• Tidak ada hasil yang ditemukan

PELATIHAN KEBERSYUKURAN UNTUK MENINGKATKAN RESILIENSI PADA REMAJA PENYANDANG DIFABLE FISIK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PELATIHAN KEBERSYUKURAN UNTUK MENINGKATKAN RESILIENSI PADA REMAJA PENYANDANG DIFABLE FISIK"

Copied!
68
0
0

Teks penuh

(1)

PELATIHAN KEBERSYUKURAN UNTUK MENINGKATKAN

RESILIENSI PADA REMAJA PENYANDANG

DIFABLE

FISIK

SKRIPSI

Oleh : Himmatul Ulya 201210230311397

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2016

Edited by Foxit Reader

(2)

i

PELATIHAN KEBERSYUKURAN UNTUK MENINGKATKAN

RESILIENSI PADA REMAJA PENYANDANG

DIFABLE

FISIK

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Muhammadiyah Malang

sebagai salah satu persyaratan untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Psikologi

Oleh : Himmatul Ulya 201210230311397

FAKULTAS PSIKOLOGI

(3)

ii

LEMBAR PENGESAHAN

1. Judul Skripsi : Pelatihan Kebersyukuran Untuk Meningkatkan Resiliensi Pada Remaja Penyandang Difable Fisik

2. Nama : Himmatul Ulya

3. Nim : 201210230311397

4. Fakultas/ Jurusan : Psikologi

5. Perguruan Tinggi : Universitas Muhammadiyah Malang 6. Waktu Penelitian : 16 Desember – 8 Januari 2016

Skripsi ini telah diuji oleh dewan penguji pada tanggal 29 Januari 2016

Dewan Penguji

Ketua Penguji : Dr. Latipun, M.Kes. ( ) Anggota Penguji : 1. Zainul Anwar, M.Psi. ( ) 2. Dr. Nida Hasanati M.Si. ( ) 3. Yudi Suharsono, M.Si. ( )

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Latipun, M.Kes. Zainul Anwar, M.Psi.

Malang, Mengesahkan,

Dekan Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang

(4)

iii

SURAT PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Himmatul Ulya

Nim : 201210230311397

Fakultas/ Jurusan : Psikologi

Perguruan Tinggi : Universitas Muhammadiyah Malang Menyatakan bahwa skripsi/karya ilmiah yang berjudul:

Pelatihan Kebersyukuran Untuk Meningkatkan Resiliensi Pada Remaja Penyandang Difable Fisik

1. Adalah bukan karya orang lain baik sebagian maupun kesuluruhan kecuali dalam bentuk kutipan yang digunakan dalam naskah ini dan telah disebutkan sumbernya 2. Hasil tulisan karya ilmiah/skripsi dari penelitian yang saya lakukan merupakan Hak

bebas Royalti non eksklusif, apabila digunakan sebagai sumber pustaka.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan apabila pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia mendapatkan sanksi sesuai dengan undang-undang yang berlaku.

Malang, Januari 2016

Mengetahui,

Ketua Program Studi Yang menyatakan

(5)

iv

KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, tak lupa Shalawat serta salam penulis haturkan kepada nabi junjungan umat Islam, Muhammad SAW beserta keluarga, para sahabat dan pengikutnya yang mulia sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pelatihan Kebersyukuran Untuk Meningkatkan Resiliensi Pada Remaja Penyandang Difable Fisik” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana psikologi di Universitas Muhammadiyah Malang.

Kelancaran penulisan skripsi ini tidak terlepas dari adanya dorongan dan bantuan serta segala bimbingan yang bermanfaat dari berbagai pihak yang diterima oleh penulis. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dra. Tri Dayakisni, M.Si. selaku dekan Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang.

2. Dr. Latipun, M.Kes. dan Zainul Anwar, M.Psi. selaku Pembimbing I dan Pembimbing II yang telah memberikan banyak inspirasi, banyak meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk memberikan bimbingan dan arahan yang bermanfaat sehingga penulis dapat menyempurnakan penelitian ini dengan maksimal.

3. Siti Maimunah S.Psi, MM., MA., selaku dosen wali yang telah memberi dukungan dan arahan kepada penulis selama penulis mengikuti kegiatan perkuliahan.

4. Bapak Achmad Djupri dan Ibu Sawiya, yang senantiasa memberikan dukungan baik secara moril maupun materil, serta memberikan do’a yang begitu luar biasa untuk penulis, sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini.

5. Kakak penulis Muhammad Nur Shofi dan Adik penulis Achmad Arman Maulana serta seluruh keluarga besar yang tiada henti memberi semangat kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

6. Teman-teman dari Universitas Muhammadiyah Malang yaitu Okta, Gesta, Riska, Surya, Abdi dan dari Universitas Brawijaya Malang yaitu Mita, Husin, Ken, Uswa dan Rara yang telah bersedia menjadi subjek penelitian dan meluangkan waktu serta bisa bekerjasama dengan penulis dalam proses pengambilan data penelitian.

7. Teman-teman dari SMK Negeri 7 Malang yang telah membantu peneliti dalam proses pengujian skala.

8. Sahabat tersayang Firly Dwi Putri, Kafiyatul Aysha, Devi Ratnasari, Citra Ayu Meilinda, Yunairisya Ayu dan Yusi Dwinta Saputri yang selalu bersedia memberi motivasi dan do’a pada penulis untuk menyelesaikan penelitian ini.

9. Keluarga Besar Asrama Putri Al-Izzah yang selalu menghibur dan berbagi keceriaan serta memotivasi penulis sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini.

10. Keluarga besar Laboratorium Psikologi Ibu Siti Maimunah, S.Psi, MM, MA dan Santi Palupi, S.Psi. serta teman – teman asisten Laboratorium Psikologi yang bersedia memotivasi dan memberikan bantuan penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi. 11. Teman-teman seperjuangan penulis, kelas Psikologi G 2012 Universitas Muhammadiyah

Malang, yang selalu bersedia membagikan keceriaan dan semangat serta dukungan, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan baik dan penuh semangat.

12. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah banyak memberikan bantuan pada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

(6)

v

sempurna, sehingga besar harapan penulis untuk dapat menerima pendapat, kritik, dan masukan guna perbaikan untuk penelitian ini kedepannya. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan kontribusi yang bermanfaat bagi ilmu Psikologi, perusahaan, serta pembaca pada umumnya.

Malang, Januari 2016

Penulis

(7)

vi DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

SURAT PERNYATAAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

JUDUL SKRIPSI... 1

IDENTITAS ... 1

ABSTRAK ... 1

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 2

LANDASAN TEORI A. Resiliensi ... 4

B. Karakteristik Resiliensi ... 5

C. Faktor-faktor Pembentuk Resiliensi ... 5

D. Fungsi Resiliensi ... 5

E. Kebersyukuran ... 6

F. Remaja Difable Fisik ... 7

G. Pelatihan Kebersyukuran Untuk Meningkatkan Resiliensi pada Remaja Difable Fisik ... 7

HIPOTESIS ... 8

METODE PENELITIAN ... 9

A. Rancangan Penelitian ... 9

B. Subjek Penelitian ... 9

C. Intervensi dan Alat ... 9

D. Prosedur dan Analisa Data ... 10

HASIL PENELITIAN... 10

(8)

vii

(9)

viii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Karakteristik Subjek Penelitian ... 11 Tabel 2. Deskriptif Uji Mann Whitney Data Pre-test Kelompok Eksperimen dan Kelompok

Kontrol ... 11

[image:9.595.150.455.282.577.2]

Tabel 3. Deskriptif Uji Wilcoxon Data Pre-test dan Post-test Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 12

(10)

ix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Blue Print Skala Resiliensi ... 19

Lampiran 2. Hasil Uji Validitas Dan Reliabilitas Skala Resiliensi ... 21

Lampiran 3. Skala Penelitian ... 24

Lampiran 4. Informed Consent ... 29

Lampiran 5. Surat Rasa Syukur ... 31

Lampiran 6. Jurnal Harian Kebersyukuran ... 33

Lampiran 7. Modul Intervensi & Guide ... 35

Lampiran 8. Tabulasi Excel ... 47

Lampiran 9. Kategorisasi Skoring ... 49

Lampiran 10. Hasil Pre-Test Dan Post-Test ... 51

Lampiran 11. Analisis SPSS ... 53

(11)

1

PELATIHAN KEBERSYUKURAN UNTUK MENINGKATKAN

RESILIENSI PADA REMAJA PENYANDANG

DIFABLE

FISIK

Himmatul Ulya

Fakultas Psikologi, Universitas Muhammadiyah Malang

himmatul.ulya22@gmail.com

Remaja yang memiliki cacat fisik lebih sulit dalam penyesuaian dirinya dengan lingkungannya hal ini dikarenakan perasaan minder dan kurang berguna karena keterbatasan fisiknya. Remaja seperti inilah yang memerlukan penanganan yang dapat meningkatkan resiliensi agar mereka memiliki kemampuan untuk bangkit dari permasalahannya. Salah satu intervensi yang dapat diberikan kepada remaja difable fisik adalah dengan membekali mereka sesuatu yang dapat membuat mereka menerima keadaannya yaitu dengan pelatihan kebersyukuran. Pelatihan kebersyukuran dianggap mampu menumbuhkan perasaan positif pada dirinya sendiri tentang kehidupannya dengan mengembangkan emosi-emosi positif yang ada dalam diri individu. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh pelatihan kebersyukuran dalam meningkatkan resiliensi pada remaja difable fisik. Penelitian ini menggunakan true experimental design yaitu pre-test post-test control group design. Subjek penelitian berjumlah 10 peserta yang dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan tingkat resiliensi yang signifikan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol (Z = -1.984 dan p = 0.047). Dapat disimpulkan bahwa pelatihan kebersyukuran mampu meningkatkan resiliensi pada remaja penyandang difable fisik.

Kata Kunci: Pelatihan Kebersyukuran, Resiliensi, Difable Fisik

The adolescents who have physical ability is more difficult in coping with the environment. Because of their physical ability makes them feeling of inferiority and less useful. These adolescents require the treatment which can improve the resilience in order to rise of their problem. One of the interventions which can be treated to the adolescence with the physical difable is gratitude training. It can considered capable positive feeling to themselves about their life by developing positive emotions that exist within individual. The aim of this research is to find out the effect of gratitude training to improve resilience in adolescence with physical difable. This research conducted true experimental research design. It is pre-test and post-test control group design. Subjects were 10 participants were divided into two groups, the experimental group and the control group. The result shown the significant level of difference resilience between the experimental group and control group (Z = -1.984 and p = 0.047). To sum up if the gratitude training to improves the resilience in adolescence with physical difable.

(12)

2

Semua individu berharap dilahirkan dengan keadaan fisik yang normal dan sempurna. Namun, ada beberapa individu yang terlahir dengan keadaan fisik yang kurang sempurna. Bahkan, ada beberapa individu yang mengalami keterbatasan fisik saat mereka menuju tahap perkembangan ke masa remaja. Di Indonesia, berdasarkan data dari Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Kementerian Sosial (Kemensos), jumlah difable sampai 2010 mencapai 11.580.117 orang. Individu yang mengalami cacat fisik (difable fisik) tidak mampu melakukan beberapa hal seperti individu pada umumnya. Hal ini yang menyebabkan individu dengan cacat fisik memiliki dampak psikologis yang cenderung negatif.

Menurut Senra & Vieira (2011), dampak psikologis yang dialami penyandang cacat fisik, antara lain: (1) depresi, yaitu individu merasa kesulitan dalam melakukan kegiatan sehari-hari dan kehilangan rasa percaya diri yang memunculkan perasaan rendah diri sehingga menimbulkan depresi; (2) trauma, yaitu individu mengalami kesedihan dan frustasi dalam proses mencapai well-being terutama ketika merasakan identitasnya sebagai penyandang cacat dan merasa memiliki ketergantungan kepada orang lain; (3) marah, yaitu perasaan menyesal melakukan berbagai kegiatan yang tidak seperti orang lain pada umumnya, serta tidak meyakini kondisi yang dihadapi; (4) shock, yaitu perasaan yang sangat sedih dan tidak menyangka akan keadaaannya hingga merasa sangat banyak memerlukan bantuan dari pihak lain; (5) tidak dapat menerima keadaan, yaitu keadaan dimana belum bisa membiasakan diri dengan tubuh yang dimiliki; dan (6) bunuh diri, yaitu berpikir untuk bunuh diri, kehilangan semangat dan berpikiran pendek saat jiwanya terguncang. Reaksi-reaksi tersebut semakin terlihat jelas pada saat ini, banyaknya penyandang cacat fisik yang merasa sedih, shock, tidak dapat menerima situasi yang dialami, marah, dan depresi bahkan bunuh diri karena frustasi dengan keadaannya. Kondisi ini sangat buruk untuk perkembangan individu terutama pada masa remaja.

Pada masa remaja, individu merasakan adanya perubahan yang terjadi pada dirinya seperti perubahan fisik, perubahan sikap, perasaan atau emosi. Pada masa ini remaja mulai mencari jati dirinya dimana hal ini akan menentukan kehidupannya dimasa dewasa nanti. Menurut Hurlock (2007), pengalaman akan membuat remaja lebih kritis dan lebih tahu mana yang benar-benar penting untuk dirinya. Adanya penilaian kritis remaja cenderung menstabilkan minatnya dan membawanya ke masa selanjutnya yaitu dewasa, dan sejalan dengan hal tersebut, emosi remaja akan terus mengalami perubahan dan perbaikan. Namun ternyata, tidak sedikit remaja yang berada pada fase ini mengalami ketegangan emosi berhubungan dengan persoalan-persoalan yang dialaminya. Ketegangan emosi sering ditampakkan dalam ketakutan-ketakutan atau kekhawatiran-kekhawatiran. Ketakutan dan kekhawatiran tersebut bergantung pada sejauh mana kesuksesan atau kegagalan yang dialami remaja dalam mengatasi permasalahan yang dialaminya. Selain itu, sikap dan pandangan masyarakat yang negatif menyebabkan para remaja penyandang cacat fisik kurang percaya diri, menjadi rendah diri, minder dan merasa tidak berguna. Hal ini yang menyebabkan penyandang cacat fisik menjadi terhambat dalam mengembangkan potensi kepribadian, sehingga mengakibatkan remaja penyandang cacat menjadi pesimis dalam menghadapi tantangan bahkan takut untuk bersaing dengan orang lain.

(13)

3

bertahan dan bangkit dalam keterbatasannya karena mereka hanya memikirkan keadaannya sekarang yang tidak bisa berubah menurut mereka. Kondisi ini tentu menimbulkan penolakan dan trauma, rasa sedih timbul akibat perubahan penampilan fisik, hilangnya ketidakmampuan melakukan tugas-tugas tertentu dan tidak dapat beraktifitas normal seperti individu pada umumnya. Dampak lainnya terkadang menimbulkan ketakutan dan perasaan tak berdaya. Perasaan tak berdaya menyebabkan individu mengalami perasaan kehilangan (feeling of lost). Perasaan kehilangan itu bermacam-macam; harga diri, masa depan, harapan, dan sebagainya. Menurut pendapat Ajeng Lasmini (dalam Nasirin, 2010), perasaan kehilangan merupakan cikal bakal depresi yang harus segera dicarikan solusinya diantaranya melalui intervensi yang cocok bagi yang bersangkutan.

Remaja seperti inilah yang memerlukan penanganan yang dapat meningkatkan resiliensi agar mereka memiliki kemampuan untuk bangkit dari permasalahannya dan menjadi pribadi yang lebih baik untuk masa depannya. Usaha ini dilandasi oleh kesadaran bahwa manusia sebagai “the self determining being” memiliki kemampuan untuk menentukan apa yang paling baik untuk dirinya sendiri dalam rangka meningkatkan kualitas hidupnya (Bastaman, 2007).

Tuner (dalam Yuniardi & Djudiyah, 2011) mengemukakan bahwa resiliensi adalah sebuah kapasitas mental untuk bangkit kembali dari sebuah kesengsaraan dan untuk terus melanjutkan kehidupan yang fungsional dengan sejahtera. Sedangkan Siebert (dalam Yuniardi, 2009) menjelaskan bahwa resiliensi ini sangat penting karena individu yang resilien mengetahui bagaimana mengembalikan mental dari suatu kemalangan atau kesengsaraan dan membaliknya menjadi sesuatu yang lebih baik, bahkan dibandingkan keadaan sebelum kemalangan itu sendiri. Resiliensi merupakan suatu proses yang alamiah terjadi dalam diri individu. Hanya saja, waktu yang diperlukan oleh individu untuk melewati proses tersebut bersifat individual. Individu dengan resiliensi yang baik adalah individu yang optimis, yang percaya bahwa segala sesuatu dapat berubah menjadi lebih baik. Individu mempunyai harapan terhadap masa depan dan percaya bahwa individu dapat mengontrol arah kehidupannya. Optimis membuat fisik menjadi lebih sehat dan mengurangi kemungkinan menderita depresi. Resiliensi adalah kapasitas untuk merespon secara sehat dan produktif ketika berhadapan dengan kesengsaraan atau trauma, yang diperlukan untuk mengelola tekanan hidup sehari-hari. Resiliensi sebagai kemampuan untuk secara terus menerus mendefinisikan diri dan pengalaman, menjadi dasar untuk proses kehidupan yang menghubungkan antara sumber daya individu dan spiritual (Bronie, 2011).

Hal ini sangat penting untuk diadakan suatu penelitian terhadap remaja difable fisik agar dapat dilakukan intervensi yang tepat untuk meningkatkan resilieni pada remaja difable. Salah satu intervensi yang dapat diberikan kepada remaja difable adalah dengan membekali mereka sesuatu yang dapat membuat mereka menerima keadaan mereka saat ini. Salah satunya yaitu mengembangkan emosi-emosi positif yang ada dalam diri individu sehingga individu mampu bertahan hidup.

(14)

4

& Ghamara (2013) juga menunjukkan hasil bahwa tingkat kebahagiaan ibu yang memiliki anak retardasi mental meningkat melalui pelatihan kebersyukuran. Dalam penelitian tersebut menjelaskan bahwa anggota intervensi yang melakukan pelatihan kebersyukuran lebih memiliki perasaan menghargai dan menikmati kehidupannya. Hal ini menunjukkan bahwa individu yang melakukan koping secara positif maka akan meningkatkan perasaan bahagia dan menurunkan tingkat stress. Selain itu, penelitian yang telah dilakukan oleh Mills (2015) dengan partisipan kelompok pasien penderita gagal jantung memperoleh hasil bahwa rasa syukur dan spiritual Well-Being yang berkaitan dengan mood dan tidur yang baik, tidak kelelahan, dan self-efficacy yang tinggi, dan bahwa rasa syukur sepenuhnya atau sebagian memiliki efek menguntungkan dari spiritual Well-Being. El-Firdausy (2010), menyatakan adanya pelatihan bersyukur akan memberikan dampak positif dalam beragam sisi kehidupan.

Rasa syukur diartikan sebagai rasa syukur dan menerima secara positif pengalaman yang dialami individu sehingga berdampak positif pada kehidupan sehari-hari (Kashdan & Julian, 2006). Pelatihan kebersyukuran akan mengarahkan remaja difable kepada perilaku bersyukur sehingga mereka dapat melihat nilai-nilai positif yang mereka miliki di tengah segala keterbatasan mereka untuk menumbuhkan perasaan positif pada dirinya sendiri tentang kehidupannya. Selain itu, pelatihan ini mampu meningkatkan kebermaknaan hidup dalam kehidupan yang mereka jalani saat ini. Menurut McCullogh (dalam Linley & Joseph, 2004) menjelaskan bahwa individu yang bersyukur mengalami afek positif seperti lebih sering mengalami kebahagiaan, menikmati kepuasan dalam hidup, lebih banyak berharap, dan cenderung kurang mengalami depresi, kecemasan dan iri hati. Selain itu, diharapkan dapat mengendalikan kesulitan-kesulitan besar, dengan lebih baik meski mengalami berbagai macam kemunduran atau permasalahan, mereka tetap tidak mengeluh dengan kondisi hidupnya. Sehingga para remaja difable mampu menjalani kehidupannya agar terhindar dari perasaan negatif dan optimis terhadap masa depan mereka.

Berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh pelatihan kebersyukuran dalam meningkatkan resiliensi pada remaja difable fisik?. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pelatihan kebersyukuran dalam meningkatkan resiliensi pada remaja difable fisik. Manfaat dari penelitian ini yaitu diharapkan dapat memberikan pemahaman mengenai pengaruh pelatihan kebersyukuran dalam meningkatkan resiliensi pada remaja difable sehingga pelatihan kebersyukuran dapat dijadikan salah satu intervensi untuk meningkatkan resiliensi pada remaja difable fisik.

Resiliensi

Menurut Desmita (2010), resiliensi adalah kemampuan atau kapasitas insani yang dimiliki individu, kelompok atau masyarakat yang memungkinkannya untuk menghadapi, mencegah, meminimalkan dan bahkan menghilangkan dampak-dampak yang merugikan dari kondisi-kondisi yang tidak menyenangkan, atau bahkan mengubah kondisi-kondisi kehidupan yang menyengsarakan menjadi suatu hal yang wajar untuk diatasi. Resiliensi merupakan kemampuan yang ada dalam diri individu untuk mengatasi permasalahannya dan mampu bangkit dari masalah hidup yang dialami.

(15)

5

di bawah tekanan, mampu mengontrol dorongannya dan membangkitkan pemikiran yang mengarah pada pengendalian emosi, bersifat optimis mengenai masa depan cerah, mampu mengidentifikasi penyebab dari masalah mereka secara akurat, memiliki empati, memiliki keyakinan diri, memiliki kompetensi untuk mencapai sesuatu.

Karakteristik Resiliensi

Wagnild & Young (1993) mengemukakan 2 aspek yaitu personal competence (berindikasi pada keyakinan diri, kemandirian, tekad, penguasaan, akal) dan acceptance of self and life (berindikasi pada adaptasi, keseimbangan, fleksibilitas, perspektif seimbang terhadap kehidupan). Wagnild & Young (1993) membagi 2 aspek tersebut menjadi 5 karakteristik resiliensi yaitu: 1) Meaningful life (hidup yang berarti); 2) Perseverance (ketekunan); 3) Self reliance (kepercayaan diri); 4) Equanimity (ketenangan hati); 5) Coming home to yourself (existensial aloneness) yaitu kemampuan untuk menjalani hidup sendiri dan kepuasan terhadap diri sendiri;

Faktor-faktor Pembentuk Resiliensi

Reivich & Shatte (2002), memaparkan tujuh kemampuan yang membentuk resiliensi, yaitu sebagai berikut: 1) Emotion Regulation, yaitu kemampuan untuk tetap tenang di bawah kondisi yang menekan; 2) Impulse Control, yaitu kemampuan individu untuk mengendalikan keinginan, dorongan, kesukaan, serta tekanan yang muncul dari dalam diri; 3) Optimism, yaitu kemampuan individu untuk mengatasi kemalangan yang mungkin terjadi di masa depan; 4) Causal Analysis, yaitu kemampuan individu untuk mengidentifikasikan secara akurat penyebab dari permasalahan yang mereka hadapi; 5) Empathy, yaitu kemampuan individu untuk membaca tanda-tanda kondisi emosional dan psikologis orang lain; 6) Self-efficacy, yaitu keyakinan individu untuk mampu memecahkan masalah yang dialami dan mencapai kesuksesan. 7) Reaching out, yaitu kemampuan individu meraih dampak positif dari kehidupan setelah kemalangan yang menimpa.

Fungsi Resiliensi

(16)

6 Kebersyukuran

Kebersyukuran adalah pengakuan terhadap nikmat yang dikaruniakan Allah SWT yang disertai dengan kepatuhan kepada-Nya dan mempergunakan nikmat tersebut sesuai dengan kehendak Allah. Syukur adalah tanda orang beriman. Bersyukur berarti mengakui kebesaran Allah SWT. Oleh karena itulah rasa bersyukur tersebut erat kaitannya dengan keberadaan hamba dengan sang pencipta Allah SWT. Orang yang mengerti makna syukur tidak lain adalah orang yang memahami arti hidup (El- Firdausy, 2010).

Kebersyukuran adalah inti dari spiritual dan pengalaman religius. Kualitas spiritual syukur disampaikan oleh Streng (dalam Snyder & Lopez, 2002) yang menyatakan bahwa dalam sikap syukur orang-orang menyadari bahwa mereka saling terhubung satu sama lain dalam cara yang misterius yang tidak sepenuhnya ditentukan oleh kekuatan fisik, tapi merupakan bagian yang lebih luas, atau transenden konteks islam.

Pelatihan kebersyukuran adalah suatu terapi yang memfokuskan kebersyukuran terhadap nikmat yang telah diberikan oleh Allah SWT terhadap individu dengan cara mengucapkan terima kasih, mengucap rasa syukur setiap hari, mensyukuri setiap peristiwa kehidupan dan dapat menurunkan emosi negatif yang muncul dalam diri individu serta meningkatkan emosi positif dalam dirinya. Menurut McCullough & Cohen (2008), pelatihan syukur dapat memunculkan emosi yang menyenangkan, seperti kebahagiaan karena rasa syukur akan membawa manfaat bagi diri sendiri dan orang lain.

Polak & McCullough (2006), menunjukkan bahwa kebersyukuran adalah pengakuan bahwa individu dapat menerima manfaat dari kebaikan orang lain. Menurut McCullough & Larson (2001) kebersyukuran dikonseptualisasikan sebagai moral emosi karena biasanya hasil dari dan penyebab perilaku yang dimotivasi oleh kepedulian terhadap orang lain. Rasa syukur memiliki tiga fungsi: 1) Gratitude as Moral Barometer, sebuah situasi yang menandakan adanya pengakuan bahwa individu telah menerima manfaat dari kebaikan orang lain; 2) Gratitude as Moral Motive, individu yang bersyukur atas bantuan yang diterimanya akan berusaha membalas kebaikan si pemberi bantuan dan tidak membalasnya dengan hal-hal yang negative; 3) Gratitude as Moral Reinforcer, dengan mengekspresikan gratitude kepada individu yang telah memberi bantuan, maka akan menguatkan perilaku prososial individu tersebut dimasa yang akan datang.

Melalui pelatihan kebersyukuran orang mengalami dan mengekspresikan rasa syukur dengan berbagai cara, individu akan merasakan emosi bersyukur dan mengembangkan budaya serta mengungkapkan rasa syukur tersebut (Snyder & Lopez, 2002). Emmons dan Crumpler (dalam Snyder & Lopez, 2002) menyatakan bahwa fokus pada rasa bersyukur membuat hidup lebih memuaskan, bermakna, dan produktif.

(17)

7

thoughts), d) Menerjemahkan perasaan dalam diri menjadi perilaku yang tampak (translate the inner feeling into outward action); 2) intervensi dan strategi memperkaya rasa syukur yaitu dimana pengalaman bersyukur dapat memperkaya suasana hati positif lebih besar dibandingkan dengan hanya melakukan analisa, menulis, dan memikirkan tentang bersyukur. Individu ketika melakukan intervensi bersyukur hendaknya menyadari tujuan mereka dalam melakukan syukur sehingga mereka mampu mempraktekan rasa syukur itu.

Kedua, fungsi gratitude as a moral motive, dengan cara: 1) Keep A Gratitude Jurnal yaitu metode yang digunakan adalah dengan meminta partisipan untuk membuat jurnal rasa syukur (gratitude jurnal) yang berisi tentang tulisan-tulisan yang membuatnya merasa lebih bersyukur. Hal ini dilakukan selama 4 kali dalam seminggu maka akan menciptakan perbedaan yang terkait dengan kebahagiaan individu; 2) Write A gratitude Letter yaitu menuliskan surat terimakasih atau surat rasa syukur (gratitude letter) kepada individu yang telah memberikan pengaruh positif dalam kehidupan dan membacakan surat yang dibuatnya kepada orang yang dituju secara bertatap muka.

Ketiga, fungsi gratitude as a moral reinforcer, dengan cara: 1) Do A Gratitude Walk yaitu menghitung sebanyak mungkin berkah yang ditemui pada saat melakukan aktivitas yang dapat membuat individu tersebut dapat merasa bersyukur. Serta juga dapat meneriakkan atau mengucapkan pada alam semesta dengan keras apa yang dicintai dalam hidup individu yang melakukannya; 2) Thanks Everyone for Everything Practice yaitu mengucapkan terimakasih pada setiap orang yang sudah menolong kita, berbuat baik kepada kita. Ucapan terimakasih tersebut dapat berupa ucapan kepada individu langsung ataupun tidak langsung dengan memberikan surat kepada orang tersebut.

Remaja Difable Fisik

Remaja (adolescence) menurut Piaget ialah usia di mana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia di mana anak tidak lagi merasa di bawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak. Menurut Stanley Hall (dalam Santrock, 2003) usia remaja berada pada rentang 12-21 tahun. Menurut John C. Maxwell (1995), difable adalah individu yang mempunyai kelainan fisik dan atau mental yang dapat mengganggu atau merupakan suatu rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan aktifitas secara layak atau normal. Difable fisik adalah individu yang mengalami kelainan fisik atau anggota tubuh yang tidak lengkap baik karena bawaan dari lahir, kecelakaan, maupun akibat penyakit yang menyebabkan terganggunya aktivitas sehari-hari Jadi remaja difable fisik adalah individu yang berusia 12 sampai 21 tahun yang mengalami ketidaknormalan dari segi fisiologis yang mengganggu aktivitasnya dalam kehidupan sehari-hari.

(18)

8

Pelatihan kebersyukuran merupakan salah satu teknik dari intervensi psikologi positif. Menurut Rashid & Magyar Moe, salah satu asumsi dari psikoterapi positif adalah setiap individu memiliki kekuatan dan kelemahan serta emosi positif dan negatif (dalam Zulfiana, 2014). Oleh karena itu, intervensi dapat dilakukan dengan memanfaatkan sisi positif individu untuk dieksplorasi dan dibangun sehingga memperoleh efek yang teraupeutik. Pelatihan kebersyukuran melatih individu untuk mengganti pikiran negatif menjadi pikiran-pikiran yang lebih positif yaitu dengan cara bersyukur.

Rasa syukur muncul dari dalam diri individu dan tercermin dalam pola pikir dan perilaku individu sehari-hari. Berdasarkan survey yang dilakukan oleh Gallup di Amerika, lebih dari 90% remaja dan orang dewasa yang mampu mengekspresikan rasa syukur membuat mereka merasa lebih senang dan puas dalam menjalani kehidupan (Wood & Geraghty, 2010).

Pelatihan kebersyukuran yang dilakukan oleh Emmons dan McCullough (2003), menyebutkan bahwa rasa syukur dapat meningkatkan emosi positif dan menciptakan kebahagiaan (dengan mengukur kepuasaan hidup pada pasangan suami istri). Kemudian efeknya juga merambat pada meningkatnya kuantitas dan kualitas tidur penderita sehingga berpengaruh pada kesehatannya. El-Firdausy (2010), menyatakan adanya pelatihan bersyukur akan memberikan dampak positif dalam beragam sisi kehidupan.

Resiliensi sebagai kemampuan untuk secara terus menerus mendefinisikan diri dan pengalaman, menjadi dasar untuk proses kehidupan yang menghubungkan antara sumber daya individu dan spiritual (Bronie, 2011). Pengungkapan rasa syukur merupakan salah satu sisi spiritual yang dapat dilakukan secara intens sehingga dapat membuat individu merasakan kebermaknaan dalam hidup.

Peneliti berasumsi bahwa pelatihan kebersyukuran mampu meningkatkan emosi positif pada remaja difable fisik sehingga mereka mampu meningkatkan kebermaknaan hidup dalam kehidupan yang mereka jalani saat ini. Menurut Bastaman (dalam Nasirin, 2010), kebermaknaan hidup yaitu kebajikan dan manfaat besar yang terkandung dalam berbagai peristiwa dan pengalaman hidup baik yang menyenangkan maupun yang tak menyenangkan. Sebagaimana ungkapan Bastaman “Meaning in Suffering” (makna dalam derita) dan “Blessing in Disguise” (hikmah dalam musibah) yaitu keadaan di mana individu dapat mengambil nilai ataupun hikmah dibalik pengalaman hidupnya. Hal ini antara lain ditandai oleh hubungan antar pribadi yang penuh keakraban, rukun dan saling menghormati dan menyayangi, saling membantu dalam kebajikan, melakukan berbagai kegiatan yang menghasilkan karya-karya bermanfaat, memiliki tujuan hidup yang jelas, meningkatkan cara berpikir dan bertindak positif, serta berupaya secara optimal untuk mengembangkan potensi dirinya (fisik, mental, sosial, spiritual).

Hipotesis

(19)

9

METODE PENELITIAN Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan true experimental design, yaitu eksperimen yang dilakukan dimana peneliti mengontrol semua variabel luar yang mempengaruhi jalannya eksperimen (Sugiyono, 2012). Eksperimen true experimental design yang digunakan adalah pre-test post-test control group design, yaitu merupakan desain eksperimen yang terdiri dari dua kelompok yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Dimana kedua kelompok dilakukan pengukuran sebelum (pre-test) dan sesudah (post-test) pemberian intervensi. Penggunaan metode ini adalah untuk mengetahui pengaruh pelatihan kebersyukuran yang diberikan kepada subyek.

Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah remaja yang mengalami cacat fisik. Teknik pengambilan sampel dengan menggunakan teknik purposive sampling yaitu pemilihan subjek berdasarkan kriteria-kriteria tertentu (Sugiyono, 2012). Dimana subjek yang diambil memiliki kriteria-kriteria berusia 12-21 tahun dan memiliki cacat pada satu atau lebih anggota tubuhnya. Setelah ditemukan remaja dengan kriteria tersebut kemudian dilakukan pengukuran menggunakan Skala Resiliensi, dari hasil skor pengukuran tersebut diambil remaja penyandang cacat fisik yang memiliki tingkat resiliensi rendah dan sedang. Remaja yang memiliki skor resiliensi rendah dan sedang tersebut akan dibagi secara acak dengan jumlah yang sama untuk menempati kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Subjek dalam penelitian ini berjumlah 10 subjek yang dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dimana terdapat 5 subjek dalam setiap kelompok.

Intervensi dan Alat

Eksperimen ini menggunakan intervensi dalam bentuk pelatihan kebersyukuran, yaitu suatu proses intervensi yang bersifat terapeutik yang memfokuskan kebersyukuran terhadap nikmat yang telah diberikan oleh Allah SWT terhadap individu dengan cara mengucapkan terima kasih, mengucap rasa syukur setiap hari, mensyukuri setiap peristiwa kehidupan dan dapat menurunkan emosi negatif yang muncul dalam diri individu serta memperbesar munculnya emosi positif dalam dirinya. Pelatihan kebersyukuran yang disusun oleh Zulfiana (2014) terdiri dari lima tahapan yaitu (a) Anamnesa dan kontrak pelatihan (b) Writing a Gratitude Letter dan Keep a Gratitude Journal (c) Checking a gratitude journal dan Sharing (d) Savoring (e) Terminasi.

(20)

10

jawaban maka semakin tinggi pula tingkat resiliensinya, dan begitu sebaliknya. Setelah dilakukan try out pada 96 remaja, skala ini menunjukkan nilai reliabilitas 0.878 dan indeks validitas antara 0.338 sampai 0.689. Dari 25 item terdapat 5 item yang gugur, yaitu item 1, 6, 8, 22, dan 25 karena memiliki nilai validitas < 0.3.

Prosedur dan Analisa Data Penelitian

Prosedur dalam penelitian ini terdiri dari beberapa tahap, yaitu melakukan pengukuran terhadap subjek dengan memberikan skala resiliensi; kemudian hasil skor pengukuran tersebut diambil remaja penyandang cacat fisik yang memiliki tingkat resiliensi rendah dan sedang; remaja yang memiliki skor resiliensi rendah dan sedang tersebut akan dibagi secara acak dengan jumlah yang sama untuk menempati kelompok eksperimen dan kelompok kontrol; selanjutnya diberi perlakuan berupa pelatihan kebersyukuran terhadap kelompok eksperimen; setelah itu, dilakukan pengukuran kembali (post test) pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.

Pemberian intervensi berupa pelatihan kebersyukuran, peneliti menerapkan modul pelatihan kebersyukuran sebagai berikut (Zulfiana, 2014): a) Anamnesa dan kontrak pelatihan, pada tahap ini fasilitator menjelaskan tujuan pelatihan dan berdiskusi tentang aturan dalam kelompok hingga proses pelatihan selesai; b) Writing a Gratitude Letter dan Keep a Gratitude Journal, pada tahap ini peserta diminta untuk menuliskan surat ungkapan terima kasih yang belum tersampaikan dan menuliskan jurnal harian rasa syukur setiap hari selama 1 minggu; c) Checking a gratitude journal dan Sharing, pada tahap ini peserta berbagi pengalaman bersyukur antara satu dengan yang lainnya; d) Savoring, peserta diajak untuk berpikir positif dan menikmati apa yang telah dimiliki; e) Terminasi, pemutusan hubungan antara klien dengan fasilitator. Dalam penelitian ini, intervensi yang dilakukan selama 1 minggu dengan 2 kali pertemuan, dimana setiap pertemuan dilaksanakan selama kurang lebih 180 menit. Pertemuan pertama terdiri dari sesi anamnesa & kontrak pelatihan dan writing a gratitude letter & keep a gratitude journal. Pada pertemuan kedua terdiri dari sesi checking a gratitude journal dan sharing, savoring, dan terminasi.

Penelitian ini menggunakan teknik analisa statistik menggunakan program SPSS dengan analisis non-parametrik yakni uji Mann-Whitney dan Wilcoxon terhadap selisih antara pre-test dan post-test untuk mengetahui apakah variable bebas (pelatihan kebersyukuran) berpengaruh terhadap variabel terikat (resiliensi pada remaja difable). Jadi remaja penyandang difable fisik yang memiliki resiliensi rendah dan sedang dibagi menjadi dua kelompok yaitu sebagai kelompok eksperimen yaitu kelompok yang diberikan intervensi berupa pelatihan kebersyukuran dan kelompok kontrol. Setelah diberikan intervensi peneliti mengukur tingkat resiliensi pada kedua kelompok tersebut. Skor hasil post-test dikurangkan dengan hasil skor pre-test, sehingga akan menunjukkan peningkatan/penurunan variabel terikat terhadap intervensi.

HASIL PENELITIAN

(21)

11

[image:21.595.72.528.176.498.2]

salah satu atau lebih anggota tubuhnya. Subjek dalam penelitian ini berjumlah 10 subjek dengan dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dengan masing-masing kelompok terdiri dari 5 subjek.

Tabel 1. Deskripsi Subjek Penelitian

Kategori Kelompok

Eksperimen Kelompok Kontrol Usia 18 tahun 19 tahun 20 tahun 21 tahun 1 (20%) 1 (20%) 3 (60%) 0 (0%) 1 (20%) 1 (20%) 1 (20%) 2 (40%) Jenis Kelamin Laki-laki

Perempuan 3 (60%) 2 (40%) 3 (60%) 2 (40%) Keterbatasan Fisik

Tangan & Kaki Tangan Kaki Wajah 3 (60%) 1 (20%) 0 (0%) 1 (20%) 2 (40%) 1 (20%) 2 (40%) 0 (0%) Jenis Keterbatasan Bawaan

Perolehan 4 (80%) 1 (20%) 3 (60%) 2 (40%) Tingkat Resiliensi Sebelum Intervensi

Sangat Rendah Rendah Agak Rendah 3 (60%) 2 (40%) 0 (0%) 1 (20%) 3 (60%) 1 (20%)

Berdasarkan hasil analisis, dapat diketahui bahwa seluruh subjek kelompok eksperimen berada pada kategori tingkat resiliensi sangat rendah dan rendah, sedangkan pada kelompok kontrol subjek penelitian berada pada kategori tingkat resiliensi sangat rendah, rendah dan agak rendah. Hal ini menunjukkan bahwa mayoritas subjek penelitian pada saat pre-test berada pada kategori tingkat resiliensi rendah.

Berdasarkan deskripsi data tersebut, kemudian peneliti menganalisis skor resiliensi pada kedua kelompok tersebut sebelum diberi perlakuan berupa pelatihan kebersyukuran dengan menggunakan uji Mann Whitney untuk melihat kesetaraan kedua kelompok.

Tabel 2. Deskriptif Uji Mann Whitney Data Pre-test Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol

Kelompok N Z P

Eksperimen 5 -1.375 0.169

Kontrol 5

(22)

12

[image:22.595.71.527.209.267.2]

tersebut menunjukkan bahwa kedua kelompok dalam keadaan yang setara sebelum diberi perlakuan pada kelompok eksperimen yaitu berupa pelatihan kebersyukuran. Selanjutnya adalah gambaran tingkat resiliensi pada kedua kelompok dengan dua kondisi yang berbeda yaitu pre-test dan post-test.

Tabel 3. Deskriptif Uji Wilcoxon Data Pre-test dan Post-test Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol

Kelompok N Rerata Skor Resiliensi Z P

Pre-test Post-test

Eksperimen 5 6.80 7.40 -2.023 0.043

Kontrol 5 4.20 3.60 -1.483 0.138

Berdasarkan hasil uji analisis Wilcoxon pada kelompok eksperimen dapat diambil keputusan bahwa ada perbedaan yang signifikan skor resiliensi kelompok eksperimen pada saat pre-test dan post-test (Z = -2.023; p = 0.043). Selain itu, berdasarkan hasil uji analisis Wilcoxon pada kelompok kontrol dapat diambil keputusan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan skor resiliensi kelompok kontrol pada saat pre-test dan post-test (Z = -1.483; p = 0.138).

Setelah melakukan uji Wilcoxon, selanjutnya peneliti melakukan uji Mann Whitney untuk mengetahui perbedaan skor resiliensi antara kelompok eksperimen dibandingkan dengan kelompok kontrol, setelah diberi perlakuan berupa pelatihan kebersyukuran. Nilai yang digunakan adalah selisih skor resiliensi saat pre-test dan post-test. Berikut adalah tabel deskriptif hasil uji Mann Whitney.

Tabel 4. Deskriptif Uji Mann Whitney Data Post-test Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol

Kelompok N Z P

Eksperimen 5 -1.984 0.047

Kontrol 5

Berdasarkan hasil uji analisis Mann Whitney dapat diambil keputusan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan skor resiliensi kelompok eksperimen setelah diberi perlakuan berupa pelatihan kebersyukuran (Z = -1.984; p = 0.047). Dengan demikian, hal ini menunjukkan bahwa skor resiliensi pada kelompok eksperimen yang diberikan perlakuan berupa pelatihan kebersyukuran lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol.

[image:22.595.71.526.361.542.2]
(23)

13 DISKUSI

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti didapatkan hasil bahwa pelatihan kebersyukuran dapat meningkatkan resiliensi pada remaja penyandang difable fisik. Tingkat resiliensi kelompok eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol. Pada saat pre-test kelompok eksperimen dan kelompok kontrol berada dalam keadaan setara. Pada kelompok eksperimen, skor pre-test berada pada kategori rendah. Namun, setelah diberikan perlakuan berupa pelatihan kebersyukuran tingkat resiliensi subjek meningkat. Sedangkan pada kelompok kontrol skor pre-test dan post-test tidak mengalami perubahan. Tingkat keberhasilan ini berdasarkan uji analisis Wilcoxon dan uji Mann Whitney pada kedua kelompok yang menunjukkan perbedaan yang signifikan antara kelompok eksperimen setelah diberi perlakuan dan kelompok kontrol.

Hasil yang diperoleh dari penerapan pelatihan kebersyukuran dalam kelompok dapat meningkatkan resiliensi pada remaja difable fisik. Pada kelompok eksperimen, terdapat perubahan yang signifikan pada resiliensi. Terjadinya perubahan kelompok eksperimen yang lebih cepat dan signifikan dibandingkan pada kelompok kontrol dikarenakan adanya proses perlakuan berupa pelatihan kebersyukuran. Oleh sebab itu, kelompok eksperimen mengalami perubahan yang signifikan dan lebih cepat daripada kelompok kontrol yang tidak memperoleh perlakuan.

Pelatihan kebersyukuran dalam penelitian ini secara tidak langsung memiliki unsur terapeutik dimana subjek secara intensif melakukan perilaku bersyukur yang membuat subjek mampu meningkatkan resiliensinya. Pelatihan kebersyukuran yang dilakukan secara kelompok berdampak pada bertambahnya pengetahuan subjek mengenai perilaku bersyukur. Bertambahnya pengetahuan dapat meningkatkan kesadaran individu dan individu berpotensi untuk mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari (Lukens & McFarlane, 2004). Hal ini diperoleh langsung oleh subjek yang bersangkutan melalui proses kognitif sesuai dengan kemampuan subjek serta pembelajaran bersama dengan peneliti maupun peserta lainnya melalui proses diskusi dan berbagi pengalaman pada setiap sesinya.

Pada umumnya remaja penyandang difable fisik tergolong menjadi dua,yaitu remaja dengan difable fisik bawaan dan perolehan. Keduanya memiliki kondisi psikologis yang berbeda. Remaja dengan difable fisik perolehan merasa lebih terbebani dengan kondisi fisiknya. Hal ini dikarenakan adanya perubahan fisik dari keadaan normal yang kemudian kehilangan salah satu fungsi tubuhnya yang mengakibatkan kondisi psikologis remaja penyandang difable fisik perolehan yang buruk, seperti mengalami depresi, trauma, marah, stres, shock, dan bahkan bunuh diri. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Faz (2011) menyatakan bahwa remaja penyandang difable fisik bawaan terlihat lebih aktif dan terbuka dibanding dengan remaja penyandang difable fisik perolehan. Remaja dengan difable fisik perolehan akan lebih banyak menunjukkan adanya gangguan emosi dan lebih sulit untuk menerima kenyataan dibanding dengan remaja yang mengalami difable fisik bawaan.

(24)

14

yang demikian, maka peneliti mengajak subjek berdiskusi untuk mengoptimalkan pelatihan kebersyukuran. Dari proses diskusi tersebut, subjek akan mendapatkan pembelajaran antara satu dengan yang lainnya.

Pelatihan kebersyukuran yang dilakukan secara kelompok bertujuan untuk mengidentifikasi, berbagi kebersyukuran dan diskusi antara subjek. Dengan memperkaya pengalaman bersyukur melalui berbagi dengan yang lainnya dapat membuat individu memiliki suasana hati positif yang lebih besar (McCullough & Larson, 2001). Adanya kebersamaan dalam kelompok membuat subjek dapat belajar secara langsung untuk melakukan interaksi dengan subjek lain. Selain itu, setiap subjek juga belajar untuk menumbuhkan kepercayaan dan kesadaran akan saling membutuhkan antar subjek dalam kelompok sehingga terbentuk perasaan yang positif terhadap orang lain.

Halida (dalam Sarwono, 2009) mengemukakan bahwa tingginya kohesivitas kelompok sangat berhubungan dengan persamaan-persamaan yang nantinya akan meningkatkan komunikasi di dalam kelompok. Faktor kesamaan latar belakang permasalahan pada subjek pelatihan merupakan salah satu hal yang membuat setiap subjek lebih mudah berinteraksi dan diskusi sehingga tercipta kohesifitas yang baik dan iklim saling mendukung dalam kelompok. Dengan latar belakang yang sama, subjek dalam kelompok lebih cepat berinteraksi satu sama lain.

Menuliskan surat terimakasih (gratitude letter) memberikan dampak yang positif terhadap kehidupan subjek, hal ini dikarenakan individu yang bersyukur atas bantuan yang diterimanya akan berusaha membalas dengan kebaikan pula (Emmons & McCullough, 2003). Subjek mampu mengungkapkan rasa terima kasih kepada orang-orang yang telah melakukan kebaikan dengan menuliskan surat kebersyukuran. Subjek membacakan dan berbagi kebersyukuran dengan subjek lain dalam kelompok sehingga muncul sikap keterbukaan. Subjek juga mendapatkan masukan tentang hal positif dari dirinya dan individu lainnya yang berasal dari identifikasi kebersyukuran dalam kelompok. Kelompok menjadi bagian dari identifikasi indvidu tentang kebersyukuran sehingga individu lebih mampu bersyukur terhadap apa yang ada pada dirinya.

Selain menuliskan surat kebersyukuran, subjek juga menuliskan jurnal harian untuk mengungkapkan apa yang terjadi pada dirinya. Penulisan jurnal harian tentang kebersyukuran dilakukan setiap hari selama satu minggu sehingga dapat meningkatkan keterbukaan pemikiran tentang hal-hal yang dapat disyukuri dalam kehidupan. Subjek dilatih untuk membuka pemikiran mengenai hal-hal yang dapat membuat mereka lebih bersyukur. Keterbukaan pemikiran yang dituliskan dalam jurnal harian dapat bermanfaat bagi kesehatan psikologis (Park & Blumberg, 2002), selain itu dapat juga meningkatkan emosi positif (Baikie & Wilhelm, 2005). Penulisan jurnal harian kebersyukuran berdampak pada meningkatnya tingkat kebersyukuran pada remaja difable fisik setelah pelatihan dilakukan.

(25)

15

Setelah sesi pelatihan kebersyukuran berakhir, subjek berusaha untuk lebih mengenali diri sendiri dan menerima diri dengan apa adanya, serta nyaman dengan hidup yang dijalani. Subjek menyadari semua manusia itu unik dan memiliki banyak hal yang dapat dilakukan untuk memberikan kontribusi pada lingkungan sekitar. Subjek juga mulai mengidentifikasi kompetensi personal yang dimiliki, keterampilan-keterampilan yang selama ini tidak disadari dan ternyata dapat dikembangkan. Dengan membuka pikiran serta mendapatkan masukan dari anggota kelompok yang lain, subjek menjadi bersemangat dan optimis untuk menjalani kehidupan selanjutnya. Mereka juga sepakat beranggapan tidak akan menjadikan cacat fisik sebagai penghalang untuk melakukan kebaikan serta bermanfaat untuk orang lain, masih banyak yang harus mereka lakukan untuk diri sendiri dan lingkungan sekitar mengingat usia mereka yang juga masih sangat muda.

Dengan bersyukur individu akan memunculkan emosi secara positif yang terkait dengan keadaan yang dialaminya sehingga menyebabkan munculnya kepuasan hidup pada individu. Dengan adanya emosi positif dan kepuasan hidup tersebut dapat menghilangkan emosi negatif yang ada pada individu sehingga dapat meningkatkan tingkat kemampuan resiliensi yang dialami oleh individu. Hal ini ditunjukkan oleh penelitian yang dilakukan Emmos & McCullogh (2003) bahwa kelompok eksperimen yang diberikan perlakukan bersyukur memiliki kesejahteraan subjektif yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok yang tidak diberikan perlakuan bersyukur. Hal ini dapat dikatakan bahwa bersyukur dapat meningkatkan kesejahteraan subjektif dari seseorang. Kesejahteraan subjektif ini timbul karena terdapat emosi positif yang ada dalam diri seseorang. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Wood & Geraghty (2008) menyatakan bahwa bersyukur berkaitan dengan kepuasan hidup karena bersyukur merupakan hal yang positif dan pengalaman yang memiliki emosi positif yang berkaitan dengan kepuasan hidup. Hal ini sangat berkaitan dengan hasil penelitian kebersyukuran terhadap peningkatan resiliensi pada remaja difable fisik. Penelitian eksperimen ini menunjukkan bahwa ada perubahan tingkat resiliensi pada kelompok eksperimen serta adanya perbedaan tingkat resiliensi pada kedua kelompok. Hasil penelitian memberikan gambaran berdasarkan uji analisis Wilcoxon dan Mann Whitney bahwa ada perbedaan yang signifikan pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol setelah perlakuan (Z = -1.984 dan p = 0.047). Dengan demikian, hal ini membuktikan bahwa pelatihan kebersyukuran merupakan bentuk perlakuan yang dapat digunakan untuk meningkatkan resiliensi pada remaja difable fisik.

(26)

16

SIMPULAN DAN IMPLIKASI

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pelatihan kebersyukuran mampu meningkatkan resiliensi pada remaja penyandang difable fisik. Hal ini ditunjukkan dari hasil analisis data bahwa terdapat perbedaan tingkat resiliensi yang signifikan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol setelah diberi perlakuan berupa pelatihan kebersyukuran (Z = -1.984 dan p = 0.047)

Implikasi dari penelitian ini yaitu bagi terapis/trainer/konselor agar dapat mempertimbangkan untuk dijadikan metode yang tepat dalam menangani kasus terkait remaja atau orang-orang dengan difable fisik, bagi lembaga yang menaungi penyandang cacat fisik metode pelatihan kebersyukuran dapat diaplikasikan sebagai sarana pengembangan diri untuk para penyandang cacat yang ada di lembaga terkait, dan bagi peneliti selanjutnya untuk melakukan penelitian terkait dengan pelatihan kebersyukuran dengan karakteristik pemilihan subjek yang berbeda sehingga dapat membuktikan efektivitas pelatihan kebersyukuran.

REFERENSI

Baikie, K. A. & Wilhelm, K. (2005). Emotional and physical health benefits of expressive writing. Advances in Psychiatric Treatment. 11(5), 338 – 346.

Bastaman, H.D. (2007). Logoterapi: Psikologi untuk menemukan makna hidup dan meraih hidup bermakna. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Bronie. (2011). Resiliensi manusia. Jakarta: Binarupa Aksara.

Davis, E. (2008). Ensiklopedi: The art of training and development. Jakarta: Gramedia. Desmita. (2010). Psikologi perkembangan peserta didik. Bandung: Remaja Rosdakarya. El–Firdausy, M. I. (2010). Rahasia dahsyatnya syukur. Jawa Tengah: One Books.

Emmons, R. A,. & McCullogh, M. E. (2003). Counting blessings versus burdens: an experimental investigation of gratitude and subjective well-being in daily life. Journal of Personality and Social Psychology. 84(2), 377 - 389.

Faz, G. O. (2011). Konseling Kelompok Untuk Meningkatkan Harga Diri Remaja Panti Asuhan. Skripsi. Universitas Muhammadiyah Malang.

Fredrickson, B. L. (2009). Positivity. New York: Three Rivers Press.

Grothberg, E. (2001). A guide to promoting resilience in children: strengthening the human spirit. the series early childhood development: practice and reflections. The Hague: Benard van Leer Voundation.

(27)

17

Kashdan, T.B., Uswatte,G. & Julian, T. (2006). Gratitude and hedonic and eudaimonic well-being in Vietnam war veterans. Behaviour Research and Therapy. 44(2), 177 - 199. Linley, P. A. & Joseph, S. (2004). Positive psychology in practice. New York: John Wiley &

Sons.

Lukens, E. P. & McFarlane, W. R. (2004). Psychoeducation as evidence-based practice: considerations for practice, research, and policy. Brief Treatment and Crisis Intervention. 4(1), 205 - 225.

Maxwell, J. C. (1995). Mengembangkan kepemimpinan di dalam diri anda. Alih bahasa oleh Anton Adiwiyoto. Jakarta: Binarupa Aksara.

McCullough, M. E., Kilpatrick, S. D., Emmons, R. A & Larson, D. B. (2001). Is gratitude a moral effect. Journal Psychological Bulletin, 127(2), 249 - 266.

McCullough, M., E., Kimeldorf, M. B., & Cohen, A., D. (2008). An adaptation for altruism? The social causes, social effects, and social evolution of gratitude. Journal of Psychological Science, 17(4), 281 - 285.

Mills, P. J. (2015). The role of gratitude in spiritual well-being in asymptomatic heart failure patients. Spirituality in Clinical Practice, 2(1), 5 - 17.

Nasirin. (2010). Kebermaknaan Hidup Difable (Studi Kasus terhadap Difable Amputasi Kaki). Skripsi. Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga.

Nurdian, M. D. & Anwar, Z. (2014). Konseling kelompok untuk meningkatkan resiliensi pada remaja penyandang cacat fisik (difable). Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan, 2(1), 36 - 49.

Park, C. L. & Blumberg, C. J. (2002) Disclosing trauma through writing: testing the meaning-making hypothesis. Cognitive Therapy and Research, 26(5), 597 - 616.

Polak, E., L. & McCullough, M., E. (2006). Is gratitude an alternative to materialism?. Journal of Happiness Studies, 7, (10), 343 - 360.

Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Kementerian Sosial (Kemensos) RI. (2010). Retrieved April 4, 2015, from www.pusdatinkesos.kemsos.go.id

Reivich, K & Shatte, A. (2002). The resilience factor: 7 essential skills for overcoming life’s inevitable obstacles. New York: Broadway Books.

Santrock, J. W. (2003). Adolescence (perkembangan remaja). Jakarta: Erlangga.

Sarwono, S. W., & Meinarno, E. A. (2009). Psikologi sosial. Jakarta: Salemba Humanika. Senra, H., Oliveira, R.A., Leaf, I. & Vieira, C. (2011). Beyond the body image: A Qualitative

study on how adults experience lower limb amputation. Clinical Rehabilitation. 26(2), 180 - 191.

(28)

18

Sugiyono. (2012). Metode penelitian kuantitatif kualitatif dan R&B. Bandung: Alfabeta. Tofangchi, M., Kajbaf, M., & Ghamara, A. (2013). Effectiveness of gratitude training on

happiness in mother of child with mental retardation. New York Science Journal, 6(12), 98 - 101.

Wagnild, G.M. (2010). Discovering your resilience core. Retrieved Mei 10, 2015, from http://www.resiliencescale.com/en/rstest/rstest_14_en.html.

Wagnild, G. M., & Young H.M. (1993). Development and Psychometric Evaluation of Resiliensce Scale. Journal of Nursing Measurement, 1(2), 165 - 178.

Wood, A. M., Froh, J.J,. & Geraghty, A.W.A. (2010). Gratitude and well-being: A review and theoretical integration. Clinical Psychology Review, 30(7), 890 - 905.

Wood, A. M., Joseph,S., & Maltby, J. (2008). Conseptualizing gratitude and apreciation as a unitary personality trait. Personal and Individual Differences, 45(1), 49 - 54.

Yulianto, A., Setiadi, B.N., & Seniati, L. (2011). Psikologi eksperimen. Jakarta: PT Indeks. Yuniardi, M. S. (2009). Analisis potensi resiliensi korban lumpur panas Lapindo: tinjauan

pada tiap tahap perkembangan. Jurnal Psikologia, 4(2), 55 - 64.

Yuniardi, M. S. & Djudiyah. (2011). “Support Group Therapy” untuk mengembangkan potensi resiliensi remaja dari keluarga “Single Parent” di Kota Malang. Jurnal Psikobuana, 3(2), 135 - 140.

(29)

19

Lampiran 1.

(30)

20 Lampiran 1. Blue Print Skala Resiliensi

No. Faktor Aspek Favorable Item Unfavorable Jumlah

1. Personal Competence Perseverance Self-reliance 5, 12, 14 7, 9, 23 11, 20 18 4 5

2. Acceptance of Self and Life

Meaningfullness

- 2, 16 2

Equanimity 4, 19 3, 15 4

Existential

aloneness 10, 17, 24 13, 21 5

(31)

21

Lampiran 2.

(32)

22

Lampiran 2. Hasil Uji Validitas Dan Reliabilitas Skala Resiliensi

Reliability

Scale: ALL VARIABLES

Case Processing Summary

N %

Cases

Valid 96 100.0 Excludeda 0 .0 Total 96 100.0 a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha N of Items .871 25

Item-Total Statistics

Scale Mean if Item Deleted

Scale Variance if Item Deleted

Corrected Item-Total Correlation

(33)

23

Reliability

Scale: ALL VARIABLES

Case Processing Summary

N %

Cases

Valid 96 100.0 Excludeda 0 .0 Total 96 100.0 a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha N of Items .878 20

Item-Total Statistics

Scale Mean if Item Deleted

Scale Variance if Item Deleted

Corrected Item-Total Correlation

(34)

24

(35)

25

SKALA PENELITIAN

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

MALANG

(36)

26

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

Alamat : Jalan Tlogomas No. 246

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Dengan Hormat,

Saya Himmatul Ulya mahasiswi dari Fakultas Psikologi Universitas

Muhammadiyah Malang angkatan 2012 yang sedang melakukan penelitian

skripsi. Dalam segala kesibukan Saudara/Saudari pada saat ini, perkenankan

saya mohon bantuan Saudara/Saudari untuk meluangkan waktu sejenak mengisi

daftar pernyataan yang saya lampirkan berikut sesuai dengan petunjuk yang ada

untuk memperoleh data yang saya butuhkan sebagai bahan dari penelitian. Saya

mengharapkan kesedian Saudara/Saudari untuk mengisi daftar pernyataan

berikut dengan lengkap dan sejujur–jujurnya yang sesuai dengan keadaan,

perasaan, dan pikiran Saudara/Saudari yang sebenarnya menurut petunjuk yang

tersedia.

Tidak ada jawaban yang “BENAR” atau “SALAH”. Jangan berpikir dan

menjawab terlalu lama untuk setiap pilihan jawaban. Pilihan jawaban mungkin

akan lebih akurat daripada berpikir dan menjawab terlalu lama. Sangat penting

bahwa Anda mengisi kuesioner ini tanpa masukan dari orang lain. Perlu

diketahui bahwa apa yang Saudara/Saudari tulis dalam daftar ini akan dijamin

kerahasiaannya.

Atas kesediaan Saudara/Saudari dalam mengisi daftar pernyataan ini saya

ucapkan terima kasih.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Hormat Saya,

(37)

27 Nama (Inisial) :

Usia/ Jenis Kelamin : Pendidikan :

PETUNJUK:

Silahkan baca pernyataan berikut. Di sebelah kanan dari masing-masing pernyataan akan terdapat tujuh angka, tugas Anda adalah melingkari salah satu dari angka 1 sampai angka 7.

Lingkari angka 1 (Jika Anda Sangat Tidak Setuju) atau angka 7 (Jika Anda Sangat Setuju). Semakin tinggi angka yang Anda pilih semakin menunjukkan bahwa Anda Setuju dengan pernyataan pada kolom sebelah kiri.

CONTOH:

No. Pernyataan Skor

1. Saya merasa bahagia 1 2 3 4 5 6 7

No. Pernyataan Skor

1. Saya biasanya mampu melakukan satu cara atau cara yang lainnya. 1 2 3 4 5 6 7

2. Saya bisa lebih mandiri dari pada orang lain. 1 2 3 4 5 6 7

3. Menjaga ketertarikan pada hal-hal tertentu adalah hal yang penting bagi saya 1 2 3 4 5 6 7

4. Jika diharuskan, saya bisa berusaha sendiri. 1 2 3 4 5 6 7 5. Saya biasanya memperoleh sesuatu dengan mudah. 1 2 3 4 5 6 7

6. Saya merasa bahwa saya bisa menangani banyak hal sekaligus dalam sehari. 1 2 3 4 5 6 7

7. Saya adalah seseorang yang tekun. 1 2 3 4 5 6 7

(38)

28

10. Saya bisa melewati masa-masa sulit karena saya sudah mengalami kesulitan sebelumnya. 1 2 3 4 5 6 7

11. Saya memiliki disiplin diri. 1 2 3 4 5 6 7

12. Saya terus tertarik pada beberapa hal. 1 2 3 4 5 6 7

13. Saya biasanya dapat menemukan sesuatu untuk ditertawakan. 1 2 3 4 5 6 7

14. Keyakinan pada diri sendiri membuat saya mampu melalui masa-masa sulit. 1 2 3 4 5 6 7

15. Dalam keadaan darurat, saya adalah orang yang dapat diandalkan. 1 2 3 4 5 6 7

16. Saya biasanya dapat melihat satu situasi dari beberapa sudut pandang. 1 2 3 4 5 6 7

17. Kadang-kadang saya dapat melakukan hal-hal yang saya inginkan atau tidak. 1 2 3 4 5 6 7

18. Hidup saya bermakna. 1 2 3 4 5 6 7

19. Ketika saya berada dalam situasi yang sulit, saya biasanya dapat menemukan jalan keluar sendiri. 1 2 3 4 5 6 7

20. Saya memiliki cukup energi untuk melakukan apa yang harus saya lakukan. 1 2 3 4 5 6 7

©1987 Gail M. Wagnild & Heather M.Young. Digunakan dengan izin. Dibawah hak cipta. “Skala Resiliensi” adalah merek dagang internasional Gail M. Wagnild & Heather

(39)

29

(40)
(41)

31

Lampiran 5.

(42)

32 NAMA:

(43)

33

Lampiran 6.

(44)

34

Jurnal Harian Kebersyukuran Hari/ Tanggal : …..………/…………..

(45)

35

Lampiran 7.

(46)

36

MODUL

PELATIHAN KEBERSYUKURAN UNTUK MENINGKATKAN RESILIENSI PADA REMAJA PENYANDANG DIFABLE FISIK

A. Pengantar

Semua individu berharap dilahirkan dengan keadaan fisik yang normal dan sempurna. Namun, ada beberapa individu yang terlahir dengan keadaan fisik yang kurang sempurna. Bahkan, ada beberapa individu yang mengalami keterbatasan fisik saat mereka menuju tahap perkembangan ke masa remaja. Individu yang mengalami cacat fisik (difable fisik) tidak mampu melakukan beberapa hal seperti individu pada umumnya. Hal ini yang menyebabkan individu dengan cacat fisik memiliki dampak psikologis yang cenderung negatif. Kondisi ini sangat buruk untuk perkembangan individu terutama pada masa remaja.

Remaja yang memiliki cacat fisik lebih sulit dalam penyesuaian dirinya dengan lingkungan sekitarnya hal ini dikarenakan perasaan minder dan kurang berguna karena keterbatasan fisiknya. Kegagalan dalam penerimaan diri ini yang membuat remaja difable lebih sensitif, berbagai hinaan sering muncul di lingkungan sekitarnya sehingga menyebabkan remaja difable menarik diri dari lingkungan sekitarnya. Remaja yang seperti ini tidak mampu bertahan dan bangkit dalam keterbatasannya karena mereka hanya memikirkan keadaannya sekarang yang tidak bisa berubah menurut mereka.

Remaja seperti inilah yang memerlukan penanganan yang dapat meningkatkan resiliensi agar mereka memiliki kemampuan untuk bangkit dari permasalahannya dan menjadi pribadi yang lebih baik untuk masa depannya. Salah satu intervensi yang dapat diberikan kepada remaja difable adalah dengan membekali mereka sesuatu yang dapat membuat mereka menerima keadaan mereka saat ini. Salah satunya yaitu mengembangkan emosi-emosi positif yang ada dalam diri individu sehingga individu mampu bertahan hidup.

Ada banyak cara yang dapat ditempuh untuk meningkatkan emosi positif pada seseorang, salah satunya adalah dengan bersyukur. Di sinilah pentingnya pelatihan kebersyukuran pada remaja difable fisik. Rasa syukur diartikan sebagai rasa syukur dan menerima secara positif pengalaman yang dialami seseorang sehingga berdampak positif pada kehidupan sehari-hari (Kashdan, 2006). Pelatihan kebersyukuran akan mengarahkan remaja difable kepada perilaku bersyukur sehingga mereka dapat melihat nilai-nilai positif yang mereka miliki di tengah segala keterbatasan mereka untuk menumbuhkan perasaan positif pada dirinya sendiri tentang kehidupannya. Selain itu, pelatihan ini mampu meningkatkan kebermaknaan hidup dalam kehidupan yang mereka jalani saat ini. Menurut McCullogh (dalam Linley & Joseph, 2004) menjelaskan bahwa individu yang bersyukur mengalami afek positif seperti lebih sering mengalami kebahagiaan, menikmati kepuasan dalam hidup, lebih banyak berharap, dan cenderung kurang mengalami depresi, kecemasan dan iri hati. Selain itu, diharapkan dapat mengendalikan kesulitan-kesulitan besar, dengan lebih baik meski mengalami berbagai macam kemunduran atau permasalahan, mereka tetap tidak mengeluh dengan kondisi hidupnya. Sehingga para remaja difable mampu menjalani kehidupannya agar terhindar dari perasaan negatif dan optimis terhadap masa depan mereka.

B. Tujuan

(47)

37 C. Manfaat Penelitian

Diharapkan dapat memberikan pemahaman mengenai pengaruh pelatihan kebersyukuran dalam meningkatkan resiliensi pada remaja difable sehingga pelatihan kebersyukuran dapat dijadikan salah satu intervensi untuk meningkatkan resiliensi pada remaja difable fisik.

D. Sasaran Pelatihan

Peserta pelatihan kebersyukuran adalah 5 orang. Dimana subjek pelatihan memiliki kriteria berusia 12-21 tahun dan memiliki cacat pada satu atau lebih anggota tubuhnya.

E. Rundown Kegiatan

Sesi Kegiatan Tempat

Sesi I - Pre-test - Anamnesa dan kontrak pelatihan. UMM Sesi II - Writing a Gratitude Letter

- Keep a Gratitude Journal UMM

Sesi III - Checking a gratitude journal. - Sharing hasil identifikasi gratitude UMM

Sesi IV - Evaluasi gratitude journal - Savor (Menikmati kehidupan) UMM

Sesi V - Evaluasi dan Terminasi. - Post-test UMM

SESI I Tujuan:

a. Menjelaskan tentang hak, kewajiban peraturan peserta kegiatan.

b. Menciptakan kohesifitas dan membangun hubungan yang baik antara peserta dan fasilitator.

c. Mengetahui permasalahan peserta pelatihan.

Alat yang Dibutuhkan: a. Kertas

b. Alat tulis (Pensil atau bulpoin) c. Inform Consent

d. Skala Resilience Scale e. Tissue

f. Lembar Observasi

Waktu: 90 Menit

Langkah Kegiatan:

(48)

38

b. Fasilitator memperkenalkan diri dan memberikan ucapan terima kasih terhadap para subjek penelitian untuk kehadirannya dalam sesi pertama.

c. Fasilitator menjelaskan hak, kewajiban dan peraturan peserta dalam kegiatan, kemudian fasilitator memberikan kesempatan pada peserta untuk menanyakan hal yang belum dimengerti mengenai hak, kewajiban dan peraturan kegiatan.

d. Fasilitator meminta setiap peserta untuk memperkenalkan diri. Anamnesa dilakukan untuk memberi kesempatan kepada peserta untuk menceritakan permasalahan yang dialaminya dan menanyakan kepada peserta untuk kesediaan menjadi peserta penelitian sekaligus klien untuk diberikan pelatihan atas permasalahan yang peserta alami. Setiap peserta diberikan waktu 5 menit.

e. Fasilitator menjelaskan kepada peserta mengenai pelatihan dalam kelompok yang akan diberikan untuk membantu peserta mengatasi permasalahan yang dialaminya (teknik pelatihan, banyaknya sesi dan konsekuensi yang diperoleh peserta selama dan setelah proses pelatihan).

SESI II Tujuan:

a. Peserta belajar mengungkapkan terima kasih atau rasa syukur terhadap orang lain. b. Penjelasan tentang hal-hal yang harus ditulis dalam jurnal harian (gratitude journal). c. Mengidentifikasi gratitude yang telah dilakukan.

d. Menumbuhkan gratitude pada individu dengan melibatkan kelompok.

Alat yang Dibutuhkan: a. Kertas.

b. Jurnal Harian c. Surat Terima Kasih

d. Alat tulis (Pensil atau bulpoin). e. Tissue

f. Lembar Observasi

Waktu: 90 menit

Langkah Kegiatan:

a. Fasilitator membuka kegiatan dengan ucapan terimakasih dan apresiasi terhadap keinginan serta niat klien untuk mengembangkan diri dalam kelompok.

b. Fasilitator menjelaskan tentang kegiatan pada sesi gratitude letter. Peserta menuliskan surat yang ditujukan kepada siapapun sebagai ungkapan rasa terima kasih yang belum tersampaikan.

c. Peserta diminta untuk menuliskan gratitude letter.

d. Setiap pesertak diminta untuk membacakan isi surat tersebut secara terbuka dihadapan peserta lain.

e. Fasilitator memandu diskusi tentang gratitude letter. Waktu

(49)

39

g. Fasilitator memberikan jurnal harian dan alat tulis sebagai tugas rumah pada peserta dan mengajak mereka untuk menuliskan gratitude dalam jurnal harian setiap hari. Jurnal harian tersebut berisikan tentang apapun yang membuat mereka merasa bersyukur. h. Setiap peserta diminta untuk saling memotivasi dan memberikan dukungan satu sama

lain.

Gambar

Tabel 4. Deskriptif Uji Mann Whitney Data Post-test Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ..........................................................................................................................
Tabel 1. Deskripsi Subjek Penelitian
Tabel 3. Deskriptif Uji Wilcoxon Data Pre-test dan Post-test Kelompok Eksperimen dan

Referensi

Dokumen terkait

Dengan menggunakan model inkuiri pada pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam tentang perpindahan panas secara konveksi di kelas IV SD Negeri I Dukuh Kecamatan

Tesis yang berjudul : Pengaruh Pemberian Jus Buah Naga Merah (Hylocereus polyrhizus) Terhadap Profil Lipid Tikus Putih (Rattus norvegicus) Model Hiperlipidemia”

Pemakaian peralatan pelindung yang cocok (termasuk peralatan pelindung diri yang dirujuk dalam Bagian 8 dalam lembar data keselamatan) untuk mencegah kontaminasi terhadap kulit,

[r]

warga dapat menikmati hasil sampah non organik yang sudah dikumpulkan di bank sampah, yang dinilai dengan uang, selain itu kondisi lingkungan juga menjadi

Kesimpulan yang diambil dari data terkumpul perlu diverifikasi terus menerus selama penelitian berlangsung, agar data yang didapat terjamin keabsahan dan

1) Amount of Information (Kuantitas Informasi), dalam arti bahwa informasi yang diolah oleh suatu prosedur pengolahan informasi mampu memenuhi kebutuhan banyaknya informasi.. 2)

Sebaliknya, mahasiswa yang memutuskan untuk tidak menggunakan perpustakaan fakultas disebabkan karena pengalaman mereka sebelumnya, yaitu karena tidak menemukan buku