DAMPAK KEBANGKITAN EKONOMI CINA TERHADAP KEBIJAKAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL
AMERIKA SERIKAT
SKRIPSI
Disusun Oleh :
Sayid Haikal Quraisy
(106083003552)
JURUSAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
DAMPAK KEBANGKITAN EKONOMI CINA
TERHADAP KEBIJAKAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL AMERIKA SERIKAT
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik
Untuk Memenuhi Syarat-Syarat
Untuk Meraih Gelar Sarjana Sosial
Oleh :
Sayid Haikal Quraisy 106083003552
Dibawah Bimbingan :
Pembimbing Skripsi Pembimbing Akademik
Arisman, M.Si Nazaruddin Nasution, SH, MA
JURUSAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata satu di Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya saya ini bukan hasil karya asli
saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya
bersedia menerima sangsi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, Oktober 2010
ABSTRAK
Hubungan perdagangan antara Cina dan Amerika Serikat (AS) telah menjadi semakin penting untuk ekonomi kedua negara. Konflik perdagangan baru-baru ini dan gesekan antara Cina dan AS merupakan hambatan dalam jalan hubungan pembangunan perdagangan bilateral Cina-AS yang menjadi perhatian besar bagi kedua negara. Tulisan ini bersifat dekriftif yaitu dengan metode penulisan penelitian yang dilakukan dengan cara menggambarkan, menyusun dan menganalisa suatu pembahasan melalui kepustakaan.
Diharapkan dengan metode yang digunakan akan dapat menganalisis secara mendalam kebijakan perdagangan politik AS terhadap Cina, mengidentifikasi faktor-faktor kebangkitan ekonomi Cina, kebijakan perdagangan Cina dan kebijakan perdagangan AS terhadap Cina, Serta Pengaruh kebangkitan ekonomi Cina dan perubahan kebijakan perdagangan AS pada hubungan perdagangan antara AS dan Cina dan implikasi untuk hubungan perdagangan antara AS dan Cina pada masa depan.
KATA PENGANTAR
Bismillahirrrahmanirrahim, Assalamuaaikum Wr.Wb
Dengan memanjatkan puji syukur kepada Allah SWT atas berkat dan
rahmat-Nya sehingga tulisan ini dapat terwujud menjadi sebuah skripsi yang
diharapkan dapat berguna bagi kalangan akademisi. Penulisan skripsi ini adalah
merupakan suatu bentuk untuk memenuhi sebagian syarat-syarat guna mencapai
gelar sarjana sosial di Universitas Islam Negeri UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Berdasarkan ketertarikan penulis terhadap kebangkitan ekonomi Cina
yang begitu cepat dan mencengangkan dunia, maka penulis menuangkannya
kedalam sebuah tulisan yang diajukan sebagai skripsi, dalam tulisan ini, penulis
menganalisis bagaimana kebangkitan ekonomi Cina ini akan mempengaruhi
kebijakan perdagangan internasional Amerika Serikat sebagai negarasuper power
dan bagaimana hubungan kedua negara di masa depan, akankah menimbulkan
perselisihan ataukah akan terjadi kerja sama yang baik diantara kedua negara
tersebut.
Dikarenakan masalah ini sangat rumit, tentu saja penulis banyak dibantu
oleh beberapa pihak yang membantu dalam proses penulisan skripsi ini. Dengan
kaitan ini, saya menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan
setinggi-tingginya kepada seluruh pihak yang dengan berbagai cara telah membantu
penyusunan skripsi ini, diantaranya :
1. Keluarga yang senantiasa memberi dorongan dan do’a dalam segala
2. Farah Zesa Ayuningtyas.SE yang telah memberikan masukan-masukan
positif, doa, motivasi, pemberi semangat dan segala sesuatu yang tak
mungkin bisa terbalas.
3. Bpk.Arisman,M.Si selaku dosen pembimbing dalam penullisan skripsi ini,
yang dengan sabar membimbing terciptanya tulisan ini.
4. Bpk.Armein Daulay,Drs.M.Si yang telah banyak memberikan motivasi
dan masukan-masukan dalam penulisan skripsi ini dan dalam berbagai
bidang selama dalam masa perkuliahan.
5. Ibu Rahmi,M.Si yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini dan
selama masa perkuliahan.
6. Bpk. Nazaruddin Nasution,SH.MA selaku ketua jurusan yang dari awal
terbentuknya jurusan Hubungan Internasional pada tahun 2006 hingga kini
terus berusaha untuk memajukan jurusan yang tercinta ini.
7. Segenap staff pengajar ahi jurusan hubungan internasional, Bpk. Adian
Firnas,S.sos, M.si. Bpk. Aiyub Mohsin,MA.MM, Bpk.Abdul Hadi
Adnan,Dr,MA, Bpk. Amiruddin Noer,MA, Bpk. Badrus
Sholeh,S.Ag,M.A, Bpk. Kiki Rizky,M.Si dan Bpk. Agus Nilmada
Azmi,M.Si dan seluruh staff pengajar yang tak tertulis.
8. Teman-teman kos yang senantiasa memberikan masukan dalam penulisan
skripsi dan teman-teman HI 2006 khususnya teman-teman HI B.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari
mengharapkan kritik dan saran yang membangun bagi penulis dan bermanfaat
bagi semua kalangan.
Wassalamu’alaikum.Wr.Wb
Jakarta, Desember 2010
DAFTAR ISI
Abstrak...i
Kata Pengantar...ii
Bab I Pendahuluan...1
A. Latar Belakang Masalah...1
B. Rumusan Masalah...8
C. Kerangka Teori...9
I. Teori Liberalisme...9
II. Teori Globalisasi...19
III. Teori Perdagangan Internasional...25
a. Comparative Advantage...29
b. Competitive Advantage...32
D. Metode Penelitian...34
E. Tujuan dan Manfaat Penulisan...35
F. Sistematika Penulisan...36
Bab II Tinjauan Pustaka...38
A. Konsep Dasar...38
A.1. Konsep Pertumbuhan Ekonomi (Economic Growth)...38
A.2. Konsep Kebijakan (Policy)...41
A.3. Konsep perdagangan Internasional (International trade)...42
Bab III Kondisi Riil Ekonomi Cina...57
A. Perekonomian Cina Pra dan Pasca Diberlakukannya Open Door Policy...57
A.1. Budaya Bisnis Cina dan Perekonomian Cina Pra DiberlakukannyaOpen Door Policy....57
A.2. Perekonomian Cina Pasca DiberlakukannyaOpen Door Policy...66
A.3. Masuknya Cina ke dalamWorld Trade Organizations(WTO)...73
A.3.a. Latar Belakang dan Tujuan Masuknya Cina ke dalam WTO...74
A.3.b. Keuntungan Masuknya Cina kedalam WTO...81
B. Kebijakan Perdagangan Amerika Serikat...83
B.1. Sejarah Diskriminasi Kebijakan Perdagangan AS...83
B.2. Kebijakan Perdagangan AS Terhadap Cina...86
Bab IV Analisis Dampak Kemajuan Ekonomi Cina Terhadap Amerika Serikat....97
A. Indikator Kemajuan Ekonomi Cina Sebagai Pesaing Amerika Serikat...102
B. Prediksi Hubungan Dagang Cina - Amerika Serikat...110
BAB V Kesimpulan...118
DAFTAR TABEL
Tabel 1
Pandangan Dasar Tradisi Liberalisme Dalam Teori Hubungan Internasional...77
Tabel 2
Reduksi Tarif (%) Setelah Cina Masuk WTO...81
Tabel 3
Kebijakan AS Terhadap Cina...96
Tabel 4
Faktor-Faktor Kebangkitan Ekonomi Cina...98
Tabel 5
Matriks Kebijakan Cina...99
Tabel 6
Pertumbuhan GDP Cina 1955-2009...106
Tabel 7
Perdagangan AS Dengan Cina : 1980-2009($ Dalam Miliar)...108
Tabel 8
Saldo Perdagangan AS Major Trading 2009 ($ Dalam Miliar)...109
Tabel 9
Persentase Produksi Cina Terhadap Output Dunia...109
Tabel 10
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Cina merupakan nama sebuah negara yang menarik untuk dicermati,
karena pertumbuhan ekonominya yang mengagumkan, sehingga sering
disebut-sebut dengan berbagai julukan seperti keajaiban Cina (Cina’s miracle),
kebangkitan sang naga (rise of the dragon), dan lain-lain. Masyarakat internasional beranggapan bahwa abad ke-21 adalah abadnya Cina (the Chinese century) yang menggantikan abadnya AS (the American century) pada abad ke-20. Pertumbuhan ekonomi yang pesat, kemampuan militer yang semakin kuat,
solidnya politik domestik, populasi yang sangat besar, akan menjadi akar dari
pesatnya pertumbuhan ekonomi dan politik Cina.
Pertumbuhan luar biasa ini tidak terlepas dari perkembangan Cina sejak
meninggalnya Mao Zedong pada tahun 1976 serta masa pancaroba politik Cina,
sampai munculnya Deng Xiaoping sebagai pemimpin baru Cina. Deng Xiaoping
mempunyai visi baru mengenai komunisme Cina. Sekalipun tetap menjunjung
tinggi ideologi komunisme dengan tetap memegang penuh kekuasaan partai, Deng
Xiaopingmenyadari bahwa ia harus mendistribusikan satu hal yaitu “kemiskinan
atau kekayaan”, dan pilihan yang kedua hanya mungkin tercapai dengan
memberikan kebebasan kepada rakyatnya. Maka pada Desember 1978 Deng
Xiaoping memulai proses liberalisasi dan modernisasi di Cina. (Norberg, 2001 :
Pada era sebelumnya yaitu pada masa kepemimpinan Mao Zedong yang
konservatif dan terlalu tertutup, Cina seakan terasingkan dari dunia internasional.
Perekonomian yang semakin terpuruk, bahkan kebijakan “lompatan jauh ke
depan” (the great leap forward) yang dicetuskan oleh Mao Zedong pada tahun 1958 yaitu berupa program industrialisasi yang radikal mengalami kegagalan.
Dalam Konferensi Lushan 1959, Mao Zedong pun dikecam akibat kegagalan
kebijakan tersebut yang berimbas pada pengunduran dirinya sebagai presiden
yang hanya bertahan lima tahun. (Wibowo, 2000 : 64) Namun, setelah rezim Mao
Zedong berakhir dan digantikan oleh Deng Xiaoping, Cina mulai mengalami
kemajuan di berbagai bidang termasuk dalam bidang ekonomi.
Konsep pintu terbuka (open door policy) dan ekonomi pasar muncul karena bentuk sebelumnya dianggap tidak mampu memberikan lapangan
pekerjaan dan kesejahteraan. Seperti dalam lompatan jauh kedepan (de yue jin)
yang dilaksanakan pada masa Mao Zedong pada tahun 1956. Dalam masa
pemerintahannya, Deng Xiaoping memasukan unsur investasi asing selain unsur
pertanian, industri dan politik yang sudah ada pada masa pemerintahan
sebelumnya. Investasi di Cina di buka dengan luas sementara pemerintah
memiliki peran sebagai penjamin keamanan, stabilitas politik memotong jalur
birokrasi serta menjamin perlindungan lainnya. Semua kebijakan yang diterapkan
Deng Xiaoping bertujuan untuk mendukung tumbuhnya industri dan memacu
ekspor. Masuknya invetasi di Cina membuat Cina tidak lagi hanya mengandalkan
sektor agrikultur tapi juga sektor industri yang maju pesat. Konsep pintu terbuka
Kebijakan open door policy sendiri di latar belakangi oleh adanya perimbangan kekuatan baru di Asia timur khususnya di Cina. open door policy
pertama kali ditandai dengan pengiriman nota diplomatik oleh Jhon Hay (Menlu
AS) yang berisi ajakan untuk melaksanakan nilai persamaan dalam perdagangan
dan nota yang kedua yang berisi mengenai ajakan AS untuk mengakui kesatuan
wilayah dan administrasi Cina. Nota tersebut mendapat berbagai respon dari
negara yang menerimanya. AS yang pada saat itu dipimpin oleh seorang ekonom
yaitu McKinley yang memilki pandangan mengenai perjuangan terhadap kaum
petani dan golongan industri. Melihat situasi ekonomi Cina yang semakin
memburuk, maka pada masa itu Cina memilih kebijakan tersebut sebagai lagkah
yang diambil. Dengan menambahkan unsur insentif dan pasar bebas yang
dijadikan stimulus bagi semangat produksi para pengusaha daerah dan petani
diharapkan dapat memperbaiki kondisi ekonomi negaranya.(Siswanto, 1997 : 72)
Pada masa kepemimpinannya, Deng Xiaoping secara bertahap mulai
membuka Cina terhadap persaingan dengan dunia luar, menyesuaikan ideologi,
memodifikasi komunisme dengan sosialisme tahap awal, menerapkan sistem
ekonomi pasar sosialis, sampai akhirnya Cina terjun dalam arus liberalisasi dan
globalisasi. Sekalipun Deng Xiaoping menerapkan sistem ekonomi liberal,
intervensi negara tetap dipertahankan. Pemerintah pusat tetap melakukan
intervensi dan kontrol terhadap perekonomian negara, kemudian faham komunis
tetap dipertahankan sebagai ideologi negara meski tidak diterapkan secara kaku.
Cina menggunakan Sistem ekonomi Pasar Sosialis, yaitu suatu sistem
ekonomi yang berorientasi pasar, namun tetap berada dalam bingkai sistem politik
sistem baru yang digunakan oleh Cina, seperti halnya seperti organisasi lain yang
berkembang, perlu waktu sampai sebuah sistem baru menemukan sebuah nama.
Para pemimpin Cina lebih sering menyebutnya Sistem “Sosialis dengan karakteristik Cina”. Sistem ini telah menggantikan model ekonomi perencanaan terpusat yang umumnya dianut negara-negara dengan sistem komunis.
Para pemimpin Cina menyadari agar dapat berhasil memodernisasi Cina,
harus beralih dari ekonomi terencana ke ekonomi pasar dan mereka harus
menerapkan desentralisasi. Namun, definisi desentralisasi disini adalah memberi
kekuasaan lebih besar ketangan rakyat, yang sering dianggap sebagai sebuah
monolit, pada kenyataannya melakukan modernisasi kekuasaan lebih daripada
negara manapun. Tujuan utamanya adalah menciptakan masyarakat dan
pemerintahan yang harmonis berdasarkan kepercayaan, yaitu rakyat memberi
kepercayaan kepada pemimpin untuk menciptakan kesempatan bagi kehidupan
yang lebih baik, dan pemimpin memberi kepercayaan kepada rakyat untuk
menjadi tenaga penggerak dalam prosesnya. Model baru Cina didasarkan pada
keseimbangan antara kekuatan top-down dan bottom-up, yang dengan upaya terpadu meningkatkan taraf hidup serta menciptakan kemakmuran rakyat.(John &
Doris.2010:xx)
Pada tahun 1987, Cina mengeluarkan sasaran dan strategi pembangunan
ekonomi nasional Cina yang dikenal dengan nama Strategi Pembangunan Tiga
1. Melipatgandakan produk domestik bruto (PDB) di 1980 dan menjamin
rakyat Cina cukup makan dan pakaian, yang diharapkan dapat dicapai
pada akhir 1980.
2. Pada akhir abad ke-20 mentargetkan peningkatan PDB menjadi empat
kali lipat PDB di 1980.
3. Meningkatkan PDB per-kapita setingkat negara-negara maju, dengan
sasaran pencapaian pada pertengahan abad 21.
Langkah selanjutnya, pada tahun 1992, Cina menggariskan prinsip-prinsip
utama dalam restrukturisasi ekonomi Cina yaitu: (Kustia, 2009 : 46-47)
1) Mendorong pembangunan dari berbagai unsur ekonomi sambil tetap
mengedepankan sektor publik.
2) Mengembangkan sistem perusahaan yang modern agar dapat memenuhi
tuntutan ekonomi pasar.
3) Sistem pasar terbuka dan menyatu di seluruh wilayah Cina, mentautkan
pasar domestik dengan pasar internasional, meningkatkan optimalisasi
sumber daya.
4) Melakukan transformasi manajemen ekonomi pemerintah untuk
membangun sistem pengawasan makro yang lengkap.
5) Mendorong kelompok unggulan dan wilayah tertentu untuk mencapai
keberhasilan dan kemakmuran lebih dulu, sehingga dapat membantu
kelompok dan wilayah lain mencapai keberhasilan dan kemakmuran yang
sama.
6) Merumuskan sistem pengaman sosial yang cocok untuk Cina, baik untuk
pembangunan ekonomi secara menyeluruh dan untuk menjamin stabilitas
sosial.
Langkah besar lain yang dilakukan yaitu pada 1997 ketika Cina mulai
memusatkan perhatian kepada pentingnya pembangunan di luar sektor publik
yang dapat memberikan sumbangan terhadap pembangunan ekonomi nasional,
merupakan unsur lain yang memperoleh keuntungan sebagai salah satu faktor
produksi yang penting, di samping modal dan teknologi dalam mengembangkan
usaha terus didorong.(Kustia, 2009 : 57)
Kemajuan-kemajuan di bidang ekonomi segera tampak akibat dari proses
liberalisasi dan modernisasi yang dilakukan Cina di atas. Sejak 1978 hingga 2005,
perdagangan internasional meningkat 69 kali dalam angka nominal (dalam USD),
dengan pertumbuhan per-tahun sebesar 17%. Pada tahun 2005 Cina menjadi
negara dagang terbesar ketiga di dunia. Rasio angka impor dibandingkan ekspor
dalam PDB adalah 63% pada tahun 2005. Hal ini menjadikan Cina masuk dalam
jajaran negara-negara yang terintegrasi kedalam perekonomian dunia. Sementara
itu perolehan devisa melonjak ke angka US$ 1 triliun pada akhir tahun 2006.
Selama 23 tahun terakhir, modal asing telah masuk ke Cina sebesar US$ 620
milyar. Standar hidup rakyat Cina meningkat tajam selama 27 tahun terakhir.
Pendapatan per kapita di kota dan per-rumah tangga di pedesaan, tumbuh dengan
angka 15%. (Wibowo, 2007 : 50)
Catatan statistik di atas adalah gambaran bagaimana Cina berkembang
sedemikian pesatnya dalam pertumbuhan ekonomi sehingga berimbas pula pada
taraf sosial ekonomi rakyat Cina yang semakin meningkat. walaupun sempat
pertumbuhan ekonomi Cina menunjukkan kenaikan dan cenderung stabil. Model
perekonomian Cina dirancang dengan pengerahan kapital secara besar-besaran.
Birokrasi pemerintah dari Beijing turun ke kota-kota kecil yang bertujuan
membangun kawasan industri dengan mendorong investasi, terutama investasi
dari luar negeri. Sebagai konsekuensi atas tingginya investasi asing, Cina
menikmati pembangunan di seluruh bagian negaranya. (Wigrantoro, 2007)
Dalam empat tahun terakhir, pertumbuhan ekonomi Cina bertahan di dua
digit dengan kecenderungan terus naik di atas 10%. Tidak satu negara pun yang
disebut sebagai Macan Asia (Jepang, Korea Selatan, Hongkong, dan Taiwan)
mampu menyamai rekor pertumbuhan tersebut. (Damayanti, 2007) Banyak
pengamat ekonomi meramalkan bahwa tidak lama lagi GDP Cina akan sanggup
menyaingi GDP AS. GDP Cina pada tahun 2005 angka pertumbuhan ekonomi
Cina sebesar US$ 2.259 milyar dan GDP per kapita sebesar US$ 1.725 menjadi
indikator bagaimana Cina adalah ancaman nyata bagi AS. (Wibowo, 2007 : 50)
Masuknya Cina kedalam Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) pada
tahun 2001 memicu peningkatan besar-besaran akan industrialisasi dalam negeri
dan volume perdagangannya. Dampak keanggotaan Cina di WTO adalah
terintegrasinya kegiatan perekonomian, perdagangan dan industri Cina dengan
pasar global yang menyebabkan terjadinya ekspansi besar-besaran dari industri
manufaktur Cina ke seluruh dunia. Dengan demikian keanggotaan Cina di WTO
turut mendorong terbukanya berbagai kegiatan industri di berbagai sektor di
tingkat domestik, mulai dari industri manufaktur dan kendaraan bermotor ke retail
domestik dan menciptakan kompetisi usaha yang lebih kompetitif. (Wong, 2008 :
Setelah AS meyadari bahwa Cina akan menjadi negara yang kuat pada
masa depan, maka AS mulai menjalin hubungan baik dengan Cina, yaitu dengan
kunjungan presiden Richard Nixon pada tahun 1972, yang dianggap sebagai
terobosan baru hubungan bilateral AS dengan Cina, setelah berakhirya hubungan
Cina dan Uni Soviet pada pertengahan 1960-an Cina sepertinya sudah enggan
untuk menjalin persekutuan, oleh sebab itulah Nixon mencoba masuk untuk
menjalin hubungann yang baik dengan Cina yang diharapkan akan terjalin
hubungan yang baik antara keduanya dalam jangka panjang, selain itu misi
perdamaian yang diusung Nixon terhadap Cina juga merupakan sebuah usaha
untuk mendorong terjadinya perdamaian antara AS dan Vietnam yang merupakan
sekutu Cina saat itu. Hal ini mengejutkan dunia karena AS sangat anti dengan
Komunisme tetapi Nixon menjalin hubungan baik dengan Cina. Dalam hal ini
Nixon mencoba menerapkan apa yang disebutnya realpolitics yang membuka jalan untuk hubungan baik antara AS dan Cina pada masa mendatang.
Cina mencari komprominya sendiri dan bahkan mengizinkan beberapa
bentuk dari sebuah masyarakat majemuk dan akan menjadi tantangan yang
menakutkan bagi peran AS sebagai penjaga moral luhur dunia. Pembukaan diri
Cina tidak hanya memperluas pengaruh kepemimpinan Cina, tetapi juga
mengguncang tatanan elit politik, AS menghadapi pemain baru yang kuat secara
ekonomi, stabil secara politik dan tidak prnah ragu menunjukan nilai-nilai
luhurnya pada dunia. Hal ini nyata sebagai ancaman bagi AS.(John &
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas maka dapat
dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut :
1. Apakah faktor- faktor dan Kebijakan apa saja yang mendorong
kebangkitan ekonomi Cina?
2. Bagaimanakah dampak kemajuan perekonomian Cina terhadap kebijakan
perdagangan AS?
3. Bagaimanakah hubungan bilateral dalam perdagangan AS dan Cina
dimasa depan?
C. Kerangka Teori
Untuk menganalisa suatu permasalahan dalam ilmu hubungan
internasional membutuhkan teori, yang merupakan penjelasan paling umum
mengapa sesuatu itu terjadi dan kapan peristiwa tersebut akan terjadi lagi. Dengan
kata lain, teori dapat dipergunakan sebagai alat eksplanasi dan alat prediksi.
(Mohtar, 1990 : 217) Atau lebih jelasnya dipaparkan bahwa, teori berfungsi untuk
memahami, memberikan kerangka pemikiran secara logis, disamping menjelaskan
maksud terhadap berbagai fenomena-fenomena yang ada. Tanpa menggunakan
teori, maka fenomena-fenomena serta data-data yang ada akan sulit dimengerti.
Dan di sisi lain teori juga dapat berupa sebuah bentuk pernyataan yang
menghubungkan beberapa konsep secara logis dan sistematis. (Plano, 1992 : 7)
Teori yang digunakan untuk menjelaskan dan menjawab pertanyaan yang
ada pada rumusan masalah yaitu teori liberalisme, teori globalisasi dan teori
I. Teori Liberalisme
Setelah era Mao Zedong berakhir dan digantikan oleh era Deng Xiaoping,
Cina mulai mengalami kemajuan di berbagai bidang. Pada masa
kepemimpinannya, Deng Xiaoping secara bertahap mulai membuka Cina terhadap
persaingan dengan dunia luar, menyesuaikan ideologi, Memodifikasi komunisme
dengan sosialisme tahap awal, menerapkan sistem ekonomi pasar sosialis, sampai
akhirnya Cina menceburkan diri terhadap arus liberalisasi dan globalisasi.
Liberalisme berangkat dari kesejatian, di mana esensi hidup manusia
menjadi sangat dihormati. Kebebasan, pembebasan, kemerdekaan, keadilan dan
hak asasi menjadi pemersatu. Dalam perkembangannya teori liberalisme lebih
banyak menekankan pada hal lain, selain perebutan pengaruh di bidang hard power, yaitu pengalihan perhatian orang pada teori ekonomi-ekonomi barat. Orang liberal tidak memperumit bagaimana perdamaian akan tercapai atau
bagaimana kesejahteraan yang seutuhnya, namun lebih menaruh fokus akan
prosesnya.
Liberalisme menitik beratkan perhatiannya pada kebebasan individu yang
harus diimplementasikan dalam tingkat domestik, dan hubungan antar negara.
Stanley Hoffman menuliskan, “Esensi dari liberalisme adalah self-restrain, moderasi, kompromi, dan perdamaian, dimana esensi politik internasional adalah
berkebalikan yaitu perdamaian yang selalu terusik, atau lebih buruk lagi, state of war”. Peran negara adalah sebagai penjaga terwujudnya kebebasan tersebut,
sebagai pelayan kemauan kebijakan seluruh individu. Di sinilah peran krusial
sebagai te ori pemerintahan yang menginginkan kerukunan antara keamanan dan
persamaan dalam suatu komunitas. (Jill, 2001 : 98)
Di sekitar abad ke-18, ahli ekonomi dan falsafah dari Scotland, Adam
Smith (1723-1790) memperkenalkan satu teori yang mengatakan seseorang
individu boleh membina kehidupan bermoral dan berekonomi tanpa bimbingan
atau arahan dari negara. Tambahan lagi, sesuatu negara itu akan menjadi kuat
apabila rakyatnya bebas. Smith mengetengahkan ide tersebut untuk mengakhiri
sistem feodal, polisi-polisi merkantilisme, monopoli negara dan memperkenalkan
kerajaan "laissez-faire", yaitu satu kerajaan berasaskan pasar bebas. Di dalamThe Theory of Moral Sentiments (1759), Smith menulis tentang teori motivasi yang menekankan kepentingan sendiri serta ketidakaturan sosial.
Terdapat beberapa prinsip liberalisme yang telah disetujui oleh kalangan
liberal:
a. Liberalisme politik adalah aliran di mana seseorang itu adalah asas
undang-undang dan masyarakat. Masyarakat dan institusi-institusi
kerajaan berada di dalam masyarakat yang berfungsi untuk
memperjuangkan hak-hak pribadi tanpa memihak kepada siapapun,
baik yang mempunyai taraf sosial yang tinggi ataupun yang rendah.
Magna Cartaadalah satu contoh di mana dokumen politik meletakkan hak-hak pribadi lebih tinggi daripada kekuasaan raja. Liberalisme
politik menekankan perjanjian sosial dimana rakyat merangkai
undang-undang dan bersedia untuk mematuhi undang-undang tersebut.
b. Liberalisme budaya menekankan hak-hak pribadi yang berkaitan
kebebasan beragama, kebebasan pemahaman dan pelindungan dari
campur tangan kerajaan di dalam kehidupan peribadi.
c. Liberalisme ekonomi yang juga dikenali sebagai liberalisme klasikal
atau liberalisme Manchester adalah satu ideologi mengenai hak-hak peribadi atas harta benda dan kebebasan perjanjian tertulis. Ia
memperjuangkan kapitalisme laissez-faire yang ingin membuang semua halangan terhadap perdagangan dan pemberhentian kemudahan
yang diberi oleh kerajaan seperti subsidi dan monopoli. Liberalisme
ekonomi menyatakan bahwa harga barang harus ditentukan oleh pasar
yang sebenarnya ditentukan oleh tindakan-tindakan konsumen.
Liberalisme ekonomi menerima ketidak samarataan sebagai hasil dari
persaingan yang tidak melibatkan dan merugikan hak-hak peribadi.
Aliran liberalisme ini dipengaruhi oleh liberalisme Inggris yang
merebak di pertengahan abad ke-19.
d. Liberalisme sosial atau liberalisme baru, mulai terlihat di kalangan
masyarakat negara-negara maju pada akhir abad ke-19. Dipengaruhi
oleh utilitarianisme yang diasaskan oleh Jeremy Bentham dan John Stuart Mill. Teori ini berkembang dari teori penyalahgunaan Sosialis
dan Marxis dan anggapan-anggapan terhadap "tujuan keuntungan" dan
membuat kesimpulan bahwa kerajaan seharusnya menggunakan
kuasanya untuk menyelesaikan masalah itu. Melihat dari faham
tersebut, semua individu perlu diberi kebebasan seperti pelajaran,
peluang ekonomik dan pelindungan daripada kejadian makro yang
dan Mortimer Adler pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20.
Menurut liberalisme sosial, kemudahan-kemudahan ini dianggap
sebagai hak yaitu hak-hak positif yang berbeda secara kualitatif dari
apa yang disebutkan dari segi klasikal, serta hak-hak negatif yang
hanya menuntut seseorang untuk mengambil hak-hak orang lain.
Menurut ahli-ahli liberalisme sosial, hak-hak positif ini perlu dibuat
dan diberikan kepada semua manusia. Menurut mereka, hak-hak
positif adalah objektif yang secara asasnya melindungi kebebasan.
(Jill, 2001 : 98)
Dari penjelasan diatas dapat dilihat bahwa paham liberalisme berkonotasi
luas, sebagaimana yang disimpulkan oleh Elizabeth Martinez dan Arnoldo Garcia:
Liberalisme mengacu pada ide-ide politik, ekonomi, bahkan agama. Dalam sistem
politik, liberalisasi politik dipergunakan sebagai strategi untuk menghindari
konflik sosial. Yakni dengan menyuguhkan (liberalisme) pada si miskin dan kaum
pekerja sebagai hal yang progresif ketimbang kaum konservatif atau Kaum
Kanan. Liberalisme ekonomi berbeda lagi, Politisi-politisi konservatif, yang
mengatakan bahwa mereka membenci kata “liberal” dalam arti tipe politik tak
memiliki keberatan apapun dengan liberalisme ekonomi. (Martinez & Garcia,
1997 : 34)
Liberalisme dengan demikian mempunyai makna yang berbeda dari satu
tempat ke tempat yang lain. Liberalisme asal mulanya merupakan bentuk
perjuangan kaum borjuasi menghadapi kaum konservatif, Sehingga bisa dikatakan
bahwa liberalisme sebelumnya merupakan ideologi kaum borjuis kota. Dalam arti
intervensi komunitas, Tapi memang ada liberalisme ekonomi juga “civic
liberalism”atau liberalisme otonomi individual.
Teori yang kemudian menjadi acuan terhadap doktrin pasar bebas ini lahir
pada saat borjuasi di Inggris pada abad ke-19 berhasil merebut kekuasaan dari
tangan bangsawan penguasa masyarakat feodal yang disimbolkan melalui
Revolusi Industri. Doktrin ini pulalah yang menjadi pengabsah bagi para borjuasi
tersebut dalam melapangkan jalannya untuk menguasai dunia. Hal tersebut sejalan
dengan pendapat Elizabeth Martinez dan Arnoldo Garcia yaitu Sistem
perdagangan bebas, perusahaan bebas dan ekonomi yang berbasiskan pasar,
sebenarnya telah muncul sejak 200 tahun yang lalu, sebagai satu mesin penggerak
utama dalam pembangunan revolusi industri. Namun, pada akarnya adalah
merkantilisme yang terbentuk selama abad pertengahan beberapa ratus tahun
sebelumnya. Dan juga memiliki akar serta paralel dengan berbagai metode yang
digunakan imperium sepanjang sejarahnya (dan saat ini masih digunakan) untuk
menguasai tempat-tempat yang lebih lemah disekitarnya serta untuk merampas
kekayaannya. (Martinez & Garcia, 1997 : 34)
Ekonomi liberalisme klasik yang mulanya dibangkitkan oleh ekonom
Adam Smith dalam karyanya The Wealth of Nations (1776). Adam Smith yang dianggap beberapa orang sebagai bapak kapitalisme pasar bebas, menganjurkan
bahwa untuk mencapai efisiensi maksimum, semua bentuk campur tangan
pemerintah dalam masalah ekonomi sebaiknya ditanggalkan, dan seharusnya tak
ada pembatasan atau tarif dalam manufaktur serta perdagangan satu bangsa agar
Sepanjang sejarahnya, sistem ekonomi kapitalisme memang telah
mengalami krisis yang mengharuskan para penganutnya untuk menemukan solusi
untuk menyelesaikan krisis-krisis tersebut. Lahirnya liberalisme pun merupakan
evolusi dalam sistem kapitalisme untuk menjawab krisis yang menimpanya.
(Yaffe, 2001 : 2)
Akan tetapi sejarah liberalisme pasar ala Adam Smith pun harus berujung
pada krisis ekonomi. Dipandu oleh doktrin liberal, komoditas diproduksi tidak
untuk memenuhi kebutuhan pasar yang abstrak. Akibatnya jumlah komoditas
yang diproduksi menjadi tidak terbatas jumlahnya, tergantung pada fluktuasi (naik
turunnya) permintaan pasar yang tidak bisa diramalkan sehingga terjadi produksi
masal. Tapi, bagaimana memasarkan produksi masal itu, Inilah yang tak sanggup
dipecahkan oleh sistem kapitalisme, sehingga terjadi kelebihan produksi (over production).
Disaat malaise (krisis yang disebabkan oleh kelebihan produksi) itu, keadaan ekonomi mengalami kontraksi (pengetatan) yang sangat hebat di semua
sektor (pertanian dan industri) sehingga terjadi pengangguran masal
dimana-mana. Kapasitas produksi menjadi mubazir karena sebagian besar tak bisa
dimanfaatkan. Karena depresi besar pada tahun 1930-an tersebut, seorang
ekonom, John Maynard Keynes, menganjurkan bahwa regulasi dan campur
tangan pemerintah sebenarnya dibutuhkan untuk memberi keadilan yang lebih
besar dalam pembangunan. Selain itu, tugas Keynes adalah bagaimana memacu
kembali dinamika kapitalisme tanpa memotong sepeser pun keuntungan kelas
pemilik modal. Keynes berteori, liberalisme bukanlah cara terbaik bagi
pengangguran) adalah hal yang mutlak perlu untuk pertumbuhan kapitalisme.
Dalam bukunya yang terkenal ditahun 1926, berjudul The End of Laissez Faire,
Keynes mengatakan “Sama sekali tidak akurat untuk menarik kesimpulan dari prinsip-prinsip ekonomi politik, bahwa kepentingan perorangan yang paling pintar sekalipun akan selalu berkesesuaian dengan kepentingan umum, keadaan tanpa pengangguran hanya bisa dicapai jika negara dan bank sentral campur tangan dalam menurunkan tingkat pengangguran”.(Setiawan, 2001 : 2)
Disini Keynes berpendapat, negara tidak hanya diharapkan menjaga
ketertiban umum berdasarkan perangkat hukum, menyediakan prasarana ekonomi
dan sosial yang memadai, melaksanakan program pemberantasan kemiskinan dan
ketimpangan sosial, tetapi juga secara aktif terlibat langsung dalam investasi di
bidang perhotelan dan barang-barang konsumsi. Keynes juga berpendapat bahwa
dalam perekonomian yang sedang menurun, pemerintah sebaiknya
memberlakukan deficits pending dalam waktu singkat untuk menciptakan lapangan kerja guna menghambat pelarian modal-modal ke luar negeri dan
memperketat kontrol terhadap pertukaran mata uang. (Lorimer,
http://www.jinx.sistm.unsw.edu.au diakses tanggal 12 Desember 2009)
Jadi, dalam konsepsi Keynes, negara tidak hanya menjadi parasit tapi
investor sekaligus. Dengan campur tangan negara, diasumsikan sirkulasi ekonomi
kembali bergerak keluar dari jebakan krisis. Kepercayaan bahwa negara harus
memajukan kesejahteraan bersama akhirnya diterima dimana-mana. Ide tersebut
mempengaruhi presiden AS, Roosevelt, untuk membuat program New Deal di tahun 1935, program yang ditujukan untuk “meningkatkan kesejahteraan banyak
Ekonomi kapitalis membutuhkan intervensi negara, bila hanya
mengandalkan mekanisme pasar semata, maka ia akan hancur, hanya negara yang
sanggup melanggengkan kapitalisme. Sebagai contoh, krisis tahun 1930-an di AS
dipicu oleh kelebihan produksi, maka salah satu wujud intervensi negara adalah
membuka pasar negara lain bagi produksi komoditas negara industri maju jalan
terampuh dan efektif untuk membuka pasar tak lain dengan perang. Persis, seperti
yang dikatakan Keynes dalam tulisannya The General Theory of Employment, Interest, and Money bahwa perang telah menjadi satu-satunya bentuk pembelanjaan dalam skala besar (berbentuk hutang pemerintah) yang harus
disetujui, diabsahkan oleh negarawan. (koran pembebasan partai rakyat
demokratik, 2002)
Pasca perang dunia II, pertumbuhan ekonomi sangat luar biasa, Periode
pasca perang hingga pertengahan tahun 1970-an disebut sebagai “Zaman
Keemasan Kapitalisme” (Capitalist Golden Age), yang ditandai dengan berkembangnya negara-negara kesejahteraan dan berkembangnya pertumbuhan
ekonomi saat itu. Meski demikian kondisi ini tidak terjadi akibat pengadopsian
kebijakan Keynesian akan tetapi restorasi tingkat keuntungan (dalam investasi
produksi) lah yang menyelamatkannya, yaitu melalui :
1) Rendahnya upah riil (karena tingkat pengangguran tahun 1930-an)
2) Hancurnya kompetisi bisnis, dan terjadinya konsentrasi modal secara
masif
3) Anggaran defisit negara yang dibelanjakan untuk membeli
barang-barang kebutuhan perang sejak awal 1940-an. (koran pembebasan
Karena tetap berjalan diatas fondasi hukum ekonomi kapitalis,
pertumbuhan ekonomi yang begitu mengagumkan saat itu juga tak bertahan lama.
Menjelang akhir tahun 1960-an dan dekade 1970-an kapitalisme kembali jatuh
dalam krisis. Tingkat pertumbuhan dan investasi mulai jatuh di awal masa
tersebut (sampai setengah dari tingkat sebelumnya). Pengangguran merajalela,
sementara eksploitasi terhadap sumber-sumber daya semakin tak terkendali.
(Amin, 2001 : 42)
Berbeda dengan krisis 1930-an, yang dianggap lahir karena pemusatan
terhadap pasar, krisis kali ini dianggap sebagai akibat intervensi negara terhadap
pasar. Keynesian dipersalahkan, karena intervensi negara telah menyebabkan
kelas kapitalis gagal dalam melipatgandakan akumulasi kapital. Secara teoritis,
ada dua penjelasan mengapa Keynesian gagal dalam mempertahankan momentum
pertumbuhan ekonomi.
Pertama, kebijakan intervensi negara yang dianjurkan Keynes guna
merangsang dan menggerakkan roda perekonomian yang macet akibat depresi
besar, sekaligus mencegah berulang kembalinya krisis ekonomi, hanya bisa
dipenuhi jika terjadi pertumbuhan ekonomi tinggi terus menerus dan
berkesinambungan. Kenyataannya, pertumbuhan ekonomi tinggi pasca-malaise
terjadi karena dikobarkannya perang dunia II yang dimenangkan oleh
negara-negara imperialis.
Kedua, pertumbuhan tinggi hanya bisa terjadi jika kebebasan pasar dan
upah buruh murah. Disini letak kegagalan teori Keynes, karena ia menderita
kontradiksi didalam dirinya sendiri. Di satu sisi dia menganjurkan intervensi
terdistorsi sehingga momentum pertumbuhan ekonomi, sebagai sumber
pendapatan negara dalam negara kesejahteraan mengalami perlambatan.
Bagaimana mungkin mewujudkan distribusi kemakmuran tanpa menggerogoti
keuntungan kelas kapitalis. (Pontoh, 2003 : 48-49)
Cara-cara Keynes hanya akan mendorong suatu inflasi harga
barang-barang dan jasa-jasa saja bila para investor yang menguasai bisnis (oligarki finasial) tidak bisa memperluas pasar bagi peningkatan produksinya. Selama depresi besar tersebut tidak ada perluasan pasar seperti yang diharapkan, itulah
mengapa keampuhan kebijakan Keynesian sangat terbatas.
Dikaitkan dengan ekonomi Cina, Meskipun dalam hal ini Deng Xiaoping
menerapkan sistem ekonomi liberal, intervensi negara tetap dipertahankan.
Pemerintah pusat tetap melakukan intervensi dan kontrol terhadap perekonomian
negara, kemudian faham komunis tetap dipertahankan sebagai ideologi negara
meski tidak diterapkan secara kaku. Cina menggunakan Sistem ekonomi Pasar
Sosialis, yaitu suatu sistem ekonomi yang berorientasi pasar, namun tetap berada
dalam bingkai sistem politik yang digariskan oleh Partai Komunis Cina sehingga
sistem ini sering juga disebut dengan Sistem Sosialis dengan karakteristik Cina.
Sistem ini telah menggantikan model ekonomi perencanaan terpusat yang
umumnya dianut negara-negara dengan sistem komunis. (Wibowo, 2000 : 64)
II. Teori Globalisasi
Istilah "globalisasi" diberi beberapa pengertian dan dipahami di dalam
berbagai konteks sesuai penggunaannya. Menurut Princeton N. Lyman, dari
globalisasi biasanya merujuk kepada "rapid growth of interdependency and connection in the world of trade and finance" (Lyman, 2000:90)
Tetapi dia sendiri berpendapat bahwa globalisasi tidak dapat dibatasi
hanya sebagai fenomena perdagangan dan sirkulasi keuangan yang berkembang
dan kian meluas. Karena menurutnya,"there are other Trends Driven by the same explosion of technological capability that have facilitated the financial changes. Globalization from communications is one such trend". ( Lyman, Ibid)
Pusat Kajian Globalisasi dan Regionalisasi (CSGR), Universitas Warwick
Inggris, juga menolak pengertian globalisasi yang yang terbatas pada fenomena
ekonomi. Di samping itu, dia tidak dapat menerima pandangan yang mengatakan
bahwa apa yang disebut globalisasi hanyalah merupakan fenomena Amerika
Utara, bukannya fenomena Eropa. Insitut itu menekankan pendiriannya bahwa
pemahaman pada globalisasi melaksanakan berbagai dimensi, yaitu politik,
ideologi, ekonomi dan budaya. Banyak benda dapat diglobalisasikan.
Diantaranya, "goods, services, money, people, information, effects on the international order and less tangible things such as IDEAS, behavioural norms and cultural practices".(Loy,1998:63)
Selaras dengan cakupan luas fenomena globalisasi ini, CSGR memiliki
dua pandangan terhadap fenomena itu. Pertama, globalisasi dipandang sebagai
knowledge ordered one view of how to make the postmodern world manageable.
David Loy, seorang dosen dari Universitas Bunkyo Jepang dan salah seorang
pembentang kertas di Konferensi Globalisasi anjuran melihat globalisasi sebagai
"a complex set of developments: economic, political, technological and cultural
". (Loy, Ibid)
Deklarasi yang dikeluarkan di akhir Konferensi yang sama telah membuat
kesimpulan berikut:
"Globalization refers to the interconnectedness of human activity on a global scale, to the unprecendented flows of capital and labour, technology skills, IDEAS and Values across state and national boundaries, but in ways which neither states nor Nations can adequately control". (Loy,Ibid)
Variasi dimensi globalisasi juga ditegaskan oleh Leonor Briones, Ketua
Focus on the Global South, sebuah badan regional non-pemerintah (NGO) yang berkantor pusat di Bangkok. Menurutnya, bukan saja terdapat globalisasi bisnis
dan ekonomi tetapi sejalan dengannya juga terdapat "globalization of the Democratic institusi, social development and human rights and the women's movement".(Briones, http://www.elibrary.com diakses pada 20, Februari, 2010)
Akhirnya, karena bahwa globalisasi ekonomi pada umumnya dianggap
sebagai inti fenomena yang dinamakan globalisasi, maka ingin dijelaskan di sini
satu definisinya yang dihitung dapat membantu kita merumuskan arti dan ciri-ciri
Commodities, services, technology and information". (http://www.elibrary.com diakses pada tanggal 20 Februari 2010)
Berdasarkan beberapa definisi dan penjelasan diatas, dapat
diidentifikasikan ide-ide kunci yang terkandung dalam konsep globalisasi.
Dengan mengambil ide-ide ini kita dapat mengajukan makna komprehensif
globalisasi seperti berikut. Globalisasi adalah suatu himpunan proses pengaliran
global berbagai jenis objek yang melibatkan berbagai bidang aktivitas manusia.
Objek yang diglobalisasikan bisa jadi fisik atau bukan fisik. Bisa jadi dalam
bentuk informasi, ide, nilai, institusi, atau sistem. Himpunan proses pengaliran
global ini dan bidang aktivitas manusia yang terlibat kian kait mengait, saling
tergantung dan kompleks sifatnya. Dengan bersandarkan definisi dan penjelasan
fitur-fitur utama globalisasi yang disebutkan di atas, kita dapati adalah wajar
untuk membelah fenomena dan proses globalisasi ke berbagai dimensi.
Globalisasi yang diberi arti luas ini adalah suatu hakikat yang tidak dapat
dipertentangkan. Kita juga mengambil pendirian di sini bahwa hakikat yang
dinamakan globalisasi itu sudah ada sebelum istilah globalisasi diperkenalkan
lagi. Globalisasi sudah ada dalam era penjajahan dan imperialisme Barat yang
dimulai di sekitar tahun 1500, Pada sifatnya, imperialisme adalah suatu bentuk
globalisasi. Paling tidaknya, bisa dianggap sebagai agen globalisasi. Semua
imperialisme memiliki kecenderungan untuk menglobalisasikan objek tertentu.
Dalam membuat pernyataan bahwa globalisasi adalah suatu kenyataan sebelum
zaman kontemporer, tidak berarti tidak ada perbedaan langsung antara globalisasi
zaman sekarang dengan globalisasi zaman dahulu. Memang ada perbedaan
lain. Namun demikian, perbedaan itu bukan dari segi sifat tetapi dari segi
ciri-cirinya. Selama kita berbicara tentang hakikat yang sama, yaitu globalisasi, maka
selama itu sifatnya tetap sama tanpa melihat zamannya.
Waltz berpendapat bahwa globalisasi merupakan interdependensi, bahwa
adannya saling ketergantungan antara perorangan, perusahaan, dan pasar, negara
kurang peduli, karena ekonomi yang mendorong negara-negara untuk membuat
sebuah kebijakan. Seperti menjadi lebih saling bergantung antara satu sama lain,
keputusan dibuat secara keseluruhan kolektif di bidang ekonomi, bukan secara
independen. (Waltz,1999:693-700)
Waltz berpendapat bahwa negara yang ingin bergabung dengan pasar
dunia harus memakai straight jacket, paket kebijakan termasuk anggaran yang seimbang, deregulasi ekonomi, keterbukaan terhadap investasi dan perdagangan,
dan mata uang yang stabil. Oleh Karena itu, globalisasi ekonomi sangat prihatin
dengan hal tersebut, bukan keputusan politik oleh satu negara atau orang, bukan
suatu kawanan investor dan pemberi pinjaman yang memutuskan kapan suatu
negara akan menerima investasi dan menjadi pemain ekonomi dunia. Karena
merupakan kawanan yang memutuskan keberhasilan suatu negara, mereka tidak
peduli tentang siapa yang di pemerintahan, bukan memiliki negara apakah
stabilitas, prediktabilitas, transparansi, dan kemampuan untuk mentransfer dan
melindungi hak milik pribadi. (Walz,Ibid)
Untuk Waltz, globalisasi juga berarti homogenitas harga, produk, tingkat
kepentingan, dan lain-lain. Sebuah ekonomi yang kuat di bawah globalisasi
mensyaratkan transparansi, tapi kemudian bahwa transparansi akan mentransfer
bahwa terlambat meniru dan mengadopsi praktik institusi negara yang telah
menunjukkan jalan. Negara-negara dibedakan dari satu sama lain bukan dengan
fungsi, tetapi terutama oleh kemampuan Kapasitas. untuk mengubah, mengadopsi,
menjaga kekuasaan, perdagangan, beradaptasi. Jika mereka tidak bisa beradaptasi,
kemudian Waltz berpendapat bahwa kegagalan mereka akan diterima di
komunitas global akan memimpin ke jurang kemiskinan yang lebih besar,
investasi kurang, teknologi yang kurang: ekonomi stagnan. Apa globalisasi telah
membawa dunia, akhirnya Waltz berpendapat, bukan saling ketergantungan
meningkat, tapi ketimpangan tumbuh antara negara Utara dan Selatan.
Robinson berfokus pada ekonomi juga, tetapi lebih jauh berpendapat
bahwa globalisasi adalah penyebaran kapitalisme di seluruh dunia. Sebelum
globalisasi relevan, kekuasaan militer dan berjuang melalui kekuatan fisik, seperti
contoh melalui konflik. AS mengambil tempat kolonialisme, intervensi baik
secara politik dan militer di Amerika Latin, Timur Tengah dan di tempat lain.
Setelah Perang dunia II, ini meninggalkan AS dengan tanggung jawab stabilitas,
dan mereka sering memilih rezim otoriter. ( Robinson: 1996: 615-665)
Ketika ekonomi global menjadi lebih relevan dan didefinisikan, sebuah elit
yang baru muncul berdasarkan kekuatan kapitalis uang di pasar bebas dan modal
perseroan. Robinson menunjukkan bahwa ini terjadi pada pertengahan 1980-an
sebelum berakhirnya perang dingin. Ini adalah poin penting, karena hal tersebut
menunjukkan bahwa AS prihatin dengan globalisasi ekonomi dan faktor-faktor
politik. Apa yang dihasilkan dari perubahan untuk mendukung rezim-rezim
partisipasi dalam pengambilan keputusan terbatas, asumsi polyarchy adalah bahwa elit akan merespon kehendak mayoritas.
Di Timur Tengah, gerakan penduduk sedang mencari perubahan sosial
yang mendasar, tidak hanya sekadar perubahan dalam proses pemilu. Populer
Perbedaan antara demokrasi dan polyarchy penting untuk dicatat demokrasi
Populer berarti bahwa mayoritas pemilih memutuskan kebijakan dan hasil
representatif, sementara polyarchy menyiratkan bahwa elite akan memutuskan apa
yang terbaik bagi mayoritas elit. Transisi dari otoriterisme ke polyarchy tidak menghilangkan koersif aparat tetapi aparat sipil untuk mensubordinasi . Dengan
kata lain, siapa pun yang dipilih tidak harus mewakili semua orang, hanya elit
ekonomi yang berkuasa.
Istilahglobalisasimenggambarkan dua proses yaitu produksi kapitalis dan perdagangan menggantikan ekonomi proteksionis melalui spesialisasi dan
globalisasi dari proses produksi, dan pasar yang terintegrasi, ini telah
menyebabkan integrasi ekonomi nasional, tidak hanya ekonomi, tetapi juga sosial.
Aturan ekonomi berbasis di AS, bersama dengan Eropa dan elit penguasa lainnya.
Praktek transnasional globalisasi ada tiga tingkat yaitu ekonomi, politik
dan budaya. Ekonomi itu adalah modal transnasional yang paling penting bagi elit
global. Secara politis, itu adalah keberhasilan elite ekonomi, dan budaya,
globalisasi adalah sistem konsumerisme.
III. Teori Perdagangan Internasional
Thomas Mun adalah seorang cendekiawan Inggris dan putera seorang
bukunya yang berjudul England’s Treasure by Foreign Trade yang memberikan sumbangan yang sangat besar terhadap teori perdagangan internasional. Mun
berpendapat bahwa untuk meningkatkan kekayaan negara, cara yang biasa
dilakukan adalah melalui jalur perdagangan dan karena itu pedoman yang harus
dipegang teguh oleh suatu negara adalah mengusahakan agar nilai ekspor ke luar
negeri harus lebih besar dibandingkan dengan yang di impor oleh negara itu.
Keuntungan bersih menurutnya akan diperoleh melalui selisih dari hasil penjualan
yaitu ekspor dengan pembelian yaitu impor dan dengan demikian jumlah uang
emas dan perak yang akan diterima akan semakin besar tiap tahunnya. Mun juga
berpendapat jika suatu negara melalui jalur perdagangan memperoleh banyak
uang, jangan sampai modal itu hilang justru karena uang itu tidak dipergunakan
untuk berdagang lagi. (http//www.brookesnews.com diakses pada 18, April, 2010)
Dari argumen Mun dapatlah ditarik sebuah kesimpulan bahwa bahkan
dalam suatu tata ekonomi perdagangan, uang baru merupakan kekayaan yang
berarti hanya bila uang tersebut digunakan sebagai alat tukar menukar, dan uang
akan menjadi beban suatu negara jika uang hanya disimpan saja. Sumbangan Mun
yang tidak kalah pentingnya adalah terciptanya suatu kerangka dasar neraca
pembayaran suatu negara pada tahun tertentu. Walaupun neraca pembayaran pada
saat itu angka-angka itu memang tidak disusun teliti, namun yang terpenting Mun
telah menunjukkan kerangka dasar neraca pembayaran dengan baik sekali.
Julukan merkantilisme pada dasarnya diberikan kepada aliran atau paham
ini oleh para kritikus ekonomi khususnya Adam Smith. Sebutan merkantilisme
mengandung makna menyamakan suatu bangsa atau negara dengan kebijakan
menjual dibandingkan dengan apa yang dikeluarkannya ketika membeli dan
dengan demikian meningkatkan kekayaan perusahaannya. (Ibid)
Ekonomi klasik resmi berdiri ketika Adam Smith mengeluarkan bukunya
yang berjudulAn Inquiry into Nature and Causes of the Wealth of Nation s, yang biasa disingkat dengan Wealth of Nations. Dalam bukunya, Adam Smith menjelaskan apa yang merupakan pokok masalah ekonomi modern yakni
bagaimana meningkatkan kekayaan suatu negara dan bagaimana kekayaan
tersebut didistribusikan. (Krugman, 2003:31)
Menurut Adam Smith, kekayaan suatu negara akan bertambah searah
dengan peningkatan keterampilan dan efisiensi para tenaga kerja, dan sejalan
dengan persentase penduduk yang terlibat dalam proses produksi. Kesejahteraan
ekonomi setiap individu tergantung pada perbandingan antara produksi total
dengan jumlah penduduk. Smith juga menganjurkan adanya spesialisasi kerja dan
penggunaan mesin-mesin sebagai sarana utama untuk peningkatan produksi. Dia
juga memperkenalkan konsep invisible hand-nya di mana setiap orang yang melakukan kegiatan di dalam perekonomian dituntun oleh sebuah “tangan yang
tidak terlihat” sehingga dia dengan mengejar kepentingannya sendiri dia kerap
justru lebih efektif memajukan kepentingan masyarakat.
Adam Smith mengajukan teori perdagangan internasional yang dikenal
dengan teori keunggulan absolute. Dia berpendapat bahwa jika suatu negara menghendaki adanya persaingan, perdagangan bebas dan spesialisasi di dalam
negeri, maka hal yang sama juga dikehendaki dalam hubungan antar bangsa.
Karena hal itu dia mengusulkan bahwa sebaiknya semua negara lebih baik
yang absolute dan mengimpor saja komoditi-komoditi lainnya.( (Krugman, Ibid) Apa yang dimaksud dengan keunggulan yang absolute? Maksudnya seperti ini, jika negara A dapat memproduksi kentang untuk 8 unit per tenaga kerja
sedangkan negara B untuk komoditi yang sama hanya dapat memproduksi 4 unit
per tenaga kerja, sedangkan untuk komoditi lain misalnya gandum, negara A
hanya dapat memproduksi 6 unit per tenaga kerja sedangkan untuk negara B dapat
memproduksi 12 unit per tenaga kerja, maka dapat disimpulkan bahwa negara A
mempunyai keunggulan absolute dalam produksi kentang dibandingkan dengan negara B, sedangkan negara B dapat dikatakan mempunyai keunggulan absolut
dalam produksi gandum dibandingkan negara A. Perdagangan internasional yang
saling menguntungkan antara kedua negara tersebut jika negara A mengekspor
kentang dan mengimpor gandum dari negara B, dan sebaliknya negara B
mengekspor gandum dan mengimpor kentang dari negara A.
Teori perdagangan internasional yang lain diperkenalkan oleh David
Ricardo (Anwar,1997:88). Teorinya dikenal dengan nama teori keunggulan
komparatif. Berbeda dengan teori keunggulan absolute yang mengutamakan keunggulan absolute dalam produksi tertentu yang dimiliki oleh suatu negara dibandingkan dengan negara lain, teori ini berpendapat bahwa perdagangan
internasional dapat terjadi walaupun satu negara tidak mempunyai keunggulan
absolute, asalkan harga komparatif di kedua negara berbeda. Ricardo berpendapat sebaiknya semua negara lebih baik berspesialisasi dalam komoditi-komoditi di
mana dia mempunyai keunggulan komparatif dan mengimpor saja
komoditi-komoditi lainnya. Teori ini menekankan bahwa perdagangan internasional dapat
absoluteatas suatu komoditi seperti yang diungkapkan oleh Adam Smith, namun cukup memiliki keunggulan komparatif di mana harga untuk suatu komoditi di
negara yang satu dengan yang lainnya relative berbeda. Walaupun ada
beberapa perbedaan pandangan mengenai perdagangan internasional, namun pada
dasarnya keberadaan pandangan ekonomi klasik ini merupakan oposisi terhadap
teori-teori yang beraliran merkantilistik abad ke-17 dan 18. Kaum merkantilis
pada pokoknya mengutamakan perdagangan luar negeri, di mana mereka berpikir
tipikal kapitalis yang keuntungannya datang dari membeli murah dan menjual
mahal. Sedangkan tema pokok dalam ekonomi klasik adalah pembahasan tentang
laba dan sewa dalam dalam pengertian surplus yang datang dari produksi. Surplus
itu sendiri nantinya akan masuk ke tangan para kapitalis atau pemilik tanah
sebagai tambahan untuk akumulasi modalnya.
Ada cukup banyak kontroversi tentang model dari perbandingan
keuntungan dan penerapan untuk bisnis internasional, khususnya sebagai panduan
untuk negara sukses dan atau perusahaan di pasar internasional. Persepsi ini dari
ketidak bergunaan model keunggulan komparatif telah mengakibatkan pakar
bisnis internasional untuk mengembangkan model baru, atau apa yang disebut
kerangka kerja, untuk menganalisis potensi keberhasilan perusahaan dan atau
negara di pasar internasional. Kerangka kerja yang dikenal sebagai model dari
"keunggulan kompetitif.
a) Comparative Advantage
Literatur tentang perdagangan internasional dan kebijakan berisi sejumlah
alasan mengapa negara mungkin memiliki keuntungan dalam mengekspor
diklasifikasikan menjadi : (1) teknologi superior, (2) sumbangan sumber daya, (3)
pola permintaan, dan (4) kebijakan komersial. Teknologi Unggulan Adam Smith,
prinsip "keuntungan absolut" dan Ricardo prinsip Keunggulan komparatif", pada
umumnya, didasarkan pada keunggulan teknologi dari satu negara atas negara lain
dalam memproduksi komoditas. keuntungan absolut mengacu pada negara yang
memiliki produktivitas lebih tinggi (mutlak) atau menurunkan jumlah biaya dalam
memproduksi komoditas dibandingkan dengan negara lain. Namun, keuntungan
mutlak dalam produksi sebuah komoditas adalah tidak perlu dan tidak cukup
untuk perdagangan yang saling menguntungkan. Sebagai contoh, negara mungkin
mengalami kerugian mutlak dalam produksi semua komoditas dibandingkan
dengan negara lain, namun negara bisa memperoleh manfaat dengan terlibat
dalam perdagangan internasional dengan negara-negara lain, karena relatif
(komparatif) keuntungan dalam produksi beberapa komoditas vis-a-vis negara-negara lain. Demikian pula, keunggulan absolut dalam produksi komoditi tidak
cukup, karena negara mungkin tidak relatif (komparatif) keuntungan dalam
produksi komoditas itu.
Menurut Ricardo prinsip keunggulan komparatif tidak memerlukan
produktivitas mutlak lebih tinggi tetapi hanya produktivitas relatif lebih tinggi
dalam memproduksi komoditas perdagangan. Model Ricardian mengasumsikan
produktivitas konstan, karena hanya ada satu faktor produksi (buruh), dan karena
itu konstan biaya yang mengarah untuk menyelesaikan spesialisasi.
Sedangkan prinsip keunggulan komparatif David Ricardo menguraikan itu
dikemas dalam hal keunggulan teknologi, dengan prinsip, ketika diungkapkan
antara negara cukup umum untuk mencakup berbagai situasi. Selanjutnya,
meskipun penjelasan Ricardo keunggulan komparatif itu dalam hal statis,
keunggulan komparatif merupakan konsep dinamis. Keuntungan komparatif
sebuah negara dalam produk dapat berubah dari waktu ke waktu karena perubahan
salah satu faktor penentu keuntungan komparatif termasuk sumbangan sumber
daya, teknologi, pola permintaan, spesialisasi, praktek bisnis, dan kebijakan
pemerintah.
kemampuan manusia juga dapat dianggap sebagai sumber daya.
Negara-negara dengan keterampilan manusia berlimpah relatif akan memiliki keunggulan
komparatif lebih intensif dalam produk yang menggunakan keterampilan manusia.
Beberapa produk seperti elektronik memerlukan tenaga kerja terampil (seperti
teknisi, programer, desainer, dan profesional lainnya). produk tersebut dapat
memperoleh keuntungan komparatif di negara-negara (seperti Taiwan, Singapura,
Hong Kong) mempuyai tenaga kerja yang relatif lebih baik dan terampil.
(Keesing, 1966:54).
Selain itu, Skala ekonomi dapat memberikan keunggulan komparatif
dengan menurunkan biaya produksi. Eksternal ekonomi yang beroperasi dengan
menggeser biaya rata-rata perusahaan, sebenarnya dapat terjadi karena kebijakan
industri atau peran proaktif dari pemerintah dalam menyediakan infrastruktur
yang lebih baik dan tenaga kerja terdidik atau terlatih. Skala ekonomi tersebut
sejalan dengan model Ricardian dan faktor proporsi model. Skala ekonomi
(internal) dicapai melalui adanya sebuah pasar dan beberapa kebijakan
aksesibilitas terhadap pasar yang lebih besar di luar negeri juga berarti biaya
keunggulan komparatif untuk industri.(Venon,1966:81) Hipotesis Siklus Produk
menekankan pentingnya sifat dan ukuran permintaan produk baru di
negara-negara industri.
Perdagangan internasional, melalui alokasi sumber daya yang lebih baik,
meningkatkan pendapatan, tabungan, dan investasi, sehingga memungkinkan
negara untuk mewujudkan pertumbuhan yang lebih tinggi. Selain itu, untuk
negara-negara berkembang, perdagangan dapat memungkinkan mereka untuk
mentransformasi barang konsumsi dan bahan baku menjadi barang modal serta
keuntungan teknologi tahu bagaimana teknologi negara-negara maju.
b) Competitive Advantage
Dalam sebuah artikel (Neary,2003:4), berusaha untuk memajukan teori
keunggulan komparatif dengan adanya ketidak sempurnaan pasar untuk
pemahaman umum keunggulan kompetitif dalam ekonomi.
Perbandingan keuntungan secara luas diyakini untuk menjadi kunci
penentu produksi dan pola perdagangan internasional, tapi biasanya non-ekonom
berpikir sebaliknya. Sesuatu yang harus dilakukan dengan pasar yang kompetitif
lebih kepada hambatan lebih rendah atau hanya sejumlah besar perusahaan dapat
memberikan suatu industri keuntungan dalam bersaing dengan pesaing asing.
Berlainan dengan itu keunggulan kompetitif adalah sinonim untuk keuntungan
absolute, beberapa kebijakan superioritas (seperti pajak yang lebih rendah atau fleksibilitas pasar tenaga kerja lebih besar) yang mengurangi biaya untuk semua
sektor. Sebuah pendekatan yang berbeda untuk memahami keuntungan
menggunakan studi kasus untuk mengidentifikasi faktor, yang mendorong
perusahaan negara untuk mencapai pasar saham dunia yang tinggi di industri
mereka. Untuk sebagian besar, ekonom mengabaikan pendekatan Porter atau
menganggapnya sebagai sekadar penyajian kembali keunggulan komparatif
(Warr, 1994:14)
Setelah pembangunan Porter dari konsep keunggulan kompetitif, litelatur
produktif telah menjamur pada subjek (Hoffman, 2000:4) dan referensi di
dalamnya untuk dikutip. Namun, tidak ada suara bulat pada makna dan sumber
keunggulan kompetitif. (Porter,1985:96) Porter menekankan daya saing di tingkat
perusahaan dalam hal kompetitif sebagai strategi biaya rendah dan diferensiasi
produk. Namun, dia mendeskripsikan daya saing tidak memerlukan definisi
konseptual formal. Seperti yang dicatat oleh Cho (Cho,1998:1)
Mengembangkan sebuah definisi keuntungan kompetitif yang
berkelanjutan berdasarkan Barney bersama-sama dengan arti masing-masing
kamus istilah sebagai sebuah keuntungan kompetitif adalah manfaat
berkepanjangan menerapkan beberapa nilai untuk menciptakan strategi tidak
secara simultan dilaksanakan oleh setiap atau potensi pesaing saat ini sepanjang
dengan ketidakmampuan untuk menduplikasi manfaat dari strategi.
(Barney,1991:17)
Definisi ini menekankan daya saing dari suatu perusahaan berdasarkan
faktor-faktor spesifik perusahaan dan dengan demikian mengabaikan aspek makro
keunggulan komparatif. Sejumlah penulis pada keunggulan kompetitif yang telah
difokuskan pada penentu atau sumber keunggulan kompetitif seperti atribut
ketidakmampuan untuk diganti (Barney,Ibid) potensi sumber daya penting
diklasifikasikan sebagai keuangan, fisik, hukum, manusia, organisasi, informasi,
dan rasional (Hunt dan Morgan, 1995:59)
Kerangka Pemikiran
Dalam bagan kerangka pemikiran diatas bisa dilihat korelasi antara
ekonomi Cina dan ekonomi AS yang bersaing dalam perdagangan internasional,
sehingga melalui perdagangan internasional itu bisa dilihat gross domestic product(GDP) dari masing-masing negara, AS melihat bahwa GDP Cina mengalami peningkatan secara konstan dan bahkan menigkata dalam setiap
tahunnya, sehingga AS merasa khawatir jika peningkatan ekonomi Cina ini terus
dibiarkan meningkat maka akan mengancam legitimasi AS sebagai negara super
power dunia, oleh sebab itu AS mengeluarkan kebijakan-kebijakan untuk
menghambat laju pertumbuhan ekonomi Cina.
D. Metode Penelitian
Penulisan penelitian memerlukan cara pemecahan bagi masalah-masalah
yang dihadapi. Adapun arti dari metode itu sendiri diambil dari bahasa Yunani
yaitu metodos adalah cara atau jalan, sehubungan dengan upaya ilmiah maka Ekonomi Cina
Kebijakan
Ekonomi Amerika Serikat
Perdagangan
metode menyangkut mengenai cara kerja, yaitu cara kerja untuk dapat memahami
objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan. (Koentjaraningrat, 1973 :
15)
Adapun teknik pengumpulan data dalam penulisan penelitian ini penulis
menggunakan data kualitatif, dimana penulis akan menjelaskan permasalahan
berdasarkan fakta-fakta dan data yang diperoleh. Angka-angka statistik hanya
digunakan sebagai penunjang dari fakta-fakta yang dipaparkan yang diperoleh
melalui kepustakaan, dimana konsep-konsep data yang relevan dengan pokok
masalah dimbil dari sumber-sumber kepustakaan, seperti buku-buku, majalah,
jurnal-jurnal berkala, koran, media elektronik serta laporan–laporan lainnya.
Karena penulisan ini bersifat deskriftif, yaitu dengan metode penulisan
penelitian yang dilakukan dengan cara menggambarkan, menyusun menganalisa
suatu pembahasan melalui kepustakaan, maka penelitian bermula dari hal-hal
yang bersifat umum disarikan dengan mengumpulkan, menyusun dan
menginterpresentasikan data yang ada. Data yang telah ada tersebut di
klasifikasikan sesuai dengan pembahasan skripsi ini.
Dengan metode seperti ini diharapkan dapat dipelajari lebih dalam
mengenai Kebijakan “Open Door Policy” yang dijalankan di Cina sejak tahun
1979 sampai saat ini yang membawa keberhasilan Cina dalam bidang ekonomi
dan diharapkan dapat menganalisa pengaruh yang ditimbulkan terhadap
perubahan kebijakan politik luar negeri AS, dan melihat bagaimana hubungan
kedua negara dimasa yang akan datang.
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian
a. Dapat menggambarkan strategi yang dijalankan dalam Open Door Policy dan mengidentifikasi kebijakan perdagangan AS untuk mengatasi Cina.
b. Melihat hubungan perdagangan antara AS dan Cina dimasa depan.
c. Sebagai prasyarat untuk mencapai gelar Sarjana Sosial.
2. Manfaat Penelitian :
Hasil penulisan penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi :
a. Penulis
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai sarana untuk
mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh diperguruan tinggi serta
menambah wawasan.
b. Civitas Akademika dan pihak-pihak lain
Diharapkan dapat menjadi sumber informasi ilmiah dan sebagai
bahan kajian lebih lanjut dalam studi hubungan internasional dan Menjadi
masukan dan informasi serta bisa dijadikan bahan perbandingan bagi
penelitian selanjutnya.
F. Sistematika Penulisan
Agar pembaca dapat mengetahui alur logika penulis dengan mudah, maka
dalam penulisan ini penulis akan membagi pembahasan dalam lima bab, yaitu :
Bab I Pendahuluan
G. Latar Belakang Masalah
H. Rumusan Masalah
J. Metode Penelitian
K. Tujuan Penulisan
L. Sistematika Penulisan.
Bab II Tinjauan Pustaka
C. Konsep Pertumbuhan Ekonomi (Economic Growth) D. Konsep Kebijakan (policy)
E. Konsep perdagangan Internasional (International trade) Bab III Kondisi Riil Prekonomian Cina
A. Perekonomian Cina Pra dan Pasca Diberlakukannya Open Door Policy
1. Perekonomian Cina Pra DiberlakukannyaOpen Door Policy
2. Perekonomian Cina Pasca DiberlakukannyaOpen Door Policy
3. Masuknya Cina kedalamWorld Trade Organizations(WTO) 3.a. Latar Belakang Masuknya Cina Kedalam WTO
3.b. Tujuan Masuknya Cina Kedalam WTO
3.c. Keuntungan Masuknya Cina Kedalam WTO
B. Kebijakan Perdagangan Amerika Serikat
1. Sejarah diskriminasi kebijakan perdagangan AS
2. Kebijakan perdagangan AS terhadap Cina
Bab IV Analisis Dampak Kemajuan Ekonomi Cina Terhadap Amerika Serikat
1. Indikator Kemajuan Ekonomi Cina
2. Prediksi Hubungan Dagang Cina- Amerika Serikat