• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PELAKSANAAN PENYIDIKAN TERHADAP ANGGOTA POLISI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS PELAKSANAAN PENYIDIKAN TERHADAP ANGGOTA POLISI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA"

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PELAKSANAAN PENYIDIKAN TERHADAP ANGGOTA POLISI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA

Oleh

Indra Rachmatullah

Tindak pidana yang dilakukan oleh setiap anggota Polri akan diproses sesuai dengan ketentuan hukum pidana yang berlaku, yaitu diproses dan diajukan di peradilan umum. Hal ini sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Pasal 7 ayat (4) TAP MPR NO. VII/MPR/2000 tentang Peran Tentara Nasional Indonesia dan Peran Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai berikut: "Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia tunduk pada kekuasaan peradilan umum". Proses dan pelaksanaan penyidikan terhadap anggota Polisi yang melakukan tindak pidana selain diatur dalam Undang Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, juga diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2003 tentang Pelaksanaan Teknis Institusional Peradilan Umum Bagi Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang lebih menegaskan lagi tentang semua anggota Kepolisian yang tunduk pada ketentuan perundan-undangan yang berlaku di lingkungan peradilan umum. Berdasarkan hal tersebut penulis mengajukan permasalahan sebagai berikut: (a) Bagaimanakah pelaksanaan penyidikan terhadap anggota polisi yang melakukan tindak pidana, dan (b) Apakah faktor yang menghambat pelaksanaan penyidikan terhadap anaggota polisi yang melakukan tindak pidana.

(2)

Indra Rachmatullah metodepurposive sampling, yaitu penentuan sekelompok subjek yang didasarkan atas pertimbangan maksud dan tujuan yang telah ditetapkan serta sesuai ciri-ciri tertentu pada masing-masing responden yang dipandang mempunyai hubungan yang erat dengan ciri-ciri populasi

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis yang telah dilakukan mengenai pelaksanaan penyidikan terhadap anggota polisi yang melakukan tindak pidana, didapat kesimpulan sebagai berikut: 1) Penyidikan terhadap anggota polisi yang melakukan tindak pidana, dilakukan oleh penyidik yang diberi tugas dan wewenang khusus, dalam hal ini penyidik Reserse. Selain itu anggota polisi tersebut juga diperiksa oleh Penyidik Provost dibawah perintah Kepala Unit Pelayanan Pengaduan dan Penegakan Disiplin ( P3D ) sebagai pejabat penyidik yang diberi wewenang khusus untuk menjatuhkan tindakan disiplin atau hukuman disiplin, dan 2) Faktor penghambat penyidikan terhadap anggota polisi yang melakukan tindak pidana terdiri dari: (a) faktor hukum atau undang-undangnya, yaitu tidak ada ketentuan yang jelas yang mengatur mengenai penyidikan terhadap anggota polisi yang melakukan tindak pidana, b) faktor penegak hukumnya, yaitu kurang berkoordinasi dalam pelaksanaan penyidikan terhadap anggota polisi yang melakukan tindak pidana dan (c) Faktor yang bersifat administratif penyidikan, berupa pemanggilan tersangka yang memerlukan waktu, karena masih aktif berdinas, prosedur-prosedur yang harus diikuti di lingkungan dinas kepolisian, dan tersangka menderita sakit ketika akan diperiksa.

(3)

A. Latar Belakang

Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) merupakan lembaga yang menjalankan tugas kepolisian sebagai profesi, maka membawa konsekuensi adanya kode etik

profesi maupun peraturan disiplin yang harus dipatuhi oleh setiap anggota Polri. Pelanggaran terhadap Kode Etik Profesi maupun Peraturan Disiplin Kepolisian bagi

anggota Polri merupakan suatu hal yang tak terelakkan, mengingat dalam pelaksanaan tugas Kepolisian akan selalu berhadapan dengan hak dan kewajiban warga negara secara langsung. Anggota Polri yang melaksanakan tugas dan

wewenangnya yang melanggar kode etik profesi atau peraturan disiplin kepolisian, maka anggota Polri tersebut harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di

hadapan Sidang Komisi Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia ataupun Sidang Disiplin Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Ketentuan yang mengatur perilaku anggota Polri yang dituangkan dalam bentuk kode

(4)

2

sehingga melanggar kode etik Polri, peraturan disiplin, bahkan melanggar ketentuan hukum pidana.

Tindak pidana yang dilakukan oleh setiap anggota Polri akan diproses sesuai dengan

ketentuan hukum pidana yang berlaku, yaitu diproses dan diajukan di peradilan umum. Hal ini sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Pasal 7 ayat (4) TAP MPR NO. VII/MPR/2000 tentang Peran Tentara Nasional Indonesia dan Peran

Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai berikut: "Anggota Kepolisian Negara Republik Indoensia tunduk pada kekuasaan peradilan umum".

Berkaitan dengan anggota polisi yang melakukan tindak pidana, hal ini dapat diketahui dari berita yang disiarkan oleh media massa mengenai oknum polisi yang melakukan perzinahan, penggunaan dan penyalahgunaan narkotika atau psikotropika

sampai penadahan barang hasil kejahatan yang jelas-jelas merugikan nama baik institusi atau lembaga Kepolisian tempat ia bertugas.

Contoh adanya oknum polisi yang melakukan tindak pidana dapat diketahui dari

berita media cetak yang menulis tentang Briptu Yudi Aryo Gunawan dilaporkan isterinya ke Propam Polres Lampung Utara, karena diduga melakukan kekerasan dalam rumah tangga (KdRT). Kini isterinya menjalani perawatan intensif di Rumah

Sakit Umum Daerah (RSUD Ryacudu Kotabumi.1

1

(5)

Selanjutnya kasus penganiayaan yang dilakukan oknum Satnarkoba Polres Lampung Selatan (Aipda Sg). Berkaitan dengan penganiayaan yang dilakukan oleh anggotanya tersebut, Kapolres Lampung Selatan AKBP Tatar Nugroho telah memerintahkan

bagian Propam untuk menindaklanjuti kasus penganiayaan yang dilakukan terhadap Andrie Saputra.2

Tindak pidana yang dilakukan oleh anggota Polri sebagimana diberitakan di atas,

membawa konsekuensi yang cukup berat, yaitu dapat diproses berdasarkan hukum dan perundang–undangan yang berlaku, baik itu berupa pelanggaran disiplin, kode

etik maupun ketentuan hukum pidana.

Berkaitan dengan anggota polisi yang melakukan tindak pidana (kekerasan dalam rumah tangga atau penganiayaan) merupakan perbuatan yang tidak dibenarkan dan

merupakan tindak pidana, sehingga harus dipertanggungjawabkan di muka pengadilan oleh anggota polisi tersebut.

Masyarakat sipil maupun anggota polisi yang melakukan tindak pidana dan

melanggar hukum harus di proses dan diperlakukan sama di depan hukum agar tidak bertentangan dengan falsafah hidup bangsa Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945, sebagaimana, disebutkan dalam Pasal 28 huruf d butir (1) ; "bahwa setiap

warga negara berhak atas jaminan, perlindungan hak dan martabat, serta perlakuan

yang sama di muka hukum”. Asas isi biasa disebut dengan“equality before the law”,

2

(6)

4

yaitu asas persamaan di muka hukum. Ketika Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) dipisahkan dari Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (sekarang Tentara Nasional Indonesia) berdasarkan Ketetapan MPR RI No. VI/MPR/2000 tentang

Pemisahan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia membawa konsekuensi apabila anggota polisi melakukan tindak pidana maka diadili

oleh peradilan umum dan disidik oleh lembaga Kepolisian Negara Republik Indonesia, bukan lagi oleh polisi militer.

Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dan

mambahas skripsi dengan judul "Analisis Pelaksanaan Penyidikan terhadap Anggota Polisi yang Melakukan Tindak Pidana".

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup

1. Permasalahan

Berdasarkan uraian diatas, maka yang menjadi permasalahan dalam penulisan skripsi ini adalah :

a. Bagaimanakah pelaksanaan penyidikan terhadap anggota polisi yang melakukan

tindak pidana?

b. Apakah faktor-faktor yang menghambat pelaksanaan penyidikan terhadap

(7)

2. Ruang Lingkup

Adapun ruang lingkup dalam penelitian ini meliputi kajian bidang ilmu dan bidang substansi. Ruang lingkup penelitian dalam bidang ilmu adalah kajian ilmu hukum,

khususnya hukum pidana. Kajian bidang substansi meliputi pelaksanaan penyidikan terhadap anggota polisi yang melakukan tindak pidana dan lokasi penelitian

dilaksanakan di Kepolisian Resort Kota (Polresta) Bandar Lampung.

C. Tujuan Dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui pelaksanaan penyidikan terhadap anggota polisi yang

melakukan tindak pidana.

b. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menjadi penghambat bagi penyidik dalam melakukan penyidikan terhadap anggota polisi yng melakukan tindak pidana.

2. Kegunaan Penelitian

a. Kegunaan Teoritis

Kegunaan teoritis dalam penulisan ini adalah untuk mengungkap secara objektif berdasarkan kemampuan daya nalar dan acuan melalui langkah-langkah atau metode

(8)

6

b. Kegunaan Praktis

Untuk menambah pengetahuan dan memperluas wawasan bagi penulis sendiri, dan juga merupakan masukan bagi penyidik bilamana dalam melakukan penyidikan dan

tersangka yang melakukan tindak pidana adalah sesama anggota Kepolisian.

D. Kerangka Teoretis dan Konseptual

1. Kerangka Teoretis

Kerangka Teoritis adalah konsep yang merupakan abstraksi dari hasil pemikiran, atau

merupakan kerangka acuan yang pada dasarnya untuk mengadakan identifikasi terhadap dimensi sosial yang dianggap relevan oleh peneliti.3

Penyidik Polri selain sebagai pengemban tugas dan fungsi Kepolisian juga memiliki kewenangan dalam penyidikan dan penegakan hukum terhadap anggota atau oknum yang melakukan tindak pidana. Selain dari hal tersebut diatas, aparat penyidik wajib

memperhatikan dan menyelesaikan dengan sebaik-baiknya laporan dan atau pengaduan dari masyarakat sesuai tugas dan fungsinya selaku penyidik.

Pelaksanaan tugas penyidikan dilakukan oleh pejabat penyidik atau penyidik pembantu sesuai dengan tugas dan kewenangannya masing-masing selaku penyidik. Pejabat Penyidik dalam hal ini pejabat polisi Negara Republik Indonesia sebagaimana

disebutkan dalam Pasal 1 butir 10 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang

3

(9)

Kepolisian Negara Republik Indonesia, bahwa “penyidik adalah pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan.

Penyidk Polri dalam melakukan penyidikan mempunyai kewenanangan sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat 1 huruf a KUHAP sebagai berikut:

a. Menerima Laporan dan pengaduan dari masyarakat bahwa telah terjadi tindak-pidana

b. Melakukan tindakan pertama di tempat kejadian perkara

c. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan d. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat

e. Memanggil seseorang untuk didengar dan diperiksa sebagai saksi atau tersangka f. Mendatangkan seorang ahli yang diperlukan dalam proses penyidikan perkara g. Mengadakan tindakan lain menurut hukum dan perundang-undangan serta

bertanggung jawab.

Berkaitan dengan pelaksanaan penyidikan PAF. Lamintang4 mengemukakan

pendapatnya sebagai berikut:

Seorang penyidik harus dipandang sebagai telah memulai melakukan penyidikan setelah ia menggunakan wewenang penyidikannya seperti yang telah diberikan oleh undang-undang. Dalam hal tindakan itu secara langsung telah melibatkan hak-hak orang yang disangka melakukan tindak pidana, atau perbuatan dari tersangka itu ternyata bukan merupakan tindak pidana dan

tersangka ternyata bukan pelaku tindak pidana”. Artinya, bahwa suatu

peristiwa yang semula diduga merupakan tindak pidana adalah benar-benar

4

(10)

8

merupakan tindak pidana, dan terhadap tindak pidana yang telah terjadi itu baru dapat dilakukan penyidikan.

Penyidikan terhadap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang melakukan

tindak pidana, dilakukan oleh penyidik sebagaimana diatur dalam hukum acara pidana yang berlaku di lingkungan peradilan umum, yang dipertegas dalam Pasal 2

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 3 tahun 2003 tentang Pelaksanaan Teknis Institusional Peradilan Umum bagi anggota Kepolisian. Negara Republik Indonesia.

Pemeriksaan dalam rangka penyidikan dilakukan sesuai dengan Pasal 5 PP No 3 Tahun 2003 berdasarkan kepangkatan nya, yakni :

a. Tamtama diperiksa oleh anggota Kepolisian Negara yang berpangkat serendah- rendahnya Bintara.

b. Bintara diperiksa oleh anggota Polisi serendah- rendahnya berpangkat Bintara.

c. Pewira Pertama, diperiksa oleh anggota Polisi yang berpangkat serendah –

rendahnya Bintara

d. Perwira Menengah diperiksa oleh anggoata yang berpangkat serendah - rendah nya Perwira Pertama.

e. Perwira Tinggi diperiksa serendah-rendahnya oleh anggota yang berpangkat

Perwira Menengah.

Penyidikan terhadap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang melakukan

(11)

pidana yang berlaku di lingkungan peradilan umum, yang dipertegas dalam Pasal 2 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 3 tahun 2003 tentang Pelaksanaan Teknis Institusional Peradilan Umum bagi anggota Kepolisian. Negara Republik

Indonesia.

Berkaitan dengan penyidikan terhadap tindak pidana, yang merupakan bagian dari

penegakan hukum pidana, menurut Soerjono Soekanto5 tidak terlepas dari faktor-faktor yang menghambat sebagai berikut:

1. Faktor perundang-undangan ( substansi hukum).

Bahwa semakin baik suatu peraturan hukum akan semakin memungkinkan penegakannya, sebalikya semakin tidak baik suatu peraturan hukum akan semakin

sukarlah menegakkannya. Secara umum bahwa peraturan hukum yang baik adalah peraturan hukum yang berlaku secara yuridis, sosiologis dan filosofi.

2. Faktor penegak hukum

Bahwa faktor penegak hukum ini menentukan proses penegakan hukum yaitu pihak-pihak yang menerapkan hukum tersebut. Adapun pihak-pihak ini yang

langsung terkait dalam proses fungsionalisasi huktim pidana terhadap perbuatan yang merusak obyek dan daya tarik wisata.

5

(12)

10

3. Faktor Prasana atau Fasilitas

Penegakan hukum akan berlangsung dengan baik apabila didukung dengan sarana atau fasilitas yang cukup. Sarana atau fasilitas ini digunakan untuk

mencapai tujuan, yaitu tercapainya masyarakat yang tertib dan taat hukum.

4. Faktor kesadaran hukum

Merupakan bagian terpenting dari masyarakat yang menetukan penegakan hukum dan kesadaran hukum merupakan pandangan yang hidup dalam masyarakat tentang apa hukum itu, sedangkan kesadaran hukum masyarakat yang

memungkinkan dilaksanakannya penegakan hukum itu.

2. Konseptual

Kerangka konseptual merupakan kerangka yang menggambarkan hubungan antara konsep-konsep khusus berupa kumpulan dari arti-arti yang berkaitan dengan istilah-istilah yang dipakai dalam penulisan maupun yang akan diteliti.6

a. Tindak Pidana

Perbuatan yang dengan diancam pidana, barangsiapa melanggar larangan

tersebut.7

6

Soerjono Soekanto. 1984. opcit. hal. 132. 7

(13)

b. Tersangka

Tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana.8

c. Anggota Kepolisian

Anggota Kepolisian adalah pegawai negeri pada Kepolisian Negara Republik

Indonesia. (Pasal 1 butir (2)9

d. Penyidik

Penyidik adalah pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia yang diberi

wewenang oleh Undang Undang untuk melakukan Penyidikan.10

e. Penyidikan

(14)

12

E. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam skripsi ini memuat tentang uraian keseluruhan yang akan disajikan guna memudahkan dalam memaharni tentang skripsi ini yang disusun

sebagai berikut :

I. PENDAHULUAN

Bab pendahuluan menerangkan tentang latar belakang penulisan skripsi dalam bentuk

uraian yang kemudian merumuskan permasalahan dan ruang lingkup penelitian, tujuan dan kegunaan penelitian, kerangka teoretis dan konseptual yang digunakan,

serta sistematika penulisan.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini merupakan bab yang membahas tentang tinjauan pustaka yang berkaitan tentang pengertian pengertian tindak pidana, penyidikan dan pelaksanaan tugas

penyidikan, tugas dan wewenang polisi sebagai penyidik, Kepolisian Negara Republik Indonesia, serta tugas dan wewenang Polri.

III. METODE PENELITIAN

Bab ini menguraikan tentang metode yang digunakan dalam penulisan skripsi yang menunjukan langkah-langkah yang di pakai dalam penelitian berupa pendekatan

(15)

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisi tentang pembahasan dari permasalahan dan juga hasil dari penelitian, yaitu tentang karakteristik responden, pelaksanaan penyidikan terhadap anggota polisi

yang melakukan tindak pidana, dan faktor penghambat penyidikan terhadap anggota polisi yang melakukan tindak pidana.

V. PENUTUP

(16)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Tindak Pidana

Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam Hukum Pidana. Istilah tindak dipakai sebagai pengganti "strafbaar feit". Dalam perundang-undangan negara kita dapat dijumpai istilah-istilah lain yang maksudnya juga "strafbaar feit", misalnya:

1. peristiwa pidana; 2. perbuatan pidana;

3. perbuatan-perbuatan yang dapat dihukum;

4. hal yang diancam dengan hukum dan perbuatan-perbuatan yang dapat dikenakan hukuman;

5. tindak pidana.1

Pengertian tindak pidana dalam ilmu hukum pidana antara sarjana yang satu dengan yang lain tidak ada satu kesamaan. Dalam ilmu hukum pidana dikenal 2 (dua) macam pandangan dalam memberikan pengertian tindak pidana, yaitu:

1. Pandangan yang Monistis. 2. Pandangan dualistis.

1

(17)

Pandangan Monistis ini berpendapat bahwa keseluruhan (tumpukan) syarat untuk

adanya pidana itu kesemuanya merupakan sifat dari perbuatan.2 Ini berarti pandangan Monistis tidak memisahkan antara perbuatan pidana dengan

pertanggungjawaban pidana. Penganut pandangan Monistis ini antara lain:

a. D. Simons.

Menurut beliau unsur-unsurstrafbaar feitadalah:

1. perbuatan manusia (positiefataunegatief; berbuat atau tidak berbuat atau membiarkan),

2. diancam dengan pidana (strafbaar gesteld), 3. melawan hukum (onrechtmatig),

4. dilakukan dengan kesalahan (met schuld in verband staand),

5. oleh orang yang mampu bertanggungjawab (toerekeningsvatbaar persoon).3

b. Van Hamel.

Menurut beliau unsur-unsur tindak pidana adalah:

(18)

16

Pandangan Dualistis membedakan secara tegas antara "dapat dipidananya perbuatan" dengan "dapat dipidananya orang" . Dengan kata lain pandangan Dualistis memisahkan antara pengertian "perbuatan pidana" dan pertanggungjawaban

pidana". Panganut pandangan ini antara lain:

a. H.B. Vos.

Menurut beliau strafbaar feit hanya berunsurkan: 1. Kelakuan manusia, dan

2. diancam pidana dalam undang-undang.5

b. Moeljatno.

Menurut Moeljatno, untuk adanya perbuatan pidana harus ada unsur-unsur: a. perbuatan (manusia).

b. Yang memenuhi rumusan dalam undang-undang (ini merupakan syarat formil), dan

c. Bersifat melawan hukum (ini merupakan syarat materiil).6

Berdasarkan uraian di atas, agar tidak timbul kesalahpahaman dalam mengartikan istilah tindak pidana, penulis menggunakan istilah Tindak Pidana untuk menterjemahkan istilah "strafbaar feit". Sedangkan pengertian tindak pidana, penulis

mengikuti pandangan Dualistis, khususnya pengetian tindak pidana sebagaimana

5

Ibid. hal. 42. 6

(19)

diberikan oleh Moeljatno. Dengan demikian pengertian tindak pidana dalam skripsi ini adalah:

1. Perbuatan (manusia).

2. Yang memenuhi rumusan dalam undang-undang. 3. Bersifat melawan hukum.

B. Penyidikan dan Pelaksanaan Tugas Penyidikan

1. Pengertian Penyidikan

Istilah Penyidikan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, merupakan serangkaian tindakan penyidik yang diatur oleh Undang undang untuk mencari dan mengumpulkan bukti-bukti pelaku tindak pidana, Penyidikan berasal dari kata "sidik"

yang berarti periksa, menyidik, menyelidik dan mengamat-amati. KUHAP membedakan istilah penyidikan dan penyelidikan. Penyelidikan sejajar dengan

pengertian "opporing" atau "investigation", artinya sama dengan sidik, hanya dipertegas pengertiannya yaitu banyak menyidik.7

Penyelidikan dan penyidikan tidak dapat dipisahklan satu sama lainnya, dikarenakan

penyelidikan merupakan sub sistem dari pada penyidikan yang tujuan nya untuk mengumpulkan bukti-bukti atau bahan yang akan dipergunakan pada tahap penyidikan. Pengertian secara yuridis sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 angka 2

7

(20)

18

Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), bahwa “penyidikan

merupakan serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam Undang Undang untuk mencari dan mengumpulkan bukti- bukti untuk

membuat terang suatu perkara tindak pidana guna menemukan tersangkanya.8

Pengertian di atas sama dengan pengertian yang tertuang dalam Pasal 1 angka 13

Undang-Undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia yang menyebutkan. Bahwa: “penyidikan merupakan serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan cara yang diatur dalam Undang Undang untuk mencari dan

mengumpulkan bukti, yang dengan bukti itu dapat membuat terang tentang suatu tindak pidana yang terjadi guna menemukan tersangkanya”, hanya lebih dipertegas

saja.

2. Pelaksanaan Penyidikan

Pelaksanaan tugas penyidikan dilakukan oleh pejabat penyidik atau penyidik

pembantu sesuai dengan tugas dan kewenangannya masing-masing selaku penyidik. Pejabat Penyidik dalam hal ini pejabat polisi Negara Republik Indonesia sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 butir 10 Undang-Undang Nomor 2 tahun 2002 tentang

Kepolisian Negara Republik Indonesia, bahwa “penyidik adalah pejabat Kepolisian

Negara Republik Indonesia yang diberi wewenang oleh Undang Undang untuk

melakukan penyidikan.

8

(21)

Sebelum penyidikan dimulai dengan konsekuensi upaya paksa (Dwang midellen), terlebih dahulu perlu ditentukan secara cermat tentang kasus atau perkara tindak pidana tersebut berdasarkan segala data dan fakta yang diperoleh dari hasil

penyelidikan.

PAF. Lamintang (dalam Harun M. Husein) mengemukakan pendapatnya sebagai

berikut; “seorang penyidik harus dipandang sebagai telah memulai melakukan

penyidikan setelah ia menggunakan wewenang penyidikannya seperti yang telah diberikan oleh Undang Undang (Pasal 7 KUHAP), dalam hal tindakan itu secara

langsung telah melibatkan hak-hak orang yang disangka melakukan tindak pidana, atau perbuatan dari tersangka itu ternyata bukan merupakan tindak pidana dan tersangka ternyata bukan pelaku tindakpidana”. Artinya, bahwa suatu peristiwa yang

semula diduga merupakan tindak pidana adalah benar-benar merupakan tindak pidana, dan terhadap tindak pidana yang telah terjadi itu baru dapat dilakukan

penyidikan.9

Penyidikan terhadap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang melakukan tindak pidana, dilakukan oleh penyidik sebagaimana diatur dalam hukum acara pidana yang berlaku dilingkungan peradilan umum, yang dipertegas dalam Pasal 2

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 3 tahun 2003 tentang Pelaksanaan Teknis Institusional Peradilan Umum bagi anggota Kepolisian. Negara Republik

Indonesia.

9

(22)

20

Sedangkan pemeriksaan dalam rangka penyidikan dilakukan sesuai dengan Pasal 5

PP No 3 Tahun 2003 berdasarkan kepangkatan nya, yakni :

a. Tamtama diperiksa oleh anggota Kepolisian Negara yang berpangkat

serendah-rendahnya Bintara.

b. Bintara diperiksa oleh anggota Polisi serendah- rendahnya berpangkat Bintara. c. Pewira Pertama, diperiksa oleh anggota Polisi yang berpangkat serendah–

rendahnya Bintara

d. Perwira Menengah diperiksa oleh anggoata yang berpangkat serendah - rendah

nya Perwira Pertama.

e. Perwira Tinggi diperiksa serendah-rendahnya oleh anggota yang berpangkat Perwira Menengah.

C. Tugas Dan Wewenang Polisi sebagai Penyidik

Tugas dan wewenang Polisi sebagai penyidik juga harus memperhatikan

kedudukan Polri sebagai alat negara, tujuan dari fungsi Polri itu sendiri serta peraturan perundang-undangan lainnya yang mengatur tentang tugas-tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Adapun pola perumusan tugas Kepolisian Republik Indonesia dengan lingkup

tugas masing-masing yaitu :

a. Melaksanakan fungsi Kepolisian umum, baik dibidang preventif maupun

(23)

b. Melaksanakan penyelidikan, penyidikan serta pengawasan terhadap Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) berdasarkan Undang Undang Nomor 8 Tahun 1981 dan perundang - undangan lainnya.

c. Membina dan mengawasi pelaksanaan fungsi Kepolisian khusus yang di emban oleh alat atau badan pemerintah yang mempunyai kewenangan

Kepolisian terbatas berdasarkan Undang-Undang.

d. Membina kemampuan dan kekuatan serta pelaksanaan fungsi penertiban dan penyelamatan masyarakat.

e. Melaksanakan tugas-tugas lain yang di bebankan oleh peraturan perundang-undangan.

Adapun dalam pelaksanaan tugas dan wewenangnya terdapat asas-asas tugas

Kepolisian yang bersangkut paut dengan perlindungan hak dan kewajiban warga negara secara langsung, serta pertanggungjawaban secara langsung sehingga

pelaksanaan tugas Kepolisian dalam rangka penegakan hukum, harus memperhatikan asas-asas berikut yang di antaranya adalah; Asas Legalitas, asas kewajiban, asas partisipasi, serta asas-asas preventif

Dalam merumuskan tugas dan wewenang polisi sebagai pejabat penyidik,

seyogyanya harus memperhatikan sumber kekuasaan atau wewenang berdasarkan. sistem perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, baik berdasarkan KUHAP

(24)

peraturan-22

peraturan pelaksananya, dalam hal ini Peraturan. Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, P.P Nomor 2 tentang Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian Negara, dan. Peraturan

Pemerintah Nomor 3 Tahun 2003 tentang Pelaksanaan. Teknis Institusional. Peradilan Umum Bagi Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Penyidik selain sebagai pengemban tugas dan fungsi Kepolisian juga memiliki

kewenangan dalam penyidikan dan penegakan hukum terhadap anggota atau oknum yang melakukan tindak pidana.

Selain dari hal tersebut diatas, aparat penyidik wajib memperhatikan dan

menyelesalkan dengan sebaik-baiknya laporan dan atau pengaduan dari masyarakat sesuai tugas dan fungsinya selaku penyidik sebagaimana disebutkan dalam Pasal 4 huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2003 tentang

Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian.

Kewenangan penyidik sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a KUHAP yang mana karena kewajibannya (penyidik) mempunyai wewenang :

a. Menerima Laporan dan pengaduan dari masyarakat bahwa telah terjadi tindak-pidana

b. Melakukan tindakan pertama di tempat kejadian perkara

(25)

e. Memanggil seseorang untuk didengar dan diperiksa sebagai saksi atau tersangka

f. Mendatangkan seorang ahli yang diperlukan dalam proses penyidikan perkara

g. Mengadakan tindakan lain menurut hukum dan perundang-undangan serta bertanggung jawab.

D. Pengertian Kepolisian Negara Republik Indonesia

Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia

(UU Polri) dalam Ketentuan Umum Pasal 1 angka (1) memberikan pengertian Kepolisian sebagai: "Hal-ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan". Sedangkan yang dimaksud dengan

Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 angka (2) UU Polri adalah: "Pegawai Negeri pada Kepolisisan Negara Republik Indonesia".

Berdasarkan pengertian di atas, dapat diketahui istilah Kepolisian terkait langsung

dengan fungsi kepolisisan. Dalam Pasal 2 UU Polri dinyatakan bahwa:

Fungsi kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum,

perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.

(26)

24

Majelis Permusyawaratan Rakyat No. VII/MPR/2000 Pasal 6 ayat (1) tentang peran Kepolisian Negara Republik Indonesia yang memuat substansi pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman

dan pelayanan kepada masyarakat.

Menurut Momo Kelana, fungsi kepolisian terdiri dari dimensi yuridis dan dimensi sosiologik. Dalam dimensi yuridis, fungsi kepolisian terdiri dari fungsi kepolisian

umum dan fungsi kepolisian khusus.10

Fungsi kepolisian umum, berkait dengan kewenangan kepolisian yang berdasarkan undang-undang dan atau peraturan perundang-undangan meliputi semua lingkungan

kuasa hukum, yaitu:

1. Lingkungan kuasa soal-soal (zaken gebied) yang termasuk kompetensi hukum publik;

2. Lingkungan kuasa orang (personen gebied); 3. Lingkungan kuasa tempat (ruimte gebied); dan 4. Lingkungan kuasa waktu (tijds gebied).11

Pengemban fungsi kepolisian umum, sesuai dengan undang-undang adalah

Kepolisian Negara Republik Indonesia, sehingga tugas dan wewenangnya dengan sendirinya akan mencakup keempat lingkungan kuasa tersebut di atas.

10

Momo Kelana. 2002. Memahami Undang-Undang Kepolisian. PTIK Press. Jakarta. hal. 61.

(27)

Fungsi kepolisian khusus, berkait dengan kewenangan kepolisian yang oleh atau atas kuasa undang-undang secara khusus ditentukan untuk satu lingkungan kuasa. Badan-badan pemerintahan yang oleh atau atas kuasa undang-undang diberi wewenang

untuk melaksanakan fungsi kepolisian khusus dibidangnya masing-masing dinamakan alat-alat kepolisian khusus.

Kepolisian khusus, sesuai dengan undang-undang yang menjadi dasar hukumnya,

berada dalam lingkungan instansi tertentu seperti antara lain: Bea Cukai, Imigrasi, Kehutanan, Pengawasan Obat dan Makanan, Patent dan Hak Cipta. Diantara pejabat

pengemban kepolisian khusus, ada yang diberi wewenang represif yustisial selaku penyidik dan disebut penyidik pegawai negeri sipil.

Dalam dimensi sosiologik, fungsi kepolisian terdiri atas pekerjaan-pekerjaan tertentu yang dalam praktik kehidupan masyarakat dirasakan perlunya dan dirasakan

manfaatnya, guna mewujudkan keamanan dan ketertiban di lingkungannya sehingga dari waktu ke waktu dilaksanakan atas dasar kesadaran dan kemauan masyarakat

sendiri secara swakarsa serta kemudian melembaga dalam tata kehidupan masyarakat.

Fungsi kepolisian sosiologik dalam masyarakat hukum adat dapat disebutkan antara lain: penguasa adat dan kepala adat, sedangkan yang tumbuh dan berkembang sesuai

(28)

26

E. Tugas dan Wewenang Polri

Sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 perubahan Kedua, Ketetapan MPR RI No.VI/MPR,/2000 dan Ketetapan MPR

RI No. VII/2000 yang menyatakan, bahwa “Kepolisian Negara Republik Indonesia

merupakan alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban

masyarakat, menegakkan hukum, memberikan pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat maka Undang-Undang No.2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, Bab III tentang Tugas dan Wewenang menentukan tugas dan

wewenang polisi sebagai berikut :

Pasal 13 :

Tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah :

a. Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat; b. Menegakkan hukum; dan

c. Memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.

Pasal 14 :

(1) Dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, Kepolisian Negara Republik Indonesia bertugas:

a. Melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patroli terhadap kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan;

(29)

c. Membina. masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, kesadaran hukum masyarakat serta ketaatan warga masyarakat terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan;

d. Turut serta dalam pembinaan hukum nasional;

e. Memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum;

f. Melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis terhadap kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil, dan bentuk-bentuk pengamanan swakarsa;

g. Melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan

lainnya;

h. Menyelenggarakan identifikasi kepolislan, kedokteran kepolisian, laboratorium forensik dan psikologi kepolisian untuk kepentingan tugas

kepolisian;

i. Melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat, dan lingkungan

hidup dari gangguan ketertiban dan/atau bencana termasuk memberikan bantuan dan pertolongan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia; j. Melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara sebelum ditangani

oleh instansi dan/atau pihak yang berwenang;

k. Memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan kepentingannya

dalam lingkup tugas kepolisian; serta

(30)

28

(2) Tata cara pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf f

diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 15 :

(1) Dalam rangka menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13

dan 14, Kepolisian Negara Republik Indonesia secara umum berwenang : a. Menerima laporan dan/atau pengaduan;

b. Membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang dapat

mengganggu ketertiban umum;

c. Mencegah dan menanggulangi tumbuhnya penyakit masyarakat;

d. Mengawasi aliran yang dapat menimbulkan perpecahan atau mengancam persatuan dan kesatuan bangsa;

e. Mengeluarkan peraturan kepolisian dalam lingkup kewenangan adminsitratif

kepolisian;

f. Melaksanakan pemeriksaan khusus sebagai bagian dari tindakan kepolisian

dalam rangka pencegahan;

g. Melakukan tindakan pertama di tempat kejadian;

h. Mengambil sidik jari dan identitas lainnya serta memotret seseorang;

i. Mencari keterangan dan barang bukti;

j. Menyelenggarakan Pusat informasi Kriminal Nasional;

(31)

l. Memberikan bantuan pengamanan dalam sidang dan pelaksanaan putusan pengdilan, kegitan instansi lain, serta kegiatan masyarakat,

m. Menerima dan menyimpan barang temuan untuk sementara waktu.

(2) Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan lainnya berwenang :

a. Memberikan izin dan mengawasi kegiatan keramaian umum dan kegiatan

masyarakat lainnya,

b. Menyelenggarakan registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor,

c. Memberikan surat lzin mengemudi kendaraan bermotor; d. Menerima pemberitahuan tentang kegiatan politik;

e. Memberikan izin dan melakukan pengawasan senjata api, bahan peledak dan

senjata tajam;

f. Memberikan izin operasional dan melakukan pengawasan terhadap badan

usaha di bidang jasa pengamanan;

g. Memberikan petunjuk, mendidik, dan melatih aparat kepolisian khusus dan petugas pengamanan swakarsa dalam bidang teknis kepolisian;

h. Melakukan kerja sama dengan kepolisian negara lain dalam menyidik dan memberantas kejahatan internasional;

i. Melakukan pengawasan fungsional kepolisian terhadap orang asing yang berada di wilayah Indonesia dengan koordinasi instansi terkait;

j. Mewakili pemerintah Republik Indonesia dalam organisasi kepolisian

(32)

30

k. Melaksanakan kewenangan lain yang termasuk dalam lingkup tugas kepolisian.

(3) Tata cara pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat 20 huruf a

dan b diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 16 :

(1) Dalam rangka menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dan 14 di bidang proses pidana, Kepolisian Negara Republik Indonesia

berwenang untuk:

a. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan;

b. Melarang setiap orang meninggalkan atau memasuki tempat kejadian perkara

untuk kepentingan penyidikan;

c. Membawa dan menghadapkan orang kepda penyidik dalam rangka

penyidikan;

d. Menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda. pengenal diri;

e. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;

f. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;

g. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara;

h. Mengadakan penghentian penyidikan;

(33)

j. Mengajukan permintaan secara langsung kepada pejabat iniigrasi yang berwenang di tempat pemeriksaan iniigrasi dalam keadaan mendesak atau mendadak untuk mencegah atau menangkap orang yang disangka melakukan

tindak pidana;

k. Memberikan petunjuk dan bantuan penyidikan kepada penyidik pegawai

negeri sipil serta Menerima hasil penyidikan penyidik pegawai negeri sipil untuk diserahkan kepada penuntut umum dan

l. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggungiawab.

(2) Tindakan lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf l adalah tindakan penyelidikan dan penyidikan yang dilaksanakan jika memenuhi syarat sebagai

berikut :

a. Tidak bertentangan dengan suatu aturan hukum;

b. Selaras dengan kewajiban hukum yang mengharuskan tindakan tersebut

dilakukan;

c. Harus patut, masuk akal, dan termasuk dalam lingkup jabatannya;

d. Pertinibangan yang layak berdasarkan keadaan yang memaksa; dan; e. Menghormati hak asasi manusia.

Pasal 17 :

Pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia menjalankan tugas dan wewenangnya diseluruh wilayah negara Republik Indonesia, khususnya di daerah hukum pejabat

(34)

32

Pasal 18 :

(1) Untuk kepentingan umum pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam

melaksanakan tugas dan wewenangnya dapat bertindak menurut penilaiannya sendiri.

(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan dalam keadaan yang sangat perlu dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan serta Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik

Indonesia.

Pasal 19 :

(1) Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, pejabat Kepolisian Negara

Republik Indonesia senantiasa bertindak berdasarkan norma hukum dan mengindahkan norma agama, kesopanan, kesusilan, serta menjunjung tinggi hak

asasi manusia.

(2) Dalam melaksanakan tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Kepolisian Negara Republik Indonesia mengutamakan tindakan pencegahan.

Berdasarkan ketentuan UU Polri yang dikutipkan di atas dapat dinyatakan, bahwa

(35)

Dalam rangka menyelenggarakan tiga macam tugas pokok di atas, UU Polri secara

garis besar memberikan tiga macam kewenangan kepada polisi, yaitu (a) kewenangan yang bersifat umum, (b) kewenangan yang bersifat khusus; dan (c) kewenangan di

bidang proses pidana.

Kewenangan yang bersifat umum berkaitan dengan pelaksanaan tugas pokok nemelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, sedangkan kewenangan yang

bersifat khusus berkaitan dengan pelaksanaan tugas pokok memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Adapun kewenangan di bidang

proses pidana diberikan dalam rangka melaksanakan tugas pokok menegakkan hukum.

Selain menentukan tugas dan wewenang polisi, Bab III Undang-Undang No.2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia juga menentukan, bahwa dalam

melaksanakan kewenangannya, polisi harus senantiasa bertindak berdasarkan norma hukum dan mengindahkan norma agama, kesopanan, kesusilaan, serta menjunjung

tinggi hak asasi manusia. Di samping itu mengutamakan tindakan pencegahan.

Berdasarkan uraian di atas terlihat, bahwa tugas polisi yang demikian luas tetapi luhur dan mulia, jelas merupakan beban yang sangat berat. Terlebih ditegaskan bahwa di

(36)

34

Memperhatikan perincian tugas polisi seperti telah dl.kemukakan di atas terlihat, bahwa pada intinya ada dua tugas polisi di bidang penegakan hukum, yaitu penegakan hukum di bidang peradilan pidana (dengan sarana penal) dan penegakan

hukum dengan sarana non penal. Dengan demikian tugas penegakan hukum dengan sarana penal sebenamya hanya merupakan salah satu atau bagian kecil saja dari tugas

polisi. Sebagian besar tugas polisi justru terletak di luar bidang penegakan hukum pidana (non penal). Berkaitan dengan kewenangan polisi melaksanakan tugas menegakkan hukum, Kunarto menyatakan :

Sebagai penegak hukum, polisi bertanggung jawab langsung atas tegak dan dipatuhinya semua, undang-undang dan peraturan yang diperlakukan di Negara RI ini. Tidak tegaknya peraturan itu, akan menimbulkan pelanggaran hukum dan menyebabkan kondisi masyarakat resah, bahkan tidak aman. Tingkat keresahan itu ditentukan oleh intensitas pelanggaran hukum yang terjadi. Walaupun banyak variable penentunya; tetapi penulis (pen. Kunarto) selalu berpendapat bahwa pelanggaran hukum yang selalu meningkat atau kompetitip sifatnya itu selalu diakibatkan oleh penegakan hukum yang tidak baik. Dan penegakan hukum yang tidak baik itu sering disebabkan (tidak selalu) oleh maraknya tindakan negatif dari penegak hukum khususnya polisi.12

Sebagaimana telah dikutipkan di atas, bahwa dalam penegakan hukum, polisi diberikan suatu kewenangan yang luar biasa besarnya, yang disebut “diskresi”, yakni

kewenangan untuk tidak melakukan tindakan hukum, walaupun terjadi pelanggaran hukum demi terselenggaranya keamanan dan ketertiban masyarakat yang mantap.

Kewenangan besar yang dipunyai oleh polisi ini dalam praktiknya harus digunakan secara berhati-hati dan didasari oleh rasa kemanusiaan.

12

(37)

A. Pendekatan Masalah

Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis

normatif dan pendekatan yuridis empiris. Pendekatan yuridis normatif dilakukan dengan menelaah dan mengkaji konsep-konsep, teori-teori serta peraturan

perundang-undangan yang berhubungan dengan pelaksanaan penyidikan terhadap anggota polisi yang melakukan tindak pidana. Sedangkan pendekatan yuridis empiris dilakukan untuk mempelajari hukum dalam kenyataannya, baik berupa

penilaian, perilaku, pendapat, dan sikap yang berkaitan dengan pelaksanaan penyidikan terhadap anggota polisi yang melakukan tindak pidana.

B. Sumber dan Jenis Data

Sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini didapatkan dari penelitian

(38)

36

1. Data primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari hasil penelitian di

lapangan. Data primer ini didapatkan dengan cara melakukan wawancara dengan aparat penegak hukum, dalam hal ini Penyidik Reserse dan Penyidik Propam Polres Bandar Lampung yang terkait dengan pelaksanaan

penyidikan terhadap anggota polisi yang melakukan tindak pidana.

2. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan. Data sekunder diperoleh dengan mempelajari dan mengkaji literatur-literatur dan

peraturan perundang-undangan yang terkait dengan pelaksanaan penyidikan terhadap anggota polisi yang melakukan tindak pidana. Data sekunder dalam penelitian ini terdiri dari:

a. Bahan Hukum Primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, antara

lain: UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia; UU No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum

Acara Pidana; dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

b. Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan-bahan yang erat hubungannya dengan bahan hukum primer, seperti rancangan undang-undang, hasil-hasil

penelitian, dan petunjuk teknis maupun pelaksanaan yang berkaitan dengan pelaksanaan penyidikan terhadap anggota polisi yang melakukan tindak

(39)

c. Bahan Hukum Tersier, yaitu bahan hukum penunjang yang mencakup bahan-bahan yang memberi petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti: kamus, bibliografi, dan sebagainya.

C. Penentuan Populasi dan Sampel

Populasi adalah keeluruhan subyek hukum yang memiliki karakteristik tertentu dan ditetapkan untuk diteliti.1 Populasi dalam penelitian ini adalah semua polisi yang

ada di wilayah hukum Polres Bandar Lampung.dan semua dosen yang bekerja sebagai staf pengajar Fakultas Hukum Unila.

Dalam penentuan sampel, digunakan metode purposive sampling, yaitu penentuan

sekelompok subjek yang didasarkan atas pertimbangan maksud dan tujuan yang telah ditetapkan serta sesuai ciri-ciri tertentu pada masing-masing responden yang

dipandang mempunyai sangkut paut yang erat dengan ciri-ciri populasi.2 Berdasarkan metode sampling tersebut di atas, maka yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah:

1. 2 (dua) orang reserse Polres Bandar Lampung : 2 orang

2. 2 (dua) orang anggota Propam Polres Bandar Lampung : 2 orang +

J u m l a h : 4 orang

1

Soerjono Soekanto.Pengantar Penelitian hukum. UI Press. Jakarta. hal. 119. 2

(40)

38

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data

1. Prosedur Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara:

a. Studi Kepustakaan

Studi kepustakaan dilakukan untuk memperoleh data sekunder, yaitu melakukan serangkaian kegiatan studi dokumentasi, dengan cara membaca,

mencatat, dan mengutip buku-buku atau referensi yang berhubungan dengan pelaksanaan penyidikan terhadap anggota polisi yang melakukan tindak pidana.

b. Studi Lapangan

Studi lapangan dilakukan untuk mendapatkan data primer. Adapun cara mengumpulkan data primer dilakukan dengan menggunakan metode

wawancara terpimpin, yaitu dengan mengajukan pertanyaan yang telah disiapkan terlebih dahulu dan dilakukan wawancara secara langsung dengan responden.

2. Pengolahan data

a. Editing, yaitu data yang diperoleh dari penelitian diperiksa dan diteliti kembali mengenai kelengkapan, kejelasan, dan kebenarannya, sehingga

(41)

b. Interpretasi, yaitu menghubungkan, membandingkan, dan menguraikan

data serta mendeskripsikan data dalam bentuk uraian, untuk kemudian ditarik suatu kesimpulan.

c. Sistematisasi, yaitu penyusunan data secara sistematis sesuai dengan pokok

permasalahan, sehingga memudahkan analisis data.

E. Analisis data

Data yang diperoleh dari penelitian dianalisis dengan menggunakan analisis kualitatif, yaitu menggambarkan kenyataan-kenyataan yang ada berdasarkan hasil

penelitian, dengan menguraikan secara sistematis untuk memperoleh kejelasan dan memudahkan pembahasan. Selanjutnya berdasarkan hasil analisis data tersebut kemudian ditarik suatu kesimpulan dengan menggunakan metode induktif, yaitu

suatu metode penarikan data yang didasarkan pada fakta-fakta yang bersifat khusus, untuk kemudian ditarik suatu kesimpulan yang bersifat umum, guna menjawab

(42)

V. PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan oleh penulis mengenai pelaksanaan penyidikan terhadap anggota polisi yang melakukan tindak pidana, dapat diambil kesimpulan bahwa :

1. Pelaksanaan penyidikan terhadap anggota polisi yang melakukan tindak pidana, dilakukan oleh penyidik yang diberi tugas dan wewenang khusus, dalam hal

ini Penyidik Reserse. Selain itu anggota polisi tersebut juga diperiksa oleh Penyidik Provost dibawah perintah Kepala Unit Pelayanan Pengaduan dan Penegakan Disiplin ( P3D ) sebagai pejabat penyidik yang diberi wewenang

khusus untuk menjatuhkan tindakan disiplin atau hukuman disiplin.

2. Faktor penghambat penyidikan terhadap anggota polisi yang melakukan tindak

pidana terdiri dari: (a) faktor hukum atau undang-undangnya, yaitu tidak ada ketentuan yang jelas yang mengatur mengenai penyidikan terhadap anggota polisi yang melakukan tindak pidana, b) faktor penegak hukumnya, yaitu

(43)

penyidikan, berupa pemanggilan tersangka yang memerlukan waktu, karena masih aktif berdinas, prosedur-prosedur yang harus diikuti di lingkungan dinas kepolisian, dan tersangka menderita sakit ketika akan diperiksa.

B. Saran

(44)

DAFTAR ISI

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup ... 4

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 5

D. Kerangka Teoretis dan Konseptual ... 6

E. Sistematika Penulisan ... 11

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana ………. 13

B. Penyidikan dan Pelaksanaan Penyidikan……… 15

C. Tugas dan Wewenang Polisi sebagai Penyidik………. 19

D. PengertianKepolisian Negara Republik Indonesia ………... 22

E. Tugas dan Wewenang Polri ………... 25

III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah ... 34

B. Sumber dan Jenis Data ... 34

C. Penentuan Populasi dan Sampel ... 36

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data ... 36

(45)

A. Karakteristik Responden ……….……… 40 B. Pelaksanaan Penyidikan terhadap Anggota Polisi yang Melakukan

Tindak Pidana ………. 41

C. Faktor Penghambat Pelaksanaan Penyidikan terhadap Anggota Polisi yang Melakukan Tindak Pidana ………. 52

V. METODE PENELITIAN

A. Kesimpulan ... 59

B. Saran ... 60

(46)

JURNAL ILMIAH

ANALISIS PELAKSANAAN PENYIDIKAN TERHADAP ANGGOTA POLISI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA

INDRA RACHMATULLAH

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

(47)
(48)

DAFTAR PUSTAKA

Andrisman. Tri. 2010. Hukum Acara Pidana. Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Unila. Bandar Lampung.

Hamzah, Andi. 1997. Pengantar Hukum Acara Pidana Indonesia. 1987. Alumni. Bandung.

Husein, Harun M. 1991.Penyidikan Dan Penuntutan Dalam Proses Pidana. Rineka Cipta. Jakarta

Kelana, Momo. 2002. Memahami Undang-Undang Kepolisisan, PTIK Press. Jakarta.

Kunarto. 1995. Profesionalisme Polri. Gramedia. Jakarta.

Moeljatno. 1993. Azas-Azas Hukum Pidana. Bina Aksara. Jakarta.

Sjarif. Amiroeddin. 1996.Hukum Disiplin Militer Indonesia. Rineka Cipta. Jakarta. Sudarto. 1990.Hukum Pidana I. Yayasan Sudarto. Semarang.

Soekanto, Soerjono. 1986.Pengantar Penelitian Hukum.UI Press. Jakarta.

---. 1991. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum. Rajawali. Jakarta.

Soemitro, Ronny Hanitijo. 1990. Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri. Ghalia Indonesia. Jakarta.

TAP MPR No. VI / MPR / 2000 tentang Pemisahan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia.

TAP MPR No. VII / MPR / 2000 tentang Peran Tentara Nasional Indonesia dan Peran Kepolisisan Negara Republik Indonesia.

(49)

Peraturan Pemerintah No. 3 Tahun 2003 tentang Pelaksanaan Teknis Institusional Peradilan Umum bagi Anggota Kepolisian Republik Indonesia.

Radar Lampung, 1 September 2012.

Radar Lampung, 5 Oktober 2012.

(50)

Riwayat Hidup

Penulis dilahirkan di Kotabumi Lampung Utara, pada tanggal 26 Oktober 1987, merupakan putra ketujuh dari tujuh bersaudara, buah hati dari pasangan Bapak Hi. Usman

Bakri dan Ibu Nuryana.

Pendidikan formal yang diselesaikan penulis yaitu:

1. TK RA Tunas Harapan Kotabumi Lampung Utara diselesaikan tahun 1993 2. SD Negeri 1 Teladan kotabumi Lampung Utara diselesaikan pada tahun

1999

3. MTSN 2 Kotabumi Lampung Utara diselesaikan pada tahun 2002 4. SMA Wiyata Mandala Kotabumi Lampung Utara diselesaikan pada

tahun 2005

(51)

Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat ALLAH SWT, atas izin dan ridha-Nyalah karya kecil ku ini kupersembahkan kepada :

Papi dan Mamiku tercinta Hi. Usman Bakri dan Nuryana yang telah membesarkanku, membimbingku da senantiasa mendoakan keberhasilanku

Kakakku, Yuliantina, S.Sos beserta Kakak Iparku Ferry Husni Thamrin, S.Sos.

Kakakku, Kristantina, S.E. beserta Kakak Iparku Hendri Ardian, S.Kom

Kakakku, Fitriantina, S.Kep beserta Kakak Iparku Bahrul Nasdi, S.Sos

Kakakku, Yuniar, Si,,M.Pd beserta Kakak Iparku Risuli Utama, S.T.M.Si

Kakakku, Septina, S.H., S.Pd beserta Kakak Iparku Thia Sanjaya Hasan, S.E.

Kakakku, Nurmalinda, Apt.

Eka Silviana (Silvi)

Atas dukungan dan perhatiannya selama ini

(52)

MOTTO

Jangan Pernah Menyerah

Atas Apa Yang Kamu Yakini Benar

Jika Ada 1000 Alasan Untuk Menyerah

Ada 1001 Alasan Untuk Berjuang

(53)

Puji dan syukur, penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT, sebab hanya dengan kehendak dan karunia-Nya maka penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul“Analisis Pelaksanaan Penyidikan Terhadap Anggota Polisi Yang Melakukan Tindakan Pidana (Studi Pada Kepolisian Resort

Bandar Lampung)”. Skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum, Universitas Lampung.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa selama proses penyusunan sampai dengan terselesaikannya skripsi ini, penulis mendapatkan bantuan dan

bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Heryandi, S.H.,M.S. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas

Lampung.

2. Ibu Diah Gustiiati,, S.H.,M.H. selaku Ketua Bagian Hukum Pidana

Fakultas Hukum Universitas Lampung.

3. Ibu Hj Firganefi, S.H.,M.H. selaku Sekretaris Jurusan Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung sekaligus Pembahas I

Skripsi ini.

4. Ibu Dona Raisya, S.H.,M.H. selaku Pembahas II.

(54)

6. Ibu Rini Fatonah, S.H.,M.H. selaku Pembimbing II atas bimbingan dan

saran yang diberikan selama proses penyusunan skripsi ini

7. Bapak Elman Eddy Patra, S.H.,M.H. selaku pembimbing akademik yang

telah memberikan arahan dan masukan selama menjalani studi di Fakultas Hukum Universitas Lampung.

8. Seluruh dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah

memberikan ilmu kepada penulis selama studi.

9. Seluruh Staf dan Karyawan Fakultas Hukum Universitas Lampung yang

yang telah memberikan bantuan kepada penulis selama studi.

10. Kepada Kepolisian Resort Kota Bandar Lampung yang telah memberikan izin penelitian dan memberikan bantuan kepada penulis selama

pelaksanaan penelitian.

11. Kepada Keluarga Besarku, Om dan Tante besera sepupu-sepupu dan keponakan-keponakan yang tidak bisa disebutkan satu persatu, terima

kasih atas doa sera dukungannya selama ini.

12. Keapada teman-teman, khususnya angkatan 2006, Rendi, Fredi Setiawan,

Rindu, Catur Ahmad Rossi, Doni tetap semangat melanjutkan perjuangan, terima kasih atas dukungan serta semangatnya.

13. Kepada sahabat-sahabatku, Yenni Oktaria, Dwi Lestari, Saskia Christy

Damelia Pasaribu, Novia Anggraini, LT, Yosepa Rindi, Risky Nopiansyah, Rendi Jumantara, Ardi Kurniawan, Muhammad Fahri serta

(55)

akan mendapatkan balasan pahala dari sisi Allah SWT, dan akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat.

Bandar Lampung, 20 Februari 2013 Penulis

Referensi

Dokumen terkait

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas limpahan dan karunia-Nya yang senatiasa menyertai dalam penulisan skripsi yang berjudul “ Upaya Peningkatan Hasil Belajar Kognitif

Beberapa dokumen yang perlu dibawa ketika melakukan pembimbingan dalam rangka perencanaan akademik adalah kartu rencana studi, kartu hasil studi, format/ buku

Berdasarkan dari latar belakang masalah diatas, maka peneliti tertarik untuk mengkaji alasan apa yang melatar belakangi minat Mahasiswa FEBI UIN Antasari

Setalah menganalisis bentuk dan dampak tindak kriminla yang dilakukan oleh Benjamin Engel dalam film who am I karya Baran Bo Odar, penulis memiliki bebrapa

a) Administrasi niaga internasional (business international administration) adalah seluruh kegiatan dan tindakan dari organisasi internasional dalam perniagaan

Desa Rasau terdiri dari 6 dusun yaitu Dusun Kempas, Dusun Engkeruh, Dusun Kelaweh, Dusun Sebuluh, Dusun Riam Sejawak, dan Dusun Pangkelan Paret.Di Desa Rasau

Sehingga penyusunan skripsi yang berjudul “ Implikasi ASEAN Economic Community (AEC) 2015 Terhadap Ketahanan Pangan Indonesia ” dapat diselesaikan..

Terhitung 29 data dengan faktor risiko pasien dengan adanya riwayat abortus menjadi faktor risiko yang berjumlah paling tinggi didapatkan 41,38%, kemudian tertinggi kedua