• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK TALK WRITE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK TALK WRITE"

Copied!
56
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF

TIPE THINK TALK WRITE

Oleh Aan Pirta Wijaya

Penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu yang bertujuan untuk me-ngetahui peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think Talk Write. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X IPA MAN 1 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2013/2014. Sampel dipilih dengan teknik Random Sampling. Desain yang digunakan adalah pretest-posttest control group design. Berdasarkan hasil dan pembahasan diperoleh bahwa terdapat peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TTW. Berdasarkan analisis data diperoleh bahwa peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TTW lebih tinggi daripada siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional.

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Teratas Kembahang Liwa Lampung Barat pada tanggal 23 Februari 1992. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Bapak Mukhtar dan Ibu Eryawati. Pendidikan formal yang ditempuh penulis adalahSDN 1 Wates Lambar, dan lulus pada tahun 2004. Kemudian melanjutkan di SMPN 1 Liwa dan lulus pada tahun 2007. Setelah itu, melanjutkan ke MAN 1 (Model) Bandar Lampung dan lulus pada tahun 2010.

(7)

P

ersembahan

Alhamdulillahirobbil ’Alamin…

Terucap syukur yang mendalam kepada Allah SWT,

ku persembahkan karya sederhana ini untuk orang-orang yang selalu berharga

dalam hidupku sebagai tanda cinta, kasih sayang dan baktiku

kepada :

Ayah dan Ibuku tercinta yang telah membesarkan, mendidik,

mencurahkan seluruh kasih sayangnya yang selalu mengadahkan

tangannya untuk mendoakanku dan salah satu tempatku mengadu baik

ketika senyuman pahit kurasa dan senyuman indah dipandang.

Allahumaghfirlii waliwa lidayya warhamhuma kama robbayani

shaghiraan.

Adik-adikku (Candra, Annisa dan Dita) dan saudara-saudaraku

(Maksu, Panggah, Ajong, Wo Linda dan Ngah Ris serta

saudara-saudaraku yang tak mampu kusebutkan satu per satu) terima kasih atas

doa, motivasi dan dukungannya, hanya Allah yang mampu

membalasnya.

Para pendidik-pendidikku (Dosen, Guru, Asatid dan Tentor) yang telah

mengajar dengan penuh kesabaran.

Semua Sahabat yang begitu tulus menyayangiku dan menemaniku

dibumi Allah ini, semoga kita semua kelak Allah pertemukan di

jannahnya, Aamiin

dan

(8)

SANWACANA

Alhamdulillahi Robbil ‘Alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat, hidayah dan karunia-Nya sehingga penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan. Sholawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, suritauladan bagi umat Islam, beserta keluarganya dan para sahabatnya yang berjuang menegakkan kalimat tauhid.

Penulis menyadari bahwa selesainya penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang tulus ikhlas kepada:

1. Ibu Dra. Arnelis Djalil, M.Pd., selaku Pembimbing Akademik sekaligus Pembimbing I atas kesediaannya memberikan bimbingan, ilmu yang berharga, saran, motivasi dan kritik baik selama perkuliahan maupun selama penyusu-nan skripsi sehingga skripsi ini menjadi lebih baik.

2. Bpk Drs. M. Coesamin, M.Pd., selaku Dosen pembimbing II yang dengan tu-lus ikhlas meluangkan waktu dan mencurahkan pikirannya untuk memberikan bimbingan, petunjuk, nasehat dan arahan pada penulisan skripsi ini.

(9)

4. Bapak Dr. Caswita, M.Si., selaku Ketua Jurusan Pendidikan MIPA Univer-sitas Lampung.

5. Bapak dan Ibu dosen pendidikan matematika di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis. 6. Bapak Dr. H. Bujang Rahman, M.Si., selaku dekan FKIP Universitas

Lampung beserta staff dan jajarannya.

7. Bapak Prof. Dr. Ir. Sugeng P. Harianto, M.S., selaku Rektor Universitas Lam-pung beserta staff dan jajarannya.

8. Mr. Antoni, M. Ed., selaku kepala MAN 1 (Model) Bandar Lampung beserta wakil-wakilnya, guru dan staff karyawan yang telah banyak membantu selama penelitian.

9. Bapak Drs. H. Tri Sutanto, selaku guru mitra atas kesediaannya menjadi mitra dalam penelitian di MAN 1 (Model) Bandar Lampung serta seluruh siswa kelas X IPA-1 dan X IPA-2 yang telah memberikan bantuan dalam penelitian ini.

10.Keluargaku tercinta: Ayah, Ibu dan adik-adikku serta keluarga besarku atas semangat, kasih sayang dan doa yang tak pernah berhenti mengalir.

11.Sahabat-sahabatku (Yudi, Feri, Yusron, Tawag, Didi, Rohli, Rizky, Ibnu, Rusdi, Tri, Novrian, Perdan, Nando dan kak Kiki) yang senantiasa memberikan semangat, perhatian dan motivasi.

12.Teman-teman seperjuangan di Pendidikan Matematika 2010 kelas A: Novrian, Arief, Beni, Rusdi, Tri F., Endang, Tri H., Sulis, Intan, Rini, Fertil, Nurul R.,

Utari, Imas, Qorri, Novi, Ria Aa., Nurul H., Yulisa, Dhea, Dian, Asih, Andri,

(10)

dan Aulia. Terima kasih atas persaudaraan, kebersamaan dan semangat selama ini dan teman-teman angkatan 2010 kelas B: Sovian, Nando, Heru, Imam, Clara, Zuma dan semuanya tetap semangat untuk menjadi guru yang terbaik.

13.Sahabat-sahabatku pejuang dakwah di Mahasiswa Pecinta Islam (MPI) Lampung, teruslah menebar dakwah di bumi Allah ini.

14.Kakak tingkat 2006 sampai 2009 dan adik tingkat 2011 sampai 2013. Terimakasih atas kebersamaan kalian selama ini.

15.Keluarga KKN dan PPL Desa Balam Jaya Kecamatan Way Kenanga Kabupaten Tulang Bawang Barat: Eka, Bambang, Ida, Riri, Mbak Ririn, Rona, Devi, Ina, Ai dan Risa. Semoga kekeluargaan dan silaturahim kita akan terus terjalin.

16.Pengurus Referensi P. MIPA dan Perpustakaan UNILA yang telah melayani dalam peminjaman buku serta skripsi.

17.Pak Liyanto dan pak Mariman penjaga Gedung G, terima kasih atas bantuan dan perhatiannya selama ini.

18.Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.

Semoga dengan bantuan dan dukungan yang diberikan mendapat balasan pahala di sisi Allah SWT sebagai amal shalih.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya. Bandar Lampung, Mei 2014 Penulis,

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 7

E. Ruang Lingkup Penelitian ... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kemampuan Komunikasi Matematis ... 9

B. Pembelajaran Kooperatif ... 12

C. Kooperatif Tipe Think Talk Write ... 15

E. Kerangka Pikir ... 20

F. Anggapan Dasar ... 22

G. Hipotesis ... 22

III. METODE PENELITIAN A. Populasi dan Sampel ... 24

B. Desain Penelitian ... 24

C. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... 25

D. Data Penelitian ... 26

E. Teknik Pengumpulan Data ... 27

F. Instrumen Penelitian ... 27

(12)

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian ... 38 B. Pembahasan ... 40

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan ... 46 B. Saran ... 46

(13)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

3.1 The Pretest-Postes Control Group Design ... 25

3.2 Pedoman Penyekoran Kemampuan Komunikasi Matematis ... 28

3.3 Interpretasi Daya Pembeda ... 31

3.4 Interpretasi Tingkat Kesukaran Butir Soal... 32

3.5 Rekapitulasi Hasil Tes Uji Coba ... 33

3.6 Interpretasi Indeks Gain ... 33

3.7 Rekapitulasi Uji Normalitas Data Indeks Skor Gain ... 35

3.8 Rekapitulasi Uji Homogenitas Data Skor Kemampuan Komunikasi Matematis siswa ... 36

4.1 Indeks Skor Gain Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa ... 38

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

A.Perangkat Pembelajaran

A.1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Kelas Eksperimen .... 51

A.2 Lembar Kerja Siswa ... 83

A.3 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Kelas Kontrol ... 113

B.Instrumen Penelitian B.1 Silabus Kelas Eksperimen ... 145

B.2 Silabus Kelas Kontrol ... 148

B.3 Kisi-Kisi Soal Tes ... 151

B.4 Soal Tes ... 153

B.5 Kunci Jawaban Soal Tes ... 155

B.6 Validitas Soal Tes ... 159

B.7 Pedoman Penyekoran ... 160

B.8 Lembar Pengamatan Tahapan Think Talk Write ... 161

C.Analisis Data C.1 Analisis Reliabilitas Hasil Tes Uji Coba ... 164

C.2 Analisis Daya Pembeda dan Tingkat Kesukaran Tes Uji Coba . 165 C.3 Data Skor Hasil Pretest dan Posttest Kelas Eksperimen ... 166

C.4 Data Skor Hasil Pretest dan Posttest Kelas Kontrol ... 167

C.5 Data Perhitungan Gain Kelas Eksperimen ... 168

C.6 Data Perhitungan Gain Kelas Kontrol ... 169

C.7 Uji Normalitas Gain Kelas Eksperimen ... 170

(15)

xvii C.9 Uji Homogenitas Varians Pretest Antara Kelas Eksperimen dan

Kelas Kontrol ... 178

C.10 Uji Kesamaan Dua Rata-rata (Uji Satu Pihak) Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 179

D.Lain-lain D.1 Surat Izin Penelitian Pendahuluan ... 181

D.2 Surat Izin Penelitian ... 182

D.3 Surat Keterangan Penelitian ... 183

D.4 Daftar Hadir Seminar Proposal ... 184

D.5 Daftar Hadir Seminar Hasil ... 187

(16)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada masa modern saat ini Ilmu Pengetahuan dan Teknolgi (IPTEK) sangat di-butuhkan di berbagai bidang. Pendukung utama IPTEK ialah sumber daya manusia berkualitas yang mampu memberikan dan menerima pendidikan. Indonesia, belum mampu untuk selalu siap menyediakan sumber daya manusia berkualitas yang mampu memberikan dan menerima pendidikan. Subandi (DHO, 2013) mengungkapkan bahwa indeks tingkat pendidikan Indonesia dinilai masih rendah yaitu 14,6 persen, berbeda dengan Singapura dan Malaysia yang indeks tingkat pendidikannya lebih baik yaitu 28 persen dan 33 persen.

(17)

2

Pendidikan di sekolah sebagian besar dilaksanakan melalui pembelajaran di kelas, salah satunya adalah pembelajaran matematika. Matematika adalah disiplin ilmu yang memilki peranan penting dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Tanpa peran dan sumbangan matematika, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi akan sangat lambat, bahkan bisa jadi akan berhenti berkembang sama sekali. Karena peran matematika begitu besar terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka dikatakan bahwa matematika adalah ratu dari ilmu pengetahuan.

Pada beberapa cabang ilmu, diantanya ilmu fisika, konsep limit, turunan dan integral digunakan untuk menentukan hubungan antara jarak tempuh, kecepatan dan percepatan suatu benda. Pada ilmu ekonomi, konsep persamaan garis digunakan untuk menentukan keseimbangan harga. Konsep turunan dan program linear digunakan untuk menentukan keuntungan optimal yang dapat dicapai suatu instansi/ perusahaan. Karena konsep-konsep matematika banyak digunakan diberbagai cabang ilmu, pemahaman konsep matematika yang baik dan benar akan memberikan keuntungan bagi siswa, terutama siswa di jejang SMA. Sehingga, angka harapan peningkatan prestasi siswa di sekolah akan menjadi lebih tinggi.

(18)

3

akan lebih mendominasi pembelajaran. Dalam NCTM (2000), pembelajaran matematika seharusnya mampu membuat peserta didik agar mengerti terhadap apa yang dipelajari, membelajarkan peserta didik dan memberikan dukungan kepada peserta didik agar mampu belajar dengan baik.

Pada kenyataannya, pembelajaran matematika pada saat ini masih belum sesuai dengan harapan. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan ELN yang dilansir dalam internasional.kompas.com (2012) bahwa untuk bidang matematika, Indonesia be-rada di urutan ke-38 dengan skor 386 dari 42 negara yang siswanya dites di kelas VIII. Skor Indonesia turun 11 poin dari penilaian tahun 2007. Selain itu, Wono Setyabudhi, dosen matematika Institut Teknologi Bandung (ELN, 2012) menyatakan sebagai berikut:

Pembelajaran matematika di Indonesia memang masih menekankan menghapal rumus-rumus dan menghitung. Bahkan guru otoriter dengan keyakinan pada rumus-rumus atau pengetahuan matematika yang sudah ada. Padahal, belajar matematika itu harus mengembangkan logika, pemikiran dan meyakinkan orang lain.

(19)

4

Pembelajaran konvensional seringkali membuat siswa bosan. Hal ini disebabkan siswa tidak dilibatkan secara aktif dalam kegiatan pembelajaran di kelas. Siswa hanya diposisikan sebagai pendengar pasif yang baik dan harus merekam yang mereka dengar dari gurunya dalam tulisan di buku serta berorientasi pada satu jawaban yang benar.

Oleh karena itu, perlu diterapkan suatu model pembelajaran yang tidak hanya menjadikan siswa sebagai pendengar pasif. Tapi sebagai siswa yang diberi kesempatan seluas-luasnya untuk memahami maksud dari sebuah tulisan, menyampaikan pendapatnya dan didengar oleh guru dan rekan-rekannya. Belajar mendengar dan menghargai pendapat rekannya, memberikan komentar atau masukan atas pendapat rekannya, kemudian merangkum hasil diskusinya. Model pembelajaran yang kiranya tepat untuk membuat siswa tidak sekedar menjadi pendengar yang pasif dalam pembelajaran di kelas, dapat memfasilitasi siswa untuk melatih dan meningkatkan kemampuan komunikasi matematis adalah model pembelajaran kooperatif tipe Think Talk Write (TTW).

(20)

5

Komunikasi secara umum dapat diartikan sebagai suatu cara untuk menyampaikan suatu pesan dari pembawa pesan ke penerima pesan untuk menginformasikan pendapat atau suatu informasi baik secara langsung maupun tak langsung melalui tulisan atau media. Sedangkan komunikasi matematis dapat diartikan sebagai suatu kemampuan siswa dalam menyampaikan sesuatu yang diketahuinya melalui peristiwa dialog atau saling berhubungan yang terjadi di lingkungan kelas, dimana terjadi pengalihan pesan. Pesan yang dialihkan berisi tentang materi matematika yang dipelajari siswa, misal berupa konsep, rumus, atau strategi pemecahan suatu masalah. Pihak yang terlibat dalam komunikasi adalah guru dengan siswa dan siswa dengan siswa.

Dalam NCTM (2000: 348) bahwa hal yang paling mendasar dalam pembelajaran matematika adalah komunikasi. Kemampuan komunikasi matematis sangat penting bagi siswa, tanpa kemampuan komunikasi matematis yang memadai. Siswa akan kesulitan untuk menyampaikan gagasan dan ide yang ada dalam pikirannnya.

(21)

6

Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa kemampuan komunikasi matematis siswa MAN 1 Bandar Lampung masih rendah.

Berdasarkan uraian-uraian di atas, maka perlu dilakukan suatu penelitian eksperimen mengenai Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TTW Pada Siswa MAN 1 Bandar Lampung Kelas X IPA.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: “Apakah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TTW dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis

siswa?”

Rumusan masalah di atas dapat dijabarkan pertanyaan penelitian:

“Apakah peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa menggunakan

model pembelajaran kooperatif tipe TTW lebih tinggi daripada siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional?”

C. Tujuan Penelitian

(22)

7

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan pemikiran yang positif dalam perkembangan ilmu pendidikan matematika berkaitan dengan model pembelajaran kooperatif tipe TTW dan kemampuan komunikasi matematis siswa.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan yang bermanfaat bagi guru, calon guru dan peneliti lain untuk mengembangkan model pembelajaran kooperatif tipe TTW.

E. Ruang lingkup Penelitian

Ruang lingkup dari penelitian ini adalah:

1. Model pembelajaran kooperatif tipe TTW merupakan suatu model pembelajaran yang terdiri dari tiga tahapan, yaitu:

a. Think : Siswa secara individu membaca, melengkapi dan memahami Lem-bar Kerja Siswa (LKS) serta menuliskannya dalam catatan kecil.

b. Talk : Siswa berdiskusi dalam kelompok untuk membahas catatan kecil, ke-giatan berkelompok dan soal.

(23)

8

2. Kemampuan komunikasi matematis

Kemampuan komunikasi matematis merupakan kemampuan siswa untuk me-nyampaikan ide-ide matematika secara tertulis. Kemampuan komunikasi matematis dalam penelitian ini diamati melalui:

a. Kemampuan menggambarkan situasi masalah dan menyatakan solusi masalah menggunakan gambar, bagan, tabel dan secara aljabar.

(24)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Kemampuan Komunikasi Matematis

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdiknas, 2005: 585) dituliskan bahwa komunikasi merupakan pengiriman dan penerimaan pesan atau berita antara dua orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami penerima pesan. Sanjaya (2012: 81) menyatakan bahwa komunikasi juga merupakan suatu proses penyampaian pesan dari sumber (pembawa pesan) ke penerima pesan dengan maksud untuk memengaruhi penerima pesan. Komunikasi dapat secara langsung (lisan) dan tak langsung melalui media atau tulisan. Makna suatu komunikasi adalah aktivitas untuk mencapai tujuan komunikasi itu sendiri. Dengan demikian proses komunikasi tidak terjadi secara kebetulan melainkan dirancang dan diarahkan kepada pencapaian tujuan. Sanjaya (2012: 80) menyatakan bahwa kriteria keberhasilan komunikasi adalah penerima pesan bisa menangkap dan memaknai pesan yang disampaikan sesuai dengan maksud sumber pesan.

(25)

10

pembawa pesan/ informasi terlalu lemah atau keras, tidak fokus, atau dalam penulisan, tulisan tidak jelas, kecil dan tidak menggunakan aturan tata baca yang baik dan benar.

Sanjaya (2012: 83) menyatakan bahwa komponen komunikasi terdiri atas: (1) siapa komunikator/ pengirim pesan; (2) pesan apa yang disampaikan; (3) melalui apa pesan itu disampaikan/ media; (4) siapa yang menerima pesan; (5) apa dampak/ hasil komunikasi. Jika dikaitkan dengan kemampuan komunikasi mate-matis siswa maka kemampuan siswa dalam mengekspresikan pesan (gagasan-gagasan, ide-ide dan pemahamannya tentang konsep matematika) yang mereka pelajari. Schunk (2012: 649) menyatakan bahwa anak harus didorong untuk menggunakan kerangka tulisan dan gambar untuk membantu mereka menyusun informasi. Selain itu menurut Eggen dan Kauchak (2012: 99) bahwa tugas guru dalam menjelaskan materi atau memberikan informasi kepada siswa harus menggunakan bahasa yang sistematis dan jelas.

(26)

11

Ansari (Puspaningtiyas, 2012: 14-15) menyatakan bahwa:

Kemampuan komunikasi matematis siswa terbagi ke dalam tiga kelompok, yaitu: (1) Menggambar/drawing, yaitu merefleksikan benda-benda nyata, gambar dan diagram ke dalam ide-ide matematika. Atau sebaliknya, dari ide-ide matematika ke dalam bentuk gambar atau diagram; (2) Ekspresi matematika/mathematical expression, yaitu mengekspresikan konsep matematika dengan menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematika; (3) Menulis/written texts, yaitu memberikan jawaban dengan menggunakan bahasa sendiri, membuat model situasi atau persoalan menggunakan bahasa lisan, tulisan, grafik, dan aljabar, menjelaskan, dan membuat pertanyaan tentang matematika yang telah dipelajari, mendengarkan, mendiskusikan, dan menulis tentang ma-tematika, membuat konjektur, menyusun argumen, dan generalisasi.

Dari beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa, kemampuan komunikasi matematika merupakan kemampuan yang dapat menyertakan dan memuat berbagai alasan rasional terhadap suatu pernyataan, mengubah bentuk uraian ke-dalam model matematika dan mengilustrasikan ide-ide matematika ke ke-dalam bentuk uraian. Untuk mengetahui peningkatan kemampuan komunikasi mate-matika dilakukan observasi pada saat pembelajaran dan pemberian tes kemam-puan komunikasi mtematika secara tertulis.

(27)

12

Indikator kemampuan komunikasi tertulis meliputi kemampuan menggambar (drawing), ekspresi matematika (mathematical expression) dan menulis (written texts) dengan indikator kemampuan komunikasi tertulis yang dikembangkan sebagai berikut:

a. Menggambarkan situasi masalah dan menyatakan solusi masalah menggu-nakan gambar, bagan, tabel dan secara aljabar.

b. Menjelaskan ide, situasi dan relasi matematik secara tulisan. c. Menggunakan bahasa matematika dan simbol secara tepat.

B. Pembelajaran Kooperatif

Secara bahasa kooperatif berasal dari kata cooperative yang berarti bekerja sama. Salah satu aktivitas sosial yang membutuhkan kemampuan untuk bekerja sama dengan baik ialah kerja kelompok. Eggen dan Kauchak (2012: 171) menyatakan bahwa kerja kelompok adalah suatu strategi yang dirancang untuk meningkatkan keterlibatan siswa dengan interaksi antar siswa. Dalam pembelajaran ini akan tercipta sebuah interaksi yang lebih luas, yaitu interaksi dan komunikasi yang dilakukan antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa dan siswa dengan guru.

(28)

13

anggotanya terdiri dari 2 sampai 5 orang, dengan struktur kelompoknya yang bersifat heterogen. Pembelajaran kooperatif mengarah pada pembelajaran dimana siswa bekerjasama dalam kelompok kecil, saling membantu, bertukar informasi untuk memahami suatu materi pelajaran, memeriksa dan memperbaiki jawaban teman agar dapat mencapai sukses bersama secara akademik. Hal ini seperti yang dinyatakan Eggen dan Kauchak (2012: 171) pembelajaran kooperatif adalah sebuah kelompok strategi mengajar yang memberikan peran terstruktur bagi siswa sambil menekankan interaksi siswa-siswa untuk mencapai tujuan bersama.

Pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning) merupakan pondasi yang baik untuk meningkatkan semangat belajar siswa sehingga mampu berprestasi. Hal ini dikarenakan seperti yang dinyatakan Eggen dan Kauchak (2012: 171) bahwa guru meminta siswa bertanggung jawab secara individu atas pemahaman mereka dan siswa saling tergantung untuk mencapai tujuan bersama. Pembelajaran ini akan memberi kesempatan siswa untuk mendiskusikan masalah, mendengar pendapat rekannya, memacu siswa untuk bekerjasama dan saling membantu menyelesaikan permasalahan. Secara tidak langsung mewujudkan kegiatan pembelajaran yang berpusat pada siswa, terutama untuk mengatasi permasalahan yang ditemukan guru dalam mengaktifkan siswa yang tidak dapat bekerja sama, siswa yang agresif dan siswa yang tidak peduli pada siswa lain.

(29)

14

dituntut untuk saling berkomunikasi aktif dengan anggota kelompoknya dalam rangka menyelesaikan masalah matematika yang diberikan gurunya. Dengan bekerjasama maka siswa akan mengembangkan keterampilan berhubungan dengan sesama manusia yang akan sangat bermanfaat bagi kehidupannya kelak di luar pendidikan formal. Hal ini senada dengan apa yang disampaikan Hartono (2013: 112) yang menyatakan:

Pembelajaran kooperatif menuntut siswa untuk bersikap partisipatif dalam menyelesaikan tugas. Sikap partisipatif itu tak hanya untuk tugas semata, tapi juga melatih siswa agar suatu saat kelak mampu berpartisiasi dalam realitas kehidupan.

Dari uraian-uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif (cooperative learning) merupakan bentuk pembelajaran dengan cara belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari tiga sampai lima orang dengan struktur yang bersifat heterogen dan dapat merangsang siswa lebih bergairah dalam belajar sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. Rusman (2013: 206) menyatakan pembelajaran kooperatif akan efektif digunakan apabila:

1) Guru menekankan pentingnya usaha bersama di samping usaha secara individual; 2) guru menghendaki pemerataan perolehan hasil dalam belajar; 3) guru ingin menanamkan tutor sebaya atau belajar melalui teman sendiri; 4) guru menghendaki adanya partisipasi aktif siswa; 5) guru menghendaki kemampuan siswa dalam memecahkan berbagai permasalahan.

(30)

15

keterampilan-keterampilan dan aspek-aspek yang disampaikan di atas adalah model pembelajaran kooperatif tipe Think Talk Write (TTW).

C. Kooperatif Tipe Think Talk Write (TTW)

Suatu model pembelajaran kooperatif yang diharapkan mampu meningkatkan kemampuan komunikasi dan pemahaman siswa adalah model pembelajaran kooperatif tipe TTW. Iru dan Arihi (2012: 67-68) mendefinisikan bahwa TTW merupakan model pembelajaran kooperatif dimana perencanaan dari tindakan yang cermat mengenai kegiatan pembelajaran yaitu melalui kegiatan berpikir (think), berbicara/ berdiskusi, bertukar pendapat (talk) serta menulis hasil diskusi (write) agar tujuan pembelajaran dan kompetensi yang diharapkan dapat tercapai.

TTW adalah model pembelajaran yang memfasilitasi latihan berbahasa secara lisan dan menulis bahasa tersebut dalam bentuk tulisan. Alur kemajuan pembelajaran TTW dimulai dari keterlibatan siswa dalam berpikir atau berdialog dengan dirinya sendiri setelah proses membaca, selanjutnya berbicara dan membagi ide dengan temannya sebelum menulis. Kegiatan ini lebih efektif dilakukan dalam kelompok dengan anggota 3-5 siswa. Anggota kelompok diatur secara heterogen dan dalam kelompok siswa diminta membaca, membuat catatan kecil, menjelaskan, mendengarkan, menanggapi dan melengkapinya dengan tulisan dalam suasana yang aktif dan menyenangkan.

(31)

16

bermakna jika siswa terlebih dahulu melakukan kegiatan berpikir, menyusun ide-ide, merefleksikan dan menguji ide-ide sebelum memulai menulis jawaban.

Ngalimun (2013: 170) menyatakan bahwa TTW merupakan pembelajaran yang dimulai dengan berpikir melalui bacaan (menyimak, memahami dan alternative solusi), hasil bacaannya dikomunikasikan dengan presentasi, diskusi dan kemudian buat laporan hasil diskusi. Kegiatan berpikir, berbicara dan menulis adalah kegiatan dalam pembelajaran matematika yang memberi peluang kepada siswa untuk berpartisipasi aktif menyelesaikan suatu masalah. TTW memberikan waktu kepada siswa untuk melakukan kegiatan tersebut (membaca, berpikir, berdiskusi/ bertukar pendapat, saling melengkapi ide-ide sebelum menulisnya).

Berikut adalah tahapan-tahapan dalam model pembelajaran TTW yang harus dikembangkan dalam pembelajaran matematika:

1. Think (Berpikir)

(32)

17

Selama aktivitas think berlangsung, guru hanya sebatas mengawasi untuk memastikan bahwa setiap siswa sudah melakukan aktivitas think dengan baik. Jika masih ada siswa yang belum melakukan aktivitas think yakni membaca dan menuliskan pada catatan kecilnya maka guru berusaha memotivasi dan memberi arahan tujuan tahap ini.

2. Talk (Berbicara atau berdiskusi)

Tahap ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk menyampaikan ide-ide yang diperolehnya pada tahap write (berpikir mandiri) kepada anggota kelompok-nya dimana dalam satu kelompok terdiri dari 3-5 orang siswa yang heterogen. Pada tahap ini ada siswa sebagai siswa dan ada siswa sebagai guru. Sehingga membantu siswa lain yang kemampuannya berbeda untuk menyelesaikan masalah dan setiap siswa dilatih untuk dapat berkomunikasi dengan baik menggunakan bahasa mereka sendiri.

(33)

18

Pada tahap talk, tugas guru memberikan motivasi/ dorongan kepada siswa yang kurang aktif dalam diskusi, merasa kurang percaya diri terhadap hasil pekerjaannya atau kelompok siswa yang mendapatkan jalan buntu untuk menemukan suatu jawaban. Guru harus meyakinkan siswa bahwa jawabannya merupakan pemikiran yang hebat dan patut dibanggakan. Selain itu, tugas guru yang disampaikan oleh Silver dan Smith (Yamin dan Ansari, 2012: 90) adalah mengajukan pertanyaan, menantang setiap siswa untuk berpikir, mendengarkan secara hati-hati ide siswa dan membimbing.

3. Write (Menuliskan hasil diskusi)

Tahap menulis kembali hasil yang diperoleh siswa setelah melewati kedua tahap di atas. Tahap menulis ini berarti mengonstruksi ide, dari kegiatan tahap pertama dan kedua. Yamin dan Ansari (2012: 88) mengungkapkan bahwa aktifitas siswa selama tahap ini (1) menulis solusi terhadap masalah/ pertanyaan yang diberikan; (2) mengorganisasikan semua pekerjaan langkah demi langkah, baik penyelesaiannya menggunakan grafik, diagram, atau tabel agar mudah dibaca atau ditindaklanjuti; (3) mengoreksi semua pekerjaan sehingga yakin tidak ada pekerjaan ataupun perhitungan yang ketinggalan dan; (4) meyakini bahwa pekerjaanya lengkap, mudah dibaca dan terjamin keasliannya.

(34)

19

Gambar 2.1. Desain Model Pembelajaran Tipe TTW

Langkah-langkah pembelajaran yang diperkenalkan Huinker dan Laughlin ini (Yamin dan Ansari, 2012: 90) adalah:

GURU Pembelajaran matematika melalui Think Talk Write

Masalah

THINK

TALK

WRITE

Dampak

Siswa membaca LKS dan membuat catatan

secara individu

Siswa berdiskusi secara kelompok untuk membahas isi catatan

Secara individu siswa mengonstruksi pengetahuan dari hasil

diskusi

Siswa mampu meningkatkan kemampuan

komunikasi matematis dalam

(35)

20

1. guru membagi teks bacaan berupa lembaran aktivitas siswa siswa yang memuat situasi masalah bersifat open-ended dan petunjuk serta prosedur pelaksanaannya.

2. siswa membaca teks dan membuat catatan dari hasil bacaan secara individual (think), untuk dibawa ke forum diskusi.

3. siswa berinteraksi dan berkolaborasi dengan teman untuk membahas isi catatan (talk). Guru berperan sebagai mediator lingkungan belajar.

4. siswa mengkonstruksi sendiri pengetahuan sebagai hasil kolaborasi (write).

D. Kerangka Pikir

Kemampuan komunikasi matematis dalam pembelajaran matematika adalah suatu hal penting untuk digali oleh seorang guru matematika. Oleh karena itu, rendahnya kemampuan komunikasi matematis siswa merupakan permasalahan yang harus mendapat perhatian serius. Rendahnya kemampuan komunikasi matematis terjadi karena pembelajaran yang berlangsung selama ini terpusat pada guru sehingga selama pembelajaran matematika hanya terjadi komunikasi satu arah.

(36)

21

Model pembelajaran kooperatif memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerja dalam sebuah kelompok sehingga siswa berperan aktif dalam pembelajaran. Dengan bekerja dalam sebuah kelompok, siswa dapat mengomunikasikan ide-ide matematisnya baik secara lisan maupun tulisan. Dengan demikian, kemampuan komunikasi matematis siswa akan lebih tercapai daripada siswa hanya mendengarkan penjelasan dari guru.

Model pembelajaran kooperatif tipe TTW adalah salah satu model pembelajaran kooperatif yang membangun kemampuan berpikir, berbicara dan menulis siswa. Model pembelajaran ini secara aktif menuntut siswa untuk menyelesaikan masalah matematis secara bertahap. Tiga tahapan yang dilalui siswa adalah think (berpikir), talk (berdiskusi) dan write (menulis hasil diskusi).

Tahap pertama yaitu think (berpikir) dapat dilihat dari proses membaca teks matematika atau cerita matematika. Siswa secara individu mencoba menyelesaikan masalah tersebut dan membuat catatan kecil tentang hal-hal yang tidak diketahuinya ataupun langkah penyelesaian masalah dengan bahasanya sendiri.

(37)

22

Tahap ketiga adalah tahap write (menulis hasil diskusi). Karena pada tahap ini mereka menuliskan hasil diskusi sebelumnya pada lembar kerja yang disediakan dan dengan aktivitas menulis, meraka dituntut untuk mengkonstruksi ide setelah berdiskusi dan mengungkapkan dalam bentuk tulisan.

Dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TTW diharapkan mampu meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa menjadi lebih tinggi daripada pembelajaran konvensional. Hal ini menyatakan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe TTW dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa.

E. Anggapan Dasar

Penelitian ini mempunyai anggapan dasar sebagai berikut.

1. Semua siswa kelas X IPA semester genap MAN 1 Bandar Lampung tahun pelajaran 2013/2014 memperoleh materi pelajaran matematika yang sama dan sesuai dengan kurikulum yang berlaku.

2. Faktor lain yang mempengaruhi kemampuan komunikasi matematis siswa selain model pembelajaran dianggap memberikan pengaruh yang sama.

F. Hipotesis

Berdasarkan kerangka berpikir di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah: a. Hipotesis Umum :

(38)

23

b. Hipotesis Kerja :

(39)

III. METODE PENELITIAN

A. Populasi dan Sampel

Penelitian dilaksanakan di MAN 1 Bandar Lampung dengan populasi seluruh siswa kelas X IPA semester genap pada tahun pelajaran 2013/2014 yang terdiri dari empat kelas yakni X IPA-1, X IPA-2, X IPA-3 dan X IPA-4. Dari populasi yang terdiri dari empat kelas diambil dua kelas, yaitu sebagai kelas kontrol dan sebagai kelas eksperimen. Penarikan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik random sampling karena berdasarkan wawancara dengan beberapa guru matematika MAN 1 Bandar Lampung, setiap kelas di sekolah tersebut memiliki rata-rata kemampuan matematis hampir sama dan tidak ada kelas unggulan. Setelah dipilih sampel secara acak terhadap kelas X IPA, maka terpilihlah kelas X IPA-1 sebagai kelas eksperimen dan kelas X IPA-2 sebagai kelas kontrol.

B. Desain Penelitian

(40)

25

pada kelompok kontrol yang disebut kelas kontrol menggunakan pembelajaran konvensional. Desain penelitian pretest-posttest control group design di-modifikasi dari Furchan (1982: 356) adalah sebagai berikut:

Tabel 3.1 The Pretest-Postest Control Group Design

Kelompok Pretest Perlakuan Posttest

A Y1 X Y2

B Y1 K Y2

Keterangan :

A : kelas eksperimen B : kelas kontrol

X : perlakuan pada kelas eksperimen dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TTW

K : perlakuan pada kelas kontrol dengan menggunakan pembelajaran konvensional

Y1 : tes awal (pretest) sebelum diberikan perlakuan

Y2 : tes akhir (posttest) setelah diberikan perlakuan

C. Prosedur Pelaksanaan Penelitian

Tahap-tahap dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Tahap Persiapan Penelitian

Tahap-tahap persiapan penelitian ini adalah :

a. Mengidentifikasi masalah yang terjadi dalam pembelajaran matematika di MAN 1 Bandar Lampung.

b. Pemilihan populasi penelitian yang dapat mewakili kondisi kemampuan komunikasi matematis siswa MAN 1 Bandar Lampung, yaitu seluruh siswa

kelas X IPA MAN 1 Bandar Lampung tahun pelajaran 2013/2014.

c. Menyusun proposal penelitian.

(41)

26

f. Mengonsultasikan perangkat pembelajaran dan instrumen dengan dosen pembimbing.

g. Melakukan ujicoba instrumen penelitian. h. Merevisi instrumen penelitian jika diperlukan. 2. Tahap Pelaksanaan Penelitian

Tahap-tahap pelaksanaan penelitian ini adalah :

a. Melaksanakan pretest pada kelas kontrol dan eksperimen.

b. Memberikan perlakuan pada kelas kontrol dan eksperimen. Untuk kelas eksperimen menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TTW. Sedangkan, untuk kelas kontrol menggunakan pembelajaran konvensional. c. Mengadakan posttest pada kelas kontrol dan eksperimen.

3. Tahap Analisis Data

Tahap-tahap analisis data penelitian ini adalah : a. Mengumpulkan data kuantitatif.

b. Menganalisis data hasil penelitian. c. Menyusun hasil penelitian.

d. Menyimpulkan hasil penelitian.

D. Data Penelitian

(42)

27

E. Teknik Pengumpulan Data

Data dalam penelitian ini dikumpulkan menggunakan tes. Tes diberikan sebelum pembelajaran (pretest) dan sesudah pembelajaran (posttest) pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Tes yang diberikan bertujuan untuk mengetahui peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa setelah mengikuti pembelajaran matematika menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TTW pada kelas eksperimen dan pembelajaran konvensional pada kelas kontrol.

F. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah perangkat tes. Bentuk tes dalam penelitian ini berbentuk esai. Tes yang diberikan pada kelas pretest dan posttest sama. Sebelum penyusunan tes kemampuan komunikasi matematis, terlebih dahulu dibuat kisi-kisi soal tes kemampuan komunikasi matematis. Setiap soal memiliki satu atau lebih indikator kemampuan komunikasi matematis. Penyusunan perangkat tes dilakukan dengan indikator sebagai berikut:

1. Kompetensi dasar dan indikator yang akan diukur sesuai dengan materi dan tujuan kurikulum yang berlaku pada populasi.

(43)

28

Tabel 3.2 Pedoman Penyekoran Kemampuan Komunikasi Matematis

Skor Menggambar (Drawing) Ekspresi Matematika (Mathematical

Expression)

Menulis

(Written Texts)

0 Tidak ada jawaban, kalaupun ada hanya memperlihatkan tidak memahami konsep sehingga informasi yang diberikan tidak memiliki arti.

1

Tes yang digunakan dalam penelitian ini harus valid, reliabel, memiliki tingkat kesukaran dan daya pembeda yang baik, sehingga tes tersebut perlu dilakukan analisis sebagai berikut:

1. Uji Validitas Isi

(44)

29

telah mengetahui dengan benar kurikulum tingkat SMA, maka validitas instrumen tes ini didasarkan atas penilaian guru mata pelajaran matematika. Tes yang dikategorikan valid adalah yang telah dinyatakan sesuai dengan kompetensi dasar dan indikator yang diukur berdasarkan penilaian guru mitra. Penilaian ini terhadap kesesuaian isi tes dengan isi kisi-kisi tes yang diukur dan kesesuaian bahasa yang digunakan dalam tes dengan kemampuan bahasa siswa dilakukan dengan menggunakan daftar cek list oleh guru mitra. Hasil penilaian terhadap tes untuk mengambil data penelitian telah memenuhi validitas isi setelah melalui satu kali revisi untuk soal no.3 tentang subbab identitas trigonometri. Berdasarkan penilaian guru mitra, soal yang digunakan telah dinyatakan valid (Lampiran B.6)

2. Uji Reliabilitas

Reliabilitas instrumen diukur berdasarkan koefisien reliabilitas. Suatu tes di-katakan reliabel jika hasil pengukuran yang dilakukan dengan menggunakan tes tersebut berulang kali terhadap subjek yang sama senantiasa menunjukan hasil yang tetap sama atau sifatnya stabil. Instrumen yang digunakan adalah tes tertulis yang berbentuk uraian sehingga untuk menentukan koefisien reliabilitas instrumen digunakan rumus Alpha. Rumus Alpha dalam Arikunto (2011: 109) adalah

 : jumlah varians skor tiap-tiap item

2

t

(45)

30

Arikunto (2011: 75) berpendapat bahwa interpretasi mengenai besarnya koefisien reliabilitas adalah sebagai berikut:

Antara 0,800 sampai dengan 1,00 : sangat tinggi Antara 0,600 sampai dengan 0,800 : tinggi

Antara 0,400 sampai dengan 0,600 : cukup Antara 0,200 sampai dengan 0,400 : rendah Antara 0,00 sampai dengan 0,200 : sangat rendah

Data yang digunakan dalam menganalisis reliabilitas, daya pembeda dan tingkat kesukaran tes adalah data hasil uji coba tes pada kelas XI IPA 1 MAN 1 Bandar Lampung. Setelah menghitung reliabilitas instrumen tes, diperoleh bahwa nilai

11

r = 0,755 dengan rata-rata skor adalah 18,96. Berdasarkan pendapat Arikunto di

atas, nilai

11

r memenuhi kriteria tinggi karena koefisien reliabiltasnya adalah

0,755. Oleh karena itu instrumen tes kemampuan komunikasi matematis tersebut sudah layak digunakan untuk mengumpulkan data. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran C.1.

3. Daya Pembeda

Untuk menghitung daya pembeda, terlebih dahulu diurutkan dari siswa yang memperoleh nilai tertinggi sampai siswa yang memperoleh nilai terendah. Kemudian diambil 20% siswa yang memperoleh nilai tertinggi (disebut kelompok atas) dan 20% siswa yang memperoleh nilai terendah (disebut kelompok bawah). Sudijono (2008: 389-390) mengungkapkan menghitung daya pembeda ditentukan dengan rumus:

(46)

31

Keterangan:

D : indeks diskriminasi satu butir soal

PA : proporsi kelompok atas yang dapat menjawab dengan betul butir soal

yang diolah

PB : proporsi kelompok bawah yang dapat menjawab dengan betul butir soal

yang diolah

BA : banyaknya kelompok atas yang dapat menjawab dengan betul butir soal

yang diolah

BB : banyaknya kelompok bawah yang dapat menjawab dengan betul butir soal

yang diolah

JA : jumlah kelompok atas

JB : jumlah kelompok bawah

Interpretasi daya pembeda butir soal adalah sebagai berikut: Tabel 3.3. Interpretasi Daya Pembeda

Skor Interpretasi

Setelah menghitung daya pembeda butir soal, diperoleh hasil bahwa soal nomor 1

memiliki indeks daya pembeda 0,31; soal nomor 2 memiliki indeks daya pembeda

0,78; soal nomor 3 memiliki indeks daya pembeda 0,50; soal nomor 4a memiliki

indeks daya pembeda 0,74; soal nomor 4b memiliki indeks daya pembeda 0,69;

soal nomor 4c memiliki indeks daya pembeda 0,69. Berdasarkan interpretasi daya

pembeda soal, soal no. 1, 3, 4b dan 4c termasuk ke dalam soal yang mempunyai

daya pembeda baik dan soal no. 2 dan 4a termasuk kedalam soal yang mempunyai

daya pembeda sangat baik. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada

(47)

32

4. Tingkat Kesukaran

Formulasi tingkat kesukaran butir soal menurut Sudijono (2008: 372) adalah:

Keterangan:

TK : tingkat kesukaran suatu butir soal

JT : jumlah skor yang diperoleh siswa pada butir soal yang diperoleh

IT : jumlah skor maksimum yang dapat diperoleh siswa pada suatu butir soal.

Interpretasi tingkat kesukaran butir soal adalah sebagai berikut: Tabel 3.4. Interpretasi Tingkat Kesukaran Butir Soal

Setelah menghitung tingkat kesukaran soal diperoleh hasil bahwa soal nomor 1

memiliki nilai tingkat kesukaran 0,74 sehingga termasuk kategori soal yang

mudah, soal nomor 2 memiliki nilai tingkat kesukaran 0,59 sehingga termasuk

soal dengan tingkat kesukaran sedang, soal nomor 3 memiliki nilai tingkat

kesukaran 0,29 sehingga termasuk soal dengan kategori sukar, soal nomor 4a

memiliki nilai tingkat kesukaran 0,37 sehingga termasuk soal dengan tingkat

kesukaran sedang, soal nomor 4b memiliki nilai tingkat kesukaran 0,31 sehingga

termasuk soal dengan kategori sedang dan soal nomor 4c memiliki nilai tingkat

kesukaran 0,31 sehingga termasuk soal yang sedang. Dari semua soal tersebut,

terdapat 1 soal termasuk kategori mudah, 4 soal termasuk kategori sedang dan 1

soal termasuk kategori sukar. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada

(48)

33

Tabel 3.5. Rekapitulasi Hasil Tes Uji Coba Kemampuan Komunikasi Matematis

No.

Soal Validitas Reliabilitas Daya Pembeda Tingkat Kesukaran

1 Valid

memenuhi untuk dapat digunakan dalam pengambilan data tes kemampuan komu-

nikasi matematis siswa.

G. Teknik Analisis Data

Data yang telah diperoleh dari penelitian yaitu nilai pretest dan posttest kemampuan komunikasi matematis siswa yang menggunakan pembelajaran kooperatif tipe TTW dan siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional.

Menurut Hake (1999) untuk mengetahui besarnya peningkatan kemampuan komunikasi maka dilakukan perhitungan rumus gain ternormalisasi (g) yaitu:

Interpretasi gain adalah sebagai berikut: Tabel 3.6. Interpretasi Indeks Gain

Indeks gain (g) Kriteria

g > 0,7 Tinggi

0,3 < g ≤ 0,7 Sedang

(49)

34

Hasil perhitungan data indeks gain kemampuan komunikasi matematis siswa selengkapnya disajikan pada Lampiran C.5 dan C.6. Sebelum dilakukan uji hipotesis, maka perlu dilakukan uji normalitas dan homogenitas varians terlebih dahulu.

1. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk melihat apakah data skor gain berdistribusi nor-mal atau tidak. Uji ini menggunakan uji Chi-Kuadrat menurut Sudjana (2005:

= banyaknya kelas interval

c. Keputusan uji

Terima H0 jika nilai Chi Kuadrat hitung lebih kecil atau sama dengan dari

harga Chi Kuadrat tabel dengan taraf signifikansi

(50)

35

Tabel 3.7 menunjukkan rekapitulasi perhitungannya. Perhitungan selengkapnya disajikan pada Lampiran C.7 dan C.8.

Tabel 3.7 Rekapitulasi Uji Normalitas Data Indeks Skor Gain

Kelas Keputusan Uji Keterangan

Eksperimen 8,23 9,49 H0 diterima Normal

Kontrol 4,77 9,49 H0 diterima Normal

Berdasarkan Tabel 3.7 dapat diketahui bahwa data gain pada kelas eksperimen dan kelas kontrol memiliki pada taraf signifikansi = 5%, yang

berarti H0 diterima, yaitu data gain pada kelas eksperimen dan kelas kontrol

berasal dari populasi yang berdistribusi normal.

2. Uji Homogenitas Varians

Jika data skor gain berdistribusi normal, maka dilanjutkan dengan uji homo-genitas. Uji homogenitas dilakukan untuk melihat apakah kemampuan komu-nikasi matematis siswa yang diperoleh memiliki varians yang sama atau tidak. Uji homogenitas menurut Sudjana (2005: 249-250).

a. Hipotesis

: (kedua kelompok homogen ditinjau dari variansnya)

: (kedua kelompok tidak homogen ditinjau dari variansnya)

b. Statistika uji

(51)

36

c. Keputusan uji

Tolak hipotesis jika dengan dan

dengan taraf signifikan 0,05 dan terima hipotesis jika

dengan dan dengan taraf signifikan 0,05.

Tabel 3.8 berikut menunjukkan rekapitulasi perhitungan uji homogenitas data kemampuan komunikasi matematis siswa. Perhitungan selengkapnya disajikan pada Lampiran C.9.

Tabel 3.8. Rekapitulasi Uji Homogenitas Data Skor Gain Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa

Kelas Varians Fhitung Ftabel Keputusan Uji Keterangan

Eksperimen 0,03

1,50 1,71 Ho diterima Homogen Kontrol 0,02

Berdasarkan Tabel 3.8, dapat diketahui bahwa < pada taraf nyata  = 5% yang berarti H0 diterima. Dengan demikian populasi memiliki varians

yang homogen.

3. Uji Hipotesis

Setelah melakukan uji normalitas dan uji kesamaan dua varians, diperoleh bahwa data indeks gain dari kedua sampel berdistribusi normal dan memiliki varians yang homogen. Analisis berikutnya adalah menguji hipotesis yakni uji kesamaan dua rata-rata, yaitu uji t dengan rumus sebagai berikut.

̅ ̅

(52)

37

Keterangan:

̅ = rata-rata skor gain kemampuan komunikasi matematis dari kelas eksperimen

̅ = rata-rata skor gain kemampuan komunikasi matematis dari kelas kontrol

n1 = banyaknya subyek kelas eksperimen

n2 = banyaknya subyek kelas kontrol

= varians kelompok eksperimen

= varians kelompok kontrol

= varians gabungan

Pasangan hipotesis yang diuji adalah:

Ho: μ1 μ2, (peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa

menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TTW sama dengan peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa menggu-nakan pembelajaran konvensional)

H1: μ1 μ2, (peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa

menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TTW lebih tinggi daripada peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa menggunakan pembelajaran konvensional)

Sesuai dengan kriteria pengujian terima H0 jika dengan derajat

kebebasan dk = (n1 + n2 – 2), peluang dan taraf signifikan .

(53)

46

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diperoleh kesimpulan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe TTW dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa. Hal ini diindikasikan oleh peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa MAN 1 Bandar Lampung yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TTW lebih tinggi daripada siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan agar mendapatkan hasil yang lebih optimal disarankan hal-hal berikut ini.

1. Guru hendaknya menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe TTW sebagai salah satu alternatif dalam pembelajaran matematika untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa.

(54)

47

(55)

49

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2011. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Daryanto. 2013. Inovasi Pembelajaran Efektif. Bandung: Yrama Widya. Depdiknas. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. DHO. 2013. Kualitas Pendidikan di Indonesia Masih Rendah. [online].

Tersedia: http://m.beritasatu.com/pendidikan/144143-kualitas-pendidikan-di-indonesia-masih-rendah.html. Diakses pada: 29 November 2013 pukul 10.30 WIB.

Eggen, Paul dan Don kauchak. 2012. Startegi dan Model Pembelajaran. Indeks: Jakarta.

ELN. 2012. Mendesak Perbaikan Pengajaran Sains. [online]. Tersedia:

http://internasional.kompas.com/read/2012/12/15/03164030/mendesak.perbai kan.pengajaran.sains. Diakses pada 29 November 2013 pukul 11.00 WIB. Furchan, Arief. 1982. Pengantar Penelitian dalam Pendidikan. Surabaya:

Usaha Nasional.

Hake, Richard R. 1999. Analyzing Change/Gain Scores. [online]. Tersedia: http://www.physics.indiana.edu/~sdi/ajpv3i.pdf. Diakses pada tanggal 29 November 2013 pukul 14.00 WIB.

Hamalik, Oemar. 2004. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara. Hartono, Rendi. 2013. Ragam Model Mengajar yang Mudah diterima Murid.

Yogyakarata: DIVA Press.

Iru, La dan La Ode Saifiun Arihi. 2012. Analisis Penerapan Pendekatan, Metode, Strategi dan Model-model Pembelajaran. Bantul: Multi Presindo. Isjoni. 2013. Cooperative Learning. Bandung: Alfabeta.

(56)

49

NCTM (Natonal Council Teacher of Mathematic). 2000. Priciples and Standard for School Mathematics. NCTM: Virgina.

Ngalimun. 2013. Strategi dan Model Pembelajaran. Yogyakarta: Aswaja Pressindo.

Puspaningtyas, Nicky Dwi. 2012. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share (Tps) Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa. Skripsi. Lampung: Unila. Tidak diterbitkan.

Rusman. 2013. Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta: Rajawali Pers.

Sanjaya, Wina. 2012. Media Komunikasi Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenaga Media Group.

___________. 2012. Strategi Pembelajaran; Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Grup.

Schunk, Dale H. 2012. Learning Theories an Educational Perspective. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sudijono, Anas. 2011. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Sudjana. 2005. Metoda Statistika. Bandung: Tarsito.

Gambar

Gambar 2.1. Desain Model Pembelajaran Tipe TTW
Tabel 3.2 Pedoman Penyekoran Kemampuan Komunikasi Matematis
Tabel 3.3. Interpretasi Daya Pembeda
Tabel 3.4. Interpretasi Tingkat Kesukaran Butir Soal
+4

Referensi

Dokumen terkait

Objek pada penelitian ini adalah pembelajaran yang menerapkan model kooperatif tipe think-talk-write untuk mengetahui peningkatan kemampuan pemahaman konsep matematis dan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui untuk mengetahui apakah peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang memperoleh model pembelajaran kooperatif tipe

Tujuan secara khusus dari penelitian ini adalah un- tuk mengetahui perbandingan peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang mengikuti pembelajaran kooperatif tipe

Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa: 1) peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan model pembelajaran

Peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw lebih baik dari siswa yang

HASIL DAN PEMBAHASAN Instrumen utama yang dikembangkan adalah tes kemampuan representasi matematis siswa dengan tujuan untuk mengetahui peningkatan kemampuan

Think Talk Write berbasis etnomatematika dan model pembelajaran Think Pair Share berbasis etnomatematika lebih dari rata-rata hasil tes kemampuan komunikasi matematis siswa

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan apakah kemampuan komunikasi matematis peserta didik di kelas XI SMA PGRI 1 Padang yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran