• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERKAWINAN USIA MUDA DAN PERCERAIAN (Studi di Kampung Kotabaru Kecamatan Padangratu, Lampung Tengah)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERKAWINAN USIA MUDA DAN PERCERAIAN (Studi di Kampung Kotabaru Kecamatan Padangratu, Lampung Tengah)"

Copied!
90
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRACT

YOUNG AGE MARRIAGE AND DIVORCE

(Study at Kotabaru Village Kecamatan Padangratu, Lampung Tengah) By

Umi Nurhasanah

Child marriage still prevalent in developing countries, including Indonesia. Until now, the more often we hear the phenomenon of child marriage not only among indigenous peoples but has penetrated school students should focus on their studies and develop talent. The marriage bond is essentially not only to legalize the biological relationships but also to form a family wedding prosecute independent in thinking and problem solving in marriage. Due mentally unprepared perpetrators of child marriage, the conflict that led to the divorce were often ending bond. This study aims to identify and explain the cause of the occurrence of child marriage, problems that occur in housekeeping, and to explain the impact of child marriage on life in the village housekeeping Kotabaru Padang ratu central Lampung District.

(2)

stage. The results showed that the cause of the couple to marriage at a young age is due to village Kotabaru free sex, free sex increasingly widespread among teenagers due to the social control in the community because of a shift in cultural values because of economic factors, that marriage performed at a young age as an alternative to alleviate the economic burden of the family. Low educational factors make the perspective and mindset of adolescents are more narrow. And the encouragement of parents. which then have an impact lost educational opportunities, lost the opportunity to develop and express themselves, vulnerable to pregnancy and fetal problems, susceptible to domestic violence and child marriage could lead to social problems that can lead to divorce.

(3)

ABSTRAK

PERKAWINAN USIA MUDA DAN PERCERAIAN

(Studi di Kampung Kotabaru Kecamatan Padangratu, Lampung Tengah) Oleh

Umi Nurhasanah

Perkawinan usia muda masih banyak dijumpai di negara berkembang termasuk Indonesia. Sampai saat ini, makin sering kita dengar fenomena perkawinan usia muda tidak hanya di kalangan masyarakat adat tetapi telah merambah pelajar sekolah yang semestinya fokus menuntut ilmu dan mengembangkan bakat. Perkawinan pada hakikatnya bukan hanya ikatan untuk melegalkan hubungan biologis namun juga membentuk sebuah keluarga yang menuntut pelaku perkawinan mandiri dalam berpikir dan menyelesaikan masalah dalam perkawinan.. Akibat tidak siapnya mental pelaku perkawinan usia muda, konflik yang berujung perceraian pun seringkali mengakhiri ikatan tersebut.

(4)

sistematis mengenai tingkah laku dengan melihat atau mengamati individu atau kelompok secara langsung. Interview, dengan cara mengajukan sejumlah pertanyaan secara lisan dan akan dijawab secara lisan pula. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan melalui wawancara dan dokumentasi. Selanjutnya Analisis data dilakukan dengan reduksi data, display atau penyajian data dan tahap kesimpulan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyebab pasangan suami istri melakukan perkawinan usia muda di Kampung Kotabaru adalah karena faktor pergaulan bebas, kian merebaknya free seks dikalangan remaja akibat semakin mengendornya kontrol sosial dalam masyarakat karena adanya pergeseran nilai budaya yang ada.selain itu karena faktor ekonomi, bahwa perkawinan diusia muda dilakukan sebagai alternatif untuk meringankan beban perekonomian keluarga. Faktor pendidikan yang rendah membuat cara pandang dan pola pikir remaja lebih sempit. Dan adanya dorongan orangtua. yang kemudian menimbulkan dampak kehilangan kesempatan pendidikan, kehilangan kesempatan untuk berkembang dan berekspresi, rentan terhadap masalah kehamilan dan janin, rentan terjadi kekerasan dalam rumahtangga, dan perkawinan usia muda bisa menimbulkan masalah sosial yang dapat menyebabkan perceraian.

(5)

I. PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Manusia merupakan makluk sosial (zoonpoliticoon), sehingga tidak bisa hidup tanpa adanya manusia lainnya. Sejak lahir manusia telah dilengkapi dengan naluri untuk hidup bersama dengan orang lain. Naluri untuk hidup bersama dengan orang lain mengakibatkan hasrat yang kuat untuk hidup teratur (Soekanto: 9).

Untuk meneruskan jenisnya manusia membutuhkan pasangan hidup yang dapat memberikan keturunannya sesuai dengan apa yang diinginkannya. Salah satu cara yang mereka tempuh adalah dengan melangsungkan perkawianan.

Perkawinan usia muda masih banyak dijumpai di negara berkembang termasuk Indonesia. Sampai saat ini, makin sering kita dengar fenomena perkawinan usia muda tidak hanya di kalangan masyarakat adat tetapi telah merambah pelajar sekolah yang semestinya fokus menuntut ilmu dan mengembangkan bakat. Pernikahan pada hakikatnya bukan hanya ikatan untuk melegalkan hubungan biologis namun juga membentuk sebuah keluarga yang menuntut pelaku pernikahan mandiri dalam berpikir dan menyelesaikan masalah dalam pernikahan. Akibat tidak siapnya mental pelaku perkawinan usia muda, konflik yang berujung perceraian pun seringkali mengakhiri ikatan tersebut.

(6)

berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Ikatan lahir adalah hubungan formal yang dapat dilihat karena dibentuk menurut undang-undang, yang mengikat kedua pihak dan pihak lain dalam masyarakat sedangkan Ikatan batin adalah hubungan tidak formal yang dibentuk dengan kemauan bersama yang sungguh-sungguh mengikat kedua pihak.

Ikatan perkawinan merupakan ikatan suci yang berdasarkan nilai-nilai ketuhanan untuk membentuk keluarga sakinah dan mawaddah. Ikatan perkawinan bukan saja ikatan perdata tetapi ikatan lahir batin antara seorang suami dengan seorang isteri. Perkawinan tidak lagi hanya sebagai hubungan jasmani tetapi juga merupakan hubungan batin. Pergeseran ini mengesankan perkawinan selama ini hanya sebatas ikatan jasmani ternyata juga mengandung aspek yang lebih subtantif dan berdimensi jangka panjang. Ikatan yang didasarkan pada hubungan jasmani itu berdampak pada masa yang pendek sedangkan ikatan lahir batin itu lebih jauh.

Tujuan perkawinan adalah untuk membentuk keluarga yang bahagia, kekal dan sejahtera. Kesejahteraan dalam perkawinan tidak dapat diharapkan dari mereka yang kurang matang, baik fisik maupun emosional, melainkan juga kedewasaan juga tanggung jawab, serta kematangan fisik dan mental. Suatu azas kematangan bagi calon suami istri tercantum dalam pasal 7 ayat (1) Undang-undang perkawinan no 1 tahun 1974, bahwa perkawinan diizinkan jika pria telah mencapai usia 19 tahun dan pihak wanita berusia 16 tahun (R. Subekti dan R. Tjitrosudibyo, 1978:471).

(7)

umur 16 tahun. Namun dalam prakteknya masih banyak kita jumpai perkawinan pada usia muda atau dibawah umur. Berdasarkan angka Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007, jumlah kasus perkawinan usia muda mencapai 50 juta penduduk dengan rata-rata usia perkawinan di Indonesia yakni 19,1 tahun.

Padahal perkawinan yang sukses membutuhkan kedewasaan dan tanggung jawab secara fisik maupun mental, untuk bisa mewujudkan harapan yang ideal dalam kehidupan berumahtangga.

Penelitian yang dilakukan oleh IPADI (Ikatan Peminat dan Ahli Demografi Indonesia) melalui lembaga kependudukan dan BKKBN tahun 2003 menunjukkan saat ini jumlah usia remaja (12-24 tahun) di Indonesia 42 juta (sekitar 20% dari penduduk Indonesia yang berjumlah 213 juta jiwa). Dari angka ini 35% sudah menikah, dan dari angka ini sekitar 52% perempuan telah menikah. Rata-rata usia perkawinan pertama di Indonesia adalah usia 19 tahun bagi penduduk yang sekarang berusia 20-24 tahun. Bagi penduduk usia 25-29 tahun menikah pada usia 15 tahun adalah 11%, menikah pada usia 18 tahun adalah 18% dan pada usia menikah 20 tahun sebesar 51%.

(8)

muda dilakukan pada pasangan usia muda rata-rata umurnya antara 16-20 tahun. Secara nasional perkawinan usia muda dengan usia pengantin di bawah usia 16 tahun sebanyak 26,95%.

Perkawinan usia muda ini dipengaruhi karena adanya beberapa faktor-faktor yang mendorong mereka untuk melangsungkan perkawinan usia muda atau di bawah umur. Pelaku perkawinan usia muda mempunyai alasan tersendiri sehingga mereka bersedia melakukan perkawinan diusia muda. Faktor pendorong itu pun bermacam-macam seperti faktor ekonomi dimana mereka ingin kebutuhan keluarganya dapat terpenuhi, faktor sosial yaitu untuk menutupi aib apabila sudah hamil diluar nikah, serta faktor kultural (kebiasaan masyarakat sekitar). Pernikahan muda banyak terjadi pada masa pubertas, hal ini terjadi karena remaja sangat rentan terhadap perilaku seksual. Rasa ingin tahu dan kemajuan teknologi membuat banyak anak muda haus mengakses informasi seks dari internet.

(9)

Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan serta Kantor Kementerian Agama Kabupaten Madiun mencatat jumlah perkawinan usia muda di wilayah itu dalam dua tahun terakhir meningkat. Data di kedua lembaga itu di Madiun, menunjukkan jumlah kasus perkawinan usia muda pada tahun 2010 tercatat 711 perkawinan dari total 6.029 perkawinan atau sebesar 11,79 persen. Sedangkan pada tahun 2011 mencapai 850 perkawinan dari total sebanyak 6.548 perkawinan atau sebesar 12,98 persen. Sementara laporan pada tahun 2012 masih dihimpun. Dalam kurun dua tahun terakhir, 45 persen warga Sulsel menikah saat usianya masih . Dalam kurun dua tahun terakhir, 45 persen warga Sulsel menikah saat usianya masih terbilamg Anak Baru Gede (ABG) antara 10 hingga 18 tahun. Sesuai data terakhir Badan Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana Pemprov Sulsel tahun 2011 lalu menyebutkan, pernikahan di bawah umur di Sulsel persentasenya memang sangat besar hingga 45 persen, mulai dari kategori usia di bawah umur ini yakni 10-18 tahun. Menurut Badan Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana Pemprov Sulsel, tetap meyakini jika angka tersebut tidak akan berubah secara signifikan tahun 2012 ini.

(10)

Jakarta menduduki peringkat kedua dengan angka 44 orang yang menikah muda dan sudah melahirkan dari 1000 penduduk di usia 15 hingga 19 tahun.

Hasil riset kesehatan daerah yang dilakukan pada 2110 sebanyak 41,6 persen pasangan di NTB menikah pada usia dini, yakni pada umur 15 hingga 19 tahun. Pasangan yang menikah pada usia muda itu tentunya belum memiliki pengetahuan yang cukup tentang bagaimana mengasuh dan bagaimana cara memberikan makan pada balita secara benar. Pada sisi lain pernikahan dini menjadi penyebab tingginya angka kematian bayi, yang posisi saat ini secara nasional masih 34/1000, atau setiap kelahiran 1000 bayi akan mati 34 orang. Sangat mungkin, ibu-ibu muda berusia 12-6 tahun belum siap untuk bereproduksi, atau ada pola penanganan yang salah pada kelahiran bayi.

Pernikahan usia muda adalah pernikahan yang dilakukan oleh anak-anak ataupun remaja yang belum bisa dikatakan dewasa. Hal ini cenderung mengakibatkan timbulnya perselisihan karena tingkat emosional yang labil dan bahkan kerap menimbulkan perceraian. Secara sosiologis kedewasaan merupakan merupakan sesuatu yang didasari atas perbedaan peran sosial yang ditempati. Artinya tingkat perkembangan kedewasaan berbeda-beda sesuai dengan tempat dan lingkungannya. Bagi pasangan dalam satu keluargan perlu memahami dan membekali akan pengetahuan ini, agar kelengkapan potensi yang diperkirakan dapat tercukupi.

(11)

bermanfaat bagi keluarganya. Mereka akan tegar mengahadapi cobaan dalam kehidupan, baik dalam bidang sosial ekonomi, kesusilaan dan kehormatan keluarga.

Pernikahan yang dijalani oleh suami istri muda masih rentan dengan adanya konflik rumah tangga, hal ini dapat terjadi oleh berbagai macam sebab misalnya faktor ekonomi, anak, mertua dan sebagainya. Mulai tahun 2005, dari dua juta rata-rata peristiwa perkawinan setiap tahunnya, 45 persen berselisih dan 12-15 persen bercerai. Hal ini dikuatkan oleh pernyataan Menteri Agama, Muhamad Maftuh Basuni, pada penganugerahan juara Keluarga Sakinah Teladan dan Kepala KUA Percontohan tahun 2008 sekaligus penutupan Rakernas Badan Penasehatan, Pembinaan, dan Pelestarian Perkawinan (BP4) di Jakarta, yang mengatakan bahwa perselisihan cenderung menjadi entry point untuk menjustifikasi perselingkuhan atau bahkan pemicu kekerasan dalam rumah tangga, dan hampir 80 persen dari jumlah kasus perceraian, menurutnya, terjadi pada perkawinan di bawah usia 5 tahun.

(12)

bercerai dalam waktu 5 tahun pernikahan mereka, dan 27% dalam waktu 10 tahun. Semakin banyak kasus perceraian merupakan dampak dari mudanya usia

pasangan bercerai ketika memutuskan untuk menikah. “Kebanyakan yang gagal

itu karena kawin muda”. Dalam alasan perceraian tentu saja bukan karena alasan kawin muda, melainkan alasan ketidakcocokan dan sebagainya (Dadang, 2005).

Setahun di Indonesia ada 250.000 perceraian pasangan kawin atau 10 % dari total perkawinan, dan sebagian besar perkawinan adalah mereka yang kawin dini. Efek lebih jauh sangat mengerikan karena janda-janda muda ini akan menjadi sasaran traficking.

Menurut data Kementerian Agama, angka perceraian di Indonesia mencapai 10 persen dari jumlah penduduk. Sejak Maret 2010 sampai Juni 2012, ada sebanyak 278 wanita yang berhasil dijemput oleh Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak ( P2TP2A ) jabar, dimana rata-rata mereka menikah pada usia yang terlalu dini, yaitu 13 tahun hingga 15 tahun.

Berdasarkan data sejak Januari hingga Agustus 2007, tercatat 117 kasus perceraian usia muda di Kota Bandung akibat hubungan rumah tangga yang tidak harmonis. Bahkan, 90% kasus perceraian dilakukan pasangan suami istri usia muda. Selain masalah perceraian, saat ini yang banyak diperbincangkan adalah

“menikah muda sebagai ladang kanker”. HPV (human papilloma virus) dapat

(13)

Perkawinan dalam usia muda ini menimbulkan masalah sosial, yaitu perceraian yang meningkat. Perceraian di kalangan remaja yang sebenarnya belum siap membina rumah tangga secara fisik dan mental mengakibatkan anak-anak dilahirkan terlantar dan tingkat kehidupan ekonomi merosot. Mereka pikir, bahwa pernikahan segala sesuatu akan berjalan secara alamiah, kebahagiaan akan turun dengan sendirinya sekalipun mereka tidak memiliki pengetahuan untuk mengatur kehidupan rumah tangganya. Kenyataannya, kebahagiaan perkawinan perlu di usahakan secara terus menerus antara suami istri, karena perceraian yang terjadi sering diakibatkan tidak adanya persiapan diantara kedua belah pihak.

Namun dewasa ini, pada usia tersebut biasanya belum mencapai kematangan, baik emosi, ekonomi, sosial dan lain sebagainya. Oleh karena itu, kompilasi hukum Islam yang mengatur masalah-masalah tersebut memberikan batasan usia bagi laki-laki dan perempuan yang ingin melangsungkan pernikahan. pernikahan bagi laki-laki sekurang-kurangnya telah mencapai 19 tahun dan bagi perempuan sekurang-kurangnya telah mencapai 16 tahun. Ketentuan ini dimaksudkan untuk mendapatkan kualitas rumah tangga dan keturunan yang baik.

(14)

mengakhiri rasa tertekan, rasa takut, rasa cemas, dan ketidak tenteraman (Dagun, 2002).

Terdapat juga dampak negatif dari perceraian terhadap pasangan maupun anak. Bagi pasangan yang bercerai, perceraian menimbulkan ketegangan, karena merupakan salah satu perubahan yang paling sulit (stressfull) yang dialami seseorang (Kitzman & Gayord, 2001).

Terjadinya perselisihan dalam rumah tangga dikarenakan minimnya pengetahuan mereka tentang pernikahan, khususnya pada pasangan yang menikah dalam usia muda, sehingga mereka tidak mampu menyelesaikan persoalan dengan hati yang jernih, kebanyakan dari mereka lebih mengedepankan emosi ketimbang akal. Dari segi ekonomi, maraknya perceraian yang terjadi pada pasangan usia muda diantaranya adalah disebabkan oleh kemampun ekonomi yang lemah. Apalagi di zaman sekarang kebutuhan terus meningkat, beban yang harus ditanggungpun terasa semakin berat. Sehingga banyak diantara mereka yang telah membina rumah tangga harus berakhir dengan perceraian.

(15)

Terjadinya perkawinan usia muda di Kampung Kotabaru ini mempunyai dampak tidak baik kepada mereka yang telah melangsungkan pernikahan juga berdampak pada anak-anak yang dilahirkanya serta masing-masing keluarganya.

Berdasarkan uraian dalam latar belakang tersebut diatas, maka penulis menyusun

skripsi dengan judul: “Perkawinan Usia Muda dan Perceraian di Kampung

Kotabaru Kecamatan Padangratu Lampung Tengah”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, penulis merumuskan masalah yang di teliti sebagai berikut:

a. Apa saja yang menyebabkan terjadinya perkawinan di usia muda?

b. Apa saja masalah-masalah yang terjadi dalam kehidupan berumah tangga pada pasangan suami istri usia muda?

c. Apa saja dampak perkawinan usia muda terhadap kehidupan berumah tangga?

C.Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui bagaimana Perkawinan Usia Muda dan Perceraian di Kampung Kotabaru Lampung Tengah.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui penyebab terjadinya perkawinan usia muda di Kampung Kotabaru Kecamatan Padangratu Lampung Tengah

(16)

c. Untuk mengetahui Dampak perkawinan usia muda terhadap kehidupan berumah tangga di Kampung Kota baru Kecamatan Padangratu Lampung Tengah.

D. Kegunaan Penelitian 1. Kegunaan secara Teoritis

a. Sebagai bahan masukan bagi pengembangan ilmu sosiologi dan peminat ilmu sosiologi lainnya.

b. Secara toritis untuk mengembangkan khasanah ilmu sosiologi terutama sosiologi keluarga.

2. Kegunaan secara Praktis

a. Sebagai bahan informasi bagi masyarakat tentang pengaruh perkawinan usia muda terhadap perceraian.

(17)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Perkawinan 1. Pengertian Perkawinan

Menurut Adamson Hoebel (dalam Heriyanti, 2002) menyatakan bahwa

perkawinan adalah “suatu hubungan kelamin antara laki-laki dan perempuan yang membawa hubungan-hubungan yang lebih luas yaitu antara kelompok kerabat laki-laki dan perempuan, bahkan dengan masyarakat lain. Hubungan yang terjadi ini ditentukan oleh sistem norma-norma yang berlaku di masyarakat.

Menurut Paul B. Harton dan Chester L. Hunt (1991) menyatakan bahwa

perkawinan adalah “suatu pola sosial yang disetujui dengan cara dua orang atau

lebih membentuk keluarga. Lebih lanjut dikatakan bahwa arti sesungguhnya dari perkawinan adalah penerimaan status baru, serta pengakuan atas status baru oleh orang lain. Menurut wiryono, perkawinan adalah hidup bersama dari seorang laki-laki dan seorang perempuan yang memenuhi syarat-syarat tertentu (Wiryono, 1978:15).

(18)

1. Tujuan Pernikahan atau Perkawinan

Tujuan perkawinan yang ditegaskan dalam pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan KeTuhanan Yang Maha Esa. Seperti yang dijelaskan pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 diatas, maka suami istri perlu saling membantu dan melengkapi agar masing-masing dapat mengembangkan kepribadiannya membantu dalam mencapai kesejahteraan spiritual dan material maka demi terwujudnya tujuan perkawinan.

Menurut Sadikin (1997) perkawinan merupakan perbuatan yang suci dan agung di dalam memenuhi perintah dan anjuran Tuhan Yang Maha Esa memiliki tujuan-tujuan sebagai berikut:

a. Untuk memperoleh keturunan yang sah dan tujuan ini merupakan tujuan pokok dari perkawinan. Setiap orang yang melaksanakan perkawinan menginginkan untuk memperoleh anak atau keturunan.

b. Untuk memenuhi tuntutan naluriah atau hajat tabiat kemanusiaan secara syali. Apabila tidak ada penyaluran yang syah maka manusia banyak melakukan perbuatan-perbuatan yang menimbulkan hal-hal yang tidak baik dalam masyarakat.

(19)

didasarkan pada rasa kasih sayang tersebut maka individu tersebut berusaha untuk membentuk suatu rumah tangga yang kekal dan bahagia.

d. Untuk menumbuhkan aktifitas dalam usaha mencari rezeki yang halal dan memperbesar rasa tanggung jawab terhadap keluarga. Kewajiban suami untuk mencari nafkah bagi istri dan anak-anaknya maka perasaan tanggung jawab pada diri suami semakin besar. Suami mulai berpikir bagaimana cara mencari nafkah rezeki yang halal untuk memenuhi kehidupan rumah tangganya dan seorang istri harus bisa mengatur kehidupan dalam rumah tangganya.

e. Untuk menjaga manusia dari kejahatan dan kerusakan. Pengaruh hawa nafsu sedemikian besarnya sehingga manusia kadang-kadang sampai lupa untuk menilai mana yang baik dan mana yang buruk. Manusia memiliki sifat yang lemah dalam mengendalikan hawa nafsu sehingga untuk menghindari pemuasan secara tidak syah yang banyak mendatangkan kerusakan dan kejahatan maka dilakukan suatu perkawinan.

Dalam undang-undang RI No.1 tahun 1974 syarat-syarat perkawinan pasal 6 (enam):

(1) Perkawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai.

(2) Untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai umur 21 (duapuluh satu) tahun harus mendapat izin kedua orang tua.

(20)

(4) Dalam hal kedua orang tua telah meninggal dunia atau dalam keadaan tidak mampu untuk menyatakan kehendaknya, maka izin diperoleh dari wali, orang yang memelihara atau keluarga yang mempunyai hubungan darah dalam garis keturunan lurus keatas selama mereka masih hidup dan dalam keadaan dapat menyatakan kehendaknya.

(5) Dalam hal ada perbedaan pendapat antara orang-orang yang disebut dalam ayat (2), (3) dan (4) pasal ini, atau salah seorang atau lebih diantara mereka tidak menyatakan pendapatnya, maka Pengadilan dalam daerah hukum tempat tinggal orang yang akan melangsungkan perkawinan atas permintaan orang tersebut dapat memberikan izin setelah lebih dahulu mendengar orang-orang tersebut dalam ayat (2), (3) dan (4) pasal ini.

(6) Ketentuan tersebut ayat (1) sampai dengan ayat (5) pasal ini berlaku sepanjang hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu dari yang bersangkutan tidak menentukan lain.

A.Tinjauan tentang perkawinan Usia Muda 1. Pengertian perkawinan usia muda

(21)

walaupun dari sudut perkembangan mental belum matang sepenuhnya. (Soerjono Soekanto, 2004).

Usia muda adalah anak yang ada pada masa peralihan diantara masa anak-anak dan masa dewasa dimana anak-anak mengalami perubahan cepat di segala bidang. Mereka bukan lagi anak-anak, baik bentuk badan, sikap dan cara berfikir dan bertindak, tetapi bukan orang dewasa yang telah matang (Zakiah Daradzat, 1997 :33). Menurut Elizabeth B. Hurlock (1994:212) menyatakan secara tradisional

masa muda dianggap sebagai “badai dan tekanan” yaitu suatu masa dimana

ketegangan emosi meninggi sebagai akibat dari perubahan fisik dan kelenjar.

Menurut Konopka, (1976:241) menjelaskan bahwa masa muda dimulai pada usia dua belas tahun dan diakhiri pada usia 15 tahun sama halnya dengan teori yang diungkapkan oleh Monks (1998:262) batasan usia secara global berlangsung antara umur 12 dan 21 tahun dan pembagian 12-15 tahun masa muda awal, 15-18 tahun masa muda pertengahan, 18-21 tahun masa muda akhir.

Menurut Sarlito Wirawan (1991:51) masa muda adalah masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa bukan hanya psikologisnya saja, akan tetapi juga fisiknya. Bahkan perubahan fisik itulah merupakan gejala primer dari pertumbuhan usia muda sedangkan perubahan-perubahan psikologis itu muncul sebagai akibat dari perubahan fisik.

(22)

sangat berpengaruh pada psikologi usia muda. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perkawinan usia remaja adalah perkawinan yang dilakukan oleh seseorang yang pada hakekatnya kurang mempunyai persiapan atau kematangan baik secara biologis, psikologis maupun sosial ekonomi.

Dengan penjelasan diatas maka perkawinan usia muda dapat di definisikan sebagai ikatan lahir batin antara seorang pria dengan wanita sebagai suami isteri di usia yang masih muda atau remaja.

Usia muda menunjukkan usia belia, ini bisa digunakan untuk menyebutkan sesuatu yang dilakukan sebelum batas usia minimal. Dengan demikian pernikahan usia muda berarti pernikahan yang dilaksanakan di bawah umur enam belas tahun. Undang-Undang perkawinan No. 1 Tahun1974, pasal 1 merumuskan arti perkawinan sebagai ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

(23)

Secara umum perkawinan usia muda adalah perkawinan di usia belia atau perkawinan yang dilakukan di bawah usia minimal yang diperbolehkan dalam aturan. Terdapat perselisihan antara konsep agama dan negara dalam memaknai perkawinan usia muda. Perkawinan yang dilakukan melewati batas minimal undang-undang perkawinan, secara hukum kenegaraan dianggap tidak sah. Jadi, istilah perkawinan menurut negara dibatasi dengan umur. Sementara dalam kaca mata agama, perkawinan usia muda ialah perkawinan yang dilakukan oleh orang yang belum baligh, perkawinan usia muda berarti perkawinan yang dilaksanakan di bawah umur enam belas tahun.

Menurut Diane E. Papalia dan Sally Wendkos dalam bukunya Human Development 1995, mengemukakan bahwa usia terbaik untuk melakukan pernikahan bagi perempuan adalah 19 sampai dengan 25 tahun, sedangkan untuk laki-laki usia 20 sampai 25 tahun diharapkan sudah menikah. Karena ini adalah usia terbaik untuk menikah baik untuk memulai kehidupan rumah tangga maupun untuk mengasuh anak pertama.

(24)

mengendaliakn emosi dan kemarahan yang sewaktu-waktu akan muncul dalam keluarga. Ini dimungkinkan karena kualitas akal dan mentalnya sudah relatif stabil sehingga dapat mengontrol diri sendiri maupun dengan pasangan dan lingkungan sekitar. Kedewasaan dalam bidang fisik-biologis, sosial ekonomi, emosi dan tanggung jawab serta keyakinan agama, ini merupakan modal yang sangat besar dan berarti dalam upaya meraih kebahagiaan.

Masih banyaknya pernikahan usia muda di masyarakat disebabkan oleh berapa faktor:

1. Adanya ketentuan hukum atau undang-undang yang membolehkan kawin usia muda sebagaimana pada UUP No. 1 tahun 1974;

2. Masih adanya salah pandang terhadap masalah kedewasaan dimana anak yang sudah menikah berapun umurnya dianggap sudah dewasa;

3. Faktor sosial ekonomi yang cendurung mendorong orang tua untuk cepat-cepat menikahkan anaknya terutama anak perempuan dengan maksud agar beban ekonomi keluarga berkurang;

4. Rendahnya kesadaran dan tingkat pendidikan orang tua dan anak yang memandang pendidikan formal tidak penting sehingga lebih baik kalau segera dinikahkan;

5. Faktor budaya yang sudah melekat di masyarakat bahwa jika punya anak perempuan harus segera dinikahkan agar tidak menjadi perawan tua;

6. Pergaulan bebas para remaja yang mengakibatkan kehamilan sehingga memaksa orangtua untuk menikahkan berapapun umurnya

(25)

a. Takut berbuat zina. Dikalangan anak muda sekarang banyak kita jumpai sebelum akad sudah pacaran terlebih dahulu. Agar tidak terjerumus kejalan yang tidak dibenarkan maka mereka melaksanakan akad nikah walaupun usianya belum memungkinkan.

b. Lingkungan. Ada sebagaian orang tua berpandangan bahwa jika anak gadisnya tidak secepatnya dinikahkan kelak akan menjadi perawan tua. Juga karena pengaruh masyarakat disekitarnya memang menghendaki anaknya harus menikah walaupun masih belum cukup umur.

c. Kecelakaan/Hamil sebelum Nikah, karena pengaruh pergaulan bebas,mas media baik cetak maupun elektronik, sehingga kita tidak bisa mengendalikan diri akhirnya terjadi hamil diluar nikah. Kalau hal ini terjadi (kecelakaan ) maka mereka akan datang ke KUA minta untuk segera dinikahkan walaupun umurnya masih relatif muda.

d. Putus Sekolah atau tidak punya kegiatan tetap. Kondisi ini sangat berpengaruh kepada generasi muda untuk mencari peluang agar dapat secepatnya mencari pendamping hidup. Merasa dirinya tidak ada kegiatan , akhirnya mengambil jalan pintas dengan harapan siapa tahu dengan menikah semua urusan bisa selesai.

2. Dampak yang ditimbulkan akibat dari Perkawinan Usia Muda 1.Kehilangan kesempatan pendidikan.

(26)

pendidikan akan memperluas cakrawala berfikir, mempengaruhi kedewasaan cara berfikir dan akan mempengaruhi status sosial di masyarakat.

2. Kehilangan kesempatan untuk berkembang dan berekspresi.

Pernikahan usia muda akan menghalangi anak mengekspresikan dan berpikir sesuai usianya, karena ia akan dituntut dengan tanggungjawab dalam keluarga sebagai suami atau istri. Kehilangan kesempatan untuk berkreasi, bermain, bergaul dengan teman sebaya, beristirahat dan memanfaatkan waktu luang. Pada kenyataanya anak yang menikah pada usia muda, belum bisa mengurus keluarga maupun anak-anaknya, bahkan mengurus dirinya sendiri saja terkadang belum bisa. Rentan terhadap gangguan kesehatan reproduksi, seperti kangker cervix dan penyakit seksual menular lainnya. Perempuan yang menikah di bawah usia 20 tahun, 58,5 persen lebih rentan terkena kanker serviks. Organ reproduksi yang belum siap atau matang untuk melakukan fungsi reproduksi, beresiko terhadap bahaya pendarahan dan kerusakan organ yang dapat menyebabkan kematian, cenderung melakukan aborsi yang sering disertai komplikasi dan kematian.

3. Rentan terhadap masalah kehamilan dan janin.

Pengantin anak atau remaja biasanya dipaksa untuk sesegera mungkin mendapatkan kehamilan dan melahirkan anak setelah pernikahannya. Hal ini berarti dapat meningkatkan angka kematian pada ibu hamil karena pada usia

15-19 tahun rentan terkena komplikasi kehamilan dan persalinan serta “fistula

(27)

Kurangnya pengetahuan ibu yang menikah di usia muda, tentang gizi bagi ibu hamil sehingga dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan janin. Perempuan yang mengandung, melahirkan dan mengurus anak karena usia mereka yang masih muda, atau belum dewasa ada beban psikologis sehingga dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan jiwa anak yang dikandungnya.

4. Rentan terjadi kekerasan dalam rumah tangga.

Karena keterbatasan dan ketidakmatangan untuk berumah tangga, anak perempuan yang terpaksa menjadi seorang istri di usia yang masih sangat belia itu tidak mempunyai posisi tawar-menawar yang kuat dengan suaminya, sehingga sangat rawan menjadi korban dan sasaran kekerasan dalam rumah tangga. Begitupun anak laki-laki yang menikah di usia muda, karena keterbatasan dan ketidakmatangan emosi untuk berumah tangga akan cenderung menjadi pelaku kekerasan.

5. Pernikahan usia muda berinfestasi pada masalah sosial yang lebih kompleks di masa mendatang.

(28)

Indonesia yang berjumlah antara 2 sampai 2,5 juta pasangan setiap tahun. Ini sangat mengkhawatirkan, karena selain menjadi pemicu tingginya angka perceraian, juga penyebab tetap tingginya angka kematian bayi di Indonesia.

C. Tinjauan Tentang Perceraian

1. Pengertian Perceraian

Perceraian adalah penghapusan perkawinan dengan putusan hakim, atau tuntutan salah satu pihak dalam perkawinan itu (Subekti, 1993:42).

Menurut Fauzi, (2006:1) Perceraian dalam keluarga manapun merupakan peralihan besar dan penyesuaian utama bagi anak-anak akan mengalami reaksi

emosi dan perilaku karena “kehilangan” satu orangtua. Bagaimana anak bereaksi

terhadap perceraian orangtuanya sangat dipengaruhi oleh cara orangtua berperilaku sebelum, selama dan sesudah perpisahan. Anak akan membutuhkan dukungan, kepekaan dan kasih sayang yang lebih besar untuk membantunya mengatasi kehilangan yang dialaminya selama masa sulit ini. Mereka mungkin akan menunjukkan kesulitan penyesuaian diri dalam bentuk masalah perilaku, kesulitan belajar, atau penarikan diri dari lingkungan sosial

Menurut Wardoyo (1990:69) perceraian merupakan kegagalan dalam mengembangkan dan menyempurnakan cinta antara suami istri. Perceraian merupakan pengalaman yang menyedihkan dan menyakitkan pada suami, istri maupun anak-anak.

(29)

beberapa anggota gagal menjalankan kewajiban peran mereka secukupnya. Dari pengertian diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa perceraian merupakan terhentinya atau penghapusan ikatan lahir dan batin antara seorang pria dan wanita sebagai pasangan suami istri didalam suatu unit keluarga, hal ini disebabkan karena antara suami istri tidak lagi tinggal bersama dalam suatu ikatan perkawinan dan tidak lagi terikat dalam suatu jalinan perkawinan.

Secara sosiologis dalam teori pertukaran, perkawinan digambarkan sebagai pertukaran antara hak dan kewajiban serta penghargaan dan kehilangan yang terjadi antara suami dan istri (Karim dalam Ihromi, 1999). Sebuah perkawinan membutuhkan kesepakatan-kesepakatan bersama dalam mendukung proses pertukaran tersebut. Jika terdapat suatu ketidakseimbangan dalam proses pertukaran yang berarti adanya salah satu pihak yang diuntungkan dan dirugikan, serta akhirnya tidak mempunyai kesepakatan yang memuaskan ke dua belah pihak. Perceraian merupakan terputusnya hubungan antara suami istri, yang dalam hal ini adalah cerai hidup yang disebabkan oleh kegagalan suami atau istri dalam menjalankan obligasi peran masing-masing. Dimana perceraian dipahami sebagai akhir dari ketidakstabilan perkawinan antara suami istri yang selanjutnya hidup secara terpisah dan diakui secara sah berdasarkan hukum yang berlaku.

2. Beberapa faktor penyebab terjadinya perceraian, diantaranya :

(30)

istilah keharmonisan adalah terlalu umum sehingga memerlukan perincian yang lebih mendetail.

2. Gagal komunikasi : Komunikasi merupakan hal terpenting dalam menjalin hubungan. Jika Anda dan pasangan kurang berkomunikasi atau tidak cocok dalam masalah ini, maka dapat menyebabkan kurangnya rasa pengertian dan memicu pertengkaran. Jika komunikasi Anda dan pasangan tidak diperbaiki, bukan tidak mungkin akan berujung pada perceraian.

3. Perselingkuhan : Selingkuh merupakan penyebab lainnya perceraian. Sebelum melangkah ke jenjang pernikahan, ada baiknya Anda dan pasangan memegang kuat komitmen dan menjaga keharmonisan hubungan.

4. Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) : KDRT tidak hanya meninggalkan luka di fisik tetapi juga psikis. Oleh karena itu kenalilah pasangan Anda sebaik mungkin sebelum memutuskan menikah dengannya. Jangan malu untuk melaporkan KDRT yang Anda alami pada orang terdekat atau lembaga perlindungan.

5. Krisis moral dan akhlak : Selain hal diatas, perceraian juga sering dilandasi krisis moral dan akhlak, yang dapat dilalaikannya tanggung jawab baik oleh suami ataupun istri, poligami yang tidak sehat, dan keburukan perilaku lainnya yang dilakukan baik oleh suami ataupun istri, misal mabuk, terlibat tindak kriminal, bahkan utang piutang.

(31)

7. Pernikahan tanpa cinta: Untuk kasus yang satu ini biasanya terjadi karna faktor tuntutan orang tua yang mengharuskan anaknya menikah dengan pasangan yang sudah ditentukan, sehingga setelah menjalani bahtera rumah tangga sering kali pasangan tersebut tidak mengalami kecocokan. Selain itu, alasan inilah yang kerap dikemukakan oleh suami dan istri, untuk mengakhiri sebuah perkawinan yakni bahwa perkawinan mereka telah berlangsung tanpa dilandasi adanya cinta. Untuk mengatasi kesulitan akibat sebuah pernikahan tanpa cinta, pasangan harus merefleksi diri untuk memahami masalah sebenarnya, juga harus berupaya untuk mencoba menciptakan kerjasama dalam menghasilkan keputusan yang terbaik.

8. Pernikahan dini : Menikah di usia muda lebih rentan dalam hal perceraian. Hal ini karena pasangan muda belum siap menghadapi berbagai kesulitan dalam kehidupan pernikahan dan ego masing-masing yang masih tinggi.

9. Masalah ekonomi : Tingkat kebutuhan ekonomi di jaman sekarang ini memaksa kedua pasangan harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga, sehingga seringkali perbedaan dalam pendapatan atau gaji membuat tiap pasangan berselisih, terlebih apabila sang suami yang tidak memiliki pekerjaan yang menyebabkan pasangan dianggap tidak mampu memenuhi kebutuhan materi keluarga, sehingga memutuskan untuk meninggalkannya. 10. Perubahan budaya zaman semakin modern, jika dahulu perceraian dianggap

hal yang tabu sekarang ini telah menjadi tren dan gaya hidup banyak pasangan.

(32)

merupakan suatu hal yang biasa, tapi percekcokan yang berlarut-larut dan tidak dapat didamaikan lagi secara otomatis akan disusul dengan pisah ranjang.

12. Keturunan : Anak memang menjadi impian bagi tiap pasangan, tetapi tidak semua pasangan mampu memberikan keturunan, salah satu penyebabnya mungkin kemandulan pada salah satu pasangan tersebut, sehingga menjadikan sebuah rumah tangga menjadi tidak harmonis.

Alasan-alasan yang menyebabkan perceraian menurut pasal 19 UUD 1945 adalah: 1. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabok, pemadat, penjudi, dan

lain sebagainya yang sukar disembuhkan.

2. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya.

3. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atauhukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung.

4. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak yang lain.

5. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami atau istri.

(33)

perceraian dapat ditemui dalam Pasal 39 ayat (2) UU Perkawinan, menyatakan bahwa perceraian dapat dilakukan apabila sesuai dengan alasan-alasan yang telah ditentukan. UUP perkawinan menyebutkan adanya 16 hal penyebab perceraian. Penyebab perceraian tersebut lebih dipertegas dalam rujukan Pengadilan Agama, yaitu Kompilasi Hukum Islam (KHI), dimana yang pertama adalah melanggar hak dan kewajiban, apabila salah satu pihak berbuat yang tidak sesuai dengan syariat. Atau dalam UU disebutkan bahwa salah satu pihak berbuat zina, mabuk, berjudi, terus kemudian salah satu pihak meninggalkan pihak yang lain selama dua tahun berturut-turut. Kompilasi Hukum Islam (KHI) menambahkan satu alasan lagi, yaitu apabila salah satu pihak meninggalkan agama atau murtad. Dalam hal salah stau pihak murtad, maka perkawinan tersebut tidak langsung putus.

D. Kerangka Pemikiran

Perkawinan merupakan suatu peristiwa yang sangat penting dan tak pernah terlupakan dalam perjalanan hidup seseorang dalam membentuk dan membina keluarga bahagia. Untuk itu diperlukan perencanaan yang matang dalam mempersiapkan segala sesuatunya meliputi aspek fisik, mental, dan sosial ekonomi. Perkawinan akan membentuk suatu keluarga yang merupakan unit terkecil yang menjadi sendi dasar utama bagi kelangsungan dan perkembangan suatu masyarakat bangsa dan negara.

(34)

(Handayani, 2005:41). Dan pernikahan yang ideal untuk perempuan adalah 21-25 tahun sementara laki-laki 25-28 tahun.

Perkawinan usia muda masih banyak dijumpai di negara berkembang termasuk Indonesia. Sampai saat ini, makin sering kita dengar fenomena perkawinan usia muda tidak hanya di kalangan masyarakat adat tetapi telah merambah pelajar sekolah yang semestinya fokus menuntut ilmu dan mengembangkan bakat. perkawinan pada hakikatnya bukan hanya ikatan untuk melegalkan hubungan biologis namun juga membentuk sebuah keluarga yang menuntut pelaku pernikahan mandiri dalam berpikir dan menyelesaikan masalah dalam pernikahan. Akibat tidak siapnya mental pelaku perkawinan usia muda, konflik yang berujung perceraian seringkali mengakhiri ikatan tersebut.

Banyak sekali perkawinan- perkawinan ini harus berakhir kembali ke pengadilan dalam waktu yang tidak lama setelah perkawinan, untuk perkara yang berbeda yaitu perceraian.Tidak bisa dipungkiri bahwa pada pasangan suami-istri yang telah melangsungkan perkawinan di usia muda tidak bisa memenuhi atau tidak mengetahui hak dan kewajibannya sebagai suami istri. Hal tersebut timbul dikarenakan belum matangnya fisik maupun mental mereka yang cenderung keduanya memiliki sifat keegoisan yang tinggi.

(35)

Jumlah anak-anak yang menjadi korban perkawinan usia muda tercatat di Indonesia sangat banyak, yakni 34,5 % dari total perkawinan di seluruh Indonesia yang berjumlah antara 2 sampai 2,5 juta pasangan setiap tahun. Ini sangat mengkhawatirkan, karena selain menjadi pemicu tingginya angka perceraian, juga penyebab tetap tingginya angka kematian bayi di Indonesia.

E. Bagan Kerangka Pikir

Perkawinan Usia Muda

Penyebab terjadinya perkawinan usia muda

Masalah-masalah yang terjadi dalam berumahtangga.

Dampak perkawinan usia muda terhadap kehidupanberumah

(36)

III. METODE PENELITIAN

A.Tipe Penelitian

Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Menurut Hadari Nawawi (2001:24) bahwa penelitian ini adalah cara yang digunakan untuk menggambarkan, menjelaskan dan menjawab permasalahan di lapangan dengan teori-teori, konsep-konsep dari data penelitian lapangan.

Menurut Sudipan Sadi Hutomo dalam Bungin (2003:56) deskriptif kualitatif artinya mencatat secara teliti segala gejala atau fenomena yang dilihat dan di dengar serta dibacanya dengan wawancara atau bukan, catatan lapangan, foto, video, tape, dokumen pribadi, catatan atau demo, dokumen resmi atau bukan yang lain-lain. Peneliti harus membandingkan, mengkombinasikan, mengabstraksikan dan menarik kesimpulan.

(37)

keterangan, tanggapan, dan lain-lain tentang sesuatu atau keadaan yang berhubungan dengan kehidupan manusia.

Penelitian kualitatif bersifat induktif, karena tidak dimulai dari hipotesis sebagai generalisasi, untuk diuji kebenarannya melalui pengumpulan data yang bersifat khusus. Menurut Suwandi Endaswara ( 2006:89 ) perlu beberapa pertimbangan dalam menggunakan penelitian kualitatif. Pertama, menyesuaikan metode kualitatif lebih mudah apabila berhadapan dengan kenyataan peneliti; kedua, metode ini menyajikan secara langsung hakikat hubungan secara langsung antara peneliti dan responden; dan ketiga, peneliti lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak penajaman pengaruh bersama dan terhadap pola-pola nilai yang dihadapi.

Peneliti yakin cara terbaik untuk melihat, memahami, dan menggali informasi dalam penelitian adalah metode kualitatif karena:

Peneliti yakin cara terbaik untuk melihat, memahami, dan menggali informasi dalam penelitian adalah metode kualitatif karena:

1. metode kualitatif lebih mudah karena berhadapan langsung dengan kenyataan. 1. Sifat masalah yang diteliti. Penelitian kualitatif untuk menggambarkan

fenomena yang kompleks menjadi terperinci pada masalah yang diteliti. 2. Metode kualitatif digunakan untuk menemukan dan memahami fenomena

sebelumnya yang masih sedikit diketahui oleh masyarakat

(38)

4. Metode ini lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak tajaman pengaruh bersama dan terhadap pola-pola nilai yang dihadapi.

5. Analisis data secara induktif

6. Teori ini menggunakan teori dasar (grounded theory) peneltian kualitatif lebih menghendaki arah bimbingan penyusunan teori secara subtantif yang berasal dari data.

7. Uraian bersifat deskriptif, data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar dan bukan berupa angka.

Menurut Shvoong ( 2007), Ciri-ciri penelitian kualitatif :

1. Data yang dikumpulkan lebih banyak berupa kata-kata, gambar dan bukan angka-angka;

2. Yang menjadi instrumen penelitiannya adalah manusia, dengan tidak ada jarak antara peneliti dan yang diteliti sehingga akan diperoleh pemahaman dan penghayatan obyek yang diteliti;

3. Penggunaan teori digunakan untuk membantu memahami gejala, setelah selesai meneliti teori tersebut dapat diterima atau ditolak sama sekali, bahkan menemukan teori baru;

4. Analisis data secara induktif

5. Penelitian kualitatif biasanya melakukan penelitian pada latar belakang alamiah atau pada konteks dari suatu keutuhan suatu permasalahan;

(39)

7. Penelitian kualitatif biasanya lebih mementingkan “proses” daripada “hasil”, hubungan antar bagian-bagian yang diteliti jauh lebih jelas apabila diamati dalam proses

8. desain penelitian dapat berubah atau disesuaikan berdasarkan temuan-temuan pada saat melakukan penelitian.

B. Fokus Penelitian

Dalam suatu penelitian sangat penting adanya fokus penelitian karena fokus penelitian akan dapat membatasi studi yang akan diteliti. Tanpa adanya fokus penelitian, peneliti akan terjebak oleh melimpahnya volume data yang diperoleh di lapangan. Fokus penelitian ini adalah faktor-faktor penyebab terjadinya perkawinan usia muda, faktor-faktor penyebab terjadinya perceraian pada pasangan usia muda dan dampak perceraian pada pasangan usia muda.

C.Lokasi Penelitian

Penentuan lokasi penelitian merupakan cara terbaik yang ditempuh dengan jalan mempertimbangkan teori subtantif dan menjajaki lapangan untuk mencari kesesuaian dengan kenyataan yang ada di lapangan, sementara itu kebebasan geografis dan praktis seperti waktu, biaya dan tenaga perlu juga menjadi pertimbangan dalam penentua lokasi penelitian (Lexy J Moleong, 2000:86)

(40)

A. Jenis dan Sumber data

Menurut Momon Sudarman (2008;64), konsep dalam metode kualitatif lebih banyak menggunakan konsep informan artinya individu yang memberikan informasi dalam menjawab pertanyaan penelitian. Data yang digunakan dalam sosiologi adalah data primer (langsung dari informan) dan data sekunder (tidak langsung) misal penelitian diambil dari penelitian oranglain. Kedua data tersebut dapat digunakan secara sinergis untuk melengkapi. Nama yang disebut dalam penelitian ini adalah nama samaran karena menyangkut privasi dan nama baik orang yang bersangkutan.

B. Penentuan Informan

Menurut Spradley dalam Faisal (1990:45) informan harus memiliki beberapa kriteria yang perlu dipertimbangkan yaitu;

1. Subjek yang telah lama dan intensif menyatu dengan kegiatan medan aktivitas yang menjadi sasaran atau perhatian penelitian dan ini biasanya ditandai oleh kemampuan memberikan informasi diluar kepala tentang sesuatu yang ditanyakan.

2. Subjek masih terikat secara penuh serta aktif pada lingkungan dan kegiatan yang menjadi sasaran atau penelitian.

3. Subjek mempunyai cukup banyak waktu dan kesempatan untuk dimintai informasi.

(41)

Penentuan Informan pada penelitian ini dilakukan dengan teknik purposive sampling, dimana pemilihan informan dipilih secara sengaja berdasarkan kriteria yang telah ditentukan dan ditetapkan berdasarkan tujuan penelitian. Adapun informan dalam penelitian ini adalah suami atau istri yang menikah pada usia muda dan telah bercerai sebanyak 6orang.

C. Teknik Pengumpulan Data

Untuk mengumpulkan data dan informasi pada penelitian ini digunakan beberapa tekhnik antara lain :

1. Wawancara Mendalam

(42)

2. Studi Pustaka

Tekhnik ini dilakukan dengan mencari literatur atau buku – buku bacaan yang mengandung teori, keterangan atau laporan yang berhubungan dengan penelitian.

D. Teknik Analisis Data

Moleong (2001:103) mendefinisikan analisis data sebagai proses yang merinci usaha secara formal untuk menentukan tema dan rumusan hipotesis, seperti yang disarankan oleh data dan sebagai usaha untuk memberikan bantuan pada tema dan hipotesis itu.

Dari definisi yang telah dijabarkan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa analisis data adalah suatu usaha untuk mengkaji ulang dari hasil yang telah dilakukan kategori sehingga bisa dijadikan pola yang memiliki relevansi dengan teori-teori yang dilakukan dalam penelitian, yang kemudian ditentukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data. Proses analisis data kualitatif menurut Mathew B.Miles dan A.Michael Huberman dalam penelitian ini digunakan metode analisis data kualitatif dan menggunakan 3(tiga) komponen analisis, yaitu:

1. Reduksi Data

(43)

hasil wawancara. Data yang diperolah kemudian diedit, dirangkum dan difokuskan pada hal-hal yang penting dan dibuat ketegori.

2. Penyajian (Display) Data

Penyajian data ini dimaksudkan untuk memudahkan peneliti melihat data secara keseluruhan dari bagian-bagian penting. Bentuk penyajian data yang digunakan pada data kualitatif adalah bentuk teks naratif. Selanjutnya, hasil teks naratif tersebut diringkas kedalam bentuk bagan yang menggambarkan alur proses perubahan cultural, dari monokultularis ke interkultularis. Kemudian peneliti menyajikan informasi hasil penelitian berdasarkan pada susunan yang telah diabstraksikan dalam bagan tersebut.

3. Menarik Kesimpulan dan Verifikasi Data

(44)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A.Hasil Penelitian

Pada bab ini akan dipaparkan hasil wawancara terhadap para informan yang telah dilaksanakan dan datanya diolah secara sistematis sebagaimana yang telah ditetapkan dalam metode penelitian. Informan penelitian ini adalah anggota masyarakat di kampung Kotabaru Kecamatan Padangratu yang mengalami kasus perkawinan dan perceraian di usia muda yang berjumlah 6 orang. (semua nama informan disamarkan, karena penulis telah melakukan kesepakatan itu sebelumnya untuk menjaga privasi informan).

Informan 1

Andi adalah seorang laki-laki yang menikah pada usia 18 tahun. dia merupakan anak bungsu (terakhir) dari tiga bersaudara. Orangtuanya saat ini hanya menanggung Andi saja karena kedua kakaknya telah menikah. Andi berasal dari keluarga berada sehingga apapun yang diinginkan Andi pasti dituruti oleh orangtuanya. Begitu juga ketika Andi ingin melanjutkan kuliah ke perguruan tinggi setelah tamat dari SMA, orangtuanya menuruti padahal Andi masih sangat manja, karena jauh dari orangtua mengharuskan ia hidup mandiri, kehidupan dikota membuat ia menjadi bebas apalagi tanpa pengawasan dari orangtuanya, ia bisa berbuat semaunya.

(45)

yang disebabkan karena rasa ingin tahu dan mencoba dari remaja. Adanya perilaku seksual yang salah atau adanya perkawinan usia muda di masyarakat dapat menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya perkawinan usia muda pada remaja. Remaja dapat terjerumus melakukan perilaku seksual yang salah oleh karena melihat lingkungan sekitarnya sehingga mereka menjadi ingin tahu, ingin coba-coba atau dapat karena bujukan, paksaan orang-orang disekitanya entah sebaya ataupun tidak. Dapat juga mereka menjadi belajar mengenai perilaku seks yang salah yang dianggap mereka benar atau hal tersebut memang sudah umum terjadi di masyarakat sekitarnya.

“ Sekarang berhubungan seks tu udh ga aneh lagi, rata-rata temen-temen udah pernah nglakuin. Namanya juga anak muda kalo blum pernah dibilang gak gaul”

Gambaran kehidupan anak-anak Indonesia menjelang remaja, salah satunya adalah kegemaran coba-coba untuk urusan seks. Paparan media massa, baik cetak (koran, majalah, buku-buku porno)maupun elektronik (TV, VCD, Internet), dinilai banyak menyuguhkan materi pornografi dan pornoaksi secara langsung maupun tidak langsung dapat memberikan kesan yang mendalam dan gambaran psikoseksual yang salah, serta dapat mendorong timbulnya libido seksual remaja, bahkan materi pornografi dan pornoaksi dijadikan referensi oleh remaja untuk melakukan seksual pranikah.

”Saya ngelakuin hubungan seks karena ingin tahu dan nyoba” biasanya kan cuma liat video di laptop atau hp. Sekarang kan gampang kalo mau mengakses video porno, lewat handphone Juga bisa karena bluetooth jadi bisa transfer dengan mudah. Lewat itu tau gimana orang yang berhubungan intim.

(46)

Sikap dan perilaku remaja mudah dipengaruhi oleh lingkungan sebayanya. Lingkungan pergaulan yang cukup intens menjadi wahana pergaulan remaja adalah tempat kos-kosan. Tempat kos-kosan memang tumbuh dan berkembang sesuai perkembangan zaman. Di samping para pelajar dan mahasiswa, tempat-tempat kosan itu dibutuhkan oleh para pekerja. Kos-kosan itu disediakan untuk orang yang masih bujang, maupun untuk orang yang sudah berkeluarga bisa mengontrak beberapa kamar atau satu rumah. Ada tempat kos-kosan yang berada di lingkungan tuan rumah (pemilik), tetapi ada pula yang dibangun terpisah dengan tempat tinggal tuan rumah, sehigga tuan rumah tidak bisa mengawasi langsung kegiatan di kos-kosan yang dimiliki kita. Ditempat kontrakan kamar atau kos-kosan itulah antar remaja bisa saling mengunjungi. Disitu terjadi proses interaksi sosial antar remaja yang cukup intens. Situasi pergaulan antarremaja di tempat kos-kosan yang tanpa pengawasan cenderung memberikan peluang kepada remaja untuk melakukan pergaulan bebas. Bahkan ada pasangan remaja yang sudah hidup bersama dalam satu kontrakan. Mereka umumnya sudah bekerja.

”tempat kosan saya bebas banget, apalagi ga ada bu’kosnya siapa aja yang keluar masuk kosan tidak ketauan. Saya sering bawa pacar saya maen kekosan dan temen-temen juga ga ada yang complain karena mereka juga sama aja sering bawa pacar atau temennya kkosan”

Karena perbuatannya telah menyebabkan pacarnya hamil, sehingga untuk menutupi aib Andi harus bertanggung jawab atas perbuatan yang telah harus dilakukannya.Terpaksalah ia menikah dan menyebabkan pacarnya keluar dari sekolah karena pihak sekolah tidak bisa menerima pacarnya yang telah hamil.

(47)

Dari pernyataan diatas dapat diketahui bahwa dilakukannya perkawinan usia muda dikarenakan karena sudah dilakukannya hubungan di luar nikah sehingga untuk menutupi semua hal itu tidak ada jalan lain selain menikah. Ini telah banyak muncul di kalangan para remaja.

Walaupun andi sudah berumahtangga ia tetap melanjutkan kuliah seperti biasa. Istrinya tinggal bersama mertuanya karena ia anak bungsu, sedangkan Andi tetap di metro tapi Kadang-kadang pulang karena ia kasian kalau istrinya sendirian dirumah.Kebiasaan hidup enak bersama orangtuanya menyebabkan ia sulit beradaptasi dengan keluarga istrinya. Ia bingung kalau dirumah, mau kerja tidak ada yang bisa ia kerjakan. Jadi kerjaanya cuma males-malesan dirumah, nonton tv dan tidur saja tiap hari. Ini menyebabkan mertuanya tidak suka padanya. Kalau dia dirumah selalu ada saja yang dipermasalahkan. Masalah sepele selalu diperpanjang, situasi ini membuat ia tidak betah dirumah. Kalau sudah bosan, ia pulang tempat orangtuanya. Mertuanya tidak peduli terhadap andi dan istrinya, sehingga biaya hidupnya masih ditanggung orangtuanya.

“saya tidak betah tinggal bareng mertua, sering terjadi salah paham. Saya ada masalah dikit dengan istri saya, mereka selalu ikut campur ”

(48)

akhirnya andi memutuskan untuk tinggal dengan orangtuanya dan istrinya tetap tinggal bersama mertuanya karena istrinya adalah anak tunggal dan masih belum bisa mengurus anaknya karena masih terlalu muda. Kalau ikut bersama andi, istrinya merasa tidak enak terlalu bergantung dengan mertuanya. Keadaan yang berlarut-larut ini membuat Andi tidak tahan lagi dengan rumahtangganya. Mertuanya selalu berusaha memisahkan ia dengan istrinya, dengan alasan ia belum bekerja. Tidak lama kemudian istrinya minta cerai, ini tidak lepas dari peran orangtuanya yang memang tidak suka kepadanya, dipertahankan juga sudah tidak bisa karena sudah tidak ada kecocokan lagi, istrinya selalu berpihak sama orangtuanya. Tidak ada jalan lain selain bercerai.

“kalau sudah ga ada kecocokan lagi, mendingan cerai saja. Mungkin ini jalan yang terbaik”.

Pasangan yang menikah di usia muda umumnya akan lebih sulit mengatasi permasalahan rumah tangga dibandingkan pria dan wanita yang usianya sudah matang. Salah satu tantangan terberat yang harus dihadapi pasangan menikah muda, adalah menghadapi jika terjadi konflik di lingkungan keluarga. Pernikahan bukan hanya penyatuan antara mempelai pria dan wanita saja, tapi juga peleburan dua keluarga. Seringkali terjadi kekagetan saat remaja harus beradaptasi dengan keluarga besar pasangannya. Misalnya saat remaja pria harus masuk ke keluarga besar suaminya setelah menikah.

Informan 2

(49)

selalu menuruti perintah orangtuanya. maka dia lebih sering menghabiskan waktunya dirumah daripada bermain bersama teman-temannya.orangtuanya sangat protektif terhadapnya, kalau ada teman laki-lakinya kerumah, orangtuanya selalu mengatakan ia tidak ada atau tidak boleh bertemu karena sedang belajar. Hal ini dilakukan karena orangtuanya menganggap Nia masih kecil dan belum pantas mempunyai teman dekat laki-laki. Sikap orangtuanya ini menyebabkan nia merasa tidak bebas seperti teman-temannya.Nia sering pergi sembunyi-sembunyi dengan pacarnya. Alasannya belajar kelompok atau ada kegiatan disekolah padahal ia pergi main dengan pacarnya. Ini dilakukan karena orangtuanya tidak mengijinkan kalau ia main dengan pacarnya, karena umurnya yang masih belia, ia belum mengerti tentang hubungan seksual pranikah.

“saya tidak tau sama sekali masalah seks, ketika pacar saya

mengajak berhubungan intim, saya turuti karena saya tidak tau akibat dari perbuatan saya itu”.

(50)

perbuatan yang dilakukan bersama pacarnya menyebabkan ia hamil. orangtuanya terpaksa menikahkannya untuk menutupi aib. Ia juga terpaksa dikeluarkan dari sekolah.

“saya akhirnya menikah karena saya sudah hamil duluan, dan dikeluarkan dari sekolah”.

Seketat apapun orang tua melindungi anaknya dari pengaruh luar, tetap saja kena imbasnya walau sedikit. Dengan perkembangan jaman yang cepat, internet dan sarana media lain yang mudah diakses membuat anak terjerumus dalam pergaulan bebas. Terkadang orang tua tidak mampu mengikuti perkembangan jaman dan akhirnya terkaget-kaget dengan efeknya. Apalagi istilah Pacaran sudah menjadi hal wajib untuk anak-anak muda. Ada perasaan malu dan minder bila tidak punya pacar. Karena terlanjur bebas dan asyik menjalin hubungan dengan lawan jenis, terkadang membuat anak lupa diri. Hamil di luar nikah adalah akibat yang sering terjadi dari pergaulan bebas. Karena malu dan dianggap aib, maka orang tua memutuskan menikahkan anaknya, padahal masih sekolah. Tidak ada solusi yang terbaik selain memberi kesempatan si jabang bayi menikmati dunia, walaupun dengan resiko menanggung malu atau anak harus keluar atau cuti sekolah.

(51)

kandungannya. Gangguan kesehatan yang dialaminya disaat mengandung akan mempengaruhi juga pada kesehatan anak yaang dilahirkan karena umurnya masih muda dan juga tingkat pendidikan mereka yang rendah, sehingga pengetahuan yang ia miliki sangat minim. Kurangnya pengetahuan akan pentingnya hidup sehat, ekonomi yang lemah ditambah lagi kerepotan mengurus anak dapat juga menjadi penyebab tidak begitu memperhatikan kesehatannya. sehingga anak yang dilahirkan itu tidak sehat bahkan ia merasa belum siap dalam mengasuh anaknya, karena sebenarnya ia belum bisa menjadi seorang ibu.

Informan 3

Sari adalah anak sulung dari tiga bersaudara. Ia salah satu mahasiswi perguruan tinggi swasta di Pringsewu. sari tinggal bersama adiknya di sebuah kos-kosan. aktivitas sehari-hari sari adalah kuliah. Teman dan pacar sari sering datang bermain, menonton tv di tempat kos atau jalan-jalan keluar. pada saat libur, ia kadang mengunjungi pacarnya yang berada di Metro. karena pacarnya tinggal dan kuliah di Metro. tapi tanpa sepengetahuan adiknya karena kalau orangtuanya tahu ia suka keluyuran pasti akan dimarahi orangtuanya.

(52)

“males mb dirumah ga betah, paling dirumah aja…suntuk ga bisa maen kemana -mana. Mendingan saya dikosan, mau pergi juga ga ada yang tau. Kalo ditanya kenapa ga pulang, bilang aja ada kegiatan dikampus”.

Hubungan yang intens dengan pacarnya membuat ia tidak bisa mengontrol diri dan menyebabkan hamil diluar nikah.

“Saya terpaksa menikah karena terlanjur melakukan hubungan intim

hingga menyebabkan saya hamil”

Peran orang tua dan keluarga sangat berpengaruh terhadap dilakukannya pernikahan dini. Gaya pacaran yang backstreet atau tanpa persetujuan orang tua serta pola asuh yang tidak memberi kebebasan memicu terjadinya pernikahan usia dini. apabila orang tua mengetahui dan mengijinkan berpacaran setidaknya cowok itu ada tanggung jawab pada orang tua. Pola asuh orang tua agresif/galak, dapat menyebabkan si anak menjadi tertekan dan meminta belas kasihan dari pacarnya. Dan cinta kasih ditunjukkan dengan berhubungan intim. akibatnya anak hamil diluar nikah. pola asuh yang baik yaitu bebas tapi terikat. Diberikan kebebasan dalam batasan-batasan tertentu. ’Keluarga merupakan kelompok sosial yang pertama bagi manusia, tempat ia menyatakan diri sebagai manusia sosial di dalam hubungan interaksi dengan kelompoknya” (W. A. Gerungan, 2004, hal. 122).

(53)

dan dia masih mau hidup seperti anak muda layaknya tidak mempunyai isteri. Sering main dengan teman-temannya.

“saya kesel, suami saya kayak masih bujang. Sukanya keluyuran…ga mikir klo udah punya istri. Bukannya kerja malah pergi maen sama temen-temennya”.

Sering ia memberikan nasehat namun suaminya tidak mau mendengar nasehatnya, bahkan dia marah bahwa tidak boleh ada yang saling mengatur. Akibatnya, ia sering merasa kesal dan menjadi marah pada suaminya.namun suaminya tetap saja tidak merasa bersalah dan menyatakan bahwa ia tidak sayang padanya. Akhirnya ia merasa kesal menghadapi kelakuan suaminya itu yang sering keluar tanpa sepengetahuan dia. Karena sari sudah merasa tidak tahan lagi dengan sikap suaminya yang sulit dirubah, maka ia memutuskan untuk bercerai.

“daripada saya dan anak saya terlantar, lebih baik saya cerai aja..”

Pada dasarnya, rumah tangga dibangun atas komitmen bersama dan merupakan pertemuan dua pribadi berbeda. Kalau keduanya bisa saling merubah, itu hanya akan terjadi kalau dua-duanya sama-sama dewasa. Namun, hal ini sulit dilakukan pada pernikahan usia remaja. Pada tahap awal, mungkin wanitanya bisa berubah, tapi laki-lakinya tidak.

(54)

Informan 4

Yuli menikah disebabkan karena kondisi ekonomi keluarga yang kurang mampu. Orangtuanya menganggap dengan menikahkannya beban ekonomi keluarga akan berkurang. Hal ini disebabkan karena jika ia sudah menikah, maka akan menjadi tanggung jawab suaminya. Orangtuanya berharap jika anaknya sudah menikah dapat membantu kehidupan orangtuanya.

Masyarakat dikampung Kotabaru mempunyai mata pencaharian yang beraneka ragam namun yang paling dominan adalah mata pencaharian sebagai petani. Diantara mereka ada yang memiliki pekerjaan tetap juga pekerjaan tidak tetap. Oleh karena itu, untuk penghasilan yang mereka peroleh setiap harinya tidak menentu. Bagi orang-orang yang pekerjaannya tidak tetap mereka dalam menghidupi keluarganya tidaklah mudah. Lain halnya dengan orang yang telah memiliki pekerjaan tetap dan penghasilan yang tetap, maka segala kebutuhan sehari-harinya akan terpenuhi.

“orangtua saya adalah seorang buruh tani yang tidak mempunyai tanah sendiri. untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari, orangtua saya hanya bergantung pada lahan pertanian oranglain. Orangtua saya terpaksa mengawinkan saya dengan tujuan untuk meringankan beban yang mereka pikul. Dengan harapan suami saya bisa ikut membantu kehidupan keluarga orangtua saya”.

(55)

mereka segera mengawinkannya dengan orang yang dianggap bisa membantu meringankan beban hidup keluarganya.

Informan 5

Eka menikah atas permintaan orangtua karena tidak ada biaya untuk melanjutkan sekolah. Selain itu ekonomi keluarganya kurang mampu.

“saya menikah di umur yang masih muda karena saya sudah putus sekolah, daripada menganggur lebih baik saya menikah. karena orangtua saya hanya buruh tani. Penghasilannya hanya cukup untuk makan saja”.

Dari pernyataan diatas dapat diketahui bahwa eka menikah pada usia muda karena putus sekolah. Mau melanjutkan sekolah juga tidak ada biaya dan walaupun biaya ada orangtuanya tidak mau menyekolahkan karena menurut orangtuanya sekolah tinggi-tinggi itu hanya buang-buang uang saja, belum tentu selesai sekolah langsung dapat pekerjaan. Perempuan dianggap bertugas melayani suami dan anak-anak serta menghabiskan banyak waktu didapur, sehingga dikatakan melanjutkan pendidikan tidak bermanfaat.

(56)

Masalah perkawinannya yang dirasakan setelah mereka menikah, awalnya rumah tangganya tentram-tentram saja, namun setelah hampir satu tahun dia menjalani kehidupan bersama maka mulailah muncul masalah, sering terjadi pertengkaran-pertengkaran yang kecil. Pertengkaran mereka terjadi disebabkan karena masalah ekonomi atau masalah keuangan. Suaminya sebagai kepala rumah tangga yang harus menafkahi keluarganya , namun tidak ada usaha untuk mencarikan nafkah anak isterinya. Setiap hari eka menasehati suaminya untuk pergi mencari uang untuk kebutuhan keluarganya, tetapi malah suaminya balik memarahinya. Dan terkadang ia dipukul. Karena eka khawatir akan kehidupan keluarganya akibat suaminya malas-malasan kerja dan kelakuan suaminya itu susah untuk dirubah maka dia meminta untuk cerai saja daripada hidup menderita dan tertekan.

“saya minta cerai aja, karena buat apa mempertahankan rumah tangga seperti ini. Suami tidak ada tanggung jawabnya sama sekali”.

Informan 6

Dini menikah diusia 15 tahun dan telah lulus SMP. Dini menikah karena dorongan orangtua. Ditakutkan anaknya melakukan perbuatan yang dapat merusak nama baik keluarganya, sehingga dia cepat-cepat menikahkan anaknya. dia merasa anaknya sudah cukup untuk melangsungkan perkawinan. Karena hubungan anaknya dengan kekasihnya sudah terlalu dekat maka ia mengambil keputusan untuk segera menikahkan anaknya.

“saya disuruh orangtua menikah karena takut hubungan saya dengan pacar saya semakin jauh, daripada nanti mencemari nama baik keluarga lebih baik saya menikah”.

(57)

kekhawatiran pada orang tua, ketika menyaksikan anaknya telah mulai tertarik dengan pasangan jenis, segera ditantang untuk melanjutkan hubungan itu secara sah dan bertanggung jawab dengan melaksanakan akad nikah. semakin maraknya hubungan seks bebas di kalangan para remaja inilah yang membuat resah para

orang tua. Sehingga para orang tua yang fanatik dengan istilah ”pacaran” melihat

para putra putrinya melakukan pacaran sangat takut jika nantinya mereka melakukan hubungan seks bebas. Sehingga orang tua segera menikahkan para putra-putrinya meskipun usia mereka belum ideal untuk menikah. Jika tidak segera menikah, dikhawatirkan anak-anak muda ini terjerumus ke dalam perzinahan yang sangat dilarang agama. Itulah salah satu alasan nikah pada usia yang relatif masih muda.

B. Pembahasan

1. Faktor penyebab terjadinya perkawinan usia muda

Fenomena pernikahan usia muda ini tampaknya merupakan “mode” yang

terulang. Dahulu, pernikahan usia muda dianggap lumrah. Tahun berganti, makin banyak yang menentang pernikahan muda namun fenomena ini kembali lagi. Jika dahulu orang tua ingin agar anaknya menikah muda dengan berbagai alasan, maka kini tidak sedikit remaja sendiri, bukan hanya remaja pedesaan tetapi juga remaja di kota besar, yang ingin menikah muda. Perkawinan usia muda, banyak dijumpai

atas dasar alasan adanya “kecelakaan” dalam pergaulan hingga menimbulkan

KTD “Kehamilan Tak Diinginkan”. Oleh karenanya, banyak pasangan menikah

(58)

konflik. Ini karena pernikahan itu atas dasar keterpaksaan, bukan karena kesiapan serta orientasi nikah yang kuat.

Perkawinan usia muda seringkali dijadikan solusi atas kasus kenakalan remaja. Sebuah penelitian melaporkan sekitar 90% pelajar di salah satu kota di Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama islam sudah tidak perawan lagi. Di era pergaulan yang semakin bebas, ada sebagian anggapan bahwa persoalan ini dapat diselesaikan dengan perkawinan usia muda. Berdasarkan penelitian yang dilakukan PKBI di lima kota Indonesia (2003) jika hubungan seksual yang dilakukan membuahkan kehamilan, sebagian besar responden (63,44%) memilih untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya dengan cara meneruskan kehamilannya dan menikah. Kehamilan yang tidak dikehendaki disebabkan pergaulan bebas, nampaknya merupakan faktor paling banyak ditemui.

Referensi

Dokumen terkait

Batik Kultur by Dea Valencia belum pernah melakukan proses penjadwalan untuk proses produksinya, sehingga di dalam urutan kegiatan produksi, terdapat beberapa kegiatan

Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa: (1) rangkaian kegiatan guru dalam memfasilitasi pembelajaran matematika adalah: (a) pertemuan pertama: (i) menyiapkan

Home  »  Blogs  »  admin's blog  » Polisi Pelabuhan Padangbai Gagalkan Penyelundupan Benih Lobster..

Lebih daripada itu, dalam Renstra ini telah termuat visi, misi, sasaran, kebijakan, program dan kegiatan dalam bidang perpustakaan dan kearsipan yang nantinya akan

Rekomendasi Kerupuk Kerupuk yang direkomendasikan adalah kerupuk F4, yaitu kerupuk dengan penambahan tepung duri ikan lele dumbo 10% dan bubur rumput laut 15%, yang memiliki

Dari permasalahan tersebut diatas maka penulis merancang sebuah prototipe sistem pengukuran konsumsi daya listrik pada setiap kamar dalam satu hunian secara

 Membuat kliping hasil pengelompokkan jenis dan ukuran unsur rupa (warna bidang, tekstur dan bentuk) pada benda dua dan tiga dimensi di alam sekitar..  Membuat karya gambar

Mata Pelajaran Nilai Rata-rata Rapor.. Nilai Ujian