• Tidak ada hasil yang ditemukan

Proses Mediasi Pada Penyelesaian Konflik Pertanahan (Studi Kasus Pada PT. Nusa Pusaka Kencana Bahilang dengan Masyarakat Desa Penggalian di Kabupaten Serdang Bedagai)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Proses Mediasi Pada Penyelesaian Konflik Pertanahan (Studi Kasus Pada PT. Nusa Pusaka Kencana Bahilang dengan Masyarakat Desa Penggalian di Kabupaten Serdang Bedagai)"

Copied!
110
0
0

Teks penuh

(1)

PROSES MEDIASI PADA PENYELESAIAN KONFLIK

PERTANAHAN

(Studi Kasus pada Konflik Pertanahan PT. Nusa Pusaka Kencana

Bahilang dengan Masyarakat Desa Penggalian di Kabupaten

Serdang Bedagai)

SKRIPSI

Diajukan Oleh:

FIRDA MELDA YUNITA. S

NIM. 110901015

DEPARTEMEN SOSIOLOGI

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

ABSTRAK

Penulisan skripsi dengan judul “Proses Mediasi Pada Penyelesaian Konflik

Pertanahan (Studi Kasus pada Konflik Pertanahan PT. Nusa Pusaka Kencana

Bahilang dengan Masyarakat Desa Penggalian di Kabupaten Serdang Bedagai)”

ini bertujuan untuk melihat bagaimana proses mediasi yang dilakukan dalam menyelesaikan konflik pertanahan yang terjadi antara PT. Nusa Pusaka Kencana Bahilang dengan Masyarakat Desa Penggalian di Kabupaten Serdang Bedagai dan siapa saja aktor yang terlibat dalam proses mediasi tersebut. Tim Mediasi yang bertindak sebagai pihak ketiga dalam hal tersebut dibentuk oleh Pemerintah Kabupaten Serdang Bedagai. Mediasi sebagai alternatif penyelesaian konflik pertanahan merupakan suatu upaya untuk mencapai resolusi konflik. Tim mediasi sebagai pihak ketiga dituntut untuk bersikap netral dan menjadi pengatur strategi dalam proses mediasi. Setiap aktor yang berperan dalam proses mediasi merupakan tumpuan dalam rangka mencari solusi atau kesepakatan dalam mengatasi konflik pertanahan.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode studi kasus dengan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi, wawancara, serta studi kepustakaan. Adapun yang menjadi unit analisis dan informan dalam penelitian ini adalah setiap pihak yang terlibat dalam proses mediasi, seperti: Masyarakat Desa Penggalian, Pihak PT. Nusa Pusaka Kencana Bahilang dan Tim Mediasi. Interpretasi data dilakukan dengan mengolah data yang didapatkan dari catatan maupun hasil wawancara yang dilakukan di lapangan.

(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas limpahan berkat dan kasih penyertaan-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi dengan judul “Proses Mediasi Pada

Penyelesaian Konflik Pertanahan (Studi Kasus Pada PT. Nusa Pusaka

Kencana Bahilang dengan Masyarakat Desa Penggalian di Kabupaten

Serdang Bedagai)”. Penelitian ini dilakukan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana strata 1 dari Departemen Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

Dalam proses penulisan skripsi tersebut, penulis telah banyak menerima bimbingan, nasehat,dan dukungan baik itu secara moril ataupun material dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak H.Prof.Dr.Badaruddin, Msi selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, juga selaku Dosen Pembimbing Skripsi dan Dosen Pembimbing Akademik penulis selama masa perkuliahan yang telah banyak meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, saran, dan masukan kepada penulis sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan.

(4)

3. Bapak Drs. Henri Sitorus, Msi selaku dosen penguji saya yang telah banyak memberikan kritik dan saran terhadap skripsi ini.

4. Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu. Terima kasih atas seluruh ilmu dan pengalaman yang telah penulis dapatkan selama duduk di bangku perkuliahan.

5. Terima Kasih yang tak terhingga juga penulis ucapkan kepada Orangtua penulis, Bapak Rudy Sitorus, SH, MIP dan Ibu Ruminta Panggabean yang selalu setia mendampingi, mendoakan, memberikan dukungan, dan kasih sayang yang begitu besar sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan dan mendapatkan gelar Sarjana strata 1. Juga kepada abang Frans Daniel Jujung Sitorus, SH., kakak Fiesta Octorina Sitorus, SKM., dan adik Fany Ezra Sitorus. Terima kasih untuk setiap dukungan, motivasi, dan masukan yang penulis terima selama proses penulisan skripsi, khususnya kepada kakak penulis yang ikut membantu proses wawancara penelitian.

(5)

7. Seluruh informan penelitian yang telah bersedia meluangkan waktunya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan mendapatkan kemudahan dalam penulisan skripsi.

8. Teman-teman terbaik saya sejak SMA, Fadillah Umami, Dini Aulia, Dini Amila, Tri Aprilino, Yuliana Waruwu dan Ayu syabana yang tetap setia memberikan dukungan dan memotivasi penulis agar menyelesaikan skripsi ini secepat mungkin.

9. Teman-teman terbaik saya di bangku perkuliahan, Elvira Rusadi, Nur Balqis, Brenda Iskarina, Suwinda, dan May Pratiwi, terima kasih atas kebersamaan kita selama ini, setiap momen suka duka yang telah kita alami selama masa perkuliahan semoga menjadi kenangan manis untuk kita dan penulis yakin kita semua pasti sukses ke depannya.

10.Teman-teman Sosiologi 2011, Ayyub, Anita, Yasser, Poppy, Sari, Ziyara, Putri, Rio, Natanael, Bani, Doddy, Ismi, Liza, dan seluruh teman-teman Sosiologi 2011 lainnya yang tidak dapat penulis ucapkan satu per satu, terima kasih atas semua kebersamaan dan pengalaman yang kita lewati selama masa perkuliahan.

11.Seluruh staff pegawai di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

(6)

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersfiat membangun dari para pembaca demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap skripsi ini dapat berguna untuk para pembaca khusunya bagi penulis sendiri.

Medan, 2016

Penulis

Firda Melda Yunita. S

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL

ABSTRAK ... ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI... ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang ... 1

1.2Rumusan Masalah ... 6

1.3Tujuan Penelitian ... 6

1.4Manfaat Penelitian ... 6

1.4.1Manfaat Teoritis ... 7

1.4.2Manfaat Praktis ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Mediasi ... 8

2.2 Pengertian Mediasi ... 10

2.3 Proses Mediasi ... 13

2.4 Teori Konflik ... 17

(8)

2.6 Defenisi Konsep ... 21

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 23

3.2 Lokasi Penelitian ... 23

3.3 Unit Analisis dan Informan ... 24

3.3.1 Unit Analisis ... 24

3.3.2 Informan ... 24

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 25

3.4.1 Data Primer ... 25

3.4.2 Data Sekunder ... 26

3.5 Interpretasi Data ... 27

3.6 Keterbatasan Penelitian ... 28

BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Profil PT. Nusa Pusaka Kencana Bahilang ... 29

4.2 Profil Desa Penggalian ... 33

4.3 Profil Informan ... 40

4.4 Intepretasi Data ... 47

4.4.1 Kronologi Konflik ... 47

4.4.2 Faktor-Faktor Penyebab Konflik ... 52

4.4.3 Kondisi Konflik Saat Ini ... 54

4.5 Mediasi Oleh Pemerintah : Alternatif Penyelesaian Konflik Pertanahan 4.5.1 Pembentukan Tim Mediasi ... 56

4.5.2 Tahapan Mediasi ... 61

(9)

4.5.4 Jenis Mediasi Yang Dilakukan ... 69

4.6 Para Aktor Dan Peran Aktor Dalam Proses Mediasi ... 72

4.6.1 Aktor Dan Peran Aktor ... 72

4.6.2 Hubungan Para Aktor ... 77

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan ... 80

5.2 Saran ... 82

(10)

DAFTAR TABEL

Halaman

(11)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

(13)

ABSTRAK

Penulisan skripsi dengan judul “Proses Mediasi Pada Penyelesaian Konflik

Pertanahan (Studi Kasus pada Konflik Pertanahan PT. Nusa Pusaka Kencana

Bahilang dengan Masyarakat Desa Penggalian di Kabupaten Serdang Bedagai)”

ini bertujuan untuk melihat bagaimana proses mediasi yang dilakukan dalam menyelesaikan konflik pertanahan yang terjadi antara PT. Nusa Pusaka Kencana Bahilang dengan Masyarakat Desa Penggalian di Kabupaten Serdang Bedagai dan siapa saja aktor yang terlibat dalam proses mediasi tersebut. Tim Mediasi yang bertindak sebagai pihak ketiga dalam hal tersebut dibentuk oleh Pemerintah Kabupaten Serdang Bedagai. Mediasi sebagai alternatif penyelesaian konflik pertanahan merupakan suatu upaya untuk mencapai resolusi konflik. Tim mediasi sebagai pihak ketiga dituntut untuk bersikap netral dan menjadi pengatur strategi dalam proses mediasi. Setiap aktor yang berperan dalam proses mediasi merupakan tumpuan dalam rangka mencari solusi atau kesepakatan dalam mengatasi konflik pertanahan.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode studi kasus dengan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi, wawancara, serta studi kepustakaan. Adapun yang menjadi unit analisis dan informan dalam penelitian ini adalah setiap pihak yang terlibat dalam proses mediasi, seperti: Masyarakat Desa Penggalian, Pihak PT. Nusa Pusaka Kencana Bahilang dan Tim Mediasi. Interpretasi data dilakukan dengan mengolah data yang didapatkan dari catatan maupun hasil wawancara yang dilakukan di lapangan.

(14)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Tanah dalam wilayah Negara Republik Indonesia merupakan salah satu sumber daya alam utama yang selain mempunyai nilai batiniah yang mendalam bagi rakyat Indonesia juga berfungsi sangat strategis dalam memenuhi kebutuhan negara dan rakyat yang semakin meningkat. Secara kosmologis, tanah adalah tempat manusia tinggal, tempat bekerja dan hidup, tempat darimana mereka berasal dan akan kemana pula mereka pergi.

Menyadari akan nilai dan arti pentingnya tanah, Negara Kesatuan Republik Indonesia merumuskan tentang tanah dan sumber daya alam di dalam Konstitusi, pasal 33 ayat 3 Undang-undang Dasar 1945 yang berbunyi: “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Perkembangan penduduk yang terus meningkat menjadikan kebutuhan akan tanah juga meningkat. Hal ini tidak sebanding dengan luasan tanah yang tidak bisa bertambah, tidak mengherankan jika tanah menjadi harta istimewa yang tidak henti-hentinya memicu berbagai masalah sosial yang kompleks dan rumit bahkan menyebabkan terjadinya konflik pertanahan.

(15)

1994: 354). Konflik pertanahan merupakan persoalan yang kronis dan bersifat klasik serta berlangsung dalam kurun waktu tahunan bahkan puluhan tahun dan selalu ada dimana-mana. Konflik pertanahan adalah bentuk permasalahan yang sifatnya kompleks dan multi dimensi.

Dalam realita banyak terjadi konflik antara pemerintah dan rakyat atau antara rakyat dengan pihak badan usaha perkebunan yang masing-masing pihak membutuhkan tanah. Konflik pertanahan ini kita jumpai hampir pada setiap daerah perkebunan yang ada di Indonesia. Di Kabupaten Serdang Bedagai sendiri terdapat 18 kasus pertanahan. Salah satunya adalah kasus konflik pertanahan yang melibatkan antara PT. Nusa Pusaka Kencana Bahilang dengan masyarakat Desa Penggalian yang juga menyebutkan diri mereka adalah Kelompok Tani Reformasi Karya Sejati. Masyarakat tersebut mengklaim bahwa ada tanah (lahan) masyarakat seluas 286 Ha yang dikuasai oleh PT. Nusa Pusaka Kencana Bahilang. Masyarakat Desa Penggalian tersebut kemudian membuat laporan kepada Gubernur Sumatera Utara tentang adanya penguasaan lahan (tanah) masyarakat Desa Penggalian oleh PT. Nusa Pusaka Kencana Bahilang.

(16)

Salah satu alternatif penyelesaian konflik pertanahan adalah dengan penyelesaian sengketa di luar hukum. Dalam pendekatan sosiologis hal tersebut dikenal dengan akomodasi. Sebagai suatu proses, akomodasi berarti sebagai usaha manusia untuk meredakan atau menghindari konflik dalam rangka mencapai kestabilan (Soekanto, 1982). Mediasi adalah salah satu bentuk dari akomodasi, yaitu cara menyelesaikan konflik dengan jalan meminta bantuan pihak ketiga yang netral. Pihak ketiga ini hanyalah mengusahakan suatu penyelesaian secara damai yang sifatnya hanya sebagai penasehat, sehingga pihak ketiga ini tidak mempunyai wewenang untuk memberikan keputusan-keputusan penyelesaian yang mengikat secara formal. Pihak ketiga yang menjadi penengah dalam konflik disebut mediator atau tim mediasi.

Alternatif penyelesaian konflik dengan mediasi dalam kasus konflik pertanahan bukan suatu hal yang asing lagi. Penyelesaian dengan mediasi pada dasarnya menerapkan prinsip menyelesaikan masalah dengan musyawarah, yakni proses berembuk sampai mencapai kesepakatan antara kedua belah pihak yang berkonflik (Tambunan, 2010). Konflik pertanahan yang terkait dengan kepentingan para pihak pada hal ini diselesaikan dengan cara mediasi karena tidak ada pihak yang dimenangkan atau dikalahkan. Pada dasarnya fungsi mediator adalah meningkatkan kesadaran mengenai kebutuhan masing-masing pihak yang terlibat konflik, dan membangun kerangka kerja yang realistis untuk memprediksikan kerugian dan manfaat dari pemecahan konflik yang dijalankan.

(17)

aktor, namun hal yang perlu juga diperhatikan adalah bagaimana mediator berperan dalam menengahi konflik dan dapat mencapai kesepakatan atau meredam konflik. Salah satu caranya adalah dengan melihat strategi-strategi yang digunakan oleh mediator dalam menjalankan mediasi. Strategi juga akan terlaksana jika adanya kepercayaan (trust) yang diberikan oleh pihak yang terlibat didalam konflik terhadap mediator, serta tuntutan keahlian (skill) yang harus dimiliki oleh seorang mediator. Selain itu mediator juga dituntut untuk bertindak tidak memihak serta mempunyai posisi tawar yang meyakinkan, sehingga dalam menjalankan mediasi dapat mencapai kata sepakat untuk menyepakati perjanjian damai antara pihak-pihak yang berkonflik (Nasution, 2014). Dalam hal ini Mediator adalah orang atau pejabat yang ditunjuk dari jajaran pemerintah setempat yang disepakati oleh para pihak yang berkonflik untuk menyelesaikan permasalahannya.

(18)

Kelompok Tani Makmue Mulia Gampong Geulanggang Gajah dan Kaye Unoe dengan PT. Surya Panen Subur, konflik ini sudah mencuat dan dilakukan aksi protes oleh warga sejak Tahun 2008 (Rahmad, 2014).

Proses mediasi dapat dikatakan berhasil atau efektif jika dapat mengurangi ketegangan antara pihak yang berkonflik dan mendamaikan tuntutan pihak yang terlibat didalam konflik. Adanya penurunan level ketegangan memerlukan kebijaksanaan dan kepekaan yang tinggi. Selain itu mendamaikan tuntutan membutuhkan keahlian dalam menemukan strategi yang dapat membuat setiap pihak yang terlibat konflik mengurangi tuntutannya dan menerima proses kompromi untuk mengatasi masalah yang terjadi.

Hasil Jurnal Penelitian yang diterbitkan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan BPN RI tentang Peran Mediasi Dalam Penanganan Konflik Pertanahan dikatakan bahwa dalam menangani konflik pertanahan sebaiknya tidak hanya dilakukan dengan pendekatan hukum, tetapi juga melalui pendekatan sosial budaya dengan melibatkan masyarakat yang diharapkan dapat memenuhi rasa keadilan. Oleh karena itu penyelesaian konflik melalui mediasi sebagai alternatif penyelesaian konflik berbasis sosial budaya sangat diperlukan dalam penanganan konflik tersebut (Sakti, 2012).

(19)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana penyelesaian konflik pertanahan melalui proses mediasi yang dilakukan tim mediasi pada PT. Nusa Pusaka Kencana Desa Bahilang, Kabupaten Serdang Bedagai?

2. Siapa saja aktor-aktor yang terlibat dalam proses mediasi tersebut dan apa peran mereka?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian tersebut adalah:

1. Untuk mengetahui bagaimana penyelesaian konflik pertanahan melalui proses mediasi yang dilakukan tim mediasi pada PT. Nusa Pusaka Kencana Desa Bahilang, Kabupaten Serdang Bedagai.

2. Untuk mengetahui siapa saja aktor-aktor yang terlibat dan apa peran mereka pada proses mediasi tersebut.

1.4 Manfaat Penelitian

(20)

1.4.1 Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini memiliki manfaat teoritis untuk memperkaya penelitian-penelitian sejenis dan diharapkan dapat dijadikan salah satu media informasi serta bahan rujukan bagi penelitian lain yang berkaitan dengan penelitian ini dan menambah khazanah kajian sosiologi tentang pemahaman bagaimana penerapan proses mediasi sebagai alternatif penyelesaian konflik pertanahan di luar hukum yang berbasis sosial budaya.

1.4.2 Manfaat Praktis

Secara praktis penelitian tersebut berguna untuk:

1. Para pihak yang berkonflik, agar dapat menyelesaikan masalah dengan baik sesuai dengan peraturan yang berlaku dan meredam aksi-aksi anarkis yang mungkin terjadi karena adanya pihak-pihak yang merasa dirugikan.

(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori Mediasi

Secara etimologi mediasi berasal dari bahasa latin mediare yang artinya ditengah, yang dapat dimaknai aktivitas seseorang (mediator) dalam menengahi pertentangan yang terjadi di antara dua pihak tanpa memihak kepada salah satu di antara mereka (Yono, 2011). Penjelasan mengenai mediasi akan lebih lengkap jika ditambah dengan penjelasan lain secara terminologi yang dikemukakan oleh ahli resolusi konflik:

Menurut Boulle dalam Lubis (2014), mediation is a decision making process in which the parties are assisted by a mediator, the mediator attempt to improve the process of decision making and to assist the parties to reach an out

come to which of them can assen (Mediasi adalah sebuah proses pengambilan keputusan dimana para pihak dibantu oleh mediator, mediator berupaya untuk meningkatkan proses pengambilan keputusan dan untuk membantu para pihak mencapai hasil yang mereka inginkan bersama.)

(22)

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Lubis (2014) dengan judul Peranan Tokoh Masyarakat Dalam Mediasi Konflik studi kasus pada perselisihan antar warga Desa Tolang Jae dengan Dusun Adian Goti di Tapanuli Selatan mengatakan bahwa mediasi yang dilakukan oleh tokoh masyarakat sebagai mediator dalam penyelesaian konflik tersebut berjalan buntu dan tidak berhasil meredam konflik, hal ini disebabkan oleh tokoh masyarakat dinilai tidak bersikap adil dan tidak menyerukan kesadaran sosial antara kedua belah pihak yang bertikai. Mediator yang dalam hal ini adalah tokoh masyarakat masih dipengaruhi oleh struktur masyarakat yang mendominasinya sehingga terkesan membela pihak yang mayoritas dan mengabaikan pihak minoritas. Hal ini tidak sejalan dengan teori mediasi sebagai alternatif penyelesaian konflik dimana mediator adalah pihak yang netral dan tidak memihak, karena tugasnya adalah untuk membantu pihak yang berkonflik menemukan keputusan yang diinginkan bersama bukan membela salah satu dari pihak yang berkonflik.

Beberapa peran mediator dalam Handoko (2007) dikategorikan sebagai peran yang lemah dan peran yang kuat, adapun peran mediator yang lemah meliputi:

1. Sebagai penyelenggara pertemuan 2. Pemimpin diskusi yang netral

3. Pemelihara atau penjaga aturan-aturan perundingan agar perdebatan berjalan baik

4. Pengendali emosi para pihak

(23)

Dan adapun peran mediator yang kuat seperti: 1. Mempersiapkan dan membuat notulasi perundingan 2. Mengartikulasikan titik temu kepentingan para pihak

3. Menumbuhkan kesadaran para pihak bahwa konflik bukan sebuah pertarungan untuk dimenangkan tetapi untuk diselesaikan

4. Menyusun pilihan-pilihan pemecahan masalah

5. Membantu para pihak menganalisis alternatif-alternatif pemecahan masalah. Jika pada penelitian terdahulu mediator berasal dari tokoh masyarakat untuk menyelesaikan konflik yang terjadi, maka pada penelitian kali ini proses mediasi dilakukan oleh tim mediasi (mediator) yang dibentuk Pemerintah Kabupaten Serdang Bedagai untuk penyelesaian konflik pertanahan antara PT. Nusa Pusaka Kencana Bahilang dengan masyarakat Desa Penggalian.

2.2 Pengertian Mediasi

Mediasi adalah salah satu bentuk dari akomodasi. Sebagai suatu proses, akomodasi berarti sebagai usaha manusia untuk meredakan atau menghindari konflik dalam rangka mencapai kestabilan (Soekanto, 1982). Mediasi adalah suatu proses penyelesaian konflik dengan perantara pihak ketiga, yakni pihak yang memberi masukan-masukan kepada para pihak untuk menyelesaikan konflik. Berbeda dengan arbitrase, keputusan arbiter atau majelis arbitrase harus ditaati oleh para pihak, layaknya keputusan pengadilan. Sedangkan mediasi, tidak terdapat kewajiban dari masing-masing pihak untuk menaati apa yang disarankan oleh mediator (Khairina, 2011).

(24)

penasihat. Pengertian mediasi yang diberikan Kamus Besar Bahasa Indonesia mengandung tiga unsur penting, yakni:

1. Mediasi merupakan proses penyelesaian perselisihan yang terjadi antara dua pihak atau lebih

2. Pihak yang terlibat dalam penyelesaian perselisihan adalah pihak-pihak yang berasal dari luar pihak yang bersengketa

3. Pihak yang terlibat dalam penyelesaian perselisihan tersebut bertindak sebagai penasihat dan tidak memiliki kewenangan apa-apa dalam pengambilan

keputusan.

Mediasi merupakan salah satu bentuk pengendalian konflik pertanahan yang dilakukan dengan cara membuat konsensus diantara dua pihak yang berkonflik untuk mencari pihak ketiga yang berkedudukan netral sebagai mediator dalam penyelesaian konflik. Penyelesaian secara mediasi mempunyai kelebihan bila dibandingkan dengan menyelesaikan perkara di muka pengadilan. Disamping itu kurangnya kepercayaan masyarakat atas kemandirian lembaga peradilan dan kendala administrasi yang rumit membuat pengadilan merupakan pilihan terakhir untuk penyelesaian konflik.

Mediasi memberikan kepada para pihak yang berkonflik perasaan kesamaan kedudukan dan upaya penentuan hasil akhir perundingan yang dicapai menurut kesepakatan bersama tanpa tekanan atau paksaan. Dengan demikian solusi yang dihasilkan mengarah kepada win-win solution. Upaya untuk win-win solution itu ditentukan oleh beberapa faktor :

(25)

catatan bahwa pendekatan itu harus menitikberatkan pada kepentingan yang menjadi sumber konflik dan bukan pada posisi atau kedudukan para pihak. 2. Kemampuan yang seimbang dalam proses negosiasi atau musyawarah.

Perbedaan kemampuan tawar menawar akan menyebabkan adanya penekanan oleh pihak yang satu terhadap yang lain (Sumarto,2012).

Dalam Lubis (2014) dikatakan bahwa tujuan dan manfaat dari mediasi sebagai alternatif penyelesaian konflik adalah:

1. Mempercepat proses penyelesaian konflik dan menekan biaya. 2. Keputusan pengadilan tidak menyelesaikan perkara.

3. Untuk meningkatkan keterlibatan masyarakat atau memberdayakan pihak pihak yang berkonflik dalam proses penyelesaian konflik.

4. Untuk memperlancar jalur keadilan pada masyarakat.

5. Untuk memberi kesempatan bagi tercapainya penyelesaian konflik yang menghasilkan keputusan yang dapat di terima oleh semua pihak sehingga para pihak tidak menempuh upaya banding dan kasasi.

6. Bersifat tertutup/rahasia.

(26)

2.3 Proses Mediasi

Dalam Asmawati (2014) mediasi dibagi menjadi 2 kategori, yakni :

1. Mediasi Secara Hukum, yaitu merupakan bagian dari litigasi, hakim meminta para pihak untuk mengusahakan penyelesaian masalah mereka dengan cara menggunakan proses mediasi sebelum proses mediasi dilanjutkan.

2. Mediasi Pribadi, yaitu mediasi yang penyelesaiannya diatur oleh para pihak itu sendiri dibantu oleh mediator terkait atau mengikuti pendapat /pandangan para ahli yang tehnik dan caranya sangat bervariasi tetapi tujuannya sama, yaitu membantu para pihak dalam rangka menegosiasikan permasalahan yang dihadapi dalam rangka mencapai kesepakatan bersama secara damai dan tidak ada pihak yang merasa dirugikan.

Langkah-langkah penyelesaian konflik melalui mediasi adalah :

a. Para pihak setuju untuk melakukan mediasi, karena mediasi sifatnya adalah sukarela

b. Seleksi terhadap mediator

c. Pertemuan mediator dengan para pihak yang berkonflik, pertemuan dilakukan oleh mediator secara terpisah antara pihak yang satu dengan yang lainnya. d. Fase-fase mediasi yang dilakukan sebagai berikut :

1. Melakukan identifikasi dan penjelasan terhadap persoalan dan permasalahan. 2. Mengadakan ringkasan terhadap permasalahan dan membuat agenda untuk didiskusikan.

3. Mendiskusikan setiap permasalahan satu demi satu. 4. Kesiapan memecahkan masalah.

(27)

6. Membuat suatu persetujuan tertulis.

Asmawati (2014) mengatakan bahwa proses mediasi pada asasnya tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan, maka proses mediasi cenderung bersifat universal dan tidak bersifat legalistik. Oleh karena itu pengetahuan tentang proses dan tehnik mediasi dapat diperoleh melalui karya-karya tulis para praktisis mediasi. Ketiadaan pengaturan tahapan mediasi tersebut dipandang sebagai kekuatan mediasi karena keadaan itu menyediakan keleluasaan bagi para pihak maupun mediator untuk menyelenggarakan proses mediasi menurut kebutuhan para pihak sesuai dengan jenis permasalahan kasusnya.

Boulle (1996) membagi proses mediasi ke dalam tiga tahapan utama, yaitu:

1. Tahapan Persiapan(Preparation) :

a. Prakarsa mediasi dan keterlibatan mediator (Initianting mediation and the mediator’s entry).

b. Penapisan (intake and screening).

c. Pengumpulan dan penukaran informasi (information gathering and exchange).

d. Ketentuan Informasi para Pihak (provision of information to the parties). e. Hubungan dengan para pihak (contact with the parties).

f. Pertemuan-pertemuan awal (preliminary conference).

g. Kesepakatan untuk menempuh mediasi (settling the agreement to mediate).

2. Tahapan Pertemuan Mediasi (the stages of mediation meeting) :

(28)

b. Penyampaian masalah oleh para pihak ( the party presentation). c. Identifikasi hal-hal yang disepakati (Identifying areas of agreement). d. Perumusan dan penyusunan agenda perundingan (defining and ordering

the issues).

e. Pembahasan masalah-masalah (exploration of issues).

f. Tawar menawar dan penyelesaian masalah (negotiation and problem solving).

g. Pertemuan terpisah (the sparate meetings).

h. Pengambilan keputusan akhir (final decision making).

i. Akhir dan pernyataan penutupan (closing statement and termination). 3. Tahapan Pasca Mediasi (post- mediation activities) :

a. Telaah dan pengesahan kesepakatan (ratification and review). b. Sanksi (official sanction).

c. Kewajiban-kewajiban melaporkan (referrals and reporting obligations). d. Arahan Mediator (mediator’s debriefing).

e. Kegiatan lain-lain (other follow-up activities).

(29)

eksternal dimana yang menjadi mediator (tim mediasi) adalah pihak yang dibentuk oleh Pemerintah setempat yaitu Kabupaten Serdang Bedagai.

Pelaksanaan mediasi dapat digolongkan ke dalam tiga jenis berdasarkan cara yang digunakan dalam penyelesaian konflik, antara lain yaitu content mediation, issue identification, dan, positive framing of the issue (Lewicki, 1999:476).

1. Content Mediation merupakan jenis mediasi yang dilakukan dimana mediator berusaha mengembalikan situasi negosiasi ke dalam tahap tawar-menawar agar negosiator berpeluang kembali mencapai kesepakatan. Mediator hanya berfungsi untuk mengarahkan negosiator untuk kembali ke akar permasalahan dan arah tujuan dari negosiasi itu sendiri sehingga diharapkan akan dicapai kata mufakat.

2. Issue Identification merupakan mediasi yang dijalankan dengan memprioritaskan isu yang akan diselesaikan sehingga kedua pihak sama-sama fokus dalam satu isu dan mencari solusi penyelesaiannya.

3. Positive Framing of The Issue yaitu mediasi yang dilakukan dengan cara memfokuskan pada hasil yang ingin dicapai oleh pihak-pihak negosiator. Dengan memfokuskan hasil maka diharapkan masing-masing pihak memperoleh titik terang dan kesamaan pandangan dalam menyelesaikan masalah sehingga mencapai kesepakatan.

(30)

2.4 Teori Konflik

Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang memiliki arti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (biasa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya. Menurut Chang dalam Lubis (2011) konflik sosial tidak hanya berakar pada kepada ketidakpuasan batin, kecemburuan, iri hati, kebencian, masalah perut, masalah tanah, masalah tempat tinggal, masalah pekerjaan, masalah uang dan masalah kekuasaan. Namun menurutnya, emosi manusia sesaat pun bisa memicu terjadinya konflik sosial.

Teori konflik memandang bahwa perubahan sosial tidak terjadi melalui proses penyesuaian nilai-nilai yang membawa perubahan, tetapi terjadi akibat adanya konflik yang menghasilkan kompromi-kompromi yang berbeda dengan kondisi semula. Teori ini didasarkan pada pemilikan sarana-sarana produksi sebagai unsur pokok pemisahan kelas dalam masyarakat.

(31)

Perubahan sosial justru membawa dampak yang buruk bagi nasib kaum buruh (proletar) karena perubahan sosial berdampak pada semakin banyaknya jumlah penduduk. Pertambahan jumlah penduduk akan menyulitkan kehidupan kelompok proletar karena tuntutan lapangan pekerjaan akan semakin tinggi sedangkan jumlah lapangan kerja yang tersedia tidak bertambah (konstan). Tingginya jumlah penawaran tenaga kerja akan berpengaruh pada rendahnya ongkos tenaga kerja yang diterima, sehingga kehidupan selanjutnya kian buruk. Sementara kehidupan kelompok kapitalis (borjuis) akan semakin berlimpah dengan segala macam kemewahannya. Gejala inilah yang pada akhirnya menimbulkan ketimpangan sosial yang berujung pangkal pada konflik sosial. Dengan demikian, akar permasalahan yang menimbulkan konflik sosial adalah karena tajamnya ketimpangan sosial dan eksploitasinya.

Teori konflik Ralf Dahrendorf merupakan separuh penerimaan, separuh penolakan, serta modifikasi teori sosiologi Marx. Dahrendorf menganggap masyarakat bersisi ganda, memiliki sisi konflik dan sisi kerja sama. Penerimaan Dahrendorf pada teori konflik Marx adalah ide mengenai pertentangan kelas sebagai satu bentuk konflik dan sebagai sumber perubahan sosial.

Dahrendorf mengakui terdapat perbedaan di antara mereka yang memiliki sedikit dan banyak kekuasaan. Perbedaan dominasi itu dapat terjadi secara drastis. Namun, pada dasarnya tetap terdapat dua kelas sosial yaitu mereka yang berkuasa dan yang dikuasai.

2.5 Mediasi Sebagai Resolusi Konflik

(32)

perdamaian. Secara teoritik untuk menghasilkan resolusi konflik ada peran pihak ketiga atau mediator yang berupaya untuk membantu pihak yang berselisih dengan membingkai ulang situasi konflik, menemukan solusi kreatif, dan diharapkan dapat diterima oleh pihak-pihak yang terlibat konflik (Lusia, 2010).

Para ahli studi konflik mendefinisikan resolusi konflik dengan penekanannya masing-masing. Menurut Wallerstein (2002) definisi resolusi konflik mengandung tiga unsur penting. Pertama, adanya kesepakatan yang biasanya dituangkan dalam sebuah dokumen resmi yang ditandatangani dan menjadi pegangan selanjutnya bagi semua pihak. Kesepakatan juga bisa dilakukan secara rahasia atas permintaan pihak-pihak yang bertikai dengan pertimbangan tertentu yang sifatnya sangat subyektif. Kedua, setiap pihak menerima atau mengakui eksistensi dari pihak lain sebagai subyek. Sikap ini sangat penting karena tanpa itu mereka tidak bisa bekerjasama selanjutnya untuk menyelesaikan konflik secara tuntas. Ketiga, pihak-pihak yang bertikai juga sepakat untuk menghentikan segala aksi kekerasan sehingga proses pembangunan rasa saling percaya bisa berjalan sebagai landasan untuk transformasi sosial, ekonomi dan politik yang didambakan.

(33)

pihak ketiga dibutuhkan untuk memiliki inisiatif guna mencari perdamaian, yaitu menjadi mediator dalam proses negosiasi untuk menghilangkan kebuntuan yang terjadi.

Mediasi merupakan suatu bentuk intervensi pihak ketiga dalam konflik. Mediasi bertujuan untuk membawa konflik pada suatu kesepakatan yang dapat diterima oleh kedua belah pihak dan konsisten dengan kesepakatan tersebut. Mediasi merupakan upaya menyelesaikan konflik secara damai, yaitu bersifat tidak memaksa (noncoerceive) dan tidak memakai kekerasan (nonviolence)

(Lusia, 2010). Mediasi bersifat sukarela, mereka harus diterima oleh kedua belah pihak yang terlibat dalam konflik, hal ini menurut Harris dan Reilly (2000) biasa dikenal dengan kenetralan dan imparsialitas pihak ketiga. Netral di sini bukan hanya sekedar tidak memihak akan tetapi juga bersih dari kepentingan-kepentingan pribadi.

(34)

masing-masing pihak. Namun ketika terjadi perselisihan antar pihak yang mengikuti mediasi, mediator diharapkan mengambil pilihan kedua sebagai formulator untuk menghindari konflik yang mungkin terjadi. Sementara pilihan ketiga hanya akan diambil ketika pihak-pihak tersebut saling berselisih dalam taraf yang ekstrim.

2.6 Defenisi Konsep

Dalam hal ini disamping berfungsi untuk memfokuskan dan mempermudah suatu penelitian, konsep juga berfungsi sebagai panduan yang nantinya digunakan peneliti untuk menindak lanjuti sebuah kasus yang diteliti dan menghindari terjadinya kekacauan akibat kesalahan penafsiran dalam sebuah penelitian. Adapun konsep yang digunakan sesuai dengan konteks penelitian ini, antara lain adalah:

a. Proses Mediasi : Proses mediasi dalam konteks penelitian ini adalah suatu upaya yang dilakukan untuk menyelesaikan konflik melalui pihak ketiga yang netral.

b. Tim Mediasi (Mediator): Tim mediasi dalam konteks penelitian ini adalah pihak ketiga yang bersifat netral dan tidak memihak membantu para pihak yang berkonflik untuk mencapai suatu kesepakatan.

(35)

d. Hubungan Antar Aktor : Dalam konteks penelitian ini hubungan antar aktor yang dimaksud adalah hubungan yang dibangun karena interaksi yang terjadi selama proses mediasi antara tim mediasi (mediator), pihak perusahaan, dan masyarakat desa penggalian .

e. Peran Aktor: Peran aktor yang dimaksud dalam penelitian ini adalah apa tugas dan bagaimana aktor tersebut bertindak dalam kedudukannya sebagai bagian dari para pelaku yang terlibat dalam proses menjalankan mediasi.

f. Negosiator : Dalam konteks penelitian ini, yang dimaksud dengan negosiator adalah kedua belah pihak yang berkonflik. Disebut negosiator karena kedua belah pihak yang berkonflik setuju untuk melakukan negosiasi melalui pihak ketiga dalam penyelesaian konflik yang terjadi dalam rangka mendapatkan hasil yang tidak merugikan kedua belah pihak, yaitu antara PT. Nusa Pusaka Kencana Bahilang dengan masyarakat Desa Penggalian di Kabupaten Serdang Bedagai.

(36)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus. Penelitian kualitatif merupakan metode yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian dengan metode studi kasus sebagai kajian yang rinci atas suatu latar atau peristiwa tertentu. Studi Kasus (case study) merupakan penelitian yang penelaahannya kepada suatu kasus dilakukan secara intensif, mendalam dan mendetail. Pendekatan kualitatif juga diartikan sebagai pendekatan yang dapat menghasilkan data, tulisan dan tingkah laku yang dapat diamati. Penelitian ini bersifat mengungkap fakta. Hasil penelitian lebih ditekankan pada pemberian gambaran secara objektif tentang keadaan sebenarnya dari objek yang diselidiki. Dengan menggunakan pendekatan kualitatif, peneliti akan memperoleh informasi atau data yang lebih mendalam mengenai bagaimana sebenarnya proses mediasi yang dilakukan oleh tim mediasi dalam penyelesaian konflik pertanahan yang terjadi antara PT.Nusa Pusaka Kencana Bahilang dengan masyarakat Desa Penggalian (Kelompok Tani Reformasi Karya Sejati) di Kabupaten Serdang Bedagai.

3.2 Lokasi Penelitian

(37)

Pusaka Kencana Bahilang dengan masyarakat dari Desa Penggalian (Kelompok Tani Reformasi Karya Sejati) yang memicu konflik sosial antara pihak perusahaan dan masyarakat sehingga dilakukan usaha untuk menyelesaikan konflik tersebut dengan jalur mediasi oleh pemerintah Kabupaten Serdang Bedagai dan peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana proses mediasi yang dilakukan oleh tim mediasi tersebut berjalan dalam penyelesaian konflik pertanahan.

3.3 Unit Analisis dan Informan

3.3.1 Unit Analisis

Unit analisis adalah hal-hal yang diperhitungkan menjadi subjek penelitian keseluruhan unsur yang menjadi fokus penelitian (Bungin, 2007). Dalam penelitian ini, yang menjadi unit analisisnya atau objek kajiannya adalah perwakilan masyarakat desa Bahilang yang ikut dalam proses mediasi dengan PT. Nusa Pusaka Kencana, perwakilan PT. Nusa Pusaka Kencana yang ikut dalam proses mediasi, dan ketua tim mediasi yang dibentuk oleh pemerintah Kabupaten Serdang Bedagai dalam penyelesaian konflik pertanahan tersebut.

3.3.2 Informan

Informan penelitian adalah subjek yang memahami informasi objek penelitian sebagai pelaku maupun orang lain yang memahami objek penelitian (Bungin, 2007:76). Adapun yang menjadi informan sebagai sumber informasi bagi peneliti adalah:

(38)

3. Ketua Kelompok Tani Menggugat Kabupaten Serdang Bedagai, 1 orang. 4. Masyarakat Desa Penggalian, 3 orang.

5. Pihak perusahaan PT. Nusa Pusaka Kencana Bahilang, 2 orang.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Dalam proses pengumpulan data, peneliti akan menggunakan beberapa teknik pengumpulan data agar nanti mendapatkan data yang sesuai dengan tujuan penelitian yang telah ditetapkan sebelumnya. Adapun teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah:

3.4.1 Data Primer

Data Primer adalah data yang didapatkan secara langsung dari obyek penelitian pada saat penelitian dilakukan melalui observasi dan wawancara. Observasi yaitu pengamatan oleh peneliti baik secara langsung ataupun tidak langsung. Metode observasi langsung dilakukan melalui pengamatan gejala-gejala yang tampak pada obyek penelitian pada saat peristiwa sedang berlangsung (Nawawi, 2006). Metode observasi langsung ini dilakukan jika informan tidak dapat menjelaskan mengenai tindakan yang ia lakukan atau karena ia tidak ingin menjelaskan mengenai tindakannya. Oleh karena itu data dari metode observasi langsung diharapkan dapat menjadi penunjang data dari metode wawancara. Adapun yang akan dilihat pada observasi adalah tempat-tempat yang digunakan selama proses mediasi berlangsung.

(39)

percakapan untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan dalam penelitian. Wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini adalah wawancara mendalam dengan teknik wawancara terstruktur dimana draft pertanyaan telah disiapkan oleh peneliti sebagai pedoman untuk proses mewawancarai informan. Draft pertanyaan tersebut disiapkan dengan tujuan agar pertanyaan yang akan ditanyakan terstruktur dan agar peneliti tidak lupa dengan apa yang harusnya ditanyakan kembali. Dalam proses wawancara tersebut peneliti akan menggunakan alat bantu berupa perekam suara untuk membantu peneliti dalam mendapatkan hasil wawancara.

3.4 2 Data Sekunder

Data sekunder yaitu data yang berkaitan dengan objek penelitian namun bukan dari penelitian di lapangan. Data sekunder dalam penelitian ini dapat diperoleh dari studi kepustakaan yakni dengan mencari data dari artikel, surat kabar, tabloid, buku, internet, ataupun sumber lainnya yang berkaitan dengan permasalahan penelitian. Pengumpulan data sekunder dalam penelitian ini dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan dan pencatatan dokumen, yaitu dengan mengumpulkan hal-hal yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan dan mengumpulkan data dan mengambil informasi dari buku-buku referensi, dokumen, majalah dan jurnal.

(40)

online yang berupa data maupun informasi teori, secepat atau semudah mungkin dan dapat dipertanggungjawabkan secara akademis (Bungin, 2007).

3.5 Interpretasi Data

(41)

3.6Keterbatasan Penelitian

(42)

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Profil PT.Nusa Pusaka Kencana Bahilang

PT. Nusa Pusaka Kencana adalah perusahaan swasta nasional yang berkedudukan di Medan dan mengelola perkebunan kelapa sawit di areal kebun seluas 1.018,7 ha berdasarkan Hak Guna Usaha (HGU) Nomor 1 di Desa Bahilang Kecamatan Tebing Syahbandar Kabupaten Serdang Bedagai Provinsi Sumatera Utara (dahulu sebelum terbentuknya Kabupaten Serdang Bedagai dikenal sebagai Kecamatan Tebing Tinggi Kabupaten Deli Serdang).

Perusahaan ini diberi nama “Perseroan Terbatas Nusa Pusaka Kencana”

berdasarkan Akta Pendirian Nomor 61 tanggal 19 Desember 1983 yang dibuat di hadapan Chairani Bustami, Sarjana Hukum, Notaris di Medan, dan telah mendapatkan pengesahan Menteri Kehakiman Republik Indonesia tertanggal 11 April 1984 dengan nomor C2-2214-HT.01.01 TH.84.

(43)

Perusahaan Perseroan Terbatas PT. Nusa Pusaka Kencana juga merupakan PMDN PT. Nusa Pusaka Kencana telah memperoleh izin UsahaTetap dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) berdasarkan Keputusan Ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 634/T/Pertanian/1997 tertanggal 23 Desember 1997.

4.1.1 Corporate Social Responsibility (CSR)

Sesuai dengan Program Pemerintah dan Ketentuan Perundangan yang berlaku PT Nusa Pusaka Kencana sejak tahun 2008 telah melaksanakan kewajiban perusahaan kepada masyarakat yaitu program CSR. Program CSR adalah program tanggung jawab sosial perusahaan yang dilaksanakan untuk mengurangi kemiskinan masyarakat di sekitar kebun perusahaan dan hal ini merupakan kewajiban perusahaan yang dilaksanakan berdasarkan pendekatan dan tujuan strategis jangka panjang.

(44)

Program pendidikan dilaksanakan berkolaborasi dengan Tanoto Foundation melalui program:

1. Renovasi Sekolah yaitu telah dilakukan di beberapa sekolah antara lain di bulan Oktober tahun 2008. Bantuan Rehap Gedung Sekolah SD Desa Penggalian, Bulan November 2010 Bantuan Rehab Gedung Sekolah SD Desa Bahilang.

2. Pelita Pusaka, yaitu memberikan pelatihan kepada para guru tentang Pengelolaan perpustakaan sekolah, memberikan bantuan buku-buku bacaan dan pemanfaatan ruang untuk perpustakaan sekolah telah dilakukan di SDN 105437 Bahilang, SDN 165717 Pdg Hulu, SDN 162091 Tualang, SDN 104322 Penggalian, dan SLB Pdg Hulu.

3. Pelatihan Guru, yakni memberikan pelatihan bagi para guru di sekitar operasional perusahaan untuk meningkatkan motivasi dan teknik mengajar para guru, sehingga proses belajar-mengajar menjadi lebih menyenangkan dan disukai oleh murid-murid.

(45)

Program Perekonomian, karena wilayah ini terletak di Desa Bahilang dimana penduduknya banyak melakukan budidaya ikan mas. Oleh karena itu perusahaan melakukan program CSR berupa pengguliran bibit dan pakan ikan untuk kelompok pekolam ikan yang berada di desa tersebut. Budidaya ikan mas dilakukan di Desa Penggalian, Kecamatan Tebing Syahbandar, Kabupaten Serdang Bedagai pada tahun 2009 hingga tahun 2011 dengan jumlah awal anggota kelompok 17 Kepala Keluarga dan hingga tahun 2011 berkembang anggotanya menjadi 27 Kepala Keluarga. Budidaya ikan mas ini dilakukan dengan sistem perguliran biaya modal, dimana setiap anggota yang sudah melakukan panen 4 kali akan memberikan modalnya kepada anggota lain yang belum dapat modal.

(46)

4.2 Profil Desa Penggalian

4.2.1 Sejarah Singkat Desa Penggalian

Menurut sejarah asal kata penggalian diambil dari penggalian emas. Jauh sebelum kemerdekaan RI, menurut bangsa Jepang di Desa ini terdapat tempat-tempat penyimpanan emas yang tidak diketahui dimana letaknya yang pasti. Lalu oleh masyarakat setempat yang mayoritas adalah suku batak simalungun dinamai lah desa tersebut menjadi Desa Penggalian. Masyarakat menganggap bahwa penggalian emas yang dilakukan berulang-ulang tersebut memiliki nilai historis tersendiri dan merupakan ciri khas dari desa tersebut.

Pada tahun 1980 Jepang pernah kembali lagi untuk melakukan pencarian emas tersebut dan memfokuskan penggalian pada satu titik namun tetap tidak menemukan apapun. Desa Penggalian adalah desa yang berada di wilayah Kabupaten Serdang Bedagai, tepatnya di Kecamatan Tebing Syahbandar. Sejak Indonesia merdeka tahun 1945, Desa Penggalian silih berganti dipimpin oleh Kepala Kampung dan Kepala Desa. Adapun Kepala Kampung dan Kepala Desa yang pernah memimpin Desa Penggalian adalah:

(47)

6. Ahmadsyah Saragih (1964-1992) 7. Railam Damanik (1992-1994) 8. Ridwan Damanik (1994-2008) 9. Rosminto SP (2008-2015)

Karena masa jabatan Kepala Desa Pak Rosminto SP telah habis, maka pada bulan April 2015 Pak Syamsul Budiman Damanik selaku Sekretaris Desa dilantik menjadi Penjabat Kepala Desa Penggalian sekarang.

4.2.2 Kondisi Geografis

a. Luas Wilayah

Luas Desa Penggalian adalah 784 Ha dengan jumlah 1144 Kepala Keluarga atau 3724 jiwa. Desa Penggalian terletak 62 meter diatas permukaan laut dengan suhu 30 derajat celcius.

Adapun rincian luas wilayah Desa Penggalian: - Pemukiman : 40 Ha

(48)

- Lain- lain : 21 Ha

b. Batas Desa

Desa Penggalian merupakan Desa yang dikelilingi oleh perkebunan-perkebunan milik swasta, adapun batas-batas Desa Penggalian sebagai berikut:

- Sebelah Utara berbatasan dengan Perkebunan NPK Bahilang dan Paya Pinang.

- Sebelah Timur berbatasan dengan Perkebunan Paya Pinang dan Desa -Kota Pinang.

- Sebelah Selatan berbatasan dengan Perkebunan Sibulan.

- Sebelah Barat berbatasan dengan Perkebunan NPK Bahilang dan Pabat.

4.2.3 Kondisi Demografi

a. Jumlah Penduduk

(49)

Tabel 4.1 Jumlah Penduduk Berdasarkan Suku Tahun 2014

No. Dusun Etnis/Suku Jumlah

Melayu Batak Jawa Minang Tionghoa dll 1. Dusun I 39 183 522 22 - - 2. Dusun II 22 238 241 12 - - 3. Dusun III 30 9 245 - - - 4. Dusun IV 38 103 319 - 6 - 5. Dusun V 10 4 139 - - - 6. Dusun VI 30 115 298 - - - 7. Dusun VII 21 83 503 13 - 7 8. Dusun VIII 14 16 201 15 - - 9. Dusun IX - 6 240 - - -

Jumlah 204 757 2708 62 6 7 3744

(50)

4.2.4 Sarana dan Prasarana Desa Penggalian

a. Sarana Pendidikan

Tabel 4.2 Sarana Pendidikan

No. Dusun TK/PAUD SD SMP/MTs SMA

1. Dusun I 1 2 1 -

2. Dusun II - - - -

3. Dusun III - - - -

4. Dusun IV 1 1 - -

5. Dusun V - - - -

6. Dusun VI 1 - - -

7. Dusun VII - - - -

8. Dusun VIII - - - -

9 Dusun IX - - - -

Jumlah 3 3 1 0

Sumber: Expose Desa Penggalian, 2014.

(51)

b. Sarana Keagamaan

Desa Penggalian adalah desa dengan mayoritas penduduknya beragama Islam. Data statistik Desa Penggalian menyatakan bahwa 3304 jiwa bergama Islam, 404 jiwa beragama Kristen, 6 jiwa beragama Budha, dan 7 jiwa beragama Hindu. Dalam menjalankan kegiatan beribadah, masyarakat Desa Penggalian didukung beberapa bangunan rumah ibadah yang ada di desa tersebut.

Tabel 4.3 Sarana Keagamaan

No. Dusun Masjid Musholla Gereja Vihara Pura

1. Dusun I 1 - - - -

2. Dusun II 1 - 2 - -

3. Dusun III 1 1 - - -

4. Dusun IV 1 1 - - -

5. Dusun V - 2 - - -

6. Dusun VI 1 1 - - -

7. Dusun VII 1 1 - - -

8. Dusun VIII 1 1 - - -

9. Dusun IX 1 1 - - -

Jumlah 8 8 2 0 0

Sumber: Monografi Kantor Kepala Desa Penggalian, 2014.

(52)

sehingga untuk beribadah masyarakat harus mencari rumah ibadah yang berada di luar Desa Penggalian.

4.2.5 Struktur Organisasi Pemerintahan

Struktur pemerintahan Desa Penggalian terdiri dari Kepala Desa dan seluruh perangkatnya, adapun perangkat desa tersebut Sekretaris Desa, Kepala Urusan Pemerintahan, Kepala Urusan Pembangunan, Kepala Urusan Umum dan Kepala Dusun. Adapun struktur pemerintahan Desa Penggalian dapat dilihat pada bagan berikut:

Gambar 1

Bagan Struktur Organisasi Pemerintahan Desa Penggalian KEPALA DESA

SEKRETARIS DESA

Kepala Urusan

Pemerintahan

Kepala Urusan

Pembangunan

Kepala Urusan

Umum

Ka. Dus V

Ka. Dus VII Ka. Dus VIII Ka. Dus IX Ka. Dus VI

Ka. Dus IV

Ka. Dus III Ka. Dus II

(53)

4.3 Profil Informan

1. Nama : Rudy Umur : 58 Tahun

Agama : Kristen Protestan

Pekerjaan : Pegawai Negeri Sipil (PNS) Alamat : Jl. Tuasan Medan

Pak Rudy merupakan salah satu tim mediasi yang menangani konflik antara PT.NPK dengan masyarakat Desa Penggalian. Beliau sudah bertugas di Kabupaten Serdang Bedagai selama 10 tahun sejak terbentuknya Kabupaten Serdang Bedagai. Saat ini beliau menjabat sebagai Staff Ahli Bupati bidang hukum dan politik. Pada tahun 2012 saat surat keputusan bupati tentang pembentukan tim mediasi dan susunan tim mediasi dikeluarkan, beliau menjabat sebagai Asisten Pemerintahan Umum dan berperan sebagai Ketua Tim Mediasi.

(54)

2. Nama : Hanafi Umur : 52 Tahun Agama : Islam

Pekerjaan : Pegawai Negeri Sipil (PNS) Alamat : Medan

Pak Hanafi adalah salah satu anggota tim mediasi yang ikut dalam proses mediasi antara masyarakat Desa Penggalian dengan PT.Nusa Pusaka Kencana. Pak Hanafi menjabat sebagai Kepala Subbagian Pertanahan dan Perbatasan Pada Bagian Pemerintahan dan Kerjasama Sekretariat Daerah Kabupaten Serdang Bedagai. Juga berkedudukan sebagai anggota di dalam susunan tim mediasi.

Dalam menjalankan perannya sebagai anggota mediasi, beliau mengaku tidak banyak berbicara di dalam forum. Kehadiran beliau pada setiap proses mediasi hanya sebagai saksi dalam mediasi dan berbicara seperlunya saja. Sebagai anggota mediasi beliau juga mengaku tidak pernah melakukan pertemuan diluar forum mediasi dengan salah satu dari kedua belah pihak berkonflik dan tidak ada mendapatkan ancaman atau intimidasi dari pihak manapun.

3. Nama : Chairin Umur : 40 Tahun Agama : Islam

(55)

Alamat : Jl. Pancing Medan

Pak Chairin adalah Kepala Bagian Pemerintahan dan Kerjasama Sekretariat Daerah Kabupaten Serdang Bedagai, beliau juga berkedudukan sebagai sekretaris tim mediasi. Dalam menjalankan perannya sebagai skretaris tim mediasi, beliau lebih banyak bertindak sebagai notulen di setiap pertemuan. Beliau hanya menerima arahan dari ketua tim mediasi untuk melakukan apa-apa saja yang diperlukan. Sebagai sekretaris tim mediasi beliau merasa bahwa usaha yang mereka lakukan untuk menemukan kata sepakat bagi kedua belah pihak yang berkonflik sudah maksimal, hanya saja hal tersebut selalu terbentur dengan bukti-bukti yang dimiliki oleh masyarakat menurut mereka tidak sah dan masyarakat yang gampang tersulut emosi.

4. Nama : Irwansyah Damanik Umur : 41 Tahun

Agama : Islam Pekerjaan : Wiraswasta

Alamat : Dusun 1 Desa Penggalian

(56)

Penggalian yang mengklaim bahwa ada hak atas tanah yang seharusnya di distribusikan kepada mereka tetapi masih diduduki oleh pihak perusahaan. Meskipun berlatar belakang pendidikan SD (Sekolah Dasar), beliau sangat baik dalam cara berkomunikasi dan menceritakan setiap kejadian yang telah mereka alami dengan jelas.

Pada saat melakukan aksi-aksi protes (demonstrasi) ke Kantor Bupati Serdang Bedagai, Pak Irwansyah bertugas sebagai Koordinator Lapangan. Dalam menjalankan aksi-aksi protes mereka, beliau mengaku kerap kali mendapatkan intimidasi dari pihak yang berwajib dan juga pernah mendapatkan ancaman akan diculik jika mereka masih meributkan tentang perebutan lahan tersebut. Menurut beliau setelah proses mediasi dilakukan, kondisi sosial antara masyarakat desa dengan pihak perusahaan berjalan seperti biasa saja dan tidak ada permusuhan. 5. Nama : Wendi Hutabarat

Umur : 40 Tahun Agama : Islam Pekerjaan : Wiraswasta

Alamat : Desa Naga Siangan

(57)

pertanahan yang terjadi antara masyarakat dengan perusahaan swasta maupun BUMN di Serdang Bedagai, tercatat ada 18 kasus pertanahan. Dan dari keseluruhan kasus, menurut beliau kasus antara masyarakat Desa Penggalian dengan PT. NPK tersebut adalah kasus yang paling menarik dikarenakan masyarakatnya mempunyai bukti dengan alas hukum yang sah.

Pak Wendi adalah orang yang berperan aktif (koordinator) dalam aksi-aksi protes yang dilakukan oleh kelompok tani di Kabupaten Serdang Bedagai. Dalam proses mediasi yang dilakukan antara PT.NPK dengan masyarakat Desa Penggalian, beliau juga cukup aktif dalam menjawab setiap pertanyaan yang diajukan dalam forum. Karena kedudukan beliau sebagai Ketua Kelompok Tani Menggugat (KTM), beliau dituntut untuk menguasai perkara yang sedang mereka perjuangkan.

6. Nama : Syahrin Damanik Umur : 38 Tahun

Agama : Islam Pekerjaan : Wiraswasta

Alamat : Dusun I Desa Penggalian

(58)

diperkarakan, menurut penuturan beliau pada saat itu dia merasa terjebak karena tidak mengetahui adanya perjanjian yang mereka tandatangani bahwa masyarakat desa yang memasuki lahan tersebut akan dipenjarakan.

7. Nama : Syamsul Budiman Umur : 40 Tahun

Agama : Islam

Pekerjaan : Pegawai Negeri Sipil (PNS) Alamat : Dusun I Desa Penggalian

Beliau adalah pelaksana tugas Kepala Desa Penggalian yang telah menjabat sejak bulan April 2015, meskipun baru menjabat sebagai kepala desa tetapi beliau pernah menghadiri proses mediasi terakhir yang dilakukan pada bulan Mei 2015 di Kantor Polsek Tebing Tinggi. Meskipun baru satu kali menghadiri proses mediasi, beliau tetap mengetahui perkembangan kasus tersebut. Berbeda dengan kepala desa sebelumnya yang tidak pernah menghadiri proses mediasi sama sekali. Menurut Pak Syamsul, mediasi yang telah dilakukan beberapa kali antara PT.NPK dengan masyarakat Desa Penggalian berjalan begitu-begitu saja tanpa ada hasil yang jelas.

8. Nama : Supriadi Umur : 55 Tahun Agama : Islam

(59)

Alamat : Medan

Pak Supriadi adalah karyawan PT. Nusa Pusaka Kencana Bahilang yang berkantor di Medan yaitu di gedung Uniland. Beliau turut hadir dalam proses mediasi sebagai anggota dari perusahaan, dan sering mendapatkan kesempatan untuk berbicara di dalam forum. Kehadiran beliau dalam setiap forum mediasi adalah juga sebagai perpanjangan tangan Direktur Perusahaan PT.NPK yang didampingi juga oleh kuasa hukum perusahaan.

Pada saat mengetahui adanya tuntutan masyarakat yang menganggap bahwa ada lahan mereka yang diduduki oleh perusahaan, pihak perusahaan mengaku terkejut dan terusik akan hal tersebut karena mereka merasa tuntutan tersebut tidak beralasan. Dan sampai pada proses mediasi yang dilakukan pemerintah untuk menyelesaikan konflik, beliau mengaku sudah memberikan bukti-bukti yang sah bahwa perusahaan tidak pernah menduduki lahan diluar HGU yang diberikan pemerintah. Beliau juga mengaku tidak pernah melakukan pertemuan dengan tim mediasi untuk meminta bantuan agar membela mereka pada proses mediasi, sehingga hubungan komunikasi yang terjalin dengan tim mediasi hanya selama berada di forum mediasi.

9. Nama : Rita Umur : 50 Tahun Agama : Islam

(60)

Ibu Rita adalah Manajer Perkebunan PT. Nusa Pusaka Kencana Bahilang yang sehari-harinya berkantor di Perkebunan Desa Bahilang, Kabupaten Serdang Bedagai. Ibu Rita sudah menjadi manajer perkebunan selama 2 tahun terakhir. Dalam menjalankan perannya sebagai manajer perusahaan, beliau mengaku selalu berusaha untuk menjaga keharmonisan antara perusahaan dengan masyarakat desa yang berbatasan langsung dengan lokasi perkebunan. Hal ini ditunjukkan dengan adanya program CSR perusahaan yaitu program tanggung jawab sosial perusahaan yang dilaksanakan untuk mengurangi kemiskinan masyarakat di sekitar kebun perusahaan dan hal ini merupakan kewajiban perusahaan yang dilaksanakan berdasarkan pendekatan dan tujuan strategis jangka panjang.

4.4 Intepretasi data

4.4.1 Kronologi Konflik

Konflik yang terjadi antara PT. Nusa Pusaka Kencana Bahilang (NPK) dengan masyarakat Desa Penggalian adalah konflik tanah dimana ada suatu perbedaan pendapat tentang status kepemilikan lahan seluas 286 Ha yang menurut masyarakat tanah/lahan tersebut adalah tanah rakyat yang dikuasai oleh pihak PT. NPK. Konflik berawal dari adanya laporan masyarakat kepada Gubernur Sumatera Utara tentang penguasaan tanah (lahan) milik masyarakat Desa Penggalian oleh PT. Nusa Pusaka Kencana Bahilang, menanggapi hal tersebut pada tanggal 1 April 2004 Gubernur Sumatera Utara menyurati pemerintah Kabupaten Serdang Bedagai untuk meneliti laporan masyarakat tersebut.

(61)

masyarakat tidak pernah diusik oleh pihak perkebunan, masyarakat juga mendapatkan surat KPRT dari Asisten Wedana Kecamatan Tebing Tinggi. Kemudian perkebunan diambil alih oleh Dwi Kora II dan pada tahun 1961 beralih lagi ke PT. Oriental Hapinis. Pada tahun 1965 bertepatan dengan pemberontakan PKI dan berlanjut pada penumpasan PKI, PT.Oriental Hapinis mengusir masyarakat dari daerah perkebunan dengan alasan masyarakat terlibat dengan PKI. Kemudian lahan-lahan yang ditinggalkan masyarakat ditanami pohon jati oleh PT. Oriental Hapinis. Pada tahun 1985 PT. Oriental Hapinis mengalami pailit, lalu beralih ke PT. Nusa Pusaka Kencana. Hal senada juga disampaikan oleh informan Pak Irwansyah

“Sebenarnya awal mula perampasan tanah masyarakat itu oleh PT.Hapinis, sesudah Hapinis pailit maka diganti sama PT.NPK. Di masa NPK mereka tidak mengakui bahwasanya ada lahan masyarakat yang masih disitu, padahal kami punya data yang akurat dan bahkan kami masih punya saksi-saksi hidup.”

Latar belakang tuntutan masyarakat kepada PT.NPK juga sudah sangat jelas bahwa mereka menginginkan pengembalian lahan-lahan masyarakat yang dirampas oleh perusahaan terdahulu. Masyarakat juga menuntut bukan tanpa alasan, mereka berpegang pada alas hak yang mereka miliki seperti Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor : SK.178/DJA/1986 tertanggal 17 Mei 1986 yang mengamanahkan kepada Camat Tebing Tinggi (sekarang Kecamatan Tebing Syahbandar) agar tanah seluas 286 Ha yang menjadi objek Landreform harus didistribusikan kepada masyarakat.

(62)

286 Ha itu harus dikembalikan kepada masyarakat. Kemudian Mendagri memerintahkan kepada waktu itu kami kan masih Deli Serdang, sekarang jadi Serdang Bedagai, agar pemerintah Deli Serdang segera mendistribusikan tanah masyarakat tersebut bekerja sama dengan camat ataupun kepala desa. Tapi ya sampai sekarang begini saja tidak ada pembagian.”

Dari beberapa pernyataan di atas dapat dilihat bahwa masyarakat sangat berharap tanah objek Landreform tersebut segera didistribusikan oleh pemerintah karena sudah ada arahan dari Mendagri. Namun hal tidak senada diberikan oleh pihak perusahaan, mereka beranggapan bahwa lahan yang dituntut oleh masyarakat tersebut berada di luar HGU (Hak Guna Usaha) yang diberikan kepada mereka.

PT. Nusa Pusaka Kencana menginginkan dalam menjalankan aktifitas perusahaan adanya suasana yang aman dan tenteram di dalam maupun di luar lingkungan perusahaan. Untuk itu, perusahaan yang berinvestasi di bidang usaha perkebunan ini mendambakan jaminan kepastian hukum. Di tengah perjalanan perusahaan, PT. Nusa Pusaka Kencana yang semula sudah nyaman menjalankan usaha perkebunan di atas areal HGU yang diperoleh dari Pemerintah R.I melalui proses dan prosedur yang berlaku yaitu HGU Nomor 1 Bahilang seluas 1.018,74 Ha, tiba-tiba merasa terusik dengan adanya sekelompok masyarakat yang mengaku dari Desa Penggalian (dan terakhir menggunakan nama Kelompok Tani Reformasi Karya Sejati) mengklaim bahwa ada tanah (lahan) masyarakat seluas 286 Ha yang dikuasai oleh PT. Nusa Pusaka Kencana Bahilang. Seperti terlihat pada kutipan wawancara dengan Pak Supriadi dari pihak perkebunan:

(63)

Permasalahan tersebut semakin memanas karena masyarakat merasa tuntutan mereka tidak ditanggapi dengan baik, kemudian mereka menduduki lahan di dalam perkebunan secara paksa dan melarang pihak perkebunan untuk memanen di areal klaim sampai masalah tersebut selesai. Bentrokan fisik antara masyarakat dan pihak perusahaan hampir terjadi karena tenaga panen dari perusahaan hendak memanen hasil perkebunan, pada saat itu pihak perusahaan dikawal oleh pihak kepolisian demi mengantisipasi gangguan yang mungkin terjadi di lapangan.

“Pada saat itu hari sebelumnya kalo ga salah oktober 2013 kami dari perusahaan melakukan panen di lokasi klaim penggarap, saat itu tidak ada gangguan. Lalu hari berikutnya dilakukan lagi proses memanen, pada hari itulah kami mengalami gangguan dari masyarakat yang meneror tenaga kerja dengan membawa bambu runcing dan mendesak tenaga kerja tidak boleh memanen.”

(64)

AKIBAT:

PERMASALAHAN:

AKAR:

Gambar 4.1: Pohon konflik pertanahan antara PT. Nusa Pusaka Kencana dengan Masyarakat Desa Penggalian

Jika dilihat secara kronologis, tanah mulai menjadi kendali dalam kekuasaan ketika dipegang oleh kalangan adat atau yang dikenal dengan feodalisme. Kemudian dalam feodalisme diteruskan ke dalam kendali kolonialisme. Selanjutnya pada masa periode kemerdekaan, tanah masuk dalam kendali negara. Periode pasar bebas, tanah berada di bawah kendali negara dan

Reclaiming

Lahan

Perkebunan

Bentrok antara masyarakat dan

perusahaan

Pendudukan lahan oleh masyarakat. Demonstrasi

SK Mendagri Perbedaan Pendapat/Kepentingan

(65)

pasar (kapitalisme). Dalam hal ini, kepemilikan tanah lebih didasarkan pada struktur kekuasaan (power).

Teori konflik yang dicetuskan oleh Dahrendorf (2011) dapat menjelaskan sengketa tanah dari aspek penggunaan otoritas yang bersifat dikotomis antara otoritas negara berhadapan dengan masyarakat, otoritas perusahaan berhadapan dengan masyarakat, kemudian otoritas militer berhadapan dengan masyarakat. Dan bila dilihat dalam hal ini otoritas negara berada dalam otoritas yang paling kuat, kemudian otoritas tersebut dapat terbagi ke perusahaan, militer, dan masyarakat yang berada pada posisi terakhir. Dahrendorf juga mengatakan bahwa setiap asosiasi pada dasarnya berusaha mempertahankan atau memperkuat posisi dominan. Dalam kasus yang terjadi antara Masyarakat Desa Penggalian dan PT. NPK, dapat dilihat bahwa masyarakat merasa pemerintah terlalu membela pihak perusahaan. Hal ini tampak karena masyarakat mengatakan bahwa tuntutan mereka agar pendistribusian lahan dilakukan, tetapi tidak juga dilaksanakan sehingga memicu konflik dan menimbulkan dugaan dari masyarakat bahwa pemerintah sengaja mengabaikan tuntutan mereka. Sehingga muncul inisiatif dari masyarakat untuk menduduki lahan untuk mencuri perhatian pemerintah dan pihak perusahaan.

4.4.2 Faktor-Faktor Penyebab Konflik

(66)

bahwa kelas-kelas dianggap sebagai kelompok sosial yang mempunyai kepentingan sendiri dan bertentangan satu sama lain.

Dalam kasus antara PT.NPK dengan masyarakat Desa Penggalian ini, yang menjadi faktor utama terjadinya konflik adalah adanya perbedaan kepentingan. Perbedaan kepentingan yang dimaksud dalam hal ini adalah masyarakat yang menginginkan agar permasalahan mereka diselesaikan terlebih dahulu, sementara pihak perusahaan tidak ingin aktifitas perusahaannya terganggu dan mengalami kerugian akibat tidak dapat memanen hasil perkebunan dari lahan yang diduduki oleh masyarakat sampai masalah tersebut diselesaikan. Sehingga akibat dari adanya perbedaan kepentingan tersebut hampir terjadi bentrokan fisik antara masyarakat dengan pihak perusahaan.

Seperti yang diutarakan oleh Marx (2011) bahwa kelas-kelas sebagai kelompok sosial memiliki kepentingan sendiri dan bertentangan satu sama lain, masyarakat dalam kasus tersebut bersikeras dengan bukti-bukti yang mereka miliki untuk mendapatkan lahan di dalam areal perkebunan yang seharusnya dibagikan kepada masyarakat Desa Penggalian, sementara pihak perusahaan juga bersikeras bahwa lahan yang dituntut oleh masyarakat tersebut bukanlah tanggung jawab dari PT.NPK karena mereka hanya menjalankan dalam tanah HGU (Hak Guna Usaha) yang diberikan oleh pemerintah.

(67)

sehingga memicu konflik bukan saja mengenai kepemilikan tanah tetapi juga menyangkut penguasaan areal untuk perkebunan. Masayarakat tetap bersikeras untuk mendapatkan lahan tersebut karena mereka memiliki keinginan untuk memanfaatkan lahan untuk kehidupan mereka yang lebih baik. Hal ini terlihat dari hasil wawancara dengan masyarakat Desa Penggalian yang mengatakan :

“Kalau saja pemerintah berbaik hati membantu kami membantu kami mendapatkan lahan, dibagi-bagikan merata, pasti keadaan kami ga akan seperti ini dan pasti jadi lebih baik. Lahan yang dibagi bisa kami Pemerintah Kabupaten serdang Bedagai untuk menyelesaikan konflik pertanahan yang terjadi antara masyarakat Desa Penggalian dengan PT. Nusa Pusaka Kencana bahilang. Dalam kegiatan aktifitas sehari-hari juga antara masyarakat dengan pekerja perkebunan berjalan normal dan biasa saja, meskipun masyarakat tetap memperjuangkan hak mereka tapi dalam kehidupan sosial mereka tidak lagi mengalami ketegangan. Hal ini senada dengan pernyataan dari masyarakat desa yaitu Pak Syahrin yang diambil pada proses wawancara:

Gambar

Tabel 4.1 Jumlah Penduduk Berdasarkan Suku Tahun 2014
Tabel 4.2 Sarana Pendidikan
Tabel 4.3 Sarana Keagamaan
Gambar 1
+5

Referensi

Dokumen terkait

STANDAR BIAYA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN TAHUN 2014 ANALISA HARGA SATUAN PEKERJAAN KONSTRUKSI. Upah

Implikasi dari penelitian menjelaskan pada pemahaman bahwa hijab bukan hanya sebagai tirai pemisah atau sekat penghalang tetapi lebih menekan pada sebuah benda penutup aurat

14.Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2010 tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Pendidikan

KEPALA DINAS SEKRETARIS KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL SUB BAGIAN UMUM DAN KEPEGAWAIAN SUB BAGIAN KEUANGAN SUB BAGIAN PROGRAM BIDANG PAJAK & RETRIBU SI BIDANG DANA PERIMBANGAN

Dalam penelitian lain oleh Rizala Noer Aini yang berjudul Study Komparasi Pembelajaran Kooperatif Tipe TAI dan NHT yang Dimodifikasi Dengan Discovery Terhadap Prestasi Hasil

3 Jumlah hydrant fasilitas kesiagaan kebakaran Unit 1 3 Program Peningkatan Kesiagaan & Pencegahan Bahaya Kebakaran 4 Jumlah sarana dan prasarana areal makam

Usually a greater number of homologous points are needed so that the least squares method could be applied in order to lower the transformation errors

kalangan pejabat tinggi, PJK dan pengusaha. Namun jika masyarakat juga mengerti akan pencucian uang maka masyarakat akan mengetahui dampak yang ditimbulkannya dan