak perendam yang dibuat dari semen. Langkah pertama

adalah memasukan kedelai ke dalam karung plastik kemudian

diikat dan direndam selama kurang lebih 3 jam (untuk 1 karung

berisi 15 kg biji kedelai). Jumlah air yang dibutuhkan tergantung

dari jumlah kedelai, intinya kedelai harus terendam semua. Tujuan

dari tahapan perendaman ini adalah untuk mempermudah proses

penggilingan sehingga dihasilkan bubur kedelai yang kental.

Selain itu, perendaman juga dapat membantu mengurangi jumlah

zat antigizi (Antitripsin) yang ada pada kedelai. Zat antigizi yang

ada dalam kedelai ini dapat mengurangi daya cerna protein pada

(52)

2. Pencucian kedelai

Proses pencucian merupakan proses lanjutan setelah

perendaman. Sebelum dilakukan proses pencucian, kedelai yang

di dalam karung dikeluarkan dari bak pencucian, dibuka, dan

dimasukan ke dalam ember-ember plastik untuk kemudian dicuci

dengan air mengalir. Tujuan dari tahapan pencucian ini adalah

membersihkan biji-biji kedelai dari kotoran-kotoran supaya tidak

mengganggu proses penggilingan dan agar kotoran-kotoran tidak

tercampur ke dalam adonan tahu. Setelah selesai proses

pencucian, kedelai ditiriskan dalam saringan bambu berukuran

besar.

3. Penggilingan

Proses penggilingan dilakukan dengan menggunakan

mesin penggiling biji kedelai dengan tenaga penggerak dari motor

lisrik. Tujuan penggilingan yaitu untuk memperoleh bubur kedelai

yang kemudian dimasak sampai mendidih. Saat proses

penggilingan sebaiknya dialiri air untuk didapatkan kekentalan

(53)

4. Perebusan/Pemasakan

Proses perebusan ini dilakukan di sebuah bak berbentuk

bundar yang dibuat dari semen yang di bagian bawahnya terdapat

pemanas uap. Uap panas berasal dari ketel uap yang ada di bagian

belakang lokasi proses pembuatan tahu yang dialirkan melalui

pipa besi. Bahan bakar yang digunakan sebagai sumber panas

adalah kayu bakar yang diperoleh dari sisa-sisa pembangunan

rumah. Tujuan perebusan adalah untuk mendenaturasi protein dari

kedelai sehingga protein mudah terkoagulasi saat penambahan

asam. Titik akhir perebusan ditandai dengan timbulnya

gelembung-gelembung panas dan mengentalnya larutan/bubur

kedelai. Kapasitas bak perebusan adalah sekitar 7.5 kg kedelai.

5. Penyaringan

Setelah bubur kedelai direbus dan mengental, dilakukan

proses penyaringan dengan menggunakan kain saring. Tujuan dari

proses penyaringan ini adalah memisahkan antara ampas atau

limbah padat dari bubur kedelai dengan filtrat yang diinginkan.

Pada proses penyaringan ini bubur kedelai yang telah mendidih

dan sedikit mengental, selanjutnya dialirkan melalui kran yang ada

di bagian bawah bak pemanas. Bubur tersebut dialirkan melewati

(54)

Setelah seluruh bubur yang ada di bak pemanas habis lalu

dimulai proses penyaringan. Saat penyaringan secara

terus-menerus dilakukan penambahan air dengan cara menuangkan pada

bagian tepi saringan agar tidak ada padatan yang tersisa di

saringan. Penuangan air diakhiri ketika filtrat yang dihasilkan

sudah mencukupi. Kemudian saringan yang berisi ampas diperas

sampai benar-benar kering. Ampas hasil penyaringan disebut

ampas yang kering, ampas tersebut dipindahkan ke dalam karung.

Ampas tersebut dimanfaatkan untuk makanan ternak ataupun

dijual untuk bahan dasar pembuatan tempe gembus/bongkrek.

6. Pengendapan dan Penambahan Asam Cuka

Dari proses penyaringan diperoleh filtrat putih seperti susu

yang kemudian akan diproses lebih lanjut. Filtrat yang didapat

kemudian ditambahkan asam cuka dalam jumlah tertentu. Fungsi

penambahan asam cuka adalah mengendapkan dan

menggumpalkan protein tahu sehingga terjadi pemisahan antara

whey dengan gumpalan tahu. Setelah ditambahkan asam cuka

terbentuk dua lapisan yaitu lapisan atas (whey) dan lapisan bawah

(filtrat/endapan tahu). Endapan tersebut terjadi karena adanya

koagulasi protein yang disebabkan adanya reaksi antara protein

dan asam yang ditambahkan. Endapan tersebut yang merupakan

(55)

yang berupa limbah cair merupakan bahan dasar yang akan diolah

menjadi Nata De Soya.

7. Pencetakan dan Pengepresan

Proses pencetakan dan pengepresan merupakan tahap akhir

pembuatan tahu. Cetakan yang digunakan adalah terbuat dari kayu

berukuran 70x70cm yang diberi lubang berukuran kecil di

sekelilingnya. Lubang tersebut bertujuan untuk memudahkan air

keluar saat proses pengepresan. Sebelum proses pencetakan yang

harus dilakukan adalah memasang kain saring tipis di permukaan

cetakan. Setelah itu, endapan yang telah dihasilkan pada tahap

sebelumnya dipindahkan dengan menggunakan alat semacam

wajan secara pelan-pelan. Selanjutnya kain saring ditutup rapat

dan kemudian diletakkan kayu yang berukuran hampir sama

dengan cetakan di bagian atasnya. Setelah itu, bagian atas cetakan

diberi beban untuk membantu mempercepat proses pengepresan

tahu. Waktu untuk proses pengepresan ini tidak ditentukan secara

tepat, pemilik mitra hanya memperkirakan dan membuka kain

saring pada waktu tertentu. Pemilik mempunyai parameter bahwa

tahu siap dikeluarkan dari cetakan apabila tahu tersebut sudah

(56)

8. Pemotongan tahu

Setelah proses pencetakan selesai, tahu yang sudah jadi

dikeluarkan dari cetakan dengan cara membalik cetakan dan

kemudian membuka kain saring yang melapisi tahu. Setelah itu

tahu dipindahkan ke dalam bak yang berisi air agar tahu tidak

hancur. Sebelum siap dipasarkan tahu terlebih dahulu dipotong

sesuai ukuran. Pemotongan dilakukan di dalam air dan dilakukan

secara cepat agar tahu tidak hancur.

Diagram 2.1 Alur pembuatan tahu

Perendaman

Pencucian kedelai

Penggilingan

Perebusan/Pemasakan

Penyaringan

Pengendapan dan Penambahan Asam Cuka

Pencetakan dan Pengepresan

(57)

2.5Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Dermatitis Kontak 2.5.1 Faktor Eksternal (Eksogen/Luar)

Agius & Seaton (2005) menyebutkan bahwa paparan ditentukan oleh

banyak faktor diantaranya adalah lama kontak, frekuensi kontak, konsentrasi

bahan kimia dan lain-lain. Sehingga terjadinya risiko kontak dengan bahan

kimia perlu dikendalikan dan dikotrol seperti membatasi jumlah kontak yang

terjadi. Wolff K (2007) menyebutkan bahwa faktor eksternal (bahan iritan,

lama kontak, frekuensi kontak, musim, suhu dan kelembaban) dapat

menyebabkan dermatitis kontak.

1. Lama Kontak

Pekerja yang berkontak dengan bahan kimia menyebabkan

kerusakan sel kulit lapisan luar, semakin lama berkontak dengan bahan

kimia maka akan semakin merusak sel kulit lapisan yang lebih dalam dan

memudahkan untuk terjadinya dermatitis. Kontak dengan bahan kimia

yang bersifat iritan atau alergen secara terus menerus akan menyebabkan

kulit pekerja mengalami kerentanan mulai dari tahap yang ringan sampai

tahap yang berat (Hudyono, 2002)

Lama kontak adalah jangka waktu pekerja berkontak dengan

bahan kimia dalam hitungan jam/hari. Setiap pekerja memiliki lama

(58)

berkontak dengan bahan kimia maka peradangan atau iritasi kulit dapat

terjadi sehingga menimbulkan kelainan kulit (Lestari, 2007).

Melalui hasi penelitiannya, Nuraga (2006), menunjukkan bahwa

terdapat hubungan yang bermakna antara lama kontak dengan kejadian

dermatitis kontak (pvalue = 0,003). Selain itu dari penelitian tersebut

didapatkan bahwa pekerja dengan lama kontak 8 jam/hari menyebabkan

dermatitis kontak akut dengan angka 92,8%, dermatitis kontak sub akut

sebesar 95,2% dan 100% pada dermatitis kontak kronis.

Hasil penelitian Lestari, dkk (2008) juga menunjukkan bahwa

terdapat hubungan yang bermakna antara lama kontak dengan kejadian

dermatitis kontak (pvalue 0,003). Hasil penelitian Lestari, dkk (2008)

menunjukkan bahwa pekerja yang berkontak lebih lama cenderung lebih

banyak menderita dermatitis kontak daripada pekerja dengan jangka

waktu paparan lebih singkat.

Sedangkan pada penelitian yang dilakukan oleh Lingga (2011)

dengan subjek penelitian pekerja pada perusahaan Invar Sin, Medan.

Pada penelitiannya, Lingga (2011) menyebutkan bahwa pekerja dengan lama kontak ≤ 8 jam sehari yang menderita dermatitis kontak berjumlah

tujuh orang (22,6%), sedangkan yang tidak menderita dermatitis kontak

berjumlah 24 orang (77,4%). Pekerja dengan lama kontak > 8 jam sehari

yang menderita dermatitis kontak berjumlah lima orang (20,8%),

(59)

(79,2%). Dari analisis bivariat, diperoleh p-value sebesar 0,876 sehingga

dapat ditarik kesimpulan bahwa tidak ada hubungan antara lama kontak

dengan angka kejadian dermatitis kontak pada penelitian Lingga (2011).

2. Frekuensi Kontak

Frekuensi kontak yang berulang untuk bahan yang mempunyai sifat

sensitisasi akan menyebabkan terjadinya dermatitis kontak alergi, yang

mana bahan kimia dengan jumlah sedikit akan menyebabkan dermatitis

yang berlebih baik luasnya maupun beratnya tidak proporsional. Oleh

karena itu upaya menurunkan terjadinya dermatitis kontak akibat kerja

adalah dengan menurunkan frekuensi kontak dengan bahan kimia (Cohen,

1999).

Hasil penelitian Nuraga (2006) menunjukkan bahwa kejadian

dermatitis kontak dengan frekuensi kontak 15x/hari terjadi pada dermatitis

kontak akut sebanyak 100% responden, sub akut pada 81% responden dan

kronis 80%. Hal ini menunjukkan bahwa ada korelasi positif antara

kejadian dermatitis kontak dengan frekuensi kontak.

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan

oleh Lestari, dkk (2008) yang menunjukkan bahwa ada hubungan antara frekuensi kontak bahan kimia dengan kejadian dermatitis kontak yaitu

dengan pvalue sebesar 0,000. Penelitian yang dilakukan oleh Lingga

Gambar

Gambar 5.1 Salah satu proses pembuatan tahu (pencetakan)
Tabel 2.1
Tabel 2.2
Tabel 2.3
+7

Referensi

Dokumen terkait

Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana pelaksanaan metode demonstrasi pada materi pokok peta, atlas dan globe bidang studi IPS (Geografi) kelas VII SMP N 1 Gabus

[r]

[r]

Permainan ini membutuhkan kecepatan daya ingat, jadi bagi pemain yang memiliki daya ingat dan daya respon yang paling baik game ini menyediakan high score list yang hasilnya

[r]

Dimana kamus elektronik ini akan membantu dalam melestarikan kebudayaan Indonesia, meningkatkan pengunaan bahasa Sunda di masyarakat, menambah pengetahuan bagi yang ingin belajar

Digital Repository Universitas Jember Digital Repository Universitas Jember... Digital Repository Universitas Jember Digital Repository

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas limpahan rahmat dan karunia-Nyalah laporan Dasar-dasar Program Perencanaan dan Perancangan Arsitektur (DP3A) Tugas Akhir