ANALISA KONSUMSI ENERGI SPESIFIK PEMANFAATAN PANAS BUANG KONDENSOR DARI SISTEM
PENGKONDISIAN UDARA UNTUK PENGERINGAN PAKAIAN
SKRIPSI
Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
VALEN RICHARDO JULISTIN SIMORANGKIR NIM : 110421064
PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSI DEPARTEMEN TEKNIK MESIN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapakan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat dan rahmat-Nya yang begitu besar sehinggga penulis dapat menyelesaikan
penulisan skripsi ini dari tahap awal sampai akhir berjalan dengan baik.
Skripsi ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk mendapat gelar Sarjana
di Program Pendidikan Sarjana Ekstensi di Departemen Teknik Mesin, Fakultas
Teknik Universitas Sumatera Utara. Adapun judul skripsi ini adalah “Analisa
konsumsi energi spesifik pemanfaatan panas buang kondensor dari sistem
pengkondisian udara untuk pengeringan pakaian”
Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis banyak mendapat bantuan baik
berupa dukungan, perhatian, bimbingan, nasihat, dan juga doa. Penulis juga
menyadari bahwa skripsi ini tidak akan selesai tanpa adanya dukungan dari
berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1. Kedua orang tua tercinta (Ayahanda St. B. Simorangkir (+) dan Ibunda
V. Lumbantobing) serta seluruh anggota keluarga yang telah memberi doa,
semangat, dorongan serta materi kepada penulis.
2. Bapak Dr. Eng. Himsar Ambarita, ST, MT, sebagai dosen Pembimbing
yang telah meluangkan banyak waktu serta menyumbangkan ilmu dan
nasehat kepada penulis sepanjang pengerjaan tugas sarjana ini hingga
selesai
3. Bapak Dr. Ing. Ir. Ikhwansyah Isranuri, sebagai Ketua Departemen Teknik
Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Tulus Burhanuddin Sitorus, ST, MT. selaku dosen pembanding I
dan Bapak Ir. M. Syahril Gultom, MT. selaku dosen pembanding II.
5. Bapak/Ibu dosen di Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik
Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik penulis selama kuliah.
6. Bapak/Ibu staff pegawai yang banyak membantu penulis selama kuliah di
7. Abang Reymond Diman Tambunan, ST, yang telah membantu
meluangkan waktu, memberikan arahan, dan memberi masukan dalam
penyelesaian tugas sarjana ini.
8. Rekan satu team ; Zupiter Sirait dan Dunan Ginting, yang saling
membantu dan bersolidaritas satu sama lain demi penyelesaian skripsi ini.
9. Lae Dedy, Lae Andre, Lae Jon Purba, Pal Kostrawan Kaban, Manuel
Marbun, Harris, Yudha, Bg Cakra, Bg Syalimono Siahaan, dan Para
rekan–rekan yang di S2 membantu dalam penyelesaian penulisan Skripsi
ini.
10.Semua teman-teman ekstensi stambuk 2011 dan 2012 yang tidak bisa
disebutkan satu persatu yang banyak membantu dalam menyelesaikan
skripsi ini.
11.Buat sahabat hatiku, Winda Valensya P. Tampubolon S.H, penulis
mengucapkan terima kasih banyak untuk perhatian, doa dan dukungannya.
12.Buat Teman seperjuangan Jan Fanther R. Simanungkalit untuk dukungan
dan bantuannya dalam menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari skiripsi ini masih kurang sempurna, Oleh karena itu
penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang sifatnya membangun
untuk menyempurnakan isi skripsi ini.
Semoga skripsi ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan pembaca
mengenai mesin pengering sistem pompa kalor. Akhir kata saya ucapkan Terima
kasih.
Medan, Februari 2015
Valen Richardo Julistin Simorangkir
ABSTRAK
Analisa ini bertujuan untuk mengetahui nilai konsumsi energi spesifik pengeringan mesin pengering yang ramah lingkungan dengan memanfaatkan panas buang dari sistem pengkondisian udara dengan daya 1 Pk. Komponen yang dimanfaatkan dari sistem pengkondisian udara adalah kondensor. Proses pengambilan panas pada kondensor tanpa mengganggu fungsi utama siklus kompresi uap. Manfaat penelitian ini adalah untuk menciptakan suatu alat mesin pengering yang ramah lingkungan dengan sistem kerja mesin pengering tidak dipengaruhi oleh musim, contohnya musim hujan yang sering terjadi saat ini. Dan manfaat lain dari penelitian ini adalah pengembangan dalam bidang penghematan energi dari teknologi refrigerasi dan pengkondisian udara, dan pengurangan emisi Gas Rumah Kaca. Kesimpulan dari analisa ini diperoleh nilai laju pengeringan pada mesin pengering pakaian dengan waktu bervariasi yaitu 30 – 75 menit adalah 0,3413 – 0,7336 kg/jam. Nilai laju ekstraksi air spesifik (Spesific Moisture Extraction Rate) untuk pengeringan masing-masing bahan adalah 0,2315 kg/kWh – 0,4976 kg/kWh dan besarnya konsumsi energi spesifik (Spesific Energy Consumption) berkisar antara 2,0096 kWh/kg – 4,3196 kWh/kg untuk pengeringan yang dilakukan masing - masing jenis bahan pakaian.
ABSTRACT
This analysis aims to determine the value of the specific energy consumption drying machine drying environmentally friendly by utilizing waste heat from air conditioning systems with power 1 Pk. Components are used from the air conditioning system is a condenser. The process of taking the heat in the condenser without disturbing the main function of the vapor compression cycle. The benefits of this research is to create a tool that is environmentally friendly drying machine with dryer machine working system is not affected by season, for example, the rainy season is often the case today. And another benefit of this research is the development in the field of energy saving refrigeration and air conditioning technology, and the reduction of greenhouse gas emissions. The conclusion from this analysis that the value of the rate of drying the clothes dryer with varying time is 30-75 minutes is 0.3413 - 0.7336 kg / h. Specific value of the rate of moisture extraction (Specific Moisture Extraction Rate) for drying of each ingredient is 0.2315 kg / kWh - 0.4976 kg / kWh and the amount of specific energy consumption (Specific Energy Consumption) ranged between 2.0096 kWh / kg - 4.3196 kWh / kg for drying are performed each type of fabric.
.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
ABSTRAK ... iii
ABSTRACT ... iv
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR NOTASI ... xi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Rumusan Masalah ... 2
1.3. Batasan Masalah... 3
1.4. Tujuan Penelitian ... 3
1.4.1 Tujuan Umum ... 3
1.4.2 Tujuan Khusus ... 4
1.5. Manfaat Penelitian ... 4
1.6. Metode Pengumpulan Data ... 5
1.7. Sistematika Penulisan ... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6
2.1. Pengeringan ... 6
2.2. Pengeringan Buatan ... 7
2.2.1 Jenis-Jenis Pengeringan Buatan ... 7
2.2.2 Proses pengeringan ... 8
2.3. Pompa Kalor ... 10
2.4. Siklus Kompresi Uap ... 11
2.4.1. Proses Kompresi (1 – 2s) ... 15
2.4.2. Proses Kondensasi (2 – 3) ... 16
2.4.3. Proses Ekspansi (3 – 4) ... 16
2.4.4. Proses Evaporasi (4 – 1) ... 17
2.5. Pengeringan sistem pompa kalor ... 17
2.6. Analisis Performansi Pengering Pompa Kalor ... 21
2.6.1 Efisiensi Pengeringan (EP) ... 21
2.6.2 Nilai Laju Ekstraksi uap Spesifik atau specific moisture extraction rate (SMER) ... 21
2.6.3 Konsumsi energi Spesifik atau specific energy consumption (SEC) ... 22
2.6.4 Laju pengeringan (Dry rate) ... 23
2.6.5 Kinerja dari Pompa Kalor ... 24
2.6.6 Total performance (TP) ... 25
2.6.7 Faktor prestasi (PF) ... 25
2.7. Periode Laju pengeringan ... 26
2.8. Kadar air ... 27
2.9. Moisture ratio (Ratio kelembaban) ... 28
BAB III METODE PENELITIAN ... 30
3.1. Bahan dan Peralatan ... 30
3.1.1. Alat dan Bahan perancangan mesin pengering pakaian ... 30
3.1.2. Bahan dan alat Dalam Melakukan Pengujian ... 32
3.3. Prosedur Pengujian ... 38
3.4. Diagram Alir Proses Penelitian ... 40
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 41
4.1. Rancang Bangun Alat Pengering ... 41
4.2. Hasil pengujian dari berbagai bahan Pakaian ... 42
4.2.1. Pakaian dengan Bahan Cotton 100% ... 42
4.2.2. Pakaian dengan Bahan 80% Polyester + 20% Elastone ... 47
4.2.3. Pakaian dengan Bahan 50% Polyester + 50% Cotton ... 51
4.2.4. Pakaian dengan Bahan Denim 100% ... 55
4.3. Karakteristik Pengeringan ... 59
4.4. Standar perawatan bahan pakaian sesuai label pada pakaian ... 61
4.4.1. Pakaian dengan Bahan Cotton 100% ... 61
4.4.2. Pakaian dengan Bahan 80% Polyester + 20% Elastone ... 62
4.4.3. Pakaian dengan Bahan 50% Polyester + 50% Cotton ... 62
4.4.4. Pakaian dengan Bahan Denim 100% ... 63
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 64
5.1. Kesimpulan ... 64
5.2. Saran ... 64
DAFTAR PUSTAKA ... 66
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Refrigerator dan pompa kalor (Heat Pump) ... 10
Gambar 2.2 Skema siklus refrigerasi kompresi uap... 12
Gambar 2.3 Siklus Kompresi Uap sederhana ... 13
Gambar 2.4 Diagram T-s siklus standar ... 14
Gambar 2.5 Diagram P-h Siklus ideal... 14
Gambar 2.6 Proses kompresi... 15
Gambar 2.7 Proses kondensasi ... 16
Gambar 2.8 Proses evaporasi ... 17
Gambar 2.9 Diagram pengering pakaian pompa kalor ... 18
Gambar 2.10 Skema pengeringan ... 19
Gambar 2.11 Siklus pengering dengan sistem pompa kalor ... 20
Gambar 2.12 Grafik Hubungan Kadar Air Dengan Waktu... 27
Gambar 3.1 Desain Mesin pengering pakaian ... 30
Gambar 3.2 Mesin pengering pakaian ... 31
Gambar 3.3 Pakaian ... 32
Gambar 3.4 Tabung Refrigeran 22... 33
Gambar 3.5 Aluminium S Type Load Cell ... 33
Gambar 3.6 Rh – Meter ... 34
Gambar 3.7 Hot Wire Annemometer ... 35
Gambar 3.8 Blower 3 inch ... 36
Gambar 3.9 Laptop... 37
Gambar 3.10 Diagram alir proses pelaksanaan penelitian ... 40
Gambar 4.1 Foto lemari pengering hasil rancang bangun ... 41
Gambar 4.2 Foto lemari pengering hasil rancang bangun (lanjutan) ... 42
Gambar 4.3 Pakaian dengan bahan cotton 100% ... 43
Gambar 4.4 Grafik Penurunan berat pakaian berbahan Cotton 100% ... 44
Gambar 4.5 Grafik karakteristik kelembaban udara pada lemari pengering Dengan pakaian berbahan Cotton 100% ... 46
Gambar 4.7 Pakaian dengan bahan 80% Polyester + 20% Elastone ... 48
Gambar 4.8 Grafik Penurunan berat pakaian berbahan
80% Polyester + 20% Elastone ... 48
Gambar 4.9 Grafik Karakteristik kelembaban udara pada lemari pengering
Dengan pakaian berbahan 80% Polyester + 20% Elastone ... 50
Gambar 4.10 Grafik Karakteristik temperatur pada lemari pengering
Dengan pakaian berbahan 80% Polyester + 20% Elastone ... 51
Gambar 4.11 Pakaian dengan bahan 50% Polyester + 50% Cotton ... 52
Gambar 4.12 Grafik Penurunan berat pakaian berbahan
50% Polyester + 50% Cotton ... 52
Gambar 4.13 Grafik Karakteristik kelembaban udara pada lemari pengering
Dengan pakaian berbahan 50% Polyester + 50% Cotton ... 54
Gambar 4.14 Grafik Karakteristik temperatur pada lemari pengering
Dengan pakaian berbahan 50% Polyester + 50% Cotton ... 55
Gambar 4.15 Pakaian dengan bahan Denim 100% ... 56
Gambar 4.16 Grafik Penurunan berat pakaian berbahan Denim 100% ... 57
Gambar 4.17 Grafik karakteristik kelembaban udara pada lemari pengering
Dengan pakaian berbahan Denim 100% ... 59
Gambar 4.18 Grafik karakteristik temperatur pada lemari pengering
Dengan pakaian berbahan Denim 100% ... 59
Gambar 4.19 Label perawatan pakaian berbahan cotton 100% ... 61
Gambar 4.20 Label perawatan pakaian berbahan
80% Polyester + 20% Elastone ... 62
Gambar 4.21 Label perawatan pakaian berbahan
50% Polyester + 50% Cotton ... 62
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Karakteristik Tipe AC-Split ... 37
Tabel 4.1 Data Hasil pengujian pakaian dengan bahan 100 % Cotton ... 43
Tabel 4.2 Data Hasil pengujian pakaian dengan bahan
80% Polyester + 20% Elastone ... 47
Tabel 4.3 Data Hasil pengujian pakaian dengan bahan
50% Polyester + 50% Cotton ... 51
Tabel 4.4 Data Hasil pengujian pakaian dengan bahan 100 % Cotton ... 55
DAFTAR NOTASI
Notasi Arti Satuan
COP Coefficient of Performance Tanpa dimensi
h Enthalpy kJ/kg
h1 Enthalpi refrigeran masuk kompressor kJ/kg
h2 Enthalpi refrigeran keluar kompressor kJ/kg
h3 Entalpi refrigeran saat keluar kondensor kJ/kg
h4 Entalpi masuk ke evaporator kJ/kg
Wc Daya listrik compressor kW
V Tegangan listrik Volt
I kuat arus listrik Ampere
ṁ laju aliran refrigeran pada sistem kg/s
�� kalor yang di serap di evaporator kW �� efek pendinginan (efek refrigerasi) kJ/kg
FP Faktor prestasi
TP Total prestasi
Qk Kalor yang dilepaskan oleh Kondensor kW
Laju Pengeringan kg/jam
T Temperatur 0C
Wo Berat Basah gram
Wf Berat kering gram
t Waktu Pengeringan menit
Kabb Kadar air basis basah %
Kabk Kadar air basis kering %
Wa Berat air dalam bahan gram
Wk Berat kering mutlak bahan gram
Wt Berat total gram
MR Moisture ratio (rasio kelembaban) %
Mt Kadar air pada selama pengeringan menit
Me Kadar air setelah berat bahan konstan %
R Refrigeran
SMER specific moisture extraction rate kg/kWh
SEC specific energy consumption kWh
kg �
v Kecepatan udara m/s
Wc Daya kompresor kW
Wb Daya blower kW
Mudara laju aliran massa udara Kg/s
η Efisiensi pengeringan %
Qp energi yang digunakan untuk pengeringan kJ
Q energi untuk memanaskan udara pengering kJ
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pengeringan adalah proses mengurangi kadar air dari objek yang
dikeringkan. Pada awalnya proses pengeringan hanya ditujukan untuk
mengawetkan makanan. Tetapi, saat ini proses pengeringan telah berkembang luas
pada bidang-bidang lain seperti agroindustri, kimia, biokimia, farmasi, industri
kertas, dan industri lainnya. Metode pengeringan juga semakin berkembang, tidak
hanya sekedar mengurangi kadar air tetapi juga mengontrol proses pengeringan
untuk mendapatkan kualitas produk pengeringan yang lebih baik. Selama
beberapa dekade terakhir, penelitian telah banyak dilakukan untuk menjelaskan
hal-hal yang berhubungan dengan proses pengeringan dan perubahan-perubahan
yang terjadi selama proses pengeringan. Tujuan utamanya adalah untuk
mendapatkan proses-proses pengeringan yang lebih efektif dan efisien.
Diperkirakan sekitar 250 paten Amerika dan 80 patent Eropa yang berhubungan
dengan proses pengeringan telah diterbitkan setiap tahunnya [1].
Di Indonesia, salah satu industri kecil dan menengah yang banyak
menggunakan proses pengeringan adalah industri pencucian pakaian atau laundry.
Saat ini jasa industry laundry banyak digunakan oleh masyarakat, hotel, rumah
sakit, dan industri pakaian. Pada umumnya proses pengeringan pakaian yang
dilakukan masyarakat adalah secara alami dengan memanfaatkan energi matahari.
Meskipun murah metode pengeringan alami ini mempunyai kelamahan utama,
yaitu prosesnya sangat lambat dan sangat tergantung alam. Karena sudah
merupakan industri, proses pengeringan pada laundry ini tidak lagi menggunakan
metode pengeringan alami. Mesin pengering untuk industri ini harus mempunyai
ciri-ciri berikut: proses pengeringan cepat, tidak tergantung alam, dan mudah
dioperasikan. Berdasarkan survey awal yang telah dilakukan untuk kota di kota
Medan [2], semua industri laundry yang disurvey tidak ada lagi menggunakan
pengeringan konvensional tetapi telah menggunakan mesin pengering buatan.
Mesin pegering tersebut menggunakan udara panas sebagai medium pengering.
antara lain minyak, bahan bakar gas, dan listrik. Survey ini juga menunjukkan
bahwa bagian terbesar biaya operasional adalah energi untuk pengeringan ini.
Dengan semakin meningkatnya harga minyak, bahan bakar gas dan listrik, maka
industri laundry ini akan mengalami kesulitan dari sisi pengadaan energi.
Sehingga perlu dicari sumber energi alternatif yang lebih murah untuk dapat
digunakan.
Pada kota-kota besar di Indonesia, demi kenyamanan umumnya digunakan
siklus kompresi uap untuk melakukan pengkondisian udara. Pada siklus ini, panas
akan diserap dari ruangan yang dikondisikan dan bersama energi input dari
kompresor akan dibuang di kondensor. Temperatur pembuangan panas di
kondensor ini masih relatif tinggi. Berdasarkan fakta ini, panas yang terbuang
pada suhu yang relatif tinggi ini dapat digunakan sebagai pengganti sumber energi
untuk pengeringan. Pemanfaatan energi terbuang dari kondensor ini yang menjadi
latar belakang penelitian ini.
Tujuan utama penelitian ini adalah melakukan analisa konsumsi energi
spesifik pengeringan dengan memanfaatkan panas buang dari sistem
pengkondisian udara. Komponen yang dimanfaatkan dari sistem pengkondisian
udara tersebut adalah kondensornya. Maka mesin pengering ini biasanya disebut
pompa kalor. Dengan melakukan analisa kebutuhan energi spesifik pengeringan
akan didapatkan mesin pengering berdasarkan sistem pompa kalor yang dapat
melakukan pengeringan dengan baik atau tidak kalah dari mesin pengering
komersial yang ada di lapangan. Hasil yang diharapkan dari penelitian ini akan
dapat digunakan sebagai inovasi pemanfaatan energi terbuang (heat recovery)
yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi penggunaan energi.
I.2 Rumusan Masalah
Dalam penelitian ini terlebih dahulu dilakukan pembuatan model fisik unit
mesin pengering pakaian dengan memanfaatkan gas buang kondensor sebagai
sumber energi. Proses pengambilan panas dari kondensor diharuskan tidak akan
mengganggu fungsi utama siklus kompresi uap. Pada temperatur berapa sebaiknya
kondensor dioperasikan untuk menjaga laju pengeringan yang optimum,
buangan ini juga harus diteliti. Kemudian pakaian di dalam ruang pengering juga
harus diteliti.
I.3 Batasan masalah
1. Panas yang dihasilkan mesin pengering ini sepenuhnya dari gas buang
kondensor dengan bantuan blower sebagai pengirim gas buang ke lemari
pengering.
2. Menganalisa laju pengeringan pakaian, berapa lama waktu yang diperlukan
dalam mengeringkan pakaian berbahan Polyester 50% + Cotton 50%, cotton
100%, denim 100%, dan Polyester 80% + Elastone 20%.
3. Menganalisa nilai laju ekstraksi uap spesifik pengeringan pakaian berbahan
Polyester 50% + Cotton 50%, cotton 100%, denim 100%, dan Polyester
80% + Elastone 20%.
4. Menganalisa konsumsi energi spesifik mesin pengering pakaian Polyester
50% + Cotton 50%, cotton 100%, denim 100%, dan Polyester 80% +
Elastone 20%.
1.4 Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah yang telah disebutkan di atas maka
dirancang sebuah penelitian melakukan analisa konsumsi energi spesifik
pengeringan untuk menentukan performansi lemari pengering hasil rancangan.
Sebagai sumber energi untuk pengeringan, akan digunakan sebuah sistem
pengkondisian udara AC Split dengan daya kompresor 1 PK.
1.4.1 Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui nilai konsumsi
energi spesifik pengeringan dengan memanfaatkan panas buang dari sistem
pengkondisian udara. Komponen yang dimanfaatkan dari sistem pengkondisian
udara tersebut adalah kondensornya. Karena evaporatornya tetap menjalankan
fungsinya untuk mendinginkan ruangan yang dikondisikan, maka mesin
pengering ini biasanya disebut pompa kalor jenis hibrid. Dengan mengetahui nilai
berdasarkan sistem pompa kalor yang dapat melakukan pengeringan dengan baik.
Hasil yang diharapkan dari penelitian ini akan dapat digunakan sebagai inovasi
pemanfaatan energi terbuang (heat recovery) yang pada akhirnya dapat
meningkatkan efisiensi penggunaan energi.
1.4.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus pada penelitian ini adalah :
1. Melakukan analisa konsumsi energi spesifik mesin pengering dengan
memanfaatkan sisa panas dari kondensor AC split 1 PK.
2. Melakukan uji performansi pada mesin pengering yang sudah
direncanakan dengan melakukan pengeringan langsung terhadap pakaian.
Parameter performansi yang akan digunakan terhadap mesin pengering
antara lain laju pengeringan, waktu pengeringan, penggunaan energi
spesifik, dan laju ekstraksi spesifik.
3. Mendapatkan karakteristik pengeringan pakaian dengan menggunakan
mesin pengering yang telah di analisa.
I.5 Manfaat Penelitian.
Manfaat yang didapat dari hasil penelitian ini adalah :
1. Sebagai pengembangan dalam bidang penghematan energi dari teknologi
refrigerasi dan pengkondisian udara.
2. untuk menciptakan suatu alat mesin pengering yang ramah lingkungan
dengan sistem kerja mesin pengering tidak dipengaruhi oleh musim.
3. Memanfaatkan panas buang yang dihasilkan kondensor untuk
mengeringkan pakaian.
4. untuk meningkatkan efisiensi penggunaan energi dan juga pengurangan
emisi Gas Rumah Kaca.
1.6 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dalam karya tulis ini dilakukan dengan :
1. Studi literatur dari beberapa buku referensi dan catatan kuliah mengenai
2. Melakukan pengamatan dan pengambilan data secara langsung pada
proses pengujian Mesin Pengering pada saat mesin beroperasi di
lingkungan Laboratorium Fakultas Teknik Mesin USU.
3. Informasi dan masukan dari pembimbing maupun dengan pihak-pihak
yang memahami materi tentang perancangan mesin pengeringan di
lingkungan Universitas Sumatera Utara (USU).
1.7 Sistematika Penulisan
Penulisan skripsi ini terbagi menjadi lima bab dengan sistematika sebagai
berikut : BAB I PENDAHULUAN Berisi uraian tentang latar belakang masalah,
rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penilitian, manfaat penelitian, metode
pengumpulan data serta sistematika penulisan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Berisi teori-teori yang menunjang penyelesaian masalah seperti dalam
hubungannya dengan prinsip pengeringan, teori pompa kalor, performansi siklus
kompresi uap, serta laju pengeringan pakaian. BAB III METODE PENELITIAN
Berisi tentang alat dan bahan pembuatan dan pengujian, prosedur kerja alat,
pengujian mesin pengering, deskripsi bentuk konstruksi mesin pengering,
diagram alir proses pembuatan. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN Bab ini berisi tentang data yang diperoleh selama pengujian dan
analisa perhitungan mengenai karakteristik laju pengeringan sehingga selanjutnya
dapat ditarik sebuah kesimpulan. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini
berisi tentang kesimpulan berdasarkan data hasil pengujian yang telah dianalisa
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengeringan
Rangkaian proses pengeringan secara garis besar merupakan metoda
penguapan yang dapat dilakukan untuk melepas air dalam fasa uapnya dari dalam
objek yang dikeringkan. Penguapan ini dapat dilakukan dengan dua cara yakni:
cara pertama adalah dengan memberikan panas kedalam bahan tersebut sehingga
terjadi kenaikan temperaturnya untuk keperluan memanaskan dan selanjutnya
untuk menguapkan sejumlah air. Ataupun dengan cara menangkap uap air oleh
udara yang telah dikondisikan (dipanaskan atau didinginkan).
Setiap operasi dalam rantai produksi memanfaatkan sumberdaya dan
menigkatkan biaya, maka pemahaman yang tinggi tentang proses pengeringan
dalam kaitannya dengan produk tertentu adalah penting. Proses pengeringan
meliputi perpindahan panas dan massa. Uap air yang dihilangkan dapat berada
dipermukaan dan juga didalam produk; sehingga pengeringan secara normal
mengeluarkan air dari dua level ini. Kandungan air yang lebih rendah pada
permukaan akan memaksa keluar air dari dalam produk. Migrasi kandungan air
keluar diperlambat oleh daya tarik molekul air. Tingkatan daya tarik ini dan
karenanya tahanan internal terhadap kehilangan uap air tergantung pada sifat
higroskopis dan koloid serta ukuran pori yang membangun gerakan kapiler fluida.
Keluar/lepasnya air dari permukaan produk tergantung pada kondisi udara
pengeringan, sementara kondisi uap air di permukaan mempengaruhi perpindahan
massa dari dalam ke permukaan. Pelepasan uap air pada batas antar-muka
produk-udara tergantung pada temperatur produk dan medium pengeringan, humiditas
udara, laju alir udara dan kondisi tekanan volume serta luas permukaan produk
yang dikenai medium pengeringan (Sumber : Menon and Mujumdar, 1987).
Pengaruh temperatur dan humiditas udara pengeringan terhadap pelepasan
uap air adalah saling berhubungan. Semakin tinggi temperatur udara diikuti
dengan humiditas udara yang lebih rendah pada volume udara tertentu akan
tinggi menambah kemungkinan perpindahan panas pada produk. Ketika yang
terakhir ini terjadi, tekanan uap didalam produk meningkat dan evaporasi uap air
dari permukaan menjadi lebih mudah (Sumber : Menon and Mujumdar, 1987).
Ketika penguapan berlangsung dan kandungan uap air pada volume tetap
terus bertambah, kapasitas udara untuk mengakomodir lebih banyak uap semakin
berkurang. Oleh karenanya udara jenuh disekitar produk harus segera digantikan
Dengan menetapkan kondisi tertentu untuk temperatur dan humiditas udara, maka
jumlah uap air yang dihilangkan tergantung pada volume udara yang dibawa pada
kontak dengan produk. Ketika evaporasi uap air tidak terbatas, menjaga atau
meningkatkan laju alir udara dapat menjamin keberlangsungan proses
pengeringan.
2.2 Pengeringan Buatan
Pengeringan dengan menggunakan alat pengering dimana, suhu,
kelembapan udara, kecepatan udara dan waktu dapat diatur dan di awasi.
Keuntungan pengering buatan:
a) Tidak tergantung cuaca
b) Kapasitas pengeringan dapat dipilih sesuai dengan yang diperlukan
c) Tidak memerlukan tempat yang luas
d) Kondisi pengeringan dapat dikontrol
e) Pekerjaan lebih mudah.
2.2.1 Jenis - Jenis Pengeringan Buatan
Berdasarkan media panasnya,
a) Pengeringan adiabatis ; pengeringan dimana panas dibawa ke alat
pengering oleh udara panas, fungsi udara memberi panas dan
membawa air.
b) Pengeringan isotermik; bahan yang dikeringkan berhubungan
langsung dengan alat/ plat logam yang panas.
2.2.2 Proses pengeringan:
b) Dengan cara menurunkan RH dengan mengalirkan udara panas
disekeliling bahan
c) Proses perpindahan panas; proses pemanasan dan terjadi panas
sensible dari medium pemanas ke bahan, dari permukaan bahan
kepusat bahan.
d) Proses perpindahan massa ; proses pengeringan (penguapan), terjadi
panas laten, dari permukaan bahan ke udara
e) Panas sensible ; panas yang dibutuhkan /dilepaskan untuk menaikkan
/menurunkan suhu suatu benda
f) Panas laten ; panas yang diperlukan untuk mengubah wujud zat dari
padat kecair, cair ke gas, dst, tanpa mengubah suhu benda tersebut.
2.2.3 Faktor faktor yang mempengaruhi pengeringan.
Pada pengeringan selalu di inginkan kecepatan pengeringan yang
maksimal. Oleh karena itu perlu dilakukan usaha- usaha untuk
memercepat pindah panas dan pindah massa ( pindah massa dalam hal ini
adalah perpindahan air keluar dari bahan yang dikeringkan dalam proses
pengeringan tersebut.
Ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan untuk memperoleh kecepatan pengeringan maksimum, yaitu :
(a) Luas permukaan
(b) Suhu
(c) Kecepatan udara
(d) Kelembaban udara
(e) Waktu.
Dalam proses pengeringan ini faktor yang perlu diperhatikan untuk
memperoleh kecepatan pengeringan maksimum adalah :
a) Suhu
Semakin besar perbedaan suhu (antara medium pemanas dengan
sehingga mengakibatkan proses penguapan semakin cepat pula. Atau
semkain tinggi suhu udara pengeringan maka akan semakin besar anergi
panas yang dibawa ke udara yang akan menyebabkan proses pindahan
panas semakin cepat sengingga pindah massa akan berlangsung juga
dengan cepat.
b) Kecepatan udara
Umumnya udara yang bergerak akan lebih banyak mengambil uap
air dari permukaan bahan yang dikeringkan. Udara yang bergerak adalah
udara yang mempunyai kecepatan gerak yang tinggi yang berguna untuk
mengambil uap air dan menghilangkan uapa air dari permukaan bahan
yang dikeringkan, sehingga dapat mencegah terjadinya udara jenuh yang
dapat memperlambat penghilangan air.
c) Kelembaban Udara (RH)
Semakin lembab udara di dalam ruang pengering dan sekitarnya
maka akan semakin lama proses pengeringan berlangsung kering, begitu
juga sebaliknya. Karena udara kering dapat mengabsorbsi dan menahan
uap air. Setiap bahan mempunyai keseimbangan kelembaban nisbi (RH
keseimbangan) masing- masing, yaitu kelembapan pada suhu tertentu
dimana bahan tidak akan kehilangan air (pindah) ke atmosfir atau tidak
akan mengambil uap air dari atmosfir.
Jika RH udara < RH keseimbangan maka bahan masih dapat dikeringkan.
Jika RH udara > RH keseimbangan maka bahan malahan akan menarik
uap air dari udara.
d) Waktu
Semakin lama waktu (batas tertentu) pengeringan maka akan
semakin cepat proses pengeringan selesai. Dalam pengeringan diterapkan
konsep HTST (High Temperature Short Time), short time dapat menekan
biayapengeringan.
2.3 Pompa Kalor
Pompa kalor (heat pump) adalah suatu perangkat yang mentransfer panas dari
memindahkan panas dari sumber panas yang be
bertemperatur lebih tinggi. Contoh yang paling umum adalah
Pompa kalor merupakan perangkat yang sama dengan mesin pendingin
(Refrigerator), perbedaannya hanya pada tujuan akhirnya. Mesin pendingin
bertujuan menjaga ruangan pada suhu rendah (dingin) dengan membuang panas
dari ruangan. Sedangkan pompa kalor bertujuan menjaga ruangan berada pada
suhu yang tinggi (panas). Hal ini diilustrasikan seperti pada gambar 2.1.
Gambar 2.1 Refrigerator Dan Pompa Kalor (Heat Pump)
Sumber: (Cengel & Boles Fifth Edition Hal.608
Pompa kalor memanfaatkan sifat fisik dari penguapan dan pengembunan
dari suatu fluida kerja yang disebut dengan refrigeran. Pada aplikasi sistem
pemanas, ventilasi, dan pendingin ruangan, pompa kalor merujuk pada alat
pendinginan kompresi uap yang mencakup saluran pembalik dan penukar panas
sehingga arah aliran panas dapat dibalik. Secara umum, pompa kalor mengambil
panas udara tidak bekerja dengan baik setelah temperatur jatuh di bawah
-5oC/23oF
(sumber :
2.4 Siklus Kompresi Uap (SKU)
Siklus Kompresi Uap (SKU) adalah siklus termodinamika yang digunakan
untuk memindahkan panas dari medium yang bertemperatur rendah ke medium
yang bertemperatur lebih tinggi. Fluida kerja yang mengalir selama siklus disebut
fluida kerja atau refrigeran. Pada SKU, selama siklus, refrigeran mengalami
perubahan fasa, yaitu menjadi uap (evaporation) dan menjadi cair (condensation).
Berdasarkan proses perubahan fasa inilah, maka pada SKU kita kenal beberapa
komponen seperti Evaporator dan Kondensor. Saat ini mesin pendingin yang
menggunakan SKU sangat mudah dijumpai, seperti pada pendingin/pemanas yang
digunakan untuk pengkondisian udara (AC-Split/Heat Pump) di perumahan atau
perkantoran dalam skala kecil.
Sistem kompresi uap mempunyai 4 komponen utama, yaitu kompresor,
kondensor, katup ekspansi (Throttling Device) dan evaporator seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 2.3. Keempat komponen tersebut melakukan proses
yang saling berhubungan dan membentuk siklus refrigerasi kompresi uap.
[Sumber : Buku Kuliah Thermodinamika Teknik II, hal. 54]
Siklus refrigerasi kompresi uap ini dapat digambarkan seperti gambar
Gambar 2.2 Skema siklus refrigerasi kompresi uap (Sumber : Buku Kuliah Thermodinamika Teknik II)
Siklus refrigerasi kompresi uap merupakan siklus yang paling umum
digunakan untuk mesin pendingin dan pompa kalor. Komponen utama dari sebuah
siklus kompresi uap adalah :
1. Kompresor, berfungsi untuk memindahkan uap refrigeran dari
evaporator dan menaikkan tekanan dan temperatur uap refrigeran ke
suatu titik di mana uap tersebut dapat berkondensasi dengan normal
sesuai dengan media pendinginnya.
2. Kondensor, berfungsi melakukan perpindahan kalor melalui
permukaannya dari uap refrigeran ke media pendingin kondensor.
3. Katup Ekspansi, berfungsi untuk mengatur jumlah refrigeran yang
mengalir ke evaporator dan menurunkan tekanan dan temperatur
refrigeran cair yang masuk ke evaporator, sehingga refrigeran cair
akan menguap dalam evaporator pada tekanan rendah.
4. Evaporator, berfungsi melakukan perpindahan kalor dari ruangan yang
didinginkan ke refrigeran yang mengalir di dalamnya melalui
permukaan dindingnya.
Pada gambar dapat dilihat bahwa dengan menggunakan evaporator panas
mekanik. Setelah melalui kompresor, refrigeran masuk ke kondensor. Di sini
refrigeran membuang panas ke lingkungan dan akhirnya mencair. Setelah
mencair, tekanan refrigeran diturunkan sampai tekanan evaporator dengan
menggunakan katup ekspansi.
SKU mempunyai 4 komponen utama, yaitu kompresor, kondensor, katup
expansi, dan evaporator, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.3
Gambar 2.3 Siklus Kompresi Uap sederhana
(Sumber : Buku kuliah Teknik Pendingin & Pengkondisian Udara)
Diagram T-s (T adalah temperatur dan s adalah entropi [kJ/kgK])
ditampilkan pada Gambar 2.2(a). Diagram P-h (P adalah tekanan dan h adalah
entalpi) ditampilkan pada grafik pada Gambar 2.2(b).
Proses-proses termodinamika yang terjadi pada SKU ini dapat dibagi atas
4 proses ideal, yaitu
1. 1-2s: adalah proses kompresi isentropik dari tekanan evaporator ke
tekanan kondensor.
Pada titik 1, idealnya refrigeran berada pada fasa cair jenuh setelah
menyerap panas pada suhu rendah dari evaporator.
2. 2s-3: adalah perpindahan panas yang diikuti kondensasi dari kondensor
pada tekanan konstan. Pada bagian awal sisi masuk kondensor refrigeran
masih dalam kondisi superheat dan akibat pendingin akan turun suhunya
pada sisi keluar kondensor.
3. 3-4: adalah ekspansi adiabatik dari tekanan kondensor ke tekanan
evaporator. Akibat penurunan tekanan, temperatur akan turun. Pada sisi
masuk evaporator sebagian fluida berada pada fasa cair dan sebagian lagi
menjadi uap.
4. 4-1: adalah penguapan pada tekanan konstan. Di sini fluida menyerap
panas dari medium agar dapat menguap. Refrigeran akan, seluruhnya
menguap di sisi keluar evaporator dan siklus akan berulang ke langkah 1:
Gambar 2.4 Diagram T-s siklus standar
(Sumber : Buku kuliah Teknik Pendingin & Pengkondisian Udara)
Gambar 2.5 Diagram P-h Siklus ideal
(Sumber : Buku kuliah Teknik Pendingin & Pengkondisian Udara)
2.4.1 Proses Kompresi (1 – 2s)
Proses ini berlangsung di kompresor secara isentropik adiabatik. Tugas
temperaturnya lebih tinggi dari temperatur lingkungan. Tujuannya adalah agar
dapat melepaskan panas pada temperatur tinggi ke lingkungan.
Kondisi awal refrigeran pada saat masuk di kompresor adalah uap jenuh
bertekanan rendah, setelah di kompresi refrigeran menjadi uap bertekanan tinggi.
Oleh karena proses ini dianggap isentropik, maka temperatur keluar kompresor
pun meningkat. Besarnya kerja kompresi per satuan massa refrigeran bisa
dihitung dengan rumus :
Gambar 2.6 Proses kompresi
Wc = �̇ �� = �( ̇ ℎ2 − ℎ1) ...(2.1)
Dimana :
�� = besarnya kerja kompresi yang dilakukan (kJ/kg) ℎ1 = entalpi refrigeran saat masuk kompresor (kJ/kg)
ℎ2 = entalpi refrigeran saat keluar kompresor (kJ/kg)
ṁ = laju aliran refrigeran pada sistem (kg/s)
h1 diperoleh dari tekanan pada evaporator, h2 diperoleh dari tekanan pada
kondensor.
Dalam pengujian besarnya daya kompresor untuk melakukan kerja dapat
juga ditentukan dengan rumus:
Wc =�����...(2.2) Dimana :
Wc = daya listrik kompresor (Watt)
� = tegangan listrik (Volt)
� = kuat arus listrik (Ampere)
2.4.2 Proses Kondensasi (2 – 3)
Proses ini berlangsung di kondensor, refrigeran yang bertekanan dan
temperatur tinggi keluar dari kompresor membuang kalor sehingga fasanya
berubah menjadi cair. Hal ini berarti bahwa di kondensor terjadi penukaran kalor
antara refrigeran dengan udara, sehingga panas berpindah dari refrigeran ke udara
pendingin dan akhirnya refrigeran mengembun menjadi cair.
Besarnya kalor per satuan massa refrigeran yang di lepaskan di kondensor
dinyatakan sebagai:
Gambar 2.7 Proses kondensasi
�� = �̇�� = �̇ (ℎ2− ℎ3)...(2.3)
Dimana :
�� = besarnya kalor dilepas di kondensor (kJ/kg) ℎ2 = entalpi refrigeran saat masuk kondensor (kJ/kg) ℎ3 = entalpi refrigeran saat keluar kondensor (kJ/kg)
ṁ = laju aliran refrigeran pada sistem (kg/s)
2.4.3 Proses Ekspansi (3 – 4)
Proses ini berlangsung secara isoentalpi, hal ini berarti tidak terjadi
penambahan entalpi tetapi terjadi drop tekanan dan penurunan temperatur. Proses
penurunan tekanan terjadi pada katup ekspansi yang berbentuk pipa kapiler atau
orifice yang berfungsi mengatur laju aliran refrigeran dan menurunkan tekanan.
ℎ3 = ℎ4
Dimana :
h3 = entalpi refrigeran saat keluar kondensor (kJ/kg)
h4 = harga entalpi masuk ke evaporator (kJ/kg) 2.4.4 Proses Evaporasi (4 – 1)
Proses ini berlangsung di evaporator secara isobar isotermal. Refrigeran
dalam wujud cair bertekanan rendah menyerap kalor dari lingkungan / media yang
Besarnya kalor yang diserap evaporator adalah :
Gambar 2.8 Proses evaporasi
�� = �̇�� = �̇ (ℎ1− ℎ4) ...(2.4)
Dimana :
�� = kalor yang di serap di evaporator ( kW ) �� = efek pendinginan (efek refrigerasi) (kJ/kg) ℎ1= harga entalpi ke luar evaporator (kJ/kg)
ℎ4= harga entalpi masuk ke evaporator (kJ/kg)
ṁ = laju aliran refrigeran pada sistem (kg/s)
Selanjutnya refrigeran kembali masuk ke kompresor dan bersirkulasi
kembali, begitu seterusnya sampai kondisi yang diinginkan tercapai.
2.5 Pengering Sistem Pompa Kalor
Pompa kalor merupakan salah satu sistem yang dapat dimanfaatkan pada
teknologi pengeringan. Teknologi ini telah banyak di manfaatkan di Australia dan
Eropa. Pompa kalor sebagai pengering berpotensi menghemat energi.. Pompa
kalor untuk pengeringan pakaian atau Heat Pump Clothes Dryers (HPCDs) dapat
menghemat energi sebesar 50% dibanding sistem pengering pakaian listrik
konvensional, dan karenanya memiliki potensi menyimpan energi yang besar
(Meyers, et al. 2010).
Prinsip kerja pengering pakaian pompa kalor diilustrasikan seperti gambar
2.9. Pompa kalor memberikan panas dengan mengekstraksi energi dari udara
sekitar. Panas kering udara diproses memasuki belakang drum dan berinteraksi
dan melalui evaporator dimana sebagian besar kelembaban akan di hilangkan
sebelum mengalir melalui kondensor dan kembali ke drum.(Meyers, et al. 2010).
Gambar 2.9 Diagram pengering pakaian pompa kalor.
Sumber:(Meyers, et al. 2010)
Melalui skema siklus refrigrasi kompresi uap, panas yang dikeluarkan oleh
kondensor dimanfaatkan untuk mengeringkan pakaian. Udara panas dari
kondensor dialirkan ke ruang pengeringan, selanjutnya udara hasil pengeringan
menjadi lembab (basah). Udara dari ruang pengeringan kemudian dialirkan ke
evaporator untuk didinginkan dan dikeringkan, udara tersebut selanjutnya akan
menuju kondensor untuk dipanaskan. Demikian seteruanya siklus dari udara
pengering tersebut bersikulasi. Skema dari pengering pakaian ini terlihat pada
Gambar 2.10 Skema pengeringan
Kinerja alat pengering salah satunya dapat ditentukan dari efisiensi
pengeringan. Efisiensi pengeringan merupakan perbandingan antara energi yang
digunakan untuk menguapkan kandungan air abahan dengan energi untuk
memanaskan udara pengering. Efisiensi pengeringan biasanya dinyatakan dalam
persen. Semakin tinggi nilai efisiensi pengeringan maka alat pengering tersebut
semakin baik.
Pada penelitian ini, panas buangan kondensor yang akan dimanfaatkan
sebagai sumber energi untuk melakukan pengeringan. Prinsip kerja pengering
pompa kalor diilustrasikan seperti Gambar 2. 11. Pompa kalor melalui kondensor
memberikan panas kepada aliran udara luar. Proses ini akan menghasilkan udara
panas dan kering. Udara ini akan dimasukkan ke dalam ruang pengering dan
berinteraksi dengan bahan yang akan akan dimasukkan ke dalam ruang pengering
dan berinteraksi dengan bahan yang akan dikeringkan. Seperti yang ditunjukkan
gambar, panas yang dikeluarkan oleh kondensor dimanfaatkan untuk menguapkan
air dari suatu bahan. Udara panas dari kondensor dialirkan ke ruang pengeringan,
selanjutnya udara hasil pengeringan menjadi lembab (basah). Udara sisa ini akan
dibuang ke lingkungan. Sementara sisi evaporator tidak akan diganggu atau tetap
Gambar 2.11 Siklus pengering dengan sistem pompa kalor.
Karakteristik penting dari sebuah pompa kalor adalah bahwa jumlah panas
yang dapat ditransfer lebih besar daripada energi yang diperlukan untuk
menggerakkan siklus. Perbandingan antara panas yang dapat diserap dan energi
yang dibutuhkan dikenal dengan Coefficient of Performance (COP). Energi
Listrik yang digunakan untuk menggerakkan pompa kalor yang digunakan untuk
memanaskan lingkungan beriklim sedang biasanya memiliki COP 3,5 pada
kondisi desain. Ini berarti bahwa untuk setiap1 kWh listrik yang digunakan untuk
menggerakkan pompa kalor akan dapat ditarik panas di evaporator sebesar 3,5
kWh (Brown 2009). Kemudian gabungan panas ini, sebesara 4,5 kWh, akan
dibuang di kondensor berupa panas sisa atau buangan.
Beberapa peneliti telah melaporkan penelitian yang berhubungan dengan
pompa kalor untuk pengeringan beberapa produk. Hii, dkk (2010) melakukan
pengeringan biji kakao menggunakan sistem pompa kalor yang beroperasi pada
temperatur dan humiditas rendah. Hasil pengeringan ini mampu meningkatkan
mutu (pH, warna dan aroma) dibanding sampel komersial dari negara-negara
produsen kakao.
P. Suntivarakorn dkk (2010) melakukan penelitian kajian pengering
pakaian dengan menggunakan panas sisa dari Air Conditioner (AC) dengan
dilakukan dalam 2 aspek yaitu pengeringan pakaian dengan dan tanpa kipas
tambahan dan hasilnya adalah laju pengeringan 2,26 kg/jam dan 1,1 kg/jam.
2.6 Analisis Performansi Pengering Pompa Kalor
Kajian tentang performansi suatu unit pengering system pompa kalor
dapat dianalisis dengan cara menghitung beberapa parameter performansi, seperti:
efisiensi pengeringan, nilai laju ekstraksi air spesifik, konsumsi energi spesifik,
laju pengeringan kinerja dari pompa kalor (COP) dan kinerja dari sistem kompresi
uap hybrid.
2.6.1 Efisiensi Pengeringan (EP)
EP dihitung dengan cara membandingkan jumlah energi yang digunakan
untuk menguapkan kandungan air bahan dengan jumlah energi yang digunakan
untuk memanaskan udara pengering, dinyatakan dalam persen. Semakin tinggi
nilai efisiensi pengeringan maka performansi alat pengering tersebut semakin
baik.
Perhitungan Efisiensi pengeringan dapat dilakukan dengan mengunakan
persamaan :
………...….. (2.5)
Dimana :
Qp = energi yang digunakan untuk pengeringan (kJ)
Q = energi untuk memanaskan udara pengering (kJ).
2.6.2 Nilai Laju Ekstraksi uap Spesifik atau specific moisture extraction rate (SMER)
Nilai laju ekstraksi air spesifik atau specific moisture extraction rate
(SMER) merupakan perbandingan jumlah air yang dapat diuapkan dari bahan
dengan energi listrik yang digunakan tiap jam atau energi yang dibutuhkan untuk
Perhitungan SMER menggunakan persamaan (Sumber : Mahlia, Hor and
Tout = Temperatur udara keluar evaporator (0C)
Wc = Daya kompressor (kW)
X = Air yang di serap
Perhitungan Specific moisture extraction rate (SMER) didefiniskan
sebagai perbandingan air yang disingkirkan dari bahan dalam kg/jam dengan input
energi dalam kW, dapat juga dicari dengan menggunakan persamaan [13] :
SMER =
�̇�2.6.3 Konsumsi Energi Spesifik atau specific energy consumption (SEC)
Energi yang dikonsumsi spesifik atau specific energy consumption (SEC)
adalah perbandingan energi yang dikonsumsi dengan kandungan air yang hilang,
dinyatakan dalam kWh/kg dan dihitung dengan menggunakan persamaan (Sumber
Tin = Temperatur udara masuk evaporator (0C)
Tout = Temperatur udara keluar evaporator (0C)
Wc = Daya kompressor (kW)
X = Air yang di serap
Mahlia dkk [6] melakukan pengujian pengeringan pakaian dengan
menggunakan panas dari pembuangan kondensor satu unit AC tipe split.
Spesifikasi utama AC yang digunakan adalah dengan kapasitas pendinginan
10000 Btu/hr. Lemari pengering yang digunakan dapat bergerak bebas dan
dihubungkan langsung dengan kondensor. Tiga metode pengeringan
dibandingkan, yaitu pengeringan di dalam ruangan (indoor drying), pengeringan
di jemua langsung, dan pengeringan dengan lemari pengering dengan variasi suhu
ruangan (17oC, 19oC, 21oC, 23oC, dan 25oC). Parameter yang digunakan untuk membandingkan ketiga metode pengeringan adalah SMER. Sebagai catatan dalam
penelitian ini digunakan juga parameter SEC (specific energy consumption).
Hubungan antara SMER dan SEC adalah:
SMER 1
SEC= ... (2.9)
2.6.4 Laju Pengeringan (drying rate)
Laju pengeringan (drying rate; kg/jam) adalah banyaknya air yang
diuapkan tiap satuan waktu atau penurunan kadar air bahan dalam satuan waktu.
Penurunan kadar air produk selama proses pengeringan dihitung dengan
menggunakan persamaan 2.8 (Sumber : Suntivarakorn, Satmarong ,
Benjapiyaporn, & Theerakulpisut, 2010). [11].
�̇
�=
��−�� � ………...…. (2.10)Dimana :
Wo = Berat pakaian sebelum pengeringan (kg)
Wf = Berat pakaian setelah pengeringan (kg)
Laju pengeringan biasanya meningkat di awal pengeringan kemudian
konstan dan selanjutnya semakin menurun seiring berjalannya waktu dan
berkurangnya kandungan air pada bahan yang dikeringkan.Laju pengeringan
merupakan jumlah kandungan air bahan yang diuapkan tiap satuan berat kering
bahan dan tiap satuan waktu.
2.6.5 Kinerja dari Pompa Kalor
Kinerja dari suatu pompa kalor dapat dinyatakan dalam coefficient of
performance (COP), yang didefinisikan sebagai perbandingan antara kalor yang
dilepaskan oleh kondensor dengan kerja yang dibutuhkan untuk menggerakkan
kompresor (Oktay and Hepbasli 2003):
���
ℎ�,ℎ=
�̇�̇��� ………..………. (2.11)
Dimana :
�̇�� = Kalor yang dilepaskan oleh kondensor �̇� = Kerja yang masuk dalam kompresor
Kalor yang dilepaskan oleh kondensor dihitung dengan persamaan:
�̇
��=
�̇
����
�,�����
�,���− �
�,����
……….... (2.12)Kerja yang masuk ke dalam sistem (kerja kompresor) di hitung dengan
persamaan:
Dimana :
Wc = kerja yang masuk dalam kompresor (kJ),
h1, h2 = entalpi pada tekanan evaporator dan kondensor (kJ/s)
2.6.6 Total Performance (TP)
Sebuah Sistem kompresi uap dengan memanfaatkan evaporator dan
kondensor sekaligus disebut dengan sistem kompresi uap hibrid. Kinerja dari
sebuah sistem kompresi uap hibrid dinyatakan dengan Total Performance (TP),
yang dirumuskan dengan:
……… (2.14)
Dimana :
Qe = kalor yang diserap oleh evaporator (kW),
Qc = kalor yang dilepaskan oleh kondensor(kW),
Wc = kerja Kompresor(kW).
Kalor yang diserap oleh evaporator dihitung dengan menggunakan
persamaan berikut:
……… (2.15)
2.6.7 Faktor Prestasi (PF)
Sebuah Sistem Kompresi Uap (SKU) dapat dimanfaatkan sebagai sumber
panas, dengan memanfaatkan panas buangan kondensornya. Jika hal ini yang
terjadi, maka performansinya dinyatakan dengan Faktor Prestasi (FP), yang
didefinisikan sebagai laju pelepasan kalor di kondensor dibagi dengan kerja
�̇� = Kalor yang dilepas oleh kondensor (kW) �̇� = Kerja yang masuk dalam kompresor (kW)
2.7 Periode Laju Pengeringan
Menurut Henderson dan Perry (1955), proses pengeringan memiliki 2 (dua)
periode utama yaitu periode pengeringan dengan laju pengeringan tetap dan
periode laju pengeringan menurun. Kedua periode utama ini dibatasi oleh kadar
air kritis (critical moisture content).
Henderson dan Perry (1955) menyatakan bahwa pada periode pengeringan
dengan laju tetap, bahan mengendung air yang cukup banyak, dimana pada
permukaan bahan berlangsung penguapan yang lajunya dapat disamakan dengan
laju penguapan pada permukaan air bebas. Laju penguapan sebagian besar
tergantung pada keadaan sekeliling bahan, sedangkan pengaruh bahannya sendiri
relative kecil.
Laju pengeringan akan menurun seiring dengan penurunan kadar air selama
pengeringan. Jumlah air terikat makin lama semakin berkurang. Perubahan dari
laju pengeringan tetap menjadi laju pengeringan menurun untuk bahan yang
berbeda akan terjadi pada kadar air yang berbeda pula.
Pada periode laju pengeringan menurun permukaan partikel bahan yang
dikeringkan tidak lagi ditutupi oleh lapisan air. Selama periode laju pengeringan
menurun, energi panas yang diperoleh bahan digunakan untuk menguapkan sisa
air bebas yang sedikit sekali jumlahnya.
Laju pengeringan menurun terjadi setelah laju pengeringan konstan dimana
kadar air bahan lebih kecil daripada kadar air kritis (Gambar 2.12).
Periode laju pengeringan menurun meliputi dua proses, yaitu : perpindahan
dari dalam ke permukaan dan permindahan uap air dari permukaan bahan ke
Gambar 2.12 Grafik Hubungan Kadar Air Dengan Waktu.
Keterangan :
AB = Periode pemanasan
BC = Periode laju pengeringan menurun pertama
CD = Periode laju pengeringan menurun pertama
DE = Periode laju pengeringan menurun kedua
2.8 Kadar Air
Kadar air merupakan salah satu sifat fisik dari bahan yang menunjukan
banyaknya air yang terkandung di dalam bahan. Kadar air biasanya dinyatakan
dengan persentase berat air terhadap bahan basah atau dalam gram air untuk setiap
100 gram bahan yang disebut dengan kadar air basis basah (bb). Berat bahan
kering atau padatan adalah berat bahan setelah mengalami pemanasan beberapa
waktu tertentu sehingga beratnya tetap atau konstan.
Kadar air bahan menunjukkan banyaknya kandungan air persatuan bobot
bahan. Dalam hal ini terdapat dua metode untuk menentukan kadar air bahan
tersebut yaitu berdasarkan bobot kering (dry basis) dan berdasarkan bobot basah
(wet basis) [4].
Kadar air basis basah dapat ditentukan dengan persamaan berikut:
Kabb= Wa
Wt x 100%= Wt-Wk
Dimana:
Kabb = Kadar air basis basah (%)
Wa = Berat air dalam bahan (gram)
Wk = Berat kering mutlak bahan (gram)
Wt = Berat total (gram) = Wa + Wk
Kadar air basis kering adalah perbandingan antara berat air yang ada dalam
bahan dengan berat padatan yang ada dalam bahan. Kadar air berat kering dapat
ditentukan dengan persamaan berikut:
Kabk= Wa
Kadar air basis kering adalah berat bahan setelah mengalami pengeringan
dalam waktu tertentu sehingga beratnya konstan. Pada proses pengeringan, air
yang terkandung dalam bahan tidak dapat seluruhnya diuapkan meskipun
demikian yang diperoleh disebut juga sebagai berat bahan kering [4].
2.9 Moisture Ratio (Rasio Kelembaban)
Sama halnya dengan laju kadar air, rasio kelembaban juga mengalami
penurunan selama proses pengeringan. kenaikan suhu udara pengeringan
mengurangi waktu yang diperlukan untuk mencapai setiap tingkat rasio
kelembaban sejak proses transfer panas dalam ruang pengeringan meningkat.
Sedangkan, pada suhu tinggi, perpindahan panas dan massa juga meningkat dan
kadar air bahan akan semakin berkurang [7].
Rasio kelembaban (moisture ratio) pada pakaian selama pengeringan dihitung
MR= Mt - Me
Mo-Me
…..………..….(2.19)
Dimana MR merupakan moisture ratio (rasio kelembaban), Mt merupakan
kadar air pada saat t (waktu selama pengeringan, menit), Mo merupakan kadar air
awal bahan, dan Me merupakan kadar air yang diperoleh setelah berat bahan
konstan. Nilai satuan Mt, Mo dan Me merupakan persentase dari kadar air basis
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Bahan dan Peralatan
3.1.1. Alat dan Bahan perancangan mesin pengering pakaian a) Alat
Alat yang digunakan dalam merancang mesin pengering pakaian
adalah :
1) Rivet 6) Gunting plat
2) Martil 7) Tang
3) Bor besi 8) Gergaji besi
4) Grinda 9) Meteran
5) Mesin las 10) Obeng
b)Bahan
Bahan yang digunakan dalam merancang mesin pengering pakaian
adalah :
1) Plat seng f) Roda
2) Besi siku h) Aluminium foil
3) Kawat
4) Glass woll
3.1.2. Bahan dan alat Dalam Melakukan Pengujian a) Bahan
Bahan yang digunakan dalam pengujian mesin pengering adalah :
1. Pakaian
Bahan yang menjadi objek pengeringan pada penelitian ini adalah
pakaian. Pakaian yang akan dikeringkan merupakan pakaian yang umum
dipakai oleh masyarakat sehari-hari yang antara lain terbuat dari cotton,
linen, wool, dan denim (bahan jeans).
a. Cotton, merupakan bahan yang sering digunakan untuk pakaian
T-Shirt atau kaos.
b. Linen, merupakan bahan yang sering digunakan untuk pakaian
kemeja.
c. Wool, merupakan bahan yang sering digunakan untuk pakaian yang
hangat, seperti sweeter, jaket, dress dan syal.
d. Denim, merupakan bahan yang sering digunakan untuk bahan/
pakaian jeans.
Gambar 3.3. Pakaian
2. Refrigeran (R-22)
Gas tidak berwarna ini lebih dikenal sebagai HCFC-22, atau
R-22. Hal ini biasanya digunakan sebagai
Gambar 3.4 Tabung Refrigeran 22
b)Alat
Peralatan yang digunakan untuk mengukur variabel-variabel
penelitian, antara lain:
1. Load Cell
Load Cell digunakan untuk mengukur berat produk yang akan
dikeringkan secara real time. Alat ini digunakan selama proses pengujian
pengeringan berlangsung. Tujuannya adalah untuk mengetahui
pengurangan berat material selama proses pengeringan. Jenis Load Cell
yang digunakan adalah Aluminium S - Type Load Cell.
Gambar 3.5 Aluminium S Type Load Cell.
(Sumber :
http://www.ptglobal.com/category/47-ast-s-type-tensioncompression.html)
Spesifikasi:
Technical Parameter
- Rate load : 10 kg
- Rate ourput : 1.0± 0.1mv/v
- Zero balance : ± 0.04 mv/v
- Temp. Effect on Sensitivity : ± 0.03%/10 oC - Temp. Effect on Zero. : ± 0.03%/10oC - Nonlinearity Erro : ± 0.03%
- Hysteresis Erro : ± 0.03%
- Repeatability Erro : ± 0.03%
- Creep : ± 0.03%/20 min
- Input resistance : 405± 10Ω
- Output resistance : 350± 5Ω
- Excitation voltage : 10V
- Insulation resistance : ≥ 2000MΩ
2. Rh (Relative Humidity) Meter
RH Meter Merupakan alat ukur suhu dan kelembaban udara. Jenis
Rh meter yang digunakan adalah EL-USB-2-LCD (High Accuracy
Humidity, Temperature and Dew Point Data Logger with LCD).
Gambar 3.6 Rh – Meter
(Sumber : http://www.datalogger shop.eu/shop/product_info.
php/elusb2lcd-temperature-humidity-datalogger-p-40)
Spesifikasi:
- Measurement range (%) : 0 – 100
- Repeatability (short term) (%RH) : ±0.1
- Accuracy (overall error) (%RH) : ±2.0* ±4
- Internal resolution (%RH) : 0.5
- Long term stability (%RH/yr) : 0.5
Temperature
- Measurement range (°C /°F) : -35/-31 - +80/+176
- Repeatability (°C/°F) : ±0.1/±0.2
- Accuracy (overall error) (°C /°F) : ±0.3/±0.6 - ±1.5/±3
- Internal resolution (°C /°F) : 0.5/1
Dew Point
- Accuracy (overall error) (°C /°F) : ±1.1 /±2**
Logging rate : every 10s every 12hr
- Operating temperature range (°C/°F) : -35/-31 - +80/+176)
3. Annemometer
Digunakan untuk mengukur kecepatan aliran udara yang mengalir
didalam suatu aliran. Jenis Annemometer yang digunakan adalah Hot Wire
Annemometer.
Gambar 3.7 Hot Wire Annemometer
(Sumber : http://www.ecutool.com/DT-8880-Hot-Wire-Anemometer_7284.html)
Spesifikasi:
Wind Speed Measuring Range : 0.3 to 30 m/s
Accuracy of temperature : ±2 C
Accuracy of Wind speed : ±3%±0.1dgts
Wind Speed Unit Selection : M/s,Ft/min,Knots, Km/hr,Mph
Resolution : 0.1m/s 0.2
Data hold function : 500
4. Blower
Blower digunakan untuk mentransfer udara panas dari kondensor
kesaluran pengering sehingga proses pengeringan akan lebih cepat dan
efektif.
Gambar 3.8 Blower 3 inch
Blower merek TOSITA
- Arus = 2 amper - Ukuran = 3inc
- Frekuensi = 50/60 Hz - Pase = 1
- Putaran = 3000/3600 Rpm - Tegangan = 220 Volt
- Daya = 370 watt
Pompa kalor yang dirancang untuk mengeringkan pakaian
merupakan mesin AC (Air Conditioner) merek Samsung model
AS09TUUQX dengan spesifikasi sebagai berikut:
Tabel 3.1 Karakteristik Tipe AC-Split
Karakteristik Gambaran Teknik
Rata-rata tegangan dan frekuensi 220 – 240 V dan 50 Hz
Kapasitas Pendinginan 9000 Btu/h
Konsumsi Daya rata-rata 800 Watt
Refrigeran R-22
Kuat Arus rata-rata 4.0 A
Kuat Arus maks. 4.7 A
6. Laptop
Laptop digunakan untuk memindahkan data dari Rh (Relative
Humidity) Meter, Load cell dan mengelolah data.
Gambar 3.9 Laptop
3.2. Data Penelitian
Adapun data yang direncakana akan dikumpulkan dan selanjutnya
dilakukan analisis dalam penelitian ini antara lain adalah sebagai berikut :
1. Berat Bahan yang akan dikeringkan (W)
Berat dari bahan di ukur pada saat keadaan kering (Wo) dan pada saat
keadaan basah (Wf)
2. Waktu pengeringan (t)
Waktu pengeringan yang dibutuhkan untuk mengeringkan bahan yaitu
pada saat basah sampai pada saat keadaan kering (berat basah sampai berat
kering).
3. Temperatur (T)
Temperatur yang di ukur adalah temperatur udara pada saat masuk ke
evaporator (T1), keluar evaporator (T2) dan ruang pengeringan (T3).
4. Kelembaban Udara (Rh)
Kelembaban udara yang diukur pada titik saat masuk ke evaporator (Rh1),
keluar evaporator (Rh2) dan ruang pengeringan (Rh3).
5. Kecepatan aliaran udara (V)
Udara yang mengalir didalam saluran aliran di ukur kecepatannya.
3.3 Prosedur Pengujian
Tahapan pelaksanaan pengambilan data pengujian adalah dilaksanakan
dengan tahapan prosedur percobaan sebagai berikut:
• Menyiapkan peralatan pengujian yaitu load cell, RH meter, Anemometer.
• Terlebih dahulu mengambil pakaian basah yang sudah diperas dan
Menimbang massa awal pakaian, sehingga didapatkan berat pakaian basah
(Wo), kemudian dicatat.
• Menghidupkan mesin,
• Menggantung pakaian di dalam ruang pengering.
• Stopwatch diaktifkan bersamaan dengan pengoperasian sistem.
• Kemudian lakukan pengecekan pakaian apakah sudah kering atau belum.
Jika sudah, ambil RH.
• Kemudian Timbang berat pakaian kering tersebut, sehingga didapatkan
• Cek RH dan suhu udara dari PC (Personal Computer/Laptop)
• Ukur kecepatan udara dalam pengering. Dan cek dan catat perubahan
massa pakaian pada load cell.
• Dari data yang diperoleh pada hasil pengujian, berikutnya dirata-ratakan,
kemudian dihitung besar penurunan massa pakaian dalam setiap selang
3.4 Diagram Alir Proses Penelitian
Gambar 3.10 Diagram alir proses pelaksanaan penelitian Mulai
Studi Literatur
Usulan Penelitian
Tahap Persiapan:
1.Persiapan Mesin Pengering (pompa kalor)
2.Pengujian Mesin Pengering
Pengumpulan data:
- Massa Pakaian (gram) - Temperatur (oC) - Kelembaban udara (%) - Kecepatan aliran (m/s) - Waktu (menit)
Kesimpulan/Laporan
Selesai
Tidak
Ya
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Rancang Bangun Alat Pengering
Berdasarkan spesifikasi sistem pengkondisian udara yang umum
digunakan di setiap perumahan , yaitu 1 PK, maka dilakukan perancangan mesin
pengering. Setelah dirancang dilakukan pembuatan. Berikut beberapa foto mesin
pengering yang telah dirancangbangun.
Gambar 4.2 Foto lemari pengering hasil rancang bangun (lanjutan)
4.2 Hasil pengujian dari berbagai bahan Pakaian
Hasil dari berbagai pengujian setiap bahan mempunyai sifat pengeringan
yang berbeda-beda dan waktu yang beragam, oleh karena itu pengujian
menggunakan bahan pakaian yang berbeda-beda, supaya dapat mengetahui laju
pengeringan dari setiap bahan.
4.2.1 Pakaian dengan Bahan Cotton 100%
Pakaian dengan bahan cotton 100% (Gambar 4.3) mempunyai berat awal
(basah) adalah 448 gr. Berat ini diperoleh dengan mengukur bahan dengan
menggunakan Load Cell, dimana proses pengukuran dilakukan setelah terlebih
dahulu bahan yang basah diperlakukan pengeringan awal dengan memeras bahan,
hal ini dilakukan agar memperoleh bahan dengan standar pengeringan awal.
Adapun data-data hasil pengujian pakaian dengan bahan 100 % Cotton
Tabel 4.1 Data Hasil pengujian pakaian dengan bahan 100 % Cotton
Gambar 4.3 Pakaian berbahan cotton 100%
Berat akhir (kering) dari bahan adalah 192 gr, yang diperoleh dari
pengukuran dengan menggunakan Load cell. Penentuan berat kering dilakukan
dengan melihat grafik penurunan berat yang terjadi, dan dari grafik pada berat 192
gr berat bahan dianggap konstan. Grafik proses pengeringan ini dapat
Gambar 4.4 Grafik Penurunan berat pakaian berbahan Cotton 100% dalam menit,
dengan kecepatan udara 4,2 m/s
Dari data yang didapat, maka dapat dihitung laju pengeringan untuk
pakaian berbahan cotton100% sebagai berikut:
Laju pengeringan :
Ṁd =
Wo−Wf
t
Dimana :
Wo = Berat bahan sebelum pengeringan (gr)
Wf = Berat bahan sesudah pengeringan (gr)
t = waktu pengeringan (menit)
V = Kecepatan udara (m/s)
Wo = 448 gr, Wf = 192 gr, dan t = 45 menit dan untuk kecepatan udara V =
4,2 m/s . Maka :
ṁd = 448−192 45
= 5,6888 gr menit⁄
= 0,3413 kg/jam
Diperoleh SMER :
Wc = Daya kondensor (kW)
Wb = Daya blower (kW)
�̇� = Laju pengeringan (kg/jam)
Daya kondensor (Wc) adalah
Wc = Vc x Ic
Maka SMER dapat diperoleh :
SMER = 0,3413 kg/jam 1,034 kW + 0,44 kW
=
0,3413 kg /jam 1,474 ��= 0,2315 kg/kWh
Maka SEC dapat diperoleh :
SEC = 1 SMER
=
10,2315 kg /kWh
= 4,3196 kWh kg�
Karakteristik temperatur dan Kelembaban relatif (RH) dan Temperatur
dari udara yang mengalir didalam ruang pengering pada proses pengeringan
Gambar 4.5 Grafik karakteristik kelembaban udara pada lemari pengering.
Gambar 4.6 Grafik karakteristik temperatur pada lemari pengering.
4.2.2. Pakaian dengan bahan 80% Polyester + 20% Elastone
Pakaian dengan bahan 80% Polyester + 20% Elastone (Gambar 4.7)
mempunyai berat awal (basah) adalah 823 gr. Berat ini diperoleh dengan
mengukur bahan dengan menggunakan Load Cell, dimana proses pengukuran
dilakukan setelah terlebih dahulu bahan yang basah diperlakukan pengeringan
awal dengan memeras bahan, hal ini dilakukan agar memperoleh bahan dengan
standar pengeringan awal.
Adapun data-data hasil pengujian pakaian dengan bahan 80% Polyester +
20% Elastone dapat dilihat pada tabel 4.2
Tabel 4.2 Data Hasil pengujian pakaian dengan bahan 80% Polyester + 20%
Gambar 4.7 Pakaian dengan bahan 80% Polyester + 20% Elastone
Berat akhir (kering) dari bahan adalah 420 gr, yang diperoleh dari
pengukuran dengan menggunakan Load cell. Penentuan berat kering dilakukan
dengan melihat grafik penurunan berat yang terjadi, dan dari grafik pada berat 420
gr berat bahan dianggap konstan. Grafik proses pengeringan ini dapat
diperlihatkan pada gambar grafik 4.8.
Gambar 4.8 Grafik Penurunan berat pakaian berbahan 80% Polyester + 20%
Elastone dalam menit, dengan kecepatan udara 4,2 m/s
Dari data yang didapat, maka dapat dihitung laju pengeringan untuk